Title : Can You Love Me?(Chapter 1)
Author : Han Ryu In ^^/@nitathiya
Genre : Romance, Friendship, Angst
Length : Chapter
Cast : -Shin Hanna a.k.a Hana Pragasta Bastian (OC)
-Oh Sehun (EXO K)
-Akari Yamasaki (OC)
Other Cast : -Hyura Ahjumma (Hanna’s Mother)
-Jung Won Ahjussi (Hanna’s Step Father)
Note : Jika kalian menemukan percakapan dengan tulisan bercetak miring dan bergaris bawah, itu artinya bahasa yang tengah digunakan adalah bahasa Jepang.
Annyeong….
Aku author baru disini. Ini juga adalah ff pertama author yang akhirnya berhasil terselesaikan. Jadi mian kalo jelek, gaje, typo, dan lain sebagainya. Makasih juga buat admin yang mau nge-post ff abal-abal ini. ff ini asli buatan dan pemikiran author sendiri.
Kalo ada kesamaan cerita mohon dimaafkan. ff ini juga udah pernah author post di blog author sendiri. Aku tunggu commen dari readers semua. Dilarang keras meng-copy ff ini tanpa se-izin author.
OK,sampai disini aja cuap-cuapnya. HAPPY READING ^^
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hana Pragasta Bastian atau kini biasa dipanggil Shin Hanna adalah seorang gadis berdarah blasteran Indonesia-Korea. Ayahnya adalah warga Negara Indonesia. Sementara Ibunya adalah warga Negara Korea Selatan. Namun saat dia masih kecil, tepatnya saat ia berumur 4 tahun. Ayah kandungnya meninggal akibat kecelakaan. Ketika dirinya berumur 7 tahun Ibunya menikah lagi dengan seorang Pria berkebangsaan Korea Selatan. Sejak saat itulah nama gadis itu diganti dengan nama Shin Hanna. Sesuai dengan marga Ayah angkatnya.
Setelah itu, Ibu Hanna pun memutuskan untuk kembali menetap di Korea setelah sebelumnya sempat menetap di Negara Indonesia, Negara asal Almarhum suami pertamanya. Dan mau tak mau Hanna pun ikut bersama Ibunya.
Hanna kecil adalah seorang anak yang memiliki sifat pemalu, pendiam, dan tertutup. Jadi tak heran jika di sekolah maupun di rumah ia tidak mempunyai seorang teman. Ditambah lagi Hanna merasa asing dengan lingkungan barunya. Namun itu semua berubah ketika ia bertemu dengan seorang bocah laki-laki bernama, Oh Sehun.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Disebuah sekolah dasar yang terletak dipinggir kota Seoul, nampak sekelompok anak kecil yang tengah asyik bermain ditaman sekolah tersebut. Entah itu bermain ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, kejar-kejaran, dan lain sebagainya. Namun, ada seorang gadis kecil yang telihat duduk menyendiri di bawah salah satu pohon ditaman itu. Tak seperti anak-anak yang lain, gadis itu malah lebih memilih duduk menyendiri sambil menatapi sebuah kalung berwarna emas putih dengan bandul berbentuk bintang kecil yang cantik.
Disaat gadis kecil itu tengah menatapi kalung ditangannya, tiba-tiba 3 anak laki-laki datang menghampirinya. Sang gadis kecil yang merasakan kedatang orang lain disekitarnya perlahan mendongakan kepalanya untuk melihat anak-anak lelaki itu yang kini sudah berdiri tepat dihadapannya.
Selama beberapa saat anak-anak lelaki itu hanya menatap gadis itu dengan tatapan yang menurut sang gadis cukup menakutkan. Sementara gadis kecil itu sendiri hanya menatap mereka dengan tatapan polos dan takut-takut. “Hei kau! Kau anak baru ya?” Tanya salah satu anak lelaki itu.
“N-ne.” Jawab gadis itu dengan perasaan takut karena melihat tatapan sinis dari ketiga anak lelaki itu. Tiba-tiba salah satu anak lelaki yang bertubuh gemuk merampas kalung dalam genggaman sang gadis kecil. Karena gerakannya yang terlalu gesit dan tanpa aba-aba sang gadis kecilpun tak dapat mempertahankan kalung miliknya.
“Ige mwoya?” Tanya anak lelaki yang tadi merampas kalung milik sang gadis. “Ya, apa kau tidak bisa lihat? Ini adalah sebuah kalung pabo.” Jawab salah satu teman anak lelaki itu yang bertubuh paling kecil. “Coba sini kulihat.” Ucap anak lelaki lain yang bertubuh paling tinggi sambil merampas kalung itu dari tangan temannya. Anak lelaki itu memperhatikan kalung itu dengan mimik wajah pura-pura serius.
“Kembalikan!” Pekik sang gadis kecil tiba-tiba sambil mengambil kembali kalung miliknya dari anak lelaki bertubuh tinggi itu. “Ya! Cepat serahkan padaku lagi! Aku belum selesai melihatnya.” Bentak anak lelaki itu. “Ka-kalian, kalian m-mau a-apa-kan ka-kalung-ku?” Tanya sang gadis dengan suara bergetar dan logat bicaranya yang terdengar agak aneh.
“Banyak tanya sekali kau. Terserah diriku mau aku apakan benda itu. Yang jelas sekarang cepat serahkan lagi benda jelek itu padaku. Cepat!” Bentak anak lelaki itu lagi. Namun bukannya menurut, sang gadis malah menggeleng pelan sambil menggenggam erat kalungnya. “S-shi-shireo.” Ucap gadis itu dengan suara yang bergetar antara takut, takut, berani.
Anak lelaki itu menggeram kesal. “Kau, berani kau padaku? Cepat serahkan benda itu padaku!” Bentak anak lelaki itu lagi dengan suara yang lebih keras. Namun sang gadis kecil malah semakin erat menggenggam kalungnya. Air mata yang sejak tadi ditahan oleh sang gadis akhirnya keluar dengan perlahan dari kedua pelupuk matanya.
“Ya, aku itu menyuruhmu menyerahkan benda itu, bukannya menyuruhmu menangis.” Ujar anak lelaki itu, namun kali ini dengan suara yang sedikit lebih rendah dari sebelumnya. Mungkin dia sedikit merasa iba dengan sang gadis kecil. Sang gadis kini sudah mulai terisak. Iapun juga tetap menggenggam erat kalung miliknya. “Hei, daripada suaramu habis hanya untuk membentak bocah ini lebih baik kau langsung rebut paksa saja kalung itu darinya.” Usul anak lelaki bertubuh paling kecil yang langsung disetujui oleh anak lelaki bertubuh gemuk.
Anak lelaki bertubuh tinggi itu menatap sebentar temannya. Setelah itu iapun mengangguk tanda ia setuju dengan usualan temannya itu. Iapun kembali menatap gadis kecil yang kini tengah menunduk sambil menangis pelan dan dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Mata anak itu langsung tertuju pada benda yang kini masih dalam genggaman sang gadis kecil. Dengan gerakan cepat iapun menarik secara paksa kalung itu dari genggaman sang gadis.
“Andwe! Kumohon jangan Sunbae. Ini pemberian terakhir dari ayah kandungku. Tolong jangan mengambilnya, hiks…” Ucap sang gadis sambil mencoba mempertahankan kalung miliknya. Namun ucapan sang gadis sama sekali tak dihiraukan oleh anak lelelaki itu. Justru ia malah semakin menarik kalung itu secara paksa. Kedua temannya pun ikut membantu merebut kalung itu yang bisa saja putus karena ulah mereka.
Disaat ketiga anak lelaki itu masih berusaha merebut kalung itu, tiba-tiba salah satu dari anak lelaki itu mengeluh kesakitan. “Aduh! Ya, siapa yang tadi berani menimpukku?” Ujar anak bertubuh gemuk sambil mengusap-usap kepalanya yang tadi terkena timpukan. Mendengar rintihan salah satu temannya dua anak lelaki yang lain menghentikan kegiatan mereka.
“Ada apa Minseok-ah?” Tanya anak yang berbadan paling kecil pada anak lelaki bertubuh gemuk. “Tadi ada yang menimpuk kepalaku. Tapi aku tidak tau siapa orangnya.” Jawab anak berbadan gemuk yang tadi dipanggil Minseok.
“Aduh!” Kembali lagi terdengar rintihan dari salah satu dari anak-anak lelaki itu. Kini suara itu berasal dari anak yang bertubuh paling kecil. “Kau kenapa Baekhyun?” Tanya anak bertubuh paling tinggi.
“Tadi, aku merasa ada yang menimpuk kepalaku juga Chanyeol-ah.” Ucap anak bernama Baekhyun itu sambil mengusap-usap kepalanya. Anak bertubuh paling tinggi itupun mengerutkan dahinya bingung. Namun beberapa saat kemudian anak lelaki itu merasa ada sebuah benda kecil yang menghantam kepalanya dengan cukup kencang hingga membuat dirinya merintih kesakitan.
“Aww. Ya, siapa yang berani-beraninya menimpuk kepalaku?” Ujarnya. Anak lelaki itu celingukan kesegala arah mencoba mencari pelaku yang telah berani membuat kepalanya sakit. Kedua temannyapun juga ikut mencari. Namun nihil, mereka tak dapat menemukan siapapun. Yang ada disana hanyalah mereka bertiga dan gadis kecil yang kini masih manangis sesengukan. Sementara semua murid lain tampak sedang asyik bermain ditaman sekolah yang berjarak agak jauh dari tempat mereka sekarang.
Ketiga anak lelaki itupun saling memandang bingung. “Tak ada siapapun disini selain kita.” Ujar anak berbadan tinggi bernama Chanyeol. “Jangan-jangan….” Ujar Minseok yam membuat kedua temannya menoleh ke arahnya. “Jangan-jangan apa Minseok-ah?” Tanya Baekhyun penasaran.
Anak yang bernama Minseok itu menelan ludahnya sebentar sebelum menjawab. “Jangan-jangan yang menimpuk kita tadi itu…hantu.”
Mendengar pernyataan dari temannya itu, Baekhyun dan Chanyeol membulatkan matanya. “Ya, jangan mengarang kau Kim Minseok.” Bentak Chanyeol. Padahal sebenarnya ia sedang ketakutan ketika mendengar kata-kata temannya tadi. “Aku tidak mengarang, buktinya disini tak ada siapapun selain kita dan gadis ini.” Ujarnya. Mereka bertigapun saling berpandangan. “Kalau begitu daripada kita kenapa-napa lebih baik kita…” Ujar Chanyeol member aba-aba.
“…KABUR!!” Sambung mereka bersamaan.
Dan akhirnya ketiga anak lelaki itupun lari terbirit-birit meninggalkan gadis kecil itu sendirian. Sementara sang gadis kecil sendiri kini masih menangis sesengukan sambil memeluk kedua lututnya dan tetap menggenggam erat kalung yang menurutnya sangat berharga itu.
Tiba-tiba…
GRASSAAKKK, GEDEBUKK
“AWW!!”
Terdengar sebuah pekikan seseorang yang tak jauh dari gadis itu. Mendengar pekikan yang cukup keras itu sang gadis kecilpun mengangkat kepalanya perlahan. Ia memutar kepalanya kearah suara pekikan tadi. Matanyapun langsung menangkap seorang anak laki-laki yang berjarak tak jauh dari tempatnya dan kini tengah mengelus-elus bokongnya dengan wajah meringis kesakitan.
Sang gadis kecil menatapnya bingung. ‘Kenapa anak itu? Dan sejak kapan dia ada disini?’ Batin sang gadis. “Hah, sial sekali aku hari ini. Sudah tadi pagi diomeli Eomma karena bangun kesiangan, tertinggal bus, terlambat datang kesekolah lalu dihukum, dan sekarang terjatuh dari pohon. Aaaa…sial, sial, sial!” Umpat anak laki-laki itu.
Sedangkan sang gadis kecil hanya menatap anak laki-laki itu yang kini masih mengumpat tak jelas. Anak laki-laki itupun akhirnya menyadari bahwa dirinya kini sedang diperhatikan. Iapun menghentikan kegiatan mengelus-elus bokongnya yang terasa sakit akibat terjatuh dari pohon tadi dan juga menghentikan umpatan-umpatan yang sejak tadi meluncur dari mulutnya.
Anak laki-laki itupun ikut memandangi sang gadis kecil yang masih sedikit sesengukan walaupun tangisannya sudah reda. Dan akhirnya mereka berduapun hanya saling menatap satu sama lain selama beberapa lama.
Tiba-tiba anak laki-laki itu berdiri. Setelah itu iapun berjalan mendekati sang gadis kecil dan menghentikan langkahnya setelah jarak antara dirinya dan gadis itu tinggal dua langkah. Anak laki-laki itupun segera berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis itu.
“Kau, tak apa-apakan?” Tanya anak itu kemudian. Awalnya sang gadis hanya menatapnya dengan pandangan bingung. Namun setelah itu iapun mengangguk lemah. Seulas senyum lembut langsung tersungging dibibir anak laki-laki itu.
Anak laki-laki itupun mendekati sang gadis kecil hingga lututnya dengan lutut sang gadis nyaris bersentuhan. Dan setelahnya, anak lelaki itu mengulurkan tangan kanannya kearah kepala sang gadis. Dan dengan gerakan lembut, diusapnya bekas-bekas air mata diwajah gadis itu.
“Maafkan mereka ya. Chanyeol dan kedua temannya memang begitu. Mereka sering mengerjai dan berlaku kasar pada anak-anak yang menurut mereka lemah. Aku saja pernah dikerjai oleh mereka. Padahal aku Sunbae mereka.” Ujarnya halus.
“Dan untunglah kebetulan tadi aku sedang barada diatas pohon untuk tidur siang. Jadi aku bisa menolongmu dengan menimpuk mereka menggunakan biji buah.” Jelas anak itu yang membuat berbagai pertanyaan dalam benak gadis itu terjawab.
Sang gadis menatap anak laki-laki dihadapannya dengan tatapan yang sulit dibaca. Sejujurnya gadis itu amat menyukai usapan lembut anak laki-laki itu diwajahnya. Entahlah, namun sang gadis merasa terlindungi dan juga merasakan kenyamanan menjalari seluruh syaraf tubuhnya. Dan ketika tangan itu menjauhi wajahnya, entah mengapa sang gadis merasa sedikit kecewa.
Tangan yang tadi digunakan anak lelaki itu untuh mengusap wajah sang gadis kini terulur didepan gadis itu. “Oh Sehun imnida. Siapa namamu?” Ujar anak laki-laki itu yang ternyata bernama Oh Sehun. Dengan perasaan ragu gadis itupun mengangkat tangannya untuk membalas uluran tangan anak laki-laki itu.
“S-shin Ha-hanna im-nida.” Jawab gadis kecil itu gugup. Gugup? Ya, entah mengapa gadis bernama Shin Hanna itu tiba-tiba merasa gugup. Dan saat tangannya bersentuhan dengan tangan anak laki-laki bernama Sehun itu sang gadis kecil merasakan sebuah getaran aneh dalam tubuhnya.
Sekarang Sehun tengah menatap Hanna itu dengan tatapan serius. Dan itu berhasil membuat Hanna semakin gugup. Ditambah lagi kini jantungnya mulai berpacu tak normal. “Kau…” Ujar Sehun sambil menunjuk Hanna dengan telunjuknya. “Kau bukan orang Korea ya?” Lanjutnya lagi.
Hannapun menjawabnya dengan anggukan pelan namun setelah itu ia menggeleng. Sehun mengernyitkan dahinya. Tanda dirinya bingung. Hanna yang mengerti kebingungan Sehun langsung menjawab. “I-ibuku orang Korea, dan Ayah orang Indonesia.“ Sehunpun akhirnya menggangguk paham. “Oh, kau berdarah campuran ya. Pasti sebelum ini kau belum pernah tinggal di Korea.” Hanna mengagguk membenarkan. “Hm, pantas saja cara bicaramu terdengar sedikit aneh.”
Sehun mengangguk-angguk paham. “Oh iya, kau anak barukan? Kelas berapa?” Tanyanya lagi. “Aku masih kelas 2.” Jawab Hanna. “Hmm, kalau aku sudah kelas 6. Kalau begitu selamat datang disekolah barumu Shin Hanna.” Ujar Sehun dengan senyum lebar dibibirnya. Melihat senyuman Sehun, Hanna menjadi ikut-ikutan tersenyum. Dan itu membuat Sehun menjadi senang.
“Wah, ternyata kalau kau tersenyum kau sangat manis ya. Berarti mulai sekarang kau harus banyak tersenyum.” Ucapan Sehun barusan hasil membuat Hanna tersipu.
“Go-gomawo Su-sunbae.” Gumam Hanna sambil menunduk malu.
“Hei, jangan memanggilku Sunbae. Mulai sekarang panggil saja aku Oppa. Karena mulai sekarang kau sudah kuanggap adikku sendiri. Arachi?” Hanna menatap Sehun sebentar. Dan detik berikutnya iapun mengangguk dengan senyum manis diwajahnya.
Sejak saat itulah Hanna dan Sehun menjalin persahabatan. Walaupun umur mereka terpaut cukup jauh, namun itu tak mengganggu hubungan pertemanan mereka. Bagi Sehun, Hanna adalah seorang dongsaeng yang manis untuknya. Dan bagi Hanna, Sehun adalah sosok Oppa yang baik dan salalu melindunginya.
Sehunpun kini sudah tau kalau nama asli Hanna adalah Hana Pragasta Bastian dan ia berganti nama karena Ibu Hanna ingin Hanna memiliki nama dengan menggunakan marga Ayah angkatnya. Sehun juga sudah mengetahui berbagai hal lain tentang Hanna. Begitupun Hanna. Ia juga telah mengetahui sebagian besar tentang kehidupan seorang Oh Sehun.
Seiring berjalannya waktu, kedua orang sahabat inipun tumbuh menjadi seorang namja yang tampan dan juga seorang yeoja yang cantik. Selama itu pula perasaan sayang Hanna sebagai seorang sahabat serta dongsaeng pada Sehun sebagai Oppanya kini telah berkembang dan tergantikan dengan perasaan yang disebut ‘Cinta’.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~Twelve years letter~
*Hanna pov*
Aku melangkahkan kakiku dikoridor kampus dengan setumpuk buku yang sebenarnya cukup berat dalam genggamanku. Sudah beberapa kali kuhentikan langkahku untuk membetulkan letak buku-buku itu yang hampir terjatuh. Kiniuntuk yang kesekian kalinyalangkahkupun kembali terhenti untuk membetulkan letak salah satu buku dalam genggamanku agar tidah terjatuh kelantai.
Setelah itu akupun kembali melanjutkan langkah kakiku. Tetapi tak lama kemudian aku kembali menghentikan langkahku. Namun kali ini langkahku terhenti bukan untuk membetulkan letak buku dalam genggamanku. Melainkan karena sebuah tangan berkulit putih pucat dengan tiba-tiba mengambil setengah, ani. Bahkan hampir seluruh buku-buku yang berada dalam gengemanku.
Kepalakupun refleks memutar kearah si pemilik tangan putih pucat itu. Dan setelah itu matakupun langsung menangkap sosok seorang namja bertubuh tinggi, berambut pirang kecokelatan, dan memiliki paras wajah tampan.
Senyumku langsung berkembang setelah melihatnya dan namja itupun membalas sanyumku dengan sebuah senyum yang kuyakin dapat meluluhkan ribuan gadis diluar sana. Aku juga yakin, banyak dari para gadis-gadis itu yang akan melakukan banyak cara hanya untuk dapat melihat senyumannya.
Dan itu artinya aku adalah seorang gadis yang amat beruntung, karena tanpa melakukan apapun senyuman itu akan selalu tersungging untuk diriku.
Sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa aku adalah ‘satu-satunya’ gadis yang akan selalu mendapatkan senyum itu. Tapi itu hanya untuk sekarang. Siapa yang akan tau kalau dimasa depan senyum itu tidak diperuntukan untukku saja. Namun gadis lainpun juga akan mendapatkannya. Walaupun aku tak pernah ingin itu terjadi.
“Sehun Oppa, sedang apa kau disini? Bukankah kau ada kelas sekarang?” Namja yang kupanggil dengan embel-embel Oppa ini menyunggingkan cengirannya padaku.
“Hehe, aku memang ada kelas sekarang. Tapi aku sedang ingin bolos saja hari ini. Kau tau sendirikan dosen yang akan mengajar kelasku hari ini adalah dosen ter-killer dikampus ini. Aku sedang malas mendengar ocehan membosankannya yang akan membuatku terkantuk-kantuk bahkan tertidur dikelas. Dan pada akhirnya aku hanya akan mendapat hadiah special darinya berupa hukuman-hukuman tak masuk akal miliknya jika kepergok sedang tidur dijam mengajarnya.” Jelasnya.
Aku hanya geleng-geleng kepala menanggapinya. Hah, sifat buruknya kambuh lagi. Namja bernama lengkap Oh Sehun ini memang memiliki sifat buruk berupa sering kali membolos pelajaran jika yang mengajar adalah seorang guru killer yang tak akan segan-segan memberikan hukuman-hukuman mengerikan milik mereka pada murid-murid yang menurut mereka melanggar aturan yang telah mereka tetapkan sekecil apapun kesalahan mereka.
“Jadi sekarang kau mau apa setelah berhasil membolos kelasmu hari ini, hm?”
“Eumm, tadinya aku ingin mengajakmu pergi jalan-jalan mengingat kalau kelasmu sudah bubar ketika kelasku mulai. Jadi bagaimana? Apa kau mau?” Tawarnya. Aku tersenyum kearahnya sebelum menjawab. “Aku ingin sekali Oppa. Tapi…” Ucapku menggantung.
“Tapi apa? Apa kau sedang sibuk?” Tanyanya.
“Tidak juga sih.” Jawabku. Namja itu menatapku dengan raut wajah bingung. “Kalau kau tak sibuk, lalu apa?” Selidiknya. Aku mengusap-usap tengkukku untuk mencari kalimat yang tepat.
“Eum, hari ini katanya akan ada kiriman buku terbaru di perpustakaan. Penguman ini sudah disebar sejak se-minggu yang lalu. Sejak saat itu aku sering tak bisa tidur saking tidak sabarnya menunggu kiriman buku-buku itu. Maka dari itu aku”
“Ok, aku mengerti.” Ujar Sehun Oppa memotong ucapanku. Aku memandangnya dengan wajah penuh penyesalan. “Maafkan aku Oppa. Aku tak bermaksud menolak ajakanmu. Apakah kau marah?” Tanyaku. Dapat kulihat guratan wajah kecewa dari wajahnya. Namun beberapa saat kemudian wajah namja itu berubah teduh dengan sebuah senyum lembut dibibirnya.
“Ani, aku tidak marah padamu. Ya, aku memang sedikit kecewa denganmu. Tapi aku amat mengerti keadaanmu.” Jawabnya. Aku menatapnya tidak yakin. “Benarkah kau tidak marah Oppa?” Tanyaku memastikan.
Namja itu mangguk yakin. “Tidak, aku tidak marah padamu. Lagi pula aku ini sudah sangat mengenalmu sejak kecil. Kau akan selalu uring-uringan tidak jelas dan akan susah tidur kalau sudah berhubungan dengan yang namanya ‘BUKU’. Lagi pula diperpustakaan setidaknya aku bisa tidur dengan tenang selagi menunggumu berkencan dengan buku-buku itu.” Ledeknya. Aku hanya mengerucutkan bibirku sebentar mendengar ledekannya.
Namun tak lama kemudian akupun tersenyum lebar padanya. “Gomawo Oppa.” Ujarku. Kalau saja aku tak ingat sedang membawa tumpukan buku sudah kupeluk namja inisejak tadi. “Hm, kalau begitu bisakah kita segera pergi sekarang.” Aku mengangkat satu alisku bingung. “Pergi? Kemana?”
“Ya tentu saja ke perpustakaan. Ayo cepat, tanganku sudah pegal memegangi buku-buku sebanyak ini. Lagi pula, untuk apa kau membawa buku-buku sebanyak ini sih?!”
“Aku disuruh dosenku. Karena aku juga mau ke perpustakaan jadi sekalian saja.” Jelasku. “Hah, dosen macam apa dia itu. Masa menyuruh seorang gadis cantik sepertimu untuk membawa buku setebal dan sebanyak ini.” Aku dapat merasakan pipiku memanas ketika mendengar pujiannya. Namun aku langsung menyadarkan diriku.
“Oppa jangan mulai. Lagi pula siapa juga yang menyuruhmu untuk membantuku membawakan buku sebanyak ini. Aku juga bisa sendiri.”
“Mana bisa begitu. Kau inikan yeoja dan aku sebagai namja harus membantumu. Lagi pula mana mungkin aku membiarkan sahabat sekaligus yeodongsaeng-ku membawa buku sebanyak ini.” Aku langsung terdiam. Benar, selama ini dimatanya aku hanyalah seorang sahabat sekaligus yeodongsaeng untuknya. Tak lebih dan tak kurang. Namun dibalik itu semua aku sangat berharap ia menganggapku lebih.
“Hanna-ya, kajja! Kenapa kau malah melamun disitu, heh?” Aku langsung tersedar dari lamunan singkatku. Kini kulihat Sehun Oppa sudah beberapa langkah didepanku. “Oh, eh, Ne Oppa.” Ujarku lalu segara menyusulnya. Setelah langkah kami sejajar, kamipun berjalan bersama menuju perpustakaan.
Selama berjalan, sesekali aku melirik namja bermarga Oh itu. Dikepalaku masih terngiang ucapannya beberapa menit yang lalu. Tanpa sepengetahuan namja itu aku membuang nafas berat.
Selama ini kami memang hanya berhubungan sebagai sahabat. Dulu aku mungkin memang hanya menganggapnya sebagai sahabat sekaligus Oppa-ku. Kami saling menyayangi, mencintai, dan melindungi layaknya sepasang kakak dan adik. Namun semakin bertambahnya umurku, aku semakin menyadari bahwa perasaanku pada namja ini bukanlah sekedar rasa sayang dan cinta pada seorang sahabat ataupun pada seorang Oppa. Lebih dari itu, aku menyayangi dan mencintainya sebagai seorang namja.
Namun sepertinya namja disampingku ini tak pernah merasakan perasaan yang sama denganku. Ia hanya dan mungkin akan selalu menganggapku sebagai sahabat serta yeodongsaeng-nya. Tapi seperti yang kukatakan tadi, aku amat berharap bahwa suatu saat nanti ia akan menganggapku lebih. Lebih dari sekedar sahabat. Dan lebih dari sekedar dongsaeng-nya.
Namun, ada satu hal yang sampai saat ini membuatku cukup bernafas lega. Namja ituOh Sehunselama ini belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Selama itu pula, ia juga tidak pernah terlihat dekat dengan gadis manapun selain diriku. Ia punya banyak teman, namun mereka semua terdiri dari para namja.
Sehun Oppa sebenarnya adalah salah satu namja populer di kampus bahkan mungkin diluar kampus. Dan secara praktis iapun memiliki banyak penggemar yang semuanya adalah yeoja. Tapi sayang, Sehun Oppa tak pernah menganggap mereka dan kalian tau. Ia juga selalu bersikap dingin pada semua yeoja-yeoja itu.
Jika ia ditanya mengapa dirinya bersikap begitu, ia hanya menjawab bahwa dimatanya tak ada yeoja lain yang lebih special dari diriku.
Tentu saja jawaban seperti itu membuat banyak orang berpendapat bahwa Sehun Oppa memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat padaku. Tapi Sehun Oppa selalu mengatakan bahwa diriku hanyalah sahabat sertadongsaeng-nya. Jadi mana mungkin dirinya menyukai dongsaengnya sendiri. Dan karena itu pula aku tak pernah berani menyatakan perasaanku padanya. Aku takut bila aku menyatakan perasaanku Sehun Oppa malah akan menjauhiku bahkan mungkin memusuhiku.
Miris memang. Namun selama namja itu masih terus berada disampingku, aku tetap bahagia.
Dan seperti kataku tadi, aku memang seorang gadis yang sangat beruntung karena aku adalah satu-satunya yeoja yang akan mendapatkan senyum, kasih sayang, dan perhatian dari namja ini tanpa harus bersusah payah memikatnya. Ya, satu-satunya. Setidaknya sampai saat ini.
Dan walaupun mustahil, namun aku sangat ingin ini semua terjadi untuk selamanya.
*Hanna pov(end)*
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Drrrttttt…
Hanna merasakan getaran pada saku jaketnya. Gadis itupun segera merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan benda bergetar itu yang ternyata adalah ponselnya sendiri. Layar ponselnya menunjukan bahwa ada telepon masuk. Namun ia tak segera mengangkatnya karena di layar ponselnya tak tercantumkan nama si penelpon dan hanya nomer yang tak ia kenal. Sebelah alisnyapun terangkat.
“Nuguya?” Tanya sebuah suara di sebelah gadis itu. Hanna menengokan kepalanya pada si pemilik suara yang ternyata adalah Oh Sehun. “Tidak tau Oppa. Disini hanya tertera nomornya saja.” Jawab Hanna.
“Sudah angkat saja. Siapa tau itu telepon penting.” Ujar Sehun. Hanna pun menuruti namja itu. Ia menggeser tombol hijau di layar ponsel Screen Touch-nya dan bersiap menaruh ponsel itu ditelinga kanannya.
“Yoboseoyo.” Ujar Hanna memulai percakapan. Sehun yang kini duduk disamping Hanna sambil menyetir mobilnya samar-samar mendengar jawaban dari sang penelpon. Dan ketika telah mendengar jawaban dari sang penelpon, mimik wajah Hanna yang tadinya bingung kini terganti dengan raut wajah senang.
“Akari Oneesan!” Pekik Hanna gembira. Dan setelah itu Sehunpun hanya dapat mendengarkan percakapan Hanna dan sang penelpon tanpa mengerti apa yang tengah mereka ucapkan. Ya, itu wajar saja karena bahasa yang Hanna dan sang penelpon gunakan adalah bahasa Jepang. Hanna memang cukup fasih berbahasa Jepang karena ia sangat menyukai negara itu dan kebetulan ada keluarganya yang berwarga negara Jepang.
“Baiklah, sampai bertemu minggu depan Oneesan.” Ujar Hanna sebelum ia memutuskan sambungan telepon.
“Nugu?” Tanya Sehun kemudian. Hanna menolehkan wajahnya kearah namja disampingnya itu dengan senyum yang sejak tadi tersungging di bibirnya. “Oppa, sebelumnya aku pernah menceritakan tentantang sepupuku yang blasteran Korea-Jepang padamu kan?” Bukannya menjawab, Hanna malah balik bertanya.
“Sepupumu yang blasteran Korea-Jepang? Eum… ah iya. Dulu kau pernah menceritakannya. Memangnya kenapa?” Senyum di bibir Hanna semakin merekah. “Kau tau Oppa. Tadi yang menelpon adalah dirinya. Dan ia mangatakan bahwa dirinya mendapat kesempatan untuk ikut pertukaran pelajar di Korea salam beberapa bulan. Dan dia akan berangkat minggu depan.” Ujar Hanna antusias.
“Benarkah? Wah, berarti itu berita yang bagus. Dan sepertinya kau sangat gembira mendengar berita ini.” Hanna menggangguk setuju.
“Tentu saja aku gembira. Dia adalah satu-satunya saudara yang kumiliki karena kami sama-sama anak tunggal. Dan kami juga sudah lama sekali tak bertemu. Pastinya aku sangat merindukannya.” Sehun hanya tersenyum melihat tingkah Hanna yang terlihat begitu antusias.
Tiba-tiba, dibalik rasa gembiranya itu. Hanna merasakan akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Ia tertegun sejenak merasakan hal itu. Namun detik berikutnya ia segera menepis jauh-jauh perasaan itu.
‘Tidak, semoga itu hanya firasatku saja.’ Batinnya.
Ia kembali menatap jalanan kota Seoul dihadapannya. Sesekali ia mencoba mengalihkan perasaan anehnya itu dengan bersendagurau bersama Sehun selama diperjalanan. Namun, ketika mobil Sehun sudah sampai didepan rumah Hanna. Perasaan tidak enak yang gadis itu rasakan tidak kunjung menghilang. Malah rasa itu semakin menjadi.
Dan hal itu membuat Hanna merasa resah sendiri.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~1 weeks letter~
@Incheon Airport
Seorang yeoja cantik yang mengenakan coat musim gugur berwarna coklat terlihat baru saja keluar dari pintu keluar pesawat jurusan Jepang. Yeoja itu berjalan sambil menarik koper ditangannya. Dilihat dari gelagatnya, yeoja itu seperti sedang mencari seseorang. Ia terus melangkahkan kakinya sambil menarik koper besar miliknya sekaligus menengok kesegala arah berusaha menemukan orang yang ia cari.
“Akari Oneesan.”
Perempuan ber-coat musim gugur itupun memutar kepalanya kebelakang ketika mendengar seseorang dengan suara yang sangat ia kenalwalaupun sudah tak bertemu selama beberapa tahunmemanggilnya. Seulas senyumyang menambah paras cantik wajahnyatersungging dibibirnya ketika kedua matanya menangkap sosok seorang gadis manis yang kini tengah berjalan cepat menghampirinya.
“Hanna-chan.” Sahut si perempuan riang. Kedua orang itupun saling berpelukan ketika sang gadis berwajah manis itu sudah berada tepat didepan perempuan ber-coat musim gugur itu. Shin Hanna, gadis manis itu melepaskan pelukannya setelah cukup lama memeluk perempuan yang ia panggil ‘Akari Oneesan’ itu.
Selama beberapa saat kedua orang itu saling bertatapan dengan senyum yang merekah dibibir masing-masing sebelum akhirnya Hanna mengeluarkan suaranya terlebih dulu. “Akari Oneesan, aku merindukanmu. Setelah bertahun-tahun lamanya tak bertemu, akhirnya kita bertemu lagi.” Ujar Hanna dengan bahasa Jepangnya yang cukup fasih.
Akari Yamasakiyeoja ituhanya tersenyum lebar menanggapi ucapan Hanna yang merupakan adik sepupunya itu. “Aku juga sangat merindukanmu adik sepupuku yang manis. Dan waw, lihatlah dirimu sekarang. Kau terlihat jauh lebih cantik dan lebih dewasa dibanding dengan dirimu disaat terakhir kita bertemu.” Senyum Hanna semakin merekah saat mendengar pujian kakak sepupunya itu.
“Terimakasih. Oneesan juga terlihat semakin cantik dari terakhir kita bertemu. Pasti jumlah penggemarmu disini nanti akan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penggemarmu di Jepang.”
Akari langsung mendengus mendengar penuturan adik sepupunya itu. “Hah, kuharap tidak.” Hanna langsung tertawa mendengar ucapan Akari. Akari memang tidak suka menjadi seorang yang populer dan banyak memiliki penggemar. Baginya, orang-orang yang mengaku sebagai penggemarnya itu, hanya mengganggu kehidupannya saja. Dan Hanna sangat tau itu.
“Oh iya, kau menjemputku sendirian kesini?” Tanya Akari kemudian. Tepat setelah itu muncul sepasang suami istri yang menghampiri kedua yeoja itu.
“Tentu saja tidak. Mana mungkin kami tega tidak menjemput keponakan kami yang cantik sepertimu.” Ucap seorang perempuan berumur sekitar 40 tahunan yang merupakan ibu Hanna. Hanna dan Akari memutar kepala mereka secara bersamaan kearah perempuan itu.
“Hyura Ahjumma, Jung Won Ahjussi.” Pekik Akari gembira ketika melihat kedua suami istri yang merupakan ayah dan ibu Hanna dan secara otomatis adalah bibi serta paman yeoja itu. Akari pun langsung menghampiri kedua suami istri itu dan segera memeluk bibinya.
“Ahjumma, bogosipeoyo.” Ucap Akari menggunakan bahasa Korea. Akari memang hanya berbicara menggunakan bahasa Jepang dengan Hanna saja. Bibinya atau Ibu Hanna itu memang tak terlalu fasih berbahasa Jepang walaupun ia mengerti jika ada orang yang berbicara menggunakan bahasa Jepang. Sementara Pamannya yang merupakan Ayah tiri Hanna malah sama sekali tak mengerti bahasa Jepang. Hanya Hannalah yang mengerti dan cukup lancar berbahasa Jepang.
Yeoja itupun melepas pelukannya lalu menatap bibi dan pamannya. “Lama tak bertemu. Bagaimana kabar kalian?” Pasangan suami isrti itu tersenyum menatap keponakan mereka. “Yah, seperti inilah. Semakin hari keriput diwajah kami semakin bertambah.” Jawab Jung Won Ahjussi asal yang berhasil membuat Akari tertawa, Hanna geleng-geleng kepala, serta Hyura Ahjumma yang menekuk wajahnya sebal.
“Ya! Yang bertambah keriput itu hanya kau karena umurmu yang sudah masuk 50 tahun. Kalau aku sih masih nampak muda walaupun bertambah umur.” Bela Hyura Ahjumma karena tak terima dibilang semakin keriput. Akari kembali tertawa mendengarnya. Sementara Hanna mencoba melerai perdebatan kecil kedua orang tuanya.
“Sudah-sudah. Oemma Appa, ini tempat umum. Kalian ini masih sempat-sempatnya saja mendebatkan hal sepele seperti itu. Dari pada kalian mendebatkan hal yang tak jelas, lebih baik kita segera pulang sekarang. Kasihan Akari Oneesan. Ia pasti merasa lelah karena menempuh perjalanna yang cukup jauh.”
“Sudahlah, aku tak apa-apa Hanna-chan.” Ujar Akari.
“Ani, ani. Hanna benar. Kau pasti sudah lelah karena menempuh perjalannan yang cukup jauh. Jadi lebih baik kita pulang sekarang agar kau bisa beristirahat sejenak.” Ucap Hyura Ahjumma.
“Ya sudah kalau begitu. Ayo kita pulang sekarang.” Sahut Jung Won Ahjussi.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
*Hanna pov*
“Jadi tadi siang sepupumu itu sudah sampai di Seoul?” Aku memindahkan letak ponsel dari telinga kiri ke telinga kananku. “Ne Oppa. Dan kau tau. Disaat seperti itu kedua orang tuaku masih sempat-sempatnya memperdebatkan hal tak jelas.” Ujarku.
“Jinja?! Memang kali ini mereka memperdebatkan apa lagi?” Ujar Sehun Oppa, orang yang kini menjadi lawan bicaraku ditelpon.
“Awalnya Akari Onnesan menanyakan bagaimana kabar mereka. Tapi bukannya mengatakan mereka baik-baik saja, Appa malah mengatakan kalau keriput diwajah mereka berdua semakin bertambah setiap hari. Jelas saja itu membuat Eomma jengkel.” Terdengar suara gelak tawa dari seberang sana.
“Benarkah Abeonim mengatakan itu?” Aku menganggukkan kepala walau tau Sehun Oppa tak akan bisa melihatnya. “Ne, dari situ perdebatan mereka dimulai. Tapi aku segera melerainya karena jika tidak perdebatan mereka mungkin akan berlangsung hingga fajar menjelang.” Ucapku. Kembali kudengar kekehan kecil dari seberang.
“Haha…orang tuamu itu ada-ada saja ya.” Aku mendengus. “Hmm, saking ada-adanya saja sering kali mereka membuatku naik darah karena kelakuan mereka. Kau tau Oppa, kadang aku ingin sekali memiliki orang tua sepertimu. Mereka selalu terlihat mesra dari dulu hingga sekarang.” Kini giliran namja itu yang terdengar mendengus.
“Ne, saking mesranya sering kali mereka lupa dengan keberadaanku. Hah, aku malah menginginkan orang tua sepertimu. Mungkin tiap hari aku akan tertawa terus melihat tingkah mereka.” Dan kali ini giliran diriku yang terkekeh mendengar ungkapannya. “Hah bagaimana ya jika Papa masih hidup?” Ujarku.
“Hana Pragasta Bastian.” Ujar Sehun Oppa memperingatiku. “Ne, arasseo. Akukan hanya bertanya-tanya bagaimana jadinya jika Papa dan Eomma masih bersama. Apakah seperti kedua orang tuaku sekarang atau seperti kedua orang tuamu.” Jelasku.
Sehun Oppa menghela napasnya. Beginilah dirinya jika aku kembali mengingat-ingat Ayah kandungku. Sehun Oppa akan segera memperingatiku dengan memanggil nama lengkap Indonesiaku dengan maksud mengingatkanku kalau aku tetaplah putri Papa walau pun beliau sudah tiada dan walau aku sudah memiliki Ayah baru.
Ia tak ingin melihat atau mendengar diriku kembali bersedih dengan kepergian Papa walaupun kejadian itu sudah berlalu lima belas tahun yang lalu. Inilah sisi lain dirinya yang membuatku jatuh cinta padanya.
“Sudah malam, kau harus istirahat. Jadi lebih baik kita akhiri dulu obrolan kita.” Ujar Sehun Oppa. “Hm, baiklah. Sampai besok Oppa.”
“Hm, sampai besok juga. Dan, jaljayo ‘My Princess’.” Ujar Sehun Oppa yang berhasil membuat pipiku memanas. Satu hal lagi yang kulupakan. Sehun Oppa sering kali memanggilku dengan sebutan-sebutan yang kadang dapat membuatku jengkel, senang, ataupun tersipu. Seperti barusan.
Akupun menjauhkan ponselku dari telingaku kemudian mengakhiri sambungan. Setelah itu kuletakkan ponselku disamping tempat dudukku. Sejak tadi aku sedang duduk di ayunan sofa halaman belakang rumah. Kudongakan kepalaku untuk menatap langit.
Hari ini bintang sedang banyak bertebaran dilangit. Melihat bintang seperti ini membuatku kembali teringat Sehun Oppa. Dia atau lebih tepatnya kami memang sama-sama menyukai bintang. Aku yakin kini Sehun Oppa juga sedang memandangi bintang sepertiku. Mengingat namja itu, tanpa kusadari seulas senyum tersungging dibibirku. Irama jantungku pun mulai melaju cepat.
Aku memegang dadaku. Tepat dimana jantungku kini tengah berdetak cepat namun teratur. Aku kembali mendongak menatap bintang. ‘Oh Sehun. Sehun. Sehun Oppa. Mengapa hanya mengingat dirimu jantungku bisa berpacu cepat seperti ini.’ Batinku.
“Sedang apa?’
“Omona!” Pekikku kaget. Bagaimana tidak. Tiba-tiba Akari Oneesan kini sudah duduk disampingku. Aku menatap sepupuku itu heran. ‘Kapan yeoja ini datang?’ Batinku.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” Ujarnya. “Sejak kapan dan sedang apa Oneesan disini?” Tanyaku balik. “Aku? Belum lama. Aku duduk disini saat dirimu tengah sibuk menatap langit sambil tersenyum-senyum sendiri. Dan aku kesini karena bosan didalam rumah.” Ucapnya jujur. “Kau belum menjawab pertanyaan pertamaku. Sedang apa kau disini dan kenapa kau senyum-senyum sendiri tadi?” Tanyanya penuh selidik.
Aku sedikit gelagapan dibuatnya. “A-aku, ya sudah pasti tengah duduk. D-dan a-aku, aku tidak sedang senyum-senyum sendiri.” Elakku. Akari Oneesan semakin menatapku penuh selidik. Tiba-tiba, terukir sebuah senyum jahil dibibirnya yang berhasil membuatku bergidik takut.
“K-kenapa O-oneesan menatapku s-seperti itu?” Ujarku gugup.
Bukannya menjawab yeoja itu malah semakin menatapku jahil. “Kau, sedang jatuh cinta ya?” Tanyanya dengan nada menggoda. Seketika wajahku langsung memanas. “S-siapa yang sedang j-jatuh cinta?!” Elakku. Tatapan menggoda dan senyum jahil diwajah cantik Akari Oneesan semakin menjadi.
“Jangan mengelak. Kau itu mudah ditebak tau.” Ujar Akari Oneesan. Aku semakin gugup dibuatnya. Kini kurasakan wajahku semakin memanas. “S-sudah k-kubilang a-ku, aku tak sedang j-jatuh cinta.” Elakku kembali. “Benarkah? Lalu mengapa wajahmu sekarang memerah begitu.”
Aku langsung memegangi wajahku. Kegugupanku semakin menjadi. ‘Omo, bagaimana ini?’ Batinku. Karena tak tau harus berkata apa lagi akupun memutuskan untuk segera pergi masuk untuk menjauhi Akari Onesan sebelum sikap jahil kakak sepupuku itu semakin menjadi.
Terdengar gelak tawa dari Akari Oneesan. “Hanna-chan, kau mau kemana? Ayo cepat ceritakan siapa laki-laki itu.” Ujarnya. Namun aku tak menghiraukan panggilannya dan malah semakin mempercepat gerakan kakiku menuju kamar.
Sesampainya dikamar aku segera menutup pintu kamar lalu bersender dibaliknya. Hah, aku lupa jika sepupuku itu memang punya sifat jahil akut. Sama seperti seseorang yang membuatku jadi bahan jahilan kakak sepupuku itu. Siapa lagi kalau bukan namja bernama Oh Sehun itu. Oh Sehun, namja itu memang punya sifat jahil dibalik wajah cool dan tampan miliknya. Dan aku sering menjadi korban kejahilannya.
Sebuah senyum kembali terkembang disudut bibirku karena kembali mengingatnya. Hah, sepertinya mulai sekarang aku harus menyiapkan mental agar dapat bertahan hidup diantara dua makhluk jahil itu. Oh Sehun dan Akari Yamasaki.
Tiba-tiba aku merasakan sebuah firasat buruk. Firasat buruk yang sama seperti yang kurasakan sejak seminggu yang lalu. Firasat yang membuat hati dan pikiranku resah. Firasat buruk itu memang belum hilang sejak seminggu yang lalu. Dan jujur itu benar-benar membuatku terkadang merasa resah sendiri. Tetapi aku selalu mencoba menenangkan diri dengan berkata pada diriku bahwa firasat ini hanyalah perasaanku saja.
Namun aku merasakan bahwa firasat itu seakan mengatakan akan ada hal buruk yang akan terjadi. Apalagi kini firasat itu semakin menjadi. Rasa resah dan gelisah itu pun juga semakin besar.
Aku memegangi dadaku yang mendadak terasa sesak. Kuhirup udara sebanyak-banyaknya kedalam rongga paru-paruku, mencoba untuk menenangkan diri. Dan cara itu cukup berhasil. Setidaknya untuk saat ini.
‘Apa ini? Sebenarnya apa yang sedang terjadi padaku? Mengapa firasat itu tak kunjung menghilang?’
Kini yang dapat kulakukan hanyalah berdo’a. Berdo’a agar firasat itu hanyalah perasaanku belaka dan semoga firasat buruk itu segera lenyap dari pikiranku.
*Hanna pov(end)*
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Benar Oneesan bisa sendiri?” Tanya Hanna tak yakin.
“Hanna-chan, aku ini bukan anak kecil lagi yang kemana-mana harus diantar. Tentu saja aku bisa. Lagi pula akukan hanya pergi ke Mini Market dekat rumah untuk membeli beberapa keperluan kuliah. Kau taukan besok aku sudah mulai kuliah. Kaukan juga sudah mengatarku kesana kemarin. Jadi kau tak perlu khawatir seperti itu.” Ujar Akari meyakinkan tanpa menatap adik sepupunya itu. Mata yeoja itu masih fokus pada sepatu boots kulit yang tengah ia kenakan.
Hanna masih menatap kakak sepupunya itu dengan pandangan tak yakin. Namun pada akhirnya ia menyerah. “Baiklah kalau begitu. Tapi Oneesan benar-benar bisa sendirikan? Aku khawatir Oneesan kenapa-napa ditengah jalan.” Ujar Hanna.
Tepat setelah itu, Akari selesai mengenakan sepatu bootsnya. Iapun berdiri dan menatap Hanna dengan senyum geli dibibirnya melihat gurat khawatiran diwajah Hanna. “Hanna, sejak kapan kau menjadi orang yang khawatiran seperti ini? Tentu saja aku akan baik-baik saja. Jarak antara rumahmu ke Mini Market kemarin itu cukup dekat. Kau ini berlebihan tau.”
Hanna mengerucutkan bibirnya sebal. “Ya sudahlah kalau menurut Oneesan begitu. Tapi kalau ditengah jalan kau kenapa-napa jangan salahkan aku.”
Akari semakin tersenyum geli melihat tingkah Hanna. Namun tiba-tiba terlintas sebuah ide dikepalanya untuk menjahili adik sepupunya itu.
“Hm, baiklah aku mengizinkanmu untuk mengantarku ke Mini Market.” Ujar Akari. Wajah Hanna yang tadinya ditekuk kini kembali berseri. “Jinja? Kalau begitu ayo kita pergi sekarang. Oneesan tunggu sebentar, aku mau mengambil jaket dan syelku di kamar.” Hanna berniat pergi kekamarnya. Namun langkahnya terhenti karena tiba-tiba Akari menahan lengannya.
“Eits, tunggu dulu.” Tahan Akari. Hanna menatap Akari bingung. “Apa lagi Oneesan?”
Akari melepaskan genggamannya pada lengan Hanna lalu menyilangkan kedua tangannnya di depan dada. “Jika kau mau mengantarku ke Mini Market, ada syaratnya.”
Hanna mengernyitkan dahi bingung. “Syarat? Syarat apa?”
Akari menatap Hanna dengan raut wajah jahilnya. Dan itu membuat Hanna merasakan firasat tak enak. “Syaratnya adalah, kau harus menceritakan padaku tentang laki-laki itu.” Kerutan didahi Hanna semakin dalam. “Laki-laki itu? Laki-laki yang mana?” Tanya Hanna polos. Akari menghembuskan nafas jengkel.
“Ya! Masa kau lupa. Tentu saja lelaki itu. Laki-laki yang membuatmu senyum-senyum sendiri tadi malam.” Hanna menaikan sebelah alisnya. Gadis itu mencoba memutar kejadian tadi malam dalam kepalanya. Dan ketika gadis itu mengingat kejadian tadi malam, wajahnya langsung memanas.
“Y-ya! S-syarat macam a-apa itu. S-sudah kubilang la-laki-laki itu b-bukan siapa-siapa. Hah, sudahlah. L-lebih baik O-oneesan pergi sendiri saja sana.” Hanna langsung memutar badannya dan meninggalkan Akari yang sudah tertawa senang ketika melihat reaksi Hanna.
“Aissh, Oneesan awas kau ya.” Gerutu Hanna denga suara lirih.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Seorang yeoja berparas cantik terlihat tengah sibuk memilih-milih barang yang berada di salah satu rak Mini Market. Sesekali yeoja itu terlihat menghitung beberapa barang yang kini sudah tergeletak manis dikeranjang belanjaannya. Ketika merasa barang-barang yang diperlukannya sudah lengkap, yeoja cantik itu pun melangkahkan kakinya kearah meja kasir.
Sesampainya dimeja kasir, iapun meletakan keranjang belanjaannya diatas meja kasir. Sang penjaga kasirpun segera menghitung harga barang-barang belanjaan sang yeoja. Selagi yeoja itu menunggu sang kasir menghitung harga belanjaannya, sang yeojapun mengambil ponsel yang ia letakan dikantung mantelnya. Dan setelah itu yeoja cantik itu langsung sibuk membalas pesan-pesan yang dikirimkan oleh teman-temannya.
“Nona total semua belanjaan anda 62 won.”
Yeoja itu tersentak saat sang penjaga kasir berbicara padanya. “Nde? Oh, ne. Tunggu sebentar!” Ucap yeoja itu. Iapun mengambil dompet berwarna baby pinknya dari kantung mantelnya yang lain lalu mengambil beberapa lembar uang di dalamnya. Dan setelah itu yeoja itupun memberikan uang itu pada sang kasir.
Sang penjaga kasirpun terlihat mengambil uang kembalian untuk si yeoja. Dan selama itu pula, yeoja berparas cantik itu kembali sibuk dengan ponselnya. Tanpa ia sadari, dompet berwarna baby pink miliknya belum sempat ia masukan kembali kedalam kantung mantelnya dan malah ia letakan begitu saja diatas meja kasir.
“Nona, ini kembaliannya. Dan terima kasih telah berbelanja disini. Silahkan datang kembali.” Ucap sang penjaga kasir sembari memberikan uang kembalian pada yeoja itu. “Ne, terima kasih kembali.” Ujarnya sambil mengambil kembalian itu. Iapun menaruh kembalian itu kedalam kantung mantelnyanya. Yeoja itupun mengambil kantung plastik belanjaan miliknya dan melangkah pergi keluar Mini Market sambil kembali berkutat pada ponselnya.
Tepat setelah yeoja itu keluar seorang namja menghampiri meja kasir untuk membayar beberapa makanan dan minuman ringan yang ia beli. Sang penjaga kasirpun menghitung total belanjaan sang namja. Selagi menunggu, sang namja terlihat mengalihkan pandangannya kesegala arah mencoba mencari suatu yang mungkin menarik. Pandangan sang namjapun tak sengaja melihat kearah dompet berwarna baby pink yang tergeletak begitu saja dimeja kasir.
Sebelah alis sang namja terangkat bingung. Iapun segera meraih dompet itu lalu memperhatikannya dengan seksama. Pandangannya pun terlihkan pada sang penjaga kasir.
“Ahjumma, apa dompet ini milikmu?” Tanya sang namja pada sang penjaga kasir. Kegiatan penjaga kasir itupun terhenti sebentar untuk menatap barang yang ditunjuk sang namja. Kini ekspresi sang penjaga kasir tersebut sama dengan sang namja.
“Oh, bukan. Memangnya kenapa?” Tanyanya balik. Sang namja mengerutkan dahinya. “Aku menemukan dompet ini tergeletak begitu saja dimeja kasir. Kupikir ini milikmu.” Ujar sang namja.
Raut wajah sang penjaga kasir tersebut masih terlihat bingung. Namun beberapa saat kemudian ia tersadar. “Ah, mungkin ini milik yeoja yang barusan juga berbelanja disini. Aduh, bagaimana ini?” Ucap sang penjaga kasir kebingungan sendiri.
“Apa yeoja itu baru saja keluar dari sini?” Tanya sang namja. Sang penja kasir hanya mengangguk. “Baiklah, kalau begitu aku saja yang mengembalikannya. Mungkin ia belum jauh dari sini. Ahjumma lanjutkan saja menghitung belanjaan milikku. Nanti aku kembali.” Ujar sang namja kemudian. Dan sekali lagi sang penjaga kasir itu hanya menganggukan kepalanya.
Namja itupun segera keluar dari mini market itu dengan dompet berwarna baby pink ditangan kanannya. Saat dirinya sudah berada diluar Mini Market, sang namja memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri mencoba mencari sosok seorang yeoja. Kebetulan daerah disekitar Mini Market itu tengah sepi. Jadi mungkin akan cukup mudah mencari yeoja pemilik dompet yang berada ditangannya kini.
Tadinya namja itu agak bimbang untuk mencari yeoja itu kearah kanan atau kearah kiri. Namun akhirnya iapun memilih mencarinya kearah kiri. Mungkin keberuntungan kini tengah berpihak padanya. Karena belum lama namja itu mencari-cari yeoja pemilik dompet ditangannya itu. Kini dengan jarak yang agak jauh dari tempatnya berdiri sekarang namja itu dapat melihat sosok yeoja yang mengenakan sebuah mantel berwarna abu-abu.
‘Mungkin dompet ini milik yeoja itu.’ Batin sang namja. Dengan segera, namja itu langsung bergegas menghampiri yeoja bermantel abu-abu tersebut.
“Permisi Nona.” Ucap sang namja ketika ia sudah tepat berada dibelakang sang yeoja. Merasa terpanggil yeoja bermantel abu-abu itupun memutar kepala dan badannya kebelakang. Kedua mata indahnya langsung menatap sang namja dengan tatapan antara bingung dan was-was.
“Kau memanggilku?” Ucapan yeoja dihadapannya.
“Ne.” Jawab sang namja. “Ada apa?” Tanya sang yeoja langsung.
“Igeo. Apakah dompet ini milikmu nona?” Tanya namja itu kemudian sambil menunjukan dompet berwarna baby pink pada yeoja dihadapannya.
Mata sang yeoja menatap kearah dompet yang ditunjukan oleh sang namja. Dan detik berikutnya mata sang yeoja langsung membulat. “Hah dompetku.” Pekik sang yeoja dan dengan gerakan cepat yeoja itu langsung menyambar dompet ditangan sang namja. Selama beberapa saat yeoja itu hanya menatapi dompet miliknya dengan binar mata yang tak dapat diartikan oleh sang namja.
“Hah, syukurlah ternyata itu memang dompet milikmu.” Sang yeoja memutar kepalanya kearah si namja dengan tatapan menyelidik bercampur bingung. Seakan mengerti dengan tatapan sang yeoja namja itupun segera menjelaskan apa yang terjadi sebelum yeoja didepannya itu memikirkan hal yang aneh.
“Tadi dompetmu itu tertinggal di Mini Market yang barusan kau kunjungi. Kebetulan setelah dirimu, aku adalah pengunjung selanjutnya yang membayar belanjaanku di Mini Market itu. Dan tanpa sengaja aku melihat dompetmu itu dimeja kasir. Akupun memutuskan untuk mencari pemilik dompet itu karena kata sang penjaga kasir kau baru saja keluar dari Mini Market. Dan kebetulan juga daerah sekitar Mini Market ini sedang sepi jadi aku dapat dengan mudah mencarimu.” Jelas sang namja panjang lebar.
Sebuah senyum langsung tersungging dibibir sang yeoja mendengar penjelasan sang namja. Sang yeojapun membungkukan badannya 90 pada sang namja. “Terima kasih, terima kasih, terima kasih.” Ucapnya berulang-ulang sambil membungkukan badanya berulang-ulang pula.
Sementara sang namja hanya menatap heran kearah sang yeoja. Namun setelah itu sebuah senyum terukir dibibirnya melihat kelakuan sang yeoja.
Sang yeojapun kembali berdiri tegak. “Aku berterima kasih padamu karena telah mengembalikan dompetku ini. Dompet ini amat sangat berharga untukku. Aku tak dapat membayangkan bagaimana jika dompetku ini hilang.”
“Ne, cheonma.” Ujar sang namja. “Sekali lagi kuucapkan terima kasih padamu…eum, maaf siapa namamu?” Tanya sang yeoja.
“Sehun, Oh Sehun.” Ucap namja itu memperkenalkan diri. “Baiklah Sehun-ssi. Sekali lagi kuucapkan terima kasih padamu.” Ujar sang yeoja lagi. “Hm, kalau begitu aku pergi dulu Sehun-ssi. Aku harus segera pulang sekarang. Semoga kita bisa bertemu kembali lain waktu Sehun-ssi. Annyeong.” Pamit sang yeoja sambil melambaikan tangannya pada namja bernama Sehun tersebut sebelum akhirnya membalikan tubuhnya dan melenggang pergi.
Oh Sehunnamja itumembalas lambayan tangan sang yeoja. Setelah itu iapun menurunkan tangannya dan memasukkan tangannya kedalam katung celananya. Mata namja itu masih menatap punggung sang yeoja yang semakin menjauh darinya. Seulas senyum tipis bertengger disudut bibirnya kemudian.
‘Yeoja yang menarik.’ Batinnya.
Sehun berniat memutar tubuhnya untuk kembali ke Mini Market yang ia kunjunginya tadi. Namun niatnya terhenti ketika ia mengingat sesuatu. Ia lupa menanyakan nama yeoja itu. Kepala namja itu terputar kembali kearah terakhir ia melihat tubuh yeoja tadi. Namun sayangnya sosok yeoja itu sudah tak terlihat lagi. Dan entah mengapa namja itu merasa agak kecewa karena lupa menanyakan nama sang yeoja.
Untuk pertama kalinya, seorang Oh Sehun merasa kecewa hanya karena tak megetahui nama seorang yeoja.
TBC…
