Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Baby, Don’t Cry (Chapter 1)

$
0
0

Baby, don’t cry(chapter1)

Judul:Baby,don’tcry[chapter1]

Author : arlotiefe53 (@dhindha53)

Main Cast        :

-          Lee Ji-eun / IU as Goo Ah Rin

-          Zhang Yixing(EXO) as Lay

Support Cast :

-          Xi Luhan (EXO) as Luhan

-          Oh Se Hun as Sehun

-          Goo Ae Rin (OC) as Ah Rin’s little sister

Other Cast       : EXO member

Genre  : Romance ,Sad

Lenght:Chapter/Series

Rating:PG+15

Summary:Masa lalu mungkin hanyalah mitos, tapi tidak untuk Lay. ia masih menyimpan sebuah teka-teki dari orang yang dicintainya. tapi siapa sangka, masa lalu itu datang lagi. mengusik kehidupannya lagi, apakah ini hanya kebetulan?

(FF ini juga di publish di blog pribadi s9gff.wordpress.com)

apabila ada kesamaan kata, tempat, tokoh, maupun jalan cerita saya selaku author meminta maaf, tapi FF ini murni apa adanya, apa yang ada di otak saya maksudnya.

 

.Happy Reading and Don’t be a plagiator.

.PLAGIAT HARAM HUKUMNYA.

 

 

 

Pagi itu begitu indah. Musim semi mulai tiba dan pohon-pohon mulai merekahkan bunga-bunganya satu persatu. Ah Rin duduk di tepian Sungai Han, bersama Aerin tentunya. Aerin begitu ceria, sampai-sampai ia ingin memanjat pembatas sungai.

“Aerin~ah, hajima! Nanti kau jatuh!” Ah Rin mencoba menggendong anak kecil ini.

Aerin mengerucutkan bibirnya. “Eonni~ya, apa appa dan umma sudah kembali ke rumah? Atau kita harus kembali lagi ke bandara untuk menjemputnya?” tanya Aerin dengan bahasa tubuhnya.

Ah Rin tersenyum kecut. Bagaimana menjelaskan hal itu pada anak sekecil ini. Ia tidak tega. Kemudian Ah Rin berjongkok dan memegang kedua tangan Aerin.

“Aerin~ah, kau rindu appa dan eomma?” tanya Ah Rin. “Kau ingin bertemu dengan mereka?”

Sontak Aerin tersenyum kegirangan. Ia mengangguk penuh semangat.

Ah Rin yang tak tega melihat kegembiraan Aerin mulai harap-harap cemas. “Kajja, kita kesana,” ajak Ah Rin kemudian. Mana tega ia membiarkan adiknya yang sudah terlanjur senang kembali menekuk wajahnya.

Dengan terpaksa Ah Rin mengajak Aerin ke suatu tempat. Suatu tempat yang masih kecil kemungkinan Aerin mengerti tempat apa itu sebenarnya. Dalam perjalanan Ah Rin tak henti-hentinya berdoa, berharap semuanya akan baik-baik saja. Termasuk keadaan Aerin setelah ini.

Eonni, kita mau kemana?” tanya Aerin lagi.

Ah Rin tidak mau menjawab. Lidahnya kelu saat ini. Hanya senyum yang ia tampakkan, walau senyuman yang dipaksakan.

Tidak lama kemudian mereka sampai. Sebuah makam. Tempat dimana kedua orang tua mereka beristirahat untuk terakhir kalinya. Aerin hanya diam. Ia tidak pernah kemari sebelumnya.

“Nah, sudah sampai. Beri salam pada Appa dan Eomma Aerin~ah,” Ah Rin menyuruh Aerin untuk mengucapkan salam. Tapi Aerin masih belum mengerti.

“Dimana Appa dan Eomma? Kau berbohong padaku eonni?” tanya Aerin seketika itu.

Kali ini Ah Rin tidak bisa membendung air matanya. Ia menitikkan air mata tepat sesaat ia duduk bersimpuh di dekat makam ayah ibunya.

“Aerin~ah, appa dan eomma sudah tidak ada sayang. Mereka pergi dan tidak akan kembali lagi.” jelas Ah Rin , sesekali terisak di tangisnya.

Aerin melongo. Ia masih tidak mengerti.

Appa dan Eomma ada di atas sana. mereka ada di surga sayang.” jelas Ah Rin kemudian. Kali ini ia memeluk Aerin erat, berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Aerin masih terlampau polos untuk mengerti.

Eonni berbohong padaku. Hiks,, eonni jahat! jahat! Dimana appa dan eomma? Kenapa malah membawaku ke tempat seperti ini?” Aerin melepaskan pelukan Ah Rin dan berlari meninggalkan Ah Rin.

“Aerin~ah, berhenti! kau mau kemana?!,”

Aerin tetap berlari sembari air mata mengalir deras di kedua pipinya.

Brukk..

Ia menabrak seseorang di depannya. Aerin refleks memeluk orang yang ada di depannya itu. Ia tidak peduli siapa yang ia peluk sekarang.

Eoh, Aerin~ah?Neongwaenchana?” tanya orang yang didekap Aerin itu. Aerin bergeming dan masih tetap memeluk orang itu.

Tap tap..

Ah Rin sampai pada Aerin. Ia melihat seseorang yang tak asing di matanya sedang dipeluk Aerin. Sontak kedua mata mereka bertemu, mengisyaratkan sebuah kejadian buruk baru saja terjadi.

“Luhan~sshi,” gumam Ah Rin.

Orang itu Luhan. Aerin mendekap Luhan lebih erat lagi ketika Ah Rin menggumamkan nama Luhan.

Gwaenchana Aerin~ah, oppa disini.” Ujar Luhan sambil mengusap puncak kepala Aerin dan kemudian menatap Ah Rin lagi.

***

 

Setelah kejadian tadi, Aerin terlelap dalam pangkuan Luhan. Saat ini mereka ada di sebuah rumah makan sederhana tak jauh dari makam.

“Luhan~sshi, gomawo. Maaf, aku merepotkanmu.” Ujar Ah Rin meminta maaf.

Luhan tersenyum. “Tidak apa-apa. Sudah kewajibanku.”

Eoh, kewajibanmu?” Ah Rin mengerutkan dahinya. “ngomong-ngomong, kenapa kau ada di makam itu? Kau ingin menjenguk seseorang?” tanya Ah Rin lagi.

“Ehm, ya, bisa jadi begitu. Aku sedang merindukan seseorang disana. Kau juga kan,” tebak Luhan.

Ah Rin mengangguk. “Ayah dan ibuku meninggal 3 tahun yang lalu, tepat saat Aerin berumur 2 tahun dimana usianya terlalu muda untuk kehilangan kedua orang tuanya.” jelasnya kemudian.

“Ah Rin~sshi, apa Aerin tunarungu? Kenapa ia tidak mau mengeluarkan satu katapun, dan kulihat saat ia di dorm waktu itu, ia hanya membisikkan apa yang ia ingin utarakan padamu,” tanya Luhan.

“Sebenarnya tidak. Tapi, ini sudah lebih baik. Kau bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya sesaat setelah kecelakaan. Dulu ia begitu ceria, berteriak sesukanya, menangis kencang ketika jatuh atau meminta sesuatu, ah, yang jelas hidupnya begitu berwarna.”

“Pahit rasanya. Ia menjadi pendiam dan tidak mau tersenyum. Seperti kehilangan belahan jiwanya. Ia masih kecil, tapi entah kenapa, pikirannya seperti bukan anak usia 5 tahun sekarang. Tapi satu hal yang ia belummengerti, ia belum mengerti kalau kedua orang tuanya meninggal. Dan puncaknya ialah tadi, saat ia memelukmu erat di makam.” Jelas Ah Rin.

Luhan memperhatikan dengan seksama cerita Ah Rin. Ia menoleh sebentar ke arah Aerin yang tertidur. Diusapnya lagi puncak kepala Aerin, ia tidak bisa membayangkan anak sekecil ini memiliki kenangan pahit seperti itu.

“Kau dan Sehun, apa benar sepupu?” tanya Luhan sembari tidak menghentikan aktivitasnya sebelumnya.

“Ya, kami saudara jauh. Oh ahjumma begitu perhatian pada kami setelah kedua orang tua kami kecelakaan. Setiap kali Sehun pulang ke rumah, ia selalu menyempatkan dirinya untuk bermain bersama Aerin, itu sebabnya, Sehun sangat sayang padanya, begitu juga sebaliknya. Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi jika tidak ada Sehun dan keluarganya.” Jelas Ah Rin lagi.

“Ah Rin~sshi, boleh kutanya satu hal lagi?” tanya Luhan untuk kesekian kalinya. Kali ini ia melepaskan tautan tangannya pada kepala Aerin dan menghadap ke Ah Rin.

“Kau kenal dengan seseorang bernama Ji-eun? Lee Ji Eun?”

Ah Rin diam sejenak.

“Ah Rin~sshi? Kau kenal dengannya?” tanya Luhan sekali lagi.

“Oh itu, ah, aku harus pergi sekarang. Aku.. tidak mengenalnya. Sekali lagi terima kasih Luhan~sshi. Kau baik hari ini.” Ucap Ah Rin tergesa sembari menggendong Aerin di pelukannya.

Annyeong,” pamit Ah Rin kemudian.

Luhan membiarkan Ah Rin pergi. Ia menatap wanita itu lama hingga benar-benar hilang di balik keramaian.

“Itu dirimu, Ji-eun~ah, mau sampai kapan kau membohongiku? Tidakkah kau sadar, kau begitu mirip dengannya.”

Luhan menghela nafas panjang. “Ia berbeda sekali. Kurasa aku harus menyelidiki segala tentangnya. Ji-eun~ah, bisakah kau berhenti berada di dalam otakku?”

Ah Rin keluar dari rumah makan itu dengan perasaan bingung. Ia bingung dengan pertanyaan Luhan. Ia tidak menyangka bahwa Luhan akan bertanya seperti itu.

Ani..aniya.. Ji-eun~ah, siapa kau sebenarnya. Huhh..” Ah Rin mendenguskan nama itu lagi. Nama yang juga masih melekat di benaknya.

Ah Rin berjalan meninggalkan keramaian dan beralih ke rumahnya. Rumah peninggalan kedua orang tuanya di Seoul.

Ah Rin langsung menuju ke kamar Aerin, menidurkan Aerin disana.

“Aerin~ah, mianhae. Maafkan eonni karena belum bisa menceritakan ini. Kau akan tahu nanti sayang,” Ah Rin mengusap puncak kepala Aerin.

Tes.. Air matanya jatuh tanpa sengaja.

“Aish, kenapa harus begini.” Ah Rin mengelap air mata di pipinya. “Kau harus kuat. Aerin membutuhkanmu. Kau harus kuat Ah Rin~ah,”

Ah Rin kemudian ikut terlelap di samping Aerin. Baru sekali memejamkan mata, Ah Rin membukanya lagi. “Tidak, kenapa ini begitu sulit.”

Argh, Ji-eun, nama itu rasanya dekat sekali denganku. Tapi, siapa?” gumamnya lagi.

Ah Rin memutuskan untuk pergi keluar sebentar untuk mencari udara segar mumpung Aerin sedang tertidur jadi ia bisa lebih leluasa. Toh kalaupun Aerin nanti bangun, masih ada bibi Jung di dapur.

“Tunggu, Kenapa baru terpikir sekarang? Bibi Jung kan sudah lama bekerja disini.”

Sontak Ah Rin mengurungkan niatnya untuk pergi keluar. Ia menuju dapur untuk menemui bibi Jung.

“Ah , itu dia,” Ah Rin mendekat, lalu dengan tiba-tiba ia mendekap bibi Jung dari belakang. “Ahjummaaa!!”

Bibi jung yang saat itu sedang memotong sayur berhenti dan tersenyum melihat Ah Rin. “Ah, nona sudah pulang, Aerin, apakah ia sedang tidur?”

Ah Rin mengangguk cepat dan melepaskan dekapannya. “Ahjumma, boleh aku bertanya sesuatu?”

Ah Rin duduk di meja makan disusul bibi Jung di sampingnya.

“Bertanya apa nona? Sepertinya serius sekali,” Bibi Jung memperhatikan anak majikannya itu yang sudah ia anggap anaknya sendiri.

Ahjumma, apa ahjumma tahu Ji-eun itu siapa?” tanya Ah Rin dengan rasa penasarannya.

Bibi Jung terlihat aneh. Beliau mengerutkan dahinya sebentar sambil mengetuk-ketukkan jarinya di meja.

ahjumma, apa ahjumma tahu?”

“Oh itu, darimana nona tahu nama itu? apa ada yang bertanya?” Bibi Jung balik bertanya.

“Bukan ada lagi, banyak sekali yang menanyaiku. Apalagi sewaktu aku di Sungai Han, malah orang-orang memanggilku Ji-eun. Aku bingung.” jelas Ah Rin.

Bibi Jung kemudian tersenyum. Senyuman yang menyiratkan sebuah jawaban atas pertanyaan Ah Rin. “Kau akan tahu itu nanti nona, bagaimanapun juga penjelasan tidak harus sekarang bukan? Penjelasan yang sebenarnya butuh waktu yang tepat. Tapi setidaknya kau harus tahu, kau dan Ji-eun berbeda. mungkin bukan di fisik, tapi ahjumma tetap tidak tahu dengan hati kalian atau jiwa kalian. Kalaupun orang-orang menganggapmu sama dengannya, katakan saja, aku berbeda dengannya, aku ya aku, dia ya dia, itu cukup.” jelas Bibi Jung.

Ah Rin memperhatikan dengan seksama. Ia mengerti walaupun masih banyak pertanyaan yanginginia utarakan. Tapi ia mengurungnya. Penjelasan Bibi Jung lebih dari cukup, ia akan mencari tahu semuanya sendiri.

Bibi Jung melihat ekspresi kekecewaan pada Ah Rin. Entah apa yang disembunyikan Bibi Jung hingga beliau tidak mau berbicara tentang kenyataan ini. ‘Maafkan aku nona, belum waktunya sekarang,’ batin Bibi Jung.

“Kalau begitu terimakasih ahjumma. Ini lebih dari cukup aku mengerti sedikit tentangku. Lanjutkan saja pekerjaan ahjumma, aku akan keluar sebentar.” pamit Ah Rin.

Bibi Jung menganggukkan kepalanya. Perlahan ia mengamati Ah Rin pergi. “Maafkan ahjumma nona, belum waktunya nona tahu masa lalu nona. Kalaupun bisa setidaknya nona akan mengerti suatu saat nanti. Kuharap nona tidak membenciku.” ucap Bibi Jung seraya memegangi dadanya.

Ah Rin keluar dari rumahnya. Ia berjalan sendirian dan beralih pada minimarket tak jauh dari rumahnya. Ia masuk dan membeli makanan kesukaannya.

“Aerin …. apa ya, kubelikan lolipop saja mungkin dia akan baikan.” Ah Rin mengambil lolipop berwarna merah di etalase dan membalikkan badannya.

Brukk..

Dia tidak sengaja menabrak pelanggan lain. “Maaf aku tidak sengaja. Maaf sekali lagi maaf.”

“Ah, tidak apa-apa, aku baik-baik saja.” orang itu juga meminta maaf.

Ah Rin dan orang itu sama-sama menegakkan badannya. “Oh, Yoona~sshi, annyeonghaseyo,”

Neo? Kau Ji-eun kan? Lee Ji-eun?!” tunjuk orang itu.

Ah Rin mengerjapkan matanya. “Maaf, aku bukan Ji-eun, permisi.”

“Tunggu, aku tidak mungkin salah. Kau Ji-eun, orang yang dicintai Lay. Benarkan? Tapi bukankah kau sudah mati?”

Ah Rin membulatkan matanya. “Kau bilang orang yang dicintai Lay?”

Yoona tidak mengerti. Dugaannya hanya di respon perkataan yang tidak sesuai dengan pemikirannya. “Kau aneh. Dulu kau seenaknya mengambil hati Lay dan sekarang kau bilang seperti itu. Kalau Lay sekarang mendengarnya, huh, kau pasti akan dicampakkan olehnya.” sindir Yoona kemudian.

Mwo? Mworago?” Ah Rin lebih kaget mendengar itu.

“Jangan pernah berpura-pura jika di depanku. Kalau saja waktu itu Lay tidak terjebak oleh pesonamu mungkin ia akan menerima perasaanku. Ah sudahlah, aku malas berdebat denganmu,” Yoona selesai dengan ocehannya dan pergi.

Chakkam, aku benar-benar tidak tahu apa maksudmu. Satu hal lagi, aku bukan Ji-eun, dan juga aku tidak pernah mengenal siapa Ji-eun. Kumohon jelaskan padaku Yoona~sshi, aku berada di posisi sulit sekarang.” Ah Rin memohon.

Yoona yang tidak melihat ucapan bohong dari mata Ah Rin berhenti sejenak. “Apa benar kau bukan Ji-eun?”

Ah Rin mengangguk mantap. “Kumohon, beri aku satu kesempatan untuk mengerti semua ini.”

Yoona berpikir sebentar. Ia mengingat lagi saat Lay menolaknya karena perempuan ini. Yoona beralih pergi. Ah Rin dengan sigap menangkap pergelangan tangan Yoona.

“Kumohon, kali ini saja. Jelaskan padaku, kumohon, Yoona~sshi,” Ah Rin memelas lagi. Ia sangat butuh informasi itu.

Yoona yang tidak tega melihat itu akhirnya luluh. “Baik, berhubung aku sedang baik, akan kukabulkan permintaanmu itu,”

***

 

Hari itu EXO libur sehari. Mereka lebih memilih merehatkan diri sejenak di dorm. Suho yang kebetulan paling cerewet di dorm mulai mengomel lagi karena dua maknae mengacak-acak ruang tamu dorm.

Ya?! Kalian berduaaa!! Bereskan!”

Tanpa babibu lagi mereka mulai memunguti sampah yang berserakan juga bantal sofa yang tak jelas kemana arahnya.

Seketika itu ponsel Sehun berbunyi. “Eoh, eomma? Tumben,”

Ne, eomma, waegeuraeyo?” Sehun mengangkat teleponnya. “Nuguseyo?! Ah Rin noona?! Geuraeyo, aku kesana sekarang. Ne,annyeong,”

“Kenapa?” tanya Kai.

“Ada urusan mendadak. Aku tinggal dulu, annyeong,” pamit Sehun.

Ya?! Sehunnie YA?!” teriak Kai karena Sehun dengan tanpa dosa meninggalkannya disana.

YA?! Kkamjong! Berhentilah berteriak!” Peringatan Suho keluar.

Aish, hyung, salahkan Sehun , semua yang berantakan ini ulahnya,” Kai mengomel sembari membereskan ruang tamu dorm sendirian.

Lay yang mendengar itupun langsung menoleh. Sehun pergi karena sesuatu hal yang menyangkut Ah Rin, pikirnya.

“Hyung, aku sudah selesai. Aku pergi ya, annyeong!” pamit Lay meninggalkan dorm setelah ia selesai dengan kamarnya.

Di lain tempat , Sehun sudah sampai di rumah sakit yang diinstruksikan oleh ibunya. Ia masuk ke ruangan dokter, Dr. Goo, yang tak lain dan tak bukan adalah pamannya sendiri. Begitu Sehun masuk, ia dikejutkan dengan dua buah foto.

“tidak…ini tidak mungkin, ini.. apa.. mereka kembar?” ujar Sehun seraya membolak balik dan menumpang tindihkan foto itu berulang kali, ia masih tidak percaya.

“Tapi belum tentu. Bahkan manusia memiliki tujuh kembaran yang sama di muka bumi ini. Tapi setidaknya, mereka identik. Hasil visum menunjukkan golongan darah mereka sama, semua yang ada pada mereka adalah sama. ” jelas Dr. Goo yang menangani masalah kecelakaan 3 tahun yang lalu. Dan ia sendiri adalah adik dari ayah Ah Rin.

“Tapi ini tidak mungkin. Mereka berpisah selama belasan tahun dan bagaimana mungkin mereka bertemu disaat seperti ini? Bahkan tidak ada yang tahu menahu perihal kelahiran mereka.”

Sontak semua mata tertuju pada suara tersebut. Nyonya Oh bersikeras dengan argumen itu. Tapi mata dua orang yang memandangnya mengisyaratkan sebuah tanda tanya.

Eomma, eomma tahu hal itu darimana?” tanya Sehun keheranan.

Nyonya Oh hanya diam. Ia salah mengeluarkan sebuah kalimat yang bisa jadi bumerang untuknya.

“Inilah yang mungkin dimaksud takdir Tuhan. Dua orang yang dipisahkan tentu akan kembali bersama. Walaupun mereka berpisah, tetapi ikatan mereka kuat. Buktinya, mereka sama-sama merasakan bahwa mereka akan kecelekaan di tempat , waktu, bahkan di keadaan yang sama. Semua jelas sekarang. Oh Min Yeon, katakan bahwa kau pelakunya, katakan bahwa kau dibalik ini semua!” tegas Dokter Goo.

Nyonya Oh diam. Ia benci mengatakan hal ini. “Baik, biarkan aku memulainya dari awal. Biar semua jelas.”

***

 

Ah Rin sedang berjalan-jalan di pinggiran sungai Han. Kali ini Aerin tidak ikut dengannya karena adiknya sedang di taman belajar bersama teman-teman barunya. Aerin sekarang lebih baik lagi. Ia sering tersenyum, tertawa, dan satu hal lagi ia sudah mau bicara, yaa walaupun hanya kata salam dan terimakasih. Tapi itu bisa dibilang meningkat dari sebelumnya.

Ah Rin memperhatikan langkahnya. Ah.. sudah lama sekali ia tidak kemari sendirian karena ia selalu bersama Aerin kemana-mana. Ah Rin merapatkan syalnya , udara dingin begitu menusuk tulang. Musim semi hampir tiba lagi, tapi hawa dingin masih saja begitu kuat.

huft, untung aku masih membawa syal ini kemana-mana. Kau beruntung Ah Rin~ah.” Ah Rin tersenyum melihat syalnya.

Ah Rin melanjutkan perjalanannya. tapi kemudian ia berhenti , matanya menangkap seorang laki-laki yang tak asing dimatanya. Seseorang itu melihatnya juga, menatap mata yang sama satu sama lain.

“Oh, kau juga kemari rupanya. Kau masih ingat denganku?” ujar Ah Rin lebih dulu.

Laki-laki itu diam. mengingat sesuatu. “Aa~ sepupunya Sehun. Aku benar, kan?” tebak laki-laki itu. “Goo Ah Rin,”

Ah Rin tersenyum. Laki-laki ini ternyata mengingatnya. “Kau mengingatku rupanya, Lay~sshi,”

“Tentu saja aku ingat.” jawab laki-laki ini singkat sambil tersenyum. Terlihat manis dengan kedua lesung pipinya.

Tiba-tiba angin berhembus kencang, menerpa mereka berdua.

“Kurasa kita butuh tempat berlindung. Ayo, Ikut aku.” Lay refleks menggenggam tangan Ah Rin. Tapi entah setan darimana, Ah Rin menurut saja dengan hal itu.

Ting Tong! Bel itu berbunyi. Bel yang selalu berbunyi ketika seseorang memasukinya.

“Annyeong haseyo, DaeHyun~sshi, pesan vanillalatte dua ya, gomawo,” pesan Lay seketika berdiri di meja pantry.

“Darimana kau tahu aku suka vanillalatte?” tanya Ah Rin.

Lay diam, ia bingung harus menjawab apa. Tapi kemudian ia tersenyum. “Hanya asal menebak.hehe..”

Mereka kemudian duduk. Tepat di meja nomor 2, dekat jendela.

“Dua cangkir vanilla latte, Lay~sshi,” ujar DaeHyun sambil mengangkat baki berisi pesanan Lay.

Ah Rin hanya mengangguk. “Eoh, DaeHyun B.A.P??” kaget Ah Rin ketika mendongakkan wajahnya memperhatikan pelayan itu sebentar.

Ne, Jung Dae Hyun imnida, terimakasih sudah berkunjung. Lay~sshi, kenapa kau mencari pacar yang hampir mirip dengan yang dulu.” ujar DaeHyun tanpa dosa. Kemudian DaeHyun kembali ke pantry.

Sontak kedua pipi mereka bersemu merah.

And..andwae! Dia bukan pacarku! hanya teman!” jawab Lay mengelak.

Ah Rin hanya bisa tersenyum. Lay terlihat polos dari matanya.

“Ini dimana? Kau pasti pernah kemari sebelumnya.” tanya Ah Rin mengalihkan pembicaraan.

“ya, aku pernah kemari sebelumnya. Ini kedai kopi milik Taeyeon sunbae. Biasanya kalau SNSD tidak ada jadwal, Noona selalu menyempatkan diri kesini. Tidakkah kau lihat itu? Itu sudah memberi cukup bukti kan kalau ini miliknya,” Lay menunjuk poster ukuran A3 di dinding sebelah kiri dari tempat ia duduk. Poster yang memamerkan Taeyeon sedang meminum secangkir kopi.

Ah Rin melihatnya kemudian matanya menjalari tiap sudut ruangan. “Gomawo,” ujar Ah Rin pelan.

Lay mengalihkan pandangannya ke Ah Rin. “Wae? Untuk apa?”

Gomawo sudah mengajakku kemari. Aku memang butuh suasana seperti ini.” gumam Ah Rin.

“Sepertinya kau ada masalah. Kenapa?” tanya Lay tiba-tiba.

Eoh, kau tahu darimana aku sedang ada masalah?”

Lay tiba-tiba menyibakkan poni yang menutupi sebagian mata Ah Rin. “Kau mungkin bisa membohongiku dengan ucapanmu , tapi tidak dengan matamu.”

Ah Rin beringsut. Ia meletakkan dagunya di meja.

Lay menunggu jawaban Ah Rin. “hmm.. Ceritalah, aku tahu kau tak punya teman untuk berbagi.”

Ah Rin menegakkan posisinya dan menghela napas panjang. “Ji-eun,” gumamnya.

Mworago?” Lay mendekatkan telinganya.

“Kau kenal dengan Ji-eun?” tanya Ah Rin.

Lay kembali ke posisinya. Ia diam, tidak ada tanda-tanda menjawab.

“Apakah ia yeojachingumu? Dan satu hal lagi, apa ia mirip de….?”

“Ya, dia yeojachinguku. Tapi itu dulu, sekarang sudah meninggal. Kecelakaan 3 tahun yang lalu.” Lay membuka mulut. “Kau sangat mirip dengannya,” sambungnya.

“Yoona memberitahuku semuanya. Pantas saja orang-orang memanggilku Ji-eun. Dan pasti sewaktu aku ke dorm, banyak yang mengira aku Ji-eun, tapi yang lain memilih untuk diam.” ujar Ah Rin.

“Tidak, yang tahu Ji-eun hanya Luhan dan aku. Kau bilang Yoona? Aish, yeoja itu,”

“memangnya kenapa? Yoona mencintaimu kan?” Ah Rin malah melontarkan pertanyaan diluar yang dibahasnya.

“Kalau pun dia mencintaiku, tapi aku tidak pernah memiliki rasa padanya. Apakah itu yang disebut cinta?” Lay menghardik pertanyaan itu.

Ah Rin terdiam.

“Bisakah kau membantuku kali ini. Aku berusaha melupakan Ji-eun selama ini. Kau tahu, kematiannya sampai detik ini pun masih mengganjal di hati dan perasaanku. Kadang aku berpikir kalau ia masih hidup. Dan kau tahu, argumenku itu menggoyahkanku seketika kau datang ke dorm waktu itu. Kau begitu mirip dengannya, bahkan segala yang melekat pada dirimu hampir semuanya sama. Termasuk cincin di lehermu itu.” jelas Lay.

Eoh, cincin? Ah, benar. Ini milikku, bahkan dari kecil aku selalu memakainya. Ji-eun juga memilikinya? Benarkah?” tanya Ah Rin seraya membulatkan matanya.

“Memangnya ada apa? Bukannya yang seperti juga banyak di pasaran,” jawab Lay asal.

Ya?!” Ah Rin sukses mendaratkan jitakan mulusnya pada dahi Lay.

“Aww.. Sakit tau!” Lay refleks memegangi dahinya.

Ah Rin melepas kalungnya. Dilihatnya sebentar kalung itu, berharap menemukan sebuah petunjuk.

Eoh, Double R?” Ah Rin mengerutkan dahinya.

Mwoya?” Lay melihat kalung itusejenak. “Punya Ji-eun bukan seperti ini. Miliknya double A.”

Mereka berdua diam. Sontak mereka manatap mata satu sama lain. “Double A.. Double R?!”

“Jangan bilang kalau kau memang kembar dengan Ji-eun!” Lay sontak menunjuk Ah Rin.

“Sudah kubilang aku tidak tahu. Mungkin kau benar, ini hanya cincin biasa. Toh siapa juga yang tahu, walaupun miliknya Double A dan milikku Double R, bukan berarti sama. Dan namanya Ji-eun, tidak ada sangkut pautnya J dengan A.” jelas Ah Rin masuk akal.

“Kau berbeda. Jelas berbeda sekali. Ia begitu kalem, tidak cerewet sepertimu. Ah, aku menarik kata-kataku kalau kau mirip dengannya. Ck.” ujar Lay santai.

MWO?! MWORAGO?! YA! Zhang Yixing!!” Ah Rin sontak mencubit pipi Lay sambil meneriakkan nama asli Lay.

“Ya ya! Sakit! Lepaskan!” Lay menolak keras cubitan itu.

Andwae! Minta maaf!!” Ah Rin juga bersikukuh dengan cubitannya.

“Arraseo arraseo aku minta maaf. Sudah lepaskan… ” Akhirnya Lay menyerah.

Ah Rin melepaskan cubitannya kemudian meletakkan kepalanya lagi di meja. Lay mengusap pipi sebelah kirinya. Demi apapun cubitan itu keras untuknya. Mata Lay melihat Ah Rin kembali. Ekspresi Ah Rin berubah. Lay melihatnya sebentar. ‘eoh, dia menangis?’ batinnya.

Ah Rin membiarkan air matanya turun. Butiran bening di matanya liar turun melewati hidungnya. Menangis tanpa suara.

Lay merubah posisinya. Ia duduk tepat di samping Ah Rin. “Neogwaenchana? Maaf, aku melukai hatimu.” ujar Lay jujur.

Ah Rin bergeming. Matanya tetap menghadap keluar jendela walaupun sekarang terhalang oleh Lay. Kemudian Lay menariknya dalam pelukannya. Dan benar, Ah Rin menangis sejadi-jadinya setelah ia berada dalam dekapan Lay. Ia menumpahkan seluruhnya, seluruhnya yang ada di hatinya.

“Kenapa begitu rumit? Aku bingung,” gumam Ah Rin sembari terisak di tangisnya.

Gwaenchana. Semua butuh proses, terkadang, penjelasan tidak harus terburu-buru kan? Tapi, bisakah kali ini kau berhenti menangis, aku tidak suka melihat seorang perempuan menangis. Uljima..”

baby, please, don’t cry,” gumam Lay menenangkan.

***

 

to be continue

 

 

Haloo.. Ketemu lagi dengan chapter 1 “Baby, Don’t Cry” yaa.. Maaf yang udah nunggu lama. Makasih buat yang udah baca, Makasih buat admin yang udah ngepost, makasih para RCL. Pokoknya makasih buat semuanya. Kalau ada kata-kata yang kurang berkenan , author mohon maaf ya, namanya juga manusia. Yak, sekali lagi Terimakasih, Arigato, Gamsahamnida, ..

Sampai jumpa di chapter 2!! Pai Pai!! *daadaa ala Aerin*



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles