Title : Another Sunshine After Rain
Author : Scarlett Li
Length : Ficlet
Rated : 13+
Genre : Romance, Friendship
Main Cast :
| Xi Luhan | Sunny (OC) |
Support Cast :
Someone in their lives
Desclaimer : Little ficlet of my chaptered-fiction, Sunflower. Give very big thanks to my inspirations, casts, and readers. Without you all, my fiction are nothing. Thank you very much’-')/
Summary :
Semuanya terasa tidak ada gunanya. Pengorbanan, harga diri, waktu, semuanya hanya terlihat seperti debu.
- Sunny
Warning : May be Typos
P.S : thanks to tumblr.com about the picture. Thank you.
The Chaptered-fiction are here
A love like destiny that I cannot reject
∞ ∞
Seorang pria berjalan dengan terburu-buru sambil menggenggam hangat dua gelas kertas kopi bermerek. Dari helaan nafasnya keluar uap putih, menandakan betapa dinginnya sekarang ini. Musim dingin kali ini memang seperti yang diperkirakan oleh pakar cuaca. Dingin sekali.
Ia berhenti di depan sebuah kursi taman yang tampak dingin. Seorang gadis dengan rambut panjangnya duduk disana. Menatap sungai di hadapannya dengan kagum. Pria itu tersenyum lalu menyodorkan salah satu kopi yang dibawanya.
“Ini, minumlah.”
Gadis itu menoleh dan tersenyum dan mengulurkan tangannya yang terbungkus sarung tangan, “Terima kasih.” sementara pria itu duduk dan meneguk kopi panasnya, gadis itu malah menempelkan gelas kopi hangatnya ke kedua pipinya. “Ah, hangatnya.” Gadis itu tersenyum tipis.
Pria itu melirik gadis disampingnya lalu kembali menatap sungai luas dihadapannya itu. Sungai yang gelap dan terlihat dalam itu memang diberi cahaya lampu sorot yang cukup terang memancar. Dan di seberang sana, cahaya kerlap-kerlip dan suara deruan mobil terdengar begitu nyaring. Dan cahaya berwarna kuning itu yang membuat gedung-gedung padat namun teratur itu begitu indah.
“Ah… malam natal. Lou Han, apa yang kau inginkan?”
Pria itu—Lou Han—menatap gadis itu lalu mendengus. “Sudah kubilang namaku Lu Han.” Selanjutnya, pria itu ia menggerutu tentang gadis itu dengan bahasa yang gadis itu belum kuasai dengan cepat. Sementara gadis disampingnya tersenyum meringis.
“Maaf.” gadis itu meneguk kopinya dan menghembuskan nafas pelan. “Omong-omong, Lou—oh, maaf. Lu Han, terima kasih untuk kali ini. Tapi sebetulnya kau tidak harus membawaku pergi. Sepertinya saat aku pulang nanti ia akan marah padamu.”
Lu Han menoleh cepat pada gadis itu. “Apakah kau tidak sadar bahwa ia hanya mempermainkanmu?”
Gadis itu menunduk. “Aku tidak tahu.” terdengar suara helaan nafas panjang dari gadis itu. “Mungkin saat itu ia sedang tidak sadar.”
Lu Han mendesah kasar. Ia menatap gadis dihadapannya itu dengan kesal. “Dalam keadaan apapun dirinya saat itu, harusnya ia bisa mengontrol dirinya. Bagaimana kau—”
“Bukankah kau sendiri yang mengatakan padaku, bahwa pria itu tidak bisa mengontrol hormonnya seperti wanita?” gadis itu memotong perkataan Lu Han. Dan setelah berkata seperti itu, gadis itu mendongak sejenak lalu menoleh pada Lu Han dan tersenyum tipis. “dan selama ini aku tidak bisa mengontrolnya dengan baik.”
Lu Han menghela nafas, bingung dengan tingkah gadis ini. Sementara ia sendiri pun tengah geram dengan tingkah sahabatnya itu. Bisa-bisanya ia bermain dengan wanita lain sementara ia memiliki gadis yang menunggunya dengan setia di rumah.
“Lagipula,” penggalan kata dari gadis itu membuat Lu Han menoleh cepat. “Aku juga bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang gadis yang diambilnya secara acak saat itu. Ah, bukan. Bukan dengannya. Tetapi dengan Paman Jung.” gadis itu terkekeh lalu menatap Lu Han. “Lu Han, apa sebaiknya aku berpacaran saja dengan Paman Jung? Bukankah ia yang memilihku? Lalu mengapa malah—”
“Cukup, Sunny!”
Gadis itu kembali menatap sungai luas itu dan meminum beberapa teguk kopinya yang mulai mendingin. “Lu Han.” panggilnya. Dan Lu Han lebih memilih untuk meneguk kopinya daripada menoleh pada gadis yang sedang patah hati.
“Apakah kau tahu bunga matahari? Sun Flower?” Lu Han tetap diam. Cukup meminum kopinya yang mulai mendingin dalam diam. Sementara Gadis itu menghela nafas dan melanjutkan, “Apakah kau tahu bahwa bunga matahari itu adalah salah satu dari mahluk fototropisme? Ia akan selalu mengikuti cahaya, sekali pun di tempat tersulit. Ia akan berusaha untuk mendapatkan cahayanya itu.”
The memories are ringing
Gadis itu menghela nafas lalu menggigit bibirnya. Menahan kelenjar air matanya yang akan keluar dengan bebas. “Dan kau tahu, Lu Han? Ia mengatakan bahwa aku adalah cahaya itu, dan ia adalah bunga matahari itu. Aku adalah tujuannya untuk hidup. Akulah yang membuatnya hidup.” gadis itu mendesah. Airmata pertamanya keluar begitu saja. Dan Lu Han menoleh cepat. Menatap gadis itu yang telah mengeluarkan airmata kedua dan ketiganya. “Tetapi sepertinya sudah tidak lagi. Karena ia sudah mendapatkan cahaya lain yang lebih terang dan membuatnya lebih hidup.”
My heart is crying
Tears flow, drip, drip
Lu Han menatapnya dalam. Mata dari gadis itu tidak bisa berbohong kali ini. Rasa sakit hati, rasa kesepian, kehilangan, semua itu tergambar di matanya kali ini. Dan Lu Han tahu, jika gadis itu sudah melakukan hal itu, berarti ia benar-benar tersakiti.
“Ya, sepertinya ia telah mendapatkan cahaya yang labih terang dariku.” gumamnya lalu menatap Lu Han.
“Lu Han. Xi Lu Han.”
Salah satu alis Lu Han menaik. Gadis itu tersenyum tipis.
“Sepertinya ia tidak membutuhkan sinarku lagi.” katanya lalu mendesah. “Bagaimana ini, Lu Han? Apakah aku harus pergi? Apakah aku harus kembali ke tempat awal?”
Lu Han menatapnya dengan mata yang membulat, yang bahkan terlihat ingin keluar dari tempatnya. “Apa? Apa maksudmu?”
Gadis itu menatap sungai besar yang dalam arus tenang itu mengedikkan bahu sambil tersenyum tipis. “Sepertinya aku harus kembali, Lu Han.”
Lu Han gelisah. Ia membuang kopinya—yang sudah dingin—dengan asal ke dalam tong sampah terdekatnya dan menatap gadis itu dengan tidak sabar. Ia menggenggam kedua bahu kecil gadis itu. “Kau hanya bercanda bukan?”
Gadis itu menggeleng cepat. “Tidak. Aku serius.” katanya.
Lu Han menurunkan tangannya, menatap kosong gadis itu.
“Dan, Lu Han,” gadis itu memanggilnya. “Jangan memanggilku Sunny lagi. Karena aku bukanlah cahaya lagi. Aku adalah Jung Hee. Shin Jung Hee. Tolong ingat itu. Dan jangan pernah memanggilku Sunny lagi, oke? Karena jika kau memanggilku seperti itu lagi aku tidak akan menoleh.”
Lu Han menatap sungai itu dengan tatapan kosong. Pergi? Jadi gadis itu akan pergi? Mengapa semuanya berlalu begitu saja? Mengapa begitu cepat?
Karena pria itu, Lu Han menghela nafas. Memang keparat pria itu. Baru saja ia merasa telah miliki zona nyaman, pria tu dengan mudahnya merebutnya. Pria memang seperti nenek sihir dalam sebuah cerita dongeng. Dan sepertinya ia memang harus menghentikan tingkah nenek sihir itu, atau semuanya tidak akan selesai dan berakhir dengan baik.
“Ah, nikmatnya.” Gadis itu tersenyum puas sambil menatap gelas kopinya yang mulai ringan.
“Shin Jung Hee.”
Gadis itu tersenyum lalu menatap Lu Han. “Hm?”
Pria itu mengeraskan rahang, lalu mengatakan sebuah kata dengan agak sulit di lidahnya. “K-k-kajima (jangan pergi).”
Jung Hee berhenti meneguk kopinya yang hampir habis dan menatap Lu Han dengan bingung lalu tersenyum. “Bahasa Koreamu membaik, Xi Lu Han. Hah.. senangnya mengajari orang lain. Eh, tadi kau bilang apa?”
Lu Han menatapnya. “Kajima.”
Jung Hee terdiam, lalu terkekeh. “Ada apa, Lu Han? Ah, aku tahu. Kau pasti akan sangat merindukanku, bukan? Benar bukan?”
Lu Han menatap sungai yang mulai tersorot lampu sorot yang bergerak berirama. Ia menghela nafas. “Hanya jangan pergi.”
Jung Hee mendekatkan wajahnya pada Lu Han. “Wae? Kenapa tidak boleh?”
“Karena…” Lu Han menatap Jung Hee, dalam. “karena sepertinya aku telah menyukaimu.”
Love flows, drip, drip
My heart flows, drip, drip
The one thing I spit out with tears through the receiver is, I loved you
∞ ∞
Annyeong. Pertama buat fiction Make You Feel My Love (atau Night Sky, Still I Miss You), aku bener-bener mau bilang terima kasih buat readers yang rela meluangkan waktunya untuk komen walaupun rata-rata minta sekuel atau side story-_-v Masalah sekuelnya nanti ya. Kemungkinan besar bakal bikin (lagi nyari feel yang pas buat kirim ke exofanfiction.wp.com)
Kedua, aku bakalan berterima kasih banyak kalau fanfiction kali ini bakal dapet komen yang lebih banyak dari kemaren. Kkk~ kan kalo komennya lebih banyak jadi semangat buat bikin sekuel._.v
Sekian, terima kasih banyak.
Once again, even sometimes I’m one of silent-readers, I really hate silent-readers. And now I’m trying not to be a sider. Thanks.
