![PhotoGrid_1445968756425]()
Title : Lucky To Have You (Chapter 5)
Author : arynamalia
Twitter : @arynahdi
Main Casts :
Oh Sehun as Oh Sehun
Jung Soojung as Im Soojung – Krystal
Other Cast :
Kim Jongin as Kim Jongin – Kai
Victoria Song as Kim Songhyun – Victoria
Park Chanyeol as Park Chanyeol (cameo)
Byun Baekhyun as Byun Baekhyun (cameo)
Kim Jongdae – Chen (cameo)
Etc. (Temukan sendiri)
Genre : School life, Romance, Friendship, Family, Sad
Duration/Lenght : Chaptered
Rating : Teen
Disclaimer : Semua cast adalah milik author. FF freelance milikku ini pernah dipublikasikan di blog https://ohsehunfanfict.wordpress.com.
A/N : Annyeong. Ini adalah ff pertamaku. Awalnya aku cuma reader, tapi belakangan muncul banyak imajinasi jadi aku coba buat ff. Mohon maaf sebelumnya kalau ff ini masih banyak kekurangan, diantaranya penggunaan kosakata bahasa Korea, banyak typo, atau pendalaman karakter. Kritik dan saran sangat aku tunggu, tidak menerima bashing atau flame. Don’t be a silent reader ya! Selamat membaca dan semoga terhibur. ^^
Summary : Apakah hubungan Krystal dengan Kai dapat berjalan lancar? Apa yang akan terjadi pada Krystal saat yeoja bernama Victoria mengganggu hubungannya? Lalu bagaimana Sehun menghadapi perubahan sikapnya itu? Mampukah Sehun mengembalikan keceriaan Krystal?
…
“Saya dokter Kangin. Nona, bersyukurlah Sehun-ssi tidak mengalami retak ataupun patah tulang. Dari hasil pemeriksaan hanya terdapat luka robek sepanjang kurang lebih 5 cm di sekitar siku. Luka robeknya sudah dijahit dan di sekitarnya agak memar. Untuk sementara siku kanannya tidak boleh sering digerakkan atau terkena air. Setiap hari lukanya harus dibersihkan lalu ditutup kassa steril. Anda tidak perlu khawatir, Sehun-ssi sudah boleh pulang sekarang. Teratur minum obat dan satu minggu lagi jangan lupa kontrol untuk melihat jahitannya.” terang dokter.
“Ye uisaseonsaengnim, gamsahabnida.” sahut Sehun.
“Terima kasih banyak dokter Kangin. Terima kasih sudah mengobati Sehun.” kata Krystal.
“A, ye. Sama-sama nona, semoga lekas sembuh Sehun-ssi. Lain kali hati-hati ne?” kata dokter.
“Ne. Gamsahabnida.” Mereka saling membungkuk.
Oh Sehuns POV
Aww… Sakit sekali ternyata. Aku menatap lukaku sambil meringis.
Kenapa harus Kai yang membuat luka ini? Kenapa dia malah kabur? Aisshhh…!
Sedari tadi kutahan rasa sakit ini, aku tidak mau melihat Krystal bertambah cemas. Ia sedang membantu memapahku. Walaupun sebenarnya aku bisa berjalan sendiri.
Ia lalu membawaku ke kamar. Matanya bengkak karena sedari tadi ia tidak berhenti menangis.
“Aku bisa sendiri Krys.” kataku padanya lalu duduk di atas ranjang. Ia ikut duduk di sampingku.
“Sehunnie… Hiks…”
“Krysie, uljima…” Kusentuh bahunya sambil menghapus air matanya.
“Tapi, kau terluka karena aku. Maafkan aku…” kata Krys menatapku sedih.
“Sshhh… Gwaenchanha, jangan menangis Krys, jebal…”
“Tapi itu pasti sakit Hunnie. Dulu kau pernah terkilir saat bermain basket. Sekarang kau terluka…”
“Sungguh aku tidak apa-apa. Aku namja, luka seperti ini tidak masalah buatku.” kataku.
“Jeongmal mianhae… Ini karena kesalahanku, juga karena Kai yang tidak sengaja membuatmu jatuh. Entah kenapa dia malah kabur. Tadinya aku ingin mengejarnya, tapi melihat lukamu aku jadi khawatir. Aku minta maaf karenanya Hunnie…” kata Krystal menunduk.
Nyuuuttt…
Mendengar nama Kai dari mulut Krystal mendadak seperti ada yang menusuk di dadaku. Tubuhku menjadi panas.
“Kai??” kataku menatapnya tajam.
Krystal menoleh kemudian mengangguk.
“Untuk apa kau minta maaf karenanya?” tanyaku. Aku tidak sadar nadaku berubah naik.
Hunnie, kau tidak marah kan padanya? Kumohon jangan salahkan dia, salahkan saja aku.” pintanya.
“Aku tahu! Tapi kenapa kau yang harus meminta maaf?! Bukankah seharusnya dia yang datang kesini dan minta maaf padaku?!”
Aku berdiri dan menatapnya penuh emosi. Krystal tampak kaget dengan perubahan suaraku.
“Sehunnieee…” sahut Krystal lirih. Ia ikut bangkit lalu memegang tanganku.
“Kau bahkan memohon kepadaku pada orang yang sama sekali tidak menolongku!! Kalau dia memang tidak sengaja mengapa dia harus lari ketika melihatku jatuh??”
“Maafkan aku… Aku tidak bermaksud ingin membuatmu marah Hunnie… Ba-baiklah, aku akan berbicara pada Kai lalu memintanya untuk menemuimu.”
“Mwooo?? Untuk apa kau menyuruhnya ke sini? Andwae!! Kau ini…jinjja!” Aku tidak habis pikir dengan sikapnya. Aku berdiri dan menatapnya marah.
“Terserah kau saja!” kataku lalu berbalik membelakanginya.
Apa dia tidak mengerti maksudku! teriakku dalam hati.
“Hu-hunnie… Kalau kau tidak ingin aku menyuruhnya ke sini. Apa yang harus kulakukan agar kau mau memaafkanku dan Kai?” tanya Krystal pelan.
“Memaafkanmu? Astaga Krystal!” teriakku. ‘Aiishhh…’ Aku mengacak rambutku frustasi.
“Aku sudah memaafkanmu Krysie… Aku sama sekali tidak menyalahkanmu.” Aku berusaha menenangkan diri.
“Huuh… Sudahlah, sebaiknya kau pulang saja sekarang. Aku sudah tidak apa-apa.” pintaku dengan nada yang senormal mungkin.
“Kau mengusirku Hunnie?”
“Tidak, aku tidak mengusirmu. Tapi pulanglah. Aku hanya ingin istirahat.”
“Tapi aku ingin menemanimu. Dan sebelum kau mau memaafkanku dan Kai…”
“Krys, aku sudah memaafkanmu, apa kau tidak dengar tadi?”
“Ta-tapi… Kai…”
“Sudahlah, sebaiknya kau pulang!! Sekarang!!” teriakku.
Kulihat Krystal membelalakkan matanya. Memang baru kali ini aku berani membentaknya. Tapi aku tidak peduli. Hatiku perih. Krystal kembali menangis, dia lalu berbalik dan keluar dari kamarku.
‘Krysieee… Mianhaeee… Aku membentakmu… Aku hanya tidak suka kau begitu peduli pada Kai. Apa kau tahu apa yang sudah dia lakukan? Dia membuatmu memohon seperti tadi, aku benci melihatnya. Wajahmu yang memohon membuat hatiku perih. Ini menyedihkan.’
“Apa kau belum tahu kenyataannya Krys??” teriakku. Aku menghampaskan tubuhku ke ranjang.
-Flashback-
“Sehunnie…” panggil seseorang.
Suaranya sudah tidak asing lagi. Aku terbangun dari tidurku lalu duduk. Aku sedang berada di taman saat itu dan kulihat Krystal menghampiriku. Kebiasaan membolosku mulai kulakukan sejak ujian kenaikan berakhir.
“Sedang apa kau di sini?” kataku datar.
“Menemuimu. Kenapa kau membolos?” tanya Krystal lalu duduk di sebelahku.
“Itu bukan urusanmu.”
“Wa-wae? Apa aku sudah tidak boleh tahu urusanmu?” tanya Krystal sedikit tertegun karena sikapku yang dingin.
“Hari sudah senja, kenapa kau belum pulang?” tanyaku menatapnya, wajahnya berubah sendu.
“Aku ingin pulang denganmu Hunnie.” jawabnya. Ia memegang lenganku.
“Kenapa kau menghindariku? Apa ada yang salah denganku?” tanyanya lagi.
“Tidak ada.” jawabku datar, aku membuang muka.
“Baiklah… Aku juga tidak ingin memaksamu. Seperti sikapmu padaku ketika aku punya masalah. Aku tahu rasanya ketika tidak ingin menceritakannya kepada siapapun.” ujarnya.
Aku menoleh. Kulihat Krystal sedang memainkan kakinya di tanah. Ia mengingatkanku dengan masalah yang dulu membuatnya menangis di kantin, dan sampai sekarang aku belum mengetahui apa itu.
Karena penasaran aku bertanya padanya, “Apa masalahmu sudah selesai?”
“Ne? Masalahku? Yang mana?” tanya Krystal mendongak memandangku, dahinya berkerut.
“Kau sudah lupa? Bukankah kau pernah menangis waktu itu di kantin?”
“Ohh… Saat itu memang aku sangat sedih.”
“Wae?”
“Victoria… Dia menyukai Kai.”
“Mwooo?? Victoria?”
“Ya. Dia pernah mengancam akan merebut Kai dariku. Aku takut Kai meninggalkanku.” katanya, lalu ia menunduk. Matanya yang kulihat kini berair dan perlahan mengalir.
Ia sering sekali membuatku cemburu. Ia melakukannya tepat di depan mataku.” lanjutnya.
“Kenapa kau baru menceritakannya sekarang? Aku jadi tidak bisa menghiburmu.” kataku. “Hmmm… Rupanya sikap Victoria yang menyebalkan itu karena cemburu denganmu? Apa sekarang dia masih bersikap kurang baik padamu?”
Kulihat Krystal mengangguk pelan.
“Tenanglah, uljima… Krystalku tidak cengeng seperti ini.” kataku.
Ia menatapku dan perlahan tersenyum. Ia lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. “Bogoshiepoyo…”
Sraasshh…!
Dadaku berdesir.
Aigo, hanya karena dia bersandar di bahuku, rasanya sampai seperti ini. Aku sangat senang dia merindukanku.’
Aku mulai canggung, tapi kubuat sikapku senormal mungkin.
“Baiklah… Kurasa kau pasti bisa melalui semua ini Krys. Aku tahu kau orang yang kuat. Kau bahkan tidak menceritakan masalah ini padaku, dan bertahan cukup lama menghadapinya sendiri. Kalau ada apa-apa kau tahu harus menceritakannya pada siapa.” jelas Sehun.
“Tapiii… Kau menjauhiku Sehun… Aku tidak tahu apa alasanmu. Sebenarnya ada apa denganmu?” Ia beralih memeluk pinggangku.
Sraasshh…!
Aigooo, mulai lagi…
Aku yakin kini wajahku sudah merona. Canggung sekali rasanya. Memang aku menjauhinya karena sesuatu seperti sekarang ini, ketika bersamanya dadaku terasa berat dan aku ingin cepat-cepat pergi darinya.
Aku lantas melepaskan pelukannya. “Wae?” tanya Krystal heran.
“Ani. Tidak apa-apa. Ma-maaf aku harus pergi.” Aku lalu bangkit dan ketika hendak melangkah, tangan Krystal menggenggam tanganku.
“Sehuun!! Jangan bersikap seperti ini padaku!! Kau kenapa?! Jebal…” teriaknya. Ia berdiri dan menatap wajahku berharap jawabanku. Tubuh kami berhadapan.
“A-akuu… Maaf Krys, tidak kali ini. Aku tidak tahu kenapa, badanku terasa tidak nyaman…”
Kupalingkan wajahku. Sungguh aku gugup sekali. Dadaku berdebar-debar, perutku tidak nyaman. Sesuatu yang aneh ini selalu muncul di saat yang tidak tepat.
“Badanmu kenapa?” tanyanya. Aku tidak menjawab, kucoba melepaskan genggamannya. Sayangnya Krystal bersikukuh mencegahku pergi. Dia sudah menangis lagi.
“Hunnie…” katanya pelan memohon. Dia memelukku.
Aku tidak tega melihatnya.
“Krysie… Kumohon jangan menangis, aku hanya sedang ingin sendiri dan aku tidak bisa menceritakannya sekarang… Jebal…” Aku meraih wajahnya dan menghapus airmatanya.
Wajahnya menyiratkan kesedihan. Mata, hidung serta pipinya mulai memerah. Dan bibir mungilnya yang sedikit mengerucut selalu berhasil membuatku terpana…
Saat kau menangis kau masih saja cantik… kataku dalam hati.
Dia lalu mendekatkan wajahnya padaku.
“Kalau begitu jangan menjauhikuuu… Berjanjilah…” katanya memohon.
Hidungnya sempat bergesekan dengan hidungku, wajahku bertambah panas dan berkeringat.
Aigooo… Bagaimana ini? Wajahnya itu, aegyonya yang paling tidak bisa aku tolak.
Kegugupanku sudah tidak bisa aku tutupi. Aku bimbang, lalu entah pikiran darimana saat kupandangi bibirnya, aku…
Chuuup!
Aku mencium pipinya pelan. ‘Hampir saja! Hampir saja aku mencium bibirnya!
Kegugupanku sudah tidak bisa aku tutupi, “Ka-kau… Jangan menunjukkan wajahmu itu selain kepadaku.” pintaku.
Aku bergegas meninggalkannya dengan perasaan bercampur aduk. Sempat kulihat Krystal terkejut setelah aku melakukannya.
Oh Sehun Pabbo! Kupukul kepalaku yang bodoh ini. Apa yang kau lakukan Oh Sehun?? Pabboya!!
Aku berlari menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Dadaku masih bergemuruh, wajahku memerah. Bukannya menyelesaikan masalah malah menambah masalah.
‘Aku sungguh malu sekali, aku harus bersikap bagaimana kalau bertemu lagi dengannya? Pabbo! Pabbo!
Aku terus berlari melewati beberapa kelas yang sudah kosong, aku berhenti sesaat untuk mengambil nafas. Ketika kudengar seseorang yang kukenal berbicara di toilet tepat di sebelahku berdiri.
“Jeongmalyo? Eottokhae… Aku tidak ingin kehilangan Soojung…” sayup kudengar seorang namja menyebut nama Soojung.
“Kumohon Kai… Aku tidak ingin kau bersedih karena kenyataan ini. Aku sengaja tidak menceritakannya karena aku takut kau akan begini. Lihatlah aku… Kau masih memilikiku Kai-ya.” kata suara itu, suara seorang yeoja.
Kai?. Sepertinya suara yeoja itu adalah Victoria. Karena penasaran aku masuk pelan-pelan ke toilet itu dan mengintip siapa yang sedang bersamanya. Benar, di sana ada Vic dan Kai. Tapi tiba-tiba aku terperanjat saat kulihat mereka saling mendekat dan…
Berciuman? Astaga! Mereka gila!
Kulihat Kai malah membalas ciuman Vic. Dan tanpa sengaja mataku bertatapan dengan Vic ditengah-tengah ciumannya. Matanya membulat kaget. Sementara Kai membelakangiku sehingga tidak melihatku. Aku lalu memutuskan pergi secepatnya dari situ.
-Flashback end-
Authors POV
Seoul Senior High School
Seorang yeoja melangkah gontai menuju keluar kelas. Kepalanya tiba-tiba pusing. Mungkin karena ia sering tidak bisa tidur beberapa hari semenjak kejadian itu. Ia memikirkan perbedaan sikap Sehun yang kini berubah emosi sementara sebelumnya Sehun bisa membuatnya melayang.
Ciuman Sehun di pipinya masih terasa hingga sekarang dan kenangan saat itu masih terukir jelas dalam ingatannya. Pasalnya baru pertama kali ini Sehun menciumnya. Ini juga pertama kalinya ia merasakan perasaan aneh dari semua perlakuan Sehun terhadapnya. Jantungnya tidak berhenti berdebar jika ia mengingat kejadian itu.
Hari ini Sehun membolos pelajaran. Krystal tahu ia tidak mungkin menemuinya saat ini, walaupun ia ingin sekali menemaninya sekaligus meminta maaf. Ia hanya tidak ingin memperkeruh suasana dan menambah emosinya.
Kondisi lengan Sehun berangsur membaik, ia sudah tidak memakai penggantung lengan. Krystal setiap hari menghubungi eomma Sehun agar mengetahui kondisi lukanya. Kedua orang tua Sehun tahu kalau mereka berdua sedang bertengkar. Namun Sehun tetap bersikap dingin dan menolak berbaikan dengan Krystal.
Krystal lalu memutuskan ke UKS untuk meminta obat dari Luhan uisaseonsaengnim. Dokter sekaligus guru yang cukup dekat dengannya selain wali kelas Kyuhyun seonsaengnim. Dokter Luhan juga menjadi salah satu idola di kalangan murid yeoja. Wajahnya yang cantik dan sikapnya yang lembut membuat para yeoja tergila-gila padanya. Walaupun dia selalu mengelak kalau wajahnya cantik, karena ia namja.
Ia menyukai Krystal namun hanya sebatas sebagai guru yang menyayangi muridnya. Sosok Krystal yang pintar, rendah hati dan selalu bersemangat memang pantas disegani guru dan murid yang lain. Salah satu keinginan Krystal di masa depan adalah menjadi dokter. Itulah yang membuat Krystal terkadang betah berlama-lama di UKS dan dokter Luhan senang membantunya mempelajari ilmu kedokteran.
“Oh, Soojung? Ada apa kau datang kemari? Ayo duduk.” kata dokter Luhan saat Krystal membuka pintu UKS.
“Annyeong, dokter Luhan. Maaf dokter kalau mengganggu, tapi sepertinya aku membutuhkan analgetik.” kata Krystal sambil duduk di kursi depan meja dokter.
“Analgetik? Untuk apa? Apanya yang sakit?”
“Sakit kepala dokter.”
“Ayo kuperiksa.” perintah dokter Luhan. Krystal berjalan menuju ruang periksa diikuti dokter Luhan.
“Hanya sakit kepala saja? Apa tidak ada keluhan yang lain?” tanya dokter Luhan sambil mendengarkan lewat stetoskop.
“Tidak ada dokter. Mungkin aku terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini.” ujar Krystal. Dokter Luhan menyelesaikan pemeriksaannya dan lalu kembali ke meja konsultasi.
“Hmmm, apa karena kau sedikit tertekan karena kau tidak mendapat peringkat satu lagi?” tanya dokter Luhan setelah mereka duduk berhadapan.
“Ani. Mwoo?” Krystal tampak terkejut.
“Jadi, kau belum tahu? Aigo, jadi aku yang pertama kali memberitahumu?” lanjut dokter Luhan.
“Apa maksudnya dokter?” Krystal tampak bingung.
“Sebelumnya aku minta maaf karena kupikir kau sudah mengetahuinya dan ke sini karena itu. Kulihat di website sekolah ada berita tentang peringkatmu yang turun.”
“Jeongmalyo? Peringkatku turun? Lalu siapa peringkat pertamanya?” tanya Krystal kaget.
“Victoria.”
Krystal membelalakan matanya. “Victoria??”
Dokter Luhan mengangguk. “Baiklah. Sebentar kuambilkan obat untukmu.” Dokter Luhan berjalan menuju lemari obat dan mengambil satu strip obat penghilang rasa nyeri.
“Eottokhae… Apa yang akan terjadi kalau peringkatku turun? Mungkinkah aku dikeluarkan?” Krystal tampak menunduk.
“Hmmm… Semoga itu tidak terjadi. Tapi seandainya itu terjadi, di manapun tempatmu bersekolah nantinya kesempatanmu untuk meraih cita-cita tidak akan hilang Soojung. Kau masih bisa belajar dimanapun kamu berada, sesuai kemampuanmu. Asal semangatmu tidak luntur, kelak kau pasti bisa mewujudkannya.” ujar dokter Luhan di sela-sela mengambil obat. Krystal tersenyum mendengarnya. “Semoga saja itu tidak terjadi.”
Dokter Luhan mengangguk tersenyum, “Dan ini obatmu, minumlah setelah makan. Kalau betul-betul tidak bisa ditahan, bisa diminum saat itu juga. Sebaiknya kau banyak istirahat agar pikiranmu kembali tenang, arra?” jelas dokter Luhan.
“Arraseo. Gamsahamnida uisaseonsaengnim. Aku pamit dulu.” jawab Krystal.
……….
Sementara di lain sisi, Sehun memilih membolos pelajaran hari itu. Ia berjalan melewati taman menuju ke lapangan basket. Ia memandangi tempat itu, tampak sepi. Ia lalu berjalan menuju salah satu pohon dan bersandar di bawahnya. Ia memejamkan mata dan menikmati angin yang berhembus siang itu.
Krysie… pikirnya.
Apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki hubunganku denganmu? Aku merindukanmu. Apakah aku harus meminta maaf terlebih dahulu?
‘Andwae! Itu berarti aku merelakan kesalahan yang Kai perbuat tanpa permintaan maaf darinya. Aigo, kenapa aku begitu egois? Ani! Aku hanya mempertahankan harga diriku. Tapi Krys yang menjadi korban keegoisanku… Mianhae Krys…
Tap… Tap… Tap…
Seseorang melangkah di jalan setapak yang melingkari lapangan dan mendekati tempat Sehun berada. Didengarnya langkah kaki itu dan berhenti tepat di depannya. Suasana yang sepi membuatnya dapat mendengar suara kecil sekalipun.
“Aku ingin bicara denganmu.” kata orang itu pada Sehun. Seorang namja berwajah putih kecoklatan itu tampak memandang Sehun yang sedang bersandar di bawah pohon dengan tetap memejamkan mata. Suara namja yang sudah ia hafal semenjak Krystal mengenalkannya sebagai pacar.
“Apa Krystal yang menyuruhmu ke sini?” tanya Sehun. Ia membuka matanya dan dilihatnya Kai yang balas menatapnya.
“Soojung? … Dia pasti membenciku karena telah membuat tanganmu terluka. Aku belum menemuinya.”
“Lalu untuk apa kau datang kemari?”
“Aku sengaja mencarimu. Bagaimana keadaan lukamu?” tanya Kai. Matanya beralih menatap luka yang ada di siku kanan Sehun. Sehun mengangkat lengannya.
“Rupanya sudah lebih baik.” lanjutnya. “Aku hanya ingin mengatakan kalau aku tidak sengaja membuatmu jatuh. Pikiranku sedang kacau saat itu…”
“Lalu?” potong Sehun.
“Itu saja.”
Sehun menatapnya dingin. Dilihatnya Kai berbalik akan pergi. “Krystal bahkan meminta maaf atas namamu. Apa kau tidak malu?”
Kai terdiam, ia lalu berbalik menghadap Sehun yang sudah berdiri di depannya.
“Aku tidak ingin minta maaf padamu.” jawab Kai santai. “Aku tidak ingin merasa bersalah pada orang yang kuanggap sainganku.”
“Apa katamu?”
“Aku sudah tahu kebenaran tentang kau bukan anak kandung ayah dan ibumu. Kau bisa saja memanfaatkan kedekatanmu sebagai saudara untuk hal-hal yang bisa membuatmu senang.”
Sehun mengepalkan tangannya. Ia masih menahan emosi mendengar kata-kata Kai.
“Tentu saja aku percaya pada Soojung, dia tidak akan berbuat macam-macam denganmu. Kecuali kau dahulu yang memulainya. Sadarkah kau bagaimana sikap orang tuamu nanti saat mengetahui perasaanmu pada Soojung? Kau tidak akan bisa merebutnya dariku, selamanya kau akan tetap menjadi saudaranya.” jelas Kai.
Sehun tertegun dengan pernyataan Kai. Perasaanku pada Soojung? pikir Sehun. Kai takut aku merebutnya karena perasaan yang aku rasakan sekarang? Jeongmal? Jadi menurut Kai, aku menyukai Krystal? Benarkah yang kurasakan ini? Lalu… Bagaimana dia dengan…
“Apa kau sadar kau bicara apa? Kau sendiri, apa yang kau lakukan sore hari di toilet bersama Victoria beberapa hari yang lalu?” tanya Sehun saat menyadari ada kesalahan dalam hubungan Kai dengan Vic.
Kai tampak terkejut. “I-itu bukan apa-apa.” Ia tampak memalingkan wajahnya.
Sehun memincingkan matanya. “Apa kau bermaksud mengkhianati Krys?”
“Ani. Aku tidak akan melakukannya. Aku pergi.” Kai sempat akan berbalik, namun Sehun meraih bahu kanannya.
“Apa lagi yang kau inginkan? Lepaskan tanganmu.” pinta Kai, ia meraih tangan Sehun dan melepasnya. Dalam waktu singkat itu Sehun melihat sesuatu yang berkilau di tangan kiri Kai.
“Apa itu? Apa yang kau kenakan di jarimu?” Dengan cepat Sehun meraih tangan kirinya dan kaget saat dilihatnya cincin emas putih bertengger di jari manis Kai.
“Apa ini? Kenapa kau memakai cincin di sini?” tanya Sehun heran.
“Itu bukan urusanmu!” kata Kai marah. Ia menghempaskan tangan Sehun dan pergi begitu saja.
Sehun terkejut dan bingung dengan sikap Kai yang tiba-tiba berubah canggung lalu marah.
Untuk apa dia memakai cincin? Mana mungkin seorang laki-laki memakai cincin tanpa ada alasannya? pikir Sehun.
……….
Krystal tampak keluar dari ruang UKS dan menyimpan obatnya di saku seragamnya. Ia sedang bergegas menuju salah satu kelas. Wajahnya merah padam.
“Victoria!” teriak Krystal di dalam kelas 2F.
Semua murid di kelas itu menoleh ke arahnya. Dipandanginya seluruh kelas dan ia menemukan Victoria yang sedang menatapnya. Tapi sesaat kemudian Victoria melanjutkan aktivitasnya kembali tanpa menggubris panggilan Krystal.
“Victoria, apa kau dengar? Aku memanggilmu. Ikut aku, aku ingin berbicara denganmu.” pinta Krystal sambil meraih tangan Vic di meja.
Namun Vic menghempaskan tangannya dengan keras. “Jangan menyentuhku!” Vic memandang Krystal sebal.
“Aaww…! Appo…” Spontan Krys berteriak kesakitan karena tangannya mengenai meja.
“Aish! Kau berisik sekali.” kata Vic. Ia lalu bangkit dan mendorong bahu Krystal keluar kelas. Krystal mengikutinya.
Victoria berhenti di depan koridor yang agak sepi di dekat toilet.
“Ada perlu apa?” Victoria bersandar pada dinding koridor dan menyilangkan lengannya di dada. Krystal memandangi tangannya yang kemerahan.
“Bagaimana mungkin kau mendapat peringkat pertama?” tanya Krystal yang menahan emosi.
“Cih, kenapa? Apa kau tidak terima?” tanya Victoria sambil menyeringai.
“Apa yang kau lakukan sebenarnya?”
“Menurutmu?”
“Aku melihat sendiri hasil ujianku yang ditunjukkan Kyuhyun seonsaengnim sebelum beliau meretasnya di email sekolah. Jadi, kabar tentang aku yang tidak mendapat peringkat di website sekolah itu, siapa lagi kalau bukan kau yang sudah mengubahnya?” terang Krystal.
“Hahahaha… Kau terlalu percaya diri Soojung. Bisa saja kau memang bodoh sehingga nilai-nilaimu turun! Kau bahkan mencontek saat ujian.” tawa Victoria.
“Ah, tentu saja kau pasti tahu hal itu. Dan kemungkinan besar yang meletakkan kertas itu di laci mejaku adalah kau!” ujar Krystal.
“Hahahaha… Berhentilah menebak-nebak dan menyimpulkan dugaanmu padaku. Bukankah sudah kukatakan aku menyuruhmu untuk menjauhi Kai, atau aku mengeluarkanmu dari sekolah? Apa kau lupa Soojung?” kata Victoria sambil tertawa dan menatap Krystal tajam.
“Kauu! Dasar liciikk!” pekik Krystal dan mencengkram bahu Victoria. Tapi Victoria tiba-tiba terjatuh dan kepalanya terbentur tembok.
“Aaawww… Appooo…” rintih Victoria memegangi kepalanya. Krystal bingung melihat Victoria yang tampak kesakitan.
“Krystal! Apa yang kau lakukan?” teriak seseorang.
Krystal menoleh, di belakangnya sudah ada Sehun. “Sehuunnn??” pekik Krystal kaget dan bingung. Rupanya Victoria berpura-pura jatuh dan kepalanya dibenturkan ke tembok. Tepat saat Sehun hendak ke toilet lalu bertemu mereka.
“I-ini… Tidak seperti yang kau pikirkan Sehun, dia…”
“Dia marah padaku, dia bilang aku merebut peringkatnya, lalu dia mendorongku.” potong Victoria lagi. Ia masih terduduk di lantai. “Kau bisa membantuku berdiri?”
“Aku tidak ingin menolongmu.” kata Sehun pada Vic. “Kenapa kau berbuat seperti itu Krys?” Sehun menatap Krystal tajam. Matanya menyiratkan emosi.
“Tidak Sehun, tolong kau jangan mempercayainya, kumohon…” pinta Krystal.
“Kenapa kau mendorongnya sampai jatuh?” tanya Sehun lagi.
“Aniya!” pekik Krystal lalu matanya mulai berair.
“Dia tiba-tiba datang ke kelasku dan mencariku. Lalu aku ditarik ke sini dengan paksa. Lihatlah…” Victoria menunjukkan tangannya yang entah sejak kapan sudah memerah.
“Geotjimal! Aku memang mengajaknya berbicara, tapi aku tidak memaksanya. Dia sendiri yang mengajakku ke sini.”
“Sudahlah Krys… Aku tidak ingin mendengar alasanmu.” kata Sehun datar.
“Aniii!! Kau harus tahu yang sebenarnya Sehun!!” teriak Krystal, ia geram saat melihat Victoria tersenyum menang.
Sehun pun berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.
“Sehuuunnn…!! Dengarkan aku Sehun!! Sehun berhentiii…!!” teriak Krystal. Tapi Sehun tetap berjalan menjauhinya.
“Sehun pabbooo!!” teriaknya lagi. Krystal hanya bisa menangis.
Setelah Sehun dipastikan menghilang di belokan koridor, Victoria bangkit dengan tegap seperti tidak terjadi apa-apa lalu pergi meninggalkan Krystal yang sedang menangis sendiri.
……….
Oh Sehuns Home
Keesokan paginya tampak matahari mulai memancarkan panasnya dari balik tirai jendela ketika seorang wanita tengah membuka pelan korden di suatu kamar. Oh Hani mendekati seorang namja yang tengah tertidur di ranjangnya yang nyaman. Ia mengelus rambut anaknya itu dan mengecup keningnya singkat.
“Sehuunn… Ayo bangun…” sapa Hani eomma. Sehun mengerjapkan matanya dan setelah terbuka ditatapnya wajah hangat yang sudah sangat dia kenal.
“Eommaaa…??” panggil Sehun.
“Selamat pagi, bangunlah… Eomma sudah membawakan sarapan untukmu. Apa hari ini kau tidak ingin ke sekolah hmm?”
“Tidak eomma. Sekolahku libur, ini hari Sabtu.”
“Jinjja? Hmmm… Eomma sampai lupa.”
Sehun lalu bangun untuk duduk. Eomma Hani lalu menunjuk nampan berisi sarapan Sehun di atas meja dekat ranjang. Ia lalu mengambil susu yang dibawa bersama sarapan dan menyerahkannya pada Sehun.
“Geurae, hari ini kau menemani eomma di rumah. Ini minum susunya dulu chagi.”
“Ne.” Sehun menurut lalu meminumnya. Eomma sudah duduk di sebelah Sehun.
“Apa yang membuatmu semalaman mengurung diri di kamar chagi? Eomma dan appa sampai tidak disambut setelah pulang dari Amerika.
“Mianhaeyo eomma. Aku hanya sedang tidak enak badan.”
“Benarkah?” tanya eomma Sehun. Sehun lalu mengangguk.
Eomma Hani lalu menyentuh dahi Sehun, Hmm… “Tapi badanmu tidak panas, sepertinya yang tidak enak itu hatimu. Iya kan?” seraya tersenyum hangat padanya.
Sehun jadi sedikit salah tingkah. Aish! Sepagi ini eomma sudah main tebak-tebakan. Tapi itu tepat sekali. pikir Sehun
“Aigo, anak eomma… Kamu tidak pandai berbohong chagi. Benarkan? Coba ceritakan masalahmu pada eomma.” pinta Hani eomma.
Sehun sempat menghela nafas. Kemudian menceritakan semua yang terjadi belakangan ini. Namun ia masih belum berani menceritakan tentang perasaannya pada Soojung.
“Jadi begitu rupanya. Kau mengacuhkannya hanya karena Soojung menuduh temanmu eoh? Tapi kau tidak seharusnya berpikiran negatif pada Soojung. Dia saudaramu, mengapa kau lebih percaya pada temanmu daripada saudara kita hmm?” kata Hani eomma mencubit pipi Sehun.
“Victoria bukan temanku eomma, aku tidak suka padanya. Hanya saja sikap Krystal sungguh kekanak-kanakan. Ia menuduh Vic yang membuat peringkatnya turun, karena emosi lalu mendorongnya sampai jatuh. Aku tidak suka cara Krys melakukan hal seperti itu.”
“Aigoo… Eomma juga pernah muda chagi, pernah merasakan bersekolah sepertimu. Apa kau pikir Soojung itu benar-benar menuduh Victoria? Kau coba berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan menjauhi saudaramu. Bukankah kau bilang temanmu itu menyukai pacar Soojung? Soojung tidak akan seperti itu jika tidak alasan tertentu. Kenapa kau lebih percaya pada orang yang menganggap Soojung itu musuhnya? Kau ini!” terang Hani eomma.
“Maksud eomma?”
“Chagiya… Kau sungguh polos. Begini, eomma sedang tidak menuduh temanmu yang namanya Victoria itu, tapi dari ceritamu saja sudah jelas kalau dia menganggap Soojung itu musuhnya, saingannya. Kalau sudah seperti itu, ia pasti akan melakukan segala cara untuk menjauhkan Kai dari Soojung. Apa kau mengerti maksud eomma?”
“Jadiii… Maksud eomma, Victoria yang justru berbohong saat kejadian itu begitu?”
“Mungkin saja. Victoria sepertinya sangat menyukai Kai. Kau bilang kalau dia adalah anak dari pemilik SMA Seoul, mungkin saja dia menggunakan kedudukannya untuk masalah itu. Itu kan bisa terjadi Sehun-ah…”
“Eomma, tapi nilai-nilai Soojung turun drastis, aku melihatnya di emailnya. Bahkan sekarang Victoria yang mendapat rangking pertama.”
“Tapi…”
“Chakkaman eomma…” kata Sehun tampak berpikir. “Eomma, aku yakin seratus persen kalau nilaiku lebih tinggi dari Victoria. Tapi kenapa dia yang mendapat peringkat pertama?”
“Bagaimana kau tahu chagi?”
“Aku yakin eomma. Eomma, aku selalu mendiskusikan nilai-nilaiku dengan Kyuhyun seonsaengnim. Aku memang memohon padanya kalau nilai-nilai ujianku sudah keluar, aku ingin beliau menghubungiku. Dan aku yakin dengan hasil ujianku kemarin, aku menjadi peringkat satu.” terang Sehun.
“Lalu?”
“Ini menyangkut beasiswa Krystal eomma.” sahut Sehun.
“Apa maksudnya?” tanya eomma Sehun bingung.
“Kumohon jangan katakan ini pada Krystal eomma dan kumohon juga eomma tidak marah padaku… Selama ini sebenarnya aku yang selalu mendapat peringkat pertama. Yang kedua adalah Krystal. Tapi dia harus mempertahankan reputasinya sebagai peringkat pertama, kalau tidak beasiswanya akan dicabut lalu dia akan dikeluarkan.”
“Jeongmalyo? Sesulit itukah dia mempertahankan beasiswanya? Aigooo… Kalau tahu seperti itu aku sebaiknya menemui Meari dan membicarakannya agar kalian tidak bersekolah di sana. Dan kau juga pasti harus berusaha keras untuk itu.”
“Memang benar eomma, Kim Jungmyeon ayah Victoria memberlakukan peraturan sekolah dengan semena-mena.”
“Kim Jungmyeon? Bukankah kepala sekolahmu Choi Siwon, ayah Victoria itu?” tanya eomma Sehun heran.
“Iya eomma, Mr. Siwon itu sepupu ayah Victoria. Dan ayah Victoria adalah Kim Jungmyeon, pemilik SMA Seoul. Apa eomma tidak tahu? Tapi memang benar hanya beberapa orang yang tahu. Bahkan teman-temanku menganggap Mr. Siwon adalah ayah Victoria.” jelas Sehun.
Hani eomma tampak kaget, wajahnya seperti terpukul, matanya bingung kesana kemari. “Omo! Kim Jungmyeon?” pekik eomma Hani.
“Ada apa eomma?” tanya Sehun khawatir.
“A-ani. Tidak ada-apa chagi. Lupakan saja.” Eomma Hani tampak memperbaiki ekspresinya.
“Eomma tidak marah padaku?”
“Marah kenapa?”
“Tentang beasiswa Krystal eomma.”
“Untuk apa eomma marah? Eomma sudah cukup bahagia mempunyai anak yang tampan, sehat dan cerdas sepertimu. Apapun yang kau lakukan selama itu baik untuk orang lain, eomma tidak akan melarangmu. Arraseo?”
“Arraseo eomma.”
“Baiklah, sekarang ayo makan sarapanmu. Eomma akan menemanimu sarapan.” Sehun lalu mengangguk dan mengambil sarapannya.
Im Soojungs POV
Semalaman aku menangisi kejadian saat Victoria berbohong di depan Sehun. Aku jadi malas untuk melakukan apapun beberapa hari setelah itu. Aku mengurung diri di kamar. Sampai eomma memarahiku karena tidak memakan masakannya. Aku tidak nafsu makan.
Pabboya! Bagaimana bisa Sehun berubah secepat itu? Kenapa dia jadi tidak mudah ditebak? Sekarang Sehun pasti sangat marah padaku. Padahal aku tidak melakukan apapun pada Vic. Kenapa dia begitu saja percaya dengan Vic? Aargghh…
Tapi hari ini Kai berencana mengajakku berkencan. Setelah cukup lama kami tidak bertemu, dia menelponku kemarin dan mengatakan akan menjemputku pukul 9 pagi. Aku sama sekali tidak fokus untuk mempersiapkan diri pergi berkencan. Pikiranku kacau.
Dengan malas aku beranjak dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi. Aku bersiap seadanya. Setelah memakai pakaian yang menurutku pantas dan nyaman, aku turun dari kamar dan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Masih pukul 8 pagi, aku mengambil ponselku dan mengetikkan satu sms.
To: Kai
Chagi, aku sudah siap. Lekas jemput aku ya. ;)
Sms terkirim.
Aku pun sarapan seadanya dengan sandwich buatanku. Eomma yang sudah tahu aku tidak mau makan malah tidak mau memasak makanan untukku. Dia juga sibuk belakangan ini. Dia bilang sedang mengurus surat-surat.
Aku cepat-cepat menghabiskan sarapanku saat kulihat jam dinding menunjukkan pukul 9 tepat. Aku menunggu Kai di depan tv. Tanpa sadar aku sudah menonton tv selama 1 jam.
“Kenapa Kai lama sekali? Apa dia lupa?”
Aku meraih ponselku dan menelponnya. Tidak diangkat. Aku menelponnya lagi. Tidak diangkat.
“Aishhh… Dia sedang apa sih?” gerutuku. Aku memutuskan melanjutkan menonton tv. Ada serial drama yang lumayan kusuka. Dua jam berlalu tanpa kusadari.
Kring… Kring… Kring…
Kim Jongin calling…
“Yeoboseyo?
“Chagiya… Aku sudah di depan.” katanya di seberang.
“Mwo? Jam berapa sekarang?” Kulirik jam yang ada di meja. “Kemana saja kau? Ini sudah pukul 1.”
“Mianhae, tadi mobilku bermasalah. Kau sudah siap? Keluarlah.”
“Oke.”
Tut tut tut…
Aku bergegas keluar rumah setelah mengirim sms berpamitan dengan eomma. Kulihat tidak ada mobil Audy hitam milik Kai yang biasanya parkir di seberang jalan.
“Mobil siapa itu?” tanyaku saat kulihat mobil sport yang entah apa mereknya terparkir di sana.
Tin… Tin… Terdengar klakson dari mobil itu dan seorang keluar dari pintu kemudi mobil.
“Kai-ya??” pekikku. Kai tampak tersenyum lebar. “Mobil siapa?” tanyaku.
“Mobilku.” jawabnya masih tersenyum. Ia berjalan ke sisi pintu yang lain, Kajja masuk. Ia membukakan pintu untukku.
“Kenapa kau tidak memberitahuku akan terlambat?”
“Mian chagi, aku terburu-buru ke bengkel sampai tidak sempat menghubungimu.
“Baiklah. Mau kemana kita sekarang?”
“Kita makan dulu, kau pasti sudah lapar bukan?”
Aku mengangguk.
“Geurae, kita makan di restoran kesukaanku.”
Mobil terus melaju menjauhi rumahku dan aku belum tahu restoran apa yang akan kami kunjungi. Setahuku tempat makan favorit kami adalah sebuah cafe bukan restoran. Kai diam fokus menyetir dan aku memandang ke luar jendela.
“Kau cantik.” kata Kai tiba-tiba memandangku.
“Mwo?”
“Kau cantik hari ini.”
“Kau sudah sering mengatakannya chagi.”
“Benar, itu artinya kau selalu cantik di mataku dari dulu hingga sekarang.”
“Gomawo.” Aku tersenyum lalu memegang pipiku. Ini aneh. Biasanya aku akan sangat tersipu dipuji olehnya dan pipiku akan terasa panas. Tapi kenapa sekarang aku tidak merasakan perasan itu?
“Kita hampir sampai.” katanya.
Kai memarkirkan mobilnya di pelataran parkir restoran seafood yang cukup megah. Kai memang menyukai seafood. Ia lalu turun dan membukakan pintu untukku.
“Kajja, kita masuk. Aku sudah memesankan ruangan untuk kita.” Aku mengangguk menyambut uluran tangannya.
Seorang pelayan wanita menyambut kami dan mengantarkan kami ke salah satu ruangan yang sudah dipesan Kai. Kami lalu duduk saling berhadapan.
“Apa kau suka tempat ini?” tanya Kai setelah selesai memesan.
“Hmmm…” Aku hanya mengangguk.
“Kenapa kau tidak banyak bicara chagi? Apa ada yang kau pikirkan?”
Aku menatapnya dan sesaat aku ingin mengatakan sesuatu. Tapi aku tidak ingin mengacaukan acara makan kali ini. “Sebaiknya kita membicarakannya nanti. Aku ingin mencicipi makanan yang kau suka itu.” Aku tersenyum.
Kai balas tersenyum dan meraih tanganku. “Baiklah. Semoga nanti kau suka.”
Seorang pelayan laki-laki datang dan menghidangkan begitu banyak makanan di meja. Aku terpana. Kai lalu mengambilkan beberapa makanan ke piringku.
“Makanlah yang banyak. Kau suka kan?”
Aku mengangguk antusias. Aku pun makan dengan lahap. Tapi sesaat aku terhenti.
“Wae?” Kai terkejut melihatku berhenti makan.
“Chagi, apa kau tidak marah dengan cara makanku kali ini?”
“Hahaha… Ani. Lanjutkan saja chagi. Mian kalau selalu membuatmu cemas dengan sikapku. Ayo habiskan.” Kai tersenyum lembut padaku. Aku tersenyum lebar. Kai lalu mengambil tissue dan mengelap mulutku yang belepotan.
“Gomawo chagi.” kataku tersenyum senang. Aku melanjutkan makan dengan sesekali Kai menyuapiku.
Setelah selesai makan, Kai memutuskan melanjutkan kencan ke taman hiburan dengan persetujuanku. Kami menuju ke Lotte World.
“Kau ingin naik wahana apa chagi?” tanya Kai padaku. Ia sudah mengenggam tanganku sepanjang jalan sesampainya di sana.
“Mian chagi, sebenarnya aku sedang tidak ingin naik wahana.”
“Tidak apa. Baiklah, tapi karena kita sudah di sini, kita naik wahana yang tidak membuat kita capai saja, lalu kita menonton di bioskop, kau setuju?”
Aku mengangguk riang.
Kai mengajakku berkeliling di taman indoor Lotte World yang indah maupun mengunjungi beberapa wahana di taman hiburan outdoornya. Kai sangat antusias membelikanku beberapa souvenir seperti boneka dan gantungan yang lucu, menikmati gula-gula kapas, dan mengambil beberapa fotoku di berbagai tempat. Aku menerimanya dengan senang hati.
Aku terhenti di depan wahana monorail keliling. Aku teringat saat terakhir kali Sehun mengajakku ke Lotte World, saat itu hujan dan aku kedinginan. Sehun membelikanku sebuah jaket tebal bergambar putri salju. Sehun mengajakku berteduh di sini, membelikanku kopi hangat lalu buru-buru mengantri tiket di sana. Kilasan-kilasan moment ketika bersamanya itu berputar di otakku. Sehun selalu tersenyum dan tertawa dengan mata bulan sabitnya setiap kali berhasil menggodaku dan aku kesal karenanya. Lalu wajahnya berubah cemas saat aku kedinginan atau takut.
Tiba-tiba aku merasa sangat merindukannya. Sehunnie…
Kai seolah mengerti dengan semangat menarik tanganku masuk ke antrian tiket.
“Kita sudah lama tidak naik ini ya? Kajja, kita naik.” ajaknya. Aku mengikutinya.
Monorail ini tidak seperti monorail pada umumnya yaitu satu gerbong dengan banyak menumpang, melainkan satu gerbong untuk 2-4 penumpang saja. Kecepatannya pun disesuaikan agar penumpang bisa menikmati pemandangan dari atas monorail. Aku berdiri memandangi taman outdoor dan lainnya melalui jendela kacanya. Aku selalu terpana melihat pemandangan di bawah dari wahana ini.
“Aku senang kau menikmati kencan kita chagi.” kata Kai merangkul bahuku.
“Woah… Daebak! Indah sekali…” kataku takjub saat melihat pemandangan di bawah sana.
Aku terkejut ketika lengan Kai menyusuri pinggangku dan dagunya bersandar di bahuku.
“Kau lebih indah chagi.” kata Kai. Pipinya menempel di pipiku. Anehnya aku merasa canggung dengan sikapnya.
“Wae? Kenapa kau gugup?”
“Ani… Aku hanya tidak terbiasa.”
Kai semakin erat mengenggam tanganku. Ia lalu membalikkan badanku sehingga kami berhadapan.
“Tidak terbiasa? Apakah aku harus selalu menemanimu setiap hari agar kau terbiasa denganku?” Kai menatapku tajam.
“Anira, hanya saja mungkin kita jarang bertemu dan jarang pergi bersama seperti sekarang. Jadi aku sedikit canggung. Mian…”
“Mmmmpph…” Aku terkejut ketika Kai tiba-tiba menciumku tepat di bibir. Bibirnya melumat bibirku pelan, cukup lama ketika ia melepas pelan ciuman itu, ia menatapku dengan tatapan sedih.
“Saranghae chagiya…” Lalu dia memelukku erat. “Mendengarmu mengatakan itu aku merasa seolah-olah hubungan kita menjadi jauh. Aku menyesal. Aku berjanji akan selalu di dekatmu dan menemanimu. Ah, mungkin aku akan mengajukan pindah kelas agar aku bisa terus bersamamu. Aku bisa melihatmu setiap hari, aku akan menjemputmu lalu mengantarmu ke sekolah. Bagaimana?”
“Aish, gwaenchanha… Aigo, kenapa kau jadi sensitif seperti ini? Kau tidak perlu sampai seperti itu, aku bersyukur sudah memilikimu.”
Kai tersenyum dan mengusap pipi Krystal dengan lembut.
Aku lantas mengajaknya duduk. Aku ingin membicarakan sesuatu padanya. Dia merangkulku sementara aku menyandarkan kepalaku di bahunya.
“Chagiya…”
“Hmm?”
“Bolehkah aku bertanya?”
“Tentu saja boleh. Tanya apa?”
“Sehunnie…” kataku hati-hati, “Dia terluka, kau pasti tahu. Apakah kau sudah menemuinya?” Aku bergerak untuk menatapnya. Kulihat wajahnya tampak tidak suka.
“Sudah.”
“Jinjja?” Aku cukup terkejut. “Apa yang kau katakan padanya chagi?”
“Wae? Kau penasaran?”
“Tentu saja. Karena dia marah padaku.”
“Marah? Apa sebabnya dia marah padamu?”
“Entahlah, saat aku minta maaf padanya, dia tiba-tiba marah.” kataku dan kulihat Kai tampak berpikir.
“Kau tidak perlu cemas, dia tidak marah padamu.” ujarnya.
“Jinjjayo? Bagaimana kau bisa mengatakan itu? Apa saja yang kau bicarakan dengannya chagi?”
“Aku hanya mengatakan aku tidak sengaja membuatnya jatuh, itu semua tidak murni kesalahanku.” lanjutnya.
“Kau benar chagi, kejadian itu memang bukan kesalahanmu, semua adalah kesalahanku.”
“Kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Kejadian itu sama sekali tidak terduga, tidak ada yang perlu disalahkan di sini.” kata Kai nadanya berubah naik.
“Ne, hajiman, apa kau tidak minta maaf padanya waktu itu”, tanyaku. Kai terdiam lalu memalingkan wajah.
“Minta maaf padanya?? Untuk apa??” tanyanya kembali menatapku tampak emosi. Dahinya berkerut.
“Jinjja! Bukankah sudah jelas alasannya kenapa chagi?”
“Yaa! Kenapa kau jadi marah padaku?”
“Aku tidak marah chagi. Jinjja, aku tidak mengerti, justru kau yang emosi di sini, aku hanya menyuruhmu minta maaf padanya.”
“Sirheo! Aku tidak akan melakukannya!”
Aku bangkit berdiri karena ikut tersulut emosi. “Mwo? Apa yang membuatmu tidak mau minta maaf?”
“Aku tidak sengaja, aku tidak bersalah! Lagipula kenapa kau bersikukuh memintaku untuk minta maaf padanya?” Kai juga tampak tersulut emosi.
“Karena kau menabraknya walaupun tidak sengaja, tapi paling tidak kau minta maaf pada…”
“Tidak akan! Jangan memaksaku!” potong Kai.
“Aku tidak memaksamu! Aku hanya memberimu saran.”
“Yaa! Sudah kubilang tidak mau! Kau tidak perlu memberiku nase…”
“Aktivitasnya pasti terganggu karena dia belum bisa menggerakkan tangannya. Kenapa kau keras kepala seperti ini? Apa salahnya minta maaf hanya sekali? Aku tidak suka kau sep…”
Plaaakkk!
Sreeeggg!
Tangannya mendarat keras di pipiku bertepatan dengan monorail yang berhenti. Aku membelalakkan mataku tidak percaya. Ini pertama kalinya dia menamparku. Tamparannya cukup keras membuat pipi dan mataku panas.
“Kau…?” Aku menatapnya dengan keterkejutanku, mataku sudah berair. Ia tampak merasa bersalah.
“Mi-Mianhae… A-aku tidak sengaja, aku kelepasan… Maafkan aku chagi…” Ia meraih wajahku dan mengusap air mataku.
“Lepaskan!!” teriakku.
Aku berlari keluar tepat ketika seorang penjaga pintu monorail membukakan pintu di gerbong kami.
“Soojuuung!! Tungguuu!!” teriak Kai sambil berlari menyusulku. Namun aku tidak peduli dan terus berlari meninggalkannya di antara lalu lalang pengunjung.
TBC.