Title : Empat Lima Huruf – Chapter 2
Author : Vio (@violarosaliya)
Main casts : Oh Sehun, Aira Miranda
Supporting casts: Kim Jong In a.k.a Kai EXO
Genre : Romance, school life
Rated : General
Length : Multichapter
Disclaimer : Fanfiction ini murni hasil karya author tanpa plagiat dari fiksi manapun.
Author’s note : I hope you enjoy reading this fan fiction. Please leave comments after that. Every comment is so valuable for me. Thank you.
I also post this story on my blog tigahurufundertherain.blogspot.com.
Summary : Tidak mudah menyatakan cinta. Sungguh tidak mudah. Terkadang itu butuh waktu. Jangankan untuk menyatakannya, untuk menyadari dan meyakinkan diri bahwa hatimu telah lumpuh karenanya pun tidaklah semudah yang kau kira. Terkadang hati sulit menerima penolakan. Atau itu karena kau merasa tidak yakin pada hatinya. Hatinya yang mungkin juga jatuh pada hatimu. I know it’s hard. But, because of you I’ll do it.
(Sehun POV)
Entah apa yang sedang aku lakukan, aku menunggunya. Ya benar. AKU MENUNGGUNYA. Tapi tidak benar-benar terlihat menunggu. Tak akan aku biarkan siapapun melihat bahwa aku TERLIHAT sedang menunggunya. Kecuali makhluk bernama Kai itu. Entah kenapa dia selalu tau gerak-gerik ku yang mungkin sangat tidak biasa baginya. Entahlah. Mungkin dia sangat cocok menjadi paranormal.
Belum lagi bel selesai berdering, aku sudah menuju lapangan basket berharap dia sudah duduk dengan manis di bangku taman. Namun apa yang aku harapkan tidak terjadi. Tidak ada siapapun disana. Ya jelas saja Sehun, bel baru saja berdering. Kelas XI juga berada di lantai dua. Sebenarnya aku mungkin yang aneh ya. Bel baru saja berdering dan dengan kecepatan penuh aku melesat menuju lapangan bukannya pulang karena ada urusan penting atau menunggu yeoja-ku di depan kelasnya.
10 menit sudah aku bolak-balik mendribel bola kemudian memasukkannya ke dalam ring dan selalu masuk. Aku mulai bosan. Namun, dari kejauhan aku melihat sosoknya di antara para siswa yang sedang menuju gerbang sekolah.
“Akhirnya” ucapku sambil menghela napas lega.
Akupun beranjak menuju tepi lapangan untuk minum. Namun, seketika aku kaget melihatnya ternyata hanya melewati lapangan basket dengan langkah tergesa-gesa menuju gerbang. Dia sedang terhubung dengan seseorang di ujung telepon sepertinya yang memaksanya untuk berlari kesana secepat mungkin.
Sudah. Habis sudah kesabaranku. Ada apa dengannya? Bukankah kami sudah berjanji akan bertemu disini. Aku mulai gila sepertinya. Kenapa aku benar-benar ingin bertemu dengannya? Aku tetap mengekor kemana dia pergi. Entah kenapa aku yakin dia akan menemuiku disini. Di balik pagar aku melihatnya menemui seorang namja. Dari seragamnya aku rasa dia juga siswa high school. Setelah berbincang beberapa menit, dia melambaikan tangan pada namja itu yang langsung memacu mobil sport merahnya.
“Siapa laki-laki itu? Apa itu pacarnya? Ah, mungkin tidak. Laki-laki itu terlalu cantik untuknya” ucapku dalam hati sambil tersenyum.
“Annyeong haseo”
Tiba-tiba aku mendengar suara di sela lamunanku. Suaranya begitu . . .Entah bagaimana aku bisa menjelaskannya. Suaranya terdengar berbeda.
“Annyeong haseo, Sehun-ssi” sapanya lagi ketika mengetahui bahwa tatapanku tetap terpaku pada beberapa siswa kelas XI yang sedang bermain basket.
“Oh, ne” jawabku akhirnya.
“Apa? Kau memanggilku apa? Sehun-ssi?” kataku kemudian disambut tawa ledekkan dari beberapa anggota tim basketku.
“Oh, mianne, Sehun oppa” katanya lagi. Itu benar-benar membuatku ingin tertawa namun juga senang karena dia memanggilku Oppa.
“Ya, begitu baru benar” ucapku kemudian tetap menjaga agar aku tidak terlihat seperti ingin tertawa. Aku melihatnya menganggukkan kepala sambil menunduk.
“Oiya. Siapa namamu? Dan ada apa mencariku?” tanyaku padanya.
“Oh, ne. sekali lagi maaf, Oppa. Aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Aira. Aira Miranda. Siswi kelas XI. Salam kenal” ucapnya memperkenalkan diri sambil membungkuk dengan sedikit takut-takut. Mungkin aku benar-benar terlihat marah tadi.
“Aku yang tadi malam mengirim pesan pada, Oppa. Aku ingin membicarakan tentang skrip drama yang sedang dikerjakan oleh Kim sangsaenim” jelasnya.
“Ya. Aku juga sudah mendengar itu dari Kim sangsaenim sebelumnya. Tapi aku tidak terlalu mengerti kenapa kau harus mengerjakan skrip itu bersamaku? Aku bahkan tidak punya pengalaman apapun untuk pementasan drama” tanyaku padanya.
“Baiklah, aku akan jelaskan secara detailnya. Tapi bisakah kita membicarakan hal ini di tempat yang tidak terlalu ramai seperti ini?” tanyanya kemudian sambil melihat kumpulan siswi yang sudah berdiri di beberapa sudut memperhatikan kami sejak tadi.
(Aira POV)
Kamipun berjalan beriringan menuju sebuah kedai kopi dekat sekolah. Aku sedikit menjaga jarak dengannya melihat beberapa pasang mata yang benar-benar terlihat memelototi kami sejak berada di bangku pinggir lapangan tadi. Ya, mereka adalah bisa kusebut penggemar Sehun oppa. Seperti yang sering kau lihat pada drama-drama Korea. Saat oppa mereka dekat dengan seorang wanita, kemungkinan besar mereka akan mem-bully wanita itu tanpa ampun. Akupun bergidik lalu berdoa dalam hati,
“Ya tuhan, semoga itu hanya adegan pendukung dalam drama saja” pintaku dalam hati tanpa menyadari bahwa kami sudah berada di trotoar di luar gerbang sekolah.
“Huft. Akhirnya” desahku yang ternyata terdengar olehnya.
“Akhirnya? Memangnya kenapa?” tanyanya padaku.
“Ahh tidak. Tidak apa-apa” jawabku sambil tersenyum.
“Para gadis itu kan?” tanya Sehun oppa mengagetkanku.
“Ne?”
“Kau lega karena kita sudah tidak berada di kerumunan gadis-gadis itu kan?” tanyanya disambut anggukkanku.
“Ne, oppa. Aku hanya takut para penggemarmu itu akan mem-bully ku seperti yang sering kulihat di drama-drama. Mereka akan mengikuti kita sekarang, lalu mengambil beberapa foto sebagai bukti, lalu . .”
“Lalu mereka akan membawamu ke gudang belakang sekolah lalu mem-bully mu karena sudah coba mendekatiku?” tanyanya memotong penjelasanku. Akupun mengangguk. Iya benar itu yang aku takutkan. Para sesaeng fans. Fans fanatik yang gila. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka jika benar-benar melakukan tindakan kriminal seperti memukul atau menganiaya orang lain hanya karena pria yang mereka kagumi berdekatan atau berbincang dengan perempuan. Benar-benar gila kan? Mereka kira mereka itu siapa? Sungguh prilaku aneh.
Akupun mengangguk lagi karena memang hal itu yang aku pikirkan saat ini. Bisa rusak semua rencana-rencana indahku disini kalau aku sampai harus berhadapan dengan para fansnya yang freak itu. Namun yang aku dengar malah tawanya.
“Haha. Aira-ssi. Kau ini sungguh lucu” ucapnya masih tertawa.
Entah pemandangan apa ini. Untuk pertama kalinya aku melihat tawanya. Sama sekali tidak terlihat seperti mengejekku.
“Tidak ada yang seperti itu. Itu hanya di drama saja mungkin” lanjutnya telah kembali ke wajah coolnya.
“Oh, semoga saja begitu”
Obrolan sepanjang jalan akhirnya terhenti saat kami akhirnya sampai di depan pintu kedai. Iapun menyuruhku memilih tempat duduk kemudian langsung memesan minuman. Aku memilih duduk di bangku di sebelah kaca besar yang memberikanku pemandangan sebuah taman kota yang teduh karena penuh dengan pepohonan dan beberapa bangku taman. Terlihat beberapa siswi dari sekolahku sedang duduk disana. Beberapa bersama pasangan mereka.
Apa jangan-jangan mereka sedang mengikuti kami? tanyaku dalam hati. Akupun menggeleng-geleng, menolak semua pikiran buruk itu. “Aku harap semuanya hanya pikiranku saja” lanjutku masih bergumam dalam hati.
“Ada apa?” tanyanya mengagetkanku.
“Tidak ada apa-apa, Oppa”
(Sehun POV)
“Tidak ada apa-apa, Oppa” katanya saat kutanya kenapa ia menggeleng-gelengkan kepala. There is butterfly on my stomach. Itulah yang aku rasakan saat mendengarnya memanggilku Oppa berkali-kali. Senang. Senang? Kenapa aku harus merasa senang?
“Ini untukkmu” kataku sambil memberikan satu gelas Iced Moccachino padanya.
“Terima kasih, Oppa. Wah, Iced Moccachino. Bagaimana kau bisa tahu kalau aku suka Iced Moccachino? Kau bahkan tadi tidak bertanya aku mau pesan apa.
Benar apa yang dia katakan. Aku bahkan tidak bertanya dia mau memesan apa. Aku hanya membelikannya apa yang aku suka.
“Oh, ne. Mian. Aku lupa. Aku hanya membelikanmu apa yang aku suka. Ternyata kau juga suka Iced Moccachino” jawabku.
“Wahh, thank you, Oppa” katanya lagi.
Dan lagi-lagi aku merasa senang mendengarnya memanggilku seperti itu. Melihat senyumnya itu. Huaa. Sepertinya aku sudah benar-benar gila.
“Oke baiklah. Begini Kim sangsaenim ingin aku mengerjakan skrip drama ini bersamamu karena dia tahu bahwa nilaimu pada mata pelajaran sastra terutama drama sangat bagus. Kau juga pernah menulis skrip dan mementaskan drama kan sewaktu kelas XI?” Aira mulai menjelaskan kenapa aku dilibatkan dalam pementasan drama sekolah tahun ini.
Aku mencoba mengingat-ingat sambil meminum Iced Moccachino-ku.
“Umm. Sepertinya iya. Aku memang pernah membuat skrip drama dan ikut berperan dalam drama. Tapi itu kerja tim. Bukan aku sendiri.” jawabku.
“Nah, berarti kau memang orang yang tepat kan? Pernah membuat skrip dan juga terlibat dalam pementasan sebagai aktor” tanyanya memastikan sambil tersenyum senang. Aku menikmati pemandangan dimana Ia masih tersenyum sambil mengeluarkan notebook putihnya dan menuliskan sesuatu disana.
“Oke baiklah. Kita mulai darimana?” tanyanya lagi-lagi mengagetkanku.
“Umm. Bagaimana kalau kita tentukan dulu tema atau genre dari drama yang akan dipentaskan? Apakah tragedy, romance, atau comedy?” jelasku.
“Bagaimana kalau drama seperti Romeo&Juliet, Oppa?” tanyanya lagi sambil mencari beberapa data terkait melalui browser.
Mendengar judul drama yang Ia sarankan, aku sedikit mengernyitkan dahi. Bukankah itu drama yang cukup popular?
“Bukankah itu drama yang cukup popular kan?” tanyaku padanya kemudian.
“Umm. Iya sih. Tapi sepertinya sudah lama orang-orang tidak melihat pementasan drama panggung Romeo & Juliet. Tahun kemarin pementasan drama bertema salah satu kisah sejarah Korea kan? Bagaimana kalau mencoba sesuatu yang berbeda untuk tahun ini? Selain itu sekolah kita juga kan sekolah internasional, Oppa. Mungkin akan sangat menarik karena orang akan bertanya-tanya seperti apa Romeo & Juliet pada drama panggung sekolah” katanya panjang lebar sambil sibuk mengetik beberapa kalimat.
“Ide bagus. Tapi kita harus berkonsultasi pada Kim sangsaenim untuk mendapatkan persetujuan sebelum kita benar-benar membuat skripnya” jawabku memberi saran padanya.
“Baiklah, Oppa. Bagaimana kalau besok saat istirahat sekolah kita menemui Kim sangsaenim?” ajaknya.
“Apa? Dia mengajakku bertemu? Lagi? Besok? Di sekolah?”
♪ ♪ ♪
To be continued
