Wolf’s Eternal Love
A Storyline Present By:
@diantrf & @ferrinamd
Wolf’s Eternal Love
(Can’t Avoid Him)
Cast:
Huang Zitao, Oh Sehun (EXO) | Park Cheonsa, Zhen Yilyn (OC)
Genre: Fantasy, School-life, Romance | Rating: T | Length: Chaptered
Prev:
Teaser | Part-1 | Part-2 | Part-3
0o0
“Lyn, nanti jangan lupa. Kamu bawakan dua puluh empat buku sejarah yang harus kamu pinjamkan dari perpustakaan. Nanti kamu ajak Kang Sura untuk membantumu membawakan bukunya.” Lyn hanya bisa terdiam mendengar suruhan Ahn saem di pagi hari ini. Yang ia lakukan hanyalah mengangguk dan menuruti perintah guru Sejarahnya.
“Baik, saem. Jam istirahat saya akan kesana dengan Sura,” jawab Lyn disambut tepukan ringan dari guru pria itu.
“Okay, aku percayakan padamu.”
Lyn membungkuk hormat kepada Ahn saem—guru Sejarah yang menyuruhnya membawa buku Sejarah Korea yang setebal kamus. Untungnya Sura—teman sekelasnya—mau membantu. Lyn menghembuskan napas seraya kembali berjalan di koridor menuju ruang kelasnya.
“Lyn, Lyn!” Langkah Lyn terhenti setelah mendengar namanya dipanggil oleh seseorang—yang ternyata adalah Tao. Pria itu berlari kecil menghampiri gadis yang dicintainya. Wajah cantik Lyn selalu mampu membuat Tao sejenak terdiam menikmati keindahan makhluk Tuhan di depannya ini.
“Tao, selamat pagi.” Lyn tersenyum manis melihat Tao yang tersenyum sumringah. Bukan jawaban yang didapatnya, Tao hanya bergeming dengan menatap tajam kepada sepasang mata Lyn. Sejak semalam, Tao memikirkan keadaan Lyn setelah otaknya dipenuhi dengan ucapan Sehun yang masih menduga-duga apakah benar Lyn merupakan keturunan dewa. Mata tajam Tao beralih melihat Wolf-print di leher kiri Lyn. Benar saja, ucapan Sehun tidak meleset. Lyn memang mempunyai Wolf-print berwarna ungu terang. Sangat cantik menghias leher jenjang Lyn. Namun pria itu menggelengkan kepala mengaburkan pikiran kotornya.
“Tao, kamu kenapa?” Lyn memegang lengan Tao, mendapati keanehan yang terjadi beberapa detik lalu.
“Tidak, aku tidak apa-apa.” Lyn mengangguk mendengar jawaban Tao. Ia harap begitu—walaupun jawaban Tao tidak terlalu meyakinkan Lyn dengan wajahnya masih terus memandanginya. Seperti tatapan ketakutan dari pandangan mata yang awas dan tajam.
“Yakin, kamu tidak apa-apa?” Tanya Lyn. Sedangkan Tao hanya mengangguk dalam diam. Kemudian tangan Tao memegang tangan kiri Lyn. Mengajak gadis itu berjalan sejajar dengan dirinya.
“Biar kuantar kamu ke kelas.”
“Terima kasih,” ucap Lyn yang tersenyum menatap Tao hangat. Sampai mereka berdua tidak mengetahui seseorang mengamati gerak-gerik mereka—tetap dengan senyum misterius yang tersungging di bibirnya, lantas berjalan lurus menuju ruang guru.
***
Lyn memasuki kelasnya. Setelah bel masuk dibunyikan, anak-anak langsung memasuki kelas. Kang Sura—teman sebangkunya—tersenyum manis menyambut kedatangan gadis itu. “Kau tahu, akan ada guru baru yang masih muda mengajar di kelas kita.” Lyn duduk manis di kursinya, menghadap kearah Sura yang mengajaknya berbicara. Hal ini akan jadi topik hangat, mengingat jarang sekali ada guru muda berminat untuk mengajar di sekolah ini.
“Memang siapa? Dia mengajar apa? Matematika?” Sura menggeleng pelan. Temannya juga berharap guru Matematika ini diganti. Karena siswa-siswi disini sudah bosan mengajar oleh guru laki-laki yang menyebalkan, Byun seonsaengnim.
“Bukan itu. Jujur aku juga berharap dia yang akan digantikan. Sayangnya tidak. Choi saem tidak akan mengajar lagi. Dia harus meneruskan pendidikannya di Inggris. Kamu pasti tahu, pria tampan itu sangat mengejar-ngejar pendidikan Bahasa Inggrisnya sampai ke tingkat atas.” Lyn mengangguk mengerti. Sedikit kecewa mendengar nama Choi saem yang akan digantikan. Padahal Lyn sangat senang belajar bahasa Inggris dengan guru tampan pujaan seluruh siswi di sekolah itu.
“Lalu siapa yang akan menggantikan beliau? Guru pria atau wanita? Tua atau muda?” Sura tertawa diberondong pertanyaan sekaligus oleh Lyn.
“Aku dengar dia pria tampan pindahan dari luar negeri. Hari ini sudah terdengar desas-desus kedatangan pria itu dengan mobil mewahnya. Mungkin dia guru terkaya yang kita punya seantero sekolah,” canda Sura diiringi gelak tawa Lyn, bersamaan dengan seruan dari siswa yang masuk terburu-buru ke kelas.
“Guru baru kita sudah mau datang kesini,” sahut sang ketua kelas, Lee Taeyong.
“Cepat duduk di bangku masing-masing.”
Siswa-siswi sekelas Lyn bergegas menuju bangku masing-masing. Lyn dan Sura membenarkan duduknya. Bersamaan dengan sosok tinggi berambut golden-brunette-nya yang jatuh terurai di dahi lebarnya. Lyn tak menyangka pria tinggi itu akan menjadi guru pengganti. Baru saja kemarin ia bertemu dengannya. Lagi-lagi ada sesuatu mengganjal perasaan Lyn. Seperti ada hal yang mengancam dirinya. Namun Lyn tidak berhasil menebak secara tepat apa yang sebenarnya terjadi.
“Good morning, students.” Ucapan pria itu menggema dan disambut oleh siswa-siswi di kelas ini. Matanya menyisiri satu persatu wajah murid barunya. Sampai ia menemukan mata hazeld yang sangat diingatnya kemarin sore. Bahkan tatapan lembutnya masih terngiang di kepala. Senyum misterius mendarat manis untuk Lyn. Gadis itu menatap heran dan melewati begitu saja tatapan guru barunya.
‘Akhirnya kita bertemu lagi. Aku sudah sangat lama mencari-cari keberadaanmu. Untuk menjadi incaranku selama ini.’
Lyn menengok ke kanan dan kiri. Bisikan itu sangat jelas terdengar di telinganya. Terkesan seolah suara itu akan mencari dan menangkapnya sewaktu-waktu. Sebuah tanda di lehernya bersinar terang dan hanya pria di depan kelas itu yang melihat dengan jelas.
***
Jam istirahat sudah berbunyi. Siswa-siswi di kelas berhamburan keluar. Menuju kantin, lapangan atau sekedar duduk santai di bawah pohon. Lyn sendiri bersama Sura harus pergi ke perpustakaan untuk membawa dua puluh empat buku Sejarah setebal lima sentimeter untuk digunakan oleh teman-temannya ketika jam pelajaran Sejarah tiba.
“Mungkin kalau bukan suruhan Ahn saem, aku tidak akan mau membawa buku-buku berat ini,” keluh Sura. Ucapan gadis di sebelah Lyn terdengar menggelikan. Sura terheran melihat reaksi Lyn.
“Kenapa kamu tertawa?”
“Ani,” jawab Lyn pendek sambil menyusun buku-buku yang terbagi menjadi empat. Dua tumpuk untuknya dan dua tumpuk lagi untuk Sura. Sedikit melegakan sebelum membawanya, petugas perpustakan sudah membantu mereka berdua untuk merapikan serta mengikat buku tersebut agar tidak jatuh berhamburan di lantai—mengingat bagaimana hal itu sering sekali menimpa Lyn.
“Sudah jangan mengeluh. Memangnya kamu saja yang tidak mau disuruh seperti ini? Aku jelas-jelas juga tidak mau. Ini…terpaksa.” Sura menjentik jarinya, menyetujui ucapan sahabatnya.
“Aku setuju. Sekarang lebih baik kita serahkan pada Ahn saem, sebelum bel masuk berbunyi.” Sura sudah mengangkat dua tumpukan buku tebalnya. Tinggal Lyn yang masih melengkapi buku-buku yang dibawanya.
“Ayo, kita ke kelas,” ajak Sura melihat Lyn fokus mencoba mengikat satu tumpuk buku lainnya.
“Kamu duluan saja. Aku masih mengikat ini.”
“Kutunggu, ya?”
“Tidak usah. Aku tidak apa-apa sendiri.”
“Ya sudah. Aku duluan.” Sura melenggang pergi setelah berpamitan pada Lyn. Sedangkan Lyn masih berkutat untuk mengikat tumpukan buku ini agar tertata rapi. Aneh, padahal satu tumpuk pertama tadi mudah sekali untuk mengikatnya. Lalu dimana petugas perpustakaannya? Bukankah seharusnya dia membantu Lyn?
“Butuh bantuan?” Lyn tersentak. Dagunya terangkat mendapati seseorang berdiri di depannya dan ia sendiri tengah terduduk di sebelah rak buku-buku sejarah. Dia guru bahasa inggris Lyn yang baru—Kris seonsaeng. Tapi pria itu lebih suka dipanggil namanya saja—itu yang ia katakan sewaktu perkenalan berlangsung. Padahal itu tidak sopan dalam tata krama yang diajarkan di sekolah. Ah, Lyn lupa. Bukankah Kris dari luar negeri—tepatnya Kanada?
“Saem,” sahut Lyn memanggil Kris. Pria itu berjongkok merampas tali-temali yang tadi digenggam Lyn, bermaksud mengikat tumpukan buku itu.
“Panggil aku Kris. Jangan panggil ‘saem’. Okay,” Kris menatap sepasang mata hazeld Lyn sangat dekat. Lyn seolah terhipnotis mata Kris. Menarik perhatiannya namun menjerumuskannya ke dalam lembah kegelapan. Lyn mengerjapkan kedua matanya—memutuskan kontak mata dengan Kris, sedangkan pria itu tersenyum penuh arti sambil terus menyelesaikan bantuannya.
“Selesai,” seru Kris yang berdiri membawa tumpukan buku tersebut. Lyn ikut berdiri membawa satu tumpuk buku lainnya. Mereka berjalan keluar bersama dalam diam. Ini benar-benar aneh, Lyn sama sekali tidak bisa berkutik saat berada di samping Kris. Bibirnya terkunci rapat, lidahnya kelu, bahkan matanya tak lepas memandang Kris dari ujung matanya. Seperti sekarang, Lyn mau saja mengikuti Kris keluar perpustakaan.
“Sekarang mau dibawa kemana buku ini?” Kris buka suara setelah semenit mereka berjalan dengan keheningan yang melanda. Banyak siswa-siswi berbisik melihat kedekatan Lyn dengan guru baru itu. Kepala Lyn tertunduk malu, tanpa mau menatap ke depan. Hanya mengekori Kris dengan melihat langkah kaki panjang gurunya dari belakang.
“Lyn.” Panggilan seseorang membuyarkan lamunannya. Lyn berhenti, menengok siapa yang memanggil namanya. Itu Tao. Ternyata gadis itu melewati kelas Tao. Laki-laki itu memegang tangan bebas Lyn.
“Tao,” sahut Lyn memanggil nama Tao senang. Senyuman langsung muncul begitu melihat lelaki pujaannya. Tao sendiri menyambut senyuman Lyn dengan tawa khasnya.
“Kamu mau kemana?” Tanya Tao penasaran. Sampai akhirnya Tao melihat pria tinggi di depan Lyn berdiri tak jauh dari mereka berdua—menatap tajam Tao dari kedua matanya. Tao rasa ada sesuatu yang tidak beres.
“Aku mau ke kelas. Tadi habis dari perpustakaan. Oh ya, kenalkan ini guru baruku. Kris, kenalkan ini temanku, Tao.” Pria berambut golden-brunette itu berjalan mendekati Lyn dan Tao. Tangannya terulur bermaksud memperkenalkan diri sebagai guru baru di sekolah ini. Bahkan hal yang tidak biasa, seorang guru mengulurkan tangan lebih dulu untuk mengajak berkenalan muridnya. Tao masih menatap tajam Kris. Mereka beradu pandang selama tiga detik.
“Tao.” Sahutan dari Lyn menyadarkan Tao. Lalu ia mengulurkan tangan menyambut jabat tangan dari Kris.
“Kenalkan aku Tao dari kelas 11-1.” Tao sedikit menunduk masih menjabat tangan Kris.
‘Tangannya sangat dingin.’ Bisik Tao dalam hati.
“Aku Kris, guru baru di sekolah ini. Kau bisa memanggilku dengan nama itu.” Tao mengangguk mengerti. Kris berpaling menatap Lyn yang diam-diam masih memandang Tao. Ia tahu dari sorotan mata Lyn bahwa gadis itu menyukai Tao. Dia tidak akan membiarkan mereka berdua bersatu. Tidak akan.
“Lyn, mari kita ke kelas. Ahn saem pasti sudah menunggu.” Kris berjalan lebih dulu, tanpa berkata apa-apa lagi pada Tao.
“Tao, aku ke kelas ya. Kita ketemu sepulang sekolah.” Lyn melempar senyum pada Tao dan berlalu meninggalkan Tao yang masih berkutat dengan pikirannya sendiri.
***
Lagi, Tao dan Sehun harus melakukan pembicaraan sensitif ini di taman belakang—tentu saja agar tidak ada seorang pun yang mendengar. Tao menggerutu dalam hati jika harus mengingatkan situasi Lyn dalam bahaya. Kenapa jatuh cinta begitu menyusahkan?
“Aku rasa pria itu bukan manusia. Dia terlalu misterius untuk ukuran manusia. Bahkan matanya, kau tak lihat sorotan matanya sangat gelap. Serta saat Lyn berada dalam jangkauan pria itu, sosok itu seolah ingin menjauhkanmu dari Lyn.” Tao menundukkan kepala. Ia frustasi, ia tidak tahu harus berbuat apa. Ini terlalu rumit. Tao takut kehilangan Lyn.
“Maksudmu, Kris?” Sehun menganggukkan kepala menimpali pertanyaan Tao.
“Iya. Dia..aku rasa dia makhluk lain. Tapi kita masih belum tahu siapa dia sebenarnya. Aku masih harus mengumpulkan bukti-bukti jika Kris bukan manusia.” Tao mengacak-acak rambutnya, ia tidak bisa berpikir. Tidak ada yang dia pikirkan selain Lyn, Lyn dan Lyn. Gadis itu seluruhnya sudah menguasai otak Tao.
“Kau jangan terlalu panik, Tao. Aku tahu perasaanmu. Kita harus tetap melindungi orang yang kita cintai.”
***
Sesampainya Tao dan Sehun di kelas, Cheonsa berlari menghampiri mereka berdua dengan senyum sumringah yang nampak di wajah berserinya.
“Kalian tahu, aku tadi bertemu guru baru di sekolah ini. Wajahnya sangat tampan. Bahkan ketampanannya melebihi kalian berdua. Tubuhnya juga tinggi. Pria ideal semua wanita,” jelas Cheonsa. Sayangnya tidak digubris sama sekali oleh kedua pria itu. Mereka berlalu begitu saja saat tahu yang dibicarakan Cheonsa adalah Kris. Cheonsa menatap heran, tak biasanya Tao dan Sehun memasang wajah lesu seperti itu. Cheonsa menyusul Sehun, tanpa melirik Tao yang duduk di bangkunya dengan wajah tertelungkup.
“Ya! Sehun-ah, aku belum selesai bicara..” Sehun menatap Cheonsa datar. Ia malas dan tidak suka saat Cheonsa membicarakan pria lain. Menceritakan tentang Tao saja sudah membuat telinganya panas—tapi Sehun mulai menerima hal itu. Kali ini Cheonsa malah membicarakan pria lain—lagi—dan pria itu baru saja diungkit-ungkit antara dirinya dengan Tao.
“Apa, my princess? Mau membicarakan Kris lagi?” Cheonsa mengangguk semangat. Tangannya diletakkan di bahu Sehun supaya pria itu mendengar perkataannya.
“Kau tahu, aku bertemu dengan guru baru itu, saat bertemu dengan Lyn. Lalu ia memuji Wolf-print di leherku. Dia bilang gambar abstrak kecil di leherku bagus. Warna birunya sangat cantik di kulitku.” Tatapan Sehun berubah seketika. Mendengar kata ‘gambar abstak kecil’ yang dimaksud—Wolf-print.
Jadi Kris bisa melihat gambar di leher Cheonsa? Berarti dia juga melihat gambar di leher Lyn. Padahal tidak ada manusia manapun bisa melihatnya, hanya bangsa lain selain manusia tentunya. Satu bukti terkuak. Memang benar dugaan Sehun, Kris bukan manusia sepenuhnya.
“Sehun, Sehun, kau mendengarku?” Cheonsa menepuk-nepuk pundak Sehun. Pria di hadapannya jadi berubah drastis hari ini.
“Y-ya, kenapa?”
“Kau tidak mendengar ceritaku, Sehun-ah. Kau tidak suka, ya?” Sehun mengusap kepala Cheonsa lembut.
“Aku bukan tidak suka. Aku hanya kaget, dia bisa melihat Wolf-print itu. Bukankah manusia biasa tidak bisa melihatnya?” Cheonsa mengerutkan dahi, ia heran sekaligus penasaran. Kalau memang benar Kris bukan manusia dan dia makhluk lain, jadi dari mana dia berasal? Bukankah ini aneh?
“Jadi dia bukan manusia?” Sehun mengendikkan bahu tidak ingin menjawab benar atau salah. Masalah ini masih belum jelas. Harus ada bukti yang mendukung segala hipotesis mereka agar semakin kuat.
“Entahlah, aku masih belum bisa membuktikannya. Mulai sekarang kuharap kamu jangan terlalu dekat dengannya, my princess.” Cheonsa memandang ke depan. Tatapannya kosong, rasa penasaran mengalahkan segalanya. Ia jadi tertarik untuk melihat siapa sosok Kris sebenarnya.
***
Sudah hampir seminggu ini Tao dan Lyn tidak pulang bersama lagi. Biasanya gadis itu akan menunggunya di depan kelasnya. Sayangnya itu tidak terjadi beberapa hari terakhir. Bodohnya, Tao lupa untuk meminta nomor pada Lyn, agar dirinya bisa dengan mudah menemukan dimana keberadaan gadisnya.
Sepanjang jalan ini ia melangkah di koridor sekolah seorang diri. Cheonsa dan Sehun sudah pulang duluan. Tinggal dirinya saja, menunggu keberadaan Lyn. Dia tidak ada di kelas. Kenapa Tao tidak mencari tahu ke rumahnya?
Kaki Tao langsung berlari cepat, menaiki motornya. Ide bagus untuk melihat keadaan Lyn ke rumahnya. Tentu saja gadis itu pasti sudah pulang. Tiba di depan rumah Lyn, Tao dapat melihat dengan jelas sosok gadis yang ia kenal. Lyn baru saja turun dari mobil Kris. Tao menatap Lyn tengah tersenyum senang. Bahkan gadis itu tertawa saat berbicara dengan Kris. Sudah sedekat itukah Lyn dengan Kris?
“Tao, kamu ada apa kesini?” Tanya Lyn dan pria misterius itu masuk ke rumah yang ternyata bersebelahan dengan Lyn. Dunia ini sempit bukan? Tao menghela napas kasar. Dia harus berbuat apa untuk melindungi Lyn?
“Tao, kamu tidak apa-apa?” Lyn memegang pergelangan tangan Tao. Pria itu menatap wajah Lyn dalam. Rahangnya mengeras seiring dirinya yang terlalu memikirkan gadisnya.
Sepolos itukah Lyn sampai bisa dekat dengan makhluk yang bukan dari bangsa manusia?
“Kamu pulang bersama pria itu? Kenapa kamu tidak pulang bersamaku saja? Kenapa harus dengan pria itu? Kamu bahkan tidak menghubungiku sama sekali.” Lyn menundukkan kepala, takut melihat wajah Tao. Baginya, sekarang Tao seperti bukan Tao yang biasanya. Dia terlihat menakutkan.
“Kenapa kamu tidak menjawab, Lyn? Aku khawatir padamu. Aku tidak mau kamu celaka. Kenapa kamu selalu membuatku khawatir?” Wajah Lyn terangkat, ia berani menatap Tao. Lyn tahu, dirinya salah. Tidak bilang pada Tao, tidak menyuruh pria itu untuk pulang terlebih dahulu tanpa menunggunya. Karena Kris yang mengajaknya, membujuknya. Ia tidak bisa menolak ajakan Kris. Kehadiran Kris terlalu kuat. Lyn seolah terjebak ke dalamnya, tapi dirinya merasa nyaman dengan perlakuan Kris terhadapnya.
Apa Lyn salah mendapat perlakuan istimewa dari Kris?
Mungkinkah Tao cemburu?
“Kenapa aku harus izin padamu? Memang kamu siapa? Jangan pernah mengaturku,” pekik Lyn penuh penekanan. Raut wajah Tao berubah kaget dan lama-lama berubah menjadi tatapan sendu. Oh, tidak. Lyn terlalu berlebihan, seharusnya dia tidak membentak Tao barusan. Namun itu semua sudah terlanjur. Lyn lebih baik masuk ke rumah, daripada harus melihat Tao tersakiti karenanya. Langkah Lyn langsung tertahan, merasakan pergelangan tangannya digenggam kuat oleh Tao.
“Kumohon, jangan seperti ini. Aku mencintaimu, aku ingin melindungimu. Kamu harus percaya padaku,” lirih Tao membuat Lyn berbalik dan terdiam.
Gadis itu bergeming hingga Tao merengkuh tubuh mungil Lyn ke dalam dekapannya. Memeluk gadisnya erat-erat, tak mau melepasnya. Lyn menyambut pelukan erat Tao. Tangan Lyn tergerak memeluk leher Tao, menghirup aroma maskulin Tao yang Lyn sukai. Tanpa sadar air mata mengalir di sudut mata Lyn. Gadis itu menangis.
“Maafkan aku, Tao. Aku juga mencintamu.”
***
Cheonsa berjalan seorang diri di kompleks rumahnya. Sebenarnya tadi ia pulang bersama Sehun, namun entah mengapa tiba-tiba saja terdengar lolongan serigala dan Sehun bilang jika itu panggilan untuknya. Jadilah Sehun menurunkan Cheonsa di depan kompleks rumahnya dan meninggalkannya begitu saja. Dasar menyebalkan.
“Annyeong, Cheonsa.”
Terdengar panggilan seorang pria padanya. Oh, itu adalah tetangga sebelah rumahnya. Namanya Kim Junmyeon. Dialah yang Cheonsa maksud sebagai seorang Vampire yang bekerja sebagai dokter. Junmyeon ini sangat ramah pada orang lain, itulah yang menyebabkan tak ada yang curiga jika ia bukan manusia.
“Pulang sendiri? Kekasihmu kemana?” Junmyeon tertawa setelah mengatakan hal itu, membuat Cheonsa mengembungkan pipinya.
“Ia meninggalkanku di portal sana, dan ia bukan kekasihku!”
“Hehe, baiklah. Oh ya, malam ini bulan purnama. Oppa sarankan jangan keluar kemana-mana, angin akan berhembus sangat kencang malam ini.” Ia tersenyum lalu menaruh selang yang ia gunakan sebelumnya untuk menyiram tanaman dan berlalu meninggalkan Cheonsa untuk masuk ke dalam rumahnya.
Berbanding terbalik dengan Cheonsa yang seperti menangkap pesan misterius dari tetangga yang sering dipanggilnya ‘oppa’ itu. Seolah mengatakan ‘Diamlah di rumah atau kau akan menyesal nantinya.’. Cheonsa mengendikkan bahunya lalu melanjutkan langkahnya dan memasuki pekarangan rumahnya yang tepat bersebelahan dengan rumah milik Junmyeon.
TBC
@ferrinamd’s Note: Test, test sebentar lagi kita akan tiba pada klimaks cerita. Eits, tapi baru muncul di episode selanjutnya. Tetap menunggu cerita berikutnya dari kami berdua. Love you <3
@diantrf’s Note: Hey, chapter 4 nih hehe. Semoga semuanya suka. Ikutin terus yaa, masih banyak misteri yang belum diungkap. Jangan lupa baca karya kami yang lain. Annyeong^^
