Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Camouflage (Chapter 3)

$
0
0

camuflage-vanillaritrin-storyline

Judul : Camouflage (Chapter 3)

Author : vanillaritrin

Genre : Romance, School-Life, Friendship

Length : Chaptered

Rating : PG-16

Main Cast : Kim Jongin, Oh Chae Mi( You), Oh Sehun

Poster : LeeYongMi @cafeposterart.wordpress.com

                Chae Mi membuka matanya perlahan ketika sinar matahari sore yang hangat menembus jendela. Ia sedang berada di subway untuk bertemu dengan Ga Yeon. Begitu mendapatkan kembali smartphone-nya, hal pertama yang Chae Mi lakukan adalah menghubungi Ga Yeon dan memintanya membujuk Chae Jun bertemu jam setengah lima. Ia mengangkat tangannya sedikit-memerhatikan jam di tangannya. Ternyata lebih cepat sepuluh menit dari perkiraannya. Itu pasti karena tadi Chae Mi berlari ke stasiun dan mendapat subway yang berangkat lebih awal.

            Pintu otomatis terbuka dan Chae Mi segera keluar. Ia menyentuh smartphone-nya lalu mengirim SMS pada Ga Yeon. Lima belas menit lalu Ga Yeon bilang sudah sampai di Orchid&Dreams. Chae Mi takut kakaknya akan bertemu Ga Yeon lebih dulu. Rencananya, Ia akan menampakkan diri sebelum Ga Yeon. Ia meminta Ga Yeon bersembunyi sementara Ia masih di perjalanan.

            Pesan terkirim. Chae Mi menarik nafas dalam – dalam sebelum menginjak anak tangga terakhir stasiun kereta bawah tanah. Dari kejauhan terlihat Orchid&Dreams Coffee Shop, tempat Ia dan Ga Yeon bertemu beberapa hari lalu. Mungkin Ga Yeon cukup sering datang kesana atau tempat itu cukup dekat dengan tempat tinggalnya sekarang. Entahlah. 

            Chae Mi sudah sampai di pintu depan Orchid&Dreams. Ia menengok ke kanan – kiri, memastikan kakaknya sudah sampai atau belum. Sejauh pandangan matanya, tidak ada tanda – tanda kehadiran Chae Jun. Ia menyentuh smartphone-nya lagi.

            Eonnie, aku sudah di depan Orchid&Dreams. Jangan keluar dulu dari toilet.

            Terkirim. Chae Mi memasuki coffee shop itu dengan hati – hati. Ia menghirup udara di sekitarnya sembari menatap tanaman anggrek yang tergantung di dinding pembatas coffee shop kemudian menutup pintunya.

            Chae Mi melayangkan pandangan ke seluruh penjuru kedai. Matanya menyapu seisi ruangan dan terpaku pada satu orang. Laki – laki muda dengan kaos kuning dan celana cokelat muda itu sedang duduk tepat di tempat duduknya bersama Ga Yeon beberapa hari lalu. Ia berjalan mendekati lelaki itu perlahan. Tetapi belum sampai tujuh langkah, sebuah lengan panjang menepuk pundaknya dari belakang.

            Chae Mi berbalik dan akan segera berteriak tepat di telinga orang yang menginterupsi kegiatannya. Tetapi Chae Mi terkejut saat memandang orang di hadapannya. Ia berniat akan benar – benar berteriak di telinga orang itu.

            “Bagaimana lukamu?” Tanya laki – laki berkulit gelap di hadapannya sebelum Chae Mi membuka mulut.

            Chae Mi menarik nafas panjang sebelum bicara. Lelaki itu menunggunya.

            “Menurutmu bagaimana? Kalau aku masih memakai plester bukankah artinya belum sembuh?” Chae Mi menatapnya sinis. Laki – laki itu tak lain adalah orang yang sudah menabraknya tadi pagi. Kelihatannya Ia belum juga berhenti mengacau.

            “Mianhae. Semoga cepat sembuh.” Ia tampaknya masih merasa bersalah tapi di sisi lain terkesan tidak peduli.

            “Cih~ sudahlah,” Chae Mi meremehkan. Ia berbalik, hendak melanjutkan kegiatannya tadi. Tapi laki – laki berbaju kuning itu sudah tidak ada disana.

            Saat ini Chae Mi benar – benar naik darah. Ia akan segera memarahi orang itu di depan umum karena mengganggu konsentrasinya. Ketika Ia berbalik dengan cepat, laki – laki yang menabraknya di sekolah waktu itu sudah tidak ada. Digantikan oleh seseorang yang Ia cari berdiri di hadapannya sekarang.

            “Oppa.” Chae Mi berkata lirih. Air matanya sudah berkumpul di pelupuk mata.

            “Aku antar pulang.” Ucapnya dingin. Laki – laki dengan wajah yang mirip dengan Chae Mi itu menarik lengan Chae Mi lembut lalu membawanya keluar. Chae Mi menengok ke belakang sekilas-mencari sosok Ga Yeon. Sepertinya Ga Yeon belum keluar dari toilet bahkan sampai Ia sudah meninggalkan Orchid&Dreams.

            Chae Mi menyentuh smartphone-nya. Chae Jun melirik adiknya sekilas lalu menyalakan mesin mobil. Sedan biru yang dikendarai Chae Jun secepat kilat sudah melesat di jalan raya.

            “Mau berterima kasih pada Ga Yeon?” Chae Jun menatap lurus ke depan.

            Ucapan Chae Jun menghentikan jari Chae Mi yang sedang menari di layar smartphone. Chae Mi menoleh ke samping ragu – ragu.

            “Oppa,” Chae Mi memulai pembelaan,”Kalau saja kau membalas SMS, menjawab teleponku atau merespon semua usahaku di sosial media, aku tidak akan meminta tolong padanya. Aku akan berusaha sendiri selama aku bisa, kau tahu itu kan? Aku hanya meminta agar kau bertemu dengannya. Selebihnya urusanku dengan Oppa.”

            Chae Mi mencuri pandang ke arah kakaknya-memerhatikan perubahan emosi di wajahnya. Ternyata masih datar. Mungkin Chae Jun sedang mencari kata – kata untuk mematahkan pembelaannya. Sejauh ini, rencana dua tentang pembelaan berhasil. Rencana satu adalah bertemu dengan kakaknya sebelum Ia bertemu Ga Yeon. Rencana satupun berhasil. Thickmark.

            “Aku sudah melihatnya.”

            Chae Mi menoleh pada Chae Jun. Chae Jun berbalik menatapnya serius.

            “Aku melihat Ga Yeon memakai kacamata dan ada beberapa perubahan di wajahnya. Aku tidak tahu itu efek berat badannya yang bertambah atau apa. Tapi dia memang terlihat sedikit lebih gemuk. Berat badannya pasti sudah proporsional sekarang. Dulu aku tidak mau dia bertambah gemuk dan dia pasti sudah bahagia berpisah denganku.” Lanjut Chae Jun sambil beralih menatap jalanan yang mulai ramai.

            Chae Mi menelan ludah sebelum melakukan rencana ketiga. Ia akan mengalihkan pembicaraan sekaligus menyampaikan tujuan utamanya,”Oppa, kita harus menghadiri pesta minggu ini. Pesta ini sangat penting karena ini anniversary perusahaan.”

            “Aku tidak tertarik, Chae Mi-ya.”

            “Oppa,” bujuk Chae Mi,”Aku tahu kau tidak suka karena kita ditinggal terus oleh Appa. Tapi bukan berarti Appa tidak peduli pada kita.”

Chae Jun terdiam memikirkan kata – kata Chae Mi. Wajah Chae Mi memelas-Ia benar – benar tidak tahu harus mengatakan apalagi. Ia sudah mengerahkan segenap kemampuan bicaranya untuk berdebat dengan Chae Jun kali ini.

            “Ara. Aku sudah lebih besar darimu saat itu.” Tepis Chae Jun cepat. Pandangannya tidak lepas dari jalanan.

            Chae Jun dan Chae Mi hanya tinggal berdua di Seoul bersama Shin Ahjumma yang mengurus Chae Mi sejak kecil. Ayahnya dipercaya mengurus salah satu cabang perusahaan di Singapura yang terancam collapse. Ibu mereka sudah tiada sejak sepuluh tahun lalu. Ia mengalami kecelakaan hebat yang membuat kap mobilnya membentuk huruf V. Mulai hari itu, Chae Mi selalu menyayangi kakaknya lebih dari apapun. Ia merasa kesepian kalau kakaknya tidak ada di rumah karena itulah Ia sangat sedih kakaknya tidak pulang ke rumah sebulan terakhir.

            Chae Mi tertegun mendengar jawaban kakaknya. Ia sudah salah duga selama ini. Chae Jun selalu terkesan cuek dan tidak peduli pada ayahnya padahal Ia tahu semuanya. Pandangan Chae Mi tersita oleh baju yang dikenakan kakaknya. Baru saat ini Chae Mi sadar kalau kakaknya tidak memakai kaos kuning dan celana cokelat muda. Ia memakai kaos hijau muda dan celana denim. Beruntung Ia dikejutkan oleh orang yang menabraknya di sekolah jadi Ia tidak perlu menahan malu selama ada di Orchid&Dreams.

            “Sepertinya kau kelelahan. Kau tidur saja, Chae Mi-ya.” Ujar Chae Jun sambil tersenyum. Chae Jun benar – benar menawan. Apalagi dengan rambut cokelat terang sekarang, Chae Mi merasa beruntung memiliki kakak setampan Chae Jun.

            “Kalau Oppa tidak datang aku tidak bisa pergi. Di pesta – pesta sebelumnya selalu ada yang mengajakku datang bersama jadi aku bisa ikut. Kali ini undangannya terbatas, aku tidak tahu siapa saja yang datang.” Chae Mi bersikukuh sambil menatap keluar jendela.

            Beberapa menit setelah mengucapkan kalimat itu, Chae Mi tertidur. Ia membiarkan kepalanya miring ke kanan karena posisi itu sangat nyaman untuknya. Saat lampu lalu lintas berubah jadi merah, Chae Jun mengambil bantal kecil di jok belakang lalu menyelipkannya di belakang kepala Chae Mi. Ia menatap adiknya yang sempurna sambil tersenyum-memamerkan sederetan giginya yang rapi-sebelum kembali fokus ke jalanan.

*****

Jongin tertawa sendiri mengingat kejadian tadi pagi. Ia sedang terburu – buru di koridor karena seharusnya pelajaran sudah dimulai. Ia lupa bahwa jamnya memang lebih cepat lima belas menit dari jam sekolah. Tiba – tiba Ia menabrak seorang gadis yang sedang memegang smartphone-sepertinya sedang menelepon. Kemudian gadis itu membentaknya dan pandangannya teralih pada sosok yang melewatinya begitu saja. Ia terkejut karena gadis yang Ia tabrak adalah gadis yang pernah Ia temui di Orchid&Dreams beberapa hari lalu bersama seorang gadis yang sedikit lebih tua darinya.

            Lalu di hari yang sama mereka bertemu lagi. Jongin memang berencana ke Orchid&Dreams tapi Ia tidak menyangka akan bertemu gadis sempurna itu lagi. Ia menggeleng kuat-membuyarkan semua lamunannya dan kembali ke dunia nyata.

            Kasir di hadapannya menatapnya heran. Ia memesan segelas Espresso untuk dibawa pulang. Sementara kasir-yang baru bekerja disana-mengambil uang kembalian, seorang wanita menghampirinya.

            “Ya, Kim Jongin. Bos memanggilmu ke ruangannya sekarang.” Kata wanita yang tak lain adalah Hyeri.

            Jongin mengambil pesanan beserta kembaliannya. Ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada kasir lalu menjauhi meja kasir.

            “Aigoo… Sekarang kau punya uang banyak, hah?” Goda Hyeri.

            “Anhiya,” Jongin tersipu malu,”Aku hanya ingin membelikan ini sekali – sekali untuk Eomma.”

            Hyeri mengulum senyumnya,”Kau dipanggil Sajangnim ke ruangannya. Biar aku yang pegang minumanmu. Selesai dari sana, ambil ini di dapur.”

            Hyeri mengambil plastik kecil yang dipegang Jongin dengan hati – hati. Wajahnya sedikit memerah ketika tangan Jongin menyentuh tangannya perlahan. Lelaki berkulit gelap itu selalu pandai melakukan sesuatu yang membuat jantungnya berdegup kencang.

            “Kim Jongin.” Panggil Yoon Jin Hyuk ketika Jongin menutup pintu ruangannya. Jongin membungkuk dalam.

            “Ne, Sajangnim.” Jongin sudah berdiri di hadapannya sekarang. Jin Hyuk mempersilahkannya duduk.

            “Bagaimana kabarmu?” Jin Hyuk tersenyum hangat.

*****

Chae Mi menyandarkan tubuhnya pada sofa putih di ruang tengah atas. Ruang santai yang memisahkan kamar Chae Jun dan Chae Mi itu menjadi luas saat hanya ada Chae Mi disana. Ia mulai membuka snack yang Ia beli nyaris seminggu yang lalu. Sambil menonton acara TV favoritnya dengan sesekali tertawa, Ia menikmati hari Minggu-nya yang indah.

            Sudah hampir seminggu juga kakaknya mampir kesini untuk menonton sebuah acara yang tidak pernah dilewatkannya. Hanya untuk menonton sebuah acara? Rasanya agak aneh kalau kakaknya hanya ingin melakukan hal itu sementara Ia seharusnya melakukan hal lain yang lebih penting : pergi dari rumah.

            Apa tidak terpikir olehnya kalau saja Ahjumma datang ketika Ia berada di rumah? Tentu saja kakaknya sudah sangat matang memikirkannya. Ia pasti sudah tahu kapan Ahjumma akan datang atau kapan Ahjumma datang-entahlah. Jika yang benar adalah opsi kedua maka Ia sudah melihat Ahjumma datang lalu pergi dan itu berarti Ia tidak melihat Chae Mi bertemu dengan Ga Yeon.

            Jika yang benar adalah opsi pertama maka Ia sudah tahu kapan Ahjumma akan datang. Mungkin saja Ia sudah mencari informasi tentang rencana Ahjumma. Mungkin kakaknya melupakan sesuatu di rumah dan mencarinya. Lalu Ia menonton TV sebentar, membawa semua persediaan makanan di kamarnya kemudian pergi setelah acaranya selesai. Jika opsi ini benar, kakaknya mungkin melihat Chae Mi dan Ga Yeon bertemu.

            Tangan Chae Mi terhenti di udara ketika melihat iklan satu merk baju. Ia baru saja ingat bahwa pesta itu diadakan malam ini. Undangan yang harusnya Ia hadiri bersama kakaknya. Alasan apalagi yang harus Ia berikan pada ayahnya? Chae Mi sudah mengutarakan berbagai alasan pada pesta – pesta yang Ia hadiri sendirian.

            Chae Mi berjalan menuju kamarnya dan membuka lemari kayunya. Sederetan gaun serta dress tergantung rapi disana. Chae Mi menggeser satu persatu gaun dan meletakkan gaun yang Ia suka di atas tempat tidur. Ia memilih tiga potong gaun malam dan dua dress yang Ia rasa cocok. Ia memutuskan untuk pergi ke bawah untuk mengambil cola. Shin Ahjumma sedang membereskan beberapa pakaian untuk dicuci.

            “Ahjumma, maukah kau ke kamarku sebentar? Aku butuh pendapatmu.” Chae Mi mengambil sebotol cola dari kulkas.

            “Ne, Agassi. Aku akan kesana.” Ucap Ahjumma.

            Chae Mi membawa colanya ke atas diikuti oleh Ahjumma. Ia menyusuri tangga lalu membuka pintu kamarnya. Ia meletakkan cola di meja kecil di sebelah tempat tidur. Kemudian Ia duduk di pinggir tempat tidur seraya mengangkat gaun pertama dan kedua.

            Ahjumma menimbang – nimbang kedua gaun cantik di tangan Chae Mi. Gaun pertama kira – kira di atas lutut lima senti untuk gadis setinggi Chae Mi. Kain satinnya berwarna putih gading dengan satu tali di bahu.

            “Bagaimana jika Nona mencoba satu persatu?” Ahjumma akhirnya memberikan pendapat.

            “Sebenarnya,” Chae Mi menurunkan tangannya,”Aku tidak ingin mencobanya. Karena itu aku meminta pendapat Ahjumma.”

            Ahjumma tersenyum,”Kalau Nona memakainya, aku baru bisa memberikan pendapat.”

            Chae Mi melirik jam di atas tempat tidurnya. Untung ini masih pagi jadi Chae Mi masih sempat mencobanya. Seandainya Ia baru ingat sore ini, Ia pasti akan asal memilih gaun atau dress. Apapun baju pertama yang Ia ambil itu yang akan Ia pakai.

            Sementara Chae Mi masuk ke kamar mandi, Ahjumma memerhatikan baju – baju di atas tempat tidur. Gaun yang tadi Chae Mi pegang di tangan lainnya adalah gaun pink dengan furing berwarna lebih muda di dalam roknya-melapisi bahan luarnya yang transparan. Bahannya sifon dengan warna sangat soft. Gaun itu bertali dua di pundak dan roknya cukup jauh di atas lutut. Tidak masalah untuk Chae Mi yang memiliki kaki panjang dan kulit mempesona.

            Pintu kamar mandi terbuka. Kepala Chae Mi menyembul dari balik pintu. Ahjumma tertawa kecil melihat tingkah Chae Mi. Chae Mi memberanikan diri untuk keluar lalu menghampiri Ahjumma perlahan. Ahjumma memerhatikan dengan saksama dari ujung kaki sampai ujung kepala.

            “Agassi, sepertinya kau tidak bisa memakai gaun ini atau yang pink.” Ahjumma berkata pelan.

            “Waeyo?”

            Tatapan Ahjumma tertuju pada satu point,”Ada plester di lututmu, Agassi.”

            Detik itu juga Chae Mi baru ingat bahwa plesternya belum dilepas. Sebenarnya lututnya sudah tidak terlalu sakit namun Chae Mi masih ragu lukanya masih basah. Jadi Chae Mi tidak mungkin melepasnya hari ini.

            Chae Mi melangkah lunglai menuju kamar mandi kembali. Kebanyakan gaun malamnya memang di atas lutut-sepertinya Ia tidak pernah membeli gaun di bawah lutut. Beberapa saat kemudian Ia berbalik mendekati lemari. Ia menggeser lagi gaun – gaun di atas lututnya dan mencoba menemukan gaun yang beberapa senti di bawah lutut.

            Ahjumma menilik tiga potong baju di atas tempat tidur. Semuanya di atas lutut. Ia mengintip baju – baju yang sedang Chae Mi pilih dari lemari. Ada satu baju yang Chae Mi lewati dan kelihatannya cukup panjang.

            “Agassi, aku rasa yang biru cukup panjang.”

            Chae Mi menunjuk gaun yang sedang Ia pegang sekarang. Ahjumma menggeleng lalu menunjuk ke bagian kanannya. Ia menoleh ke kanan dan segera menemukan gaun biru tua yang dimaksud.

            Chae Mi memastikan gaun itu cukup panjang sebelum melangkah ke kamar mandi lagi. Mungkin hanya berjarak dua senti dari mata kaki. Benar – benar gaun terpanjang yang pernah Ia pakai.

            Ahjumma menunggu dengan sabar sambil merapikan baju – baju di atas tempat tidur. Tidak lama kemudian, Chae Mi keluar dari kamar mandi tanpa ragu. Ahjumma terpaku menatap Chae Mi selama beberapa detik.

            Gaun yang membalut tubuh Chae Mi saat ini berwarna biru tua dengan bahan beludru. Lehernya tidak terlalu rendah tetapi memperlihatkan sebagian pundak Chae Mi yang panjang. Gaun itu jatuh dengan sempurna menutupi bagian lutut sampai sedikit di atas mata kaki.

            “Tapi ada satu hal yang menggangguku, Ahjumma.” Chae Mi menarik Ahjumma kembali ke dunia nyata. Ahjumma memandanginya-menunggu lanjutan ucapannya.

            Chae Mi membalikkan tubuhnya. Tepat setelah kejadian itu, Ahjumma tercengang. Gaun yang dipakai Chae Mi backless. Punggung Chae Mi yang muluspun menjadi daya tarik khusus. Sempurna sekali di tubuhnya-seolah memang dirancang untuk Chae Mi seorang. Tubuh Chae Mi yang ramping sangat ditonjolkan oleh gaun itu.

            “Woah.” Hanya itu yang keluar dari mulut Ahjumma.

            Chae Mi berbalik dan mendapati Ahjumma masih terkagum dengan mulut terbuka. Chae Mi tertawa kemudian beralih pada rak sepatunya. Ia mencari heels tujuh centinya berwarna senada. Ia juga akan mencari tas pesta dan jepitan atau bandana dengan warna yang sama.

            “Bagaimana dengan ini?” Chae Mi mengangkat heels berwarna biru tua di tangannya.

            “Daebak!” Ahjumma mengangkat jempolnya.

            Chae Mi tersenyum,”Geurae. Ahjumma bisa kembali ke bawah. Gamshahamnida.”

            Setelah Ahjumma menutup pintu kamar Chae Mi, Ia mencari tas pestanya. Ia menemukannya dengan cepat di lemari khusus di samping lemari kayu. Ada yang menarik perhatiannya ketika Ia hendak menutup pintu lemari. Chae Mi mengambil sebuah kotak dari dalam dengan hati – hati.

            Kotak itu berisi kalung dan anting yang berkilauan. Chae Mi mengambil kedua benda cantik itu dari tempatnya. Ia tersenyum mengingat bagaimana kotak ini sampai ke tangannya. Ini adalah kado dari kakaknya sewaktu Chae Mi berulang tahun ke-15.

            Entah bagaimana kebetulannya Chae Mi bisa menemukan kotak itu. Padahal Chae Mi terhitung sering datang ke pesta dan membongkar lemari tapi baru hari ini Ia menemukan kotak dengan kalung dan anting berwarna biru disana.

            Ia menutup kotak itu dan meletakannya di atas meja rias. Ia segera merapikan baju – baju di atas tempat tidur-mengembalikannya ke dalam lemari. Hanya gaun biru panjang yang Ia biarkan di atas tempat tidur. Heels Ia letakkan di samping meja rias sedangkan jepitan Ia letakkan di atas meja rias bersama hadiah dari kakaknya. Kemudian kakinya melangkah ke ruang tengah-melanjutkan aktivitasnya tadi.

*****

            Rambut bronze Chae Mi terurai indah hingga menutupi punggungnya. Ia merasa kurang cocok dengan model rambutnya yang terlalu biasa lalu menggulungnya ke atas-membuat sebuah kunciran penuh tanpa rambut yang terjatuh. Ia menyematkan jepitan biru berbentuk kupu – kupu di sela – sela rambutnya.

            Gaun biru panjang itu sangat pas di tubuh Chae Mi yang ramping. Di tangannya sudah ada tas pesta kecil berwarna senada. Tangannya bergerak cepat mengambil kotak hadiah dari Chae Jun di atas meja rias kemudian memasukkannya ke dalam tas. Jari – jarinya yang lentik dihiasi kuku berwarna biru.

            Di tengah kesibukannya merias diri, smartphone pink-nya berdering nyaring. Ia harus mengurangi volumenya sesampainya di tempat pesta nanti.

            “Yeoboseyo.” Chae Mi menyelipkan ponselnya di antara bahu dan telinga. Kedua tangannya masih sibuk memasukkan beberapa alat makeup ke dalam tas.

            “Aku sudah di depan rumah, Chae Mi-ya.

            Chae Mi terdiam sejenak. Ia menutup resleting tasnya lalu memindahkan smartphone ke telinga kirinya. Tangannya sudah bebas dan kini memegang smartphone dengan baik.

            “Oppa? Masuklah sebentar untuk mandi. Aku akan siapkan baju-“

            “Kau ambilkan saja tuksedo hitamku.”

            Chae Mi berpikir sebentar,”Araseo. Aku turun sekarang.”

            Sebelum Chae Mi mengambil tuksedo di kamar Chae Jun, Ia bercermin untuk memastikan penampilannya. Ia memakai eyeliner dan rasanya riasannya tidak berlebihan. Ia melirik jam dinding, sedetik kemudian mendesah. Ia berjalan perlahan menuju kamar kakaknya-tidak mau merusak gaun panjangnya. Chae Mi agak tidak terbiasa memakai gaun sepanjang ini.

            Chae Mi membuka lemari kayu kakaknya. Dalam sekejap Ia menemukan tuksedo hitam yang cocok untuk kakaknya. Mereka akan terlihat serasi di pesta nanti.

            Ia berjalan keluar kamar lalu menuruni tangga dengan hati – hati. Ahjumma memerhatikan Chae Mi dari atas sampai bawah dan melihatnya kesulitan-apalagi dengan setelan jas di tangan kirinya.

            “Agassi, biar aku yang ba-“

            “Tidak usah, Ahjumma. Aku harus membawanya sendiri.” Potong Chae Mi cepat. Ia tersenyum sekilas kemudian menyusuri ruang tengah menuju ke pintu. Ia mengikat tali heels sementara Ahjumma-akhirnya-yang memegangi jas sementara.

            “Kenapa tidak dipakai di kamar, Agassi?” Ahjumma terpaku menatap heels tujuh senti Chae Mi.

            “Aku belum terbiasa dengan yang tujuh senti, Ahjumma. Aku takut jatuh karena turun tangga.” Sahut Chae Mi tanpa mengalihkan pandangan dari tali – tali heelsnya.

            Chae Mi berdiri dengan tegak sehingga Ahjumma harus mendongak untuk menatapnya. Ia tertawa kecil lalu memeluk Ahjumma. Ahjumma menyerahkan jas pada Chae Mi. Chae Mi memegangnya di tangan kiri kemudian Ahjumma mengetikkan beberapa kombinasi angka. Pintu terbuka. Ahjumma memandangi Chae Mi dengan kagum. Sesaat kemudian punggung Chae Mi menghilang di balik pintu.

            Sorotan lampu kuning dari sebelah kiri Chae Mi menyilaukan matanya. Ia agak menyipit untuk menyadari sedan biru kakaknya sedang mendekat ke arahnya. Chae Mi membuka pintu kemudian segera memasang seat belt.

            Tangan Chae Jun mengambil setelan tuksedo yang bertumpukan dengan tas Chae Mi. Chae Mi baru saja selesai memasang seat belt ketika hendak menyerahkan jas dan terkejut memandangi kakaknya.

            “Oppa, kau…” Mata Chae Mi membesar.

            Chae Jun memakai tuksedo itu dengan santai. Ia menata rambutnya dengan rapi dan terlihat sangat fresh-bukan seperti orang yang tidak pulang sebulan.

            “Oppa sudah masuk ke dalam?” Chae Mi mendelik.

            Chae Jun merapikan tuksedonya kemudian menyalakan mesin mobil-mengabaikan pertanyaan Chae Mi. Chae Mi melemparkan pandangan keluar jendela seraya menahan tawa. Ternyata kakaknya sudah masuk ke rumah dan itu berarti rencana ketiga Chae Mi berhasil. Kakaknya mau datang ke pesta bersamanya juga berhasil. Thickmark dan cap stempel project completed!

            Chae Jun melirik jam tangannya lalu mempercepat laju mobilnya. Sedan biru itu membelah jalanan kota Seoul tanpa ragu. Chae Mi melihat kilauan lampu di gedung – gedung tinggi bagai perhiasan Seoul saat tiba – tiba teringat kotak hadiah dari kakaknya. Ia belum memakai anting dan kalung dari kakaknya.

            “Yeppeoda.” Chae Jun melirik adiknya sekilas.

            Pipi Chae Mi bersemu merah. Kakaknya yang selalu dikelilingi gadis cantik bahkan memujinya. Ia semakin ingin segera memakai kalung dan anting dari kakaknya. Lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Sedan biru itu berhenti tepat di depan lampu lalu lintas.

            Chae Mi sedang memasang anting di telinga kiri ketika Chae Jun melihat sebuah kotak berisi kalung di samping Chae Mi. Ia menarik kalung itu keluar dari tempatnya kemudian memperhatikannya dengan saksama.

            Kedua anting sudah terpasang di telinga Chae Mi. Ia meraba kotak di sampingnya untuk memakai kalung. Dalam sekejap sebuah logam dingin menyentuh leher Chae Mi. Ia memiringkan badannya agar Chae Jun dapat mengaitkannya dengan cepat.

            “C’est magnifique!” Chae Jun melepaskan tangannya dari leher Chae Mi.

            Walaupun Chae Mi tidak tahu persis artinya tapi Ia yakin kata – kata yang keluar dari mulut Chae Jun barusan adalah pujian. Ia tersipu malu.

            “Gomawoyo. Oppa juga terlihat sangat tampan dan mempesona malam ini.” Puji Chae Mi pelan.

            Lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau beberapa detik lalu. Klakson dari belakang sudah berbunyi entah berapa kali sebelum sedan biru Chae Jun melaju kembali ke jalan raya menuju tempat perhelatan tersebut diadakan.

*****

            Chae Mi duduk di salah satu kursi tamu didampingi Chae Jun. Ia merasa banyak orang yang diam – diam memerhatikan mereka di pesta ini. Chae Mi sendiri sibuk memainkan game di smartphone agar tidak terlihat kikuk dipandangi orang – orang.

            Chae Jun sedang pergi mengambil minum. Di layar smartphone Chae Mi tertera tulisan ‘Game Over’. Karena sudah cukup lama terpaku pada layar, Chae Mi mendongak-mencari kakaknya. Kelihatannya Chae Jun cukup jauh mengambil minum.

            Chae Mi berdiri lalu berjalan menyusuri ruangan besar itu. Pandangannya menyapu seluruh ruangan-mencari seseorang dengan setelan jas hitam kebiru – biruan. Agak sulit mencarinya diantara banyak orang dengan setelan serupa.

            Beberapa saat kemudian tubuh Chae Mi menegang. Matanya terkunci pada satu point. Di saat yang sama, seorang pria yang seumur dengan ayahnya menatapnya balik. Bukan, bukan orang itu tapi seseorang di sebelahnya. Orang yang sedang mengobrol dengan teman ayahnya itu. Chae Mi benar – benar tidak ingin bertemu dengannya.

Chae Mi membalikkan badan dan berusaha untuk kabur tetapi sebuah suara menahannya.

            “Chae Mi-ya.” Suara Chae Jun terdengar hanya berjarak semeter darinya. Ia berbalik dan mendapati Chae Jun menyodorkan orange juice padanya.

            “Aku kira Oppa kabur lagi.” Chae Mi mengambil minuman itu dengan lembut. Chae Jun tersenyum miring.

            “Aigoo… Kalian sudah besar sekarang.” Pria yang menatap Chae Mi tadi tiba – tiba sudah berada di tengah mereka.

            “Kang Ahjussi.” Chae Jun membungkukkan badan diikuti oleh Chae Mi.

            “Dimana Tuan Oh?” Tuan Kang menatap Chae Jun dan Chae Mi bergantian.

Chae Mi masih ingat bagaimana ayahnya diragukan oleh beberapa atasan saat tiba – tiba Vice President memintanya meninggalkan Seoul. Pada hari waktu ayahnya dipilih untuk mengurus cabang Singapura langsung oleh Vice President, semua orang terkejut. Padahal ayahnya tidak pernah masuk bursa employer of the month atau semacamnya. Hanya saja beberapa saat sebelum penunjukkan itu, ayahnya menemukan gagasan – gagasan cemerlang untuk cabang yang collapse itu tanpa berniat meninggalkan Seoul. Tapi melihat peluang itu, begitu banyak teman yang mendukungnya. Ia juga ingin membiayai Chae Jun dan Chae Mi sampai ke universitas di luar negeri. Atas dasar semua motivasi itulah akhirnya dengan berat hati Ia meninggalkan kedua anaknya bersama Ahjumma.

            “Appa masih mengurus cabang di Singapura. Bagaimana kabar Ahjussi?” Chae Jun tersenyum simpul.

            “Baik, tentu saja. Kalian sudah dewasa. Terakhir kali aku bertemu Tuan Oh, Chae Jun masih lima belas tahun dan Chae Mi tiga belas tahun. Kalian sungguh mirip. Sama – sama mempesona.” Tuan Kang tidak berhenti mengagumi kedua remaja di hadapannya.

            Semburat merah terpancar dari pipi Chae Mi. Ia menatap kakaknya aneh-hanya tersenyum simpul setelah dipuji bertubi – tubi oleh teman ayahnya.

            “Ahjussi masih bekerja di kantor pusat?” Tanya Chae Jun santai.

            “Geurae. Tahun kemarin aku sempat ke cabang Singapura dan bertemu ayah kalian. Dia memang tipikal pekerja keras sejati.” Tuan Kang tertawa lebar.

            Chae Jun tersenyum memamerkan gigi – giginya,”Ahjussi datang sendirian?”

            “Anhi. Aku datang dengan keponakanku,” Tuan Kang menengok ke kanan – kiri,”Sehun-ah!”

            Jantung Chae Mi berdegup kencang. Sepertinya Ia tahu nama itu.

            “Permisi, aku ke toilet sebentar.” Chae Jun membungkuk sekilas lalu meletakkan gelasnya di meja dekat Chae Mi.

            “Sehun-ah, ini Oh Chae Mi, puteri Tuan Oh. Kau ingat Tuan Oh?” Tuan Kang memperkenalkan Chae Mi pada seseorang di sebelahnya. Chae Mi masih belum berani mendongak. Ia masih menunduk sambil menatap orange juice.

            “Chae Mi-ya. Perkenalkan, ini Oh Sehun. Keponakanku.” Sambungnya.

            “Oh Sehun.”

            Lelaki bernama Oh Sehun itu menjulurkan tangannya. Chae Mi memandangi tangannya dengan sangat ragu. Kenapa di saat seperti ini kakaknya malah pergi? Padahal Ia sangat membutuhkan siasat kakaknya untuk keluar dari keadaan ini.

            Chae Mi menarik nafas panjang tanpa suara sebelum menyambut uluran tangan orang di hadapannya. Ia mendongak dan menatap orang itu pasti.

            “Oh Chae Mi.”

            Chae Mi mematung beberapa saat. Benarkah orang ini Oh Sehun? Ia terlihat berbeda sekali dengan orang yang Ia temui di sudut sekolah beberapa hari lalu. Rambutnya ditata dengan rapi, memakai jas hitam mengkilat dengan kemeja hitam dan celana senada.

            Hal yang sama juga dialami Sehun. Ia mematung tidak percaya. Sehun mengamati penampilan Chae Mi yang luar biasa malam ini. Gaun biru panjang yang membalutnya sangat membentuk tubuh Chae Mi yang ramping, heels bertali, anting, kalung, dan tas pesta berwarna senada.

            Chae Mi buru – buru melepaskan tangannya. Mereka terlihat kikuk sesaat. Chae Mi melayangkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan-mencari kakaknya.

            “Ah, Tuan Choi,” Tuan Kang mengulurkan tangannya pada pria di sampingnya,”Silahkan kemari.”

            Chae Mi dan Sehun membungkuk ketika Tuan Kang mulai menjauh. Tuan Kang memberi isyarat pada Sehun untuk melanjutkan pembicaraannya dengan Chae Mi. Kemudian Ia pergi meninggalkan Chae Mi dan Sehun. Chae Mi menghela napas panjang setelah kedua Ahjussi itu pergi. Ia mengintip Sehun dari ujung matanya. Sehun berdehem.

            “Kau datang sendirian?” Sehun mengalihkan pandangan ke arah lain.

            “Anhi. Aku datang dengan Oppa,” Chae Mi teringat kejadian beberapa hari lalu,”Gomawo sudah mengembalikan ponselku waktu itu.”

            “Lalu dimana kakakmu?” Sehun mengitarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ia memasukkan smartphone putihnya ke saku celana.

            “Tadi dia pergi ke toilet.” Chae Mi menyentuh smartphone-nya-mencari nomor kakaknya.

            “Sepertinya acara akan segera dimulai,” Sehun memandang ke sekitar panggung. Seorang laki – laki dengan mic di tangannya sedang mondar – mandir di dekat panggung,”Kau tidak duduk?”

            “Aku akan menelepon Oppa dulu.” Chae Mi menempelkan smartphone ke telinga.

            “Kalau begitu aku kesana dulu.” Sehun tersenyum manis. Jantung Chae Mi berdetak lebih cepat ketika Sehun tersenyum. Ia balas tersenyum lalu memegang dadanya-menenangkan diri.

            Seseorang menepuk pundaknya dengan lembut. Chae Mi berbalik untuk melihat orang di belakangnya.

            “Kajja.” Ajak Chae Jun seraya mengambil orange juice-nya di meja samping Chae Mi.

            Chae Mi menyamakan langkahnya dengan Chae Jun sambil memegang orange juice di tangan kiri. Ia memasukkan kembali smartphone-nya ke tas.

            Chae Jun duduk di tengah – tengah baris disusul oleh Chae Mi. Mereka menyesap orange juice bersamaan sambil memerhatikan suasana di sekitar mereka yang mulai meredup. Cahaya yang muncul hanya fokus dari arah panggung. Laki – laki yang menjadi MC malam ini mulai membuka acara. Acara selanjutnya sambutan dari Pimpinan Pusat Perusahaan. Para undangan berdiri menyambut kedatangan Pimpinan Pusat kemudian duduk setelah dipersilahkan.

            “Tadi itu Sam Deung Ahjussi, Ne?” Chae Mi menundukkan wajahnya-mencari mata Chae Jun.

            “Ne,” Chae Jun menatap Chae Mi,”Dia belum punya anak. Karena itu Ia membawa keponakannya. Kau ingat, beberapa kali Ia mampir ke rumah dan Ia sangat menyukaimu. Dia bilang kau cantik karena itu Ia sangat mengagumimu tadi.”

            Pipi Chae Mi bersemu merah lagi. Entah sudah yang keberapa kali untuk malam ini.

            “Ia cukup dekat dengan Appa. Tapi sejak Appa pindah ke cabang Singapura, mereka sudah tidak sedekat dulu,” Chae Jun meneguk habis orange juice-nya,”Aku dengar staff anak perusahaan dan beberapa staff partner perusahaan juga diundang.”

            “Darimana Oppa tahu?” Chae Mi mendelik.

            “Tadi di toilet ada beberapa staff dan undangan lain dari perusahaan partner. Termasuk Orchid&Dreams.”

            Chae Mi mengangkat bahu tidak peduli. Ia pura – pura tidak tahu atas kejadian di coffee shop-seolah – olah Ia baru pertama kali kesana. Ia menyesap orange juice-nya.

            “Oppa,” Chae Mi mengumpulkan segenap keberanian,”Aku harap Oppa tidak pergi lagi. Aku merasa begitu… sendirian. Kita selalu bersama dari dulu. Ketika Oppa pergi, aku merasa benar – benar kesepian. Aku seperti tidak punya siapa – siapa. Sejak Appa tinggal di Singapura dan hanya kembali enam bulan sekali aku makin merasa kesepian. Beberapa hari lalu aku melewati suatu daerah lalu aku teringat padamu. Semua yang sudah Oppa dan aku lakukan di masa lalu, apakah tidak akan terjadi lagi?”

            Chae Jun menatap adiknya lekat – lekat. Semua yang dikatakan Chae Mi sungguh tulus. Mata Chae Mi berkaca – kaca. Gadis itu langsung mengambil tisu dan merapikan riasan matanya.

            “Chae Mi-ya. Kau tahu aku selalu mengawasimu, eh? Kemanapun aku pergi aku selalu tahu apa yang kau lakukan. Kau tidak pernah lepas dari pengawasanku. Kau akan selalu merasa aman.” Chae Jun mengelus puncak kepala Chae Mi.

            “Aku butuh Oppa di sampingku. Bukan hanya mengawasiku dari jauh. Pulanglah, Oppa. Bogoshipeoyo.” Chae Mi mulai terisak. Chae Jun memeluk adiknya hati – hati.

            Setelah semua sambutan selesai, ada sebuah persembahan pada sesi khusus yang diselipkan di tengah acara. MC menyambut seseorang yang akan memainkan piano di atas panggung.

            “Selamat untuk anniversary keempat Han Corporation.” Ia mendentingkan nada – nada manis sebagai intro.

            Chae Mi cukup familiar dengan suara itu. Ia menghapus air matanya dengan tisu kemudian merapikan riasan matanya lagi. Chae Mi memfokuskan matanya pada orang yang duduk di belakang piano.

            Tidak salah lagi. Oh Sehun.

            “Oh Sehun adalah keponakan dari Tuan Kang Sam Deung, Manajer Pemasaran Kantor Pusat.” Pembawa Acara menjelaskan.”Sehun-ssi, bagaimana dengan seorang volunteer?”

            Terdengar desisan beberapa orang di depan Chae Mi. Terutama gadis – gadis yang hanya berjarak beberapa baris di depannya.

            “Silahkan tunjuk satu orang.” Lanjut Sang MC.

Sehun terlihat bimbang sejenak. Matanya menyapu seluruh ruangan-mencari seseorang yang Ia kenal saat lampu yang menyilaukan mengarah padanya. Matanya menyipit mencari seorang gadis yang sudah ada di pikirannya. Ia hanya ingin memastikan gadis itu masih ada disana.

            Tepat. Gadis itu-Oh Chae Mi-tengah duduk di baris tengah. Ia sedang berbicara dengan seseorang yang tidak terlalu jelas wajahnya. Ketika Ia hendak memperhatikan orang itu lebih jauh, pembawa acara memintanya untuk segera menunjuk seseorang.

            “Kalau begitu… Aku meminta Oh Chae Mi.”

            Chae Mi membeku. Ia tidak tahu apa yang terjadi sekarang. Otaknya mulai mengirimkan perintah untuk bergerak sementara kakinya masih gemetar. Apa yang sedang dilakukan Sehun? Kenapa harus dirinya? Orang – orang mulai berisik saling menanyakan gadis bernama Oh Chae Mi.

            “Chae Mi-ya, sedang apa kau disini? Kau dipanggil ke atas panggung.” Chae Jun menyadarkan Chae Mi.

            “Berjanjilah padaku Oppa akan tetap disini sampai aku kembali.” Ucap Chae Mi serius.

            “Chae Mi-ya, kau harus segera naik ke panggung.” Chae Jun memandang ke sekitarnya-sepertinya orang – orang mulai tahu yang mana Chae Mi.

            Chae Mi melangkah perlahan meninggalkan tempat duduknya menuju samping panggung. Ia menaiki tangga kecil dan dalam sekejap sorotan lampu menyilaukan matanya.

            Sehun memberi kode pada Chae Mi untuk mendekat. Chae Mi berjalan hati – hati mendekati piano. Sehun menjauhkan bibirnya dari mic.

            “Kau tahu lagu Reflection?” Sehun memastikan sambil terus memainkan intro.

            Chae Mi mengangguk. Lagu itu adalah lagu favorit kakaknya. Chae Mi mengalihkan pandangan ke arah penonton-memastikan Chae Jun masih disana.

            Sehun mulai memainkan nada awal lagu Reflection. Seseorang memberikan mic pada Chae Mi. Ia mulai menyanyikan lagu itu dari awal sampai pada bagian yang mengharuskan Ia melengking. Sehun meliriknya sekilas. Chae Mi sudah mengambil nada awal tinggi, apakah Ia sanggup melewati bagian ini dengan mulus?

There’s a heart that must be free to fly
That burns with a need to know the reason why
Why must we all conceal
What we think
How we feel?
Must there be a secret me
I’m forced to hide?

I won’t pretend that I’m someone else for all time
When will my reflection show
Who I am inside?
When will my reflection show
Who I am inside?

            Suara Chae Mi mengalun indah mengikuti nada – nada yang berdenting dari piano itu. Tanpa disadari, seseorang yang baru datang ketika piano mulai berdenting memperhatikannya dari kejauhan. Ia terlihat kaget begitu melihat gadis itu di atas panggung. Jongin datang bersama Hyeri. Jin Hyuk bilang Ia boleh mengajak siapa saja dan pilihannya jatuh pada Hyeri.

            Chae Mi mempunyai suara yang sangat indah. Pandangan Jongin terkunci pada Chae Mi sampai lagu itu selesai. Segera setelah lagu itu selesai para undangan bertepuk tangan meriah. Jongin sangat terkesan dengan penampilan Chae Mi yang sangat memukau ditambah dengan suaranya yang merdu.

            Tapi pandangannya kemudian beralih pada seseorang yang duduk di belakang piano. Sang MC datang menghampiri mereka berdua.

            “Gamshahamnida, Oh Sehun dan Oh Chae Mi. Penampilan yang sempurna. Selanjutnya…”

            Jongin sudah tidak dapat mendengar kata – kata MC selanjutnya. Ia memerhatikan gadis yang Ia kagumi-Oh Chae Mi-turun dari panggung dengan hati – hati disusul oleh Oh Sehun. Apa mereka datang bersama? Bukankah orang itu beberapa hari lalu mengabaikannya di sekolah dengan pura – pura tidak melihat Chae Mi terjatuh?

            “Ya. Kim Jongin.” Panggil Hyeri untuk yang kesekian kalinya.

            “Mworago?” Jongin menatap wanita di sebelahnya. Wanita itu berdandan lebih istimewa dari biasanya dengan dress merah selutut berleher sabrina.

            “Kau… sedang memerhatikan gadis itu?” Hyeri mendelik ke arah Jongin.

            “Ah, anhiya. Aku sepertinya kenal dengan pianisnya.” Mata Jongin mengikuti arah berjalan Sehun  menuju tempat duduknya.

            “Eoh? Kau mengenalnya? Dia bermain piano dengan sangat baik. Aku suka caranya bermain. Sentuhan klasiknya tetap ada walaupun lagu tadi tidak ber-genre klasik.” Hyeri tersenyum lebar. Ia kembali menatap lelaki yang lebih muda darinya itu. Rambutnya ditata rapi ke atas dan memakai jas hitam serta kemeja senada dengan warna lebih soft. Ia terlihat begitu apik dan berbeda dengan memakai celana dan sepatu hitam. Terlihat lebih… dewasa.

            Beberapa saat kemudian MC mempersilahkan para tamu untuk mencicipi hidangan. Lampu mulai dinyalakan kembali dan orang – orang berdiri meninggalkan tempat duduknya. Sementara itu, Chae Mi tidak menemukan Chae Jun di tempat duduknya tadi.

            Ia menelepon kakaknya berkali – kali tapi tidak dijawab sama sekali. Seolah Chae Mi sudah menduga kejadian ini sebelumnya, Ia meminta kakaknya berjanji untuk tetap di tempat sampai Ia turun dari panggung. Saat di panggung tadi Chae Mi tidak melihat kakaknya-entah karena sorotan lampu yang menyilaukan atau memang kakaknya sudah tidak ada disana. Beberapa menit kemudian sebuah SMS datang.

            Chae Mi-ya, aku pergi dulu. Aku baru sadar suaramu sangat mirip dengan Eomma.

            Chae Mi terduduk lemas di kursinya. Ia masih menggenggam smartphone pink miliknya. Kemana lagi kakaknya pergi? Apa Ia hanya ingin menyelesaikan tugas? Atau Ia hanya ingin menghibur Chae Mi yang sudah Ia tinggalkan sebulan terakhir?

            “Kemana kakakmu?” Tegur seseorang yang tiba – tiba sudah duduk di samping Chae Mi.

            Chae Mi menegakkan tubuhnya. Sehun.

            “Chae Mi-ya, tadi aku lihat Chae Jun keluar. Kau pulang sendiri?” Tuan Kang tiba – tiba muncul dari arah panggung.

            “Ne, Ahjussi.” Chae Mi menunduk malu. Pertanyaan Sehun sudah terjawab sekarang.

            “Sehun-ah, antar Chae Mi pulang nanti, Ne?” Ia menoleh pada Sehun.

            “Tidak us-“

            “Aku mau bertemu Tuan Choi dulu.” Ia tersenyum pada Chae Mi kemudian menatap Sehun.”Antarkan Chae Mi pulang.” Tegasnya sekali lagi.

            Chae Mi dan Sehun membungkuk sebelum Tuan Kang pergi. Ia menghilang dalam hitungan detik. Ia pasti sangat sibuk malam ini karena termasuk orang penting kantor pusat. Chae Mi masih memandangi SMS dari kakaknya.

            “Aku mau ambil minum sebentar.” Sehun beranjak dari kursi. Ia merasa Chae Mi sangat shock-entah karena tiba – tiba dipanggil ke panggung atau karena kakaknya yang pulang duluan. Chae Mi pasti bingung harus pulang dengan siapa.

            Sepasang mata yang sedari tadi mengawasi Chae Mi dan Sehun melempar pandangan ke sekeliling Chae Mi. Kakinya bergerak menghampiri Chae Mi. Ia duduk di depan Chae Mi kemudian menoleh ke belakang. Chae Mi yang sedang termenung dikejutkan oleh kemunculan seseorang di depannya.

            “Bagaimana lukamu sekarang? Sudah membaik?” Tanya Jongin sambil memiringkan badannya. Tangannya bersandar pada leher kursi. Chae Mi melihat rambut Si Pengacau dimiringkan ke atas dengan rapi.

            “Ya, kau lagi. Kau pikir kenapa aku tidak bisa memakai gaun pendek? Tentu saja ini karena lututku masih ditempeli plester.” Chae Mi menatapnya tajam. Sepertinya Chae Mi akan selalu menyalahkan orang ini karena terus mengacau. Bahkan Ia masih sempat tersenyum miring pada Chae Mi.

            “Biar kulihat.” Ia membungkukkan tubuhnya. Chae Mi menyilangkan tangannya dari atas paha sampai ke lutut.

            “Aku akan membukanya besok.” Sergah Chae Mi angkuh.

            Jongin mendongak. Matanya menangkap sosok Sehun yang membawa dua gelas cola di tangannya datang mendekat.

            “Sedang apa kau disini? Kenapa aku selalu bertemu denganmu?” Chae Mi berusaha terlihat tidak peduli dengan memandang ke arah lain.

            “Mwo? Tentu saja aku diundang,” Jongin mendengus kesal,”Entahlah. Aku juga tidak mengerti kenapa kita sering bertemu tapi aku tidak membuntutimu.”

            Chae Mi baru saja ingin membantah ucapannya lagi saat menyadari Jongin sudah menghilang. Gerakannya secepat kilat. Kedatangan Sehun membuyarkan semua pikiran Chae Mi. Ia menyodorkan segelas cola dan Chae Mi mengambilnya dengan cepat. Sehun tersenyum kecil melihat tingkah Chae Mi.

            “Kau mau pulang sekarang?” Sehun meneguk cola-nya. Chae Mi mengangguk.

            Sehun menuntun Chae Mi keluar dari ruangan. Chae Mi berjalan lunglai menuju pintu keluar. Sepasang mata milik Jongin mengawasi kepergian mereka.

            Chae Mi memasang seat belt sesaat setelah Sehun menyalakan mesin. Mobil hitam itu melesat di jalan raya dalam beberapa menit saja. Mereka terhanyut dalam diam selama perjalanan pulang ke rumah Chae Mi.

Note : Annyeong^^ aku pengen cepet sampe klimaks biar seru hehe dan mian ini fanfic pertamaku tapi langsung luas gini ceritanya yaa hehe jangan lupa komen :) dan sebenernya awalnya nama sehun itu park minhyun dan kai itu lee jinhyuk. Tapi buat memudahkan aku ganti hehe jadi kalo ada yang luput dari editanku mohon dimaklumi yaa readers :)



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles