Title : Flower Dust
Author : shi-young
Main Cast : Do Kyungsoo(EXO)
Support Cast : Ji ahjumma(OC), Ji Yeonhee(OC), and Park Chanyeol(EXO)
Length : Ficlet
Genre : EXO NEXT DOOR! AU, Romance, Sad
Rating : General
Summary : Walaupun kau tidak mengetahuinya, tapi tetap saja..terima kasih telah menjadi cinta pertamaku.
Disclaimer : Seluruh karakter yang bukan OC adalah real, nyata, bukan khayalan(walaupun nyatanya memang kadang disangkut-pautkan). Plot dan seluruh cerita terbit secara nyata dari alam pikiran penulis/author. FF ini terinspirasi dari EXO Next Door, terutama setelah nonton Ep 3 nya! Aaa~ D.O gilak greget banget waktu dia nyentuh pipi Gayoung. Emm..feel FF ini didapat dari denger soundtrack Ep 3 nya yang diputer pas ending. Baekhyun lagi yang nyanyi~
DON’T PLAGIARISM. RCL yaa J.. Gomawo.. Kamsahamnida. Maaf bila banyak kesalahan kata dan cerita yang kurang memuaskan. Keep reading :*
***
Asap putih mengepul dari rumah bergaya vintage di hadapanku.
“Ji ahjumma pasti sedang memasak seperti biasa.”
Aku melangkah melewati rumah tadi, lalu berhenti di hadapan rumah besar yang kosong. Aku tahu rumah ini kosong karena setahun lalu, aku dan sahabat-sahabatkulah yang menempatinya. Tapi, sekalipun kosong, rumah ini masih terawat dengan baik. Dan aku yakin, pasti Ji ahjumma-lah yang selalu rajin membersihkannya.
“Heh,” seringaiku terkembang.
Itu karena dulu, sebelum kau pergi, kaulah yang selalu membersihkannya.
Pagar rumah besar ini dingin—seperti yang lain— saat kusentuhkan tanganku. Namun, hati ini berkata lain. Rumah ini selalu hangat. Karena kau—tidak. Ini karena kenanganku denganmu begitu pekat berputar di kepalaku. Dirimu yang selalu berkunjung ke rumah ini, dulu.
Lalu kau akan menanyakan kabar kami. Tersenyum layaknya anak kecil. Eye smile yang belum pernah kulihat sebelumnya. Dan saat itu, mata kita bersitatap. Wajahmu yang sedikit kemerahan lalu tiba-tiba tertutupi oleh punggung besar seorang sahabatku. Ia—yang baru saja keluar dari kamar— langsung memelukmu begitu saja. Tanpa pernah melihat bagaimana mimik wajahku saat itu.
Senyum separuhku bangkit lagi.
Tapi, tentu saja. Aku bersyukur seperti itu yang terjadi. Karena kuyakin, kau malah akan frustasi dan sedih jika mengetahui kenyataan yang kusembunyikan sejak kita pertama bertemu. Di rumah ini.
“D.O-ya!”
***
Normal POV
“D.O-ya!”
Kyungsoo yang sudah menggenggam ujung pagar rumah besar itu menoleh tatkala mendengar seruan Ji ahjumma. Ji ahjumma mengenakan celemek biru, membawa spatula yang masih kotor—mungkin baru selesai memasak—, dan tanpa mengenakan pakaian penghangat apapun. Padahal, Kyungsoo tahu, berita cuaca mengabarkan suhu kota Seoul saat ini mencapai lima derajat Celcius.
Kyungsoo tersenyum membalas sapaan Ji ahjumma.
“Kau tahu, sejak gadis itu memutuskan pergi ternyata aku lebih kerepotan dari sebelumnya. Padahal, kukira akan sama saja. Ternyata, selama tinggal di sini dia cukup membantuku juga.”
Ji ahjumma menggandeng lengan Kyungsoo begitu Kyungsoo menginjakkan kaki ke teras rumahnya. “Kau tidak merasa kedinginan, ahjumma?”
“Aigoo. Anak muda, sudah kubilang berapa kali padamu? Panggil aku ‘eomonim’ saja. Kalian berempat sudah kuanggap anak sendiri.”
“Karena kami sering merepotkan?”
Ji ahjumma menepuk bahu Kyungsoo keras tiba-tiba. “Justru anak gadisku itulah yang sering mengganggu kalian. Aku benar kan?”
Kyungsoo duduk bersama Ji ahjumma di meja makan. Ia menggeleng tegas, “Anni, eomonim. Dia justru mengusir penat kami setelah sibuk seharian bekerja.”
“D.O-ya, jangan terlalu baik jadi orang. Ya, ini makanlah yang banyak agar aku selalu bisa melihatmu bernyanyi di TV!”
Kyungsoo mengangguk pelan lalu mulai mengambil jjajangmyeon-nya. Ia tidak terlalu memusingkan keadaan anak bungsu Ji ahjumma, ia yakin anak itu pasti masih sekolah.
“Ehem. D.O-ya, kau ..apa kau tahu soal bunga mawar?”
Alis Kyungsoo mengernyit mendengarnya. “Apa maksud eomonim?”
Ji ahjumma memutar bola matanya, lalu menggigit bibir sekilas. “Sebenarnya, di ruang tamu, ada sebuah bunga mawar yang dulu dibawa YeonHee. Aku tidak tahu mengapa. Tapi, sebelum ia pergi dengan Chanyeol,” saat mendengar nama itu disebut hati Kyungsoo seperti tersayat, “ia menitipkan padaku sebuah bunga mawar.”
Kyungsoo mengerjap berkali-kali. Bunga mawar? Bunga..mawar—yang itu?
Ingatannya kembali berputar.
Ia mengeluarkan setangkai bunga mawar yang sedari tadi disembunyikannya di balik punggung.
“Aa~! Indahnya~,” seru seorang yeoja berambut coklat panjang di hadapannya itu.
“Makanya, kubilang pakai dulu sarung tangannya.” Balas Kyungsoo tajam.
“Aissh. Kau ini berlebihan, D.O. mawar itu tidak berduri kan?”
Kyungsoo menghela napas berat, lalu menatap lurus yeoja itu. “Kalau mawar ini tidak berduri, aku akan langsung memberikannya padamu dari tadi.”
Yeoja itu mengernyit tak paham. “Aku tidak mengerti.”
“Ini, pakai dulu,” Kyungsoo menyelipkan tangkai mawar tadi di saku mantel yang ia kenakan lalu memakaikan sepasang sarung tangan ke kedua tangan mungil yeoja tadi.
“D.O-ya~, kau terlalu perhatian! Jinjja!”
“Apakah itu mengganggumu?”
“Tidak,” yeoja itu menggeleng kuat-kuat, “sama sekali.”
“Baguslah. Sekarang terimalah ini. Anggap saja kenang-kenangan dari Do Kyungsoo yang begitu keren untukmu.” Kyungsoo memberikan mawar merah itu padanya.
“Mwoya~? “Yang-begitu-keren”? Tapi, terima kasih.” Yeoja itu tersenyum manis sekali—paling tidak bagi Kyungsoo.
Kyungsoo hanya mengangguk dan mengacak rambut yeoja itu. Ketika tangannya hendak menyentuh tangan yeoja itu, ia langsung tahu rencananya tak akan berjalan lancar. Saat itu, keluarlah Park Chanyeol dari dalam rumah besarnya. Ia menangkupkan kedua tangannya pada D.O, lalu dengan tiba-tiba mengaitkan lengannya pada tangan yeoja tadi yang bebas. Yeoja itu yang tidak tahu apa-apa, hanya melempar tatapan bingung dan meminta maaf pada Kyungsoo. Tanpa pernah tahu, ia meminta maaf untuk apa.
Dan hanya Do Kyungsoo yang tahu. Juga, hanya Do Kyungsoo yang tangannya mengambang di udara. Hanya Do Kyungsoo yang ucapannya seperti ditelan angin. Saat itu.
Do Kyungsoo yang baru saja mengerti segala akibat yang akan diterimanya, menunduk. Bibirnya tersenyum, matanya berair. Berkaca-kaca. Ia menarik napas yang terdengar berat. Sembari menghembuskannya pelan, ia berbisik, “Saranghae, Yeonhee-ya”.
Dentuman kecil di meja makan membuat Kyungsoo tersentak. Sebuah vas bening dengan air sekaligus setangkai bunga mawar yang sama ada di dalamnya. Masih bersih. Ia kemudian menarik vas bunga itu. Bunga yang sama. Yeoja itu benar-benar menjaganya.
Tanpa sadar Kyungsoo tersenyum. Begitu tulus.
“Kau mengingatnya, D.O-ya?”
Kyungsoo mendongak, mendapati Ji ahjumma menatapnya penuh rasa ingin tahu. Mata melototnya mirip dengan yeoja itu—ah, tidak, yeoja itu yang mirip Ji ahjumma. “Ne, eomonim.”
“Aku mengatakan pada Yeonhee,” ya, yeoja itu. Akhirnya aku bisa menyebut namanya dengan benar. “Anggap saja ini kenang-kenangan dariku. Jagalah dengan baik.”
“Ah~, jinjja! Ia benar-benar merawatnya, padahal kamarnya saja berantakan. Tapi, vas bunga ini, selalu bersih mengkilap setiap harinya.”
Tiba-tiba saja Kyungsoo tertarik dengan sederet kalimat barusan. “Eomonim, apa..kau tahu, mengapa Yeonhee tak membawa vas ini bersamanya?”
“Entahlah. Kupikir, karena ia ingin menciptakan suasana yang tidak terlalu banyak membawa masa lalu. Ahahaha.”
Kyungsoo tak bisa ikut tertawa, ia hanya menyeringai saja. “Berarti aku masa lalunya ya.”
Tawa Ji ahjumma mereda, “Oh, ngomong-ngomong D.O-ya. Apa kau sudah mempunyai yeojachingu? Kapan kalian akan menyusul Chanyeol yang sudah menikah~?”
“Ah! Aku lupa, ada kiriman surat kemarin. Akan kuambil dulu. Sebentar ya, D.O-ya.”
Beberapa detik berlalu sunyi hingga, “Yeojachingu?,” katanya, rendah.
“Seseorang yang baru saja akan kujadikan yeojachingu justru menjadi yeojachingu oleh orang lain.”
“D.O-ya! Kau harus tahu! Aigoo~, ini surat dari si pengantin baru bahagia.” Suara Ji ahjumma menyusup ke pendengaran Kyungsoo.
***
Kyungsoo’s POV
Pengantin bahagia ya?
“Eomonim, aku minta maaf. Aku tak bisa melihatnya bersamamu. Manager baru saja mengirimiku pesan bahwa akan ada latihan siang ini. Maafkan aku eomonim.”
Ji ahjumma menatapku kecewa. Ia menghela napas berat. “Ya sudahlah.”
Maafkan aku ahjumma, karena harus berbohong padamu yang baik sekali. Tiba-tiba saja sepasang tangan melingkari tubuhku. “D.O-ya. Terima kasih telah datang.”
Aku membalas pelukannya, “Kapanpun, eomonim.”
***
Ji Yeonhee.
Kau mungkin tak akan paham apa yang kurasakan. Maka dari itu, aku memutuskan untuk menulis surat ini pada laut saja. Mungkin akan lebih baik. Entahlah.
Menurutmu aku penting? Atau hanya karena kusuruh saja, kau mau menjaga mawar itu?
Mawar itu, yang kuberikan padamu..kau tahu? Hanya ada setitik debu saja disana. Kau benar-benar menjaganya. Jujur saja, aku tersentuh. Sekalipun kau menyukai Chanyeol, kau tidak keberatan menjaganya.
Bunga yang sebenarnya kuberikan padamu sebagai tanda cinta. Bukan sebagai kenang-kenangan karena kami—aku, Chanyeol, Baekhyun, dan Sehun— akan pindah.
Tapi, jika kupikir lagi. Ini juga salahku. Karena sebelum aku menyatakan cinta padamu, aku bilang bahwa bunga itu adalah kenang-kenangan dariku untukmu. Apa-apaan aku ini?
Sudah cukup. Kau telah memilih cintamu. Maka aku akan berhenti, dan hanya menatapmu. Aku tidak bilang akan berhenti mencintaimu, karena kau adalah cinta pertama yang kumengerti. Aku hanya berhenti berharap padamu.
Tapi, perasaan ini akan terus mengalir. Seperti air laut, yang selalu mengisi celah-celah kecil daratan. Perasaan ini juga seperti itu, mengalir melewati sudut-sudut perasaanku yang gersang. Lalu, menyegarkannya. Mengingatkannya kembali pada waktu-waktu indah yang pernah kita habiskan bersama.
Terakhir, Ji Yeonhee. Terima kasih telah hadir di hidupku. Membangkitkan perasaan yang belum pernah kumiliki sebelumnya. Terima kasih telah menjadi temanku. Yang selalu ada sebagai pendengar keluh kesahku. Terima kasih juga, telah bersedia menjaga mawar peninggalanku. Dan, terima kasih terakhir. Terima kasih telah bersedia menjadi cinta pertamaku.
Yang mungkin, untuk selamanya..
END
