Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Suatu Hari Nanti

$
0
0

Suatu Hari Nanti

Title: Suatu Hari Nanti

 

Author: @diantrf

 

Cast:

Kim Junmyeon/Suho (Exo) | Hyun Jiya (OC)

 

Genre: Hurt | Rating: G | Length: Ficlet

 

Recommended Song: Someday – Super Junior

 

0o0

 

Suatu hari nanti. Ya, aku berharap hari itu akan segera tiba. Saat dimana aku dan kamu bersatu dalam ruang cinta yang manis. Kelembutan dan segala hal lainnya yang kamu lakukan untuk membuatku nyaman. Ingatkah? Bahkan aku masih sangat ingat bagaimana permen kapas begitu terasa sangat manis, berbeda dari biasanya. Karena aku memakannya bersamamu.

 

 

Suatu hari nanti. Saat dimana kamu dan aku akan membicarakan berbagai hal indah yang kita rencanakan di masa depan. Banyaknya jumlah bunga di pernikahan kita. Berapa anak yang diinginkan nanti? Bagaimana wajah kita saat lanjut usia nanti?

 

 

Dan mungkin suatu hari nanti. Disaat kamu terbangun dari mimpi indahmu di usiamu yang sudah mencapai kepala tujuh. Disaat kamu membuka matamu dan yang kamu lihat hanyalah wajah damaiku saat tertidur. Tertidur dengan damai selamanya, dan malam yang lalu adalah saat terakhirku melihat bagaimana wajah penuh keriput milikmu.

 

 

Aku masih selalu membayangkan bagaimana suatu hari nanti itu berjalan. Saat aku menunggumu pulang bekerja hingga larut malam. Dan kamu akan menemukanku tertidur di sofa dan sambil tersenyum manis kamu menggendongku dan membaringkanku di ranjang. Lalu kamu tidur di sampingku dan memelukku erat, menciumiku penuh kasih sayang. Indah.

 

 

Memang sangat indah dan tak ada habisnya saat aku sudah mulai meracau tentang bagaimana suatu hari nanti itu. Tiga kata berkesan yang selalu aku bayangkan dalam imajinasiku. Dan pastinya selalu ada kamu yang menjadi pedampingku dalam khayalan suatu hari nanti itu.

 

 

Ya, suatu hari nanti. Saat pendeta di hadapan kita tersenyum manis memandu kita berdua dalam mengucapkan sumpah setia. Mengucapkan janji sehidup semati yang terdengar indah, dengan iringan piano klasik sahabatmu yang cerewet itu. Hehe, betapa menyenangkannya membayangkan suatu hari nanti itu.

 

 

Entah sudah berapa kali kamu menciumku dengan lembut. Ya, pada suatu hari nanti. Kamu dengan senyum termanismu selalu menenangkanku saat aku gelisah. Mungkin saat aku melahirkan anak kita, atau nantinya anak kita pulang terlalu larut. Benar sekali, hal itu akan terjadi suatu hari nanti.

 

 

Ya, suatu hari nanti. Saranghae.. Kim Junmyeon..

 

0o0

 

Masih setia hingga jam menunjukkan pukul sebelas malam. Kim Junmyeon hanya duduk sambil terus memperhatikan pintu di hadapannya. Gadis kecilnya kini sedang terbaring lemah di ranjang dengan selang-selang infus menyebalkan yang menempel di tubuhnya.

 

Ia hanya menghibur dirinya sendiri dengan mengingat-ingat semua tingkah menggemaskan Jiya. Bagaimana ketika gadis itu tertawa manis, bagaimana caranya memakan Jasmine Cake-nya hingga bibirnya berlumur krim putih itu. Dan juga saat kemarin Jiya dengan lucunya protes tentang selang infusnya.

 

 

Oppa, selang ini menyebalkan.”

 

Oppa, Hyun ingin pulang.”

 

Oppa, bisakah agar selang infusnya diganti dengan warna ungu?”

 

 

Dan masih banyak lagi celotehan gadis menggemaskan itu yang selalu membuat Junmyeon tertawa kecil, menyipitkan matanya sambil tersenyum dan mencubit pipi chubby gadis kesayangannya. Namun itu semua hanya bertahan sampai kemarin, saat Jiya dinyatakan kritis dan Junmyeon sudah tak dapat berbuat apa-apa lagi selain berdoa.

 

 

Rasanya baru kemarin Junmyeon mendengar tawa menggemaskan Jiya. Rasanya baru kemarin gadis itu marah padanya hanya karena sekotak buah blueberry kesukaannya. Dan semua pengandaian yang kini harus Junmyeon ucapkan sebagai wujud kesedihannya.

 

Namun yang paling berkesan bagi Junmyeon adalah saat Jiya berandai-andai tentang ‘Bagaimana kita suatu hari nanti?’. Saat itu mereka duduk di halaman belakang mansion milik Junmyeon, dengan Jiya yang berbaring dan kepalanya berada di atas pangkuan Junmyeon. Jiya yang terus saja berceloteh tentang impiannya suatu hari nanti bersama Junmyeon.

 

 

Oppa, apakah saat kita menikah nanti akan ada banyak bunga?”

 

Oppa, apakah Yixing gege akan datang dan mengiringi pernikahan kita dengan lagu ciptaannya?”

 

Oppa, apakah nanti anak kita akan mirip denganku dan denganmu?”

 

Oppa, apakah nanti saat aku terbangun dari tidur kau akan selalu berada di hadapanku?”

 

 

Junmyeon hanya bisa terkekeh mendengar semua hal yang Jiya ucapkan dengan polosnya. Bahkan gadis itu melupakan tentang dirinya yang masih duduk di bangku kelas satu Senior High dan perbedaan usianya yang terpaut enam tahun dengan Junmyeon.

 

Namun saat ini semua hal itu hanya tinggal kenangan. Jiya terbaring lemah dan yang bisa Junmyeon lakukan hanyalah menanti putri tidurnya untuk segera bangun dan tersenyum lagi. Senyum manis yang selalu Junmyeon sukai. Eye-smile yang selalu Junmyeon rindukan.

 

 

“Junmyeon, Jiya ingin bicara denganmu.”

 

 

Tentu saja Junmyeon membulatkan matanya mendengar hal itu. Jiya sadar? Kekasihnya sadar dari masa kritisnya? Oh, betapa tak ada kata lain yang Junmyeon ucapkan selain kata syukur kepada Tuhan. Dokter Lee langsung keluar dan memberikan waktu bagi Junmyeon untuk berdua dengan Jiya. Ya, setidaknya itulah permintaan Jiya untuk saat ini.

 

 

“Hyun, sayang.. apakah ada yang sakit?”

 

 

Mata Junmyeon menangkap tubuh Jiya yang semakin kurus. Pipi chubby yang selalu Junmyeon cubit sekarang menjadi tirus. Rambut oranye Jiya tak lagi berkilau seperti sebelumnya. Ia baru saja melewati masa kritis, tentu saja. Apa yang Junmyeon harapkan? Jiya yang dapat tertawa bahagia? Tentu saja itu tak mungkin terjadi.

 

 

“Junmyeon oppa, aku melihatmu sedang bermain dengan seorang gadis kecil. Ia sangat mirip denganku..”

 

 

Entah mengapa perasaan Junmyeon mengatakan untuknya agar diam dan mendengarkan semua perkataan Jiya, walaupun Junmyeon masih tak mengerti kemana arah pembicaraan ini berjalan. Junmyeon terus menggenggam jemari Jiya erat, sedangkan tangan lainnya mengusap rambut Jiya dengan lembut.

 

 

“Kalian terlihat sangat bahagia. Dan gadis kecil itu memanggilmu ‘appa’. Ia sangat menggemaskan..”

 

 

Nafas Jiya semakin melambat. Gadis itu bahkan masih bisa tersenyum manis, tulus dan ikhlas. Jiya tak ingin melihat Junmyeon menangis karenanya. Jiya ingin selalu melihat Junmyeon tersenyum bagaimanapun keadaannya. Jiya sangat menyayangi pria dewasa di sampingnya ini.

 

 

“Lalu ada seorang wanita yang menghampiri kalian, dan gadis kecil itu memanggilnya ‘eomma’..”

 

 

Oh, sepertinya Junmyeon sudah mengetahui kemana jalan pembicaraan ini. Tidak, ini tak boleh terjadi. Tak boleh!

 

 

“Tapi, itu bukan-“

 

 

Ucapan Jiya terhenti saat Junmyeon membungkam bibir Jiya dengan miliknya. Tanpa sadar air mata Junmyeon jatuh tetes demi tetesnya. Semuanya akan baik-baik saja, setidaknya itulah kalimat yang Junmyeon rapalkan untuk menghibur dirinya sendiri.

 

 

“Wanita itu bukan aku, oppa..”

 

Stop, Hyun! Jangan katakan apapun lagi!”

 

 

Junmyeon terisak. Ia kini tengah menciumi kening Jiya, mengusap rambutnya agar gadis itu tenang. Ini hanya racauan khas Jiya yang aneh kan? Bukan pertanda akan terjadinya sesuatu yang buruk? Junmyeon benar-benar tak siap jika akhirnya akan menjadi tragis.

 

 

“Kalian terlihat sangat bahagia-“

 

“Hyun Jiya, kubilang berhenti!”

 

 

Junmyeon benar-benar tak bisa mengendalikan emosinya. Tapi apa? Jiya malah tersenyum melihat Junmyeon yang sudah seperti orang frustasi itu. Jiya mengelus tangan Junmyeon dalam genggamannya. Tangan Jiya semakin dingin. Apakah sudah saatnya?

 

 

Oppa, Hyun sangat menyayangi oppa melebihi apapun. Buatlah daftar ‘suatu hari nanti’-mu sendiri, karena aku sudah sangat puas membayangkan bagaimana suatu hari nanti milik kita. Walaupun semua itu tak akan pernah terwujud, setidaknya oppa masih bisa melakukan itu dengan gadis lain yang lebih baik.”

 

 

Nafas Jiya mulai putus-putus. Gadis itu masih sempat mempertahankan senyumnya. Semangat Jiya! Hanya tinggal dua kata lagi dan kau bisa pergi dengan tenang. Ayo Jiya, semangat!

 

 

Oppa, saranghae..”

 

 

Junmyeon menutup matanya seiring dengan air matanya yang keluar semakin banyak. Sebuah bunyi monoton telah memperjelas semuanya. Junmyeon membuka matanya dan diam terpaku bagai patung. Ini pasti mimpi kan? Junmyeon pasti sedang tertidur dan nantinya Jiya akan membangunkannya dengan memukul lengannya brutal.

 

 

“Hyun.. kenapa kamu tertidur sangat pulas? Apakah kita sedang bermain drama Sleeping Beauty? Ayolah bangun.. Atau kamu ingin agar oppa menciummu?”

 

 

Mungkin Junmyeon sudah gila. Ia tertawa sendiri dan menangis sendiri. Miris. Gadis kecil kesayangannya telah menjadi malaikat surga. Malaikat surga yang sangat cantik dengan sayap putihnya yang membentang di tiap ujung dunianya.

 

 

Saranghae, Hyun..”

 

0o0

 

Oppa, ayo kita bermain kejar-kejaran!”

 

 

Akh, oppa!

 

“Sudah kubilang untuk hati-hati kan? Lihat, pelipismu berdarah seperti itu.”

 

 

“Fibrinogen-nya tak bisa bersatu dengan sempurna. Ia kekurangan darah.”

 

 

“Kanker darahnya sudah stadium lanjut. Kami tak bisa berbuat apa-apa.”

 

 

Oppa, mau buat boneka salju?”

 

 

Oppa, saranghae..”

 

 

 

FIN

 

 

Huaaa gatau mau ngomong apa. Bikin ini karena bosen, padahal lagi UAS kekeke. Entah kenapa malah ikutan nangis huhu sedih banget. Akhir kata, hope you’ll like it^^



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles