Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Give Me XOXO!

$
0
0

Give Me XOXO!

Author: Kwon Hajar (@sm_hajar)

Cast:

-          EXO-M Lay

-          Summer Kim/Kim Sungmi (OC)

Genre: Romance

Length: Oneshoot

Rating: PG-13

Disclaimers: Semua karakter bukan punya saya, they belong to God and themselves. Ide dan plot murni dari otak ganjil saya, kalaupun ada kesamaan judul, itu hanya ketidak sengajaan.

Warning: Typos everywhere! Out of Character!

 

 

A simple question, yes or no

Just tell me X or O

No more waiting, a meaningless waste

 

(EXO – XOXO)

 

 

 GIVE ME XOXO!

 

“X untuk menerima dan O untuk menolak,”

 

Aku masih sibuk menangkap maksud pemuda di hadapanku itu. Sejak kapan simbol X digunakan untuk menerima dan O menolak? Biasanya X digunakan untuk menolak dan O untuk menerima. Apa anak itu kembali eror?

 

“Dan setiap pilihan terdapat konsekuensi,” alisnya terangkat nakal.

 

Sialan, kau Zhang Yixing!

 

Aku tak tahu takdir apa yang membuatku bertemu dengan pemuda asal Changsa itu. Tapi harus kuakui, aku benar-benar bersyukur bisa mengenalnya. Sangat bersyukur.

 

oOOo

 

Kami bertemu pertama kali di ruang kepala sekolah sebagai sesama siswa pindahan. Saat itu aku baru pindah dari Kanada. Orangtuaku berpisah—bercerai istilahnya—dan aku memilih ikut Mama—sekarang aku harus memanggilnya eomma—pulang ke negaranya. Aku 18 tahun dan kurasa aku sudah dewasa untuk tidak mencampuri urusan Papa dengan Stefani—istri mudanya. Oleh karena itu aku memilih ikut Mama—maksudku Eomma—meski aku benci setengah mati harus beradaptasi dengan lingkungan baru.

 

Aku gugup setengah mati kala itu. Kalian bisa merasakan sendiri ketika kalian menjadi orang baru. Bahasa Koreaku juga masih aneh, meskipun eomma sering melatihku sejak kecil dan ikut kurus sebulan. Sungguh aku tak punya kepercayaan diri. Apalagi siswa baru, yah kau tau sendiri. Tidak setiap siswa baru mendapat sambutan baik dari siswa lama.

 

Ketika itu aku duduk ssendirian di ruang kepala sekolah yang membosankan. Tiba-tiba seseorang membuka pintu ruangan itu. Seorang pemuda kurus memakai seragam yang sama denganku. Punggungnya menggendong tas MCM warna ungu. Ia menunduk sambil tersenyum canggung kemudian duduk diujung sofa. Hening. Kami hanya saling diam.

 

“Halo,” dia lebih dulu menyapa dengan aksen yang aneh, bukan warga Korea—pikirku.

 

“Halo,”

 

“Aku Zhang Yixing,” ia memperkenalkan diri. Nama yang aneh untuk orang Korea.

 

“Summer Kim—eh maksudku Kim Sungmi,” aku ingat eomma juga menggantin namaku jadi nama orang Korea.

 

“Aku dari Hunan, Cina. Kau?”

 

“Kanada,”

 

“Senang bertemu dengamu,” ia kembali tersenyum, menampakkan singel dimple pada pipi kanannya. Sungguh manis.

 

“Aku juga,”

 

oOOo

Kejutan. Kami ditempatkan di kelas yang sama karena memang kelas itu yang mampu menampung kami. Aku memilih duduk di bangku pojok belakang dekat jendela sedangkan Yixing duduk di sampingku. Kebetulan tinggal bangku belakang yang tersisa.

 

Ketika jam istirahat, aku tidak ke kantin sebab eomma membawakan bekal. Beliau tahu aku belum terbiasa dengan makanan Korea. Entah apa yang ditaruh eomma di kotak bekalku. Mungkin kue muffin, donat atau mungkin salad . Aku tidak terbiasa makan nasi saat siang.

 

“Tidak biasa dengan makanan Korea ya?” aku menoleh ke arah Yixing.

 

Selalu, ia selalu tersenyum dengan singel dimple-nya. Dan aku tidak suka, tidak suka dengan reaksi tubuhku yang aneh. Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya.

 

“Aku juga,” ia mengeluarkan beberapa snack dari tasnya—paling mencolok adalah sebungkus besar keripik kentang. Aku mengangkat alis. Apa dia kenyang hanya makan itu? Kubuka kotak bekalku. Tiga buah kue muffin. Terlalu banyak, aku biasa makan dua saja.

 

“Untukmu,” aku menyerahkan satu buah muffinku. Kulihat matanya membulat.

 

“Kupikir, kau masih akan kelaparan jika hanya makan keripik macam itu,” ia tersenyum lagi mendengarkan penjelasanku.

 

“Terima kasih,” dan tanpa kusadar bibirku sudah melengkung.

 

oOOo

Seminggu di tempat baru dan aku belum bisa mendapat teman baru kecuali Yixing. Jujur, aku sendiri orang yang canggung dan cenderung pendiam. Saat di Kanada juga hanya satu dua orang yang berteman denganku, itu pun tidak dekat—maksudku tidak sampai bergelar sahabat. Sebenarnya beberapa teman laki-laki sering menyapaku, sering mendekatiku, namun aku terlalu canggung sehingga mungkin mereka bosan. Sementara teman perempuan, entahlah, mereka seperti menganggapku aneh.

 

“Mau ke kantin?” Yixing sudah berdiri di sampingku. Aku sudah bisa menelan makanan Korea—meskipun aku masih bingung dimana letak kelezatan kimchi?

 

“Baik,” kamipun berjalan bersama menuju kantin. Entah perasaanku saja, beberapa siswa memandang aneh kearah kami. Tapi kurasa Yixing tak peduli. Ia tetap berjalan santai.

 

“Oi, Xing!” kami hendak duduk saat seseorang memanggil nama Yixing. Aku menoleh ke sumber suara. Tiga orang laki-laki duduk dalam satu meja. Mereka adalah Kris, Luhan dan Tao, teman sekelas kami. Luhan terlihat melambai pada Yixing—menyuruhnya bergabung. Aku menggigit bibir gelisah. Oh, tidak! Aku akan sendirian.

 

Tapi aku salah. Karena yang selanjutnya terjadi adalah Yixing meraih pergelangan tanganku dan menyeretku ke bangku tiga pemuda tadi.

 

“Aku boleh bawa teman, kan?” aku tersenyum canggung pada tiga pemuda itu.

 

“Tentu saja,” Luhan menyambut dengan senyum lebar. Dan akhirnya aku berkenalan dengan mereka.

 

Kris, nama aslinya Wu Yifan. Dia keturunan Cina-Kanada. Pernah tinggal di Kanada juga dan pindah ke Korea saat kelas tiga Middle School. Dia tinggi, lumayan pendiam, garis wajahnya tegas mengesankan dia sosok yang dewasa, dia ketua kelas—meskipun ia warga negara asing—sekaligus kapten tim basket. Dia termasuk siswa populer dan sangat tampan.

 

Luhan, asli dari Beijing. Pindah ke Korea setelah lulus Middle School. Dia sosok yang manis—mendekati cantik dengan mata rusa-nya, anggota inti tim sepak bola, meskipun kelihatan cantik tapi dia luar biasa manly, terkadang sangat jahil. Siswa paling populer.

 

Tao, nama lengkapnya Huang Zitao. Asal Qiangdo. Pendiam seperti Kris—karena bahasa Koreanya masih parah, baru pindah tiga bulan lalu, memiliki raut wajah yang garang apalagi dia jago kungfu, tetapi dia cengeng dan manja bukan main, seorang food monster.

 

Setelah perkenalan itu aku cukup dekat dengan orang-orang Cina itu, membuat kami dijuluki gank Cina di kelas, padahal aku sama sekali tak memiliki darah Cina. Tapi tak masalah karena mereka orang-orang yang menyenangkan. Kris yang meskipun cool, tapi punya sisi konyol, Luhan si cantik yang mengaku tampan, Tao yang tak banyak bicara tapi sangat imut dan Yixing yang pemalu tapi lucu. Dan terpenting, mereka menenerimaku, meski aku canggung, tertutup, mereka selalu membuatku nyaman, menghiburku dan mendukungku.

 

Mereka sahabatku, ya sahabat-sahabatku.

 

oOOo

Namun dari keempat namja itu, aku paling dekat dengan Yixing—sekarang aku suka memanggilnya Lay. Entahlah, aku merasa lebih nyaman dengannya. Lay alias Yixing selalu punya cara untuk menghidupkan suasana. Meskipun julukannya JPG tapi terkadang tingkahnya membuatku terpingkal-pingkal.

 

“Sam…,”—panggilan sayang Yixing padaku.

 

“Ya, Lay?”

 

“Kris mengajak kita ke festival kembang api nanti sore, bagaimana?” Aku menganggu dengan semangat. Kudengar festival itu diadakan di pinggir Sungai Han dekat Jembatan Banpo. Pasti sangat seru, apalagi ada banyak stan makanan disana. Aku ingin sekali wisata kuliner.

