Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Little Secret – 5th Fact

$
0
0

little secret

Cast : Jung Cheonsa

           Kris Wu

           Kim Seokjin

           Han Ji Eun

           Kim Jongin

           Park Chanyeol

Author : GSB (@sadanema)

Genre : Friendship, fantasy, romance

Rating : PG-15

Previous Fact: 1st Fact2nd Fact3rd Fact4th fact

“ Kelas 12-2!”

Langsung sorak sorai kegembiraan pecah dari barisan dimana semua siswi kelas 12-2 berbaris. Mereka menatap tak percaya. Saling menggenggam saking tak percayanya.

“ Kita menang!”

“ Daebakk!!”

“ WUUHH…benar-benar tidak bisa dipercaya!”

Mereka terlihat sangat bahagia, bangga akan kerja keras yang telah dilakukan tak peduli seberat apa. Yang mereka lakukan hanya merayakannya dengan saling bergumam, meluapkan berbagai kata spontan. Namun suara mereka meredup begitu mata menatap mata lainnya.

“ Cheonsa majulah!” suruh Hyemi dengan binar kebahagiaan.

Di depan sana sudah berjajar perwakilan dari setiap kelompok pemenang untuk menerima piala dan hadiah. Cheonsa melirik ke depan, dimana Seok Jin berdiri sebagai perwakilan tim basket kelasnya yang meraih juara pertama sementara tim tari melibas posisi ketiga.

“ Sepertinya kau yang harusnya ke sana,” Ucap Cheonsa. Ia mengulas senyum pada Hyemi, kemudian menunjuk Seok Jin di depan sana.

Hyemi tergagap, cukup terkejut kalau Cheonsa tahu perasaannya pada Seok Jin. Tapi gadis itu tak mempermasalahkannya. Ia menatap Cheonsa dengan binar-binar yang semakin terang.

Jinjja? Gomawo!

“ Kau benar-benar Cheonsa! Maksudku malaikat! Kau cocok dengan nama itu!”

“ Oh…berhentilah membual.”

“ Serius!”

****

Walau banyak perubahan yang terjadi, tapi tak sekalipun terlintas pikiran bahwa Kris Wu akan berubah. Yah…seperti pemuda itu mulai bicara, terlihat lebih manusiawi. Namun yang lebih mengejutkan lagi adalah perubahan itu disertai dengan perubahan lainnya. Seperti Kris Wu yang kelihatan akrab dengan Jung Cheonsa. Jelas semua orang masih ingat bagaimana hubungan keduanya dulu.

“ Kau yakin tidak ada apa-apa?” bisik Ji Eun sambil mencuri pandang ke arah Kris yang sudah berdiri di depan tempat duduknya.

Bel istirahat baru saja berbunyi. Ia dan Cheonsa ingin beranjak meninggalkan kelas, menikmati waktu makan siang di kantin. Namun Kris datang secara mengejutkan. Anak laki-laki itu mengajak Cheonsa ke perpustakaan dengan alasan untuk mengerjakan tugas sejarah. Tapi entah kenapa Ji Eun tidak yakin dengan itu.

Cheonsa membalas tatapannya kemudian mengangguk yakin. Memang tidak ada yang terjadi, kecuali sesuatu yang tak mungkin ia ceritakan pada Ji Eun. “ Aku akan ke perpustakaan. Kau pergi ke kantin bersama Chanyeol saja.” lagi-lagi Cheonsa mengangguk. Kali ini mengisyaratkan Ji Eun untuk setuju.

Ia pun beranjak mengikuti Kris yang sudah berjalan lebih dulu. Tak lupa ia membawa kacamata serta buku tulis dan pulpen bersamanya. Cheonsa pun melalui pintu kelas dan menghilang, membuat Ji Eun tak percaya dengan apa yang baru terjadi. Apa artinya semua ini? Apa…Kris dan Cheonsa, mereka…Aishh..apapun itu ia harus mengisi perutnya lebih dulu.

Ji Eun meninggalkan kelas, memutuskan untuk menghampiri Chanyeol di kelasnya. Tak perlu berjalan lebih jauh, sosok tinggi cemerlang itu sudah berada di depannya. Rencananya pria itu memang ingin menemui Ji Eun, mengajak gadis itu makan siang bersama.

“ Hei..” Chanyeol tersenyum, melambaikan tangannya ke udara.

“ Baru saja aku ingin menemuimu.” Tambahnya dengan wajah ceria yang tak pernah luntur.

“ Aku juga ingin menemuimu.” Tanggap Ji Eun.

Keduanya mengangguk canggung. Kikuk begitu mendapati dirinya bertingkah konyol. Merasa tak nyaman, namun tak ingin berpisah.

“ Kita ke kantin sekarang.” seru Chanyeol. Ia menggaruk tengkuknya. Kemudian menyuruh Ji Eun untuk berjalan lebih dulu, sedangkan ia berada di belakang.

Begitu sampai di kantin mereka pun duduk berhadapan. Sebelumnya Chanyeol telah memesankan makanan, jadi kini mereka tinggal menikmatinya bersama. Beginilah kegiatan mereka saat bersama. Berbincang tak ada habisnya. Entah membicarakan pelajaran di kelas, tingkah konyol para guru atau tugas-tugas laknat yang harus dituntaskan. Tak jarang mereka terlihat tertawa, serius atau mungkin hanya mengangguk begitu yang lainnya bicara.

Dan kini mereka masuk ke bagian yang aneh. Yah…entah kenapa suasana terasa menjadi sangat aneh. Chanyeol terlihat diam, menelan rasa kecewa namun waspada. Ia kembali menatap Ji Eun yang masih bicara.

“ Maaf ya..aku sudah berjanji pada Cheonsa.” ucap Ji Eun lagi.

Chanyeol pun mengangguk. “ Tak masalah. Kita bisa pergi lain kali.” Ia mengulas senyum, meyakinkan Ji Eun jika ia baik-baik saja.

Walau tak yakin, Ji Eun tak memperpanjang. Mungkin bukan sesuatu yang harus ia bahas terus menerus. Meski sebenarnya ia merasa sangat menyesal, tapi ia benar-benar tidak bisa membatalkan janjinya. Tadi Chanyeol mengajaknya pergi ke taman bermain selepas pulang sekolah, sayangnya ia tak bisa. Ia akan pergi menjenguk Jongin.

Hal yang sama pun diucapkan Cheonsa pada Kris yang sedang membaca sebuah buku sejarah yang memiliki ketebalan sama dengan novel Harry potter. Semenjak detik pertama duduk di salah satu meja di perpustakaan hingga beberapa menit berlalu, pria itu tetap tak bicara. Ia masih sibuk dengan bukunya. Dan setelah Cheonsa mengucapkan hal itu ia berhenti sebentar.

“ Jadi…jangan ikuti aku.” Cheonsa langsung membuka bukunya. Mengalihkan pandangannya begitu Kris menoleh padanya.

Memang benar Kris menoleh ke arah Cheonsa, melihat gadis itu sebentar kemudian kembali pada bukunya. Sebenarnya Kris ingin menimpali ucapan Cheonsa, tapi ia ingat peraturan untuk tidak membuat kebisingan di dalam ruangan, jadi ia memilih untuk tetap diam. Membaca bukunya, memahami tiap kata yang ditemui matanya, kemudian menyimpannya dalam ingatan. Beberapa hal yang ia kira harus dicatat, ia catat di buku tulis milik Cheonsa. Cheonsa pun melakukan hal yang sama, meskipun fokusnya tidak penuh seperti Kris. Sesekali ia menoleh pada pria itu, merasa bosan dengan pria pendiam yang masih tak bersuara. Huft…ia heran kenapa Sera dan teman-temannya ingin berada di kelompok yang sama dengan Kris. Sudah jelas pria itu sangat membosankan.

Ketenangan yang sama masih menguasai suasana ruangan itu. Sekalipun ada yang bicara, mereka hanya berbisik, atau menggumam pelan, atau berkomunikasi dengan bahasa tubuh. Terlihat beberapa orang yang keluar masuk dari pintu di depan, ada juga yang berpindah dari rak satu ke rak yang lain. Barangkali itulah yang sedang dilakukan Seokjin. Berpindah ke tempat lain setelah mendapat buku yang ia cari, berharap menemukan buku lainnya.

Pria itu berjalan sambil membaca sekilas bukunya. Ia mengangguk kemudian menutup buku itu lagi. Alisnya melengkung ke atas saat mendapati sosok tak asing yang sedang tenggelam dengan bukunya di sebuah meja panjang. Ia berpikir sejenak, menimbang-nimbang apakah ia perlu menghampiri sosok itu atau tidak. Ia pun berjalan mendekati sosok itu. Cheonsa yang sedang serius membaca buku tebal dengan wajah menegang, kelihatan jengah dengan huruf-huruf di bukunya.

“ Hei..”

Gadis itu mengangkat kepalanya, menatap Seok Jin kemudian mengulas senyum ramah. Gadis itu balas menyapa Seok Jin yang sudah duduk di depannya. Pria itu tersenyum kemudian tertarik dengan sosok Kris yang sama sekali tak berminat untuk menatapnya.

“ Kalian sedang mengerjakan tugas dari Heo seosangnim?” Cheonsa mengangguk.

“ Whoa..kalian mengerjakan lebih awal.” Komentar Seok Jin.

“ Ya…sebenarnya ini ide Kris. Aku bahkan malas mengerjakannya. Tapi ya…mungkin lebih baik dikerjakan lebih awal, mengingat kalau tugasnya itu cukup banyak dan rumit.” Jelas Cheonsa lengkap dengan mimik wajah bosan.

Ia melirik Kris. Pria itu masih seperti sebelumnya, masih menelengkan wajahnya ke arah buku dan kelihatan tidak tertarik untuk terlibat dalam perbincangan. Ia pun kembali menatap Seok Jin. “ Dan kau?” matanya mengamati judul buku yang dibawa Seok Jin. Alisnya bertaut membuat kerutan kecil di dahinya. “ Jinjjayo? Kau membaca buku seperti itu?” Cheonsa nyaris tergelak.

“ Oh..ini? Eummm…ini buku untuk Moon Hee seosangnim. Ia memintaku untuk meminjam buku ini, katanya sepupunya membutuhkan buku seperti ini.” jelas Seok Jin dengan sangat jelas. Ia tak ingin Cheonsa salah paham. Ia tak ingin Cheonsa menganggapnya aneh karena terlihat membawa buku dengan judul ‘ RAHASIA RUMAH TANGGA HARMONIS ‘.

Cheonsa mengangguk. Ia percaya dengan alasan Seok Jin, tapi tetap tak bisa menahan senyumnya. Menurutnya Seok Jin lucu dengan ekspresi cemas, panik, dan gugup seperti tadi. Persis seperti seorang pria yang ketahuan mencuri celana dalam wanita.

Mereka pun berbincang. Dengan nada pelan dan berusaha untuk tak membuat kebisingan. Keduanya terlihat sibuk berbincang, walau awalnya Cheonsa terus menggoda Seok Jin dan bukunya, membuat pria itu membela diri berulang kali. Dua orang itu nyaris melupakan buku masing-masing, bahkan Cheonsa sudah tak berminat untuk melirik buku tebalnya.

Walau suara perbincangan dan kekehan pelan tak jarang terdengar, Kris tak berpaling dari bukunya. Ia terus membalik lembar bukunya tiap kali usai membaca lembar sebelumnya. Ia tak peduli dengan apa yang tengah dibicarakan Cheonsa dan Seok Jin, tapi tetap saja ia merasa terganggu.

Terganggu karena dua orang itu terdengar sangat akrab dan normal. Seingatnya ia dan Cheonsa tak pernah berbincang dengan suasana senormal itu. Pasti akan ada banyak jeda dan kecanggungan tiap kali mereka terlibat percakapan. Apa itu berarti ia benar-benar payah?

Kris menggelengkan kepalanya pelan, mengembalikan fokusnya yang mulai berantakan. Ia melihat deretan huruf di bukunya lagi sambil mendeham, membuat Cheonsa meliriknya sekilas. Kris kembali menajamkan penglihatannya hingga akhirnya tercekat dengan apa yang terjadi. Ia melihat bukunya terbakar, membuatnya mengempas buku itu. Tangannya terasa kepanasan, seolah benar-benar ada api yang membakar buku tebal itu. Matanya menatap nanar pada buku yang sudah tergeletak dengan api berkobar. Tubuhnya mundur begitu suara-suara mencekam tertangkap telinganya, suara gaduh, jerit kesakitan, suara tawa yang menggelegar hingga napasnya tersengal.

Tingkah aneh Kris menarik perhatian Cheonsa dan Seok Jin. Mereka berhenti bicara dan menatap khawatir pada sosok Kris yang terlihat menegang. Cheonsapun langsung menggenggam tangan Kris yang mencengkram kuat bangku yang ia duduki. Ia bisa merasakan keringat dingin dan langsung mengerti apa yang sedang Kris rasakan. Pria muda itu ketakutan, mungkin sama persis seperti yang ia alami di kantin waktu itu.

Di balik rasa takut dan gemetarnya, Kris bisa merasakan sentuhan hangat yang perlahan membuatnya berjuang untuk menghilangkan bayangan itu. Ia menautkan jemarinya pada jemari Cheonsa, menggenggamnya seolah dengan cara itu ia bisa mendapat kekuatannya.

Sekeras apapun kau menjaganya, gadis itu tetap tidak akan selamat. Kau tidak akan bisa melindunginya karena gadis itu sendiri yang akan menghancurkanmu.

 

 

Air wajah Kris kembali menegang, genggamannya pada tangan Cheonsa menguat, napasnya terdengar berat membuat Seok Jin semakin tak mengerti. Pria muda yang dari tadi terlihat cemas melihat wajah tegang Kris dan tatapan perhatian Cheonsa semakin tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.

“ Apa ia baik-baik saja?”

“ Ya..ia hanya sedang sakit perut.” Jawab Cheonsa sebisa mungkin dengan nada tenang.

Seok Jin menatap ragu, tak yakin dengan jawaban itu. Jelas Kris tidak terlihat seperti sedang sakit perut, pria itu terlihat seperti orang dengan tekanan mental yang tengah melawan bayangan-bayangan aneh yang mencengkram jiwanya, menenggelamkannya perlahan-lahan.

“ Kau yakin? Apa kita tidak perlu memeriksanya ke unit kesehatan?”

Cheonsa menggeleng. “ Tidak..ia baik-baik saja. Ia bilang belum makan apapun sejak tadi pagi, kurasa asam lambungnya naik.” Dalih Cheonsa meyakinkan.

Meski tidak percaya, Seok Jin tetap mengangguk. Ia pun menarik kesimpulan jika Cheonsa tak ingin berbagi informasi apapun tentang Kris padanya, maka dari itu ia memutuskan untuk beranjak. Mungkin memberi waktu untuk dua orang itu mengurus masalahnya sendiri.

“ Baik kalau begitu. Aku mau mengantar buku ini ke Moon Hee seosangnim. Aku duluan.”

Seok Jin pun pergi. Sementara di belakang sana Kris masih terjerat dalam bayangan yang mulai menenggelamkan keberaniannya. Napasnya berembus berat dan perlahan. Apa yang ia rasakan saat ini menimbulkan rasa cemas yang jauh lebih kuat daripada rasa cemas yang ia rasakan setelah mimpi buruknya. Bisikan panas itu terasa nyata dan meyakinkan. Hatinya perlahan percaya dengan ucapan itu.

“ Kris…semua akan baik-baik saja. Kau yang bilang seperti itu padaku, kan?”

Saat ia masih terlibat pertarungan dengan dirinya sendiri, suara Cheonsa mengintrupsinya. Memudarkan kecemasan, ketakutan, dan ketegangannya. Meluruhkannya walau tak bisa membawa pergi semua rasa itu. Ia menatap Cheonsa yang juga menatapnya. Gadis itu memberi keyakinan, menyalurkan secercah harapan hingga ia berani menguasai kekuatannya. Ia pandangi sepasang bola mata hitam yang menyimpan keteguhan, kepercayaan dan kesungguhan itu.

Tidak mungkin ia menyakitiku. Aku percaya itu. Perlahan ia meyakinkan dirinya sendiri, mencoba untuk mengabaikan pesan misterius yang tadi didengarnya. Mungkin itu hanya semacam bisikan aneh yang ditujukan untuk menakutinya.

Begitu Kris mulai bisa mengendalikan dirinya, Cheonsa mengamati wajah pemuda itu dengan cermat. Memperhatikan tiap titik keringat yang bercucuran di kening dan pelipis pria itu. Tangannya bergerak menyentuh kening Kris yang telah basah dengan peluh. Telunjuknya bergerak setengah yakin mengusap pelan kening itu, tak sengaja menyentuh anak-anak rambut yang tumbuh di sana. Tangannya masih bergerak hingga menyusuri wajah Kris dan berhenti. Tangan kanannya menangkup wajah Kris, ia bisa merasakan seberapa tegasnya tulang rahang pria itu.

“ Kau baik-baik saja?” Cheonsa menjauhkan tangannya dari wajah Kris begitu pria itu menggerakkan kepalanya.

Pria itu masih menatapnya dengan tajam dan waspada. Seolah Cheonsa adalah suatu ancaman yang perlu diwaspadai. Jujur saja ia menjadi semakin penasaran dengan apa yang baru saja Kris lihat sampai membuatnya sekacau ini.

****

Selepas kejadian di perpustakaan siang tadi, Cheonsa merasa Kris menjadi aneh. Pria itu jauh lebih aneh dari biasanya. Kejadian itu membawa pengaruh yang cukup jelas di matanya. Kris langsung meninggalkan perpustakaan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Saat di dalam kelas, pria itu selalu menghindarinya, walau memang sebelumnya mereka jarang terlihat berbincang, tapi kali ini berbeda. Setiap kali Cheonsa menoleh ke belakang, melempar pandangannya jauh ke tempat duduk paling belakang yang biasa ditempati Kris, pria itu selalu mengalihkan pandangannya. Tanpa butuh banyak pengamatan Cheonsa pun mengerti jika ada sesuatu yang terjadi pada pria itu saat di perpustakaan.

Ia masih menoleh pada Kris yang kelihatan menunduk.

“ Kalian habis bertengkar?” tanya Ji Eun.

Ji Eun dapat merasakan perubahan yang terjadi setelah Cheonsa dan Kris pergi ke perpustakaan bersama. Entah kenapa Cheonsa terus menoleh ke sudut ruangan dimana Kris berada. Sepanjang pelajaran bahkan sampai semua pelajaran hari ini usai. Cheonsa terus menatap ke arah sana, seolah menggantung harapan jika Kris mau bertemu pandang dengannya.

Cheonsa membalikkan posisi badannya. Ia merapikan buku beserta alat tulisnya, kemudian menyandangkan kedua tali tasnya ke bahu. Ia beranjak tanpa menoleh lagi ke arah Kris.

Ia berjalan keluar dari kelas, tak menghiraukan Ji Eun yang berlari kecil untuk menyamakan langkah. Ia tetap diam, tenggelam dalam berbagai kemungkinan yang entah kenapa berkembang di benaknya. Seharusnya ia tak peduli dengan apapun yang terjadi pada Kris, ia benci karena sudah bertingkah bodoh dengan terus menatap pria itu sepanjang pelajaran. Apa itu sesuatu yang penting? Kenapa ia peduli?

Perjalanan terasa janggal selama mulut Cheonsa masih terkunci. Itu benar-benar membuat Ji Eun penasaran setengah mati. Pasalnya Cheonsa tak pernah seperti ini. Cheonsa tak pernah menoleh ke belakang hanya untuk memperhatikan Kris Wu. Ini aneh dan tidak wajar.

“ Kau baik-baik saja?” tanya Ji Eun memecah keheningan.

Cheonsa kembali mendapatkan kesadarannya. Ia menoleh pada Ji Eun. Ia mengangguk. Tapi hal itu tak lantas membuat Ji Eun puas. Ekspresi berpikir Cheonsa masih terlihat jelas, menyiratkan bahwa banyak hal yang sedang temannya itu pikirkan.

Lambat laun Ji Eun ikut tenggelam dalam lautan pikirannya. Sekelebat bayangan tentang Cheonsa dan Kris bergantian masuk. Seolah otaknya tengah meruntut kejadian dari awal hingga selanjutnya. Semua terkesan aneh dan terkesan disembunyikan. Seolah ada rahasia besar yang mengikat kedua orang itu.

 

Itu karena kebodohan bocah tolol itu.

 

 

Ji Eun tercekat. Langkahnya berhenti tiba-tiba setelah mendengar sebuah suara yang berbisik. Suara itu terdengar sangat dekat, namun tidak ada siapapun saat ia menoleh ke belakang. Ia kembali menoleh pada Cheonsa yang sudah berjalan lebih dulu. Ia melanjutkan perjalanannya. Suara angin berhembus ribut menggoyangkan dahan-dahan pohon dengan kasar, dedaunan berterbangan seolah disedot sebuah vacuum cleaner bertenaga super. Ia merasa hawa senyap menyergap tubuhnya. Jantungnya berdetak kacau, menyalurkan sensasi menegangkan hingga ke ujung telinga.

Ia berusaha untuk tetap tenang. Walau suasana menjadi kian aneh dan mencekam. Ia pandangi sekelilingnya. Tak ada siapapun kecuali ia dan Cheonsa. ia mengalihkan pandangannya, dan pada detik yang sama ia merasa ada jutaan tangan yang tengah mencengkram kepalanya saat ia menyadari ada sebuah dahan besar yang patah tengah terjun bebas, nyaris mengenai Cheonsa.

“ Cheonsa! Awas!” suaranya dengan panik. Ia mencoba berlari, mencoba menyingkirkan Cheonsa dari tempat itu. Tapi kakinya tak bisa bergerak seolah ada yang tengah memegangi kakinya. Peluh di keningnya semakin banyak saat ia tak bisa menggerakkan kakinya meski sudah mencobanya berulang kali. Ia meringis ketakutan, tubuhnya gemetaran.

“ CHEONSA!!!”

Seiring dengan teriakan Ji Eun, Cheonsa menoleh ke atas dan mencoba untuk berlari. Namun sama seperti Ji Eun, ia pun tak bisa menggerakkan kakinya. Ia terus mencoba, kemudian menoleh pada Ji Eun.

“ Cheonsa!!!” kali ini Ji Eun terhempas jauh hingga tubuhnya terkulai lemas di atas tumpukan dedaunan. Ada kekuatan yang melepas Ji Eun dari belenggu yang menahan kakinya.

Bersamaan dengan itu seseorang dengan gerakan cepat terlihat merengkuh tubuh Cheonsa, membawa tubuh itu melayang. Menghindar dari dahan besar yang nyaris mengenai Cheonsa. Secepat kedipan mata, orang itu menggerakkan sebelah tangannya. Membiarkan angin besar menghempas dahan tadi hingga mengenai sebuah sosok yang tiba-tiba saja terlihat dari celah-celah angin. Sosok itu terdorong dengan cepat hingga akhirnya dahan itu menghempasnya ke sebuah batu besar hingga tubuhnya lenyap. Debu berterbangan begitu sosok itu lenyap.

Ji Eun tak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan. Matanya masih menatap ke arah batu besar dimana sosok misterius itu lenyap. Napasnya tersengal dan berhembus payah. Gemuruh dalam dadanya kian hebat begitu pikirannya teringat pada Cheonsa. Ia mengalihkan kepalanya, mencari sosok Cheonsa.

Matanya tak mampu berkedip begitu melihat Cheonsa yang perlahan menginjak tanah. Temannya itu masih melayang di udara, namun lambat-lambat kembali memijaki tanah. Lagi-lagi embusan napasnya terdengar payah begitu matanya beralih pada sosok Kris yang masih memeluk tubuh Cheonsa. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi ataukah semua ini memang benar-benar terjadi. Ia tak bisa mempercayainya namun tak memiliki pilihan lain selain percaya.

Di saat Ji Eun masih mencoba bangkit, berdiri dengan kedua kakinya yang mati rasa, Cheonsa masih belum bisa menguasai dirinya sendiri. Detakan jantungnya bergemuruh, terus berdetak kencang seperti baru saja melakukan olahraga berat. Kedua tangannya masih memeluk erat leher orang di depannya, kepalanya masih bersandar pada dada bidang yang beberapa menit lalu menjadi tempat bersembunyinya dari rasa takut.

Ia belum berani menarik diri bahkan setelah kakinya menapak pada tanah. Yang ia lakukan hanya terus mendekap sosok di depannya sambil mengendus aromanya. Ia bisa merasakan sebuah lengan melingkari pinggangnya sementara sebuah tangan mengusap kepalanya.

“ Tak seharusnya kau berpergian sendiri.” degungan terasa menggetarkan pipinya yang menempel pada dada di depan.

Dengan ragu Cheonsa menarik diri. Menjauhkan diri secara perlahan dari sosok yang kini mengulas senyum tenang. Ia nyaris melonjak kaget begitu sosok itu mengumbar wajah tenang. Ia tak salah lihat kan? Sosok di depannya adalah Kris, orang yang menyelamatkannya dari serangan makhluk aneh tadi.Tapi..kenapa sosok itu terasa berbeda? Ia tak seperti Kris yang biasa ia lihat atau mungkin Kris yang terakhir kali ia temui.

Kris tersenyum. Itu sesuatu yang aneh dan membuatnya tercenung. Ia bahkan tak bergerak begitu Kris kembali mendekat, menundukkan wajahnya untuk memastikan keadaannya.

Mata itu menatapnya. Masih terlihat sama, tapi entah kenapa terasa berbeda. Tidak ada rasa takut, waspada atau ketajaman dalam sorot mata itu. Ia hanya bisa menemukan ketenangan di sana. Tidak seperti yang ia lihat saat di perpustakaan.

“ Aku akan mengantar kalian.” Ucap Kris. Pria itu menoleh ke arah Ji Eun yang sedang memperhatikannya. Gadis itu membeku di tempat, matanya tak bisa berkedip seolah ada batang kayu yang mengganjal.

****

Tak ada kata yang lebih tepat selain ‘mustahil’. Itulah yang sedang berlalu lalang dalam pikiran Ji Eun. Gadis itu belum bisa menerima semuanya, meski telah melihat semua kemustahilan itu dengan matanya sendiri. Bahkan sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, ia tak berhenti memandangi Kris yang masih setia berdiri di sisi Cheonsa. Pria itu seolah tak mau melepaskan pengawasannya dari Cheonsa.

Apapun yang sebenarnya terjadi, itu tetap tidak benar. Ia kira dugaannya memang benar. Ada rahasia besar di balik semua ini. Meski begitu ia tak mengajukan pertanyaan barang sekali pada Cheonsa maupun Kris. Ia menahannya. Tak peduli gejolak dalam dirinya memaksa untuk meletupkan semua tanya. Tapi ia menahan, ia tak ingin pingsan di tempat begitu mengetahui segalanya. Namun kali ini berbeda. Kali ini ia sudah lebih siap. Setidaknya ia sudah berada di kamarnya. Ia tengah berbaring di ranjangnya. Jika ia pingsan, itu akan lebih baik. Ia jadi tidak perlu memaksakan matanya untuk terpejam.

Ia menarik napas panjang. Menciptakan sebuah suara dramatis yang mengisi keheningan. Cheonsa yang masih berada dalam sambungan telepon juga terdiam.

“ Jadi bisa ceritakan semuanya padaku?” tanyanya dengan nada tenang, namun menuntut.

Kali ini tarikan napas dalam terdengar dari penelepon di sana. Cheonsa menarik napasnya dalam hingga menghembuskannya perlahan. Ia menggumam pelan sebelum akhirnya mulai menjelaskan dengan rasa ragu.

Ia menata setiap kata dan kalimatnya. Meruntut ceritanya dari awal tanpa meninggalkan sesuatu. Terkadang suara napas tertahan terdengar. Kadang juga ledakan rasa tak percaya terdengar. Segala bentuk ekspresi terlihat bergantian selama percakapan itu. Jelas Ji Eun merasa tak berdaya setelah mendengar semuanya dari Cheonsa. Hingga sekarang ia bersumpah jika ia bisa saja jatuh terduduk jika saja sedang dalam posisi berdiri.

Keheningan kembali mendera. Masing-masing dari mereka sibuk memikirkan sesuatu. Ji Eun masih mencoba memaksa akal sehatnya untuk menelan kenyataan ini, sementara Cheonsa masih memikirkan sosok Kris tadi sore. Cheonsa masih tak bisa berhenti memikirkan perbedaan Kris. Pria itu terlihat seperti orang yang berbeda, terlihat lebih manusiawi. Ia bahkan ikut masuk ke dalam kamar rawat Jongin, menyapa bibi Misun dengan ramah. Kris kelihatan seperti remaja normal kebanyakan.

“ Aku masih tak percaya.” Keluh Ji Eun. Matanya menatap lurus pada langit-langit kamarnya.

“ Yah…itulah yang kurasakan pertama kali. Terasa konyol namun tak bisa kubantah dalam waktu bersamaan. Seperti lelucon namun terlalu nyata. Aku tidak memiliki pilihan lain selain menerimanya,” Tanggap Cheonsa.

Satu hal yang perlahan meyakinkan diri Ji Eun. Ia mulai meyakini semuanya saat ia merasakan sebongkah keyakinan dalam suara Cheonsa. Seolah gadis itu telah mengalami banyak hal hingga ia tak bisa menepisnya, hanya bisa mengangguk setuju dan menerimanya. Namun setelah itu pikirannya tertarik pada sesuatu yang baru saja terlintas dalam pikirannya.

“ Jadi…bisa kubilang, nyawa-mu terlibat dalam hal ini?”

“ Begitulah.”

“ Tapi kenapa? Kenapa harus dirimu?”

Lagi-lagi pertanyaan seperti itu menghantuinya. Satu lagi pertanyaan yang belum terjawab hingga saat ini. Ia pernah menanyakan hal serupa pada Kris, tapi pria itu hanya menghela napasnya, meliriknya sekilas kemudian pergi begitu saja.

“ Entahlah…aku sendiri belum tahu.”

****

Satu lagi hari dari sekian banyak hari yang terlalui dengan penuh kejanggalan. Sudah hampir dua minggu ia merasa ada yang berubah, berubah cukup banyak. Entah ia yang terlalu berlebihan atau kenyataannya memang begitu. Kris terasa berubah. Seperti yang ia pikirkan saat pemuda itu menyelematkannya waktu itu, Kris tampak lebih normal. Berbeda dengan perilaku sebelumnya. Pemuda itu berbincang dengan siapa saja, tak peduli itu penting atau hanya sekedar untuk membalas sapa. Yah, anak itu bahkan terlihat lebih ramah pada Sera dan teman-temannya. Itu terasa aneh dan mengejutkan.

“ Bukankah itu aneh?” ia menoleh pada Ji Eun yang juga menatap jauh ke arah Kris.

Mengamati perubahan pria itu. Pria itu tengah bersenda gurau dengan Sera, walau terlihat basa-basi. Tapi basa-basi semacam itu tak pernah dilakukan seorang Kris Wu. Pria itu tak pernah memikirkan orang lain. Berbeda sekali dengan Kris Wu yang dua minggu ini ia lihat. Pria itu lebih berhati dan memikirkan perasaan orang di sekitarnya.

“ Ia seperti terlahir lagi. Muncul sebagai sosok berbeda dalam tubuh yang sama. “ balas Ji Eun.

Semenjak mengetahui jati diri Kris, Ji Eun mulai memahami tabiat pria itu. Mulai dari sikap pendiamnya hingga perilaku tidak pedulinya. Dan kini ia malah dibuat tak percaya dengan sosok Kris Wu yang ramah dan bersahabat.

“ Atau mungkin kepalanya terbentur sesuatu.” Timpal Cheonsa.

Keduanya tak berhenti melontarkan segala kemungkinan yang terjadi. Apapun itu. Tidak mungkin bukan Kris berubah tanpa sebab? Atau mungkin pria itu memang menginginkannya? Mungkinkah pria itu sudah lelah bersembunyi dalam segala misteri yang mengurungnya? Entahlah…tak seorangpun bisa menjawabnya kecuali Kris sendiri.

“ Bagaimana kalau kita pulang bersama?”

“ Maaf…tapi sepertinya tidak bisa.”

“ Baiklah Kris…aku tidak akan memaksa. Tapi…bolehkah kutahu apa alasannya?”

Sera mendesak, membuat Kris terdiam sebentar. “ Sebenarnya aku harus mengerjakan sesuatu setelah pulang sekolah.” Jawab Kris sambil mengulas senyum sederhana.

“ Sesuatu? Apa yang kau maksud?”

“ Masalah keluarga. Intinya…itu sangat penting dan aku harus melakukannya. Jadi, maaf aku harus pulang sekarang.” Kris langsung berdiri. Tali tasnya sudah tersandang di bahunya yang gagah.

“ Sampai jumpa besok.”

Sera mendenguskan napasnya. Ia memutar bola matanya, kemudian menyorot kepergian Kris yang bersamaan dengan keluarnya Cheonsa dari dalam kelas. Meski ia merasa sangat senang bisa lebih dekat dengan Kris, tapi itu tak berarti membuatnya puas. Walau ia bisa disebut sebagai gadis yang terlihat paling dekat dengan Kris, tapi tidak seperti itu sebenarnya. Kris tak pernah benar-benar membiarkannya untuk terlalu dekat. Ini bukan masalah jarak, tapi ada sesuatu yang diam-diam membuatnya tak bisa menerobosnya. Seolah Kris memberi batasan untuknya, Kris sudah memberi pagar dimana ia tak lagi bisa melangkah lebih jauh.

Hal itu membuatnya semakin egois dan menginginkan Kris lebih banyak. Makan siang bersama, duduk bersebelahan, menghabiskan waktu belajar di perpustakaan tak membuatnya puas. Hal-hal itu sama sekali tak membuatnya merasa cukup. Dan entah kenapa ia merasa semua ini ada hubungannya dengan Cheonsa. Pasalnya ia pernah melihat Kris mendekap Cheonsa saat di kantin. Dan itu membuatnya semakin gigih untuk mendapatkan pria itu.

****

Menjadi bagian dari kisah menakjubkan ini membuat hidup Ji Eun jauh lebih menantang. Setiap kali melewati hutan dalam perjalanan pulang, ia selalu dibuat waspada dengan tiupan angin kencang dan debu-debu yang berterbangan. Hidupnya sudah mirip seperti film fantasi. Itu menyenangkan sekaligus menakutkan. Ia pun tak bisa bilang ini sepenuhnya menyenangkan, karena terkadang ia merasa ingin pergi dan bersembunyi. Tapi ia tak bisa membiarkan Cheonsa sendiri, walaupun ia tahu jika sebenarnya ada Kris yang selalu menjaga gadis itu.

Ia baru mengetahui hal itu saat memutuskan untuk pulang bersama Cheonsa. Ia kira tidak ada siapapun selain ia dan Cheonsa, namun begitu ia menoleh ke belakang, sosok Kris sedang berjalan tak jauh dari mereka. Selalu begitu dan mulai menjadi hal yang wajar. Seolah dunia kecil yang penuh dengan rahasia ini hanya milik mereka bertiga dan sosok-sosok aneh yang kerap kali muncul mengusik ketenangan.

“ Kalian ini kenapa?”

Ia dan Cheonsa kembali bertatapan. Memberi isyarat pada satu sama lain. Dan itu membuat Jongin menggeram tak sabaran. Pasalnya dua gadis di depannya menjadi sangat aneh belakangan ini. Seolah sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Kedua gadis itu selalu melarangnya untuk pulang bersama mereka. Entah dengan alasan ingin berdua saja atau alasan-alasan yang tak masuk akal.

“ Menyingkirlah! Kau ini mau tahu urusan orang saja!” tepis Cheonsa.

Tak peduli Jongin merasa kesal padanya. Cheonsa langsung menarik Ji Eun menjauh dari Jongin. Mereka berdua harus segera pergi, dan Jongin tidak boleh terlibat. Cheonsa sudah memutuskan untuk tak melibatkan siapapun lagi. Sudah cukup Ji Eun terlibat. Ia tidak ingin membahayakan banyak orang.

Namun kegiatan menghindar itu tak berjalan semudah yang mereka pikirkan. Terlalu banyak orang yang datang seolah menawarkan diri untuk menjadi tumbal. Setelah Jongin, kini Chanyeol terlihat menjegal jalan mereka. Meski tak dengan wajah kesal dan bersungut-sungut seperti yang diperlihatkan Jongin.

“ Ji Eun..bisa..”

“ Maaf Chanyeol aku…”

Ji Eun kehilangan kata begitu mata besar Chanyeol menyorotnya dengan penuh kekecewaan. Ia meringis pelan, namun tak bisa memilih cara lain. Namun sebelum mengatakan sesuatu, Cheonsa menariknya. Mendekatkan bibirnya ke arah telinga. “ Sebaiknya kau pergi saja dengannya. Ia akan curiga kalau kau terus menghindarinya.” Bisik Cheonsa.

Ji Eun menatap Cheonsa dengan tatapan tidak setuju. Ia pun berdesis. “ Lalu bagaimana denganmu?”

“ Ada Kris. Kau tidak perlu khawatir.” Cheonsa kembali menatap Ji Eun. Memintanya untuk percaya. Cheonsa sadar jika seharusnya Ji Eun menikmati waktu berdua dengan Chanyeol. Pasalnya sudah hampir dua minggu dua orang itu tak bisa bersama karena dirinya.

Ia mengangguk yakin begitu Ji Eun hendak meninggalkannya. Selepas itu Ji Eun pun pergi bersama Chanyeol. Mungkin untuk makan es krim atau sekedar pulang bersama. Ia pun kembali berjalan, meninggalkan area sekolah dan mulai turun ke jalan aspal. Terus melangkah hingga memasuki daerah hutan.

Sebenarnya ini bukan hutan dimana para serigala tinggal, tempat ini hanya terlalu asri dan penuh dengan pohon. Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya juga jauh. Tak banyak yang mendirikan rumah di sekitar sini, orang-orang lebih suka bermukim di dekat kawasan danau di ujung hutan ini. Di sana suasananya jauh lebih ramai. Setelah berjalan lebih jauh dari tempat pemukiman di dekat danau, terdapat pemukiman lainnya, di sanalah Cheonsa dan Jongin tinggal.

Cheonsa menghirup udara segar hingga tersenyum singkat. Walau ada yang berubah semenjak Kris masuk ke dalam hidupnya, tapi keramahan alam tempatnya tinggal masih sama. Meski terkadang alam sekitar membuatnya takut.

Hari ini ia tak begitu peduli dengan Kris. Apakah Pria itu ada di belakangnya atau tidak. Jujur saja ia merasa semakin jauh dengan pria itu, mungkin ia sendiri yang menghindari pria itu.

Pijakannya menimbulkan bunyi keresek begitu mendarat pada dedaunan kering yang hancur sekejap. Ia berhenti dan langsung bersembunyi di balik pohon besar. Kepalanya menoleh waspada, mengintip pada sekumpulan orang nan jauh di sana. Ia mencengkram batang pohon tempatnya bersembunyi dengan erat. Mengelupas kulit-kulit kering pohonnya.

“ Aku senang melihatmu datang.”

Pria itu. Feng?

Cheonsa menarik napasnya kemudian menutup mulutnya dengan tak percaya. Ia tak boleh berisik kalau tidak ingin orang itu menemukannya.

Sementara Cheonsa masih membekap mulutnya, Feng terlihat tersenyum. Pria itu ditemani dengan dua orang di kanan dan kirinya, berjalan mendekati seseorang. Cheonsa meluaskan jangkauan penglihatannya, mencoba menilik siapa sosok yang tengah dipandangi Feng. Napasnya tercekat begitu menemukan Seok Jin berdiri tepat di depan Feng. Seok Jin? Untuk apa dia di sini?.

 

 

“ Aku hanya memenuhi permintaanmu. Jadi..sebenarnya ada apa?” suara Seok Jin terdengar sopan. Persis seperti saat pria itu bicara dengan Kim Seosangnim. Nadanya penuh kesopanan dan keseganan.

Lagi-lagi Feng tersenyum kali ini disertai dengan anggukan. Pria itu menepuk bahu Seok Jin dengan bangga.

“ Ayah ingin memberitahu beberapa hal padamu.”

Bersamaan dengan itu Cheonsa melangkah mundur dengan spontan, menatap waspada pada orang-orang yang kini melihatnya. Ia terlihat panik, kemudian menatap takut pada Seok Jin.

Cheonsa langsung berlari. Anak buah Feng hendak mengejarnya, namun Fengmengangkat tangan kirinya, memerintahkan mereka untuk berhenti. Tapi ia tak lantas menghentikan Seok Jin yang sudah berlari mengejar gadis itu. Ia hanya melepas putranya dengan tatapan tak terbaca dan senyum misterius di wajahnya.

“ Kenapa kau membiarkan gadis itu pergi? Bukankah akan lebih mudah jika kita menangkapnya?” tanya salah satu anak buahnya yang berkepala pelontos. Ia terlihat geram dan marah. Bagaimana bisa pemimpinnya menyia-nyiakan kesempatan begitu saja?

“ Ia-lah yang membawa kita pada si tolol itu! Jika kita menangkapnya, kita akan lebih mudah bertemu dengan Kris!” timpal anak buahnya yang bertubuh tinggi besar dengan kumis lebat di atas bibirnya.

Feng terlihat tak terpengaruh dengan kedua anak buahnya. Ia tetap berwajah tenang, seolah semua rencana telah tersusun rapi dalam otaknya.

Matanya menajam, menatap lurus jalanan kosong tempat Seok Jin menghilang. Senyum liciknya terulas. “ Kita tidak akan semudah itu.” ia berbalik menatap kedua orang bertubuh besar di belakangnya.

“ Kita tidak hanya akan membunuh anak itu begitu saja. Kita akan menghancurkannya dengan cinta yang ia miliki. Saat itu terjadi…”

“ Aku tidak akan membunuhnya namun menyiksanya hingga ia lenyap jadi abu. Dan pertama yang harus kulakukan adalah melukai hatinya, kemudian menghancurkannya dan terakhir membakar hatinya. Hingga ia tak memiliki kekuatan sedikitpun untuk membalas.” Tuntasnya.

“ Jadi kau akan menggunakan putramu?”

“ Skenario ini akan jauh lebih menarik jika putraku ikut serta di dalamnya.”

TBC

 

Haloo…semoga masih pada inget ya sama ff ini, tapi kalo diinget jarak part 4 ke part 5 ini yg jauh, aku yakin udah pada lupa. Dan pasti juga ada banyak yg baru tau kalo ff ini eksis, yah…selamat membaca bagi yg baru mulai baca dan juga buat yg udah baca dari awal.

Setelah aku baca lagi ff ini dari awal, ff ini tuh panjang bgt setiap partnya. Jadi aku minta maaf buat kalian yang ngerasa pusing plus bingung setiap kali baca ff ini. Adakah yg bingung sama cerita ff ini? kalau ada yg ngerasa bingung tanya aja ke aku yah…

Btw, terimakasih buat kalian semua yang udah baca, semoga terus ngikutin ff ini sampai part terakhir. Oke..sampai jumpa di part selanjutnya~

 

Regards,

 

GSB



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles