Title : Holiday Season: Picnic!
Author : deera
Cast : Park Chanyeol (EXO), Shi Jihan (OC)
Genre : Comedy, a lil bit drama, romance, semi-friendzoned
Rating : General
Length : Oneshot
Disclaimer : Tidak ada fiksi yang original. Bisa saja kisah itu datang dari masa lalumu, curhatan sahabatmu, kejadian yang kau temui pagi ini di jalan, atau kelak akan membuatmu bergumam, “Ini aku banget!”
Selamat tenggelam dalam setiap cerita!
.
.
.
Hari pertama liburan bagi Jihan. Menyedihkan memang saat cewek ini baru merasakan ‘liburan betulan’ di bulan kedua musim panas. Kala matahari sedang terik-teriknya, tetangga sekaligus teman sekelasnya plus sahabat kecilnya—dengan entah seberapa banyak kewarasan yang tersisa—mengajaknya untuk piknik di pelataran Sungai Han.
Yang excited justru para ibu yang tengah menyiapkan banyak bekal makanan untuk mereka. Si sahabatnya itu dengan senang hati menyiapkan tikar dan keranjang makanan. Serta sunblock yang banyak. Tak lupa topi anyam berbetuk bulat besar. Dan sebuah sepeda sebagai transportasi menuju padang rumput di tepi sungai.
Membayangkannya saja Jihan sudah menyerah. Ia kembali mengirimi pesan pada Park Chanyeol—si sahabatnya yang kadar kewarasannya sudah hampir habis karena ide gila ini.
Tidak bisakah hari ini kita nonton film saja? Ia lantas menekan tanda kirim di layar ponsel.
Tak perlu waktu lama, balasan itu masuk dalam kotak pesan Jihan. Nanti malam saja, midnight show. Deal?
Kau saja sana, Yeol.
Tiba-tiba nada dering panggilan masuk terdengar kencang memenuhi ruang tamu. Park Chanyeol berkelap-kelip di sana. Belum sempat Jihan mendekatkan benda pintar itu ke telinganya, ia bisa mendengar cowok itu berseru, “Kalau kau tidak datang, aku akan lompat dari atas jembatan Sungai Han!!”
“Terserah kau saja.”
“Lalu aku akan menggentayangi kamarmu setiap malam.”
“Silahkan.”
“Dan aku akan mengganggumu saat ujian akhir nanti.”
“…. Oke, aku bersiap.”
Chanyeol hafal dengan tepat bagaimana merayu cewek ini—cewek yang hobinya mengajar dan gila belajar, yang selalu jadi peringkat satu di manapun. Tapi kesan yang ditunjukkan Jihan sangat jauh dari tampang nerd. Ia termasuk dalam prototype cewek enam belas tahun pada umumnya.
Keduanya duduk di bawah pohon akasia yang rindang sambil mengipasi diri. Chanyeol menarik keranjang makanan dari sepeda dan menghamparkannya di atas tikar. Mungkin ada enam sampai tujuh jenis makanan di dalam belasan kotak warna-warni itu—yang khusus dibuatkan oleh Mama Park dan Mama Shi untuk mereka. Cowok itu menyodorkan sumpit pada Jihan yang tengah membuka kaleng jus jeruk dingin.
Cowok itu langsung menyambar kaleng jus itu dan membukakan penutupnya untuk Jihan. “Jarimu selalu terluka saat membuka kaleng minuman apapun. Kita tidak bawa kotak P3K hari ini,” kelakarnya.
Kaleng jus itu kini sudah kembali ke dalam genggaman Jihan. Ia bergumam, “Gomawo, Yeol.”
Jihan memperhatikan Chanyeol yang tengah mengaitkan jaket di salah satu dahan pohon. Jaket parasut itu mengayun tertiup angin. Chanyeol kembali duduk dan mencomot sepotong sosis yang kemudian dicelupkan ke dalam saus sebelum melahapnya dengan satu gigitan.
Cewek ini tak tahan untuk berkomentar. “Kenapa kau membawa jaket, Yeol? Hari ini panas sekali, menyulitkan saja.”
Chanyeol mengangguk. “Justru itu, kulitku bisa terbakar nanti. Sekarang kan sedang teduh, jadi aman.”
“Jadi yang wanita itu, aku atau kamu sih, Yeol?”
Cowok itu mengangkat bahu. “Akusih, peduli dengan kesehatan kulitku.”
Jihan menggeram. “Jadi kau mau bilang—“
Chanyeol memotong. “Pigmen kulitmu kan sudah banyak. Itu melindungi kulitmu dari bahaya sinar matahari. Kau seharusnya bersyukur—tidak seperti aku yang mudah terbakar.”
“YA!! Kau mau bilang aku hitam ya?” teriak Jihan kesal.
Lagi-lagi Chanyeol mengangkat bahu. “Memang begitu bukan?”
Jihan menelan emosinya bulat-bulat. “Iya sih….”
Mereka melanjutkan kegiatan makan siang yang berpindah tempat tersebut. Bulir keringat memenuhi dahi keduanya di saat tawa berderai karena ocehan satu sama lain. Awan yang menggumpal tebal di langit sempat membuat suasana sekitar menjadi teduh, dan itu tepat ketika potongan kimbab terakhir masuk dalam mulut Chanyeol. Ia lantas merebahkan tubuhnya di atas tikar dengan sebelah telapak tangan sebagai alas kepala. Ia memandangi langit sambil mengunyah, sedang Jihan mulai memasukkan kembali kotak-kotak makan kosong ke dalam keranjang.
Dalam posisi seperti ini, Chanyeol bisa melihat pergerakkan awan yang memutari bumi. Salah, bumi yang berputar sendiri pada porosnya dan menghasilkan gerakan semu favorit cowok itu. Angin meniupkan helai-helai rambutnya yang jatuh menutupi mata, membuatnya terpejam dan tersenyum menikmati.
Cowok itu tak sadar kalau sedang diperhatikan. Jihan melihatnya secara seksama, menelusur kontur wajahnya dengan sekali tatap tanpa berkedip. Mau tidak mau, saat lengkungan itu nampak samar, Jihan ikutan tersenyum juga. Ia lantas menjatuhkan jemarinya di atas rambut halus Chanyeol. Yang diperlakukan begitu malah kesenangan. Ia semakin memejamkan matanya sambil terus tersenyum lebar. Ia bahkan menggenggam tangan Jihan (yang which is membuat Jihan kaget) dan menggerakannya supaya mengelus bagian depan kepalanya.
“Kau sudah berusaha dengan baik, Park Chanyeol. Kerja yang bagus.” Cowok itu mengatakannya pada diri sendiri, seolah menyemangati sebagian dari dirinya yang lain.
Tiba-tiba keduanya merasakan sesuatu jatuh di ujung hidung mereka. Setitik air. Yang dalam sekejap berubah menjadi tumpahan air. Hujan turun dengan derasnya membuat orang-orang yang sedang berpikinik di sana berpencar, berlarian mencari tempat berteduh. Begitupun Chanyeol dan Jihan yang tanpa pikir panjang lagi segera melipat tikar dan meraih tangkai keranjang. Chanyeol mendorong sepedanya menuju sebuah pohon rindang di atas bukit, dimana orang-orang juga banyak berteduh.
Lho? Jihan di mana? Mata Chanyeol berkeliling dan seketika matanya menangkap dua tangan mungil melambai ke arahnya dari pohon seberang. Jihan ternyata berteduh di arah sebaliknya. Hujan semakin deras membuat Chanyeol berpikir kembali untuk menghampiri cewek itu. Tapi melihat Jihan sendirian di sana—di bawah sebuah pohon yang tidak begitu rindang, membuat air hujan membasahi seluruh tubuhnya—Chanyeol tidka bisa diam saja.
Ia menaiki sepedanya dan memacunya ke tempat Jihan. Saat sampai, ia mengusap wajahnya yang penuh dengan titik air hujan. Rambutnya yang halus nampak lepek jatuh di atas dahi. Hanya jaketnya saja yang tidak basah karena berbahan anti air.
“Kenapa kau malah lari ke mari?” tanya Chanyeol seraya mengambil keranjang yang diselamatkan Jihan dan menaruhnya di depan sepeda.
Jihan menunjukkan giginya, tersenyum lebar. “Hehehhe,” ia terkekeh tanpa dosa.
Melihat cewek itu menutup rapat gerahamnya dan memeluk dirinya sendiri, Chanyeol tahu ia sedang kedinginan.
“Jihan-ah,” panggil Chanyeol. “Kita pulang saja. Tidak ada gunanya kita berlindung di sini. Setidaknya kita cari tempat berteduh yang lebih layak.”.
Ide itu terlintas begitu saja di kepala Chanyeol. Ia mengubah posisi duduknya agak mundur ke belakang, memberi ruang pada besi bagian depan sepedanya. Chanyeol menepuk besi itu. “Kau duduklah di sini.”
Chanyeol mengemudi dengan agak menunduk untuk melindungi Jihan yang duduk di depannya—dari hujan. Ia bisa merasakan hembusan napas cewek itu di lehernya, membuat ia tidak fokus sepanjang perjalanan. Jihan bahkan melingkarkan sebelah lengannya di pinggang cowok itu supaya tidak jatuh.
“Acara piknik ini—sebaiknya tidak pernah terlintas lagi di kepalamu, Yeol,” sahut Jihan setengah berbisik melawan suara hujan yang disusul dengan tawa renyah Chanyeol. Keduanya lantas bertahan dalam posisi seperti itu sampai tiba di rumah.
Sesi liburan hari ini…, failed.
Eh, tapi tunggu. Kenapa Park Chanyeol justru senyum-senyum sendiri seperti itu?
“Apa kau berpikir begitu, Author-nim?” ia mengedipkan sebelah matanya padaku. Ya, Chanyeol-ssi! Apa yang ada di dalam kepalamu itu, eoh?
