Title : Teardrops On My Guitar
Author : Ira Puspaningtyas (@pushy_puspa)
Rating : General
Genre : Romance, sad, angst
Length : One shoot
Main cast :
- Kim Jongdae
- The girl
- Byun Baekhyun
Recommended Song : Taylor Swift-Teardrops on my guitar
WARNING(!): Based On True Story (author’s)
Disclaimer :
This story is mine and the plot 100% the result of my thinking and inspirited by Taylor Swift’s song. NO BASH, NO PLAGIARISM, NO COP-PAS WITHOUT MY PERMISSION AND ALSO NO SILENT-READERS(!!!!). Thank’s...
Note :
Hi readers!! Sebenernya author benci FF ini, soalnya kalau habis baca rasanya pengen nagis aja. Bukan karene author sombong karena FF ini bisa bikin nangis, tapi seperti yang dicantumkan di atas, FF ini based on author’s true story. Pemilihan main cast, author milih Jongdae karena wajah orang yang bikin author nangis agak mirip sama Jongdae. Duh, sekian dulu curhatnya. Happy reading!!
-o0o-
─ t e a r d r o p s o n m y g u i t a r ─
Semilir angin musim gugur membelai hangat wajah Jongdae, memainkan tiap anak rambutnya dan mungkin meninggalkan debu di sela riap-riapnya.
Kamar di depan sana terlihat sepi, apa yeoja itu pergi?
Tentu saja, yeoja yang setiap harinya berbagi kunyahan mulut(read: obrolan) bersama Jongdae, entah itu hanya saling mendengarkan atau gurau-gurau yang sebenarnya tak lucu namun selalu berhasil membuat Jongdae tersenyum karena begitu indah Tuhan menciptakannya.
Namja itu mengambil gitar yang tergeletak nista di sudut balkon. Ia mainkan berbagai nada dari berbagai kunci yang sebenarnya tak sedikitpun ia memiliki niat dan minat untuk melakukannya.
Yang ia inginkan saat ini adalah melihat pantulan cahaya rembulan dari jernih mata yeoja yang berkamar di seberang sana, mendengar tawa renyahnya dan melihat lengkungan sabit dari bibir tipisnya.
Tak beberapa lama Jongdae bermain-main dengan gitarnya, dapat ia lihat dari jendela dengan tirai warna gading itu bahwa pemilik kamar itu menyalakan lampunya.
Jongdae menghentikan permainannya, karena mendengar tapak lekas seseorang.
“Jondae-a!!”, dia memanggil Jongdae dengan suara riangnya saat dia membuka jendela.
“Wae? neo haengbokkhaesoyo?”, balas Jongdae.
“Byun Baekhyun!!”
Jongdae hanya menghela napas pelan.
“Baekhyun?”, lanjutnya sambil menahan sesuatu yang menyesak di dalam dirinya.
“Apa kau percaya, hari ini dia mengantarku pulang!!”, seru yeoja itu dengan kegirangan tanpa memperdulikan perasaan Jongdae yang masih tersembunyi rapi di dasar benak sanubarinya.
Jongdae hanya bisa tersenyum dengan tidak ikhlas, bagaimanapun ia juga harus terlihat bahagia saat ini.
“Kau bahagia?”, tanya Jongdae.
“Tentu saja”, balas yeoja itu.
Jongdae hanya mengulum senyuman yang terbuat dari getir-getir pahit. Tak selamanya manisnya gula akan tetap bersemayam dalam hidupnya, suatu saat itu akan membuatnya sakit gigi.
“Sepertinya senyummu itu tidak tulus Jongdae-a. Ah baiklah, anyeong!!”, yeoja itu menutup jendela beserta tirai kamarnya.
Perlahan, samar-samar ia beringsut menghilang dari pandangan Jongdae. Sekali lagi Jongdae mengulum senyuman, dan kali ini benar-benar terasa sakit.
Renyai pun turun, seolah menyelaraskan diri dengan perasaan Jongdae kali ini. Aroma khas tanah yang basah seolah membuai Jongdae, dan menambah luka di benaknya. Berdesak-desakan menghimpit dadanya, seolah ingin membuncah saat itu juga. Seorang namja yang telah meletakkan cintanya pada yeoja yang notabene adalah tetangganya, seorang namja yang mencintainya lebih dari sekedar sahabat, seorang namja yang tidak bisa meluangkan waktu untuk air matanya, Kim Jongdae.
Dia adalah seorang namja, sebisa mungkin ia harus menyimpan segenap air mata yang tertimbun di pelupuk matanya untuk dirinya sendiri. Walau terkadang ia harus mengorbankan perasaan, tapi tak apa. Baginya kesempatan pasti akan ada, meski itu tak memihak padanya. Setidaknya kesempatan itu masih ada, walau Byun Baekhyun lah yang diharapkan dalam cerita klasik ini.
Byun Baekhyun, Jongdae yakin namja itu pasti tampan, pintar, kaya, dan hebat. Bagaimana tidak? Dia telah berhasil melumpuhkan seorang yeoja yang belum pernah sekalipun terjamah hatinya. Mungkin dia tak se-kelas dengan Jongdae yang hanya bisa memberikan permainan gitarnya untuk yeoja itu.
She looks at me
I fake a smile, so she won’t see
That I want and I’m needing, everything that we should be
I’ll bet he’s wonderful, that man she talks about
And he’s got everything that I have to live without
Jongdae beringsut dari balkon itu, dia memasuki kamar yang sekarang mulai terasa asing bagi dirinya sendiri.
Malam ini ia akan mencoba mengasingkan diri dari dunia yang perlahan mencerainya dari tawa dan bahagia dengan bersembunyi di balik selimut tebalnya.
Jongdae duduk di sudut ranjangnya, mencerna setiap kata yang menguar dari mulut yeoja yang baru saja ia temui. Akankah dunia semakin jauh melemparnya dari hal yang sempat ia sebut cinta?
Jongdae mematikan desk-lamp di kamarnya, membiarkan gelap mengisi kekosongan di dalam rongga hatinya.
“You are the best thing that I hope be mine..”, lirih Jongdae sebelum membenamkan dirinya dalam dimensi lain yang disebut mimpi.
**__
Secercah cahaya mentari mencoba menelusup celah dari bingkai mata Jongdae yang masih mengatup, ia masih dibuai rasa lelah.
“Jongdae-a!! Irona!!”, pekik suara manis yeoja yang berkamar di seberang kamar Jongdae.
Jongdae membuka matanya perlahan, ia menyadari dengan jelas warna suara itu. Meski sedikit kecewa, tapi ia tetap mengacuhkan semua perkataan yeoja itu, walau dengan setengah hati. Setidaknya Jongdae bersikap selayaknya seorang sahabat, bukan?
Jongdae mendudukkan tubuh ringkihnya di tempat tidur, mengucek matanya dan berharap hari ini ia tak akan mendengar kelakar yeoja itu tentang namja bernama Byun Baekhyun.
“Jongdae-a!! kutunggu di bawah!!”, teriakan itu menyapa indra pendengaran Jongdae lagi.
Jongdae tersenyum miris, ia tak tahu apa yang akan ia jadikan topik pembicaraan hari ini.
Dengan langkah gontai, Jongdae berjalan menuju kamar mandi.
Ia sejenak termenung menatap cermin kamar mandi dan berkata pada dirinya sendiri.
“Why it so hard for you? Why you never take your chance? Now is to late for you to hold her hand! FREAK!!”, Jongdae memberikan penekanan pada kata terakhir, menyadiri apa arti dirinya.
**__
Jondae berjalan menuruni anak tangga yang terinjak-injak nista oleh tapak beratnya. Gusar dan resah hanya bisa mendesah dalam bilik hatinya.
“Waeyo?”, tanya Jongdae begitu menemukan seorang yeoja tengah duduk membelakanginya di bench taman di rumahnya.
“Boleh aku berbagi sesuatu?”, tanya yeoja itu sambil memamerkan senyuman yang selama ini mampu membuat darah Jongdae berdesir lebih cepat dan sIstem saraf-nya lumpuh.
“Tentu”, jawab Jongdae sambil mengambil duduk di samping yeoja itu.
“Apa aku sudah memberitahu-mu?”, tanya yeoja itu dengan wajah berseri-nya.
Jongdae mengalihkan pandangannya dari paras cantik yang terpatri sempurna di wajah yeoja itu.
“Apakah tentang Byun Baekhyun?”, lanjut Jongdae dengan ekspresi datar. Ada yang menyesak di dalam sana.
“Nde! Kemarin dia mengantarku pulang dan sebelumnya kami sempat berbagi meja di café”,
“Apakah kau pernah melihatnya? Oh, dia sungguh tampan. Dan kau harus melihat senyumnya, dia akan terlihat seperti malaikat. Kulit putihnya, bibir tipisnya, mata indahnya, suara merdunya, gelak tawanya.. oh.. aku jatuh cinta!”, yeoja itu melancarkan kelakarnya.
“Sesempurna itukah?”, tanya Jongdae basa-basi.
“Sangat, dia sangat sempurna bagiku, kau tahu? Doe-eyes miliknya sangat lucu!! Hihi..”, yeoja itu terkikik geli begitu mengingat dengan rinci sosok Byun Baekhyun.
Begitupun Jongdae, ia menyambut tawa itu. Tawa dari jeritan tangis yang teredam, perasaan yang tak bisa mengudara.
She talks to me
I laugh cause it so DAMN funny
“Jongdae-a, bisa kita jalan-jalan hari ini?, oiya.. bawa gitarmu juga”
“Nde, tentu. Kemana?”
“Danau? bagaimana?”
“Boleh”
**__
Yeoja itu berlari kegirangan ke bibir danau.
“Jongdae-a!! kemari!!”, panggilnya tanpa memandang Jongdae.
Yang bersangkutah hanya berjalan santai menghampirinya.
“Ah“, yeoja itu duduk dan mencelupkan kaki telanjangnya ke air danau yang berdesir lemah.
Jongdae mengikuti apa yang dilakukan yeoja itu.
Jongdae mempersiapkan gitarnya, memetik dawai-dawainya beberapa kali, dan
“Boleh aku memulainya?”, tanya Jongdae.
Yeoja itu menoleh dan memberikan senyuman terbaiknya sambil mengangguk mantap. Jongdae membalas senyuman itu, melemparkan senyuman dengan manisnya beserta lesung pipit yang tertera di kedua sisi pipinya.
“Non nege wanbyok Sangsanghebwasso
Hamkkeramyon ottolkka Yeah
Nan noman gwenchantago malhejumyon modu wanbyokhe, Oh baby
I lost my mind Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeungoseun Get in slow motion
Nege marhejwo ige sarangiramyon..”
*Kau sempurna untukku, aku membayangkan
Bagaimana jadinya jika kita bersama?
Kalau saja kau mengatakan oke, semuanya sempurna, oh sayang
Aku kehilangan pikiranku, saat aku melihatmu
Kecuali Dirimu, semuanya menjadi gerakan lambat
Katakan padaku, jika ini adalah cinta
“Hey!!”, tiba-tiba muncul suara merdu lain yang menghentikan dendangan Jongdae.
Mau tak mau membuat kedua kepala mereka menoleh ke belakang.
Mata yeoja itu terbelalak. Ia menemukan sosok pangerannya, Byun Baekhyun. Baekhyun sedang berdiri di sana, menyaksikan dan mendengarkan suara Jongdae.
Tapi Jongdae malas memandang wajah rupawan milik Baekhyun. Ya, firasatnya mengatakan bahwa namja itu adalah Baekhyun meski ia tak pernah tahu bagaimana dan seperti apa seorang Byun Baekhyun. Jelas tersirat dari ekspresi wajah yeoja di sampingnya yang terlihat sangat bahagia dan bersemu merah muda.
“Baekhyun-ssi..”, sapa yeoja itu.
“Sudah kubilang, panggil saja aku Baeki”, ujar Baekhyun.
Tidak, Jongdae tak bergeming sedikitpun. Ia memfokuskan penglihatannya pada wajah yeoja yang sangat ia sayangi. Karena, bagaimana Jongdae bisa mengalihkan pandangannya kala yeoja yang disayanginya itu terlihat jauh lebih cantik saat ia bahagia dan tercetak semburat merah muda di pipinya.
That I can’t even see anyone when she’s with me
Jongdae benar-benar merasa telah kalah telak saat itu juga. Sudah pasti wajah seperti itu hanya dimiliki seseorang yang sedang jatuh cinta.
She’s says she so in love
She’s finally got it right
Dan di sinilah, dimana sudut hati seorang Kim Jongdae benar-benar remuk. Menyaksikan sendiri suatu romansa manis antara dua insan yang sepertinya saling menaruh harapan di balik manik mata yang bertubrukan dalam satu garis pandang, dan dia hanya bisa menyimpan rapat-rapat perasaannya yang lama menyesak. Padahal luka yang yeoja itu berikan tadi malam masih basah, dan masih perih.
I wonder if she knows, She’s all I think about at night
“Ah, aku Byun Baekhyun..”, ujar namja itu sambil mendekat sambil berjongkok di sebelah mereka.
“Aku Jongdae, Kim Jom Jongdae..”, mereka berjabat tangan dengan tatapan biasa.
“Kalian sedang apa?”, lanjut Baekhyun.
“Annia, kami hanya menikmati suasana pagi ini..”, elak Jongdae.
“Emh.. boleh aku mengajakmu jalan-jalan?”, tanya Baekhyun pada yeoja yang sedang tertunduk malu itu.
“Eh?”, yeoja itu mendongak kaget, ia menatap Baekhyun dengan heran dan lagi-lagi semburat itu muncul di kedua kulit pipinya.
“Nde, kau mau?”, tanya Baekhyun lagi.
“Tentu, emh.. Jongdae-a, kau tidak apa-apa kan?”, jawab yeoja itu.
“Nde, pergilah”, usir Jongdae dengan nada yang sengaja ia buat tenang, walau saat ini ia sangat ingin berteriak.
“Anyeong Jongdae-ssi”, sapa Baekhyun.
Mereka berdua meninggalkan tempat itu. Baekhyun menggandeng erat tangan yeoja yang sangat Jongdae sayangi, itu cukup membuat Jongdae sakit yang amat sangat. Sesekali Jongdae juga melihat mereka tertawa. Mereka mengambil langkah semakin jauh, samar-samar membaur dalam udara, tinggal bayangan yang beringsut di balik debu musim. Dan tak lagi menembus retina Jongdae.
Jongdae tetap duduk di bibir danau itu, melempar kerikil dan berteriak sesuka hatinya. Gitarnya tergolek nista di sampingnya.
Bumi berotasi, semburat ungu muncul di langit, daun maple merah di musim gugur menghujamkan diri ke tanah, burung-burung pulang ke sarangnya dan hanya terdengar kepak kuat dari kokoh sayapnya. Bulan pucat mengendap-endap menuju angkasa dengan peluh yang bercucuran, dan menjelma bintang di angkasa.
Jongdae menunduk, tangannya meraba-raba-mencari gitarnya. Ia mengambil posisi yang pas dan jemari lentiknya dengan lihai memainkan keenam dawai gitar akustik itu.
Entah apa yang ia mainkan, semua terasa aneh dan sangat parau. Mata Jongdae tak sedetik pun melewatkan pemandangan indah yang tersaji di langit malam, bintang-gemintang.
Satu komet melintas, dan Jongdae percaya akan mitos bintang jatuh. Hati kecilnya berharap, suatu saat nanti ia akan berada di samping yeoja yang sangat ia cintai itu. Dan tanpa perintah dari saraf motorik-nya, sebulir materi bening dan basah mengalir begitu saja, menyusuri kulit pipinya dan jatuh tepat di atas gitarnya.
She’s the reason for the teardrops on my guitar
The only thing that keeps me wishing on wishing star
“Hey, kau ini namja Jongdae!”, Jongdae menyeka air matanya sendiri dan bergegas pergi meninggalkan danau itu.
Ia menuju mobilnya dan menutupnya keras keras. Sayapnya patah dan saat ini ia tidak bisa terbang lagi. Sakit, sangat sakit.
Jongdae menyalakan mp3 di mobilnya. Lagu itu mengalun, lagu kesukaan yeoja itu, Love Story milik Taylor Swift.
“We were both young when I first saw you..
I closed my eyes and the flashback start, I’m stand alone..
On a balcony of summer air..”, Jongdae mengikuti kata-kata yang diucapkan penyanyi genre country itu.
Benar, Jongdae berharap ia adalah Romeo dan yeoja itu adalah Juliet. Walaupun harus berpisah, mereka masih mencintai.
She’s the song in the car I keep singing don’t know why I do
**__
“Hh..”,Jongdae berjalan perlahan menuju rumahnya yang kosong karena orangtuanya ke luar kota.
Jongdae mendengar suara derap kaki di belakangnya beserta aroma masakan yang menggugah perut kosongnya. Pasti yeoja itu.
“Jongdae-a..”, panggilnya.
Jongdae berbalik dan menemukan seorang yeoja cantik dengan balutan dress warna soft-tosca yang menambah kadar kecantikannya.
“Igo! Ini untukmu..”, kata gadis itu sambil menyunggingkan senyumnya.
“nde? Gomawoyo..”
“cheonma..”
Sudut hatinya yang remuk kini mulai menyusun awaknya dari lakaran-lakaran kecil. Walaupun ia masih ingat dengan jelas kejadian tadi, tapi malam ini yeoja ini datang dengan penampilan cantik dan membawakan menu dinner-nya.
Jongdae mengambil alih piring itu.
“Kenapa kau tiba-tiba..”
“Ah, tidak.. itu makan malamku. Tapi aku akan dinner dengan Baeki, jadi itu untukmu saja”
“Oh, Baekhyun..”, gumam Jongdae.
Sebuah mobil sport warna silver datang dengan pemiliknya yang terlihat sangat tampan malam ini.
“Anyeong Jongdae-a!!”, kata yeoja itu sambil berlari kecil menghampiri Baekhyun.
Mereka pergi, lagi-lagi mengabur dari pandangan Jongdae.
She walks by me
Can’t she tell that I can’t breathe
And there she goes, so perfectly
The kind of flawless I wish I could be
Baekhyun membukakan pintu mobilnya untuk yeoja yang itu, menuntunnya masuk dengan genggaman erat. Mereka saling melempar pandang dengan penuh rasa sayang
He’s better hold her tight
Give her all him love
Look in those beautiful eyes
And knows he’s lucky
Jongdae berjalan pelan menuju dalam rumahnya. Semakin lama Jongdae bertahan, ia merasa pertahanannya semakin runtuh.
So I walk home alone
Begitu sampai di ruang makan, Jongdae hanya menggeletakkan makanan dari yeoja itu di meja makan, tak secuil pun ia memiliki niat untuk memakannya. Rasa laparnya menguap begitu saja setelah yeoja itu lagi-lagi menghunusnya dengan sebilah belati yang kerlingnya mengkilap, mengoyak-ngoyak nadi-nya dan mencucurkan darahnya membanjiri kota. Padahal sejak tadi pagi ia tak memakan apapun.
Jongdae berjalan ke lantai dua, sekarang juga ia ngin memimpikan yeoja itu menjadi miliknya, meskipun ia hanya bisa bermimpi. Jongdae duduk di pinggiran kasurnya, mengambil foto dari laci nakas-nya. Sekian menit mengamati gambaran dua orang remaja di sana dan dan melihat tawa dan guratan bahagia tertoreh di sana. Jongdae dan yeoja itu. Jongdae meletakkan foto itu di bawah bantalnya. Mungkin bisa membantunya mengingat masa lampau di dalam mimpinya, pikirnya.
Jongdae mematikan desk lamp-nya dan bergegas tidur.
As I turn out the light
I’ll put her picture down and maybe get some sleep tonight
**__
Perlahan Jongdae membuka matanya, menyesuaikan diri dengan seberkas cahaya yang berlomba memadati penglihatannya. Tak lagi terdengar suara manis yeoja itu seperti kemarin pagi. Mungkin dia pulang terlalu larut dan masih tidur atau ia masih tidur dan memimpikan pangeran berkuda putih bernama Byun Baekhyun, pikir Jongdae.
Lalu Jongdae mengambil lagi gitarnya yang tergeletak di pinggiran ranjangnya, ia bahkan jengah dengan gitar itu. Ia ingin sekali membanting benda itu dan menarik-narik keenam dawai yang terpasang rapi di gitar itu. Karena yang gitar itu lakukan selama ini adalah menyaksikan air mata yang perlahan turun dari pipi Jongdae. Jongdae adalah seorang namja, dan hal itu memalukan, sekalipun gitar itu tak bisa menyebar-luaskan berita itu.
Tapi untuk kesekian kalinya Jongdae menangis di hadapan gitar itu, ia tak cukup tangguh untuk merelakan apa yang ia cinta. Ia tak rela kehilangan yeoja itu, dan ia tak rela membanting gitarnya. Harapan tinggal harapan, hati menjerit ingat kenangan.
She’s the reason for the teardrops on my guitar
The only one who’s got enough for me to break my heart
Jongdae beranjak dari tempat tidurnya kala dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 08:00 AM. Ia harus segera menjemput orang tuanya di bandara, hari ini mereka akan pulang, dan akan ada lagi yang akan memarahi kebiasaan buruk Jongdae yang bangun telat seperti saat ini─selain yeoja itu.
Jongdae mengunci pintu rumahnya dan menghampiri mobilnya yang masih terparkir di halaman. Mobil itu semalam tak ia masukkan ke garasi, untung para pencuri masih berbaik hati pada Jongdae. Dan lagi-lagi masih ada kesalahan yang Jongdae lakukan semalam, ia belum mematikan MP3 player mobilnya. Dan begitu ia memasuki mobil itu, lagu Love Story dari Taylor Swift masih memekakkan telinganya. Tapi Jongdae masih terduduk diam di bangku kemudi, ia sama sekali ta menginjak tuas gas-nya.
She’s the song in the car I keep singing don’t know why I do
“Jongdae-ya anyeong!!” sapa beberapa gadis yang melewati jalanan itu.
Salah satu di antaranya adalah Lee Seungra, gadis itu cantik dan manis. Tapi hanya itu masih belum bisa membuatnya mengemasi kenangan dan harapan. Sekarang ini Jongdae inginkan bukanlah dikerumuni banyak yeoja, dia hanya ingin yeoja itu. Ya, yeoja yang membuatnya patah hati.
It’s the time taken up
But this never enough
And she’s all that I need to fall into
Jongdae masih merasakan tatapan dari orang lain. Jongdae menoleh ke arah rumah yeoja itu, dan benar saja, yeoja itu sedang bersama Baekhyun, namun arah pandangnya termantapkan pada Jongdae. Sekilas Jongdae melihat lengkung senyum yeoja itu, ia membalasnya, meski hanya senyuman palsu. Bagaimana tidak? Siapa orangnya yang di posisi Jongdae akan tersenyum tulus?!
Dan seperti dugaannya, yeoja itu tak suka jika mendapa senyuman seperti itu. Yeoja itu langsung mengalihkan pandangannya pada Baekhyun yang sedang menggambar, entah apa yang ia gambar. Jongdae tersenyum kembali, dan setelah itu melajukan mobilnya.
She looks at me
I fake a smile, so she won’t see
FINISH_
(storyline by : Ira Puspaningtyas)
Akhirnya FF ini selesai juga, author gak tahu harus ngomong kayak apa. Yang jelas, perasaannya Chen di FF ini rasanya sakiiiiit banget. Dan seharusnya sama kayak yang author rasain. “Seorang yang kita cintai menceritakan dan memuji-muji orang lain yang dicintainya di depan muka kita”, itu sakiiiiit, apalagi kalau maksa kita bikinin puisi romantis buat orang itu(curcol). Di sini author nggak minta belas kasihan kalian, author cuma minta tanggapannya mengenai FF ini. Kalau ada yang mau request FF atau lebih kenal sama author bisa langsung ke Facebook author (Puspa Irra). Thanks for reading, comment a
