When The Key Of Problem Need A Solution
Author : Cherrykim18
Title : When The Key Of Problem Need A Solution [Chapter 5]
Cast : Song Eun Hyun (fiction), Byun Baekhyun, Kim Joon Myun, Kim Ji Hyun (fiction)
Park Chan Yeol, etc.
Genre: school-life, friendship, romance
Length: chapter
Rating: T
Halo~ gimana sama chapter sebelumnya? Emang sih masih banyak yang belum terungkap di chapter sebelumnya. Contohnya, siapa sih yang disukai Baek Hyun? Ada perlu apa Baek Hyun nelpon Eun Hyun? Sebenernya, gimana sih insiden pernikahan Baek Hyun yang ‘gagal’ ? nah, di chapter ini, aku bakal ungkap semuanya jadi maaf kalau terlalu panjang hehe:D ada yang nunggu chapter ini? (nggak ada, thor-_-) okay, aku masih mengharapkan respon dari readers-dul berupa comment dan like.
Check it’s Out!
[Previous Story]
Kulihat Joon Myun yang sedang menyuapi sesendok kue kepada Eun Hyun menatap gadis itu penuh tanda tanya dan dibalas oleh gelengan Eun Hyun. Kurasa mereka sedang berinteraksi menggunakan bahasa tubuh.
“aku—sendirian, tentu saja”. Dasar tukang bohong, sudah jelas sedang berduaan dengan laki-laki kaya itu.
“kuberitahu, Song Eun Hyun..” ucapku sengaja kulambatkan.
“apa? Hei, Baek—kenapa tiba-tiba serius seperti ini, huh?” suara Eun Hyun terdengar menegang. Membuat aku makin terkikik geli dalam diam.
.
“kalau sedang di tempat umum—jangan mengumbar kemesraan dengan saling menyuapi”
.
2 detik..
3 detik..
Hening.
Tiba-tiba suara teriakan memenuhi seisi toko kue, tentu saja berasal dari seorang gadis yang sedang menggebrak meja dan menunjuk kearahku.
.
.
“Byun Baek Hyun!”
[Baek Hyun PoV]
“Hahaha!” tawaku meledak. Disana sudah terlihat wajah garang Eun Hyun yang memerah karena marah. Suara teriakannya membuat hampir semua pengunjung menujukan arah pandangan mereka ke sesosok gadis kuncir kuda yang barusan saja meneriakiku.
“Ya, Byun Baek Hyun! Mati saja kau!” teriak Eun Hyun sambil memegangi tangannya yang—bengkak? Tidak salah kan yang kulihat? Tangannya kenapa bengkak dan membiru?
Joon Myun segera bangkit dari duduknya, menepuk-nepuk punggung Eun Hyun sambil cengengesan. Dasar orang bodoh, yang kusindir kan bukan Cuma Eun Hyun, tapi dia juga.
“Kim Joon Myun bodoh, kenapa kau menyengir seperti kuda begitu huh? Ini semua juga salahmu, kenapa kau menyuapiku layaknya kau ini ibuku?” pekik Eun Hyun sambil menoyor kepala Joon Myun membuat yang ditoyor meringis kesakitan.
“habis bagaimana lagi? Tanganmu sedang sakit kan.” . cih, alibi.
Eun Hyun mencibir, mengumpat dengan aksen daerahnya. Sial, karena terlalu banyak tertawa, aku jadi lupa tujuan utamaku datang kesini. Dengan cepat, aku berlari masuk ke dalam toko kue dan mengantri di depan counter pesanan. Aku menatap berbagai rentetan kue yang terpajang di etalase kaca yang tingginya sekitar pinggangku. Banyak sekali jenis kue disini yang kelihatannya benar-benar enak. Pantas saja banyak pengunjungnya, dekorasi ruangan bagus, makanan enak, dan pelayan-pelayannya yang kebanyakan wanita terlihat ramah dan manis, ah—kecuali si pelayan bertubuh gempal pendek yang terus saja menatapku seram. Oke, aku tahu aku tampan.
“mau pesan apa?” tanya seorang pelayan cantik di depanku. Aku baru sadar, kini aku ada di barisan paling depan. Sejak tadi, tatapanku tak pernah lepas dari Eun Hyun yang melihatku sinis dari tempat duduknya.
“aku—”
“minggir, minggir biar aku saja yang melayani adik tampan ini!” Oh My God! Dia si pelayan buntal yang dari tadi menatapku. Mati saja aku. Si pelayan buntal mendorong si pelayan cantik menyingkir dari hadapanku. Ah, hancur sudah masa depanku.
Si pelayan buntal mengambil posisi di hadapanku. Ia menatapku sambil bertopang dagu dan mengedipkan sebelah matanya kepadaku. oh tuhan, aku masih muda dan kau sudah temukan aku dengan cobaan bibi-bibi pedofil seperti ini, tatapannya benar-benar membuatku ingin enyah sekarang juga. Menjijikan, sangat.
“kau mau pesan apa adik tampan?” tanyanya dengan suara imut sok dibuat-buat. Ya tuhan, ini kah yang namanya karma jika mengerjai teman sendiri?
“green—tea cheese cake” jawabku dengan gemetar, terlalu takut dan jijik menjawab pertanyaan wanita seram ini.
“oh, pesanan yang bagus untuk adik yang manis” aku mual, ingin muntah. Serius.
Aku mengangguk sambil mengernyit. Kulihat pelayan buntal itu bergerak mondar mandir di rak kue yang berdiri di belakangnya. Ah—bahkan tubuh wanita itu lebih lebar daripada rak kue di belakangnya. Sial.
Bruk.
Pelayan itu meletakkan nampan yang diatasnya terdapat sebuah kap transparan yang menyimpan kue pesananku dengan keras. Hampir menjadi sebuah bantingan, kurasa dia terlalu bersemangat. Bahkan suara bantingan pun sampai membuat etalase kaca disampingnya sedikit bergetar. Si buntal ini memang benar-benar menyeramkan.
“ini kue yang kubungkus spesial untuk adik manis, hihihi” sial, seram sekali perempuan ini. spesial? Ah, aku mengerti apa yang dimaksud spesial. Jika standar kemasan kue disini hanya sebuah plastik mika bening dan sedikit glitter di dasarnya, maka si tambun ini memasangkan pita berwarna pink putih polkadot. Hm, oke. Aku mengerti, dia menyukaiku ternyata.
“total harganya berapa?” tanyaku to the point. Malas saja terlalu lama terjebak bersama tatapan si buntal. Wanita itu malah hanya mengibaskan tangannya. Membuatku bingung, maksudnya apa?
“gratis saja untukmu adik manis” jawabnya. Aku mengangguk dan mencoba kabur dari sini. Pasti Baek Beom Hyung juga sudah mengamuk di rumah. Asik, ini gratis.
“hey, adik manis. Boleh minta nomor ponselmu?” tanya si pelayan buntal itu saat aku sudah berjalan agak jauh dari counter pemesanan. Sial, tidak tidak. Aku tidak akan pernah memberikan nomor ponselku kepada si buntal itu. aku ingin kabur saja, ah. Eh—tapi tidak sopan kan kalau pergi begitu saja padahal dia sudah rela memberiku makanan gratis. Ah aku kan bisa alibi.
“tidak punya ponsel!” teriakku sambil berlari menjauh, takut alasanku ketahuan oleh si pelayan itu.
“dasar pembohong! Sudah jelas-jelas kau menelponku di depan toko kue dengan ponsel mahal!” teriak suara seseorang yang—ini jelas-jelas suara Eun Hyun. Dasar gadis gila! Kenapa diberitahu sih? Jadi, daritadi dia memperhatikanku? Ah, memalukan.
Aku menolehkan kepalaku kebelakang, terlihat si pelayan buntal sedang berlari mengejarku dari belakang, dan suara ledakan tawa Eun Hyun dan Joon Myun masih terdengar samar di telingaku. Cih, mentang-mentang baru berkencan jadi sangat kompak mengerjaiku. Aku mempercepat langkahku, dan mengumpat di belakang patung manequin untuk menghindar dari si pelayan buntal yang ternyata masih mengejarku. Sial, sebegitu inginkah dia mendapatkan nomor ponselku?
Setelah tidak ada tanda-tanda munculnya wanita itu, aku celingak-celinguk ke keadaan sekitar untuk memastikan keberadaan wanita itu. ah, untungnya tidak ada. Segera saja aku berlari keluar gedung ini, takut-takut wanita itu muncul secara tiba-tiba.
Oke, sekarang aman. Aku sudah di parkiran. Di atas motorku. Tinggal injak gas, lalu melesat pulang. Aku mengatur jejak-jejak napasku yang tercecer saat melarikan diri tadi. Baiklah, aku harus istirahat sebentar.
“wah, kau semakin terlihat keren dengan helm dan motor mahal ini ya, adik manis”
Sial, sial. Firasatku tidak enak. Ah mati saja aku, ah sial. Aku menoleh ke sebelah kiriku, tempat suara menyeramkan itu muncul. Dan benar saja si pelayan buntal gila itu ternyata mengikuti sampai kesini. Dasar sinting.
Aku langsung mengambil langkah seribu dan menjalankan motorku dengan kecepatan penuh. Kecepatan motor 115 kilometer per jam tidak mungkin disusul oleh pelayan sinting itu kan?
***
Aku sampai rumah juga, tentu dengan perjuangan menghindar dari pelayan buntal yang ternyata bisa muncul di tengah jalan dengan taksi. Dia mengejarku sampai ke depan portal perumahan tempat aku tinggal. Untung saja penjaga perumahan menghentikannya karena aku mengatakan bahwa si buntal itu mengganggu. Gigih juga dia. Sinting.
Aku melepas helm bau milik Baek Beom hyung dan menentengnya dengan tangan kananku. Baru saja kubuka pintu rumahku, istri Baek Beom Hyung sudah menyambutku dengan cengiran lebar disusul dengan muka memelas. Ada apa ini?
“Baek Hyun, adik ipar kesayanganku!” pekik Yu Soon-Ok nuna, istri Baek Beom hyung. Selalu saja begini, setiap aku pulang, Soon-Ok nuna selalu menyambutku dengan hangat, girang, dan terlihat sangat sumringah. Ia selalu memanggilku ‘adik ipar kesayangan’ dan tentunya dengan lengkingan suara dengan nada tinggi khas-nya.
“oh, hai nuna. ini green tea cheese cake pesananmu” jawabku sambil menyerahkan bungkus plastik yang daritadi kutenteng. Soon-Ok nuna terlihat sangat senang, dengan cepat tangannya menyambar bungkusan itu dan menatap green tea cheese cake pesanannya.
“ini” ucapnya sambil mengembalikan bungkusan itu kepadaku. dan—isinya masih utuh? Bahkan perekat kemasannya juga belum terbuka.
“kenapa dikembalikan lagi, nuna? kau bahkan belum mencobanya sama sekali”
Wanita hamil itu menggeleng sambil tersenyum. Dan mendadak mengelus perut buncitnya.
“aku hanya ingin melihatnya, kok.” Jawabnya tenang. Sial, maksudnya dia tak akan memakan kue yang kubeli dengan perjuangan ini?
“jadi kau tidak akan memakannya?”. Ia mengangguk polos.
“sedikit pun?” tanyaku lagi. Dan lagi-lagi ia mengangguk dengan tampang tak berdosa.
“bayi kecilku mengatakan ia hanya ingin melihat bentuk kuenya, bukan memakannya” . Soon-Ok nuna langsung berlari terbirit ke dalam kamarnya.
Argh—kenapa hidupku sesulit ini, sih? Hyung, sebenarnya istrimu itu terbuat dari apa sih? Memang dia tak tahu untuk membeli kue ini aku butuh perjuangan? Dari keluar rumah larut malam begini, melawan udara dingin, bertemu Eun Hyun dan Joon Myun yang sedang bersuapan, bertemu si pelayan buntal, sampai bermain kejar kejaran dengan pelayan sinting itu! oh, ingin rasanya aku mati sekarang juga. Ini semua karena Baek Beom Hyung. Kujamin, pintu kamarku tak akan aku buka sampai 3 hari kedepan. Maafkan aku Chan Yeol-ah, kau yang jadi korban kemarahanku.
Eh, tapi kalau kamarku dikunci, aku tidur dimana? Ah, kamar Chan Yeol di paviliun kan tidak dipakai, aku bisa saja tidur disana.
[Baek Hyun PoV End]
[Author PoV]
Eun Hyun dan Joon Myun masih berada di toko kue tersebut. Menikmati rasa kue yang super duper enak dan suasana hangat disana.
“Joon Myun-ah, berhenti lah menyuapiku. Aku kenyang” keluh Eun Hyun membuat Joon Myun menggeleng keras.
“tidak, kau harus makan banyak. Badanmu itu masih kerempeng tahu!” tolak Joon Myun sambil terus menyodorkan sendok berisi kue stroberi. Eun Hyun terus menutup mulutnya rapat-rapat, bahkan tidak sedikitpun berniat untuk membuka mulutnya membuat Joon Myun mengalah. Pria itu meletakkan sendoknya membuat permukaan piring yang beradu dengan sendok menimbulkan dentingan pelan.
“baiklah, sekarang minum obatnya”. Joon Myun membuka kemasan obat pengurang rasa sakit dan memutar tutup botolnya.
“hm..untuk 16 tahun takarannya berapa ya?” ujar lelaki itu bermonolog sambil memutar-mutar botol obat tersebut, mencari aturan dosis yang akan digunakan. Eun Hyun yang tidak sabar langsung menyambar botol itu dengan tangan kirinya, mengingat tangan sebelah kanannya makin berdenyut sakit.
“pakai takaran berapa saja” ucap Eun Hyun asal sambil menuangkan obat tersebut penuh-penuh ke atas sendok obat. Joon Myun dengan wajah datarnya mengetuk tangan kiri gadis itu dengan ponselnya, membuat tangan Eun Hyun oleng dan seketika semua obat di sendok itu tumpah ke meja.
“Kim Joon Myun, bodoh. Lihat tidak aku sedang memegang sendok berisi obat? Lihat kan, obatnya jadi tumpah karena kau memukul tanganku!” racau Eun Hyun sambil membersihkan tumpahan obat tersebut menggunakan kertas tissue.
“lebih baik obatnya tumpah daripada kau overdosis. Obat bisa dibeli, nyawa tidak” jawab Joon Myun tenang sambil mengambil kembali botol obat itu dan melihat aturan dosis obat dan segera menuangkan obat berwarna merah itu dengan ukuran tiga perempat sendok takar.
“buka mulutmu” titah Joon Myun, membuat Eun Hyun dengan malas membuka mulutnya disusul obat di tangan Joon Myun yang dituangkan ke dalam mulut Eun Hyun. Setelah menutup kembali botol obat tersebut, Joon Myun kembali memperhatikan kemasan obat itu.
“kemasan obat itu sangat menarik ya?” tanya Eun Hyun sambil mendatarkan raut wajahnya, membuat kedua sudut matanya turun dengan aneh. Joon Myun menggeleng, “aku hanya ingin melihat efek samping obatnya. Katanya ini membuat mengantuk, dan hasil obatnya bisa terasa dalam 3 jam pertama dan juga harus disusul dengan konsumsi rutin. Ingat, rutin ya” tutur Joon Myun membuat Eun Hyun melengos malas. Ia tak begitu tertarik dengan perkataan Joon Myun yang terlalu membosankan tentang obat, sehingga gadis itu berasumsi bahwa lelaki yang duduk di sebelahnya bercita-cita menjadi dokter, mungkin.
“ayo pulang” ajak Joon Myun diikuti oleh anggukan semangat Eun Hyun yang memang sedari tadi ingin pulang, merilekskan punggungnya di atas kasur empuk kesayangannya.
***
Sepertinya, efek mengantuk dari obat yang dikonsumsi Eun Hyun beberapa saat lalu sudah bereaksi pada gadis itu. sedari tadi ia menguap sambil meregangkan tubuhnya. Ia terus saja menahan kantuknya sambil mendengarkan musik yang diputar di radio mobil Joon Myun, yang bukannya mengurangi rasa kantuknya tapi malah membuatnya semakin ingin tertidur.
“kalau menguap tutup mulutmu. Gajah bisa saja masuk ke mulut lebarmu” sindir Joon Myun yang sedari tadi memerhatikan Eun Hyun yang terus saja menguap lewat ekor matanya.
Jika biasanya Eun Hyun merengek kesal jika disindir oleh Joon Myun, sekarang hanya keheningan yang menjawab sindiran Joon Myun. Merasa diacuhkan, Joon Myun memanggil Eun Hyun sekali lagi,
“Hyun”
“…”
“Eun Hyun-ah” panggil lelaki itu sekali lagi. Dan lagi-lagi tak ada jawaban.
“Song Eun—”
Baru saja, pria itu ingin meninggikan nada suaranya, ternyata gadis yang sedari tadi berada di sebelahnya sedang mendengkur halus.
“ah, bagus. Beristirahatlah, Eun Hyun bodoh”
Joon Myun mengulaskan senyum tipisnya, bagaimana bisa sedari tadi ia berbicara kepada seorang gadis yang sudah terlelap dan berkelana di alam mimpi? Joon Myun mengulurkan tangannya ke samping kanannya dan mengelus puncak kepala Eun Hyun. Membuat Eun Hyun sedikit menggeliat, membenarkan posisi duduknya yang ternyata sudah merosot ke bawah.
Ah, hampir saja Joon Myun lupa. Ia kan tidak tahu arah rumah Eun Hyun. Bagaimana ia mengetahui arah rumah Eun Hyun, jika pemilik rumah saja sedang tertidur pulas di sebelahnya. Joon Myun menepikan mobilnya di bahu jalan daerah Mugyo-dong.
Baru saja Joon Myun ingin membangunkan Eun Hyun, gadis itu sudah membuka matanya. Mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya di depannya dan memperbaiki posisi duduknya yang rasanya kurang nyaman.
“kenapa berhenti? Ah, iya wajahku bengkak tidak?” tanya Eun Hyun sambil memperhatikan jalanan di sekitarnya dan menepuk-nepuk kedua pipinya pelan supaya kesadarannya yang baru setengah persen segera pulih total.
“aku tak tahu jalan ke rumahmu. Dan, wajahmu bukannya memang selalu bengkak?” ledek Joon Myun membuat Eun Hyun merengut kesal. Pria itu terkikik geli melihat perubahan raut wajah Eun Hyun. Sebenarnya Joon Myun bohong. Wajah gadis itu tidak bengkak sama sekali, hanya untuk meringankan suasana.
“ini dimana?” tanya gadis itu. beberapa kali ia memutar kepalanya untuk mengamati keadaan sekitar, tapi tetap tidak ada papan petunjuk jalan yang bisa menujukkan dimana ia dan Joon Myun berada.
“Mugyo-dong”
“putar balik. Ini terlalu jauh. Seharusnya di persimpangan jalan dekat sekolah kita kau belok kiri”
Joon Myun mengangguk. Ia segera melajukan mobilnya ke jalan utama dan mencari jalanan dengan arah putar balik. Dan segera melesatkan mobilnya kearah yang ditunjukkan Eun Hyun.
Joon Myun mengurangi kecepatan mobilnya saat kendaraan itu sudah memasuki kawasan perumahan. Dan mobil itu berhenti tepat di depan rumah berdinding putih dengan banyak hiasan bunga berwarna warni yang tertanam di dalam pot di teras rumah Eun Hyun, dan beberapa bunga lainnya merambat di batasan balkon dan pinggiran pintu.
“sudah sampai, Eun Hyun-ah” ucap Joon myun sambil menurunkan tangannya dari setir kemudi dan meregangkan jari-jarinya yang terasa pegal.
“baik, terima kasih untuk kue dan tumpangannya. Pulang sana”
Joon Myun yang tadinya tersenyum mendadak wajahnya berubah kecut saat Eun Hyun menyuruhnya pulang dengan sangat amat tidak enak di dengar. Hey, siapa pun tak suka kan kalau disuruh pulang dengan kata ‘pulang sana’.
“Eii.. Song Eun Hyun, bukan begitu caranya menyuruh pacarmu pulang” keluh Joon Myun sambil mendengus pelan. Membuat uap air keluar dari mulutnya.
“lalu?”
“seharusnya, ‘pulanglah dengan selamat, sayang. Hati-hati di jalan. Aku mencintaimu’ begitu” jawab Joon Myun membuat Eun Hyun mendelik malas. Hey, bukankah itu terlalu berlebihan untuk seorang Song Eun Hyun yang statusnya hanya pacar sementara dan pura-pura Joon Myun?
“hey, Joon Myun. Aku tidak mencintaimu, kau tahu kan? Lagi pula kau juga hanya pacar pura-pura” elak Eun Hyun sambil membuka sabuk pengamannya dan berusaha membuka pintu mobil. Yang ternyata—dikunci.
“buka pintunya” perintah Eun Hyun datar sambil terus mendorong pintu mobil Joon Myun membuat Joon Myun terkekeh.
“tidak sebelum kau mengikuti ajaranku tadi”
“baiklah-baiklah. Pulanglah dengan selamat, sayang. Hati-hati di jalan. Aku mencintaimu” dan tepat setelah Eun Hyun mengakhiri kalimatnya, pintu yang tadinya terkunci langsung terbuka. Dan dengan segera gadis itu keluar dari mobil Joon Myun.
“aku juga mencintaimu, Kim Eun Hyun” balas Joon Myun sambil sedikit berteriak dan buru-buru melajukan mobilnya menjauhi rumah Eun Hyun.
“terserah saja. A-apa?! Hey, tadi kau bilang Kim Eun Hyun ya?! Apa maksudmu?! Dasar laki-laki gila!”
Di dalam mobilnya, Joon Myun tertawa terbahak-bahak mendengar makian Eun Hyun.
Dan setelah makian itu, sebutir kerikil langsung menghantam ban belakang mobil Joon Myun. Siapa yang melakukannya? Siapa lagi kalau bukan Song Eun Hyun.
***
Keesokan harinya, kelas Eun Hyun mendapat kabar tak baik. Kelasnya akan dilaksanakan ujian darurat. Ujian mendadak, yang menjadi mimpi buruk bagi semua anak di kelasnya. 1 jam sebelum ujian dimulai, sebagian anak di kelas mulai belajar, mengamati catatan matematika yang mereka dapat 2 minggu lalu, sebagian besar anak lainnya mulai menyiapkan selebaran kertas kecil untuk menulis kunci jawaban yang dibocorkan oleh siswa kelas sebelah yang sudah ujian lebih awal, beberapa orang lainnya acuh tak acuh, banyak yang mengobrol, menggambar, berpacaran, mendengarkan musik, bahkan ada yang tertidur.
Eun Hyun termasuk seseorang yang acuh tak acuh, ia mendengarkan musik dan mencari informasi terbaru tentang artis idolanya, Ok Taec Yeon. Sementara Baek Hyun menyalin contekan sambil berkirim pesan singkat dengan Chan Yeol yang terpaksa tidak bisa masuk sekolah karena dikunci di dalam kamar teman sebangkunya. Siapa lagi kalau bukan Byun Baek Hyun? dan Joon Myun beberapa kali membenarkan letak kacamata bacanya yang sempat turun dari tungkai hidungnya karena terlalu serius belajar.
Keadaan kelas seketika hening ketika mendengar pintu kelas terbuka kasar, dua orang guru masuk sambil membawa tumpukan folder berisi soal dan tumpukan kertas berbentuk persegi panjang yang ternyata lembar jawaban. Semua murid sudah duduk di kursinya masing-masing. Eun Hyun terlihat panik karena ia benar-benar belum membuka buku catatannya. Sementara Joon Myun duduk tenang menunggu kertas soal dibagikan, sedangkan Baek Hyun sudah siap dengan kunci jawaban yang terdapat di laci mejanya. Anak badung.
Kertas soal dibagikan, sebagian besar anak di kelas langsung menandai jawaban pada lembar jawaban tanpa melihat soal terlebih dahulu, sudah merasa yakin dengan kunci jawaban yang dimilikinya. Sementara beberapa anak lainnya sibuk dengan coret-coretan matematika pada sebuah kertas kosong dan tersenyum puas setiap kali menemukan jawaban yang tepat. Bagaimana dengan Eun Hyun? Ia menyiapkan selembar kertas notes-nya dan menuliskan beberapa patah kata untuk meminta bantuan kepada Joon Myun yang amat sangat jenius lalu menggulungnya menjadi sebuah gulungan kecil dan meminta bantuan teman-temannya untuk mengoper gulungan kertas kepada Joon Myun. Joon Myun yang mendapati gulungan kertas kecil di ujung mejanya langsung menganggap kertas itu sampah tak berguna dan tanpa membuka isinya terlebih dahulu langsung mengibaskan tangannya hingga mengenai kertas itu dan membuat gulungan kertas penentu kehidupan Eun Hyun jatuh ke lantai dan terinjak oleh ujung belakang sepatu Baek Hyun yang memang duduk di depan Joon Myun.
Eun Hyun yang tadinya harap-harap cemas menanti bantuan Joon Myun, sekarang terlihat patah semangat dan menganga tidak percaya, kertas-itu-dibuang. Eun Hyun duduk lemas di kursinya dan pasrah kepada nasibnya, waktu tinggal 5 menit. Tak ada waktu lagi untuk meminta bantuan kepada siapa pun murid jenius yang ada di kelasnya. Eun Hyun menandai lembar jawaban dengan asal dan biarkan dewi fortuna yang menentukan nasibnya.
Bel berbunyi. Itu tandanya jam pulang sekolah sudah tiba dan tentunya waktu mengerjakan soal ujian sudah selesai. Hampir semua anak terlihat tenang mengumpulkan lembar jawaban masing-masing, entah karena kunci jawaban atau karena usaha belajar sendiri. Eun Hyun? Ia sudah pasrah.
“Eun Hyun-ah!” panggil Baek Hyun yang terlihat sumringah karena ia percaya diri dengan kunci jawaban yang dimilikinya. Eun Hyun yang terlalu lemas menjawab panggilan Baek Hyun hanya menaikkan ujung dagunya. Baek Hyun berlari kecil keluar dari rombongan anak-anak yang hendak pulang, mendekati Eun Hyun dan duduk di kursi yang ada di depan Eun Hyun.
“mau apa kau, huh? Sudah menyindirku di toko kue kemarin, sekarang datang untuk apa lagi?” balas Eun Hyun sambil melirik sinis Baek Hyun yang sedang tersenyum lebar di depannya.
“traktir. Kau baru berpacaran dengan Joon Myun, kan? Wah—aku tak tahu kau bisa berpacaran dengan pria sekelas Joon Myun.” Ucap Baek Hyun sambil menyodorkan kedua tangannya di depan wajah datar Eun Hyun dan berharap gadis itu akan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan memberikan kepada pria di depannya itu.
“itu kan hanya pura—ah, minta saja sama Joon Myun. Aku tidak ada uang” jawab Eun Hyun malas sambil perlahan menutup matanya, bersiap untuk tidur dengan kepala tergeletak di atas mejanya. Hampir saja gadis itu mengatakan kalau mereka hanya terikat status bohongan. Baek Hyun cengengesan.
“ah, benar juga. Kalau aku meminta padanya pasti akan diberi uang lebih banyak kan? Oh iya, ngomong-ngomong tanganmu kenapa? Kok diperban? Kemarin aku juga lihat tanganmu membiru, bengkak, dan menyeramkan. Untung saja bukan tanganku yang bengkak, hii aku tak mau tanganku bengkak. Pasti akan merusak kuku-kuku cantikku dan aku harus menghabiskan dua puluh empat jam penuh untuk merawat kembali kuku-kukuku. Ah, kudoakan tanganmu cepat sembuh ya.”
Eun Hyun menutup telinganya rapat-rapat, Baek Hyun terlalu berisik. Kecepatan berbicara Baek Hyun mungkin saja menandingi kecepatan cahaya berpindah tempat. Ah—baiklah itu berlebihan. tapi sumpah, Eun Hyun benar-benar tidak tahan mendengar Baek Hyun mengoceh.
“terjepit di pintu mobil Joon Myun” Eun Hyun menjawab dengan singkat. Padat. Jelas. Supaya sahabatnya satu itu tidak bertanya apapun lagi.
“oh iya, kenapa kemarin kau memberi tahu kalau aku punya ponsel kepada si pelayan buntal itu, huh? Kau tahu? Saking menginginkan nomor ponselku, ia mengikuti sampai depan portal perumahan! Sinting” gerutu Baek Hyun sambil bergidik ngeri membayangkan peristiwa aneh yang dialaminya kemarin malam.
“kau sinting, dia pun sinting. Bukan kah kalian serasi?” ledek Eun Hyun membuat Baek Hyun memukul tangan kanan Eun Hyun yang diperban.
“Ya! Byun Baek Hyun! Tidak lihat ya, tanganku belum sembuh? Kalau tanganku tambah parah, dan aku mati bagaimana?” hardik Eun Hyun sambil meringis kesakitan menahan tangannya yang kembali berdenyut.
“maaf, maaf. Baiklah, kapan aku bisa konsultasi padamu?” tanya Baek Hyun sambil menegakkan punggungnya yang terasa pegal.
“sekarang pun bisa, cepat ceritakan.”
Baek Hyun menatap lantai keramik yang diinjaknya. Terlihat gugup dan tegang. Ya, kali ini ia akan membongkar rahasianya.
“bukankah tempo hari, kau pernah bertanya padaku tentang ketertarikanku kepada Kim Ji Hyun?” tanya Baek Hyun memulai pengakuannya. Eun Hyun mengangguk.
“eung—sebenarnya aku bohong”
“bohong tentang apa, Baek? Bohong tentang Ji Hyun adalah mantan istrimu? Baik, aku paham. Siapapun pasti mau menjadi suami Ji Hyu—”
“bukan! Ji Hyun memang mantan istriku”
Eun Hyun mengerutkan alisnya, “lalu tentang apa?”
“sebenarnya—aku..”
Ponsel yang Eun Hyun letakkan diatas meja bergetar membuat pengakuan Baek Hyun terpotong, Baek Hyun menghembuskan napasnya pelan. Setidaknya, panggilan telepon di ponsel Eun Hyun memperpanjang waktu pengakuannya. Dan ia bersyukur dengan itu. saat ini pria bermarga Byun itu terlalu gugup. Eun Hyun mengangkat teleponnya,
“kenapa?”
“dimana kau sekarang, Eun Hyun-ah?” tanya suara di seberang sana yang terdengar samar-samar.
“di kelas. Sedang ada klien”
“siapa? Perempuan atau laki-laki? Berapa lama? Pulang jam berapa?”
“Baek Hyun. Entahlah, aku tak tahu makhluk ini laki-laki atau perempuan. Tidak akan lama, paling lama 1 jam. Aku akan pulang 1 jam dari sekarang, ada apa?”
“perlu kuantar pulang?”
“tidak. Aku akan pulang bersama Baek Hyun”
“a-apa? Baek Hyun? Tidak boleh, kau harus pulang denganku. Kutunggu satu jam lagi di depan lapangan bola”
Pip.
Sambungan telepon tertutup.
“siapa yang menelpon?” tanya Baek Hyun penasaran. Eun Hyun kembali meletakkan ponselnya ke atas meja.
“Joon Myun.” Balas Eun Hyun cepat. Baek Hyun mengangguk mengerti. Hah, memang sahabatnya sudah tahu caranya berpacaran ternyata.
“baik, lanjutkan ceritamu” titah Eun Hyun. Baek Hyun yang tadinya sudah merasa tenang, sekarang gugup lagi dan berkeringat dingin.
“sebenarnya—aku mencintai Ji Hyun. Aku berbohong soal tak pernah tertarik dengannya”
“benarkah? Bagaimana ceritanya?” tanggap Eun Hyun menjadi tertarik dengan topik masalah Baek Hyun.
“aku menikah dengannya karena insiden. Dan semua itu karena Baek Beom-hyung. Hyung dijodohkan dengan Ji Hyun, tapi pada saat itu hyung sudah memiliki kekasih”
“Soon-Ok eonni?” tebak Eun Hyun tepat sasaran. Dibalas oleh anggukan Baek Hyun.
“tepat. Hyung sangat menyayangi Soon-Ok nuna. tentu saja ia tak mau meninggalkan pacarnya,hanya karena Ji Hyun yang dijodohkan dengannya. Pada saat itu, aku baru berumur lima belas jalan enam belas tahun. Aku tertarik dengan Ji Hyun yang waktu itu datang bersama orang tuanya ke rumahku untuk membicarakan perjodohan dengan Hyung. Ia amat sangat cantik, kau tahu kan? Bisa dibilang dia cinta pertamaku”
Eun Hyun tidak dapat melepaskan pandangannya dari Baek Hyun, kelihatannya gadis itu sedang dalam zona sangat tertarik dengan cerita Baek Hyun.
“jadi kenapa kau bisa menikahi Ji Hyun di usia semuda itu?” tanya Eun Hyun sambil merengut penasaran.
“Baek Beom- hyung yang menyuruhku. Jadi pada saat itu, hyung mengajakku dan Ji Hyun minum di bar. Alasannya sih karena ia baru saja lulus dari universitasnya dengan nilai terbaik seangkatan. Ternyata ia memiliki maksud lain. Memang Baek Beom-hyung sialan, ia ternyata menaburkan obat tidur ke dalam minumanku dan Ji Hyun. sebelum meminum minuman itu, aku sudah pulang ke rumah duluan karena memang firasatku merasakan ada yang tidak beres dengan hyung sedangkan Ji Hyun terkena perangkapnya. Saat sampai rumah, aku langsung tidur karena memang terlalu lelah. Pagi harinya, tiba-tiba aku mendapati Ji Hyun sudah tertidur di sofa dalam kamarku. Siapa lagi kalau bukan Hyung yang melakukannya” tutur Baek Hyun.
“lalu?”
“waktu itu aku tak mengerti apa yang terjadi. Aku gusar karena pintu kamarku dikunci dari luar dan tidak bisa berteriak minta tolong kepada appa dan eomma. Aku mencoba menelpon hyung, ia tidak mengangkat. Tapi ia mengirimiku pesan singkat kalau ia meminta tolong padaku untuk berpura-pura sudah berpacaran dengan Ji Hyun untuk membatalkan perjodohan itu.”
“kau tidak protes pada hyungmu?”
“tidak sempat, baru saja aku ingin membalas pesan hyung, pintu kamarku dibuka dan seluruh anggota keluarga ada disana termasuk Baek Beom-hyung dengan tampang tidak berdosanya. Semua anggota keluarga melihat Ji Hyun yang tertidur diatas sofaku jadi berpikir yang tidak-tidak. Akhirnya rencana hyung berhasil. Perjodohannya dengan Ji Hyun dibatalkan dan aku dinikahkan dengan Ji Hyun dua hari setelah kejadian itu karena orang tua Ji Hyun menginginkan aku bertanggung jawab. Coba kau pikir, aku harus bertanggung jawab atas apa? Aku saja tidak tahu menahu tentang apapun. Gila, gila, gila! Sumpah, Hyung-ku itu triple gila”
Eun Hyun mengangguk, “untungnya kakakmu tampan. Jadi gila pun wajar”
“Ya! Apa maksudmu?! Bisa tidak sih, bela aku saja? Aku kan yang jadi korban!”
Eun Hyun tertawa, “aku bercanda, jadi selama menikah bagaimana kehidupanmu?”
Baek Hyun berdehem, membasahkan tenggorokannya yang terasa kering karena terlalu banyak berbicara.
“ya, begitulah. Meskipun aku menyukai Ji Hyun, Ji Hyun terlihat tak pernah menyukaiku. Dari awal memang dia hanya menyukai Baek Beom-hyung. Ia mengacuhkanku. Tidak ada percakapan panjang setiap harinya. Sebenarnya aku ingin sekali bilang kalau aku menyukainya. Tapi pasti akan sangat menyakitkan kalau Ji Hyun bilang ia tak pernah menyukaiku dan hanya menyukai Baek Beom-hyung. Jadi aku putuskan untuk melanjutkan hidupku dan mengaku sebagai seorang anak sekolah menengah yang lajang daripada terus menyembunyikan hubunganku dengan Ji Hyun. aku akhirnya membuat perjanjian akan bercerai pada usia pernikahan yang ke 2 bulan. Ji Hyun hanya mengangguk dan ia terus saja mengacuhkanku tanpa sepatah obrolan pun selama 2 bulan itu. dan sejak saat itu aku selalu menyembunyikan perasaanku kepada Ji Hyun. bahkan tak berani menatapnya saat kami berpapasan. Beberapa bulan yang lalu, Ji Hyun mengajakku berbaikan. Tentu aku sangat senang, tapi suasana semakin memburuk ketika Ji Hyun tidak melihat cincin pernikahan kami di jariku. Kau tahu? Hyung membuang cincin itu ke tengah sungai Han”
Eun Hyun mendengus kesal mendengarnya, “dan kalian bercerai secepat itu?”
Baek Hyun mengangguk, “kau orang kedua yang kuceritakan tentang masalah ini”.
Eun Hyun menggaruk dagunya. Orang kedua? Berarti Baek Hyun sudah menceritakan kepada seseorang sebelum ia bercerita kepadanya? Tapi, siapa orang pertama itu?
“kedua? Yang pertama siapa?” tanya Eun Hyun.
“Chan Yeol.”
“hah? Chan Yeol? Park Chan Yeol maksudmu? Teman sebangkumu? Teman sekelas kita?”
“Iya. Ingat kan, dia tinggal di paviliun depan rumahku? Dia sahabat terdekatku selain kau”
Eun Hyun mengangguk sambil menyunggingkan senyum simpulnya. Kenapa gadis itu tersenyum? Tak ada yang tahu selain dirinya sendiri.
“Baek, Ji Hyun menyukaimu” ucap Eun Hyun membuat Baek Hyun yang tadinya duduk lemas menjadi menegakkan badannya kembali dan membulatkan matanya.
“ya, aku bersumpah dia menyukaimu. Dia bilang sendiri padaku. Itu yang membuatku bertanya padamu tentang dia.”
Baek Hyun memiringkan kepalanya kearah kiri dan menopangkan kepalanya dengan sebelah tangan , “kau yakin dia bilang menyukaiku bukan karena ingin lebih dekat dengan Hyung?”
“dia bahkan memohon padaku untuk bersamamu” balas Eun Hyun meyakinkan. Baek Hyun tersenyum sumringah, “baik kucoba mendekatinya, ya”
Eun Hyun mengangguk semangat dan mulai merapikan buku-bukunya yang masih tergeletak berantakan diatas meja kemudian memasukkan buku-buku itu satu persatu ke dalam tas.
“ayo pulang” ajak Eun Hyun sambil menyampirkan tas ke bahu kirinya. Baek Hyun menggeleng, “nanti saja. Malas pulang.”
“dasar tukang keluyuran. Kalau begitu, aku duluan” Eun Hyun berjalan keluar kelas meninggalkan Baek Hyun yang masih terduduk sambil memandangi taman sekolah yang terlihat dari jendela kelas.
Sementara itu, Joon Myun masih terduduk jenuh menunggu kedatangan Eun Hyun. berkali-kali ia mendengus kesal karena terlalu lama menunggu. Dari tadi ia hanya disuguhi oleh pemandangan sekolah yang membosankan. Kelompok ekstrakulikuler sepak bola yang terlihat sangat tidak menarik hati Joon Myun. Sekali lagi, Joon Myun melihat arlojinya. Sudah empat puluh lima menit menunggu, dan Eun Hyun belum juga nampak batang hidungnya membuat Joon Myun kesal.
“Joon Myun-ah!” teriak seorang gadis yang tak lain adalah Eun Hyun. gadis itu berlari dari kejauhan sambil melambaikan tangan kirinya. Joon Myun yang tadinya mau membalas lambaian tangan Eun Hyun langsung membulatkan matanya melihat Eun Hyun yang berlari kearahnya tanpa melihat terdapat undakan batu tepat di depan kakinya.
“jangan berlari, bodoh!”
Terlambat, baru saja Joon Myun mau menghampiri Eun Hyun. gadis itu sudah jatuh tersungkur di sebelah undakan batu yang baru saja menyandungnya. Gadis itu lagi-lagi meringis, lututnya terlihat memar dan sebagian kakinya tergores dan berdarah. Joon Myun menepuk dahinya, merutuki kecerobohan Eun Hyun.
“sudah kubilang jangan lari. Matamu dimana sih? Kenapa bisa tidak lihat ada batu sebesar itu di depanmu?” gerutu Joon Myun sambil duduk berlutut di sebelah Eun Hyun yang masih mengamati luka-luka di kakinya.
“sudah, ayo pulang. Dan obati lukamu sebelum infeksi. Kau ini, merepotkan orang saja” ucap Joon Myun lalu kembali berdiri dan berjalan mendahului Eun Hyun ke parkiran. Sudah setengah jalan, namun Joon Myun tak merasa ada kehadiran Eun Hyun di belakangnya. Benar saja, gadis itu masih di tempat ia jatuh dan sibuk meniupi luka-luka di kakinya.
Joon Myun kembali menghampiri Eun Hyun, “kenapa tidak ikuti aku?”
“itu—kakiku sedikit terkilir” jawab Eun Hyun sambil cengengesan. Joon Myun yang tidak sabaran langsung mengangkat tubuh Eun Hyun dan membawanya kearah parkiran.
“sial, berat sekali gadis ceroboh ini” keluh pria bermarga Kim itu saat menggendong Eun Hyun. lagi-lagi Joon Myun berbohong. Gadis yang digendongnya tidak berat sama sekali. Bahkan cenderung ringan. Ia hanya ingin menutupi degup jantungnya yang tidak teratur sejak tadi karena jarak sedekat ini.
“ini semua salahmu juga. Coba kalau aku pulang bersama Baek Hyun, pasti aku tidak perlu berlari ke lapangan untuk menghampirimu dan jatuh. Memang seharusnya aku pulang bersama Baek Hyun” balas Eun Hyun cemberut.
“tidak boleh bersama Baek Hyun”
“kenapa?”
“ya, tidak boleh pokoknya!”
Eun Hyun tersenyum licik, “wah, wah—Kim Joon Myun kalau sedang cemburu seram ya”
“siapa yang cemburu? Jangan mengada-ada!”
“buktinya kau sangat tidak ingin aku pulang bersama Baek Hyun”
“ya, lebih baik pulang dengan mobilku kan daripada naik bus. Buang-buang uang saku”
Eun Hyun terkekeh mendengar alasan Joon Myun, “ck, bilang saja cemburu”
Joon Myun masih bersikukuh dengan pendiriannya, “tidak!”
“tidak usah cemburu pada makhluk centil itu, lagi pula aku tak menyukainya”
Joon Myun membulatkan matanya, jadi selama ini Eun Hyun tak menyukai Baek Hyun? berarti gadis itu memiliki lelaki yang disukainya? Tapi siapa?
“memangnya kau suka siapa?”
“ehm—teman Baek Hyun”
Joon Myun menghela napasnya kesal, “hey, bocah itu punya ribuan teman. Sebutkan secara spesifik. Nama orang yang kau suka siapa?”
“Joon Myun-ah” panggil Eun Hyun membuat Joon Myun hanya berdehem membalasnya.
“kau duduk di belakang Baek Hyun kan?” tanya gadis itu sambil menarik napasnya pelan-pelan. Sementara lelaki yang diajukan pertanyaan mengangguk mengiyakan.
“berarti kau dekat dengan Park Chan Yeol kan? Dia duduk di sebelah Baek Hyun kan?”
Joon Myun makin mendidih. Hey, kenapa gadis ini sangat bertele-tele sih? Daritadi hanya mengajukan kalimat berisi teka-teki dan pertanyaan tidak bermutu. Itu bukan jawaban yang diinginkan Joon Myun.
“iya, iya. Aku lumayan dekat dengan Chan Yeol. Dia temanku dari sekolah menengah pertama dan dia juga teman kursus bahasa inggrisku. Sebenarnya ada apa, sih? Jangan terlalu banyak mengulur waktu. Cepat atau lambat aku juga akan tahu siapa yang kau sukai”
“—Joon Myun-ah—”
“apa lagi sih?”
.
“bisa dekatkan aku dengan Park Chan Yeol?”
“memangnya ada apa dengan si tiang itu?”
.
“aku—menyukainya.”
TBC
Gimanaa? Ihihi, udah kuungkap semua kan masalahnya Baek Hyun? di chapter selanjutnya juga bakal kubikin sesuatu yang lebih seru dan complicated hihi:D
Tinggalkan jejak yaa~ terimakasih sudah membacaa
Tunggu chapter selanjutnya ya^^
