Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Kim Family

$
0
0

Kim Family

Author: @ridhoach

Casts:

- Kim Jong Dae a.k.a Chen (EXO-M)

- Kim Jae Hyun (OC)

- Kim Joon Myeon a.k.a Suho (EXO-K)

- Jung Yoo Geun (Kim Yoo Geun in here)

- Kim Soo Bin (OC)

Length: Ficlet

Genre: Family

Rating: PG-15

—–

06.24 KST

Pagi yang cerah di kota Seoul itu nampaknya menjadi sedikit terganggu oleh serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh sebuah keluarga yang tinggal di daerah perkotaan kota Seoul. Sebuah keluarga kecil yang menetap di sebuah rumah dengan dinding berwarna biru muda itu mewarnai pagi yang cerah ini dengan sedikit aktivitas yang berbeda dari keluarga – keluarga yang lainnya.

Sang kepala keluarga, Kim Joon Myeon, sibuk merapikan kemeja merah marun yang dipakainya sambil berjalan mondar – mandir mengejar anak bungsunya, Kim Yoo Geun, untuk membawanya menuju ibunya agar ia dimandikan. Sedangkan sang ibu rumah tangga, Kim Soo Bin, sedang menggedor pintu kamar kedua anak kembarnya, Kim Jong Dae dan Kim Jae Hyun, dengan keras sedari tadi. Pasangan kembar identik ini sedari tadi hanya bergulat di ranjang mereka masing – masing tanpa menghiraukan ibunya yang berteriak – teriak dari luar memanggil mereka untuk segera mandi.

Ya, ini hari senin pertama di tahun ajaran baru. Sang bungsu yang baru genap berumur 5 tahun beberapa bulan lalu itu, hari ini akan memulai kehidupan sekolahnya di taman kanak – kanak yang letaknya tak jauh dari rumah mereka. Sedangkan untuk pasangan kembar identik yang tahun ini genap berumur 9 tahun, ini adalah tahun pertama mereka di kelas yang baru. Ketiga anak lelaki dari keluarga Kim ini masih enggan beranjak dan bergegas pergi ke sekolah mereka masing masing. Yah, mereka semua masih ingin liburan, bermalas – malasan dirumah daripada pergi ke sekolah.

“Jongdae-yaaaa!!! Jaehyun-aaaaaaa!!! Bangun!!! Kalian mau bangun sendiri atau mau eomma seret keluar dari sana dengan kekuatan Godzilla? Kalian mau?!!”, teriak sang ibu berapi – api di depan pintu kamar anak kembarnya.

“Iya eomma”, jawab anak tertua, Jongdae.

“Cepat, bak mandi kalian sudah disiapkan”, titah sang ibu.

“Iya”, jawab Jaehyun enggan.

Sedangkan di ruang makan, sang ayah masih sibuk mengejar anak bungsunya yang sedari tadi berlari mengitari meja makan menghindari kejaran ayahnya.

“Yoogeunnie, ayo mandi. Nanti appa belikan kau mainan baru, kalau kau mau mandi dan pergi sekolah, sini sayang”, bujuk sang ayah.

“Tidak mau! Appa bohong! Aku tak mau sekolah!”, tolak sang anak sambil terus berlari menghindari ayahnya.

“Kali ini appa berjanji Yoogeunnie, appa akan membelikanmu mainan baru”, bujuk sang ayah semakin lembut.

“Jinjja? Mainan apapun?”, tanya Yoogeun mulai terpancing.

“Benar. Apapun, asalkan kau mau mandi”, ujar sang ayah.

“Baiklah. Kalau begitu Yoogeun mandi. Appa bersiaplah ke kantor”, ujar Yoogeun seraya melengang pergi menuju kamar mandi dengan sendirinya meninggalkan ayahnya yang berlutut kecapaian.

—–

11.45 KST

Suasana taman kanak – kanak itu sudah sepi. Hanya menyisakan beberapa anak kecil yang duduk dengan muka masam dan tak berbentuk lagi. Mulut anak – anak itu tertarik ke bawah. Alis mata mereka saling bertautan. Mereka kesal dan emosi. Ya, sudah 45 menit anak – anak kecil itu menunggu di kursi panjang di depan taman kanak – kanak itu. Menunggu jemputan dari orang tua mereka masing – masing. Salah satu dari anak itu adalah anak bungsu dari keluarga Kim. Dan anehnya, muka anak itu sangat berbeda dari anak – anak yang lain. Mukanya tak menunjukkan tampang kesal. Ya, muka Yoogeun bukan menujukkan wajah kesal, tapi wajah yang penuh amarah dan kebencian. Mungkin apabila ini adalah dunia animasi, sosok Yoogeun akan digambarkan menjadi sosok merah, bertanduk dan berapi – api. Ya, sungguh sangat besar rasa amarah dari Yoogeun saat ini.

“Ah, Yoogeun. Sudah lama menunggu? Mian appa terlambat menjemput”, ujar seorang ayah yang muncul di depan bangku panjang tempat Yoogeun menunggu.

Sang anak yang merasa dipanggil itu hanya diam dan berjalan dengan santai. Mukanya datar, bahkan sangat datar. Dia berjalan dengan tenang dan saat sampai di hadapan ayahnya, dia menyerahkan sebuah kertas yang terlipat rapi ke tangan ayahnya.

“Apa ini Yoogeunnie?”, tanya Joonmyeon.

“Itu toko mainan terlengkap di sini appa. Bukankah appa sudah berjanji akan membelikan aku mainan baru kalau aku mau sekolah? Ayo, buktikan perkataan appa”, ujar Yoogeun santai.

“Ah.. Iya”, ujar sang ayah.

­­—–

14.08 KST

Bel sekolah baru saja berbunyi dengan keras sebanyak 6 kali. Menandakan waktu belajar telah usai dan saatnya para penghuni sekolah itu pulang menuju rumah mereka masing – masing. Semua siswa tampak sibuk merapikan peralatan sekolah mereka ke dalam tas sekolah mereka masing – masing. Sama seperti yang dilakukan oleh dua anak kembar dari keluarga Kim ini. Mereka memasukkan semuanya ke dalam tas mereka dengan cepat, singkat dan…. berantakan. Mereka berdua tak memperdulikan bagaimana nasib para buku – buku tak berdosa itu di dalam tas mereka. Mereka hanya ingin cepat pulang, bergegas menuju rumah mereka dan bersantai.

“Ah… Jaehyun-aa, kau masih ada uang saku?”, tanya sang kakak.

“Masih. Kenapa hyung? Kau mau mengambilnya? Langkahi dulu mayat adik tergantengmu ini. Huh!”, sungut sang adik.

“Dasar bodoh, Dengarkan dulu. Bagaimana kalau kita hari ini bersenang – senang saja? Aku malas pulang ke rumah. Pasti di sana membosankan. Lebih baik kita bersenang – senang. Bagaimana?”, tawar Jongdae.

“Tapi, bagaimana kalau appa dan eomma marah? Apa hyung mau menanggungnya?”, tanya Jaehyun.

“Tenang saja. Ayo kita pergi!”, ajak Jongdae.

Kedua anak kecil itu pun berjalan berdampingan tak tentu arah. Masih memakai seragam sekolah yang sudah berubah bentuk. Sebelah sisi baju mereka masuk ke dalam celananya, sedangkan sebelah sisinya sudah menjuntai dengan indahnya ke luar. Tampilan yang sangat tidak mencontohkan kelakuan anak baik. Bermodal uang sisa dari uang saku milik sang adik, pasangan kembar identik ini memasuki sebuah tempat hiburan yang pada dasarnya bukan sebuah tempat hiburan untuk anak – anak seumurannya. Ya, daripada memilih pusat perbelanjaan, taman bermain, ataupun tempat hiburan yang wajar lainnya, mereka memilih untuk memasuki tempat hiburan karaoke. Ya, karaoke. Mereka memilih karaoke yang notabene adalah tempat hiburan yang biasa didatangi oleh orang dewasa itu. Entah apa yang ada dipikiran mereka saat memasuki tempat itu. Lebih tepatnya apa yang ada di pikiran sang kakak yang mengajak adiknya untuk memasuki tempat yang asing, tak sesuai umur mereka dan sangat identik dengan hal – hal negatif itu.

—–

17.21 KST

Matahari senja masih setia menggantung di pelupuk barat kota Seoul. Suasana langit sudah berubah menjadi jingga dan begitu tenang. Ketenangan senja yang indah itu rupanya tidak cukup untuk menenangkan keadaan rumah dari keluarga Kim di senja itu. Ya, sang ibu sedari tadi sibuk menekan – nekan keypad telepon genggamnya. Soobin sedari tadi sibuk menelepon kolega – koleganya atau teman – temannya guna membantunya dalam mencari sepasang anak kembarnya yang sejak tadi belum menampakkan batang hidung mereka. Jam pulang sekoah sudah berlalu sejak 3 jam yang lalu. Soobin cemas dan khawatir, tidak biasanya kedua anak kembarnya itu tidak pulang ke rumah. Dan lebih parahnya, mereka tak memberitahukan kemana mereka pergi kepada Soobin ataupun Joonmyeon.

“Sudahkah Ayah temukan mereka?”, tanya Soobin pada lawan bicaranya di telepon.

“Belum. Ayah sama sekali belum menemukannya. Apa kata teman – temanmu?”, tanya sang ayah.

“Mereka tak ada yang melihat Jongdae ataupun Jaehyun, Yah. Aku takut Yah. Aku takut mereka berdua diculik lalu dijual menjadi budak di luar sana, aku takut”, ujar Soobin melemah dan diikuti sesengguk isakan tangis pedih di akhir kalimatnya.

“Tenanglah. Ayah akan menemukannya. Kamu tunggulah di rumah dan berdoa yang terbaik untuk kedua anak kembar kita. Arraseo?”, tanya Joonmyeon.

“Ne. Berjuanglah Yah”, jawab sang ibu.

—–

17.50 KST

Di lain tempat…

“What is love~~~~”, suara tenor milik kakak beradik kembar itu membahana dengan indahnya di dalam ruangan kedap suara berukuran 5 x 6 meter itu.

“Ahh… Lagu tadi sangat bagus. Suara kita sesuai dengan lagu itu. Benar kan hyung?”, tanya sang adik, Jaehyun.

“Ne. Ahh… Aku punya ide”, ujar sang kakak sambil menjentikkan kedua jarinya.

“Ide apa hyung?”, tanya Jaehyun.

“Bagaimana kalau kita buat boy band? Aku sebagai leader dan kau sebagai membernya”, ujar Jongdae.

“Aishhh… Kenapa aku yang jadi member? Aku juga mau jadi leader”, rajuk Jaehyun.

“Tak bisa Jaehyun-a. Aku yang lebih tua. Aku harus jadi leader”, ujar sang kakak sambil membusungkan dadanya.

“Ah, baiklah. Bagaimana dengan Yoogeun? Apa kita juga mengajaknya?”, tanya Jaehyun.

“Ah, persetan dengannya. Levelnya berbeda dari kita”, ujar Jongdae.

“Benar. Kita lebih berbakat, lebih ganteng dan lebih segalanya daripada dia”, ujar Jaehyun membanggakan diri.

“Kau benar Jaehyun-a. Ayo kita pulang, ini sudah terlalu sore”, ajak Jongdae.

“Ne, kajja”, ujar sang adik.

­—–

18.33 KST

Rumah kelarga Kim yang biasanya sepi itu, senja ini tampak sangat ramai. Beberapa menit yang lalu, seluruh teman dari Soobin dan keluarga besar dari Joonmyeon berkumpul di rumah yang tak cukup besar itu. Mereka berbondong – bondong datang atas dasar rasa peduli mereka masing – masing. Mereka semua peduli dan turut khawatir atas menghilangnya dua anak kembar dari keluarga Kim yang masih berumur 9 tahun itu. Mereka sangat menyayangi kedua anak kembar itu. Walaupun kenakalan kedua anak itu sangat tak bisa ditolerir, tapi mereka tetap menyayanginya.

Diantara kerumunan manusia itu. tampak seorang wanita muda yang menangis tersedu – sedu pada dada bidang laki – laki yang tak lain adalah suaminya sendiri. Mereka adalah Joonmyeon dan Soobin. Disamping mereka, seorang anak kecil berumur 5 tahun tengah duduk dengan tenang, damai dan… ceria. Yoogeun tampak asik bermain dengan 2 buah robot yang baru saja ia beli bersama ayahnya tadi. Bagi Yoogeun, kehilangan mainan kesayangannya lebih penting dan mengharukan daripada kehilangan kedua kakak kembarnya. Yah, pikiran yang biasa untuk anak seusianya.

Tak jauh dari rumah keluarga Kim, tampak 2 anak yang sedang berjalan beriringan dengan masih memakai seragam sekolah yang… sudah tidak lengkap lagi. Anak yang di sebelah kanan bahkan sudah tak memakai baju atasannya lagi, Hanya menggunakan kaos dalamnya saja. Dialah sang kakak, Jongdae. Sedangkan disampingnya, Jaehyun masih menggunakan seragam atasnya walaupun kancing seragam itu sudah terbuka semua dan menampakkan tubuh kurusnya yang putih itu. Mereka lebih mirip anak berandalan yang menyamar menjadi anak sekolah daripada seorang anak sekolah yang asli.

Mereka berdua berjalan dengan tenang dan gagah. Dada mereka membusung, menampakkan keangkuhan hati mereka. Mereka tak menyadari mobil yang terparkir sangat banyak di sepanjang jalan menuju rumah mereka. Entah karena mereka sudah buta atau memang tak menyadarinya. Mereka terus berjalan pulang menuju rumah mereka dengan santai dan gagah.

“Eomma~~ , kami pulang”, ujar sang adik dengan riang dan keras.

Suaranya yang parau, menggelegar dan melengking ini memecah keheningan dan suasana sendu di rumah keluarga Kim. Sang ibu yang merasa terpanggil segera bangkit dan berlari menuju pintu depan. Sesampainya disana Soobin lalu tersenyum bahagia dan langsung memeluk erat kedua anak kembarnya yang sudah cukup dekil senja itu. Soobin menangis bahagia. Di belakangnya Joonmyeon berjalan pelan, lalu memeluk  ibu dan anak yang tengah menangis bahagia itu. Sang ayah hanya tersenyum penuh arti menatap kedua jagoannya itu. Tak lama kemudian tepuk tangan riuh menggema di ruangan kecil itu. Semua menatap haru kejadian singkat penuh rasa kekeluargaan itu. Semua menatap lega dan merasa tersentuh. Hari yang panjang dan penuh cerita itu berakhir dengan bahagia. Setidaknya untuk keluarga Kim.

—–

21.09 KST

“Hyung, kenapa tadi eomma dan appa menangis? Kenapa banyak orang? Dan kenapa mereka menangis juga?”, tanya sang adik pada kakak kembarnya yang tengah berada di sampingnya.

“Moella. Mungkin mereka terpesona melihat ketampanan kita”, jawab sang kakak asal.

“Ah, mungkin saja. Hyung, bagaimana kalau kita besok ke karaoke lagi?”, ajak sang adik.

“Oke, hyung juga ingin ke sana lagi. Disana menyenangkan”, ujar sang kakak.

“Baiklah hyung, besok pulang sekolah”, ujar Jaehyun.

“Sip!”.

­­-The End-



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles