FINALLY… [3rd Honestly]
Title : FINALLY… [3rd Honestly]
Main Cast :
Park Chanyeol EXO
Kang Jangmi–OC/YOU
Baeksoon–OC and others OCs
Genre : Romance, Life Slide
Author : Lee-young
Length : Oneshot (3873 words)
Rating : PG-17
Note : Finally, kisah ini sampai juga pada ujung dari penantian Chanyeol-Jangmi. Apa yang akan terjadi di dalamnya author harap bisa menjadi pelajaran untuk kita yang mulai tidak sabar dengan yang bernama ‘penantian’. Maaf atas segala salah kata, dan terima kasih apresiasinya ^3^)
*
Matahari di musim semi masih saja secerah biasanya. Langit pun tak berkurang keindahannya. Setiap malam masih ada banyak bintang yang berkilauan. Air hujan juga masih terasa menyejukkan jika kita julurkan telapak tangan keluar jendela.
Intinya, semua masih sama saja.
Tidak ada yang berkurang.
Tidak ada yang hilang.
Padahal hari ini sudah hampir 6 tahun semenjak Jangmi memutuskan untuk meninggalkan perasaannya. Perasaan yang masih saja dia simpan sebagai rahasia dalam diam. Walaupun waktu sudah bergulir cepat dan mengizinkannya untuk mengungkapkan semua yang pernah dia rasakan.Tapi diam tetap menjadi pilihan terbaik dalam kehidupannya.
Ketika banyak wanita bercerita tentang cinta lama mereka, Jangmi memilih tersenyum sambil berkata kalau dia tidak memiliki sebuah cerita cinta di masa lalu. Diam masih menjadi senjata ampun seorang Kang Jangmi. Walaupun terkadang dia tergoda untuk berbicara, tapi pertahanannya selalu saja mencekik kuat kerongkongannya agar tak bercerita.
Sama seperti minggu sore ini, ketika Jangmi duduk di café bersama tiga teman kerjanya. Menikmati momen-momen santai sebelum rutinitas senin menyapa mereka.
“Kalau mengingat masa kuliah dulu, aku benar-benar tidak habis pikir kenapa aku bisa suka dengan laki-laki semacam Jongin,” Haneul bercerita sambil mengaduk jus jeruk di depannya.
“Padahal Jongin itu tak lebih dari seorang playboy cap buaya. Terakhir kali aku dengar, dia sudah menghamili 2 orang gadis SMA dan dua-duanya memilih untuk bunuh diri,” lanjut Haneul.
“Bunuh diri? Lalu bagaimana nasib Jongin jika korban keganasannya itu bunuh diri?” Jisoon bertanya dengan matanya yang dibulatkan. Sementara Jangmi hanya mengangguk-anguk antusias. Setuju dengan pertanyaan Jisoon yang baru saja terlontar.
Haneul tampak menghela napas.
“Aku dengar, Jongin melarikan diri dan masih jadi buronan. Keluarga kedua korban tidak terima dengan perlakuan Jongin yang terlalu menghinakan anak mereka. Tapi entahlah jika sekarang dia sudah tertangkap. Aku sudah malas mengikuti beritanya semenjak aku tahu jika Jongin bisa setega itu,” jawab Haneul dengan nada kecewa yang berlebihan.
“Aish… sungguh buaya,” desah Jisoon lalu meraih jus alpukatnya.
Jangmi pun menghela napas. Wanita itu menarik cangkir kopinya lalu mulai menyesapnya perlahan. Aroma khas kopi yang masuk ke garba penciumannya mengawali semua memori lama di masa kuliah. Tidak ada yang asing dengan cerita Haneul barusan. Playboy cap buaya, penarik wanita, dan semua yang Haneul katakan untuk mendeskripsikan sosok Jongin dalam ceritanya begitu familiar di telinga Jangmi.
Bukannya Jangmi menganggap jika Chanyeol itu setara dengan Jongin dalam cerita Haneul. Chanyeol masih punya batasan dalam mempermainkan perasaan wanita. Laki-laki itu masih memiliki banyak sisi baik yang hingga saat ini Jangmi rindukan.
Jangmi menurunkan cangkir kopinya. Wajahnya sudah mengarah ke Haneul dan Jisoon yang mulai menceritakan kisah-kisah lama selanjutnya. Wajahnya berekspresi biasa seakan-akan tidak ada yang terlintas di pikirannya.
Tapi Haneul malah secara tiba-tiba menatap Jangmi yang memposisikan dirinya untuk mendengar. Membuat Jangmi sedikit tersentak hingga membulatkan mata.
“Kalau kau bagaimana Jangmi? Kisah apa yang kau punya di masa kuliah?”
Pertanyaan Haneul seperti runtuhan langit-langit café yang menimpanya dalam sekejap. Jika saja ada yang bisa merasakan perasaan Jangmi, ketika pertanyaan itu meluncur dan menghantam gendang telinganya, dadanya langsung berdesir tak nyaman. Rasa sesak, sakit, dan nyeri langsung menjalar ke seluruh bagian tubuh Jangmi.
“Aku? Tidak ada. Masa kuliahku biasa saja,” tapi inilah Jangmi. Wanita itu malah tersenyum konyol sambil berekspresi sok malu karena tidak punya cerita so sweet di masa lalu. Tidak peduli kalau jauh di dalam sana pertahanan Jangmi hampir goyah. Tidak peduli jika bayangan Chanyeol mulai berlarian di dalam kepalanya. Kebaikan Chanyeol mulai terbayang di setiap sudut lipatan otaknya.
Haneul dan Jisoon mendesah kecewa. Haneul yang langsung memutar bola matanya, dan Jisoon yang mendengus sebal membuat Jangmi semakin terkekeh sambil memainkan cangkir kopinya.
“Kau ini manusia atau bukan,eoh? Kenapa kehidupanmu datar-datar saja? Sejak pertama kali kita bertemu, kau ini seperti tidak punya kisah yang pantas untuk dikenang,” kata Jisoon sewot.
“Enak saja! Aku juga manusia yang punya banyak cerita, kau tahu?” kilah Jangmi. Semakin meyakinkan keadaan jika Jangmi memang tidak punya cerita.
“Kalau begitu apa?!!!”
“Ceritaku di toko buku yang–”
“Aish!!! Itu lagi!!!”
ΩΩΩ
Langkah Jangmi menjadi satu-satunya suara yang terdengar malam ini. Jam masih menunjukkan pukul 8 malam, namun gang menuju apartemen Jangmi sudah sepi dari pejalan kaki.
Wanita itu berjalan sembari memainkan selempangan tasnya. Sementara wajahnya terkadang mendongak. Menatap taburan bintang-bintang yang begitu indahnya menghiasi langit malam.
Jangmi memang sering menekan tombol refresh untuk mengulang loading webpage yang gagal terbuka karena hilang sinyal. Tapi malam ini, pertama kalinya Jangmi mengizinkan otaknya merefresh sendiri perasaannya di masa lalu.
Semua yang diceritakan Haneul dan Jisoon berhasil membuat Jangmi ingat dengan setiap perasaan yang pernah ada untuk laki-laki itu.
Bayangan wajah ramah Chanyeol ketika berhadapan dengannya masih saja sama dengan bayangannya enam tahun lalu. Lengkung bibir Chanyeol seakan terlukiskan oleh taburan bintang hingga membentuk rasi tersendiri. Semuanya sempurna kembali. Perasaan dalam diam ini sempurna melengkapi setiap potongan kisah rahasianya malam ini.
“Seonsaengnim!” namun suara yang begitu familiar membuat semua yang berputar di dalam otak Jangmi seketika terhenti.
Jangmi menolehkan kepalanya.
“Jangmi seonsaengnim!!!” sekali lagi suara itu terdengar dengan nada riang dari arah belakang. Bersamaan dengan langkah terburu yang ingin segera mendekati Jangmi yang berdiri di bawah lampu jalanan.
“Baeksoon?” lirih Jangmi ketika melihat seorang gadis remaja berlari menuju kearahnya.
Jangmi membenarkan posisi tubuhnya untuk menghadap kearah Baeksoon. Wanita itu mengerutkan keningnya ketika melihat gadis seusia Baeksoon masih berkeliaran di luar pada pukul 8 malam. Karena Jangmi tahu jika Baeksoon masih berusia 16 tahun, kelas 1 SMA dan merupakan siswi teraktif dalam kelas yang diampu Jangmi. Ya, Jangmi memang seorang guru muda yang baru mengajar di SMA Dae Hak Gyo selama 2 tahun terakhir.
“Seonsaengnim! Untung aku bertemu seonsaengnim disini” Baeksoon segera membungkukkan tubuhnya setelah sampai di hadapan Jangmi.
“Semalam ini kenapa kau masih berkeliaran di luar, Baeksoon? Besok senin kau harus masuk sekolah, kan?”
Baeksoon malah tersenyum lalu mengeluarkan selembaran dari dalam tas coklatnya.
“Ini saem,” kata Baeksoon sambil menyerahkan selembaran berwarna putih kepada Jangmi.
“Aku baru saja jalan-jalan dengan teman-temanku dan kami melewati kawasan Seoul University,” Baeksoon memulai ceritanya. Membuat Jangmi yang baru saja menerima selembaran segera mengangkat wajah dan menatap Baeksoon.
“Dan tadi ada kakak-kakak mahasiswa yang memberikan selembaran itu kepada kami. Katanya selembaran itu berhubungan dengan Sains-Expo yang digelar di SNU”
“Oh ya?” tanya Jangmi lalu kembali menatap selembaran. Sementara Baeksoon hanya mengangguk dan mengulum bibirnya sambil ikut-ikutan melirik selembaran yang tengah Jangmi baca. Sesekali gadis itu tersenyum sendiri. Tidak sabar menanti reaksi Jangmi setelah selesai membaca selembaran itu.
“Olimpiade Sains?” Jangmi mengerutkan keningnya setelah membaca baris terakhir di antara list acara yang tercantum dalam selembaran. Wanita itu menatap Baeksoon yang sudah sempurna nyengir di depannya.
“Jadi di SNU akan diadakan olimpiade sains satu bulan lagi?” tanya Jangmi.
Baeksoon mengangguk, “Ye, saem. Satu bulan lagi. Dan sejak SMP, aku selalu ingin mengikuti acara semacam itu”
Jangmi kembali menatap selembaran lalu menatap Baeksoon secara bergantian. Raut wajahnya secara perlahan berubah dari kaget menjadi sumringah. Olimpiade Sains memang hal yang paling Jangmi tunggu untuk diikuti oleh siswa-siswanya. Jangmi ingin siswanya merasakan bagaimana atmosfir persaingan dengan memperjuangkan nama sekolah mereka. Jadi informasi ini secara mendadak membuat Jangmi lupa dengan perasaannya. Sempurna lupa!
“Kau ingin ikut acara ini?” tanya Jangmi tak kalah antusias.
“Ye, neeeeoooomuuuuu hagoooooshipeoooseo seonsaengnim!!”
Jawaban Baeksoon membuat Jangmi mengangguk-angguk dan tersenyum lebar, “Joa. Baik kalau begitu. Tapi, berikan alasan kepadaku kenapa kau ingin mengikutinya, Baeksoon?”
“Karena acara itu acara yang saaaangaaat keren, saem. Selain itu, aku juga ingin membuktikan kepada keluargaku jika aku ahli sains dan akan tetap berada di jalan sains. Keluargaku keluarga sains, saem. Ibu, ayah, dan kakakku orang sains. Jadi aku harus berada disini, agar bisa menyamai mereka di bidang sains,” kata Baeksoon sambil menunjuk-nunjuk selembaran digenggaman Jangmi.
Jangmi sempat melongo mendengarnya. Walau semenit kemudian dia sudah menahan tawa karena tingkah Baeksoon barusan. Tingkah yang entah kenapa malah mengingatkannya pada tingkah seseorang di masa lalu. Tingkah konyol Baeksoon yang tidak asing di mata dan ingatan Jangmi malam ini.
ΩΩΩ
“Untuk setiap penumpang, dimohon memasang sabuk pengaman karena tengah terjadi turbulence”
Dengan tenang laki-laki itu melingkarkan sabuk pengaman ke perutnya, sebelum akhirnya kembali bersandar di kursi sembari menatap keluar jendela pesawat.
Goncangan pesawat karena turbulansi tidak hanya satu dua kali dia rasakan. Bahkan bisa dibilang jika setiap penerbangannya selalu saja disertai momen-momen tak menyenangkan semacam ini. Tapi entah kenapa, turbulansi kali ini membawa kesan berbeda di dalam dadanya.
Goncangan-goncangan yang membuat beberapa penumpang memekik tertahan, malah membuat dadanya berdesir tak jelas. Berdesir dengan arti yang berbeda.
Langit malam yang tampak di luar sana semakin membuat goncangan fisik pesawat sempurna berpindah ke dalam diri laki-laki ini. Langit malam itu pula yang memberitahu jika sebentar lagi Seoul akan menyambutnya. Menyambutnya dengan segala kenangan dan hal-hal yang dia pendam semenjak dia sadar jika tak semua gadis bisa dia dekati dengan cara biasa.
ΩΩΩ
Jangmi sibuk mencari informasi terkait olimpiade sains yang akan Baeksoon ikuti satu bulan lagi. Baeksoon sudah resmi menjadi wakil SMA Dae Hak Gyo untuk olimpiade sains bidang Biologi. Sementara dua siswa lain dari tingkat dua pun sudah dipilih oleh pihak sekolah untuk maju di bidang Fisika dan Kimia.
Setiap informasi selalu Jangmi catat di buku kecil warna birunya. Mulai dari ketentuan berkas hingga contact person yang tertera di webpage olimpiade tak luput dari perhatian Jangmi. Padahal jika Jangmi mau, Jangmi bisa klik link ‘download’ untuk mendapatkan semua informasi terkait olimpiade dalam bentuk pdf. Tapi Jangmi sadar jika kehidupannya tidak harus based on technology. Ada kalanya dia tidak sempat membuka ponsel, atau ipad yang selalu berada di dalam tasnya.
“Kang Jangmi-ssi,” suara berat terdengar ketika Jangmi tengah menulis ketentuan berkas yang harus dibawa. Wanita itu langsung menghentikan aktivitasnya dan menoleh kearah belakang. Tampak Kepala Sekolah berjalan menuju kearahnya dan membuat Jangmi langsung berdiri untuk membungkukkan tubuhnya.
“Selamat siang, saem,” sapa Jangmi sopan.
“Siang”
“Ada keperluan apa yang membuat anda sampai datang menemui saya saem?” Jangmi bertanya pelan.
Kepala sekolah tampak menghela napas lalu tersenyum ramah.
“Untuk Olimpiade Sains satu bulan lagi, aku ingin seonsaengnim yang menjadi pembimbing serta pendamping untuk bidang Biologinya,” ucap Kepala Sekolah.
“Saya?” Jangmi menunjuk dirinya sendiri. Jelas sekali jika Jangmi tidak percaya dengan perkataan Kepala Sekolah yang menginginkannya menjadi pendamping Baeksoon, mengingat di sekolah ini ada satu lagi guru Biologi yang masih lebih senior ketimbang Jangmi.
“Ye, kau. Bagaimana? Kau bersedia kan?”
“Tapi, bagaimana dengan Samgil seonsaengnim? Beliau masih lebih berpengalaman daripada saya, saem” jawab Jangmi sembari terkekeh sungkan.
“Jan, kau ini! Samgil yang menyarankanku untuk memilihmu. Kau ahli di bidang molekuler katanya”
“Ah, tidak saem. Saya hanya.. ”
“Sudah jangan banyak berkilah. Lagipula, kau sudah lebih siap menjadi pendamping olimpiade dari pada Samgil,” Kepala Sekolah menggerak-gerakkan alisnya sembari melirik kearah meja Jangmi. Monitor yang menampilkan webpage olimpiade dan buku kecil dengan ballpoint diatasnya semakin membuat Jangmi tak bisa berkilah lagi.
Jangmi tak bisa berkata apa-apa kecuali hanya tersenyum dan mengangguk sungkan.
“Baiklah kalau begitu, mulai nanti siang kau hubungi anak yang mewakili sekolah kita dan berikan bimbingan setelah jam sekolah selesai. Untuk tempatnya, diutamakan menggunakan ruang kelas. Namun jika kau ingin di tempat lain, tidak masalah. Semua aku serahkan kepadamu”
ΩΩΩ
“Kalau boleh aku tahu, tahun ini berapa usia seonsaengnim?” pertanyaan itu meluncur dengan begitu mudahnya dari bibir Baeksoon.
Malam ini mereka masih berada di ruang kelas, dan baru saja selesai menjalani bimbingan olimpiade yang sudah berlangsung sejak dua jam lalu.
Jangmi yang tengah menghapus tulisan di papan tulis, langsung menghentikan gerakannya untuk menoleh. Wanita itu tersenyum sebelum akhirnya kembali menghapus tulisan di depannya.
“Tahun ini, tepat 27 tahun,” jawab Jangmi santai.
Baeksoon membulatkan mulutnya sambil mengangguk-angguk paham.
“Seonsaengnim sudah menikah?” lanjut Baeksoon lagi.
Jangmi yang sudah selesai menghapus tulisan di papan tulis, terkekeh lalu berjalan mendekati Baeksoon. “Belum bertemu dengan jodoh,” jawab Jangmi sembari meraih tasnya di meja.
Baeksoon ikut tertawa lalu bangkit dari kursinya. Gadis itu berjalan mendekati Jangmi dan menatap gurunya dengan mata bulatnya yang indah dan selalu saja penuh dengan keceriaan. Sorot mata yang begitu familiar di mata Jangmi.
“Semoga seonsaengnim cepat bertemu dengan jodoh dan menikah sebelum berusia 28 tahun,” Baeksoon terkekeh ketika mengatakan kalimat itu. Membuat Jangmi mengerutkan kening sambil menahan kekehannya.
“Memang kenapa harus sebelum 28 tahun? Yang namanya jodoh, tidak ada yang pernah bisa menebaknya Baeksoon,” jawab Jangmi. Wanita itu mulai melangkah untuk keluar kelas, diikuti oleh Baeksoon.
“Tapi kalau sampai usia 28 tahun belum juga menikah, keluargamu yang akan kebingungan untuk mencarikanmu jodoh, saem. Banyak yang seperti itu”
“Memang siapa contohnya?”
“Kakakku sendiri. Usianya sekarang sudah hampir 28 tahun, tapi belum juga menikah. Dan dia itu super duper menyebalkan!!!”
“Oh ya? Memang kenapa?”
“Dia itu kakak paling menyebalkan di dunia, saem. Dia pintar sih, tapi pelit. Masa dia sibuk melakukan penelitian ini itu di seluruh dunia tapi tidak mau mengajari adiknya sendiri. Dia itu sainstis paling aneh sepanjang masa-lah pokoknya. Kakak paling absurd”
Jangmi terkekeh mendengar omelan dadakan Baeksoon. Gadis itu tampak begitu lucu ketika mengomentari kakaknya sendiri.
“Tapi tetap saja dia kakakmu, kan? Kau sayang kan dengannya?”
Baeksoon mengerutkan keningnya. Pura-pura berpikir keras.
“Hm.. bagaimana ya? Sayang tidak ya? Bagaimana kalau pertanyaan seonsaengnim yang itu aku skip saja?”
Jangmi semakin terbahak.
“Kau ini! Tapi kan kakakmu keren bisa menjadi saintis”
“Keren darimana jika dia hanya pulang selama dua tahun sekali semenjak lulus kuliah?” sewot Jangmi. “Tapi memang iya sih, dia keren. Mantan nya saja banyak” lanjut Baeksoon.
“Ha?”
“Ah lupakan! Masa lalu kakak ku itu juga absurd. Tidak ada satu gadis pun yang dia cintai dengan setulus hatinya”
“Masa?”
“Aku berani bersumpah!!”
Dan pembicaraan mereka pun terus berlanjut di sepanjang koridor sekolah. Membicarakan kakak Baeksoon, keabsurd-annya, dan segala hal-hal konyol yang berkaitan dengan ‘kakak aneh’ yang walaupun aneh tapi Baeksoon bangga punya kakak seperti kakaknya. Membuat Jangmi kadang harus menghentikan langkah karena terbahak dengan cerita Baeksoon yang hiperbolis. Sungguh, Baeksoon seperti membawanya kembali ke masa lalu. Baeksoon seperti membawa Jangmi ke sebuah kondisi tak terdefinisikan.
Pembicaraan mereka terus saja bersambung dan baru berhenti ketika Baeksoon melambaikan tangannya karena sebuah mobil sedan hitam tampak menunggu di ujung jalanan.
“Seonsaengnim, Jeo galgeoyaaaaaaa” teriak Baeksoon setengah banmal setengah formal. Gaya santai khas Baeksoon yang selalu membuat Jangmi melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.
ΩΩΩ
“Ah, joa..” desah Baeksoon sesaat setelah dia menghempaskan dirinya di jok mobil. Gadis itu bersandar dan segera menatap sosok laki-laki yang sudah mulai bersiap untuk menjalankan mobilnya.
“Kenapa wajah oppa seperti itu? Penelitian di China gagal? Atau jangan-jangan kau sudah diminta kembali kesana lagi? Kau kan baru di Korea selama 3 hari!” ceplos Baeksoon asal.
“Jadi wanita itu pembimbing-mu untuk maju olimpiade?”
Baeksoon mengerutkan kening ketika mendengar tanggapan kakaknya. Pertanyaannya apa, jawabnya apa.
“Iya, dan dia punya nama” jawab Baeksoon pada akhirnya. Masa bodoh lah dengan sikap kakaknya yang aneh ini. Toh dia kan memang kakak teraneh sepanjang masa.
Laki-laki itu melirik adiknya yang tengah memasang sabuk pengaman.
“Siapa?”
“Kang Jangmi seongsaengnim, Park Chanyeol oppa”
Jawaban itu langsung membuat dada Chanyeol berdesir tak jelas.
Membuat Chanyeol semakin ingat dengan satu-satunya perasaan yang tetap dia jaga dalam diam. Satu-satunya perasaan yang tulus dan suci untuk Chanyeol pertahankan. Satu-satunya perasaan yang menuntutnya untuk menjadi lebih baik lagi demi memantaskan dirinya untuk seorang Kang Jangmi.
Satu-satunya perasaan yang membuatnya berjanji untuk tidak menyentuh Jangmi hingga dia pantas meminta wanita itu menjadi pelengkap dari separuh kehidupannya.
Satu-satunya perasaan yang tanpa Chanyeol atau pun Jangmi sadari, tidak pernah bertepuk sebelah tangan dan akan selalu terbalaskan.
“Kang Jangmi?” lirih Chanyeol dengan suaranya yang bergetar hebat.
Chanyeol mulai menginjak gas. Laki-laki itu menelan ludah dan berusaha keras untuk mengontrol setiap gerakan tubuhnya.
“Baeksoon-a”, kata Chanyeol pelan. Matanya masih menatap kearah jalanan. Sementara Baeksoon yang tengah bermain ponsel langsung menolehkan kepalanya.
“Apa kau mau mendengar cerita singkat dari oppa?”
Dan malam ini, semua kisah tersembunyi dua insan manusia mulai terangkai bersama ratusan bintang yang bertaburan di atas sana. Semua rahasia yang hanya diketahui Tuhan, sudah diizinkan terkuak walau hanya dari satu pihak.
Penghuni langit menyaksikan pengakuan tulus Chanyeol. Tuhan sudah mengizinkan Chanyeol berjalan gagah untuk meminta Jangmi menemani sisa usia dan kehidupannya.
Baeksoon mengusap matanya yang berair tanpa gadis itu sadari. Wajah kakaknya yang memerah, dan suara kakaknya yang bergetar membuat Baeksoon mengangguk antusias di dalam mobil yang berjalan dengan kecepatan 40 km/jam.
Baeksoon tahu, sekarang kakaknya sudah berubah. Kakaknya berhasil berubah.
ΩΩΩ
A Month later….
“Seonsaengnim, kalau boleh aku tahu sebenarnya seonsaengnim ini berasal dari mana?” pertanyaan Baeksoon selalu saja tak terduga.
Malam ini, malam terakhir pembinaan Baeksoon sebelum gadis itu maju olimpiade sains di SNU.
Jangmi yang baru meletakkan spidol di meja langsung menatap Baeksoon yang duduk di hadapannya.
“Busan” jawab Jangmi riang.
“Wuah… Busan kan terkenal karena pantainya!!! Tapi aku jarang pergi ke Busan sih saem”
“Kalau begitu setelah selesai olimpiade bagaimana kalau kita ke Busan? Seonsaengnim ingin kau mendapatkan reward atas usahamu. Gratis dari seonsaengnim,” kata Jangmi kepada Baeksoon yang sudah membulatkan matanya tak percaya.
“Benarkah?”
Jangmi mengangguk.
“Amm… begini saja, aku mau ke Busan. Tapi, tidak gratis seperti yang seonsaengnim tawarkan”
“He?”
“Iya, aku tidak mau yang gratis. Aku ingin pergi kesana bersama keluargaku dan berlibur selama seharian penuh. Tapi nanti tidurnya di rumah seonsaengnim. Bagaimana?”
“Jadi kau menyamakan rumahku dengan wisma?”
“Kurang lebih,” jawab Baeksoon sambil terkekeh.
Jangmi ikut tertawa lalu mengusap lembut rambut Baeksoon. Gadis ini benar-benar mengingatkannya dengan seseorang. Gadis ini begitu tulus menyayangi keluarga. Begitu peduli dengan keluarganya.
“Ya sudah, boleh. Tapi kau harus berusaha untuk olimpiademu besok lusa. Janji?”
“Janji!” jawab Baeksoon sembari terkekeh. Gadis itu segera membereskan barang-barangnya dan berdiri untuk bersiap pulang.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke gerbang sekolah. Berbicara apa adanya, dan mengomentari hal-hal ringan yang ada di tayangan tv akhir pekan. Sesekali Baeksoon memainkan ponselnya, tapi gadis itu tidak pernah kehilangan konsentrasi untuk menanggapi setiap perkataan Jangmi yang tertuju untuknya.
Hingga akhirnya, waktu benar-benar memberikan kejutan untuk Jangmi.
Kilauan dari sepatu warna hitam di depannya membuat Jangmi menghentikan langkah. Celana hitam dan kemeja biru berlengan panjang membuat napas Jangmi seperti terhenti di tengah kerongkongan.
Dia kenal dengan penampilan semacam ini. Sangat mengenalnya.
“Seonsaengnim, perkenalkan…. dia kakakku,” ucap Baeksoon lirih.
Sama persis dengan ‘skrip’ yang telah dia susun kemarin sore. Hanya saja, suara lirih Baeksoon sudah bukan bagian dari skrip lagi. Dalam skrip, Baeksoon berkata dengan nada biasa. Tapi kenyataannya, Baeksoon gagal menjalankan semua yang mati-matian sudah dia latih di rumah selama semalaman. Melihat sorot mata kakaknya ketika menatap Jangmi. Melihat mata Jangmi yang membulat ketika melihat kehadiran Chanyeol. Dan melihat sorot mata keduanya yang berarti sama, membuat Baeksoon tidak ingin menganggu pertemuan mereka berdua malam ini. Baeksoon bisa merasakan betapa bahagianya Chanyeol ketika melihat wajah Jangmi yang memang menenangkan. Bagaimana terharunya Chanyeol ketika melihat sosok Jangmi yang sudah sangat dia rindukan.
Malam ini semua seperti siap untuk menjelaskan jalan cerita mereka. Bukan hanya Chanyeol atau pun Jangmi, bahkan bulan dan bintang, hembusan sepoi angin malam, dan mungkin juga matahari yang saat itu masih berada di belahan bumi lain pun ingin menjelaskan jalan cerita mereka.
Mereka berdua hanya saling menatap selama dua detik pertama, sebelum akhirnya Jangmi mulai tersenyum dan menyapa. Sapaan yang untuk pertama kalinya terdengar kaku dan bergetar. Sapaan yang untuk pertama kalinya membuat mata Jangmi berkaca karena kerinduan yang secara mendadak buncah keluar.
Begitu pula Chanyeol yang terjebak dalam kondisi yang sama.
Tidak ada lagi kedipan mata genit yang dulu selalu menjadi senjata andalan. Tidak terdengar lagi sapaan penuh rayuan yang dulu selalu saja dia lontarkan. Tidak ada lagi keinginan untuk melihat polesan make up atau wajah cantik seperti ketika jaman dia kuliah. Wanita di depannya pantas untuk menjadi lebih dari sekedar tempat pelampiasan keinginan labil Chanyeol. Wanita di depannya, lebih dari sekedar pantas untuk dia jemput dengan jemputan paling terhormat yang pernah Chanyeol punya
“Kang Jangmi…”
ΩΩΩ
A day, that has come…
Pagi ini tak seperti pagi-pagi sebelumnya. Ruang keluarga kecil yang biasanya hanya diperuntukkan menonton televisi, hari ini menjadi penuh dengan beberapa orang asing yang belum pernah Busan lihat sebelumnya.
Ayah Jangmi yang biasanya suka bercanda dan tertawa jenaka, pagi ini menatap serius seorang laki-laki yang duduk tepat di hadapannya. Tidak peduli jika laki-laki di depannya sibuk menelan ludah dan mengatur ekspresi wajah, tapi ayah Jangmi semakin tegas menatap Chanyeol yang sibuk dengan kegugupannya.
“Jadi maksud kedatangan kami kesini, yang pertama adalah untuk menjalin tali persaudaraan dan yang kedua…” kalimat itu membuat ayah Jangmi langsung menatap tuan Park yang duduk di samping Chanyeol.
Chanyeol hanya menelan ludah. Sementara Jangmi yang duduk di samping ayahnya, hanya menunduk dengan memainkan jemarinya. Wanita itu masih belum percaya jika sebentar lagi dia akan mendengar semuanya. Tulus dari pihak keluarga Chanyeol.
“Yang kedua, uri Chanyeol ingin mempersunting Kang Jangmi untuk melengkapi separuh dari kehidupannya. Jadi, kami menanyakan kesediaan keluarga ini untuk menerima lamaran anak kami, Park Chanyeol kepada Kang Jangmi”
Ayah Jangmi melirik Jangmi yang duduk di sampingnya lalu melihat Chanyeol secara bergantian.
Ayah Jangmi menarik napas. Dia tahu apa yang harus dia lakukan.
“Sebagai ayah dari Kang Jangmi, saya tidak bisa memutuskan ini semua. Untuk itu…” ayah Jangmi meraih tangan Jangmi. Meminta Jangmi untuk mengangkat wajahnya. Meminta Jangmi untuk menatap Chanyeol yang sudah pucat pasi duduk di hadapannya pagi ini. Meminta Jangmi untuk menguatkan Chanyeol yang sudah mati-matian mengeluarkan semua keberanian yang dia punya di sepanjang kehidupannya.
“Kang Jangmi, apa kau menerima lamaran keluarga Chanyeol?”
Pertanyaan itu membuat Jangmi menelan ludah. Wanita itu sekarang menatap Chanyeol yang semakin pucat di hadapan ayahnya. Tampak napas Chanyeol terengah saking gugupnya. Butiran-butiran keringat sebesar biji jagung tampak mengalir membasahi keningnya. Dan itulah yang membuat Jangmi tersenyum lembut untuk beberapa detik dalam diam.
Pertama kalinya dalam hidup Jangmi, dia melihat Chanyeol tampak begitu khawatir dengan semua yang akan terjadi. Pertama kalinya dalam hidup Jangmi, dia melihat sorot pengharapan yang begitu besar dari mata seorang Park Chanyeol.
Dan saat inilah, untuk pertama kalinya dalam hidup Jangmi, dia akan membiarkan perasaan dalam diamnya terumbar dan diketahui oleh banyak orang.
Jangmi menghela napas. Wanita itu menarik tangan yang digenggam ayahnya lalu menumpukannya di atas paha.
Tegas.
Dia menatap Chanyeol yang tampak gemetar di hadapan ayahnya, sembari itu tersenyum lembut kepada Chanyeol yang hampir pingsan menanti jawaban dari calon istrinya.
Pagi ini, suara ombak menjadi latar belakang dari jawaban Tuhan atas penantian mereka. Sinar matahari pagi menjadi penghias wajah-wajah yang sebentar lagi akan bersanding dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Perasaan dalam diam mereka, sudah jelas jika dihargai sebagai doa. Doa yang Tuhan kabulkan dengan cara yang tak terduga. Doa yang Tuhan kabulkan sebagai balasan penjagaan yang senantiasa mereka lakukan bersama-sama.
Jangmi semakin dalam menatap manik mata laki-laki di depannya. Wajah lembutnya sekarang berekspresi tenang dan juga menenangkan siapapun yang melihat. Membuat Chanyeol secara perlahan bisa mengatur detak jantungnya.
Sedetik kemudian, Jangmi menganggukkan kepala. Tersenyum lalu menoleh kearah ayah yang duduk di sampingnya.
“Iya, aku menerimanya ayah. Aku bersedia” ucap Jangmi lirih namun terdengar nyaring di telinga siapapun yang mendengar. Membuat banyak diantara anggota keluarga berpelukan. Banyak airmata yang mengalir karena bahagia. Terharu melihat sebuah kisah cinta tulus yang tak pernah ternodai oleh janji-janji ala anak muda. Terharu melihat cara penjemputan paling terhormat yang pernah seorang laki-laki lakukan untuk wanita impiannya.
Chanyeol pun tak bisa menahan senyumannya. Laki-laki itu tertawa bahagia lalu memeluk ayah di sampingnya. Begitu pula Jangmi yang langsung dipeluk haru oleh ibu Chanyeol dan juga Baeksoon.
Banyak airmata yang mengalir tanpa disadari oleh pemiliknya. Banyak airmata yang mengalir bersamaan dengan ucapan selamat dan untaian doa demi kelangsungan kehidupan mereka.
Penantian panjang telah dibalas dengan sempurna dan sebaik-baiknya oleh Sang Pemilik Kehidupan. Penantian panjang telah menjawab pertanyaan tentang siapakah nama yang tertoreh untuk Kang Jangmi atau pun Park Chanyeol di catatan takdir Yang Maha Kuasa.
Jadi, bolehkah jika kita ikut menikmati kebahagiaan mereka? Kita ikut melihat betapa indahnya torehan nama mereka di sebuah kertas undangan pernikahan?
Yang Berbahagia
C&J
Park Chanyeol & Kang Jangmi
END
