Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

When You’re Gone

$
0
0

Title: When You’re Gone

Casts: Oh Sehun, Lee Jihyo, Kim Jongin (Kai), Kim Hyeseul, SJ&GG member as cameo

Length: Oneshot

Genre: Friendship, romance, angst, marriage

Author: @afnfsy or 941204

 

Hello, guys! Sebelumnya saya ingin menyelingi ff multi chapter yang berjudul “A Long Summer With 6+1” dengan ff oneshot ber-genre sedih. I’m sure I’m gonna back with the new chapter or sequel. So, let me present you:

 

=================================

 

YA! Dasar kau ini! Nappeun nom!” jeritku sambil berusaha mengejarnya yang berhasil kabur dari lemparan kotak kado berwarna biru yang ia berikan padaku. Terang saja, di hari ulang tahunku ini, ia malah memberikanku sebuah kotak kosong yang hanya diisi oleh gumpalan-gumpalan kertas koran tebal agar terkesan berat.

Dia berlari menghindariku yang terus mengejarnya. Ia tertawa lepas dan terlihat senang sekali melihat tampangku yang kusut.

Aku dan dia bersahabat sejak lama, ia sedikit lebih tua dariku. Lebih tepatnya, ia seniorku. Dia selalu menganggapku seperti anak kecil, tetapi dia sendiri selalu bertingkah seperti anak kecil. Kami terlalu sama.

Ia pun berhenti berlari, ia berhenti di sebuah taman di depan gedung dorm kami, lalu ia duduk di kursi taman itu, bernapas terengah-engah, “Aku masih punya kejutan lain, tenang saja,”

Mataku membulat, berbinar, aku nyaris menjerit kesenangan mendengarnya, senyumku pun mengembang, “Ah, jinjja?” tanyaku.

“Untuk sahabatku, kenapa tidak?” dia terkekeh, lalu turun dari kursi taman. Ia memegang kedua tanganku, senyumnya mengembang, tiba-tiba ia mendorong tubuh kami berdua ke hamparan rumput hijau yang luas. Kami berdua merebahkan diri disana.

“Selamat ulang tahun, Jihyo-ya,” ujarnya

—-

“Sehun oppa, apa kau yakin?” tanyaku ragu-ragu saat ia menarik tanganku masuk menuju kamar dormnya. Aku tidak akan ragu bila di dalam ada banyak orang, tetapi sekarang disini hanya ada kami berdua.

“Aku tidak akan macam-macam. Lagipula tadi siang aku sudah berjanji akan memberikanmu kejutan lagi,” sahutnya, karena aku tetap tidak bergeming di depan pintu, ia pun menarik hoodieku dan menyeretku masuk.

Ia pun menyalakan lampu ruang tengah, betapa terkejutnya aku saat melihat kue tart cokelat teronggok manis diatas meja, dan beberapa kado-kado yang membuatku teringat kejadian tadi siang.

Saengil chukkha hamnida, Jihyo-ya~”  Sehun oppa menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepadaku.

Oppa, dimana yang lain?” tanyaku setelah ia selesai menyanyikan lagu itu. Aku celingukan mencari Kai oppa dan lain-lain.

Dia terlihat berpikir sebentar, “Ah, hyungdeulku sedang pergi keluar kota, jadi mereka menitipkan hadiah ulang tahunmu kepadaku,”

Aku pun hanya mengangguk, lalu tersenyum, “Tapi yang penting aku senang sekali dengan kejutan ini. Neomu johda, gomawo oppa,” aku pun segera memeluknya. Sehun oppa pun balas memelukku erat.

“Sekarang, ayo kita potong kue!” seru Sehun oppa mengeluarkan sebuah pisau roti untuk memotong kue. Kami tertawa bersama dan melanjutkan pesta ulang tahun kecilku itu.

Itu baru 1 dari sekian banyaknya cerita tentang persahabatanku dengan Sehun oppa. Mengingat lamanya waktu persahabatan kami, membuatku jatuh cinta kepadanya. Aku tak lagi menyayanginya sebagai kakakku atau sahabatku, perasaanku lebih terhadapnya.

Sampai suatu hari, Sehun oppa berkenalan dengan seorang yeoja bernama Kim Hyeseul. Hyeseul eonni adalah seorang model majalah ternama di Korea. Mereka sangat dekat—dekat sekali. Sampai akhirnya aku harus menahan rasa sakit ini terlalu lama, setahun setelah mereka bertemu.

Mereka berpacaran. Aku tahu itu. Tetapi Sehun oppa tidak melupakanku. Ia masih sering megajakku berpergian—walaupun tak sesering dulu. Orang yang tahu bahwa perasaanku seperti ini adalah Kai oppa. Ia sahabat Sehun oppa juga.

Suatu hari, aku sedang bermain kartu dengan Sehun oppa di kamar dormku. Tiba-tiba, bel pintuku berbunyi.

“Tunggu sebentar,” kataku sambil berlari kecil meninggalkan Sehun oppa di ruang tengah.

Aku pun membuka pintu, mataku setengah membelalak melihat postur tubuh tinggi dan langsing di depanku. Kukira itu adalah Sooyoung eonni yang biasa kesini, tapi setelah aku mendongak, aku menatapnya, “Hyeseul eonni?”

Ne, annyeong haseyo, Jihyo-ya,” sapanya sambil tersenyum manis.

Aku pun melambaikan tangan canggung, “Annyeong,”

Hyeseul eonni celingukan kedalam dormku, “Sehun ada?”

Merasa namanya terpanggil, Sehun oppa pun langsung mendatangi kami berdua. “Ah, Hyeseul-ah,” kata Sehun oppa sambil tersenyum cerah yang dapat menerangi 1 kota.

Aku, sebagai anak kecil yang mungkin sudah mereka lupakan, hanya berdiri terdiam di depan pintu. Sementara Sehun oppa mengambil mantelnya yang berada di sofa.

“Aku pergi dulu, ya. Jaga dirimu,” ujar Sehun oppa sambil mengacak rambutku lembut. Aku yang pintar membohongi perasaanku ini hanya tersenyum getir, membiarkan dua sejoli itu menghabiskan waktunya di kedamaian kota Seoul.

Setelah melihat mereka menghilang di lift, aku menutup pintu dormku. Aku merosot di pintu, merasa begitu bodoh. Aku tak bisa menahan tangisanku yang sudah pecah. Aku sudah sering merasa seperti ini, dimana Hyeseul eonni selalu tahu dimana keberadaan kami berdua, lalu ia mengajak Sehun oppa pergi. Tak pernah sama sekali aku melihat sirat rasa bersalah mereka karena meninggalkanku.

Akhirnya sekarang aku hanya bisa menangis, dan mengubur dalam perasaan ini.

“Aku tahu, Jihyo-ya. Bersabarlah,” ujar Kai oppa yang terus mencoba menghiburku.

“Aku tidak bisa bersabar lagi, oppa. kau tahu kan aku sudah menyukainya sejak 3 tahun yang lalu,” kataku, berusaha menahan tangisanku yang hendak keluar, “Tapi memang aku yang terlalu bodoh,”

Kai oppa meletakkan tangannya yang kekar dan panjang itu di bahuku, lalu menyenderkan kepalaku di dadanya yang bidang.

“Jika kau ingin menangis, menangislah. Jangan kau tahan kesedihanmu. Sudah setahun terakhir kau seperti ini dan hanya bisa meratapinya, sekarang keluarkan semuanya,” ujarnya dengan suara yang lembut.

Aku terdiam mendengarnya, bisa kurasakan mataku memburam dan hangatnya dekapan Kai oppa. Aku menangis, lagi. Aku sendiri tak tahu ini keberapa kalinya aku menangis karena Sehun oppa. Kai oppa pun hanya bisa menepuk-nepuk pundakku dengan lembut, mencoba menenangkanku.

Tentu saja, kebodohanku tetap berlanjut, tetapi yang bisa kulakukan hanyalah tersenyum menghadapinya. Walaupun aku tahu hati ini sudah terlalu sakit menghadapinya.

Sekarang aku sedang menonton sebuah film baru dengan Hyukjae oppa. Dia bilang dia ingin sekali menontonnya, tetapi tidak sempat, untung aku punya dvdnya.

Aku dan Sehun oppa menonton film itu di kamar dormku. Kami menontonnya dalam diam. Di pertengahan film, aku memberanikan diri untuk bertanya.

Oppa,” aku memulai.

Ne?” tanyanya sambil menoleh kearahku, menatapku lekat-lekat.

“Emm… dimana Hyeseul eonni? Biasanya kalian pergi berdua di malam Sabtu seperti ini,” tanyaku.

Sehun oppa menghela napas, “Molla, seharian ini ia tidak memberi kabar, mungkin dia sibuk.”

Aku pun mengangguk mengerti, “Apa kau mencintainya, oppa?” tanyaku keceplosan. Aku langsung saja menutup mulutku dan merutukki diriku sendiri.

Sehun oppa sekarang benar-benar menatapku, “Tentu saja, memangnya ada apa?” dia bertanya balik.

Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya, kalau dulu hatiku sakit, sekarang hatiku hancur. Aku sudah tidak bisa mendengar apa-apa lagi darinya, ini sudah cukup. Tubuhku seakan-akan limbung. Tapi sekali bodoh memang akan selalu bodoh, aku masih saja nekat bertanya.

“Dia tidak pernah menonton film berdua denganmu, oppa? Seperti yang kita lakukan saat ini?”

Sehun oppa menggeleng.

“Dia tidak pernah mengetahui semua masalahmu? Seperti yang sering oppa ceritakan kepadaku?”

Sehun oppa menggeleng lagi.

“Apa yang kalian lakukan selama setahun belakangan ini? Apakah dia selalu setia menemanimu saat kau membutuhkannya? Seperti aku yang selalu menemanimu saat kau membutuhkan orang untuk mendengarkan keluh kesahmu?”

Sehun oppa tetap menggeleng, “Ada apa, Jihyo-ya?”

Mendadak aku serasa ingin menangis, “Anni, tetapi jika ia benar-benar mencintaimu, seharusnya ia melakukan semua itu kepadamu, kan?”

Sehun oppa terbelalak mendengarnya. Selama beberapa detik kami hanya saling pandang, sibuk dengan pikiran kami masing-masing.

“Apa maksudmu?” tanyanya heran. Aku masih saja terdiam sambil menatapnya sayu.

“Lupakan saja,” sahutku lalu beranjak dari sofa. Lalu masuk ke kamar tidur. Sebelum menutup pintu kamar, aku berkata, “Oppa… teruskan saja menonton filmnya, jika sudah selesai dan ingin kembali ke kamarmu, tutup saja pintu depan, otomatis terkunci,” kataku seraya menutup pintu kamar.

Setengah tahun berlalu, selama itu hari-hariku dipenuhi perasaan yang sama, penyesalan. Sehun oppa dan Hyeseul eonni yang selalu berjalan bersama, seolah-olah mereka meninggalkanku dibelakang. Itu pernah terjadi, tentu saja.

Saat kami pergi pada malam Natal yang dingin di keramaian Myeongdong, mereka berdua—bergandengan tangan dan sepertinya melupakanku yang berjalan di belakang mereka. Aku sempat bergumam sedikit keras, “Jika kalian membiarkanku jalan sendirian, untuk apa kalian mengajakku?” dan sukses. Sehun oppa menoleh kearahku, dia bertanya apa yang baru saja kubicarakan. Tetapi aku hanya menggeleng, tak mau menatapnya.

Karena terlalu kecewa, akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke dorm duluan, sendirian.

Bayangkan, sendirian di tengah musim dingin Seoul, dimanapun yang kulihat adalah pasangan-pasangan berjalan bersama, berbagi syal bersama. Aku mengeluarkan kotak kecil berwarna biru dari saku mantelku yang berisi sebuah gantungan kunci dengan boneka monyet kecil, yang tadinya aku niatkan untuk kuberikan kepada Sehun oppa. Tetapi, entah kenapa, aku mengurungkan niat itu.

Aku merapatkan mantelku, memasukkan kotak kecil itu kembali kedalam saku mantelku. Aku menunduk, menahan air mata yang ingin keluar. Karena aku tak mungkin menangis disini.

Kereta yang akan membawaku pulang ke dorm sudah datang.

Pada malam tahun baru, dimana semua penghuni dorm sedang bermain kembang api di luar gedung dan yang sebagian seperti Siwon oppa sedang berdoa untuk meminta kesehatan dan lain-lainnya di sepanjang tahun depan.

Kulihat Sehun oppa berlari kearahku yang sedang melihat pemandangan citylight kota Seoul dari jendela koridor dorm. Senyumnya yang lebih cerah daripada kembang api yang bertebaran di langit pun mengalihkan pandanganku.

“Jihyo-ya!” serunya membuatku sedikit tersentak karena ia menepuk pundakku sedikit keras karena terlalu bersemangat.

YA! Sakit tahu,” kataku sedikit meringis.

Sehun oppa pun meminta maaf sambil mengelus-elus pundakku cepat, “Aku punya kabar bagus!” ucapnya bersemangat, bahkan ia sedikit melompat-lompat.

“Kabar apa? Palli malhaebwaa~” aku pun langsung saja merajuk seperti yang biasa aku lakukan kepadanya.

Sehun oppa menarik napas, “Aku sudah membicarakan ini dengannya sejak lama… Tebak? Aku akan segera menikah!”

Tiba-tiba saja kembang api terbesar yang dibuat oleh anak-anak kecil diluar dorm sana menggelegar keras. Aku terkesiap mendengarnya, tubuhku limbung, aku nyaris terjatuh terantuk besi yang tersandar kalau saja Sehun oppa tidak langsung menangkapku. “Benarkah?” air mataku membendung, sampai akhirnya air mataku keluar.

Wae, Jihyo-ya? Apa kau tidak senang mendengarnya?” Sehun oppa membelai kepalaku pelan.

Tangisanku kali ini benar-benar pecah, aku menangis tersedu-sedu. Sehun oppa yang kebingungan segera memelukku dengan pelukannya yang hangat dan penuh kasih sayang itu. Dia tidak berkata apa-apa lagi, aku pun hanya bisa menangis.

Kakiku lemas, aku merosot jatuh dari pelukkan Sehun oppa. ia pun langsung mengangkat wajahku, berusaha agar aku menatapnya.

“Apa aku melakukan sesuatu yang salah, Jihyo-ya?” tanyanya lemah. “Aku tidak pernah melihatmu menangis seperti ini, dimana Jihyo yang selalu ceria dimataku? Dimana Jihyo yang selalu dengan senang hati mendengarkan ceritaku?”

Aku tidak bisa menahan tangisanku bahkan untuk hanya sekadar berbicara, “Aku… sudah lelah menangis terus. Aku selalu tersenyum untuk menyembunyikan kesedihanku, tapi apa dia pernah menyadarinya? Dia selalu ada di pikiranku selama 4 tahun terakhir, dia sahabatku. Tapi dia malah menyakiti hatiku dengan mengatakan bahwa ia akan segera menikah. Aku sudah tidak bisa membohongi perasaan ini, oppa, aku tidak bisa! Sudah cukup ia menyakitiku selama setahun ini,” aku menagis lagi, kali ini lebih keras.

Sehun oppa terdiam mendengar perkataanku, “Aku… tak tahu apa yang harus kulakukan. Tetapi aku minta maaf atas kesalahan lelaki itu. Jeongmal mianhae, Jihyo-ya. Tapi kuharap, kau masih ingin menerima ini,” Sehun oppa menyodorkan selembar amplop berukiran ditanganku. Tanpa perlu aku buka, aku sudah tahu bahwa ini adalah undangan pernikahan. Saat aku terpana melihat amplop itu, Sehun oppa memelukku lagi, aku pun membenamkan wajahku lebih dalam di pelukannya. Berusaha untuk mencium aroma tubuhnya yang akan sangat kurindukan ini.

Tapi bukan itu yang membuatku kaget.

Tanggal 10 Januari, hari pernikahan Sehun oppa dan Hyeseul eonni. Pada saat aku hendak membuang sampah di pagi hari, aku bisa melihat Sehun oppa yang sedang memakai tuxedo hitam dengan mawar putih disematkan di dada kirinya lewat pintu dormnya yang setengah terbuka.

Aku menghela napas, bagaimanapun juga hatiku sedikit teriris melihatnya. Aku sudah tak bisa meraihnya lagi. Dia sudah menjadi milik seseorang.

Sehun oppa pun tersentak saat ia melihat pantulan diriku di cermin yang menghadap ke pintu. Bibirnya bergerak menyebutkan namaku, tetapi aku hanya tersenyum simpul lalu berjalan lagi kearah lift.

“Jihyo-ya, kau tidak berganti baju?” tanya Kai oppa sambil membetulkan kerah tuxedonya yang sudah sangat rapi itu.

Aku menggeleng, tak berminat.

“Kau yakin?” tanya Kai oppa lagi. “Sekarang sudah jam 8 lewat, acaranya dimulai jam 9. Masih ada waktu jika kau ingin berubah pikiran,”

Shireo, toh mereka tidak mengharapkan kedatanganku juga,” jawabku sambil mengambil ponselku dari saku sweater merahku, menghela napas saat melihat tiap sms yang masuk.

Mataku tiba-tiba menerawang, mengingat kejadian 10 hari yang lalu. Air mataku lagi-lagi menetes, Kai oppa terlihat menyadarinya. Ia memberikanku isyarat mata seolah-olah mengatakan ‘Kau yakin tidak mau ikut?’. Aku mengangguk lemah, tetapi saat Kai oppa berjalan kearah pintu, aku menahannya. Aku memberikan kamera DSLRku kepadanya.

“Potret mereka,” kataku dengan suara serak, Kai oppa pun mengangguk lalu berjalan keluar.

Saat Kai oppa sudah menutup pintu dormku, hatiku kembali mencelos. Mataku menangkap sebuah meja dimana disana terdapat bingkai-bingkai berisi fotoku dengan Sehun oppa saat berlibur ke Nami Island, fotoku bersamanya saat menemaninya menonton konser Sung Sikyung yang pada saat itu juga ada Suho oppa. Dan yang lain-lainnya.

Aku tidak pernah tahu bagaimana perasaan Sehun oppa kepadaku, tetapi kalau keadaannya sudah seperti ini, sudah jelas ia hanya menganggapku sebagai sahabat sekaligus adiknya. Tidak lebih.

Aku beranjak dari sofa, berjalan lunglai kearah jendela kaca dimana aku bisa melihat menara N Seoul Tower dari sini. Aku bisa merasakan kebahagiaan Sehun oppa di altar disana, tapi apa ia bisa merasakan kesedihanku disini? Aku sendiri tidak tahu.

Bel pintu kamarku berbunyi, aku yang nyaris tertidur di sofa langsung refleks terbangun. Sekarang sudah jam 1 siang.

Nugu?” tanyaku dari dalam.

“Ini aku,” sahut sebuah suara yang sangat kukenal. Aku ragu, apakah aku harus membukakan pintu untuknya atau tidak. Tetapi akhirnya aku membuka pintu juga.

Aku menatapnya datar saat ia tersenyum sambil memperlihatkan sebuket bunga carnation berwarna putih.

“Em… ini aku membawakanmu bunga carnation, kau suka kan?” tanyanya sambil tersenyum, lalu ia ngeloyor masuk kedalam dormku. Ia pun menaruh bunga-bunga itu kedalam vas bungaku yang sudah lama kosong, seperti hatiku.

Dengan santainya ia duduk di sofaku. Aku masih menatapnya kebingungan, “Hyeseul eonni? Kau tidak bersama… suamimu?” aku sedikit memelankan suaraku saat mengucapkan kata ‘suamimu’. Hyeseul eonni masih dalam balutan gaun pengantin berwarna putih, ia kelihatan cantik sekali.

“Sebenarnya aku ingin berbicara denganmu tentang Sehun. Sebelum kami menikah, ia selalu mencemaskanmu, ia takut kalau kau akan marah padanya jika ia ingin menikah denganku. Tetapi aku katakan kepadanya bahwa kau pasti akan mengerti. Tetapi saat ia bilang bahwa kau menangis saat ia memberitahumu bahwa ia akan menikah, aku langsung tidak enak hati. Bagaimanapun juga, kau yang lebih lama mengenal Sehun daripada aku. Karena itulah, aku ingin meminta maaf,” Hyeseul eonni menggenggam tanganku, tersenyum tulus.

Aku menatap tangan kiriku yang digenggam oleh Hyeseul eonni, “Gomawo karena telah memberitahuku,” kataku pelan. “Apakah kalian berdua bahagia sekarang?” tanyaku, menahan air mata.

“Cukup melelahkan, tetapi aku dan dia bahagia. Dan kami pasti akan lebih bahagia lagi jika melihat kau tersenyum,” Hyeseul eonni tersenyum lembut, lalu mencubit pipiku pelan.

Aku pun tersenyum, tetapi bukan senyumanku yang biasa. “Eonni, terima kasih atas bunganya. Dan… aku ingin… kau menjaga Sehun oppa baik-baik, ya, buat dia berbahagia. Karena mungkin aku sudah tidak bisa berada di sampingnya lagi.”

Hyeseul eonni mengangguk mengerti, ia pun beranjak dari sofa, berpamitan padaku. Pada saat aku membukakan pintu untuknya, tepat Kai oppa yang baru pulang datang ke dormku. Setelah Hyeseul eonni pulang, Kai oppa pun menyodorkan kamera milikku.

“Aku sudah memotret mereka, kau bisa melihat kebahagiaan mereka berdua terpancar. Dan… ada satu kejutan untukmu,” ucap Kai oppa yang langsung membuka dasinya.

Aku menatapnya bingung, lalu menyalakan kameraku. Mataku disuguhi pemandangan menyakitkan dari dua sejoli ini, tapi aku tetap berusaha sabar. Sehun oppa kelihatan tampan sekali, dan Hyeseul eonni pun terlihat sangat cantik.

Aku berhenti di sebuah video recorded yang berada di kameraku, aku langsung saja mengeplay video itu.

Annyeong haseyo, Jihyo-ya~. Dimana kau? Kau tidak datang ke pesta pernikahanku? Wah, sayang sekali padahal aku telah memesan makanan favoritmu yang aneh itu, tapi kau malah tidak datang. Jihyo-ya, aku minta maaf. Karenaku, kau menangis kemarin, aku mengerti siapa yang kau bicarakan 10 hari yang lalu, itu pasti aku kan? Aku baru menyadarinya saat kau menangis begitu dalam, membuat hatiku sendiri sakit saat melihatmu menangis seperti itu.

“Maafkan aku yang harus terus meninggalkanmu saat aku pergi dengan Hyeseul, maafkan aku yang terus menerus mengorbankan waktuku bersamamu hanya untuk pergi berdua dengan Hyeseul. Dan sekarang aku mengerti maksud dari perkataanmu saat kita terakhir kali menonton film bersama. Memang benar, ia tidak pernah melakukan itu semua, tetapi kau, karena kau mencintaiku. Walaupun ia seperti itu, aku tetap saja mencintainya, dan ia pun juga mencintaiku. Aku tahu kau pulang duluan tanpa memberitahuku saat kita pergi ke Myeongdong di malam Natal, aku tidak begitu menyadari bahwa ternyata kau sangat tersakiti oleh sikapku, aku minta maaf.

“Aku tidak akan pernah melupakan persahabatan kita selama 4 tahun terakhir, walaupun nantinya aku sudah mempunyai anak ataupun cucu. Kau tetap sahabatku, kau tetap adik kecilku. Aku pasti akan merindukan saat-saat aku menjahilimu, saat-saat aku mengacak rambutmu. Aku akan merindukan itu semua, pasti.

“Sekarang, yang aku inginkan adalah kau tersenyum. Jangan lagi kau menangis, apalagi alasan bahwa kau menangis adalah aku, karena aku akan merasa bersalah sekali. Jika kau berbahagia, pasti aku akan bahagia juga, begitu sebaliknya. Aku sayang padamu, Jihyo-ya. Kau akan selamanya menjadi adikku dan sahabatku yang paling baik. Dan yang terakhir, Happy Birthday to you, Jihyo-ya. Kotak berwarna biru yang dibawakan oleh Kai adalah hadiah dariku, aku sendiri yang membuatnya. Annyeong,”

Aku menatap kearah Kai oppa, ia pun mengeluarkan sebuah kotak biru kecil dari saku tuxedonya, ia pun memberikannya kepadaku. Setelah menerimanya, aku membuka kotak itu, hatiku serasa dipukul dengan batu keras melihat boneka anak perempuan kecil dengan 2 mata kancing di wajahnya. Jahitannya banyak yang tidak rapi, meyakinkan bahwa itu adalah buatan Sehun oppa.

Tanpa sadar, aku menangis. Air mataku membasahi boneka kecil yang kugenggam, Kai oppa segera mengambiliku segulung tisu, lalu menghapus air mataku. Aku rasa aku sudah bisa menerima kondisi ini dengan lapang dada. Terutama, di hari ulang tahunku ini, setidaknya aku bisa melihat orang yang aku cintai berbahagia.

Saengil chukka hamnida, Jihyo-ya,” bisik Kai oppa lembut, tepat di telingaku.

——-

Fiuhh, gimana, readers? Sedih gak? Sorry if I had some typos or something. You can give me your comments or like below. Hihi thank you!



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles