Author: kimjinma3424 | Genre: Siblings, AU | Rated: General | Length: Oneshot
Cast : EXO Xiumin, Kim Jinma (OC) and EXO members. | Notes: Happy reading y’all!
-
“Ibu, kakak Minseok mana?” tanya gadis kecil kira-kira berusia 10 tahun itu dengan wajah hampir menangis karena sedari tadi ia tidak menemukan kakaknya. Ia mengemut permen lollipopnya sambil menunduk sedih.
“Haduh.. Jinma kenapa menangis? Kakak Minseok sedang pergi ke luar. Mungkin akan pulang agak malam.” ujar ibunya sambil mengusap pelan wajah anaknya kemudian melanjutkan pekerjaannya membuat beberapa cake untuk perayaan Chuseok.
Jinma –gadis kecil itu— menunduk makin dalam sambil sesekali menjilat lollipopnya. “Hiks. Tapi bu, kenapa kakak Minseok tidak bilang dulu padaku? Kenapa kakak Minseok sekarang berubah, Bu?”
“Tidak, Jinma sayang. Kakak akhir-akhir ini sibuk karena sebentar lagi ujian akhir jadi kakak sering keluar. Mungkin tadi kakak terburu-buru jadi tidak sempat pamit dengan Jinma. Tapi tadi, kakak pamit dengan ibu, kok.”
Jinma kemudian mengangguk pelan lalu kembali ke kamarnya. Ia merasa sangat kesepian sekali. Biasanya ada kakaknya, Kim Minseok yang selalu membacakan dongeng kesukaannya, “Peterpan”. Jinma juga selalu menceritakan pengalaman yang dialaminya di sekolah kepada Minseok.
Jinma mengambil guling babi pemberian kakaknya ketika ulang tahun ke-9 itu dan memeluknya erat. “Semoga kakak bisa lulus sekolah.”
***
“Minseok-ah! Bagaimana? Kau tertarik tidak ikut training dan menjadi trainee?” tanya seorang lelaki bertubuh tinggi dan yang satu lagi bertubuh sedang. Minseok menggaruk kepalanya bingung.
“Chanyeol-ssi, Junmyeon-ssi.. Aku.. aku masih bingung. Hmm.. bagaimana ya? Aku sebentar lagi, kan, mau ujian akhir. Aku.. mungkin akan susah meluangkan waktu untuk latihan..” ujar Minseok terbata-bata namun pada akhirnya unek-unek yang selama ini tersimpan di hatinya pun perlahan keluar.
Chanyeol memangku kepalanya sambil berpikir. Jungmyeon menimpali, “Ya! Kau kira cuma kau sendiri yang akan menghadapi ujian akhir? Aku juga! Kau harus bisa mengatur waktu seefisien mungkin. Lihat aku! Training-ku lancar, sekolahku pun tak bermasalah.” Kentara sekali nada kesombongan dari kata-kata Junmyeon itu. Tapi maksud laki-laki itu adalah untuk menyadarkan Minseok bahwa sekolah bukanlah penghalang untuk menggapai impian menjadi penyanyi.
“Benar, Minseok-ssi! Suaramu itu bagus, lho~ Katanya kau bahkan bisa menggapai nada tinggi. Hei! Ini adalah kesempatan emasmu. Takkan datang dua kali!” balas Chanyeol penuh intimidasi sehingga secara perlahan pola pikir Minseok berubah.
“Hmm.. Akan aku pikirkan lagi.” Minseok mengambil tasnya lalu pergi. “Teman-teman, aku pergi dulu, ya!” pamit Minseok.
“Pikirkan kesempatan itu.” pekik Junmyeon. Minseok menelan ludah. Benar-benar pilihan yang membingungkan, kesalnya.
-
“Kakak Minseok!!” pekik Jinma sambil memeluk kakaknya. Minseok mengelak pelan adiknya itu lalu meletakkan tas ranselnya di sofa. “Kakak lelah, Ma-nie. Nanti saja bermainnya.”
Minseok beranjak dari sofa menuju dapur. Ia mengambil jus jeruk di dalam kulkas dan meminumnya sampai habis.
“Minseok-ah, mandilah. Ibu sudah menyiapkan air panas. Setelah itu makan malam dan istirahat. Sepertinya kau lelah sekali.” ujar ibu sambil menyiapkan kimchi dan samgyetang untuk makan malam hari ini.
Minseok mengangguk. “Iya ibu. Terimakasih.” lalu membuang botol jus jeruk yang diminumnya ke dalam tong sampah tak jauh dari dapur.
Si kecil Jinma berlari menuju ibunya. “Ibu..ibu!” Jinma menggoyang-goyangkan lengan kiri ibunya yang tengah sibuk itu. “Ada apa, Ma-nie?”
“Ibu, kakak Minseok kenapa? Kenapa kakak berubah? Kenapa kakak seperti tadi, bu?” ujar Jinma meneteskan air mata sedih. Ibu lagi-lagi harus menenangkan anak bungsunya itu. “Jinma, tadi ibu kan sudah bilang, kakak sedang sibuk dengan sekolahnya. Mungkin kakak mau istirahat. Jinma sayang dengan kakak Minseok, kan?”
“Iya bu!” ujar Jinma kecil. Ibu mengelus kepala Jinma lembut. “Kalau begitu biarkan kakak beristirahat, oke?”
“Iya bu! Iya.” Jinma mengacungkan jari jempolnya ke arah ibunya. “Nah, kalau begitu, Minyo panggil kakak Minseok untuk makan malam dulu, ya!”
Jinma segera bergegas menuju kamar kakaknya. Ia mengetuk pelan pintu kamar kakaknya. “Kak.. Kak Minseok..”
“Haduh! Kenapa sih?! Jinma kalo mau main, ya main sendiri saja!” semprot Minseok dari balik pintu kamarnya dengan nada ketus. Jinma tersentak kaget. Ia sedih karena ini pertama kalinya Minseok bersikap kasar dengan Jinma.
“Tidak, kak. Bukan itu. Ibu mengajak kita makan malam, kak.” kata Jinma sedikit ketakutan dan jantungnya berdebar cepat karena kata-kata ketus Minseok membuatnya terkejut.
“Nanti saja, aku lelah!” balas Minseok lagi sama ketusnya dengan kata-kata sebelumnya. Jinma berlari kepada ibunya karena sedih.
“Ibu.. Kenapa kakak Minseok memarahiku? Aku salah apa, Bu? Padahal aku hanya ingin mengajaknya makan malam. Kenapa kakak Minseok jahat padaku, Bu?” isak Jinma dalam pelukan ibunya.
Ibu mencoba menenangkan anak kecilnya itu. “Jinma makan dulu ya. Biar ibu bicara dengan Kakak. Hmm..” ibu mengelus kepala Jinma dan Jinma kecil pun segera duduk di kursi dan makan dalam diam.
-
“Minseok-ah!” ibu mengetuk pintu kamar Minseok. “Minseok!” untuk kedua kalinya, ibu memanggil namanya.
Minseok membuka pintu dengan lemah dan memasang muka lelah, “Kenapa, Bu?”
“Ayo makan malam. Setelah itu baru tidur. Kau banyak masalah, eoh? Sampai-sampai kau membentak adikmu sendiri?” ujar ibu sedikit keras. Minseok menggaruk kepala. “Aku tidak bermaksud begitu, Bu. Aku hanya sedang tidak ingin diganggu.” ujar Minseok memberi pembelaan.
“Iya. Ibu tahu. Tapi bukan dengan cara membentak adikmu segala, kan?”
“Maaf.”
“Kalau begitu, ayo kita makan malam.”
Minseok berjalan dengan langkah gontai menuju ruang makan. Ia menghampiri kursi yang bersebelahan dengan adiknya. Ia menoleh sebentar ke arah adiknya yang makan dalam diam. Ia merasa menjadi kakak yang sangat jahat untuk adikknya itu.
Minseok pun memeluk adik kecilnya yang tengah makan itu dan membuat si kecil Jinma terkejut.
“Kakak Minseok, kenapa?”
“Maafkan kakak ya, Ma-nie. Tadi kakak tidak bermaksud melakukan hal itu dengan Jinma.” ujar Minseok penuh ketulusan. Ia mengharapkan sekali maaf dari adiknya. Jinma kecil menganggukan kepalanya. “Tidak apa-apa, kak. Jinma juga sering marah dengan teman Jinma yang sedang menganggu Jinma mengerjakan soal berhitung dari ibu guru.”
“Terimakasih, Ma-nie!” Minseok mempererat pelukannya kepada adiknya. Akhirnya maaf itu terlontar dari mulut adik kecilnya. Walaupun hanya anak berusia 10 tahun, tapi Jinma sudah menjadi adik yang baik untuknya dan ini akan menjadi yang terakhir kalinya ia menyakiti hati adiknya. Ya, Minseok sudah memutuskan semuanya. Ia sudah memikirkan keputusan yang akan dia ambil untuk kelanjutan hidupnya yang akan datang. Ia berharap semoga pilihan ini menjadi pilihan terbaik dalam hidupnya.
***
Ya, benar. Akhirnya setelah ujian akhir sekolah selesai, Minseok memutuskan untuk mengikuti masa training di sebuah agency yang sedang berjaya di Korea Selatan saat ini, walaupun dengan beberapa halangan yang menghadangnya, toh pada akhirnya ia merengkuh impian yang selama ini ia idam-idamkan.
Di saat teman-temannya sibuk mengikuti tes ke universitas favorit di Korea Selatan, Minseok malah memilih jalan lain yang dianggap lebih baik baginya.
Minseok membuka jendela kamarnya. Sekarang ia tidak tinggal di rumahnya –seperti dulu—, sekarang ia tinggal di sebuah dorm yang berisikan 12 orang lelaki yang diambil entah dari mana saja, namun 4 orang di antara mereka adalah lelaki berkebangsaan China. Ya, ia bersama kesebelas teman-temannya telah dipersiapkan untuk membentuk sebuah grup bernama EXO.
Dan yang lebih celaka lagi, ia sekarang harus bergabung dengan orang China itu dan berganti nama menjadi Xiumin. Awalnya Minseok menolak mengganti namanya karena nama itu diberikan sendiri oleh ibunya, dimana seharusnya seorang ayah lah yang memberi nama untuk anaknya. Nama “Minseok” mengingatkannya akan ketegaran hati ibunya yang tak bisa dibayar dengan apapun juga.
“Minseok-ssi, kau tetap bersikeras tidak mau mengganti namamu?” tanya Jongdae, teman satu grupnya. Minseok menggeleng keras.
“Aku tidak bisa.” ungkap Minseok blak-blakan. Jongdae mengajak temannya itu untuk berbicara empat mata dengannya.
“Minseok-ssi, dengarkan aku. Ini kesempatanmu untuk membahagiakan ibumu, menjadi terkenal dan membuat ibumu bangga karena telah melahirkanmu ke dunia. Kalau seorang ibu sudah bahagia, jangankan perkara ganti nama, rasa sakit ketika melahirkan juga akan mereka lupakan karena itu bukanlah hal yang terlalu penting. Ibumu memang memberi nama itu tulus padamu, tapi kan kau juga tidak mengganti nama akta kelahiranmu dengan nama aneh itu.Jadi percayalah! Aku juga akan mengganti namaku, kok. Walaupun sedikit aneh. Kita kan bergabung di grup EXO-M, jadi kita ikuti saja kebijakan agency. Okay?” jelas Jongdae panjang lebar.
Minseok mengangguk-angguk kepala mengerti. Benar apa yang dikatakan oleh Jongdae. Minseok sekarang mengerti apa yang dimaksud Jongdae dan kemudian mengangguk. “Baiklah. Baik. Aku bersedia mengganti namaku.”
Jongdae meninju pelan bahu Minseok. “Nah! Begitu dong. ya sudah kalau begitu ayo kita latihan!” Jongdae menarik tangan Minseok agar segera berdiri dan menuju ke ruang latihan.
Sudah hampir 3 tahun lebih ia menjalani masa training. Ia bingung akan nasibnya sekarang ini. Seperti terlunta-lunta di dinginnya permukaan samudera. Ia merasa putus asa. Bagaimana jika ia tidak jadi di-debut-kan oleh agency? Minseok sempat berpikir untuk keluar, dan pernah berpikir pula bahwa ia menyesal telah mengikuti training saat itu dan lebih baik ia memilih masuk universitas saja. Atau mungkin sekarang sudah terlambat, lebih baik ia masuk wajib militer saja, pikirnya. Namun pikiran-pikiran penghalang impian itu segera ia tepis. Ia yakin ia akan menjadi yang terbaik dengan pilihan hidupnya.
***
“Eh, Jinma! Ini kak Minseok, kan? Wah~ Keren sekali!” ujar Hana, teman sekelas Jinma di sekolah menengah sambil mengacung-acungkan layar handphone miliknya. Jinma membuang mukanya dan mengambil buku catatan Bahasa miliknya. “Tidak. Dia bukan kak Minseok, dia Xiumin, anggota EXO. Apa kau tidak membaca biodatanya, eoh?” kesal Jinma dan mengerjakan tugas sekolah yang belum sempat ia selesaikan di rumah.
“Matamu minus atau layar komputermu remang-remang? Memang kau tidak membaca di biodatanya, bahwa nama asli Xiumin oppa kan Kim Minseok. Benar kan, dia kakakmu?” Hana sekali lagi mengacungkan handphone nya berharap agak Jinma meng-iya-kan hipotesa miliknya.
Namun Jinma justru menggeleng. “Kau salah orang. Maaf, aku sedang mengerjakan tugas dari Byun sonsaengnim. Bisakah tidak mengganguku?” Hana mendengus kesal dan beranjak dari bangku Jinma, “Huh. Sombong sekali mentang-mentang Xiumin oppa itu kakakmu.”
Jinma menggeleng-gelengkan kepala prihatin. “Dasar bodoh, kalau aku sombong, mungkin aku sudah memamerkannya ke seluruh dunia.”
Jinma memang amat sangat kecewa dengan Minseok. Baru saja Minseok meminta maaf kepadanya di malam sebelum hari Chuseok, beberapa minggu kemudian ia mohon izin kepada ibunya untuk ikut training ke agency terbesar di Korea Selatan. Ibu sempat menolak hingga hati ibu meluluh juga pada akhirnya. Jinma saat itu tidak mengerti apa arti training, Jinma mengira mungkin itu usaha kakaknya supaya bisa masuk universitas. Tapi ternyata apa yang terjadi? Ternyata kakaknya tidak masuk universitas dan malah sekarang ikut dalam perkumpulan grup yang ia kira tim sepakbola atau baseball sebelumnya. Setelah tiga tahun lebih, batang hidungnya tak muncul, akhirnya itulah kenyataan yang harus ia terima.
Jujur saja, Jinma tak rela kakaknya melakoni hidup seperti itu. Ia tidak mau kakaknya menjadi konsumsi umum dan dipuja-puji oleh gadis-gadis Korea atau bahkan seluruh dunia. Ia ingin kakaknya itu berada di sampingnya dan menyemangatinya ketika belajar, atau mungkin ia masih bersedia membacakan dongeng “Peterpan” untuknya. Ia iri ketika melihat orang lain bisa bersama kakaknya bahkan lebih intens dibanding adiknya sendiri. Apa itu namanya? Fans kalau tidak salah. Kipas angin itu bisa berfoto bersama kakaknya, bersenang-senang di acara fansign dan semacamnya. Sedangkan ibu dan dirinya? Ia bahkan sama sekali tidak pernah datang ke rumah selama 3 tahun lebih.
“Aku benci kakak.”
***
Jinma berjalan-jalan menuju daerah Hongdae dengan seragam sekolah yang masih ia kenakan sekarang ini. Ia melihat di sepanjang jalan penuh dengan poster grup EXO itu. Jinma mendesis kesal kemudian segera berlari menjauhi tempat itu hingga akhirnya..
BRAAAAK~
“Oh, maaf aku tidak sengaja.” Jinma terjatuh ke aspal cukup keras. Akhirnya ia bangun dan membersihkan roknya yang kotor.
“Iya. Tidak apa-apa.” Jinma membereskan buku-buku yang tercecer dan menoleh ke arah wajah si penabrak.
“Sepertinya aku familier dengan laki-laki ini. Dia yang selalu ada di poster EXO itu juga bersama kak Minseok.” katanya dalam hati. Ia termenung melihat wajah lelaki itu dan lelaki itu pada akhirnya menyadarkan Jinma.
“Maaf Nona Kim Jinma.” Jinma sontak terkaget ketika nama cantiknya itu terlontar dari mulut orang asing. Ternyata dari nametag miliknya. Ia segera memperbaiki mannernya dan berdiri sedikit lebih tegap. “Oh, maaf Tuan—“
“Ya, Xi Luhan!” pekik seorang lelaki dari pintu toko udon tak jauh dari tempat peristiwa tadi terjadi. Lelaki itu lantas berlari menghampiri laki-laki bernama Luhan itu dan memukul pelan bahunya. “Kau tak apa-apa?” tanya lelaki itu.
“I’m okay, Xiumin hyung.”
“Hah? Dia bilang Xiumin?” ujar Jinma dalam hati dan melihat lelaki itu dengan seksama. Minseok tersentak melihat gadis yang ternyata adalah Jinma, adik kecilnya.
“Ma-nie?” Minseok refleks menunjuk ke arah Jinma dan Jinma malah membalas dengan tatapan dingin.
“Maaf. Aku tidak kenal denganmu.” ucap Jinma ketus kemudian mencoba berlari namun kalah cepat dengan cengkeraman tangan Minseok yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.
“Tidak! Aku ini kakakmu, Ma-nie. Masa kah kau tidak kenal denganku?” Jinma mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Minseok namun sepertinya usahanya tak berbuah manis.
“Kumohon, lepaskan aku Xiumin-ssi.” ujar Jinma sekali lagi seperti orang asing yang tak mengenal Minseok. Seketika itu juga hati Minseok hancur. Adiknya benar-benar telah berubah menjadi gadis yang jahat. “Kau bilang apa? Hei! Aku Kim Minseok, kakakmu! Kenapa memanggilku dengan Xiumin-ssi?”
Jinma akhirnya menghempas tangannya dari cengkeraman Minseok dan menoleh ke arahnya. “Kau dengar ya? Kakakku Kim Minseok itu sangat menyayangiku. Dia tidak mungkin meninggalkanku begitu saja! Ketika dia melakukan apapun, dia akan selalu mengatakannya padaku. Dengar Xiumin-ssi, kakakku sudah hilang. Jadi, jangan pernah kau lontarkan kata-kata sampahmu tadi!”
Minseok akhirnya menampar wajah gadis itu. “Siapa yang membuatmu berubah jadi orang kurang ajar seperti itu, Jinma?” pekik Minseok ketus. Luhan mencoba menenangkan Minseok yang tengah panas itu. “Hyung, jangan seperti ini. Dia adikmu.”
“Maaf Tuan Xi, tapi aku bukan adiknya.” timpal Jinma tiba-tiba. Membuat rahang Minseok bergetar karena menahan marah.
Jinma menahan tangisnya dan menggigit bibirnya dalam diam. Anggota grup EXO yang lain menyusul menghampiri pertengkaran di depan toko udon itu. Mereka mengerubungi Minseok dan Jinma.
“Aku benci kau! Kau bukan kakakku! Kakakku tidak akan tega menamparku begini! Aku benci kau, Xiumin-ssi! Aku tidak mau mengenalmu lagi. Dasar laki-laki sialan!” pekik Jinma dan seketika berlari menjauhi kerumunan anggota EXO itu. Minseok terjatuh ke tanah dan menoleh ke arah tangan kanannya yang dengan kurang ajar telah menampar wajah adik kecilnya. “Apa yang telah kulakukan pada adikku?”
“Hyung, apa kau baik-baik saja?” Chanyeol dan Lay mencoba menopang Minseok untuk berdiri dan akhirnya Minseok pun menangis. “Aku benar-benar kakak yang jahat!” isaknya. Suho merangkul Minseok dan menginjeksikan kata-kata penenang untuk Minseok. “Tidak, Xiumin-ssi. Jangan berpikir seperti itu. Aku yakin dia sepenuhnya tak membencimu. Dia hanya kecewa padamu, Xiumin-ssi.” Baekhyun dan D.O mengelus-elus punggung kakak tertua mereka itu dengan penuh ketulusan.
***
Minseok pun segera menarik Jinma yang berlari tadi dan mencengkram tangannya sangat kuat. “Hei! Lepaskan aku! Hei!” pekik Jinma namun sia-sia, ia terlanjur diseret masuk ke dalam sebuah van yang berisi kumpulan laki-laki antah berantah tak tahu dari mana asalnya.
“Hei! Xiumin gila! Ya! Xiumin! Mau kau bawa kemana aku?! Hei!” pekik Jinma di dalam mobil sambil meronta-ronta tak henti.
“Ya! Ma-nie! Kau masih tak mengingatku?”
“Kakakku tidak segila ini, kau mau memperkosaku, hah?” balas Jinma ketus. “Hei! Kau itu yang gila! Mana mungkin aku memperkosa adikku!”
“Hei! Xiumin! Aku mau keluar! Disini pengap! Bisa-bisa aku meleleh kau tahu?!”
“Meleleh? Karena ketampanku dan teman-temanku?” balas Xiumin dengan percaya diri tingkat tinggi. Anggota grup EXO itu seketika tersentak kaget dan terkikik pelan.
“Mau kulempar kotoran kucing rupanya.”
“Sekalian saja kotoran serigala kau bawa kesini!”
“Ah! Xiumin! Kulaporkan kau dengan ibuku?!”
“Laporkan saja, masa aku tidak boleh bersama adikku?”
“Ah! Keparat kau!”
Akhirnya setelah perdebatan kusir yang tak kunjung selesai, Jinma yang kelelahan pun memilih untuk diam dan duduk termenung di dalam mobil van itu. Dilihatnya berbagai macam lelaki di dalam sana sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Benar-benar anti-sosial, pikir Jinma.
Mereka akhirnya sampai di mana dorm EXO. Jinma turun dan menarik napas sedalam-dalamnya karena tak mendapat cukup oksigen di dalam mobil van itu. Yang ia dapat justru karbondioksida sisa-sisa respirasi milik rombongan lelaki tampan penumpang van.
Jinma segera berjalan ke arah jalan raya mencari bus. Minseok lagi-lagi menghentikan langkahnya. “Kau mau kemana?”
“Hei! Kau bermaksud agar masalah keluarga ini diketahui oleh keduabelas temanmu ini, hah? Sudah tua masih kekanak-kanakkan! Iya, aku mengingatmu. Kau Kim Minseok, kakakku yang dulu baik dan manis sekarang berubah jadi gila dan kekanak-kanakkan yang entah kenapa bisa masuk ke dalam rombongan laki-laki tampan bernama EXO ini. Atau mau kuumumkan ke seluruh dunia? Atau bahkan sampai ke planet tempat asalmu yang namanya Extra Solar Planet itu? Hah? Apa kau puas? Kau kira dengan cara begini aku mau memaafkanmu? Tidak!” semprot Jinma dengan frekuensi suara di atas rata-rata. Minseok tertohok dengan kata-kata sarkasme milik Jinma yang memang benar adanya.
“Hei! Kau…”
“Sudah kujelaskan semua, kan? Sekarang tutup mulutmu! Aku mau pulang. Tugas dari guruku membuatku hampir bunuh diri, kau mengerti?!” Jinma setengah berlari menuju halte terdekat dan langsung merengsek masuk begitu bus datang.
***
Tok..tok..tok..
“Iya tunggu sebentar~” Jinma berjalan sambil menenteng chocochips di tangannya yang belum selesai ia makan. Jinma mengunyah chocochips itu lalu membuka pintu.
“Siap—“ Jinma terkejut sekaligus marah melihat wajah si tamu dan mencoba menutup pintu rumahnya namun segera dihalangi oleh si tamu itu sendiri.
“Tolong jangan halangi aku bertemu ibu.” Ternyata orang itu adalah Kim Minseok. Ia membawa Xi Luhan dan Byun Baekhyun untuk menemaninya. Jinma tak peduli siapapun yang dibawa Minseok yang jelas ia sudah mulai membenci kakaknya. “Peduli apa kau dengan kami? Kemana saja kau selama hampir 3 tahun lebih ini? Dasar keparat!” cetus Jinma penuh amarah dan matanya yang menatap Minseok dengan tatapan berkilat-kilat melebihi petir milik Chen #plak.
“Aku yakin ibu tak pernah mengajarimu berkata kotor begitu pada kakakmu, Ma-nie.” balas Minseok.
“Ibu tak pernah mengajariku begitu, rasa benciku padamulah yang membuatku begini.”
“Siapa yang datang, Ma-nie?” teriak ibu dari dalam dapur. Ia baru saja selesai mencuci piring. Jinma membalas. “Oh, disini hanya ada Kak Baekhyun dan Kak Luhan, bu!” teriak Jinma membuat Baekhyun dan Luhan tersentak. Jinma tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah mereka membuat Luhan dan Baekhyun mengerti lalu seketika memasang wajah masam ke arah Minseok. “Ibu, ada Minseok juga!” pekik Minseok.
“Hei! Minseok-ie gila. Lebih baik kau pergi saja sana!”
Minseok akhirnya merengsek masuk ke dalam rumah dan menghampiri ibu yang sedang di dapur. “Hei! Minseok sialan!” pekik Jinma dan kemudian menyadari bahwa Baekhyun dan Luhan sedari tadi terabaikan. “Eh, ayo masuk, kak.” ajak Jinma mempersilahkan mereka masuk. Baekhyun terkikik kecil dan berbisik pada Luhan. “Adik ini lucu sekali~”
-
Minseok memeluk ibunya erat. “Ah, ibu!!!” Ibu tersenyum dan mengelus kepala anaknya. “Haduh, anak ibu sekarang sudah sukses, ya?”
“Hahaha maafkan Minseok yang jarang pulang ke rumah, Bu.” ucap Minseok dengan wajah sedih namun terkesan seperti aegyo itu. “Haha. Kau masih sama seperti dulu Seokkie~”
“Ibu, kenapa Jinma sekarang membenciku? Apa dia tidak sayang lagi padaku?”
“Ibu.. Kenapa kakak Minseok memarahiku? Aku salah apa, Bu? Padahal aku hanya ingin mengajaknya makan malam. Kenapa kakak Minseok jahat padaku, Bu?” isak Jinma dalam pelukan ibunya.
Ibu mencoba menenangkan anak kecilnya itu. “Jinma makan dulu ya. Biar ibu bicara dengan Kakak. Hmm..” ibu mengelus kepala Jinma dan Jinma kecil pun segera duduk di kursi dan makan dalam diam.
“Tidak, Seokkie. Adikmu tidak membencimu. Ibu sudah tahu peristiwa yang terjadi di Hongdae dan di dorm EXO waktu itu. Ketika pulang dari sana, ia cerita pada ibu dan berkata bahwa ia sangat kecewa padamu namun menyesal telah memarahimu dan berteriak di depan teman-teman satu grupmu. Kau tahu sendiri kan adikmu, dia itu sangat menyayangimu, percayalah.” jelas ibu panjang lebar. Minseok mengangguk mengerti. Ia hampir lupa dengan tabiat adiknya yang memang tak mudah membenci dirinya.
“Kata Jinma, kau berubah menjadi laki-laki tua yang kekanak-kanakan. Benarkah?”
“Aku sengaja melakukannya agar ia mau mengakuiku sebagai kakaknya, Bu. Aku sudah kehabisan akal karena adik kecilku itu.”
-
Ibu menghampiri ruang tamu bersama Minseok dan menemui Baekhyun, Luhan, serta Jinma disana.
“Wah! Berantakan sekali meja ini. Ah! Selamat datang, Baekhyun, Luhan.” ibu memberi salam kepada dua teman Minseok yang lain. Mereka berdua menunduk memberi salam. “Apa kabar, Bibi? Senang bertemu dengan Anda.” ujar mereka hampir bersamaan.
“Hei! Kim Jinma!” ujar Minseok sebal. Jinma tak mau menatap wajah Minseok karena masih cukup marah akibat peristiwa kemarin. “Apa pedulimu?”
Minseok melompat ke sofa dan memeluk adiknya manja. “Ah~ Ma-nie, maafkan aku! Aku kemarin tidak bermaksud begitu, kok.” Minseok menggoyang-goyangkan tubuh Jinma memohon maaf untuk yang kedua kalinya setelah sebelumnya melakukan hal yang sama di malam sebelum hari Chuseok 4 tahun yang lalu.
“Ya! Seokkie~!! Berhentilah mengangguku!” pekik Jinma sebal. Ibu, Luhan dan Baekhyun tertawa cekikikan melihat mereka berdua seperti menonton drama komedi yang sedang maraknya di televisi.
“Maafkan aku, okay?”
“Segampang itu? Dasar Bao zie tua menyebalkan!” Jinma mengambil bantal sofa dan memukul Minseok keras-keras sampai segala kekesalan Jinma pun habis.
“Bagaimana aku ini kakakmu, kan?”
“Tidak, aku ini adik Ahn Sohee. Kau dengar itu?”
“Kau bilang apa?”
“Hihihi~ kakak beradik ini lucu sekali.” gelak Baekhyun dan Luhan dengan mata sipit mereka masing-masing.
“Kau memaafkanku, kan?” ujar Minseok lagi. Jinma membereskan meja tamu yang berantakan dengan buku-buku pelajarannya. “Apa? Mau kulemparkan kotoran kucing rupanya.” lalu membawa tumpukan buku itu ke dalam kamarnya.
-FIN-
I’m speechLESS with this. I give up. What was is it? RCL please to recovery my skills even i know it’s still bad thanks for attentions sorry for this bad fiction.
