Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Will of The Heart (Chapter 1)

$
0
0

Will of The Heart (Chapter one: Andante)

 

 

Author:            laelynur66

 

Main cast:        Kim Jongin (Exo)

                     Yoon Sohee (Oc)

                    Oh Sehun (Exo)

                     Luhan (Exo)

 

Support cast:     all member Exo

 

Length:            chapter

 

Genre:             romance, action, friendship

 

Rating:             NC-17

 

Author note:      saya iseng mengetik ini di sela-sela dosen saya yang tiap menjelaskan selalu membuat saya dengan suksesnya tertidur (harap jangan di contoh) dan diemani dengan alunan lembut lagu Andantenya Super Junior. RATINGNYA SENGAJA NC 17 TAHUN BUKAN KARENA ADEGAN SEKSUAL MELAINKAN ADEGAN KEKERASANNYA. Harap maklum. Saya nekat mengirim naskah padahal saya masih punya utang ff. maafkan *bows*. Oh yah, entah kenapa saya juga suka seklai ngepairingin Jongin bareng si Sohee. Soalna di mv drama Exo itu mereka serasi bangeet!!!! Saya banyak okesip. Hapi reading…

afterfocus_1391760945647

Pertemuan pertama

Sore itu langit kota Seoul tampak kelabu, jam baru saja menunjukkan pukul 05.00 sore tapi langit begitu hitam, menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Seorang yeoja dengan tergesa turun dari bis dan mengeluarkan payung dari dalam ranselnya untuk berjaga-jaga jika saja hujan turun tiba-tiba. Dengan sedikit tergesa dilangahkannya kakinya menjauh dari halte, baru beberapa langkah saja meninggalkan halte rintik hujan mulai membasahi jalan yang kering. Yeoja itu berdecak dan membuka payungnya saat pandangannya menangkap seorang namja berlari menghindari hujan dan berteduh di halte. Yeoja itu berbalik berjalan menuju halte.

“Ini!’ gumamnya pada namja itu.

“apa itu?” Tanya namja itu polos.

Sang  yeoja berdecak kesal, “tentu saja itu payung! Pakailah!”

“Tapi, bagaimana denganmu?”

“rumahku tinggal satu blok dari sini aku bisa berlari, dan sepertinya kau lebih membutuhkannya!” sahut yeoja itu dan kembali menyodorkan payungnya. Namja itu tersenyum dan menyambut payung berwarna biru itu.

“aneyeong!” pamit sang yeoja dan berlari kecil meninggalkan halte.

Namja itu terus saja menatap punggung yeoja itu dan tersenyum saat menatap payung berwarna biru dalam genggamannya. Tidak lama setelah itu sebuah Audy R10 berwarna silver berhenti tepat di hadapannya, dan saat pintu pengemudi terbuka keluarlah seorang namja dengan ekspresi datarnya, rambut berwarna merah terang dan kulitnya yang seputih susu menatap tajam pada namja yang berkulit tan yang tampak kontras dengan kulitnya sendiri yang sedang tersenyum pada payung di tangannya.

“bodoh!” gumam namja berambut merah itu pelan.

 

***

Pertemuan Kedua

Duk, duk, duk. Suara bola basket yang bertemu dengan kerasnya tanah lapangan. Seorang namja berkulit tan sedang men-drible bola dengan lincah, mengambil ancang-ancang untuk melemparkan bola. Blaaasshhh, bola dengan mulus melewati ring. Three point.

Setelah cukup lelah, dilemparnya bola itu sembarang dan duduk di pinggir lapangan, tangannya menjangkau dasi di lehernya dan sedikit melonggarkannya lalu membuka dua kancing teratas dari kemeja yang dikenakannya. Blazernya tergeletak tidak jauh darinya. Kemudian mendongak menatap langit yang telah dihiasi warna jingga. namja berkulit tan itu memejamkan matanya meresapi semilir angin yang berhembus menerpa wajahnya. Saat dibukanya matanya sebotol air mineral disodorkan di hadapannya.

“lama sekali sihh, Se..” ucapannya terputus saat menyadari seorang yang menyodorkan air mineral padanya itu bukan orang yang dia maksud.

“Minumlah, kau pasti haus” ujar yeoja yang menyodorkan air mineral itu dan tersenyum.

Sesaat waktu terasa berhenti bagi namja berkulit tan itu saat senyum itu tesungging dan berusaha mengontrol perasaanya dengan menerima air mineral itu dan meneguknya hingga tandas.

“Dan ini!” ujar yeoja itu lagi dan menyodorkan sapu tangan berwarna biru muda tepat di hadapan namja itu. Namja itu mengerutkan keningnya.

“Lap keringat di wajahmu!” ujar yeoja itu seolah membaca pikirannya. Diulurkannya tangannya menerima sapu tangan itu.

“Aku pergi dulu, anneyeong!” pamit yeoja dan berlari  meninggalkan lapangan basket. Namja itu terus menatap sosok yeoja itu hingga menghilang dari pandangannya.

Saat seseorang menepuk pundaknya namja berkulit tan itu berbalik menatap orang itu. Dan melongos. Wajah dengan ekspresi datar permanent, kulit seputih susunya dan rambut? Rambu itu bahkan sudah berubah warna menjadi hijau terang.

“ayo pulang!” seru sang namja berkulit putih dan mendapatkan anggukan dari namja berkulit tan itu dan tangannya menggenggam kuat sapu tangan berwarna biru muda itu.

 

***

 

Pertemuan ketiga

Takdir, namja itu tidak percaya takdir. Baginya takdir hanyalah sebagai alat yang patut di salahkan oleh orang yang putus asa. Tapi saat ini, namja itu percaya bahwa takdirlah yang membawa sosok itu padanya.

Koridor sekolah tampak sepi, wajar saja bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi sedari tadi. Dengan santai namja berkulit tan itu melangkahkan kakinya melewati koridor yang sepi. Hanya suara hembusan angin yang terdengar olehnya, berjalan dengan santai mengamati lantai yang dipijaknya. Dan saat akan berbelok tanpa sadar seorang yang berjalan dengan tumpukan buku di tangannya hendak berbelok juga dan Braakk! Tabakan itu tak dapat di hindari.

“aww!” pekik yeoja itu. Pantatnya sakit menghantam lantai, buku yang dibawanya berserakan di lantai sementara namja itu tetap berdiri pada posisinya.

“heii! Apa kau tidak punya mata?” maki yeoja itu dan berusaha merapikan kembali buku-bukunya.

“Kau mau dibantu?” Tanya namja itu polos.

Yeoja itu mendongak, menatap namja itu kesal. “tentu saja! Tadi itu sakit tau!” gerutu yeoja itu dan mendongak menatap sang penabraknya hanya sesaat namun kembali mengalihkan perhatian pada bukunya yang berserakan di lantai. Tetapi sesaat itu, mampu menonaktifkan syaraf sang namja, namja itu terdiam, menatap dalam kepala yeoja yang menunduk di hadapanya ini. Takdir. Ya, semua ini takdir. Takdir yang membawa yeoja ini padanya.

Namja itu membungkuk memunguti beberapa buku yang jatuh tepat di samping kakinya tanpa mengalihkan perhatiannya pada yeoja yang sedang menggumam kesal itu. Rambutnya yang panjang bergelombang berwarna hitam alami, matanya yang nyaris bulat sempurna dengan bulu mata yang panjang dan lentik, hidungnya lumayan mancung dan bibirnya yang mengerucut lucu melengkapi wajahnya yang tanpa dilapisi make up. Namja itu tertegun menatap yeoja itu. Manis. Pikirnya.

Yeoja itu bediri saat semua bukunya terkumpul dan berlalu tanpa menatap namja di hadapanya itu.

Namja itu sedikit kecewa. Tapi hanya sesaat dan saat akan dilangkahkan kakinya matanya menangkap sesuatu yang tergeletak di lantai. Sebuah tanda pengenal? Dipungutnya kartu itu.

“Yoon Sohee” gumamnya pelan dan tersenyum. Kembali dilangkahkannya kakinya yang terasa begitu ringan menuju parkiran di mana sahabatnya menunggu.

 

***

 

“Sohee” panggil namja itu pelan.

Kepala yang sedari tadi menunduk itu mendongak menatap sang pemanggil.

Namja itu menarik nafasnya, sekarang atau tidak selamanya.

“aku menyukaimu, jadilah pacarku!” ucapnya dengan sekali tarikan nafas kemudian memejamkan matanya menanti jawaban dari Sohee.

Sohee menatap ragu namja di hadapannya ini, ini kali pertama baginya seseorang memintanya menjadi pacarnya. Jantungnya berdetak cepat, memaksa organ itu untuk memompa darah ke seluruh tubuhnya. Keringat dingin mengalir dari keningnya dan menelan ludahnya saat mata itu terbuka dan menatapnya tajam perlahan Sohee menggigit bibir bawahnya dan mengangguk pelan. wajah di hadapannya itu tersenyum lebar dan menariknya ke dalam pelukannya.

“Terima kasih. Sohee!” ucap namja berkulit tan itu dan mengecup puncak kepala Sohee yang tampak pasrah dalam dekapannya.

 

***

 

Sebuah Ferrari keluaran terbaru berwarna merah terang memasuki halaman parkir sekolah. Semua mata yang dilewati mobil itu terus menatap tanpa mengalihkan perhatian mereka. Dan saat pintu kemudi terbuka, seorang namja berkulit putih seperti susu dan warna rambut menyerupai gulali keluar dengan sedikit angkuh dan di susul seorang namja berkulit tan dari kursi penumpang.

“jongin!” panggil namja berkulit putih itu. Jongin, yang dipanggil menoleh padanya dan berbalik saat namja berkulit putih itu mengangguk pada seorang yeoja yang berdiri menyandar pada tembok dan menatap mereka dengan senyum di wajahnya. Jongin tersenyum dan berjalan ke arah yeoja itu.

“Pagi Sehun! Pagi Jongin! Sapa yeoja itu saat kedua namja itu berjalan mendekat padanya.

“pagi Sohee!” sahut Jongin dan menyambar tangan Sohee menggenggamnya erat.sementara Sehun-pemilik kulit seputih susu itu- hanya tersenyum sekilas.

“Sehun, rambutmu? Aku menyukainya, rasanya aku ingin mengumutnya!” seru Sohee saat menatap rambut Sehun.

Sehun hanya cemberut “salahkan Jongin!”

“eh?”

“Ne, aku mengalahkannya saat bermain game kemarin, dan menghukumnya dengan membuat rambutnya berwarna seperti pelangi! Bukankah selama ini dia selalu mengganti warna rambutnya?” sahut Jongin dan sedikit tertawa. Sehun sedikit kesal dan meninju pelan bahu Jongin dan membuat Jongin semakin tertawa.

“kajja!” seru Jongin menarik tubuh Sohee mendekat padanya dan genggaman tangannya yang tidak terlepas menuntun Sohee berjalan menuju kelas diikuti Sehun yang berjalan di belakangnya yang sudah kembali memasang wajah dingin tanpa ekspresinya.

Waktu seakan berjalan lambat, Sohee terus menundukkan kepalanya saat berjalan melewati koridor kelasnya dengan Jongin yang berjalan di sampingnya dan menggenggam tanganya erat, menunjukkan pada semua bahwa Sohee adalah miliknya. Beberapa menatap mereka takjub dan beberapa juga tidak suka. Wajar saja para siswi merasa iri pada Sohee. Seorang Sohee yang bukan siapa-siapa yang hanya megandalkan kecerdasan otaknya sehingga mampu bersekolah di sini sebagai salah satu siswi berprestasi dengan bantuan beasiswa dari yayasan sekolahnya, berjalan di samping seorang Kim Jongin sang pangeran sekolah. Wajah Jongin yang tampan, kemampuannya dalam berolahraga dan dance sangat dibanggakan, dan gosip yang mengatakan bahwa Jongin salah satu pewaris tunggal pengusaha Korea yang sangat sukses dan lagi tidak begitu banyak yang tau siapa dan bagaimana Jongin itu sebenarnya. Sohee berbalik menatap Jongin yang menatap lurus jalan di hadapannya genggamannya pada tangan Sohee semakin erat. Sohee berbalik menatap Sehun di belakangnya yang juga menatap lurus jalan di hadapannya dengan ekspresi datar dan kedua tangan yang di masukkan ke dalam saku celananya.

Oh Sehun. Seorang namja dengan tatapan matanya yang tajam menusuk dan ekspresi wajah yang selalu datar seperti tidak memiliki ketertarikan sama sekali. Kulitnya seputih susu dan aura misterius yang selalu mengelilinginya. Sehun selalu berada di samping Jongin seperti seorang guard, selalu ada kapanpun di manapun Jongin membutuhkannya.

Mereka berbelok menuju kelas Sohee. Jongin melepaskan genggamannya pada tangan Sohe dan mempersilahkan Sohee masuk dengan tersenyum. Semua yang menyaksikan menahan nafas betapa manisnya senyuman itu dan betapa beruntungnya Sohee mendapatkan senyuman itu. Sohee perlahan masuk ke kelasnya dan disusul Sehun di belakangnya. Jongin tersenyum kecut, Sehun sangat beruntung satu kelas bersama Sohee, sementara kelasnya berada dua kelas dari kelas Sohee. Dengan langkah lesu dilangkahkannya kakinya menuju kelasnya tanpa menghiraukan tatapan kagum para siswi di sekitarnya.

 

***

Jongin berdiri dan bersandar pada pintu mobilnya, sudah lima belas menit dia menungu Sohee tapi Sohee belum juga menampakkan batang hidungnya. Berkali-kali dengan gusar diliriknya jam di lengannya.

“apa kau ingin aku menyusulnya?” tawar Sehun tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel di genggamannya.

Jongin menggeleng “lima menit lagi saja, baru kau menyusulnya” dan mendapat anggukan dari Sehun.

Tidak lama setelah itu terdengar langkah kaki yang sedikit berlari. Jongin menegapkan tubuhnya melihat Sohee yang muncul dengan sebuah buku sebesar kamus di tangannya dan membungkuk mengatur nafasnya.

“Maaf, aku terlambat” ucap Sohee di sela nafasnya.

“gwencana!” sahut Jongin membantunya membawa buku tersebut.

“masuk, aku akan megantarmu!” seru Jongin dan membuka pintu penumpang di hadapan Sohee. Sohee mengangguk dan perlahan masuk.

Jongin melempar kuncinya pada Sehun yang dengan sigap menangkapnya.

“untuk apa buku-buku setebal itu?” tanya Jongin dan menatap Sohee yang menatap pada jalanan di sampingnya.

Sohee menoleh pada Jongin “akan ada olimiade sains, guru Cho memintaku mengikutinya!” sahut Sohee dan kembali menatap jalan di sampingnya.

Jongin sedikit melonggarkan dasinya dan beringsut dari tempat duduknya mendekat pada Sohee, menautkan jemarinya pada jemari Sohee yang di sambut dengan senyuman oleh Sohee. Jongin menegakkan tubuhnya saat kepala Sohee bersandar pada pundaknya dan membelai rambut Sohee dengan tangannya yang bebas.

“aku lelah Jongin, seharian ini otakku di paksa berpikir” lirih Sohee. Jongin mengangguk semakin mengeratkan genggamannya pada jemari Sohee dan mengecup puncak kepala Sohee.

Jongin, benar-benar menyayangi Sohee, tingkah dan perbuatan Sohee yang tidak bisa dibacanya dan cara Sohee menanggapinya dengan polos membuatnya benar-benar terjatuh dalam pesonanya. Senyumnya terkembang saat dengkuran halus dan deru nafas yang beraturan dari Sohee terdengar olehnya.

“Kita sudah sampai” seru Sehun dan berbalik menatap kursi penumpang di mana Jongin dan dan Sohee duduk dan tersenyum saat mendapati keduanya tertidur dengan damai. Dan memilih menunggu hinga salah satu terbangun lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

“terima kasih sudah mengantarku!” ucap Sohee dan membuka pintu mobil di sampingnya, dan saat akan keluar Sohee berhenti berbalik menatap Jongin yang masih sedikit mengantuk. Cup. Sohee mengecup pipi Jongin dan dengan cepat turun dari mobil dan sedikit berlari. Mata Jongin yang sedikit terpejam membulat sempurna dan tersenyum sembari mengusap pipinya.

“ehehehehehe”

“menggelikan!” maki Sehun

“ehehehehehe”

Sehun kesal dan memutar kedua matanya “ke mana lagi kita?” Tanya Sehun.

“pulang saja, aku lelah!” sahut Jongin dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi tak lupa tangan yang masih mengusap pipinya pelan.

“tunggu sebentar!” seru Sehun dan mengangkat ponselnya. “kris hyung meminta kita datang!” ujar Sehun setelah berbicara cukup lama di ponselnya. Jongin menegakkan tubuhnya. Mendengar nama Kris.

“dia bilang apa?” Tanya Jongin lagi.

“dia hanya meminta kita datang, semua berkumpul di tempat biasa” jawab Sehun dan melirik Jongin dari kaca spion.

Jongin menarik nafasnya “turuti saja apa maunya!” kata Jongin dan memejamkan matanya.

 

***

“aku pulaaang!” teriak Sohee saat memasuki pintu rumahnya, lalu melepas sepatunya.

“yixing unni!” panggilnya saat mendapati unninya itu sedang duduk santai di sofa dengan tangan yang mengganti channel tv. Yang dipanggil hanya menoleh dan tersenyum menampilkan cerukan di pipinya.

Sohee lalu berjalan menaiki tangga menuju lantai dua menuju kamarnya. Rumahnya ini sebagian besar terbuat  dari kayu berlantai dua dengan lantai pertama memiliki dua kamar, kamar milik kedua orangtua angkatnya dan kamar Yixing unni, beserta ruang tamu dapur dan ruang makan. Lantai dua memiliki empat kamar, kamarnya sendiri, Luhan unni, Minseok oppa dan Jongdae oppa. Semua yang menempati rumah ini memang tidak memiliki hubungan darah, mereka diadopsi oleh kedua orangtua angkat mereka yang tidak memiliki anak. Sangat klise memang, tapi mereka cukup tau diri dengan tidak begitu merepotkan orang tua mereka. Bagi mereka diberi tempat tinggal, pakaian dan makanan itu sudah cukup bagi mereka. Selebihnya mereka berusaha sendiri dengan mengandalkan otak cerdas mereka mendapatkan beasiswa pedidikan tanpa perlu merepotkan orangtua angkatnya.

Luhan misalnya, bersekolah di sekolah modeling, dengan wajah cantik dan otak cerdasnya dia mampu melebarkan sayapnya dalam dunia modeling dengan menjadi model pada beberapa majalah terkenal dan membantu keuangan keluarga.

Yixing penari balet berbakat yang sering tampil di pertunjukkan besar dan membuat kedua orang tua angkatnya bangga padanya. Dan pantas mendapatkan applause dari semua.

Minseok mahasiswa kedokteran tingkat akhir di salah satu universitas negeri Di Seoul, sangat pendiam namun begitu menyayangi adik-adiknya. Anak tertua yang sering di banggakan eommanya pada tetangga sekitar rumah mereka karena kecerdasannya yang mendapatkan beasiswa di universitas itu.

Dan terakhir, Jongdae. Mahasiswa seni peran dan pencipta lagu. Merupakan soloist di salah satu orchestra besar. Appa mereka selalu membawanya ke gereja untuk memamerkan suara merdunya pada jemaat gereja.

Sohee menatap kamar Luhan unni yang berada tepat di depan kamarnya saat pintu kamar di sampingnya terbuka. Minseok.

“Minseok oppa?” sapa Sohee. Minseok  mengusap pelan kepala Sohee.

“Luhan belum pulang, kau istirahatlah dulu, kau pasti lelah” ucap Minseok pelan.

Sohee mengangguk dan membuka pintu kamarnya. Meletakkan ranselnya di meja belajar dan berjalan ke arah ranjangnya dan merebahkan dirinya di sana.

 

***

 

Sebuah mobil Ferrari merah berhenti pada sebuah gerbang tinggi. Sang penjaga mengetuk kaca jendela pengemudi dan sang pengemudi menurunkan kacanya, sang penjaga membungkuk dan memerintahkan rekannya membukakan gerbang. Ferrari merah itu memasuki gerbang dan memakirkannya di halaman luas dengan beberapa mobil mewah sudah tampak berjejer di sana.

“jongin!” panggil Sehun pada Jongin yang memejamkan matanya.

Jongin membuka matanya dan menatap Sehun datar. Lalu mengangguk. Sehun yang mengerti membuka laci dashboard mobil dan mengeluarkan sebuah pistol, mengecek pelurunya dan menyimpannya di balik blazernya.

“Hanya untuk jaga-jaga, oke!” seru Jongin. Sehun mengangguk patuh.

“kalian terlambat!” suara berat milik seorang yang membuka pintu kayu dengan ukirannya yang rumit. Jongin tersenyum sinis dan melangkah masuk diikuti Sehun di belakangnya tampak sangat waspada.

“take it easy Sehun!” seru seorang wanita dan satu-satunya wanita di sini. Sehun menoleh padanya tanpa ekspresi.

Jongin berjalan menuju sofa dan menghempaskan dirinya duduk pada sofa itu. Sehun memilih berdiri di samping Jongin dengan sikap waspada.

“Kau tidak duduk Sehun?” Tanya seorang namja mungil dengan matanya yang bulat. Sehun tidak bergeming.

“ada apa?” Tanya Jongin dan menyilangkan kedua kakinya.

“entahlah, Kris meminta kita berkumpul” sahut yeoja itu dan memutar bola matanya malas.

Jongin menoleh menatap wanita itu. Seragam sekolah membungkus tubuhnya yang ramping. Kembali menatap sekililingnya. Semua sama dengannya masih menggunakan seragam sekolah yang berbeda-beda. Perhatiannya teralihkan saat seorang bertubuh tinggi nyaris dua meter melangkah masuk diikuti seorang pria bermata panda yang tingginya nyaris menyamai pria yang satu dan duduk pada sofa yang kosong. Tatapannya tajam menusuk, rambut pirangnya yang sangat mencolok mata, beberapa tindikan di telinganya dan sekali lagi seragam sekolah dengan rapih membungkus tubuhnya.

“Ada apa? Kau tau aku lelah!” gerutu Jongin.

“lelah? Sebegitu hebatnyakah yeoja yang bersamamu itu dan menguras seluruh tenagamu?” sahut namja berambut pirang itu dingin. Jongin menatapnya tajam “brengsek!” Gumamnya pelan. Sehun menepuk bahunya pelan menenangkan.

“Wahh, ada apa ini tuan besar Kim Jongin?” sebuah suara dari seorang namja berwajah malaikat yang sedari tadi diam memecah keheningan.

“little Jongin kita sedang mengalami masa pubertas dan merasakan cinta untuk pertama kalinya!” sahut namja pirang enteng dengan nada merendahkan.

Jongin menatapnya bringas dan melayangkan tinjunya pada wajah tampan namja berambut pirang itu. Namun belum sempat mengenai wajahnya lelaki bermata panda di belakangnya menodongkan pistolnya tepat di pelipis Jongin, Sehun yang sigap juga menodongkan pistolnya di kepala namja bermata panda itu dan refleks namja berambut pirang berdiri menodongkan pistol tepat di dada Sehun. Suasana mendadak hening, tatapan keempatnya dengan sangat jelas menggambarkan nafsu membunuh yang kuat.

Prok, prok, prok! Suara tepuk tangan yang berasal dari namja bermata bulat itu, semua mengalihkan pandangan padanya.

“Berhentilah bersikap kekanakan, atau kalian akan merasakan tajamnya pisauku menembus kulit kalian?” ucapnya dingin berbanding terbalik dengan wajahnya yang imut, sementara tangannya sibuk memainkan pisau lipat. Keempat orang yang saling menodongkan pistol itu menelan ludah dan perlahan menurunkan pistol mereka dengan serempak. Jongin merapikan seragamnya dan kembali duduk di tempatnya.

“jadi Kris, ada apa kau memanggil kami kemari?” Tanya namja bermata bulat itu dan bernama Kyungsoo setelah sebelumnya tersenyum puas karena ancamannya begitu berpengaruh.

“mereka sudah bergerak!” gumam Kris-namja berambut pirang itu- pelan. Seluruh mata fokus padanya.

“kemarin mata-mataku mengatakannya padaku!” tambah Kris. Seluruh tubuh menegang,  perkataan Kris begitu terngiang di kepala mereka.

“lalu?” sahut Jongin cuek.

“Jadi, tuan besar Kim Jongin, jaga diri kalian masing-masing! Terutama orang yang kalian cintai!” sahut namja bermata panda dan bernama Tao itu dengan nada sedikit mengejek. Jongin mengatupkan rahangnya kuat mengontrol emosinya.

“hanya itu, pesanku jaga diri kalian!” seru Kris dan bangkit dari duduknya dan menghilang lagi ke dalam.

Jongin menyandarkan dirinya pada sofa dan memijat pelipisnya. Sehun sudah beringsut dari tempatnya berdiri dan duduk pada sofa yang tadi diduduki oleh Kris.

“apa salahku di masa lalu Yeollie, sampai aku harus menanggung semua ini!” suara halus satu-satunya yeoja itu melengking.

Byun Baekhyun, satu-satunya yeoja di antara mereka, cantik, imut, terlihat lemah. Hanya terlihat karena yeoja itu mengusai hipkido dengan baik, sekali tendangan saja dapat membuatmu melihat surga untuk sesaat. Satu-satunya putri pemilik perusahaan prostitusi terbesar di Korea Selatan dan karena bisnis orang tuanya itu bergabung dengan mereka.

Di sebelahnya, Park Chanyeol yang menenangkannya, pengikut setianya, bagaikan anjing peliharan yang mematuhi apapun perintah Baekhyun, sejak kecil mereka tumbuh bersama, Chanyeol di latih menjadi guard yang serba bisa, namun profesi sesungguhnya adalah seorang sniper handal.

Namja bermata bulat, bernama Do Kyungsoo. Anak tunggal dari bos pembunuh bayaran, sangat pandai menggunakan pisau yang merupakan senjata andalannya. Kyungsoo bahkan bisa mencongkel dan mengeluarkan jangtungmu dari rongga dada tanpa kau merasakannya.

Namja dengan senyum malaikat di samping Kyungsoo adalah Kim Junmyun, mereka memanggilnya Suho, anak tungal dari bos pengedar narkoba seAsia Selatan. Jangan tertipu dengan senyumannya karena dia, sangat bebahaya tanpa segan membunuhmu.

Kris aka Wu Yi Fan, anak dari bos mafia terkejam di Korea Selatan dan Canada. Pemimpin mereka. Tampan, cerdas, dan memiliki strategi yang baik. Kemampuannya dalam menggunakan pistol sangat diakui, dari kecil dilatih menjadi manusia yang tidak memiliki hati. Dan namja yang bermata panda yang selalu mengikutinya adalah Huang Zi Tao, pengikut setia Kris, mengusai wushu dan martial art dengan baik, sedari kecil dilatih menjadi guard yang handal. Dengan sekali wushu, kau akan meresakan neraka dunia.

Dan terakhir, Kim Jongin dan Oh Sehun. Kim Jongin sama seperti Kris seorang anak bos mafia yang menguasai Jepang, Korea Utara dan sebagian Korea Selatan. Ayahnya merupakan seorang yang paling berpengaruh di antara mereka itulah alasannya mengapa Jongin selalu mendapat julukan tuan besar. Lalu, Oh Sehun. Saudara angkat Jongin, yang rela memberikan nyawanya pada Jongin walaupun Jongin sama sekali tidak menginginkannya. Di banding pengikut Jongin, dia lebih memilih mengatakan bahwa dirinya adalah sahabat Jongin. Sedari kecil diajarkan menjadi petarung yang baik dan penembak yang jitu. Kesetiaannya pada Jongin sudah tidak dapat di ukur lagi. Tidak tanggung-tanggung membunuh orang yang bermacam-macam pada Jongin, walaupun Jongin selalu protes padanya karena selalu menempel padanya, Sehun tidak peduli, kerena itu memang tugas yang diberikan eomma Jongin padanya.

Kedelapan anak remaja yang menanggung beban hidup karena profesi orang tua mereka yang hitam, kelam dan kotor dan berusaha terlepas dari kekangan dan nama besar orangtua mereka, dengan sebuah misi yang sama mereka bergabung membuat kelompok yang saling menguntungkan, walapun dalam diri masing-masing telah ditanamkan rasa benci dan tidak percayaan ada orang lain dan pada akhirnya harus menerima kebersaaman mereka. Seolah memiliki dua kehidupan, menjadi anak remaja sebagai mana mestinya, bersekolah, bergaul dengan orang sekitar, namun di sisi lain berdarah dingin tak segan-segan menghajar bahkan membunuh seseorang karena mereka memang sudah terlatih untuk itu. Dan mereka menamakan diri mereka EXO.

Jongin bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan diikuti Sehun di belakangnya.

“aku benar-benar membenci sikapnya yang sombong itu!” seru Kyungsoo kesal.

Jongin menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Kyungsoo datar “aku juga menyukaimu hyung!” sahutnya lalu menyeringai. Kyungsoo menatapnya kesal dan melemparkan pisaunya ke arah Jongin dengan sigap Sehun menangkap pisau itu dan perlahan darah segar mengalir dari tangannya yang mencengkram kuat pisau itu.

“sampaikan ucapan terima kasihku padanya Sehun-ah” seru Jongin dan melangkah pergi. Sehun mengangguk dan melempar pisau itu sembarang dan darah merah masih mengalir di sela-sela jarinya.

“terima kasih, Kyungsoo hyung” ucap Sehun datar dan membungkuk lalu berjalan mengikuti Jongin. Kyungsoo hanya tertawa sinis.

“anak itu benar-benar!” rutuk Kyungsoo kesal.

 

***

 

“aku pulaaang!” teriak jongin saat memasuki rumahnya. Suaranya menggema mengingat ruangan ini begitu luas. Jongin melemparkan tasnya sembarang, Sehun yang mengikutinya di belakang memungut tas itu sembari meringis merasakan perih di tangannya.

Suara langkah terdengar menuruni tangga, eomma Jongin menuruni tangga dengan anggun dan elegant.

“kalian sudah pulang!” ujarnya lembut dan memeluk Jongin sekilas. Matanya beralih pada Sehun yang masih meringis dan melepaskan pelukannya pada Jongin mendekati Sehun.

“Tanganmu kenapa, hunnie?” Tanya eomma Jongin lembut pada Sehun. Sehun hanya mengendikkan bahunya.

“omoo, jangan bersikap dingin pada eommamu!” pekik eomma Jongin dan memukul pelan kepala Sehun pelan. Sehun meringis, berpura-pura kesakitan.

“aiisshhh! Sekarang peluk aku!’ seru eomma Jongin. Sehun lalu melingkarkan lengannya pada bahu eomma Jongin dan terenyum lebar.

“aku merindukanmu!” gumam Sehun pelan tapi masih bisa di dengar oleh eomma Jongin dan Jongin. Eomma Jongin mengusap pelan punggungnya.

“eomma juga!’ jawabnya. Jongin yang menatapnya hanya tersenyum lebar.

“liahtlah dirimu, kau begitu tampan. Kulitmu itu benar-benar seperti milikku!” serunya dan melirik Jongin yang cemberut. “tidak seperti dia, entah dari mana dia mendapatkan kulit legam seperti itu!” tambahnya dan menatap kasian pada Jongin. Jongin meringis dan memasang wajah sedihnya. Sementara Sehun tertawa terbahak.

“kapan eomma tiba dari Jepang?” Tanya Jongin saat mendudukan dirinya di meja makan. Di hadapannya eommanya sedang membersihkan luka Sehun.

“Baru saja!” jawabnya singkat tanpa mengalihkan tatapanya pada tangan Sehun.

“ck, lupakan saja aku eomma!!” rajuk Jongin dan menyendokkan makanan kemulutnya.

Dan suara tawa terdengar dari ruang makan yang sangat luas itu.

 

***

 

Sohee sedang berkutat dengan buku sainsnya saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.

“Sohee?” panggil Luhan dan melongokkan kepalanya dari pintu.

“unnii!” sahut Sohee dan berdiri dari duduknya.

“sedang apa?” Tanya Luhan dan berjalan mendekat.

“hanya membaca” jawab Sohee singkat lalu mengikuti Luhan yang berbaring di ranjangnya. Baru beberapa detik berbaring, ponselnya berbunyi nyaring. Senyumnya terkembang. Jongin.

“yoboseyo!” sapanya cepat.

“…”

“ah, ne!” sahut Sohee cepat dan bangun dari tidurnya, meletakkan ponselnya sembarang lalu membuka lemarinya mengganti piyamanya. Luhan hanya menatapnya dalam diam dan penuh tanda Tanya.

“unni, apa aku harus mengikat rambutku?” Tanya Sohee dan berbalik menatap unninya itu.

“tidak, tidak perlu!” gumam unninya sembari menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki, rok sebatas lutut dengan aksen renda berwarna biru muda dan tanktop berwarna putih dilapisi cardigan rajut bewarna senada dengan roknya. Luhan hanya menggelengkan kepalanya saat Sohee dengan cepat berlari keluar kamar dan menuruni tangga suara derap langkahnya menuruni tangga bahkan terdengar nyaring.

Sohee berjalan keluar rumahnya, semilir angin musim semi menerpa wajahnya dan celingukan mencari sosok Jongin. Senyum terkembang saat melihat Jongin yang berdiri seorang diri dengan memasukkan kedua tangannya pada saku celananya dan memandang kosong pada tanah yang dipijaknya. Sohee berjalan pelan mendekat pada Jongin lalu mengikuti arah pandang Jongin yang menatap tanah.

“Sohee, kau mengagetkanku!” seru Jongin dan mengelus dadanya. Sohee tersenyum manis padanya.

“ada apa?” Tanya Sohee. Dan menatap dalam wajah Jongin yang tampak salah tingkah.

“ani, aku hanya ingin melihatmu!” jawab Jongin

“tadi kita sudah bertemu di sekolah” sahut Sohee.

“ya, tapi aku ingin melihatmu lagi!’ gumam Jongin dan menjangkau kedua tangan Sohee, menggenggamnya erat dan menatap Sohee dengan tatapan teduhnya. Sohee mengangguk dan membalas genggaman Jongin.

Mereka terdiam cukup lama, sampai saat menyadari sesuatu yang janggal.

“mana Sehun?” tanya Sohee tiba-tiba. Jongin memutar bola matanya kesal dan mengangguk pada sebuah mobil BMW hitam yang terparkir tidak jauh dari mereka. Sohee mengerti dan kembali tersenyum. Jongin menatapnya dalam, dia benar-benar mencintai yeoja di depannya ini, kesederhaannya, pola pikirnya dan tingkah lakunya, seluruhnya yang ada pada yeoja ini.

Sohee memejamkan matanya saat Jongin mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Sohee lembut lalu turun mengecup kedua mata Sohee yang terpejam bergantian, lalu kedua pipinya, hidung dan terkhir bibir Sohee. Menciumnya dengan lembut penuh perasaan tulus dan kasih sayang. Jongin menjauhkan wajahnya dan menatap wajah Sohee yang masih memejamkan matanya. Kedua tangannya masih mengenggam kuat tangan Sohee.

Diangkatnya salah satu tangan Sohee tepat di depan wajahnya mengamati jari-jari Sohee dengan seksama, Sohee hanya mengerutkan alisnya menatap heran pada jongin. Lalu Jongin merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah benda bulat yang bersinar terkena cahaya, sebuah cincin dan menyematkannya pada jari manis Sohee. Sohee terdiam dan menatap lama cincin yang melingkar manis di jarinya.

“apa ini?” Tanya Sohee polos.

“menurutmu?” sahut Jongin sinis. Pertanyaan Sohee benar-benar merusak suasana

“aku tau ini cincin, tapi apa maksudnya? Kau melamarku?” Tanya Sohee lagi.

Jongin tersenyum lalu mengangguk “ya, aku melamarmu, kau adalah milik Kim Jongin sekarang” Seru Jongin bangga dan menarik Sohee ke dalam pelukannya. Meresapi kehangatan tubuh Sohee seolah tidak akan pernah merasakannya lagi.

“ayo pulang, kuantar!’ seru Jongin dan melepas pelukannya. Kembali menggenggam tangan Sohee dan menuntunnya pulang. Sohee mengikutinya dalam diam, terus menatap cincin di tangannya. Jongin melamarnya, dan sukses membuat wajahnya memerah.

Jongin melepas genggamannya pada tangan Sohee dan kembali memeluknya. Senyum di wajahnya berubah menjadi senyum getir. “Jika aku tidak kembali, jangan mencariku, terlebih lagi, jangan merindukanku..” gumam Jongin pelan namun Sohee mampu mendengarnya. Sohee melepas pelukannya dan menatap wajah Jongin.

“ada apa?” tanyanya. Jongin menggeleng.

“cepat masuk!”  titah Jongin. Sohee mengangguk dan perlahan melangkahkan kakinya pelan, melepaskan genggaman tangannya pada tangan Sohee. Entah mengapa Sohee merasa Jongin akan pergi, sangat jauh. Tapi dengan cepat ditepisnya perasaan itu dan kembali tersenyum saat Jongin melambai padanya.

 

***

Dengan kasar Jongin menutup pintu mobil di sampingnya dan menatap datar pada Sehun yang berada di sampingnya.

“apa kau melamarku?”

“ya, aku melamarmu, sekarang kau milikku! Kau milik Kim Jongin”

Jongin berbalik menatap kedua orang yang mengoloknya. Jongin bahkan bisa mendengar suara kekehan tertahan milik Sehun.

“Kau lupa mematikan earphonemu, Jongin!” ucap Sehun dan menunjuk benda sialan miliknya yang berada di dashboard. Jongin merogoh kantung belakang celananya dan menemukan benda persegi itu di sana masih dalam keadaan aktif dan melemparnya kasar pada dashboard mobil.

“padahal tadi aku berharap akan ada adegan piipp *sensornya*” gumam Chanyeol dengan nada yang sengaja dibuat dramatis.

“berhentilah berbicara!” teriak Jongin kesal.

“kau mau Yeollie?” Tanya Baekhyun dan mendekatkan wajahnya pada Chanyeol, Chanyeol mengangguk. Dan dalam hitungan detik keduanya berciuman dengan panas. Jongin hanya melirik dari kaca spion adegan panas yang terjadi di kursi penumpangnya itu.

“Sehun, ingatkan aku untuk menjadikan mobil ini barang taruhan!” kata Jongin datar.

“Tapi kau baru membelinya dua minggu yang lalu!” sahut Sehun.

“aiissssh, mobil ini sudah terkontaminasi!” tambah Jongin dan merasakan sakitnya hak runcing pada sepatu Baekhyun yang menendangnya dan melepas ciumannya dan mengusap bibirnya kasar. Sementara Chanyeol hanya tersenyum puas.

“Tapi Jongin-ah, caramu menyampaikan selamat tinggal seolah kau akan pergi selamanya. Ayolah, ini hanya tugas kecil yang bahkan aku saja mampu menyelesaikannya” kata Baekhyun dan meremas pundak Jongin lembut. Jongin memilih diam dan focus pada jalan di depannya.

 

***

 

Fiuuhhh, finally! *usa keringat. Saya akan berusaha membuatnya tidak begitu panjang. tidak akan lebih dari empat chapter. Karena ff ini sudah saya konsep dengan cukup rapih. *bowS*



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles