Roommate- Chapter 1
Main Cast : Kim Junmyeon aka Suho (EXO-K)
Byun Baekyun (EXO-K)
Wu Yi Fan aka Kris (EXO-M)
Han Seul Rin (OC)
Minor Cast : EXO member and OC
Rating : PG-15
Author : R.Kim | Riana19059129
Genre : Drama, Romance
Length : Multi chapter
Disclaimer : FF ini milik Tuhan YME. Author hanya sebagai penulis saja untuk menghibur para readers. Jangan plagiat! Maaf jika ada kesamaan ide. Maaf juga bila ada banyak typo. Cerita cukup GAJE!
Summary:
Ini adalah kisah seorang desainer yang tinggal satu atap dengan seorang barista yang menaruh perhatian padanya. Sesungguhnya ia telah menjalin hubungan dengan CEO tempatnya bekerja dan memiliki mantan seorang model yang bekerja sama dengannya pula.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
Seul Rin menorehkan pensilnya di atas kertas sketsa dengan tekun. Beberapa rancangan pakaian dengan berbagai ukuran menghiasi kertas putih itu. Kertas berserakan memenuhi bawah meja kerjanya, sementara waktu telah menunjukkan pukul 10.45 PM.
Akhir-akhir ini ia harus bekerja keras untuk mendapatkan uang guna membayar hutang yang ditinggalkan almarhun ayahnya. Beberapa kali para debtcollector mendatangi kediaman Seul Rin, dan pergi dengan sebuah ancaman jika Seul Rin tak segera membayar tanggunganya.
Beberapa saat ia mendengar suara pintu apartemennya diketuk diiringi suara bel yang terus saja berbunyi.
“Sebentar….”
Seul Rin membuka pintu apartemennya dengan malas, ia melotot malam-malam begini, melihat seorang pria bertubuh kurus dan memiliki tinggi sekitar 176 cm sambil membawa 2 buah koper berdiri di depan pintu apartemennya. Ia segera mempersilahkan tamunya masuk dan duduk di ruang keluarga kecilnya.
“Junmyeon! Kau akan kemana? Ah, kau mampir kemari sebentar ya sebelum pergi?”
Laki-laki yang dipanggil Junmyeon tadi menggelengkan kepalanya dengan lesu, “Tidak.”
“Lalu, kenapa kau membawa koper sebesar itu? Dan kau membawa 2….”
Junmyeon menaruh jari telunjuknya di depan bibir Seul Rin, “Dengar, aku butuh tempat tinggal. Aku baru saja kabur dari rumah. Kau sahabatku, jadi tolong bantu aku. Aku perlu tempat bernaung.”
Seul Rin memukul pundak Junmyeon dengan keras sambil mendelik, “Kau gila? Kau laki-laki, aku tidak mengizinkanmu tinggal bersamamu. Itu berbahaya!”
“Rin… tolong, aku perlu. Aku tak mau kembali ke rumah, tolong~” Laki-laki itu terus saja memohon dengan tatapan memelas.
“Kau ini kenapa harus kabur dari rumah? Hidupmu menyenangkan….”
“Aku tak mau bekerja sebagai pebisnis.” Potong Junmyeon cepat, “Aku tidak ingin memimpin perusahaan itu lalu bersaing dengan kakakku untuk mendapatkan posisi CEO. Aku hanya ingin bermain musik dan menjadi barista.” Jelasnya cepat.
“Myeon~ aku lelah, bisakah kau tak menggangguku, aku….”
Lagi-lagi sebelum Seul Rin menyelesaikan ucapannya, Junmyeon kembali memotong. “Aku akan membantu membayar hutangmu.”
Dalam hati Seul Rin terkesiap, hutangnya memang cukup besar dan ia masih butuh uang cukup banyak. Beberapa hari lalu ia sempat bercerita tentang masalahnya pada Junmyeon, dan sekarang Junmyeon akan membantunya. Tapi, ia juga takut hidup serumah dengan orang lain terutama laki-laki. Pendiriannya mulai goyah saat Junmyeon berlutut memohon untuk tinggal.
“Tolong…. aku mohon…. aku akan melakukan apapun. Orang tuaku tidak akan tahu jika aku kemari.” Mohonnya lagi.
Seul Rin memejamkan matanya, berpikir. Ia kasihan juga pada sahabatnya, “Aku…”
“Seul Rin… kau satu-satunya harapanku. Aku akan membiayai hidupku sendiri, aku tidak ingin menyusahkanmu.” Janji Junmyeon.
Pendirian Seul Rin akhirnya luruh juga, apalagi mengingat hari mulai larut. Melihat mata sahabatnya yang sedikit menghitam, Seul Rin tahu benar jika Junmyeon tidak bisa tidur beberapa hari ini.
Seul Rin akhirnya mau membantu Junmyeon meletakkan barang-barangnya di kamar miliknya satu-satunya. Pikirnya ia bisa tidur di dalam lemari tidur khas Jepangnya dan Junmyeon bisa tidur menggunakan matrasnya. Jadi ia bisa memberi jarak agar Junmyeon tidak menyentuhnya.
“Aku tidak punya kasur, meskipun gajiku lumayan tapi uangku selalu habis sehingga aku tidak bisa membelinya. Kau bisa tidur di matrasku, aku bisa tidur dalam lemari tidur. Aku akan membantu menata barang-barangmu besok.” Terang Seul Rin sambil menata tempat beristirahat untuk Junmyeon sementara laki-laki itu hanya bisa duduk melihat.
Puas melihat hasil kerja kerasnya, Seul Rin segera mematikan lampu dan berbaring di tempat tidur barunya. Ia membuka celah sedikit agar udara bisa masuk, lagipula ia juga ingin memastikan apakah Junmyeon sudah tertidur apa belum.
“Seul Rin…” panggil Junmyeon sambil menerawang ke arah langit-langit, “Maaf merepotkanmu, jika sudah aman aku akan mencari tempat lain…” lanjutnya kemudian.
Seul Rin hanya tersenyum, meskipun ia tahu Junmyeon tak akan melihatnya tersenyum sekarang ini, karena keadaan terlalu gelap. “Kau bisa tinggal di sini, tak perlu terburu-buru. Ah… sudahlah, selamat malam.”
@@@@@@@@@@
Hari ini adalah hari kesekian Junmyeon menginap di tempat Seul Rin. Mereka cukup akrab, setelah memperdebatkan bahan makanan yang akan mereka beli yang bergantung pada uang mereka. Seul Rin baru tahu jika Junmyeon membawa uang hampir mencapai 250 juta Won yang ia sembunyikan di tas punggungnya yang agak lusuh. Pertama kali Seul Rin pikir adalah pakaian dan buku-buku sebagai isi tas itu, dan ketika ia menanyakan pada Junmyeon mengapa ia membawa uang sebanyak itu, Junmyeon menjawab jika ia lari dari rumah pasti orang tuanya akan menutup/memblokir kartu kredit, debit, dan atmnya. Karena itulah ia mengambil uang sebanyak mungkin untuk mencukupi hidupnya yang baru.
Hari ketiga, Junmyeon berhasil mendapat pekerjaan sebagai barista di kafe tempat Seul Rin bekerja. Seul Rin yang sudah berusia 24 tahun itu bekerja sebagai penjahit dan perancang busana untuk model terkenal, gedung yang Seul Rin gunakan memiliki kafe, toko, dan beberapa sudut bagian lainnya. Atas rekomendasi Seul Rin, Junmyeon dengan mudah mendapat pekerjaan di tempat itu.
2 hari setelah Jumyeon mendapat pekerjaan, Seul Rin berhasil melunasi hutang yang ditinggalkan keluarganya sebanyak 7,5 juta won. Seul Rin sendiri merasa tidak enak meminjam uang sebanyak itu dari Junmyeon, karena itu ia berusaha bekerja lebih keras agar uang yang ia dapat lebih banyak.
Setelah semalaman Seul Rin mengerjakan model terbarunya untuk partner tetap modelnya, pagi-pagi sekali Seul Rin menetap di ruangannya dan mulai memberi warna yang sesuai untuk musim gugur tahun ini.
Partner tetap Seul Rin adalah laki-laki berusia 26 tahun berdarah Cina dengan nama Wu Yi Fan, sementara nama panggungnya adalah Kris. Sementara Seul Rin memiliki beberapa parter semi tetap seperti Luhan dan Lay yang selalu mempromosikan produk musim dinginnya, Kai yang akan mempromosikan produk musim panas sekaligus seragam model terbaru milik mereka, Baekhyun si wajah cerah yang langganan kebagian produk musim semi. Tidak hanya laki-laki kadang juga bisa perempuan. Tapi itu sangat jarang karena Seul Rin lebih ahli dalam membuat pakaian yang simple yang sering digunakan laki-laki.
“Selamat pagi….”
Kris berjalan masuk menuju ruangan Seul Rin sambil menatap hasil karya Seul Rin dengan seksama. Ia hampir selalu menyukai rancangan Seul Rin, walaupun nantinya ia akan sedikit protes dengan hiasan yang menempel pada bajunya.
“Konsep apa ini?”
“Dinginnya musim gugur,” jawab Seul Rin pendek, “Musim gugur selalu dingin, aku ingin memberi kesan cool pada orang-orang yang menggunakan ini. Selain itu, desain dari baju yang kubuat cukup tebal ini cukup menyatu dengan daun-daun yang berjatuhan pada musim gugur.”
“Itu bagus.” Kris tersenyum sumringah, “Bisa kau buat dengan warna sedikit gelap? Tunggu, sepertinya kancing di lengan itu cukup mengganggu, kau bisa menggantinya dengan karet. Aku pikir itu lebih nyaman digunakan.”
Seul Rin menggeleng tidak setuju, “Karet itu sudah biasa, aku ingin membuat mode baru. Lagipula kau terlihat tampan menggunakan model baju seperti ini.”
Model bertubuh semampai itu duduk di sebelah Seul Rin dan merangkulnya erat, hal seperti itu sudah biasa Kris lakukan pada Seul Rin. Lagipula Seul Rin tidak terlalu keberatan jika Kris melakukan hal seperti itu. Seul Rin akan segera menjauh jika Kris sudah mulai menyentuh pinggangnya.
“Kau sudah lihat barista baru di kafe? Aku pikir dia tidak keren sama sekali.” Ujar Kris sambil berkata dengan nada merendahkan.
Seul Rin meletakkan pensilnya dengan keras, ia agak tersinggung jika ada orang yang menghina Junmyeon. Baginya Junmyeon sahabat yang perlu ia jaga. Ia berusaha menahan diri untuk tidak menunjukkan ekspresinya di depan Kris.
“Junmyeon maksudmu?”
“Oh, namanya Junmyeon…. sungguh penampilannya membosankan. Aku tak yakin ia bisa bertahan lama.” Ejek Kris lagi.
“Kris, jangan menghinanya. Kau tidak akan tahu apa yang akan ia capai nantinya. Kata orang-orang kopi buatannya sangatlah enak, kita bisa mencobanya saat makan siang.” Bela Seul Rin secara tidak langsung.
“Baiklah…. terserah saja. Kau mau mengajaknya makan siang bersama?”
Seul Rin tersenyum, “Boleh juga usulmu.”
Setiap jam makan siang karyawan perusahaan selalu makan bersama-sama. Bahkan para barista, koki, dan semua badan yang berada di satu anggota akan berkumpul dan mengobrol dalam waktu 1 jam. Tidak peduli kau ada di kafe, atau di ruang kantor, kau bisa makan dan merelaksasikan dirimu selama 1 jam itu.
Mulanya Junmyeon agak ragu saat menerima pesan dari Seul Rin untuk makan bersama Kris dan beberapa model lainnya. Junmyeon masihlah sangat baru di sana, jadi ia merasa tidak pantas duduk satu meja dengan senior-seniornya. Ia hampir menolak ajakan Seul Rin jika Seul Rin tidak memberi ancaman mengusirnya dari unit apartemennya.
“Jadi, kau sudah berapa lama jadi barista?”
Hyesung si sekertaris Luhan menaruh rasa penasaran cukup tinggi pada Junmyeon. Bukan hanya Hyesung, tetapi juga, Kris, Luhan, dan Lay yang ikut penasaran dengan Junmyeon.
“5 tahun. Di tahun pertama aku masih seorang murid.” Jawab Junmyeon berusaha meringankan suaranya.
“Kau tahu Junmyeon, “ Kris meletakkan espresso-nya di atas meja, “Entah apa yang membuat Seul Rin langsung setuju ketika aku mengusulkan mengajakmu makan bersama kami. Tapi, benar kata Seul Rin dan orang-orang jika kopi buatanmu enak.” Puji Kris sambil menambahkan gula pada espresso-nya.
Junmyeon hampir bisa tersenyum mendengar pujian Kris, “Terima kasih. Aku pikir mungkin Seul Rin-ssi hanya penasaran dengan kopiku.”
“Yah, mungkin ada kau benarnya. Seul Rin noona tidak pernah bisa kau tebak pikirannya. Kau tidak perlu menggunakan sapaan hormat pada kami. Kau sudah resmi jadi karyawan baru di sini. Kita semua teman….” balas Lay.
Seul Rin memukul bahu Lay pelan, “Jangan panggil aku noona, aku bahkan lebih muda daripadamu.”
Kali ini Luhan ikut berbicara, “Kau pernah dengar kopi dengan tambahan minuman gandum dan anggur (sebenarnya Luhan ingin mengatakan whiski)? Seul Rin sangan benci ketika aku menyebutkan campuran minuman itu, kau pasti pernah membuatnaya bukan?”
Rupanya pengetahuan Junmyeon tentang barista cukup luas. Seul Rin bahkan sampai kagum mendengar semua penjelasannya yang spontan, “Itu kopi Irlandia. Aku pernah membuatnya beberapa kali, mungkin Seul Rin-ssi eum- maksudku Seul Rin tidak suka dengan baunya. Lagipula itu memang ciri khas dari kopi itu.”
“Aku dengar barista bisa memerlukan waktu 3 bulan untuk menguasai pembuatan kopi. Apa benar?” tanya Hyesung lagi.
Sambil meminum frappe-nya Junmyeon menjawab pertanyaan Hyesung, “Aku butuh 1,5 bulan menguasainya. Itu tergantung bagaimana niat masing-masing orang.”
“Sekertaris Hye- kita bisa pergi sebentar lagi.” Bisik Luhan pelan.
Lay mendengarnya dan ikut berbisik, “Kemana? Mengapa terburu-buru?”
“Ada surat-surat yang harus kutandatangani. Kau di sini saja, temani Kris dan Seul Rin agar mereka tidak berciuman.” Kata Luhan usil dan mendapat deathglare dari Kris.
“Luhan!” gertak Seul Rin gemas, “Aku dan Kris hanya….”
Karena Luhan dan Hyesung harus pergi, kini tinggallah mereka berempat. Ternyata Junmyeon dan Lay cukup cepat akrab, dan Lay tertarik belajar membuat kopi dari Junmyeon. Sementara Seul Rin hanya terkikik pelan saat Junmyeon seolah meminta pertolongan, ‘aku ingin sendirian’.
“Kau menyisakan krim di bibirmu untuk nanti.” Kris menunjuk sudut bibir Seul Rin.
Seul Rin terkesiap, ia mencari tisu di dalam kantongnya. Namun, Kris lebih cepat menyeka sisa krim red velvet di bibirnya dengan sapu tangan. “Lain kali makanlah secara perlahan.”
“Kau ini…. jangan melakukan di depan Lay dan Junmyeon….” bisik Seul Rin agak malu.
“Haha… aku hanya bercanda, kita akan ngobrol lebih banyak nanti. Sekarang aku dan Lay harus mengurus hal lain. Lay ayo!”
Kris beranjak dari tempat duduknya, diikuti Lay. Kini tinggallah Seul Rin dan Junmyeon sendirian.
“Dia pacarmu?” tanya Junmyeon penuh selidik. Sedari tadi ia menatap Kris dengan tatapan tidak suka, padahal mereka baru pertama kali bertemu.
“Tentu saja bukan,” Seul Rin menaruh gelas Latte-nya, “Dia hanya partner kerja, tidak lebih dari itu. Kau mengenalnya ya?”
Sambil menyangga kepalanya Junmyeon tampak menggumamkan sesuatu. Tetapi, karena Seul Rin tidak mendengarnya gadis itu tampak kebingungan dengan apa yang Junmyeon ucapkan.
“Kita akan mengobrol nanti saja di rumah. Rasanya dia bukan sekedar partner ya ‘kan? Jujur saja, aku tidak akan mengatakan pada siapapun. Janji!”
Seul Rin menghela napasnya perlahan, ia membuka mulutnya setelah menimbang-nimbang beberapa saat, “Baik-baik, Kris memang pacarku. Tapi tidak masalah bukan? 2 bulan lagi kami akan bertunangan, dan aku takut jika kau masih tinggal di tempatku.”
“Kenapa aku punya perasaan tidak suka pada laki-laki itu ya?” ujar Junmyeon pelan.
Seul hanya tertawa pelan mendengarnya dan menepuk bahu laki-laki itu pelan, “Kau hanya belum mengenal Yi Fan, dia sangat romantis padaku. Memang dari luar dia terlihat dingin, tapi aku yakin itu hanya penampilannya saja.”
“Kau yakin dia tidak akan memaksa mencintaimu, maksudku dia akan marah jika kau tidak menuruti permintaannya.” Tanya Junmyeon lagi.
Seul Rin hanya tersenyum, “Aku yakin itu. Hmm… sudah hampir pukul 1, aku harus kembali ke ruanganku. Kau bisa pulang dulu nanti jika aku belum keluar, dan jika kau lapar, kau bisa membuat telur atau makanan instan lainnya. Bye~”
Junmyeon terdiam, rasanya ia pernah melihat Kris di suatu tempat. Atau suatu pertemuan atau apalah itu. Junmyeon lebih dari sekedar mengenal Kris.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
“Tidak baik aku tinggal satu atap denganmu, jadi aku pikir kau harus pindah secepatnya.”
Itu keputusan final Seul Rin. Ditambah lagi Seul Rin akan bertunangan dengan Kris, akan menjadi hal yang tabu jika Junmyeon memaksakan ke-egoannya untuk bersembunyi dibalik gadis itu. Toh, hari sudah mulai menginjak hari ke-12 bagi Junmyeon untuk tinggal di sana.
Junmyeon memang hanya perlu tempat bersembunyi. Ia tak tahan mendengar permintaan orang tuanya untuk berhenti jadi barista dan mulai belajar memimpin perusahaan. Barista adalah hidupnya, napasnya, detak jantungnya.
Ia masih ingat, pertama kali orang yang mendukung cita-citanya yang sangat sederhana itu, Seul Rin. Kedua sahabat konyolnya Baekhyun yang merupakan model di perusahaan Seul Rin bekerja. Itu aneh, karena Baekhyun dan Junmyeon hanya bertemu di tempat les piano dan mereka jadi teman akrab. Lalu ketiga, teman minum kopinya Minseok. Alasannya agar Minseok bisa menikmati kopi gratis untuk beberapa waktu dari Junmyeon.
“Aku harap, dalam satu bulan ini aku bisa mencari rumah kecil yang nyaman.” Balas Junmyeon ragu. Ia tak punya kenalan makelar atau kontraktor. Ia hanya tahu penjualan rumah dapat ia temui di surat kabar.
“Jika aku bertunangan dengan Kris, datanglah.”
“Aku pasti datang, untuk melihatmu menyematkan cincin di jari manis yang panjang pria itu.”
“Kita juga bisa berfoto bersama.”
“Aku pikir aku akan jadi pengganggu.”
Junmyeon memang tidak suka difoto, lagipula ia merasa tidak enak jika harus berfoto bersama pasangan baru itu. Jangan sampai ia menjadi orang ketiga di antara hubungan mereka.
Malam yang panjang mereka berdua habiskan di atas meja makan. Tak tahu apa yang akan mereka lakukan, setiap hari mereka akan mengobrol dan menghabiskan waktu. Kadang mereka juga bermain tic-tac-toe, atau sekedar bermain dadu dan catur mini.
“Apa yang kau gambar?”
Itu adalah pertanyaan yang paling sering ditanyakan Junmyeon setiap melihat Seul Rin yang berkutat dengan pensil dan kertasnya. Seul Rin akan menjawab ‘ini model pakaian terbaru’ atau ‘edisi musim gugur’. Tapi, kali ini bukanlah keduanya,
“Gaun yang akan kugunakan saat pertunanganku dan pernikahanku.”
“Bukankah ini bagus? Aku yakin kau senang. Kau juga harus mendapatkan seorang pacar secepatnya.” Tambah gadis itu ceria.
Junmyeon hanya terdiam, ia tidak tahu kenapa ia belum menemukan tipe gadis ideal untuknya. Ia bukanlah gay, ia masih normal sepenuhnya. Hanya saja masih belum menemukan sesuatu yang cocok.
Tangan Seul Rin berhenti mendesain, matanya bergerak menuju atas. Melihat Junmyeon yang berdiri sambil merunduk ke bawah dari belakang tempat duduknya. Bukan pensil yang ia genggam, melainkan pergelangan lengan Junmyeon yang dibalut perban putih.
“Kenapa tanganmu?” tanyanya cemas.
Junmyeon hanya menjawabnya ringan, “Seorang pegawai tak sengaja menumpahkan seteko kopi di meja. Aku hanya berusaha mencegah itu jatuh, tapi sayang sekali.”
“Kau harus berhati-hati lain kali, meskipun itu bukan kesalahanmu. Apakah masih sakit?” lanjutnya lagi.
“Tidak masalah, ini tidak apa-apa.”
Seul Rin menatapnya lagi lega, rasanya hidup bersama Junmyeon selama beberapa hari ini membuatnya khawatir, tapi juga di sisi lain ada ketenangan yang menyelimutinya. Kadang rasa tenang itu seolah tak bisa ia dapatkan bersama Kris.
“Aku ingin beristirahat sebentar.”
“Lalu?”
Seul Rin hanya tersenyum dan menarik Junmyeon menuju ruang keluarganya yang bisa dibilang terlalu sempit untuk sebuah ruang keluarga. Tangannya bergerak memilih DVD untuk ia tonton malam itu.
Ia memilih sebuah drama yang berumur cukup tua untuk mereka tonton. Meski Junmyeon menolak ikut menonton, tapi Seul Rin memaksanya ikut menyaksikan walaupun hanya setengah jam saja.
“Lebih baik kau tidur, beberapa hari ini kau lembur. Harusnya kau bisa tidur cepat malam ini, besok kita masih bisa menonton.” Protes Junmyeon.
“Tidak, aku ingin menontonnya sekarang. Temani aku kali ini saja…. kita tinggal serumah dan jarang melakukan sesuatu bersama-sama.”
Seul Rin memang agak keras kepala, jika kemauannya tidak dituruti maka ia akan ngambek sepanjang hari itu. Junmyeon selalu mengalah, tapi ia tidak pernah mengeluh, dan menyalahkan Seul Rin sedikit pun.
Dulu gadis itu pernah memaksanya untuk menemaninya ke sebuah kafe yang baru saja dibuka di dekat kampus mereka. Akhirnya karena kopi yang disediakan kafe itu sangat enak, Junmyeon menjadi barista seperti yang ia inginkan.
Hal yang membuat Junmyeon geli pada Seul Rin saat menonton drama adalah, gadis itu selalu protes dengan jalan ceritanya dan menangis bila ada adegan yang menyedihkan. Junmyeon selalu berkata bahwa ia tidak bisa merubah jalan ceritanya hanya dengan protes. Tapi kebiasaan Seul Rin itu yang membuat Junmyeon betah menonton drama.
“Myeon~ aku mengantuk…..”
Seul Rin menguap pelan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Junmyeon, membuat pria itu kaget. Sementara TV masih menyala.
Junmyeon tak kunjung bergerak untuk waktu yang lama, ia terlalu takut bergerak dan membangunkan sahabatnya yang terlalu lelah bekerja. Matanya mulai terasa berat, dan bisa dibilang ia terlalu lelah. Ia mengambil remote di atas meja dan mematikan TV yang masih menyala.
Sedikit demi sedikit ia bisa bergeser dari Seul Rin, dan memindahkan gadis itu di matras yang biasa ia gunakan karena tempat tidur Seul Rin dikunci. Ia tak bisa menemukan kunci lemari di atas meja yang biasa digunakan Seul Rin bekerja.
“Mimpi indah…. sayang.”
Suara Junmyeon tercekat di tenggorokannya. Mengatakan ‘sayang’ sangat sulit baginya, dan sekarang ia mengatakannya. Ia menahan isakan yang hampir keluar dari mulutnya. Ia memang sedikit cengeng, dengan perlahan ia berjalan sendirian di gelapnya ruangan menuju sofa yang tadi ia duduki.
Kedua tangannya memeluk erat lututnya, ia senang Seul Rin mendapat pasangan pada akhirnya. Tapi ia baru sadar jika di sisi lain, ia merasa kehilangan. “It’s Ok, It’s Ok. I’m fine. Junmyeon fighting!” ia bergumam kalimat itu berulang-ulang untuk menahan rasa sedih di hatinya. Jujur hatinya merasa tertohok saat Seul Rin mengatakan ia akan bertunangan dengan Kris.
Sayang, matanya tidak bisa diajak berkompromi lagi, ia tertidur di sofa sambil memeluk lututnya sepanjang malam itu. Ia tak tahu dimana ia akan tinggal beberapa minggu lagi.
-TBC-
