Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

I Hate Skinship

$
0
0

I Hate Skinship's Poster

Title                 : I Hate Skinship

Cast                 : – Kim Jong Dae

– Choi Yun Ae (OC)

Sub Cast          : – Byun Baek Hyun

– Lee Hae Ra (OC)

Genre              : AU, School life, Romance

Length             : Oneshot

Rating             : PG-15

Author             : YunDae (Choi Yun Ae)

Story Begin…

Yunae tidak suka disentuh. Menurutnya itu menggelikan. Dan Jongdae sangat tahu akan hal itu.

“Jongdae, jangan menyentuhku!”

“Jauhkan tanganmu dari bahuku, Dae.”

“Jangan tidur di pundakku.”

“Jangan memelukku terlalu lama. Geli.”

Yah, seperti itu lah kurang lebih reaksi Yunae ketika Jongdae menyentuhnya. Jongdae yang mengerti dengan sifat aneh kekasihnya itu hanya bisa pasrah. Tentu orang-orang terdekat mereka penasaran, bagaimana mungkin mereka menjalin hubungan selama kurang lebih 1 tahun jika keduanya jarang melakukan skinship? Seperti Haera dan Baekhyun misalnya.

“Yunae-ya, bolehkah aku bertanya?” Tanya Haera ketika mereka hanya tinggal berdua di dalam kelas. Siswa lain telah pulang ke rumah masing-masing. Namun Yunae harus tinggal di kelas untuk menyalin catatan di papan tulis yang tidak sempat dicatat olehnya selama pelajaran. Dan Haera dengan senang hati menunggu sahabatnya itu.

“Wae?” Ucap Yunae sambil menoleh sekilas pada Haera kemudian melanjutkan salinannya kembali.

“Aku penasaran dengan kau dan Jongdae.” Ujar Haera. Ia kembali melanjutkan perkataannya setelah mendapat tatapan bingung dari Yunae. “Maksudku, kau kan tidak suka disentuh. Lalu selama kalian berkencan, apa yang kalian lakukan, huh?”

Yunae tampak berpikir mencari jawaban dari pertanyaan Haera yang menurutnya sedikit aneh. “Jalan-jalan, makan, bercanda. Yah, seperti itu lah.”

“Oh astaga, Yunae! Bukan seperti itu. Maksudku, apa kalian tidak pernah bergandengan tangan ataupun melakukan kiss?”

“Jangan bertanya yang aneh-aneh Haera-ya. Memikirkannya saja sudah membuatku geli.”

“Ish, kau ini! Dasar aneh.”

“Yak! Memang aku seperti ini.”

Di lain tempat, pertanyaan yang sama terlontar dari bibir Baekhyun. Rupanya ia memiliki pikiran yang sama dengan kekasihnya, Haera. “Jongdae, aku tidak menyangka jika selama ini kau tahan untuk tidak melakukan skinship dengan Yunae.”

Jongdae menghela napas pelan. “Mau bagaimana lagi, Baek? Kalau aku yang memutuskan untuk pergi dari dia, justru aku lebih tidak tahan lagi untuk tidak bertemu dengannya.” Ucap Jongdae pasrah. Kedua lelaki ini ikut terperangkap di kelas karena menunggu kekasih mereka yang berada di kelasnya.

“Tch, berlebihan sekali kau.” Sindir Baekhyun.

Jongdae menoyor kepala Baekhyun lalu berkata, “Memangnya kau tidak, huh?”

“Oh tentu iya. Bahkan aku bisa gila dan ingin bunuh diri jika Haera pergi dari pelukanku.”

“Hentikan omong kosongmu, Baek!”

“Aku serius!” Ucap Baekhyun dengan nada kesal.

Jongdae hanya mendengus mendengar jawaban Baekhyun. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

“Ah iya. Dae, apa kau pernah menciumnya?” Tanya Baekhyun lagi. Rupanya rasa penasarannya terlampau tinggi.

“Pernah. Bukan menciumnya. Hanya mengecup bibirnya.”

“Dan bagaimana reaksinya?”

“Ia berteriak dan memukulku setelahnya. Esoknya ia menghindariku.”

“Kau serius? Aku tidak menyangka jika Yunae bisa berubah menjadi mengerikan seperti itu.” Kata Baekhyun dengan raut wajah terkejut.

“Ia tidak mengerikan, bodoh.” Jongdae mendorong kepala Baekhyun. Sahabatnya yang satu itu memang sering berbicara yang tidak-tidak. Terkadang ia juga menyebalkan menurut Jongdae.

“Dae, ayo pulang!” Ucap sebuah suara dari arah pintu depan. Yunae berdiri disana dan Haera ada di sebelahnya.

Jongdae menoleh. “Sudah selesai?” Tanyanya. Yunae hanya mengangguk. Jongdae pun bangkit dari duduknya disusul Baekhyun. Kemudian mereka pun pulang menuju rumah masing-masing.

Sebenci apapun Yunae pada sentuhan seseorang, ada kalanya ia sangat membutuhkan sentuhan itu.

Yunae berjalan bersama salah satu teman sekelasnya, Hyunmi. Ia mendapat tugas sejarah dari Park seonsaengnim dan mengharuskan Yunae untuk satu kelompok dengan Hyunmi. Jadi mereka berdua sepakat untuk mengerjakannya di rumah Hyunmi.

Hari sudah mulai sore. Tapi tugas mereka belum kunjung selesai. “Yunae-ssi, apa tidak apa jika kau pulang malam?” Tanya Hyunmi dengan nada cemas.

“Keureom. Gwaenchana Hyunmi. Kita selesaikan tugas kita hari ini. Aku tidak suka menundanya.”

“Jinjja? Aku hanya khawatir kau akan takut jika pulang nanti.”

“Aniyo. Apa yang harus ditakutkan?”

“Itu, kau ingat gang sempit saat menuju kesini?”

“Ya, aku ingat. Lalu?”

“Jika malam hari, disana banyak sekali preman-preman. Dan mereka terkadang menggoda gadis yang lewat. Aku saja tidak berani lewat situ.”

“Benarkah? Apa tidak ada jalan lain?”

“Aku inginnya seperti itu. Tapi sayangnya tidak ada. Kau tak apa Yunae?”

“Gwaenchana Hyunmi-ya. Tak perlu khawatir. Aku bisa mengatasinya. Akan kukalahkan mereka semua.”

Hyunmi tertawa mendengarnya. 2 tahun berada di kelas yang sama dengan Yunae membuat Hyunmi tahu jika gadis dihadapannya itu memiliki selera humor yang cukup baik. “Baiklah. Ku doakan kau bisa melewatinya Yunae-ya.” Ucap Hyunmi.

Yunae tersenyum mendengarnya. Kemudian mereka melanjutkan kembali tugas sekolah mereka.

Yunae terpaku menatap gang sempit yang dikatakan Hyunmi di hadapannya. Temannya itu benar, jika malam hari banyak sekali preman-preman yang berada disana. Jika jalan itu tidak panjang, ia akan menerobos masuk tanpa peduli dengan preman-preman itu. Namun sialnya, jalanan itu panjang. Yunae tidak mungkin berani menerobos jalan itu sendirian.

Yunae memutuskan berbalik arah dan berjalan dengan cepat berharap preman-preman itu tidak sempat melihatnya. Ia merogoh saku seragamnya mencari handphone. Menghubungi seseorang dengan dial number 1. Tak lama sambungan telepon pun terhubung.

“Yobeoseyo?” Sapa orang di seberang sana, Jongdae.

“Dae, aku takut.” Ucap Yunae cemas. Ia menggigit bibir bawahnya pelan.

“Mwo? Kau dimana Yun-ah? Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?” Tanya Jongdae kalut.

“Aku ingin pulang. Tapi aku takut, Dae. Aku baru saja selesai mengerjakan tugas sekolah di rumah Hyunmi. Tapi jalan dari rumahnya menuju ke luar menyeramkan. Ada gang sempit disitu. Dan banyak preman disana. Aku tidak berani, Dae.”

“Arraseo. Jauhkan dirimu dari tempat itu. Cari tempat ramai atau cari toko di sekitar situ. Jangan pergi sampai aku menjemputmu.”

“Ne, arraseo. Aku akan menunggumu di toko berwarna biru ini.”

“Baiklah. Jangan pergi kemana-mana. Tetap disitu. Kau masih ingat alamat rumahnya?”

“Aku tidak terlalu ingat. Aku akan bertanya nanti. Akan kukirimkan alamatnya padamu.”

“Baiklah. Ku tunggu.”

Yunae mematikan sambungan teleponnya. Gadis itu memasuki toko biru yang ia temukan saat berjalan sambil menelpon tadi. Kemudian ia bertanya pada pemilik toko dimana lokasi toko itu. Setelah mendapatkan alamat toko itu, ia mengirimkan alamat itu kepada Jongdae melalui pesan.

Cukup lama Yunae menunggu Jongdae hingga handphone di tangannya bergetar. Menampilkan panggilan dari Jongdae. Yunae pun menerima panggilan itu.

“Kau dimana?” Tanya Jongdae.

“Bukankah aku sudah mengatakannya tadi? Aku di toko berwarna biru. Kau tidak menemukannya?”

“Ketemu!”

“Kau su—” Kata-kata Yunae sontak berhenti ketika Jongdae memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Yunae kesal dan mengumpat pelan pada handphonenya. Umpatannya terhenti ketika seseorang membalikkan tubuhnya dengan cepat dan tiba-tiba. Rupanya orang itu adalah Jongdae.

“Kau tak apa?” Tanya Jongdae cepat. Raut khawatir tergambar jelas di wajahnya. Dahinya berkeringat. Kedua tangannya mencengkram bahu Yunae.

“Aku tak apa, Dae.” Jawab Yunae sambil menurunkan kedua tangan Jongdae dari bahunya.

“Syukurlah.” Jongdae menghela napas lega. Ia terlalu khawatir sesuatu akan terjadi pada gadisnya.

Yunae merogoh tas ranselnya. Mengambil sebungkus tisu dan menyodorkannya pada Jongdae. “Usap keringatmu Dae. Kau tampak menyedihkan.” Kata Yunae dengan wajah prihatin melihat Jongdae dengan penampilannya yang berantakan.

Jongdae menerima sebungkus tisu yang disodorkan Yunae. Lalu mengambil sehelai tisu dan mengusap dahi serta pelipisnya yang penuh dengan keringat. Rambut hitamnya berantakan. Lelaki itu hanya mengenakan jeans hitam serta kaus putih.

Yunae begitu prihatin ketika melihat wajah Jongdae. Terlihat kusam menurutnya. “Ada apa dengan penampilanmu ini, Dae? Seperti minta dikasihani.” Celetuk Yunae. Gadis ini terkenal blak-blakan. Ia sering mengutarakan hal yang dirasanya tanpa memahami perasaan orang yang dibicarakannya itu. Dan tak jarang Yunae tertawa ketika sadar akan omongannya itu dan meminta maaf setelahnya.

Jongdae merasa kebal mendengar ucapan seperti itu dari Yunae. Ia cukup tahu sifat Yunae. Jadi ia lebih memilih untuk tidak mengambil pusing dengan kata-kaa gadis itu. “Aku begini karena dirimu, bodoh.” Ucap Jongdae sambil menjitak pelan kepala Yunae.

Yunae hanya bisa mengerucutkan bibirnya.

“Ayo pulang!” Lanjut Jongdae. Ia pun melangkah keluar setelah sebelumnya membeli 2 kaleng minuman cola. Yunae dengan setia mengekori langkah Jongdae.

Jongdae berhenti melangkah ketika gang sempit nan menakutkan itu tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia membuang minumannya di salah satu tempat sampah yang terletak tak jauh dari tempat mereka berdiri. Jongdae merasakan seseorang dari arah belakang memegang erat ujung jaketnya. Jongdae menoleh. Mendapati wajah Yunae yang nampak cemas. Tangan kanannya menggenggam erat kaleng minuman. Sedangkan tangan kirinya memegang ujung jaket Jongdae.

“Kemarikan tanganmu, Yun-ah!” Ucap Jongdae sambil menengadahkan tangan kanannya.

“Eoh?” Yunae bingung. Ia tidak mengerti maksud perkataan Jongdae.

“Kau ingin pulang kan, sayang?” Tanya Jongdae kemudian. Yunae menjawab dengan anggukan. “Kalau begitu, kemarikan tanganmu! Tahan sebentar saja. Ini demi kebaikanmu juga bukan?” Kata Jongdae melanjutkan.

Yunae pun meletakkan tangan kirinya di atas tangan kanan Jongdae dengan ragu. Jongdae dengan segera menggenggamnya. “Tetap di sampingku. Kita akan pulang, Yun-ah. Jangan khawatir.” Jongdae tersenyum menenangkan. Ia mengacak pelan rambut Yunae.

Yunae menatap Jongdae dan membalas senyumannya. Dirinya merasa beruntung memiliki Jongdae di sampingnya. Lelaki itu selalu ada di sisinya walaupun Jongdae bisa saja memilih seseorang yang lebih baik dari Yunae. Seseorang yang tidak memiliki sifat aneh seperti dirinya. Tapi Jongdae tidak pernah melakukannya.

Ada kalanya Yunae merasa harus menghilangkan atau paling tidak mengurangi sifat anehnya itu. Dan ia merasa, mungkin ini saatnya

Yunae menekan bel rumah di samping pintu hitam di hadapannya. Bingkisan di tangannya membuatnya cukup kesulitan untuk menekan bel. Tak lama kemudian, pintu dibuka oleh seorang lelaki.

“Eoh, Yunae!” Sorak lelaki itu.

“Ne?” Yunae cukup kaget dengan sorakan dari lelaki di hadapannya. Lelaki itu sepertinya memiliki usia yang tak jauh beda dengan Yunae maupun Jongdae. “Ah, Jongdeok oppa. Annyeong haseyo.” Lanjut Yunae sambil membungkuk.

Lelaki itu yang tak lain adalah Jongdeok, kakak lelaki Jongdae, ikut membungkukkan badan. “Ne, annyeong haseyo.” Balasnya. Ia membuka pintu dengan lebar dan memberi jalan Yunae untuk masuk. “Masuklah Yunae-ya. Kemarikan bingkisanmu, biar kubantu.” Lanjut Jongdeok.

Yunae pun masuk dan menyerahkan bingkisan yang berisi kue kering buatan ibunya itu kepada Jongdeok lalu mengucapkan terima kasih padanya.

Jongdeok membawa bingkisan itu ke dapur. Dan seorang wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Jongdeok dan Jongdae tampak berjalan menghampiri Yunae dari arah lantai 2.

“Eoh, Yunae-ya. Lama tak melihatmu. Kau kemana saja, eoh?” Ucap ibu Jongdae sambil memeluk Yunae singkat.

Yunae tersenyum. “Mianhae ahjumma. Aku baru sempat mampir sekarang. Tugas sekolah selalu menanti di rumah. Hehe.” Jawab Yunae sambil menggaruk kepalanya menyembunyikan rasa malunya.

“Eih, jangan panggil ahjumma. Panggil saja eomeoni, eoh? Bukankah eomeoni sudah berkali-kali mengingatkanmu? Tak perlu sungkan.”

“Ah ne, eomeoni.”

“Begitu lebih bagus didengar.” Ibu Jongdae tersenyum dan dibalas oleh Yunae.

“Eomma, ada bingkisan kecil di dalam. Yunae yang membawanya.” Ucap Jongdeok yang muncul dari arah dapur.

Ibu Jongdae menoleh pada Jongdeok lalu menatap Yunae. “Benarkah?” Tanyanya.

“Ah, ne. Eomma yang membuatnya. Dan aku disuruh mengantarnya kesini.” Jawab Yunae.

“Begitu? Terima kasih banyak Yun-ah. Lain kali, tidak perlu repot-repot seperti ini.”

“Aniya. Kami merasa tidak direpotkan kok.”

“Baiklah. Terima kasih yah. Sampaikan salam eomeoni pada ibumu.” Ujar ibu Jongdae sambil tersenyum.

“Ne.” Ucap Yunae. Ia pun ikut tersenyum.

Ibu Jongdae melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya. “Jongdeok-ah, kau sudah siap?” Tanyanya pada Jongdeok yang baru saja selesai meneguk air putih di dapur.

“Ne eomma. Berangkat sekarang?” Sahut Jongdeok sambil berjalan ke arah ibunya dan Yunae yang sedang berdiri di ruang tengah.

“Baiklah, kita berangkat sekarang.” Jawab ibu Jongdae.

Yunae melihat kedua orang yang sedang berbicara di hadapannya itu dengan bingung. ‘Mereka ingin pergi?’ batinnya bertanya.

Ibu Jongdae menoleh pada Yunae. Lalu tersenyum melihat raut bingung di wajah Yunae. “Yunae-ya, eomeoni dan Jongdeok harus pergi. Kunjungan rutin ke rumah halmeoninya mereka ini. Jongdae ada di taman belakang. Entah apa yang dilakukannya. Kau hampiri saja dia. Eomeoni tinggal kalian berdua, tak apa kan? Ayah Jongdae sudah berada disana. Jadi eomeoni harus segera menyusulnya.” Tutur ibu Jongdae.

Yunae tersenyum dan mengangguk mengerti. “Tidak apa-apa eomeoni. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Jawab Yunae. Kemudian ia memikirkan sesuatu. Ada yang terasa janggal menurutnya. “Apa Jongdae tidak ikut, eomeoni?” Tanyanya kemudian.

“Dia tidak mau. Alasannya, ujian sudah dekat. Aku harus belajar, eomma. Selalu begitu jika diajak pergi.”

“Benarkah? Begitu rupanya.”

“Eomma, ayo pergi!” Ucap Jongdeok dengan sedikit berteriak. Ia sedari tadi berada di luar menyiapkan mobil yang akan dinaiki olehnya dan juga ibunya.

“Baiklah. Eomeoni harus pergi sekarang. Jaga dirimu, Yun-ah.” Pesan ibu Jongdae sambil mengelus pelan bahu Yunae.

“Ne, hati-hati di jalan eomeoni.” Ujar Yunae. Kemudian ia mengikuti langkah kaki ibu Jongdae yang berjalan ke luar rumah. Ia melambaikan tangan sejenak ketika mobil berwarna silver itu meninggalkan pekarangan rumah Jongdae. Lalu menutup pintu rumah itu.

“Mereka sudah pergi?” Tanya sebuah suara di belakang Yunae secara tiba-tiba yang membuat Yunae terlonjak kaget. Pasalnya lelaki itu tidak disitu sebelumnya. Namun ia muncul secara tiba-tiba di belakang Yunae.

“Yak! Kau mengagetkanku!” Pekik Yunae kesal. Ia memukul lengan Jongdae keras.

“Ahh! Ini sakit, Yun-ah! Kenapa kau melakukan ini padaku?” Jongdae meringis dan mengelus lengan kirinya. Sepertinya ada warna kemerahan disana.

Yunae tak peduli. Ia hanya berjalan menuju taman belakang. Jongdae pun mengikuti langkahnya. “Apa yang kau lakukan, Dae?” Tanya Yunae setelah duduk di kursi yang berada di taman belakang rumah Jongdae itu.

“Belajar, tentu saja.” Jawab Jongdae setelah mengambil posisi di samping Yunae.

“Tumben sekali.” Cibir Yunae. Ia mengambil sebuah buku dari semua buku yang berserakan di atas meja itu. Sepertinya Jongdae benar-benar belajar.

“Jangan meremehkanku Yun-ah! Kau menyebalkan sekali.”

“Aku tidak meremehkanmu. Tapi memang begitu kan biasanya? Kau ini malas belajar.”

Jongdae menjitak pelan kepala Yunae. “Yak! Aku tidak seperti itu!”

Yunae mencibir dan mengelus kepalanya.

Sesaat keduanya terdiam. Jongdae tampak serius dengan belajarnya. Yunae hanya membolak-balikkan buku di hadapannya. Ia seperti tengah memikirkan sesuatu. Sesekali ia menggigit bibir bawahnya pelan. Yunae membuka mulut hendak berbicara, namun ia menelan kembali kata-kata itu. Yunae menghela napas.

“Dae-ya.” Panggilnya pelan. Jongdae bergumam menyahut panggilan Yunae. “Ada yang ingin ku katakan.” Lanjutnya kemudian.

Jongdae masih fokus dengan belajarnya. Ia seperti tidak menghiraukan Yunae.

“Dae, kau dengar aku?” Tanya Yunae kesal.

“Aku mendengarkanmu.” Jongdae menoleh sekilas dan kembali melanjutkan belajarnya.

“Kalau begitu, lihat aku!”

Jongdae menoleh dan menopangkan kepalanya pada telapak tangannya. “Ada apa Yun-ah?” Tanyanya dengan nada dan wajah yang serius.

Yunae mengerjapkan matanya. “Ish! Jangan melihatku seperti itu!” Ucapnya dengan kesal. Salah satu sifat unik Yunae lagi. Ia tidak suka jika seseorang terlalu fokus menatapnya. Ia benci face to face seperti itu. Yunae merasa malu jika dipandangi seperti itu.

Dan lagi-lagi Jongdae paham benar dengan hal itu. Ia seperti takjub dengan kepribadian gadisnya itu. Jongdae menghela napas dengan kasar. Menatap Yunae dengan biasa. “Arra. Maafkan aku. Apa yang ingin kau katakan, huh?” Ujarnya kemudian.

Yunae menunduk. “Aku minta maaf.” Katanya pelan.

Dahi Jongdae berkerut. “Maaf? Untuk apa?” Tanyanya bingung.

“Untuk semua kekuranganku. Untuk sifat-sifat anehku. Seperti tadi contohya.” Jawab Yunae pelan. Ia masih menunduk. Tak berani menatap Jongdae.

“Hanya itu?”

“Eoh?” Yunae sontak mendongak mendengar pertanyaan dari Jongdae. Ia bingung. Hanya itu? Apa maksudnya?

“Hanya karena hal itu kau minta maaf?” Tanya Jongdae lagi. “Oh ayolah, Yun-ah. Tak ada yang salah dengan sifatmu itu. Aku paham, dan aku mengerti. Kalaupun aku tak tahan dengan sifatmu itu, tidak mungkin kau ada disini bukan? Untuk apa mengunjungi rumah mantan kekasih?” Lanjut Jongdae kemudian.

Yunae mengerjapkan mata memandang Jongdae dengan takjub. Tak biasanya lelaki itu berkata hal serius seperti itu. “Kau tidak bercanda bukan?” Tanya Yunae.

“Tentu tidak. Kau tidak percaya?”

“Aniya, aku percaya. Gomawo Dae.” Yunae tersenyum manis pada Jongdae dengan mata berbinar.

Jongdae mengangguk. Ia tertawa kecil melihat Yunae. Lantas mengacak pelan poni gadisnya itu.

“Aku akan berusaha untuk menghilangkan sifatku ini. Yosh!” Ucap Yunae penuh keyakinan. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan semangat.

Sekali lagi Jongdae tertawa melihat tingkah laku Yunae. “Terserah kau Yun-ah.” Ujarnya di sela-sela tertawanya.

Yunae melirik tajam Jongdae yang menertawakannya. “Aku serius, Dae!” Pekik Yunae kesal.

“Arra, arra.” Sahut Jongdae sambil tertawa kecil. Ia kembali melanjutkan belajarnya.

Sesaat keduanya kembali terdiam. Yunae sibuk dengan handphone di tangannya. Jongdae fokus dengan belajarnya. Namun sebuah ide jahil terbesit di pikiran Jongdae. Ia menoleh pada Yunae. “Yunae-ya.” Panggilnya pelan.

“Eoh?” Yunae menoleh. Namun sekejap kemudian ia membeku. Jongdae mengecup bibirnya dan ia hanya bisa mengerjapkan mata.

Jongdae menunggu reaksi gadis di hadapannya itu. Namun yang ada hanya Yunae yang terpaku menatapnya. “Eoh? Sepertinya sifat anehmu itu sudah hilang, Yun-ah.” Ucap Jongdae.

Baru saja Yunae ingin menyahut perkataan Jongdae, namun bibirnya sudah terbungkam oleh bibir Jongdae. Lelaki itu menciumnya. Yunae mulai berontak. Rasa geli mulai dirasakannya. Ia memukul dada Jongdae. Namun lelaki itu belum juga melepaskan bibirnya dari bibir Yunae. Jongdae memegang erat kedua pergelangan tangan Yunae. Menghentikan pergerakan tangan gadis itu yang terus memukulnya dan mencoba mendorongnya. Yunae menyerah. Membiarkan Jongdae melumat pelan bibirnya. Lelaki itu memejamkan kedua matanya. Yunae pun mengikutinya. Ia mencoba membalas ciuman dari Jongdae. Jongdae mengendurkan genggamannya pada pergelangan tangan Yunae. Ia menggenggam kedua tangan Yunae dengan erat.

Tak lama Jongdae melepaskan tautan bibir mereka. Menatap Yunae yang tengah menundukkan kepala. Napasnya terdengar memburu. Sepertinya gadis itu tengah menyembunyikan rona merah di wajahnya.

Jongdae tersenyum kecil. Ia mengacak pelan puncak kepala Yunae. “Mian Yun-ah, aku menciummu. Apa terasa menggelikan?” Tanya Jongdae dengan nada pelan. Ia menunduk berusaha melihat wajah Yunae.

Yunae mendongak. Wajahnya memerah. “Yak! Aku malu!” Pekik Yunae sambil memukul lengan Jongdae.

Jongdae meringis menerima pukulan dari Yunae. Ia mengelus lengan kirinya. “Bukankah kau tadi ingin menghilangkan sifat anehmu itu?” Tanya Jongdae dengan polos.

“Tapi bukan begitu caranya!” Sahut Yunae kesal. Baru saja ia hendak memukul Jongdae lagi, namun lelaki itu telah berlari pergi dari hadapannya.

“Tapi itu salah satu cara terampuh, sayang.” Kata Jongdae sambil tertawa.

Yunae mengejarnya. “Aku tidak suka cara itu, Kim Jongdae!” Teriaknya lagi.

“Wae? Bukankah itu menyenangkan? Hahaha.” Jongdae kembali tertawa dengan renyah. Ia terus berlari menghindari kejaran Yunae.

“Dae-ya! Jangan membuatku malu!” Balas Yunae. Ia tak lelah mengejar Jongdae. Sepertinya gadis itu ingin sekali memukul Jongdae sebagai hukuman atas perbuatannya.

Mereka terus berlari tanpa henti. Namun mereka hanya berlari di taman belakang rumah Jongdae. Berputar-putar di area itu diiringi dengan teriakan dari mulut masing-masing. Ditambah dengan suara tawa Jongdae yang terdengar bahagia.

 

Bagi Yunae, menghilangkan sifatnya yang aneh itu cukup sulit. Ditambah Jongdae yang tidak pernah menuntut pada dirinya untuk selalu mengikuti keinginan lelaki itu membuatnya tidak terlalu memikirkan sifatnya itu. Walaupun terkadang tentu ia ingin sifat itu menghilang. Namun bagi Yunae, biarlah dengan adanya sifat aneh itu membuat suatu keunikan tersendiri di  hubungan mereka. Selama Jongdae terus berada di sisinya, Yunae akan selalu menjadi dirinya sendiri tanpa perlu malu untuk menunjukkan bahwa begitulah dirinya.

– END –

Annyeong haseyo^^ aku author yang baru pertama kali nyoba ngirim ff kesini. Semoga hasilnya tidak mengecewakan yah. Terima kasih sudah mau membaca. Luangkan sedikit waktunya untuk menuliskan komentar yah. Gomawo^^



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles