Time and Love
Author : @zhayrapiverz (follow twitternya yak xexexeJ)
Cast : Oh Sehun, Kim Yura
Support Cast : Kris Wu, Kim Suho, Park Chanyeol, Taemin SHINee, Jongkook BTS
Genre : Romance, Hurt
Length : Twoshoot
Rating :T, G
Disclaimer : Zay butuhin like ama coment yang banyak XexexeJ. Setiap FF yang Zay post disini, juga Zay post di fb pribadi (Zayy Cardova), exofanfiction.wordpress.com dan beberapa grup EXO fanfic dengan nama author yang sama. Happy reading *bow.
Preview: https://exofanfiction.wordpress.com/2015/03/09/time-and-love/#more-32861
Aku tetap ingin mencintaimu walau rasanya kau lebih sering menyakitiku_-Kim Yu Ra
Aku tak tahu bagaimana mengekspresikan apa yang kurasa. Kumohon ulanglah waktu-_Oh Sehun
Sehun mengacak-acak rambutnya frustasi, berdiri di samping pintu unit gawat darurat. Sesekali melirik keadaan di dalam, mengerang dan terlihat gelisah. JongIn dan Suho menghampiri Sehun, menepuk-nepuk pundaknya “Tenanglah…semua akan baik-baik saja”
Sehun menengadah, “Gomawo hyung…ini..ini semua salahku. Yura tertabrak karena kebodohanku a..aku-” lirihnya
JongIn berujar “Sudah kuperingatkan jangan pernah menyakiti gadis itu. Sekarang kau harus merasakan semuanya. Kita hanya bisa berharap Yura selamat Sehun-ah” perkataan Kai tepat mengenai Sehun
Kaki Sehun lemas, tak kuat menopang tubuhnya sendiri hingga ia merosot dan terduduk di bawah “Kau benar JongIn, aku sangat menyesal mempermainkannya”
Keluarga Yura datang -Ibu, Ayah dan Kris kakaknya- Begitu mengetahui Yura mengalami musibah, kedua orang tua yang kala itu berada di Busan segera kembali ke Seoul, atas pemberitahuan Kris yang mendapat telepon dari rumah sakit
Kris memandang sosok itu dengan kilat marah, tangan terkepal dan nafas yang memburu. Ia paling tak suka Yura tersakiti apalagi menderita karena pria brengsek itu -Sehun- ia mendekati Sehun, mencengkram kemeja Sehun yang kotor karena bercak darah Yura yang memenuhi kemeja putihnya.
Kris berkata dengan dalam dan penekanan “Kau..apa kau sudah puas menyakitinya haa?” lalu melayangkan pukulan membabi buta ke Sehun dimulai dari wajahnya hingga perut. Kris sebagai Kakak Yura begitu tak rela dan tentu saja menumpahkan kemarahannya pada Sehun.
Sehun hanya diam dengan pandangan kosong, tak membalas satupun pukulan Kris yang menyakiti tubuhnya yang lelah
“Sudah Kris hentikan..hentikan nak, eomma mohon” Nyonya Yul menghampiri Kris, melerainya, begitupun dengan Tuan Kim, Suho dan JongIn
“Sebaiknya kalian bawa pergi pria itu, dia tampak lelah” Tuan Kim berkata pada Suho, ia tak membenci Sehun hanya saja ini bukan saat yang tepat saling menyalahkan dan bertengkar. Suho dan lainnya membungkuk mengerti lalu menggiring Sehun keluar rumah sakit
Selama tiga hari, semenjak malam itu, Yura belum menampakkan tanda-tanda akan sadar dan pulih. Masih memejamkan mata dalam tidurnya. Keluarga Yura senantiasa menemani gadis kecil mereka, Sehun juga menunggui Yura dalam jarak yang jauh, sesekali ia masuk ke dalam ruangan saat keluarganya pulang. Titik terbawah Sehun “Menyesal”
Hingga suatu sore, Tuan Kim -Ayah Yura- tak sengaja bertemu Sehun di taman rumah sakit, pria paruh baya itu mendekati Sehun yang terduduk sendiri sembari memandang kamar Yura di lantai empat, hingga Sehun tersadar seseorang terduduk di sebelahnya
“Bukankah kau temannya anakku, Yura?”
Sehun membungkuk, memberi salam, ia tahu jika itu ayah Yura “Ya Tuan”
“Kau ingin bertemu Yura? Pergilah ke dalam, tak ada yang melarangmu nak..” ucap Tuan Kim dalam ,tenang namun tegas, seperti Kris.
Sehun menunduk malu, merasa tak pantas menampakkan wajahnya di hadapan Yura maupun Tuan Kim
“Kris sedang berada di luar kota, Ibu Yura harus kembali ke kantor karena tugas, dan aku sebenarnya harus pergi mengambil sesuatu di rumah”
Sehun mengangguk, masih diam. Ia tak tahu harus berkata apa?
“Ini perintahku, jagalah Yura sebentar, siapa tahu dia bisa siuman karenamu. Aku harus pergi…” Tuan Kim menepuk pundak Sehun lalu meninggalkan Sehun.
Sehun memperhatikan Tuan Kim yang makin menjauh lalu melirik kamar Yura, sekali lagi. Sehun merindukan Yura. Sangat
Bau obat-obatan khas rumah sakit merasuki penciuman Sehun, pakaian biru pasien, selang infus di pergelangan tangan Yura dan perban yang membalut luka di kepalanya, beberapa luka di wajah dan lengan Yura masih belum mengering walau suster telah merawat lukanya.
Mata Sehun memanas, di pelupuk mata kelamnya menggenang air mata penyesalan yang teramat dalam. Dada Sehun sakit, sesak, membuatnya kesulitan meraup Oksigen. Yura begitu karena kebodohan, keegoisan dan kenaifan Sehun. Karena Sehun merasa tak memiliki perasaan apapun pada Yura, perasaan yang kata orang bisa membuat berbunga-bunga,nyaman bahkan terbang -Cinta-
Tangan Sehun bergetar ketika menyentuh tangan dingin Yura yang bebas infus “Mianhae…Yura-ya..Mianhae. Kumohon sadarlah, kumohon bangunlah dari tidurmu. Aku memang bodoh, jahat dan tak pernah memikirkan bagaimana perasaanmu terhadapku. Aku salah Yura, Kau boleh memukulku, mencaciku, kau juga boleh membunuhku Yura-ya. Maafkan aku…” Sehun tak kuasa merintih di hadapan gadis itu, ia tak perduli apapun lagi asalkan Yura dapat melanjutkan hidupnya yang menderita karena Sehun.
Namun Yura masih terdiam, masih menutup mata dengan damainya. Hanya terdengar suara monitor jantung Yura yang membuat Sehun semakin tenggelam dalam penyesalan.
‘Mulai Menjauhi Yura dan membiarkan ia menemukan kebahagiaan sendiri tanpaku’ ia masih mengingat perkataan bodohnya beberapa hari lalu dan mulai menjauhi Yura setelahnya. Tapi yang kini terjadi, Sehun justru tak bisa melepaskan dirinya dari Yura, ia terlampau merindukan semua hal yang dimiliki gadis itu. Suaranya, tawanya, senyumnya, perhatiannya.
“Sudah kuperingatkan jangan pernah menyakiti gadis itu. Sekarang kau harus merasakan semuanya-” JongIn benar, tidak seharusnya Sehun menyakiti Yura.
Kris menghampiri Sehun yang hampir terlelap di kursi tunggu, di depan ruangan Yura. Sehun terkejut hampir terjatuh kalau saja Kris tidak mencengkram lengannya “Gomawo” Sehun berujar lirih. Setelahnya suasana begitu hening, membuat canggung bagi keduanya. Kris terbatuk lalu menyerahkan secarik kertas yang ia simpan dari balik jaket hangatnya, “Aku menemukan ini di atas meja belajar Yura, kurasa ini dibuat malam itu. Untukmu!” ujarnya sambil menyerahkan pada Sehun lalu pergi meninggalkannya untuk mengecek keadaan Yura. Sehun mengamati surat tersebut dalam diam
“Aku tak tahu mengapa begitu mencintai Oh Sehun, Tuhan. Aku tak tahu mengapa jantungku berdetak begitu keras jikalau bersamanya. Hatiku berbunga-bunga bahagia hanya mendengar suaranya. Ugh aku tahu ia jarang sekali berbicara panjang padaku, mengucapkan selamat pagi sore atau malam. Menanyakan apa yang aku lakukan, sudahkah aku mengerjakan pr kalkulusku -pelajaran tersulit- Ataupun memberiku semangat dari bibirnya. Tapi aku bahagia. Sehun ada di sisikupun sudah cukup bagiku Tuhan. Aku hanya ingin dia terus bersamaku hingga kapanpun sampai aku mati..”
Sehun tak kuasa, dadanya kembali sesak , ia begitu dingin bahkan kepada Yura kekasihnya sendiri, Sehun tak pernah mengucapkan sapaan-sapaan itu, lebih sering mengabaikan dan mengacuhkan Yura. Tapi apa yang terjadi? Yura tetap tersenyum dan bahagia, ia tidak seharusnya mencintai lelaki berhati es seperti Sehun. Yura, gadis itu terlampau memiliki hati yang hangat dan Sehun selalu membuat hati Yura terluka.
Hari ke lima semenjak kecelakaan itu Yura belum sadar, masih terbaring koma. Sehun mengamati Yura yang tengah tertidur, tenang dan damai. Sehun mendekatkan wajahnya, mencium kening gadis itu sembari mengucapkan doa agar Yura dapat siuman dan hidup “Yura-ya mungkin kau sudah bosan mendengar kata maafku di dalam tidurmu. Maafkan aku Yura-ya, aku rela menukar nyawaku agar kau dapat hidup kembali. Kumohon bangunlah..” Entah ini keberapa kalinya Sehun merintih dihadapan Yura, menumpahkan segala penyesalannya pada gadis itu, hingga malam itu Sehun kembali menangis di samping Yura
“aku… aku sadar apa yang aku lakukan selama ini salah, aku hanya ingin kau menemukan kebahagiaanmu sendiri Yura, tapi aku salah, cara yang kulakukan sangat salah. Yura-ya..kumohon, bangunlah. Aku berjanji akan mencintaimu, mengatakan selamat pagi, sore dan malam. Aku berjanji akan menyemangatimu, menanyakan ‘apa yang sedang kau lakukan?’ Aku berjanji akan menebus semua waktu yang telah kusia-siakan kepadamu. Kumohon Yura-ya kembalilah..”
Sehun yang kala itu mendapat giliran jaga terus berada di samping Yura, -kembali- tak memperdulikan apapun lagi selain gadis itu. Hidung Sehun memerah, matanya bengkak karena terus menangis. Sedangkan Yura hanya diam sambil memejamkan matanya, jika saja Yura terbangun, tentu ia akan ikut menangis pula, melihat Sehun yang biasanya rapi, sekarang nampak begitu kacau dan menyedihkan.
Di tengah malam, badai hujan salju kembali melanda Seoul. Berita di televisi mengatakan Musim Dingin tahun ini adalah yang terburuk dimana cuaca ekstream dan badai salju kerap kali terjadi. Keadaan di rumah sakit kala itu begitu sepi, karena malam telah larut, jam kunjungan juga sudah habis.
Karena lelah, Sehun tertidur di samping Yura. Tidur dengan cara duduk memang tidak nyaman dan sebenarnya membahayakan tulang belakang, namun saking kelelahannya, pria itu tertidur. Terkadang ia mengigau pelan, nafasnya tertarik hingga menimbulkan suara tertahan, efek sehabis menangis.
Di sampingnya, jemari-jemari kecil itu bergelak perlahan, kedua kelopak matanya menyipit, mulai menyesuaikan diri dengan cahaya ruangan yang sedikit lebih terang dari kamar gadis itu. Kepalanya pasca terbentur masih sedikit sakit, ia sedikit meringis kala menyentuh luka di perbannya tanpa sengaja. Lalu tanpa ia sadari, sebuah tangan menindih tangan satunya lagi. Ia sedikit menoleh dan seketika itu terkejut mendapati seorang pria tengah tertidur “Oh Sehun?” lirihnya
Entah mengapa, Sehun terbangun karena mimpi anehnya. Namja itu menguap pelan lalu mengusap kedua matanya yang sembab. Setelah beberapa saat Sehun menyadari sesuatu, Yura sudah membuka mata, ia terbangun, ia siuman. Sungguh Sehun begitu gembira “Yura-ya? K..kau sudah siuman?” Lalu Sehun segera memencet tombol di samping nakas hingga beberapa saat Dokter dan para suster datang memeriksa keadaannya. Sehun menunggu di luar dengan hati yang berbunga-bunga, berjingkrak senang dan ia kehabisan kata-kata “Tuhan terima kasih…kau mendengarkan Doaku”
Semenjak malam itu, kesehatan Yura mulai berangsur membaik, kondisi tubuhnya juga lebih pulih, begitupun dengan luka-luka di beberapa titik tubuhnya yang mulai mengering. Hanya saja dokter belum memperbolehkan Yura pulang dan sekolah dulu, karena sesekali Yura masih sering mengerang kesakitan di sekitar kepalanya, akibat benturan yang cukup keras membuat penglihatannya terkadang kabur. Seiring berjalannya waktu, penglihatannya akan membaik Begitu kata dokter Park.
Siang itu, Yura sedang membaca novel yang dibawakan Kris, diruangan seorang diri. Orang tua-nya adalah pebisnis , tak jarang mereka menghabiskan waktu berhari-hari di Busan atau bahkan luar negeri. Yura memahami keadaan mereka, itupun juga demi menghidupi Keluarga, sedangkan Kris -kakaknya- juga seorang calon dokter muda yang menempuh sekolah profesi beberapa tahun ini, walaupun sibuk, Kris sebisa mungkin menyempatkan diri menjenguk Yura sehari dua kali. Selebihnya ia sendiri, lalu Sehun? Ia tahu kalau Lelaki itu hampir tiap hari berada disini, mengamatinya, mencoba berbicara pada Yura, terkadang juga menangis jika terbawa suasana dan Yura baru tahu kalau Sehun mengigau aneh dengan menyebut-nyebut namanya saat Yura belum sadar dulu. Suara Sehun selalu datang dalam tidurnya, Wajahnya selalu terbayang di mimpinya dan terkadang mengajaknya mengobrol.
Jangan mengira Yura lupa, ingatan tentang malam itu selalu membuatnya kembali bersedih, marah dan Yura ingin menangis karena Sehun. Yura tahu setelah kejadian itu Sehun begitu terpukul, menyesal dan menyalahkan dirinya sendiri dengan terus-terusan mengatakan maaf kepada Yura. Sedangkan Yura, ia tidak ingin berbicara ataupun menyapa Sehun terlebih dahulu. Hati Yura hampir hancur karenanya.
‘Mencintai seseorang melebihi dirinya sendiri’
‘Mencintai tanpa perlu merasa dicintai’ dan ‘Mencintai lebih dari apapun’
‘Sesuatu yang berlebihan bukanlah hal yang baik, termasuk mencintai seseorang’
Kata-kata itu kembali terngiang di pikiran Yura, membuatnya pusing dan Yura sadar jika ia tak ada sama sekali di hati Sehun. Yura hanya memaksakan Sehun agar singgah di hatinya.
“Kau egois Yura-ya. Kau tak pernah memikirkan bagaimana tersiksanya Sehun-” ia mengatakan pada dirinya sendiri “Seharusnya dari awal aku sadar, bukan berjalan sejauh ini”
Sore itu Beberapa teman sekelas Yura datang menjenguknya, membawa parcel buah-buahan dan buku bacaan untuk Yura -mereka tahu dari Jinri kalau Yura suka novel-. Sehun, Jongin, Chanyeol dan Suho juga ikut menjenguknya, hanya saja sedikit memisahkan diri dari mereka yang menggerombol di sekitar ranjang Yura. Gadis itu senang teman-temannya begitu peduli dan bersedia meluangkan waktunya demi menjenguk Yura
“Yura-ya jaga kesehatanmu, jangan terlalu memikirkan hal tidak penting” celetuk Jinri -sahabatnya- sambil melirik ke arah Sehun yang tengah mengobrol dengan genknya
“Yura kau banyak ketinggalan pelajaran, cepatlah sembuh dan segera bersekolah ne!” Ujar Jongkook sang ketua kelas
“Baiklah” Yura tersenyum sambil mengangguk
“Hey teman-teman mari kita pulang, biarkan uri Yura istirahat” kata Taemin lalu mereka menyalami Yura satu persatu
“Hati-hati ” Yura melambaikan tangan sambil memandangi mereka yang meninggalkan ruangan, tak terkecuali Sehun.
Yura lelah lalu sedikit melakukan gerakan peregangan dan mencoba meletakkan tubuhnya lagi ke posisi tidur, namun karena kurang berhati-hati, Kepala Yura terbentur dinding cukup keras, ia meringis sambil mengusap kepalanya ‘Yura pabo’
Sehun bersiul-siul kecil, melantunkan lagu Kenye West sembari memasuki kamar Yura, namun begitu ia mendapati gadis itu sedikit terisak sambil mengusap-ngusap kepala belakangnya, raut Sehun berubah khawatir, lalu mendekati Yura
“Gwenchana?”
Yura masih diam melanjutkan aktifitasnya, tak mempedulikan Sehun sama sekali.
Sehun menghela lalu menarik Yura hingga kepala gadis itu bersandar di perut Sehun sedang Sehun mengusap-usap lembut kepala Yura yang sedikit nyeri, persis seperti yang dilakukan ibunya sewaktu Yura masih kecil.
Damn! Jantung Yura berdegup begitu keras karena perlakuan tiba-tiba Sehun. Gadis itu berusaha melepaskan kepalanya namun Sehun menahannya “Kau selalu saja ceroboh Yura-ya. Kenapa kau tak menungguku dulu jika ingin berbaring hemm?”
“Tidak ada alasan menunggumu!” Ujarnya ketus
Sehun tersenyum, masih mengusap kepala Yura. Ia rindu suara Yura, ia rindu semua yang ada pada Yura. Sehun tahu, gadis itu masih marah dan kesal kepadanya “Maaf..maafkan aku Yura. Kau pasti membenciku karena kejadian malam itu”
Gadis itu memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya, ia tidak ingin menangis dan kembali terluka, namun suara Sehun yang nampak menyedihkan itu berhasil merobek hatinya -lagi-
Sehun kembali berbicara setelah beberapa menit terdiam “Aku melakukan itu semua karena aku merasa tak bisa membalas semua kebaikan yang kau lakukan, semua kasih sayang dan cinta yang kau berikan padaku Yura. Aku tak pernah memperdulikanmu, menghubungimu terlebih dahulu ataupun menanyakan kabarmu. Jadi aku putuskan untuk menjauhimu, menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas dan tanpa sadar justru membuatmu seperti ini, menyakitimu…” pelupuk mata Sehun memanas, dadanya sesak ketika kembali mengingat semua kesalahan yang ia buat, sedangkan Yura, pertahanannya runtuh, ia menangis, terlalu sakit pula mendengarkan Suara serak bercampur air mata Sehun.
“…namun melihatmu terbaring lemah tak berdaya membuatku sadar jika sebenarnya aku mencintaimu, aku menyayangimu, aku tak siap jika harus kehilangan secepat ini. Sungguh, aku menyesal..”
Yura melepaskan tangan Sehun yang masih mengusap kepalanya, menggeser tubuhnya lalu menyuruh Sehun duduk di depannya. Yura tersenyum di tengah tangisnya sembari mengusap buliran air yang membasahi wajah Sehun yang sedikit memucat, Sehun hanya menunduk. Ia tak berani menatap mata teduh Yura yang selalu ia sakiti dan juga menangis di hadapannya. “Sehun-ah…” suara Yura mulai melunak “Aku yang terlalu memaksakan diriku sendiri. Tidak seharusnya kau begini, pergilah Sehun-ah. Jangan mengatakan ‘kau mencintaiku’ kalau hatimu berkata sebaliknya. Aku sadar telah begitu egois, mencintaimu tanpa memikirkan dirimu sendiri, tidak seharusnya aku mencintai tanpa perlu merasa dicintai”
“Tidak Yura, aku mencintaimu. Aku hanya mencintaimu, jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini semua kesalahanku…Aku yang menyakitimu. Maaf Yura..Maaf…”
Mata kelam Sehun menyiratkan penyesalan teramad dalam. Yura memandangi Sehun dalam diam, ia bahkan tak pernah menjumpai Sehun selemah ini di hadapannya.Yura menarik bahu Sehun dan memeluknya, mengusap lembut bahu Sehun sekaligus menenangkannya. ‘Sehun harus kuat dan tak boleh seperti ini’ Batinnya
Sehun menyandarkan kepalanya di bahu Yura, memeluk pinggang gadis itu “Aku mencintaimu Yura…aku berharap dapat mengulangi waktu dan menebus segalanya”
Yura tersenyum kecil “Kau tak perlu mengulangi waktu Sehun-ah, karena waktu takkan pernah kembali. Kalau kau mencemaskan takdirmu, maka buatlah takdir yang baru..”
Sehun melepaskan tautan Yura, menggenggam tangan gadis itu “Aku berjanji akan membuat takdir yang baru bersamamu..Kim Yura” Sehun tersenyum bahagia lalu mencium kening gadis itu, Menyalurkan rasa cinta sekaligus rasa rindu dari keduanya.
Sehun mengacak-acak rambutnya frustasi, berdiri di samping pintu unit gawat darurat. Sesekali melirik keadaan di dalam, mengerang dan terlihat gelisah. JongIn dan Suho menghampiri Sehun, menepuk-nepuk pundaknya “Tenanglah…semua akan baik-baik saja”
Sehun menengadah, “Gomawo hyung…ini..ini semua salahku. Yura tertabrak karena kebodohanku a..aku-” lirihnya
JongIn berujar “Sudah kuperingatkan jangan pernah menyakiti gadis itu. Sekarang kau harus merasakan semuanya. Kita hanya bisa berharap Yura selamat Sehun-ah” perkataan Kai tepat mengenai Sehun
Kaki Sehun lemas, tak kuat menopang tubuhnya sendiri hingga ia merosot dan terduduk di bawah “Kau benar JongIn, aku sangat menyesal mempermainkannya”
Keluarga Yura datang -Ibu, Ayah dan Kris kakaknya- Begitu mengetahui Yura mengalami musibah, kedua orang tua yang kala itu berada di Busan segera kembali ke Seoul, atas pemberitahuan Kris yang mendapat telepon dari rumah sakit
Kris memandang sosok itu dengan kilat marah, tangan terkepal dan nafas yang memburu. Ia paling tak suka Yura tersakiti apalagi menderita karena pria brengsek itu -Sehun- ia mendekati Sehun, mencengkram kemeja Sehun yang kotor karena bercak darah Yura yang memenuhi kemeja putihnya.
Kris berkata dengan dalam dan penekanan “Kau..apa kau sudah puas menyakitinya haa?” lalu melayangkan pukulan membabi buta ke Sehun dimulai dari wajahnya hingga perut. Kris sebagai Kakak Yura begitu tak rela dan tentu saja menumpahkan kemarahannya pada Sehun.
Sehun hanya diam dengan pandangan kosong, tak membalas satupun pukulan Kris yang menyakiti tubuhnya yang lelah
“Sudah Kris hentikan..hentikan nak, eomma mohon” Nyonya Yul menghampiri Kris, melerainya, begitupun dengan Tuan Kim, Suho dan JongIn
“Sebaiknya kalian bawa pergi pria itu, dia tampak lelah” Tuan Kim berkata pada Suho, ia tak membenci Sehun hanya saja ini bukan saat yang tepat saling menyalahkan dan bertengkar. Suho dan lainnya membungkuk mengerti lalu menggiring Sehun keluar rumah sakit
Selama tiga hari, semenjak malam itu, Yura belum menampakkan tanda-tanda akan sadar dan pulih. Masih memejamkan mata dalam tidurnya. Keluarga Yura senantiasa menemani gadis kecil mereka, Sehun juga menunggui Yura dalam jarak yang jauh, sesekali ia masuk ke dalam ruangan saat keluarganya pulang. Titik terbawah Sehun “Menyesal”
Hingga suatu sore, Tuan Kim -Ayah Yura- tak sengaja bertemu Sehun di taman rumah sakit, pria paruh baya itu mendekati Sehun yang terduduk sendiri sembari memandang kamar Yura di lantai empat, hingga Sehun tersadar seseorang terduduk di sebelahnya
“Bukankah kau temannya anakku, Yura?”
Sehun membungkuk, memberi salam, ia tahu jika itu ayah Yura “Ya Tuan”
“Kau ingin bertemu Yura? Pergilah ke dalam, tak ada yang melarangmu nak..” ucap Tuan Kim dalam ,tenang namun tegas, seperti Kris.
Sehun menunduk malu, merasa tak pantas menampakkan wajahnya di hadapan Yura maupun Tuan Kim
“Kris sedang berada di luar kota, Ibu Yura harus kembali ke kantor karena tugas, dan aku sebenarnya harus pergi mengambil sesuatu di rumah”
Sehun mengangguk, masih diam. Ia tak tahu harus berkata apa?
“Ini perintahku, jagalah Yura sebentar, siapa tahu dia bisa siuman karenamu. Aku harus pergi…” Tuan Kim menepuk pundak Sehun lalu meninggalkan Sehun.
Sehun memperhatikan Tuan Kim yang makin menjauh lalu melirik kamar Yura, sekali lagi. Sehun merindukan Yura. Sangat
Bau obat-obatan khas rumah sakit merasuki penciuman Sehun, pakaian biru pasien, selang infus di pergelangan tangan Yura dan perban yang membalut luka di kepalanya, beberapa luka di wajah dan lengan Yura masih belum mengering walau suster telah merawat lukanya.
Mata Sehun memanas, di pelupuk mata kelamnya menggenang air mata penyesalan yang teramat dalam. Dada Sehun sakit, sesak, membuatnya kesulitan meraup Oksigen. Yura begitu karena kebodohan, keegoisan dan kenaifan Sehun. Karena Sehun merasa tak memiliki perasaan apapun pada Yura, perasaan yang kata orang bisa membuat berbunga-bunga,nyaman bahkan terbang -Cinta-
Tangan Sehun bergetar ketika menyentuh tangan dingin Yura yang bebas infus “Mianhae…Yura-ya..Mianhae. Kumohon sadarlah, kumohon bangunlah dari tidurmu. Aku memang bodoh, jahat dan tak pernah memikirkan bagaimana perasaanmu terhadapku. Aku salah Yura, Kau boleh memukulku, mencaciku, kau juga boleh membunuhku Yura-ya. Maafkan aku…” Sehun tak kuasa merintih di hadapan gadis itu, ia tak perduli apapun lagi asalkan Yura dapat melanjutkan hidupnya yang menderita karena Sehun.
Namun Yura masih terdiam, masih menutup mata dengan damainya. Hanya terdengar suara monitor jantung Yura yang membuat Sehun semakin tenggelam dalam penyesalan.
‘Mulai Menjauhi Yura dan membiarkan ia menemukan kebahagiaan sendiri tanpaku’ ia masih mengingat perkataan bodohnya beberapa hari lalu dan mulai menjauhi Yura setelahnya. Tapi yang kini terjadi, Sehun justru tak bisa melepaskan dirinya dari Yura, ia terlampau merindukan semua hal yang dimiliki gadis itu. Suaranya, tawanya, senyumnya, perhatiannya.
“Sudah kuperingatkan jangan pernah menyakiti gadis itu. Sekarang kau harus merasakan semuanya-” JongIn benar, tidak seharusnya Sehun menyakiti Yura.
Kris menghampiri Sehun yang hampir terlelap di kursi tunggu, di depan ruangan Yura. Sehun terkejut hampir terjatuh kalau saja Kris tidak mencengkram lengannya “Gomawo” Sehun berujar lirih. Setelahnya suasana begitu hening, membuat canggung bagi keduanya. Kris terbatuk lalu menyerahkan secarik kertas yang ia simpan dari balik jaket hangatnya, “Aku menemukan ini di atas meja belajar Yura, kurasa ini dibuat malam itu. Untukmu!” ujarnya sambil menyerahkan pada Sehun lalu pergi meninggalkannya untuk mengecek keadaan Yura. Sehun mengamati surat tersebut dalam diam
“Aku tak tahu mengapa begitu mencintai Oh Sehun, Tuhan. Aku tak tahu mengapa jantungku berdetak begitu keras jikalau bersamanya. Hatiku berbunga-bunga bahagia hanya mendengar suaranya. Ugh aku tahu ia jarang sekali berbicara panjang padaku, mengucapkan selamat pagi sore atau malam. Menanyakan apa yang aku lakukan, sudahkah aku mengerjakan pr kalkulusku -pelajaran tersulit- Ataupun memberiku semangat dari bibirnya. Tapi aku bahagia. Sehun ada di sisikupun sudah cukup bagiku Tuhan. Aku hanya ingin dia terus bersamaku hingga kapanpun sampai aku mati..”
Sehun tak kuasa, dadanya kembali sesak , ia begitu dingin bahkan kepada Yura kekasihnya sendiri, Sehun tak pernah mengucapkan sapaan-sapaan itu, lebih sering mengabaikan dan mengacuhkan Yura. Tapi apa yang terjadi? Yura tetap tersenyum dan bahagia, ia tidak seharusnya mencintai lelaki berhati es seperti Sehun. Yura, gadis itu terlampau memiliki hati yang hangat dan Sehun selalu membuat hati Yura terluka.
Hari ke lima semenjak kecelakaan itu Yura belum sadar, masih terbaring koma. Sehun mengamati Yura yang tengah tertidur, tenang dan damai. Sehun mendekatkan wajahnya, mencium kening gadis itu sembari mengucapkan doa agar Yura dapat siuman dan hidup “Yura-ya mungkin kau sudah bosan mendengar kata maafku di dalam tidurmu. Maafkan aku Yura-ya, aku rela menukar nyawaku agar kau dapat hidup kembali. Kumohon bangunlah..” Entah ini keberapa kalinya Sehun merintih dihadapan Yura, menumpahkan segala penyesalannya pada gadis itu, hingga malam itu Sehun kembali menangis di samping Yura
“aku… aku sadar apa yang aku lakukan selama ini salah, aku hanya ingin kau menemukan kebahagiaanmu sendiri Yura, tapi aku salah, cara yang kulakukan sangat salah. Yura-ya..kumohon, bangunlah. Aku berjanji akan mencintaimu, mengatakan selamat pagi, sore dan malam. Aku berjanji akan menyemangatimu, menanyakan ‘apa yang sedang kau lakukan?’ Aku berjanji akan menebus semua waktu yang telah kusia-siakan kepadamu. Kumohon Yura-ya kembalilah..”
Sehun yang kala itu mendapat giliran jaga terus berada di samping Yura, -kembali- tak memperdulikan apapun lagi selain gadis itu. Hidung Sehun memerah, matanya bengkak karena terus menangis. Sedangkan Yura hanya diam sambil memejamkan matanya, jika saja Yura terbangun, tentu ia akan ikut menangis pula, melihat Sehun yang biasanya rapi, sekarang nampak begitu kacau dan menyedihkan.
Di tengah malam, badai hujan salju kembali melanda Seoul. Berita di televisi mengatakan Musim Dingin tahun ini adalah yang terburuk dimana cuaca ekstream dan badai salju kerap kali terjadi. Keadaan di rumah sakit kala itu begitu sepi, karena malam telah larut, jam kunjungan juga sudah habis.
Karena lelah, Sehun tertidur di samping Yura. Tidur dengan cara duduk memang tidak nyaman dan sebenarnya membahayakan tulang belakang, namun saking kelelahannya, pria itu tertidur. Terkadang ia mengigau pelan, nafasnya tertarik hingga menimbulkan suara tertahan, efek sehabis menangis.
Di sampingnya, jemari-jemari kecil itu bergelak perlahan, kedua kelopak matanya menyipit, mulai menyesuaikan diri dengan cahaya ruangan yang sedikit lebih terang dari kamar gadis itu. Kepalanya pasca terbentur masih sedikit sakit, ia sedikit meringis kala menyentuh luka di perbannya tanpa sengaja. Lalu tanpa ia sadari, sebuah tangan menindih tangan satunya lagi. Ia sedikit menoleh dan seketika itu terkejut mendapati seorang pria tengah tertidur “Oh Sehun?” lirihnya
Entah mengapa, Sehun terbangun karena mimpi anehnya. Namja itu menguap pelan lalu mengusap kedua matanya yang sembab. Setelah beberapa saat Sehun menyadari sesuatu, Yura sudah membuka mata, ia terbangun, ia siuman. Sungguh Sehun begitu gembira “Yura-ya? K..kau sudah siuman?” Lalu Sehun segera memencet tombol di samping nakas hingga beberapa saat Dokter dan para suster datang memeriksa keadaannya. Sehun menunggu di luar dengan hati yang berbunga-bunga, berjingkrak senang dan ia kehabisan kata-kata “Tuhan terima kasih…kau mendengarkan Doaku”
Semenjak malam itu, kesehatan Yura mulai berangsur membaik, kondisi tubuhnya juga lebih pulih, begitupun dengan luka-luka di beberapa titik tubuhnya yang mulai mengering. Hanya saja dokter belum memperbolehkan Yura pulang dan sekolah dulu, karena sesekali Yura masih sering mengerang kesakitan di sekitar kepalanya, akibat benturan yang cukup keras membuat penglihatannya terkadang kabur. Seiring berjalannya waktu, penglihatannya akan membaik Begitu kata dokter Park.
Siang itu, Yura sedang membaca novel yang dibawakan Kris, diruangan seorang diri. Orang tua-nya adalah pebisnis , tak jarang mereka menghabiskan waktu berhari-hari di Busan atau bahkan luar negeri. Yura memahami keadaan mereka, itupun juga demi menghidupi Keluarga, sedangkan Kris -kakaknya- juga seorang calon dokter muda yang menempuh sekolah profesi beberapa tahun ini, walaupun sibuk, Kris sebisa mungkin menyempatkan diri menjenguk Yura sehari dua kali. Selebihnya ia sendiri, lalu Sehun? Ia tahu kalau Lelaki itu hampir tiap hari berada disini, mengamatinya, mencoba berbicara pada Yura, terkadang juga menangis jika terbawa suasana dan Yura baru tahu kalau Sehun mengigau aneh dengan menyebut-nyebut namanya saat Yura belum sadar dulu. Suara Sehun selalu datang dalam tidurnya, Wajahnya selalu terbayang di mimpinya dan terkadang mengajaknya mengobrol.
Jangan mengira Yura lupa, ingatan tentang malam itu selalu membuatnya kembali bersedih, marah dan Yura ingin menangis karena Sehun. Yura tahu setelah kejadian itu Sehun begitu terpukul, menyesal dan menyalahkan dirinya sendiri dengan terus-terusan mengatakan maaf kepada Yura. Sedangkan Yura, ia tidak ingin berbicara ataupun menyapa Sehun terlebih dahulu. Hati Yura hampir hancur karenanya.
‘Mencintai seseorang melebihi dirinya sendiri’
‘Mencintai tanpa perlu merasa dicintai’ dan ‘Mencintai lebih dari apapun’
‘Sesuatu yang berlebihan bukanlah hal yang baik, termasuk mencintai seseorang’
Kata-kata itu kembali terngiang di pikiran Yura, membuatnya pusing dan Yura sadar jika ia tak ada sama sekali di hati Sehun. Yura hanya memaksakan Sehun agar singgah di hatinya.
“Kau egois Yura-ya. Kau tak pernah memikirkan bagaimana tersiksanya Sehun-” ia mengatakan pada dirinya sendiri “Seharusnya dari awal aku sadar, bukan berjalan sejauh ini”
Sore itu Beberapa teman sekelas Yura datang menjenguknya, membawa parcel buah-buahan dan buku bacaan untuk Yura -mereka tahu dari Jinri kalau Yura suka novel-. Sehun, Jongin, Chanyeol dan Suho juga ikut menjenguknya, hanya saja sedikit memisahkan diri dari mereka yang menggerombol di sekitar ranjang Yura. Gadis itu senang teman-temannya begitu peduli dan bersedia meluangkan waktunya demi menjenguk Yura
“Yura-ya jaga kesehatanmu, jangan terlalu memikirkan hal tidak penting” celetuk Jinri -sahabatnya- sambil melirik ke arah Sehun yang tengah mengobrol dengan genknya
“Yura kau banyak ketinggalan pelajaran, cepatlah sembuh dan segera bersekolah ne!” Ujar Jongkook sang ketua kelas
“Baiklah” Yura tersenyum sambil mengangguk
“Hey teman-teman mari kita pulang, biarkan uri Yura istirahat” kata Taemin lalu mereka menyalami Yura satu persatu
“Hati-hati ” Yura melambaikan tangan sambil memandangi mereka yang meninggalkan ruangan, tak terkecuali Sehun.
Yura lelah lalu sedikit melakukan gerakan peregangan dan mencoba meletakkan tubuhnya lagi ke posisi tidur, namun karena kurang berhati-hati, Kepala Yura terbentur dinding cukup keras, ia meringis sambil mengusap kepalanya ‘Yura pabo’
Sehun bersiul-siul kecil, melantunkan lagu Kenye West sembari memasuki kamar Yura, namun begitu ia mendapati gadis itu sedikit terisak sambil mengusap-ngusap kepala belakangnya, raut Sehun berubah khawatir, lalu mendekati Yura
“Gwenchana?”
Yura masih diam melanjutkan aktifitasnya, tak mempedulikan Sehun sama sekali.
Sehun menghela lalu menarik Yura hingga kepala gadis itu bersandar di perut Sehun sedang Sehun mengusap-usap lembut kepala Yura yang sedikit nyeri, persis seperti yang dilakukan ibunya sewaktu Yura masih kecil.
Damn! Jantung Yura berdegup begitu keras karena perlakuan tiba-tiba Sehun. Gadis itu berusaha melepaskan kepalanya namun Sehun menahannya “Kau selalu saja ceroboh Yura-ya. Kenapa kau tak menungguku dulu jika ingin berbaring hemm?”
“Tidak ada alasan menunggumu!” Ujarnya ketus
Sehun tersenyum, masih mengusap kepala Yura. Ia rindu suara Yura, ia rindu semua yang ada pada Yura. Sehun tahu, gadis itu masih marah dan kesal kepadanya “Maaf..maafkan aku Yura. Kau pasti membenciku karena kejadian malam itu”
Gadis itu memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya, ia tidak ingin menangis dan kembali terluka, namun suara Sehun yang nampak menyedihkan itu berhasil merobek hatinya -lagi-
Sehun kembali berbicara setelah beberapa menit terdiam “Aku melakukan itu semua karena aku merasa tak bisa membalas semua kebaikan yang kau lakukan, semua kasih sayang dan cinta yang kau berikan padaku Yura. Aku tak pernah memperdulikanmu, menghubungimu terlebih dahulu ataupun menanyakan kabarmu. Jadi aku putuskan untuk menjauhimu, menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas dan tanpa sadar justru membuatmu seperti ini, menyakitimu…” pelupuk mata Sehun memanas, dadanya sesak ketika kembali mengingat semua kesalahan yang ia buat, sedangkan Yura, pertahanannya runtuh, ia menangis, terlalu sakit pula mendengarkan Suara serak bercampur air mata Sehun.
“…namun melihatmu terbaring lemah tak berdaya membuatku sadar jika sebenarnya aku mencintaimu, aku menyayangimu, aku tak siap jika harus kehilangan secepat ini. Sungguh, aku menyesal..”
Yura melepaskan tangan Sehun yang masih mengusap kepalanya, menggeser tubuhnya lalu menyuruh Sehun duduk di depannya. Yura tersenyum di tengah tangisnya sembari mengusap buliran air yang membasahi wajah Sehun yang sedikit memucat, Sehun hanya menunduk. Ia tak berani menatap mata teduh Yura yang selalu ia sakiti dan juga menangis di hadapannya. “Sehun-ah…” suara Yura mulai melunak “Aku yang terlalu memaksakan diriku sendiri. Tidak seharusnya kau begini, pergilah Sehun-ah. Jangan mengatakan ‘kau mencintaiku’ kalau hatimu berkata sebaliknya. Aku sadar telah begitu egois, mencintaimu tanpa memikirkan dirimu sendiri, tidak seharusnya aku mencintai tanpa perlu merasa dicintai”
“Tidak Yura, aku mencintaimu. Aku hanya mencintaimu, jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini semua kesalahanku…Aku yang menyakitimu. Maaf Yura..Maaf…”
Mata kelam Sehun menyiratkan penyesalan teramad dalam. Yura memandangi Sehun dalam diam, ia bahkan tak pernah menjumpai Sehun selemah ini di hadapannya.Yura menarik bahu Sehun dan memeluknya, mengusap lembut bahu Sehun sekaligus menenangkannya. ‘Sehun harus kuat dan tak boleh seperti ini’ Batinnya
Sehun menyandarkan kepalanya di bahu Yura, memeluk pinggang gadis itu “Aku mencintaimu Yura…aku berharap dapat mengulangi waktu dan menebus segalanya”
Yura tersenyum kecil “Kau tak perlu mengulangi waktu Sehun-ah, karena waktu takkan pernah kembali. Kalau kau mencemaskan takdirmu, maka buatlah takdir yang baru..”
Sehun melepaskan tautan Yura, menggenggam tangan gadis itu “Aku berjanji akan membuat takdir yang baru bersamamu..Kim Yura” Sehun tersenyum bahagia lalu mencium kening gadis itu, Menyalurkan rasa cinta sekaligus rasa rindu dari keduanya.
Sehun mengacak-acak rambutnya frustasi, berdiri di samping pintu unit gawat darurat. Sesekali melirik keadaan di dalam, mengerang dan terlihat gelisah. JongIn dan Suho menghampiri Sehun, menepuk-nepuk pundaknya “Tenanglah…semua akan baik-baik saja”
Sehun menengadah, “Gomawo hyung…ini..ini semua salahku. Yura tertabrak karena kebodohanku a..aku-” lirihnya
JongIn berujar “Sudah kuperingatkan jangan pernah menyakiti gadis itu. Sekarang kau harus merasakan semuanya. Kita hanya bisa berharap Yura selamat Sehun-ah” perkataan Kai tepat mengenai Sehun
Kaki Sehun lemas, tak kuat menopang tubuhnya sendiri hingga ia merosot dan terduduk di bawah “Kau benar JongIn, aku sangat menyesal mempermainkannya”
Keluarga Yura datang -Ibu, Ayah dan Kris kakaknya- Begitu mengetahui Yura mengalami musibah, kedua orang tua yang kala itu berada di Busan segera kembali ke Seoul, atas pemberitahuan Kris yang mendapat telepon dari rumah sakit
Kris memandang sosok itu dengan kilat marah, tangan terkepal dan nafas yang memburu. Ia paling tak suka Yura tersakiti apalagi menderita karena pria brengsek itu -Sehun- ia mendekati Sehun, mencengkram kemeja Sehun yang kotor karena bercak darah Yura yang memenuhi kemeja putihnya.
Kris berkata dengan dalam dan penekanan “Kau..apa kau sudah puas menyakitinya haa?” lalu melayangkan pukulan membabi buta ke Sehun dimulai dari wajahnya hingga perut. Kris sebagai Kakak Yura begitu tak rela dan tentu saja menumpahkan kemarahannya pada Sehun.
Sehun hanya diam dengan pandangan kosong, tak membalas satupun pukulan Kris yang menyakiti tubuhnya yang lelah
“Sudah Kris hentikan..hentikan nak, eomma mohon” Nyonya Yul menghampiri Kris, melerainya, begitupun dengan Tuan Kim, Suho dan JongIn
“Sebaiknya kalian bawa pergi pria itu, dia tampak lelah” Tuan Kim berkata pada Suho, ia tak membenci Sehun hanya saja ini bukan saat yang tepat saling menyalahkan dan bertengkar. Suho dan lainnya membungkuk mengerti lalu menggiring Sehun keluar rumah sakit
Selama tiga hari, semenjak malam itu, Yura belum menampakkan tanda-tanda akan sadar dan pulih. Masih memejamkan mata dalam tidurnya. Keluarga Yura senantiasa menemani gadis kecil mereka, Sehun juga menunggui Yura dalam jarak yang jauh, sesekali ia masuk ke dalam ruangan saat keluarganya pulang. Titik terbawah Sehun “Menyesal”
Hingga suatu sore, Tuan Kim -Ayah Yura- tak sengaja bertemu Sehun di taman rumah sakit, pria paruh baya itu mendekati Sehun yang terduduk sendiri sembari memandang kamar Yura di lantai empat, hingga Sehun tersadar seseorang terduduk di sebelahnya
“Bukankah kau temannya anakku, Yura?”
Sehun membungkuk, memberi salam, ia tahu jika itu ayah Yura “Ya Tuan”
“Kau ingin bertemu Yura? Pergilah ke dalam, tak ada yang melarangmu nak..” ucap Tuan Kim dalam ,tenang namun tegas, seperti Kris.
Sehun menunduk malu, merasa tak pantas menampakkan wajahnya di hadapan Yura maupun Tuan Kim
“Kris sedang berada di luar kota, Ibu Yura harus kembali ke kantor karena tugas, dan aku sebenarnya harus pergi mengambil sesuatu di rumah”
Sehun mengangguk, masih diam. Ia tak tahu harus berkata apa?
“Ini perintahku, jagalah Yura sebentar, siapa tahu dia bisa siuman karenamu. Aku harus pergi…” Tuan Kim menepuk pundak Sehun lalu meninggalkan Sehun.
Sehun memperhatikan Tuan Kim yang makin menjauh lalu melirik kamar Yura, sekali lagi. Sehun merindukan Yura. Sangat
Bau obat-obatan khas rumah sakit merasuki penciuman Sehun, pakaian biru pasien, selang infus di pergelangan tangan Yura dan perban yang membalut luka di kepalanya, beberapa luka di wajah dan lengan Yura masih belum mengering walau suster telah merawat lukanya.
Mata Sehun memanas, di pelupuk mata kelamnya menggenang air mata penyesalan yang teramat dalam. Dada Sehun sakit, sesak, membuatnya kesulitan meraup Oksigen. Yura begitu karena kebodohan, keegoisan dan kenaifan Sehun. Karena Sehun merasa tak memiliki perasaan apapun pada Yura, perasaan yang kata orang bisa membuat berbunga-bunga,nyaman bahkan terbang -Cinta-
Tangan Sehun bergetar ketika menyentuh tangan dingin Yura yang bebas infus “Mianhae…Yura-ya..Mianhae. Kumohon sadarlah, kumohon bangunlah dari tidurmu. Aku memang bodoh, jahat dan tak pernah memikirkan bagaimana perasaanmu terhadapku. Aku salah Yura, Kau boleh memukulku, mencaciku, kau juga boleh membunuhku Yura-ya. Maafkan aku…” Sehun tak kuasa merintih di hadapan gadis itu, ia tak perduli apapun lagi asalkan Yura dapat melanjutkan hidupnya yang menderita karena Sehun.
Namun Yura masih terdiam, masih menutup mata dengan damainya. Hanya terdengar suara monitor jantung Yura yang membuat Sehun semakin tenggelam dalam penyesalan.
‘Mulai Menjauhi Yura dan membiarkan ia menemukan kebahagiaan sendiri tanpaku’ ia masih mengingat perkataan bodohnya beberapa hari lalu dan mulai menjauhi Yura setelahnya. Tapi yang kini terjadi, Sehun justru tak bisa melepaskan dirinya dari Yura, ia terlampau merindukan semua hal yang dimiliki gadis itu. Suaranya, tawanya, senyumnya, perhatiannya.
“Sudah kuperingatkan jangan pernah menyakiti gadis itu. Sekarang kau harus merasakan semuanya-” JongIn benar, tidak seharusnya Sehun menyakiti Yura.
Kris menghampiri Sehun yang hampir terlelap di kursi tunggu, di depan ruangan Yura. Sehun terkejut hampir terjatuh kalau saja Kris tidak mencengkram lengannya “Gomawo” Sehun berujar lirih. Setelahnya suasana begitu hening, membuat canggung bagi keduanya. Kris terbatuk lalu menyerahkan secarik kertas yang ia simpan dari balik jaket hangatnya, “Aku menemukan ini di atas meja belajar Yura, kurasa ini dibuat malam itu. Untukmu!” ujarnya sambil menyerahkan pada Sehun lalu pergi meninggalkannya untuk mengecek keadaan Yura. Sehun mengamati surat tersebut dalam diam
“Aku tak tahu mengapa begitu mencintai Oh Sehun, Tuhan. Aku tak tahu mengapa jantungku berdetak begitu keras jikalau bersamanya. Hatiku berbunga-bunga bahagia hanya mendengar suaranya. Ugh aku tahu ia jarang sekali berbicara panjang padaku, mengucapkan selamat pagi sore atau malam. Menanyakan apa yang aku lakukan, sudahkah aku mengerjakan pr kalkulusku -pelajaran tersulit- Ataupun memberiku semangat dari bibirnya. Tapi aku bahagia. Sehun ada di sisikupun sudah cukup bagiku Tuhan. Aku hanya ingin dia terus bersamaku hingga kapanpun sampai aku mati..”
Sehun tak kuasa, dadanya kembali sesak , ia begitu dingin bahkan kepada Yura kekasihnya sendiri, Sehun tak pernah mengucapkan sapaan-sapaan itu, lebih sering mengabaikan dan mengacuhkan Yura. Tapi apa yang terjadi? Yura tetap tersenyum dan bahagia, ia tidak seharusnya mencintai lelaki berhati es seperti Sehun. Yura, gadis itu terlampau memiliki hati yang hangat dan Sehun selalu membuat hati Yura terluka.
Hari ke lima semenjak kecelakaan itu Yura belum sadar, masih terbaring koma. Sehun mengamati Yura yang tengah tertidur, tenang dan damai. Sehun mendekatkan wajahnya, mencium kening gadis itu sembari mengucapkan doa agar Yura dapat siuman dan hidup “Yura-ya mungkin kau sudah bosan mendengar kata maafku di dalam tidurmu. Maafkan aku Yura-ya, aku rela menukar nyawaku agar kau dapat hidup kembali. Kumohon bangunlah..” Entah ini keberapa kalinya Sehun merintih dihadapan Yura, menumpahkan segala penyesalannya pada gadis itu, hingga malam itu Sehun kembali menangis di samping Yura
“aku… aku sadar apa yang aku lakukan selama ini salah, aku hanya ingin kau menemukan kebahagiaanmu sendiri Yura, tapi aku salah, cara yang kulakukan sangat salah. Yura-ya..kumohon, bangunlah. Aku berjanji akan mencintaimu, mengatakan selamat pagi, sore dan malam. Aku berjanji akan menyemangatimu, menanyakan ‘apa yang sedang kau lakukan?’ Aku berjanji akan menebus semua waktu yang telah kusia-siakan kepadamu. Kumohon Yura-ya kembalilah..”
Sehun yang kala itu mendapat giliran jaga terus berada di samping Yura, -kembali- tak memperdulikan apapun lagi selain gadis itu. Hidung Sehun memerah, matanya bengkak karena terus menangis. Sedangkan Yura hanya diam sambil memejamkan matanya, jika saja Yura terbangun, tentu ia akan ikut menangis pula, melihat Sehun yang biasanya rapi, sekarang nampak begitu kacau dan menyedihkan.
Di tengah malam, badai hujan salju kembali melanda Seoul. Berita di televisi mengatakan Musim Dingin tahun ini adalah yang terburuk dimana cuaca ekstream dan badai salju kerap kali terjadi. Keadaan di rumah sakit kala itu begitu sepi, karena malam telah larut, jam kunjungan juga sudah habis.
Karena lelah, Sehun tertidur di samping Yura. Tidur dengan cara duduk memang tidak nyaman dan sebenarnya membahayakan tulang belakang, namun saking kelelahannya, pria itu tertidur. Terkadang ia mengigau pelan, nafasnya tertarik hingga menimbulkan suara tertahan, efek sehabis menangis.
Di sampingnya, jemari-jemari kecil itu bergelak perlahan, kedua kelopak matanya menyipit, mulai menyesuaikan diri dengan cahaya ruangan yang sedikit lebih terang dari kamar gadis itu. Kepalanya pasca terbentur masih sedikit sakit, ia sedikit meringis kala menyentuh luka di perbannya tanpa sengaja. Lalu tanpa ia sadari, sebuah tangan menindih tangan satunya lagi. Ia sedikit menoleh dan seketika itu terkejut mendapati seorang pria tengah tertidur “Oh Sehun?” lirihnya
Entah mengapa, Sehun terbangun karena mimpi anehnya. Namja itu menguap pelan lalu mengusap kedua matanya yang sembab. Setelah beberapa saat Sehun menyadari sesuatu, Yura sudah membuka mata, ia terbangun, ia siuman. Sungguh Sehun begitu gembira “Yura-ya? K..kau sudah siuman?” Lalu Sehun segera memencet tombol di samping nakas hingga beberapa saat Dokter dan para suster datang memeriksa keadaannya. Sehun menunggu di luar dengan hati yang berbunga-bunga, berjingkrak senang dan ia kehabisan kata-kata “Tuhan terima kasih…kau mendengarkan Doaku”
Semenjak malam itu, kesehatan Yura mulai berangsur membaik, kondisi tubuhnya juga lebih pulih, begitupun dengan luka-luka di beberapa titik tubuhnya yang mulai mengering. Hanya saja dokter belum memperbolehkan Yura pulang dan sekolah dulu, karena sesekali Yura masih sering mengerang kesakitan di sekitar kepalanya, akibat benturan yang cukup keras membuat penglihatannya terkadang kabur. Seiring berjalannya waktu, penglihatannya akan membaik Begitu kata dokter Park.
Siang itu, Yura sedang membaca novel yang dibawakan Kris, diruangan seorang diri. Orang tua-nya adalah pebisnis , tak jarang mereka menghabiskan waktu berhari-hari di Busan atau bahkan luar negeri. Yura memahami keadaan mereka, itupun juga demi menghidupi Keluarga, sedangkan Kris -kakaknya- juga seorang calon dokter muda yang menempuh sekolah profesi beberapa tahun ini, walaupun sibuk, Kris sebisa mungkin menyempatkan diri menjenguk Yura sehari dua kali. Selebihnya ia sendiri, lalu Sehun? Ia tahu kalau Lelaki itu hampir tiap hari berada disini, mengamatinya, mencoba berbicara pada Yura, terkadang juga menangis jika terbawa suasana dan Yura baru tahu kalau Sehun mengigau aneh dengan menyebut-nyebut namanya saat Yura belum sadar dulu. Suara Sehun selalu datang dalam tidurnya, Wajahnya selalu terbayang di mimpinya dan terkadang mengajaknya mengobrol.
Jangan mengira Yura lupa, ingatan tentang malam itu selalu membuatnya kembali bersedih, marah dan Yura ingin menangis karena Sehun. Yura tahu setelah kejadian itu Sehun begitu terpukul, menyesal dan menyalahkan dirinya sendiri dengan terus-terusan mengatakan maaf kepada Yura. Sedangkan Yura, ia tidak ingin berbicara ataupun menyapa Sehun terlebih dahulu. Hati Yura hampir hancur karenanya.
‘Mencintai seseorang melebihi dirinya sendiri’
‘Mencintai tanpa perlu merasa dicintai’ dan ‘Mencintai lebih dari apapun’
‘Sesuatu yang berlebihan bukanlah hal yang baik, termasuk mencintai seseorang’
Kata-kata itu kembali terngiang di pikiran Yura, membuatnya pusing dan Yura sadar jika ia tak ada sama sekali di hati Sehun. Yura hanya memaksakan Sehun agar singgah di hatinya.
“Kau egois Yura-ya. Kau tak pernah memikirkan bagaimana tersiksanya Sehun-” ia mengatakan pada dirinya sendiri “Seharusnya dari awal aku sadar, bukan berjalan sejauh ini”
Sore itu Beberapa teman sekelas Yura datang menjenguknya, membawa parcel buah-buahan dan buku bacaan untuk Yura -mereka tahu dari Jinri kalau Yura suka novel-. Sehun, Jongin, Chanyeol dan Suho juga ikut menjenguknya, hanya saja sedikit memisahkan diri dari mereka yang menggerombol di sekitar ranjang Yura. Gadis itu senang teman-temannya begitu peduli dan bersedia meluangkan waktunya demi menjenguk Yura
“Yura-ya jaga kesehatanmu, jangan terlalu memikirkan hal tidak penting” celetuk Jinri -sahabatnya- sambil melirik ke arah Sehun yang tengah mengobrol dengan genknya
“Yura kau banyak ketinggalan pelajaran, cepatlah sembuh dan segera bersekolah ne!” Ujar Jongkook sang ketua kelas
“Baiklah” Yura tersenyum sambil mengangguk
“Hey teman-teman mari kita pulang, biarkan uri Yura istirahat” kata Taemin lalu mereka menyalami Yura satu persatu
“Hati-hati ” Yura melambaikan tangan sambil memandangi mereka yang meninggalkan ruangan, tak terkecuali Sehun.
Yura lelah lalu sedikit melakukan gerakan peregangan dan mencoba meletakkan tubuhnya lagi ke posisi tidur, namun karena kurang berhati-hati, Kepala Yura terbentur dinding cukup keras, ia meringis sambil mengusap kepalanya ‘Yura pabo’
Sehun bersiul-siul kecil, melantunkan lagu Kenye West sembari memasuki kamar Yura, namun begitu ia mendapati gadis itu sedikit terisak sambil mengusap-ngusap kepala belakangnya, raut Sehun berubah khawatir, lalu mendekati Yura
“Gwenchana?”
Yura masih diam melanjutkan aktifitasnya, tak mempedulikan Sehun sama sekali.
Sehun menghela lalu menarik Yura hingga kepala gadis itu bersandar di perut Sehun sedang Sehun mengusap-usap lembut kepala Yura yang sedikit nyeri, persis seperti yang dilakukan ibunya sewaktu Yura masih kecil.
Damn! Jantung Yura berdegup begitu keras karena perlakuan tiba-tiba Sehun. Gadis itu berusaha melepaskan kepalanya namun Sehun menahannya “Kau selalu saja ceroboh Yura-ya. Kenapa kau tak menungguku dulu jika ingin berbaring hemm?”
“Tidak ada alasan menunggumu!” Ujarnya ketus
Sehun tersenyum, masih mengusap kepala Yura. Ia rindu suara Yura, ia rindu semua yang ada pada Yura. Sehun tahu, gadis itu masih marah dan kesal kepadanya “Maaf..maafkan aku Yura. Kau pasti membenciku karena kejadian malam itu”
Gadis itu memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya, ia tidak ingin menangis dan kembali terluka, namun suara Sehun yang nampak menyedihkan itu berhasil merobek hatinya -lagi-
Sehun kembali berbicara setelah beberapa menit terdiam “Aku melakukan itu semua karena aku merasa tak bisa membalas semua kebaikan yang kau lakukan, semua kasih sayang dan cinta yang kau berikan padaku Yura. Aku tak pernah memperdulikanmu, menghubungimu terlebih dahulu ataupun menanyakan kabarmu. Jadi aku putuskan untuk menjauhimu, menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas dan tanpa sadar justru membuatmu seperti ini, menyakitimu…” pelupuk mata Sehun memanas, dadanya sesak ketika kembali mengingat semua kesalahan yang ia buat, sedangkan Yura, pertahanannya runtuh, ia menangis, terlalu sakit pula mendengarkan Suara serak bercampur air mata Sehun.
“…namun melihatmu terbaring lemah tak berdaya membuatku sadar jika sebenarnya aku mencintaimu, aku menyayangimu, aku tak siap jika harus kehilangan secepat ini. Sungguh, aku menyesal..”
Yura melepaskan tangan Sehun yang masih mengusap kepalanya, menggeser tubuhnya lalu menyuruh Sehun duduk di depannya. Yura tersenyum di tengah tangisnya sembari mengusap buliran air yang membasahi wajah Sehun yang sedikit memucat, Sehun hanya menunduk. Ia tak berani menatap mata teduh Yura yang selalu ia sakiti dan juga menangis di hadapannya. “Sehun-ah…” suara Yura mulai melunak “Aku yang terlalu memaksakan diriku sendiri. Tidak seharusnya kau begini, pergilah Sehun-ah. Jangan mengatakan ‘kau mencintaiku’ kalau hatimu berkata sebaliknya. Aku sadar telah begitu egois, mencintaimu tanpa memikirkan dirimu sendiri, tidak seharusnya aku mencintai tanpa perlu merasa dicintai”
“Tidak Yura, aku mencintaimu. Aku hanya mencintaimu, jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini semua kesalahanku…Aku yang menyakitimu. Maaf Yura..Maaf…”
Mata kelam Sehun menyiratkan penyesalan teramad dalam. Yura memandangi Sehun dalam diam, ia bahkan tak pernah menjumpai Sehun selemah ini di hadapannya.Yura menarik bahu Sehun dan memeluknya, mengusap lembut bahu Sehun sekaligus menenangkannya. ‘Sehun harus kuat dan tak boleh seperti ini’ Batinnya
Sehun menyandarkan kepalanya di bahu Yura, memeluk pinggang gadis itu “Aku mencintaimu Yura…aku berharap dapat mengulangi waktu dan menebus segalanya”
Yura tersenyum kecil “Kau tak perlu mengulangi waktu Sehun-ah, karena waktu takkan pernah kembali. Kalau kau mencemaskan takdirmu, maka buatlah takdir yang baru..”
Sehun melepaskan tautan Yura, menggenggam tangan gadis itu “Aku berjanji akan membuat takdir yang baru bersamamu..Kim Yura” Sehun tersenyum bahagia lalu mencium kening gadis itu, Menyalurkan rasa cinta sekaligus rasa rindu dari keduanya.
