Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

The Gray Anxiety (Chapter 1)

$
0
0

sehun TGA

The Gray Anxiety – Part.1

By : Ririn Setyo

Oh Sehun || Song Jiyeon || Kim Jongin

Other Cast : Park Chanyeol || Zhang Yixing || Kris Duizhang

Genre : Romance ( PG – 17 )

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya : http://www.ririnsetyo.wordpress.com  dengan cast yang berbeda.

 

Segalanya terasa semakin mencekik leher, menyumbat kerongkongan dan rongga pernapasan. Sesak ketakutan kian menghampirinya, menyeret paksa semua keberanian hingga kilatan kengerian itu semakin terhunus tepat ke jantungnya, menusuk tajam dan dalam. Napasnya satu-satu, wajahnya pias, keringat bercucuran membahasi wajah dan tubuhnya. Ia sangat berharap ada seseorang yang menolongnya, akan tetapi tidak ada seorang pun yang datang hingga Sehun membuka mata, tubuhnya melompat cepat saat ia mampu menarik diri dan kembali terjaga.

Sehun duduk di pinggiran ranjang tidurnya, kakinya yang gemetar menjuntai menjilat lantai kamar yang dingin. Suasana kamar terasa dingin dan mencekam, penyinaran remang-remang dari sebuah lampu hias di atas nakas, Sehun terdengar memaki takkala dirinya lupa menghidupkan semua lampu kamar. Ia meraih gelas berisi air di atas nakas dan meminumnya hingga tandas, mengedarkan pandangan ke segala arah bersama napasnya yang masih memburu cepat. Piyama hitam berbahan satin terbaik yang dikenakannya tak luput terkena imbas dari mimpi buruknya, basah oleh keringat ketakutan yang akan membuatnya tidak berani kembali terlelap di sisa malamnya.

Selalu seperti itu.

Tiap kali ia sendirian, Sehun selalu akan menghabiskan sisa malamnya dengan duduk meringkuk, mencengkram kuat selimut tebal yang membungkus seluruh tubuh gemetarnya dan berharap pagi akan segera menemuinya.

~ooo~

Suara dari mesin kendaraan roda dua yang digas berkali-kali adalah hal bising pertama yang menyambut Sehun di pelataran, ia menuruni beberapa anak tangga di beranda rumah mewahnya, berjalan tergesa untuk mencapai ke tempat bising yang telah mengusik ketenangan pagi yang sudah susah payah dibangunnya. Rambut gelap Sehun yang belum tertata rapi pagi ini, bergerak-gerak menutupi setengah dahinya, iris hitamnya yang sipit nyaris tanpa kelopak memicing tajam, membuat wajah tegas itu semakin sangar. Dia menatap Jongin yang terlihat sangat sibuk dengan tunggangan merah kesayangannya. Jongin sama sekali tidak sadar jika Sehun sudah berdiri tepat di belakangnya, menguarkan aura Tiran yang berpotensi akan menguliti tubuhnya kapan saja.

“Sudah berapa kali aku bilang padamu jika aku butuh ketenangan di pagi hari, tapi kau selalu saja membuatnya buruk bahkan sebelum aku sempat memulai hari. Haruskah aku membuang Ducatimu ke Sungai Han lebih dulu baru kau akan berhenti, Kim Jongin?”

Raut ketakutan jelas tidak akan pernah tersirat di wajah Jongin jika ia berhadapan dengan Sehun, pria tinggi, gelap, sangat tampan, terpahat bak patung lilin tanpa celah itu akan lebih memilih memasang wajah polos selayak bayi jika Sehun memarahinya. Dan jika ditambah senyum manis dengan sedikit renggekan, selalu manjur membuat Sehun yang awalnya ingin membunuh Jongin, berubah menjadi seorang Peri yang akan mengambulkan semua keinginan Jongin dengan tongkat saktinya.

“Hanya ini yang aku punya Hun, apa kau tega melihat sepupu tampanmu ini jalan kaki ke kantornya?” ucap Jongin dengan nada manja yang dibuat-buat, matanya berkedip beberapa kali bersama senyum mempesona di ujung bibir.

Aahh! Perlu dicoba.” Sehun menyeringai dingin. “Seorang pengusaha pipa baja jalan kaki menuju kantornya, eoh, ini pasti akan menjadi berita besar dan fenomenal. Kau juga akan mendapat predikat baru Jong, Pengusaha Kaya yang sangat merakyat.” Sehun tertawa terbahak-bahak, setidaknya pagi ini tidak seburuk yang ia bayangkan.

“Bagus sekali.” Jongin bertepuk tangan, memasang wajah senang yang kentara dibuat-buat. “Tertawalah sepuasmu, aku tidak peduli.” Jongin membuang muka, kembali berkutat bersama motor besarnya.

“Ikutlah denganku,”

“Apa?”

“Aku akan mengantarmu ke kantor, udara di awal musim semi masih sangat tidak bersabahat, kau akan sakit jika memaksa pergi ke kantor dengan motormu.” ucap Sehun, wajahnya datar, seperti biasa.

Jongin tersenyum, ia menatap Sehun yang sudah berpaling darinya. Ada gurat lelah disana dan Jongin terlalu paham apa penyebabnya.

“Semalam, kau… tidur dengan baik?” Jongin berkata, ia masih menatap Sehun yang hanya mengangguk singkat sebagai jawaban pertanyaannya.

“Kau pasti bisa melawannya.” Jongin mengulurkan tangan, mengusap bahu Sehun hingga pria itu menatapnya.

“Seharusnya aku membawa seorang gadis untuk menemaniku semalam, jadi setidaknya aku bisa terjaga di dalam tubuh mereka dan membuatku lebih semangat pagi ini.”

Sehun tersenyum sekilas, ia tahu jika Jongin mengkhawatirkannya, pria itu terlalu mengenal dirinya melebihi siapapun. Sehun berbalik, berniat kembali masuk ke dalam rumah besarnya, namun langkah Sehun terhenti saat Jongin bersuara di belakang punggungnya.

“Kalau begitu, nanti malam kita akan berburu gadis cantik di tempat biasa, kau setuju ‘kan?”

Tanpa menoleh Sehun mengangkat tangan kanan ke udara, mengangguk singkat lalu kembali melanjutkan langkahnya.

~ooo~

Sehun masih berkutat dengan setumpuk pekerjaan, saat suara ketukan terdengar dari balik pintu ruang kerjanya. Pria yang sudah sangat sibuk sejak jalanan di distric Gangnam-gu masih sangat padat, mempersilahkan siapapun yang kini ada di balik pintu untuk masuk ke ruang kerjanya, tanpa repot-repot menatapnya lebih dulu. Pemilik Hemelsky Enterprise sebuah perusahaan property terbesar di Korea Selatan sekaligus perusahaan telekomunikasi yang super sibuk seperti Sehun, selalu menempatkan pekerjaannya sebagai prioritas utama.

Suara yang ditimbulkan dari tangan gemetar beradu dengan cangkir putih berukir yang hampir saja menyentuh meja kerja Sehun mengusik ketenangan pria itu, ia melirik sebentar dari ujung mata tangan pucat yang telah berhasil meletakkan cangkir berisi kopi kesukaannya di atas meja. Sehun mengerling sepintas, melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda, akan tetapi tangan pucat itu masih berada disana dan entah mengapa Sehun merasa perlu memperhatikan tangan itu lebih lama.

“Presdir, apa ada…,”

“Tidak ada.”

Suara Sehun yang terdengar dingin, tegas, tanpa celah untuk dibantah, menghentikan suara gadis yang masih berdiri di sisi meja kerja Sehun seketika. Gadis itu mengangguk singkat, memeluk nampan di depan dada seraya membalikkan tubuhnya. Namun langkah gadis itu tertahan begitu saja saat suara dingin Sehun terdengar dari balik punggungnya, kali ini bahkan terdengar lebih dingin hingga membuat gadis berseragam hitam putih itu kembali gemetar.

“Apa kau menambahkan gula di kopi ini?!”

Gadis itu membalikkan tubuhnya, membungkuk segera dan menjawab Sehun terbata-bata.

“Iy… iya Presdir. Ap… apa gulanya kurang?” gadis itu memberanikan diri untuk menatap Sehun yang sudah berdiri.

“Apa tidak ada yang memberitahumu jika aku tidak suka ada gula di cangkir kopiku?” gadis itu kembali menundukkan kepala, berkali-kali, hingga Sehun merasa jengah.

“Sebenarnya bukan aku yang bertugas mengantarkan kopi, aku bertugas untuk membersihkan semua ruangan. Tapi… karena Minra sangat sibuk, jadi aku membantunya. Membuatkan kopi dan mengantarkannya kemari.”

Sehun mengangkat satu alis saat gadis di depannya ini terus saja mengoceh, memukul-mukul kepalanya sendiri tanpa menghentikan ucapannya.

“Aku benar-benar ceroboh, seharusnya aku bertanya lebih dulu pada Minra. Maafkan aku Presdir, aku akan mengantinya dan…,” gadis itu berhenti bicara saat Sehun tiba-tiba sudah berdiri di depannya, menekan keningnya bersama seulas senyum samar di ujung bibir.

Sehun menyerahkan cangkir kopi yang dipegangnya ke tangan gadis itu.

“Minum kopi ini sampai habis.” perintah Sehun, ia lagi-lagi tak bisa menahan senyum saat gadis itu mengerjab lalu melebarkan irisnya dengan mulut setengah terbuka.

“Apa?”

“Kau tuli, Song Jiyeon?”

Kali ini Sehun tersenyum sedikit lebih jelas, menangkap keterkejutan dari mata bening gadis di depannya, setelah mendengar fakta jika Sehun mengetahui nama gadis itu. Sepertinya gadis si petugas kebersihan di kantornya itu lupa, jika dia mengunakan papan nama yang tersemat di dada kirinya. Sehun mengeja namanya saat gadis itu menurunkan nampan dan menyelipkannya di antara lengan kiri dan tubuhnya.

Jiyeon menggeleng cepat, menerima cangkir kopi dengan tangan kanan yang kembali sudah gemetar. Susah payah Jiyeon menghabiskan kopi di dalam cangkir, dia tidak suka kopi sama sekali namun tak punya keberanian untuk membantah Sehun.

Sehun memperhatikan Jiyeon dengan seksama, beberapa kali gadis itu menautkan pandangan ke manik hitam miliknya. Sehun tidak tahu alasannya, ia hanya merasa ingin menatap mata gadis itu lebih lama, mata bening yang telah berhasil mengunci perhatiannya tanpa rencana.

Jiyeon mengusap bibirnya dengan punggung tangan setelah ia menghabiskan kopi di dalam cangkir, gerakan yang justru membuat Sehun semakin merasa tertarik dengan semua yang ada pada gadis itu. Bibir Jiyeon yang setengah terbuka dan basah, entah mengapa terlihat begitu mengoda di mata Sehun, ia merasa menginginkan bibir itu saat ini juga.

Dan ketika Jiyeon kembali mengerakkan bibir untuk melafalkan namanya, saat itulah Sehun merasa tubuhnya tak bisa lagi menahan hasrat yang tiba-tiba saja sudah menguasai pikirannya. Tanpa pernah Jiyeon duga bahkan Sehun pun tidak menduganya, tiba-tiba dia telah menyambar bibir Jiyeon yang setengah terbuka, menyesapnya, memberi gadis itu ciuman yang basah dan panas. Tak peduli ketika Jiyeon terkejut dan menjatuhkan cangkir serta nampan ke lantai, berteriak tertahan, berusaha mendorong Sehun menjauh.

Namun Sehun justru mengulum permukaan bibir manis itu tanpa jeda bernapas, mendorong tubuh Jiyeon hingga membentur tembok di ruang kerjanya. Sehun meraih tangan Jiyeon yang terus mendorong dadanya, mencengkramnya kuat hingga Jiyeon merasa jika tulang tangannya retak. Sehun semakin menghimpit tubuh Jiyeon yang masih berusaha melawan, ia bahkan menjejalkan tangannya ke balik kemeja yang Jiyeon gunakan. Menjelajah di tiap inch tubuh Jiyeon, tanpa melepaskan bibir panasnya yang telah melumat habis bibir tipis gadis itu dengan penuh gairah.

Jiyeon mulai kehabisan tenaga untuk melawan Sehun, napasnya satu-satu, terasa semakin berat karena Sehun tak membiarkannya untuk menarik napas. Jiyeon menatap nanar Sehun yang masih menciuminya, matanya mengerjab, meneteskan air mata yang sejak tadi sudah berkumpul di ujung pelupuk.

Sehun melepaskan pagutan bibirnya kala ia merasa jika pipi Jiyeon basah, tubuh gadis itu juga melemas, ia menatap Jiyeon yang menatap kosong ke arahnya. Gadis itu tidak mengeluarkan suaranya, bibirnya yang sudah membiru gemetar. Dia hanya menangis tanpa suara, memundurkan tubuhnya perlahan seraya mengancingkan dan merapikan kemejanya yang sudah berantakan. Sehun menatap Jiyeon dalam diam, tak punya barisan kalimat yang bisa ia verbalkan pada gadis itu untuk apa yang sudah ia lakukan.

Jiyeon meraih nampan yang tergeletak di atas lantai, kembali mendekati Sehun yang masih memandanginya. Ia menatap Sehun sekali lagi, selanjutnya tanpa pernah Sehun perkirakan sebelumnya, Jiyeon mengayunkan nampan yang telah ia genggam erat-erat tepat di kepala Sehun.

BUUKKK!!!—-

~000~

Jongin hanya bisa tertawa terbahak-bahak setelah mendengar cerita Sehun, sepupunya itu bahkan mengeluh jika kepalanya masih berdenyut hingga sekarang. Jongin mengusap kepala Sehun lembut, seraya menyesap wine yang berada di dalam genggaman tangannya sejak tadi. Tawa Jongin kembali menggelegar, riuh rendah di antara music keras yang berdentum tanpa henti. Mereka berdua sedang berburu gadis-gadis cantik di salah satu klub malam terkenal di Seoul.

Sehun mendengus sebal, satu tangannya yang bebas meraih wine di atas meja. Ia berpaling ke arah gadis yang berada di atas pangkuannya, menyeringai puas saat sang gadis mendesah tertahan tiap kali tangan kanannya memberikan remasan seduktif di dada gadis itu. Sehun kembali menjejalkan bibir panasnya ke permukaan bibir wanita penghibur yang terlihat mulai membiru, membagi wine yang berada di dalam rongga mulutnya hingga ciuman mereka terasa semakin panas. Bahkan gadis yang sudah setengah dihimpit Sehun hingga nyaris terbaring di atas sofa, hampir melepaskan pakaiannya kala Sehun mempercepat tempo ciuman mereka, mengulum tanpa memberi celah gadis itu menarik oksigen untuk paru-parunya yang kian menipis.

Sehun melepaskan ciuman panasnya saat seseorang menginjak kakinya, ia juga dapat mendengar kalimat permintaan maaf setelah itu. Seketika mata Sehun membulat kala matanya menatap wajah gadis di depannya, berseragam kemeja ketat yang memperlihatkan belahan dada dan rok super mini dengan nampan di kedua tangan. Putaran dunia terasa berhenti, suara bising menghilang dalam hitungan detik ketika mata mereka bertemu. Tak ada kata yang terucap, gadis itu cepat-cepat meletakkan minuman di atas meja dan pergi dari hadapan Sehun.

Namun lagi-lagi Sehun tidak mengerti kenapa ia ingin sekali memperhatikan gadis itu, sorot kehampaan yang berpendar dari balik iris bening gadis itu mulai mengusik Sehun. Dia tidak suka, namun tak punya daya untuk mengabaikannya.

Sehun telah memerintahkan wanita penghibur yang berada di atas pangkuan untuk menyingkir, ia bahkan mengabaikan Jongin saat pria itu menunjukkan sederet gadis yang bisa Sehun pilih untuk menemaninya di atas ranjang malam ini. Sehun lebih tertarik pada sosok Jiyeon di depan sana, gadis itu sedang berusaha menolak seorang pria hidung belang yang baru saja merayunya.

Dan entah mengapa Sehun merasa sangat senang hingga tertawa terbahak-bahak, saat Jiyeon pada akhirnya mengayunkan nampan ke kepala pria penggoda. Membuat pria itu jatuh tersungkur di atas lantai klub malam yang dingin, diiringi gelak tawa para pengunjung lainnya yang timbul tenggelam bersama suara music yang terus mengalun keras malam itu.

~000~

Sehun yang pagi ini memulai hari dengan tersenyum, mendapati semua rasa senang yang sejak tadi memayungi hatinya menguap hanya dalam satu tarikan napas. Ia mendesah gelisah, merasa gundah setelah menemukan sosok gadis lain yang mengantarkan kopi ke ruang kerjanya hari ini. Gadis bernama Minra yang disebutkan Jiyeon kemarin. Eoh, Sehun bahkan bisa mengingat nama waitress di kantornya karena Jiyeon.

“Ada lagi yang Presdir butuhkan?” tanya Minra dengan kepala setengah menunduk.

Sehun diam, membatu di atas kursi kuasanya. Otaknya terasa beku hingga tak mampu diajak berpikir. Ia hanya merasa semakin resah, gelisah, hingga napasnya sesak dan wajahnya memucat. Sehun menggeleng pelan, lalu melanjutkan pekerjaannya. Lebih tepatnya mencoba melanjutkan pekerjaan namun ia tak bisa, rasa yang selama bertahun-tahun menghantui tidur malamnya kembali datang, mengejarnya lebih cepat dari biasa hingga Sehun memeluk gemetar kursi kuasanya.

Ji…Jiyeon…,”

Tanpa sadar Sehun menggumamkan nama Jiyeon, ia tidak mengerti namun ia sangat berharap gadis itu muncul di hadapannya, memeluknya dan berjanji tidak akan meninggalkannya untuk satu alasan apapun. Sehun mencoba berjuang melawan rasa yang semakin mengikis habis kesadarannya, berusaha untuk bernapas normal walau nyatanya wajah pria itu sudah dipenuhi peluh dan semakin pucat pasi.

Sehun mengerakkan tangannya ke arah laci meja, meraih botol cokelat bertuliskan Lexotan 3 miligram di dinding luarnya. Dalam sekejab Sehun sudah menelan satu tablet merah muda itu, lalu ia merasa dunianya bergerak lebih lamban, semakin lamban hingga akhirnya mengabur dan menghilang.

~000~

Sehun mengerutkan dahi ketika kesadaran mulai datang menghampiri, ia mengerjab beberapa kali, meraba kepalanya yang terasa berputar hingga ia merasa enggan untuk mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer. Alih-alih bangun Sehun justru kembali merapatkan kedua matanya. Namun itu tidak berlangsung lama, aroma teh hijau yang melintas di depan indra penciuman membuat Sehun memaksa matanya untuk terbuka.

Sehun baru menyadari jika ia terbaring di atas sofa panjang dengan selimut tebal membungkus tubuhnya, masih di dalam ruang kerjanya. Penunjuk waktu yang berdiri kokoh di dekat meja kerjanya yang luas sudah menunjukkan pukul dua belas, itu berarti Sehun sudah terlelap selama 180 menit. Ia berpaling dan menemukan sosok Jongin sudah tertidur dalam posisi duduk di atas sofa marun, di depannya.

Sehun mengubah posisi dari terlentang menjadi duduk bersandar, meraih cangkir putih di atas meja, menghirup aroma teh yang menguar dengan mata setengah terpejam sebelum menyesapnya perlahan. Membiarkan rasa hangat dari teh favoritnya melewati kerongkongan, menghilangkan sedikit demi sedikit rasa pusing yang masih setia mendera kepalanya.

“Hun, kau sudah bangun?”

Suara Jongin terdengar sengau, wajah setengah tidur pria itu mengisyaratkan kelegaan, menatap Sehun yang terkekeh menyebalkan dari balik cangkir teh hijaunya.

“Apa aku terlihat buruk saat kau menemukanku tertidur di meja kerja?” Sehun kembali menyesap teh hijaunya, melirik Jongin sekilas lalu beralih menatap uap tipis yang masih mengepul dari dalam cangkir.

“Tidak juga. Kau hanya terlihat sedikit lebih cantik dari Xi Luhan.” Jongin tertawa saat Sehun memakinya.

Sehun sangat tidak suka jika wajah tampannya yang maskulin disamakan dengan Luhan. Pria berwajah sangat cantik, pemilik klub malam langganan mereka yang sudah mereka kenal sejak dua tahun silam. Sehun menduga jika dulunya Luhan adalah seorang perempuan.

“Apa yang terjadi? Apa mimpi itu datang lagi?” Jongin beranjak, duduk merapat di sisi Sehun.

“Tidak, aku hanya…,”

“Jiyeon. Siapa dia?”

Sehun menoleh cepat ke arah Jongin, ia terkejut hingga memuntahkan sisa teh yang masih berada di dalam rongga mulutnya.

“Apa?”

“Jiyeon. Kau memanggil nama itu berulang-ulang saat kau tertidur. Apa dia sangat seksi dan hebat di atas ranjang, hingga kau membiarkan gadis itu mengganggu tidurmu?”

Sehun mengalihkan pandangannya dari Jongin, meletakkan cangkir di atas meja kaca di depannya. Sehun mengusap sisa teh yang tertinggal di ujung dagu runcingnya, ia tampak gugup, beberapa kali ia melirik Jongin yang masih setia menatapnya, menanti jawaban dan penjelasan masuk akal darinya.

“Bukan siapa-siapa.” manik hitam Sehun bergerak gelisah, ia meremas jari-jarinya, gundah mulai datang menghampiri.

“Jangan berbohong padaku.”

“Tidak. Sungguh, dia bukan siapa-siapa.”

“Kalau begitu aku akan menjadikan Jiyeon sebagai milikku.”

“Apa?” dalam gerakan sangat cepat Sehun kembali menatap Jongin, kekalutan terlihat jelas di wajah Sehun yang menegang.

“Kenapa? Bukankah dia bukan siapa-siapa?” Jongin tersenyum, mata teduhnya terus mengejar Sehun agar mengatakan hal yang sebenarnya.

“Apa dia yang membuatmu menelan Lexotan tiga jam lalu?”

“Jong…,”

“Siapa dia hingga membuatmu sangat cemas.”

Sehun mengusap wajahnya sepintas, menyerah untuk berbohong pada Jongin. Sejak dulu pria itu seperti Cenayan, tahu tentang apa saja yang ia sembunyikan di dalam otaknya.

“Seorang pegawaiku. Entahlah, aku bingung, aku hanya merasa ingin melihatnya, aku merasa sangat cemas saat tidak menemukannya pagi ini.” Sehun kian meremas jari-jarinya yang sudah sedingin salju, napasnya mulai berat dan wajahnya kian pias.

“Jong, aku…,”

“Tenanglah,” Jongin mengusap bahu Sehun lembut, berusaha menenangkan Sehun seperti yang biasa ia lakukan selama bertahun-tahun.

“Bagaimana wajahnya? Apa dia cantik?” senyum Jongin mengembang, mendapati wajah Sehun yang terlihat malu-malu.

“Dia cantik… sangat cantik. Matanya bening, indah, dan memabukkan. Rambutnya hitam sebatas pinggang, jika di kantor dia tidak memoles wajahnya dengan makeup, tapi jika di klub dia berdandan  dan berpenampilan sedikit seronok. Tapi aku tahu jika dia tidak nyaman dengan riasan dan penampilannya itu.”

“Klub?”

“Dia juga bekerja sebagai waitress di klub milik Luhan.”

“Menarik.” ucap Jongin. “Kita temui gadis itu, bagaimana?”

“Apa? Kau gila ya?” Sehun berusaha tertawa namun gagal, suaranya hanya terdengar seperti dengungan lebah yang jauh dari pendengaran.

“Memangnya kenapa? Bukankah kau ingin melihatnya?”

Yeah, tapi, aku, tidak punya alasan untuk itu.”

“Kalau begitu aku akan membuat alasan agar kalian bisa bertemu.”

“Sudahlah.” Sehun memejamkan matanya sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya. “Kemarin aku telah menciumnya dengan paksa, jadi… aku rasa dia tidak akan mau menemuiku lagi.”

Jongin tertawa pelan. “Aku janji. Apapun caranya, aku pastikan mulai besok kau akan melihat gadis itu.

Jongin mengangguk yakin, ia kembali tersenyum. Senyum yang tanpa sadar membuat kegelisahan Sehun beberapa saat lalu lamat-lamat mulai memudar.

TBC

Enjoy – XOXO



Trust Me (chapter 6)

$
0
0

CHAPTER 6

Title: Trust Me

Author: Park Min Chan

Main Cast: Park Jiseum, Park Chanyeol

Other Cast: Byun Baekhyun, Jessica, Kim Sihyeon, member EXO

Genre: Romance, School life

Lenght: Chapter

Ratting: 17+

twitter: vincha_25

“Aku sangat mencintai Jessica, aku tidak mau kehilangannya.. sungguh. Hidupku terasa berbeda sekarang. Ini menyedihkan..” katanya dan diakhir dengan senyum pahit.

Aku pun mendekat kearah Chanyeol dan menngelus punggungnya sebagai isyarat gwaenchana Yeol, semua tidak seburuk yang kau pikirkan. Ketika aku melihat wajahnya, Chanyeol menangis. Sekarang aku bingung apa yang harus aku lakukan untuk menenangkannya.

“Gwaenchana Yeol, semua kisah pasti ada ujungnya. Mungkin kau akan menemukan perempuan lain yang memang untukmu..” akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara lagi.

“Mianhae.. jeongmal mianhae Ji..” katanya dengan suara yang terisak.

“Eomeona! Ini pertama kalinya kau memanggilku! Daebak!” kataku dengan nada yang gembira, isyarat  untuk menghibur Chanyeol agar tidak sedih.

“Mianhae.. aku tidak bermaksud jahat padamu.. sungguh.. aku hanya-“ kata Chanyeol dengan nada seakan-akan dia benar-benar menyesal. Namun aku langsung memotong kata-katanya.

“Aku sudah bilang, gwaenchana Yeol.. kalau begitu cepatlah tidur ini sudah larut malam.” Kataku sembari berdiri dan berjalan kearah pintu kamar. “Selamat malam..” kataku singkat dan menutup pintu kamarnya.

Selamat malam juga Ji.. kata Chanyeol dalam hati.

***

Hari ini adalah hari libur, libur yang sangat panjang.. tapi aku masih belum punya rencana mengisi hari liburku yang panjang ini. Apa akan sangat membosankan? Maybe. Aku masih sibuk membuat adonan saus carbonara, ya hari ini aku membuat spaghetti untuk menu sarapan kami. Hari ini Ahjussi sudah meliburkan diri dengan keluarganya, jadi tidak ada yang bisa membantuku menyiapka semua keperluan Chanyeol. Fighting Ji! Semangatku dalam hati.

“Kau akan mengisi liburanmu kemana saja?” suara Chanyeol yang tiba-tiba membuatku agak tekejut.

“Oh kau.. tidak tahu. Tapi Baekhyun mengajakku ke pertunjukan lampion” ujarku sambil mengaduk saus carbonara.

“Baekhyun?” Tanya Chanyeol.

“Ne.. dia mengajakku. Karena aku sangat penasaran, jadi aku menerima tawarannya” jelasku.

“Jadi apa kau akan membiarkanku di sini sendiri? Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganku? Oh asistenku benar-benar kejam..” katanya dengan nada yang lebih-lebihkan.

“Apa kau sendiri tidak pergi? Seperti menemui orangtuamu? Atau pergi keluar kota atau bahkan keluar negeri?” tanyaku pada Chanyeol yang sedang duduk dimeja makan.

“Tidak. Orangtuaku akhir-akhir ini sedang sibuk, lusa mereka akan pergi Jerman untuk urusan bisnisnya.” Ujarnya sambil menuangkan air kedalam gelasnya. “Jadi apa aku tidak boleh ikut dengan kalian?” tambahnya.

“Ne tentu saja boleh, nanti aku akan bilang pada Baekhyun.” Kataku sambil menata makanan dengan rapih.

Kami pun mulai melahap sarapan yang kubuat.

“Hari ini apa kau mau menemaniku pergi?” Tanya Chanyeol tiba-tiba. Saat kami masih menikmati sarapan pagi ini.

“M-wo?” tanyaku dengan sedikit terkejut. Dia berbeda sekali, sudah tidak cuek dan menyebalkan seperti kemarin kataku dalam hati.

“Kenapa diam saja? Kalau tidak mau yasudah, aku bisa jalan sendiri” ujarnya dengan nada yang kembali cuek.

“Ani.. aku hanya.. baiklah aku akan menemanimu jalan-jalan. Kau sendiri yang bilang kalau aku harus ada dimana pun kau berada..” ujarku sambil menuang air kedalam gelas.

“Ah kau pintar sekali Ji!” kata Chanyeol sambil mengusap kepalaku layaknya mengusap kepala anjing.

Eoh ada apa dengan sikapnya? Tiba-tiba saja berubah 1800. Tapi ini lebih baik, lebih menyenangkan umpatku dalam hati sambil tersenyum kecil.

***

Kami sudah ada didalam mobil selama 10 menit, namun belum sampai ke tempat yang Chanyeol tuju. Tapi entah mengapa hari ini perasaanku sangat senang. Mungkin karena sikap Chanyeol yang tidak cuek lagi.

“Sebenarnya kita mau pergi kemana Yeol? Sudah 10 menit tapi belum sampai juga..” kataku sambil memperhatikan pemandangan yang ada disebelahku.

“Kita akan pergi sebuah toko, aku mau membeli sesuatu untuk Ahjussi di hari ulang tahunnya, lusa” kata Chanyeol masih menyetir mobil yang kami tumpangi.

“Lusa Ahjussi ulang tahun? Waah kalau begitu aku mau membelikan hadiah untuknya juga” kataku sambil bertepuk tangan gembira.

Kami pun sampai disebuah toko sederhana tapi sangat menarik bagiku. Kami pun masuk dan menemukan berbagai macam benda yang dijual disana. Mulai dari miniature-miniature tokoh Negara, miniature gedung, topi, syal, baju, boneka, dan masih banyak lagi. Chanyeol pun berhenti disalah satu benda yang sangat menarik perhatiannya. Benda itu seperti peti harta karun yang isinya terdapat radio kecil yang berfungsi. Ia pun memilih untuk membelinya. Disisi lain, aku memilih topi koboy sebagai hadiah untuk Ahjussi.

Sebuah benda sangat menarik perhatianku, syal dengan warna gradasi biru kalem, biru laut dan biru malam, sangat indah kataku dalam hati.

“Wae? Kenapa bengong seperti itu?” suara Chanyeol membuyarkan lamunanku.

“Ani.. tidak apa-apa. Kalau begitu ayo cepat kita membayar barang-barang ini” kataku sambil melangkah pergi.

Setelah pergi dari toko itu, kami melanjutkan perjalanan. Mobil Chanyeol berhenti dipinggir taman yang tengahnya terdapat danau kecil. Sangat indah gumamku dalam hati. Ternyata Chanyeol mengajaku ke taman ini. Dipinggir taman ini ada banyak toko-toko kecil yang menjual aneka ragam makanan dan minuman korea.

“Kau tahu? Ini adalah salah satu tempat yang paling kusukai” kata Chanyeol sambil berjalan menuju salah satu bangku taman.

“Wae?” tanyaku sambil memerhatikan sekelilingku.

“Aniyo, geundae.. aku selalu nyaman berada di taman ini..” ujarnya sembari duduk di bangku taman.

“Oh? Tapi ini benar-benar indah” kataku sembari mengambil posisi duduk disebelah Chanyeol.

Hari sudah semakin sore dan langit mulai gelap, tapi kami masih menikmati suasana di taman ini. Ya tempat ini sangat nyaman dan asri. Kami pun beranjak dari tempat itu dan berkeliling untuk memebeli makanan dan minuman.

“Aku mau ttopokki” kataku sambil menunjuk arah si penjualnya.

“Baiklah ayo kita membelinya” kata Chanyeol sambil berjalan menuju si penjual.

Kami kembali berjalan sambil menikmati ttopokki yang baru saja kami beli.

“Yeol, sepertinya ini sudah malam. Sebaiknya kita pulang saja. Aku sudah lelah dan ingin beristirahat” ujarku sambil menatap Chanyeol.

“Geuraesso..” katanya singkat.

Akhirnya kami kembali ke apartement. Hari ini benar-benar melelahkan tapi begitu menyenangkan. Ditambah lagi Chanyeol yang benar-benar berubah sejak tadi pagi. Aku bahkan bisa ke tempat yang belum aku pernah kunjungi dan tempat itu benar-benar indah.

***

Kami sampai di depan pintu apartement. Aku pun cepat-cepat menekan beberapa tombol dan langsung melesat masuk.

“Ah Chanyeol-ssi aku ke kamar duluan ya. Gomawao untuk hari ini, benar-benar menyenangkan” kataku sambil berjalan menuju pintu kamarku. Namun tiba-tiba sebuah tangan menahanku.

“Gomawo Ji, sudah ingin menemaniku seharian ini. Kau bahkan sudah menghapus rasa sakit hati ini. Hari ini benar-benar menyenangkan” kata Chanyeol sambil menatapku dengan lekat. Aku bisa melihat ketulusan dari matanya, terlihat damai dan tenang. Tapi ada apa dengan hati ini yang berdegup ketika menatap matanya?

“Ah ne.. kalau begitu selamat malam Yeol” ujarku dan langsung melesat masuk ke dalam kamar.

“Selamat malam Ji” ujar Chanyeol dengan suara yang begitu pelan bahkan hampir tidak bisa terdengar

TBC***


I Love My Father (Chapter 3)

$
0
0

PhotoGrid_1446989518098

Title: I Love My Father

Cast:

  • Xi Luhan as Shin Luhan
  • Shin Youngah OC
  • Park Chanyeol
  • Huang Zi Tao as Hwang Zi Tao

Author: SungRIMIn

Genre: Romance, Supranatural, Mystery

Lenght: Chaptered

Rating: General

***

Mentari pagi menyambut sekumpulan orang yang masih tertidur dalam ranjang empuknya. Masih meninkmati mimpi indah

Keesokan harinya, Luhan membawa YoungAh pergi ke SHS (Senior High School/SMA). Karena itu adalah kewajibannya sebagai seorang Ayah untuk menyekolahkan Anaknya.

“Sekarang ini adalah sekolah barumu. Lupakan kejadian kemarin oke! Ayah sudah bilang padamu bahwa itu efek kedewasaan dari dirimu, bukan karena kau bukan anak kandung Ayah dan Ibu mu. Oke?” Luhan mengawali pembicaraan dengan YoungAh sebelum ia menghambur masuk kedalam sekolah.

“Iya Ayah. Aku pergi ya”

“Baiklah.” YoungAh turun dari mobil lalu melambaikan tangan pada Luhan. Setelah itu, ia berbalik menatap sekolahnya yang begitu mewah dan megah. Ia menghirup udara segar dan mengawali hari baru dengan senyum merekah nya. Ia pun bergegas masuk kedalam sekolahnya dengan berlari kecil.

Ia berjalan melewati koridor sekolah dengan melihat seluruh penjuru sekolah. Kaki nya pun terhenti tepat di ruang Guru. Ayahnya berpesan agar ia pergi ke ruang guru terlebih dahulu.

Ia membuka pintu itu hati-hati dan membungkuk hormat pada semua guru

“Kau mencari siapa?” tanya seorang salah satu seorang Guru.

“Saya mencari Bu Choi Soon Yi.”

“Oh Guru Choi. Dia ada di situ!” Guru itu menunjuk seorang Guru yang sedang duduk menghadap komputer tepat di dekat jendela.

“Terimakasih Bu.” YoungAh menunduk lalu pergi ketempat Guru tersebut.

“Permisi Ibu Choi Soon Yi.” Sapa YoungAh sopan.

“Iya, ada apa?”

“Saya Shin Young Ah, anak dari Shin Luhan yang kemarin baru daftar sebagai murid di sekolah ini.”

“Ah ya, Shin Young Ah. Aku ingat itu. Ada perlu apa?” tanya Guru Choi sambil mematikan komputernya.

“Aku ingin tahu kelas yang akan kutempati. Aku ingin segera masuk ke kelas.”

“Kelas mu ada di lantai 2. Kelas X-A.”

“Terimakasih Bu. Saya permisi ke kelas.” YoungAh pamit pada Gurunya dan langsung berbalik memunggunginya.

“Tunggu..” suara Guru Choi menghentikkan langkah YoungAh.

“Ya?” YoungAh dengan sigap membalikkan badannya menghadap guru Choi.

“Sekolah ini luas. Kau pasti susah menemukannya. Biar nanti kita ke kelas bersama ya. Aku ini Wali Kelasmu. Aku juga ada jam dikelasmu. Ya?” YoungAh masih ragu atas perkataan gurunya. Ia benci menunggu. Ia ingin cepat-cepat beradaptasi dengan teman-teman barunya.

TEEETT.. TEETTTT….

            “Sudah bel kan? Ayo kita kekelas!” ajak Guru Choi. YoungAh membuntuti Guru nya yang akan menunjukkan jalannya kekelas.

“Kau pindahan dari sekolah mana? Kemarin, Ibu belum sempat menanyakan pada Ayahmu karena Ibu benar-benar mengantuk. Salahkan Ayahmu karena datang saat malam. Tak biasanya ada tamu datang malam seperti itu.” Guru Choi memulai perbincangan. Sedangkan YoungAh hanya tertawa kecil karena sebenarnya ia yang menyuruh Ayahnya datang malam ke sekolah untuk mendaftarkannya sebagai murid baru. Itulah YoungAh, orangnya tidak sabaran.

“Aku tidak tahu Bu.” Jawabnya tanpa berfikir panjang, membuat Guru Choi mengerutkan alisnya.

“Kenapa kau bisa tidak tahu?”

“Aku lupa ingatan.” Jawab YoungAh singkat.

“Apa? Lupa ingatan? Kenapa bisa kau lupa ingatan? Kecelakaan kah? Atau terbentur kah?” tanya Guru Choi bertubi-tubi.

“Aku tidak tahu.” YoungAh mengangkat kedua bahunya.

“Aishh kau ini! Ditanya oleh Guru malah tidak tahu. Sebenarnya apa yang kau tahu?!” Guru Choi mulai jengkel dengan kelakuan murid barunya itu.

“Aku tidak mau tahu! Makanya aku tak tahu.” Guru Choi berhenti melangkah dan YoungAh pun mengikuti pergerakan Gurunya. Tepat di sebuah ruang kelas yang terdapat tulisan X-A. “Ini kelasnya?” tanyanya

“Ya. Kau jangan masuk dulu sebelum Ibu menyuruhmu. Mengerti?”

“Iya. Aku mengerti.” Guru Choi masuk terlebih dahulu dan membiarkan YoungAh berdiri sendirian di ambang pintu.

“Selamat pagi Anak-anak!” Guru Choi menyapa anak muridnya sambil meletakkan tasnya diatas meja guru.

“Selamat pagi Bu!” ucap murid-muridnya serempak.

“Bagaimana kabar kalian?”

“Baik Bu!!”

“Hari ini kelas kita kedatangan murid baru, namanya Shin Young Ah. Mari YoungAh, silahkan masuk dan perkenalkan dirimu!” YoungAh segera masuk kekelas dan menunjukkan dirinya kehadapan teman-temannya.

“Selamat pagi teman-teman! Nama saya Shin Young Ah! Senang bisa bertemu dengan kalian! Semoga kalian suka dengan kehadiran saya disini dan bisa menjadi teman yang baik. Terimakasih!” YoungAh sangat senang saat memperkenalkan dirinya kehadapan teman-temannya. Senyumnya tak pernah luntur dari bibir mungilnya. Dan, ia tak mengetahui bahwa ada seorang anak laki-laki yang memperhatikannya dengan wajah terkejut.

“Ada yang mau bertanya? Untuk 3 orang saja” tanya Guru Choi. Dan ada beberapa yang mengacungkan tangannya.

“Dulu kau bersekolah dimana?” tanya salah satu murid.

“Tidak tahu” jawabnya cepat. Sedangkan Guru Choi hanya bisa menggelengkan kepalanya saja.

“Kenapa kau tidak tau?”

“Karena aku lupa ingatan!” YoungAh masih terus tersenyum walaupun jawabannya sangat singkat.

“Kenapa bisa?”

“Aku tak tahu!”

“Kenapa kau tak tahu?”

“Cukupp.!!” Guru Choi bangkit dari duduknya. Ia benar-benar naik pitam karena kedua muridnya yang beradu argumen dan tak ada yang mau mengalah.

“HyeSung! Kenapa sifat penasaranmu masih melekat hah? Berhenti lah menanyakan hal yang tak penting padanya! Kau ini membuatku pusing.” Guru Choi memijat pelipisnya. Ia tak kuat mempunyai murid seperti mereka. Mereka berdua cantik, tapi sifatnya yang tak cantik.

“Tapi aku masih penasaran Bu! Aku akan berhenti bertanya sampai aku menemukan jawabannya.”

“Tapi kau sudah mengajukan lebih dari 3 pertanyaan!”

“Lalu kenapa? Aku masih jadi orang pertama yang mengajukan pertanyaan. Jadi aku bebas menanyakan sesuat hal padanya!”

“Aisshh kau inii..”

“Ibu kan menyuruh 3 orang murid untuk mengajukan pertanyaan. Ibu tidak menyuruh untuk mengajukan 3 pertanyaan saja kan? Seharusnya..”

“Ya ya.. baiklah. Kau lanjutkan sesi pertanyaan mu. Ibu memang selalu kalah bila berargumentasi denganmu!” Guru Choi duduk kembali dan menaruh kepalanya diatas meja dengan wajah kusut.

“Jawab pertanyaan ku yang tadi.” Sahut Hyesung.

“Karena aku tidak mau tahu.”

“Kenapa kau tak mau tahu?”

“Karena menurutku itu tidak penting.”

“Lalu apa yang menurutmu penting?” YougAh diam sejenak sambil memikirkan sesuatu. Entah mengapa ia tak ingin terlalu cepat menjawab pertanyaan yang satu ini.

“Orang tua ku.”

“Alasannya?”

“Karena seorang anak tidak akan bisa hidup tanpa orang tua.”

“Jawaban yang bagus. Terimakasih telah menjawab pertanyaanku.” Hyesung tersenyum simpul dan dibalas dengan anggukan YoungAh dan senyum nya juga.

“Aku ingin bertanya!” sahut salah satu murid laki-laki dengan antusias. “Selain orangtuamu, apa lagi yang menurutmu penting?”

“Hemm.. menurutku pendidikan.”

“Kalau pendidikan, kenapa saat HyeSung bertanya sekolah asalmu dulu kau menjawab tidak tahu dan tidak mau tahu?”

“Karena saat ini aku sedang lupa ingatan. Dan menurutku yang terpenting adalah asal-usul kedua orang tuaku. Bukan berarti sekolahku yang dulu tidak penting. Hanya saja, aku belum mau mengetahui jati diriku sebenarnya. Aku ini sifatnya seperti apa? Hobi ku seperti apa? Saat aku kecil aku seperti apa? Seringkah aku membuat kesalahan? Apa aku pernah mengecewakan orangtuaku? Aku tak suka melihat kebelakang, aku lebih suka melihat kedepan. Toh, penyakit yang aku alami bukan permanen. Ini bisa disembuhkan asal ada yang mengingatkanku kembali. Dan kata orang-orang, seseorang yang lupa ingatan dapat disembuhkan dengan cepat apabila si pengidap membenturkan kembali kepalanya. Tapi aku tak tahu apa itu berhasil atau tidak. Biarkan hidup ini mengalir seperti air.” Tutur YoungAh dan disambut tepukan tangan dari temannya dan juga Guru Choi. Entah sejak kapan Guru Choi menikmati sesi pertanyaan itu.

“Sekarang giliranku.” Seorang anak laki-laki lagi yang bertanya. Tapi kali ini ia berdiri dari tempat duduknya dan sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan.”Aku ingin bertanya, apa kau mengenalku?” segelak tawa pun mendominasi ruangan kelas. Guru Choi pun ikut tertawa atas pertanyaan yang diajukan muridnya itu. Tapi tidak untuk YoungAh, ia malah terlihat berfikir. Sepertinya ia mencoba mengingat sosok laki-laki yang telah mengajukkan pertanyaan itu.

“Aku tidak mengingatnya. Maaf..”

“Coba kau ingat kembali.”

“Aku tidak bisa.”

“Aisshh kau ini! Aku belum lama bertemu denganmu. Masih di bulan ini, tapi aku lupa tanggalnya.”

“Kau bertemu dengan ku dimana?” dan saat itu juga lelaki itu menundukkan kepalanya dan duduk ditempat duduknya.

“Sudahlah lupakan kalau kau tak ingat.” YoungAh dibuat terkejut olehnya karna ia tak menjawab pertanyaannya.

“Baiklah kalau sudah selesai sesi pertanyaan nya. Kau bisa duduk YoungAh.” YoungAh menunduk hormat lalu pergi ketempat duduk yang berda dipaling belakang. Dan mata laki-laki tersebut masih terus memperhatikan gerak-gerik YoungAh sampai gadis itu duduk ditempatnya.

“Hei! Apa yang kau lihat? Apa kau menyukai murid baru itu?” tepukan kecil di bahunya membuat ia tersadar dan salah tingkah karena pertanyaan teman yang duduk dibelakangnya.

“Tidakkk..” lelaki itu pun segera duduk diposisi yang benar sambil memperhatikan Guru Choi yang sedang menulis di papan tulis.

***

“Heii..” lelaki itu datang ketempat duduk YoungAh saat bel istirahat berbunyi.

“Ya? Ada apa? Oh iya, senang bertemu kembali!” YoungAh mengangkat tangannya seraya menjabat tangan lelaki itu.

“Aishh itu tak penting.” Lelaki itu menepis tangan YoungAh dengan lembut. “Tapi apa benar kau tidak ingat padaku?”

“Tidak..” YoungAh mengerutkan dagu seraya memikirkan suatu cara agar dapat mengenal lelaki tersebut. “Memang nama mu siapa?” lanjut YoungAh lagi.

“Park Chan Yeol.” Setelah lelaki itu menyebutkan namanya, YoungAh langsung berfikir dengan keras apa ia pernah mengetahui orang disampinya .

“Hmm.. Park Chan Yeol? Sepertinya aku pernah melihat nama mu.” Ucapan YoungAh sukses membuat ChanYeol terlonjak kaget.

“Benarkahh?? Kau lihat dimana hemm??”

“Hmm aku tidak tau pasti dimana. Tapi yang aku ingat, aku tahu namamu berkat name tag mu itu.” YoungAh menujuk name tag ChanYeol yang berada di dada sebelah kanan.

“Ohh seperti itu.” Raut wajah ChanYeol pun berubah. Entah apa yang membuat ia berubah.

“Kenapa raut wajah mu jadi berubah seperti itu?”

“Aku bingung, apa aku harus memberitahumu atau tidak?”

“Beritahulah!”

“Tapi.. setelah aku memberitahumu, kau janji jangan menghukum ku ya. Kau juga tak boleh marah padaku. Kau juga jangan masukan aku kedalam bui. Karena lelaki itu sudah melepaskanku.” Perkataan ChanYeol sukses membuat YoungAh malah tambah penasaran. Sejujurnya YoungAh benar tak ingat apapun, kenapa ChanYeol mesti takut?

“Iya, aku janji!”

“Sebenarnya penyebab kau lupa ingatan adalah diriku.” YoungAh mengerutkan dahinya. Ucapan ChanYeol menggantungkan, dan ia tak mengerti apa yang dimaksud ChanYeol. “Saat itu aku menabrakmu sehingga kau terbentur sangat keras. Sejujurnya itu bukan salahku sepenuhnya. Itu salah mu! Karena saat kau menyebrang kau tak lihat lampu lalu lintas! Saat itu lampu hijau masih menyala. Dan kau menyebrang seakan akan sudah lampu merah. Tak melihat ke kanan dan kekiri. Otomatis kau tertabrak oleh mobil ku.” Tuturnya panjang lebar.

“Benarkah?” YoungAh masih belum mencerna penjelasan ChanYeol. Ia masih bimbang. Apa benar yang di katakan ChanYeol?

“Iya benar! Saat kau terbaring di aspal dengan bercucuran darah, aku langsung turun dari mobil dan melihat ke adaan mu.” YoungAh memalingkan wajahnya dari ChanYeol dan berusaha keras untuk mengingat kejadian itu walaupun semuanya nihil, ia tak mengingat satu kejadian pun. Ia seperti baru memperbaharui otaknya kembali, yaa seperti bayi yang baru lahir. Masih belum punya kenangan sedikit pun. “Hei apa yang kau pikirkan? Kau bukan termasuk korban tabrak lari! Aku masih melihat keadaan mu walaupun aku tidak menjenguk mu di rumah sakit karena perintah lelaki itu. Kau bahkan sempat minta tolong saat aku menaruh kepalamu di pangkuanku.”

“Apa? Minta tolong? Untuk apa?” YoungAh benar-benar frustasi dengan penuturan ChanYeol. Apa yang sebenarnya terjadi? Ini salahnya karena tidak menanyakan sebab ia lupa ingatan pada Tao, Paman nya.

“Mana ku tahu! Tanyakan lah pada dirimu!” YoungAh semakin bingung kenapa ia harus meminta tolong? Ini membuatnya semakin gila karena tidak mengingat satu pun kejadian. “Saat itu kau juga mengenakan baju kantoran, bukan seragam sekolah. Saat aku melihat mu sekarang, ternyata kau masih SMA.”

“Berarti kau salah lihat!”

“Tidak! Aku tak salah lihat! Aku yakin itu dirimu!” ChanYeol tak mau kalah dengan argumen yang diberikan YoungAh.

“Hei! Orang yang mirip denganku itu banyak! Hanya aku saja yang tidak tahu dimana saja orang itu tersebar.” ChanYeol sedikit menimbang-nimbang perkataan YoungAh.

“Yaa kau benar. Tapi..”

“Ahh sudahlah jangan dibahas lagi! Aku pusing mendengar pernyataan mu! Kau tahu? Aku tidak ingat apa-apa! Biarkan saja ingatan ku seperti ini. Suatu saat nanti aku pasti mengingatnya!” YoungAh segera berdiri dari tempat duduknya. “Kau mau kekantin tidak? Aku traktir nanti! Karena kau adalah orang pertama yang jadi temanku!”

“Oke baiklah!” ChanYeol membuntuti YoungAh dari belakang dan segera menuju kekantin.


Freaky Girl [9]

$
0
0

freak girl

“Freaky Girl [9]”

Author : alfykmn || Casts : Kim or Park Chanyoung (OC), Casts : Chanyeol [EXO], Sehun [EXO], Baekhyun [EXO], Luhan [Xi] (ndak mau tau pokoknya dia masih masuk EXO pfft), etc || Genre : Friendship, Life, School-life, Love/Hate, AU || Lengrt : Chapter || Rating : Teen

.

.

.

.

“Kau gila? Ingin membuat skandal? Ya ampun, kalau mau membunuhku jangan dengan cara halus begini –memanfaatkan jasa gratis fansmu untuk melu–”

“Mereka melukaimu?” Chanyoung hanya mendengus lalu menatap Chanyeol tepat di matanya.

“Ya, kalau bukan mereka siapa lagi? Aku? Aku memang benar-benar ingin mati tapi bukan dengan menyiksa diri. Ah, kau baru tau ya? Kok baru tau sih?”

“Aku-” Suara Chanyeol tercekat. Dia bingung ingin membalas apa kalimat adiknya yang terbilang menyindir. Chanyoung benar, kakak macam apa yang tidak mengetahui adiknya luka, sakit, bahkan menangis?

Menangis….astaga, dengan keadaan cekcok seperti dulu saat mental kita masih lembek sudah berapa kali ia menangis?! Kenapa aku baru menyadarinya sekarang??

“Sudahlah. Aku saja sudah cukup terharu karena kau akhirnya mulai melakukan pemberontakkan,” Chanyeol mengerjap matanya pelan lalu tersenyum samar. Ia menakup pipi kembarannya ini yang tirus –tidak berpipi bakpau seperti dulu. Ia tetap tersenyum meskipun beberapa detik kemudian, tangan adiknya yang bebas menepisnya kuat.

Yah, meskipun arti dari senyumannya sekarang benar-benar jauh berbeda dari senyum awalnya.

“Haduh haduh haduh, adikku ini tetap manis ya meskipun sikapnya tidak manis lagi.”

“Apa maksudmu?” Chanyeol tau pasti kembarannya tersebut akan menanyakan hal itu. Kalau dirinya mulai memuji –meskipun kata-kata tadi dia hanya pasti ada maksudnya dan sejujurnya pujiannya sekarang juga ada maksudnya.

“Kau masih ingat rupanya. Gampang. Kau hanya perlu pulang denganku dan kita kembali-”

“Tidak semudah itu. Cuma karena aku menerima pipa paralon darimu, mengajakmu bicara, dan ‘mengakuimu’ sebagai kakak, kau sudah berani mengajakku seakan-akan 2 tahun lalu tidak terjadi apapun? Oh astaga,” Chanyoung bertepuk tangan keras-keras seraya tertawa sinis.

Sementara itu, cengiran Chanyeol benar-benar sudah lenyap tak berbekas karena si empu hanya bisa terdiam tanpa bisa ngelak lagi. Tentu saja itu semua tetap saja salahnya meskipun 2 tahun yang lalu, dirinya sama seperti anak remaja lain. Terlalu labil untuk memutuskan sesuatu.

“Ah sudahlah,” Gadis itu mengibas-ibaskan tangannya lagi di udara. “Percuma saja membuatmu selalu merasa bersalah, toh mereka tetap tidak akan menganggapku juga. Lagipula kau ini kan bukan tipe orang gila yang masuk ke rumah dan teriak ‘tolong terima lagi kim chanyoung’ blablablabla. Bullshit haha,” Meskipun nada sinis lagi-lagi ia gunakan, Chanyoung tetap mengulum senyum simpul seakan-akan apa yang dia katakan bukanlah apa-apa.

“Hah~Dan kuharap kamu benar-benar tidak melakukan hal gila itu,” sahut Chanyoung lagi, kali ini dengan nada bersahabat. “Kalau alasan menolak keinginanmu bukan karena kejadian itu pun, aku tetap saja menolak karena ada janji dengan sahabat-sahabatku,” Chanyeol kembali menunjukkan cengirannya walalupun ekspresi wajahnya masih agak meredup.

“Tidak bisakah kau memprioritaskan diriku dibandingkan mereka? Aku ini ada hubungan darah denganmu. Aku-”

“Yah….itu benar. Tapi soal prioritas itu tergantung daftar di hatiku bukan? Kau memang kakakku –itu benar dan sampai kapan pun aku membantahnya sampai ke ujung dunia pun itu tidak akan berubah tapi baru-baru ini namamu naik ke posisi ke 7, posisi sahabat-sahabatku masih ada di atasmu. Arraseo?”

Nafas Chanyeol tercekat.

Dia yang jelas-jelas satu darah, lahir dari rahim yang sama, dan sama-sama satu ayah ibu ada diposisi ke tujuh –dibawah sahabat-sahabatnya. Jadi sebelum aksi anarkisnya ia lakukan sejak kemarin, dia itu berada di posisi keberapa? Dibawah enam kah? Memangnya daftar di hati Chanyoung sampai nomor berapa? Kalau sampai nomor ketujuh, Chanyeol benar-benar tidak bisa bernafas.

Apa dia sejahat itu hingga mendapat posisi di bawah sahabat-sahabat adiknya? Atau memang kalimat ‘friendship is everything’ itu benar?

