Title : 1, 2, 3.
Author : Lu Juhyun
Length : Oneshot (3437w)
Rating : PG
Genre : Romance, Comedy
Main Cast : Seohyun, Luhan
Supporting Cast : Jongin
Pairing : SeoHan
***
Pertama kali Luhan bertemu yeoja itu adalah saat dimana Luhan baru saja pulang dari sekolahnya dan pulang mengendarai motornya melewati jalan yang sama seperti biasanya.
Luhan yang saat itu mati-matian menahan kencing di jalan, mengendarai motornya dengan kelajuan yang bisa dibilang cukup cepat. Ia yang biasanya hanya berani berjalan empat puluh sampai lima puluh kilometer per jam, memberanikan diri untuk mengendarai motor tercintanya dengan kelajuan delapan puluh kilometer per jam. Di jalanan siang yang tak cukup ramai.
Semua berjalan cukup lancar hingga Luhan berada tak jauh dengan perempatan yang tiba-tiba menunjukkan lampu merahnya sehingga mengharuskan Luhan untuk was-was dan menginjak remnya setepat mungkin agar tidak menabrak orang-orang yang sudah berhenti jauh di depannya. Dengan sigap namja yang kandung kemihnya sudah penuh itu mengerem motornya.
Ia memaki dirinya sendiri yang salah perhitungan sehingga kaca spionnya menabrak kaca spion sebelah kiri motor matik yang dikendarai oleh seorang yeoja yang juga berseragam sekolah seperti dirinya. Yeoja itu terkesiap, begitu juga dengan orang-orang di sekitarnya. Pasalnya, kaca spion motor yeoja itu sampai jatuh terpelanting walaupun tak sebegitu jauh, di dekat ban depan mepeda motor Luhan.
Luhan refleks melongo dan menatap prosesi jatuhnya benda yang amat berguna bagi pengendara motor itu. Setelah memunculkan suara jatuh yang sudah tak asing lagi di telinga manusia, seketika Luhan menatap yeoja itu—yang ternyata sudah menatap dirinya sedari tadi— dan meringis lebar merasa bersalah. Ditautkannya kedua alisnya dan ditatapnya yeoja itu dengan penuh rasa penyesalan.
“Mianhaeyo…”
Yeoja itu hanya tersenyum pahit. Ha! Luhan dapat merasakan apabila yeoja itu ingin sekali menyumpahi dirinya. Atau mungkin hanya perasaannya?
“Jinja, mianhaeyo.” Kata Luhan lagi kali ini sambil mengampil spion yang jatuh itu. Kemudian ia menyerahkannya pada yeoja yang sekarang menatapnya tak mengerti. “Uhm, lebih baik ke bengkel terdekat saja. Kau tahu bengkel di sana, bukan?” tanyanya sambil menunjuk ke arah selatan.
“Ah, gwaenchana. Tidak usah saja.” Kata yeoja itu masih sambil tersenyum getir. Luhan menggaruk-garuk kepalanya. Kemudian ia tertawa kecil ketika tak sengaja mendengar gumaman lirih yeoja itu “Bodohnya aku menghabiskan uang jajanku.”
“Tidak usah bagaimana? Kau bisa dihajar orangtuamu jika kau membawa sepeda motormu pulang dengan keadaan seperti ini.” Luhan tersenyum kecil ketika yeoja itu menampakkan wajah ngerinya. “Karena aku yang bersalah, aku akan membayar.” Kata Luhan lagi. Terlihat sekali ketika Luhan mengatakan kalimat terakhirnya, yeoja itu bernapas lega. Jadi ia saat ini benar-benar tak membawa uang sepeserpun, ya?
“Ah, kamsahamnida.” Katanya sembari tersenyum manis. Manis sekali. Lebih manis dari gula-gula kapas kesukaan Luhan.
“Gwaench-“ Luhan merasakan sesuatu keluar dari dirinya sedikit.
SHIT!
SHIT!
SHIT!
“Ah, lampu hijau!” kata yeoja itu menyadarkan Luhan.
“Kau duluan ke bengkel itu, ya?! Aku harus pulang dulu!” teriak Luhan cukup keras sambil menahan dirinya. Sial, mengapa hal ini harus terjadi di hidupnya?
Secepat kilat Luhan menjalakan sepeda motornya dan meninggalkan yeoja cantik tadi yang kini melongo karenanya. Dilema apakah ia harus percaya pada janji yang ia sendiri tak tahu realisasinya dan benar-benar memutuskan untuk pergi ke bengkel yang dimaksudkan. Yeoja itu mengangkat bahu sambil mencuatkan bibir bawahnya.
***
“Hey…,” yeoja itu menoleh dan mendapati Luhan yang kini sudah berganti pakaian santai berdiri di depannya. Ah, jadi namja ini bernar-benar berniat menanggung semuanya?
Yeoja itu tersenyum kecil sebagai tanda kesopanan dan tak sengaja menatap apa yang dibawa Luhan. Dua buah es krim? Apakah itu untuk dirinya?
“Belum selesai, ya?” tanya namja itu lagi.
Ia menggeleng, masih sambil menatap Luhan. “Belum.”
“Ah…,” kata Luhan sambil melahap es krimnya sekali suap. Wow!
Yeoja itu menelan ludahnya. Bagaimana bisa namja ini memakan es krim itu sekali suap?! Selebar apa mulutnya? Ia bertanya-tanya sambil berpikir kapan namja di sampingnya ini menawarinya es krim yang tersisa di tangannya.
Helaan napas panjang dan mulut yang menganga terpancar di raut muka yeoja itu. Ditatapnya Luhan yang kini membuka kembali es krim yang dibawanya. Namja itu kemudian melahap es krim itu di depannya. Yeoja itu menelan ludah. Ia terlalu berharap.
“Kau mau?” tanya Luhan ketika dilihatnya Seohyun yang menatap lurus ke arah bungkusan es krim yang dipegangnya. Sayangnya seluruh es krimnya sudah habis tak tersisa.
“Eh?” yeoja itu menatap Luhan kikuk sembari menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. Sial, ia ketahuan.
***
Luhan mengeluarkan uangnya untuk membayar tiga es krim yang dibelinya sambil tertawa renyah mengingat kejadian tadi. Bagaimana yeoja tadi dengan kikuknya menatap lurus ke arah bungkusan es krimnya tanpa berkedip.
Bodohnya Luhan yang tak peka. Harusnya sebagai pria, ia menawarkan sebagian es krim yang dibelinya, bukan? Yeah, memang jika berurusan dengan makanan, Luhan tak peduli siapa pun. Namun melihat yeoja yang kelaparan tak membawa uang dan menunggu sepeda motornya yang tak juga selesai diperbaiki membuat hati kecil Luhan cukup bergerak. Jahat sekali, bukan, jika ia membiarkannya menatap dirinya yang sedang melahap makanan bulat-bulat?
“Hey…,” Luhan menjawil bahu kanan yeoja itu. Yang sedari tadi sibuk membaca tulisan yang tertera di kertas yang menempel di sebuah pohon besar di samping warung kecil tempatnya membeli es krim. “Igeo…,” katanya lagi sambil menyodorkan es krim berbungkus plastik itu ketika yeoja yang ada di depannya berbalik untuk menatap dirinya.
Luhan tersenyum kecil ketika melihat perubahan wajah yeoja itu yang tiba-tiba menjadi sumringah. Lucu sekali mengetahui bahwa sebungkus es krim bisa merubah raut wajah seseorang.
Ganti Luhan yang kini terpaku pada selembar kertas yang tadi dibaca yeoja itu ketika yeoja itu sudah menerima es krim pemberiannya. Iklan tentang badut pesta. Ya, inti dari poster ini adalah tentang pengiklanan badut pesta. Jadi, sedari tadi inikah yang dibaca yeoja ini?
“Dari tadi kau membaca ini?”
“Hmm?” yeoja itu menatap Luhan sambil memelototkan matanya sangat lucu. Luhan tertawa kecil.
“Kau membaca iklan badut pesta?” Yeoja itu memasukkan es krimnya ke dalam mulutnya ketika Luhan berbicara.
“Ah, itu. Aku hanya senang membaca apa saja. Jadi, ya, aku tadi membacanya.” Jawabnya.
Pandangan Luhan tak terfokus pada mata yeoja itu, melainkan mulutnya. Mulutnya yang belepotan es krim.
Tanpa aba-aba, Luhan memasuki warung kecil itu kembali. Meninggalkan yeoja itu secara tiba-tiba, lagi. Membuat yeoja itu kebingungan, lagi.Dan lagi-lagi yeoja itu dibuat Luhan mengerutkan keningnya ketika Luhan datang membawa sepaket tisu kecil dan mengeluarkannya selembar.
“Kau belepotan.” Katanya sambil menyodorkan tisu itu pada yeoja yang kini menunduk karena malu. Luhan lagi-lagi tertawa kecil karenanya.
***
Kali kedua Luhan bertemu yeoja itu adalah pada saat ia dan Jongin sedang olahraga pagi dan Jongin yang amat mencintai rupanya sendiri menyuruhnya untuk mengambil gambar dirinya di depan air mancur taman.
“Jangan dekat-dekat!” protes Jongin ketika Luhan menghadapkan kamera Jongin tepat di muka namja narsis itu.
Luhan memutar kedua bola matanya. “Yaaaaa….”
“Mundur lagi!” perintah namja itu.
Luhan mengambil selangkah kebelakang.
“Mundur lagi, Luhaaan!”
Luhan mundur lagi.
“Lagiiiii~”
“Yah, ini sudah jauh!” maki Luhan pada sobatnya itu. Dasar. Memangnya dia siapa? Luhan, kan, sebenarnya juga ingin berfoto!
“Lagi!” suara Jongin yang tadinya dibuat seaegyo mungkin sekarang berubah menjadi berat dan rupawan menanggapi Luhan yang tak mau disuruhnya mundur. Luhan yang ketakutan akhirnya mundur juga.
“Sudah?” tanya Luhan.
“Sedikit lagi!!”
“Aish, Jongin sia-“
“Aww!”
Luhan berbalik ketika mendengar teriakan seorang yeoja yang terdengar sangat jelas di telinganya. Yeoja yang sepertinya kakinya terinjak olehnya. Sial, ini semua gara-gara Jongin.
Jongin yang berada cukup jauh hanya menarik lehernya berusaha untuk melihat apa yang terjadi. Ia ingin menghampiri Luhan, namun namja itu terlalu jauh.
“Mianhaeyo…,” kata Luhan sambil membungkuk sembilan puluh derajat, merasa sangat bersalah.
“Gwaench-“ yeoja itu menjeda kalimatnya. “Kau?”
“Eh?” Luhan kembali berdiri tegak. Dilihatnya yeoja di depannya sudah menatap dirinya. Oh? Yeoja yang pernah ia beri es krim! Ah, maksud Luhan, yeoja yang dulu spionnya pernah ia rusakkan. Yeah, walaupun sama saja, tetapi memiliki siratan makna yang berbeda.
“Mengapa kau di sini?” tanya mereka berdua bersamaan. Kemudian mereka berdua tertawa bersama, tak menyadari raut muka Jongin yang kebingungan. Bagaimana bisa Luhan bisa tertawa setelah menginjak kaki perempuan?
“Olahraga pagi. Rumahku dekat dari sini.” Kata Luhan. “Kupikir rumahmu jauh dari sini?”
“Ya, memang.” Yeoja itu menyelipkan sebagian rambut bagian depan miliknya ke belakang telinga. “Tapi orangtuaku menyuruhku tinggal dengan nenekku saja. Kau tahu, aku terkadang malas sekolah karena rumahku terlalu jauh.” Katanya diakhiri dengan tawa kecil.
“Oh, jinja?” yeoja itu mengangguk sambil menahan tawa. Tak terasa ia sudah membocorkan rahasianya sendiri pada namja yang baru ditemuinya dua kali. “Rumahku dekat tapi aku selalu malas.” Kata Luhan disambut tawa keduanya.
“LUHAAN!”
“Eh?” Luhan berbalik untuk mencari sumber suara yang memanggil namanya. Begitupula Seohyun. Luhan mendapati Jongin sedang berkacak pinggang dengan raut muka yang konyol. Luhan tertawa. Bagaimana ia bisa melupakan kehadiran Jongin?
“Temanmu?” tanya yeoja itu.
Luhan mengangguk sambil terkadang menggeleng. “Aku ingin dia bukan temanku. Sayangnya dia memang temanku.” Kata Luhan.
“Mengapa wajahnya seperti itu?” tanya yeoja itu sambil tertawa. Dari apa yang Luhan lihat, yeoja ini mudah sekali tersenyum dan tertawa.
“Ah, dia tadi sedang menyuruhku untuk mengambil gambarnya. Namun aku justru bertabrakan dengan dirimu dan mengabaikannya.” Kata Luhan sambil garuk-garuk kepala.
“Ah, jinja? Mianhaeyo….” kata yeoja itu sambl menutup mulutnya. “Kalau begitu aku pergi saja, hehe. Annyeonghigyeseyo….” katanya lagi sambil tersenyum manis.
“Annyeong….” balas Luhan dengan senyumnya yang tak kalah manis.
Namja itu mengantarkan Seohyun melangkah menjauh dengan tatapan matanya yang selalu mengikuti ke manapun arah yeoja itu berjalan. Namja itu tak sadar rekannya sudah berada di sampingnya dengan napas yang tersenggal-senggal.
“Hhh… hhh…”
“Ya!” Luhan membalikkan badannya dan meletakkan telapak tangannya di bahu namja itu. “Wae geurae?”
PLAK! Namja itu justru menampar pipi Luhan bersamaan di kanan dan di kiri, membuat seluruh wajah Luhan panas.
“Aish, jinja Jongin! Wae?!”
“Sialan kau. Aku kau suruh menunggumu di sana sementara kau berkencan, huh?” katanya sambil menganiyaya Luhan lagi. Kali ini ia menjadikan rambut Luhan sebagai sasaran aksi kriminalnya.
“Aish, jinja!!!” Luhan mengenyahkan tangan Jongin dari rambutnya. “Siapa juga yang berkencan?! Namanya saja aku tidak tahu!” kata Luhan.
“He???” Jongin menatap Luhan dengan wajah konyol. Tidak tahu namanya? Yang benar saja? Bagaimana mereka bisa tertawa bersama begitu kalau tidak saling kenal? “Bohong.”
“Jinja! Aku dulu pernah tak sengaja berurusan dengannya, dan hari ini aku juga tak sengaja bertemu dengannya. Aku tidak tahu namanya, sungguh.”
Jongin manggut-manggut sambil memegangi ujung dagunya. “Mmm, bisa ya ternyata, tidak sengaja bertemu dua kali, namun masih tak saling kenal?”
Jongin menatap Luhan dengan tatapan bodoh seperti Patrick menatap Spongebob.
“Wae?” tanya Luhan tidak santai. “Mengapa kau menatapku seperti itu?”
“Kalian jodoh!”
PLETAK!
Kali ini toyoran Luhan mendarat tepat di puncak kepala Jongin, membuat si empunya mengaduh kesakitan. Luhan memang tidak tanggung-tanggung jika membalas dendam.
“Bicara apa kau ini? Hanya bertemu dua kali secara tidak sengaja saja kau bilang jodoh.” Kata Luhan. “Sudahlah, kau jadi berfoto atau tidak?”
“Jelas, lah!”
***
Luhan tidak paham mengapa ia mau saja diperbudak Jongin untuk membelikan es krim hanya karena namja itu berkilah Luhan berhutang padanya yang mau menunggu Luhan untuk selesai berbicara dengan yeoja yang tak sengaja ditemuinya.
Luhan mengumpat dalam hati di setiap langkahnya sembari menendang bebatuan kecil tak berdosa ke sana-ke mari. Ketika salah satu batu itu melayang ke kaki mungil anak kecil tak berdosa, Luhan segera berlari ke arahnya dan mengelus-eles kakinya seraya meminta maaf kepada anak yang hanya menatapnya bingung itu.
Pemandangan gerobak es krim yang semakin lama semakin dekat sedikit demi sedikit menghilangkan kekesalan Luhan akan Jongin yang semena-mena pada dirinya hari ini.
Tepat saat seorang anak baru saja menerima es krimnya, saat di mana Luhan sudah berada di depan gerobak es krim itu dan mengatakan pesanannya.
“Jadi kau benar-benar suka es krim, ya?”
Luhan menoleh dengan cepat ketika didengarnya suara yang cukup familiar itu. Ternyata ia benar, yeoja itu lagi. Ah, dia belum pulang rupanya.
“Haha, ya, aku suka makanan dingin.” Kata Luhan. “Kau belum pulang, ternyata.”
“Aku ingin pulang sedari tadi, namun anjingku ini masih ingin berjalan-jalan.” Kata yeoja itu sambil menunjukkan anjing putih kecil miliknya. Sejak kapan anjing itu bersamanya?
“Eh?” Luhan menggaruk-garuk kepalanya. “Sejak kapan dia bersamamu?” tanyanya sambil menerima es krim dari si penjual es krim. Saat itu pula, yeoja itu memesan es krim.
“Ah, kau tidak sadar sejak tadi ia sudah bersamaku?” tanya yeoja itu sambil tertawa.
“Jinja? Mengapa aku tidak menyadarinya, ya?” kata Luhan sambil tertawa renyah.
Yeoja itu tersenyum lucu. Sepertinya ia sedang senang sekali. Luhan sangat suka melihat orang yang sedang bahagia. Tak tahu mengapa, ia selalu seperti merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan. Dan hal itu sangat sering terjadi acap kali Luhan bertemu dengan yeoja ini.
“Annyeong!” salam yeoja itu menyadarkan Luhan dari lamunan singkatnya. Rupanya yeoja itu sudah menerima es krim pesanannya. Jadi sekarang mereka akan berpisah lagi? Mengapa Luhan masih ingin berada di sini?
“Ah, ya. Annyeong!”
***
“Jadi…,” Jongin meneliti namja yang tengah duduk di sebelahnya. “Kau tak sengaja bertemu yeoja itu lagi?”
“Yep.”
“Sudah tiga kali! Berarti kalian memang berjodoh! Ah, seperti apa, sih, dia? Aku tak sempat melihat wajahnya dengan jelas.” Kai berkoar-koar, melupakan es krimnya yang sudah setengah meleleh.
“Dia belum pulang dari tempat ini, jadi tidak bisa dihitung kami bertemu tiga kali.” Kata Luhan.
“Mengapa kau tak menanyai namanya?”
Luhan berhenti memakan es krimnya. “Eh?” namja itu menggaruk-garuk kulit kepalanya. Kebiasaannya ketika sedang kebingungan. “Mengapa aku tidak menanyainya, ya? Padahal kami saling mengetahui satu sama lain. Iya, ya? Mengapa aku tidak menanyainya, ya?”
“Aish, berhentilah berbicara dengan dirimu sendiri!” ujar Jongin. “Mungkin Tuhan memang membuatmu lupa agar kau menyadari pertemuanmu dengan yeoja itu memanglah tanda kalian adalah jodoh.”
“Kau bicara apa? Aku dan dia hanya bertemu dua kali!”
“Sudahlah, kalau jodoh, ya jodoh saja.”
“Mengapa kau yang heboh, sih?!”
“Temanku sudah diberi tanda-tanda jodoh, tentu saja aku senang! Berarti sebentar lagi aku bisa menimang bayi!”
PLETAK!
“Kim Jongin! Berhentilah menghayal!”
***
Kali ketiga Luhan dan yeoja itu bertemu adalah beberapa hari setelah pertemuan kedua mereka. Kali ini Luhan datang sendiri ke sebuah toko kue untuk membelikan ibunya kue coklat.
Luhan tidak datang dengan senang hati. Ia sendiri kemari karena terpaksa. Pasalnya ia harus menunggu kue itu untuk dihias. Dan hal itu memakan waktu yang cukup lama. Berkali-kali Luhan melihat ke arah jam tangannya kemudian berganti melihat ke luar ruangan dari jendela toko sambil duduk di kursi yang berada tak terlalu jauh dari pintu masuk. Pekerjaan ini menyita waktunya.
Luhan merapatkan pegangannya pada jaket yang dipakainya. Walaupun udara di dalam begitu dingin, membeli es krim memanglah keputusannya yang paling tepat. Yeah, mungkin ditemani secangkir teh panas yang dapat diminumnya jika nanti ia sudah benar-benar kedinginan.
“Es krim coklat dan teh panas.” Pintanya pada penjaga meja kasir. Tak lama kemudian, es krim dan teh panasnya sudah tersedia di atas meja kasir. Andai saja penghiasan kue itu secepat ini.
Setelah mengeluarkan beberapa lembar uangnya untuk membayar, Luhan berbalik sambil mendesah panjang. Ia bosan. Sangat-sangat bosan.
Luhan mencicipi teh miliknya ketika ia sudah duduk manis di tempatnya. Sial, teh yang diminumnya kurang gula.
Luhan berdiri sambil membawa secangkir teh panas miliknya. Seorang yeoja memasuki toko kue tepat saat Luhan berjalan di depannya. Dan, tumpahlah tiga perempat teh Luhan.
“Ah, panas!” pekiknya tak terlalu keras sehingga hanya dirinya dan Luhan saja yang mendengarnya. Yeoja itu mengibaskan rok bagian depan dan atasannya untuk meredam rasa panas yang merasuk sedikit demi sedikit di kulitnya.
“Ah, mianhaeyo!” Luhan yang kelabakan langsung saja mengambil berlembar-lembar tisu yang terletak di atas meja terdekat. “Jinja mianh-“ Luhan hendak meminta maaf lagi ketika disadarinya siapa orang yang ditumpahi teh olehnya. Yeoja itu lagi.
“Kau lagi?” tunjuk yeoja itu pada Luhan sambil tertawa renyah.
“Mianhaeyo…,” ucap Luhan sambil meneruskan mengelap pakaian yeoja itu yang kini berwarna tidak jelas terkena tumpahan tehnya.
Ternyata yeoja itu juga berniat membeli kue di tempat ini. Maka dari itu, setelah memesan kuenya, yeoja itu duduk di dekat Luhan yang masih saja merasa bersalah dan berusaha membersihkan pakaiannya.
“Gwaenchanha…,” ujar yeoja itu sembari tersenyum manis.
“Tidak apa-apa bagaimana? Kau sendiri tadi yang berteriak kepanasan.” Kata Luhan sambil membuka jaketnya.
“Hahaha. Tidak apa-apa.” Kata yeoja itu. “Mengapa setiap kali kita bertemu, kau selalu membawa es krim?”
Luhan menatap ke arah benda yang juga ditatap oleh yeoja itu. Yap, benar. Es krimnya yang sudah mencair. “Aih, aku lupa tadi aku membeli es krim.” Katanya sambil menepuk pelan keningnya.
Yeoja itu terkikik. “Kau lucu.” Katanya kemudian. Cukup lirih untuk didengan oleh Luhan.
“Mwo?”
“Ani. Tidak ada apa-apa.” Kata yeoja itu malu.
“Ini.” Luhan menyodorkan jaketnya pada yeoja yang duduk di depannya itu. “Kau pakai saja jaketku.”
“Ah, wae? Gwaenchanha! Kau pakai saja, tidak apa-apa.” Tolak yeoja itu yang merasa tidak enak pada Luhan.
“Aku tidak apa-apa. Pakai saja.” Tawar Luhan lagi.
“Tapi di sini dingin.” Kata yeoja itu lagi.
Luhan tak langsung menjawab. Namja itu justru berdiri dan menyampirkan jaketnya di kedua pundak yeoja itu. Kontan saja raut muka yeoja cantik itu memerah. “Aku tidak apa-apa.” Kata Luhan sambil tersenyum.
“Kamsahamnida.” Yeoja itu membungkuk.
“Kau tahu?” yeoja itu menggeleng. “Hey, aku belum mengatakan apapun.” Kali ini yeoja itu tersenyum menahan tawa. “Mengapa setiap kali kita bertemu, moodku selalu sedang dalam keadaan yang buruk?” tanya Luhan. Raut muka yeoja itu seketika berubah. “Namun kau merubahnya.”
Sang yeoja tersenyum masih sambil menahan tawa. Ah, lucunya. “Ah, jinja? Kalau begitu berarti aku hebat?” candanya.
“Tidak juga.” Kata Luhan bercanda sambil menjulurkan lidahnya lucu.
“Kau suka sekali menjulurkan lidah. Kau ular, ya?” tanya yeoja itu.
“Orang tampan seperti ini kau bilang ular?!” tanyanya percaya diri sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Ya, ya, ya. Terserah kau saja, manusia ular penyuka es krim.” Kata Seohyun sambil meminum es jeruk yang tadi dibelinya.
“Aku menjulurkan lidah bukan berarti aku manusia ular.” Kata Luhan. “Tapi asik juga, mungkin, jika aku menjadi manusia ular.”
“Kau gila.” Yeoja itu tertawa renyah. Kali ini ia tak berusaha menutupinya. “Oh, ya. Aku Seohyun.” Kata yeoja yang ternyata bernama Seohyun itu.
“Eh?” Luhan menjeda kalimatnya untuk menatap Seohyun sekilas. “Aku Luhan.” Katanya sambil menyodorkan tangannya.
Yeoja itu tersenyum sekilas sembari menatap tangan Luhan, kemudian menjabatnya. “Aku sudah tahu.” Kali ini ganti Seohyun yang menjulurkan lidahnya.
“Eh?” Luhan terlihat kebingungan. Seperti biasa, ia menggaruk-garuk kulit kepalanya sambil menatap keadaan sekitar. Pasalnya ia tak pernah merasa memberitahukan namanya pada yeoja ini. Bagaimana dia bisa tahu?
“Hahaha. Wajahmu lucu sekali!” yeoja itu tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.
“Aish, apanya yang lucu?” kata Luhan sambil mengerucutkan bibirnya.
“Hehehe. Kita dulu bertemu masih memakai seragam sekolah, bukan? Pada saat itu aku melihat nama di seragam sekolahmu.” Kata Seohyun menjelaskan.
“Ah, mengapa aku tak melakukannya juga, ya?” Luhan bertanya-tanya kemudian menyedot es jeruk milik Seohyun.
“Yah, es jerukku! Dasar manusia ular pencuri penyuka es krim!” ujar yeoja itu sambil membuatkan nama baru untuk Luhan yang lebih panjang.
Luhan hanya tertawa saja ketika yeoja itu melihat prosesi dirinya menghabiskan minuman yang dibelinya.
“Kau benar-benar menghabiskannya?” tanya Seohyun datar sambil membuat wajah konyol.
“PFFTHUAHAHAHAHA!!!” Luhan tertawa keras. “Wajahmu! Wajahmu lucu sekali!” katanya. “Ternyata begini rasanya melihat orang berwajah lucu!”
“Aish, jinja….”
Luhan dan Seohyun kembali bercakap dan larut dalam tawa mereka masing-masing setelahnya. Kadang mereka beradu wajah konyol, atau bermain ‘siapa yang bisa menarik-ulur lidah paling banyak dalam satu menit’, atau melakukan hal-hal bodoh lainnya.
Sampai akhirnya pelayan toko membawakan kedua kue yang dipesan Seohyun dan Luhan dengan mengantarnya ke meja mereka.
“Bagaimana bisa penghiasan kue kaita selesai dalam waktu yang sama. Seingatku aku pesan lebih dulu dari kau?” tanya Luhan pada Seohyun.
Seohyun mengangkat bahunya, tak mengerti. “Molla.”
“Ah, itu. Tadi kami kira kalian pasangan yang memesan kue bersama. Atau bisa dibilang tadi Tuan memesannya terlebih dahulu kemudian menunggu Nona. Jadi kami mengantarkan kue ini dalam waktu yang sama, menunggu kue Nona selesai dihias terlebih dahulu.” Kata pelayan toko itu sambil melihat Seohyun dan Luhan bergantian. “Eh, atau kalian bukan pasangan?” tanyanya ketika Seohyun dan Luhan saling tatap. “Aigoo, mianhayo Tuan, membuatmu menunggu lebih lama.” Katanya sambil membungkuk sembilan puluh derajat.
“Ah, gwaenchanha. Aku justru berterimakasih padamu.” Kata Luhan sambil membungkuk juga. Seohyun menyodok perut Luhan dengan siku. Dasar.
“Kalau begitu, saya permisi dulu. Terimakasih sudah membeli kue kami. Selamat datang kembali.” Kata pelayan itu sambil tersenyum seraya mengantarkan Luhan dan Seohyun keluar toko.
“Hihihi….”
“Wae?”
Seohyun memiringkan kepalanya, membiarkan dirinya menatap wajah Luhan. Namja itu juga sedang menatap dirinya, dengan tatapan tak mengerti.
“Mengapa kau tertawa?”
“Ani, aneh saja.” Kata yeoja itu. “Mereka mengira kita sepasang kekasih padahal kau baru tahu namaku hari ini.” Tambahnya sambil tersenyum kecil.
“Ah, tapi kan sebenarnya kita sudah saling kenal.” Kata Luhan.
“Ya…,” Seohyun menghadap ke arah langit cerah. “bisa dibilang begitu.”
Luhan tersenyum kecil. “Jadi….”
“Ya?”
“Bagaimana aku bisa mengambil jaketku kembali?” tanya Luhan.
“Ne?” Seohyun kembali menghadapkan kepalanya ke arah Luhan, hanya untuk melihat namja itu mengerlingkan sebelah matanya, dan membuat Seohyun tergelak dalam tawa. Jadi sekarang namja ini tak mau kehilangan jejak dirinya lagi? “Tak jauh dari sini. Di perempatan itu, rumah paling ujung berdiding biru langit. Itu rumah nenekku.” Kata Seohyun sambil menujuk beberapa rumah tak jauh dari mereka berada.
“Ah, itu.” Kata Luhan. “Baiklah, sampai jumpa lagi.”
“Ya, sampai jumpa.” Kata Seohyun sambil berjalan menjauh sambil melambaikan tangannya.
“Kali ini kita tidak akan berjumpa secara tidak sengaja lagi!!!” teriak Luhan cukup keras, disambut tawa Seohyun yang kian lama kian merekah.
Kau benar Jongin, yeoja ini memang jodohku.
END.