Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Our First Story: Unplanned Accident (Part 3)

$
0
0

bd23bee5gw1e8dsivao9qj218g0sfgqd

Our First Story: Unplanned Accident (Part 3)

 

 

Author: halonayss || Cast: Oh Sehun, Park Hyeju, Kim Jongin || Rating: PG-15

|| Length: Multi-chaptered || Genre: Romance, Slice of Life

 

Author’s Note: Hai, maaf cuap-cuap sebelum kalian baca cerita hehe. Cuman mau bilang sih kalo ada kesalahan teknis, tadinya aku mau buat chapter 1 (Our First Story), chapter 2 (Our Second Story), etc etc. Tapi, sepertinya kalian ga ngeh kalo aku udh post chapter 2 dengan judul Our Second Story: Leaving you + Sehun’s thoughts dimana disana ditulis chapter 1 padahal bukan sama sekali. Ngerti ga sih maksudku, ga ngerti ya? Gapapa sih haha. Pokoknya ini link chapter 1 dan 2.

 

Chapter 1: http://exofanfiction.wordpress.com/2014/07/28/our-first-story-unplanned-accident/

 

Chapter 2: http://exofanfiction.wordpress.com/2014/09/08/our-second-story-leaving-you-sehuns-thoughts-chapter-1/

 

 

Enjoy!

 

 

“I miss you, too”.

 

Hening. Aku hanya melakukan hal pengecut.

 

.

 

.

 

.

“Hyeju, bisakah kau tidak pergi?” Soojung menahan airmatanya saat ia mengantarkanku ke bandara. Kedua mata gadis itu telah memerah menahan tangis, aku berucap kepadanya agar tidak menangis saat aku pergi. Aku tidak suka tangisan, karena semuanya terlihat sangat menyedihkan.

“Aku tidak bisa, Soojung,” Kemudian memeluk Soojung dengan erat, apakah aku bisa mendapatkan teman sebaik gadis ini di Amerika nanti? Aku ingin disini, aku ingin bersama yang lain. Namun kenyataan memang terlampau pahit. Kemarin, aku bertekad untuk menghubungi Sehun.

Memintanya untuk melihat pemandangan musim semi di taman favorit kami, aku pikir jika bertemu dan bertatapan langsung dengannya rasa raguku untuk pergi memudar. Kenyataannya sungguh berbalik, dia tidak ingin menemuiku. Bahkan suara dinginnya masih terniang di benakku.

“Jangan menangis Soojung, aku hanya pindah bukan pergi untuk selamanya. Lagipula, kau bisa mengunjungiku kapanpun kau mau,” lanjutku lagi, justru membuat tangis Soojung semakin keras.

Aku ingin juga menangis, namun aku tidak punya tenaga untuk menangis lagi.

“Berjanji kepadaku kau harus menghubungiku setidaknya seminggu sekali, Hyeju. Jangan terlalu stress, agar calon keponakanku tidak ikutan stress. Berjanjilah kepadaku, Hyeju,”

Kepalaku mengangguk mantap, aku akan berusaha menepati janjiku kepada Soojung. Aku akan berusaha menjadi Ibu yang baik untuk calon anakku kelak, meskipun mereka akan kekurangan kasih sayang dari seorang Ayah.

Dua hari yang lalu, aku mendatangi dokter kandungan dan menanyakan keadaan calon anakku. Meskipun belum terlihat jelas, namun dokter mengatakan jika keadaan calon anakku sehat dan stabil. Meskipun masih harus menunggu tujuh bulan lagi, namun aku sudah sangat excited dengan kehadirannya.

“Baiklah, Nona Jung! Aku berjanji!” sambil tertawa aku memberi hormat layaknya pasukan militer kepada Soojung, membuat gadis itu tertawa pelan melihat tingkahku.

“Hyeju-ya, itu dia Jongin. Aish, lelaki itu selalu saja terlambat,” Soojung menunjuk kearah seorang pemuda yang sedang berlari kearah kami. Pemuda dengan rambut berwarna hitam legam, dan pakaian casual. Ia tampak kelelahan untuk mendatangi kami.

“Maaf aku telat, kau tau jalan menuju bandara sangat padat,”  Jongin berhenti dihadapan kami sambil menopang tubuhnya dengan kedua tangannya, ia belum dapat bernafas normal. Mungkin masih kelelahan karena berlari.

Senyuman terukir dari bibirku. Jongin adalah lelaki yang baik, aku berani bersumpah. Memang keadaan yang membuatnya berubah, namun aku bisa melihat ketulusan pemuda ini. Saat ia rela menawarkan dirinya untuk bertanggung jawab atas anak ini.

Bahkan yang bukan sama sekali calon anaknya. Jongin memang terlihat tangguh diluar, namun perasaan lelaki ini tidak jauh berbeda dengan perasan ku dan Sehun. We are broken-home.

“Syukurlah kau belum berangkat, Hyeju-ya,” aku menangguk pelan, dan tersenyum kearah Jongin.

“Hyeju, meskipun kau menolak tawaranku untuk bertanggung jawab tapi jangan pernah kau tiba-tiba menghilang dan tidak menghubungiku ya,” lanjut Jongin, aku mengangguk sekali lagi. Kemudian Jongin memelukku dengan erat, pelukan seorang sahabat.

Dengan samar aku mendengar bisikan Jongin, tidak terlalu kencang namun cukup jelas untuk kudengar.

“Kita akan bertemu lagi, aku berani menjaminnya,”

.

.

.

Chanyeol-ah, dimana Kai?”

Baekhyun menanyai keberadaan Jongin kepada Chanyeol, dari kemarin Jongin memang jarang terlihat. Ia seperti mengurus sesuatu, aku tidak tau apa itu dan tidak berminat untuk menanyakannya kepada Jongin. Setelah pertengkaranku dan Jongin, hubungan kami memang menjadi tidak baik.

“Entahlah, akhir-akhir ini ia begitu sibuk. Aku dengar, ia sedang mengurus surat pindah dari kampus,” aku menoleh kearah Chanyeol setelah mendengar penuturannya. Surat pindah? Ia berniat akan pindah kampus, di tahun terakhir kuliah?

“Tapi bukan surat kepindahannya. Kemarin, Jongin meninggalkan sebuah map di apartemenku. Awalnya aku pikir, paling tidak tugas kuliahnya. Namun setelah kubaca, map itu berisikan surat pengantar kepindahan,”

Baekhyun nampak begitu menyimak perkataan Chanyeol, sedangkan aku masih memainkan game di ponselku. Meskipun aku memasang telingaku dengan tajam, sekesal apapun aku kepada Jongin, ia tetap sahabatku.

“Ternyata surat itu adalah Surat pengantar kepindahan Hyeju.” Aku terdiam sebentar dan merasakan tubuhku begitu kaku saat Chanyeol mengucapkan nama Hyeju, sedangkan Baekhyun teriak dengan kencang karena terlalu terkejut.

“Maksudmu, Hyeju? Park Hyeju pindah? Ia tidak kuliah disini lagi?” Chanyeol mengangguk atas pertanyaan Baekhyun, aku masih terdiam ditempatku. Mencerna kata demi kata yang di lontarkan oleh Chanyeol.

Apakah benar yang diucapkan Chanyeol? Tanpa basi-basi, aku langsung menyambar kunci mobilku, berniat untuk mengunjungi rumah Hyeju saat ini juga.

Membuktikan bahwa Chanyeol hanya bergurau, aku tidak peduli dengan teriakan teman-temanku yang lain dengan kepergianku yang begitu terburu-buru. Ya Tuhan, jangan sampai ia meninggalkanku. Hidupku tergantung dengannya, aku bisa gila jika ia benar-benar pergi meninggalkanku.

Meninggalkanku sama artinya aku tidak bisa melihat figur dirinya di kampus, mendengar suaranya saat memanggil namaku, dan tidak dapat melihat senyuman manisnya. Ya Tuhan, aku harap jika semua ini hanya mimpi buruk. Hyeju pergi?

Tidak mungkin.

Dengan terburu-terburu aku membuka knop pintu, namun saat aku membukanya aku melihat Jongin telah berdiri didepan pintu. Dengan ekspresi wajah yang tidak dapat ku deskripsikan. Tampak kesedihan, kekesalan, dan juga penyesalan diwajahnya.

“Dimana Hyeju?” ucapku to the point, Jongin menatapku sinis kemudian tertawa pelan. Tawa mengejek, tampak dengan jelas kilatan kemarahan dimatanya. Namun jangan sebut ia Kim Jongin, jika ia tidak dapat mengatur dirinya sendiri. Well, dia adalah lelaki yang berkepala dingin.

“Untuk apa kau menanyai gadis itu, Sehun? Bukankah kau senang dia tidak mengusikmu lagi, huh?” Jantung terasa berhenti untuk per sekian detik, kemudian Jongin tertawa lagi. Namun kali ini lebih terdengar menyedihkan. Aku sendiripun tidak bisa berbicara apapun, semua terlalu tiba-tiba.

“Dia sudah pergi, dan tidak tau kapan kembali. Jika kau ingin menanyakan kemana gadis itu pergi, maka aku akan menjawab… aku tidak tau,” Tubuhku terasa lemas, seakan-akan jiwaku sudah tidak berada didalam tubuhku lagi, dunia seperti berputar saat ini. Aku terduduk di sebuah sofa.

Membenamkan wajahku dengan kedua tanganku, menahan perasaan sakit yang datang secara tiba-tiba. Seperti separuh jiwaku ditarik secara paksa dari dalam tubuhku.

Kemudian Jongin duduk disebelahku, mengusap pundakku pelan. Apakah ia tau, jika selama ini aku tidak bermaksud kasar kepada Hyeju.

“Sehun-ah, mulai saat ini kau harus menghargai sesuatu. Kau tidak tau kapan sesuatu itu akan pergi, semoga kau belajar dari kejadian ini. Dan sebelumnya aku ingin meminta maaf, jika bukan karena pesta ulang tahunku. Pasti tidak akan begini akhirnya,”

Aku tertegun. Hyeju pasti telah menceritakan semuanya kepada Jongin, aku memang brengsek.

Hyeju bilang ia akan berada disebelahku apapun yang terjadi, dia bilang dia akan ada dimanapun jika aku akan terjatuh. Gadis itu bilang, jika dia akan tersenyum kepadaku meskipun dunia kami runtuh. Namun… Hyeju pergi.

Meninggalkanku, dan kebodohanku.

.

.

.

 

 Three Years Later…

 

Park Hyeju, kau harus menghadiri acara pertunanganku dan Minhyuk oppa disini! Aku tidak menerima alasan apapun, arraseo?!

Senyumku terukir saat mendengar suara pekikan Soojung melalui sambungan telepon, ia terus mengingatkanku untuk datang keacara pertunangannya dengan Minhyuk oppa. Bahkan ia mengancam tidak ingin mengenalku lagi jika aku tidak menghadiri acara pertunangannya.

“Akan ku usahakan, Soojung-a,” dapat kudengar Soojung menghembuskan nafasnya pelan, merasa lega karena aku sudah mengaminkan permintaan gadis itu.

Meskipun masih terselip rasa khawatir dan ketakutan di dadaku. Khawatir jika aku akan bertemu dengannya jika aku kembali ke Korea, dan juga takut jika perasaan cinta itu masih terselip ah bukan namun masih terasa sangat amat besar untuk lelaki itu.

Apalagi, setelah aku melahirkan anakku. Aku semakin tidak mampu untuk melupakan lelaki itu, bagaimana wajah Seunghun –anak laki-lakiku, hampir menyamai wajah Sehun saat ia masih kecil dan juga Seyoon –anak perempuanku, yang semakin hari semakin pintar sehingga ia terus menanyakan keradaan Ayahnya.

Yup, aku melahirkan anak kembar. Aku tidak pernah memprediksikan sebelumnya, bahkan saat dokter mengatakan jika aku memiliki dua nyawa di dalam rahimku membuatku syok dan gembira secara bersamaan.

“Soojung-a, tapi Seunghun dan Seyoon masih terlalu kecil dan juga mereka tidak terbiasa berbicara menggunakan bahasa Korea,”

Ya! Itu bukan alasan yang bagus! Memangnya aku tidak tau bagaimana fasih kedua keponakanku yang lucu itu berbicara berbahasa Korea! Pokoknya kau datang kemari, atau aku yang akan menyeretmu dari sana!”

 

Soojung terus memaksaku bahkan ucapan gadis itu mampu membuatku tertawa pelan, aku kira gadis itu akan berubah menjadi lebih dewasa ternyata ekspektasiku sama sekali tidak dapat dibenarkan. Soojung masih tetap sama, dari dulu hingga sekarang.

“Baiklah, kau menang. Aku akan datang! Jadi, berhenti menerorku dengan sms dan juga telepon. Mengerti?”

Really? Yeah! See you next week, My Lovely Hyeju! And welcome back to Korea!” aku hanya dapat menggelengkan kepalaku saat mendengar pekikan dan seruan gembira dari sebrang sambungan telepon.

.

.

.

Meanwhile…

 

Suara musik terus menggema dengan kecang di sebuah klub ternama di Korea, hampir seluruh pengunjung klub menikmati dentuman musik dan juga minuman dengan konsentrasi alkohol yang tinggi. Sorak-sorai pengunjung yang berada di dance floor membuat keadaan dalam klub ini semakin meriah.

Namun tidak dengan diriku, hampir setiap hari aku berkunjung ke klub ini. Memesan minuman hingga membuatku tidak sadarkan diri, dan sudah tiga tahun lamanya aku tidak pernah bertemu sekalipun dengan Hyeju. Perasaan bersalah ini terus saja bersarang didadaku.

Setiap kali, aku datang ke klub ini hanya bayangan masa lalu yang melintas dibenakku. Klub yang sama saat Jongin merayakan ulangtahunnya, berawal dari klub ini aku membuat kesalahan yang fatal terhadap orang yang paling kukasihi.

“Sehun-a, berhenti! Jangan minum lagi!,” saat aku hendak meminum sebotol alkohol lagi, seseorang menarik botolnya membuatku tidak dapat merasakan minuman yang memabukkan itu lagi. Aku menatap orang itu dengan sinis, bisa-bisanya ia mengganggu waktu bersenang-senangku.

Ha? Senang? Kalian bercanda. Selama tiga tahun ini, aku tidak pernah merasa senang apalagi bahagia dalam hidupku. Semenjak gadis itu sudah tidak ada di sebelahku lagi.

Hyung, jangan ganggu! Kau sungguh memanggu! Sana, hush – hush,” tanganku mengambil kembali botol alkohol itu, sambil mengibaskan tanganku untuk mengusir hyung yang telah kuanggap sebagai kakak laki-lakiku sendiri.

Lagi, aku meminumnya. Berharap aku bisa melupakan gadis itu, sekaligus berharap jika aku dapat bertemu gadis itu kembali. Aku sendiri tidak mengerti apa yang aku inginkan, apakah aku ingin melupakannya atau terus mengingatnya? Apakah gadis itu baik-baik saja? Dia sudah memiliki kekasih atau bahkan telah menikah?

Semua pertanyaan tentang gadis itu membuatku gila.

“Sehun-a! Jangan minum lagi!” kali ini Luhan hyung menarik botol alkohol dan membuangnya ke entah kemana. Aku melihat Luhan hyung dengan tatapan kesal sekaligus sedih. Aku pikir, ia dapat mengerti ekspresiku saat ini.

Dengan cepat aku membenamkan kedua tanganku, menahan air mataku yang hendak keluar. Aku benci mengakuinya, namun aku sangat merindukan gadis itu. Perasaan itu membuatku sesak.

Hyung, aku rasa, aku telah mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatanku kepada Hyeju. Hyung, aku ingin melupakan gadis itu meskipun hanya sejam saja. Namun aku tidak bisa, hyung

Aku tidak bisa membendung perasaan ini lebih lama lagi, dan hanya Luhan yang dengan setia mendengar curahan hatiku disaat aku terpuruk seperti ini. Setelah kepergian Hyeju, duniaku bagaikan berputar dan terus berada dibawah.

“Aku senang, kau telah belajar dari kesalahanmu dulu. But life must go on, dude. Kau tidak bisa selalu terpuruk, kau harus yakin jika memang kalian ditakdirkan bersama maka suatu saat nanti pasti kalian akan bertemu”

“Dengarkan aku, Sehun. Kau harus berubah, you cant act like this everyday. Jika nanti kau bertemu dengan Hyeju, tunjukan jika kau bukan Sehun yang dulu. Kau adalah Sehun yang lebih dewasa sehingga Hyeju akan kembali kepadamu!”

Aku mengangguk pelan dengan ucapan Luhan, yang sepenuhnya benar. Aku tidak boleh seperti ini terlalu lama, ah mungkin memang sudah terlampau lama. Selama tiga tahun ini, aku sangat tidak stabil dan mudah tersulut emosi. Bahkan aku hampir bertengkar dengan Baekhyun karena ia membawa nama Hyeju sebagai bahan leluconnya.

“Sebenarnya bukan itu yang inginku sampaikan, tapi ada kabar yang sepertinya baik untuk kau dengar?” alisku bertautan, aku tidak mengerti dengan perkataan Luhan. Well, Luhan bekerja di perusahaan yang dipimpin Ayahku sebagai Project Manager, sedangkan aku berada setingkat lebih tinggi dari jabatannya.

“Apa? Soal pekerjaan? Maaf Luhan hyung, aku sedang tidak mood untuk berbicara pekerjaan saat ini,”

“Bukan, ini tentang Hyeju,” mataku melebar saat mendengar nama Hyeju dari mulut Luhan, memang benar selama ini aku menyuruh Luhan untuk mencari informasi tentang Hyeju.

Namun selalu tidak ada hasil, terakhir kali ia berkunjung kerumah keluarga Hyeju yang berada Los Angeles, dan ia mengatakan jika orangtua Hyeju pindah ke California dan tidak ada tanda-tanda Hyeju yang tinggal bersama mereka. Selama tiga tahun, aku sama sekali tidak pernah mendapatkan kabar apapun tentang Hyeju.

Bahkan, Soojung tidak mau memberikan satupun informasi tentang Hyeju. Hye, kau dimana? Mataku menatap Luhan dengan tajam, menyuruh lelaki itu untuk berbicara secepat mungkin.

“Kau mendapat undangan pertunangan Soojung dan Minhyuk?” Aku mengangguk pelan, tidak sabar dengan kabar yang akan Luhan sampaikan kepadaku.

“Sepertinya, Hyeju akan menghadiri acara itu. Tadi aku berada di kafe dan melihat Soojung sedang duduk sendiri, tak sengaja aku mendengar Soojung memekikan nama Hyeju. Meskipun tidak mendengar keseluruhannya, namun sebelum Soojung mematikan hubungan telepon ia sempat berkata See you next week, aku pikir, Hyeju akan datang. Since Soojung is her bestfriend, agree?

.

.

.

Mom, this is Korea?,” aku mengangguk pelan saat Seyoon bertanya kepadaku, aku tersenyum kearah Seyoon dan Seunghun yang tampak sangat kelelahan akibat penerbangan dari California menuju Seoul.

Untuk pertama kalinya, Seyoon dan Seunghun dapat berkunjung ke Korea. Selama ini, hanya Soojung atau Jongin yang selalu mengunjungiku dan anak-anak di Amerika. Perasaan bahagia, dan juga ketakutan kembali timbul hatiku. Akupun tidak terlalu yakin.

Wow. We are in Korea, so we can meet Daddy!” Seunghun berteriak dengan senang, diikuti tepuk tangan oleh Seyoon. Mereka tersenyum dengan bahagia, membuatku tidak tega untuk mengatakan jika mungkin mereka tidak akan bertemu dengan Ayah mereka, setidaknya tidak untuk saat ini.

Mom, bisakah kau mencertikan tentang Daddy? I mean, apakah Daddy is handsome or tall? Can he play music? Let’s talk about Daddy!” Seyoon terus mendesak membicarakan tentang Ayahnya, diikuti oleh Seunghun yang terus melihatku dengan tatapan memelas. Selama ini, aku selalu menolak berbicara tentang Sehun kepada mereka.

Aku takut, jika aku akan memberi harapan kepada mereka dimana Sehun sama sekali tidak menginginkan kehadiran mereka. Melihat wajah Seyoon dan Seunghun, membuatku berpikir ulang. Mereka sangat penasaran dengan Ayahnya, dan itu wajar. Aku tidak mau membuat mereka kecewa.

Daddy is the most handsome guy that I’ve ever known! Daddy juga tinggi, dia lebih tinggi dari Mommy. Sayang sekali, Daddy tidak terlalu bisa bermain musik, dan suara Daddy sangat lucu,”

Seyoon dan Seunghun melihatku dengan excited, mereka selalu menungguku untuk menceritakan tentang Ayah mereka. Selama ini, mereka hanya bertemu dan bermain dengan Jongin itu saja jika Jongin kerumahku. Namun mereka tau pasti, jika Jongin bukanlah Ayah mereka.

Wah, Daddy must be a good person then! Mom, menurutmu lebih tampan Seunghun atau Daddy?” Seyoon bertanya dengan lucunya, bahasa inggris yang dicampur dengan bahasa Korea sungguh menggemaskan. Seunghun yang namanya disebut, hanya menunggu jawaban dengan tenang.

“Hmm, sepertinya Seunghun is the best! I choose Seunghun!” Seunghun tertawa pelan, dan memelukku dengan erat tidak lupa kecupan dari bibir mungilnya di pipiku membuatku tertawa bersama kedua anakku.

Mom, apakah Daddy senang kita akan mengunjunginya? I hope, he likes us. Aku berjanji akan menjadi anak yang baik jika bertemu Daddy, so Daddy will not leave us to work

Inilah yang paling kutakutankan, saat mereka berpikir jika kita akan bertemu dengan Sehun. Aku ingin, bahkan sangat ingin bertemu dengannya. Namun apakah ia ingin bertemu denganku, apalagi dengan anak-anaknya. Aku takut, Seyoon dan Seunghun akan kecewa dengan sikap Sehun kelak.

Yeah, I hope so, darl. Aku harap Daddy senang bertemu dengan kita, tapi sepertinya Daddy akan sibuk jadi Mommy tidak yakin apakah kita dapat bertemu dengannya atau tidak,”

Setelah mengambil bagasi, aku menaruh Seyoon dan Seunghun duduk di atas koper yang berada di atas trolley siap untuk meninggalkan bandara. Seunghun yang awalnya kelelahan kini matanya tampak berbinar-binar saat melihat pemandangan diluar bandara. Seyoon terus menampakan senyum manisnya.

Sengaja aku tidak memberitahukan tentang kedatanganku kepada Soojung meskipun acara pertunangan gadis itu masih beberapa hari lagi. Aku tidak ingin merepotkan Soojung, pasti gadis itu akan memaksa untuk menjemputku apalagi jika Jongin tau bisa-bisa lelaki itu bolos bekerja demi menemaniku dan anak-anak.

Mom, dimana kita akan tinggal?” tanya Seyoon saat kami telah menaiki taksi, aku melihat Seunghun yang telah tertidur lelap di sebelahku.

“Dirumah grandma dan grandpa, dulu, Mommy tinggal disana sendiri karena grandma dan grandpa bekerja di Amerika. Apakah kau senang, darl?” Seyoon mengangguk dengan pasti, bahkan senyumannya tidak pernah lepas dari bibirnya.

Sedangkan aku, aku tidak tau harus bagaimana. Aku senang, karena dapat kembali ke Korea. Aku merindukan semua yang ada disini, termasuk merindukan Sehun. Aku ingin melihat lelaki itu, bahkan dari jauh sudah lebih dari cukup. Aku tidak pernah berani untuk mencari informasi tentang Sehun.

Takut jika, aku kembali jatuh kedalam pesona lelaki itu. Aku yakin, lelaki itu pasti lebih tampan dari terakhir kali kami bertemu. Apakah ia telah memiliki kekasih? Setiap memikirkan kemungkinan itu, membuat sesak kembali terasa di rongga-rongga pernafasanku.

.

.

.

Wah, Mommy!!! Look at this house! Sooooo big! Like a castle!

Pekik Seunghun saat kami tiba dirumahku dulu, masih terlihat sama. Bahkan hampir tidak ada yang berubah, aku pikir rumah ini akan terlihat sangat kumuh saat aku datang namun malah sebaliknya sangat rapi dan bersih. Sepertinya, Eomma telah menyuruh pelayan rumah yang telah menunggui rumah ini untuk membersihkannya sebelum kedatanganku.

Mommy,  I want to live here! Rumah grandpa jauh lebih besar dari rumah kita, Mom,”

Senyumku terus terukir saat kedua anakku tampak bahagia saat berada di rumah ini, meskipun untukku rumah ini memiliki kisah tersendiri. Terkadang menyenangkan, namun disisi lain menyedihkan. Ah, bodoh, mengapa aku sangat emosional setibanya di Korea. Seperti kenang-kenangan masa lalu senang untuk berlalu lalang di pikiranku.

Untunglah, sebelum aku memutuskan untuk pindah ke Amerika, aku telah menyimpan seluruh foto-fotoku saat bersama Sehun, setidaknya Seyoon dan Seunghun tidak akan menanyakan pertanyaan yang sulit untuk kujawab. Sulit mengatakan jika that guy is your father.

Aku mengeluarkan ponselku dan dengan cepat menyambung hubungan telepon kepada Jongin, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku pikir, lelaki itu pasti sudah pulang kerja.

“Yoboseyo?” aku terkikik pelan saat Jongin berbicara sangat formal denganku, biasanya laki-laki itu akan berkata “Yo! Hye,” atau “hey, pendek tumben sekali meneleponku”. Kali ini berbeda cerita karena aku menggunakan nomer Korea, biasanya aku menggunakan nomer Amerika untuk berbicara dengannya.

“Tebak aku siapa?”

Hening. Tidak ada jawaban, aku menyiritkan keningku. Aku kira sambungan teleponku terputus, aku melihat kelayar ponselku dan masih tersambung.

“Yah, Kim Jongin, kau masih disanakan?”

Kembali tidak ada jawaban, aku pikir sinyal ponselku yang bermasalah namun saat aku ingin mematikan hubungan teleponku, tiba-tiba saja aku mendengar pekikan keras khas seorang Kim Jongin membuatku harus menjauhkan ponselku saat itu juga.

Hyeju? Park Hyeju! Sialan kau, kenapa kau menunggunakan nomer Korea? Kau sudah disini? Kau pulang? Kau tidak bilang kepadaku jika kau kembali? Kau benar-benar ke–”

 

Stop, Kim Jongin! Kau ingin membuat gendang telingaku pecah, hah? Aku sudah di Korea, dan aku tidak menghubungimu karena takut kau akan membolos kerja. Aku adalah teman yang baik, iya kan?”

Cih, teman yang baik apanya? Kau hampir membuatku jantungan saat kau menelepon menggunakan nomer Korea, aku pikir kau hantu. Kau tinggal dimana? Apakah dirumahmu dulu? Aku akan kesana!”

 

“Iya, dirumahku dulu. Baiklah aku tunggu,”

Beberapa saat aku memutuskan hubungan telepon dengan Jongin, aku melihat Seunghun dan Seyoon telah duduk dengan manisnya didalam kamarku. Aku memasuki kamarku, dan melihat semua tetap sama. Buku-buku novel kesayanganku masih tersusun rapi didalam rak buku, boneka Barbie tetap tersusun rapi didalam lemari kaca.

Mom, apakah kau menelepon Uncle Jongin?” aku mengangguk pelan saat Seunghun bertanya, kemudian aku memeluk Seunghun dengan erat sembari mencium pipinya yang tembam.

.

.

.

Sehun melangkahkan kakinya dengan gontai, hari ini ia pulang lebih cepat karena bekerja terlalu keras selama seminggu terakhir ini untuk menyelesaikan proyek yang akan dijalankan oleh perusahaannya. Luhan juga menyuruh Sehun untuk berisitirahat karena ia terlalu memforsir kerja yang sangat berlebihan.

“Besok Anda tidak usah masuk kerja, Tuan Oh,” ujar Luhan membuat Sehun menatap lelaki itu dengan jengkel, ia tidak suka mendengar Luhan memanggilnya terlalu formal. Mereka teman, untuk apa terlalu basa-basi.

“Berhenti memanggilku Tuhan Oh atau kau tidak kuizinkan bekerja disini, Tuan Lu!” Luhan terkekeh pelan saat Sehun telah mengancamnya, sebenarnya ia ingin memanggil Sehun dengan santai namun ia takut jika karyawan disini akan menatap Luhan tidak suka karena terlalu dekat dengan anak direktur perusahaan ini.

“Baiklah! Hmm, Sehun-a, kau tau tidak jika proyek yang kita kerjakan akan bekerja sama dengan perusahaan Jongin, aku dengar dia adalah ketua dari proyek ini,” Sudah sangat lama, Sehun tidak mendengar kabar Jongin. Mungkin sehabis mereka wisuda, Jongin memutuskan untuk bekerja ditempat Ayahnya begitupula Sehun.

Padahal, dulu Jongin dan Sehun begitu dekat. Persahabatan mereka renggang saat kejadian beberapa tahun silam, mereka jadi jarang terlihat pergi bersama bahkan berbicara satu dengan lainnya sudah tidak pernah terlihat. Terkadang, Sehun juga merindukan Jongin.

Dalam kata lain adalah, ia merindukan sahabat lamanya itu. Namun sepertinya Jongin lebih memilih memihak kepada Hyeju, dan membuat perang dingin diantara mereka berdua.

“Jongin, ya? Aku sudah lama tidak mendengar kabarnya,” Luhan menganggukan kepalanya. Untuk Luhan sendiri, mendengar nama Jongin sudah terdengar sangat asing ditelinganya. Karena Jongin memutuskan menarik diri dari kelompok mereka saat kuliah dulu.

“Baiklah Luhan hyung, aku pergi dulu,”.

Sehun menjalankan mobilnya tanpa arah, ia tidak ingin pulang namun ia tidak tau akan pergi kemana. Sehun memutuskan untuk tidak berkunjung ke klub lagi, ia ingin berubah menjadi Sehun yang lebih baik. Biasanya jika tidak mempunyai arah pulang Sehun akan memutuskan untuk pergi ke taman favorit dirinya dan Hyeju.

Bagaimanapun, saat ini jam telah menunjukan pukul 9 malam dan pasti taman itu sudah ditutup. Tanpa berpikir panjang, Sehun memutuskan untuk pergi kerumah Hyeju. Meskipun hanya duduk didalam mobil, sambil memandangi rumah yang tidak berpenghuni itu, namun Sehun selalu merasakan jika perasaan rindunya akan sedikit terobati jika melihat rumah Hyeju.

Dahi Sehun sedikit mengkerut saat tiba di depan rumah Hyeju, rumah yang biasanya terlihat kelam kini terlihat sangat terang. Dapat Sehun lihat ruang keluarga yang biasanya tidak ada lampu disana, kini terlihat lebih hidup. Tak lupa, mobil ferarri merah terparkir disana.

“Apakah itu mobil Jongin?” gumam Sehun. Sepengetahuan lelaki itu, jika itulah mobil Jongin saat dulu kuliah. Sehun sangat hafal dengan plat nomor yang tertera di bemper belakang mobil.

Dengan segenap keberanian Sehun, ia memutuskan untuk keluar dari mobilnya. Ia tidak yakin dengan apa yang ia lakukan, namun ia ingin memastikan sendiri jika ia tidak salah melihat mobil. Ia ingin memastikan jika benar itulah mobil Jongin yang dulu sering lelaki itu gunakan.

.

.

.

Uncle Jongin, apakah nanti uncle akan kemari lagi?” Seyoon berbicara dengan lugunya, sambil memeluk Jongin erat. Jongin mengusap kelapa Seyoon dengan lembut sambil menganggukan kepalanya, tidak lupa dengan senyuman yang terukir dari bibir lelaki itu.

Uncle janji ingin mengajakku bermain sepak bola! Pokoknya kita main sepak bola, uncle!” kali ini Seunghun yang berbicara dan dianggukan kembali oleh Jongin. Aku yang berada di dapur hanya tertawa pelan saat melihat anak-anak sangat senang jika melihat Jongin karena Jongin selalu mengajak mereka bermain bersama.

“Jongin, jangan terus menjanjikan bermain dengan mereka. Kau harus bekerja, aku tidak ijinkan jika kau membolos hanya demi bermain dengan anak-anak,” ujarku dan kemudian duduk disebelah lelaki itu dan memberikannya sebotol cola.

“Hey, jangan salahkan aku jika mereka lebih menyanyangiku daripada kau, Hyeju!” mataku membulat dan kemudian menggembungkan pipiku kesal. Dasar lelaki ingusan ini, masih saja bisa bergurau.  Kemudian aku memukul kepala Jongin dengan majalah yang berada di atas meja tamu.

Aw, sakit Park Hyeju!”

“Rasakan, sana pulang. Kau menganggu jam tidur mereka!” Seyoon dan Seunghun kemudian berteriak tidak terima saat aku mengusir Jongin pulang, justru mereka malah memeluk Jongin dengan erat. Aku menghembuskan nafas kasar melihat kelakukan kedua anakku.

Mom, you’re so meeeeaaaaaaaan! Uncle Jongin, don’t go!” Seunghun merengek sambil memeluk lengan Jongin dengar erat, aku ingin sekali tertawa jika tidak mengingat malam semakin larut dan Jongin masih harus bekerja besok. Aku menarik Seunghun dan Seyoon agar tidak memeluk Jongin lagi.

Uncle! Janji ya besok akan kemari lagi! Promise!” Seyoon memajukan jari kelingkingnya yang mungil kearah Jongin membuat lelaki itu tertawa pelan dan kemudian mengangguk pasti kearah Seyoon dan juga Seunghun.

Jongin yang masih menggunakan pakaian kerja, langsung memakai kembali jas yang tadi ia lepaskan karena ia harus bermain dengan Seyoon dan Seunghun saat ia tiba kemari. Seyoon yang kugendong kemudian menyenderkan kepalanya di kepundakku sedangkan Seunghun yang berdiri disebelahku melambaikan tangannya kearah Jongin.

Bye bye, Uncle Jongin. Besok bertemu lagi ya!” Seyoon dan Seunghun melambaikan tangannya kearah Jongin yang masih berdiri diambang pintu keluar. Aku menurunkan Seyoon dari gendonganku, hendak mengantarkan Jongin ke keluar rumah.

Apa yang harus kukatakan? Jongin memang sangat tampan, aku pikir jika saja aku bertemu dengan Jongin terlebih dahulu pasti aku akan menyukai Jongin dibandingkan Sehun. Apalagi Jongin sangat menyukai anak-anak, aku sendiri yakin jika Jongin pasti akan menjadi figur Ayah yang baik kelak. Siapapun calon istrinya aku selalu mendoakan yang terbaik untuk Jongin.

“Hyeju-ya,” Jongin memanggilku, aku melihat cara ia menatapku. Tatapan matanya lebih serius dari biasanya, aku hanya terdiam ditempatku. Angin musim gugur yang terasa lebih dingin terus menimpa permukaan kulitku.

“Kau tau, jika tawaranku untuk menikahimu masih berlaku,” jantungku berdegup dengan kencang namun bukan karena Jongin yang secara tidak langsung melamarku. Namun mataku melihat sesosok lelaki yang berdiri dibalik mobil Jongin, menatapku dan Jongin dengan tajam.

Dengan hanya bermodal lampu jalan yang tidak terlalu terang, aku masih dapat melihat wajah itu dengan jelas. Tubuhku terpaku, lidahku terasa kelu, bahkan aku dapat merasakan kupu-kupu berterbangan didalam perutku. Perasaan aneh yang telah lama hilang kembali datang menyelimuti dadaku.

Tanpa kusadari, aku tidak mendengar ucapan Jongin setelah itu hanya terfokus dengan orang yang saat ini paling ingin kutemui, sedang berdiri tidak jauh dari tempatku hingga akhirnya aku merasakan sesuatu yang hangat dan lembab menyetuh bibirku.

Oh god, Kim Jongin menciumku…

Dan Sehun sedang berdiri disana,

memperhatikanku dan Jongin. Wajahnya tampak tidak suka saat Jongin menciumku, aku tidak bisa berbuat banyak karena aku merasa shock sehingga membuat tubuku kaku, dan pikirianku tidak bisa berpikir jernih hanya ada satu pertanyaan didalam benakku.

Sehun, bagaimana bisa dia berada disini?!!

.

.

.

“Se –sehun?”

Ucap Hyeju disaat Jongin mencium bibir gadis itu, seperti sesuatu yang perih terasa di dada Kim Jongin. Apakah ini penolakan yang kedua kalinya untuk dirinya sendiri? Jongin pikir, setelah sekian lama tidak bertemu dengan Sehun, Hyeju akan membuka hatinya kepada Jongin. Namun sepertinya lelaki itu salah besar.

Jongin menatap Hyeju, kali ini mata Hyeju menatap kearah lain. Jongin yang mengikuti arah pandangan Hyeju hanya dapat terdiam, melihat teman lamanya berdiri disebelah mobilnya sambil menatap dirinya dan Hyeju dengan tajam. Seringai muncul dari sudut bibir Jongin.

Melihat bagaimana terlukanya ekspresi Sehun saat melihat dirinya dan Hyeju berciuman, bukan karena Jongin senang dengan kemenangan sesaatnya ini. Hanya ingin menyadarkan Sehun, jika ia tidak mengambil gadis ini dengan cepat maka Jongin akan senang hati mengambil Hyeju darinya.

Bagaiamanapun Jongin tau, jika Hyeju tidak akan pernah bisa ia menangkan. Dia bahkan telah kalah dari awal. Namun tidak ada salahnya untuk mencoba.

“kalian berpacaran?” teriak Sehun dari tempatnya ia berdiri. Sehun sama sekali tidak ingin mendekat kearah Jongin dan Hyeju. Jantungnya sudah cukup syok melihat Hyeju berdiri disana, ditambah dengan Jongin yang mencium Hyeju. Sehun takut jika ia hanya berhalusinasi, atau takut menerima kenyataan jika Hyeju sudah memiliki lelaki yang lebih baik.

“Menurutmu bagaimana? Ka–”

“Baiklah tidak perlu kalian perjelas aku bisa menyimpulkannya sendiri, tidak menyangka bisa bertemu kalian disini,” Sehun memutuskan untuk tidak mendengarkan penjelasan Jongin, Sehun pikir melihat Hyeju meskipun tidak lama sudah lebih dari cukup. Melihat gadis itu masih sehat, masih cantik, dan masih membuat jantungnya melompat tidak seirama sudah cukup.

Sehun tidak akan egois untuk mengharapkan hal yang lebih dari itu, Sehun sudah melakukan kesalahan besar. Hyeju meninggalkannya saja sudah menandakan gadis yang paling ia cintai tidak ingin bertemu dengannya lagi.

Lelaki itu berjalan menjauh meninggalkan Jongin dan Hyeju yang masih berdiri ditempatnya, namun sebelum Sehun menaiki mobilnya ia membalikan tubuhnya dan berteriak kearah Jongin dan Hyeju.

“Chukkae,”

Sehun melambaikan tangannya dan kemudian memasukan dirinya kedalam mobil, sekuat tenaga ia tidak menunjukkan betapa perih hatinya saat melihat Hyeju dengan lelaki lain. Sehun menghidupkan mesin mobilnya dan langsung menancap gas, berharap rasa sakit itu akan menghilang seiring dengan menjauhnya mobil ini.

“Selamat Hyeju-ya, kau menemukan lelaki yang lebih bertanggung jawab dariku,”

Mata lelaki itu terus tertuju kearah spion mobilnya yang masih menampakkan Jongin dan Hyeju yang saling berpelukan disana. Oh tidak, rasa sesak itu semakin nyata membuat Sehun tidak mampu lagi merasakannya lebih lama. Air mata lelaki itu keluar, ah kalian bercanda, lelaki menangis? Ya, itu berlaku untuk Sehun.

Disisi lain, setelah kepergian Sehun. Hyeju runtuh secara tiba-tiba, membuat Jongin harus menahannya atau lebih terlihat memeluknya agar gadis itu tidak jatuh disaat itu juga. Jongin sempat berpikir bagimana bodohnya Sehun dan Hyeju, mereka saling membutuhkan tapi bertingkah sebaliknya.

Gwaenchana?

Hyeju menggelengkan kepalanya lemah, tentu dia tidak baik-baik saja. Dia benci mengatakannya, tapi setelah ia melihat Sehun rasa rindu itu semakin memuncak dari dalam hatinya. Namun melihat bagaimana Sehun bertingkah membuat perasaannya gadis itu semakin tidak stabil, ia tidak bisa mengartikannya.

“Maaf, Jongin. A –”

Ssst. Aku tau, kau sudah menjawabnya. Cara kau melihat Sehun tadi, aku sudah mengerti. Aku tidak apa-apa, sungguh”. Bohong. Tentu saja ia sangat terluka, tapi akan lebih bodoh kalau Jongin mengatakan jika ia sakit hati karena Hyeju lebih memilih Sehun daripada dirinya. Jongin masih normal untuk tidak mengatakan itu.

Kemudian hanya tangisan yang dapat Jongin dengar, Hyeju menyandarkan kepalanya kepundak Jongin sambil terus menangis dengan kencangnya. Tidak ada yang bisa Jongin lakukan kecuali mengelus rambut gadis ini, berharap hal itu dapat menenangkannya.

.

.

.

Mom, are you okay? You look so pale, today,”

Seunghun memperlihatkan wajah khawatir saat melihat keadaanku, semenjak kejadian tadi malam aku tidak dapat tidur dengan tenang. Wajah Sehun terus saja terlintas dari benakku, kenapa pemuda itu harus menunjukan wajah yang seperti itu? Dan, kenapa Sehun berada didepan rumahnya?

Mataku tertuju kepada Seunghun, Tuhan mengapa Seunghun harus mempunyai wajah yang sangat serupa seperti Sehun. Semakin sulit untukku melupakan wajah lelaki itu. Aku mengelus rambut Seunghun dengan lembut.

“Seunghun-a, Mommy tidak apa-apa. Hari ini, ayo kita jalan-jalan! Kalian mau kemana?”

Seyoon dan Seunghun berteriak dengan senang dan bersorak sorai, mungkin satu-satunya cara untuk melupakan kejadian kemarin adalah dengan bersenang-senang dengan kedua anak ini. Seyoon tersenyum dengan lebarnya menampilkan giginya yang terlihat sangat kecil, dan Seunghun berputar-putar mengelilingiku.

“Aku ikut Mommy, terserah Mommy ingin mengajak kami kemana!”

Kami memutuskan untuk pergi ke taman yang berada di dekat sungai Han, untunglah terlalu banyak orang yang berada disana. Mungkin karena hari ini bukanlah hari libur, apalagi tempat ini berada didaerah perkantoran yang berada didekat sungai Han.

Seyoon dan Seunghun tampak senang, ditambah dengan beberapa alat bermain untuk anak-anak yang membuat mereka lebih gembira lagi. Aku melihat sungai Han yang tampak sangat tenang. Dulu, Sehun dan Aku sering bermain saat kami membolos kuliah di pinggir Sungai Han. Awalnya Sehun akan marah jika aku sudah meminta es krim, meskipun ia akan tetap membelikannya kepadaku.

Mom, aku mau es krim,” Seunghun berteriak sambil berlari kearahku, aku yang juga menginginkan es krim pada akhirnya mengiyakannya untuk Seunghun. Seyoon yang terlihat masih asik bermain perosotan yang ia mainkan membuatku membiarkan anak itu tetap berada disana. Lagipula aku pergi tak akan lama.

Let’s buy ice cream!,” sementara Seunghun dan Aku memutuskan untuk ke toko es krim yang tidak terlalu jauh dari tempat ini.

.

.

.

Mom!”

Seyoon berteriak dengan kencang saat melihat Hyeju berjalan menjauh bersama Seunghun, Seyoon menurunkan tubuhnya melewati perosotan dan mengejar Hyeju yang tiba-tiba saja menghilang dari pengelihatannya. Kaki mungil Seyoon tidak mampu mengejar Hyeju, dan tiba-tiba saja segerombolan orang bersepedah melintas.

Mommy!”

 

Seyoon terus menariaki Hyeju, dan tanpa diketahui Seyoon berjalan menjauh dari tempat dimana ia bermain tadi. Gadis kecil itu tidak menangis, namun ia merasa takut. Ia berada di tempat yang sama sekali tidak ia kenal. Dengan masih menggenggam boneka Teddy. Seyoon berjalan menuju jalan raya yang ramai akan kendaraan.

Gadis kecil itu memeluk boneka Teddynya dengan erat, ia ketakutan. Biasanya Seunghun selalu berada didekatnya kali ini, ia sendiri. Seyoon juga merasa sedih mengapa Hyeju berjalan menjauh dan meninggalkannya sendiri ditaman.

Tanpa gadis itu sadari, ia menangis terisak dipinggir jalan. Memang tidak terlalu banyak orang yang berlalu-lalang, meningat tempat ini adalah kawasan pekantoran elit. Seyoon yang semakin menangis tersedu-sedu dikagetkan oleh seseorang yang menaik tangannya dari pinggir jalan.

Mommy?”

Namun yang Seyoon liat bukanlah Hyeju melainkan seorang laki-laki yang sangat tinggi, wajahnya tampak asing untuk Seyoon. Seyoon sempat berontak karena Hyeju selalu berkata untuk tidak berbicara dengan orang asing. Tangis gadis itu semakin kencang hingga membuat laki-laki yang menolong Seyoon kelabakan.

“Tenang, ahjussi bukan orang jahat” perkataan sederhana itu, mampu membuat Seyoon tenang seketika. Entah mengapa Seyoon justru memeluk laki-laki yang telah menolongnya. Membuat laki-laki itu sedikit salah tingkah dengan tingkah laku anak kecil ini.

A-ahjussi,” dengan susah payah Seyoon memanggil laki-laki itu dengan sebutan ahjussi.

“A a-ahjussi tau, dimana Mommy?

“Anak manis, aku tidak tau dimana eommamu, aku melihatmu dipinggir jalan dan itu berbahaya,” laki-laki itu mengusap kepala Seyoon, dan kemudian mengusap air mata gadis kecil itu.

“Kau tadi bermain dimana, anak manis? Oh, perkenalkan aku Luhan, kau bisa panggil aku Luhan samchon,” Seyoon mangangguk pelan, namun satu kata asing terus berputar ditelinganya. What is Samchon? Apakah itu sejenis makanan.

“Tadi Seyoon bermain di taman, kemudian Seyoon melihat Mommy dan Seunghun jalan menjauh. Seyoon berusaha berlari mengejar Mommy tapi tiba-tiba saja Mommy menghilang dan Seyoon berjalan hingga kemari. Oh iya, tadi Seyoon melihat orang-orang menggunakan sepeda,”

Luhan menyimak anak gadis kecil ini dengan seksama, caranya menjelaskan kejadiannya sungguh menggemaskan ditambah pipinya yang chubby dan juga hidungnya yang memerah akibat menangis. Luhan berpikir, bagaimana bisa Ibu gadis kecil ini meninggalkan anaknya ditaman sendiri.

Memang belakangan ini marak dengan pembuangan anak, tapi apakah ini salah satu tingkah kriminal atau malah kejadian ini tidak disengaja. Luhan yang secara tidak langsung juga dikejar deadline harus sampai keruangan kerjanya dalam beberapa menit lagi.

Tidak mungkinkan dengan teganya ia meninggalkan anak manis ini dijalan seperti ini. Bagaimana jika gadis ini diculik, ah lebih baik Luhan membawanya ke kantor dan sehabis deadline meeting. Ia akan membawa gadis kecil ini ke kantor polisi.

“Oh, namamu Seyoon. Seyoon-a, samchon akan mengantarkanmu bertemu dengan Ibumu tapi samchon ada pekerjaan yang harus samchon kerjakan. Bagaimana jika menunggu sebentar di kantor samchon, dan kemudian kita mencari Ibumu?”

Seyoon tampak berpikir dan kemudian menaikan jari kelingkingnya kearah Luhan sambil memasang wajah yang menggemaskan. “Tapi Luhan samchon janji akan menemaniku bertemu dengan Mommy? Promise?

Luhan tertawa pelan dan menautkan jari kelingkingnya kepada anak gadis kecil nan imut ini. Tanpa menunggu lama, Luhan menggendong Seyoon dan gadis itu memeluk Luhan dengan erat. Tak lama gadis itu mengingat sesuatu.

“Luhan samchon, what is samchon anyway? A kind of food?

Pemuda itu tertawa pelan saat mendengar pertanyaan polos dari mulut gadis ini. Memang Luhan mendengar logat aneh saat gadis ini berbicara, cara ia berbicara dengan bahasa Korea sangat lucu dan menggemaskan.

No, that means Uncle in Korean. Seyoon, bukan dari Korea ya?” Seyoon menggeleng pelan dan kemudian menopang kepalanya dipundak Luhan.

“Seyoon tinggal di Amerika, samchon tapi Mommy adalah orang Korea,”

“Kalau Appa-mu?”

Oh, I know, samchon. Appa means Daddy rite? Kata Mommy, Daddy bekerja di Korea tapi Seyoon tidak pernah melihat Daddy, bicara dengan Daddy, bahkan foto Daddy Seyoon tidak punya,” Tanpa Luhan sadari jika mata Seyoon semakin berat untuk terbuka, akhirnya gadis itu tertidur dipundak Luhan. Setelah bercerita tentang Ayahnya Seyoon tertidur dengan lelapnya.

.

.

.

Sehun menatap Luhan dengan tatapan tidak percaya, bagaimana lelaki ini datang ke ruangannya dan membawa seorang gadis kecil yang terlelap dipundaknya. Sehun yang berada didalam ruangan hanya menatap Luhan dan menuntut penjelasan sedetail mungkin.

Hyung, kau membawa anak siapa?” tanya Sehun saat Luhan menidurkan Seyoon di sofa ruangan lelaki itu. Well, Luhan mau saja menidurkan Seyoon diruangannya namun sepertinya tidak mungkin, takut jika gadis kecil itu bangun dan melihat tidak ada siapa-siapa disana. Pasti Seyoon akan ketakutan.

“Aku bisa jelaskan tapi setelah aku selesai meeting. Namanya Seyoon, jika dia menangis mungkin kau bisa memeluknya. Dia anak yang baik. Okay, Sehun. Aku pergi dulu, aku harus mengejar meeting ini! Bye

Tanpa sempat menjelaskan mengapa anak ini disini, Sehun melihat Luhan sudah melesat pergi dari ruangan kerjanya. Berbagai pertanyaan timbul dari benak Sehun, dia memang menyukai anak kecil namun bagaimana jika gadis kecil itu terbangun dan malah menangis. Luhan, kau benar-benar membuat pekerjaan ekstra untuk Sehun.

Ugh,”  mata Sehun tertuju pada sesosok gadis mungil yang berada di sofa. Gadis itu bergerak ke kanan dan ke kiri. Hingga akhirnya, gadis itu mendudukan tubuhnya disofa plus dengan rambutnya yang acak-acakan. Ia mengucek matanya dan melihat kesekeliling ruangan.

Sehun terpaku ditempatnya, mata lelaki itu tertuju pada Seyoon. Seyoon yang tidak tau berada dimana hanya dapat melihat dengan tatapan polos kearah Sehun. Seketika wajah gadis kecil itu mengingatkan akan wajah Hyeju, namun segera Sehun  tepis pikiran itu mungkin karena Sehun terlalu banyak memikirkan Hyeju akhir-akhir ini.

Ahjussi siapa? Luhan samchon dimana?”

Dengan cepat Sehun menutup laptopnya dan berjalan kearah Seyoon. Melihat gadis itu tidak menangis membuat Sehun sedikit bernafas lega, ia duduk disebelah gadis mungil itu. Seyoon memeluk boneka Teddynya dengan erat sambil menatap Sehun. Sehun mengelus rambut Seyoon dengan lembut sehingga gadis itu tersenyum.

“Ah, namamu Seyoon? Namaku Sehun, Seyoon-a, Luhan samchon ada pekerjaan dan dia tidak bisa mengantarkanmu untuk bertemu Ibumu. Tapi ia berjanji sehabis bekerja ia akan mengantarkanmu,” Seyoon menangguk pelan, tidak ada tangisan dan malah senyuman Seyoon yang terlihat sangat menggemaskan.

“Ok, Sehun samchon. Tadi Luhan samchon sudah mengantakannya padaku,” Sehun tersenyum melihat tingkah Seyoon kemudian memeluk gadis kecil ini sambil mengusap kepala gadis itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.

“Seyoon-a, apakah kau tersesat? Apa kau tau nama Ibu-mu, atau nama Ayahmu? Adakah nomer ponsel yang kau hafal agar samchon dapat membantumu”

Seyoon menggeleng lemah ia mengembuskan nafasnya pelan sambil mengusap kepala boneka Teddy yang ia bawa sejak tadi. Seyoon kembali mengingat saat Hyeju pergi menjauh bersama Seunghun dari dirinya.

“Seyoon tidak tau, samchon. Seyoon berjalan terus berjalan lalu tiba-tiba saja Seyoon berhenti dipinggir jalan yang ramai. Dan Luhan samchon menemukan dan menganjak Seyoon kemari. Mommy meninggalkan Seyoon ditaman dan pergi bersama Seunghun, Seyoon sangat sedih, samchon

“Seyoon tidak tau nomer ponsel Mommy,” Sehun semakin memeluk gadis kecil itu dengan erat, entah mengapa sesuatu dalam dirinya menyuruhnya untuk memeluk gadis ini semakin erat, seperti menemukan sesuatu yang telah lama hilang.

“Siapa nama Ayah atau Ibumu, Seyoon-a,”

“Seyoon tidak tau nama Daddy, tidak pernah bertemu dengan Daddy, tapi kalau nama Mommy Seyoon tau, nama Mommy adalah Hyeju,” dalam benak Sehun tidak mungkin jika Hyeju yang gadis kecil ini maksud adalah orang yang sama dengan Hyeju yang selalu hinggap dipikirannya, kan?

“Sehun samchon, apa mungkin Mommy meninggalkan Seyoon untuk mencari Daddy? Jika benar, maka Seyoon tidak akan kesal dengan Mommy karena telah meninggalkan Seyoon,” Sehun mengelus puncak kepala gadis itu dan menanggukkan kepalanya.

Sehun tidak mengerti mengapa ia sangat senang melihat Seyoon berada didekatnya, apa mungkin karena anak ini bertingkah baik atau karena wajah gadis kecil ini sangat cantik dan menggemaskan?

“Mungkin saja, asalkan Seyoon menjadi anak yang baik mungkin Ibumu akan mencari Ayahmu,” Seyoon menanggukkan kepalanya dengan pasti, ia tertawa kemudian memeluk dan mencium pipi Sehun. Seyoon memang tidak terlalu sulit dekat dengan orang asing, namun memberikan pelukan apalagi ciuman sangatlah sulit untuk Seyoon.

Samchon, jika Mommy tidak menemukan Daddy, bisakah Samchon menemukan Daddy? Seyoon ingin bertemu dengan Daddy,”

.

.

.

“Jongin-a, kau dimana?”

dikantor, Hyeju-ya. Ada meeting, kau mengapa menangis?” dengan cepat ku tutup mulutku untuk menahan tangisku, bodoh kau Park Hyeju bagaiman bisa kau membiarkan Seyoon ditaman sendirian untuk membeli es krim.

“Seyoon menghilang, Jongin-a,”

Hyeju kembali menangis sudah lebih dari tiga jam ia berkeliling mencari Seyoon, namun tidak ada satupun orang yang melihat gadis itu. Aku seperti Ibu yang bodoh, seharusnya aku tidak melakukan keteledoran yang sangat fatal sehingga membuat malaikat kecilnya menghilang.

Bagaimana bisa? Kau dimana, aku akan kesana!” Dengan cepat aku mematikan ponselku dan mengirimkan pesan singkat yang berisikan alamat dimana aku berada saat ini.

Aku bahkan tidak bisa memberhentikan tangisanku sama sekali, Seunghun juga ikut menangis disebelahku. Aku telah berlari mencari gadis kecilku, namun tidak mendapatkan hasil sama sekali. Bagaimana jadi gadis kecilku di culik, apakah aku masih dapat bertemu dengannya?

Pikiran buruk terus menjalar dipikiranku, Seunghun bahkan tidak ingin memakan es krimnya lagi. Mungkin, ia takut jika ia tidak dapat bertemu dengan saudara kembarnya kembali.

Mommy, maafkan Seunghun karena Seunghun mungkin Seyoon menghilang,” aku tidak dapat menyembunyikan rasa bersalahku, aku memeluk Seunghun dengan erat. Kejadian ini bukanlah kesalah Seunghun, karena kejadian ini murni kebodohanku. Aku sungguh Ibu yang bodoh.

Dengan sekuat tenaga, kami memutuskan untuk beristirahat di kantor polisi yang berada di kawasan ini. Mungkin seseorang yang menemukan gadis kecilku akan mengantarkannya ke kantor polisi. Seyoon sayang, pasti kau sangat ketakutan saat ini. Maafkan Mommy.

Beberapa menit kemudian, aku melihat Jongin melihat kearahku. Ia tampak sangat panik, dan juga terburu-buru tanpa berpikir panjang ia langsung memelukku membuat tangisku kembali pecah. Aku sangat bodoh, bahkan aku tidak bisa mengawasi anakku sendiri.

“Tenang, Hyeju-ya. Aku yakin, pasti Seyoon akan ditemukan. Untunglah, aku sedang meeting dikawasan ini, jadi aku dapat kemari sesegera mungkin,” aku mengangguk didalam pelukkan Jongin. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika Seyoon sampai tidak dapat ditemukan.

.

.

.

“Sehun-a, mian, tapi sepertinya meeting ini akan berjalan lama. Bisakah kau antarkan Seyoon ke kantor polisi. Mungkin Ibu gadis kecil itu sudah menunggu, dan pastikan ia bertemu dengan Ibunya,”

 

Luhan menelepondan memintaku untuk mengantarkan Seyoon, sudah lebih dari 3 jam gadis kecil itu di ruangan Sehun dan Luhan tidak kunjung selesai dengan meetingnya. Meskipun gadis ini tampak senang tapi Ibu gadis ini pasti sangat khawatir, terlintas dibenak Sehun saat Ibunya menangis histeris ketika ia kabur dari rumah dulu.

“Baiklah, hyung. Kau tidak ingin mengucapkan salam perpisahan dengan Seyoon, ia pasti sangat sedih tidak melihatmu,”

“maafkan aku, Sehun-a, tapi meeting masih berjalan dan aku tidak bisa meneleponmu terlalu lama. Tolong ucapkan salam perpisahan dengan Seyoon, terima kasih Sehun-a,”

 

Luhan memutuskan sambungan telepon, Sehun yang melihat hari semakin gelap dari balik jendela tempat kerjanya memutuskan untuk pulang, dan juga pekerjaan lelaki itu sudah selesai ia kerjakan. Sembari pulang sambil mengantarkan Seyoon ke kantor polisi bukan hal yang buruk.

“Seyoon-a, ayo kita pulang,” Seyoon melihat Sehun bingung, ia pikir ia akan bertemu dengan Ibunya saat Luhan selesai bekerja.

Samchon, tapi Luhan samchon belum tiba. Seyoon sudah janji dengan Luhan samchon,” Sehun menudukkan badannya dan mencubit pipi gadis itu gemas, rasanya Sehun ingin sekali membawa anak manis ini pulang kerumahnya jika tidak mengingat kalau gadis ini pasti merindukan Ibunya.

“Seyoon-a, Luhan samchon sangat sibuk ia masih harus bekerja hingga malam. Pasti Ibumu sangat khawatir jika kau belum pulang, jadi samchon yang akan mengantarkanmu bertemu dengan Ibumu,”

“Benarkan, samchon?” Mata Seyoon berbinar dan senyum gadis kecil itu terukir dengan indah membuat Sehun menganggukan kepalanya dengan mantap, tak lama kemudian Seyoon langsung memeluk Sehun dengan erat.

Thank you, samchon.”

.

.

.

Sehun menggendong gadis kecil itu disebelah tangannya menuju mobil Sehun,  hendak membawa gadis kecil itu ke kantor polisi untuk bertemu dengan Ibu dari gadis kecil ini.

“Wah, samchon, apakah ini mobil samchon? sangat bagus! Mommy tidak punya mobil seperti ini,”

Lelaki itu terkekeh pelan saat mendengar celoteh dari Seyoon, siapapun pasti akan luluh dengan kepolosan Seyoon. Apalagi gadis kecil ini sangat berprilaku baik, justru Seyoon menghibur Sehun yang belakangan ini pikirannya sangat berantakan hingga membuat kepala Sehun serasa akan pecah.

Samchon, apa ini wangi Lavender? Hmmm, Mommy loves Lavender! Ah, Seyoon jadi merindukan Mommy!” Sehun mengusap kepala gadis itu dengan lembut dan kemudian mencubit pipi Seyoon disela-sela Sehun menyetir.

“Benar, ini wangi Lavender. Apakah Seyoon suka? Dulu, teman baik samchon sangat menyukai wangi Lavender,” Seyoon menganggukan kepalanya dengan semangat, tentu saja Seyoon suka wangi bunga Lavender, karena Ibunya juga menyukainya bahkan Seyoon ingat jika hampir seluruh rumahnya berbau Lavender.

“Seyoon suka sekaaaaaali wangi Lavender karena Mommy juga menyukai wangi ini, samchon, menurutmu apakah nanti Seyoon dapat bertemu dengan Daddy? Mungkin Mommy telah menemukan Daddy,”

Sehun tersenyum sekilas kearah Seyoon, dimana Sehun sangat menghindari bertemu dengan Ayahnya sedangkan Seyoon ingin sekali bertemu dengan Ayahnya. Sehun tersentuh dengan bagaimana Seyoon bercerita tentang Ayahnya meskipun tidak pernah sama sekali bertemu dengan Ayahnya sendiri.

Samchon tau, kata Mommy kalau Daddy itu sangat tampan dan juga tinggi namun sayang sekali Daddy tidak terlalu bisa bermain musik, tidak apa-apa sih karena bertemu dengan Daddy saja sudah membuat Seyoon senang”

“Mungkin Daddy mirip dengan samchon hehe,”

Sehun mengerutkan keningnya, Seyoon yang duduk disebelahnya sambil memeluk boneka Teddy tersenyum kearahnya membuat hati Sehun kembali luluh. Bagaimana bisa Ayah dari gadis ini tidak pernah melihat gadis semanis Seyoon?

“Kenapa? Kenapa Seyoon bisa bilang begitu?”

“Karena samchon tampan dan juga tinggi,” Sehun tertawa pelan dengan jawaban gadis manis ini kemudian mengacak rambut Seyoon pelan, sungguh anak yang lugu.

Setibanya didepan kantor polisi, Sehun kembali menggendong Seyoon disebelah tangannya. Seyoon melingkarkan kedua tangannya yang mungil dileher Sehun, ia memeluk Sehun dengan erat membuat Sehun kembali mengelus kepala gadis kecil ini dengan perasaan sayang.

Namun, belum saja Sehun masuk kedalam kantor polisi ia merasakan seseorang menarik tangannya dengan kasar kemudian sesuatu yang perih terasa di pipi sebelah kanannya membuat Seyoon yang melihat kejadian itu langsung memekik keras dan menangis.

Sehun yang merasa jika dirinya ditampar dengan keras oleh seseorang, langsung menatap pelaku yang telah melakukan hal itu kepadanya. Sehun melihat seorang wanita tengah berdiri dihadapannya dengan air mata yang berderai dari kedua matanya.

Samchon!!!” Seyoon memekik keras dan memeluk Sehun dengan erat, sedangkan Sehun masih terpaku ditempatnya. Tidak pernah dalam hidupnya ia melihat wanita yang paling ia kasihi menangis seperti ini dihadapannya, didepannya.

Park Hyeju.

Mata Sehun menatap kearah Hyeju dengan tatapan kosong, ia tidak mengerti mengapa dia berada disini dihadapnnya. Kemudian mata Sehun tertuju keseorang lelaki berdiri tidak jauh di belakang Hyeju, ia adalah Kim Jongin. Dan juga, seorang lelaki kecil yang mungkin sebaya dengan Seyoon berdiri disebelah Hyeju dan menatap Hyeju syok.

“Jangan pernah kau mengambil Seyoon dariku, Sehun,”

.

.

.

Saat Jongin, Seunghun dan Aku hendak pulang dari kantor polisi dengan hasil nihil. Aku melihat sebuah mobil baru saja terparkir didepan kantor polisi, awalnya aku tidak yakin apakah mungkin orang itu datang dan membawa Seyoon untuk melaporkannya jika anak itu menghilang.

Namun, tiba-tiba pikiranku buntu dan ketakutan muncul di dalam benakku saat melihat seseorang yang baru saja memarkirkan mobil itu adalah Sehun, lelaki itu masih mengenakan baju kantor. Kemudian tak berapa lama, Sehun tampak menggendong seorang anak kecil.

Aku meyipitkan mataku, jika aku tidak salah melihat oh tidak, Sehun sedang menggendong Seyoon dilengannya. Tanpa berpikir panjang, aku berlari kearah Sehun menahan lengan lelaki itu, kemudian menampar wajah lelaki itu dengan keras. Jujur saja, aku sangat kaget dengan tingkahku sendiri, namun aku tidak bisa mengantur emosiku sama sekali.

Dapat kudengar Seyoon memekik dengan keras dan kemudian menangis, bahkan Seyoon memeluk Sehun dengan erat. Takut, jika Seyoon mengetahui bahwa Sehun adalah Ayah yang selama ini ia cari, dan juga takut bahwa Sehun mengetahui tentang keberadaan Seyoon dan Seunghun.

“Jangan pernah mengambil Seyoon dariku, Sehun”

Ucapan lebih terdengar seperti peringatan, sangat kasar sehingga aku dapat melihat Seunghun yang berada di sebelahku menatapku kaget. Ku beranikan diriku untuk menatap Sehun jika aku tidak main-main dengan ucapanku. Namun, sepertinya aku mengambil salah langkah.

Tatapan Sehun membuat jantungku berhenti berdenyut, bagaikan ribuan jarum yang menancap dijantungku. Sehun menatapku dengan tatapan… seakan tersakiti. Ia tidak bergeming, bahkan pipinya yang memerah akibat tamparanku tidak ia hiraukan.

Mommy, kenapa kau lakukan itu kepada Sehun samchon!” Seyoon berteriak dengan keras dan menatapku kesal, kedua matanya mengeluarkan air mata. Seyoon bukanlah anak yang jahat justru gadis itu adalah anak yang baik. Melihat ekspresi Seyoon yang menatapku seperti itu, aku merasa sangat bodoh.

Dapat kulihat dari kedua mataku, bagaimana Sehun mengelus rambut Seyoon dengan penuh kasih sayang mengusap air mata yang turun dari kedua matanya. Tak lupa ia mencium pipi Seyoon dengan lembut, pemandangan ini membuat jantungku semakin sakit.

“Tidak apa-apa, Seyoon-a. Ah, sepertinya Ibumu sudah menjemput, samchon harus pulang,” Sehun masih sempat memberikan seulas senyuman kepada Seyoon sebelum menyerahkan gadis kecil itu kepadaku, dan justru Seyoon malah semakin mengeratkan pelukannya kepada Sehun.

“Dia bukan Mommy, Mommy tidak mungkin melakukan hal jahat, Mommy adalah orang yang baik,” untuk kedua kalinya aku merasakan jantungku kembali terasa sakit saat Seyoon mengatakan hal itu, ia bahkan memeluk Sehun dengan erat. Sehun kembali mengecup pipi gadis itu pelan.

“Hye, lain kali tolong jaga Seyoon dengan baik. Kau tau, aku sudah memprediksikan jika hari seperti ini akan datang cepat atau lambat,” Sehun melepaskan paksa pelukan Seyoon dan memberikan gadis kecil itu kepadaku, Seyoon yang masih menangis menatap Sehun dengan kedua bola matanya. Sehun kembali mengelus kepala Seyoon.

“Apakah dia Seunghun?” Aku tidak menjawab pertanyaan Sehun, kemudian melihat lelaki itu berjongkok agar menyamai tingginya dengan Seunghun. Dapat kurasakan, Seunghun memegang tanganku erat, kemudian Sehun mengelus rambut Seunghun dan mencubit pipi Seunghun pelan.

“Tidakkah kita mirip, Seunghun-a?” Sehun menarik nafasnya pelan, sedangkan aku hanya terpaku ditempatku. Sehun, mengapa kau bertingkah seperti ini? Bertingkahlah seperti biasa yang sering kau lakukan kepadaku, jangan bertingkah seperti akulah Ibu yang jahat.

“Hye, tolong jaga mereka dengan baik, aku tau sekarang mengapa kau pergi meninggalkanku. Aku hanya ingin meminta maaf atas apa yang pernahku perbuat saat beberapa tahun silam. Bodoh sekali, kan? Aku baru meminta maaf sekarang, setidaknya aku senang, perasaan bersalah selama tiga tahun ini akhirnya terangkat dari dadaku,”

Lelaki itu melihat kearahku, ia berdiri didepanku. Bahkan pipi lelaki yang baru saja aku tampar masih terlihat memerah dengan jelas diwajahnya. Ia menempatkan tangannya di puncak kepalaku, dan mengelusnya lembut. Dapat kulihat senyum Sehun yang sedikit terpaksakan.

“Hye, mianhae,”

.

.

.

Notes:  Hai, siapa yang nonton TLP INA Prem D? Kalo ada, kemungkinan besar pasti kalian liat aku hahahaha (Loh siapa lo gilzzz) hahaha. Cuman mau bilang dan pasti kalian semua udah tau kalo Sehun ganteng to the maxxxxxxxx!!!!! Buat yang belum nonton gpp kok, pasti mereka bakal dateng lagi. Btw menurutku sih, mereka asli dan di foto ga beda jauh (itu sih emang dari lahir udh ganteng)

 

Back to story, gimana lucu kan Seyoon dan Seunghun (huhu maaf readers aku suka banget sama anak kembar apalagi kalo cewe cowo, lucuuuu bgt pasti!) Fluffy banget ya, sedih bgt ya, tuh buat yang sebel sama sehun disini. Sehun itu anak baik kok cuman salah jalan aja!!!!

 

Ini adalah part terpanjang yang pernah aku tulis, jadi ya maaf ya kalo semakin ngebosenin, masih abal, masih menye-menye ceritanya dan kayak telenovela wakakak. Aku harap kalian suka!



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles