Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Klik, Klik, Klik!

$
0
0

 poster hanrong

Klik, Klik, Klik!

B y

exoticpanda

 

Xi Luhan & Park Chorong

Fluff, Romance

Teen

Ficlet

 

S ummary:

 

Klik, klik, klik.

Demikian suara-suara yang timbul jika hanya ada Luhan bersama dengan kameranya.

 

Klik

Klik

Klik

 

Dengan lincah jemari Luhan menekan sebuah tombol kamera DSLR hitam setelah membidikkannya dengan tepat pada sebelah matanya ke suatu objek. Sesaat ia menjauhkan kamera dari matanya, dan mulai melihat hasil jepretannya. Ia tersenyum.

 

“Oppa, bisa tolong fotokan kami?”

 

Luhan menoleh ke belakang. Setelah mendapati empunya suara, ia tersenyum lantas mengangguk.

 

“Satu, dua, tiga,” seru Luhan.

 

 

Bidikannya tak pernah meleset. Hasil jepretannya selalu memuaskan. Tidak blur, pencahayaannya baik, dan hasilnya sempurna. Kedua gadis itu melonjak terlalu girang melihat hasil fotonya.  Bukan hanya karena hasil fotonya yang memuaskan mereka, melainkan si pemotretnya turut menjadi faktor yang mendukung.

 

“Oppa, mengapa oppa terus memotret? Mau kuambilkan fotomu?” tanya salah satu dari gadis itu.

Luhan –lelaki yang menggantungkan kamera di lehernya itu, tak jemu memamerkan satu khas senyum mautnya yang mampu membuat para remaja tanggung itu bak ikan yang menggelepar di daratan.

 

“Tidak, terimakasih. Aku masih ingin memotret,” ujarnya.

 

Dan Luhan memang benar-benar menepati perkataannya. Ia masih saja membidikan lensa kameranya ke bermacam-macam objek yang ada di festival sekolahnya.

Ia memotret hiruk pikuk gerombolan yang tengah melingkar di depan panggung. Nampaknya para gadis itu tidak sadar jika Luhan tengah mengabadikan kegiatan rumpi mereka dalam format gambar. Lalu, Luhan memotret panggung festival sekolah mereka. Ia juga memotret para guru yang tengah berjalan ke sana ke mari.

 

Dan Luhan selalu tersenyum kala melihat hasil fotonya.

 

Saat ini Luhan tengah berada bersama Baekhyun dan Chanyeol yang tengah berselisih paham dan menghiraukannya di sebuah ruangan kelas yang dipergunakan sebagai ruangan tunggu bagi para penampil yang akan mempersembahkan pertunjukkan mereka di panggung.

 

“Tidak, Baek. Aku tidak akan menghilangkan bagian reffnya. Itulah klimaks dari permainan gitarku.”

 

“Aish, Park Chanyeol. Suaraku sedang parau dan serak. Jika kau tetap memaksa bagian itu, aku akan terlihat bodoh karena tidak bisa mencapai nada yang tinggi.”

 

“Kita akan melakukannya sesuai dengan latihan kita, Baek.”

 

“Tapi, Chan, aku tidak mau.“

 

“Kita akan melakukannya.”

 

“Ya! Park Chan—“

 

Klik

 

Baik Chanyeol maupun Baekhyun sama-sama melihat ke samping mereka, dekat pintu cokelat –satu-satunya akses untuk masuk ke ruangan ini dari luar. Mereka melupakan percekcokan mereka sejenak, dan kemudian melotot.

 

“Ya! Xi Luhan! Apa yang kaulakukan di sini?!” pekik Baekhyun. Sementara Chanyeol hanya diam, namun tidak menyangkal kata-kata Baekhyun.

 

“Wah, ekspresi kalian benar-benar alami. Aku suka.” Luhan tersenyum melihat hasil fotonya. Ia masih sibuk dengan kameranya. “Baiklah, selamat berargumentasi lagi, Tuan Park dan Tuan Byun. Fighting!” seru Luhan mengepalkan tangannya ke udara.

 

Baekhyun masih berdecak hingga Luhan ke luar dari ruangan itu.

 

 

Klik

Klik

Klik

Kali ini Luhan memotret kembali di belakang sekolahnya. Jemarinya terlalu sering menekan tombol untuk memotret. Sepertinya sebuah objek yang menarik perhatiannya. Kameranya tak lepas dari wajahnya, bahkan tak menuruni lekuk wajahnya barang sesentipun.

Setelah semakin dekat dengan seseorang yang ia potret, ia tersenyum.

Klik

Baik ia maupun gadis itu sama-sama terkejut. Blits mereka saling beradu. Si gadis dan Luhan sama-sama memotret satu sama lain. Dan saat itu juga, mereka menurunkan kamera mereka dari wajah mereka. Dan tersenyum dengan canggung kepada yang lain.

 

“Hai,” sapa si gadis. Canggung.

 

“Hai,” balas Luhan. Tidak terlalu canggung seperti si gadis.

 

“Su—sudah memotret apa saja?” tanya gadis itu. Kelihatan ia berusaha mencari-cari sebuah topik agar ia dan Luhan tak terlalu canggung. Namun nyatanya, kecanggungan itu belum dapat runtuh.

 

“Banyak hal. Bagaimana denganmu?”

 

“Ya, begitulah.”

 

“Apa sudah ada fotomu di kameramu?” Luhan bergiliran menatap si gadis dan kamera putih SLR nya.

 

“Oh, itu.” Gadis itu menjeda. Ia kemudian terkekeh sendiri. “Tidak, masih belum ada,” ujarnya sembari menggaruk tengkuknya.

 

 

“Kalau begitu, ayo kita berfoto, Chorong-ah.” Dan Luhan kembali memamerkan senyumannya kepada gadis bernama Chorong di depannya. Sebuah senyuman yang membuat gadis itu menjadi kembali tegang.

 

Gadis itu, Park Chorong namanya. Kakak dari Park Chanyeol, yang lumayan populer karena paras dan permainan gitarnya. Sementara kakaknya cenderung menutup diri dari banyak orang. Ia memilih berduaan dengan kamera SLR nya daripada harus berinteraksi dengan orang lain. Ia lebih memilih membaca buku di perpustakaan daripada harus menyapa orang lain.

 

Namun anehnya, Chorong lebih memilih menganggurkan kameranya menggantung di leher, dan tersenyum bersama Luhan di bangku taman.

 

“Setelah hitungan ke tiga, katakan Cheese. Satu, dua, tiga, cheese.” Baik Luhan maupun Chorong tergelak sesudahnya. Mereka sama-sama tertawa kembali ketika mengamati hasil foto di kamera DSLR milik Luhan. Chorong dan Luhan duduk berdekatan, dan wajah mereka hampir saling bersentuhan. Mereka membentuk V sign sementara saling tersenyum. Foto yang indah.

 

“Kali ini, setelah hitungan ketiga, katakan soju. Satu, dua, tiga, sojuuu.”

 

Lagi, mereka tertawa bersama. Chorong dan Luhan sama-sama memajukan bibirnya di foto karena mengucapkan soju.

 

Sudah berpuluh menit mereka tersenyum di depan lensa kamera, tergelak, dan saling meledek. Sudah puluhan cibiran Luhan lontarkan pada Chorong akan hasil fotonya. Dan Chorong juga ikut membalas Luhan. Nampak kecanggungan yang mula-mula ada pada diri Chorong meluntur. Ia kini tertawa tanpa beban.

 

“Kali ini, ayo kita berfoto dengan kameramu. Boleh ‘kan?”

 

“Oh, tentu saja,” jawab Chorong.

 

Kemudian gadis itu menghidupkan kembali kameranya yang sempat mati. Ia mengutak-atik untuk mempersiapkan kameranya sejenak.

 

Klik

 

Dengan cepat Chorong menoleh ke sumber suara jepretan kamera. Benar saja, Luhan mengambil fotonya.

 

“Ya, jelek sekali mukamu Park Chorong, jika aku mengambil fotomu tiba-tiba,” ujar Luhan. Ia berdecak sembari melihat hasil fotonya.

 

“Apa kau bilang?” Chorong nampak sedikit kesal.

Klik

Ekspresi Chorong mulai kesal bercampur bingung. Lagi-lagi Luhan mengambil fotonya tiba-tiba.

 

“Tentu aku bercanda. Kau nampak begitu cantik, tahu,” ujarnya.

 

Tak perlu menunggu lama hingga sudut bibir Chorong tertarik tanpa ia komando dan membentuk seulas senyum malu-malu. Terlihat juga semburat kemerahan di pipinya.

 

Klik

 

Dan jepretan Luhan kali ini membuat Chorong segera sadar.

 

“Ya, aku mendapatkan banyak ekspresi darimu. Ekspresi serius, marah, dan yang terakhir… Aku suka yang terakhir,” goda Luhan.

 

Akhirnya Chorong pun paham dengan tindakan Luhan. Segera ia memajukan bibirnya dan berteriak kesal pada lelaki itu.

Klik

“Ekspresi marah.”

 

“Ya! Xi Luhan!”

 

Klik

 

“Ekspresi penindas—AW!” pekik Luhan kala tangan Chorong memukul lengannya.

 

Klik

Klik

Klik

Namun, Luhan tidak gampang untuk terkalahkan begitu saja. Dengan lincah jemarinya masih terus mengabadikan momen manisnya bersama Chorong.

 

Ya, Chorong, gadis yang membuat Luhan tertarik untuk menggeluti fotografi di sekolahnya, hanya semata agar ia bisa memiliki kesamaan dengan gadis itu.

 

Bukankah kesamaan adalah awal untuk saling mengenal lebih?

 

:::

 

Here we are.

Mind to review?

Visit my blog too for other stories, exoticpanda.wordpress.com

 



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles