Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

2 Promises : The Last White Roses

$
0
0

The Last White Roses

2 promises

Author            :

LDA/Pitz (@tariganms17)

Main Cast      :

  • Oh Sehun (EXO’ Sehun)
  • Shin Dae Jung (OC)
  • Jung Soo Jung (F(x)’ Krystal)

Other Cast     :

Find by yourself

Genre             :

Sad, Romance, Little Bit Angst

Length            :

Series

Rating             :

PG -17

 

DISCLAIMER

Annyeong, Readers!

LDA terharu melihat komentar kalian sampai LDA semangat lagi ngelanjutinnya /hiks/ (?) Pokoknya, LDA akan berusaha semaksimal mungkin buat menyuguhkan Fan Fiction terbaik yang bisa LDA persembahkan buat para Readers kesayangan LDA /plakk/ Kalau kalian baca cerita ini ditempat lain tapi authornya bukan “LDA” atau “Pitz”, dipastikan itu “Fans” nya LDA. Sekali lagi, “Fans” ya hahahaha (?) Namanya juga Fiction, ini hanya fiktif belaka. Cerita ini terispirasi dari beberapa cerita yang diilustrasikan sedemikian rupa sesuai imaginasiku sendiri. Harap maklum jika ada kesamaan di beberapa bagian. Cast EXO adalah milik Tuhan, Orangtua, dan Agensinya masing-masing. Selebihnya adalah milikku. Oh ya, disini ada perbedaan usia yang berbeda dengan faktanya^^ Thanks for EXOFanFiction’ Admins and all of you^^ Perhatikan Rating sebelum membacanya, karena ada konten dewasa di beberapa bagian. Don’t be Secret Readers, Please. WARNING! Typo Everywhere~ R C L, Please!!^^

Don’t copy this story without any permission!

HAPPY READING©©

“Ada berbagai macam alasan yang menyebabkan aku ‘melarikan diri’ dari semua itu.”

Senyum pria itu tersungging di bibirnya saat keluar dari kereta yang ditumpanginya. Sudah beberapa tahun belakangan ini, Ia sangat jarang berkunjung ke kampung neneknya, yaitu Busan. Ia merogoh sakunya—mencari sesuatu sambil berjalan meninggalkan kereta.

“Di jadwalku, seharusnya halmeoni sudah ada disini untuk menjemputku. Tapi aku tidak melihat halmeoni disini—“ baru saja ia akan duduk, Ia mendengar seseorang menghampiri dirinya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Pria 16 tahun itu menoleh ke belakang untuk melihat orang itu.

Annyeonghaseyo. Apa benar kau Oh Sehun? Cucu Youngmin halmeoni?” ujar seseorang—yang ternyata adalah seorang gadis—itu sambil tersenyum ramah padanya. Pria bernama Oh Sehun itu hanya mengangguk sambil menatap ke arah gadis itu—bingung.

“Ah—Shin Dae Jung imnida. Mianhae, halmeoni tidak bisa menjemputmu karena halmeoni sibuk di rumah. Jadi aku yang menggantikan halmeoni untuk menjemputmu disini. Kajja! Kita pergi dari sini!” tanpa memberi kesempatan pada Sehun untuk berbicara, gadis bernama Shin Dae Jung itu sudah menarik tangannya untuk pergi dari stasiun Busan..

*

“Kau sudah 4 tahun tidak berkunjung kemari, ya? Halmeoni terlihat sangat senang saat tahu kau akan berkunjung kesini. Dalam rangka apa?” Dae Jung—sambil membenarkan posisi topinya—bertanya pada Sehun. Sehun melirik ke arah gadis itu.

“Aku hanya ingin berlibur saja,” ujar Sehun dingin. Dae Jung yang mendengar jawaban itu tersenyum ramah meskipun Sehun tidak bersikap ramah padanya.

“Ide yang bagus jika kau memutuskan untuk berlibur kesini,” ujar Dae Jung ramah.

*

HALMEONI!!!” Sehun menaruh tasnya di teras rumah neneknya sesampainya Ia disana. Dae Jung masuk ke dalam rumah—mencari keberadaan nenek.

“Sehun-ssi, sepertinya halmeoni sedang pergi ke kebun,” Dae Jung keluar dari rumah dan berdiri di sebelah Sehun yang sedang duduk bersender pada tembok. Sehun acuh menanggapi apa yang dikatakan Dae Jung padanya.

“YAAAAAKKKK!!!” Sehun berteriak saat 3 anak menindih tubuhnya. Sehun berusaha menghindari bocah-bocah itu, namun mereka tidak mau menyingkir dari atas tubuh Sehun.

“Sehun-ah, akhirnya kau sampai juga disini. Semuanya, menyingkir dari tubuh hyung kalian,” Youngmin memanggil para bocah yang sedari tadi mengerubungi Sehun. Para bocah itu bangkit dan langsung menghampiri Youngmin dan 3 orang bocah lainnya.

Halmeoni, apa rumah halmeoni dijadikan tempat penitipan anak? Beraninya mereka padaku!” Sehun mendengus kesal sambil membenarkan posisi kacamata minusnya dan merapikan bajunya yang kusut karena ditindih para bocah itu. Youngmin hanya tersenyum geli melihat cucunya yang terlihat kusut karena ulah 3 bocah tadi.

“Kau pasti lelah, Sehun-ah. Masuklah, halmeoni akan membuatkanmu jus lemon,” Youngmin—diikuti para bocah itu—merangkul Sehun dan masuk ke dalam rumah.

*

Halmeoni! Apa benar rumah halmeoni dijadikan tempat penitipan anak? Mengapa banyak sekali anak kecil disini?” Sehun mengulangi pertanyaan yang belum sempat dijawab neneknya sebelum mereka masuk ke dalam rumah.

“Ini adalah Wu Yi Fan. Ia yang paling tua diantara 6 anak lainnya. Ini Zhang Yi Xing dan Huang Zi Tao, adik Wu Yi Fan. Mereka bertiga berdarah campuran China-Korea. Nah, yang lucu ini adalah Kim Min Seok. Dan kalau mereka berdua adalah adik kembar Min Seok, Kim Jong Dae dan Kim Jong In. Mereka semua ini adalah sepupu jauhmu.” Youngmin memperkenalkan para bocah itu satu per satu tanpa menjawab pertanyaan Sehun langsung. Sehun terbelalak saat neneknya itu memberitahunya bahwa 6 bocah ini adalah sepupunya.

halmeoni, jus lemonnya sudah siap,” teriak seseorang dari balik pintu dapur. Sehun dan Youngmin menoleh pada orang—gadis—itu.

“Bawa kemari, Jung-ah,” dengan hati-hati, Dae Jung membawa nampan berisi 1 teko jus lemon segar. Para bocah itu duduk berjajar di sekeliling meja sambil memegang gelas mereka masing masing. Dae Jung—masih dengan senyum ramahnya—menuangkan jus lemon itu ke setiap gelas ada di meja. Dengan cepat, jus lemon yang sudah dituangkan Dae Jung di gelas mereka habis tak bersisa. Mereka merengek pada Dae Jung untuk menuangkan jus lemon ke gelas mereka lagi. Dae Jung terlihat sangat senang melihat tingkah lucu bocah-bocah 8-10 tahun itu. Sehun menopang dagunya dengan tangannya—diam-diam memperhatikan pergerakan Dae Jung. Setelah semua gelas telah terisi, Dae Jung bergegas menuju dapur untuk meletakkan nampan dan teko yang sudah kosong.

“Dia itu siapa?” tanya Sehun sambil menatap ke arah Youngmin—penasaran.

“Dia Shin Dae Jung, tetangga baru halmeoni. Ia seumuran denganmu. Ia tinggal di sebelah rumah. Kau lihat rumah besar disebelah itu kan? Itulah rumahnya. Ia hanya tinggal berdua dengan kakak laki-lakinya, Shin Dong Woo. Ibunya sudah meninggal saat ia masih kecil. Ayahnya sedang bertugas di luar negeri. Ia sering sekali kemari membantu halmeoni menyelesaikan pekerjaan rumah. Ia gadis yang baik hati,” jelas neneknya.

“Di rumah sebesar itu, berdua saja?”

“Terakhir kali kau berkunjung saat mulai masuk SMP, bukan?”

“Hm, keurae halmeoni,”

“Kau boleh berkunjung sesukamu, kapanpun. Pintu rumah ini terbuka lebar untukmu. Tidak akan ada yang marah jika kau kesini,” Youngmin bangkit dari duduknya dan pergi ke dapur.

“Apa-apaan lagi ini?” Jong In dan Jong Dae memeluk Sehun dari belakang—diikuti 4 bocah lainnya dan Dae Jung. Para bocah itu—dengan raut wajah bahagia—menggoda hyung mereka.

“Asyik! Akhirnya kita punya gege yang bisa diajak bermain!” teriak Zi Tao sambil mengacak-acak rambut Sehun. Sehun—dengan raut wajah kesal—hanya bisa pasrah diperlakukn seperti ‘boneka’ oleh sepupu-sepupunya itu.

“Dae Jung-ssi! Apa yang kau lakukan dengan kacamataku! Kembalikan!” Sehun berteriak pada Dae Jung yang melepas kacamata Sehun tiba-tiba.

“Tidak pakai kacamata pun, kau masih bisa melihat bukan? Lepas saja, Sehun-ssi,” ujar Dae Jung sambil mencoba memakai kacamata minus Sehun.

“Kembalikan, Dae Jung-ssi! Aku tidak akan bisa melihat papan tulis jika tidak memakai kacamata!” Sehun berusaha merebut kembali kacamatanya, namun Dae Jung menghindari kejaran Sehun dengan raut wajah senang.

“Sehun-ssi, Sehun-ssi. Disini mana ada papan tulis? Disini bukan sekolah,”

“CEREWET!” Sehun berhasil merebut kacamatanya yang sedang dicoba Dae Jung dengan paksa. Dae Jung pun beranjak dari tempatnya dan melihat-lihat isi tas Sehun.

“Sehun-ssi rajin, ya! Kau membawa buku banyak sekali,” Dae Jung mengeluarkan isi tas Sehun satu per satu sambil tertawa renyah. Sehun mendengus kesal dan merebut tasnya yang dipegang Dae Jung.

“Jangan sentuh barang milik orang lain sembarangan!” Sehun mendorong Dae Jung dan langsung memasukkan buku-buku yang Dae Jung keluarkan dari tasnya.

Halmeoni bilang, diantara semua cucunya, Sehun-ssi adalah cucu paling cerdas. Halmeoni sangat bangga padamu, loh! Daebak!” ujar Dae Jung sambil memperlihatkan senyum ramahnya lagi.

“Makanya! Aku memang berbeda dari anak-anak seusiaku yang pergi ke sekolah sambil main-main!” Karena sudah sangat kesal, Sehun membentak Dae Jung. Ekspresi wajah Dae Jung langsung berubah—terlihat sangat syok dengan bentakan Sehun.

Mi.. Mianhae, Sehun-ssi,” dengan memeluk buku miliknya, Dae Jung berlari meninggalkan Sehun yang masih terlihat kesal.

PLAKK

“Sejak kapan kau menjadi sangat keterlaluan pada orang lain, terlebih lagi perempuan?!” Youngmin yang mendengar bentakan cucunya itu seketika menamparnya. Sehun terkejut sambil mengelus pipinya yang terkena tamparan neneknya.

“Tubuh Dae Jung itu lemah, jadinya ia sulit untuk bersekolah. Sekarang ia masih kelas 2 SMP karena beberapa kali tinggal kelas. Kau ketelaluan, Oh Sehun! Halmeoni tidak pernah mengajarkanmu menjadi anak yang kurangajar!” Sehun terbelalak saat mendengar penjelasan dari neneknya tentang Dae Jung.

*

Sehun berjalan menyusuri jalan sekitar rumah neneknya, mencari keberadaan Dae Jung. Ia merasa sangat bersalah pada gadis itu. Ia berniat meminta maaf padanya. Sehun melewati rumah besar Dae Jung yang terlihat sepi.

“Apa mungkin Dae Jung ada di dalam?” Sehun berusaha membuka gerbang rumah, tapi ia buru-buru membatalkan niatnya. Sehun pun meninggalkan rumah itu dan kembali menyusuri jalan.

“Mungkin saja dia butuh waktu untuk menyendiri karena kejadian tadi. Mianhae, Dae Jung—“ Sehun berhenti di sebuah sungai. Ia melihat seseorang yang dikenalinya sedang duduk memeluk lututnya di pinggir sungai. Ia pun menghampiri orang yang terlihat murung itu.

*

“Ada soal yang tidak kumengerti—“ Dae Jung—yang sedari tadi menunduk—menyadari kedatangan Sehun. Sehun mematung di sebelah Dae Jung.

“—makanya aku sangat senang saat tau ada anak yang seumuran denganku datang kesini. Ajari aku, jebal!” Dae Jung tersenyum memohon pada Sehun—membuat Sehun sedikit merasa lega. Sehun lalu duduk di sebelahnya.

“Kau tau? Belajar itu menyebalkan,”

“Menyebalkan? Wae?” tanya Dae Jung penasaran. Sehun membenarkan posisi duduknya, menopang dagu dengan telapak tangannya dan menatap langit—menerawang.

“Mata jadi rusak karena terlalu sering membaca buku. Walaupun aku masuk ke pilihan kedua karena gagal di pilihan pertama dengan usaha keras, tetap saja kita dipandang sinis oleh orangtua dan orang-orang di sekitar kita. Aku belum menentukan kemana aku akan melanjutkan studiku. Entah apa yang ingin aku kerjakan setelah lulus dari universitas. Aku pun tidak tau cita-citaku.”

“Rasanya aku ingin lari—lari dari semua yang membebaniku ini. Hanya itu yang aku rasakan”

“Aku tidak ingin belajar lagi, aku lelah!” lanjut Sehun sambil mengacak-acak rambutnya—kasar. Dae Jung memperhatikan ekspresi wajah Sehun—tertunduk sedih.

“Tapi aku hanya ingin tahu. Waktu aku beli apel seharga 120, dan jeruk seharga 100, semuanya 12 buah dengan harga kurang dari 1000. Dan sebisa mungkin apel yang dibeli lebih banyak dari jeruk, maka berapa jumlah masing-masing buahnya? Apa ini pun menyebalkan, Sehun-ssi?” tanya Dae Jung sambil membuka buku catatannya. Sehun terdiam—berusaha mencerna pertanyaan Dae Jung—lalu ia tersenyum ramah pada Dae Jung.

“Kalau itu sih penting, Dae Jung-ssi,” Dae Jung terbelalak sesaat—melihat Sehun tersenyum untuk pertamakalinya padanya—lalu membalasnya dengan senyum yang tak kalah ramahnya.

Shin Dae Jung—Gadis yang aneh,”

*

“Sehun hyung! Tolong ajari aku untuk mengerjakan soal perkalian ini!” Jong In merajuk sambil menyodorkan buku matematika miliknya ke wajah Sehun. Kakak kembarannya, Jong Dae, tiba-tiba mendorong adiknya dan menyodorkan buku IPA miliknya

Hyungnim! Ajari aku soal IPA ini dulu! Jong In biar terakhir saja!” Jong In dengan sewot mencubit lengan Jong Dae sampai Jong Dae berteriak kesakitan. Mereka pun akhirnya bertengkar.

“Sehun gege yang tampan! Ajari aku menulis hangul juga! Aku bingung dengan semua bentuk-bentuk ini! Ayolaaah,” Zi Tao—dengan menunjukkan wajah aegyonya—menarik-narik lengan baju Sehun sampai Sehun meliriknya—sebal.

“Jong Dae! Jong In! Berhenti!!” Sehun menjewer telinga keduanya karena mereka tidak kunjung berhenti memukuli satu sama lain.

“Semuanya duduk melingkar menghadap ke arahku, tertib!!” Sehun berteriak—sedikit membentak—pada mereka. Seketika mereka mengambil posisi menghadap Sehun.

NOONAA!” Yi Fan dan Yi Xing berlari ke pintu masuk. Mereka berdua menarik Dae Jung yang baru saja datang untuk bergabung bersama mereka. Dae Jung tersenyum ramah pada Sehun saat pandangan mereka bertemu—kemudian duduk di menghadap Sehun.

Sehun mulai mengajari mereka satu per satu. Jong In terlihat masih bingung dengan soal matematika miliknya. Jong Dae tersenyum puas karena berhasil mengerjakan soal IPA miliknya setelah Sehun menjelaskan materinya padanya. Zi Tao sesekali menghapus tulisannya karena ia merasa salah menulis hangulnya. Min Seok membaca buku sejarah bersama Yi Fan dan Yi Xing. Sehun terlihat kewalahan saat mereka bertanya berbagai hal. Dae Jung yang melihat ekspresi lelah Sehun menepuk pundaknya perlahan—memberinya semangat. Sehun tersenyum dan melihat buku catatan pelajaran Dae Jung.

“Nah, aku akan memberikan beberapa soal untuk kalian kerjakan. Siapapun yang sudah menyelesaikannya, boleh bermain,” para sepupu Sehun—termasuk Dae Jung—dengan sigap menyiapkan kertas kosong dan pensil. Yi Fan, Yi Xing, dan Min Seok menyelesaikan soal dengan cepat karena mereka lebih tua dari 3 orang yang lain. Jong Dae dan Jong In berlomba untuk mencari siapa yang tercepat diantara mereka berdua. Zi Tao—yang masih kebingungan dengan hangul—menangis karena ia tidak bisa mengerjakan. Dae Jung yang sedang kebingungan mengrjakan soal yang diberikan Sehun, mendekatkan posisinya di sebelah Zi Tao untuk menghibur dan menyemangatinya. Dengan penuh perjuangan, Zi Tao pun bisa menyelesaikan soal itu walaupun tertinggal dari kembar Jong Dae-Jong In. Hanya Dae Jung yang masih berkutat dengan soal. 6 bocah itu meneriaki Dae Jung—memberi gadis itu semangat untuk menyelesaikannya. Akhirnya Dae Jung berhasil menyelesaikannya dan mereka bertujuh bersorak untuknya.

Hyung noona! Kami main dulu!” dengan ceria mereka meninggalkan Dae Jung dan Sehun.

“Sehun-ssi,” panggil Dae Jung dengan senyuman khasnya—membuat Sehun menoleh dan menatapnya bingung.

“Suatu saat nanti, kau pasti bisa menjadi guru,” lanjut Dae Jung. Sekali lagi, Sehun menatapnya bingung.

“Aku kan sudah bilang, aku tidak tahu mau jadi apa ke—“ Sehun berhenti saat melihat Dae Jung yang tertidur di meja. Sehun tersenyum lalu membereskan buku-bukunya ke dalam tas.

*

“Sehun-ssi! Kau lucu sekali di foto ini!” Dae Jung tertawa sambil melihat koleksi foto milik Youngmin. Jong In dan Jong Dae tertawa puas saat melihat foto Sehun yang sedang menangis. Sehun mendengus.

Halmeoni!! Foto-foto ini kenapa harus ditunjukkan pada mereka?” Sehun sebal saat Min Seok, Yi Fan, dan Yi Xing mengejek foto-foto masa kecilnya.

“Sehun gege culun ya!” teriak teriak Zi Tao yang sejak tadi menertawakan foto-foto Sehun.

“Benar sekali, Zi Tao!” sahut Jong Dae-Jong In bersamaan—membuat Sehun menghampiri mereka dan merebut foto-foto yang mereka pegang!

“Tapi, biarpun tidak pakai kacamata—tetap sama. Tidak ada yang berubah,” Sehun terdiam saat Dae Jung mengomentari fotonya.

*

“Selamanya.. aku tidak ingin libur musim panas ini berakhir”

Halmeoni! Apa disini tidak pasang AC atau kipas angin tambahan? Aku kepanasan! Kipas angin satu-satunya malah diserobot bocah-bocah disana itu!” teriak Sehun pada neneknya yang berada di belakang rumah sambil mengipasi dirinya dengan kipas kertas milik neneknya.

“Kau kepanasan?” tanya Dae Jung yang terlihat tidak terganggu dengan suhu udara saat ini.

“Tentu saja! Ini kan 35 derajat, Dae Jung-ssi! 35 derajat!” Sehun mempertegas kalimatnya di ’35 derajat’. Ia benar-benar kepanasan.

“Pinjam! Biar aku saja yang mengipasimu,” tiba-tiba Dae Jung merebut kipas dari tangan Sehun dan mengipasi Sehun. Sehun menoleh dan terdiam sambil menatap wajah Dae Jung yang terlihat selalu senang.

*

“Wajahmu pucat—“ Sehun memperhatikan wajah Dae Jung—lekat.

Mwo? Apa yang kau katakan barusan?” Sehun terkejut karena gumamannya terdengar oleh Dae Jung. Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya—tanda tidak ada apa-apa.

“Sehun-ssi, aku menemukan ini kemarin di bawah meja. Ini bukumu?” Dae Jung menyodorkan sebuah buku dengan sampul berwarna merah muda, “The Last White Roses”. Sehun terkejut dan langsung mengambil buku itu dari tangan Dae Jung dengan ekspresi wajah malu.

Waeyo? Kau kelihatan terkejut. Jangan-jangan itu buku po*no ya?” Dae Jung mendekati Sehun yang berusaha menghindari Dae jung.

“Bu.. Bukan kok!” Sehun terus memeluk buku itu, berusaha menyembunyikannya dibalik bajunya.

“Kalau bukan, kenapa disembunyikan? Pasti itu buku po*no! Aku ingin lihat buku itu!” Sehun menyerah. Ia memperlihatkan buku itu pada Dae Jung.

“The last White Roses.. Ini kan hanya buku biasa, kenapa disembunyikan?” tanya Dae Jung sambil membuka halaman-halaman buku itu.

“Aku hanya sedikit malu. Itu sejenis novel percintaan. Tapi aku selalu membawa buku itu kemanapun, seperti jimat.” Ujar Sehun malu-malu.

“Coba kamu buka halaman 101,” suruh Sehun pada Dae Jung.

“Sudah. Memang ada apa di halaman ini? tanya Dae Jung bingung.

“coba baca paragraf terakhirnya,” jawab Sehun sambil menunjukkan posisi yang ia maksud.

walaupun terpisah jauh, aku akan tetap menyimpanmu dalam hati dan kenanganku, Song Da Jung. Apa artinya ini?” Sehun terdiam sesaat lalu tersenyum pada Dae Jung.

“Itu adalah bagian yang paling aku sukai dari novel ini. kira-kira artinya itu tak bisa terlupakan selamanya.”

“Song Da Jung itu mati meninggalkan namja yang disukainya. Pemeran utama dan Song Da Jung kira-kira seumuran dengan kita. Aku membaca ini sejak SD. Aku sering membayangkan saat umurku 15-16 tahun mungkin aku pun akan merasakan perasaan cinta seperti yang ada dalam novel ini,” papar Sehun sambil menatap langit-langit rumah.

“Tapi kenyataannya, aku tidak mengalami hal seperti itu karena aku terus belajar dan belajar,” Sehun tertawa kecil saat menyadari bahwa khayalan masa lalunya itu tidak terjadi padanya.

“Sehun-ssi?” panggil Dae Jung.

Ne?

“Kau juga—“

“—jangan melupakan aku, ya!” Dae Jung menundukkan kepalanya—membuat Sehun terperanjat karena permintaan aneh Dae Jung. Dae Jung mendongak lalu tersenyum pada Sehun.

“Eh, bolehkan aku meminjam buku ini? Kelihatannya seru. Boleh, ya?” bujuk Dae Jung.

“Bo.. Boleh kok,” ujar Sehun yang masih sedikit kaget karena Dae Jung tadi.

Noona! Coba kesini! Yi Fan muncul dari balik pintu dan menari tangan Dae Jung untuk mengikutinya. Dae Jung melambaikan tangan pada Sehun—yang masih terdiam—dan mengikuti Yi Fan.

“jangan melupakannya?”

*

Sehun membuka tasnya dan mengambil sebuah buku catatan. Ia lalu membacanya.

“Haruskah aku pulang 3 hari lagi?” ia menghembuskan nafas—kasar.

“Sehun-ssi!!” Sehun menoleh kebelakang. Ia—dengan cepat—memasukkan buku itu ke dalam tasnya.

“Apa?” tanya Sehun—datar.

“lihat ini! Apa aku cocok menggunakan hanbok milik halmeoni waktu masih muda ini? Halmeoni memberikannya padaku,” Dae Jung terlihat sangat senang mendapat hadiah pemberian Youngmin.

Mwo? Halmeoni juga pernah muda?” tanya Sehun sambil menyeringai.

“Kau tidak sopan pada halmeonimu ini,” ucap Youngmin—sewot.

“Ohya, tanggal 27 nanti akan ada Haeundan Sand Festival, loh! Kita kesana, yuk!” ajak Dae Jung pada Sehun dan yang lainnya.

“Kalian berdua saja yang pergi. Anak-anak tidak boleh diajak. Takut menyusahkan kalian disana,” ujar Youngmin sambil tersenyum.

“Oke berdua ya! Yaksok?” Sehun hanya diam tanpa mengiyakan atau menolak keinginan Dae Jung.

“Shin Dae Jung!!” seorang pria masuk tiba-tiba menghampiri Dae Jung. Dae Jung dan yang lain terkejut melihat orang itu masuk tanpa permisi.

Oppa?” Sehun terkejut dan langsung menatap Dae Jung yang memanggil pria itu ‘Oppa’.

“Aku terus mendapat telepon dari Changmin uisa yang menanyakan keadaanmu sebulan ini. Kau ini bagaimana? Kesehatanmu itu ren—“

“Cu.. Cukup, oppa! Jangan diteruskan!” Dae Jung berlari keluar dari rumah Youngmin tanpa mengucucapkan selamat tinggal. Sehun terpaku di posisinya—menatap Dae Jung yang sudah menghilang dari penglihatannya.

“Shin Dae Jung!!” pria bernama Shin Dong Woo itu berteriak memanggil adiknya itu.

“Dan Kau! Berhenti mendekati yeodongsaengku! Pertemanan kalian tidak tidak menguntungkan sama sekali! Saya harap, jangan pernah mendekati Dae Jung lagi! Permisi!” pria itu membentak Sehun lalu keluar sambil membanting pintu cukup keras. Sehun terlihat sangat terkejut.

Gege, apa itu berarti kita tidak bisa bermain dengan noona lagi?” tanya Yi Fan—sedih.

“Dae Jung pasti akan bermain bersama kita lagi,” ujar Sehun menenangkan sepupunya.

“Kesehatanmu itu ren—“

*

Hyuuuung!” Jong In memanggil Sehun yang masih berada di kamarnya. Sehun keluar dan menghampiri sepupu bungsunya itu.

waeyo?” tanya Sehun pada Jong In.

“Surat untuk hyung—dari Dae Jung noona,” Sehun langsung mengambil surat yang disodorkan Jong In padanya. Sehun membaca surat itu. Ia langsung bergegas ke kamarnya untuk berganti pakaian. Ia pergi tanpa berpamitan pada neneknya.

*

Nafas Sehun tersenggal-senggal. Ia mengatur nafasnya perlahan dan mulai mencari seseorang di kerumunan festival ini. Pandangannya tertuju pada seseorang yang memakai hanbok yang terlihat familiar baginya.

“Dae Jung-ssi!” Sehun berlari menghampiri Dae Jung. Gadis itu tersenyum—seperti biasa—padanya.

“Kau menyelinap, ya?” tanya Dae Jung.

“Setelah bertemu dengan kakakmu kemarin, aku menyelinap untuk bertemu denganmu disini,” ujar Sehun sambil mengatur nafasnya lagi.

“Kan sudah janji untuk pergi kesini—“

“—aku hanya ingi hidup dengan normal. Janji harus ditepati, benar begitu?” lanjut Dae Jung dengan senyum ramahnya lagi—membuat Sehun terdiam.

“Pertunjukkan kembang apinya akan dimulai. Kajja!” Dae Jung berjalan meninggalkan Sehun yang terdiam..

“Dae Jung-ssi, tunggu!” Sehun yang tersadar langsung mengejar Dae Jung. Dae Jung menoleh ke arahnya.

“Dae Jung-ssi—jangan terpisah,” Sehun menggenggam tangan Dae Jung—erat. Dae Jung terkejut dan melihat kearah tangan yang digenggam Sehun. Mereka pun berjalan beriringan

“tangan Dae Jung—hangat..”

*

Sehun dan Dae Jung duduk di pinggir pantai. Mereka berdua melihat ke langit—melihat kembang api yang meledak diudara.

“Ini indah sekali,” Dae Jung terlihat senang sambil terus memperhatikan bentuk kembang api yang meledak itu. Sehun menatap kearah Dae Jung—sendu tanpa melepas genggamannya.

“Dae Jung-ssi—“ Dae Jung menoleh ke sebelah kanannya.

“Besok—aku pulag ke Seoul,” Mata Dae Jung membulat, terkejut mendengar Sehun akan pulang besok.

“Lusa nanti, kursusku sudah dimulai. Setelah aku pikirkan lagi, aku merasa mampu melakukan semua itu. Aku tidak ingin lari lagi, Dae Jung-ssi,” Dae Jung melepaskan tangannya yang sedari tadi digenggam Sehun. Dae Jung berdiri dan berlari meninggalkan Sehun dan festival kembang api itu. Sehun tetap duduk di tempatnya—tidak berusaha mengejar Dae Jung.

*

halmeoni! Aku pergi! Jaga kesehatan, ya! aku akan datang lagi lain waktu” Sehun memakai sepatu dan berpamitan pada neneknya. Si kembar Jong Dae-Jong In terus memeluk Sehun dari belakang sambil menangis—mencegah sepupunya itu meninggalkan mereka. Sehun melepaskan pelukan mereka darinya dan berlutut pada mereka.

“Jong Dae-ah, Jong In-ah, jaga diri kalian ya! Hyung pasti akan bermain bersama kalian lagi. Kalian harus rajin belajar dan tidak bertengkar lagi,” Sehun memeluk kedua sepupu kembarnya—4 orang lainnya pun mendekat dan berpelukan bersama Sehun. Sehun melepaskan pelukannya dan melambaikan tangan pada mereka.

“Dae Jung, apa kau masih marah padaku sampai kau tidak berpamitan denganku?”

*

Sehun berjalan gontai di lobi stasiun. Sesekali ia mengedarkan pandangan ke setiap tempat, mencari Dae Jung yang ia ingin temui sebelum pulang.

“Sehun-ssi,” Sehun mencari seseorang yang memanggilnya dengar suara yang ia kenal.

“Dae.. Dae Jung-ssi? Kau kesini?” Sehun terkejut saat melihat Dae Jung ada di hadapannya.

“Ini untukmu, Sehun-ssi. Anggap saja ini permintaan maafku soal kejadian semalam. Mianhae,” Dae Jung membungkukkan badannya lalu memberi sebuah bingkisan berwarna merah muda.

Gwaenchana. Aku jadi merepotkanmu, Dae Jung-ssi. Apa ini?” Sehun mengambil bingkisan yang disodorkan Dae Jung padanya.

“Pokoknya, bingkisan itu harus dibuka jika kau sudah di kereta. Arasseo?” ujar Dae Jung sambil mendorong punggung Sehun agar cepat masuk ke dalam kereta.

“jaga dirimu baik-baik, Sehun-ssi,” ujar Dae Jung sambil melambaikan tangan pada Sehun yang akan masuk ke dalam kereta.

“Kau juga, Dae Jung-ssi! Jaga dirimu!” teriak Sehun lalu berlalu dari hadapan Dae Jung.

“Ia selalu tersenyum dan tertawa,”

“Shin Dae Jung,”

Sehun berbalik arah—Ia berlari untuk mengejar Dae Jung. Perasaannya tidak enak saat memikirkan namanya.

“TOLONG! ADA YANG PINGSAN!” seorang wanita berteriak histeris. Tanpa berpikir panjang, Sehun menghampiri orang yang pingsan itu. Ia syok saat mendapati Dae Jung terbaring lemah di pelataran stasiun. Sehun menggapai tubuh lemah Dae Jung dan memeluknya.

“Dae Jung-ssi!!!! Tolong!! Panggilkan ambulans!! Cepat!!” Sehun menggendong Dae Jung keluar dari stasiun.

*

Pikiran Sehun kacau. Ia merasa bersalah untuk kedua kalinya pada Dae Jung karena tidak menyadari kondisi Dae Jung sejak kakaknya menyusulnya ke rumah. Ia melihat ke bingkisan yang Dae Jung berikan padanya. Ia membukanya. Matanya membulat saat melihat isinya.

“The Last White Roses?” Buku ini ada 2? Apa yang satu ini miliknya?” ia membuka buku itu, melihat ke halaman 101. Ia mendapati halaman itu basah karena tetesan air yang membekas di kertasnya.

Song Da Jung itu mati meninggalkan namja yang disukainya—

“Bagian ini? Air mata Dae Jung—“ Sehun menghempaskan tubuhnya ke dinding rumah sakit.

Andwae! Ia ingin hidup normal seperti yang lain! Jangan tinggalkan aku, Dae Jung-ssi,” Sehun frustasi. Ia mengacak-acak rambutnya kasar. Tak terasa bulir air menetes dari pelupuk matanya.

Sehun menyeka air matanya. Ia bangkit dari tempat duduknya saat melihat kakak Dae Jung, Shin Dong Woo, datang dan menghampirinya.

“Sehun-ssi, bagaimana keadaan yeodongsaengku? Maafkan sikapku beberapa hari yang lalu. Aku hanya tidak ingin penyakit Dae Jung semakin parah. Kami pindah kemari karena ingin membuat keadaannya membaik. Tapi karena kesibukanku dan abeoji, kami membuatnya kesepian. Kamsahamnida, Sehun-ssi, kau sudah mau menjadi temannya,” Dong Woo memeluk Sehun sambil terisak. Sehun mengusap pundak pria itu perlahan.

“Oh Sehun! Apa ada yang bernama Oh Sehun?” tanya seorang suster yang keluar dari ruangan Dae Jung dirawat.

“Saya, suster. Ada apa?” Sehun dan Dong Woo melihat kearah suster itu—bersamaan.

“Pasien memanggil anda. Segera!” Suster itu masuk kembali ke dalam ruangan dengan diikuti Sehun. Dong Woo hanya melihat dari balik jendela.

“Dae Jung-ssi,” Sehun nyaris menangis. Ia tidak sanggup melihat mata gadis itu terpejam dan tubuh gadis itu dikelilingi alat-alat medis seperti alat bantu pernafasan dan alat pendeteksi detak jantung.

Dae Jung perlahan membuka matanya. Ia berusaha melepas alat bantu pernafasan. Sehun berusaha mencegahnya, tapi Dae Jung terus memaksa untuk membukanya. Dae Jung—masih dengan senyum ramahnya—tersenyum pada Sehun yang terlihat mengkhawatirkannya. Sehun menggenggam tangan Sehun.

“Sehun-ssi, jadilah guru yang baik. Yak..sok,

“Dae Jung-ssi,” genggaman Dae Jung terlepas dari tangannya. Alat pendeteksi detak jantung Dae Jung pun tiba-tiba bergaris horizontal. Sehun terbelalak.

“Tolong anda keluar dulu, ahjussi,” suster pria membawa Sehun keluar—menjauh dari Dae Jung yang sudah tidak bernyawa. Dong Woo yang memperhatikan dari balik jendela langsung terduduk lemas dan berteriak frustasi.

“SHIN DAE JUNG!!!!”

“berjanjilah. Jangan melupakan aku, Sehun-ssi”

*

Kehidupan baru bagi Oh Sehun dimulai. Ia sudah yakin dengan pilihannya.

“Sudah dapat selebaran isiannya? Tentukan universitas yang akan kalian masuki setelah lulus tahun depan.” Seorang guru memberi intruksi pada muridnya. Sehun mengisi kolom cita-cita dengan kata “Pengajar”.

“walaupun terpisah jauh, aku akan tetap menyimpanmu dalam hati dan kenanganku, Shin Dae Jung”

1st Series’ End

2nd Series?



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles