Acting!
Tittle : Acting! | Cast : Oh Sehun (EXO-K) | Genre : Romance, School-life, little bit Comedy | Length : Oneshoot | Rating : PG-15 |
Written by .lallapo. (@lallapo_12)
Disclaimer : FF ini murni dari pemikiran lallapo, jadi jangan plagiat!
‘Setiap kenakalan Sehun selalu terbayar’
Author’s Note : Gomawo buat bnjjksny/peri yang sudah membuat poster ff ini…
Sudah di post di blog lain dengan nama author yang sama.
|.lallapo. Acting!|
5 Januari 2015 – Hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang
Ketika aku baru sampai di sekolah, aku bertemu Jang songsaengnim. Beliau menyuruhku memanggil Oh Sehun, teman sekelasku sekaligus musuh bebuyutanku. Huh, Oh Sehun- bisa jadi menyebalkan.
Dan ketika aku sudah berada di depan kelas, aku langsung berteriak, “Ya! Oh Sehun! Kau dipanggil Jang songsaengnim! Cepat pergi sana, kau merusak pemandanganku di kelas.” Kataku dengan wajah tak suka.
“Ihh, siapa juga yang betah melihat wajahmu lama-lama. Tak perlu kau usirpun aku akan segera pergi. Weekk…” balas Oh Sehun yang menyebalkan dengan memeletkan lidah. Ia berdiri dan segera keluar dari kelas.
Anak-anak lain di kelasku memang sudah terbiasa melihat kejadian seperti ini. Bahkan jika kami tidak bertengkar minimal satu kali dalam sehari, mereka malah mencari tahu apa yang membuat kami tidak bertengkar. Aneh, bukan?
Aku hendak duduk di kursi pojok kiri ruangan, itulah kursi yang sudah kucap milikku sendiri. Tak ada yang boleh menempatinya kecuali diriku. Teman-teman juga tak berani menduduki kursi itu. Karena apa? Mereka takut padaku. Mereka sudah pernah melihatku seperti singa yang diinjak ekornya. Mereka melihatku marah besar dengan teriakan yang sangat kencang ketika aku benar-benar kesal pada seseorang –Oh Sehun namanya–
Tapi, beda cerita dengan namja bernama ‘Oh-Se-hun’. Seberapa marah aku padanya, ia tak takut padaku. Pertahanannya mendengarku marah-marah sangat kuat bak baja. Dan, well… sekarang ia mencari masalah lagi denganku.
Oh Sehun duduk di kursi pojok kiri ruangan, kursi yang kucap sebagai milikku, kursiku yang sudah diduduki Oh Sehun. Dan Oh Sehun ingin mencari mati sekarang, “OH SEHUNNN!!! Cepat pindahkan tasmu ke kursi lain! Jangan duduk di kursiku!!” aku tak perduli dengan orang lain yang merasa terganggu dengan teriakanku yang sangat membahana ini.
Tak lama kemudian, datanglah Hong So Ra, selaku ketua kelasku yang menenangkanku. “Sabar… Sehun masih di ruangan guru, sekeras apapun kau berteriak ia takkan mendengarnya.” Kata So Ra dengan lembut.
Aku mengambil tas Sehun di kursiku dan membantingnya ke sembarang tempat. Tepat setelah itu, Sehun datang dengan wajah tanpa dosanya. “YA! OH SEHUN… Sudah kubilang jangan duduk di kursiku!” bentakku.
“Memang kau yang membeli kursi itu? Bukan, kan? Lalu kenapa aku tidak boleh duduk di situ?” Sehun bicara dengan santainya dan berjongkok, mengambil tasnya yang jatuh serta merapikan buku-bukunya yang berceceran.
Ia kembali berdiri dan aku berkata kembali, “Huh! Terserah apa katamu! Kau boleh duduk di situ, puas?” Aku mengambil tas dan berjalan keluar dari kelas. Dan jangan lupakan, aku baru saja menyenggol bahu Sehun saat aku melewatinya.
“Go Se Na! Kau mau kemana? Pelajaran pertama akan segera dimulai! Go Se Na!” teriak So Ra saat aku sudah berjalan cukup jauh dari kelas. Ia mungkin akan khawatir karena kami memang sudah duduk di tahun ketiga.
To : Hong So Ra
Aku akan tetap belajar jangan khawatir, hanya saja aku tidak mood untuk sekolah hari ini. Bilang saja pada Jang songsaengnim aku sedang sakit, tugas-tugasku sudah kuletakkan di meja guru tadi. Gomawo, Ra-ya.
Setelah mengetik SMS di ponsel dan mengirimnya, aku kembali melanjutkan perjalananku. Ya… aku sedang tidak dalam mood untuk sekolah hari ini, jadi lebih baik aku membolos sekolah saja, kan? Lagipula aku akan menjadi sangat badmood lagi berada di dalam kelas, jika melihat Oh Sehun yang menyebalkan itu.
<<>>
‘Eonni message…’ terdengar dering ponselku berbunyi, aku sudah berada di luar sekolah sekarang.
From : Namchin
Kau di mana sekarang? Nanti kujemput setelah pulang sekolah. Jangan pergi jauh-jauh, oke? Hati-hati di jalan, yeobo.
To : Namchin
Aku tidak tahu tujuanku sekarang akan ke mana. Nanti kuhubungi lagi.
SMS tadi dari namjachinguku, kami berdua berada di kelas yang sama jadi dia tahu segala hal yang terjadi di dalam kelas, termasuk kejadian tadi.
Aku kembali berjalan, mungkin jalan-jalan di tempat bagus akan mengembalikan moodku yang tadi dirusak Oh Sehun menyebalkan tadi.
‘Ah, aku masih memakai seragam!’ segera kukeluarkan jaket dari dalam tasku dan memakainya. Kupasang juga earphone di telingaku dan mulai mendengarkan lagu. Lagu yang menyejukkan hati, yang membuat moodku kembali membaik.
Aku terus berjalan sampai di kawasan pasar tradisional yang cukup ramai. Untunglah hari ini aku membawa cukup banyak uang, jadi aku bisa makan makanan enak di sini, yuhuu. Aku melangkah ke kios-kios yang menjual makanan, di antara makanan-makanan di sini, makanan tradisional di sinilah yang sangat menggiurkan. Aku membeli beberapa makanan dan sekaleng kopi hangat.
Sambil memakan sosis-sosis di tanganku, aku mencari tempat duduk dan menemukan bangku kecil di taman sekitar pasar tadi. Bangku kecil di dekat kolam yang airnya sudah membeku, dapat kulihat air di kolam itu sebening kristal. Aku duduk di bangku itu dan mengamati orang yang berlalu-lalang di depanku.
“Waa… pemandangannya,” aku tersenyum melihat pemandangan indah di depan mataku, sepertinya moodku mulai membaik.
Kutengok sekilas jam yang melingkar di tanganku, sekarang menunjukkan pukul 10. Aku menghembuskan nafasku. Di sini udaranya semakin dingin, lihat saja hembusan nafasku saja kini berasap. Terlepas dari itu semua, kini pikiranku teralihkan pada titik-titik putih yang melayang-layang di langit dan jatuh ke bumi.
“Waaa… salju pertama!” ucapku kegirangan, meskipun sudah hampir satu minggu masuk musim dingin, hari ini salju pertama baru muncul.
Aku dapat merasakan dinginnya salju yang jatuh ke pipiku dan sesaat kemudian mencair. Ahh, dingin…
<<>>
Aku ingin mengabadikan momen ini!
Kukeluarkan kamera dari dalam tasku, aku mulai membidik objek di depanku yang menarik perhatian termasuk langit yang menurunkan salju-salju hari ini. Saat sudah selesai memotret, aku melihat hasil potretanku. “Go Se Na, daebak! Kau semakin pintar memotret,” gumamku bangga pada diri sendiri.
Setelah bosan duduk di bangku itu berjam-jam, aku melangkahkan kaki menyelusuri kawasan ini. Tak lupa dengan kamera yang menggantung di leherku. Sesekali aku akan membidik objek dan memotretnya. Aku terus memotret sampai dering ponselku berbunyi kembali.
From : Namchin
Aku akan menjemputmu sekarang, kau di mana?
To : Namchin
Aku di pasar sekitar sekolah, kau bisa cari aku. Cepatlah ke sini! Di sini semakin dingin, brrr…
<<>>
Sekitar, 15 menit berlalu, aku mengalihkan pandangan dari kamera, mataku bergerak mengikuti sepeda motor yang sangat kukenal. Sepeda motor itu bergerak menuju arahku dan ketika pemilik sepeda membuka helmnya aku tersenyum gembira.
“Annyeong, yeobo! Sudah menungguku lama?” ujarnya setelah memberhentikan motornya.
“Kau datang saat masih jam pelajaran. Kau membolos!” sentakku memarahinya walaupun tak bisa dipungkiri, sebenarnya aku merasa bahagia.
“Bagaimana aku tidak khawatir jika pacarku juga sedang membolos dan kelunyuran kemana-mana. Jadi, lebih baik aku membolos juga,” ia turun dari motornya setelah menampakkan cengiran di bibirnya.
“Kau memang namchinku, kekeke.” Aku berjinjit dan mengacak-acak rambutnya.
Namjachinguku malah kegirangan setengah mati kuperlakukan seperti itu, kepalanya menggeleng-geleng geli layaknya kucing yang sedang dielus-elus.
“Baiklah, sekarang kita mau ke mana? Jalan-jalan?” tanyaku setelah menghentikan kegiatan mengelus ah maksudku mengacak tadi.
Namchinku belum menjawab pertanyaanku. Ia mengambil mantel hangat dari tasnya dan memakaikannya di tubuhku, “Katamu di sini dingin jadi pakailah ini. Aku sudah cukup hangat memakai jaket ini. Ayo! Kita jalan-jalan saja.” Ia menarikku dan memeluk bahuku.
Akhirnya kamipun berjalan-jalan di sekitar sini. Ia menggenggam tanganku dan memasukkan ke jaketnya. Karenanya aku benar-benar sudah bisa melupakan kejadian tadi pagi. Kejadian yang membuatku kesal karena Oh Sehun yang menjengkelkan.
Kami berdua masuk ke dalam cafe kecil di sudut kawasan ramai. Di dalam cafe, aku memesan satu dua latte.
“Oppa, aku tadi sudah minum kopi kaleng. Jadi, nanti jika tidak habis jangan salahkan aku, ya?” kataku mendekati meja, di tanganku sudah ada dua cangkir latte.
“Eoh, sini biar aku saja yang membawanya,” aku menyerahkan nampan berisi cangkir latte dan berjalan mendahului namchinku.
“Jika orang tua kita tahu jika kita seperti ini. Apa yang akan mereka lakukan menurutmu, oppa?” kini kami sudah duduk di kursi dan memulai percakapan.
“Tentang? Kita membolos sekolah dan pacaran?” Aku mengangguk. Dia mengendikkan bahunya, “Bilang saja yang sejujurnya.”
“Tentang?” Kini aku yang berbalik tanya.
“Semuanya, tentang aku mencintaimu, kau mencintaimu, kita saling mencintai, kita pacaran, dan mimpimu mungkin,” dia berbicara sangat ringan dengan satu tarikan nafas. Sesekali ia menyeruput lattenya.
“Aku tak yakin mereka akan mendukungku, oppa.” Aku menundukkan kepalaku. Orang tuaku masih bisa mengerti jika aku sedang berpacaran, tapi-
“Dan kau ingin usahamu selama ini sia-sia?” Aku menatap lawan bicara di depanku.
“Yah… tidak juga sih,” aku mengaduk-aduk latte di depanku.
“Kau harus memutuskan kalau begitu. Aku masih bisa membantumu. Jika kau belum berani bicara pada orang tuamu maka aku akan melakukannya untukmu.”
“Sehun oppa…” aku langsung menghambur ke pelukannya, menenggelamkan kepalaku di sana dan menumpahkan air mataku.
“Baru saja aku akan menawarkan sad acting tapi kau sudah melakukannya…” namchinku mengelus puncak kepalaku lembut, menyalurkan rasa sayangnya dan menenangkanku dari tangisan ini.
“Peran antagonis sudah, sad acting sudah, romance sudah, bahagia jelas sudah… Hemm, sepertinya kau sudah bisa audisi.”
Aku mulai menenangkan diriku, berusaha memberhentikan air mata yang sedari tadi mengalir. Namchinku menuntunku untuk duduk di sampingnya dan memegang pipiku, mengarahkannya padanya. Ia mengusap pipiku dan menghapus air mata yang masih keluar.
“Terima kasih sudah membantuku selama ini, oppa. Huwaa…” aku kembali menumpahkan tangisanku dan menyembunyikan wajahku di pelukannya.
“Kenapa kau jadi cengeng begini… Cha, ayo pergi ke rumahmu aku akan menjelaskan pada orang tuamu.”
<<>>
Mungkin, kalian semua bingung dengan diriku. Aku sangat membenci Sehun yang menyebalkan tapi ia malah jadi namchinku. Begini ceritanya…
Flashback>>
Dulu semenjak masuk ke SHS tepatnya hari pertama masuk SHS, aku mulai tertarik pada namja dingin bernama Oh Sehun. Entah takdir atau apa, kami berada di kelas yang sama. Dan selama setahun aku berada di SHS itu aku tidak tertarik lagi dengan Oh Sehun, ketertarikanku berubah menjadi kebencian, aku membencinya. Karena ia selalu menggangguku, menyandungku, mengolok-olokku, ataupun hal lain yang menyebabkan aku naik pitam. Dan aku sangat tidak suka itu.
“Annyeonghaseyo, Hong So Ra imnida. Salam kenal, aku mohon bantuannya.” Ucapku memperkenalkan diri saat hari pertama pembelajaran. Aku membungkuk menyalurkan rasa hormat.
“Boleh aku bertanya?” tanya salah satu murid pada Kim songsaengnim. Kim songsaengnim mengangguk sebagai jawabannya.
“Boleh aku tahu nomor telponmu?” namja itu tersenyum padaku, aku malu-malu membalas senyumnya, dan teman-teman yang lain mensorakiku dan namja itu. Tapi… ada yang aneh di balik senyumannya.
Setelah memperkenalkan dirinya, aku baru tahu nama namja itu-Oh Sehun-
Akibat senyumannya, aku rela memberikan nomor telponku saat pulang sekolah, aku mulai tertarik padanya.
Dan… ya ampun aku malu menceritakan ini. Oh Sehun meminta nomor telponku hanya untuk menggangguku, mengolok-olokku, dan-hei siapa yang suka dengan itu? Aku menyesal memberikan nomor telponku padanya. Tapi, apa daya aku juga tak bisa mengganti nomorku, semua keluargaku hanya mengetahui nomor ini saja, jika aku mengganti nomor aku harus memberitahu ratusan orang tentang nomor baru itu. Aku sungguh menyedihkan, hiks…
“Selamat pagi, princessku yang manis dan cantik,” sapa Oh Sehun ketika aku memasuki kelas. Heol, jika yeoja lain yang mendengarnya mungkin ia akan meleleh dibuatnya. Tapi, ini aku GO SE NA, musuh Oh Sehun yang akan jijik mendengar kalimat dari mulutnya.
“Menjijikan Oh Sehun, pergi-pergi.” Usirku. Oh Sehun tak tinggal diam begitu saja.
Aku berjalan menuju bangkuku yang berada di pojok ruangan. Namun dalam hitungan detik, aku hampir saja terjatuh bila tak berpegang pada meja guru. Oh Sehun menyandungku.
“OHHH SEEHUUNN, KAU CARI MATI HARI INI!!!!” teriakku geram. Aku menjambak rambutnya yang dicat warna putih itu, tapi saat baru menyentuh rambutnya tanganku diberhentikan olehnya.
“Kau suka main tangan, Se Na-ya…”
“DAN KAU SUKA MAIN KAKI OH SEHUN!! JANGAN PANGGIL AKU DENGAN EMBEL-EMBEL YA… MEMANG KAU TEMAN DEKATKU? BUKAN! KAU TAK PANTAS MEMANGGILKU BEGITU.” Aku sungguh marah sekarang, dan-
What the hell, Sehun malah mengeluarkan smirknya. Dia benar-benar gila. Dan aku lebih gila lagi karena masih menyukainya. Aku benci Oh Sehun! Kenapa aku menyukainya?
Satu tahun pertama di SHS kami -aku dan Oh Sehun- habiskan untuk berteriak satu sama lain, maksudku aku yang berteriak dan Sehun yang menjawabnya datar. Kami saling mengolok dan menyakiti perasaan satu sama lain.
<<>>
Hari itu, tepat satu tahun pertama di SHS. Aku akhirnya bisa tersenyum lega karena di tahun kedua itu aku tak sekelas dengan Oh Sehun. Aku bahagia karena kemungkinan aku bisa move on darinya dan terbebas dari gangguannya.
Aku berjalan keluar dari gerbang sekolah, hari ini seperti hari pembebasan. Aku melangkahkan kaki dengan ceria dan sedikit lompatan, tak lupa senyum yang sedari tadi menempel di wajahku.
“Annyeong Kim songsaengnim, Jang songsaengnim.” Sapaku pada guru-guru yang tak sengaja bertemu.
‘Annyeong Ra-ya, annyeong sunbae,’ dan masih banyak lagi annyeong-annyeong lain yang kuberikan pada setiap orang yang kutemui.
Beberapa dari mereka berbisik karena menganggapku aneh, tapi biarlah. Aku terlalu senang tidak sekelas dengan Oh Sehun.
<<>>
Beberapa hari kemudian setelah aku mulai membaur dengan teman-temanku di tahun kedua, aku mendapat sebuah SMS di ponselku ketika baru saja memasuki rumah.
From : Oh Sehun :(
Temuilah aku, jam 4 sore nanti di taman dekat sekolah.
‘Ada apa dengan anak ini?’
To : Oh Sehun :(
Tidak mau, lagipula tidak ada alasan untukku agar menemuimu. Aku musuhmu, ingat?
Sesaat kemudian, telponku berdering kembali.
From : Oh Sehun :(
Penting! Mungkin hari ini terakhir kau menjadi musuhku.
‘Apa? Terakhir? Apa Oh Sehun akan mati?’ aku gelisah dengan pikiranku yang menggila.
To : Oh Sehun :(
Jangan terlalu berharap aku akan datang.
From : Oh Sehun :(
Aku akan tetap menunggumu.
Hehhh…??? Apa Oh Sehun benar-benar akan mati?
<<>>
Ketika sudah jam 3 sore, aku bersiap-siap menemui Oh Sehun. Aku mandi dan memilih-milih baju mana yang akan kupakai. Tepat pukul 3 lebih 45 menit, aku berangkat menuju taman dekat sekolah dengan kaki, yah aku berjalan kaki.
“Oh Sehun memang gila, aku sudah di sini tepat pukul 4 tapi dia malah belum datang setelah 15 menit aku menunggu. Ah, mungkin aku yang sudah dibodohi olehnya. Babo! Go Se Na babo!” rutukku pada diri sendiri. Aku berjalan keluar taman, hendak kembali pulang.
“Go Se Na!” terdengar ada yang memanggilku. Aku menoleh ke belakang, mendapati Oh Sehun yang memakai baju putih tak berlengan dengan celana jeans biru miliknya. Wajahnya sedikit pucat, terdapat lingkaran hitam di bawah matanya, pelipisnya berkeringat, dan nafasnya tak karuan.
“Oh Se-hun,” panggilku pelan. Apa dia benar-benar sakit?
“Ada apa dengan wajahmu itu, Se Na!” aku tersentak dari lamunanku.
“Ah, ani…” kau terlihat tampan sekarang- oh hei aku harus jadi Go Se Na seperti biasanya. “Kau! Kenapa kau memintaku untuk menemuimu?”
Sehun menggaruk tengkuknya, “Aku lupa ingin bicara apa…”
“MWOO…” Sehun gila-
“Hehe, kau cantik dengan baju itu…” Lagi, Oh Sehun menggaruk tengkuknya
“MWOO…” Lagi, aku mengucapkan itu. “Kau gila Oh Sehun!”
“Ya, aku sudah gila. Aku sudah gila merindukanmu.”
“…” SHOCK!! Aku terlalu kaget dengan ucapan Sehun barusan. “Jangan main-main Oh Sehun. Aku sudah terlalu sering kau goda.”
“Hari ini, aku serius.” Ia mengacungkan kedua jarinya, membentuk V. “Akan aku ceritakan semuanya perlahan-”
“…” SHOCK!! Sehun seperti bukan Sehun. Lantas siapa dia sekarang?
“Sejak hari pertama masuk SHS, aku serius meminta nomormu dahulu. Dan soal aku yang selalu mengganggumu itu tidak termasuk rencanaku. Aku hanya ingin menjadi lebih dekat denganmu. Dan terlebih lagi, aku tahu kau ingin jadi aktris. Jadi… aku mulai mengganggumu sekaligus mengenalkan akting padamu… Cita-citaku dari dulu adalah menjadi sutradara jadi aku sedikit tahu tentang dunia itu.”
Sehun mengambil nafas panjang, aku masih melongo mendengarnya.
“Jadi, maukah kau jadi yeojachinguku? Aku sudah tertarik padamu sejak dahulu. Maaf, selama ini kau sudah kuanggap sebagai musuh. Aku berjanji takkan membuatmu menjadi musuhku lagi.”
Aku terhenyak, mataku tiba-tiba meneteskan air mata, “Kau gila baru berbicara ini. Kau tahu? Aku sudah terlalu berharap di hari pertama masuk dahulu. Aku senang kau meminta nomorku, tapi kau malah menggangguku. Dan aku sudah terlalu kesal karena segala usaha untuk melupakanmu, gagal. Aku terlihat senang tapi aku masih berharap. Kau gila, OH SEHUN! Kau menyebalkan,” aku memukul dada Oh Sehun, melampiaskan kekesalanku selama ini. “Dan… aku setengah mati ingin segera ke sini, kupikir kau akan mati karena bilang jika mungkin hari ini terakhir aku menjadi musuhmu… hiks…” Oh Sehun segera memelukku.
“Maaf, maafkan aku. Aku tak tahu kau juga menyukaiku.” Tangan Oh Sehun menepuk-nepuk punggungku pelan. Beberapa saat kemudian, tangisku mulai mereda. Aku tersenyum geli kemudian.
“Bagaimana aktingku?” tanyaku menatap Sehun.
“MWOO… Kau hanya akting?” Sehun terlihat tak percaya denganku.
“Tapi, apa yang kuucapkan tadi adalah faktanya dan aku senang kau menyatakannya sekarang. Aku mau menjadi yeojachingumu.” Kataku tulus.
“Yang ini bukan akting kan?” aku menggeleng, kemudian Sehun menarik daguku cepat, ia membungkam mulutku dengan mulutnya.
‘Ya… Oh Sehun merebut first kissku’
<<Flashback End
<<>>
Sejak saat itu, aku dan Sehun resmi menjadi sepasang kekasih. Walaupun tidak satu kelas, jika bertemu dengannya di sekolah aku harus tetap memasang aktingku. Di sekolah, Sehun adalah musuhku, di luar sekolah Sehun adalah namjachinguku.
Layaknya sutradara, ia selalu memberi arahan padaku, ia yang membantuku mencoba beberapa macam akting dan ekspresi. Dan Sehun selalu berhasil membuatku melalui itu semua.
Hari ini, aku dan Sehun pergi ke rumahku. Sehun akan membantuku menceritakan semua. Tentang kami yang menjadi sepasang kekasih dan tentang impianku yang ditentang orang tuaku, dan tentang aku sudah berusaha keras meraih mimpi itu, dengan bantuan Sehun.
“Eomma!! Aku pulang.” Teriakku saat memasuki rumah. Eomma datang menyambutku, dan aku berbisik padanya. “Aku membawa namjachinguku,” begitulah kataku.
“Benarkah?” nampaknya eomma senang-senang saja jika menyangkut hal ini.
Kemudian Sehun masuk dan menyapa eommaku, “Annyeonghaseyo… Oh Sehun imnida.” Sehun membungkuk hormat.
“Waa… Sehun tampan sekali… Ayo, sini masuk!” eomma bicara dengan santainya dan membuatku menatapnya dengan tatapan mematikan.
“Jangan sampai eomma menyukai Sehun, eomma sudah punya appa, right?” Sehun yang mendengarku berkata demikian, hanya bisa tersenyum.
“Tak akan, sayang…” eomma membalasku dan merusak tatanan rambutku.
Begitulah, aku dan Sehun beserta eomma duduk di ruang keluarga sekarang. Kami bercerita ini dan itu, dan saat Sehun mulai melakukan aksinya, aku hanya bisa tegang menunggu jawaban apa yang keluar dari mulut eommaku.
“Bolehkah Se Na, melanjutkan mimpinya itu? Aku akan membantunya jika ia kesulitan. Lagipula, aku berencana masuk jurusan yang sama dengan Se Na…”
“Boleh ya, eomma?” aku mengeluarkan aegyoku, “Aku sudah berlatih dengan kemampuanku dan kata Sehun aku sudah bisa ikut audisi… Boleh ya eomma…” bbuing bbuing…
“Baiklah! Dengan satu syarat, kau harus bersama Sehun selamanya…” jawab eomma tersenyum, aku senang eomma membolehkanku mengejar mimpi itu. Tapi, aku harus bersama Sehun selamanya… Oh my God. Aku mencintainya tapi-
“Jika syaratnya itu, saya sangat mampu melaksanakannya, omonim. Bahkan saya berencana melamarnya ketika hari kelulusan tiba.” Sehun menatapku aneh.
“MWOO!!” Aku mencintaimu Oh Sehun tapi ini terlalu cepat. Kau gila!
“Dengan senang hati, aku mengizinkannya…”
“Eomma!! Aku masih kecil, aku tidak mau dilamar ketika masih berumur 18 tahun. Eomma!!” aku merengek dan bergelayut manja, sedangkan Oh Sehun menatapku penuh kemenangan.
“Kau akan menjadi Nyonya Oh sebentar lagi… Hahaha,” Sehun mengatakannya dengan penuh-penuh kemenangan. Apalagi tawanya seperti kakek sihir sekarang.
“Eomma…” ucapku memelas, tapi eomma malah menertawaiku seperti nenek sihir.
Heol, aku berada di antara kakek sihir dan nenek sihir.
<<>>
Di sekolah kami adalah sepasang musuh, seberapa banyak kenakalan Sehun padaku. Aku akan melupakannya karena di luar sekolah kami adalah sepasang kekasih.
Nama kontak Oh Sehun di ponselku sekarang berubah menjadi ‘namchin’. Dan kemungkinan besar sebentar lagi berubah menjadi ‘husband’
—End-
Terima kasih untuk admin yang sudah ngepost ff ini :D
FF ini masih banyak kesalahan, jadi mohon review-nya. RCL juseyo…