Tunggu dulu…….Sahabat Chanyoung hanya ada 4. Lalu siapa yang diposisi kelima dan keenam?

“Siapa yang di posisi kelima dan keenam?” tanya Chanyeol langsung begitu saja. Chanyoung bergeming, sikapnya terlihat aneh saat tubuhnya kentara sekali menegang dan itu cukup memancing keinginan Chanyeol untuk menunjukkan seringainya.

Pasti ada yang tidak beres.

“Bukan urusanmu,” Chanyoung langsung mengalihkan pandangannya begitu saja dari sang kakak. Seingat Chanyeol, hanya ada dua hal alasan kalau Chanyoung mengalihkan pandangan : dia benar-benar tidak ingin membahasnya karena itu memiliki memori buruk atau hal yang dibicarakan itu rahasia.

“Aku kakakmu jadi itu urusanku.”

“Cih, kau baru mengakui aku ini adikmu setelah menghilang selama 2 tahun? Enak saja kembali-kembali langsung mengaku begitu,” cibir Chanyoung masih tak menatap pemuda di hadapannya.

“Terserah kau saja. Kau akan pergi dengan sahabat-sahabatmu bukan? Baiklah, aku akan ikut. Boleh?” Redupan di wajah Chanyoung mulai mudar dan ia kembali menunjukkan wajah senga-nya bukan wajah tak enak dilihat seperti tadi.

“Aku tidak tau apa diperbolehkan membawa orang lain atau apa. Yah sejujurnya aku juga keberatan kau ikut,” Meskipun Chanyeol jelas-jelas mendengar adiknya tak mau dirinya ikut tapi tetap saja ia yakin adiknya tak keberatan. Hanya saja faktanya, tidak ada sahabat Chanyoung yang mau menerimanya –terutama Sehun.

Mungkin Kyungsoo dan Luhan masih menerimanya –karena mereka yang paling dewasa dan Chen mungkin hanya menyindirnya seperti Chanyoung –bahkan Chanyeol sedikit merasa curiga kalau Chanyoung pintar menyindir karena ajaran Chen tapi tidak untuk Sehun. Chanyeol bahkan tidak bisa mendeskripsikan seberapa parahnya Sehun pada dirinya.

“Yah….” Pupus sudah harapan Chanyeol. Apalagi dia menyadari bahwa kemungkinan tempat nongkrong mereka setelah tragedi tangis menangis itu pasti cafe es krim yang rasanya enak begitupula dengan harganya yang enak untuk mengosongkan dompet anak pelajar seperti mereka.

Meskipun Chanyeol tinggal bersama orang tuanya yang terbilang sangat mampu itu, dia sebisa mungkin untuk tidak menggunakan uang dari orang tuanya sejak kejadian itu dan uang saku hasil jerih payahnya sekarang hampir menipis.

“Park Chanyeol yang kukenal tidak segampang menyerah begini. Hwaiting,” Benar juga ucapan Chanyoung. Dari dulu sampai sekarang dia bukan anak yang mudah menyerah –meskipun kejadian 2 tahun yang lalu cukup hebat untuk merenggut jiwa pantang menyerahnya tapi mendengar ucapan Chanyoung terdengar datar –tak sesuai dengan kata terakhir yang diucapkannya– tanpa nada menyindir , Chanyeol merasa lebih baik.

Jauh lebih baik dari sebelumnya.

****

Chanyeol POV

“Baekhyun-ah….”

“Baekhyun…..”

“Byun Baekhyun!” Baekhyun melirikkan matanya ke arahku. Mungkin dia merasa heran kenapa aku nekat mengajaknya bicara saat ulangan Kimia.

“Isk, Kau sudah selesai?”

“Hampir. Kau sudah?”

“Hampir juga. Aku ingin bertanya. Apa ada namja lain yang dekat dengan Chanyoung?” Baekhyun berhenti menyanggah kepalanya dengan tangan kirinya lagi.

“Kupikir tidak ada. Kalau ada pun hanya empat sahabatnya, dirimu, guru-guru. Kau kan kakaknya, coba perhatikan dengan teliti. Lagipula kenapa kau bertanya padaku?”Aku menopang dagunya sambil berpikir. Bukan berpikir tentang jawaban dari soal yang belum terjawab di kertas depan mataku, aku hanya berpikir siapa yang paling perhatian.

Luhan? Ah, dia sangatttt dekat dengan Chanyoung tapi dari cara memandang adikku itu terkesan lembut, mature, dan tanpa tanda-tanda spesial.

Kyungsoo? Dia memang perhatian –bukan perhatian lagi tapi over. Hanya banyak bicara kalau ada yang perlu perhatiannya, sisanya dia hanya bicara saat ditanya –bahkan terkadang tak bersuara kalau tau pertanyaan itu tak penting. Chanyoung dulu –entah sekarang tidak suka orang seperti itu tapi dia malah menganggapnya oppa.

Chen? Tidak mungkin kalau Chanyoung menyukainya meskipun kudengar selera Chanyoung sedikit melenceng dari normal. Tapi Chen bukan melenceng dari normal lagi, tapi sudah tidak normal. Meskipun dia terkesan charming dan tampan –meskipun semua orang tau kalau aku lebih tampan dari anak itu tapi dia bisa tertawa hanya karna melihat proses menghirup udara seseorang. Apa orang seperti itu kalian masih bilang dia charming?

Sehun? Aku…..sedikit curiga dengan anak itu. Securigaku dengan Baekhyun, eh?

Chanyoung bukan orang yang mudah dekat dengan orang lain. Lagipula cara ‘pedekate’ ala Chanyoung terhadap teman baru itu tidak biasa, luar binasa maksudku. Dia akan bermusuhan –bahkan kudengar akan main tangan dengan anak yang sedang ‘pedekate’ padanya. Apa Baekhyun juga termasuk?

Sehun Baekhyun

Sehun Baekhyun

Sehun Baekhyun

Ya! Nama itu sudah tertanam di daftar yang perlu di curigai!

“Ckckck, Park Chanyeol Park Chanyeol. Bukannya menjawab soal malah menulis nama nama tak jelas di lembar jawaban.”

“Huuuuuuuuuu…..” koor satu kelas terutama para lelaki tapi aku hanya bisa memamerkan gigi besar-besarnya membuat Baekhyun hanya bisa memutar kedua bola matanya.

“Adek dan kakak sama saja. Sama-sama aneh,” desisnya membuat senyumanku makin lebar.

Chanyeol POV END

***

KRINGGG…..

Semua anak langsung beranjak dari kursinya. Semuanya sudah siap untuk pulang sejak 5 menit yang lalu –tentu saja, 1 jam sudah mereka nganggur akibat guru matematika tak hadir, dan tentu saja freetime kali ini dimanfaatkan sebaik mungkin untuk tidur atau sekedar mengobrol biasa.

“Aku keluar duluan ya untuk mengumpulkan mereka-mereka yang suka berpencar. Nanti kau menyusul di lapangan,” ujar Luhan setelah dia mencolek-colek bahu Chanyoung agar gadis itu sekedar mengalihkan pandangannya dari buku true story favoritnya untuk melihat, tidak tidak hanya sekedar mendengar yang mengajaknya berbicara lebih dari cukup.

Luhan lekas cepat keluar dari kelas saat melihat anggukkan kepala dari Chanyoung.

“Hey! Park Chanyoung!”Chanyoung mengangkat kepalanya dan melihat seorang namja menjulang tinggi tengah tersenyum lebar sambil melambai-lambaikan tangannya ke arahnya.

Chanyoung menutup bukunya dan berjalan menghampiri namja menjulang itu bersama tas penuh yang sudah dia gendong dengan malas-malasan.

“Luhan waktu lihat aku bilang dia sedang mengumpulkan yang lain. Nanti kita ke lapangan. Apa mau ke lapangan sekarang?” Namja menjulang dengan name tag ‘Park Chanyeol’ dalam tulisan hangul di sisi dada kirinya memberikan aba-aba agar Chanyoung tidak berbicara dulu.

“Sebelum itu aku membawa sahabatku. Byun-”

“Gadis salju, kau suka es krim juga ternyata. Kukira kau hanya menyukai salju ha-ha,” Chanyoung menyipitkan matanya meskipun orang yang baru mengajaknya bicara itu jelas-jelas ada di belakang Chanyeol dan bisa terlihat dengan jelas. Bukan karena ada namja itu –dia merasa siapa lagi sahabat kakaknya kalau bukan bocah keparat itu tapi karena panggilan untuk dirinya.

“Gadis sal –apa? nama panggilan macam apa itu,” sahutnya malas. “Kupikir es batu tidak ikut makan es krim. Memangnya dia punya-” Chanyeol mengangkat tangan sebelah kanannya yang cukup menarik perhatian Chanyoung agar tidak mengeluarkan suara lagi.

“Sudah sudah, nanti gadis salju bisa meleleh karena suasana mulai memanas. Satu lagi, Byun Baekhyun itu bukan es batu. Dia itu es krim. Sangat beku hingga membuat gigimu ngilu tapi saat es krim itu sudah ada di dalam kerongkonganmu, akan terasa-”

Shut up,” Baekhyun menyeret Chanyeol dengan tangan kanannya yang menarik tangan korbannya. Kekehan terlepas dari bibir tebal Chanyeol seakan-akan dia menikmati seretan Baekhyun bukannya malu karena diseret oleh orang yang lebih pendek darinya.

Chanyoung memiringkan kepalanya –mungkin beberapa orang menganggapnya dia sedang menatap pasangan Baekyeol itu tapi sebenarnya dia sedang berpikir keras.

Dia itu es krim. Sangat beku hingga membuat gigimu ngilu tapi saat es krim itu sudah ada di dalam kerongkonganmu, akan terasa-

Terasa apa? Manis?

Chanyoung meneguk air liurnya dengan susah payah saat kata ‘manis’ terbesit pertama kali di pemikirannya. Byun Baekhyun? Byun Baekhyun yang es batu itu dibilang manis? Byun Baekhyun yang datar-dingin itu manis?!

Kalau harus diakui, yah memang Byun Baekhyun itu manis –manis seperti perempuan maksudnya karena ada eyelinear khas make up perempuan tergores rapih di sekitar matanya. Tapi kenapa harus kata ‘manis’ yang muncul di benak duluan?!

“Kau? Masih mematung disana saja?” Chanyoung kembali mendarat ke bumi dan melihat Baekhyun menatapnya. Pandangan mereka bertemu dan itu cukup membuat Chanyoung merasa errr tidak nyaman mungkin?

“Kau ini apa?”tanya Baekhyun mulai berjalan ke arah Chanyoung. Chanyoung hampir saja mau berpikiran untuk berjalan mundur ke belakang tapi pemikiran itu dia tolak mentah-mentah, Byun Baekhyun pasti akan menggodanya karena aksinya yang tidak biasa.

“Manusia.”

“Aku juga manusia bodoh. Maksudku kau ini apa? Kemarin kasar dan di akhir malah menangis kejar. Sekarang baik dan terlihat rapuh seperti anak perempuan. Kau memang begitu? Seaneh-anehnya Chanyeol, dia tidak separah dirimu,” Buku-buku jari Chanyoung memutih, ini pasti efek tangannya yang dia kepal sedaritadi. Dia benci dibilang rapuh.

“Tidak semua anak perempuan rapuh,”desis Chanyoung dalam hati makin mengeratkan kepalan tangannya.

“Aku tidak aneh. Ini unik kau tau? Aku ini hanya anti-mainstream!”

“Anti-mainstream itu apa? Aneh,”tanya Baekhyun acuh tak acuh. Chanyoung jadi bingung sendiri, namja di depannya memang kurang update atau memang kata mainstream bukan kata umum? Tapi kenapa teman-temannya –yang bukan perempuan tentunya– tau? Atau hanya orang ‘pinggiran’ yang tau?

“Ah sudahlah aku disini mengajakmu bicara baik-baik karena sadar kakakmu yang lebih polos dibandingkan adiknya. Jadi kau tidak usah memakai topeng jahatmu dulu. Be yourself for your brother oke? Dan kau harus serius dengan kakakmu. Dia bukan mainan. Aku memberitahumu karena peduli lho.”

Chanyong tidak gugup –dia sudah berhasil mengurangi rasa tak nyamannya, hanya saja sekarang ia tengah menahan nafas lalu memutar kedua bola matanya.

“Ya, kakakku bukan mainan dan para gadis juga bukan mainan,”sindirnya sebelum dia mundur beberapa langkah untuk melihat ekspresi Baekhyun –dan jaga jarak tentunya. Dingin dan sarat dengan…..perasaan campur aduk mungkin?

“Kudengar kau sudah ratusan kali berpacaran padahal umurmu masih 18 tahun. Apa lagi kalau kau hanya bermain dengan para gadis ngeung?”

“Kim Chanyoung! Ayo kita ber-” Senyuman ceria langsung menghilang, tergantikan oleh wajah datar yang biasa ia tunjukkan pada semua orang saat pandangannya menabrak punggung namja yang akhir-akhir ini mengotori pandangannya di dunia.

Chanyoung hampir saja menggigit jarinya kalau saja sikap mengigit jarinya tidak akan mengurangi suasana kali ini yang bukan mencekiknya saja, tapi juga bisa membunuhnya.

Siapa lagi kalau bukan kedatangan seorang Oh Sehun?

-TBC-


You’re My Virus: Together with You (Chapter 1)

$
0
0

B3YGhWqCQAAwfnc

[2] You’re My Virus: Together With You

Author:
adindasone

Main Cast:
Park Chanyeol ― Choi Haneul

Romance | Fluff | School Life
Chaptered | PG-17

Support Cast:
Byun Baekhyun – Oh Sehun – Yeri ‘Red Velvet’

Disclaimer:
FF ini murni karya imajinasiku. Dilarang mengcopy, mencuri ide, dan mengakui hak karya. Bila ada kesamaan ide, mohon maaf karena itu sebuah ketidaksengajaan, ini murni hasil otakku.
Setelah membaca, di perkenankan untuk komen atau sekedar ‘like’, mengingat betapa susahnya membuat suatu karya tulis dan lebih baiknya kita menghargai karya orang lain J

Note: sudah pernah di publish di blog pribadi http://adindaramadhani.wordpress.com/ J

Chapter 1:

Langkah Haneul terhenti begitu merasakan ponselnya bergetar di sakunya.
Ia merogoh kasar sakunya dan menggeser tombol hijau di ponselnya.

Dari Chanyeol

“Haneul-ah, aku sudah berada di depan rumahmu”

“Arasseo. Aku akan kesana” Haneul memutuskan sambungan teleponnya dan bergegas keluar dari rumah.

Haneul mendapati Chanyeol yang kini tengah memarkirkan mobilnya di depan rumah gadis itu. Membuka kaca mobil dan melambaikan tangannya pada gadis itu, tidak lupa melemparkan senyuman tipis untuk Haneul.

Untuk yang kesekian kalinya, demi apa ia saat ini serasa ingin melayang mendapatkan senyuman manis dari manusia tampan itu secara cuma-cuma?

Tidak, tidak.

Haneul menggelengkan kepalanya, menepis jauh-jauh pemikiran aneh-aneh yang mulai bercabang di pikirannya.

Chanyeol itu kan murah senyum, bahkan pria itu di juluki sebagai “Happy Virus”, jadi wajar saja jika Chanyeol melempar sebuah senyum untuk Haneul,
karena semata-mata itu bentuk sebuah keramahan dirinya terhadap setiap orang.

“Masuklah”

Haneul membuka knop pintu mobil Chanyeol lalu melangkahkan kakinya masuk menuju mobil Chanyeol.

Baru saja gadis itu mendaratkan pantatnya ke jok empuk mobil milik Chanyeol, sesuatu dari belakang mengagetkan dirinya.

“Ige mwoya?!”

Mata Haneul membulat ketika ia mendapati tiga orang selain dirinya dengan Chanyeol berada di mobilnya.

“Ya, Haneul-ah. kenapa kau begitu kaget? Kau tak suka aku ajak mereka?” Ucap Chanyeol seraya menoleh kearah belakang.

Jujur, Haneul sebenarnya tidak keberatan sama sekali jika ada teman Chanyeol yang ingin ikut untuk observasi, tetapi ini….

“Yeri-ah?!” Sekali lagi Haneul membulatkan matanya tanpa mengerjapkannya sedikitpun. Her chairmate (teman sebangkunya)? Berada di mobil Chanyeol?

“Ya, jangan menatapku seperti itu” Yeri mengerucutkan bibirnya.

Haneul menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal,
ia masih terlihat bingung,
bukankah yang seharusnya mengikuti observasi hanya aku dengan Chanyeol?
kenapa mereka?… aish
Aku tidak keberatan tapi…,
berilah aku waktu untuk merasakan kebahagiaan saat berada di dekat Chanyeol.

“Kau kenal Yeri? Bagaimana bisa?” Bisik Haneul. Sesekali gadis itu menoleh kearah belakang dan mendapati sahabatnya yang terus tersenyum kearahnya seperti gadis idiot.

“Dia temanku saat SMP” Jawab Chanyeol datar, di barengi dengan anggukan Haneul pertanda mengerti.

“Baekhyun-oppa, Sehun-oppa, sekarang apa urusan kalian?” Haneul mengangkat sebelah alisnya. Gadis itu terlihat sedikit risih akan kehadiran Baekhyun, Sehun, dan Yeri.
Ya (Hei), ayolah. Haneul hanya ingin berdua dengan Chanyeol, itu saja.

“Kami hanya akan mengantarkanmu ke bandara”

“Lalu, kenapa harus ramai seperti ini?”

“Karena kami cinta keramaian” Jawab Baekhyun dan di barengi tawaannya yang keras, bahkan semakin menjadi-jadi mengingat perkataannya tadi yang cukup terdengar konyol.
Byun Baekhyun, lelaki paling idiot yang pernah Haneul lihat.

“Pihak sekolah tidak akan menjemput kalian, Pabo. Mereka menunggu kalian di bandara. Dan kau tahu? Hanya satu guru yang akan mendampingi kalian”
Timpal Sehun, membuat semua orang yang berada di mobil itu kini menatap kearah namja itu dengan tatapan menerawang.

“bagaimana bisa kau― tunggu, hanya satu guru? Nugu (siapa)?” Haneul menatap Sehun lekat, menunggu jawaban yang keluar dari mulut namja berparas bak mayat hidup itu.

“Ahn-seongsaenim”

“AHN-SEONGSAENIM??!!” Haneul dan Chanyeol berteriak bersama kearah Sehun mendengar nama Ahn-seongsaenim di sebut.
Terlihat raut wajah kekecewaan bercampur kesal yang terpampang di wajah Haneul dan Chanyeol.

“Ya, bukankah kalian senang?” Sehun menarik sisi kiri bibirnya keatas menatap Chanyeol dan Haneul penuh goda.

“aku tahu jalan pikiranmu. Aku tidak seperti itu” Haneul menyilangkan kedua tangannya di atas dadanya dan menggelengkan kepalanya cepat. Haneul menampakkan ekspresi geli, ngeri, bercampur menjadi satu.

“Ya, kau cepat merespon perkataanku. Apa kau sudah tidak sabar? Haha” Goda Sehun. Haneul mengernyitkan dahinya.

“Tidak sabar? Untuk apa?”

“Untuk…, tidur seranjang bersama…, ehm, Park Chanyeol” Ucapan Sehun benar-benar membuat mata Haneul membulat sempurna. Haneul meremas ujung parkanya, dan pipinya kini sudah mulai memerah.
Pipinya memerah bukan karena marah, melainkan di buat malu oleh Sehun.

“Sehun-ah, kurasa idemu perlu kucoba” timpal Chanyeol.
Chanyeol menyunggingkan smirknya kearah Haneul, sedangkan gadis itu sama sekali tidak menoleh kearah manapun, ia hanya mampu tertunduk dan meremas ujung parkanya.

Suasana di dalam mobil menjadi terasa begitu panas dan sesak-bagi Haneul. Ia benar-benar di terpojok, dan Haneul sudah mulai tidak tahan dengan keadaan itu.

“Kau mau melajukan mobilmu atau kita akan kena omelan Ahn-seongsaenim?”

Celetuk Haneul. Kini gadis itu memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya dan berbicara, selama beberapa menit lamanya gadis itu hanya tertunduk.

“Ne, ne…” Chanyeol menghirup oksigen dengan rakusnya lalu membuang nafasnya kasar sebelum namja itu menancapkan gas lalu melaju hendak pergi.

―――

Incheon Airport, 09.30.

Udara di sekitar bandara-baik dalam maupun luar- terasa begitu sejuk, dan sedikit terasa dingin karena pagi ini salju menyelimuti kota Seoul.

Semua orang di bandara berjalan berlalu-lalang untuk mengetahui informasi mengenai jadwal penerbangan mereka, ada beberapa diantara mereka yang hanya duduk manis menunggu keberangkatan mereka.

-backtothestory-

“Angkat bawaanmu sendiri” Chanyeol menunjuk-nunjuk koper Haneul yang masih tergeletak di bagasi Chanyeol.

“Ya! Aku tidak kuat, Chanyeol-ah. jebal (Tolong)…” Haneul memasang wajah aegyo-nya dan membuat Chanyeol memutar kedua bola matanya.

“Arraseo, arraseo (Oke, oke)” Chanyeol menghela nafas pasrah dan kini namja itu mencoba untuk mengangkat koper Haneul yang super duper berat itu.

“Igo (ini)” Chanyeol menghentakkan koper Haneul, membuat Haneul mengukir seulas senyum tipis di wajahnya.

“Gomawo (Terima kasih)” Ucap Haneul sebelum gadis itu menarik dorongan kopernya lalu membawa koper itu pergi bersama dirinya.

“Ya! Tunggu aku” Chanyeol berlari kecil kearah Haneul sembari bersusah payah menarik kopernya yang juga tak kalah berat dari koper milik Haneul.

Chanyeol berhenti sejenak, ia melupakan sesuatu.

“Gomawo chingu-ya! (Terima kasih teman!)” Chanyeol melambai-lambaikan tangannya ke arah mobil yang kaca nya terbuka, menampakkan sosok teman-temannya yang berada di mobil tersebut.

“Jadilah pria baik! Jangan macam-macam dengan Haneul-ku ya!” Ucap Yeri kencang dari arah jok mobil belakang. Membuat Chanyeol mengulas senyum tipisnya saat mendengarkan kata-kata ‘Jangan macam-macam dengan Haneul-ku’.

Chanyeol berlari ke arah Haneul yang kini sudah terlampau jauh.
Chanyeol menepuk pundak Haneul kencang.

“Aw” Haneul meringis seraya memutar cepat tubuhnya memastikan siapa yang sudah menepuk pundaknya.

“Nappeun yeoja! Kau tinggalkan aku sendiri tadi di sana” Chanyeol menopang tubuhnya dengan tumpuan tangan di lututnya seraya menunjuk ke arah pintu utama bandara.

“Mianhae, aku pikir kau di belakangku” Haneul membungkukkan badannya sebelum gadis itu dan Chanyeol berjalan beriringan.

Mereka terlihat seperti sepasang kekasih selebriti jika orang-orang melihat mereka berdua secara sekilas.
Jelas saja, mereka sangat fashionable dan pintar-pintar me-“mix&match” kan pakaian yang akan mereka pakai.

Haneul, gadis itu memakai setelan T-shirt hitam dengan celana jeans ketat, di lapisi dengan jaket parka biru dongker dan sepatu sneakers berwarna putih. Tidak lupa dengan kacamata hitam yang selalu ia pakai setiap pergi ke airport dan rambutnya yang ia biarkan bebas terurai.

Chanyeol, namja itu memakai sweater berwarna putih yang cukup tebal dengan celana jeans pendek seukuran di bawah lutut, dengan sneakers berwarna putih yang ia kenakan. Tak lupa benda keramat yang selalu ia bawa dan ia genggam kemanapun, handphone dan earphonenya. Ia bisa mati kebosanan tanpa menyentuh kedua benda keramatnya itu.
Sebagai sedikit penghias, namja itu menutupi bagian kepala dan rambutnya dengan snapback hitam polos yang ia kenakan secara terbalik.
Fashion Haneul dan Chanyeol bisa di katakan….., Sempurna.

Sembari berjalan beriringan, Chanyeol dan Haneul memiliki tujuan yang sama.
Yup, mencari keberadaan Ahn-seongsaenim yang kabarnya sudah tiba duluan di bandara.

Setelah di rasa cukup lelah karena sedari tadi mereka hanya berlalu lalang di sekitar bandara dan tidak menemukan Ahn-seongsaenim, mereka memutuskan untuk duduk sejenak di bangku yang tidak jauh dari jangkauan mereka.

“Chanyeol-ah”

“Hm?” Jawab Chanyeol datar tanpa menoleh Haneul yang sedari tadi memanggilnya, ia nampak asyik memainkan game musik di ponselnya.

“Bagaimana kalau kita berpencar saja untuk mencari Ahn-seongsaenim? Aku kesini dan kau kesana” Haneul meregangkan kedua tangannya seraya memunculkan telunjuk pertanda gadis itu menunjukkan jalan.

“Shireo (Tidak)! Kau bisa hilang juga kalau kita berpencar. Apa kau tidak tahu kegunaan ponsel, eoh?” Chanyeol mengunci layar ponselnya dan menatap Haneul tajam,
ide bodoh macam apa ini?

Haneul menepuk dahi-nya, benar juga apa yang di katakan Chanyeol. Kenapa mereka harus repot-repot untuk berpencar mencari Ahn-seongsaenim jika mereka masih mempunyai ponsel dan ada kontak Ahn-seongsaenim yang bisa di hubungi?

“Hubungin Ahn-seongsaenim, Tuan Park. Kau ini lamban sekali” Haneul menoleh kearah Chanyeol, dan tatapan gadis itu turun ke arah ponsel yang Chanyeol genggam.
Memangnya se-seru apa sih game yang Chanyeol mainkan? Sampai-sampai namja itu melupakan tujuannya untuk datang ke airport pagi-pagi begini.-batin Haneul.

“Tunggu, Haneul-ah. Sebentar lag― Hey!” Ucapan Chanyeol terputus begitu Haneul merampas paksa ponsel namja itu dan gadis itu menyentuh menu ‘kontak’ di ponsel Chanyeol.

Mana sih…, aha! Ini dia. Batin Haneul begitu nama ‘Ahn-seongsaenim’ tertera di ponsel Chanyeol.

Haneul menekan kontak Ahn-seongsaenim dan menyodorkan ponsel-nya kearah Chanyeol, membiarkan pria itu yang menghubungi sendiri Guru Ahn.

“Hubungi sekarang atau kau akan mati” Haneul menatap tajam Chanyeol. Bukannya bergidik ngeri, namja itu malah memukul puncak kepala Haneul.

PLAK!

Pukulan pertama Chanyeol mendarat mulus di kepala Haneul. Gadis itu meringis dan mengelus-elus permukaan kepalanya yang terasa sakit.

“Aku tidak akan mati di tangan mu meskipun aku tidak menghubungi Ahn-seongsaenim” Chanyeol menyunggingkan smirk-nya, lalu kembali merampas ponselnya yang seharusnya miliknya.

“Ya! Kau tidak ingat tujuan kita ke bandara ini apa, eoh? Buat apa kita kesini pagi-pagi kalau hanya―

“Ssst.., bawel, berisik. Ini tempat umum, Pabo-ya” Chanyeol menempelkan satu telunjuknya kearah bibir Haneul tanpa sama sekali menoleh kearah Haneul karena tangan Chanyeol yang satunya sedang asyik melanjutkan permainan game yang sempat tertunda.

Sial!
Itulah sekiranya isi hati Haneul saat ini. Sial, karena gadis itu harus merasakan tubuhnya kembali menegang.
Aliran listrik macam apa yang kini sudah menjalar ke tubuh gadis itu? Entahlah, yang jelas aliran listrik itu sudah mulai menjalar ke jantungnya hingga membuat detakannya jauh lebih kencang dari sebelumnya.
Membuat jantungnya terasa ingin loncat dari tempatnya, atau bahkan
bisa saja jantung itu meledak seketika di tempat karena terlalu memakan banyak aliran listrik.

“Ternyata kalian disini”

Terdengar suara berat seorang ahjussi dari sebrang sana. Si pemilik suara melangkahkan kakinya ke arah Chanyeol dan Haneul yang sedang duduk.

Chanyeol menyipitkan matanya, wajah si pemilik suara terlihat samar dari jauh. Begitu jarak ahjussi sudah dekat dengan Chanyeol dan Haneul, mereka berdua spontan berdiri dan membungkukkan badan sembilan puluh derajat

“Ah, annyeong haseyo. Ahn-seongsaenim” Ucap Chanyeol dan Haneul berbarengan, di ikuti dengan bungkukkan ringan ahjussi yang di panggil Ahn-seongsaenim itu.

“Ayo, pesawat akan lepas landas” Dengan cepat Chanyeol, Haneul, dan Ahn-seongsaenim pergi untuk melanjutkan perjalanan mereka.

* * *

Chanyeol PoV

Aku, Haneul, dan Ahn-seongsaenim kini sudah berada di dalam pesawat. Kami mengikuti semua prosedur yang di berikan oleh pramugari.
Setelah di rasa cukup, pramugari kembali ke tempatnya dan kami pun duduk manis.

Ahn-seongsaenim duduk terpisah dengan kami. Awalnya aku menawarkan aku saja yang duduk sendiri namun Guru Ahn tidak mau.
Sial, duduk bersama gadis ini saja sudah cukup buruk bagiku.

Tapi…, hey. Aku mulai terbiasa dengan semuanya. Apa yang gadis itu lakukan sampai-sampai aku perlahan mulai nyaman di dekatnya?
Jujur aku tak pernah merasakan hal ini.
Memandang gadis itu tidur terlelap saja sudah membuat semuanya terasa damai.

Tidak-tidak.
Ini pasti hanya kebetulan.

“Chanyeol-ah…” Haneul memanggil namaku lembut, ia perlahan membuka matanya yang terasa berat karena baru bangun tidur.

“Hm?” Aku menoleh ke arahnya antusias, entah sejak kapan aku bersikap ‘reflek’ bila berada di dekat Haneul.

“Aku lapar” Haneul menoleh ke arahku dengan wajah lesu.

Hey, tunggu. Raut wajahnya terlihat berbeda.
Apa dia…, sakit?!

Dengan cepat aku membolak-balikkan telapak tanganku di dahi Haneul.
Ya Tuhan, badannya panas sekali.

“Kau sakit Haneul-ah. Habis makan, kau minum obat ne?” Aku menatapnya penuh dengan rasa ke-khawatiran.

“Shireo! Aku hanya ingin makan!” Haneul menggeleng cepat menolak tawaran ku barusan. Aigoo, yeoja ini…

“Kau ingin minum obat atau aku laporkan Ahn-seongsaenim?” Aku sedikit menggretaknya dengan beberapa ancaman yang aku lontarkan kepadanya.
Dan…, syukurlah, ancaman itu sukses membuat Haneul ngeri.

“Arasseo, arasseo” Mendengar persetujuan terlontar dari mulutnya aku bergegas memanggil pramugari.

“Ada yang bisa di bantu?” Ucap pramugari itu lembut.

“Aku butuh beberapa makanan untuk gadis yang ada di sampingku ini. Dan.., oh ya, beserta obat pereda demam. Apakah ada?”

“Ye?” Haneul membelalakkan matanya begitu mendengar kata ‘beberapa makanan’.

“Tentu saja ada, Tuan. Tunggu sebentar ne, akan saya antar” Pramugari itu memutar tubuhnya melangkahkan kaki hendak pergi untuk mengambil beberapa makanan dan obat yang aku pesan.

“Tuan” Pramugari itu datang dengan membawa dorongan yang di atasnya berupa makanan dan obat yang berada di genggaman si Pramugari.

Pramugari itu menaruh makanan di atas meja tempat dudukku dan Haneul. Dan tidak lupa ia menyodorkan obat yang berada di genggamannya.

“Selamat menikmati Tuan, Nyonya. Dan semoga Nyonya cepat sembuh ne” Pramugari itu mengembangkan senyumnya sebelum pramugari tersebut kembali ke tempatnya.

“Makanlah makananmu dan jangan lupa minum obatnya” Ucapku yang hanya di respon dengan gumaman Haneul yang sedang melahap makanannya tanpa menoleh kearahku sedikitpun.

Aku tidak menyentuh makananku sama sekali, sedari tadi hanya bergelut dengan pemikiranku sendiri.
Mengapa aku bisa begitu mengkhawatirkannya padahal aku saja baru mengenalnya?

Yaa, dia partnerku, jadi dia tidak boleh sakit.
Itu akan menghancurkan semuanya.

“Kau sudah selesai?” Aku memandangi Haneul yang kini tengah menghempaskan tubuhnya kekursi seraya mengelus-elus perutnya yang terasa kekenyangan itu.

“Hm” Haneul mengangguk.

“Kau tidak lupa dengan obat-mu kan?”

“Tentu saja tidak, aku sudah meminumnya tadi”

“Yasudah, sekarang kau tidur. Aku pastikan saat kau membuka mata kau kita sudah sampai. Aku juga mau tidur, aku lelah” Ucapku seraya mengacak-acak rambut Haneul.

Sebelum aku memejamkan mataku, aku menoleh ke arah belakang untuk memastikan keadaan Ahn-seongsaenim di belakang sana.
Dan, syukurlah, Guru Ahn masih dalam keadaan baik bahkan pria paruh baya tersebut tengah terlelap.

* * *

Author PoV

Bandar Udara Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi.
08.30 am

“Aaahh akhirnya sampai juga” Haneul merentangkan kedua tangannya dan membusungkan dadanya, membiarkan angin menerpa tubuhnya dan mengibaskan rambut panjangnya.

“Aku rasa kita sudah di jemput” Ahn-seongsaenim menunjuk kearah seseorang yang membawa nametag besar di atas kepalanya dan di sana tercantum nama Ahn Ji Sung―nama asli Ahn-seongsaenim―

“Kajja”

Chanyeol berjalan mendahuli Ahn-seonsaengnim dan Haneul.
Chanyeol mempercepat langkahnya hingga berlari kecil ke arah seseorang yang akan menjemput mereka.

“Annyeong haseyo. Kau yang akan menjemput kami, ne?” Chanyeol membungkukkan badannya seraya tersenyum, terlihat raut wajah kebahagiaan disana.

“Ne, Tuan” Jawab lelaki itu setelah melihat Ahn-seonsaengnim yang berada di belakang Chanyeol, memberi isyarat lelaki itu untuk menjawab ‘Iya’.

Chanyeol, Haneul, dan Ahn-seonsaengnim melangkahkan kakinya menuju mobil. Lelaki tadi―atau sebut saja ia pelayan― membukakan knop pintu mobil agar mereka bisa masuk.

Selama di perjalanan, Haneul hanya memandang indahnya langit pagi kota Jambi dari kaca mobil, tak sama sekali menoleh ke arah Chanyeol yang sedari memandanginya dengan penuh senyuman.

Mereka tidak menyangka tugas observasi sampai ke luar negeri seperti ini.
Namun mereka tidak memikirkan itu, mereka hanya terfokus pada tugas yang akan mereka hadapi.

Mobil yang membawa Chanyeol, Haneul, dan Ahn-seongsaenim melaju menuju hotel.
Mereka hanya menginap selama 3 hari di penginapan tersebut, hanya untuk sekedar menghilangkan rasa lelah selama hampir berjam-jam mereka berada dalam penerbangan dari Korea menuju Indonesia, sekaligus merasakan nikmatnya berjalan-jalan di kota Jambi.

Mereka telah tiba di hotel. Ahn-seongsaenim memesan 2 kamar dan receptionist menyodorkan 2 kunci kamar pada Guru Ahn.

“Seonsaengnim, kenapa hanya memesan dua kamar?” Tanya Haneul dengan sedikit nada memprotes.

“Haneul-ah, kita harus menghemat uang kita. Kita akan berada di sini selama seminggu, kita harus mempergunakannya dengan baik” Haneul memutar bola matanya seraya mengangguk pelan, ia benar-benar sudah bosan mendengar kata demi kata nasihat yang di lontarkan gurunya itu.

Tanpa berfikir panjang Chanyeol, Haneul, dan Ahn-seonsaengnim melangkahkan kakinya menuju lift yang tidak jauh darinya.

Haneul memperlambat langkahnya, ia memandang berbagai macam arsitektur yang ada pada bangunan hotel ini.
Terlihat tradisional, namun sangat indah.

Chanyeol yang sedari tadi menatap Haneul memberhentikan langkahnya, membuat Ahn-seonsaengnim yang berjalan beriringan di sampingnya ikut memberhentikan langkahnya.

“Haneul-ah, ppalli (Cepat)!” Haneul memberhentikan aktivitasnya yang sedang mengagumi berbagai sudut bentuk arsitektur hotel itu, dan berlari kecil ke arah Chanyeol.

“Kita sampai” Ahn-seonsaengnim melepaskan tangannya dari pegangan dorongan kopernya.

“Chanyeol-ah, igo” Ahn-seonsaengnim menyodorkan kunci kamar pada Chanyeol. Dengan cepat Chanyeol meraih kunci kamar yang sebelumnya berada di genggaman Guru Ahn.

“Aaah, aku lupa” Suara Ahn-seonsaengnim menyadarkan Haneul yang sedari tadi hanya terpaku di depan pintu kamar yang akan ia tempati.
Ia akan tidur sendiri, kan? Ia harap begitu.

“Chanyeol-ah, bisakah kau tidur bersama Haneul? Aku benar-benar tidak bisa tidur berdua dengan orang lain kecuali dengan istriku. Tak apa, kan?”
Ucapan Ahn-seonsaengnim benar-benar membuat sepasang bola mata Chanyeol dan Haneul membulat sempurna,
mereka sempat saling melirik. Chanyeol hanya mengangkat kedua bahunya tidak mengerti.

Chanyeol sedikit mendekatkan jaraknya dengan Haneul, dan membisikkan sesuatu di telinga gadis itu,

“Sudah pasrah saja” Chanyeol menatap seduktif Haneul dengan suara yang sedikit di buat-buat agar terdengar menggoda.

Kini kedua bola mata Haneul rasanya ingin keluar dari tempatnya karena belum lagi satu kenyataan yang belum bisa ia terima,
ini lagi di timpal oleh perkataan Chanyeol yang mengada-ada.

Haneul menginjak kaki Chanyeol dan membuat Chanyeol memekik kencang,
“Nappeun namja! Dasar otak mesum!”

“Ya! Wae? Kalian tidak terima? Oke jika itu mau kalian, tidak masalah. Hanya saja aku hanya mengurangi nilai mata pelajaran geografi dan sejarah kalian saja, beres” Ancaman yang keluar dari mulut Guru Ahn benar-benar tidak dapat di bantah lagi oleh keduanya.
Oh, tidak. Mungkin hanya Haneul yang menolaknya.
Secara Chanyeol lama-kelamaan mulai menyukai situasi ini.
Tunggu, menyukai?…

“Jebal, seongsaenim. Aku juga ta―” Ucapan Haneul terpotong begitu Guru Ahn menatapnya dengan tatapan, “Turuti aku atau kau akan mati!”

“Arrasseo, arrasseo” Haneul menghirup nafasnya dengan sangat rakus sebelum gadis itu membuang nafasnya kasar.

“Sini” Haneul menoleh kearah kunci kamar yang sedang Chanyeol genggam, lalu gadis itu menyambar kasar kunci tersebut dari genggaman Chanyeol.

Haneul membuka knop pintu kamarnya yang telah ia buka.
Ia begitu terkejut begitu mendapati kamar yang akan ia tempati ini begitu indah. Dekorasi serba kayu, sebuah sofabed dan satu TV berukuran 24 inch ia rasa cukup untuk menjadi tempat ia berhuni selama beberapa hari kedepan.
Kini pandangannya terhenti oleh satu kasur yang terlihat tidak terlalu lebar, dan cukup untuk dua orang.

“Shit” Haneul menggerutu begitu apa yang ia takutkan sedari tadi malah terjadi.

“Masuk!” Chanyeol mendorong Haneul agar masuk ke kamar dan menutup pintu kamarnya dengan kencang, namun sebelum itu ia membungkukkan padanya pada Ahn-seonsaengnim seraya tersenyum. Guru Ahn membalasnya dengan senyuman juga.

“Ya!!!” Haneul berteriak begitu keras di telinga lebar milik Chanyeol.

“Kau lama sekali sih masuknya, aku sudah lelah ingin istirahat” Jawab Chanyeol.

“Terus kau tidur di mana?” Haneul menatap namja di hadapannya ini penasaran, semoga namja itu memilih untuk tidur di sofabed ketimbang di kasur.

“Kasur” Ucapan Chanyeol seakan sambaran petir bagi Haneul. Bagaimana bisa ia tidur satu kasur dengan lelaki? Tidak, tidak boleh.-batin Haneul

“Tapi aku ingin tidur di kasur” Haneul memelas, namun tak di acuhkan oleh Chanyeol.

“Kalau mau tidur di sampingku. Aku tidak akan macam-macam, lagipula aku lelah.” Tanpa berfikir panjang namja itu membuka jaket yang sedari tadi melekat di tubuhnya dan ia letakkan ke sembarang arah lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur hotel empuk itu.
Ia menyalakan AC kamarnya karena suhu di kota Jambi sedang panas.

“Aku tidak bisa”

Chanyeol bangkit dari tidurnya dan menarik kasar tangan Haneul agar gadis itu tidur di sampingnya. Haneul membelalakkan matanya begitu jaraknya dengan namja yang di sukainya itu benar-benar sangat dekat,
tepatnya kini Haneul berada di atas tubuh Chanyeol,
bahkan gadis itu bisa merasakan hembusan nafas Chanyeol yang terasa hangat, wangi maskulin menyeruak, wangi yang sangat memabukkan bagi Haneul.

“Tidurlah dan jangan ganggu ketenanganku, arasseo?”

TBC

Annyeong haseyo!! You’re My Virus kini sudah memasukki chapter kedua. Horeee! Who’s excited? :D berilah jejak setelah membaca ya. Beri saran / komentar atau sekedar memberikan like.
RCL Juseyo!^^


Let’s Play the Role

$
0
0

Judul                     : Let’s Play the Role

Nama Author     : Vicha Fridayanti

Genre                   : Drama, Romance

Main Cast            : Byun Baekhyun & Kim Ren Hee

Cast tambahan  : Suho ( EXO )

Lenght                  : One shoot ( 1 chapter )

Ratting                  : 17+

Hari dimana teman-temanku datang ke rumah untuk bermain, hanya satu pria yang tidak meninggalkan rumahku. Biarku ceritakan bagaimana bisa ini terjadi.

“Sebenarnya, kita ini….adik dan kaka yang lama hilang. Jadi biarkan aku tinggal disini” Baekhyun nunjuk diri sendiri sembari nyengir.

“Baekhyun-ah, akui saja bahwa kau diusir dari pemilik kos-kosan karna kau tidak bisa membayar sewa” (aku punya bukti)

“Aku serius, ibuku adalah istri ayahmu…” duduk dengan santai seperti dirumah sendiri

“oh?kalo ini adalah drama, ini pasti akan sangat menarik!” (itu tidak lucu) menyender ke sofa

Orangtua ku adalah Actor terkenal. Mengetahui ini, teman temanku mengajak ku memasuki club drama, dan Byun Baekhyun ini adalah Seorang Penulis Script.

…well, ini pasti akan baik-baik saja” jawab Baekhyun sembari menoleh ke arah Ren “jadi sudah diputuskan! Lagipula kamu tinggal di rumah besar ini sendirian, apa kamu engga merasa kesepian? hm?” senyum

Ren memandangi Baekhyun (Hmph, dia merencanakannya, apanya yang saudara. Terserah, lagipula aku ga punya pacar).

Itu semua bohong.

Sfx : knock knock *buka pintu*

(Kan, dia disini)

“Noona, aku ingin meminjam komputermu”. Baekhyun memasuki kamar Ren

“SIAPA YANG KAU PANGGIL NOONA?!” langsung bangun dari tempat tidur.

“walaupun kita seumuran, tapi ulang tahun ku belum tiba”. Nyengir nyengir

(apa dia benar benar akan bertingkah layaknya “adik laki-laki” ku….) “kau tidak akan pergi tidur?”.

“aku akan menggunakan sofamu nanti saat aku sudah selesai dengan ini”.ngetik ngetik

“….”(bukan itu yang aku tanyakan)

“maaf, aku lupa aku harus menyerahkan laporan ini besok pagi” masih ngetik ngetik “oke selesai. Kalo gitu, selamat malam noona” senyum lalu menutup pintu.

“apakah dia akan terus melanjutkan adik-kaka pura-pura ini?” (tentu saja aku keberatan, itu bukan seperti bahwa dia bagus sebagai seorang actor).

Pagi hari di ruang makan.

“aku muak dengan ini” narik nafas

“ah, kau benar” Baekhyun menelan makanan dalam mulutnya “tidak banyak variasi di piringnya” memotong steak

WELL I’M SORRY! JADI KENAPA KAMU MAU AKU UNTUK MEMASAK?!”(kaaau!)

“karna kau seorang NOONA” jawab Baekhyun sembari mengunyah.

“MAKSUDKU, AKU MUAK DENGAN PERMAINAN ADIK-KAKA INI!” (ini konyol, konyol, konyol)

“Hmm~ kalo gitu gimana kalo kita bermain permainan yang lain?” memotong motong steak “kita berdua menulis beberapa peran untuk diperankan dalam sebuah kertas, kita akan memerankan nya apapun peran yang kita dapatkan seperti performance dadakan. Saat kita mulai muak dengan peran tersebut, kita bisa mengeluarkan kartu yang lain. Kita juga bisa melatih skill acting kita seperti ini” Baekhyun memasukan makanan kedalam mulutnya.

“heh….sepertinya menarik” Ren megang dagu “kita bisa menulis apapun yang kita inginkan?”

“ya, tidak akan aneh memerankannya karna hanya ada kita berdua disini” Baekhyun berdiri, mencari kertas dan balpoin “nih” memberikan kertas dan balpoin.

“hihi” (dan aku sedang berfikir untuk menulis sesuatu yang aneh) Ren nulis di kertas.

“Jika kau memilih yang aneh, kau tidak bisa menolaknya” Baekhyun muter muter balpoin

(Urk….like wise….) Ren ga jadi nulis.

“kita akan menulis, masing-masing lima” muter muter balpoin “…well, apa yang harus aku tulis?” baekhyun mikir sembari ngetuk ngetuk bibirnya pake balpoin.

“hmm”(… … oh iya! Apa yang akan terjadi kalo peran ini dimainkan) Ren mendapatkan ide

Kertas : Boyfriend and Girlfriend

“aku pulang” Ren buka pintu

“Selamat datang, Tuan Putri”. Baekhyun bungkuk.

“Bagus sekali, sekarang bantu aku melepaskan sepatuku”mengangkat kaki

“Baik!” Melepaskan sepatu Ren

“Aku sudah menyiapkan bath untukmu” membawakan jas Ren

“Terima kasih atas kerja kerasmu!” bertingkah seperti tuan putri.

“Sayangnya, sabun apel nya sudah habis dan di toko sudah habis terjual”. Ucap Baekhyun

“APA KAU BILANG?!” mencambuk Baekhyun.

Ahh, Kartu yang kita pilih kali ini adalah ‘The Princess and Her Servant’, sebelumnya ‘The Queen and Her Servant’” Baekhyun ngehindar “Mengapa kartumu keluar tiga kali berturut-turut, Ren Hee-ah kau selalu menarik kartu The Queen” narik nafas.

“Itu Prin-cess!” duduk di sofa “ tadinya aku akan menulis ‘The Maid and Her Rich Master’ tapi itu di batalkan, kalo aku nulis ‘A Giant and A Dwarf’ kamu bakalan protes”

“Memainkan peran yang sama seharian itu tidak mungkin”. Ikut duduk di sofa.

“Apa maksudmu!kalo gitu kenapa ga kamu aja yang pilih selanjutnya” memberikan box ke hadapan Baekhyun.

Baekhyun mengambil kertas dan bertuliskan The Pet and Its Master.

“Empat kali berturut-turut” Ren ngangkat dua jempul sambil ketawa ketawa bahagia.

(hm, ini tidak apa-apa) “Aku harus jadi apa?Anjing?Kucing?” Baekhyun garuk garuk dagu.

“Engga, engga! Aku pet nya. Aku akan menjadi kucing”. Saran Ren

“Apa makan malamnya sudah siap? Meoww~” Ren tiduran di atas meja makan.

“… … …” (apa bedanya) Baekhyun nyiapin makan malam “tapi saat kau berperan sebagai kucing, kau seperti berbeda dari kau yang biasanya acuh tak acuh”.

Blush “itu karna acting ku bagus” (itu benar ini hanya acting).

Di ruang club drama.

“Okay, pemain tertulis di belakang naskah”.

( aku dapat peran utama, aku harus bekerja keras….) Ren membaca naskah nya.

“Ah, Kim Ren Hee, aku menantikan pertunjukanmu.” Suho sang penulis naskah menghampiri Ren

“Eh?” Ren menoleh

“aku menuliskan naskah ini terutama agar cocok denganmu” Suho nyengir

(ugh…seperti tekanan besar!) “Um…” senyum kepaksa

“ada apa? Kau seharusnya lebih berbahagia!”. Memperhatikan Ren

“dia terlihat seolah-olah memang dia akan mendapatkan peran itu!” orang bisik bisik

“tentu saja, dia kan anak dari orang-orang itu” orang bisik bisik

“orang tuanya akan menonton penampilan nya, semacam pendukung yang kuat, apa yang bisa kau lakukan tentang itu”. Orang bisik bisik

Di rumah

“Aku pulang” Baekhyun membuka pintu dengan wajah senang.

“…..eh? kau tidak di tempat latihan?”

“aku pulang lebih awal, aku ingin bekerja dengan naskah buatanku sendiri” Baekhyun memberikan kresek berisi soft drink “Hey! Kucing tidak meminum itu, dan juga mereka tidak berbicara” ngeluarin mainan kucing “ayo kemari kucing”. menggoyang goyang kan mainan kucing.

“apa kau khusus membelinya?” Ren memasang wajah lazy

“kau pemeran utama wanita kan? Selamat” Baekhyun senyum.

Blush “….” nyoba nangkap mainan kucing.

“Hey!” menggoyang goyangkan mainan kucing.

Ini sesuatu yang tidak biasanya aku lakukan.untuk bertingkah keras kepala seperti seorang Princess dan bertingkah lucu seperti seekor kucing. Tapi semua ini adalah bagian dari diriku.

“Hey, Kim Ren Hee!” salah satu anak club drama mencoba membangunkan Ren
“Apa dia tertidur?”

“Maafkan Aku!” Ren langsung bangun.

“Aku tau, kau harus bertingkah seperti tidur di scene ini, tapi kau….”

“Betapa buruknya!” orang bisik-bisik

“Tertidur disaat latihan sedang berlangsung” orang bisik-bisik.

“Aku memberikan peran itu padamu, karna aku mengagumi kemampuan berakting mu, jika kau tidak ingin memainkannya, aku bisa mencari penggantinya kapan saja. Apa kau berfikir kau bisa mendapatkan peran itu karna kau mempunyai orang tuamu untuk mendukungmu?” Suho keluar dari ruang club dengan membanting pintu.

Baekhyun senyum memandang Ren dari kejauhan.

“Semua orang masih memiliki naskah mereka ditangan karna mereka berlatih, hanya kau saja tidak menunjukan bahwa kau sangat hafal dengan naskahnya…” Baekhyun menghamipiri Ren.

“……” berbalik melihat Baekhyun “Kau tidak perlu menghiburku” (aku benar benar ngantuk)

“Menghiburmu?Engga!” meluk Ren “aku hanya merasa kasihan kepada kucing ku” usap-usap kepala Ren “it’s okay it’s okay”.

“….apa kita harus berakting di publik juga?sniff sniff” nahan nangis.

“kucing tidak berbicara” usap-usap kepala Ren.

Semua ini hanya permainan pada akhirnya. Walaupun aku sudah tau itu, tapi aku tetap tidak bisa menunggu untuk mengambil kartu itu.

Dirumah

“……” Baekhyun megang dagu, sedang berfikir, dan duduk di depan komputer.

“Hey~Master?” ngetuk pintu “JANGAN MEMASUKI KAMARKU TANPA PERMISI! DAN JANGAN MENGGUNAKAN KOMPUTERKU SEENAKNYA SAJA! WALAUPUN AKU INI PELIHARAAN!” berteriak emosi.

“Mesin ketik ku rusak. Biarkan aku memakai ini sebentar” Baekhyun tertawa sambil menggoyang goyangkan kursi.

“Naskah seperti apa yang kau tulis?” menghampiri Baekhyun.

“Hm, salah satu yang ku pilih dalam kompetisi” Baekhyun menatap komputer

“Oh…!” memandangi Baekhyun “bukankah merepotkan untuk tetap menjadi pemilik kucing?”

“Engga, aku baik-baik saja dengan ini” berbalik “aku masih menikmati kesenangan untuk menjinakan kucing ku” tertawa.

“sudah cukup MESUM!”

“Sangat kejam~ baiklah, kalo gitu ayo kita ambil kartu selanjutnya”. Ajak Baekhyun

“Silahkan Ambil!” Ren nyerahin box

“ini gapapa kalo aku yang ambil?” Baekhyun ngambil kertas, ngebuka kertas “…..”

“apa itu…?”

Baekhyun membalikan kertas yang bertuliskan “Boyfriend and Girlfriend

“…ah, salah satu kartuku! Ini membuatnya menjadi lima kali berturut-turut” blush

Ini terlihat seperti seseorang merencanakan ini.

“……” Ren ngeblush

Pada saat ini…

“…bolehkah aku memanggil mu hanya Ren saja?Atau…” tangan Baekhyun menghampiri Ren “Ren Hee?” tangan nya menyentuh rambut Ren “Ren?” tangan nya menghampiri pipi Ren dan mencium kening nya.

“Apapun terserah…” Ren memeluk Baekhyun

Pada Pagi Hari

Dia tersenyum sambil berkata ‘ini sudah lama semenjak aku tidur di atas kasur, dan bangun dengan natural

“…bukankah kamu kedinginan?” Ren selimutan sembari berbaring di atas tempat tidur.

“achoo!” Baekhyun bersin

“nah kan?” memandang Baekhyun dengan tatapan menang.

Baekhyun jalan menuju tempat tidur

“Bersinmu seperti seorang wanita” Ren tertawa.

“aku tidak kurang ajar sepertimu” Baekhyun masuk ke tempat tidur lalu selimutan

“……” memandangi Baekhyun dari dekat.

“ah~ sangat hangaat” selimutan sembari nutup mata.

Akting kita terlalu bagus.

Di tempat latihan orang-orang memandangi kami berdua.

“Jadi mereka pacaran……” orang bisik-bisik

So Good, tidak ada orang yang menyadari kalo ini hanyalah akting.

Di Supermarket.

“……apa kau mentraktirku untuk suatu hal?” Baekhyun memegang wadah daging “wah daging ini bagus”.

“eh? Soalnya….bukannya naskahmu sudah lulus untuk kompetesi? Ini untuk perayaan!”

“Kompetisi itu tidak mudah, kau tau…..”

“Harus berapa babak agar kau bisa lulus kompetesi?”

“Empat Kali” muka datar

“KALO GITU PERAYAAN DIBATALKAN! AKU AKAN MENYIMPANNYA KEMBALI!” berjalan ke tempat asal dimana daging itu berada.

“….” (daging) Baekhyun gigit jari.

Saat Ren dijalan kembali ke tempat Baekhyun.

“Eh?Byun Baekhyun?” seorang wanita memanggil Baekhyun

“…” Baekhyun berbalik

“eh?” (itukan orang-orang dari club drama, dan mereka salah satu orang yang tidak suka padaku). Bersembunyi sekaligus menguping.

“bukankan ini dekat dengan kediaman Kim Ren Hee? My God!apakah kalian bersama?” ucap wanita tersebut.

“Oh yeah, Selamat atas lulusnya dalam babak penyisihan” ucap salah satu wanita itu.

“Itu Cuma babak pertama…” (siapa yang menyebarkan berita ini) Baekhyun jawab agak sinis.

“Itu seharusnya bukan masalah, ayah Ren Hee adalah salah satu dari juri kan?”

Eh?

“Ini tidak ada hubungannya dengan itu” balas Baekhyun.

Aku bahkan tidak tau tentang itu…

Sorry,sorry, tapi bukankan Ren Hee membantu mu?”

Orang-orang ini…

“…tidak” balas Baekhyun “Kita tidak memiliki hubungan apa-apa dari pertama juga” senyum “kita hanya bermain permainan kencan”.

Akting kita benar-benar bagus…

Pada saat dirumah

“Eh? Ini daging yang tadi…” Baekhyun ngeliatin daging di atas meja makan.

“Itu benar~ silahkan nikmati~” berbicara dengan nada ceria.

“kenapa ini terasa seperti aku adalah pet kali ini”. Memandang Ren

“HAHAHA, itu tidak terlalu buruk” senyum.

Sangat bagus bahkan aku sampai melupakan nya.

“ingin mengambil kartu yang baru?” Ren senyum.

Semua ini hanya akting

“…oke”. Baekhyun menjawab.

“…” Ren mengambil kertas dari dalam box

Dia menyetujuinya begitu saja.

“ada yang salah?” tanya Baekhyun “kenapa kau tidak membukanya?”

“karna kau yang menulis sisanya, tidak tau kalo ada yang aneh disana” gemeteran

“ini tidak seperti kamu memiliki alasan untuk menolaknya, cepat buka itu”

“Aku tau…” membuka kertas.

Saat aku membuka ini, kita akan…

“Haruskah aku membukakan nya untukmu?” merebut kertas dari tangan Ren

“TIDAK!” Ren menarik tangan nya.

Aku selalu ingin mengatakan nya…

“tidak…”

Ini bukanlah akting

“Aku tidak mau!” keluar air mata dari sisi sisi mata Ren.

“sudah ku bilang kau tidak punya alasan untuk menolaknya”.

Eh?

“…” Baekhyun mencium bibir Ren

Jangan jangan ini…

Semuanya sama…

Semua kertas yang Baekhyun tulis semuanya sama…

Semuanya bertuliskan Boyfriend and Girlfriend

“Aku hanya menulis ini, tapi tidak ada dari semuanya yang terambil” ucap Baekhyun

“Kau merencanakan semuanya dari pertama, mengapa membuatnya menjadi sebuah permainan…” menoleh ke arah Baekhyun

“Jika aku tidak melakukan ini dengan alasan sebuah permainan, aku yakin kau pasti tidak akan membiarkan aku tinggal disini” ngeblush “sebenarnya aku ingin mengatakan nya sudah lama sekali” menoleh ke arah Ren dan tersenyum.

“Eh? Mengatakan apa?”

“Ayo berhenti bermain permainan ini dan membuatnya menjadi serius” tersenyum.

Let’s Play the Role *end*


The Last Meeting

$
0
0

poster

Tittle/judul         :               The Last Meeting

Author                  :               Avi

Length                  :               Ficlet

Genre                   :               Angst, Mistery

Rating                   :               T

Main cast             :               Oh Se Hun

Additional Cast  :               EXO’s manager, Chanyeol, Suho, OC.

Disclaimer           :               I just own the story.

.

.

Aku tak bisa membiarkanmu seperti itu. Jika aku tidak bisa, maka tak akan ada yang bisa’

.

.

.

“Oppa aku benar-benar menyukaimu”

Sehun hanya tersenyum. Bukankah itu hal yang biasa?

Sejak namanya terkenal sebagai seorang penyanyi, Sehun sudah sering mendengar kata-kata seperti itu. Mencintai-lah, menyayangi-lah, atau bahkan mengakuinya sebagai pacar. Dan yang lebih lagi, mengakui sebagai suaminya dan meminta pertanggung jawaban atas kehamilannya.

Kehidupan sebagai seorang artis ternyata bukan hal mudah. Kerap kali dia mendapat cacian karena hal yang dia tidak tahu. Misalnya orang tua yang tiba-tiba marah saat melihatnya, alasannya karena sang anak terlalu mengidolakan dirinya dan membuat risih kedua orang tuanya. Atau seorang suami yang merasa cemburu karena sang istri ternyata mengidolakan Sehun dan sering membanding-bandingkan dengan Sehun.

Berapa banyak fans yang menunggunya di bandara kali ini?

Sehun sampai kesulitan untuk berjalan menuju mobil. Dia dan grupnya kini memang sedang berada di puncak kesuksesan. Fans yang mengerubunginya tak tanggung-tanggung. Kadang dia sampai terluka karena tersungkur atau terbentur kamera para wanita yang menunggunya. Resiko, pikirnya.

“Hyung, aku akan bertemu dengan temanku, jadi turunkan aku di café dekat kantor” kata Sehun pada managernya saat mereka sudah ada di dalam mobil.

***

Seorang wanita malambaikan tangannya pada Sehun. Lelaki jangkung itu kemudian berjalan kea rah meja yang berada di pojok itu. Tapi kemudian wanita itu mengisyaratkan Sehun untuk berhenti. Sehun menurut. Dia kemudian duduk di meja terdekat lalu mengeluarkan ponselnya yang bordering.

Aku tunggu di mobilku, di parkiran basement.

Wanita itu kemudian pergi keluar. Selang 10 menit, Sehun mengikuti perintahnya untuk pergi menemuinya di parkiran basement. Sehun kemudian masuk ke sebuah mobil sport merah yang sudah sangat dikenalnya itu.

“Ayo kita pergi ke tempat yang sering kita kunjungi dulu Miyeong-ah.. go…go..gooo” Ujar Sehun bersemangat.

***

Suho, Chanyeol, dan Lay serta managernya menatap sosok yang ada di hadapannya. Sedang tertidur, damai sekali. Chanyeol mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi mulus itu. Benar-benar tertidur sangat pulas hingga tidak bisa lagi untuk membuka mata. Mungkin dia terlalu lelah dan ini saatnya dia untuk beristirahat. Setelah Chanyeol, Suho ikut ingin menyentuhnya. Dia membuka kain yang digunakan untuk menyelimuti tubuhnya yang tak berpakaian. Suho tak bisa menahannya, air matanya kini sudah jatuh begitu saja.

“Selamat jalan Sehun-ah, semoga kau tenang”

Suho kemudian menutup tubuh itu lagi. Luka yang ada di perut Sehun sudah cukup menjelaskan kenapa Sehun tertidur. Luka yang terlalu sakit untuk Sehun sehingga lelaki sekuat Sehun tidak mampu menahannya.

.

.

.

‘Kini tak akan ada yang bisa memilikimu, sekalipun aku harus kehilanganmu sayang’

 

-THE END-

 

###
Finally..whooaaaa

Akhirnya bisa nyelesein ini ff. sejak suka k-pop, ini pertama kalinya aku selesai nulis ff, jadi aku mohon komentarnya yaaJ

Regards

Avi~


Beautiful Pain (Chapter 4)

$
0
0

Author             : ndmyf;

Cast                 : Oh Sehun, Park Chanyeol, Kim Rian (OC);

Genre              : Romance, Friendship, Family;

Length             : Chapter;

Rating             : PG-16;

Summary         : Kebenaran yang terungkap begitu membuatku bahagia namun terasa sangat menyakitkan. Hanya ada dua pilihan, meneruskannya atau menghentikannya dan menguburnya dalam-dalam. -Kim Rian.

 

Baru ngeShare lagi ^m^..

Thanks and happy reading..

 

Menunggu bagai titik kosong tanpa kepastian. Kepastian akan sesuatu yang bahkan tidak tahu bagaimana akhirnya. Menunggu hatimu. Manusia hanya bisa berharap, Tuhan yang menentukan, tapi dari harapan itulah aku akan menunggu, sampai kau memberikan hatimu untukku… ‘Oh Sehun’

Mungkin kau disini bersamaku, tapi ada sesuatu yang belum bisa ku pastikan, apakah benar hatimu telah menjadi milikku? ‘Park Chanyeol’

 

Empat

****

Pandangannya fokus, namun pikirannya tidak hanya terfokus pada satu titik. Ingatan lainnya ikut menggerayami pikirannya sejak semalam. Kini perasaanya yang ragu, mulai menemukan titik kepastian, namun terasa sulit untuk jujur pada dirinya sendiri. Dengan satu tangannya memegangi lembaran faktur setelah memantau barang masuk di gudang penyimpanan.

Setelah mengecek daftar list barang hari ini, Rian kembali bergegas menghampiri ruang kerjanya. Berjalan ke lobi. Resah. Sesampainya di sana, berhadapan dengan orang-orang yang tak ingin ia temui.

Rian mendesah.

Beberapa orang berkerah putih yang baru saja keluar dari ruangan besar dengan dua pintu kayu mewah terpisah. Di atasnya masing-masing bertuliskan “Ruang Rapat”. Terlihat ekpresi yang berbeda-beda di sana, Rian memerhatikan saat tungkainya berjalan perlahan, sesuatu telah menarik perhatiannya, pembicaraan yang mengingatkannya pada sesuatu dimasa lalunya, ‘Oh S..’

Pintu ruangan satunya terbuka, membuatnya menoleh. Orang-orang lainnya keluar dari sana. Pandangannya menyempit terfokus pada satu arah yang menariknya, seseorang yang baru saja keluar dari ruangan itu. Rian menoleh sebentar, bingung melihat sekeliling lalu kembali berjalan keruang kerjanya.

Lambat laun muncul perasaan bahwa ia tengah diamati. Sehun mendongakkan kepala mulai mencari. Perlahan ia berjalan menghampiri. Dalam bingkai kayu berlapis kaca. Saat itu keduanya saling menatap. Perasaan-perasaan yang mulanya tersembunyi rapat, kini mulai timbul kepermukaan. Pesan-pesan singkat mulai tersampaikan dengan hanya satu moment yang berbeda, satu sensasi baru yang ia rasakan. ‘Biasanya aku tahu apa yang kulakukan, biasanya aku yakin dengan langkah yang kuambil, tapi sekarang, semuanya hancur tak terkendali. Dan itu karenamu..’.

**

‘Malam tadi.. ‘Part-1’

Hujan terasa amat lama jika sedang tidak dinikmati. Dalam naungan atap yang sama melindungi keduanya dari air hujan. Sehun bersin beberapa kali, setelahnya mengusap-ngusapkan jarinya kehidung. Dingin mulai menyeruak bersama dengan malam yang mulai larut. “Sajangnim, kenapa kau tidak pulang? Sepertinya kau sakit” Sehun hanya mendecikkan bahu, tidak tahu. “Lalu kau?”

“Aku akan pulang, Selamat malam,-“

“Aku ikut pulang ke rumahmu,-” satu kalimat membuat gadis itu menghentikan langkahnya, membalikkan tubuhnya mendapati mata yang tengah menatapnya. “Mwo? Kenapa kau tidak pulang kerumahmu?”

“Aku tidak punya uang, aku tidak bisa bayar taxi, kau mau membayarnya?”

Rian menelan ludah pahit. Sekonyong-konyong dua pikiran berbeda menghampirinya, pertama kekesalannya mulai muncul, apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki ini? Apa mungkin ia psikopat? Rian bergidig merinding. Dan yang kedua, apa mungkin Sehun sengaja dan akan terjebak hujan lebih lama bersamanya disini? ‘Ah, tidak-tidak,, jangan bodoh Kim Rian’ susah payah ia menghalau dua pemikiran aneh tadi.

“Kau hubungi saja pegawaimu, suruh mereka menjemputmu,-”

“Aku tidak membawa ponsel,-” timpalnya datar. Sambil meliriknya sebentar, Sehun melipat lengannya di dada. Rian kehabisan kata-kata dan perutnya mulai mulas, hanya satu tarikan napas yang tersisa, dan ia berkata “Kupinjami ponselku, aaa-” Rian menunduk menatap ponselnya dengan layar hitam pekat kehabisan baterai, ‘Kenapa disaat seperti ini,?’ Wajahnya terangkat, bibir bawahnya terangakat. Memanyun “Bagaimana bisa kau keluar rumah dengan tidak membawa apa-apa!,” Gadis itu menggigit bibir kesal, tubuhnya terasa panas bahkan serasa mengeluarkan asap keluar dari kepalanya.

“Ya! Apa kau lupa, aku ini atasanmu!”

Rian berdecak dan kembali memanyun.

Sehun kembali melanjutkan kalimatnya “Niatku hanya berjalan-jalan mencari udara segar, dan ternyata hujan. Aku hanya memiliki uang seadanya, dan tidak membawa ponsel. Jadi kau akan menampungku atau tidak?” Perut Rian makin mulas. Dan sekarang tangannya mulai dingin. “Sajangnim, apa kau sedang berdalih? kau yakin tertarik padaku? Bukannya dendam? kau,-” satu bekaman mendarat dimulutnya, yang sontak membuat gadis itu terkesiap dan berhenti berbicara.

“Cukup, ayo pergi,-“

‘Sial..’

Wajahnya seketika menyernyit lalu ia putuskan untuk mengangguk, setelah bekaman itu menghilang bersamaan dengan beberapa langkah kaki berjalan didepannya. ‘Terserah, lagi pula aku tidak punya uang untuk membayarkannya taxi. Tapi bukan hanya itu asalan yang sebenarnya,..’ Rian menggigit bibir. Punggung itu mulai berjalan menjauh didepannya. ‘Secara tidak langsung aku bersyukur, Sepertinya aku ingin—aku ingin lebih lama bersamamu,-‘ Rian makin tertekan dengan ketidakpastian hatinya, ia coba tekankan sekali lagi dalam hatinya, hentikan perasaan ini sebelum benar-benar lebih dalam, tapi ternyata lebih sulit dari yang diperkirakan.

Hujan memagari, air terjatuh dari langit memanjang membentuk garis-garis tak terputus. Jalanan masih belum terlihat sepi walau malam mulai larut. Pas untuk julukan kota yang tidak pernah tidur. Mobil-mobil masih melintasi jalanan. Sehun melirik ke arah Rian yang semakin lama semakin menundukkan kepalanya, tertidur. Seperti ‘de javu, adegan itu seakan terulang kembali, namun berbeda versi. Rian yang tertidur disampingnya, ketika ia meminta agar menuliskan sebuah kalimat dihalaman pertama ‘Dream booknya. Dan ketika itu pula ia berniat mengatakan perasaannya pada gadis itu. Walau pada akhirnya, satu kalimat pengakuan itu, tak tersampaikan dan hanya memendamnya dalam diam.

Sehun masih mengingat itu semua, kenangan manis yang pernah tertorehkan dalam hatinya. Perasaan ini terasa sama namun dalam keadaan yang berbeda, gadis itu kini tak sendiri ia memiliki seseorang yang mengisi hatinya. Jika saja waktu itu keberaniannya telah terkumpul, mungkin semuanya akan berakhir berbeda, ‘Mungkin saja, sekarang ini kau telah menjadi milikku’. Tangannya terulur mengelus pelan ujung kepala Rian yang alhasil, membuatnya bersandar dibahunya.

Sehun kembali menatap keluar jendela, sembari mengulum senyum.

Bis mulai menapaki bibir halte, Rian masih menguap, setelah dibangunkan paksa oleh Sehun. Keduanya kompak tidak saling bicara sampai akhirnya sampai tepat didepan pintu apartemen milik Rian.

Pintu terbuka setelah kombinasi password ia selesaikan, “Aku pulang,-” teriaknya. Keduanya masuk masih dengan tanpa bicara. Naya teman satu kamarnya masih belum terlihat kedatangannya. Rian merebahkan tubuhnya di sofa dengan berbagai umpatan menjurus untuk Naya, sedangkan Sehun ia sibuk memandangi setiap sudut ruangan apartemen kecil teramat sederhana milik Rian.

“Kau tinggal ditempat seperti ini?” Rian menyipit, seketika ia berdiri sambil menyilang lengan di dada, “Mwo? Kau tidak suka? Pergi sana!” Sehun hanya meliriknya sebentar sambil bergidig, ia edarkan lagi pandangannya. Setiap furniture tak lepas dari matanya. Pandangannya tertarik pada satu objek, kakinya melangkah menghampiri tanpa memalingkan pandangannya, sebuah frame foto.

Sosok yang sangat ia kenali. Bibirnya bergumam tak karuan.

Sehun termangun.

Bunyi ‘beep terdengar lagi..

“Aku pulang, Rian-ah, kau bersama siapa? Chan? Apa itu kau Chanyeol?” Rian berangsur menghampiri pintu, Naya tengah melepas hilsnya, “Ya! Kalian berpacaran sampai selarut ini?” Naya melayangkan tatapan mengintimidasinya, Rian hanya berdecak kesal, kalimat itu lebih tepat jika ditunjukan padanya.

Pendengarannya jelas-jelas tidak tuli, ia mendengar apa yang gadis itu katakan, sangat jelas saat mengucap nama Chanyeol. Sementara itu, Sehun masih belum bergeming. Laki-laki bertopi dengan jacket katun merangkul gadis berambut hitam panjang dengan pose huruf ‘V’ di tangannya. Dengan background pohon sakura saat musim semi.

Terasa ada yang salah, perasaannya seperti beradu tercampur tak karuan. Marah, kesal, sedih, bahkan merasa ingin menangis sambil berteriak sekeras mungkin. Menyesakkan. Seperti tangisan, namun tak sedikitpun air mata keluar dari sana, hanya isakkan dalam dada.

Yang menjadi fokusnya sekarang ini adalah cepat-cepat keluar dari sini, tidak perduli diluar sana hujan es atau pun batu, ia tak perduli.

“Sajangnim, kau mau kemana?”

“Eeeh,?” Hanya satu kata itu yang mampu keluar dari mulutnya, sambil menujuk kearah sosok yang sangat ia kenal. “Sajangnim?,-” teriak Naya kemudian. Sehun buru-buru memakai sneakernya, tanpa basa-basi ia kemudian beranjak membuka pintu, lalu menghilang berbarengan dengan bunyi ‘beep saat pintu tertutup.

**

‘Semuanya terlalu rumit, terlalu sulit untukku terima. Kahilanganmu sama-sama menyakitkannya dengan saat kehilangan kedua orang tuaku. Aku tak sanggup kehilanganmu, Rian-ah’.

“Kim Rian!”.

Sehun menghela napas, dadanya naik turun susah payah mencari udara yang seakan enggan melegakan paru-parunya. Beberapa jam yang lalu setelah ia kembali dari ruang rapat, ia masih berkutat dengan macbooknya, namun entah sejak kapan ia mulai terlelap. Pijatan-pijatan lembut di dahi membuat perasaannya sedikit membaik, walau dalam arti sebenarnya perasaannya sulit untuk dikatakan ‘membaik’.

Sementara Rian, gadis itu hanya terdiam dengan mengetuk-ngetukkan bolpoin ke keyboard, sebelah tangannya menopang dagu sembari memerhatikan monitor komputer. Dia sedang tidak mood hari ini, pikirannya campur aduk dengan kejadian semalam. Juga peasaannya. ‘Apa aku mencintai dia? Aku rasa bukan. Belum,−aku ralat. Bukan belum dalam artian sebenarnya. Hanya saja aku belum yakin. Aku memang menyukainya−dari dulu, aku sangat ingin dia bersamaku, tapi−apa benar itu cinta?’. Wajahnya terangkat, meningtip dari balik monitornya, rekan kerjanya tidak ada di tempat, waktu yang tepat untuk mencari udara segar. Rian buru-buru keluar ruangan setelah menekan tombol turn off.

Kilauan cahaya membuatnya sedikit berpaling ketika pintu terbuka. Bibirnya terangkat, tersenyum saat langkahnya menembus kilauan itu yang berubah menjadi keindahan alam. Matanya memejam, kedua tangannya terlentang merasakan sentuhan angin menyapa tubuhnya. Rian mendesah dengan senyuman di wajahnya, kilauan itu kembali menyeruak setelah matanya terbuka. Berjalan menghampiri dinding pembatas atap. Mengedarkan pandangannya kesetiap sudut kota yang terlihat jelas memanjakan mata.

‘Ketika menyukai seseorang tanpa suara. Hanya akan menatapnya dari kejauhan. Aku ingin menyapamu, tapi aku malu, bukan malu dalam artian sebenarnya, aku malu−karena aku menyukaimu.’ Ketika sesuatu yang lain telah menarik perhatiannya. Seakan ada magnet menarik dirinya untuk mendekat, tidak terlalu membuatnya terkejut, sejak pertama memang laki-laki itu mampu membuatnya terpesona, terlepas laki-laki itu adalah Oh Sehun, seseorang yang ia kenal sejak dulu.

Dengan sebelah tangan yang menutupi keningnya, ia bersandar di dinding pembatas, dengan melipat sebelah kakinya. Laki-laki itu terlihat terlelap begitu tenang. Gadis itu berangsur mendekat, membungkuk lalu duduk dihadapannya. Belum ada tanda-tanda ia akan bicara, masih termangun menatap lelaki yang masih diam dalam posisinya yang sama.

Aku jatuh cinta kepadanya saat guyuran hujan siang itu, di pinggir lapangan sepak bola sekolah. Ia duduk sendirian memerhatikan hujan yang tiba-tiba turun. Kau duduk bersila saat aku datang untuk berteduh di bawah kursi tribun penonton. Lalu kau berkata “Mereka turun tiba-tiba, padahal hari sedang cerah,”. Lalu kau kembali memandang langit.

Aku tahu, ini bukan pertama kalinya kami duduk bersama saat hujan, tapi ada sesuatu yang aneh kurasakan saat itu. Saat kau memberikan jaketmu untukku, dan kau pergi menerobos hujan. “Rian-ah, jangan sakit. Tunggulah sebentar lagi. Aku pergi duluan,-“ Moment sederhana namun sampai hari ini, aku masih bisa mengingatnya’.

Sehun yang menyadari kehadiran seseorang, akhirnya meringsut bergerak, matanya terbuka perlahan, termangun saat iris coklat yang basah telah menatapnya. “Apa ini mimpi? Dan kenapa kau malah menangis dalam mimpiku?” Sehun mengulurkan tangannya, menghapus cairan bening yang sudah menghiasi pipi Rian.

“Aku senang kau hadir dalam mimpiku, bahkan terasa begitu nyata,-” Sehun tersenyum samar, seraya mendaratkan kedua telapak tangannya, Rian memejam meresapi sentuhan hangat dikedua pipinya, dengan menyunggingkan senyuman. ‘Ternyata aku memang mencintainya..’. Sejurus kemudian ketika kedua matanya terbuka, bersamaan saat Sehun menempelkan dahi dengan dahinya. Mata hitamnya bertemu dengan mata coklat bening milik Rian, mereka saling menatap. Terasa hening, belum ada yang mengawali pembicaraan, keduanya terhanyut dalam perasaan mereka masing-masing sampai akhirnya Sehun memejam.

“Mimpiku benar-benar indah,-” Bibirnya tersenyum dan menggeleng pelan, memperlihatkan giginya yang berderet rapi.

“Hun-ah, ini bukan mimpi,”

“Mm.. Benarkah? Tapi lebih baik ini mimpi. Aku tidak perlu terbangun jika ingin lebih lama bersamamu.”

Belum sempat bicara, Sehun memberi gesture agar gadis itu diam. “Biar saja tetap seperti ini,” Sehun mengulum senyuman di wajahnya, yang makin membuatnya memesona.

Dan dimulailah ketika jantungnya bedegup kencang, napasnya yang menjadi tak beraturan dengan berbagai fantasi yang bermain-main dalam otaknya. Sambil menggigit bibir Rian ikut memejam, ada gambaran mereka berdua dalam benaknya. Minggu sore, saat langit setengah mendung. Bersama awan kelabu yang berarak mengikuti arah angin, yang mampu membekukan langkah kakimu, hanya sekedar untuk diam memandangi langit.

Rian tersenyum.

Fantasi itu indah bukan?, ketika kau membayangkan segala keinginan dalam pikiranmu menghempaskan semua kenyataan yang ada.

“Apa yang membuatmu begitu terlihat manis saat tersenyum?” Tiba-tiba Sehun angkat bicara, suara lembutnya mampu membuat gadis itu bergidig dalam ketenangan. Masih dalam posisi yang sama, Sehun menyentuh pelan pipi Rian dengan ujung punggung tangannya. Rian menggeleng pelan dengan pipinya yang sedikit merona, dan Sehun mendesah dalam pikirannya sendiri.

‘Bisakah kuubah semuanya? Bisakah tidak berakhir seperti ini? Bisakah aku memilikimu?’.

Sehun membatin. Mengingat kenyataan yang ia ketahui, sangat membuatnya meradang. Istilah ‘Kehilangan’ telah membekas dalam kamus hidupnya, bukan lagi hal yang aneh melainkan hal biasa, namun manusia dibelahan bumi mana yang menginginkan kehilangan.

Sehun menarik napas panjang, tubuhnya semakin mendongak, jarak diantara mereka hanya menyisakan beberapa sentimeter, sedikit lagi gerakan mungkin saat itu juga bibir mereka saling beradu. Angin berhembus menyapa, menyejukkan setitik gejolak dalam dadanya, Sehun menatap gadis itu dengan tatapan nanar. Ia telan segalan keinginannya bersamaan dengan ludah pahit yang kemudian menghilang di tenggorokan.

Kembali beradu pandang setelah beberapa menit. Rian mulai ingin angkat bicara “Hun-ah?” Ucapnya pelan, setelah membuka mata, Sehun kembali menelan ludah yang bahkan terasa kering dimulutnya.

Aku tidak tahu harus berbuat apa, apakah aku harus menjadi egois? Sialan.. Chan-ah, aku…’

Tangannya mengepal.

“Eoh?..” Rian terkesiap tiba-tiba ketika Sehun meniup wajahnya. Ia menjauhkan wajahnya sehingga mata mereka beradu kembali. Tawanya meledak, bukan hanya karena ekpresi lucu dari Rian, juga tentang menyembunyikan perasaannya.

“Oh Sehun,,!” Gadis itu mendengus kesal.

‘Aku benar-benar merasa terikat denganmu. Satu-satunya seseorang yang mampu membuatku merasa ‘ada’. Akan ku sediakan banyak waktu luang hanya untuk mendengar omelanmu, cerita-cerita tentang kehidupanmu dulu, bahkan tentang kisahmu bersama Chanyeol, walau sakit akan kurekam semuanya dalam memori otakku, asalkan bersamamu lebih lama.’

Sehun mendesah. Lalu angkat bicara.

“Apa yang membuatmu tersenyum sampai-sampai pipimu memerah seperti tadi?”

Rian mengubah posisi duduknya lalu merangkul kakinya, mencoba menghindar. “Aku tidak ingin membicarakan hal itu.” Rian menggerutu, bibir bawahnya terangkat cemberut, melihat ekpresinya itu Sehun langsung macak-acak rambutnya. Rian menumpangkan dagunya ke lutut dan memandangi Sehun yang terdiam menatapnya, dengan ekpresi yang tak bisa digambarkan olehnya.

“Sekarang apa? Mungkinkah seorang Oh Sehun menjadi semelankolis ini?” Rian bergantian menatap laki-laki itu dengan ekpresi yang sulit digambarkan, banyak kemungkinan yang ia pikirkan tentang Sehun, juga tentang perasaannya terhadap laki-laki itu.

Sehun menatap Rian sendu, “Aku hanya terlalu merindukanmu,” sekali lagi Sehun mengelus lembut pipi gadis itu. Senyumnya kembali merekah walau lebih terlihat seperti alibi yang membosankan. “Kenapa kau tidak pernah menghubungiku? Aku tidak pernah membayangkan sampai selama ini menunggumu,-”

‘Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tetap menunggumu. Bahkan Aku tak pernah merasa bosan menunggumu, meski waktu terus berjalan, sedangkan kau tak kunjung datang.’

Sehun menghela napas, “Jawabannya… rumit.”, ia kembali bersandar, memejam matanya untuk beberapa saat. Dagunya terangkat, lalu ekspresinya mendadak datar.

Banyak hal yang belum kuceritakan padamu’.

“Mm?..” Rian masih menunggu, namun tak ada jawaban disana, lelaki itu hanya tersenyum menenangkan. “Aku menyesal telah membuatmu menunggu, Aku tidak bermaksud untuk.. Aku pergi dengan… terburu-buru.”

Rian memiringkan wajahnya tidak mengerti, dua alisnya nyaris bertaut memerhatikann ekpresi Sehun yang seakan ingin meralat ucapannya tadi. Kemudian ekpresinya melembut. “Tapi kau tidak akan pergi lagi, kan?” Terlihat Sehun menarik napas panjang, tubuhnya kembali mendongak, sambil melihat kilat tatapan mata memohon gadis itu.

Sehun menggeleng, seraya tersenyum.

**

‘Malam tadi..’ Part-2′

Terasa sesak, susah payah ia menarik napas. Tanpa ia sadari buliran airmata yang kian memenuhi pelupuk matanya, menetes, menghiasi pipinya. Jika saja ia tidak menginginkan untuk datang kemari, semuanya tidak akan terjadi. Tubuhnya meringsut kelantai, sambil membungkukan tubuhnya ia tenggelamkan wajahnya diantara ampitan kedua kakinya.

‘Akan lebih baik jika aku tidak mengetahuinya, akan lebih baik jika laki-laki itu bukan Chan, aku lebih menerima jika laki-laki itu orang lain’. Sehun menghela napas, ia menghapus air matanya kasar, melangkahkan kakinya menerobos hujan.

“Eoh, Hun-ah? Kau Oh Sehun?”

‘Bagian menyebalkan apa lagi ini?’

           “Eoh? Kau.. Chanyeol?”

‘Sang keajaiaban sepertinya tidak memilih datang kepadaku hari ini.’

Sehun tersenyum.

5 menit, 10 menit. Sembari memerhatikan jalanan lewat tirai yang masih terguyur hujan, Rian menggigit ujung kukunya. Bingung. Sejak tadi Naya bicara ini itu, tapi ia tulikan pendengarannya dan berusaha mengabaikannya. Namun ada satu pertanyaan yang bahkan menembus pertahanannya, “Kenapa tiba-tiba kau bersama Sajangnim? Apa hubunganmu dengannya?” Pertanyaan sama yang selalu ia dengar saat berada di tempat kerja.

Rian memejam.

Sampai pada akhirnya ia beranjak mengambil payung, lalu berlari keluar apartemen.

Pria dengan coat selutut berdiri tepat dihadapannya, dengan payung navy melindunginya dari air hujan. Benar-benar tidak mengenakan diposisi seperti ini, berada diantara mereka berdua. Laki-laki dalam frame foto itu.

Park Chanyeol’.

“Hun-ah? Oh Sehun, ya bangapta.. Lama sekali kita tidak bertemu!”

“Mm.. Ne,- bagaimana kabarmu?” balasnya, berusaha terlihat biasa.

Belum sempat bicara, satu pemandangan yang membuatnya termangun, dua laki-laki saling berhadapan didepan sana. Ia melangkah perlahan, namun tetap menjaga jarak dari keduanya.

Gadis itu menggenggam erat payungnya. Kalimat pengakuan itu membuatnya terhenyak, ternyata keraguannya salah, ia benar-benar orang itu, seseorang dari masa lalunya. ‘Tapi, kenapa ia tidak mengatakannya padaku?’

“Tapi, apa yang kau lakukan disini?” Sehun angkat bicara, ia berharap kedatangan laki-laki itu bukan untuk menemui Rian, ia ingin jawaban lain. “Apartemenku tidak jauh dari sini, awalnya aku akan mampir ke apartemen Rian untuk memberikan ini,” menunjukan kantung hitam yang sedari tadi ia genggam, “Tteoppoki, tapi sepertinya ia sudah tidur, ah benar Rian tinggal di sini, apa kau sudah bertemu dengannya? Ia bekerja di perusahaanmu” tambahnya.

“Aah, Iya.. Chan-ah, aku harus pergi,-“

“Eoh?, iya−sampai bertemu lagi. Nanti..” Balas Chanyeol ragu.

‘Sepertinya tidak ada yang memihak padaku’. Berjalan sendirian menembus hujan, dengan perasaan yang tak menentu membuatnya benar-benar terpuruk. Jika akhirnya seperti ini lebih baik ia menolak permintaan Kakeknya dan tinggal di London. Tapi sepertinya universe tak mengijinkan keinginannya. Mungkin cinta datang tanpa direncanakan, tapi tidak ada yang salah bukan? semua orang berhak jatuh cinta pada siapapun, termasuk dengan sahabat sendiri.

Sehun menegadahkan wajahnya menghadap hujan. Menangis walau tak terlihat, namun ujung bibirnya terangkat membentuk simpul senyum. ‘Tidak usah menyesalinya, toh tidak akan ada yang berubah. Tapi satu hal yang membuatku bahagia. Bisa melihatmu lagi’.

****



Just That, I Love You – Room ( Chapter 4 )

$
0
0

chapter-four

Just That, I Love You

Author : 610021FireThunder

Genre : Imagine, Romance, Comedy

Length : Chaptered

Rating : All Can Read

Main Cast :

– You as Nam Seul Hee

– Park Chanyeol as Himself

– Kris as Himself

– Chen as Himself

Chapter Four ( Room )

15:27 CST Backstage

Semua staff mulai sibuk mempersiapkan kostum dan segala macam wardrobe, semua terlihat berlalu lalang kesana kemari. Pemandangan seperti itu adalah hal baru bagi Seul Hee, melelahkan memang namun ini lebih baik jika hanya melamun seharian tanpa melakukan apa apa.

“ Hei anak baru kemari, bantu bagian styling disini. “

Mendengar perintah Sunbaenya itu ia sejenak mematung, styling? Itu berarti ia harus berhadapan secara tatap muka dengan EXO, ingin rasanya ia menolak tetapi ia tidak punya pilihan lain karena yang menyuruhnya adalah Sunbae Ji Sung, si garang itu.

“ Hyaaa!!! Cepatlah apa yang kau lakukan termenung disitu?! Kau tidak tau kami sedang sibuk? “

“ Ah Baik Sunbae! “

Setelah menarik napas dalam dalam Seul Hee membuka pintu ruangan dimana EXO berada. Dirinya kini sepenuhnya didalam ruangan yang riuh dan sibuk. Sedetik dua detik tidak ada yang menyadari kehadirannya hingga..

“ Oh kau anak baru itu kan? Bantu aku menata rambutnya, aku akan melakukan make up pada yang lain “

Seorang make up artist wanita memanggilnya, awalnya ia tidak tau EXO member siapa yang sedang ditangani oleh dia, namun setelah menghampiri.. Yap, dia Chanyeol. Saat itu juga Chanyeol melihat kearah cermin lekat lekat, jelas sekali ada bayangan Seul Hee yang sedang menatap ke arahnya juga. Matanya membulat seakan tidak percaya dan memutar badannya yang masih terduduk mengarah ke Seul Hee.

“ K..K..Kau? “

Seul Hee mencoba menghindari kontak mata dengan pria jangkung itu. Namun, suara yang ditimbulkan Chanyeol menarik member lain untuk melihat kearahnya. Dan sama seperti Chanyeol mereka terkejut akan kehadiran Seul Hee. Beberapa crew pun ikut heran menyaksikan reaksi mereka.

“ Ya~ bukankah dia gadis yang waktu itu? “ Ucap Xiumin

“ Ah benar, itu dia. Jadi dia anak baru? “ sahut Suho

“ Kalian mengenal dia?? “ tanya salah satu crew

“ Ah.. hanya kebetulan saja “ sela Kai

“ Kebetulan? “

“ Yap kebetulan yang unik “ sahut Sehun seraya tersenyum tipis

Seul Hee merasa tidak nyaman karena diperhatikan hampir oleh seisi ruangan ia seperti alien yang terdampar di suatu planet, bingung menghadapi situasi yang terjadi. Terlebih Chanyeol masih menatapnya dan tak berkata apa apa lagi.

“ A…Anyeonghaseyo, Aku Nam Seul Hee. Aku bekerja untuk stylist pengganti beberapa bulan kedepan. Mohon kerjasamanya “

Hanya itu yang terlintas dipikiran Seul Hee, ia harus mengembalikan suasana seperti semula seolah tidak ada yang terjadi. Dan bagusnya cara itu berhasil para make up artist pun kembali melakukan pekerjaan mereka. Hanya para member saja yang masih melihat ke arah dua orang yang mematung, hingga Sehun datang menghampiri.

“ Ya~ Hyung, benar apa kata ku kan? Aku melihat dia dan bahkan sekarang dia disini. Daebak “

Chanyeol hanya terdiam tak menjawab,dan kembali menghadap ke arah cermin.

“ Kau akan menuruti permintaan ku itu kan hyung? “ ucap Sehun tersenyum jahil.

“ Permintaan apa? Aku tidak ingat.. “ sahut Chanyeol pura pura.

“ Ya~ Hyung, jangan seperti itu~ “

“ Seperti apa? Aku memang tidak pernah membuat janji denganmu soal permintaan atau apapun “

“ Kau menghindar hyung? Haha apa aku harus jelaskan didepannya sekarang? “

“ Hyaaa~ Kau gila? “

Melihat ekspresi Chanyeol, Sehun hanya tertawa terkekeh ia merasa sudah menang dari hyungnya itu.

“ Hyung, kau memang tidak ahli dalam berbohong hahaha “ ledek Sehun lagi yang membuat Chanyeol bungkam dengan wajah memerah.

Seul Hee memperhatikan Sehun dengan kepala menengadah tidak mengerti maksud perkataan maknae satu itu Apalagi ekspresi kesal Chanyeol yang terlihat seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan oleh ibunya, membuatnya bertanya tanya “ Sebenarnya ada apa ini?

“ Jadi namamu Nam Seul Hee? Berapa umurmu? Apa aku boleh memanggilmu Hee-ah~? Atau Hee Noona? Ah berapa lama kau akan bekerja disini? “ ucap sehun beralih ke arah Seul Hee

Seul Hee memutar bola matanya, ia malas meladeni pertanyaan Sehun yang seperti menggodanya apalagi dengan nada suara yang dibuat selembut mungkin oleh Sehun. Ia mengabaikannya dan mulai menata rambut Chanyeol yang wajahnya masih kesal karena ledekan Sehun.

“ Waah kau mengabaikanku? Aaa.. Lucunya~~ “ sahut Sehun seraya mengacak rambut Seul Hee pelan.

“ Seul Hee-ahh~ Kita akan sering bertemu nantinya, jadi kau tidak akan bisa terus mengabaikanku. Mengerti? “ ucap Sehun lagi sebelum pergi meninggalkan Seul Hee yang membeku ditempatnya.

Member EXO lain seperti tak terkejut oleh perlakuan Sehun malah terdengar mereka berkata “aigoo sehun, hun-ah berhentilah menggodanya, dia yang selanjutnya akan kau jahili?” Dan berbagai candaan lain yang keluar dari mulut mereka. Mungkin semua seperti sudah terbiasa dengan sikap si maknae itu bahkan para crew tidak mempedulikannya.

Chanyeol yang menyadari itu kemudian memegang tangan Seul Hee yang berada diatas kepalanya.

“ Hei, tidak usah dipedulikan. Kau disini untuk membantu kan? Cepatlah rapikan rambutku “

“ Ah… Ne… “ jawab Seul Hee terkejut untuk kedua kalinya karena Chanyeol.

Keduanya hening, Seul Hee mulai mengatur perasaan gugupnya. Ia pikir perlakuan Chanyeol dan Sehun hanya bagian dari candaan atas apa yang ia lakukan kemarin, bisa dibilang balasan. Ya apa salahnya? Toh waktu itu dia hanya sedang emosi dan mereka bisa memanfaatkannya untuk mengerjai balik. Setelah diam yang cukup lama Chanyeol membuka mulutnya..

“ Ya~ Kau…. “

“ Ne? “

“ Kau.. kenapa tidak bilang sebelumnya, jika bekerja dengan crew kami? “

“ Kenapa aku harus bilang padamu? “

“ Kau akan bekerja dengan kami, setidaknya kau harus membentuk image baik didepan kami kan? “

“ Oh untuk hal itu.. aku minta maaf “ ucap Seul Hee tanpa ekspresi

“ Itu saja? Kau bahkan minta maaf dengan wajah datar seperti itu?? “

“ Lalu aku harus pasang wajah bagaimana? “ sahut Seul Hee masih dengan wajah tak berdosanya.

“ Daebak… kau itu benar benar,apa kau robot? Tidak mempunyai ekspresi? Kau tidak merasa bersalah? “

“ Mmm… aku memang seperti ini. Aku sudah minta maaf sebelumnya bukan? Apa aku harus berlutut sambil memohon maaf darimu? “ tantang Seul Hee yang didalam hatinya pun sebenarnya enggan jika harus melakukan itu.

“ Ah.. Tidak perlu. Baiklah baiklah kau menang lagi “

Keadaan menjadi hening kembali, Seul Hee hanya serius menata rambut Chanyeol tanpa peduli jika dia terus diperhatikan melalui cermin.

“ Apa wajahku dihinggapi serangga besar yang sedang buang kotoran? “ ucap Seul Hee yang sadar sedang diperhatikan.

“ Hah? Apa? Pfft…Hahaha Tidak tidak bukan itu “ tanpa sadar ia tertawa lepas karena ucapan Seul Hee.

“ Lalu? “

“ Aku hanya ingin bertanya.. “

“ Apa? “

“ Kenapa setiap kali bertemu, kau marah padaku? Apa kau benci padaku? “

“ Entahlah.. timingnya hanya selalu pas ketika aku kesal kau ada disekitarku. Bukan berarti aku membencimu… Mungkin “

“ Waaah kau itu-.. “

“ Yak sudah selesai “ ucap Seul Hee yang lagi lagi memotong perkataan Chanyeol

Chanyeol hanya bisa melongo, tak habis percaya diabaikan. Rasanya saat itu juga ia ingin mencubit pipi gadis itu. Bukan..Bukan karena kesal tetapi sisi dingin Seul Hee membuatnya gemas. Sikap itu membuatnya terus menerus penasaran akan seperti apa sosok Seul Hee sebenarnya. Ia memang harus mengenalnya lebih dekat. Chanyeol berdiri untuk menghampiri Seul Hee yang akan menata rambut Chen namun langkahnya terhenti…

“ Oh ada apa dengan lututmu? “ Ucap Chen yang menyadari lutut Seul Hee yang saat itu memang hanya memakai Celana jeans selutut.

“ Bukan apa apa “ sahut Seul Hee mencoba menutupi lututnya.

“ Hya~ lututmu memar dan kau bilang bukan apa apa. Tunggu disini.. “

Chen berjalan menuju tas kecil yang tergeletak di pojok ruangan dan mengeluarkan patch pereda nyeri. Tanpa berkata apa apa, Chen menekuk kakinya dihadapan Seul Hee dan hendak menempelkan patch itu di lututnya namun Seul Hee mundur menjauh.

“ Ka..kau sedang apa? “

“ Hei..Kenapa kau menghindar? Tentu saja aku akan mengobatimu. Kemari, aku akan menempelkan ini agar lututmu membaik “

“ A.. aku bisa memasangnya sendiri, terima kasih “

“ Ahh.. begitu? Baik aku akan tetap memakaikannya untukmu “

“ Sung..guh aku bisa memakainya sendiri “

“ Kalau begitu aku juga sungguh sungguh, aku akan melakukannya dengan lembut. Sudahlah.. cepat kemari “

Seul Hee hanya bisa terdiam ketika Chen menempelkan patch dilututnya itu.

“ Selesai. Mudah kan? Kenapa harus menghindar? “ ucapnya dengan tersenyum.

“ Ah.. Ne, Terima Kasih. Dan… Maaf merepotkan “

“ Tidak.. tidak apa apa. Lagipula kau itu tetap seorang perempuan, tidak seharusnya perempuan memiliki luka lebam seperti itu “

“ N..Ne… “

Hari ini ia benar benar mendapat kejutan bertubi tubi dari 3 orang pria sekaligus. Tapi tidak seperti Chanyeol dan Sehun perlakuan Chen benar benar membuatnya mati kutu. Para staff pun menatapnya tajam mungkin mereka berpikir “siapa anak baru ini,mengapa EXO memperlakukannya seperti putri”

Hatinya berdebar entah karena tatapan mematikan para staff atau perlakuan Chen yang begitu tiba tiba dan tak terduga, memang sebelumnya ia sudah mendengar soal Chen si warm heart. Tapi ia tidak mengira jika itu benar adanya. Apalagi melakukan hal seperti itu didepan banyak orang, bisa kau hitung bukan lelaki yang seperti itu di jaman sekarang??

Chanyeol terdiam melihat scene didepannya, terlebih ketika ia melihat ekspresi Seul Hee. Ekspresi itu…terbaca jika Seul Hee tersentuh oleh perlakuan Chen.

“ Ah.. tidak tidak apa yang sedang aku pikirkan “ batin Chanyeol mengusir semua pikirannya.


Learning to Love : Confession

$
0
0

6QNjViY4F5

Title : Learning to Love : Confession

Author : Avatar

Main Cast : Park Chanyeol (EXO), Lee Yeonhee (OC)

Genre : Romance, Marriage life, AU

Rating : PG-15

Length : Oneshot (series)

Disclaimer : Don’ be Siders please & also please don’t be plagiators! Imagination world is big enough for all of us so please don’t copycat my story. This story is pure from my own wild imagination. Thank you.

All cast other than OCs belongs to God, their agency, and their relatives.

Karna ini adalah ff pertama aku hasil bolak balik di kasur, jadi mohon maaf kalo ga ngefeel :” awas typo gais, Happy Reading! J

.

.

.

.

.

.

.

Menjadi istri dari pengusaha muda paling sukses di Korea tentu bukanlah hal mudah. Ya, itulah yang dialamai oleh Lee Yeonhee. Di umurnya yang ke 24, Ia harus rela melepas status lajangnya dengan seorang pengusaha muda bernama Park Chanyeol.

Mereka menikah bukan atas dasar cinta asal kalian tahu, tapi karena dijodohkan. Ya, alasan yang sangat klise.

Bicara tentang klise, alasan mereka dijodohkan pun juga memiliki latar yang tidak beda jauh dari fanfic-fanfic yang biasa kalian baca. Ayah mereka bersahabat sejak dulu, dan berhubung ayah mereka adalah pengusaha, mereka juga sepakat untuk menginvestasikan saham mereka di perusahaan satu sama lain jika anak mereka dinikahkan.

*****

Aroma khas buah yang manis begitu menyeruak dalam kamar berbalut cat hitam putih dengan sentuhan furniture modern. Memberi kesan elegan dan rapi yang kuat, sangat berbanding terbalik dengan aroma manis nan ceria yang menguar di ruangan itu.

Ruangan itu adalah milik seorang gadis bertubuh ramping yang sedang terbaring di kasurnya. Mungkn Ia masih sibuk menjelajahi alam mimpinya, yang hanya dia-dan-Tuhan-yang-tahu sudah sampai langit keberapa.

Perlahan tapi pasti gadis itu membuka matanya. Mengerjap pelan lalu membuka matanya. Memperlihatkan sepasang netra coklat pekat yang jernih. Ia membalikkan tubuhnya malas dan mengelus seprei kasur di sebelahnya yang terasa dingin, menandakan bahwa tidak ada yang singgah di sebelahnya semalam. Yeonhee hanya bisa menghela napas dan mendudukkan dirinya di pinggir kasur dengan kaki menjuntai ke bawah. Untuk beberapa saat Ia memperhatikan kakinya dengan tatapan kosong.

“Satu hari baru lagi… Yeonhee, fighting!” Yeonhee memberi semangat pada dirinya sendiri

Ia pun bangkit menuju kamar mandi hendak membersihkan diri.

Setelah selesai mandi, ia pun berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan bagi suaminya. Walaupun menikah tanpa rasa cinta, istri tetaplah istri dan Yeonhee berusaha sebisanya untuk menjadi istri terbaik bagi suaminya, termasuk dengan cara menyiapkan sarapan.

Setiap pagi rutinitasnya tidak pernah berubah. Mulai dari bangun pagi, menyiapkan sarapan, lalu menyiapkan peralatan kantor suaminya. Ngomong-ngomong Yeonhee dan Chanyeol sepakat untuk tidak sekamar sampai cinta benar-benar menghiasi rumah tangga mereka. Jadi mereka sadar betul dengan batasan masing-masing, ya bisa dibilang semacam peraturan tak tertulis.

Tangannya bergerak cekatan memotong bahan-bahan yang dibutuhkan sambil menunggu sup buatannya matang. Memasak memang merupakan salah satu keahliannya. Tapi sepertinya keberuntungan sedang tidak berada di pihaknya hari ini.

“Aaakh! Aish, kenapa kau begitu ceroboh Yeonhee-ya? Jinjja.” Lirihnya pelan.

****

Wangi masakkan menguar menusuk indra penciuman pria yang baru saja bangun dari tidurnya. Menandakan bahwa sang istri telah bergeming di dapur menyiapkan sarapan untuknya.

Ketika ia baru saja hendak memasuki kamar mandi, tiba-tiba ada suara teriakan wanita dari luar,yang tidak lain pastilah Yeonhee, istrinya. Secara refleks, Chanyeol bergegas keluar unutk melihat keadaan istirnya lalu menghampirinya.

“Yeonhee-ya, ada apa? Apa terjadi sesuatu?” tanyanya panik kepada sang istri yang terlihat sedang memegangi jari telunjuknya, yang tak lama mengeluarkan darah yang lumayan deras.

“Kau berdarah! Coba kulihat.”

“Gwaenchana Chayeol-ah hanya teriris sedikit.”

“Ya! Berdarah begini bagaimana bisa tidak apa-apa? Sebentar, kau angkat tanganmu ke atas supaya darahnya berhenti mengalir dan tunggu di sini, aku akan mengambilkan obat.” Perintahnya kepada Yeonhee yang langsung mengiyakan dan mengangkat tangannya ke atas.

“Sini, biar kulihat.” Kata Chayeol sambil menarik tangan Yeonhee.

“AKH! Pelan-pelan Yeol.”

“Ah, mian aku tidak sengaja. Apakah masih terasa sakit?” Chanyeol segera mengobati luka di jari Yeonhee sambil meniup-niup pelan luka Yeonhee.

Chanyeol yang daritadi sibuk mengobati luka istrinya, tidak sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh si empunya luka.

Baru kali ini Yeonhee mengamati wajah Chanyeol dari dekat. Kalau dilihat-lihat lagi, wajah Chanyeol sangat tampan, tapi memang pada dasarnya Chanyeol sudah tampan. Alisnya yang terbentuk sempurna, bibirnya yang penuh, dan sepasang netra coklat pekat jernih juga ikut membuat kadar ketampanan Chanyeol benar-benar di atas rata-rata.

Deg

Apa ini? Jantung Yeonhee berdetak tak karuan. Membuat rongga dadanya seolah-olah penuh dengan dentuman-dentuman tak karuan dari jantungnya. Oh belum lagi seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di dalam perutnya mendesak untuk keluar.

Yeonhee akui Chanyeol memang memiliki wajah tampan, postur tubuh bak model, dan belum lagi pekerjaan yang bisa dibilang sangat mapan. Tentu cukup untuk membuat wanita mana pun jatuh hati kepada Chanyeol hanya dalam satu jentikkan jari. Namun ini baru pertama kalinya Yeonhee merasakan kerja jantungnya yang tak karuan saat berdekatan dengan Chanyeol. Tapi Yeonhee menepis perasaan itu jauh-jauh dan mencoba kembali ke alam sadarnya.

“Yeonhee-ya, apa masih sakit?” tanya Canyeol dengan nada khawatir. Khawatir? Apa ini? Apa Chanyeol mulai khawatir kepada Yeonhee?

‘Ah, tidak mungkin. Itu perasaanmu saja Yeonhee-ya.’ Kata Yeonhee dalam hati berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

“A-ah, ani ya. Sudah lebih baik. Gomawo-yo Chanyeol-ah. Sekarang lebih baik kau mandi sementara aku menyiapkan sarapan, nanti kau bisa terlambat.”

“Ne, sama-sama. Lain kali berhati-hatilah. Baiklah kalau begitu aku mandi dulu.”

****

Suasana sarapan di ruang makan hanya dihiasi obrolan-obrolan ringan, sekedar basa-basi untuk mengulur waktu.

“Oh ya, hari ini sepertinya aku akan pulang malam. Ada rapat dengan klien dari Oh Corp. Jadi kau tak perlu menungguku nanti.” Jelas Chanyeol memecah keheningan.

“Ah, begitu. Baiklah.” Balas Yeonhee.

Sarapan pun berlangsung seperti biasa dan setelah selesai, Chanyeol mulai bersiap menuju kantor.

Yeonhee memakaikan jas suaminya itu dan mengaggumi betapa tegapnya punggung suaminya ini. Tas kerja dan alat-alat kantor pun sudah bertengger manis di tangan kanan mungil milik gadis itu. Chanyeol lalu mengambil tas kerjanya yang diberikan Yeonhee.

“Aku pergi dulu.”

“Ne.”

Seperti itulah rutinitas pagi seorang Lee Yeonhee. Dia sudah terbiasa dengan rutinitas pagiinya ini yang dimulai sejak 6 bulan lalu setelah berstatus sebagai istri dari pemilik PC Group yang bernama lengkap Park Chanyeol itu.

*****

Sepersekian detik berlalu tak terasa menjadi beberapa jam. Sudah sekitar 10 jam semenjak Chanyeol pergi bekerja. Setiap hari Yeonhee selalu mengisi jam-jamnya dengan kegiatan bersih-bersih rumah untuk menghilangkan rasa bosannya. Bahkan saking seringnya bersih-bersih, lama-lama Yeonhee pun bingung apa yang harus dibersihkan lagi. Karena jika dia bersih-bersih lagi, bisa-bisa lalat yang hinggap di meja makan pun terpleset.

Yeonhee yang sedang asik menonton TV dengan sekantung besar kripik kentnag di pangkuannya sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul 17.00. Itu artinya, ia harus menyiapkan makan malam.

“Ah, iya, hari ini kan Chanyeol pulang malam. Aku perlu memasak makanan atau tidak ya?” gumam Yeonhee bicara sendiri sambil asik dengan acara TV nya.

“Aku masak sajalah. Lagipula tak ada salahnya tetap memasak.”

Yeonhee berjalan menuju kulkas untuk mengecek bahan-bahan apa yang akan disulapnya menjadi hidangan makan malam.

Ternyata persediaan kulkas mereka sudah menipis. Yeonhee pun berinisiatif untuk pergi ke supermarket terdekat yang jaraknya sekitar 1 km dari apartemennya. Perlu diketahui, bus jarang sekali lewat di daerah sekitar apartemen mereka karena tergolong kawasan elit yang rata-rata memakai mobil pribadi. Sedangkan Yeonhee tidak bisa menyetir. Jadi satu-satunya jalan adalah berjalan kaki.

Yeonhee pun bersiap dan meraih coat tebal selutut miliknya lalu keluar dari apartemennya dan mengunci kembali pintunya.

Sesampainya di luar gedung apartemen, Yeonhee pun disambut dengan suasana langit kelabu yang menandakan bahwa akan turun hujan.

“Semoga saja tidak hujan.” Ucap Yeonhee sambil melangkahkan kaki-kaki jenjangnya di atas trotoar.

***

Yeonhee yang sudah selesai berbelanja sedang berjalan saat…

Tes..tes…

“Huh? Air? Sial!” umpatnya karena hujan pun yang ditakutkan akan datang akhirnya turun juga.

Yeonhee pun yang tidak ingin belanjaannya basah kuyup akibat ulah hujan sialan ini menepi di halte bus terdekat. Rencananya ia hanya akan duduk sampai hujan mereda. Tapi sepertinya Tuhan berkata lain. Yeonhee yang sudah menggigil pun tak tahan lagi membayangkan apartemennya yang hangat dan nyaman.

“Aish, jinjja! Persetan dengan hujan ini!” sumpah Yeonhee sambil mengumpulkan tenaganya untuk berlari menerjang hujan yang tidak berperi kehujanan ini. Dengan erat ia memegang kantong-kantong belanjaannya seperti hidupnya bergantung pada kantong-kantong itu. Masa bodoh dengan tatapan aneh yang diberikan orang-orang yang sedang berteduh di pinggir jalan padanya. Yang penting bagi Yeonhee sekarang adalah ia bisa secepatnya sampai ke apartemennya. Membayangkan kenyamanan dan kehangatan yang menunggu di depan mata membuatnya berlari seperti orang kalap.

****

Kaki-kaki jenjang itu perlahan menapakkan telapaknya masuk ke dalam apartemen bernomor 2427 itu. Terpampang sosok cantik yang basah kuyup karena telah ‘dimandikan’ alam di ambang pintu.

“Akhirnya sampai juga.” Kata Yeonhee menghela napas sambil berjalan menuju counter dapur untuk menaruh belanjaannya.

Bukannya mengeringkan diri dan mengganti bajunya dulu, Yeonhee malah mengeluarkan bahan-bahan belanjaannya dan menatanya di kulkas.

“Brrrr d-dingin sekali. Sebaiknya aku membersihkan diri dulu.” Ucapnya sambil mengusapkan kedua telapak tangannya lalu menempelkannya di kedua pipinya. Terasa kehangatan sesaat menggerayangi pipinya dan mulai turun ke seluruh tubuhnya.

Kakinya pun berjalan-setengah-menyeret tubuhnya menuju kamar mandi.

****

Terdengar suara pancuran yang nyaring. Gadis itu sedang sibuk dengan kegiatannya dengan air hangat yang menghujani kulit putih mulusnya. Sejenak terlintas wajah Chanyeol saat sedang mengobati lukanya tadi pagi di pikiran gadis itu. Tunggu. Apa?

“Ada apa denganmu Yeonhee-ya?” Yeonhee berusaha mengenyahkan sosok yang baru saja menghantui pikirannya.

Setelah selesai, ia pun mematikan pancuran dan mengeringkan tubuhnya, lalu melilitkan handuk di tubuhnya yang ramping sebatas dada dan jatuh persis sejengkal di atas lutut. Menampilkan kulit putihnya yang terekspos, menambah kesan menawan pada pemilik tubuh berparas cantik itu.

Ia berjalan menuju cermin dan sejenak memandangi refleksi dirinya di sana.

Deg

Bayangan itu lagi. Sosok itu lagi. Chanyeol. Sosok yang sedari tadi berhasil membuyarkan atensinya

“Sebenarnya ada apa denganmu, hah?” gumamnya pada dirinya-lebih tepatnya refleksinya di cermin.

“Park Chanyeol, apa yang telah kau lakukan padaku?”

****

“Huaaah…cape sekali. Mau remuk punggungku rasanya.” Keluh pria bermarga Park itu.

Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang mencuri atensinya. Sebuah foto pernikahan berbingkai yang menampilkan mempelai pria dan wanita yang sedang tersenyum. Sang mempelai wanita sedang merangkul lengan kiri suaminya dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya. Tanpa sadar sebuah kurva tipis terbentuk di wajah pria itu.

“Apa kau tahu Yeonhee-ya?” ucap pria itu entah pada siapa dan berharap akan mendengar jawaban dari sosok pemilik nama yang disebutkannya. Ia masih saja memegang sambil memandangi foto itu lamat-lamat. Netranya masih terkunci dengan foto sang mempelai wanita-yang bukan lain adalah istrinya sendiri.

“Aku mencintaimu.”

****

“Hatchiiiii!!”

“Aigoo…kenapa jadi flu begini? Dasar bodoh. Seharusnya tadi aku langsung mengeringkan diri setelah sampai di apartemen.” Rancau Yeonhee pada dirinya sendiri.

“Sebaiknya aku mulai masak saja. Cha, mulai dari mana ya?”

Yeonhee pun mulai memotong-motong sayur dan tidak sengaja matanya tertuju pada perban pada jari telunjuknya yang teriris tadi pagi. Seketika bayangan Chanyeol langsung muncul dan jantungnya mulai berdegup tak terkendali. Buru-buru ia mengeyahkan sosok pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Yeonhee berusaha menetralkan detak jantungnya, yang dirasa jika tidak dinetralkan bisa-bisa organ vitalnya itu meletup keluar. Tapi tiba-tiba…

“Akh! Kepalaku sakit sekali….” lirihnya sambil memijat pelipisnya saat merasa kepalanya seperti akan pecah. Yeonhee menghentikan aktivitas motng-memotong yang sedang dilakukannya. Ia berusaha berjalan menuju sofa di ruang tengahnya dengan sisa-sisa tenaganya. Pandangannya pun mulai mengabur dan

BRUK!

Seketika semuanya menggelap.

****

“Baiklah kalau begitu Tuan Park. Sepertinya kita sudahi dulu rapat kali ini dan kita lanjutkan lagi lain waktu.” Kata direktur dengan kulit putih pucat, rahang runcing dan tegas, serta alis yang sempurna. Wanita mana pun akan langsung jatuh hati begitu melihat direktur muda Oh Corp ini.

“Sudahlah Hun, tidak usah pura-pura formal.” Balas Chanyeol yang menatap direktur muda itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Supaya terlihat keren, Yeol. Hahaha.” Kelakar direktur muda bernama lengkap Oh Sehun itu.

“Oh ya, bagaimana pernikahanmu? Apakah berjalan lancar? Apa Yeonhee sudah mengetahui perasaanmu yang sesungguhnya?” lanjut Sehun sambil menatap rekan kerja sekaligus sahabatnya itu.

“Ah, molla Hun.”

“Kusarankan kau secepatnya mengutarakan perasaanmu supaya kalian bisa cepat-cepat memberikanku Yoda-Yoda kecil.”

“YA! Buang pikiran kotormu itu jauh-jauh. Kalaupun aku mengatakannya, aku rasa kami juga masih harus memikirkan matang-matang mengenai mempunya anak.”

“Ah, begitu rupanya. Jadi, bagaimana kabar istrimu itu? Aku heran mengapa dia bisa tahan tinggal bersamamu.”

“Cih, dasar. Ngomong-ngomong aku pulang duluan ya Hun. Aku sudah rindu setengah mati dengan Yeonhee. Bye Hun.” Kata Chanyeol sambil buru-buru meninggalkan ruang rapat yang hanya diisi oleh mereka berdua, meninggalkan Sehun sendiri yang hanya bisa memaklumi tingkah sahabatnya itu. Dengan langkah tergesa-gesa, Chanyeol berjalan menuju lift dan segera menekan lantai basement di mana mobilnya diparkir.

“Dasar, dia bahkan tidak menjawab pertanyaanku. Ck.” Decak Sehun sebal sekaligus geli melihat tingkah sahabatnya itu.

****

Chanyeol merasa hatinya gusar entah kenapa. Ia merasa ada yang janggal dan sesuatu yang tidak baik terjadi. Tapi ia buru-buru menepis pikiran negatif itu jauh-jauh.

‘Hanya perasaanmu saja.’ Batin Chanyeol setengah berharap semoga tidak terjadi apa-apa pada istrinya.

Chanyeol pun tersadar dari lamunannya ketika klakson mobil terdengar dari belakangnya dan ia baru tersadar lampu lalu lintas sudah berganti warna menandakan tanda untuk jalan bagi para pengemudi kendaraan bermotor.

****

Kaki-kaki panjang milik seseorang bersuara bariton itu pun melangkah masuk ke kediamannya yang ditinggalinya bersama istrinya. Matanya langsung mencari keberadaan istrinya itu yang barangkali masih terjaga. Tapi hasilnya nihil.

“Mungkin dia sudah tidur.” Ujarnya sambil melepas kaos kaki yang baunya-tidak-usah-ditanya dan memasukkannya ke dalam sepatu. Ia pun berjalan menuju dapur karena merasa haus. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti dan mendapati gadisnya terkulai lemah di atas karpet ruang tengah.

“Yeonhee-ya!!!” buru-buru Chanyeol menghampiri gadis itu dan mengguncangkan bahu istrinya itu, namun tidak membuahkan hasil apa-apa. Chanyeol pun mengangkat Yeonhee ala bridal style menuju kamar tidur Chanyeol. Dibaringkannya tubuh istrinya itu dan ia menaruh punggung telapak tangannya di atas dahi istrinya untuk memastikan keadaannya.

“Omo! Kau panas sekali!” Chanyeol yang terkejut dengan betapa panasnya suhu tubuh istrinya itu langsung beranjak berdiri untuk mengambil handuk beserta air hangat. Tapi tiba-tiba ada suara yang tertangkap telinganya, lebih mirip lirihan.

“Chanyeol-ah…” Chanyeol berbalik badan untuk memastikan tapi mata indah milik istrinya masih terpejam. Ia pun berjalan mendekati istrinya yang masih terbaring tak sadarkan di atas kasur.

“Kau mengigau Yeonhee-ya…” lirih Chanyeol saat melihat istrinya mulai menggumam tidak jelas. Mungkin karena efek demam tingginya.

“Chanyeol-ah…” igau Yeonhee lagi.

“Aku di sini Yeon-ah. Aku akan selalu di sini.” Kata Chanyeol sambil memegangi tangan kiri istrinya lalu menciumnya.

“Chanyeol-ah… aku mencintaimu.” Kalimat yang terakhir hampir seperti bisikan tapi indra pendengaran Chanyeol cukup tajam untuk mendengar sederet kalimat-2 kata-7 silabel-yang berhasil membuat jantungnya berdebar cepat.

“Aku…men..cintaimu…Chanyeol-ah”

Sebuuah senyum tipis pun terukir tanpa sadar oleh si pemilik nama yang daritadi disebutkan oleh gadis itu.

“Aku juga mencintaimu Yeon-ah. Sangat mencintaimu.” Balas Chanyeol kepada istrinya lalu perlhan ia mendekatkan bibirnya dan mendaratkan kecupan hangat di kening gadis itu. Dunia bagai berhenti berputar dan jantungnya berpacu sangat cepat. Chanyeol memejamkan matanya dan ingin rasanya berlama-lama seperti ini. Namun ia kembali teringat bahwa gadisnya sedang sakit. Ia pun segera keluar untuk mengambil handuk dan air hangat lalu kembali lagi.

Disingkirkannya anak-anak rambut Yeonhee yang menghalangi kening gadis itu lalu ditaruhnya handuk yang sudah dibasahi air hangat itu di atas kening Yeonhee. Chanyeol duduk di samping istrinya sambil menggenggam tangannya.

Netranya mengamati wajah cantik istrinya lamat-lamat. Bibir pink yang selama ini selalu menyuguhkan senyuman manis itu kini pucat.

“Yeon-ah, tak tahukah kau susahnya menahan godaan untuk tidak mencium bibirmu itu? Cepatlah bangun, hm? Ayo kita mulai lagi dari awal. Bersama-sama. Aku mencintaimu Yeon-ah. Cepatlah sembuh.” Kata Chanyeol dengan nada lembut sambil menggenggam erat tangan istrinya dan kembali mencium tangan berkulit putih itu. Berlama-lama Chanyeol mencium tangan istrinya, memanjakan indra penciumannya dengan feromon Yeonhee yang memabukkan.

****

“Eungh…” Yeonhee perlahan membuka matanya, menyesuaikan dengan cahaya kamarnya. Tapi tunggu dulu. Ini bukanlah kamarnya, ini adalah kamar Chanyeol. Dan apa ini? Ada handuk kecil di keningnya. Siapa yang menaruhnya di kening Yeonhee? Yeonhee mengambil handuk kecil itu dan mencoba untuk duduk.

“Bagaimana aku bisa di sini?” Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya semalam. Tapi tiba-tiba rasa sakit di kepalanya kembali datang, spontan Yeonhee memegang pelipisnya dengan kedua jari telunjuk dan tengah sembari memijitnya.

Ah ya, Yeonhee ingat sekarang. Semalam saat ia sedang memotong sayur, rasa sakit yang amat sangat tiba-tiba menyerang kepalanya. Lalu semuanya menjadi gelap. Tapi siapa yang membawanya ke kamar Chanyeol? Mungkinkah?

“Tidak mungkin, jangan konyol Yeonhee.”

Yeonhee merutuki kebodohannya karena telah hujan-hujanan dan tidak langsung mengeringkan tubuh.

Saat Yeonhee akan bangun dari ranjangnya, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok tinggi yang sangat ia kenali berdiri di ambang pintu dengan nampan di tangannya.

“Eoh? Kau sudah bangun?” sapa Chanyeol sambil berjalan ke arah Yeonhee lalu menaruh nampan berisi semangkuk bubur dan susu hangat yang dibawanya di meja sebelah ranjang.

“Kau membuatku panik setengah mati semalam, kau tahu? Apa yang terjadi, hm?” tanya Chanyeol dengan nada lembut kepada Yeonhee sambil menndudukkan dirinya di pinggir ranjang, di sebelah Yeonhee.

Chanyeol tidak tahu, Yeonhee sudah berusaha mati-matian untuk mengontrol detak jantungnya hanya karena sebuah pertanyaan dari Chanyeol. ‘Sialan kau Park Chanyeol!’ Yeonhee membatin.

“A-ah itu… a-aku—“

“Tak usah dipaksakan, lain kali saja ceritanya.”

“Ne. Chanyeol-ah, lebih baik kau siap-siap, bisa-bisa kau terlambat kerja.”

“Aku tidak kerja hari ini. Aku ingin mengurus istriku.” Kata Chanyeol dengan tatapan yang terkesan menerawang ke arah Yeonhee.

Deg

Lagi-lagi jantung Yeonhee serasa mau copot dari tempatnya. ‘Mungkin dia hanya merasa tidak enak jika meninggalkanku sendirian. Ya, spertinya begitu. Jangan terlalu berharap Lee Yeonhee.’ Kata Yeonhee dalam hati.

“Gwaenchana Chanyeol-ah, aku sudah merasa jauh lebih baik.”

“Tapi aku sudah terlanjur cuti, jadi hari ini aku akan mengurusmu.” Chanyeol berusaha meyakinkan Yeonhee.

Chanyeol mengambil bubur yang tadi diletakkan di meja dan kembali duduk di pinggir ranjang.

“Yeonhee-ya, ini kubuatkan bubur, maaf kalau rasanya sedikit err… eksotis? Hahaha“

“Ne Chanyeol-ah, gomawo-yo.”

“Yonhee-ya, aaaaa…” perintah Chanyeol sambil membuka mulutnya membentuk huruf ‘A’.

“E-eh Chan, aku bisa sendiri.”

“Tidak boleh. Aku kan sudah bilang bahwa hari ini aku cuti untuk mengurusmu. Aku tidak ingin cuti ini terbuang sia-sia.”

“Tapi Yeol—“

“Tidak ada tapi-tapian. Sekarang buka mulutmu. Aaaaa….”

Terkutuklah jantung Yeonhee, mukanya pasti sudah memerah sekarang. Untung ia masih demam, jadi bisa dijadikan alibi. Yeonhee tidak bisa berhenti mengagumi ketampanan suaminya itu. Ia sibuk memperhatikan wajah Chanyeol yang daritadi masih sibuk menyendokkan bubur ke dalam mulut Yeonhee.

Yeonhee tidak tahu bahwa Chanyeol sadar dirinya sedang diperhatikan daritadi. Kalau boleh jujur, Chanyeol merasa senang diperhatikan oleh istrinya itu. Sangat malah.

“Apa aku setampan itu? Sampai-sampai pandanganmu tak bisa lepas dariku?” Goda Chanyeol sambil menunjukkan senyum miringnya.

“Cih, percaya diri sekali kau.” Yeonhee berharap bumi bisa menelannya saat ini juga hidup-hidup.

“Sudah Yeol, aku kenyang, aku mau mandi. Minggir kau.” Usir Yeonhee pada Chanyeol dengan nada ketus.

“Ya, aku hanya bercanda Yeon-ah.”

Bulu kuduk Yeonhee merinding mendengar nada bicara Chanyeol, dan apa tadi? Yeon-ah? Apa Yeonhee tidak salah dengar?

‘Jangan terlalu berharap Yeonhee.’

Yeonhee sedang berjalan ke arah kamar mandi saat ia tiba-tiba merasakan ada lengan kekar yang melingkari perutnya.

“Aku mencintaimu Yeon-ah. Aku amat sangat mencintaimu.”

Yeonhee merasa kupu-kupu menyerbu di dalam perutnya dan jangan tanyakan bagaimana keadaan jantungnya.

Yeonhee menahan napasnya, ketika napas Chanyeol terasa berhembus di leher jenjangnya. Kepala Chanyeol yang bertengger di pundaknya, kemudian ia membenamkan wajahnya di sana.

“Chanyeol-ah….”

“Kumohon, biarkan seperti ini saja. Hanya untuk semenit, kumohon.” Balas Chanyeol yang kembali membenamkan wajahnya di pundak istrinya. Membiarkan dirinya hanyut dalam feromon Yeonhee.

Yeonhee berharap Chanyeol tak mendengar detak jantungnya saat ini. Ia juga tak bisa munafik, bahwa dirinya juga menikmati saat ini. Berharap Tuhan mau menghentikan waktu agar momen ini tidak berlalu begitu saja.

Terasa ikatan tangan Chanyeol melonggar dan tangannya kini berada di pundak Yeonhee, memutar tubuh gadis itu hingga berhadapan dengannya. Chanyeol menatap netra Yeonhee lekat-lekat, tangan Chanyeol kini menangkup wajah gadisnya dan kedua ibu jarinya mengelus lembut pipi mulus gadis itu.

“Yeonhee-ya, tatap aku. Katakan, apakah kau juga mencintaiku?” tanya Chanyeol dengan nada lembut penuh makna.

“Kau tak perlu menjawab sekarang. Aku tahu kau perlu waktu, kuhargai itu.” Tangan Chanyeol menarik wajah gadis itu dan mencium dalam-dalam kening Yeonhee. Lalu ia melepaskannya dan berjalan menuju pintu kamar hendak keluar. Tapi tiba-tiba gadis itu membuka suara.

“Aku juga mencintaimu Chanyeol-ah.” Suara yang keluar dari bibir pink itu hampir seperti bisikan.

Langkah Chanyeol pun terhenti mendengar jawaban dari gadis itu. Chanyeol tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat itu.

“Bisa tolong kau ulang perkataanmu? Otakku sedang tidak bisa bekerja normal sekarang.” Pinta Chanyeol yang telah membalikkan badannya kembali, berhadapan dengan gadis itu.

“Kau tuli atau bagimana, huh? Aku mencintaimu Park Chanyeol!!” suara Yeonhee mulai bergetar. ‘Oh tidak, jangan sekarang’ pikirnya

Entah kenapa dada Yeonhee terasa begitu sesak dan lega secara bersamaan. Matanya terasa memanas dan pandangannya mulai mengabur. Kristal-kristal bening itu pun jatuh saat Chanyeol merengkuhnya ke dalam pelukannya. Ia pun tak bisa menahan isakkannya di dalam rengkuhan Chanyeol. Air matanya membasahi dada bidang milik Chanyeol. Ia bisa merasakan satu tangan Chanyeol berada di punggungnya dan yang lainnya sedang menahan kepala gadis itu.

Chanyeol merasakan sesuatu yang basah dalam pelukannya. Ia lalu memegang dagu Yeonhee dan mengarahkannya ke atas supaya mata mereka saling bertemu. Ditatapnya lekat-lekat sepasang mata indah istrinya. Isakan masih keluar dari bibir indah Yeonhee. Tanpa pikir panjang Chanyeol menghapus sisa jarak antara mereka berdua dan mempertemukan bibir mereka. Bibir Yeonhee terasa begitu manis. Chanyeol melumat lembut bibir gadisnya, hanya lumatan lembut penuh cinta, tanpa gairah. Chanyeol berhenti ketika udara di alveolusnya terasa menipis dan ketika ia merasakan sesuatu yang asin membasahi ciuman mereka.

“Hey…. jangan menangis, hm? Aku berjanji akan selalu berada di sisimu. Tak apa, kita bisa mulai lagi semua dari awal.” Kata Chanyeol, tangannya masih sibuk menangkup wajah Yeonhee dan ibu jarinya mengusap lembut kristal-kristal bening yang menghiasi wajah cantik Yeonhee. Ia pun kembali menghapus jarak antara mereka dan menautkan kembali bibir mereka.

Chanyeol menikmatinya begitupun Yeonhee. Mereka menikmati kesunyian ini, kesunyian penuh arti. Kesunyian yang menjadi saksi bisu bagaimana sepasang suami istri membuka lembaran baru dalam hidup mereka.

FIN

Author’s Note:

Makasih buat kalian yang udah sempetin baca dan ngasih komen. Buat para silent readers yang cuma mereka dan Tuhan yang tahu, plis banget komen karna kritik dan saran kalian itu berharga banget, soalnya kalau kalian kurang srek bagian mana kan bisa aku perbaikin jadi kalau aku ngirim ff lagi kalian sendiri bacanya juga enak. Bagi yang mau aku buat sequelnya komen aja ga usah malu-maluu kucing. Kalo emang pada minat baca sequelnya aku usahain buat nanti. Sekian dan terima kasih!


I Like You (Chapter 9)

$
0
0

 I LIKE YOU

I Like You

part: 9 “Malam membara di Jeju”

Author: lilimissro

Cast    :

Kai (EXO)

Sehun (EXO)

Chanyeol (EXO)

Byun baekhyun (EXO)

OC (original caracter)

Sub cast :

Do kyung soo (D.O EXO)

Luhan (EXO)

Genre : romance, friendship, school life.

Length : chapter.

Author~

Lay terdiam kaku saat mendapati Yun yoo datang bersama Kyung soo. Tak sempat terfikir olehnya bahwa gadis itu akan ikut dalam rencana liburan ini. bukankah kehadirannya dan Chanyeol sangat mengganggu bagi gadis itu?

Lay menoleh pada Chanyeol dan menghela nafas. Pasti tak mungkin bagi Chanyeol untuk mendekati Yun yoo lagi. Ha young ada di sebelahnya dan terlihat lengket seperti lem.

Seseorang tiba-tiba menepuk bahu Lay dan membuatnya berjengit kaget. Ternyata itu Baekhyun. Pria itu mula-mulanya juga ikut kaget karna Lay sedikit memekik namun setelah itu menatap Lay aneh, “Hei, kau kenapa? Makan malam sudah siap.”

Lay mengangguk dan beranjak dari kursi santai yang ia duduki di ruang tengah. Ia menarik kursi meja makan dan saat duduk ia terhenyak lagi. Lay membeku kala mendapati Yun yoo yang sedang duduk dihadapannya.

**

Yang da berbisik pada Yun yoo saat acara makan malam hendak dimulai dan menanyakan maksud dari kata-kata Yun yoo beberapa hari yang lalu. Gadis itu hanya mengangkat alisnya dan tersenyum misterius. Kali ini membuat Yang da mengerucutkan bibirnya kesal.

“Uwaaa… aku tidak tahu jika kau bisa memasak sebanyak ini Kyung soo.” Gumam Luhan. Yun yoo, yang duduk disampingnya mengangguk angguk setuju sambil melihat Kyung soo yang masih sibuk hilir mudik kesana kemari.

Kyung soo tiba-tiba berhenti dan memandang Yun yoo, “Hei, cepat bantu aku!!”

Yun yoo hanya memandang bingung Kyung soo dan membuat Pria itu mengulangi kalimatnya lagi, “Iya, kau Choi Yun yoo!!”

“Aku?” Yun yoo tersadar dan menunjuk dirinya sendiri. Kenapa kini Kyung soo merasa bahwa dirinya akan melakukan apa saja yang pria itu suruh?

Setelah selesai membantu Kyung soo menyiapkan hidangan, Yun yoo mendekat pada Pria itu, “Kenapa kau sekarang sangat suka menyuruhku??”

Kyung soo berdecak, “Karna aku telah mengijinkanmu membeli soju.”

“Hanya karna hal itu??”

“Juga karna kita berangkat kesini bersama-sama.”

“Oke, terimakasih atas tumpanganmu tuan Do kyung soo.” Cibir Yun yoo. Benar, ia sampai di pantai berkat Kyung soo yang menawarinya naik mobil bersama. Tapi mereka harus belanja dulu sebelum sampai, Yun yoo diminta membantu Kyung soo memasak, dan pria itu terus menerus menyuruhnya hingga saat ini.

Tiba-tiba Chanyeol datang dan menawarkan diri dengan senyum lebar khasnya, “Jika kau lelah biar aku saja yang membantu Kyung soo.” Lalu sukses mendapat jitakan dari Kyung soo, “Bodoh, urusi dulu pacarmu yang sedang duduk disana!”

Chanyeol memanyunkan bibirnya dan beranjak pergi. Yun yoo memandang Kyung soo dan menghela nafas. Berkat pria ini Yun yoo tidak ikut menceburkan Seol hwa di pantai tadi siang. Ia sangat ingin melihat Seol hwa marah-marah dan mengutuknya karna hal itu. Tapi apa boleh buat, ia dan Kyung soo baru tiba saat matahari sudah tenggelam.

Tiba-tiba saja ekspresi Kyung soo menjadi kaku, “Kau yakin kau tidak apa-apa disini?”

“Tentu saja. lagipula aku disini hanya terfokus untuk membantu Yang da.”

“Baiklah. Tapi, jangan sampai kau jatuh cinta pada Sehun ya. Aku tahu kau dan Sehun hanya berpura-pura. Dan aku juga tahu Sehun sebenarnya tidak merasakan apapun padamu. Jadi, sebelum kau merasa sakit hati, lebih baik jangan jatuh padanya.”

Yun yoo mengangguk dan menunjuk beberapa makanan yang belum mereka bawa di meja makan dan masih berada di dapur, “Aku bawa ini ke dalam dulu.”

**

Sepanjang acara makan Yang da sibuk menghindari mata Kai yang berulangkali menangkap lirikannya. Ia tak peduli dengan Yun yoo yang sibuk menahan tawa melihat ulah bodohnya, atau Seol hwa yang kini menjadi orang lain karena sibuk menjaga penampilannya di mata Baekhyun.

Sekarang tak ada yang berarti bagi Yang da. Selain Kai, tentunya.

Ini semua terasa aneh sekali bagi Yang da. Kai tidak pernah terlihat keren baginya. Bahkan, ia masih merasa bahwa wajah Kai itu sama sekali tidak tampan. Tapi dia terus menerus mencoba untuk memandang wajah itu. Wajah yang sama seperti yang sehari lalu ia lihat, tak pernah berbeda walaupun ia terus memandanginya.

Kai tiba bersama Yun yoo dan Kyung soo pada sore hari. Tak ada yang tahu bagaimana ketiga manusia itu bisa bertemu. Yun yoo yang lupa jika akan berangkat hari ini dan Kai yang bangun kesiangan terselamatkan oleh Kyung soo dan ikut duduk bersamanya malam ini.

Oh, bukankah ini sangat indah?

Kai duduk tepat di depan Yang da sementara Yun yoo duduk di samping kanan Yang da, menghadap Lay. Sehun duduk berhadapan dengan Chanyeol yang duduk bersebelahan dengan Ha young, tepat di sebelah kiri Yang da. Yun hee, Seol hwa, Baekhyun, Min seo, Luhan, Kris dan Kyung soo mengisi meja bagian kanan dimana Luhan duduk tepat di samping Yun yoo.

Yun yoo tiba-tiba berdiri dan berdehem, “Ehm, ada hal penting yang akan ku katakan sekarang.”

Semua mata menoleh pada Yun yoo. Gadis itu segera meneruskan ucapannya, “Malam ini jangan tidur terlebih dahulu. Aku dan Kyung soo-“

“Aku tidak ikut dalam rencanamu!” tandas Kyung soo tajam.

“Oke. Aku mengerti tuan Do.” Cibir Yun yoo“Baiklah. Aku telah menyiapkan sebuah permainan untuk kita malam ini, jadi tidak boleh ada yang tidur setelah makan malam.”

“Tapi aku benar-benar ingin tidur.” Kris mengucek matanya.

“Bisakah kau tahan sedikit Duizzang? Permainan ini tidak akan menarik tanpamu.” Pinta Yun yoo dengan sedikit bumbu rayuan di dalamnya. Kris menatap gadis itu tanpa ekspresi dan akhirnya menyerah, ia mengangguk.

“Permainan apa itu?” celetuk Yang da.

Kyung soo hendak menjelaskan namun dengan cepat Yun yoo membekap mulutnya. “Permainan ini akan terasa sangat menyenangkan, dan kita juga bisa cepat dekat juga.”

Seol hwa dan Baekhyun tiba-tiba menyahut, “Dekat maksudnya??”

“Kalian sudah terlalu dekat. Tak ada yang perlu di dekatkan lagi, dasar bodoh.” Gumam Yun hee. “Yun yoo punya maksud lain dalam permainan ini.”

Baekhyun dan Seol hwa mengangkat alis mereka bersamaan. Lalu Yun yoo kembali menjelaskan sambil diam-diam melirik Yang da, “Maksudku membuat kita dekat dalam arti kita tidak canggung lagi jika harus bertegur sapa di sekolah. Bermain bersama, atau.. yah jika berhasil, ada yang berkencan.”

**

“Yun yoo-ah. Kenapa kau sangat ingin membantu Yang da untuk mendapatkan Kai? Apa kau tidak mempunyai keinginan sendiri? Atau.. ada sesuatu yang akan kau dapat dari hal ini?” Tanya Yun hee setelah makan malam selesai dan mereka berdua tengah mencuci piring. Yun hee dan Yun yoo kalah dalam permainan batu kertas gunting dan merekalah yang harus mencuci piring sekarang.

Yun yoo terdiam sebentar dan menjawab, “Yang da sangat baik. Dia pantas mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya.”

“Ya, aku tahu itu. Tapi kau bukan orang naïf dan bodoh, kau pasti punya alasan kuat atas kegigihanmu ini.” sanggah Yang da lagi. kedua tangannya masih sibuk membersihkan piring sedangkan Yun yoo mengelap piring cucian Yun hee.

“Alasanku itu tidak kuat. Tapi bodoh.”

“Jelaskan saja. memangnya aku pernah mentertawakan kebodohanmu?”

“Aku tahu, alasannya sederhana dan konyol. Aku tidak ingin Yang da bersedih. Cukup aku saja. Kai juga menyukainya, lalu kenapa aku tidak membantu menyatukan mereka?” Yun yoo terdiam sesaat dan berbicara lagi. “Yun hee-ah, aku ingin bertanya padamu. Bagaimana menurutmu jika kau berjanji namun kau merasa kau akan melanggarnya bagaimanapun?”

Yun hee terlihat tidak puas dengan jawaban Yun yoo. Walaupun penjelasan Yun yoo masih terlalu samar, tapi ada beberapa kejujuran terselip disana. Yun hee menghela nafasnya, “Kau tidak perlu berjanji. Atau jika kau terlanjur melakukannya, katakan pada orang itu jika kau akan melanggarnya.”

“Terimakasih.” Yun yoo mengangguk dan tiba-tiba ia menitikkan air mata. Yun yoo merasa emosinya berada di puncak dan ia merasa tertekan tak bisa mengatakan itu kepada siapapun selain Kyung soo.

“Tapi, jika kau ingin menyukai Sehun, sembunyikan saja. Jika pria itu tahu, perilakunya tidak akan sama seperti dulu padamu. Dan kau pasti akan lebih kecewa lagi.”

Yun yoo membelalakkan matanya dan menatap Yun hee, “Bagaimana bisa kau tahu sebanyak itu?”

**

Lay lagi-lagi menghela nafasnya. Tak pernah terfikir olehnya, jika hatinya akan kembali berdegub kencang melihat gadis itu. Ia pikir, tak ada lagi ruang bagi Yun yoo untuk masuk. Tapi semudah itukah gadis itu memasukinya lagi? kenapa selalu ada celah baginya untuk masuk?

Memang mudah untuk jatuh cinta lagi. Tapi bagi Lay untuk melupakan Yun yoo sekali lagi itu adalah hal yang sangat sulit. Bahkan sebenarnya ia tak mau melakukannya.

“Apa aku harus selalu seperti ini??” gumamnya pada diri sendiri. Tiba-tiba Luhan menepuk bahunya, “Hei, bro. apa yang kau lakukan disini?”

Lay menggeleng lemah, “Tidak ada. aku hanya ingin menghirup udara segar.”

Luhan tergelak dan tersenyum, “Di luar sini terlalu banyak angin segar.. kau ingin berakhir dengan masuk angin? Ayo masuk, permainannya akan segera dimulai.”

“Kali ini apa yang ingin gadis itu lakukan?” batin Lay.

**

Yun yoo datang keruang tengah sambil membawa kantong plastik hitam berisi beberapa botol diikuti dengan pandangan heran seluruh penghuni tempat itu. Kyung soo hanya berdecak dan beranjak pergi begitu melihat Yun yoo datang. Yun yoo sontak melotot dan berteriak, “Kyung soo!!!!!”

“Hei, apa Kyung soo marah? Kenapa dia jadi seperti itu?” Tanya Sehun begitu melihat Kyung soo pergi. Kai hanya mengangkat bahu, “Dia memang biasanya marah-marah, tapi kali ini sepertinya ia benar-benar serius.”

Yun yoo terdiam mendengar ucapan Kai. Apa Kyung soo benar-benar marah karena permainan ini? ayolah, Yun yoo sangat yakin jika Kyung soo itu sama sekali tidak menyukai Yang da. Lalu apa alasan ia marah?

Yun yoopun langsung berlari keluar menghampiri Kyung soo. Begitu ia mendekat Kyung soo yang semula memunggunginya langsung berbalik, “Kenapa kau melakukan ini?”

“Bukankah aku sudah menjelaskannya padamu ribuan kali tentang game ini? Ayolah Kyung soo.. kenapa kau marah?”

“Bodoh, bukan itu yang kumaksud. Kenapa kau tidak ingin menepati janjimu? Apa kau sudah jatuh cinta pada Sehun? kau akan merasa sakit bila bersamanya, percayalah padaku.” Kyung soo menatap Yun yoo dengan raut kecewa yang tak pernah Yun yoo lihat.

Akhir-akhir ini mereka memang menjadi teman dekat dan Yun yoo merasa sedih bila Kyung soo terlihat begitu kecewa padanya. Ia menarik nafas panjang, “Kyung soo, aku tahu aku akan sakit hati. Tapi aku tidak ingin menutupi perasaanku sendiri. Sekarang aku bukannya menyukai Sehun seperti yang kau katakan, aku sendiri masih ingin memastikan perasaan ini. Dan jika kau mengatakan untuk menjauh darinya, seberapa jauhpun akan kulakukan.”

“Lalu kenapa selama ini kau pada awalnya berjanji tentang hal itu?”

“Karna kau sahabatku. Walaupun kita baru bertemu dan baru dekat, aku merasa senang bisa berbicara denganmu. Aku tidak ingin kehilanganmu.” Ujar Yun yoo berusaha meyakinkan Kyung soo.

Setelah itu Kyung soo hanya diam selama beberapa saat. Pria itu kemudian berujar,“Ayo masuk, kita selesaikan permainan ini.”

“Kau sudah tidak marah?” Tanya Yun yoo lagi sambil mengikuti langkah Kyung soo masuk kedalam rumah yang mereka sewa untuk acara liburan ini.

“Aku marah. Tapi aku juga tidak ingin kehilangan sahabatku.”

**

“Baiklah.. Apa yang sebenarnya terjadi? Sepertinya ini bukan yang tempat yang tepat untukku.” Decak Kris. Ia merasa sepertinya ada pihak yang diuntungkan dalam liburan ini.

“Mana mungkin duizzang.. kaulah bintang utamanya.” Ujar Yun yoo.

“Jangan bilang kalau kau ingin bermain truth or dare. Karna pasti permainan ini akan berakhir dengan kekalahan Kris. Entah mengapa dia punya keberuntungan yang buruk.” Gumam Lay yang langsung mendapat Death glare dari Kris karna tidak sengaja membuka aib Pria jangkung tersebut.

“Tidak-tidak. ini bukan Truth or dare atau permainan keberuntungan lainnya. Tidak ada hukuman. Kita semua akan bersenang-senang malam ini!!!” jawab Yun yoo senang, berbalik dengan wajah Kris yang sangat meragukan ucapan gadis itu.

“Jadi apa permainan itu?” kata Kai yang mulai tak sabar sementara yang lainnya hanya memandang Yun yoo dengan tatapan bingung.

“Yah, aku tidak tahu bagaimana menyebut permainan ini. setiap orang yang bisa minum lebih dari dua gelas yang kubawa ini, kalian punya kesempatan untuk menyuruh siapa saja yang kalian suka atau bicara apa saja pada orang itu.”

“Benarkah? Bahkan bicara tidak formal?” Tanya Baekhyun.

Yun yoo mengangguk, “Tentu, tapi kalian harus ingat batasan. Tidak boleh meminta hal-hal yang aneh.”

“Dan siapa yang akan memulai?” Luhan mengangkat alisnya.

“Aku.” Ujar Sehun tiba-tiba. Sejak acara makan malam ia selalu diam dan ini pertama kalinya ia berbicara.

“Kau? Kau kan tidak pernah minum sebelumnya.” Ujar Chanyeol mengingatkan.

“Memangnya kau pernah?” gumam Sehun dan langsung meminum dua gelas. Seperti yang dikatakan Yun yoo. Ia meletakkan gelasnya dan menatap Yun yoo.

“Aku ingin Yun yoo pacaran denganku.”

Semua mata terbelalak. Tak terkecuali Yun yoo.

**

“Bagaimana? Kau harus menuruti perkataanku kan? Aku sudah minum dua gelas seperti yang kau katakan..” gumam Sehun dengan wajah memerah karna mabuk. Yun yoo yang masih syok hanya bisa melebarkan bola matanya.

“Hei, jawab aku.” Ujar Sehun lagi, “Apa karna hal seperti ini kau jadi gugup? Bukankah ini yang kau inginkan?” sehun berdiri dan berusaha mendekati gadis itu.

“Apa? Kenapa kau ini Sehun-ah?” Kyung soo beranjak dari tempat duduknya dan berusaha menenangkan Sehun.

Sehun melemparkan tangan Kyung soo yang mencoba meraihnya, “Diamlah. Ini urusanku dengannya.”

Yun yoo terdiam dan menghela nafasnya. Ia tak akan membiarkan Sehun merusak rencananya. Walaupun hal itu benar-benar membuatnya terkejut, “Aku akan menjawabnya nanti.”

Sehun menghempaskan tubuhnya kekursi dan menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Beberapa saat kemudian kedua matanya terpejam. Semua mata menatap Sehun bingung.

“Hei, ini baru permulaan.. kenapa seserius ini?” Kai tertawa, “Yang kedua biar aku saja.”

Kai meletakan gelas keduanya dan menatap Baekhyun, “Bagaimana jika kita melihat Baekhyun memasukkan tissue kedalam lubang hidungnya? Atau kita selotip wajahnya?”

“Hei, jangan gila! Ada Seol hwa disini!!” pekik Baekhyun.

“Itu pasti menjijikan.” Yun hee menjulurkan lidahnya.

“Lakukan saja Baekhyun, lagipula kau sudah terlihat konyol tanpa harus melakukan hal-hal seperti itu..” ujar Kyung soo yang mendapat respon meriah dari seluruh penghuni meja. Mereka semua tertawa, dengan senang menikmati tingkah konyol Baekhyun. Melihat Kris yang menirukan gerak-gerik monyet, Kyung soo yang dipaksa beraegyeo, dan Seol hwa yang harus tersenyum di sepanjang permainan.

Sepertinya permainan Yun yoo dinikmati semua orang. Kecuali Yun yoo sendiri dan Sehun.

Entah mengapa kejadian barusan membuat sebuah jarak besar diantara keduanya.

**

“Tidak ada yang terjadi kan? Dasar gadis bodoh. Kai dan Yang da tak mungkin dekat begitu saja hanya dengan permainan konyolmu.” Tukas Yun hee yang sibuk memegangi topinya yang ditiupi angin.

Pagi yang sangat cerah tiba, dan Yun hee langsung mengajak Yun yoo berjalan-jalan berdua. Mungkin ada yang ingin Yun hee ketahui, apalagi sejak insiden Sehun kemarin. Tak ada yang tahu jawaban apa yang Yun yoo berikan. Apa yang terjadi diantara keduanya sangatlah rahasia.

Yun yoo tersenyum samar. Rambutnya tertiup angin hingga menutupi wajahnya, “Hehe, aku hanya berharap mereka bisa saling mengutarakan perasaan. Tapi ternyata itu tidak terjadi.”

“Aiissh, aku benci basa-basi.” Gumam Yun hee, “Langsung saja, bagaimana jawabanmu kemarin? Terhadap ucapan Sehun?”

“Hah? Tentang itu.. aku pikir Sehun hanya berusaha membuat lelucon dan gagal. Jadi aku sama sekali tidak memberi jawaban.”

“APA?!” teriak Yun hee, “Jadi Sehun bilang padamu jika itu hanya lelucon? Bualan?”

“Iya, saat aku bangun tidur dia menelfonku dan bilang itu hanya lelucon.” Yun yoo tersenyum kecut. “Padahal hanya lelucon… tapi kenapa kemarin malam aku sampai tidak bisa tertawa? Hahaha, aku benar-benar konyol.”

Yun hee hanya bisa memandangi Yun yoo. Gadis itu selalu terlihat baik-baik saja dan bahkan sering terlihat berbuat konyol. Tapi kenapa Sehun tak bisa melihat penderitaan di mata gadis itu? Dia mungkin terlihat baik-baik saja, selama tidak ada yang mengetahuinya. Bagaimanapun juga, Yun yoo adalah seorang manusia, yang pasti juga merasakan rasa sedih dalam hatinya.

To be continue


I Love My Father (Chapter 4)

$
0
0

PhotoGrid_1446989518098.jpg

Title: I Love My Father

Cast:

  • Xi Luhan as Shin Luhan
  • Shin Youngah OC
  • Park Chanyeol
  • Huang Zi Tao as Hwang Zi Tao

Author: SungRIMIn

Genre: Romance, Supranatural, Mystery

Lenght: Chaptered

Rating: General

***

Suatu malam yang dingin dan diselimut awan hitam dan bintang bintang yang menerangi dunia. Hembusan angin yang sedikit kencang membuat siapapun yang berada di alam terbuka pasti kedinginan, apalagi apabila ada yang tak menggunakan baju hangat, mungkin mereka akan sakit keesokan harinya.

Dua orang lelaki tampan sedang duduk didalam Cafe. Mereka diam tak berkata. Hanya menikmati secangkir cofee hangat di malam yang dingin.

“Tao, terimakasih telah menemukan anakku.” Luhan, lelaki itu memulai percakapan dengan kerabatnya yang telah lama hilang dan berubah 180 derajat.

“Tidak masalah.” Dingin. Satu kata yang menggambarkan sifatnya yang sekarang.

“Tapi, kenapa kau yakin bahwa YoungAh yang kau bawa itu adalah anakku?” Luhan berbicara hati-hati pada Tao. Takut Tao tersinggung karena tidak menghargai kerja kerasnya untuk mencari anaknya.

“Kau tak percaya padaku?” perubahan sikapnya mulai berubah. Luhan semakin heran kenapa Tao jadi cepat tersinggung seperti ini.

“Bukan tak percaya. Aku hanya ragu.” Setelah itu, terdengar suara decitan bangku yang bergeser. Ya, Tao bangkit dari duduknya. Seperti ingin pergi dari tempat tersebut.

“Kalau kau ragu, biarkan aku menjemput YoungAh dan membawanya pergi darimu! Aku tak akan membiarkan YoungAh tinggal bersama Ayahnya yang ragu atas darah daging nya sendiri!” Tao siap melangkahkan kakinya keluar dari cafe kalau Luhan tidak menghentikannya.

“Tunggu!” ucapnya sigap dan ikut berdiri sama seperti Tao sekarang. “Bukan itu maksud ku.” Luhan menuntunnya untuk duduk lagi ke singgahsananya. Tapi tetap saja Tao tak bergeming dengan posisinya saat ini. “Ada kejanggalan yang aku rasakan saat aku bertemu kembali dengan Anakku.”

“Kejanggalan? Kejanggalan apa lagi hah?! Belum cukup kau meragukan anakmu sendiri?! Dan sekarang! Kau malah merasakan kejanggalan pada diri YoungAh!” Tao mendengus kesal dan ingin rasanya meninggalkan Cafe kalau Luhan tidak terus menahannya.

“Aku merasa ia tidak mirip dengan YeRim. Ia sungguh berbeda.” Saat itu juga, Tao menghentikan gerak kaki nya dan berusaha diam untuk mendengar cerita Luhan. “Saat aku memeluknya, aku merasa pacuan jantungku semakin cepat. Sama seperti saat aku melihat YeRim dulu.”

Tao membalikan badannya menghadap sahabat lamanya yang tak kunjung bertemu. Ia tersenyum hangat pada Luhan sama seperti dulu. Saat Luhan jatuh dalam keterpurukan, ia selalu menunjukkan senyuman hangat tersebut agar Luhan kuat untuk menghadapi masalah tersebut. “Dia anak mu Luhan. Dia anak mu. Percayalah padaku karena aku sahabatmu. Aku tak pernah membohongimu selama ini, iya kan? Aku sealu berkata jujur padamu. Aku tak pernah mengecewakanmu. Aku selalu ada saat kau terjatuh. Jadi aku mohon, percayalah padaku.” Satu bulir air mata jatuh membasahi pipi Luhan. Ia merindukan sesosok sahabat seperti Tao. Dan akhirnya, ia menemukan Tao kembali dengan sifat aslinya.

Tao menghampiri Luhan dan mengusap bahunya untuk menenangkan hati Luhan. “Itu bukan hal aneh Han. Kejadian itu sering terjadi apabila berpelukan dengan lawan jenis. Apalagi kau dan YoungAh telah terpisah 10 tahun lamanya. Pasti kau akan merasakan pacuan jantung yang begitu hebat. Itu karena hubungan batin mu dengan YoungAh yang sangat pekat. Kau hanya perlu beradaptasi dengannya. Kau juga belum mendapatkan pendamping baru selain YeRim. Mungkin itu salah satu faktornya juga. Kau mengerti?”

“Iya, aku mengerti.” Luhan menghentikan air matanya dan mengusap sisa air matanya di pipi. Dia sudah mulai tenang mendengar masukan dari sahabatnya.

“Yasudah aku pergi dulu.” Tao menepuk pundak Luhan lalu pergi meninggalkan Luhan di Cafe.

“Terima kasih sahabat ku..” ia mengucapkan kata-kata itu pelan. Bahkan, hanya Luhan lah yang mendengar ucapan tersebut. Ia tak mampu mengucapkan itu di hadapan sahabatnya yang telah pergi dari balik pintu. Tao baerubah. 1 kata yang ada di benak Luhan. Apa mungkin Tao akan selamanya seperti itu? Atau hanya sesaat? Semua keajaiban akan datang dengan sendirinya. Kita hanya menunggu keajaiban itu datang atau kah tidak.

***

“Aku pulang.”

“Ayahhh!! Akhirnya kau pulang!” YoungAh langsung menghambar tubuh Ayah nya begitu ia menutup pintu.

Luhan merengkuh tubuh mungil YoungAh dan mengelus pucuk kepalanya sayang. Dan sesaat kemudian, pacuan detak jantungnya berdetak lebih kencang. Sama seperti dulu saat ia memeluk YoungAh. Ia menepis pikiran buruk mengenai YoungAh dan terus mengiyakan perkataan Tao kepadanya.

‘YoungAh adalah anak ku! Ya. Ia memang lah anakku! Aku tak boleh ragu dengannya. Benar kata Tao, aku harus beradaptasi dengannya.” Batin Luhan berbicara.

“Kau merindukan ku?” tanya Luhan sambil mencium pucuk kepala YoungAh.

“Iya. Aku sangat merindukanmu Ayah. Kau pulang lebih larut hari ini.” YoungAh melepaskan pelukannya dari Luhan. Ia memandangi lekuk wajah Luhan yang terbentuk sempurna sambil sesekali tersenyum mengagumi ketampanan Ayahnya.

“Benarkah? Ayah tak menyangka anak Ayah dapat secepat itu merindukan Ayahnya.” Luhan membalas senyum YoungAh dengan simpul. “Kenapa kau belum tidur? Ini sudah jam 22.00. Besok kau bisa terlambat sekolah!”

“Tidak akan. Ini belum larut Ayah. Lagi pula ada film horror! Dan aku mau melihatnya! Ayah temani aku menonton yaa!!” YoungAh mulai merajuk Ayahnya.

“Oke baiklah.” Luhan menuruti perintah Anak nya lalu membuntutinya sampai ke sofa.

“Ayah? Bolehkah aku tidur di pangkuanmu?”

“Tentu saja!” YoungAh segera mengubah posisi duduknya dan beralih kepangkuan Luhan. Luhan dengan sigap membelai rambut YoungAh dengan lihai sambil menatap kedua bola mata YoungAh dalam.

“Ayah! Besok teman ku mau datang kesini! Ada kerja kelompok. Tapi hanya berdua saja. Boleh kan?”

“Iya boleh.” Luhan tersenyum, masih mengelus rambut YoungAh yang halus. “Baru masuk sekolah sudah dapat tugas kelompok?” Luhan menggelengkan kepalanya sedangkan YoungAh mengangguk mengiyakan. “Nama temanmu itu siapa?”

“Park Chan Yeol.”

“Laki-laki?” YoungAh pun menjawab dengan anggukan. “Apakah ia baik?” masih mengangguk.

“Ayah tau nggak? Apa kesan pertama ku saat bertemu dia?” Luhan manautkan kedua alisnya. “Dia aneh.”

“Kenapa kau bisa katakan aneh?” YoungAh bangkit dari posisi nya. Dan duduk tepat di depan Ayahnya.

“Dia bilang, katanya dia pernah bertemu denganku sebelumnya.” Luhan terus menyimak cerita YoungAh dengan pendengaran yang tajam. “Katanya, penyebab aku hilang ingatan adalah dirinya.” Luhan semakin bingung dan tak mengerti dengan kata-kata YoungAh. Anaknya mengatakan sesuatu yang menggantung, dan sulit membuat otaknya mencerna kata-kata nya. “Dia bilang, dia yang menabrak ku sampai lupa ingatan.”

“Apaa?? Lalu dia tidak bertanggung jawab? Apa dia tidak masuk penjara??” Luhan mulai naik pitam dan segera berdiri dari posisi sebelumnya.

“Ayah kau mau kemana? Tunggu penjelasan ku sebentar!” YoungAh menahan tangan Luhan yang hendak keluar rumah dan mungkin saja akan melaporkan ChanYeol kekantor polisi.

Luhan kalut atas perkataan Anaknya. Ia pun kembali ke posisi awal dengan nafas terengah-engah karena emosi yang menyulut dirinya. “Dia bilang, dia sudah dilepaskan oleh seorang laki-laki. Kemungkinan besar laki-laki yang dimaksud adalah paman Tao”

“Tao?”

“Iya. Dia juga bilang, saat dia menabrakku. Aku menggunakan baju kantor, bukan seragam sekolah.”

“Apa maksudnya ini? Ini merupakan mistery.” Rasa ragu dalam diri Luhan mengenai anak nya mulai timbul. Ia jadi tak yakin bahwa YoungAh yang ada di hadapannya ini adalah anak nya.

“Ya, aku juga tak tahu. Salahkan otak ku karena tak mengingat satu kejadian pun.” YoungAh menggembungkan pipinya. “Otak ku seperti di perbaharui kembali. Aku benar-benar tak ingat apapun.”

“Yasudah tak apa. Suatu saat, Ayah yakin kau pasti akan mengingatnya kembali.” Luhan mengelus pipi anaknya dan YoungAh kembali keposisi awal, tidur dipangkuan Luhan.

“Aku pernah merasakan ini sebelumnya, saat memory card handphone ku ke format semua. Mulai dari foto-foto ku, lagu-lagu ku dan sebagainya terhapus. Dan itu sungguh menjengkelakn. Begitu juga dengan otak ku ini, semua kenangan yang pernah aku alami hilang semua. Dan tak tahu kapan aku mengingatnya.”

“Setahu Ayah, Ayah tidak pernah membelikan mu handphone saat umurmu 7 tahun.”

“Bukan 7 tahun, tapi 10 tahun! Apa kau tak mengingatnya?

“Saat kau 10 tahun, kau di culik!”

“Oh iya! benar!” aneh. Satu kata yang ada di pikiran YoungAh. Siapa sebenarnya dirinya? Asal-usul nya? Kenapa semua yang dikatakan Luhan berbanding terbalik dengan ingatannya yang masih seumur jagung?. YoungAh memalingkan tatapannya pada Luhan. Ia mulai menonton film horror yang tak lagi menyeramkan. Ia benar-benar dirundung perasaan bingung yang memuncak.

“Youngie, sebenarnya Tao adalah teman Ayah dan Ibu. Bukan paman mu.”

“Benarkah?. Kenapa dia harus berbohong?” cecarnya

“Mungkin dia berbohong agar kau bisa tenang.” YoungAh mengangguk mengerti. Ia menoleh kearah tv yang menampilkan Ending film Horror yang sempat di tontonnya.

“Apa? Sudah habis? Hei aku belum nonton sepenuhnya tahu! Kenapa habisnya cepat sekali?” YoungAh mendengus kesal karena film tersebut sudah habis, padahal ia belum dapat feel dari film tersebut.

“Karena film nya sudah habis, sekarang kau tidur oke!” Luhan membangun kan YoungAh dari posisinya.

“Tapi Ayah temani aku tidur yaa!” YoungAh mengeluarkan jurus puppy eyesnya untuk merajuk Luhan. Sedangkan yang dirajuk hanya tersenyum geli melihat nya.

“Iya iya Ayah temani.” Satu detik kemudian, YoungAh memeluk Luhan dengan rasa kasih sayang yang tak terhingga.

***

“Heii mau lari kemana kau??”

“Jangan ikuti aku! Pergilah menjauhh!!”

“Aku tak akan melepaskan mu pergi!! Tak akan pernahh!!”

TIINNNN TINNNN…..

BRAKKK

***

“Hahh… hah…” ia terbangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah seperti seorang buronan yang dikejar sekelompok polisi.

‘Apa itu Cuma mimpi? Itu terlihat kenyataan. Kejadian itu seperti pernah terjadi dalam diriku. Apa itu sebagian ingatan ku yang telah hilang? Kenapa begitu menyeramkan?”

JJDERR….

Malam yang mencekam dengan langit hitam diatasnya. Sekilas cahaya bertabrakan di atas langit dan mengakibatkan suara yang begitu dahsyatnya. Angin diluar sana juga tak kalah kencangnya. Pohon-pohon mungkin bisa tumbang karena angin yang berhembus terlalu kencang. Seperti angin topan dan angin puting beliung. Tapi tak nampak sedikitpun pusaran angin yang berputar diatas langit yang mengakibatkan hancurnya dunia.

Kain lembut bewarna kuning terlihat menari-nari mengikuti arah angin. Udara tak segar yang diikut bercak air hujan masuk melalu jendela yang tak tertutup. Membuat si empunya kamar ingin segera menutupnya. Tapi entah kenapa, tubuhnya sangat berat untuk bangkit dari posisi tidurnya. Seperti ada yang menahan tubuh mungilnya, atau ada yang memberi beban berat diatas tubuhnya. Atau mungkin, tubuhnya sudah semakin berat hinnga ia tak bisa bergerak. Ia menolehkan kepalanya kekiri. Ia sungguh terkejut dengan pemandangan yang terjadi. Seorang laki-laki yang baru kemarin ia kenal. Ayahnya, Luhan, tidur disamping dirinya.

‘Ayah? Kau begitu tampan. Kenapa setiap aku menatapmu, desiran darah dalam diriku selalu berhenti? Pacuan jantungku juga berdetak lebih kencang. Ini benar-benar tak normal. Setiap kali aku memelukumu, ingin rasanya aku memiliki mu lebih. Bukan sebagai seorang Ayah. Melainkan sebagai kekasih dan akan menjadi pendampingku kelak. Aku janji, aku tak akan meninggalkanmu. Aku akan terus disampingmu. Biarkan aku jadi pengganti Ibu. Biarkan aku jadi istri mu nanti. Aku sungguh mencintai mu lebih dari perasaan seorang anak kepada ayahnya. Ini sungguh aneh bukan? Seorang anak yang mencintai ayahnya sendiri. Apakah ayah juga punya perasaan yang sama denganku? Haha.. aku bergurau! Tentu saja tidak! Aku ingin semua kebenaran itu terungkap! Mulai dari foto Ibu ku yang tak mirip denganku. Perasaan ku yang berlebihan terhadap ayah. Kasus tertabraknya diriku karena ChanYeol. Dan, mimpi itu. Aku mohon tuhan! Tolong aku! Bantu aku! Kembalikan semua ingatan ku Tuhan! Aku mohon!’

Dengan gerakan hati-hati, YoungAh memindahkan tangan Luhan yang melingkar di perutnya. Perlahan-lahan agar Luhan tak terbangun dari mimpi indahnya. Tapi satu gerakan cepat membuat YoungAh menghentikan aksinya.

“YeRim! Jangan ganggu tidurku! Biarkan aku dalam posisi seperti ini! Jangan merubahnya! Nanti kau pergi lagi! Aku tak akan membiarkan kau pergi dan meninggalkanku lagi sendirian!” Luhan semakin mengeratkan pelukannya diperut YoungAh. Wajahnya pun terus menelusup tengkuk YoungAh untuk mencari kehangatan yang tertinggal selama 17 tahun lamanya.

Desiran darah yang mengalir dalam diri YoungAh berhenti. Pacuan detak jantungnya semakin kencang. Ia merinding mendengar ucapan Luhan yang menggelitik tengkuknya. Sekarang, hanya berdiam tanpa bernafas yang bisa ia lakukan. Semua organ tubuhnya sudah tidak bekerja dengan sebagaimananya. Otot-ototnya sudah mati rasa. Dan nadinya sudah tak berdenyut. Wajah Luhan sudah sangat dekat dengan wajahnya. Bahkan, saat ia menoleh kemungkinan besar bibirnya akan bersentuhan dengan bibir Luhan. Dagu Luhan yang menempel tepat di bahunya membuatnya tak bisa bergerak.

Ia ingin sekali berbalik untuk menghadap ayahnya. Ingin melihat wajah polosnya saat tertidur, ingin memeluk dan mengusap rambut hitamnya. Ingin sekali ia melakukan hal itu. Tapi rasa takut menguasai dirinya, ia benar-benar takut melakukan hal seperti itu. Lebih baik ia meloncat dari atas gedung pencakar langit dari pada harus berbalik menghadap ayahnya.

Hembusan nafas yang berasal dari Luhan membuat ia tak tahan untuk menghadap wajahnya. Hembusan nafas itu benar-benar membuat tengkuk YoungAh bergetar. ‘Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan?’ cecarnya dalam hati.

JDERRR…

Suara kilat dari awan hitam membuat YoungAh segera membalikkan tubuhnya untuk memeluk Luhan. Melindungi Luhan dari cahaya kilat yang begitu mematikan.

Saat kilat-kilat itu tak terlihat. YoungAh mulai melanjutkan aksinya. Ia membelai lembut rambut Luhan dengan kasih sayang yang tak berujung. Ia juga mencium pucuk kepala Luhan, sama seperti saat Luhan mencium pucuk kepalanya. “Ayah! Kau tak sendirian. Ada aku yang selalu menemanimu, dalam kehangatan. Aku akan selalu melindungi mu dari marabahaya. Peganglah tanganku saat kau bingung ke arah mana kau harus berjalan. Peluklah aku saat kesedihan mulai mencuat ke dalam dirimu. Aku bersedia memberi sandaran bahu ku untuk setiap tetesan air mata mu. Karena aku, mencintaimu!” YoungAh menangis dalam diam. Kenyataan pahit yang dialaminya mulai terasa. Kenyataan pahit bahwa dirinya adalah anak dari Shin Luhan, orang yang mulai dicintainya.

TBC


The Gray Anxiety (Chapter 2)

$
0
0

sehun TGA

The Gray Anxiety – Part.2

By : Ririn Setyo

Oh Sehun || Song Jiyeon || Kim Jongin

Other Cast : Park Chanyeol || Zhang Yixing || Kris Duizhang

Genre : Romance ( PG – 17 )

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya : http://www.ririnsetyo.wordpress.com  dengan cast yang berbeda.

 

Jiyeon melangkah gemetar saat ia melewati lorong panjang dengan jeruji besi di kedua sisinya, sedari tadi ia terus menggenggam ujung pakaian yang dikenakannya kuat-kuat hingga semua bukunya memutih. Jiyeon pucat pasi, begitu pula wanita paruh baya yang berjalan di sebelahnya, wanita itu bahkan sudah terisak seraya terus menghalau laju air mata dengan selembar kain kusam yang berada di genggaman tangannya.

Mereka menghentikan langkah kaki ketika dua orang laki-laki berseragam polisi yang mengawal mereka sejak tadi memerintahkannya, kedua polisi itu berteriak kencang pada dua pria kurus yang duduk meringkuk di balik dinginnya dinding penjara yang kini nyata mengurung mereka berdua.

“Cepat berdiri! Waktu kalian hanya dua puluh menit.” ucap salah satu polisi, dingin dan lantang.

“Ibu.” laki-laki di dalam jeruji besi yang berumur lebih muda menghambur lebih dulu, tangannya terjulur untuk mencapai wajah wanita paruh baya yang kini sudah menangis tersedu.

Jiyeon diam membeku, menatap sosok pria lain yang berdiri tepat di depannya. Wajah pria itu kuyu, lebam menghiasi sebagian besar pipinya, pelipisnya robek, ujung bibirnya bahkan masih mengeluarkan darah. Berkali-kali terlontar kata maaf dari bibirnya yang gemetar. Jiyeon mendekat perlahan, mengusap wajah lebam pria itu bersama setetes air mata yang tak mampu lagi ia tahan. Lidahnya mengelu, ia hanya mampu menatap dalam diam, memuntahkan kesedihan dan ketakutan lewat air mata yang semakin membahasi kedua pipi pucatnya.

Noona.” Jiyeon berpaling, tangan gemetarnya mengusap wajah adik laki-lakinya yang sudah menangis.

“Aku tidak mau di sini, tolong keluarkan aku dan Yixing Hyung dari sini secepatnya. Aku mohon Noona.”

Jiyeon hanya mampu mengangguk, tangan kanannya menggenggam erat jemari Junkyu sedangkan tangannya yang lain menghapus air mata di pipi bocah laki-laki itu. Jiyeon sangat menyayangi Junkyu, meski mereka memiliki ikatan darah dari ayah yang berbeda. Jiyeon melirik sang ibu yang sudah menangis tersedu di sampingnya, lalu kembali menatap Junkyu, berusaha mengeluarkan suara dari kerongkongannya yang tersumbat.

“Tenanglah, Noona akan mengeluarkanmu dan Yixing Oppa secepatnya. Kau tidak perlu khawatir.” Jiyeon menatap Yixing sekilas lalu kembali melanjutkan kata-katanya. “Yixing Oppa akan menjagamu disini, benarkan Oppa?”

Yixing mengangguk cepat, mengusap kepala bocah laki-laki yang baru satu minggu lalu merayakan ulang tahunnya yang ke lima belas. “Tenanglah, semuanya akan segera baik-baik saja, Junkyu-ah.” ucap Yixing, berusaha menenangkan Junkyu.

Jiyeon kembali meneteskan air mata, lebih deras dari yang sebelumnya. Ia mengeratkan genggamannya pada Junkyu, gadis itu masih sangat terkejut dengan apa yang menimpa Yixing dan Junkyu. Jiyeon benar-benar tidak bisa mempercayai ketika mendapat kabar jika Yixing dan Junkyu ditahan karena kasus penganiayaan, mereka berdua dituduh menyerang rentenir sekaligus pemilik rumah bordil Baek Sungdo yang hendak menagih hutang pada keluarga Jiyeon.

Beberapa tahun terakhir ini keluarga Jiyeon terlilit banyak hutang, Choi Namjoon ayah tiri Jiyeon yang hobi mabuk-mabukan, kerap kali meminjam uang pada Sungdo untuk bermain di meja judi. Pria itu sudah tidak pernah lagi menafkahi keluarganya sejak dia dipecat dari pabrik susu tempatnya bekerja sepuluh tahun lalu, berperangai temperamental, sering memukul Jiyeon dan ibunya jika sedang kesal. Namjoon bahkan pernah hampir menjual Jiyeon pada saudagar kaya hanya untuk sejumlah uang.

“Waktu kalian sudah habis.”

Suara dingin dari polisi yang sejak tadi berdiri bersama mereka, membuat Jiyeon terhenyak. Ia kembali menangis tertahan saat Junkyu tak mau melepaskan tangannya, ketika dua polisi mulai menarik Jiyeon dan ibunya untuk menjauh.

“Ibu, Noona.” Junkyu terus menangis, menahan tangan Jiyeon agar tidak melepaskannya.

Namun Jiyeon tak punya daya selain melepas paksa genggaman Junkyu, kedua polisi yang berjaga kembali memerintahkannya untuk segera meninggalkan tempat itu. Jiyeon merangkul sang ibu yang hampir beringsut di lantai karena tak kuasa meninggalkan Junkyu dan Yixing di balik jeruji besi, mereka membalikkan badan segera setelah Yixing memeluk Junkyu. Jiyeon menarik sang ibu dan mengabaikan ratapan Junkyu di belakang sana, berjalan tertatih meninggalkan tempat itu bersama semua ketakutakan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya pada adik dan sang kekasih.

~000~

 

Bunyi dencitan terdengar saat Jiyeon mendorong pintu pagar kayu yang sebagian lapisannya sudah termakan rayap, berjalan memasuki pelataran rumah sederhana peninggalan almarhum ayahnya. Langkah kaki Jiyeon dan sang ibu langsung terhenti, mendapati sosok pria yang berdiri tegak di ambang pintu rumah mereka. Choi Namjoon berdiri jumawa di sana, tinggi, besar, selayak algojo di klub malam. Tekstur wajahnya kerasa dan kasar, mata sipit nyaris tanpa lipatan, menghunus tajam dan tak kenal belas kasihan.

“Dari mana saja kalian?!” hardik Namjoon, menatap dingin ke arah Jiyeon dan istrinya.

“Kau tahu pasti jika beberapa jam lalu Junkyu dan Yixing dibawa polisi dan diadili masa karena ulahmu, masih pantaskah kau bertanya ke mana aku dan Jiyeon pergi?” Jieun berseru, balas menatap Namjoon yang mulai mengeraskan rahangnya.

Ah! Sudah berani melawanku rupanya.” Namjoon meraih rambut Jieun dan menjabaknya kasar.

“Lepaskan ibuku.”

Satu tamparan keras membuat sudut bibir Jiyeon berdarah, ia menatap Namjoon tajam, napasnya memburu kasar, muak dengan sikap semena-mena Namjoon yang selalu memukulnya sejak bertahun-tahun silam.

“Jangan memukulnya Namjoon, pukul saja aku.” Jieun meratap, wanita itu beringsut di tanah saat Namjoon mendorongnya.

“Apa kalian pikir aku tidak mencemaskan Junkyu?” Namjoon menendang Jieun, pria itu semakin geram ketika Jiyeon menghalanginya dan kembali berteriak.

“Brengsek!! Berhenti memukul ibuku, Choi Namjoon!”

Satu pukulan keras membuat Jiyeon ikut beringsut di samping ibunya, darah segar mengalir dari salah satu hidungnya. Jiyeon menggerang kala menatap sang ibu memohon belas kasih pada Namjoon, dia memohon di kaki pria itu hingga tawa Namjoon yang memuakkan menguar di udara.

“Beberapa menit yang lalu dua pria kaya datang dan menawarkan bantuan padaku. Doamu terkabul Jieun, Tuhan telah mengirimkan bantuan untuk membalas semua doa-doamu selama ini.”

“Apa maksudmu?”

“Bukankah kau selalu bilang jika manusia rajin berdoa maka bantuan Tuhan akan datang? Mereka memberi kita banyak uang untuk membebaskan Junkyu dan Yixing dengan satu syarat mudah,” Namjoon melirik Jiyeon yang sudah dipeluk erat oleh Jieun.

“Jiyeon harus menemui salah satu dari pria itu besok pagi.”

“Kau menjualku?” Jiyeon membulatkan matanya, ia memekik tertahan saat Namjoon menarik lengannya, memaksanya untuk berdiri.

“Demi Junkyu dan demi pria tidak berguna yang kau cintai, temui pria kaya itu di tempat ini.” Namjoon melempar selembar kartu nama di depan wajah Jiyeon yang mengeras. “Atau kau lebih memilih Junkyu dan Yixing di penjara dan kau menjadi pelacur murahan di tempat Baek Sungdo, Song Jiyeon?”

Jiyeon mengepalkan tangannya kuat-kuat, menahan air mata yang sudah berkumpul di ujung pelupuk. Giginya beradu kala Namjoon tertawa sumbang di depannya, napas Jiyeon memburu cepat dan tiba-tiba ia melakukan satu hal yang membuat tawa Namjoon terhenti seketika. Jiyeon meludahi pria itu, ia sudah tak tahan lagi menahan penghinaan dan semua siksa yang Namjoon berikan padanya selama ini.

Tanpa ampun Namjoon memukul dan menendang tubuh Jiyeon bertubi-tubi, wajah pria itu merah padam, ubun-ubunnya serasa terbakar. Ia naik pitam, menghajar Jiyeon dan Jieun saat wanita itu melindungi tubuh Jiyeon yang sudah terkapar tidak berdaya.

“Temui pria kaya itu besok pagi dan jadilah pelacur terhormat demi adikmu dan Yixing, kau dengar itu gadis jalang?”

Namjoon menarik wajah Jiyeon dan menghempaskannya ke tanah sebelum ia berlalu keluar dari pelataran rumah, meninggalkan Jiyeon yang sudah mengepalkan tangannya kuat-kuat dari balik dekapan erat Song Jieun.

~000~

 

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sebelum semburat jingga keemasan menghiasi langit. Bahkan sebelum Jieun terjaga dan sebelum Namjoon melontarkan sumpah serapah padanya, Jiyeon sudah mengendap-endap keluar dari pelataran rumah. Membungkus tubuhnya dengan mantel usang yang sudah tidak terlalu berfungsi, untuk melindungi tubuh kurusnya dari terpaan udara dini hari yang masih sangat dingin di awal musim semi.

Jalanan masih tampak lengang ketika Jiyeon berdiri sendirian di halte, menunggu bus untuk kemudian mengantarnya ke sebuah apartemen mewah tepat di jantung kota Seoul. Jiyeon menundukkan kepalanya dalam-dalam saat supir bus menatap khawatir ke wajah lebamnya. Bus itu kosong, Jiyeon memilih duduk tepat di belakang supir bus. Ia menarik napas panjang berulang-ulang, kembali menatap kartu nama yang tergenggam erat di tangan kanannya.

“Hati-hatinya Nak, kau tampak tidak sehat.” ucap sang supir saat Jiyeon turun di halte tak jauh dari apartemen yang dituju gadis itu.

Jiyeon melangkah pelan memasuki pelataran apartemen, ia menengadah, menatap bangunan tinggi dan kokoh yang berdiri congkak di depannya. Mengantarkan gelisah dan rasa takut hingga menghentikan kakinya untuk memasuki lobi apartemen. Jiyeon ingin sekali berbalik dan membatalkan pertemuan bersama pria yang tidak dikenalnya, namun tangisan Junkyu dan tatapan Yixing kemarin lagi-lagi memenuhi pikirannya, mengaburkan pandangan dan membuat napas Jiyeon terasa sesak.

Jiyeon meremas jari-jarinya, memaksa kakinya untuk melangkah dan menyelesaikan semua ini dengan cepat hingga Junkyu dan Yixing bisa segera terbebas dari dinginnya dinding penjara. Jiyeon mengerjab takjub, menatap lobi apartemen yang sangat mewah dari ambang pintu, seorang petugas keamanan apartemen tergopoh-gopoh menghampiri Jiyeon saat gadis itu baru saja hendak memasuki lobi.

“Apa yang ingin kau lakukan di sini, Nona?” pria tegab itu menatap menilai pada penampilan Jiyeon, dia sangat yakin jika Jiyeon salah tujuan.

Hemelsky Apartemen adalah salah satu apartemen termewah yang ada di Seoul, tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam apartemen itu apalagi orang semacam Jiyeon. Gadis itu terlihat seperti gelandangan yang kebingungan. Jiyeon tidak menjawab, ia hanya menyerahkan kartu nama yang sedari tadi digenggamnya kepada petugas keamanan tersebut.

Eoh, Nona tamu Tuan Kim Jongin?” Jiyeon hanya mengangguk. “Beliau sudah berpesan agar Nona segera ke lantai 20, maafkan aku, aku tidak menyangka Nona datang sepagi ini.” ucap pria itu cepat, memperhatikan kembali penampilan Jiyeon dari atas kepala hingga kaki.

Jiyeon tidak mengeluarkan sepatah kata, ia kembali  hanya mengangguk, tak begitu peduli dengan apa yang dipikirkan oleh pria berseragam itu, ia lebih memilih cepat-cepat menuju lift yang akan membawanya ke lantai 20.

~000~

 

Sementara itu di lantai 20, aroma kopi sudah menyeruak memenuhi tiap sudut apartemen saat Sehun menyeduhnya, pria dalam balutan piyama hitam, rambut acak-acakan dan masih terlihat menguap sesekali. Duduk sendirian di depan layar TV LED 60 inch, menyajikan berita pagi yang tidak menarik minatnya sama sekali. Sehun lebih memilih menikmati kopi favoritnya, sambil memikirkan beberapa kemungkinan yang sejak tadi bercokol di dalam pikirannya.

 

Di kartu nama itu tertulis namaku, jadi… gadis itu pasti akan datang, percayalah padaku.”

 

Perkataan Jongin semalam kembali mengusiknya, memaksanya untuk kembali memikirkan dua kemungkinan yang akan terjadi. Namun disaat Sehun masih berkutat bersama kemungkinan-kemungkinan yang belum menemukan jawaban, terdengar suara bell apartemen sebanyak dua kali, membuat Sehun beranjak dari sofa dan meninggalkan cangkir kopinya di atas meja.

Sehun terkejut sekaligus senang saat mendapati wajah Jiyeon di layar monitor yang tertempel di samping pintu, ia pun bergegas membuka pintu, tersenyum lebar menyambut Jiyeon yang tampak terkejut saat mereka sudah saling menatap satu sama lain.

“Kau?!” pupil Jiyeon melebar, menatap Sehun yang juga tampak tak kalah terkejut dari dirinya.

“Jiyeon, wajahmu?” seketika rasa cemas mengelayuti Sehun, ia mengulurkan tangannya, ingin menyentuh wajah Jiyeon yang lebam dan penuh luka.

“Jangan menyentuhku!” ucap Jiyeon dingin, ia menepis kasar tangan Sehun yang hampir menyentuh wajahnya.

“Jika aku tahu pria kaya yang memberi bantuan adalah kau dan bukan Kim Jongin, aku pasti tidak akan pernah datang kemari.” Jiyeon mengepalkan tangannya kuat-kuat, bayangan Sehun yang menciumnya dengan paksa kembali memenuhi benaknya.

Sehun memandang Jiyeon sekali lagi, menahan sekuat tenaga rasa khawatir pada gadis itu. Ia mengeraskan rahangnya, dagu runcingnya terangkat, menatap tajam sosok Jiyeon seraya mencengkram kuat tangan gadis itu hingga terdengar rintihan yang sejatinya membuat Sehun merasa sesak.

“Tidak perlu meletakkan harga dirimu di langit paling tinggi Song Jiyeon, akuilah jika kau membutuhkan bantuanku. Membutuhkan uangku untuk adik dan juga kekasih sampahmu itu.”

Jiyeon berusaha melepaskan cengkraman Sehun, mengeluarkan makian pada pria itu. Namun Sehun bergeming, ia justru menarik Jiyeon masuk ke dalam apartemen, menghempaskan tubuh gadis itu di atas sofa lalu menindihnya hingga Jiyeon tidak bisa bergerak.

“Pria tidak tahu diri itu menjualku padamu, benar ‘kan? Dan sekarang kau akan meniduriku selayak pelacur murahan yang sudah kau beli dengan uangmu, kau benar-benar brengsek.”

Sehun tak membalas ucapan Jiyeon, ia hanya diam menatap mata bening Jiyeon yang berkabut, mata yang terasa sangat kosong dan hampa. Sunyi menyelimuti mereka kemudian, yang terdengar hanya deru napas mereka masing-masing, menerpa wajah mereka satu sama lain. Sehun menelusuri wajah lebam Jiyeon, pelipis gadis itu robek, pipi dan sudut bibirnya bengkak, bahkan terdapat darah yang belum terlalu mengering di bibir gadis itu.

“Apa laki-laki itu memukulmu?” tanya Sehun dingin, ia tak mengalihkan pandangannya, menatap ke dalam mata bening Jiyeon yang kian berembun.

“Apa ayah tirimu memukulmu, Song Jiyeon?” Sehun kembali bertanya, amarah mulai mendatangi kepala pria itu.

“Untuk apa kau ta…,”

“Jawab aku Song Jiyeon! Apa Choi Namjoon memukulmu?!”

Jiyeon tersentak saat Sehun berteriak kencang, gadis itu bahkan sampai meneteskan air matanya. Sehun mengumpat tertahan, ia beranjak dari atas tubuh Jiyeon, menarik Jiyeon menuju kamar tidurnya dan menghempaskan gadis itu di atas ranjang. Sehun mengatupkan rahangnya saat Jiyeon merintih, ia dapat melihat lebam di kedua kaki gadis itu.

Dalam satu gerakan cepat Sehun menyambar handphone yang tergelak di atas nakas, berjalan tergesa keluar dari kamar seraya memberi perintah dingin saat panggilannya sudah tersambung dengan pengawal pribadinya di seberang sana.

~000~

“Dia baik-baik saja, aku sudah memberinya analgesik, antibiotic dan krim anti memar. Dia akan segera membaik, kau tidak perlu khawatir.” ujar seorang pria tinggi, tampan, pucat, dengan mata yang sedikit lebih besar dari orang Korea kebanyakan, pria yang baru saja keluar dari kamar dimana Jiyeon sudah tertidur. Pria itu menatap Sehun, lalu duduk di atas sofa bersama Sehun yang masih tampak gusar.

“Aku pikir kau membutuhkan tambahan obat penenang, hingga harus mengganggu hidupku sepagi ini.” pria itu meraih kopi dingin Sehun di atas meja, menyesapnya pelan dan tidak peduli saat Sehun memakinya.

“Sebenarnya aku lebih senang jika Kiara yang berada di sampingku saat ini dan bukan kau Park Chanyeol, tapi sayangnya istri tercintamu itu masih harus berada di London hingga akhir pekan. Menghadiri pesta membosankan, bersama para bangsawan yang aku yakini akan membuatnya menguap seharian.”

Kekehan Chanyeol mengalun setelah Sehun menuntaskan kalimatnya, ia mengangguk setuju seraya membayangkan wajah cantik istrinya yang tertekuk selama pesta berlangsung. Chanyeol lebih dari paham jika istrinya, lebih tertarik mengikuti kegiatan kemanusiaan di pelosok Benua Hitam, ketimbang menghadiri pesta yang mengharuskan wanita itu menggunakan gaun panjang dan high heel yang merepotkan.

“Tapi jika dia yang berada disini, dia pasti akan memberimu banyak pertanyaan.” Chanyeol meletakkan kembali cangkir kopi yang telah kosong di atas meja.

“Memangnya kau tidak ingin bertanya sesuatu tentang gadis itu?” Sehun berpaling, memandang Chanyeol yang kembali terkekeh seraya menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak pernah peduli dengan kehidupan sexmu Oh Sehun, lagipula aku masih sangat percaya jika kau bukan maniak gila yang akan memukul wanitamu hingga babak belur sebelum kau menidurinya.” Chanyeol menoleh, menatap Sehun lebih tegas dari yang sebelumnya.

“Yang aku pedulikan hanyalah jadwal terapimu bulan ini, kau sudah melewati empat kali sesi terapi dengan alasan paling membosankan.”

“Aku benar-benar sibuk, Chanyeol.” Sehun mengaruk tengkuk, senyum lebar telah menghiasi wajah tampannya hingga terlihat jenaka.

“Memangnya hanya kau yang sibuk bersaing di pasar saham?” Chanyeol mendengus kesal ketika Sehun hanya tertawa menyebalkan.

“Dan hari ini aku berjanji akan menguliti tubuhmu lalu mencincangnya untuk kujadikan makanan Piranha kesayanganku, jika kau kembali melewati terapimu.”

“Chan, kau terlihat seperti Psycopat di film favorit Jongin.” Sehun yang awalnya ingin kembali tertawa, terlihat menahannya begitu saja kala mata hitam Chanyeol memicing tajam, menghujam Sehun hingga wajah pria itu memucat dalam hitungan detik.

“Jam empat sore. Jangan terlambat.” ucap Chanyeol kemudian, ia tersenyum, tangannya mengusap rambut Sehun dan membuat pria itu menghembuskan napas lega. “Kau terlihat lucu saat merasa takut padaku.”

“Teori psikologi brengsekmu yang membuatku terlihat seperti manusia tak punya nyali.” Sehun menyingkirkan tangan Chanyeol yang masih bertengger di atas kepalanya. “Dan sejak kapan kau berani mengancamku, Park Chanyeol?”

“Sejak kau sering mengancamku lebih dulu. Aku belajar darimu, ingat itu.” Chanyeol kembali tersenyum, beranjak dari sofa, berjalan menuju dapur.

“Hun, dimana kopimu?!” Chanyeol berteriak dari depan deretan laci yang menempel pada dinding, berjejer rapi di dapur Sehun. Ia terdengar mengumpat saat Sehun tidak menjawabnya, pria itu malah memutar chanel tivi yang menyajikan berita tentang ramalan cuaca di Seoul hari ini.

“Sehun aku ingin minum kopi, cepat kemari?!” Sehun bergeming.

“OH SEHUN!!!”

Aish! Yak!!!” seketika Sehun beranjak dari sofa, berjalan menghampiri Chanyeol sebelum pria itu kembali berteriak dan membuat telinganya tuli lebih cepat.

~000~

 

Sentuhan lembut di kepala dan hembusan hangat napas seseorang yang menerpa wajahnya membuat Jiyeon mengerjabkan kedua mata, berkali-kali seraya mengumpulkan semua nyawa yang masih beterbangan di sekelilingnya. Sejujurnya Jiyeon tidak ingin bangun. Kepalanya berputar menyakitkan, Jiyeon juga merasa tubuhnya lemas dan sedikit gemetar.

“Kau sudah bangun?”

Sapaan lembut dari seseorang membuat Jiyeon melebarkan matanya, ia terkejut bukan kepalang, menemukan wajah seorang pria berada tepat di depan hidungnya. Sangat dekat, hanya sejauh helaan napas. Seketika Jiyeon terlonjak, mendorong kuat pria di depannya dan segera bangun.

“Kau?!” hardik Jiyeon, gadis itu menunjuk pria di depannya dengan pupil yang masih melebar.

Pria itu geming, tubuhnya yang sempat terdorong ke belakang kini sudah kembali duduk tegap. Manik hitamnya yang tajam menghunus Jiyeon, tak ada senyum di wajahnya yang jumawa, terlihat kontras dengan pahatan rahangnya yang tegas hingga menambah kesan dingin dan tak tersentuh dari sosok pria yang sejatinya sangat rupawan.

“Sebenarnya kau ini sangat lelah atau karena jumlah obat tidur yang Chanyeol berikan padamu terlalu besar, sehingga kau tidur seharian penuh seperti orang mati, Song Jiyeon?”

Jiyeon tidak begitu mendengar apa yang pria itu katakan, dia lebih memilih memperhatikan ruangan yang kini ia tempati. Ruangan itu tidak terlalu luas, ranjangnya dikelilingi buffet berbahan kayu dengan pelitur cokelat tua. Atapnya rendah, tembok kayu di belakang punggungnya sedikit melekung, dengan empat jendela yang hordengnya dibiarkan terbuka. Jiyeon sadar jika ia berada di atas ranjang yang berbeda dari ranjang yang sebelumnya. Ia sangat yakin jika sekarang dia bukan lagi berada di apartemen pria itu, bahkan kini piyama satin sewarna jingga sudah membalut tubuhnya.

“Dimana ini?” tanya Jiyeon, ia menatap sekilas ke arah jendela di belakangnya, namun buru-buru berpaling lagi dan mulai cemas saat pria itu duduk merapat ke arahnya.

“Yang pasti sekarang kita berada jauh dari Korea.”

Tangan pria itu terulur, membelai helai demi helai rambut panjang Jiyeon yang tergerai tak beraturan. Jiyeon ingin sekali menepis tangan pria itu, namun rasa terkejut dan tubuhnya yang sangat lemas membuat Jiyeon tak punya daya untuk banyak bergerak.

“Kau pasti lapar karena tidak makan hampir tujuh belas jam… mungkin lebih, sebentar lagi pelayanku akan mengantarkan makanan untukmu. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan beberapa hal padamu.” pria itu menyeringai, tangannya kini menelusuri wajah Jiyeon, membelai lembut dari dahi, pipi, lalu tertahan di dagu.

“Adikmu Choi Junkyu dan… pria itu sudah bebas, semua hutang ayahmu sudah lunas. Dan kupastikan jika mulai detik ini Choi Namjoon, tidak akan pernah mengangkat tangannya lagi padamu ataupun pada ibumu.”

Rasa terkejut berbalut kelegaan berpendar nyata di wajah Jiyeon, walau gadis itu hanya diam namun matanya yang berbinar tertangkap jelas oleh pria itu. Kenyataan yang membuat Sehun merasa senang.

“Apa yang kau lakukan padanya?” Jiyeon menatap lekat pria di depannya.

“Lebih dari yang pernah dia lakukan padamu dan ibumu.” pria itu beranjak dari ranjang, merapikan jas hitam yang membalut tubuh tegapnya.

“Lantas, sekarang apa yang harus aku lakukan, Oh Sehun?”

“Sebenarnya aku mengajakmu ke sini agar kita bisa menikmati pagi yang indah ini bersama-sama, tapi kau justru tertidur seperti orang mati.” Sehun mengancingkan jas hitamnya, kulit wajahnya yang pucat berpendar bak pualam di bawah terpaan cahaya lampu di ruangan itu.

“Tetap disini sampai aku kembali.” Sehun berbalik, berniat hendak berlalu, namun ia mendapati langkahnya berjeda saat Jiyeon kembali bersuara.

“Tidak!” Jiyeon mengeraskan rahangnya, ia mencengkram kuat selimut katun yang sejak tadi menutupi tubuhnya.

“Apa?” Sehun membalikkan badan, kembali berdiri menghadap Jiyeon.

“Aku tidak mau disini!”

“Kau mau pergi? Pergi saja. Tapi aku tidak bisa memberimu tumpangan, kau bisa berenang hingga ketepian jika kau mau.”

“Apa maksudmu?” sudut mata Jiyeon berkedut, keningnya halus mengerut, tak paham dengan apa yang Sehun maksud.

Sehun tidak menjawab, ia hanya tersenyum samar. “Oleskan krim anti bengkak ke wajahmu sesering mungkin, setelah kita kembali ke Korea kita akan menikah.”

Pupil Jiyeon kembali melebar, ia terkejut hingga tak mampu menemukan detak jantungnya sendiri. Tubuhnya kian gemetar, menatap Sehun yang hanya menatap dingin ke arahnya.

“Aku tidak sudi menjadi istrimu. Aku akan membayar hutang-hutangku…,”

“Sayangnya aku tidak butuh uangmu, aku menginginkanmu. Song Jiyeon.” Sehun kembali mendekati ranjang, sedikit menunduk, menyatukan tatapan penuh kebencian yang Jiyeon lemparkan padanya.

“Lebih baik aku mati daripada aku harus menjadi istri dari pria bejat sepertimu.”

“Apa kau benar-benar ingin aku menidurimu sebagai pelacur, bukan sebagai wanitaku yang sah?”

Dalam gerakan yang tidak terduga, Sehun sudah mendorong tubuh Jiyeon hingga tertidur di atas ranjang. Ia menarik piyama tidur Jiyeon hingga semua kancingnya terlepas saat gadis itu mendorong kuat bahunya, menjejalkan bibirnya ke dalam bibir gadis itu dengan kasar. Sehun merobek piyama Jiyeon dan menahan kedua tangan gadis itu dengan tangannya, menghimpit tubuh gadis itu hingga Jiyeon yang sejatinya sangat lemas tidak bisa berbuat banyak, gadis itu hanya mampu meneteskan air mata ketika Sehun menelanjangi tubuhnya.

Tiba-tiba Sehun menghentikan kegiatannya, ia menatap Jiyeon yang terisak di bawah kuasanya. Gadis itu menatapnya nanar, mata beningnya mengerjap lemah, luka yang teramat perih berpendar disana. Sehun mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, mengerang tertahan sebelum beranjak dari tubuh Jiyeon. Dalam satu gerakan pria itu menutupi tubuh Jiyeon dengan selimut, lalu bergegas mendekati pintu.

Seorang pria tinggi bermata sipit dengan pandangan tajam selayak ujung mata pedang, sudah berdiri di muka pintu takkala Sehun baru membukanya. Sehun tampak melirik Jiyeon yang masih bergeming di atas ranjang, lalu menutupi celah pintu dengan tubuhnya, memastikan jika pria di depannya ini tidak bisa melihat keadaan Jiyeon di dalam sana.

“Tuan Oh Sehun, helicopter anda sudah siap.” ucap pria itu dengan kepala sedikit menunduk, suaranya terdengar datar dan dingin.

“Baiklah.” Sehun kembali melirik Jiyeon sepintas. “Selama aku tidak ada, pastikan dia baik-baik saja, kau mengerti Im Jinhwan?”

Pria itu mengangguk dan berjalan di belakang Sehun, mereka berdua tidak ada yang menyadari jika Jiyeon sudah bangkit dari ranjang, melilitkan selimut ke tubuhnya dan bergegas keluar dari ruangan. Jiyeon mengikuti kemana Sehun melangkah, suara gemuruh dari baling-baling yang berputar  rendah mulai memekakkan telinganya. Jiyeon menaiki beberapa anak tangga, hembusan angin kencang menyambutnya takkala Jiyeon sudah berada di atas. Di depan sebuah helicopter yang baru saja dinaiki oleh Sehun.

Perlahan helicopter pun lepas landas, meninggalkan Jiyeon yang termangu dalam keterkejutan hingga pijakan kakinya terhuyung. Bukan, Jiyeon bukan terkejut dengan kehadiran helicopter yang tiba-tiba. Jiyeon memaku ketika dia sadar dimana kakinya kini berpijak. Mata Jiyeon membesar, ia tertegun mendapati hamparan biru yang bergerak tenang di sepanjang ia melemparkan pandangan. Jiyeon… kini berdiri di atas sebuah yarch.

“Nona Song Jiyeon, makanan anda sudah siap.”

Jiyeon terlonjak dan segera berbalik, mendapati seorang pelayan wanita yang sudah membungkuk hormat padanya. Gadis itu kembali tersentak ketika seorang pria yang entah sejak kapan sudah berdiri di depannya, membungkuk dan memintanya untuk segera menikmati makanannya.

“Se—- sebenarnya…, kita, kita—- ada dimana?” gumam Jiyeon terbata, ia masih memandang hamparan biru di depannya, mengantarkan angin sepoi-sepoi yang membelai lembut helaian rambut hitamnya.

“Kita berada di laut Mediterania, Nona Song Jiyeon.”

Panik seketika berdenyut di dalam otaknya, mulut Jiyeon terbuka lebar, kakinya lemas hingga hampir beringsut di lantai jika saja pria di depannya tidak menahan kedua bahu.

“Anda baik-baik saja, Nona?”

Jiyeon hanya mengangguk samar, ia menarik napas dalam-dalam, menormalkan detak jantungnya yang kian bergemuruh. Jiyeon menengadah, menatap helicopter Sehun yang semakin menjauh meninggalkan yarch.

“Tuan Oh Sehun berpesan Anda harus makan dan kita tidak perlu menunggu beliau pulang dari pertemuan pentingnya. Setelah Anda bersiap, kita akan berlayar menuju Perancis.” lanjut pria itu, ia memeritahkan pelayan wanita membantu Jiyeon turun ke lantai dua dan menikmati makanan yang sudah dihidangkan

Jiyeon tidak mampu berpikir kecuali mengikuti apa yang pria itu katakan,  ia bungkam bersama rasa kalut yang menghisap habis kesadarannya. Karena kini Jiyeon sangat yakin, jika dia akan kesulitan untuk lepas dari Oh Sehun. Pria yang memegang kendali penuh pada kehidupannya dan kehidupan orang-orang yang disayanginya.

TBC

Enjoy Manusia KECE

Gimana? Saya ragu-ragu mau lanjut, soalnya sedikit banget yang suka FF ini -_- tapi buat yg suka dan meninggalkan komentar, makasih banyak ya—- kalian yang terbaik. XOXO

 

 

 

 

 


Red Lips

$
0
0

Red Lips.jpg

Title                      : Red Lips

Author/twitter                : deera / @destaayyy

Cast                       : Park Chanyeol (EXO), Shi Jihan (OC)

Genre                    : Comedy

Rating                   : General

Length                  : Ficlet

Disclaimer         : Tidak ada fiksi yang original. Bisa saja kisah itu datang dari masa lalumu, curhatan sahabatmu, kejadian yang kau temui pagi ini di jalan, atau kelak akan membuatmu bergumam, “Ini aku banget!

Selamat tenggelam dalam setiap cerita!

 

.

.

.

Hari terakhir sebelum liburan musim panas. Berarti hari terakhir di musim semi. Berarti hari terakhir berkegiatan akademis. Setidaknya…., bagi hampir seluruh siswa walaupun kadang ada saja pengecualian.

 

Tidak biasanya begini. Jihan sudah siap di depan meja makan sendirian. Ibunya sedang menyiapkan dua buah kotak bekal seperti biasa. Ia juga mengalami keganjilan yang sangat asing. “Apa Yeol hari ini tidak sekolah?” tanyanya lembut.

 

Itu juga yang dipikirkan Jihan. Biasanya cowok itu sudah meramaikan isi rumahnya dari satu jam lalu dan menemaninya sarapan—kadang juga menyuapinya kalau ia sedang tidak nafsu sarapan.

 

Apa dia sakit? Atau justru belum bangun? Mengingat kemungkinan itu, Jihan segera bangkit dan mengepak semua barang-barangnya. Ia bergegas memasukkan dua kakinya ke dalam Converse bertali hitam dan menyampirkan ransel di bahu. Ia berbelok di gang pertama dan di sana ia menemukan Chanyeol sedang berjalan santai menuju ke arahnya.

 

“Yeol!”

 

Yang dipanggil seketika mendongak. Senyumannya lebar dan ia melambai cepat ke arah Jihan. Dengan sedikit langkah saja, kini Chanyeol sudah berdiri di hadapan Jihan. “Mian, aku agak kesiangan.”

 

Mereka lalu berjalan berdampingan menuju sekolah. Jihan memperhatikan cowok ini yang jadi agak diam—lagi-lagi tidak seperti biasanya. Daripada kebingungan sendiri, Jihan lalu bertanya apakah Chanyeol sedang sakit. Cowok itu menggeleng dan tersenyum kecil.

 

“Kau mengkhawatirkan aku ya?” Chanyeol menggoda Jihan yang langsung direspon dengan anggukan. Membuatnya semakin senang diperlakukan begitu.

 

Eomma juga kaget, tidak biasanya kau terlambat. Lagipula—“ suara Jihan tertahan saat matanya melihat sesuatu di balik kerah kemeja seragam cowok ini.

 

Merasa janggal dengan Jihan yang tiba-tiba menghentikan kalimatnya, Chanyeol lantas menoleh, mendapati muka melongo yang sangat imut di matanya. “Aigo, sampai sebegitunya kah kau mencemaskanku, Shi Jihan?” Chanyeol hendak mendaratkan tangannya di atas kepala Jihan, tapi cewek itu menepisnya. Kedua tatap mereka bertemu.

 

“Yeol,” sahutnya pelan, “apa yang ada di lehermu itu?” tanya Jihan datar. Ekspresinya sangat dingin dan di luar dugaan, ada nada kesal di dalam suaranya.

 

Kaget, Chanyeol langsung menutupi lehernya dengan tangan. “Me-memangnya ada apa di sini?” tanyanya innocent—pura-pura tidak tahu (atau benar-benar tidak tahu?).

 

“Ada cap bibir di sana.” Jihan menjawab tak kalah ketus dari sebelumnya. “Kau—“

 

Chanyeol cepat-cepat memotong. “Ah! Noona,” sahutnya kikuk, “Noona-ku datang tadi pagi. Ia…, tadi memelukku. Sepertinya bekas lipstiknya menempel di sana.” Ia tampak gugup. Dengan takut-takut, ia menatap Jihan yang seperti siap melahapnya.

 

Bibir Jihan yang semula mengerucut, perlahan kini mengendur dan menghembuskan napas pelan. “Kupikir kau—“

 

“Ya!” telunjuk Chanyeol mendarat di dahi Jihan dan mengetuknya sekali. “Kau berpikir apa di dalam sini? Eoh?” cowok itu tersenyum meledeknya.

 

“Siapa yang tahu kan…” kelakar cewek ini sambil salah tingkah. Ia mempercepat langkahnya yang dibalas dengan tawa keras Chanyeol yang berlari mengejarnya.


Win Over Deluxe (1/2)

$
0
0

 

Win over deluxe.jpg

Title : Win Over Deluxe | Author : Bitebyeol | Main Cast : Choi Alessa (OC/YOU) and Park Chanyeol, other cast will find by yourself | Genre : Romance(?) Fluff  Fantasy Lenght : Twoshoot(?) |  Rating : Teen

!!THIS FANFIC IS PURE MINE, DON’T BE A PLAGIATOR!!

Originally posted in my own blog >> SWEET DELIGHT

https://hanajinani97.wordpress.com/

 

 

~Happy Reading~

 

 

 

“Lepaskan tanganmu, jangan bermain-main Tuan Lu.” Gelap dari kedua kelopak mataku mulai tersingkap, pria itu-Luhan terkekeh dibelakang punggungku sembari menurunkan telapak tangannya. Aku patut bersyukur dianugerahi bulu mata yang lentik secara alami, jika memakai bulu mata extension sudah pasti akan hancur berantakan. Disaat seperti sekarang, bisa-bisanya Luhan berbuat konyol. Mengerjaiku dengan permainan anak-anak. Tidakkah dia mengerti berapa lama aku menyiapkan riasan ini? Bagaimana jika luntur?

“Kau merusak riasan wajahku Luhan.”  Aku mendesah kesal, memperhatikan penampilanku melalui pantulan cermin. Riasan natural seperti biasa namun dengan sedikit polesan spesial untuk menambah kesan elegan.

“Terhitung 45 menit Nona Alessa berada disini.” Luhan berdecak menyindirku sembari menggeleng menatap jam yang melingkar dilengannya. Aku memang sudah terbiasa merias wajahku sendiri tanpa bantuan orang lain. Oh, apa aku perlu memulas lipstik lagi ? Warna yang kugunakan terlihat pucat.Tiba-tiba Luhan mengambil lip conditioner dari meja rias dan menarik daguku.

“Warna pink satin tidak  buruk untukmu. Hanya perlu seulas lip conditioner untuk melembapkannya. Ayo Alessa ratakan seperti ini setelahnya.” Melalui tangan Luhan, lip conditioner itu terpoles sempurna pada bibirku. Ia mengecap-ngecapkan kedua belah bagian bibirnya, menginstruksikan kepadaku untuk mengikutinya. Astaga Lu.. Kau ini..Aku diam saja kulihat dia mulai kesal dan menurunkan kedua lengannya lalu mulai duduk diatas meja rias yang tak terjamah perlengkapan kosmetikku. Tidak sopan sekali!

“Eum, Lu. Apa penampilanku sudah baik?” Aku berdiri memperhatikan gaun berwarna krim berbahan lace dengan  panjang selutut dan beraksen sedikit mengembang dibagian bawah.

Luhan turun dari duduknya dan sibuk menilai penampilanku. Gayanya seperti juri model saja.

“Cocok sekali ! Ooh aku suka bagian lekuk pinggangmu yang meliuk seksi. Dan juga model punggung yang sedikit terbuka itu .. wah Perfect!” Luhan mengacungkan kedua ibu jarinya membuatku tersenyum puas.

“Tapi sayang ya, kau tidak merancangnya sendiri.” Luhan mulai menyindir dengan lengannya saling berlipat. Dia mengerti bahwa aku lebih suka menyiapkan penampilanku sendiri. Seperti sekarang, aku bahkan menolak penata rias ternama yang ditawarkan oleh Ayah. Selama aku bisa menangani diriku menjadi lebih baik, kenapa tidak? Mengenai gaun yang kukenakan ini, aku tidak punya keahlian mendesain hal-hal seperti itu. Tetapi, modelnya tentu saja atas pilihanku sendiri. Ooh Luhan kau sepertinya ingin mati.

“Baiklah-baiklah, aku mengerti penampilanku hari ini sangat manly seperti biasanya. Jadi jangan terus-menerus memperhatikan seperti itu.” Aish, hentikan smirk licikmu  Luhan, membuatku semakin mual. Ya,ya kuakui rambutmu yang ditata keatas memang keren.

 

“Sok percaya diri. Entahlah kenapa Lu, aku merasa wajahmu semakin menyaingi kecantikanku.” Aku memutar tubuh menahan keinginanku untuk tertawa saat melihat wajahnya yang terkejut tidak terima seperti orang bodoh.

“Yya!” Luhan mendengus, seperti biasa ia tak senang jika seseorang mengatakan dirinya cantik. Sudah tahu memiliki wajah seperti itu, tetap saja mengaku manly. Kurasa waktu merias diri sudah selesai, aku mulai berjalan menuju pintu dengan sepasang high heels yang melekat di kedua kaki indahku.

“Baru saja ingin bertunangan, tapi kau sudah berdandan repot seperti ini. Bagaimana jika nanti menikah ?” Lagi-lagi Luhan menggoda, Luhan kau ini seperti tidak mengerti saja. Ia mengelus surai panjangku dengan lembut. Jika tak sadar bahwa ini acara yang sangat penting, Luhan pasti sudah mengacak-acaknya seenak hati. Kami berjalan beriringan melewati koridor dimana para penjaga dan pelayan yang terlintas membungkuk hormat.

“Kau seharusnya senang, bukan mengkritik terus-menerus.” Aku bergumam kesal disampingnya, Luhan terkekeh nakal lalu mulai menggandeng lenganku saat anak tangga mulai terlihat. Dari atas sini penglihatanku dapat menjangkau keseluruhan tamu undangan. Sepertinya sudah lebih dari setengah yang telah hadir.

“Alessa? Ayo.” Aku tersadar telah berhenti sejenak di pertengahan tangga, kakiku kembali melangkah dengan gandengan Luhan. Ini diluar perkiraanku, kurasa Ayah mengundang seluruh kerajaan.

“Wah Alessa! Penampilan spesial untuk hari ini.” Putri Luna yang datang bersama Pangeran Minho membungkuk rendah dihadapanku. Aku tersenyum meringis.

“Terima kasih, tetapi aku sudah mengusahakannya untuk tidak terlihat berlebihan.”

“Selamat untuk pernikahanmu.” Tiba-tiba Putri Jisoo mengatakan hal itu dan menyebabkan diriku menjadi pusat perhatian. Memalukan saja, hey acara pertunangannya saja belum dimulai.Namun, Luhan malah semakin mengeratkan pelukannya pada bahuku. Putri Jisoo menunjukkan raut penyesalan bercampur kebingungan dan buru-buru mengklarifikasi.

“Maksudku aku harap setelah ini kalian akan menikah secepatnya.” Mataku membulat, aku dan Luhan saling melirik. Kulihat Luhan memasang wajah seserius mungkin dan tersenyum ramah pada Jisoo. Taeyong, pria disampingnya mulai menarik lengan Jisoo menyingkir untuk menghindari tatapan Luhan pada kekasihnya.

“Kau memiliki dada yang bagus Putri Jisoo.” Ya ampun, Luhan yang terlalu jujur. Sementara Taeyong menatapnya menjauh dengan raut wajah tidak suka, ia terlihat berbisik ditelinga Putri Jisoo. Gadis itu terbelalak setelah mendengarnya.

“Haha, Putri Jisoo itu manis sekali.”Aku bergidik mendengar Luhan berkata seperti itu.

“Sepertinya dia tidak pernah bertemu denganku.”

“Atau kau saja yang kurang terkenal.” Kali ini aku balas mencibirnya. Putri Jisoo itu kan dari Kerajaan Southeast. Setahuku untuk acara-acara besar saja yang mengundang kerajaan-keraaan jauh seperti Kerajaan Southeast. Aku perlu mengetahui siapa saja tamu yang diundang Ayah disini.

“Pangeran Suho, pria berambut blonde yang kau perhatikan sekarang. Pewaris takhta tunggal Kerajaan Southwest. Sangat mencintai benda-benda impor berkualitas tinggi. Aku dapat menaksir penampilannya dari ujung kaki hingga rambutnya. Kau tidak akan percaya jika kukatakan nominalnya.”  Ah ya, itu kentara sekali. Lagipula bukan hal yang aneh.

“Dia juga memiliki kemampuan dalam mengendalikan benda-benda berwujud cair.”

“Seperti mengeringkan laut maksudmu?” Luhan tergelak mendengar komentarku.

“Anggap saja begitu.”

Aku mengedarkan pandangan kearah lain.

“Pangeran Kim Kai. Kulit tan itu memang salah satu daya tariknya, Al. Pangeran bungsu dari Kerajaan Northeast. Kakaknya, Pangeran Taemin sudah mengatur pemerintahannya sendiri dengan kekuasaan di Kerajaan East.”

“Teleporter?” Aku langsung bertanya, dan Luhan langsung mendengus.

“Apa Kai populer dikalangan para wanita? Tsk.”

“Sainganmu ya Lu.” Aneh, seorang playboy tidak pernah menerima orang lain menyaingi dirinya. Itu fakta yang terjadi pada Luhan.

“Dia bisa mengirim kekasihnya yang berselingkuh ke dalam neraka.” Nada suara Luhan terdengar mengejek.

“Kekasihnya yang mana? Kai terlihat seperti seorang playboy yang tidak munafik.”

“Maksudmu, aku munafik begitu?”

“Itu jika kau mengaku seorang player.”

“Luhaan Oppa!”Seorang gadis yang tak kukenal berjalan riang kearah kami, lebih tepatnya ke arah Luhan.

“Ah Oppa. Hmbbht.” Wow, tak kusangka mereka akan melakukan pertunjukan dihadapanku. Gadis itu mendekatkan wajahnya pada wajah Luhan dan tangannya mulai bergerak keatas mencengkeram kerah tuxedonya. Huh, ini bahkan didepan khalayak ramai. Lihatlah Luhan sebentar lagi kau akan membuat kehebohan jika membiarkannya terjadi. Lebih baik aku menyingkir daripada menjadi saksi pasangan mesum.Aku memutar tubuh berjalan menjauh kearah sudut ruangan yang lebih tenang dimana terdapat sofa minimalis disana.

“Anak itu memang tidak pernah berhenti sebelum puas.”

Ayah menepuk bahuku dari belakang. Mengapa para pria suka sekali mengagetkanku?

“Yah, seperti biasa, keahlian yang tidak patut dibanggakan.”

“Luhan menggunakan waktu mudanya untuk bersenang-senang.” Ayah menimpali.

“Aku bahkan lebih muda dari Luhan dan harus bertunangan malam ini.” Ayah terkekeh mendengarnya. Menganggapnya sebagai lelucon? Apa nada bicaraku kurang sinis?

“Kalian membicarakanku?” Luhan? Cepat sekali dia menyusulku kemari, aku rasa urusannya dengan gadis itu belum selesai.

“Seperti biasa Alessa. Ada sedikit gangguan . Kau pasti sudah mengerti.” Luhan menunjukkan eye smilenya menyisihkan penampilan manly yang beberapa saat lalu ia bangga-banggakan. Sementara Ayah meninggalkan kami dan berjalan bersama Perdana Menteri Kang sesaat setelah menerima semacam informasi.

 

“Yahh, Alessa. Kau sudah mengenal pangeran yang satu itu ya.” Luhan merangkul bahuku dan tersenyum menyeringai mengikuti arah pandanganku. Luhan terlalu cepat dalam hal membaca pikiran.

“Pangeran Park Yi Fan, putra sulung Raja Park Jungsoo dari Kerajaan East Northeast. Kandungan istrinya, Putri Song Qian memasuki usia 5 bulan.”

Pangeran Park Yi Fan terlihat sangat protective disamping istrinya. Satu lengannya melingkar pada pinggang dengan perut yang tak lagi rata itu. Dia tidak mungkin menawari wanita yang tengah mengandung darah dagingnya dengan segelas wine kan?  Astaga, Luhan pasti sudah mendengar pikiranku sesaat ia berusaha menahan tawanya.

“Aku membayangkan bagaimana mereka melakukannya. Apa itu  6 bulan yang lalu? Haha.” Rasa-rasanya aku ingin menepuk dahi Luhan sekarang. ‘Melakukannya?’  Mungkin Luhan mulai berfantasi, lebih baik aku mengiyakan saja.

“Putri Song Qian, satu-satunya anak tunggal dari Kerajaan Dracon di daratan Cina? Itu artinya Pangeran Park Yi Fan akan di berikan kekuasaan salah satu wilayahnya?”

Luhan mengangguk, “Yap, benar sekali. Raja Park Jungsoo berambisi memperkuat kerajaannya. Ia bahkan berfikir jauh hingga menjalinnya dalam ikatan pernikahan dengan salah satu kerajaan terbesar di Cina.”  Menyatukan dua kerajaan untuk tujuan tertentu. Begitu ya, bukan hal yang biasa lagi. Tetapi jika murni berdasarkan cinta dan dari kedua belah pihak tidak merasa terbebani, kurasa tidak masalah.

“Tentu saja, Al. Itu kentara sekali, kok. Menyenangkan ya, kau menemukan belahan jiwamu beserta kesejahteraan hidup rakyatmu.”

Aku mengangguk mulai bergelung dengan pikiranku sendiri. Sama halnya dengan pertunanganku yang akan terjadi beberapa saat lagi. Apakah  aku melakukannya  secara terpaksa?

Tiba-tiba Luhan berbicara rendah di samping telingaku.

“Kau lihat Al, pria di sebelah sana” Luhan mengarahkan pandanganku melalui lirikan ujung matanya pada satu titik yang ia tuju. Aku mengerti pria yang dimaksud oleh Luhan. Ada apa dengannya? Pria bertubuh tinggi itu terlihat berdiri mengobrol dengan seseorang yang lebih tua dengan segelas anggur ditangannya.

“Dia adalah Pangeran Park Chanyeol, adik dari Pangeran Park Yi Fan.” Jadi, kesimpulannya mereka bersaudara.

“Jangan terpengaruh dengan sikap ramahnya. Itu hanya tipuan, jika kau tahu bagimana berbahaya dirinya.”

Aku menautkan kedua alis merasa tak mengerti. Pangeran Park Chanyeol terlihat sesekali tertawa kecil disela-sela bercakap dengan lawan bicaranya.

“Kau perhatikan tangan kirinya yang memegang gelas wine.” Hmm, ya. Tangannya dilapisi dengan sarung tangan berbahan kulit, kurasa. Penampilannya menarik dan modis.

“Ya, kenapa? Apa harga sarung tangannya itu tidak main-main?”

“Astaga, Alessa bukan itu. Yah, walaupun harganya sudah tentu tidak main-main.” Luhan berdecak melanjutkan.

“Pangeran Park Chanyeol adalah salah satu dari ketujuh legenda fire controller. Kekuatannya terletak pada tangan sebelah kirinya. Itu sebabnya dia melapisinya dengan sarung tangan.”

“Jadi itu berfungsi sebagai ..semacam penghambat?” Oh, sepertinya kosakata yang kubicarakan kurang cocok lantaran aku menjadi gugup saat Pangeran Chanyeol menoleh sejenak kearahku. Itu terlihat seperti, ia menyadari bahwa kami membicarakannya.

“Tidak juga, seorang fire controller sudah pasti pandai mengendalikan energinya. Kau bisa menanyakan langsung alasan dibalik sarung tangannya jika berkesempatan berbicara dengannya ,Al.”

Berbicara dengan Pangeran Chanyeol? Setelah Luhan mengatakan padaku jika dia berbahaya? Luhan tertawa kecil menjawabnya dengan menembus pikiranku.

“Alessa, kau tidak akan tahu sejauh mana berbahaya seseorang itu sebelum mengenal dekat dengannya.”

Sisi bijak dari Luhan muncul kembali.

“Well, dan aku tidak akan memberitahumu setelah mengetahui rahasia itu.” Aku menjawab yakin. Luhan mengecap lidahnya menatapku dengan ekspresi menantang sembari menyuarakan melalui pikiran ‘lakukan saja’.

“Oh, ya Lu. Jika Pangeran Chanyeol salah satu dari legenda fire controller, berarti Pangeran Yi Fan juga?” Tentu saja, bukankah mereka bersaudara? Namun, Luhan  menjawab dengan menggeleng pelan.

“Mereka memang bersaudara tetapi dilahirkan dari rahim ibu yang berbeda. Ibunda Pangeran Yi Fan adalah seorang putri dari salah satu kerajaan di Cina. Raja Park Jungsoo kembali menikah dua tahun setelah pernikahan sebelumnya dengan seorang putri dari kerajaan di Korea Selatan, dialah Ibunda Pangeran Chanyeol.”

Jadi, Raja Jungsoo memiliki dua istri, begitu? Dia seorang player sepertimu?” Aku sengaja menyuarakannya melalui pikiran,  untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diduga, hihi.

“Ya ampun, pabo. Aku orang pertama yang akan dengan senang hati menertawakanmu keras-keras, jika Raja Park Jungsoo sampai mendengar perkataanmu barusan.”

Haha, Luhan. Kupastikan hal itu tidak akan terjadi, aku mengacungkan jari kelingkingku, “Kalau begitu kau harus berjanji menjaga rahasia ini.”

“Aish!” Luhan terpaksa menautkan jari kelingkingnya dengan kasar.

“Jadi, Lu. Apa itu benar ?” Aku memasang ekspresi serius dan raut penasaran sekarang.

Luhan menggembungkan pipinya dan mengempiskannya seperti balon kehabisan helium.

“Apa aku harus mengatakan terang-terangan jika itu alasan utamanya? Ish.” Sekarang Luhan terlihat kesal, hihi. Itulah akibat bermain-main dengan seorang Alessa.

“Baiklah, katakan saja alasan sesungguhnya.”

“Kan sudah kubilang Alessa, Raja Jungsoo itu berniat memperkokoh dan memperluas kekuasaan kerajaannya. Pernikahannya dengan ibunda Pangeran Yi Fan  juga tidak lepas dari hubungan bisnis, dengan komoditi ekspor utama kain sutera dan keramik. Meskipun tak dapat dipungkiri Pangeran Yifan memiliki kekuatan flame control diatas rata-rata, Raja Jungsoo merasa perlu melengkapinya. Ia tahu bahwa seorang fire controller hebat hanya akan lahir dari rahim seorang putri dari sebuah kerajaan di Korea Selatan.”

Aku mengerti sekarang, tak lepas memperhatikan kedua pangeran itu dari kejauhan. Kerajaan East Northeast menjadi lebih kuat , dari bidang pertahanan dan juga ekonomi.  “Dan, bingo! Pangeran Chanyeol terlahir sebagai salah satu legenda fire controller.”

Luhan mengangguk, salah satu tangannya terangkat memberi isyarat kepada salah satu pria pelayan kerajaan untuk membawakan segelas wine. Pelayan itu berjalan mendekat ke arah kami, membungkukkan kepala dengan hormat lalu menyodorkan segelas wine kepada Luhan dan juga kepadaku.

Luhan menggerak-gerakkan pelan gelasnya lalu menyesap aroma asam hasil fermentasi dari cairan berwarna merah keunguan itu.

“Kita memiliki anggur kualitas terbaik dari seluruh negeri ini.” Ya, aku mengakuinya. Wine produk Kerajaan West memang dibuat dengan kualitas anggur terbaik yang difermentasikan melalui pengolahan khusus. Sehingga cita rasa khasnya mampu menembus pasar dunia dan memiliki tempat tersendiri bagi penikmat wine mancanegara.

“Ayah telah membatalkan kerja sama dan penanaman modal bisnis wine kita dengan Kerajaan East Northeast.” Kerajaan East Northeast ? Aku sedikit terkejut mengetahuinya, apalagi kini Ayah terlihat sedang bercakap hangat dengan Raja Jungsoo.

“Jangan terkecoh, Alessa. Semuanya terlihat baik-baik saja, ya. Tapi ingatlah mengenai putra bungsu Raja Jungsoo. Mereka tidak akan tinggal diam dengan pembatalan kerja sama yang dilakukan Ayah. Menerima kegagalan dengan begitu mudah bukan tipikal orang-orang yang memiliki keinginan kuat seperti mereka. Aku yakin mengenai sebuah siasat yang telah mereka–Kerajaan East Northeast rencanakan.”

Entah kenapa mendengar penjelasan panjang dari Luhan itu membuatku sedikit khawatir. Raja Jungsoo bisa saja merencanakan embargo ekonomi bagi kerajaan kami, atau menyiapkan bala pasukan untuk menyerang dan menyuarakan perang besar-besaran. Sampai sejauh itukah? Tetapi, para pemegang kekuasaan seperti halnya Kerajaan East Norteast, tidak akan dapat disangka, bukan?

“Nah, Alessa. Calon tunanganmu sudah disini sekarang.” Luhan berucap lembut dan meraih gelas wine dari tanganku. Ia mengerti saja untuk memudahkan Sehun. Pangeran West Southwest itu membungkuk rendah meraih telapak tanganku dan mengecupnya hangat. Tidak melepaskan genggamannya, Sehun menuntunku menuju tengah ruangan. Alunan musik orchestra mulai berganti melodi yang lebih tenang dan khidmat. Tiba-tiba kegugupan menyergapku, astaga ini bukan saat yang tepat. Posisiku berdiri berhadapan dengan Sehun yang menatap kedua mataku. Ia memiliki paras wajah yang tampan, garis rahang yang tegas dan sorot mata yang memiliki daya pikat. Namun entah kenapa semakin membuatku merasa gugup. Bukan karena menjadi pusat perhatian, tetapi aku sedang berusaha mengumpulkan keyakinan di dalam hatiku. Apakah aku yakin dengan pertunangan ini? Apakah aku mencintainya? Ya ampun kenapa hatiku tak juga menjawab keraguan ini dengan segera?  Luhan terlihat berdiri dibelakang Sehun. Hei, kenapa anak mesum itu menatapku dengan wajah sendu. Cih, Luhan sok merasa kehilangan. Kemudian dia membungkam mulutnya dengan menggigit ujung bawah bibir, kebiasaannya yang lain saat berusaha menahan tawanya. Aku tak sadar bahwa sebuah cincin bermata berlian sudah melingkar sempurna di jari manisku. Ini pertunangan resmi Alessa!

Riuh tepuk tangan meriah merayakan  pertunanganku dengan Sehun. Kulihat tamu yang hadir mengulas senyum bahagia kearah kami. Termasuk Ayah dan Ibu yang sekarang berada di sampingku. Begitu juga dengan Pangeran Park Yi Fan dan Raja Park Jungsoo yang berdiri sejajar di seberang sana. Kemudian Pangeran Park Chanyeol yang turut menatapku dengan senyuman ramahnya. Tetapi cara dia menatapku itu seperti berartikan suatu hal lain. Aku tidak tahu kenapa, apa hanya pikiranku saja lengkungan setengah lingkaran yang ditujukan kepadaku itu berubah menjadi seringai misterius.

 

 

 

 

__

Dua puluh empat jam berlalu sejak pertunanganku dengan Pangeran Oh Sehun. Semenjak aku terbangun, pertunangan tadi malam itu memang bukan sebuah mimpi. Walaupun aku sekarang baru saja selesai mandi dan telah mengguyur kepalaku dengan air dingin, tetap saja pertunangan itu mutlak resmi sudah dilaksanakan. Aku meletakkan hair dryer diatas meja rias dan mengangkat tangan sebelah kiri. Di jari manisku telah melingkar dengan indah sebuah cincin berlian yang disematkan Sehun tadi malam.

Pangeran Sehun… Pandai memanah, berkuda dan lihai memainkan pedang diatas rata-rata, melebihi pangeran pada umumnya. Ia memiliki kekuatan mengendalikan angin. Ia bisa mengarahkan badai dan membuatnya lebih besar. Ah, jadi rambutku yang melambai ringan tadi malam itu karena dia? Ketampanannya tidak perlu ditanyakan lagi. Tampan? Oh ayolah bahkan Luhan juga tampan, kan. Eh, kenapa meja riasku berantakan seperti ini? Aku jadi teringat saat Luhan duduk diatas meja riasku semalam. Hah, jadi dia juga mengacak-acak perlengkapan make up-ku?

Luhan!!

Bahkan pelembab wajahku sampai terguling seperti ini, huh. Niatku untuk memoles sedikit bedak tipis menjadi batal, tiba-tiba aku jadi malas untuk melakukan hal itu. Aku bangkit berdiri, berjalan untuk merebahkan tubuh diatas tempat tidur. Kemarin, sebelum acara pertunangan dimulai aku berbicara panjang lebar dengan Luhan, tapi tak sempat menanyakan kepadanya sesuatu mengenai Sehun. Maksudku meminta pendapatnya mengenai keputusan pertunangan itu. Karena terlalu banyak yang dibicarakan, sampai melupakan hal terpenting. Ah, mau bagaimana lagi pertunangannya sudah terjadi. Aku ingin bermalas-malasan saja sepanjang waktu hari ini.

Aroma keju mozarella tercium dari sepiring spaggeti diatas meja kecil di samping tempat tidur. Aku memiringkan tubuh dan mengulurkan tangan untuk mencolek sedikit toping sausnya. Aku juga tidak ingin makan, perutku masih kenyang dengan serangkaian pertunangan tadi malam plus dinner berdua bersama Sehun. Sebenarnya acara dinner itu didahulukan sebelum acara utama, tapi Luhan sudah lebih dulu mengambil alih diriku bersamanya. Aku yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menurut. Ah, Luhan. Setelah pertunangan ini aku pasti akan segera menikah dan itu artinya tidak bisa bermain-main bersama Luhan lagi. Ini tidak adil, Luhan si playboy itu dibiarkan dengan bebas berkeliaran dengan para wanita. Sibuk menjadi yang pertama di atas Pangeran Kim Kai. Sementara aku….Kenapa tiba-tiba aku menjadi sedih ya.. Jangan sampai Luhan tahu bahwa setitik air mataku telah turun karena dirinya, aku akan diejek dan benar-benar  menangis nanti.

Semakin lama merenung, sepertinya hatiku mulai dapat  menjawab pertanyaanku tadi malam. Aku tidak berani memastikannya.Tanganku bergerak untuk menyentuh mata berlian cincinku. Sehun pria yang menyenangkan ketika mengobrol. Aku suka melihatnya terkekeh lucu hingga matanya membentuk seperti lengkungan bulan sabit. Dia juga sempat mengecup keningku selama beberapa saat. Tetapi aku masih belum yakin sepenuhnya dengan semua hal itu. Luhan…Kenapa kau membiarkanku mengambil keputusan sendiri? Dan kenapa juga dia tidak menanyakan kepadaku mengenai pertunangan ini?

Pabo!

Ya ampun, tiba-tiba saja suara Luhan berdengung ditelingaku. Kenapa aku selalu bergantung pada Luhan? Tentu saja dia tidak ingin ikut campur karena yang bertunangan dengan Sehun, kan aku. Bukan dia.

Yah, Luhan. Aku mengerti sekarang

Seharusnya aku lebih peka membaca kata hatiku. Bukannya berpikiran goyah seperti ini. Apa yang terjadi denganku, sih?

Selain pada Luhan, sebenarnya aku juga ingin menanyakannya pada Ibu, tapi aku terlalu segan dengan beliau. Sekali lagi, ini pertunanganku dan sebentar lagi akan menjadi pernikahanku.

Alessa, what happened to you?

Tenangkan dirimu, Alessa. Tarik nafas dan keluarkan pelan-pelan.

Aku bangkit dan duduk di pinggir ranjangku. Okay, aku bisa mengatasinya. Percayalah, semua keraguan ini akan berlalu. Aku akan mencoba memupuk keyakinan bahwa keputusan yang telah kuambil adalah langkah yang terbaik dari diriku.

 

“Selamat pagi Putri Choi Alessa.”

 

Degg.

Suara berat seorang pria menyapa dan posisiku tepat membelakanginya..

Selamat pagi Putri Choi Alessa?’ Itu bukan suara Luhan dan juga bukan suara milik Sehun. Aku tidak mengenal karakteristik suaranya, sangat berbeda dengan suara berat Ayah . Kamarku berada di lantai dua dengan bangunan istana yang cukup tinggi. Seseorang telah menyusup masuk. Bahuku menegang, berusaha memutar tubuh menghadap kearah jendela dibelakang. Aku menatap sosoknya dengan kedua kaki melemas. Pria itu menyandarkan tubuh tingginya di sisi dinding sebelah jendela. Tubuhnya terbalut setelan berwarna hitam dan shirt turtle neck  menutup leher jenjangnya. Jakunnya bergerak pertanda ia menelan salivanya tak lepas menatap tubuhku. Tangan kirinya yang menjuntai tertutup oleh sarung tangan bergerak terlipat dengan lengan lainnya didepan dada. Pria itu.. dengan seringai senyum dan pandangan mata misterius ….

.

 

.

 

.

.

 

“Pangeran Chanyeol…….”

 

____

TBC?

 

*Mohon review dan komentar ya , thankseu ;-)

 

 

 

 



LET ME TO BE YOUR HEARTBEAT [CHAPTER I]

$
0
0

IMG_2983

TITLE : LET ME TO BE YOUR HEARTBEAT

Author’s name : StephaniePark

Genre : School life, Romance , SAD .

Lenght : multichapter [9 chapter ]

Rating : 15

 

Cast : Sehun EXO-K , Luhan EXO-M , Other cast [Park So Yoon]

Hari ini, hujan turun lagi yang membuat seorang gadis bernama Park So Yoon ini bermain dibawah turunnya hujan.Geurae. Park So Yoon sangat sangat menyukai hujan lebih menyukai dirinya sendiri. Sehingga sedari kecil, Park So Yoon tidak pernah melewati hujan sekalipun.

“Yaaaa!!!!! masih saja kah kau bersikap seperti ini?? RaeNi-yaa kau ini sudah besarrr!! cepat masuk dan ganti pakaian mu!!!!” teriakan itu membuat So Yoon berhenti bermain dan hanya melihat sebal kakaknya itu, Xiumin.

Memang, kalau kakak So Yoon yang satu ini sedang ada di rumah, ia sangat menyebalkan dan membosankan.

“Aisshhhh.. mengganggu sajaaa kau oppa!! kembalilah kau ke Sidney!!” gerutu So Yoon sambil berjalan tak niat masuk kedalam rumahnya.

So Yoon pun mengganti pakaiannya dan duduk di meja makan yang sudah di tunggu oleh Xiumin, oppanya.

“Yaa So Yoon ah.. bisakah kau bersikap sedikit dewasa? berhentilah bermain hujan itu, kalau kau sakit gimana?” ucap Xiumi yang masih kesal dengan sikap So Yoon

“Oppa! kau ini kenapa sih? sepertinya dulu dulu aku bermain hujan tidak ada apa-apa. Mengapa baru kali ini kau komplain, eoh? Wae?!!” tanya So Yoon yang tidak bisa santai dengan sikap Xiumin yang sangat berbeda setelah ia pulang dari Sidney.Xiumin tidak kehabisan akal untuk menjawab pertanyaan So Yoon “Karena, dulu kau masih kecil! sekarang kau sudah besar.. memang tidak ada pekerjaan yang lebih asik daripada kau harus bermain dengan hujan? sama saja kau mencari penyakit!” jawab Xiumin santai “Oppa, aku ini wanita yang kuat , aku tidak akan sakit. Lagipula, aku dan hujan sudah bersahabat. jadi kau tak usah mengkhawatirkan ku. Arraseo?” setelah So Yoon mengucapkan kata kata ia barusan, Xiumin memukul kepala So Yoon menggunakan sendok yang ia pakai saat makan “Neo baboya? Aku ini oppa mu jadi wajar kalau aku mengkhawatirkan mu, dasar adik tak bisa berterimakasih. Neo jinjja!!! Dari aku berangkat ke sidney sampai aku pulang kembali, kau masih sama saja!! ” ucap Xiumin kesal “Mianhae oppa” jawab So Yoon singkat sambil memegang kepalanya yang sakit.

****

Park So Yoon berjalan menelusuri lorong sekolah yang baru ia lihat kembali setelah 3 bulan berlibur.

“Yaaa!! So Yoon ah!!” panggil seorang namja yang berlari mengejar So Yoon dari belakang “Yaa annyeong Luhannie” balas So Yoon dengan senyum manisnya itu “Bagaimana liburan mu So Yoon ah?” Tanya Luhan sembari mereka berjalan menuju kelas mereka “Sangat biasa saja, aku tidak boleh keluar lama lama, bahkan bermain dengan hujan saja, sekarang aku di marahin abis abisan dengan Xiumin oppa, aku bingung mengapa ia menjadi seperi ini sekarang” Jawab So Yoon “Itu karena Xiumin hyung sayang kepada mu So Yoon. Mungkin efek dia sudah lama tidak bertemu dengan kamu” Hibur Luhan dan hanya di tanggapi dengan senyum terpaksa yang terukir di mulut So Yoon

“Kundae, sepertinya kau kurusan” tanya Luhan bingung “Kau dietkah?” Tambah Luhan “Jinjja? Ah aniya, aku tidak diet. Justru menurut ku, aku gendutan Luhannie, aku banyak makan di rumah akibat tidak diperbolehkan banyak keluar oleh Xiumin oppa” Jawab So Yoon yang tiba tiba tersentak dan berhenti berjalan akibat pertanyaan Luhan sebelumnya yang mempertanyakan bahwa ia kurusan “Jeongmal? Entalah.. Tapi kau kelihatan bertambah cantik So Yoon ah!” puji Luhan untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka.

****

Xiumin sedang duduk di ruang tamu sambil menonton tv, tetapi pandangannya dan pikirannya entah sedang kemana, ia membiarkan tv yang menonton ia melamun memikirkan sesuatu

“Eomma.. Aku takut aku tidak bisa menjaganya, aku takut aku malah membiarkan ia pergi, aku takut tidak bisa melindunginya” Tak ia sadari, setitik airmata jatuh dipipinya dan ia hanya membiarkannya. “Eomma..aku belum siap untuk kehilangannya, aku belum siap kehilangan senyuman cerianya itu yang selalu membangkitkan mood ku dan aku belum siap kehilangan canda tawa nya yang selalu menghangatkan hatiku. Aku takut eomma, jika suatu saat nanti aku harus kehilangan dia seperti aku kehilangan eomma dulu” tangis Xiumin pun semakin deras, Xiumin menutup matanya dengan kedua tangannya dan terlelap pada tangisnya semakin dalam

****

Bel masuk sekolah pun berbunyi, So Yoon berlari terburu-buru ke kelasnya. Sebenarnya ia tidak terlambat tetapi karena tiba tiba ia kebelet ke toilet, dan ia sepertinya terlalu lama berada di toilet. Saat Park So Yoon sedang mengejar waktu, tiba tiba ia bertabrakan oleh seorang namja.

Brukkk!!!!

So Yoon terjatuh, namja itu masih berdiri dengan tegap, bagaimana So Yoon tidak jatuh, So Yoon di tabrak oleh namja yang tinggi dan gagah seperti itu. So Yoon merasa waktunya sudah terbuang oleh namja tersebut. Kemarahan So Yoon pun mulai naik.

“YAA!! Kau tidak mempunyai mata , eoh ? Berjalanlah yang benar menggunakan matamu!! Kauuu…” Marah So Yoon sambil bangkit dari posisinya yang terjatuh itu. “Tii..daakk..biiii..” Ucapan So Yoon terhenti saat betapa kagetnya ia melihat seorang namja tampan yang jauh lebih tinggi berdiri di depannya. Antara kagum karena tampannya namja tersebut, atau ia takut dengan tingginya namja tersebut.

“Dimana mana , jalan itu pake kaki” Namja tersebut mendekatkan wajahnya di samping telinga So Yoon sambil mengucapkan kaliamat itu dengan nada yang dingin.Terpakulah So Yoon akibat perlakuannya. “Bikyeo!!” kemudian namja itu jalan sambil menyenggol bahu So Yoon membuat So Yoon tersadar.

“Ahhhh babo! babo! babo! kenapa tadi aku begitu terpaku di hadapannya? harusnya aku menghabisinya dengan kata kata ku yang tajam lainnya. Aissshhh” ucap So Yoon saat namja itu pergi. Tiba tiba mata So Yoon membulat sempurna saat ia melihat jam tangannya “Mwo??!!!” So Yoon pun langsung berlari ke kelasnya.

Kelas kini masih ribut dengan murid-murid didalamnya. Mrs. Kim belum datang juga. Berbeda dengan Luhan, Luhan hanya melihat ke arah pintu kelas yang tertutup menunggu kehadiran So Yoon. Tiba tiba…

Brukk

Semua mata tertuju dengan siapa yang membuka pintu kelas dengan cara yang tidak santai.

“Yaa So Yoon ah! neo jinjja! bukalah pintu dengan cara yang sopan! ” ucap Baekhyun, teman sekelas So Yoon yang sedikit cerewet.

“Mianhae chingu!” So Yoon meminta maaf sembari membungkukkan badannya layaknya kebiasaan orang korea. “Ne, gwaenchana” balas teman temannya.   ” Lama skali kau di toilet So Yoon” Tanya Luhan menatap So Yoon yang sedang duduk disebelahnya sambil melepas tas ranselnya ” Ah Luhan, kau tau, tadi aku bertemu dengan seorang namja yang sangat dingin. dia sangat menyebalkan!!” Curhat So Yoon dengan wajah yang sangat geram. ” Nugunde?” Tanya Luhan datar “Molla, sepertinya ia anak baru. semoga sajaa…” Belum selesai So Yoon berbicara , pintu kelas terbuka. Mrs. Kim masuk dengan membawa satu namja. “Aishhiii.. dia masuk dikelas ini” Kesal So Yoon yang makin menjadi, hanya memandangi namja yang berdiri di depan kelas itu. Mrs. Kim akhirnya menyuruhnya memperkenalkan diri. “Annyeong, Oh Sehun imnida” suaranya yang rendah dengan tatapan mata tajamnya itu cukup membuka kelas pagi hari itu menjadi dingin. Setelah perkenalan singkat itu, Mrs.Kim menyuruh Sehun untuk duduk dibangku yang kosong. tepatnya di depan So Yoon dan Luhan duduk.     So Yoon menatap ke arah Sehun dari belakang, dengan tatapan kesalnya.   Luhan yang memandang So Yoon dari samping hanya tersenyum singkat. “Sudah So Yoon ah, jangan di liatin terus seperti itu. Bisa bisa rasa kesalmu menjadi rasa cinta padanya” So Yoon kaget , tidak terima dengan pernyataan Luhan. “Mworagu???” suara So Yoon meninggi. Luhan kaget mendengar suara So Yoon yang meninggi “Ahh aniyaa aniyaa aniyaa!!!! neo micheosseo? tidak akan mungkin aku menyukainya!!” Luhan mencoba mendiam kan So Yoon. ” So Yoon ah, kecilkan suara mu, lihat Mrs. Kim dan murid murid lain melihat mu. Termasuk namja itu.” So Yoon pun terdiam. Semua hening. “Mianhaeseyo” Hanya ucapan itu yang So Yoon keluarkan karena kesalahannya itu. Sehun hanya menggeleng kelapanya saja. Ia tidak menghiraukannya.

Saat jam istirahat, seperti biasa So Yoon makan bersama Luhan di kantin. Luhan yang duduk di depan So Yoon menatap wajah So Yoon yang sedang makan itu dengan sangat dalam. Karena merasa di perhatikan, So Yoon mengangkat kepalanya, dan kini pandangan keduanya bertemu.

“Ya Luhannie! apa yang sedang kau lihat, eoh?” Tanya So Yoon heran “Ah aniya” jawab Luhan singkat.

‘ Ahh..mengapa perasaan ini belum hilang juga So Yoon ah? Mengapa harus kamu yang aku cintai,yang sudah aku anggap seperti adik kecilku sendiri’ tanya hati Luhan.

Tiba tiba ada rasa sakit di bagian dada So Yoon yang membuat So Yoon memegang dada nya sambil mencoba berusaha kuat. Luhan yang melihat itu sangat khawatir oleh keadaan So Yoon ” So Yoon ah! neo gwaenchana? ” Luhan langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung bergerak cepat ke arah samping So Yoon. ” Yaaa So Yoon ahh.. apa yang sebenernya terjadi? neo gwaenchana?” So Yoon yang kesakitan hanya tersenyum dan mengambil alih alih untuk berdiri ” Nan gwaen….” Belum selesai berbicara, tiba tiba So Yoon jatuh pingsan di pelukan Luhan. “So Yoon ah… Yaaa tolongg!!” Teman teman Luhan begitu juga teman teman So Yoon datang karena mendengar suara minta tolong Luhan di tengah keramaian kantin.

Akhirnya So Yoon di bawa ke UKS untuk sementara. Xiumin yang di telepon Luhan pun datang dengan menampilkan wajah paniknya itu.

” Luhan adaa apa ini?” tanya Xiumin panik. ” Ia sedang makan di kantin, dan tiba tiba ia kesakitan..lalu ia pingsan. Sebenarnya.. So Yoon kenapa hyung?” kata Luhan yang penuh tanya. Xiumin tidak mungkin memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. ” Ani. So Yoon gwaenchana” jawab Xiumin tersenyum singkat ” Luhan tolong jagakan So Yoon dulu, aku ingin keluar sebentar” pinta Xiumin sambil melangkahkan kaki keluar UKS.

Dengan perasaan yang campur aduk, Xiumin keluar UKS . ” Eotteokhae eomma.. So Yoon sudah mulai merasakan sakit itu lagii… ” batin Xiumin yang membawanya larut kedalam ketakutan itu lagi. Tiba tiba, ada seseorang yang menepuk pundak Xiumin dari belakang…

 

TBC


Closer (Chapter 4)

$
0
0

IMG_20151114_212209

Closer

Chapter 4. (Perfectly Trapped) – by Angel Devilovely95

 

Title     : Closer

Author : Angel Devilovely95 (Twitter:@MardianaSanusi)

Cast     : Oh Sehun – Im Neyna (OC) – Kim Jongin

Park Chanyeol & Lee Hyera (OC)

Genre  : Romance, Drama and Psychology

Rating : PG-17

Length : Chaptered

Disclaimer: Don’t bash! This story based on my imagination.

 

Previous Chapter >> (Chapter 1) (Chapter 2) (Chapter 3)

 

Also posted on my WP https://angeldevilovely95.wordpress.com

 

 

 

When a handsome man force you to be his.

 

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

Rambut panjang yang terurai bebas, wajah cantik bak boneka dengan mata indah yang terpejam sepenuhnya, serta tubuh mungil yang begitu indah menjadi objek paling menarik siapapun yang melihatnya. Gadis cantik yang memiliki fisik sempurna itu kini tengah tertidur lelap layaknya putri tidur di ranjang mewah bergaya klasik.

 

 

 

Tidur lelap gadis cantik dengan kulit putih pucat itu agaknya mulai berakhir saat ia merasa bahwa selimut yang menutupi tubuhnya kian tersingkap. Udara dingin musim semi menyeruak begitu saja menyentuh permukaan kulit, gadis cantik itupun perlahan membuka matanya merasa terusik dengan udara dingin yang menerpanya.

 

 

 

Lepas dari usikan dinginnya udara musim semi, rasa perih di lengan kanannyapun ganti menderanya. Keberadaan plester bening di lengannya tepat menutupi urat venanya. Entah luka apa yang ia alami, Neyna lebih memilih mengabaikannya. Netra indahnya lantas beralih pada ruangan asing yang ditempatinya saat ini.

 

 

 

Ruangan dengan interior yang begitu feminine dan begitu mewah itu terlihat seperti kamar putri-putri kerajaan. Kamar yang didominasi warna putih dan pink pastel itu mengingatkannya dengan kamar miliknya. Itu warna kesukaannya. Tapi kamar yang ditempatinya sekarang bukanlah kamarnya.

 

 

 

‘Dimana aku?’

 

‘Kenapa aku disini?’

 

‘Ini kamar siapa?’

 

 

 

Serentetan pertanyaan akan keberadaan dirinya saat ini meliputi benak gadis bermarga Im itu. Perlahan gadis cantik yang masih mengenakan tank top dress kemarin malam itupun turun dari ranjang, hendak melangkahkan kakinya keluar kamar. Langkahnya terhenti saat pemandangan ‘aneh’ mengunci perhatiannya. Foto-foto dirinya terpajang di nakas dekat jendela kamar. Foto-foto saat kelulusannya di SMA dan Universitas, foto candid dirinya saat mengajar bahkan foto dirinya saat tidur juga ada.

 

 

 

Tunggu… foto- foto candid dirinya saat mengajar dan tidur itu masih baru. Pakaian yang dikenakannya saat mengajar di foto itu sama dengan yang ia kenakan kemarin. Dan ia lebih tercengang saat menyadari bahwa foto candid yang menampilkan dirinya saat tidur itu sepertinya foto semalam.

 

 

 

Tank top dress yang ia kenakan saat ini sama persis di foto itu. Dan ranjang yang ia tiduri di foto itu adalah ranjang yang ia tempati tadi. Tanpa sadar gadis itu bergidik ngeri. Prasangka akan penggemar rahasia atau malah psikopat berdarah dingin dibalik ini semua menghantui benaknya.

 

 

 

Neyna menggeleng, berusaha menepis setumpuk prasangka buruk di benaknya. Tapi sayang ingatan akan kejadian semalam dimana Sehun meyambangi apartmentnya. Dimana pria itu mendekapnya menyeruak begitu saja dan… Oh no! Ia tidak sadarkan diri setelah itu. Tubuhnya reflex menegang, pria itu.

 

 

 

Pria dingin itu, apa jangan-jangan ia dalang dari semua ini? Neyna melangkahkan kakinya keluar kamar tergesa, takut-takut kalau dugaannya benar. Ia harus pergi dari sini. Pemandangan akan interior mewah di luar kamar yang ia tempati menyambut penglihatannya sesaat setelah ia berhasil keluar dari kamar. Dan…

.

.

.

DEG

.

.

.

Netra indahnya bertemu dengan netra tajam pria itu. Pria dingin yang ia harus hindari, Oh Sehun. Neyna begitu kalut, pria yang menjadi objek praduganya sebelumnya benar- benar nyata. Oh Sehun kini muncul dalam penglihatannya. Kegiatan mengancingkan lengan kemejanya terhenti saat Sehun melihat gadisnya itu keluar kamar. Pria dingin itu baru saja keluar dari ruang kerjanya, berniat membangunkan gadis cantiknya itu dan kebetulan sekali gadisnya ternyata sudah bangun.

 

 

 

Posisi ruang kerjanya yang terletak di sebrang kamar gadisnya mengharuskan Sehun berjalan agak jauh. Mengingat mansion yang ia tempati saat ini sangat luas. Dengan langkah santai ia menghampiri Neyna, senyuman tipis menghiasi wajah tampannya yang malah begitu mengerikan bagi gadis cantiknya itu. Menyadari Sehun semakin mendekat, Neyna memundurkan langkahnya.

 

 

 

Sebisa mungkin ia harus menghindari pria dingin itu. Ia harus pergi. Harus! Sehun menyadari pergerakan gadisnya. Gadisnya berniat kabur lagi darinya rupanya. Langkah jenjangnya tentu tidak sebanding dengan langkah gadis cantiknya itu. Dengan satu hentakan Sehun berhasil membopong tubuh mungil Neyna di pundak kekarnya, menghentikan pergerakan gadisnya itu seketika.

 

 

 

Neyna tentu tidak tinggal diam, ia meronta meminta Sehun menurunkannya. Gadis cantik itu memukul punggung pria yang membopongnya itu berkali-kali, berkali-kali pula ia menghentakkan kaki indahnya di bagian dada pria itu, tapi tetap tidak mempan. Sehun tetap tidak gentar. Tidak juga menurunkannya.

 

 

 

“Stop it!!” Bentakan lolos sempurna dari bibir Sehun, dengan lembut pria itu lantas mengelus bokong gadisnya. Neyna reflex menghentikan rontaannya, begitu terkejut dengan perlakuan pria dingin itu. Sehun membawanya kembali ke kamar yang tadi ia tempati. Menurunkannya dan mendudukannya di tepi ranjang setelahnya.

 

 

 

Tatapan yang begitu intens dari netra trajam pria dingin itu menjadi santapan gadis cantik bermarga Im itu saat ini. Sehun kini tengah berlutut di hadapan Neyna. Salah satu tangan kekarnya melingkar sempurna di pinggang mungil gadis cantiknya itu.

 

 

 

“Sehun-sshi kenapa aku bisa ada disini? “ Tanya Neyna pelan, berusaha memulai pembicaraan dengan pria di hadapannya saat ini.

 

 

 

“Aku yang membuatmu ada disini. Kenapa hmm?’ Repons Sehun sembari mengelus pipi mulus gadisnya dengan satu tangannya yang bebas.

 

 

 

Neyna terkesiap dengan jawaban Sehun, begitu kalut sekaligus penasaran. “A-apa maksudmu membawaku kesini Sehun-sshi?” Dengan sedikit terbata Neyna mengutarakan pertanyaanya, berharap rasa penasarannya terjawab oleh pria dingin di hadapannya itu.

 

 

 

“Menurutmu apa?” Bukannya menjawab pertanyaan gadisnya, Sehun malah membuat gadis cantik di hadapannya itu semakin penasaran.

 

 

 

“A-aku tidak tahu…”

 

 

 

“Sebelumnya aku sudah pernah bilang padamu kan, cepat atau lambat aku akan membuat mu tinggal denganku. Kau ingat sayang?” Penjelasan Sehun membuat gadis di hadapannya merinding. Ingatan akan perkataan Sehun kemarin menyeruak begitu saja. Sehun benar-benar membuktikan perkataannya. Sehun menculiknya lagi. Ia kembali terjebak bersama pria itu.

 

 

 

“Ta-tapi aku tidak bisa tinggal denganmu bi-bibiku pasti khawatir Sehun-sshi.” Neyna tahu benar bahwa Sehun tidak suka dibantah. Terakhir kali ia meminta pulang, pria itu malah murka dengannya. Tapi bagaimanapun ia harus menyampaikan alasannya kan?

 

 

 

Sehun geram gadisnya itu lagi-lagi menolak tinggal dengannya. “Aku sudah berbicara dengan bibimu mengenai ini. Ia setuju kau tinggal bersamaku. Dirumah ini. Rumah kita. Jadi tidak ada alasan lagi bagimu untuk menolak tinggal bersamaku!” Ucap Sehun sinis. Kemarin malam Sehun memang sudah berbicara dengan Bibi Song untuk mengajak gadisnya itu ‘tinggal bersama’ dan wanita paruh baya itu menyetujuinya.

 

 

 

Neyna membulatkan matanya tidak percaya. “Bohong!Kau pasti berbohong!” Ucap Neyna setengah berteriak. Sehun pasti berbohong. Bibinya mana mungkin mengizinkannya tinggal bersama pria dingin itu. Pria yang bukan suaminya. Bulir-bulir air mata memenuhi netra indahnya. Entah kenapa ia begitu kecewa akan kenyataan ini.

 

 

 

“Sstt… kekasihku tidak boleh berteriak seperti itu. Bibimu memang sudah merestui kita sayang…” Sehun menyeringai, jemarinya kembali membelai pipi mulus gadisnya itu.

 

 

 

“Aku tidak percaya.. Lepaskan aku Sehun-sshi… Aku mohon.” Neyna menghempaskan tangan kekar Sehun, seketika menghentikan belaian lembut jemari pria dingin itu pipinya. Kalimat lirih yang dilontarkannya barusan diharapkan mampu mengubah keputusan Sehun untuk melepaskannya kali ini.

 

 

 

Jemari yang sempat membelai pipi mulus gadisnya itu kini terkepal sempurna. Tatapan nyalang begitu menusuk ditujukkan pada gadis di hadapanya saat ini. “Tatap aku Nona Im!! Apa aku terlihat sudi melepaskanmu huh?” Gertakan lolos sempurna dari pria bermarga Oh itu. Pertanyaan yang ia ajukan pada gadisnya begitu sinis, lantas membuat gadis cantik di hadapannya menunduk takut.

 

 

 

Perkataan Sehun kelewat sarkastik, Neyna merasa Sehun berhasil memenjarakannya saat ini. Sehun tidak memberinya akses sedikitpun untuk melepaskannya. Tapi bagaimanapun juga ia harus berusaha keluar dari kungkungan pria dingin itu. Ada hal yang lebih penting yang menyelubungi benaknya saat ini. Neyna mendongak, jemari lentiknya sengaja bertaut kala menekan rasa takutnnya. Satu tarikan nafas ia indahkan sesaat sebelum menyuarakan kalimatnya “Sampai kapan aku harus tinggal disini Sehun-sshi?”

 

 

 

“Shut up! Pertanyaanmu sama saja seperti memintaku untuk melepaskanmu Nona Im!” Sergah Sehun sinis.

 

 

 

Neyna terkejut bukan main, kemungkinan untuk bebas dari penjara laknat pria dingin bermarga Oh itu kini kian menipis. Kalimat sinis yang dilontarkan Sehun bagai hantaman kuat bagi Neyna. Menyerah. Mungkin itu pilihan paling tepat bukan? Neyna lantas menutup kedua matanya, menyambut niatannya itu lamat-lamat. Pikirannya berpendar, masih tidak rela atas niatan sesatnya.

 

 

 

Sekelebat ingatan akan permintaan ketigapun berhasil menyapa pikirannya. Saved. Neyna harus membatalkan niatannya. Ia harus mengutarakan permintaan itu. Harus! Persetan dengan resiko terberat yang ia tanggung nantinya. Tinggal bersama Sehun bahkan lebih mengerikan dari resiko terberatnya saat ini.

 

 

 

Neyna sontak membuka matanya, berniat mengutarakan permintaan terakhirnya tersebut “A-aku minta maaf Se-sehun-sshi…A-aku tidak bisa tinggal denganmu. I-itu permintaan ke-ketigaku Sehun-sshi … Please…Please” Kepanikan sudah tidak terhitung menyergap benaknya, Neyna telah berhasil mengutarakan permohonannya lagi. Netra indahnya ia beranikan menatap lekat netra tajam Sehun, berusaha memperlihatkan kesungguhannya yang begitu membara.

 

 

 

Sehun menatap gadis cantiknya sinis penuh intimidasi, tawa sarkastikpun tak terindahkan setelahnya. “Permintaan ketiga huh? Siapa bilang kau masih berhak mengajukan permintaan ketigamu Nona Im?” Nada suara pria itu meninggi, rahang tegasnya mengeras. Terlihat sekali ia tidak suka dengan perkataan gadis cantiknya itu.

 

 

 

“A-apa maksudmu Se-sehun-sshi? Bukankah aku—“

 

 

 

“Kau sudah melanggar perintahku. Kau kabur dariku tiga hari lalu. Apa masih mungkin aku mengabulkan permintaan ketigamu Nona Im?” Bentak Sehun tegas.

 

 

 

“Ini tidak adil Sehun-sshi.” Ucap Neyna pelan, bentakan Sehun membuat nyalinya terasa ciut. Gadis cantik itu membulatkan netra indahnya, terkesiap dengan ucapan spontan yang dilontarkannnya barusan. Ia tidak menyangka kalimat protes yang dipendamnya rapat, terlontar begitu saja dari bibir ranumnya.

 

 

 

Sehun tersenyum meremehkan, ucapan gadisnya barusan begitu menggelitik pendengarannya. Diraihnya salah satu tangan gadis cantiknya, mengecup punggung tangan gadisnya itu lembut setelahnya. “Kau yang membuatku bertindak tidak adil sayang…” Seringaian licik begitu lekat di wajah tampannya saat ini. Ia pernah kalah telak sebelumnya, tapi kali ini ia akan ubah itu semua.

 

 

 

Neyna merasa dadanya begitu sesak. Sehun benar-benar egois, pria dingin itu sudah merampas haknya. Air mata yang sempat tertahan kini lolos sempura dari netra indahnya, membasahi pipi mulusnya. “A-apa kau juga akan menghapus permintaanku sebelumnya?” Tanya Neyna penasaran. Ia menghapus air matanya kasar, berusaha tegar di hadapan pria sinting bermaga Oh itu.

 

 

 

“Tenang saja…Aku tidak sejahat yang kau pikirkan sayang. Asal kau tidak kabur lagi dariku aku akan tetap mengabulkan dua permintaanmu sebelumnya.”

 

 

 

“Setidaknya sampai saat yang tepat ‘itu’ tiba.” Lanjut Sehun membatin. Senyuman misterius pun lantas terpatri di wajah tampannya. Sehun mengecup paha gadis cantiknya itu lembut setelahnya. Hening. Tidak ada protes apapun saat ini.

 

 

 

Neyna masih tercengang akan kalimat yang Sehun lotarkan barusan. Gadis bermarga Im itu lega karna Sehun tidak merampas haknya sepenuhnya .Tapi kelegaan yang ia rasakan terlalu lemah untuk melawan kekalutannya saat ini. Sehun benar-benar membuatnya tidak berdaya, membuatnya pasrah seuntuhnya.

 

 

 

Akses untuk lepas dari pria dingin itupun hilang sepenuhnya. Fakta bahwa mulai saat ini ia akan tinggal bersama Sehun begitu mengerikan baginya. Ia tidak bisa lagi kabur dari pria bermarga Oh itu. Sehun sudah memperingatkan sebelumnya atau kalau ia masih nekat entah apa yang pria itu lakukan padanya nantinya. Ia takut membayangkannya.

 

 

 

Sehun menyadari gadisnya itu masih terlarut dengan pikirannya. Terlihat dari tubuh mungil gadisnya yang masih membatu, Sehunpun semakin melancarkan aksinya. Ia semakin gencar mengecup, menghisap, dan melumat paha Neyna yang terekpos, berusaha menyadarkan lamunan gadis cantiknya itu.

 

 

 

“Eunghh…” Lenguhan lolos sempurna dari bibi ranum Neyna. Sehun menyeringai mengetahui aksinya itu berhasil. Kiss mark hampir terbentuk, pria dingin itupun lantas menyudahi kegiatannya di paha gadisnya. Ia lalu beralih merengkuh pinggang Neyna erat, masih dengan posisi berlutut.

 

 

 

“Morning kiss now hmm?” Tanya Sehun seduktif. Gadis cantik yang ditanya masih terdiam membisu, Sehun mendecak sebal. “Huh diam berarti setuju. Tidak. Kau memang harus setuju!” Sehun langsung menangkup wajah Neyna dengan kedua tangannya, mengecup bibir ranum gadis cantiknya itu kemudian. Lumatan-lumatan begitu menuntutpun tak terindahkan. Meski semalaman ia sudah bersenang-senang dengan bibir ranum gadisnya itu, tapi dahaga akan rasa manis itu selalu saja muncul.

 

 

 

Neyna terbelalak sempurna, pria dingin itu menciumnya saat ini. Sehun begitu gesit menjamah bibirnya, tidak mengizinkan penolakan apapun darinya. Dan ia semakin tersentak saat Sehun kini menarik pergelangan tangannya paksa. Sehun bahkan tidak memberikannya waktu untuk sekedar menghela nafas setelah ciuman panas itu terlepas .

 

 

 

Sehun menuntun Neyna menuju lemari besar di kamar bernuansa feminine tersebut. Cengkraman di pergelangan tangan gadisnya sengaja ia lepas. Pria dingin itu lantas bergerak membuka lemari itu setelahnya. “Ini untukmu sayang” Ucap Sehun sesaat setelah lemari besar tersebut terbuka.

 

 

 

Neyna membulatkan netra indahnya, begitu terpukau dengan apa yang dilihatnya saat ini. Mulai dari pakaian casual bahkan pakaian pesta, tas, dan sepatu branded dari berbagai designer terkenal, serta aksesoris lengkap terpajang di lemari besar di hadapannya kini.

 

 

 

Menyadari keterkejutan gadisnya. Sehun lantas kembali menghampiri Neyna, lalu memeluk tubuh mungil itu dari belakang. Sehun membebaskan satu tangannya untuk beraksi di tubuh gadisnya. Mengelus lengan atas gadisnya secara berkala, membuat Neyna berjengit geli.

 

 

 

“Gantilah pakaianmu nanti dengan pakaian di lemari itu” Ucap Sehun seduktif. Sehun menggerakan bibirnya, menyentuh dan menggigit salah satu tali tank top dress gadisnya gesit, menyingkirkan penghalang kegiatan berikutnya itu kemudian. Tangan kekar yang sempat membelai lengan Neyna kini beralih mengelus dada penuh gadis cantiknya itu.

 

 

 

“Ukuran bramu D cup kan sayang? Gantilah juga nanti. Aku sudah pilihkan untukmu…” Bisik Sehun setengah mendesah. Pria dingin itu lantas mengecup bahu pucat gadisnya setelahnya.

 

 

 

Neyna tercekat, susah payah menahan desahan. Bibir ranumnya bahkan kini sudah ia gigit lamat-lamat, menghalau lantunan erotis miliknya. Ditengah kekalutannya, sebisa mungkin Neyna menggerakan tangannya untuk menghentikan aksi nakal Sehun di dadanya. Sehun peka. Pria dingin itu kemudian menyudahi kegiatannya dan bergerak menggendong tubuh mungil Neyna setelahnya.

 

 

 

Neyna tersentak saat tubuhnya sudah ada di gendongan Sehun “Se-sehun-sshi kau m-mau membawaku kemana lagi?” Tanya Neyna terbata-bata. Ia sontak mengalungkan kedua tangan mungilnya di leher pria itu, takut-takut ia akan terjatuh nantinya. Sehun tidak membopongnya seperti sebelumnya, pria itu kini menggendongnya ala bridal.

 

 

 

Sehun tidak menjawab pertanyaan Neyna, pria dingin itu langsung membawanya ke kamar mandi. Menempatkan tubuh mungil gadisnya itu di bath tub setelahnya. “Kau harus mandi sekarang sayang, bukankan kau harus bekerja hmm?”

 

 

 

“Bekerja?” Tanya Neyna bingung.

 

 

 

“Kau lupa aku masih mengizinkanmu bekerja huh? Atau kau ingin berhenti bekerja hari ini juga? Biar aku hubungi dew—“

 

 

 

“Ja-jangan! A-aku masih mau bekerja Sehun-sshi.” Sergah Neyna cepat, memotong ucapan Sehun.

 

 

 

“Baiklah, aku tunggu di ruang makan. Kalau dalam lima belas menit kau tidak juga siap. Kau akan aku hukum! Mengerti?”

 

 

 

Neyna reflex mengangguk, begitu kalut akan kata ‘hukuman’ yang dilontarkan Sehun. Ia tidak mau dihukum pria dingin itu. Sehun membalikan tubuhnya, melangkah keluar dari kamar mandi. Membiarkan gadisnya itu membersihkan diri.

 

 

 

Susah payah ia menahan hasratnya untuk tidak ikut memandikan gadisnya itu saat ini. Gadisnya itu selalu berhasil membuat hasratnya memucak. Padahal gadis cantiknya itu tidak pernah melakukan aksi erotis apapun padanya. Sehun menghembuskan nafasnya berat, melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari kamar gadisnya itu setelahnya.

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

“Kenapa lama sekali huh?” Sehun yang kini duduk di salah satu kursi ruang makan berkali-kali menghela nafasnya gusar. Arloji yang melingkar di pergelangan tangannya terus-terusan ditatapnya. Sudah hampir lima belas menit gadis yang ia tunggu-tunggu belum juga menampakkan wajahnya.

 

 

 

Mengingat hukuman yang akan ia berikan pada gadis cantiknya itu nantinya, Sehunpun menyeringai puas. Pria itu menyenderkan punggungnya di kursi yang ia duduki, menikmati waktu yang berlalu. Merubah pikirannya, berharap Neyna tidak akan muncul dalam waktu lima belas menit.

 

 

 

Sayang, harapan Sehun pupus seketika setelah melihat siluet gadis cantiknya kini tengah menuruni tangga. “Shit! ” Umpat Sehun saat mengetahui bayangan untuk menghukum gadis cantiknya itu tidak terpenuhi. Ia menegakkan tubuhnya, tidak lagi bersender pada sandaran kursi.

 

 

 

Gadis yang ia tunggu-tunggu itu kini sudah ada di hadapannya, di ruang makan. Ia menelisik penampilan gadisnya itu. Cantik. Gadisnya itu sangat cantik. Kemeja lengan pendek berwarna peach dan rok brukat putih selutut dengan belahan tiga senti di bagian samping begitu pas membalut tubuh molek gadisnya. Ia mendecak sebal menyadari bahwa tidak hanya dia yang akan menikmati penampilan gadis cantiknya itu nanti.

 

 

 

“Come here” Titah Sehun pada gadisnya itu. Ia menunjuk kursi disampingnya, menyuruh Neyna duduk bersebelahan dengannya. Neyna menuruti perintah Sehun. Ia duduk persis disebelah pria dingin itu. Sehun memutar tubuhnya kesamping, menghadap gadis cantiknya itu. Ia lalu menarik kursi yang diduduki Neyna, membuat gadis cantik itu mendekat padanya. Sehun kembali menyeringai puas karna bisa melihat wajah cantik gadisnya itu dengan leluasa.

 

 

 

Neyna begitu gugup dengan posisinya sekarang. Sehun begitu dekat dengannya. Seringaian puas pria di hadapannya itu begitu mengerikan baginya. Pasti Sehun akan melancarkan aksi aneh-anehnya lagi pikirnya. Sementara itu, seorang wanita paruh baya kini menghampiri Sehun dan Neyna. Wanita paruh baya yang mengenakan pakaian khas pelayan itu membungkuk sopan, lalu menghidangkan makanan untuk sarapan dua insan tersebut.

 

 

 

“Ini Nara ahjumma. Dia yang akan melayanimu” Ucap Sehun lantang, berusaha memperkenalkan wanita paruh baya bermarga Kang itu pada Neyna.

 

 

 

“Annyeonghaseyo ahjumma. Aku Im Neyna.” Neyna lantas menundukan kepalanya sopan. Nara ahjummapun tersenyum ramah pada Neyna sebelum akhirnya meninggalkan ruang makan.

 

 

“Buka mulutmu.” Titah Sehun tegas seraya menyodorkan sesuap nasi dan lauk pada gadis cantiknya.

 

 

 

“A-aku bisa makan sendiri Sehun-sshi” Neyna menggeleng, berusaha menolak suapan yang Sehun berikan.

 

 

 

Sehun menatap gadisnya itu tajam. Ia memajukan tubuhnya lebih mendekat ke tubuh gadis cantiknya itu. Masih dengan sesendok nasi dan lauk di tangan kananya. Ia lantas mengecup bibir ranum gadisnya, melumat, dan menggigitnya singkat. Neyna reflex membuka bibirnya saat pria dingin itu menggigit bibirnya.

 

 

 

Mengetahui bibir gadis cantiknya itu terbuka, Sehun segera melesakkan suapan di tangan kanannya itu. “Cepat kunyah.” Ucap Sehun tegas. Neyna tidak bisa berkutik, ia akhirnya menuruti perintah Sehun. Terhitung sudah suapan keempat Sehun terus-terusan menyuapinya. Pria dingin itu kini kembali menyodorkan sesuap nasi dan lauk untuk gadis cantiknya itu.

 

 

 

“Sehun-sshi aku sudah kenyang.” Neyna menggeleng, menolak suapan Sehun.

 

 

 

“Jangan menolak! Darahmu bahkan sudah berkurang semalam. Kau harus makan yang banyak atau kau akan pingsan nanti.” Tandas Sehun dingin seraya menekan plester di lengan gadisnya.

 

 

 

“Da-darahku berkurang? Se-semalam? Aah…” Neyna lantas meringis perih saat Sehun malah semakin kuat menekan lengannya. Pria dingin itu nampak tidak suka gadisnya belum menuruti perintahnya. Mengabaikan suapannya.

 

 

 

Ringisan Neyna membuat Sehun menghentikan aksinya, berhenti menekan lengan gadisnya itu. Ia lalu beralih mengusap permukaan bibir Neyna dengan ibu jarinya. “You will know it later, so don’t ask too much sweetheart. Just eat now! Open your mouth!”

 

 

 

Neyna terpaksa kembali menerima suapan Sehun. Penasaran, takut, kalut kini bercampur menjadi satu. Sehun berhasil mencampur adukan itu semua. Entah apa maksud pria dingin itu. Neyna benar-benar tidak mengerti.

 

 

 

“Aku tunggu di mobil.” Tandas Sehun saat selesai menyuapi gadisnya. Ia menyodorkan segelas air putih pada gadisnya itu setelahnya. Pria dingin itu berdiri, lalu beranjak meninggalkan ruang makan.

 

 

 

“Tunggu…Sehun-sshi kau tidak sarapan?” Tanya Neyna kikuk sembari menggigit bibir bawahnya. Ia heran karna sejak tadi Sehun hanya sibuk menyuapinya tanpa menyentuh makanannya sama sekali.

 

 

 

Sehun menoleh, menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan gadisnya itu. Pria dingin itu menggeleng, lalu melanjutkan langkahnya setelahnya.

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

Sehun melepas sabuk pengaman Neyna, menatap gadis cantiknya itu lekat. Ia mencondongkan tubuhnya, sengaja menghimpit tubuhnya dengan tubuh gadisnya. Sehun menyeringai menyadari gadis cantiknya itu tidak bisa berkutik. Sehun menghembuskan nafasnya di tengkuk Neyna, berusaha menggoda gadis cantiknya itu.

 

 

 

Kekalutan kembali menghinggapi benaknya saat ini. Dengan posisi sedekati ini, lagi-lagi Sehun membuatnya panik. Pria dingin itu selalu berhasil membuatnya tidak berdaya. “Se-sehun-sshi aku mau turun.” Ucap Neyna terbata, terlampau nervous dengan posisinya saat ini.

 

 

 

“Kau mau apa sayang? Turun hmm?” Jelas-jelas Sehun mendengar apa yang gadis cantiknya itu katakan. Ia hanya ingin main-main lebih lama dengan gadis cantiknya itu. Sehun kini malah menurunkan wajahnya di depan dada gadisnya, lalu memandang gadisnya itu seduktif.

 

 

 

“Sehun-sshi maksudku—“ Perkataan Neyna terhenti saat Sehun kini mengecup bibirnya lembut. Kali ini tanpa lumatan ataupun gigitan kasar yang biasanya pria itu lakukan. Sengaja. Sehun sengaja menandaskan nafsu liarnya kali ini demi merasakan buncahan aneh dalam dadanya. Buncahan perasaan yang mendominasinya beberapa hari ini. Dua menit berlalu Sehun lantas melepaskan ciumannya. Ia menjauhkan tubuhnya, menekan tombol otomatis untuk membuka mobilnya yang sempat terkunci kemudian.

 

 

 

“You can go now” Sehun lantas kembali memposisikan tubuhnya di depan kemudi.

 

 

 

Neyna menghela nafasnya lega, netra indahnya kini menatap Sehun lamat-lamat. Ekspresi pria di sampingnya itu kembali datar, menampakkan kesan dingin dan angkuh yang melekat erat pada pria itu. Teringat dengan kotak makan yang ia bawa, Neynapun lantas memberikan kotak makan itu pada Sehun.

 

 

 

Sehun mengerutkan dahinya, memandang heran kotak makan yang diberikan gadis cantiknya itu. “Apa ini?”

 

 

 

“Itu sarapan untukmu Sehun-sshi. Aku tahu kau belum sarapan.”

 

 

Sehun mengambil kotak makan itu, ia hanya diam memandangi kotak makan yang ada di genggamannya saat ini.

 

 

 

“Aku pergi dulu Sehun-sshi” Neyna turun dari mobil mewah itu setelahnya, meninggalkan Sehun yang masih termenung.

 

 

 

Saat tubuh mungil Neyna sudah berada di depan gerbang Woo Sam High School, senyuman samar lantas menghias wajah tampan Sehun. “Thanks. Kau membuatku semakin kacau sayang.”

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

“Ya… Oh Sehun kau pacaran dengan Neyna?” Pekikan Chanyeol menggema di ruangan berlabel Presdir itu saat ini. Tatapan lekat penuh selidik lantas dilayangkan pria bermarga Park itu pada lawan bicaranya.

 

 

 

Fakta bahwa Sehun menjalin kasih dengan Neyna sebenarnya sudah ia ketahui dari Hyera. Yaa.. Hyera bahkan hanya membeo ‘Sehun memaksa Neyna menjadi pacarnya Oppa’ . Dan satu kalimat itu sukses membuatnya terlonjak. Biarpun Hyera sudah melaporkan hot news itu padanya. Tetap saja ia harus mengkonfirmasinya pada orang yang bersangkutan kan?

 

 

 

“Berisik sekali. Aku baru sampai Park Chanyeol” Tandas Sehun geram, masih enggan menanggapi pertanyaan pria di hadapannya.

 

 

 

“Ya..Jawab cepat!!!”

 

 

 

“Iya. Puas?” Ucap Sehun cuek seraya membuka kotak makan miliknya.

 

 

 

Chanyeol membulatkan matanya, tersentak dengan jawaban singkat bossnya itu. Ia menggeleng, menyudahi keterkejutannya setelahnya. “Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya. Jangan main-main Sehun-ah…”

 

 

 

“Im Neyna milikku dan aku tidak pernah berniat untuk mempermainkannya Chanyeol-sshi.” Ucap Sehun tajam.

 

 

 

Guratan serius di wajah Sehun meyakinkan Chanyeol akan satu hal. Bossnya itu benar-benar tertarik pada Neyna. Sangat malah. Chanyeol menyeringai, menatap Sehun lebih lekat setelahnya. “Obsesi, ambisi, cinta. Aku yakin kau bingung. Renungkan dulu Sehun-ah. Kau kan belum pernah menjalin kasih sebelumnya.”

 

 

 

Sehun mendecak sebal mendengar kalimat pria di hadapannya. “Ya… Aku tidak bodoh. Awalnya aku memang tertarik karna kecantikannya. Tapi ada yang lebih menarik bagiku diluar itu. Aku merasa begitu tak terkendali saat bersamanya. Jantungku berdebar tidak karuan. Bagai candu yang begitu memabukkan, aku selalu ingin merasakannya. Walaupun baru sekali aku melihatnya tersenyum, entah kenapa aku merasa senang. Gadis itu berhasil membuatku kacau. Membuatku begitu menginginkannya. Dan aku rasa aku mengalami ketiganya.”

 

 

 

“Kau gila kalau begitu. Aku yakin itu” Ejek Chanyeol kemudian. Pria bermarga Park itu tertawa terbahak melihat ekspresi Sehun yang begitu frustasi saat ini. Sehun mengerang, kesal dengan tanggapan pria bermarga Park itu.

 

 

 

Chanyeol mengerling jahil, lalu menjabat satu tangan Sehun paksa “Congrats bro. Finally you got your first love. Aku serius kali ini. Dan ohh… sejak kapan kau membawa bekal?” Chanyeol melepas jabatan tangannya pada Sehun. Fokusnya kini tertuju pada kotak makan milik sahabatnya itu.

 

 

 

“Aku belum sempat sarapan tadi” Tandas Sehun acuh, lalu menyuap nasi dan lauk ke mulutnya.

 

 

 

“Aah begitu… Tapi tidak biasanya kau sampai bawa bekal segala… ” Chanyeol mengernyit heran, masih gamang dengan apa yang dlihatnya saat ini.

 

 

 

Sehun mendesis sinis, menyadari pria di hadapannya masih saja meracau. “Bisakah kau pergi sekarang huh?” Pria bermarga Oh itu lalu kembali melanjutkan kegiatannya, memakan bekalnya lahap tanpa berniat menawarkan bekal miliknya itu pada pria di hadapannya.

 

 

 

“Haish…Ok. Ok. Aku pergi”

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

Festival musim semi sekolah tinggal tiga hari lagi, guru-guru dan siswa Woo Sam High Schoolpun semakin disibukkan dengan segala persiapan untuk perayaan tahunan tersebut. Pukul enam sore, Neyna masih disibukkan mengurus agenda kegiatan festival dengan Yeri di ruang lab bahasa. Kegiatan dua guru muda itu sontak terhenti saat suara ketukan pintu tiba-tiba menggema.

 

 

 

Neyna beranjak dari duduknya, berniat membuka pintu. Setelah pintu itu terbuka, wajah bibinya lah yang ia dapati saat ini.

“Auntie kenapa bisa ada disini? Ada keperluan apa eoh?” Tanya Neyna to the point, heran dengan kehadiran bibinya itu saat ini.

 

 

 

“Neyna-ya handphonemu ketinggalan semalam. Auntie kesini untuk mengantarkannya.” Bibi Song kemudian memberikan handphone di genggamannya pada Neyna.

 

 

 

“Ah ya.. terimakasih Auntie.” Neyna lantas menerima handphone miliknya seraya tersenyum lembut pada bibinya.

 

 

 

“Ya sama-sama.. Eumm ada banyak panggilan dari nomor tidak dikenal di handphonemu. Auntie tidak berani menjawabnya tapi sepertinya kode nomor penelfon itu dari Jepang.”

 

 

 

Neyna tahu betul siapa penelfon yang dimaksud bibinya itu. Pria itu. Pria itu menelfon lagi rupanya. Neyna menghela nafasnya pelan, belum berniat memeriksa handphonenya sedikitpun saat ini. Ia lalu kembali mengalihkan perhatiannya ke wanita paruh baya di hadapannya. “Eumm. Auntie ayo masuk dulu ada Yeri eonni juga di dalam”

 

 

 

“Tidak. Tidak usah… Auntie buru-buru. Auntie harus segera kembali ke butiq Neyna-ya… Ada pekerjaan yang harus Auntie segera selesaikan.”

 

 

 

“Auntie harus istirahat. Auntie baru saja pulang dari China. Apa Auntie tidak lelah eoh?”

 

 

 

Bibi Song menggeleng “Untuk klien Auntie yang satu ini Auntie tidak kenal kata lelah sayang…” Bibi Song lalu mengelus bahu Neyna, mengisyaratkan keponakanannya untuk tidak mengkhawatirkannya.

 

 

 

“Ya sudah ya Auntie pergi dulu… Semoga hari-harimu menyenangkan bersama kekasih tampanmu itu eoh…” Lanjut Bibi Song kemudian. Wanita paruh baya itu terkikik geli saat menandaskan kalimatnya, meninggalkan keponakannnya itu setelahnya.

 

 

 

Ucapan bibinya barusan menjadi bukti kuat bahwa wanita paruh baya itu memang sudah mengizinkannya tinggal bersama dengan pria dingin itu. Neyna merasa tubuhnya lemas seketika mengetahui fakta mengerikan tersebut.

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

Dress berwarna nude tanpa lengan dengan hiasan brukat begitu cantik dikenakan gadis yang tengah merias wajahnya saat ini. Setelas selesai, gadis itu kemudian menggerai rambut panjangnya yang sempat dikuncir. Hari ini adalah hari pernikahan sahabatnya, Hyera. Acara pernikahan sahabatnya itu akan berlangsung pukul 10. Dilihatnya jam dinding di kamar yang ia tempati, gadis itu menghela nafas pelan saat menyadari tinggal satu jam lagi pernikahan Hyera dimulai.

 

 

 

Seketika ia teringat dengan Sehun. Semalam ia tidak bertemu dengan pria dingin itu karna pukul 8 ia sudah tertidur. Hari ini Sehun juga pastinya akan menghadiri pernikahan Hyera. Mengingat pria dingin itu adalah sahabat Yeol Oppa. Ia hendak melangkahkan kakinya keluar kamar, tapi pergerakannya terhenti saat Nara ahjumma lebih dulu menghampirinya dengan senyum simpulnya.

 

 

 

“Selamat pagi Nona Im… Aigoo Nona cantik sekali.” Puji Nara ahjumma, kagum dengan penampilan Nona mudanya itu.

 

 

 

“Terimakasih ahjumma.” Pujian Nara ahjumma sukses membuat Neyna tersipu malu.

 

 

 

“Nona akan pergi ke pesta pernikahan Tuan Chanyeol bersama Tuan Sehun kan?” Tanya Nara ahjumma menyelidik. Nara ahjumma memang mengetahui pernikahan Chanyeol dengan Hyera. Neyna sempat bercerita sedikit kemarin saat Nara ahjumma menjemputnya setelah mengajar.

 

 

 

“Eumm… Aku tidak tahu ahjumma.” Neyna memang tidak tahu ia akan pergi dengan pria dingin itu atau tidak. Pasalnya Sehun tidak mengatakan sepatah katapun tentang berangkat bersama ke pernikahan Hyera. Tapi pergi sendiri lebih baik pikirnya.

 

 

 

“Saran saya lebih baik Nona pergi dengan Tuan Sehun. Tapi masalahnya sampai saat ini Tuan Sehun belum juga bangun. Bisakah Nona membangunkannya?”

 

 

 

“A-apa? A-aku takut ahjumma. Aku takut Sehun-sshi marah kalau aku membangunkannya.”

 

 

 

“Tuan Sehun tidak akan marah kalau Nona yang membangunkannya. Tuan Sehun justru akan marah kalau saya yang membangunkannya.” Nara ahjumma tersenyum lembut, berusaha meyakinkan Nona mudanya itu.

 

 

 

“Baiklah” Ucap Neyna lesu.

 

 

 

Gadis bermarga Im itu lantas melangkahkan kakinya keluar kamar menuju kamar Sehun. Neyna berhenti tepat di depan kamar pria dingin itu. Ia mengetuk pintu kamar Sehun, tapi tidak ada tanda-tanda penghuni kamar akan keluar dari kamarnya. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke kamar pria dingin itu. Kebetulan Sehun tidak mengunci kamarnya.

 

 

 

Kamar Sehun tidak kalah luas dan mewah dengan kamarnya. Dapat ia lihat tubuh Sehun yang masih terbaring di ranjang king sizenya. Oh no! Neyna baru menyadari satu hal. Saat ini pria dingin itu tidur dengan bertelanjang dada. Neyna sontak terpaku di posisinya. Ia ragu untuk membangunkan pria dingin itu. Tapi bagaimanapun Neyna harus membangunkan pria bermarga Oh itu saat ini.

 

 

 

Neyna menatap Sehun yang tertidur pulas. Wajah Sehun saat tertidur begitu damai kontras dengan wajah dingin dan datar yang biasanya ia tunjukkan.

 

“Sehun-sshi…” Panggil Neyna pelan. Hening. Sehun belum juga terbangun. Neyna menghela nafasnya pelan.

 

 

 

“Sehun-sshi…bangun ini sudah jam 9 pagi.” Neyna menaikkan volume suaranya sedikit kali ini, ia lalu menempelken telunjuknya di pipi Sehun. Menyentuhnya berkali-kali. Aksi gadis bermarga Im itu berhasil saat tatapan tajam Sehun terbuka sempurna. Pria dingin itu lantas menangkap pergelangan tangan Neyna, sontak membuat sentuhan gadisnya itu di pipinya terhenti. Neyna terkejut dengan aksi sigap pria dingin itu.

 

 

 

Sehun mendudukan tubuhnya, lalu melepas genggamannya di pergelangan tangan gadisnya. Ia kemudian melingkarkan kedua tangan kekarnya di pinggang gadisnya, menarik tubuh mungil itu mendekat dengan tubuhnya. “Aku masih mengantuk sayang kenapa kau membangunkanku huh?” Tanya Sehun menggerutu seraya menetralkan kesadarannya seutuhnya.

 

 

 

“Ma-maaf, tapi i-ini sudah jam 9 Sehun-sshi. Apa kau tidak pergi ke pernikahan Yeol Oppa?”

 

 

“Aku juga pergi kesana. Memangnya jam berapa acaranya dimulai?” Sehun mendongak, menatap wajah cantik gadisnya.

 

 

 

“Jam 10” Jawab Neyna singkat.

 

 

 

Sehun menghela nafasnya berat, ia melepas pelukannya pada tubuh mungil gadisnya setelahnya. “Aku mandi dulu. Kau tetap disini jangan kemana-mana! Mengerti?” Titah Sehun tegas.

 

 

 

“I-iya.” Neyna lantas mengangguk patuh. Setelah itu, Sehun beranjak dari ranjang king sizenya menuju kamar mandi, membiarkan gadisnya menunggunya.

 

 

 

Neyna mendudukan dirinya di tepi ranjang Sehun. Sepuluh menit berlalu pintu kamar mandi akhirnya terbuka, menampilkan sosok tinggi Sehun dengan balutan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya saja.

 

 

 

Neyna sontak terkesiap, Sehun benar-benar sexy saat ini. Dada bidang pria itu terekspos jelas, tubuh atletis Sehun menjadi pemandangan indah sekaligus menyesakkan baginya. Neyna menunduk, entah kenapa jantungnya bekerja di luar batas. Ia mengigit bibir bawahnya, berusaha menahan kegugupannya saat ini.

 

 

 

Sehun berjalan mendekati Neyna, seringaian tercetak di wajah tampannya kala melihat gadis cantiknya itu menuruti perintahnya sebelumnya. Sehun membungkukkan tubuhnya sedikit, berusaha mensejajarkan pandangannya dengan wajah gadisnya yang masih menunduk.

 

 

 

“Jangan bilang kau tengah berpikiran kotor tentangku Nona Im?” Tanya Sehun menyelidik, berusaha menggoda gadis cantiknya itu.

 

 

 

Neyna reflex mendongak, menggelengkan kepalanya berusaha mengelak tuduhan Sehun.

 

 

 

“Tapi wajahmu memerah sayang…” Sehun tersenyum angkuh, bangga menyadari gadisnya nervous karnanya.

 

 

 

Neyna memegang pipinya, malu dengan kenyataan bahwa ia memang nervous saat ini.

 

 

 

“Bantu aku berpakaian.” Titah Sehun otoriter, ia lalu mendudukan dirinya menghadap gadis cantiknya di tepi ranjang.

 

 

 

“A-apa?” Tanya Neyna kaget, begitu terkejut dengan ucapan Sehun.

 

 

 

“Bantu aku berpakaian sayang…Pilihkan pakaian untukku.” Ulang Sehun seraya mempoutkan bibirnya, berusaha merajuk pada gadis cantiknya itu.

 

 

 

Neyna begitu terkejut dengan perintah Sehun yang satu ini. Dilihatnya ekspresi Sehun yang tengah mempoutkan bibirnya mengingatkannya dengan aksi merajuknya tiga hari lalu.

 

 

 

“Ba-baiklah” Respons Neyna akhirnya, menyanggupi perintah Sehun.

 

 

 

Sehun tersenyum tipis mendengar respons gadisnya itu. Neyna melangkahkan kakinya menuju lemari Sehun, membukanya dan memilih kemeja berwarna putih, jas, dan celana bahan serta ikat pinggang hitam senada. Ia menutup matanya sedikit saat memilihkan pakaian dalam untuk pria dingin itu.

 

 

 

 

“Ini pakaianmu Sehun-sshi” Neyna menyerahkan pakaian yang ia pilihkan pada Sehun kemudian.

 

 

 

Sehun menerima pakaian pilihan gadisnya itu. Ia beranjak dari duduknya, berdiri menghadap gadis cantiknya. “Aku akan melepas ini semua sayang… ” Ucap Sehun seduktif, ia mengarahkan salah satu tangan gadisnya menyentuh ujung handuk yang membalut tubuh bagian bawahnya itu.

 

 

 

Neyna menutup matanya sigap, sesegera mungkin menghalau penglihatannya. Sehun tersenyum miring melihat tingkah lucu gadisnya. Ia kemudian melepas asal handuknya, lalu menggenggam pergelangan tangan gadisnya yang sempat ikut menyentuh ujung handuknya.

 

 

 

Sehun menempatkan tangan Neyna di genggamannnya itu ke pinggangnya. Ia kemudian meraih satu tangan Neyna yang masih terkulai untuk ikut memegang pinggangnya. Setelah kedua tangan gadisnya menempel sempurna di pinggangnya, ia segera memakai pakaian dalam, celana bahan serta ikat pinggangnya.

 

 

 

Neyna masih memejamkan netra indahnya. Ia tahu Sehun masih sibuk berpakaian. Sampai saat ia merasa kedua tangannya terangkat, tubuhnyapun reflex sedikit berjinjit. Sehun kini menempatkan kedua tangan mungil gadisnya itu di lehernya. Ia menyampirkan kemejanya, mengecup pipi mulus gadis cantiknya itu setelahnya.

 

 

 

“Buka matamu sayang…” Ujar Sehun dengan suara beratnya.

 

 

 

Neyna tersentak saat menyadari jarak Sehun dengannya saat ini begitu dekat. Ditambah posisi kedua tangannya yang saat ini melingkar sempurna di leher pria dingin itu.

 

 

 

“Bantu aku mengancingkan kemejaku.” Bisik Sehun di telinga gadis cantiknya.

 

 

 

Neyna menurut, ia melepaskan tautan tangannya di leher Sehun. Gadis cantik bermarga Im itu mulai mengancingkan kemeja Sehun. Jemarinya bergetar, terlalu gugup dengan aktivitasnya saat ini. Tatapan tajam dan seduktif Sehun menambah kegugupannya. Sampai saat ia berhasil mengancingkan kemeja Sehun seluruhnya, pria dingin itupun menginterupsi.

 

 

 

“Kau sangat cantik hari ini sayang” Puji Sehun saat menyadari penampilan gadisnya yang begitu cantik hari ini. Ia lalu mengecup bibir ranum gadisnya itu gemas, membuat gadisnya lagi-lagi terkesiap. “Let’s go” Ucap Sehun sesaat setelah ciuman itu terlepas, ia langsung menarik pergelangan tangan gadisnya kemudian.

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

“Neyna-ya kenapa kau datang bersama Sehun eoh?” Tanya Hyera menyelidik. Setau Hyera Neyna sudah berhasil kabur dari Sehun. Tapi apa yang dilihatnya sekarang eoh? Sahabatanya itu saat ini malah datang ke pernikahannya bersama pria bermarga Oh itu.

 

 

 

“A-aku—“

 

 

 

“Dia tinggal bersamaku sekarang, jadi wajarkan kalau dia datang bersamaku Hyera-sshi…” Sela Sehun sigap, memotong jawaban Neyna. Hyera refleks memekik, terlalu terkejut dengan ucapan Sehun.

 

 

 

“Wow daebak!! Pantas saja beberapa hari ini kau tidak pernah memesan wanita penghibur seperti biasanya Presdir Oh…” Chanyeol tersenyum mengejek, berusaha menyindir pria bermarga Oh itu.

 

 

 

“Diam kau!” Desis Sehun geram seraya mengeratkan rangkulannya di pinggang gadis cantiknya.

 

 

 

“Neyna-ya aku ingin berbicara denganmu sebentar. Bolehkan Sehun-sshi?” Tanya Hyera, berusaha meminta izin pada pria dingin yang tengah merangkul posesif pinggang sahabatnya itu.

 

 

 

Sehun menggeleng “Tidak. Neyna tetap disini bersamaku!” Tolak Sehun tegas setelahnya.

 

 

 

“Sudah sudah lebih baik kalian duduk eoh. Aku dan istriku akan menemui tamu-tamuku dulu. Kami akan menemui kalian lagi nanti Ok?” Ucap Chanyeol kemudian. Ia dan Hyera lantas pergi meninggalkan Sehun dan Neyna.

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

Sehun dan Neyna kini masih menunggu Chanyeol dan Hyera di ruangan khusus bagi kerabat dekat kedua mempelai. Keduanya sama-sama terdiam selama beberapa menit. Sampai saat suara berat Sehun menginterupsi. “Kau tidak cemburu padaku Nona Im?” Tanya Sehun menyelidik.

 

 

 

“Cemburu?” Neyna mengernyit, tidak mengerti arah pertanyaan Sehun.

 

 

 

“Eumm” Sehun mengangguk. “Ucapan Chanyeol tadi, kau ingat?” Lanjut Sehun kemudian seraya mendekatkan tubuhnya menghadap gadis cantiknya itu.

 

 

 

Neyna terdiam, berusaha mengingat apa saja yang diucapkan Chanyeol beberapa menit lalu. Ejekan Chanyeol pada Sehun tentang wanita penghibur atau apalah itu menyeruak seketika. Ia mengalihkan pandangannya pada Sehun, menatap pria dingin yang tengah menunggu jawabannya itu lekat.

 

 

 

Entah keberanian dari mana Neyna mendekatkan tubuhnya, mempertipis jaraknya dengan pria bermarga Oh itu. “I.won’t. jealous.with.you. Mr Oh.” Ucap Neyna penuh penekanan. Neyna menjauhkan tubuhnya setelahnya, terkesiap dengan tindakannya barusan. Sehunpun juga terkejut dengan tindakan tiba-tiga gadis cantiknya itu. Sehun menyeringai saat kesadarannya pulih, ia mendekatkan wajahnya berusaha mengikis jarak yang sempat terputus oleh gadisnya sebelumnya.

 

 

 

Neyna memejamkan netra indahnya, bersiap menghadapi serangan Sehun nantinya. Sehun semakin mendekatkan wajahnya, hendak mengecup bibir ranum gadisnya. Tapi belum sempat niatannya terlaksana, suara deheman menginterupsi kegiatannya. Neyna sontak membuka matanya, menghela nafasnya lega setelahnya.

 

 

 

Sehun menoleh ke arah sumber suara, menghembuskan nafasnya kasar saat mengetahui Chanyeolah pelakunya. “Ya bisakah kau tidak mengganggu kami!” Protes Sehun geram seraya mengacak rambutnya gusar.

 

 

 

“Kau bisa lanjutkan nanti Presdir Oh.” Chanyeol tertawa puas karna berhasil mengganggu kegiatan bossnya itu. Ia mendudukan dirinya di hadapan Neyna, sementara Hyera yang dari tadi disisinya duduk berhadapan dengan Sehun.

 

 

 

“Bisakah kau tidak duduk di hadapan kekasihku.” Cecar Sehun sinis, tidak suka dengan posisi duduk Chanyeol yang berhadap-hadapan dengan gadisnya saat ini

 

 

 

“Aish… iya iya aku pindah. Dasar pencemburu.” Chanyeol menggerakan jemarinya, mengisyaratkan istrinya untuk berganti posisi. Hyera mendengus sebal mengetahui tingkah Sehun yang begitu posesif pada sabahatnya itu. Ia akhirnya mendudukan dirinya di kursi yang diduduki suaminya sebelumnya.

 

 

 

Neyna menatap sahabatanya itu lekat, lengkungan manis pun terukir di wajah cantiknya sebelum memulai pembicaraan.“Hyera-ya…Selamat atas pernikahanmu hmm. Semoga kau selalu bahagia.. Aku menyayangimu.”

 

 

 

“Aku juga menyayangimu Neyna-ya…Terimakasih hmm.” Hyera mengelus bahu kanan Neyna, berusaha menyalurkan rasa terimakasihnya pada sahabatnya itu.

 

 

 

Senyum simpul terpatri di wajah tampan Chanyeol melihat adegan istrinya dengan Neyna saat ini. Berbeda dengan Chanyeol, Sehun justru tidak ada minat untuk tersenyum, ia lebih memilih tetap mempertahankan ekspresi dingin dan angkuhnya saat ini.

 

 

 

Perhatian Neyna terpecah saat ia mendengar handphonenya berdering. Ia mengambil handphone miliknya itu di tas yang ia bawa. Ia menghela nafas gusar saat mengetahui lagi-lagi pria itu menelfonnya. Disaat yang bersamaan Sehun juga merasakan getaran handphone disaku celananya. Ia melirik gadis di sampingnya yang belum juga menjawab panggilan telfonnya.

 

 

 

Lelah diabaikan, deringan handphone itupun terhenti, digantikan deringan singkat pesan masuk yang berhasil mengalihkan perhatian si empunya handphone untuk melihatnya. Neyna begitu tersentak melihat isi pesan masuk tersebut. Pesan dari pria itu. Pria yang sempat ia abaikan telfonnya tadi. Pria itu memintanya bertemu di alamat yang tertera di pesan tersebut sekarang. Kata-kata bahwa pria itu akan tetap menunggunya sampai ia datang membuat tubuh Neyna reflex tergerak.

 

 

 

Neyna bangkit dari duduknya, menatap Chanyeol dan Hyera seraya mengatur nafasnya yang sedikit tercekat untuk mengutarakan niatnya setelahnya. “Ma-maaaf aku harus segera pergi. Aku harus menemui Auntieku sekarang.” Bohong. Neyna sengaja berbohong. Masalahnya ia sudah begitu terdesak saat ini. Neyna melirik Sehun takut-takut, membuat Sehun terpanggil untuk melantukan lisannya. “Pergilah. Aku masih ingin disini.” Ucap Sehun acuh. Neyna lalu melangkahkan kakinya, berjalan tergesa meninggalkan ruangan.

 

 

 

 

 

 

——- Closer——-

 

 

 

 

 

Hellys Cafe tampak seorang pria berkulit tan yang kini tengah menyesap kopinya, pandangannya mengedar memerhatikan tiap orang yang masuk ke cafe. Pria itu tersenyum senang saat sosok cantik yang begitu ia nanti menyapa penglihatannya. Pria itupun menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi, berusaha rileks saat gadis cantik yang ia nanti itu menghampirinya.

 

 

 

Sampai saat gadis cantik itu berada tepat di hadapannya. Pria berkulit tan itupun segera menegakkan tubuhnya. “Duduklah Neyna-ya” Suara yang sempat tertahan kala menanti gadis di hadapannya itu akhirnya terlontar juga. Tanpa basa-basi, Neyna lantas duduk di hadapan pria berkulit tan itu.

 

 

 

“Kenapa kau tidak mengangkat telfonku hmm?” Tanya pria itu to the point, berusaha memulai pembicaraan.

 

 

 

Neyna meneguk salivanya, begitu kelu untuk sekedar menjawab pertanyaan pria di hadapannya itu. Jengah dengan kebisuan yang mencekam gadis di hadapannya, pria itupun kembali bersuara. “Aku dengar kau sudah bekerja sebagai guru eoh?”

 

 

 

“Darimana kau tahu Oppa? Kenapa Oppa kembali? Kenapa Oppa menghubungiku lagi?” Tanya Neyna retoris, berhasil menghapus rasa kelu yang sempat menderanya dalam sekali hentak. Suara gadis itu begitu parau, tersiksa akan perasaan sesak yang bergemuruh di dalam dada. Tatapan yang begitu sendupun tak teridahkan. Sekuat tenaga ia menahan pasokan air mata yang mendesak di pelupuk matanya.

 

 

 

Sesak. Pria itu kini merasa sesak dengan serentetan pertanyaan yang dilontarkan gadis di hadapannya. Tubuhnya menegang, keberanian yang ia pupuk sedari tadi serasa kebas tak bersisa. Pria tampan itu lantas meraih jemari Neyna yang terkulai di atas meja, menggenggamnya hangat bersiap memuntahkan beban pikirannya. “Oppa meridukanmu Neyna-ya.” Tiga kata yang begitu sederhana itupun lolos dari bibir pria berkulit tan itu, lekas mewakili serentetan pertanyaan gadis cantik di hadapannya.

 

 

 

Kalimat yang dilontarkan pria itu layaknya pecutan yang begitu lembut tapi begitu menyiksa di saat yang bersamaan bagi Neyna. Bagaimana bisa setelah dua tahun lamanya pria itu dengan mudahnya mengatakan rindu padanya. Neyna sudah tidak tahan, pertemuannya dengan pria berkulit tan itu agaknya sia-sia. Tanpa diperintah, air mata yang sempat tertahan kini lolos juga.

 

 

 

Neyna melepas tautan hangat jemari Jongin, lalu bangkit dari duduknya. “Oppa.. Jongin Oppa tidak boleh merindukanku. Oppa sudah punya Kurumi eonni. Jangan buat aku—“

 

 

 

Dekapan hangat bersamaan geraman pria berkuli tan itu sukses menghentikan kalimat gadis cantik di hadapannya. Bukan kesal atau apapun yang di rasa pria yang diketaui bernama Jongin itu saat ini, tapi rasa penat karna satu hal yang belum tersampaikanlah yang mendominasinya.

 

 

 

“Aku masih mencintaimu. Sangat. Maaf telah menyakitimu, maaf telah meninggalkanmu, Aku benar-benar minta maaf Neyna-ya. Aku sudah bercerai dengan Kurumi. Aku.. Aku mohon kembalilah padaku Na-ya..”

 

 

 

Dilain pihak tatapan tajam berpusat pada dua objek yang kini tengah berpelukan mesra. “Good job Nona Im” Pria itu lantas memukul kencang kemudi di hadapannya, melampiaskan amarah yang membara. Pria itupun memutuskan kembali menyalakan mesin mobilnya, memacu mobil mewahnya meninggalkan objek yang telah dipantaunya sedari tadi.

 

 

 

 

 

 

 

TBC

 

 

Hallo aku balik lagi hehe…Disini keungkap kan siapa pria yang nelfonin Neyna melulu ^^… Aku mau minta maaf kalo di chapter ini tambah absurd. Dan aku ngucapin makasih buat readers yang nyempetin waktunya buat baca dan komen ^^

 

 

Regards

 

 

Angeldevilovely95

 

 

 


Lucky To Have You (Chapter 5)

$
0
0

PhotoGrid_1445968756425

Title : Lucky To Have You (Chapter 5)

Author : arynamalia

Twitter : @arynahdi

Main Casts :

Oh Sehun as Oh Sehun

Jung Soojung as Im Soojung – Krystal

Other Cast :

Kim Jongin as Kim Jongin – Kai

Victoria Song as Kim Songhyun – Victoria

Park Chanyeol as Park Chanyeol (cameo)

Byun Baekhyun as Byun Baekhyun (cameo)

Kim Jongdae – Chen (cameo)

Etc. (Temukan sendiri)

Genre : School life, Romance, Friendship, Family, Sad

Duration/Lenght : Chaptered

Rating : Teen

Disclaimer : Semua cast adalah milik author. FF freelance milikku ini pernah dipublikasikan di blog https://ohsehunfanfict.wordpress.com.

A/N : Annyeong. Ini adalah ff pertamaku. Awalnya aku cuma reader, tapi belakangan muncul banyak imajinasi jadi aku coba buat ff. Mohon maaf sebelumnya kalau ff ini masih banyak kekurangan, diantaranya penggunaan kosakata bahasa Korea, banyak typo, atau pendalaman karakter. Kritik dan saran sangat aku tunggu, tidak menerima bashing atau flame. Don’t be a silent reader ya! Selamat membaca dan semoga terhibur. ^^

Summary : Apakah hubungan Krystal dengan Kai dapat berjalan lancar? Apa yang akan terjadi pada Krystal saat yeoja bernama Victoria mengganggu hubungannya? Lalu bagaimana Sehun menghadapi perubahan sikapnya itu? Mampukah Sehun mengembalikan keceriaan Krystal?

 

 

“Saya dokter Kangin. Nona, bersyukurlah Sehun-ssi tidak mengalami retak ataupun patah tulang. Dari hasil pemeriksaan hanya terdapat luka robek sepanjang kurang lebih 5 cm di sekitar siku. Luka robeknya sudah dijahit dan di sekitarnya agak memar. Untuk sementara siku kanannya tidak boleh sering digerakkan atau terkena air. Setiap hari lukanya harus dibersihkan lalu ditutup kassa steril. Anda tidak perlu khawatir, Sehun-ssi sudah boleh pulang sekarang. Teratur minum obat dan satu minggu lagi jangan lupa kontrol untuk melihat jahitannya.” terang dokter.

“Ye uisaseonsaengnim, gamsahabnida.” sahut Sehun.

“Terima kasih banyak dokter Kangin. Terima kasih sudah mengobati Sehun.” kata Krystal.

“A, ye. Sama-sama nona, semoga lekas sembuh Sehun-ssi. Lain kali hati-hati ne?” kata dokter.

“Ne. Gamsahabnida.” Mereka saling membungkuk.

 

 

Oh Sehuns POV

 

‘Aww… Sakit sekali ternyata.’ Aku menatap lukaku sambil meringis.

‘Kenapa harus Kai yang membuat luka ini? Kenapa dia malah kabur? Aisshhh…!’

 

Sedari tadi kutahan rasa sakit ini, aku tidak mau melihat Krystal bertambah cemas. Ia sedang membantu memapahku. Walaupun sebenarnya aku bisa berjalan sendiri.

Ia lalu membawaku ke kamar. Matanya bengkak karena sedari tadi ia tidak berhenti menangis.

“Aku bisa sendiri Krys.” kataku padanya lalu duduk di atas ranjang. Ia ikut duduk di sampingku.

 

“Sehunnie… Hiks…”

“Krysie, uljima…” Kusentuh bahunya sambil menghapus air matanya.

“Tapi, kau terluka karena aku. Maafkan aku…” kata Krys menatapku sedih.

“Sshhh… Gwaenchanha, jangan menangis Krys, jebal…”

“Tapi itu pasti sakit Hunnie. Dulu kau pernah terkilir saat bermain basket. Sekarang kau terluka…”

“Sungguh aku tidak apa-apa. Aku namja, luka seperti ini tidak masalah buatku.” kataku.

“Jeongmal mianhae… Ini karena kesalahanku, juga karena Kai yang tidak sengaja membuatmu jatuh. Entah kenapa dia malah kabur. Tadinya aku ingin mengejarnya, tapi melihat lukamu aku jadi khawatir. Aku minta maaf karenanya Hunnie…” kata Krystal menunduk.

 

Nyuuuttt…

 

Mendengar nama Kai dari mulut Krystal mendadak seperti ada yang menusuk di dadaku. Tubuhku menjadi panas.

“Kai??” kataku menatapnya tajam.

Krystal menoleh kemudian mengangguk.

“Untuk apa kau minta maaf karenanya?” tanyaku. Aku tidak sadar nadaku berubah naik.

Hunnie, kau tidak marah kan padanya? Kumohon jangan salahkan dia, salahkan saja aku.” pintanya.

“Aku tahu! Tapi kenapa kau yang harus meminta maaf?! Bukankah seharusnya dia yang datang kesini dan minta maaf padaku?!”

Aku berdiri dan menatapnya penuh emosi. Krystal tampak kaget dengan perubahan suaraku.

“Sehunnieee…” sahut Krystal lirih. Ia ikut bangkit lalu memegang tanganku.

“Kau bahkan memohon kepadaku pada orang yang sama sekali tidak menolongku!! Kalau dia memang tidak sengaja mengapa dia harus lari ketika melihatku jatuh??”

“Maafkan aku… Aku tidak bermaksud ingin membuatmu marah Hunnie… Ba-baiklah, aku akan berbicara pada Kai lalu memintanya untuk menemuimu.”

“Mwooo?? Untuk apa kau menyuruhnya ke sini? Andwae!! Kau ini…jinjja!” Aku tidak habis pikir dengan sikapnya. Aku berdiri dan menatapnya marah.

“Terserah kau saja!” kataku lalu berbalik membelakanginya.

 

‘Apa dia tidak mengerti maksudku!’ teriakku dalam hati.

 

“Hu-hunnie… Kalau kau tidak ingin aku menyuruhnya ke sini. Apa yang harus kulakukan agar kau mau memaafkanku dan Kai?” tanya Krystal pelan.

“Memaafkanmu? Astaga Krystal!” teriakku. ‘Aiishhh…’ Aku mengacak rambutku frustasi.

“Aku sudah memaafkanmu Krysie… Aku sama sekali tidak menyalahkanmu.” Aku berusaha menenangkan diri.

“Huuh… Sudahlah, sebaiknya kau pulang saja sekarang. Aku sudah tidak apa-apa.” pintaku dengan nada yang senormal mungkin.

“Kau mengusirku Hunnie?”

“Tidak, aku tidak mengusirmu. Tapi pulanglah. Aku hanya ingin istirahat.”

“Tapi aku ingin menemanimu. Dan sebelum kau mau memaafkanku dan Kai…”

“Krys, aku sudah memaafkanmu, apa kau tidak dengar tadi?”

“Ta-tapi… Kai…”

“Sudahlah, sebaiknya kau pulang!! Sekarang!!” teriakku.

 

Kulihat Krystal membelalakkan matanya. Memang baru kali ini aku berani membentaknya. Tapi aku tidak peduli. Hatiku perih. Krystal kembali menangis, dia lalu berbalik dan keluar dari kamarku.

 

‘Krysieee… Mianhaeee… Aku membentakmu… Aku hanya tidak suka kau begitu peduli pada Kai. Apa kau tahu apa yang sudah dia lakukan? Dia membuatmu memohon seperti tadi, aku benci melihatnya. Wajahmu yang memohon membuat hatiku perih. Ini menyedihkan.’

 

“Apa kau belum tahu kenyataannya Krys??” teriakku. Aku menghampaskan tubuhku ke ranjang.

 

-Flashback-

 

“Sehunnie…” panggil seseorang.

Suaranya sudah tidak asing lagi. Aku terbangun dari tidurku lalu duduk. Aku sedang berada di taman saat itu dan kulihat Krystal menghampiriku. Kebiasaan membolosku mulai kulakukan sejak ujian kenaikan berakhir.

 

“Sedang apa kau di sini?” kataku datar.

“Menemuimu. Kenapa kau membolos?” tanya Krystal lalu duduk di sebelahku.

“Itu bukan urusanmu.”

“Wa-wae? Apa aku sudah tidak boleh tahu urusanmu?” tanya Krystal sedikit tertegun karena sikapku yang dingin.

“Hari sudah senja, kenapa kau belum pulang?” tanyaku menatapnya, wajahnya berubah sendu.

“Aku ingin pulang denganmu Hunnie.” jawabnya. Ia memegang lenganku.

“Kenapa kau menghindariku? Apa ada yang salah denganku?” tanyanya lagi.

“Tidak ada.” jawabku datar, aku membuang muka.

“Baiklah… Aku juga tidak ingin memaksamu. Seperti sikapmu padaku ketika aku punya masalah. Aku tahu rasanya ketika tidak ingin menceritakannya kepada siapapun.” ujarnya.

 

Aku menoleh. Kulihat Krystal sedang memainkan kakinya di tanah. Ia mengingatkanku dengan masalah yang dulu membuatnya menangis di kantin, dan sampai sekarang aku belum mengetahui apa itu.

 

Karena penasaran aku bertanya padanya, “Apa masalahmu sudah selesai?”

“Ne? Masalahku? Yang mana?” tanya Krystal mendongak memandangku, dahinya berkerut.

“Kau sudah lupa? Bukankah kau pernah menangis waktu itu di kantin?”

“Ohh… Saat itu memang aku sangat sedih.”

“Wae?”

“Victoria… Dia menyukai Kai.”

“Mwooo?? Victoria?”

“Ya. Dia pernah mengancam akan merebut Kai dariku. Aku takut Kai meninggalkanku.” katanya, lalu ia menunduk. Matanya yang kulihat kini berair dan perlahan mengalir.

Ia sering sekali membuatku cemburu. Ia melakukannya tepat di depan mataku.” lanjutnya.

“Kenapa kau baru menceritakannya sekarang? Aku jadi tidak bisa menghiburmu.” kataku. “Hmmm… Rupanya sikap Victoria yang menyebalkan itu karena cemburu denganmu? Apa sekarang dia masih bersikap kurang baik padamu?”

Kulihat Krystal mengangguk pelan.

“Tenanglah, uljima… Krystalku tidak cengeng seperti ini.” kataku.

Ia menatapku dan perlahan tersenyum. Ia lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. “Bogoshiepoyo…”

 

Sraasshh…!

 

Dadaku berdesir.

 

‘Aigo, hanya karena dia bersandar di bahuku, rasanya sampai seperti ini. Aku sangat senang dia merindukanku.’

Aku mulai canggung, tapi kubuat sikapku senormal mungkin.

“Baiklah… Kurasa kau pasti bisa melalui semua ini Krys. Aku tahu kau orang yang kuat. Kau bahkan tidak menceritakan masalah ini padaku, dan bertahan cukup lama menghadapinya sendiri. Kalau ada apa-apa kau tahu harus menceritakannya pada siapa.” jelas Sehun.

“Tapiii… Kau menjauhiku Sehun… Aku tidak tahu apa alasanmu. Sebenarnya ada apa denganmu?” Ia beralih memeluk pinggangku.

 

Sraasshh…!

 

‘Aigooo, mulai lagi…’

Aku yakin kini wajahku sudah merona. Canggung sekali rasanya. Memang aku menjauhinya karena sesuatu seperti sekarang ini, ketika bersamanya dadaku terasa berat dan aku ingin cepat-cepat pergi darinya.

Aku lantas melepaskan pelukannya. “Wae?” tanya Krystal heran.

“Ani. Tidak apa-apa. Ma-maaf aku harus pergi.” Aku lalu bangkit dan ketika hendak melangkah, tangan Krystal menggenggam tanganku.

 

“Sehuun!! Jangan bersikap seperti ini padaku!! Kau kenapa?! Jebal…” teriaknya. Ia berdiri dan menatap wajahku berharap jawabanku. Tubuh kami berhadapan.

“A-akuu… Maaf Krys, tidak kali ini. Aku tidak tahu kenapa, badanku terasa tidak nyaman…”

Kupalingkan wajahku. Sungguh aku gugup sekali. Dadaku berdebar-debar, perutku tidak nyaman. Sesuatu yang aneh ini selalu muncul di saat yang tidak tepat.

“Badanmu kenapa?” tanyanya. Aku tidak menjawab, kucoba melepaskan genggamannya. Sayangnya Krystal bersikukuh mencegahku pergi. Dia sudah menangis lagi.

 

“Hunnie…” katanya pelan memohon. Dia memelukku.

Aku tidak tega melihatnya.

“Krysie… Kumohon jangan menangis, aku hanya sedang ingin sendiri dan aku tidak bisa menceritakannya sekarang… Jebal…” Aku meraih wajahnya dan menghapus airmatanya.

Wajahnya menyiratkan kesedihan. Mata, hidung serta pipinya mulai memerah. Dan bibir mungilnya yang sedikit mengerucut selalu berhasil membuatku terpana…

‘Saat kau menangis kau masih saja cantik…’ kataku dalam hati.

 

Dia lalu mendekatkan wajahnya padaku.

“Kalau begitu jangan menjauhikuuu… Berjanjilah…” katanya memohon.

Hidungnya sempat bergesekan dengan hidungku, wajahku bertambah panas dan berkeringat.

‘Aigooo… Bagaimana ini? Wajahnya itu, aegyonya yang paling tidak bisa aku tolak.’

Kegugupanku sudah tidak bisa aku tutupi. Aku bimbang, lalu entah pikiran darimana saat kupandangi bibirnya, aku…

 

Chuuup!

 

Aku mencium pipinya pelan. ‘Hampir saja! Hampir saja aku mencium bibirnya!’

 

Kegugupanku sudah tidak bisa aku tutupi, “Ka-kau… Jangan menunjukkan wajahmu itu selain kepadaku.” pintaku.

 

Aku bergegas meninggalkannya dengan perasaan bercampur aduk. Sempat kulihat Krystal terkejut setelah aku melakukannya.

‘Oh Sehun Pabbo!’ Kupukul kepalaku yang bodoh ini. ‘Apa yang kau lakukan Oh Sehun?? Pabboya!!’

Aku berlari menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Dadaku masih bergemuruh, wajahku memerah. Bukannya menyelesaikan masalah malah menambah masalah.

‘Aku sungguh malu sekali, aku harus bersikap bagaimana kalau bertemu lagi dengannya? Pabbo! Pabbo!’

 

Aku terus berlari melewati beberapa kelas yang sudah kosong, aku berhenti sesaat untuk mengambil nafas. Ketika kudengar seseorang yang kukenal berbicara di toilet tepat di sebelahku berdiri.

 

“Jeongmalyo? Eottokhae… Aku tidak ingin kehilangan Soojung…” sayup kudengar seorang namja menyebut nama Soojung.

“Kumohon Kai… Aku tidak ingin kau bersedih karena kenyataan ini. Aku sengaja tidak menceritakannya karena aku takut kau akan begini. Lihatlah aku… Kau masih memilikiku Kai-ya.” kata suara itu, suara seorang yeoja.

 

‘Kai?’. Sepertinya suara yeoja itu adalah Victoria. Karena penasaran aku masuk pelan-pelan ke toilet itu dan mengintip siapa yang sedang bersamanya. Benar, di sana ada Vic dan Kai. Tapi tiba-tiba aku terperanjat saat kulihat mereka saling mendekat dan…

 

Berciuman? ‘Astaga! Mereka gila!’

 

Kulihat Kai malah membalas ciuman Vic. Dan tanpa sengaja mataku bertatapan dengan Vic ditengah-tengah ciumannya. Matanya membulat kaget. Sementara Kai membelakangiku sehingga tidak melihatku. Aku lalu memutuskan pergi secepatnya dari situ.

 

-Flashback end-

 

 

Authors POV

 

Seoul Senior High School

 

Seorang yeoja melangkah gontai menuju keluar kelas. Kepalanya tiba-tiba pusing. Mungkin karena ia sering tidak bisa tidur beberapa hari semenjak kejadian itu. Ia memikirkan perbedaan sikap Sehun yang kini berubah emosi sementara sebelumnya Sehun bisa membuatnya melayang.

 

Ciuman Sehun di pipinya masih terasa hingga sekarang dan kenangan saat itu masih terukir jelas dalam ingatannya. Pasalnya baru pertama kali ini Sehun menciumnya. Ini juga pertama kalinya ia merasakan perasaan aneh dari semua perlakuan Sehun terhadapnya. Jantungnya tidak berhenti berdebar jika ia mengingat kejadian itu.

 

Hari ini Sehun membolos pelajaran. Krystal tahu ia tidak mungkin menemuinya saat ini, walaupun ia ingin sekali menemaninya sekaligus meminta maaf. Ia hanya tidak ingin memperkeruh suasana dan menambah emosinya.

 

Kondisi lengan Sehun berangsur membaik, ia sudah tidak memakai penggantung lengan. Krystal setiap hari menghubungi eomma Sehun agar mengetahui kondisi lukanya. Kedua orang tua Sehun tahu kalau mereka berdua sedang bertengkar. Namun Sehun tetap bersikap dingin dan menolak berbaikan dengan Krystal.

 

Krystal lalu memutuskan ke UKS untuk meminta obat dari Luhan uisaseonsaengnim. Dokter sekaligus guru yang cukup dekat dengannya selain wali kelas Kyuhyun seonsaengnim. Dokter Luhan juga menjadi salah satu idola di kalangan murid yeoja. Wajahnya yang cantik dan sikapnya yang lembut membuat para yeoja tergila-gila padanya. Walaupun dia selalu mengelak kalau wajahnya cantik, karena ia namja.

 

Ia menyukai Krystal namun hanya sebatas sebagai guru yang menyayangi muridnya. Sosok Krystal yang pintar, rendah hati dan selalu bersemangat memang pantas disegani guru dan murid yang lain. Salah satu keinginan Krystal di masa depan adalah menjadi dokter. Itulah yang membuat Krystal terkadang betah berlama-lama di UKS dan dokter Luhan senang membantunya mempelajari ilmu kedokteran.

 

“Oh, Soojung? Ada apa kau datang kemari? Ayo duduk.” kata dokter Luhan saat Krystal membuka pintu UKS.

“Annyeong, dokter Luhan. Maaf dokter kalau mengganggu, tapi sepertinya aku membutuhkan analgetik.” kata Krystal sambil duduk di kursi depan meja dokter.

“Analgetik? Untuk apa? Apanya yang sakit?”

“Sakit kepala dokter.”

“Ayo kuperiksa.” perintah dokter Luhan. Krystal berjalan menuju ruang periksa diikuti dokter Luhan.

“Hanya sakit kepala saja? Apa tidak ada keluhan yang lain?” tanya dokter Luhan sambil mendengarkan lewat stetoskop.

“Tidak ada dokter. Mungkin aku terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini.” ujar Krystal. Dokter Luhan menyelesaikan pemeriksaannya dan lalu kembali ke meja konsultasi.

 

“Hmmm, apa karena kau sedikit tertekan karena kau tidak mendapat peringkat satu lagi?” tanya dokter Luhan setelah mereka duduk berhadapan.

“Ani. Mwoo?” Krystal tampak terkejut.

“Jadi, kau belum tahu? Aigo, jadi aku yang pertama kali memberitahumu?” lanjut dokter Luhan.

“Apa maksudnya dokter?” Krystal tampak bingung.

“Sebelumnya aku minta maaf karena kupikir kau sudah mengetahuinya dan ke sini karena itu. Kulihat di website sekolah ada berita tentang peringkatmu yang turun.”

“Jeongmalyo? Peringkatku turun? Lalu siapa peringkat pertamanya?” tanya Krystal kaget.

“Victoria.”

Krystal membelalakan matanya. “Victoria??”

 

Dokter Luhan mengangguk. “Baiklah. Sebentar kuambilkan obat untukmu.” Dokter Luhan berjalan menuju lemari obat dan mengambil satu strip obat penghilang rasa nyeri.

“Eottokhae… Apa yang akan terjadi kalau peringkatku turun? Mungkinkah aku dikeluarkan?” Krystal tampak menunduk.

“Hmmm… Semoga itu tidak terjadi. Tapi seandainya itu terjadi, di manapun tempatmu bersekolah nantinya kesempatanmu untuk meraih cita-cita tidak akan hilang Soojung. Kau masih bisa belajar dimanapun kamu berada, sesuai kemampuanmu. Asal semangatmu tidak luntur, kelak kau pasti bisa mewujudkannya.” ujar dokter Luhan di sela-sela mengambil obat. Krystal tersenyum mendengarnya. “Semoga saja itu tidak terjadi.”

Dokter Luhan mengangguk tersenyum, “Dan ini obatmu, minumlah setelah makan. Kalau betul-betul tidak bisa ditahan, bisa diminum saat itu juga. Sebaiknya kau banyak istirahat agar pikiranmu kembali tenang, arra?” jelas dokter Luhan.

“Arraseo. Gamsahamnida uisaseonsaengnim. Aku pamit dulu.” jawab Krystal.

……….

 

Sementara di lain sisi, Sehun memilih membolos pelajaran hari itu. Ia berjalan melewati taman menuju ke lapangan basket. Ia memandangi tempat itu, tampak sepi. Ia lalu berjalan menuju salah satu pohon dan bersandar di bawahnya. Ia memejamkan mata dan menikmati angin yang berhembus siang itu.

 

‘Krysie…’ pikirnya.

 

‘Apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki hubunganku denganmu? Aku merindukanmu. Apakah aku harus meminta maaf terlebih dahulu?’

 

‘Andwae! Itu berarti aku merelakan kesalahan yang Kai perbuat tanpa permintaan maaf darinya. Aigo, kenapa aku begitu egois? Ani! Aku hanya mempertahankan harga diriku. Tapi Krys yang menjadi korban keegoisanku… Mianhae Krys…’

 

Tap… Tap… Tap…

 

Seseorang melangkah di jalan setapak yang melingkari lapangan dan mendekati tempat Sehun berada. Didengarnya langkah kaki itu dan berhenti tepat di depannya. Suasana yang sepi membuatnya dapat mendengar suara kecil sekalipun.

 

“Aku ingin bicara denganmu.” kata orang itu pada Sehun. Seorang namja berwajah putih kecoklatan itu tampak memandang Sehun yang sedang bersandar di bawah pohon dengan tetap memejamkan mata. Suara namja yang sudah ia hafal semenjak Krystal mengenalkannya sebagai pacar.

 

“Apa Krystal yang menyuruhmu ke sini?” tanya Sehun. Ia membuka matanya dan dilihatnya Kai yang balas menatapnya.

“Soojung? … Dia pasti membenciku karena telah membuat tanganmu terluka. Aku belum menemuinya.”

“Lalu untuk apa kau datang kemari?”

“Aku sengaja mencarimu. Bagaimana keadaan lukamu?” tanya Kai. Matanya beralih menatap luka yang ada di siku kanan Sehun. Sehun mengangkat lengannya.

“Rupanya sudah lebih baik.” lanjutnya. “Aku hanya ingin mengatakan kalau aku tidak sengaja membuatmu jatuh. Pikiranku sedang kacau saat itu…”

“Lalu?” potong Sehun.

“Itu saja.”

 

Sehun menatapnya dingin. Dilihatnya Kai berbalik akan pergi. “Krystal bahkan meminta maaf atas namamu. Apa kau tidak malu?”

 

Kai terdiam, ia lalu berbalik menghadap Sehun yang sudah berdiri di depannya.

“Aku tidak ingin minta maaf padamu.” jawab Kai santai. “Aku tidak ingin merasa bersalah pada orang yang kuanggap sainganku.”

“Apa katamu?”

“Aku sudah tahu kebenaran tentang kau bukan anak kandung ayah dan ibumu. Kau bisa saja memanfaatkan kedekatanmu sebagai saudara untuk hal-hal yang bisa membuatmu senang.”

Sehun mengepalkan tangannya. Ia masih menahan emosi mendengar kata-kata Kai.

“Tentu saja aku percaya pada Soojung, dia tidak akan berbuat macam-macam denganmu. Kecuali kau dahulu yang memulainya. Sadarkah kau bagaimana sikap orang tuamu nanti saat mengetahui perasaanmu pada Soojung? Kau tidak akan bisa merebutnya dariku, selamanya kau akan tetap menjadi saudaranya.” jelas Kai.

 

Sehun tertegun dengan pernyataan Kai. ‘Perasaanku pada Soojung?’ pikir Sehun. ‘Kai takut aku merebutnya karena perasaan yang aku rasakan sekarang? Jeongmal? Jadi menurut Kai, aku menyukai Krystal? Benarkah yang kurasakan ini? Lalu… Bagaimana dia dengan…’

“Apa kau sadar kau bicara apa? Kau sendiri, apa yang kau lakukan sore hari di toilet bersama Victoria beberapa hari yang lalu?” tanya Sehun saat menyadari ada kesalahan dalam hubungan Kai dengan Vic.

Kai tampak terkejut. “I-itu bukan apa-apa.” Ia tampak memalingkan wajahnya.

 

Sehun memincingkan matanya. “Apa kau bermaksud mengkhianati Krys?”

“Ani. Aku tidak akan melakukannya. Aku pergi.” Kai sempat akan berbalik, namun Sehun meraih bahu kanannya.

“Apa lagi yang kau inginkan? Lepaskan tanganmu.” pinta Kai, ia meraih tangan Sehun dan melepasnya. Dalam waktu singkat itu Sehun melihat sesuatu yang berkilau di tangan kiri Kai.

 

“Apa itu? Apa yang kau kenakan di jarimu?” Dengan cepat Sehun meraih tangan kirinya dan kaget saat dilihatnya cincin emas putih bertengger di jari manis Kai.

“Apa ini? Kenapa kau memakai cincin di sini?” tanya Sehun heran.

“Itu bukan urusanmu!” kata Kai marah. Ia menghempaskan tangan Sehun dan pergi begitu saja.

 

Sehun terkejut dan bingung dengan sikap Kai yang tiba-tiba berubah canggung lalu marah.

‘Untuk apa dia memakai cincin? Mana mungkin seorang laki-laki memakai cincin tanpa ada alasannya?’ pikir Sehun.

……….

 

Krystal tampak keluar dari ruang UKS dan menyimpan obatnya di saku seragamnya. Ia sedang bergegas menuju salah satu kelas. Wajahnya merah padam.

 

“Victoria!” teriak Krystal di dalam kelas 2F.

 

Semua murid di kelas itu menoleh ke arahnya. Dipandanginya seluruh kelas dan ia menemukan Victoria yang sedang menatapnya. Tapi sesaat kemudian Victoria melanjutkan aktivitasnya kembali tanpa menggubris panggilan Krystal.

 

“Victoria, apa kau dengar? Aku memanggilmu. Ikut aku, aku ingin berbicara denganmu.” pinta Krystal sambil meraih tangan Vic di meja.

Namun Vic menghempaskan tangannya dengan keras. “Jangan menyentuhku!” Vic memandang Krystal sebal.

“Aaww…! Appo…” Spontan Krys berteriak kesakitan karena tangannya mengenai meja.

“Aish! Kau berisik sekali.” kata Vic. Ia lalu bangkit dan mendorong bahu Krystal keluar kelas. Krystal mengikutinya.

 

Victoria berhenti di depan koridor yang agak sepi di dekat toilet.

“Ada perlu apa?” Victoria bersandar pada dinding koridor dan menyilangkan lengannya di dada. Krystal memandangi tangannya yang kemerahan.

“Bagaimana mungkin kau mendapat peringkat pertama?” tanya Krystal yang menahan emosi.

“Cih, kenapa? Apa kau tidak terima?” tanya Victoria sambil menyeringai.

“Apa yang kau lakukan sebenarnya?”

“Menurutmu?”

“Aku melihat sendiri hasil ujianku yang ditunjukkan Kyuhyun seonsaengnim sebelum beliau meretasnya di email sekolah. Jadi, kabar tentang aku yang tidak mendapat peringkat di website sekolah itu, siapa lagi kalau bukan kau yang sudah mengubahnya?” terang Krystal.

“Hahahaha… Kau terlalu percaya diri Soojung. Bisa saja kau memang bodoh sehingga nilai-nilaimu turun! Kau bahkan mencontek saat ujian.” tawa Victoria.

“Ah, tentu saja kau pasti tahu hal itu. Dan kemungkinan besar yang meletakkan kertas itu di laci mejaku adalah kau!” ujar Krystal.

“Hahahaha… Berhentilah menebak-nebak dan menyimpulkan dugaanmu padaku. Bukankah sudah kukatakan aku menyuruhmu untuk menjauhi Kai, atau aku mengeluarkanmu dari sekolah? Apa kau lupa Soojung?” kata Victoria sambil tertawa dan menatap Krystal tajam.

 

“Kauu! Dasar liciikk!” pekik Krystal dan mencengkram bahu Victoria. Tapi Victoria tiba-tiba terjatuh dan kepalanya terbentur tembok.

“Aaawww… Appooo…” rintih Victoria memegangi kepalanya. Krystal bingung melihat Victoria yang tampak kesakitan.

 

“Krystal! Apa yang kau lakukan?” teriak seseorang.

 

Krystal menoleh, di belakangnya sudah ada Sehun. “Sehuunnn??” pekik Krystal kaget dan bingung. Rupanya Victoria berpura-pura jatuh dan kepalanya dibenturkan ke tembok. Tepat saat Sehun hendak ke toilet lalu bertemu mereka.

“I-ini… Tidak seperti yang kau pikirkan Sehun, dia…”

“Dia marah padaku, dia bilang aku merebut peringkatnya, lalu dia mendorongku.” potong Victoria lagi. Ia masih terduduk di lantai. “Kau bisa membantuku berdiri?”

“Aku tidak ingin menolongmu.” kata Sehun pada Vic. “Kenapa kau berbuat seperti itu Krys?” Sehun menatap Krystal tajam. Matanya menyiratkan emosi.

“Tidak Sehun, tolong kau jangan mempercayainya, kumohon…” pinta Krystal.

“Kenapa kau mendorongnya sampai jatuh?” tanya Sehun lagi.

“Aniya!” pekik Krystal lalu matanya mulai berair.

“Dia tiba-tiba datang ke kelasku dan mencariku. Lalu aku ditarik ke sini dengan paksa. Lihatlah…” Victoria menunjukkan tangannya yang entah sejak kapan sudah memerah.

“Geotjimal! Aku memang mengajaknya berbicara, tapi aku tidak memaksanya. Dia sendiri yang mengajakku ke sini.”

“Sudahlah Krys… Aku tidak ingin mendengar alasanmu.” kata Sehun datar.

“Aniii!! Kau harus tahu yang sebenarnya Sehun!!” teriak Krystal, ia geram saat melihat Victoria tersenyum menang.

 

Sehun pun berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.

“Sehuuunnn…!! Dengarkan aku Sehun!! Sehun berhentiii…!!” teriak Krystal. Tapi Sehun tetap berjalan menjauhinya.

“Sehun pabbooo!!” teriaknya lagi. Krystal hanya bisa menangis.

 

Setelah Sehun dipastikan menghilang di belokan koridor, Victoria bangkit dengan tegap seperti tidak terjadi apa-apa lalu pergi meninggalkan Krystal yang sedang menangis sendiri.

……….

 

Oh Sehun’s Home

 

Keesokan paginya tampak matahari mulai memancarkan panasnya dari balik tirai jendela ketika seorang wanita tengah membuka pelan korden di suatu kamar. Oh Hani mendekati seorang namja yang tengah tertidur di ranjangnya yang nyaman. Ia mengelus rambut anaknya itu dan mengecup keningnya singkat.

 

“Sehuunn… Ayo bangun…” sapa Hani eomma. Sehun mengerjapkan matanya dan setelah terbuka ditatapnya wajah hangat yang sudah sangat dia kenal.

“Eommaaa…??” panggil Sehun.

“Selamat pagi, bangunlah… Eomma sudah membawakan sarapan untukmu. Apa hari ini kau tidak ingin ke sekolah hmm?”

“Tidak eomma. Sekolahku libur, ini hari Sabtu.”

“Jinjja? Hmmm… Eomma sampai lupa.”

 

Sehun lalu bangun untuk duduk. Eomma Hani lalu menunjuk nampan berisi sarapan Sehun di atas meja dekat ranjang. Ia lalu mengambil susu yang dibawa bersama sarapan dan menyerahkannya pada Sehun.

“Geurae, hari ini kau menemani eomma di rumah. Ini minum susunya dulu chagi.”

“Ne.” Sehun menurut lalu meminumnya. Eomma sudah duduk di sebelah Sehun.

 

“Apa yang membuatmu semalaman mengurung diri di kamar chagi? Eomma dan appa sampai tidak disambut setelah pulang dari Amerika.”

“Mianhaeyo eomma. Aku hanya sedang tidak enak badan.”

“Benarkah?” tanya eomma Sehun. Sehun lalu mengangguk.

Eomma Hani lalu menyentuh dahi Sehun, Hmm… “Tapi badanmu tidak panas, sepertinya yang tidak enak itu hatimu. Iya kan?” seraya tersenyum hangat padanya.

Sehun jadi sedikit salah tingkah. ‘Aish! Sepagi ini eomma sudah main tebak-tebakan. Tapi itu tepat sekali.’ pikir Sehun

 

“Aigo, anak eomma… Kamu tidak pandai berbohong chagi. Benarkan? Coba ceritakan masalahmu pada eomma.” pinta Hani eomma.

Sehun sempat menghela nafas. Kemudian menceritakan semua yang terjadi belakangan ini. Namun ia masih belum berani menceritakan tentang perasaannya pada Soojung.

 

“Jadi begitu rupanya. Kau mengacuhkannya hanya karena Soojung menuduh temanmu eoh? Tapi kau tidak seharusnya berpikiran negatif pada Soojung. Dia saudaramu, mengapa kau lebih percaya pada temanmu daripada saudara kita hmm?” kata Hani eomma mencubit pipi Sehun.

“Victoria bukan temanku eomma, aku tidak suka padanya. Hanya saja sikap Krystal sungguh kekanak-kanakan. Ia menuduh Vic yang membuat peringkatnya turun, karena emosi lalu mendorongnya sampai jatuh. Aku tidak suka cara Krys melakukan hal seperti itu.”

“Aigoo… Eomma juga pernah muda chagi, pernah merasakan bersekolah sepertimu. Apa kau pikir Soojung itu benar-benar menuduh Victoria? Kau coba berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan menjauhi saudaramu. Bukankah kau bilang temanmu itu menyukai pacar Soojung? Soojung tidak akan seperti itu jika tidak alasan tertentu. Kenapa kau lebih percaya pada orang yang menganggap Soojung itu musuhnya? Kau ini!” terang Hani eomma.

 

“Maksud eomma?”

“Chagiya… Kau sungguh polos. Begini, eomma sedang tidak menuduh temanmu yang namanya Victoria itu, tapi dari ceritamu saja sudah jelas kalau dia menganggap Soojung itu musuhnya, saingannya. Kalau sudah seperti itu, ia pasti akan melakukan segala cara untuk menjauhkan Kai dari Soojung. Apa kau mengerti maksud eomma?”

“Jadiii… Maksud eomma, Victoria yang justru berbohong saat kejadian itu begitu?”

“Mungkin saja. Victoria sepertinya sangat menyukai Kai. Kau bilang kalau dia adalah anak dari pemilik SMA Seoul, mungkin saja dia menggunakan kedudukannya untuk masalah itu. Itu kan bisa terjadi Sehun-ah…”

“Eomma, tapi nilai-nilai Soojung turun drastis, aku melihatnya di emailnya. Bahkan sekarang Victoria yang mendapat rangking pertama.”

“Tapi…”

 

 

“Chakkaman eomma…” kata Sehun tampak berpikir. “Eomma, aku yakin seratus persen kalau nilaiku lebih tinggi dari Victoria. Tapi kenapa dia yang mendapat peringkat pertama?”

“Bagaimana kau tahu chagi?”

“Aku yakin eomma. Eomma, aku selalu mendiskusikan nilai-nilaiku dengan Kyuhyun seonsaengnim. Aku memang memohon padanya kalau nilai-nilai ujianku sudah keluar, aku ingin beliau menghubungiku. Dan aku yakin dengan hasil ujianku kemarin, aku menjadi peringkat satu.” terang Sehun.

“Lalu?”

“Ini menyangkut beasiswa Krystal eomma.” sahut Sehun.

“Apa maksudnya?” tanya eomma Sehun bingung.

 

“Kumohon jangan katakan ini pada Krystal eomma dan kumohon juga eomma tidak marah padaku… Selama ini sebenarnya aku yang selalu mendapat peringkat pertama. Yang kedua adalah Krystal. Tapi dia harus mempertahankan reputasinya sebagai peringkat pertama, kalau tidak beasiswanya akan dicabut lalu dia akan dikeluarkan.”

“Jeongmalyo? Sesulit itukah dia mempertahankan beasiswanya? Aigooo… Kalau tahu seperti itu aku sebaiknya menemui Meari dan membicarakannya agar kalian tidak bersekolah di sana. Dan kau juga pasti harus berusaha keras untuk itu.”

“Memang benar eomma, Kim Jungmyeon ayah Victoria memberlakukan peraturan sekolah dengan semena-mena.”

“Kim Jungmyeon? Bukankah kepala sekolahmu Choi Siwon, ayah Victoria itu?” tanya eomma Sehun heran.

“Iya eomma, Mr. Siwon itu sepupu ayah Victoria. Dan ayah Victoria adalah Kim Jungmyeon, pemilik SMA Seoul. Apa eomma tidak tahu? Tapi memang benar hanya beberapa orang yang tahu. Bahkan teman-temanku menganggap Mr. Siwon adalah ayah Victoria.” jelas Sehun.

 

Hani eomma tampak kaget, wajahnya seperti terpukul, matanya bingung kesana kemari. “Omo! Kim Jungmyeon?” pekik eomma Hani.

“Ada apa eomma?” tanya Sehun khawatir.

“A-ani. Tidak ada-apa chagi. Lupakan saja.” Eomma Hani tampak memperbaiki ekspresinya.

“Eomma tidak marah padaku?”

“Marah kenapa?”

“Tentang beasiswa Krystal eomma.”

“Untuk apa eomma marah? Eomma sudah cukup bahagia mempunyai anak yang tampan, sehat dan cerdas sepertimu. Apapun yang kau lakukan selama itu baik untuk orang lain, eomma tidak akan melarangmu. Arraseo?”

“Arraseo eomma.”

“Baiklah, sekarang ayo makan sarapanmu. Eomma akan menemanimu sarapan.” Sehun lalu mengangguk dan mengambil sarapannya.

 

 

Im Soojung’s POV

 

Semalaman aku menangisi kejadian saat Victoria berbohong di depan Sehun. Aku jadi malas untuk melakukan apapun beberapa hari setelah itu. Aku mengurung diri di kamar. Sampai eomma memarahiku karena tidak memakan masakannya. Aku tidak nafsu makan.

 

‘Pabboya! Bagaimana bisa Sehun berubah secepat itu? Kenapa dia jadi tidak mudah ditebak? Sekarang Sehun pasti sangat marah padaku. Padahal aku tidak melakukan apapun pada Vic. Kenapa dia begitu saja percaya dengan Vic? Aargghh…’

 

Tapi hari ini Kai berencana mengajakku berkencan. Setelah cukup lama kami tidak bertemu, dia menelponku kemarin dan mengatakan akan menjemputku pukul 9 pagi. Aku sama sekali tidak fokus untuk mempersiapkan diri pergi berkencan. Pikiranku kacau.

 

Dengan malas aku beranjak dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi. Aku bersiap seadanya. Setelah memakai pakaian yang menurutku pantas dan nyaman, aku turun dari kamar dan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Masih pukul 8 pagi, aku mengambil ponselku dan mengetikkan satu sms.

 

To: Kai

Chagi, aku sudah siap. Lekas jemput aku ya. ;)

 

Sms terkirim.

 

Aku pun sarapan seadanya dengan sandwich buatanku. Eomma yang sudah tahu aku tidak mau makan malah tidak mau memasak makanan untukku. Dia juga sibuk belakangan ini. Dia bilang sedang mengurus surat-surat.

 

Aku cepat-cepat menghabiskan sarapanku saat kulihat jam dinding menunjukkan pukul 9 tepat. Aku menunggu Kai di depan tv. Tanpa sadar aku sudah menonton tv selama 1 jam.

“Kenapa Kai lama sekali? Apa dia lupa?”

Aku meraih ponselku dan menelponnya. Tidak diangkat. Aku menelponnya lagi. Tidak diangkat.

“Aishhh… Dia sedang apa sih?” gerutuku. Aku memutuskan melanjutkan menonton tv. Ada serial drama yang lumayan kusuka. Dua jam berlalu tanpa kusadari.

 

Kring… Kring… Kring…

 

Kim Jongin calling…

 

“Yeoboseyo?”

“Chagiya… Aku sudah di depan.” katanya di seberang.

“Mwo? Jam berapa sekarang?” Kulirik jam yang ada di meja. “Kemana saja kau? Ini sudah pukul 1.”

“Mianhae, tadi mobilku bermasalah. Kau sudah siap? Keluarlah.”

“Oke.”

Tut tut tut

 

Aku bergegas keluar rumah setelah mengirim sms berpamitan dengan eomma. Kulihat tidak ada mobil Audy hitam milik Kai yang biasanya parkir di seberang jalan.

“Mobil siapa itu?” tanyaku saat kulihat mobil sport yang entah apa mereknya terparkir di sana.

 

Tin… Tin… Terdengar klakson dari mobil itu dan seorang keluar dari pintu kemudi mobil.

 

“Kai-ya??” pekikku. Kai tampak tersenyum lebar. “Mobil siapa?” tanyaku.

“Mobilku.” jawabnya masih tersenyum. Ia berjalan ke sisi pintu yang lain, “Kajja masuk.” Ia membukakan pintu untukku.

“Kenapa kau tidak memberitahuku akan terlambat?”

“Mian chagi, aku terburu-buru ke bengkel sampai tidak sempat menghubungimu.”

“Baiklah. Mau kemana kita sekarang?”

“Kita makan dulu, kau pasti sudah lapar bukan?”

Aku mengangguk.

“Geurae, kita makan di restoran kesukaanku.”

 

Mobil terus melaju menjauhi rumahku dan aku belum tahu restoran apa yang akan kami kunjungi. Setahuku tempat makan favorit kami adalah sebuah cafe bukan restoran. Kai diam fokus menyetir dan aku memandang ke luar jendela.

“Kau cantik.” kata Kai tiba-tiba memandangku.

“Mwo?”

“Kau cantik hari ini.”

“Kau sudah sering mengatakannya chagi.”

“Benar, itu artinya kau selalu cantik di mataku dari dulu hingga sekarang.”

“Gomawo.” Aku tersenyum lalu memegang pipiku. ‘Ini aneh. Biasanya aku akan sangat tersipu dipuji olehnya dan pipiku akan terasa panas. Tapi kenapa sekarang aku tidak merasakan perasan itu?’

“Kita hampir sampai.” katanya.

 

Kai memarkirkan mobilnya di pelataran parkir restoran seafood yang cukup megah. Kai memang menyukai seafood. Ia lalu turun dan membukakan pintu untukku.

“Kajja, kita masuk. Aku sudah memesankan ruangan untuk kita.” Aku mengangguk menyambut uluran tangannya.

 

Seorang pelayan wanita menyambut kami dan mengantarkan kami ke salah satu ruangan yang sudah dipesan Kai. Kami lalu duduk saling berhadapan.

“Apa kau suka tempat ini?” tanya Kai setelah selesai memesan.

“Hmmm…” Aku hanya mengangguk.

“Kenapa kau tidak banyak bicara chagi? Apa ada yang kau pikirkan?”

Aku menatapnya dan sesaat aku ingin mengatakan sesuatu. Tapi aku tidak ingin mengacaukan acara makan kali ini. “Sebaiknya kita membicarakannya nanti. Aku ingin mencicipi makanan yang kau suka itu.” Aku tersenyum.

Kai balas tersenyum dan meraih tanganku. “Baiklah. Semoga nanti kau suka.”

 

 

Seorang pelayan laki-laki datang dan menghidangkan begitu banyak makanan di meja. Aku terpana. Kai lalu mengambilkan beberapa makanan ke piringku.

“Makanlah yang banyak. Kau suka kan?”

Aku mengangguk antusias. Aku pun makan dengan lahap. Tapi sesaat aku terhenti.

“Wae?” Kai terkejut melihatku berhenti makan.

“Chagi, apa kau tidak marah dengan cara makanku kali ini?”

“Hahaha… Ani. Lanjutkan saja chagi. Mian kalau selalu membuatmu cemas dengan sikapku. Ayo habiskan.” Kai tersenyum lembut padaku. Aku tersenyum lebar. Kai lalu mengambil tissue dan mengelap mulutku yang belepotan.

“Gomawo chagi.” kataku tersenyum senang. Aku melanjutkan makan dengan sesekali Kai menyuapiku.

 

Setelah selesai makan, Kai memutuskan melanjutkan kencan ke taman hiburan dengan persetujuanku. Kami menuju ke Lotte World.

“Kau ingin naik wahana apa chagi?” tanya Kai padaku. Ia sudah mengenggam tanganku sepanjang jalan sesampainya di sana.

“Mian chagi, sebenarnya aku sedang tidak ingin naik wahana.”

“Tidak apa. Baiklah, tapi karena kita sudah di sini, kita naik wahana yang tidak membuat kita capai saja, lalu kita menonton di bioskop, kau setuju?”

Aku mengangguk riang.

 

Kai mengajakku berkeliling di taman indoor Lotte World yang indah maupun mengunjungi beberapa wahana di taman hiburan outdoornya. Kai sangat antusias membelikanku beberapa souvenir seperti boneka dan gantungan yang lucu, menikmati gula-gula kapas, dan mengambil beberapa fotoku di berbagai tempat. Aku menerimanya dengan senang hati.

 

Aku terhenti di depan wahana monorail keliling. Aku teringat saat terakhir kali Sehun mengajakku ke Lotte World, saat itu hujan dan aku kedinginan. Sehun membelikanku sebuah jaket tebal bergambar putri salju. Sehun mengajakku berteduh di sini, membelikanku kopi hangat lalu buru-buru mengantri tiket di sana. Kilasan-kilasan moment ketika bersamanya itu berputar di otakku. Sehun selalu tersenyum dan tertawa dengan mata bulan sabitnya setiap kali berhasil menggodaku dan aku kesal karenanya. Lalu wajahnya berubah cemas saat aku kedinginan atau takut.

Tiba-tiba aku merasa sangat merindukannya. ‘Sehunnie…’

 

Kai seolah mengerti dengan semangat menarik tanganku masuk ke antrian tiket.

“Kita sudah lama tidak naik ini ya? Kajja, kita naik.” ajaknya. Aku mengikutinya.

Monorail ini tidak seperti monorail pada umumnya yaitu satu gerbong dengan banyak menumpang, melainkan satu gerbong untuk 2-4 penumpang saja. Kecepatannya pun disesuaikan agar penumpang bisa menikmati pemandangan dari atas monorail. Aku berdiri memandangi taman outdoor dan lainnya melalui jendela kacanya. Aku selalu terpana melihat pemandangan di bawah dari wahana ini.

 

“Aku senang kau menikmati kencan kita chagi.” kata Kai merangkul bahuku.

“Woah… Daebak! Indah sekali…” kataku takjub saat melihat pemandangan di bawah sana.

Aku terkejut ketika lengan Kai menyusuri pinggangku dan dagunya bersandar di bahuku.

“Kau lebih indah chagi.” kata Kai. Pipinya menempel di pipiku. Anehnya aku merasa canggung dengan sikapnya.

“Wae? Kenapa kau gugup?”

“Ani… Aku hanya tidak terbiasa.”

Kai semakin erat mengenggam tanganku. Ia lalu membalikkan badanku sehingga kami berhadapan.

“Tidak terbiasa? Apakah aku harus selalu menemanimu setiap hari agar kau terbiasa denganku?” Kai menatapku tajam.

“Anira, hanya saja mungkin kita jarang bertemu dan jarang pergi bersama seperti sekarang. Jadi aku sedikit canggung. Mian…”

“Mmmmpph…” Aku terkejut ketika Kai tiba-tiba menciumku tepat di bibir. Bibirnya melumat bibirku pelan, cukup lama ketika ia melepas pelan ciuman itu, ia menatapku dengan tatapan sedih.

“Saranghae chagiya…” Lalu dia memelukku erat. “Mendengarmu mengatakan itu aku merasa seolah-olah hubungan kita menjadi jauh. Aku menyesal. Aku berjanji akan selalu di dekatmu dan menemanimu. Ah, mungkin aku akan mengajukan pindah kelas agar aku bisa terus bersamamu. Aku bisa melihatmu setiap hari, aku akan menjemputmu lalu mengantarmu ke sekolah. Bagaimana?”

“Aish, gwaenchanha… Aigo, kenapa kau jadi sensitif seperti ini? Kau tidak perlu sampai seperti itu, aku bersyukur sudah memilikimu.”

Kai tersenyum dan mengusap pipi Krystal dengan lembut.

 

Aku lantas mengajaknya duduk. Aku ingin membicarakan sesuatu padanya. Dia merangkulku sementara aku menyandarkan kepalaku di bahunya.

“Chagiya…”

“Hmm?”

“Bolehkah aku bertanya?”

“Tentu saja boleh. Tanya apa?”

“Sehunnie…” kataku hati-hati, “Dia terluka, kau pasti tahu. Apakah kau sudah menemuinya?” Aku bergerak untuk menatapnya. Kulihat wajahnya tampak tidak suka.

“Sudah.”

“Jinjja?” Aku cukup terkejut. “Apa yang kau katakan padanya chagi?”

“Wae? Kau penasaran?”

“Tentu saja. Karena dia marah padaku.”

“Marah? Apa sebabnya dia marah padamu?”

“Entahlah, saat aku minta maaf padanya, dia tiba-tiba marah.” kataku dan kulihat Kai tampak berpikir.

“Kau tidak perlu cemas, dia tidak marah padamu.” ujarnya.

“Jinjjayo? Bagaimana kau bisa mengatakan itu? Apa saja yang kau bicarakan dengannya chagi?”

“Aku hanya mengatakan aku tidak sengaja membuatnya jatuh, itu semua tidak murni kesalahanku.” lanjutnya.

“Kau benar chagi, kejadian itu memang bukan kesalahanmu, semua adalah kesalahanku.”

“Kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Kejadian itu sama sekali tidak terduga, tidak ada yang perlu disalahkan di sini.” kata Kai nadanya berubah naik.

“Ne, hajiman, apa kau tidak minta maaf padanya waktu itu”, tanyaku. Kai terdiam lalu memalingkan wajah.

“Minta maaf padanya?? Untuk apa??” tanyanya kembali menatapku tampak emosi. Dahinya berkerut.

“Jinjja! Bukankah sudah jelas alasannya kenapa chagi?”

“Yaa! Kenapa kau jadi marah padaku?”

“Aku tidak marah chagi. Jinjja, aku tidak mengerti, justru kau yang emosi di sini, aku hanya menyuruhmu minta maaf padanya.”

“Sirheo! Aku tidak akan melakukannya!”

 

Aku bangkit berdiri karena ikut tersulut emosi. “Mwo? Apa yang membuatmu tidak mau minta maaf?”

“Aku tidak sengaja, aku tidak bersalah! Lagipula kenapa kau bersikukuh memintaku untuk minta maaf padanya?” Kai juga tampak tersulut emosi.

“Karena kau menabraknya walaupun tidak sengaja, tapi paling tidak kau minta maaf pada…”

“Tidak akan! Jangan memaksaku!” potong Kai.

“Aku tidak memaksamu! Aku hanya memberimu saran.”

“Yaa! Sudah kubilang tidak mau! Kau tidak perlu memberiku nase…”

“Aktivitasnya pasti terganggu karena dia belum bisa menggerakkan tangannya. Kenapa kau keras kepala seperti ini? Apa salahnya minta maaf hanya sekali? Aku tidak suka kau sep…”

 

Plaaakkk!

 

Sreeeggg!

 

Tangannya mendarat keras di pipiku bertepatan dengan monorail yang berhenti. Aku membelalakkan mataku tidak percaya. Ini pertama kalinya dia menamparku. Tamparannya cukup keras membuat pipi dan mataku panas.

“Kau…?” Aku menatapnya dengan keterkejutanku, mataku sudah berair. Ia tampak merasa bersalah.

“Mi-Mianhae… A-aku tidak sengaja, aku kelepasan… Maafkan aku chagi…” Ia meraih wajahku dan mengusap air mataku.

“Lepaskan!!” teriakku.

Aku berlari keluar tepat ketika seorang penjaga pintu monorail membukakan pintu di gerbong kami.

“Soojuuung!! Tungguuu!!” teriak Kai sambil berlari menyusulku. Namun aku tidak peduli dan terus berlari meninggalkannya di antara lalu lalang pengunjung.

 

 

 

TBC.


To Be Yours (Chapter 1)

$
0
0

To Be Your copy 

To Be Yours

by Han So Hee (sohee96)

 

Genre:

Drama, Romance, AU

 

Rating:

Teen

 

Length:

Chaptered

 

Main Cast:

Park Chanyeol

Sharon Kim/ Kim Sohee (OC)

 

Other Cast:

Byun Baekhyun

Alexander Jane

Keisha Anderson

Daniel Kim/ Kim Taehyung

Sophia Kim/ Kim Saehee

Yoon Bora

 

 

 

 

 

“Hyung, apakah ada kabar dari Chan?”

“Belum ada kabar sama sekali.”

“Sudah ditelfon lagi?”

“Sudah, tapi tidak dijawab.”

“Aish, kemana dia?!”

“Bagaimana ini?”

“Dia sudah menghilang selama 5 jam, tidakkah seharusnya kita lapor pada polisi saja?”

“Kita tidak boleh gegabah, kalau media sampai tahu kabar ini bisa menjadi rumit.”

“Benar. Jangan sampai media tahu soal ini. Kita harus cari cara yang aman.”

“Apakah media lebih penting daripada keselamatan Chanyeol?!”

Yak, Sehun! Bukan begitu!”

“Lalu apa?!”

“Sudah jangan bertengkar! Lebih baik pikirkan cara untuk menemukan Chanyeol!”

“Oh ya Tuhan, selamatkan Chanyeol kami…”

 

 

Park Chanyeol menghela napas berat. Matanya terasa panas dan ia merasakan sudut matanya berair. Lima jam berlalu sejak ia berjalan entah ke mana, dan kini kakinya mulai lelah. Ia tidak tahu sedang berada di mana saat ini. Jalanan sudah gelap dan sepi. Seharusnya ia bertanya atau minta tolong saja dari tadi, tapi ia terlalu takut orang mengenalinya. Ia takut ada berita tidak enak yang akan tersebar di media. Tapi lihat akibatnya sekarang, malu bertanya sesat di jalan.

Ia melepas masker hitam yang sejak tadi menutupi setengah wajahnya. Berhenti sejenak untuk melihat sekeliling dan kembali mendesah. Ia benar-benar tersesat di negeri orang.

“Astaga di mana aku?” ia bertanya pada kegelapan. Tapi tentu saja tidak ada jawaban. Ia semakin frustrasi begitu menyadari bahwa ia benar-benar sendirian di jalan itu.

Chanyeol memutuskan untuk duduk sembarangan di pinggir jalan, lalu melirik jam di tangan kirinya. 00:56 am. Entah apa yang harus dilakukannya sekarang. Ia menyesal tidak membawa dompet dan handphone saat pergi dari hotel tadi.

“Seharusnya aku tidak usah menolong ibu-ibu tadi. Sekarang lihat, aku bahkan tidak bisa menolong diriku sendiri. Argh, apa yang sudah kulakukan?! Harusnya aku tidak keluar hotel sekalian!” erangnya frustrasi sambil melemparkan snapback hitam dari kepalanya. Chanyeol benar-benar tidak tahu harus pergi ke mana sekarang.

Ia baru saja tiba di hotel tadi siang, tentu saja tidak hapal jalan yang benar-benar asing ini. Ia juga tidak memikirkan kemungkinan buruk seperti ini ketika hendak membeli fish and chips yang terlihat sangat enak di seberang hotel. Bodohnya, ia tidak membawa dompet, handphone, buku paduan atau apapun yang dapat membantunya dalam situasi seperti sekarang. Ia hanya membawa beberapa lembar poundsterling, yang sekarang sudah habis karena membeli fish and chips yang sangat enak itu.

“Oh, sial. Aku jadi lapar,” gerutunya semakin frustrasi. Chanyeol menggigit bibir bawahnya sambil mencoba berpikir jalan terbaik yang dapat ia lakukan saat ini. Dengan bahasa Inggris yang pas-pasan serta rasa takut dikenali oleh orang sebagai seorang idol membuatnya nyaris menyerah dan memilih mati di jalanan saja.

Tapi, tidak. Chanyeol tidak ingin mati dengan keadaan mengenaskan seperti itu. Sangat tidak lucu jika sebuah judul artikel muncul di surat kabar dengan headline: “Member EXO Paling Berkarisma Mati Menyedihkan di Pinggir Kota London”.

Andwe! Aku tidak mau mati seperti itu!” sentak Chanyeol sambil menggelengkan kepalanya mencoba mengenyahkan pemikiran buruk tersebut.

HELP!”

Chanyeol terdiam. Apakah baru saja ia mendengar suara teriakan seseorang? Tidak, tidak mungkin ada yang minta tolong tengah malam begini. Ia kembali sibuk dengan pikirannya untuk mencari jalan keluar, meskipun sebenarnya ia sangat lelah dan ingin menangis saat ini. Oh percayalah, tidak ada yang lebih menakutkan daripada tersesat seorang diri di negeri orang tanpa tahu harus melakukan apa.

Help me!”

Chanyeol berdiri dan melihat sekitarnya. Tidak ada siapa-siapa. Sungguh. Tapi sepertinya suara itu berasal dari ujung gang yang sempit di sebelah sana.

Baru saja melangkahkan kakinya mendekati gang kecil itu, Chanyeol tiba-tiba berhenti. Ia mengurungkan niatnya untuk menolong siapapun yang butuh bantuan di balik gang itu. Chanyeol tidak ingin melibatkan diri lebih jauh dalam urusan orang asing. Sudah cukup ia menjadi sok pahlawan untuk menolong seorang ibu yang dicopet beberapa jam yang lalu, sampai akhirnya ia lupa sudah berlari mengejar si pencopet terlalu jauh.

Chanyeol membalikkan tubuhnya dan kembali menyusuri jalan. Tapi hatinya menjadi tidak tenang. Teriakan pilu yang tadi didengarnya terngiang-ngiang membuat ia merasa menjadi lelaki paling jahat sedunia. Ia merasa tidak gentle.

“Hah, the worst day ever,” katanya kesal lalu berbalik badan lagi, menimbang-nimbang apakah ia akan menolong orang itu atau tidak. Ia berjalan, lalu berhenti lagi.

“Tidak, tidak. Biarkan saja. Aku harus mencari jalan pulang.” Chanyeol berbalik badan dan mengabaikan teriakan-teriakan yang disertai tangisan itu.

Please, don’t!”

Chanyeol memejamkan matanya kuat-kuat berusaha mengabaikan teriakan itu, meskipun ia sangat ingin berlari ke sana saat ini.

No! Aaaargh! Eommaaaaa!”

Langkah Chanyeol terhenti. Ia berbalik badan dan segera berlari ke arah gang sempit itu. Orang itu sangat membutuhkan bantuannya, Chanyeol yakin. Tidak peduli apa yang akan dihadapinya nanti, ia harus menolong orang itu.

Ia benar-benar terkejut ketika mendapati seorang gadis dengan keadaan super kacau dan beberapa pria yang sepertinya mabuk sedang mengelilinginya. Gadis itu meringkuk ketakutan dengan baju yang sobek di bagian bahunya. Tubuh mungil itu bergetar karena tangis.

Je-jebal…” cicit gadis itu pelan, tapi Chanyeol mendengarnya dengan jelas.

Stay away from her!” teriak Chanyeol membuat ketiga pria bertampang sangar itu menatapnya tidak suka.

Who are you, dude? Just mind your own business.”

She’s my friend. So this is my business too,” kata Chanyeol tegas, meskipun tangannya mulai berkeringat dingin melihat lawannya yang tidak seimbang. Matanya bergerak liar ketika orang-orang itu mulai mengepungnya. Ia sudah cukup lelah saat ini tetapi ia tak boleh menyerah. Ia harus menyelamatkan gadis itu… dan dirinya sendiri. Entah bagaimanapun caranya.

Serangan tiba-tiba dilayangkan pada wajah Chanyeol ketika ia masih memikirkan strategi. Pipinya berdenyut nyeri dan terasa panas. Ia maju dan melayangkan serangannya pada salah satu pria berbadan besar itu. Beberapa serangannya membuat ketiga laki-laki itu tumbang, tetapi detik berikutnya mereka berdiri tegak lagi, seolah serangan Chanyeol tidak berasa apa-apa.

Chanyeol mengerahkan semua tenaganya untuk mengalahkan preman-preman sangar itu. Tapi mereka bukan lawan yang tepat untuk Chanyeol, mereka terlalu banyak dan kuat. Chanyeol kehabisan tenaga, benar-benar habis hingga rasanya ingin mati saja. Ia tidak sanggup melawan lagi ketika serangan bertubi-tubi menghantam tubuhnya. Chanyeol hanya bisa pasrah.

Hal terakhir yang diingat Chanyeol sebelum benda keras itu menghantam kepalanya adalah teriakan gadis itu. Lalu semuanya berubah menjadi gelap.

 

—-

 

nanti ada scene saat chanyeol mengingat ia pernah menolong sharon. jadi ceritanya sharon bohong kalo dia nolong chanyeol.

 


Just That, I Love You – Choco Candy ( Chapter 5 )

$
0
0

chapter-five

Just That, I Love You

 

Author : 610021FireThunder

Genre : Imagine, Romance, Comedy

Length : Chaptered

Rating : All Can Read

Main Cast :

– You as Nam Seul Hee

– Park Chanyeol as Himself

– Kris as Himself

– Chen as Himself

Choco Candy ( Chapter 5 )

20:21 Selepas Konser

Ruangan backstage kembali riuh dengan orang berlalu lalang kesana kemari. Namun aura backstage tersebut berbeda saat sebelum konser yang dipenuhi ketegangan, sekarang yang ada senyum puas dari para staf dan member exo lainnya. Tapi tunggu… ada satu member yang hanya diam menatap dua orang dihadapannya dengan wajah begitu tidak suka. Yap.. Chanyeol, dia menatap ke arah Chen yang sedang bersama Seul Hee.

“ Apa lututmu sudah membaik? “ tanya Chen tiba tiba

“ Ya? Ah sudah lumayan membaik. Terima kasih, aku akan membalas kebaikanmu nanti “ jawab Seul hee kaku.

“ Kekeke, tidak perlu itu bukan hal besar. Lagipula memang sudah seharusnya seorang pria seperti itu bukan? “

“ Ta.. tapi tetap saja aku perlu membalas kebaikanmu. Kau tahu? Kalau kau tidak membantuku mungkin pekerjaanku akan terhambat dan aku tidak mau kena terkam Ji Sung Sunbae lagi “ ucap Seul Hee sedikit berbisik saat menyebut nama Sunbaenya itu.

Mendengar itu Chen tertawa terbahak

“ Hahaha, apakah ia sebegitu mengerikannya untukmu? “

“ Ya.. sangat. Karena itu biarkan aku membalasmu, pikirkan satu hal yang kamu inginkan oke? “

“ Baiklah.. aku akan pikirkan dahulu. Bersiaplah, ah tapi hanya satu? “

“ Ya! Kau tidak akan meminta hal aneh kan padaku? Tentu saja jangan pernah berpikir meminta lebih “

“ Siapa yang tau, kekeke. Baiklah kalau begitu aku akan meminta sesuatu paling berkesan karena hanya sekali. Ah tapi bolehkah aku memanggilmu Seul Hee? Atau itu terlalu cepat, kita bahkan baru berbicara hari ini “ tanya Chen

“ Mmm… jadi itu permintaanmu? Apa itu berkesan untukmu? Kalau begitu kau boleh memanggilku apa saja “

“ Eiii… aku belum memikirkannya. Itu tidak masuk hitungan “

“ apa apaan ini sangat tidak seperti diriku “ batinnya yang merasa seperti menjadi seorang gadis yang baru bertemu tambatan hati.

“ Kalau begitu haruskah aku memanggilmu tomato? “

“ To..Tomato? Kenapa? “

“ Karena pipimu sangat merah sekali seperti tomat sekarang, kekeke aigooo lucunya “ ucap Chen sambil mencoba melihat ke arah wajah Seul Hee yang sedang menunduk karena malu.

“ Ya…Apa? Wajahku tidak memerah ko, ini karena panas iya panas… “

“ Oh.. begitukah? Aku akan membantu membuatmu dingin kalo begitu “ spontan Chen meniup niupkan udara ke arah Seul Hee dengan terkikik karena ia pun tidak paham apa yang sedang ia lakukan sekarang.

“ Pfft… Ap.. Apa apaan kau ini, ya~ berhentilah menggodaku “ jawab Seul Hee seraya tertawa dan mengibaskan tangannya ke arah Chen agar ia berhenti.

“ Wah kau tertawa? Daebak, aku kira kamu tidak bisa tertawa kekeke “

“ Tentu saja bisa, memangnya kau pikir aku apa “

“ Robot mungkin? Kekeke.. Mulai sekarang tertawa lagi didepanku oke? “

“ Kenapa? “

“ Kau terlihat lebih bahagia dan lepas saat tertawa… “

Perkataan dan tatapan Chen saat itu benar benar membuat Seul Hee terhanyut. Lelaki didepannya itu menatap lembut, terlihat ekspresi tulus dari matanya. Chen benar… saat Seul hee tertawa, sesaat dia lupa akan hal sulit yang ia alami di waktu ini. Dan bisa dibilang ini adalah tawa tanpa paksaan pertama setelah setahun lamanya. Iya, setahun rasanya membuat Seul Hee lupa tertawa tanpa beban seperti apa atau bagaimana melakukannya.

“ Seul hee? Seul Hee?? Halooo? Apa kau pergi ke suatu tempat meninggalkan ragamu? “ sahut Chen menyadarkan Seul Hee

“ A… Ah Ne?? Itu… Terima kasih “

“ Kenapa berterima kasih?? “

“ Karena membuat ku ingat lagi caranya tertawa “ jawab Seul Hee dengan senyum lebar.

Chen hanya mengernyitkan dahi tidak mengerti maksud gadis itu, namun selang beberapa detik kemudian Chen tertawa menyadari betapa menyenangkan berada dekat gadis didepannya ini.

Chanyeol yang sedari tadi memperhatikan hanya dapat tersenyum kecut, ia tidak mengerti mengapa ia begitu sebal melihat keakraban dua orang itu. Apalagi sewaktu di panggung ia benar benar tidak fokus, para member pun menyadarinya karena ketika Chanyeol gelisah ia akan menjadi sosok over happy hingga lupa segalanya. Dia memang selalu ceria tapi waktu di panggung tadi ia terlalu berlebihan malah terlihat seperti sedang memaksakan tertawa. Bahkan ketika perform “ Playboy “ ia tidak sinkron dengan Chen. Tapi mereka tidak mengerti apa yang membuat Chanyeol menjadi seperti itu.

Chanyeol beranjak dari duduknya dan mengambil sebotol minum dengan kasar. Chen yang sedang bersama Seul Hee pun heran melihat kelakuan Chanyeol yang serba aneh hari ini.

“ Chanyeol – ah ada apa denganmu hari ini? Apa kau sedang dalam mood yang tidak bagus? “ tanya Chen

“ Apa? Tidak, mood ku sangat baik hari ini. Kau tidak lihat aku sangat senang di panggung tadi? “ ucapnya setelah menenggak habis isi botol

“ Lalu? Apa kau ada masalah denganku? Sewaktu Playboy kau benar benar mengabaikanku. Tidak seperti biasanya “

“ Begitukah? Aku tidak merasa, ah maafkan aku “ jawab Chanyeol cuek yang membuat member lain semakin terheran.

“ Waaah bahkan kau sekarang terlihat sedang benar benar marah hyung “ sela Kai yang sedikit terkejut karena Chanyeol menjadi ketus.

“ Chanyeol.. Kau sedang gelisah bukan? “ cetus Baekhyun

Chanyeol diam sesaat, membuat semuanya yakin jika si Happy Virus itu sedang gelisah tak menentu. Hening menyelimuti, mereka menunggu reaksi Chanyeol selanjutnya. Namun yang keluar dari mulut Chanyeol hanya tawa kering dan membuat semua mengangguk mengerti ada yang tidak beres.

“ Wae? Wae?? Aku bilang aku tidak apa apa kan? Kalian ini yang kenapa? “ sahut Chanyeol menyangkal lagi dan lagi.

“ Chanyeol.. Sudahlah “ kali ini leader Suho yang mencoba berbicara agar Chanyeol menyerah dan mengakui.

“ Sudahlah apa hyung?? Kenapa aku seperti sedang disuruh mengakui sebuah kejahatan? “ kali ini Chanyeol menjawab dengan nada sedikit tinggi.

Suho yang mendengar itu terkejut karena tidak biasanya Chanyeol seperti itu padanya. Walaupun Chanyeol suka berkata asal tentangnya tapi itu semua ia lakukan hanya untuk candaan, dan sekarang yang leader itu lihat bukan candaan lagi. Chanyeol benar benar sedang dalam mood yang tidak baik. Seul Hee yang masih tersisa diruangan hanya bisa linglung tidak mengerti apa yang sedang terjadi, karena suasana ruangan sebelumnya masih dipenuhi tawa dan dalam semenit saja berubah menjadi dingin.

Baekhyun mencoba untuk menenangkan Chanyeol namun di tahan oleh Chen dengan isyarat gelengan kepala karena lebih baik membiarkan Chanyeol mendinginkan kepalanya sendiri.

“ Baiklah baiklah Chanyeol, kami hanya berpikir aneh aneh karena kami khawatir padamu “ sela Chen.

Perkataan Chen membuat Chanyeol berada di posisi yang serba salah. Ia sadar betul tidak seharusnya ia menggunakan nada tinggi kepada leader yang sangat ia hormati itu, ia terlalu emosi sehingga tidak dapat berpikir jernih. Ia sungguh tidak enak hati kepada leader yang kini menatapnya dengan tatapan khawatir sama dengan yang lain tak terkecuali Seul Hee yang masih termangu dan menatap ke arahnya tepat di mata. Chanyeol balas menatap Seul Hee agak lama dan menghela napas.

“ Maafkan aku, aku tidak bermaksud.. mungkin, aku hanya lelah hari ini “ sahut Chanyeol lirih dan meninggalkan ruangan.

Sepeninggal Chanyeol, Seul Hee menjadi pusat perhatian member lain karena pada menit terakhir Chanyeol melihat kearahnya lama. Menyadari itu Seul Hee berdehem dan meninggalkan ruangan.

“ Hyung, aku bilang ini akan menarik bukan? “ sahut Sehun kepada Kai

“ Heol.. baru kali ini aku melihat sisi Chanyeol hyung seperti itu dan… apa dia menyukai gadis itu? “

“ Apa kau baru saja menyadarinya hyung? “

“ Kau sudah menyadarinya??? “

“ Hahaha kau pun pasti akan menyadarinya jika hari itu kau berada di lift juga. Tatapan Chan hyung tidak bisa berbohong. Kau lihat tadi kan tatapannya ke Seul Hee? Nah seperti itu…persis waktu itu “

“ Ahhh… aku sadar sekarang. Jadi, ini akan menjadi cinta segi empat?? “

“ Segi empat? Maksudmu? “

“ Kau, Chanyeol hyung, Seul Hee dan.. Chen hyung “

“ Chen hyung? Ah.. benar. Ini berarti semakin mengasyikan kekeke “

Sementara itu Chanyeol terduduk di lorong koridor, ia benar benar tidak mempedulikan staff lain yang melihat dan berlalu lalang didepannya. Perasaannya saat itu terlalu berkecamuk, ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Rasanya seperti happy virus dalam dirinya terhisap habis. Seul Hee yang baru saja keluar dari ruangan backstage melihat Chanyeol, memang ia tidak tau apa apa penyebab Chanyeol menjadi arogan hari itu tapi dalam hatinya ia berat hati melihat lelaki itu menekuk wajahnya dan tidak ada senyum ceria yang biasa ia tunjukan. Seul Hee berjalan menghampiri Chanyeol sambil merogoh kantong mengeluarkan beberapa permen cokelat. Ia harap permen itu bisa sedikit membuat Chanyeol tersenyum, karena yang dia tau cokelat bisa memperbaiki mood seseorang.

Gadis itu berjongkok dihadapan Chanyeol dan mengulurkan tangan yang berisi permen. Chanyeol melihat tangan itu kemudian menengadahkan wajahnya untuk melihat siapa orang yang memberinya permen. Ada sedikit ekspresi terkejut diwajahnya mengetahui siapa yang berada didepannya kini, lama ia menatap wajah gadis itu. Hingga keluar sebuah kalimat dari bibir gadis itu..

“ Ambillah beberapa, cokelat bagus untuk memperbaiki mood “

Chanyeol masih termangu ditempatnya, matanya menelisik tiap sudut wajah Seul Hee. Mata bulatnya, ya mata indah itu seakan membuat dirinya ingin menumpahkan segala cerita dan rasa yang selama ini ia timbun. Rasa ingin menjadi begitu jujur didepan gadis itu.

“ Baiklah kalau kau tidak mau… “ ucap Seul Hee karena tidak ada respon dan membuka satu permen untuk dirinya sendiri, namun kemudian Chanyeol menarik tangan Seul Hee hingga wajah mereka hanya berjarak 5 senti.

Entah kebetulan atau apa suasana koridor saat itu pun mendadak sepi, tidak ada lagi orang yang berlalu lalang. Keduanya masih tetap di posisi yang sama. Tidak ada yang bergerak atau berbicara. Chanyeol semakin menatap dalam mata berwarna kecoklatan itu. Jujur saja jantung Seul Hee saat itu benar benar tidak bisa tenang, ini terlalu dekat. Dan tanpa di komando Chanyeol semakin mendekatkan wajah dan bibirnya mengarah ke bibir Seul Hee. Semakin dekat… dekat….Seul Hee menutup matanya rapat daaan… tanpa pikir panjang Seul Hee menjejalkan permen yang masih terbungkus di genggamannya ke arah mulut Chanyeol hingga ia tidak mengerti apa yang Chanyeol katakan karena mulutnya penuh oleh permen. Tapi dari ekspresinya ia kaget sekaligus kesal.

“ H..Hyaaa! Ji..jika kau tidak mau permennya bilang saja. Apa yang kau lakukan sebenarnya?! “ ucap Seul Hee dengan wajah sangat merah karena gugup.

“ Puah… ya! Kau gila? Aku bisa mati tersedak karena permen itu “ sahut Chanyeol

“ Kau yang memulai duluan, lagipula aku hanya ingin memberikan permen itu “

“ Memberikan? Kau menyuruhku menelan permen itu sekaligus dengan bungkusnya??! “

“ Aku tidak akan melakukan itu jika kau juga tidak melakukan itu “

“ Itu apa? Bicaralah yang jelas, aku hanya ingin membisikkanmu sesuatu tapi apa yang kau lakukan padaku? Hah?!. Woaaah.. apa sekarang kau berniat membunuhku juga? “

“ Hya!! Sejak kapan bibirku berubah menjadi telinga! Atau kau tidak bisa membedakan antara telinga dengan bibir? Awalnya aku tidak berniat, tapi setelah apa yang kau lakukan aku jadi sangat ingin membunuhmu “

“ Kenapa kau selalu berprasangka buruk padaku, aku benar benar ingin membisikkan sesuatu. Daebak… betapa mengerikannya dirimu. Aah atau….. kau sebenarnya berharap aku cium? “

“ Hyaa!!! Kau hanya perlu bicara, kenapa harus membisikkannya?! Apa?!!! Isssh.. kau itu!! “

Pada waktu itu juga Seul Hee sangat ingin memukul lelaki menyebalkan dihadapannya itu tapi apa daya Chanyeol masih tetap memegang tangannya erat hingga ia tidak bisa kabur ataupun sekedar bergerak membuat lelaki dihadapannya memar sedikit. Ditengah perdebatan, EXO member keluar dari ruangan dan tercengang melihat scene didepan mereka, dimana posisi Chanyeol dan Seul Hee berhadapan sangat dekat dan hampir terlihat seperti Chanyeol sedang berusaha menarik Seul Hee kepelukannya.

“ Mmm ehem… apa kita mengganggu? “

Suara Suho mengejutkan mereka berdua dan secara bersamaan mereka menoleh ke arah sumber suara itu. Reflek Chanyeol melepaskan tangan Seul Hee dan berdiri, begitupun Seul Hee melihat kesempatan itu ia langsung berlari tidak peduli pandangan bingung EXO member. Ia benar benar malu untuk menengok ke belakang meskipun hasrat untuk memukul Chanyeol masih sangat besar, tapi yang ia pikirkan untuk saat ini adalah menghindari EXO yang sudah melihat itu semua, mereka pasti mengira sudah terjadi hal yang bukan bukan. Chanyeol ikut berbalik tapi tidak mengejar Seul Hee ia hanya menghindari tatapan teman temannya itu.

“ Ya… hyung… sebenarnya ada apa diantara kalian berdua? “ sahut Kai bingung.

“ Aku tidak salah lihat kan tadi? Chanyeol??? “ timpal Baek

“ H..Hyaaa!! apa yang kalian sedang pikirkan? Dia.. tadi mencoba membunuhku “ ucap Chanyeol

“ Apa maksudmu?? “ tanya Suho

“ Ah sudahlah, lupakan apa yang kalian lihat. Anggap tidak ada yang terjadi “ sahut Chanyeol dan pergi

“ Hei.. apa itu sisi Chanyeol yang tidak pernah kita ketahui? “ sahut Chen tiba tiba

“ Entahlah, yang jelas setelah gadis itu datang apa kalian merasa Chanyeol lebih terlihat jujur sekarang? “ jawab Suho

Perlahan mereka mengangguk setuju, memang baru kali itu Chanyeol memperlihatkan ekspresi dan tindakan yang tidak pernah ia unjukkan kepada member lainnya.

 


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live