 

“Baiklah, kita berangkat bersama saja setelah aku latihan dance,”

 

“Oke, aku juga ada kegiatan di klub lukis sampai sore,” aku menyetujui usulan Lay.

 

Aku, Lay dan Kris berjalan beriringan sambil membawa segelas Bubble Tea. Bisa kulihat wajah Kris sangat masam. Kadang-kadang ia menyumpahi Luhan dan Tao. Sebenarnya tadi kami berangkat bersama Luhan dan Tao. Tapi begitu sampai di lokasi, Luhan langsung pergi bersama kekasihnya—si manajer tim bola dan Tao menyeret seorang siswa kelas satu. Sekarang tinggallah aku, Lay dan Kris.

 

“Awas saja, akan ku bocorkan rahasia memalukan dua makhluk jejadian itu pada kekasihnya. Mereka kan tidak tahu kalau si panda manja itu pernah ngompol di kelas dan si rusa genit itu doyan menirukan tarian girlband,” Kris menghela nafas sejenak.

 

“Untungnya kalian belum jadian,” Sontak aku dan Lay saling berpandangan. Tapi sedetik kemudian kami menunduk. Kurasakan wajahku memanas.

 

“Atau jangan-jangan kalian sudah jadian!” Kris berteriak histeris.

 

“Tidak, Kris. Kami tidak jadian. Kami masih berteman kok,” Lay menyanggah.

 

“Memang kau tak punya pacar, Kris?” tanyaku. Kris menggeleng dan aku memandangnya miris. Sungguh, laki-laki setampan Kris tidak punya pacar? Itu kebohongan paling konyol yang pernah kudengar.

 

“Apa? Tidak percaya? Aku memang tidak punya pacar, tapi aku punya calon istri di Kanada sana,” ujarnya santai. Sementara aku dan Lay memasang wajah datar. Dasar naga jadi-jadian!

 

“Eh, sebentar!” Kris tiba-tiba menjauh. Sedang menerima telepon mungkin. Sementara aku dan Lay terdiam. Suasana canggung menyelimuti kami. Entahlah, sejak Kris menuduh kami jadian, aku merasa agak aneh. Karena tiba-tiba saja jantungku berdebar kencang. Dan saat Lay menyanggah, aku merasa sedikit kecewa. Aneh kan?

 

“Oi, aku lupa harus menjemut Mama di bandara. Kutinggal ya? Selamat berkencan!” Kris melesat pergi. Aku dan Lay saling berpandangan. Wajahku memanas, sementara Lay… yeah melihat ekspresinya, kurasa dia masih me-loading perkataan Kris. Dasar lemot! -_-

 

“Bagaimana?”

 

“Ya sudah, kita jalan-jalan saja. Katanya mau wisata kuliner, ayo!”

 

Akhirnya aku dan Lay mengelilingi stan festival. Mulai dari kedai ddokbuki, fish cake, dan kedai-kedai lain. Lay menggandeng tanganku dengan langkah cerianya. Ia selalu tersenyum dan bersemangat. Terkadang ia ber-aegyo—akting cute—pada bibi pedagang agar mendapat diskon. Membuatku tertawa lepas. Meskipun kadang ia malu-malu dan sedikit pendiam, tetapi dalam diri Lay tersembunyi sosok lucu dan ceria. Senyumnya tak pernah redup, ia selalu punya semangat.

 

Dari situ aku menyadari bahwa tanpa Lay, aku tetaplah Summer yang pendiam, introvet dan canggung. Tanpa Lay aku tak akan menemukan sosok sahabat seperti Kris, Luhan dan Tao. Lay yang sudah membuka diriku… dan tanpa kusadari dia juga membuka hatiku.

 

oOo

 

“Aku menunggu jawabanmu, Sam,” Lay menyadarkanku.

 

“Kalau aku memilih O, apa konsekuensinya?”

 

Lay maju beberapa langkah sampai kami saling berhadapan.

 

I’ll give you a big hug,” bisiknya.

 

Ah… aku mengerti… Secepat kilat kubuat tanda X dengan kedua tanganku. Ya, tak ada alasan menolak laki-laki yang kucintai kan? Senyum Lay terkembang. Senyum yang paling kusuka. Senyum yang membuatku menyadari bahwa aku mencintainya. Senyum yang membuatku selalu berterima kasih dan bersyukur.

 

“Hadiahku?”

 

Lay menangkup pipiku dan perlahan bibir kami bertemu dengan lembut.

 

X for a soft kiss,”

 

END



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles