Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Illa Illa (Chapter 1)

$
0
0

 

Title : Illa.. Illa..

Author | Artwork | Twitter : @auliaylsnov

Genre : Alternatif Universal, Angst, Sad

Length : Chapter || Status : Chapter 1 || Rating : PG-15

Main Casts : Kim Hye Sun (OC) | Kevin Wu | Zhang Yi Xing

Support Casts : Kim Jongin | Jung Soojung | Kim Junmyeon | etc

Ost :

Juniel – Illa Illa | Ailee – Evening Sky | Ailee – Heaven

Illa Illa

Disclaimer :

Well, FF ini terinspirasi dari MV Juniel – Illa Illa, tapi ingat! Hanya 30% dari MV, karena secara keseluruhan sampai FF ini selesai, hasil pemikiran aku selama begadang tiap malam -_- #poorME jadi tidak termasuk SONGFIC. Hehehe^^

 

Warning :

Ingat yah! Kehidupan di FF ini sama sekali tidak sama dengan dunia nyata sang “cast”. Baca lagi, karena FF ini genrenya Alternatif Universal. Jadi dimohon jangan sembarang ngebashing cast J Boleh jengkel, asalkan tidak berkata-kata kasar. Komentari saja apa yang ada di FF ini yang sekiranya harus dikomentari.

 

“Harapan dan keputusasaan. Semuanya tidak bisa kupungkiri. Aku berharap kau akan hadir disini, namun aku juga putus asa akan harapan itu sendiri. Menunggumu, apakah itu hanya akan menjadi hal yang sia-sia? Karena kekosongan ini hanya sempat terisi beberapa saat saja. Seandainya.. kau mau mendengarkanku sebentar saja…”

-Kim Hye Sun-

“Akibat ketidaksengajaan, dan kesalahpahaman, membuatku menjadi merasa sangat bersalah padamu. Aku akan menebus kesalahanku. Karena dengan cara itulah bisa membuatku semakin mengenalmu, dan hal itu membuatku lebih semangat menjalani hidup.”

-Zhang Yi Xing-

“Kebodohanku, kecemburuanku, keegoisanku, membuatmu menjadi sangat amat terluka. Aku tahu beribu kata maaf pun yang keluar dari mulutku tidak akan membalikkan keadaan seperti semula. Tapi, masih adakah kesempatan kedua untuk bersamamu kembali?”

-Kevin Wu-

 

STORY’s BEGIN…

 

            Seorang pria berwajah tampan, tinggi dan tegap tengah berjalan cepat di dalam gedung kantor sembari membawa berkas-berkas yang sepertinya sangat penting. Hampir setiap pegawai yang menemuinya menyapanya dengan ramah namun ia hanya membalas dengan senyuman atau bahkan anggukan kecil. Untuk saat ini ia sedang tidak ingin memperdulikan sapaan-sapaan yang ditujukan padanya. Ia harus secepatnya sampai ke ruangan itu. Begitulah pikirnya. Terlihat dari raut wajahnya yang sedikit cemas dan tergesa-gesa. Semakin mendekati ruangan yang dituju, ia semakin mempercepat langkahnya.

            Seorang wanita yang lebih tua beberapa tahun darinya langsung berdiri dan membungkukkan badannya ketika pria itu memasuki ruangan tersebut. Terlihat dari papan namanya tertulis “Secretary”.

            “Sajangnim telah menunggu anda, manajer Kevin.” Terangnya. Pria itu hanya menganggukkan kepalanya dan mencoba merapihkan setelan jasnya sebelum masuk ke ruangan inti. Lalu ia mengetuk pintu tersebut dengan pelan.

            “Cepat masuk.” Terdengar suara perintah dari seorang pria paruh baya yang berada di dalam ruangan tersebut. Pria itu segera membuka kenop pintu dan menutupnya kembali setelah masuk ke dalam ruangan itu. Terlihat olehnya seorang pria paruh baya tengah memandang ke luar jendela, memandangi jalanan kota Seoul yang seperti biasa, selalu padat setiap hari.

            “Maaf terlambat, sajangnim. Saya baru–”  kata-katanya terpotong karena disela oleh orang yang sekarang telah duduk di kursi dihadapannya.

            “Tidak perlu seformal itu didepan ayahmu sendiri, Kevin Wu.” Terangnya. Pria bernama Kevin Wu itu mengangguk.

            “Duduklah. Aku tahu kau baru saja menyelesaikan meeting bersama divisimu.” Kevin langsung menuruti perintah ayahnya tersebut.

            “Dad, ada apa memanggilku? Berita penting apa hingga aku harus terburu-buru datang kemari?” Tanya Kevin to the point.

            “Kau selalu saja tidak sabaran.” Jawab ayahnya. Mengulur waktunya agar bisa berlama-lama dengan anak laki-lakinya itu.

            “Ayolah dad, aku sibuk…” Kevin gusar. Ayahnya hanya tertawa kecil melihat tingkah anaknya tersebut.

            “Aku tahu kau sibuk, tapi sekarang kau sedang bekerja denganku jadi kau harus menuruti kehendakku. Bila perlu batalkan semua meeting atau deadline yang tengah kau kerjakan untuk dua jam kedepan.” Kalau sudah begitu, Kevin hanya menghela nafasnya dan bersandar di kursi yang ia duduki sekarang. Ayahnya, selalu bertindak sesukanya, mengaturnya, tanpa seijin Kevin.

            “Well.. kalau itu maumu, dad.” Jawab Kevin dan menatap malas kearah ayahnya.

            “Kevin, mama merindukanmu.” Kevin menautkan kedua alisnya. Apa itu berita pentingnya? Batin pria itu.

            “Ya, itu berita pentingnya.” Seolah ayah Kevin tahu apa yang dipikirkan oleh anaknya. Kevin berdecak kesal.

            “Dad, kau bisa meneleponku kalau hanya ingin memberitahu bahwa mama merindukanku. Tidak perlu sampai membatalkan semua rencana yang sudah aku susun dua jam kedepan. Lagipula mama selalu menelponku setiap malam jika aku sudah pulang kerumah, bahkan jika aku sedang lembur.” Keluh Kevin. Ia sudah terbiasa sejak kecil memanggil orang tuanya dengan sebutan mama dan dad baik sewaktu ia tinggal di China dan di Kanada.

            “Masalahnya bukan hanya disana, Kevin-ah.” Sanggah ayahnya. Kevin memiringkan kepalanya, pria itu ingin tahu.

            “Mama menginginkanmu untuk tinggal kembali di Kanada. Ia merasa kesepian disana.” Pernyataan ayahnya membuat Kevin bingung.

            “Kalau begitu kenapa tidak mama saja yang datang kemari dan tinggal bersama kita, dad?”

            “Kau ini bagaimana Kevin? Lupa? Kita tidak tinggal bersama. Kau lebih memilih tinggal di apartemen sendiri daripada di rumah bersamaku.” Keluh Ayahnya, dan melanjutkan kembali. “Mamamu, hanya ingin tinggal di China dan Kanada. Ia tidak menaruh minat pada kota ini.” mendengar hal itu membuat Kevin tidak ingin kehabisan akal begitu saja.

“Tapi, bagaimana dengan pekerjaanku disini?”

            “Kau bisa mengambil alih cabang perusahaan yang ada disana.” Jawab ayahnya enteng.

            “Tapi disana sudah ada Zitao, dad.”

            “Zitao yang akan menggantikanmu disini, bisa kan?”

“Tapi, dad?” Kevin membantah.

            “Tapi apalagi?” Kevin tahu ayahnya tidak suka ada penolakan.

            “Bagaimana dengan gadisku?” Kevin baru sadar. Jika ia jadi dipindahkan ke Kanada, berarti ia akan berpisah dengan Hye Sun yang merupakan kekasihnya selama tiga tahun belakangan ini.

            “Kau masih berhubungan dengan gadis itu?” Tanya ayahnya. Kevin mengangguk. Pria itu menggigit bibir bawahnya.

            “Tidak ada pilihan lain, dad?” Terlihat bahwa Kevin sangat berat meninggalkan Seoul, terutama kekasihnya. Ia menatap ayahnya yang tengah memikirkan sesuatu.

            “Baiklah. Aku memiliki dua pilihan yang harus kau pikirkan baik-baik. Kau tahu bahwa aku tidak pernah memberikan pilihan seperti ini.” Kevin mengangguk. Ia mengerti akan tabiat ayahnya tersebut. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, selalu bertindak sesukanya dan mengatur sesuai kehendaknya tanpa memikirkan pribadi orang lain, termasuk itu Kevin sendiri yang merupakan anak kandungnya.

“Apa pilihannya dad?” Kevin tidak sabar.

“Baiklah, pilihan pertama adalah kau masih bisa tinggal disini sampai kapanpun kau mau, tapi kau harus menyetujui pertunanganmu dengan Soojung yang sudah aku rencanakan kemarin. Pilihan kedua adalah kau harus berangkat ke Kanada besok lusa dan kau masih bisa berhubungan dengan gadis itu.” Mendengar hal itu membuat Kevin berdecak kesal dan memandang ayahnya dengan tatapan yang dapat diartikan ‘pilihan konyol macam apa ini, dad?’. Ia tahu ayahnya masih belum sepenuhnya menyetujui hubungannya dengan Hye Sun. Berbeda dengan mamanya yang menyerahkan pilihan sepenuhnya kepada Kevin karena ini menyangkut kehidupan pribadi Kevin dan masa depannya. Maka dari itu ia sangat menyayangi mamanya. Tapi di satu sisi ia juga tidak ingin meninggalkan Hye Sun yang tinggal di Seoul dan tidak ingin bertunangan dengan Soojung yang sama sekali bukan tipenya.

‘AAAARRRGGHHHTTT…..’ Teriak Kevin dalam hati dan mengacak rambutnya tanpa memperdulikan ayahnya yang sedari tadi tidak pernah melepaskan pandangannya kearahnya. Pria paruh baya itu tengah menunggunya untuk memberikan jawaban.

“Bagaimana?” tanya Ayah Kevin singkat. Dilihatnya Kevin yang masih berpikir dan sama sekali tidak memandang kearahnya. Ia pun melirik jam tangan bermerk dengan desain mewah yang melingkar ditangan kirinya dan bersuara kembali.

“Kuberi waktu 24 jam dari sekarang untukmu berpikir jernih.” Kevin terperangah mendengar pernyataan ayahnya.

“Kevin Wu, kau tahu sendiri bahwa ayahmu ini orang yang tidak sabar. Sebelum aku memutuskan sendiri kau harus melakukan apa yang aku mau, kau harus menentukan pilihan.” Baiklah, jika seperti ini Kevin harus mengalah.

Well.. aku akan memikirkannya. Aku bisa keluar sekarang kan, dad?” Pinta Kevin.

“Boleh, terserah padamu.”

“Baiklah, aku keluar dulu. Aku akan menelepon jika sudah mendapatkan jawabannya.” Ayahnya hanya mengangguk pelan menanggapi ucapannya.

“Good afternoon, dad. Jangan lupa untuk makan siang.” Kevin segera bangkit dan melenggang pergi dari hadapan ayahnya.

‘Maafkan ayah karena membuat pilihan sulit seperti ini untukmu, Kevin…’ batin pria paruh baya tersebut. Ia merasa pembicaraan tadi sangat kaku. Padahal ia tengah berbicara dengan anak kandungnya sendiri. Namun begitulah sifat pria paruh baya tersebut. Meskipun kaku, ia sangat menyayangi Kevin meskipun perbuatannya itu dianggap oleh Kevin seperti mengekang kehidupannya. Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, bukan? Maka dari itu ayah Kevin melakukannya. Pria paruh baya itu pun meraih telepon yang ada di meja kerjanya.

“Sayang, Kevin tengah menimbang pilihan yang aku buat sekarang. Ya, aku tidak mendesaknya. Hm.. sesuai permintaanmu.. ya baiklah.. aku yakin pasti Kevin akan pergi ke Kanada besok lusa. Hm.. Sampai jumpa di Kanada.” Ia pun menutup teleponnya, dan beranjak pergi meninggalkan ruangannya tersebut.

==xXx==

Seorang perempuan tengah mencari-cari sesuatu di laci yang terletak di meja kasir. Perasaannya mengatakan bahwa ia memang menaruh benda tersebut di dalam laci itu. Laci tersebut cukup dalam sehingga membuatnya cukup lama untuk mengaduk-aduk isi laci tersebut. Wajahnya yang serius akhirnya berubah menjadi ceria ketika menemukan benda yang dimaksud. Baterai isi ulang. Dengan cekatan gadis itu mengganti baterai jam dinding yang sudah habis masa pakainya dengan yang baru. Setelah itu ia berjalan ke arah pintu yang merupakan tempat keluar-masuknya pengunjung dan pembeli yang datang ke floristnya, memanjat tangga untuk memasang kembali jam dinding yang sempat mati karena baterainya sudah habis.

Seorang pria dengan rambut coklat gelap tengah menatap plang nama florist yang ada didepannya. Tertera di plang nama tersebut adalah “Kim’s Florist” Sesuai permintaan ibunya yang memaksanya datang ke florist ini untuk mengambil pesanan bunga mingguan. Ya, ibu pria tersebut adalah salah satu pelanggan florist yang tengah ia datangi sekarang. Ia mengetahuinya karena setiap hari senin sebelum bekerja, pasti ibunya meminta untuk diantar kemari. Hari ini ternyata ibunya lupa untuk mengambil bunga tersebut dan ia juga lupa untuk mengingatkannya, sehingga ia harus mampir ke florist ini sebelum ia kembali pulang kerumah.

“Ting tong..” bel berbunyi secara otomatis ketika seseorang masuk ke dalam florist. Pria itu menoleh ke segala penjuru arah namun tidak menemukan siapa-siapa di dalam florist tersebut.

“Selamat datang di Kim’s florist..” seseorang menyapanya namun tidak ada wujudnya sama sekali. Membuat pria itu bergidik ngeri.

“Eumh, mianhae… aku sedang berada di kanan atasmu.” Pria itu menoleh kearah kanannya dan melihat seorang perempuan tengah memasang jam dinding. Fiuh.. cukup mengagetkan juga. Batinnya.

“Apa perlu aku bantu, agasshi?” ia menawarkan diri untuk membantu perempuan yang kini tengah memanjat tangga dan memasang jam dinding.

“Tidak perlu. Ini sudah selesai. Maaf merepotkanmu, dan terima kasih atas tawarannya.” Perempuan itu tersenyum manis kearahnya. Secara tidak sadar membuat pria itu terkesima karena perempuan itu sangat cantik ketika tersenyum.

“Tunggu sebentar, aku turun dulu.” Ujar perempuan itu membuatnya sadar bahwa ia sedang terus menerus memperhatikan perempuan tersebut.

“Baik. Hati-hati agasshi, nanti kau bisa terjatuh.” Pria itu mengingatkan.

“Terima kasih, tenang saja aku tidak akan aaakkhh–” baru saja diingatkan, perempuan itu terpeleset saat menginjak kakinya ke tangga dibawah kakinya, pria itu menolongnya namun karena tidak terlalu siap, tubuh perempuan itu menimpanya sekarang. Kini, mereka berdua dalam keadaan tertidur di lantai, dan perempuan itu tidak sengaja mencium pipinya.

“Ting tooongg…” suara bel dari pintu berbunyi. Menampilkan sesosok pria berjas rapih, tampan dengan rambut blondenya. “Kim Hye Sun, chagiya… aku datang membawakanmu cappucinno hangat dan strawberry cake dari bakery seberang…” ujarnya dengan suara yang khas. Membuat perempuan yang bernama Kim Hye Sun itu terperanjat karena kaget. Ia segera berdiri dan diikuti oleh pria yang ditimpanya barusan. Sedangkan pria yang memanggilnya tadi hanya terperangah dan menjatuhkan bungkusan yang ia bawa begitu saja di lantai. Dua cup Cappucinno hangat tumpah begitu saja dan mengotori lantai florist tersebut. Pria itu tidak peduli. Kejadian yang dilihatnya tadi membuat wajahnya memerah menahan marah. Tangannya mengepal dengan kuat dan ingin segera melampiaskannya.

“Kevin, tolong dengarkan aku. Ini tidak seperti apa yang kau lihat. Ini tidak sengaja Kevin, sungguh!” terang Hye Sun. Namun pria itu tidak mendengarkannya. Ia segera berjalan kearah pria yang ditimpa oleh Hye Sun dan langsung melayangkan sebuah tinjunya kearah pipi pria itu.

“KEVIN! HENTIKAN! KAU SALAH PAHAM!” teriak Hye Sun. Kevin segera menghentikan pukulan keduanya dan berjalan kearah gadisnya tersebut.

“Apa yang ingin kau jelaskan lagi padaku? Huh? Semua yang aku lihat tadi sudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!” ujar Kevin dengan nada yang dingin dan menusuk. Membuat mata Hye Sun memanas dan memerah. Sesaat lagi, pasti ia akan menangis.

“Dengarkan aku, ini tidak seperti yang kau duga…” ujar Hye Sun lirih. Perempuan itu mencengkram lengan pria yang ada didepannya dengan kuat. Namun pria itu hanya menatapnya dingin. Terlihat dari pancaran matanya bahwa pria itu sedang dilanda kekalutan yang teramat banyak. Ia pun melepaskan genggaman tangan Hye Sun.

“Selamat tinggal, Hye Sun. Sepertinya aku sudah menemukan jawabannya sekarang!” Kevin pun meninggalkan gadisnya yang masih syok atas perkataan yang dikatakan olehnya barusan.

“Kevin? Apa maksudmu mengucapkan salam perpisahan? Kevin, kau mau pergi kemana? Kevin? Tunggu!!!” teriak Hye Sun namun Kevin keras kepala untuk tidak mendengarkan gadisnya memanggilnya.

“Kevin! Tunggu! Keviiiiiinn…!! tolong dengarkan dahulu penjelasanku!!” Hye Sun berteriak keras memanggil Kevin namun pria itu tidak mengindahkan panggilannya dan malah berlari cukup kencang. Lampu merah yang menyala di perempatan jalan membuat pergerakannya semakin mudah untuk pergi melarikan diri. Hye Sun mencoba untuk menyusulnya namun waktunya terlambat, lampu telah berganti berwarna hijau dan Hye Sun tidak memiliki kesempatan banyak.

Setelah mengira jalanan cukup sepi, barulah ia berlari menyusul. Laki-laki yang ditinju wajahnya oleh Kevin juga ikut menyusul perempuan yang sekarang ia ketahui bernama Hye Sun itu, namun ia terlampau cukup jauh darinya. Ketika ia ingin berlari menyusul, matanya membulat tak percaya ketika melihat sebuah motor tengah melaju kencang mengarah Hye Sun, dengan segenap kekuatannya karena dadanya cukup sakit dan sesak akibat tertimpa oleh perempuan itu, ia berteriak.

“HYE SUN..!! AWAS DIARAH KANANMUUU…!!!!!” teriak pria itu.

            .

.

.

.

.

.

.

.

Terlambat…

Sekarang ia melihat perempuan itu tengah terkapar akibat terpental beberapa meter jauhnya dari tempat ia tertabrak. Kepalanya membentur trotoar jalan, sedangkan motor dan pengendara yang menabraknya juga sama keadaannya dengan Hye Sun. Pria itu segera berlari mendekati kerumunan yang mencoba untuk menolong Hye Sun.

“Permisi… permisi… biarkan aku membantunya…” tanpa berfikir panjang lagi, pria itu segera menggendong Hye Sun dengan sekuat tenaganya. Ia menggendong Hye Sun ke depan florist dimana ia memarkirkan mobilnya. Darah mengucur deras dari pelipis Hye Sun membuat pria itu semakin khawatir. Ketika ia sedikit lagi sampai ke mobil, seorang laki-laki lebih muda darinya berteriak kearahnya.

“NOOONAAAA…..!!!!!!”

Pria itu dengan tatapan cemasnya menyuruh laki-laki yang berteriak tadi untuk membukakan pintu mobil belakangnya. Dengan segera pintu dibuka dan Hye Sun dimasukkan ke dalam mobil. Pria dan Laki-laki tadi mengambil posisi seberang, yang membedakan adalah pria itu mengendarai mobil dan laki-laki itu duduk dibelakangnya sambil menyandarkan kepala Hye Sun di kedua pahanya.

Noona! Bertahanlah! Aku tahu kau kuat, noona! Jangan meninggalkan aku! Ku mohon…” ia menitikkan air matanya. Sedangkan pria itu hanya melihat dari kaca spion dihadapannya dan semakin menambah kecepatan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

==xXx==

 

Kim Jongin’s POV

            Hai! Aku Kim Jongin. Sekarang aku sedang berkuliah di Korea National University of Arts, bagian Departemen School of Dance. Kalian heran mengapa aku sekarang bisa keluyuran seperti ini? Baiklah, Aku bosan dengan mata kuliah hari ini sehingga aku berencana untuk membolos dan membantu kakak perempuanku di florist milik keluarga kami. Aku adalah anak paling bungsu dari keluarga Kim. Orang tuaku memiliki tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Anak pertama adalah kakak laki-lakiku bernama Kim Junmyeon, umurnya 30 tahun dan ia baru saja menyelesaikan wajib militernya. Yang kedua adalah kakak perempuanku, namanya Kim Hye Sun. Umurnya 24 tahun namun ia sangat cantik dan menawan, kulitnya itu putih bersih dan terawat. Padahal ia jarang sekali kulihat pergi ke salon. Kau tahu? Kecantikan alami. Jika kau bertemu pertama kali dengannya, kau tidak akan menyangka bahwa ia sudah berumur 24 tahun dan sudah pantas untuk segera menikah. Well, dia seperti hyungku, memiliki kulit putih yang, eumhh.. sangat membuatku iri setengah mati. Aku tidak sama dengan kedua kakakku. Aku terlahir dengan kulit yang berbeda, berwarna tan, tapi bukan berarti aku ini anak angkat atau anak pungut. Ini karena gen ayahku saja yang terlalu mendominasi dibandingkan ibuku. Sehingga mereka berdua mirip dengan ibuku, dan aku sendiri yang mirip dengan ayahku. Ayah, ayahku sendiri sudah meninggal sehingga ibuku sangat menyayangiku karena aku sangat mirip dengan mendiang ayah. Begitu juga kakak-kakakku. Aku merasa sangat dikasihi oleh mereka bertiga. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Tuhan berkata lain, dua tahun setelah ayahku meninggal, ibuku menyusulnya ke surga karena beliau mengidap penyakit kanker paru-paru. Ibuku merahasiakan hal ini dari kami bertiga, dan hal ini membuatku sempat seperti orang gila. Kau tahu sendiri bagaimana rasanya ditinggalkan oleh kedua orang tua yang sangat kau cintai. Jika hyung dan noona tidak sabar dan tidak memperdulikan aku, mungkin aku juga sudah menyusul kedua orang tuaku, namun mereka sangat mengasihiku dan menyayangiku. Mereka juga mengalami hal yang sama seperti halnya aku, namun mereka lebih tegar daripada aku. Aku tidak tahu apa jadinya aku tanpa mereka. Aku benar-benar sangat bersyukur memiliki mereka. Meskipun sudah lima tahun kami bertiga tanpa orang tua, aku merasa keluarga ini tetap harmonis dengan segala kesederhanaan yang ada.

            Ok, pasti Hye Sun noona akan memarahiku karena aku bolos kuliah. Ia akan menceramahiku dengan panjang lebar. Aku sudah hapal betul apa yang akan dikatakan oleh Hye Sun noona karena begitu terngiang di pikiranku. ‘Jongin, kenapa kau membolos kuliah? Kau tahu bahwa biaya kuliah itu sangat mahal, dan sama saja kau telah menyusahkan aku dan Junmyeon oppa yang telah membiayai kuliahmu. Kau seharusnya bersyukur karena lulus tes perguruan tinggi dengan mudah. Lihatlah teman-temanmu yang tidak lulus dan bahkan sampai ada yang bunuh diri. Aku mengkhawatirkanmu, Jongin-ah!’ Aku cukup bergidik ngeri ketika ia mengatakan hal itu. Yeah, bodoh sekali kalau harus bunuh diri karena hanya tidak masuk perguruan tinggi. Hidup itu dinikmati, bukan untuk disia-siakan. Baiklah, aku berjanji setelah hari ini aku tidak akan membolos lagi.

            Aku membawa bungkusan berisi jajangmyun dan cappucinno hangat untukku dan Hye Sun noona. Aku berjalan dengan cepat. Karena takut didahului oleh Kevin hyung karena biasanya ia akan datang pada saat jam makan siang seperti ini. Yah, Kevin hyung adalah kekasih noonaku selama tiga tahun belakangan ini.

Awalnya aku merasa heran, kenapa pria yang hampir mendekati sempurna seperti dia yang sudah pasti akan menjadi pewaris tunggal Wu Company, perusahaan elektronik merk China yang sangat terkenal dan sudah tersebar hampir di seluruh Asia bahkan kudengar darinya sudah sampai ke Kanada itu sangat menyukai noonaku yang sama sekali jauh dari kata glamour, berpenampilan menarik dengan barang-barang mewah yang melekat di tubuhnya dan bahkan jika ingin disamakan derajatnya, kami bukanlah anak yang berasal dari kalangan orang kaya seperti dirinya. Namun kurasa, justru karena hal itulah yang menjadi alasan Kevin hyung menyukai noonaku. Kau pasti tahu, kan? Kecantikan alami. Baik dari apa yang dapat kau lihat yakni fisiknya dan apa yang kau rasakan yakni kepribadiannya.

Well, aku paham dan sedikit menyetujui jika ada yang mengatakan bahwa ‘Cinta itu tidak memandang apapun.’ karena aku melihat sendiri faktanya sekarang. Menurutku, bukan noona yang harus bersyukur mendapatkan Kevin hyung, namun Kevin hyunglah yang harus bersyukur karena kakak perempuanku itu selain cantik alami, ia seperti malaikat tanpa sayap. Jika aku bukan adiknya, mungkin aku juga sudah mengejarnya dan menjadikannya kekasihku.

Dan sekarang kenyataannya berbeda ketika aku sampai di florist dan melihat toko ini dalam keadaan kosong. Aku menaruh bungkusan yang aku beli di kedai pinggir jalan di dekat meja kasir. Aku sangat cemas karena noona tidak berada disini, dan berinisiatif untuk mengunci florist dengan kunci cadangan yang aku miliki. Setelah itu aku keluar dari dalam florist dan melihat keadaan di luar cukup ramai. Anehnya, seorang laki-laki berlari kearahku sembari menggendong perempuan dengan darah menetes cukup banyak dari pelipisnya. Aku syok dan berteriak kencang ketika melihat bahwa perempuan yang dibawa laki-laki itu adalah noonaku. Laki-laki yang menggendongnya menyuruhku untuk membukakan pintu mobil belakang dan aku segera menuruti perintahnya. Setelah itu ia berlari mengambil alih kemudi dan aku duduk dibelakangnya dan memangku kepala noona yang sudah banyak mengeluarkan darah segar. Aku takut ia kekurangan banyak darah.

Noona! Bertahanlah! Aku tahu kau kuat, noona! Jangan meninggalkan aku! Ku mohon…” pertahananku runtuh. Aku menangis. Sambil menangis aku mengambil ponsel di saku celana dan mengirimkan pesan singkat kepada hyungku.

“Ya Tuhan.. apa yang terjadi pada noonaku?” ucapku lirih. Sungguh aku tidak mau terjadi hal apapun kepada noonaku. Aku tidak mau Tuhan juga mengambil orang ketiga yang sangat aku sayangi di dunia setelah kedua orang tuaku, karena dia dan hyung aku masih bisa bertahan hidup. Dalam hatiku, aku terus berdoa memohon kepada Tuhan untuk jangan mengambilnya. Aku tak peduli dengan airmata yang terus mengalir dari kedua mataku. Aku terlalu khawatir dan sangat takut kehilangannya.

Mungkin setelah noona dibawa ke rumah sakit dan ditangani oleh dokter, aku harus bertanya banyak hal kepada pria yang tengah mengemudikan mobil ini sekarang. Jika ia penyebabnya, maka aku akan membunuhnya sekarang itu juga! Terserah!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Omo… eottokhe readers? Aku ngga bisa ngomong apa-apa karena tetiba otaknya mampet aja abis ngetik FF ini -_-

Well… sebagai readers yang baik, tolong komentari yah apa kekurangan dari FF ini. Apa jalan ceritanya sudah mainstream? –iya deh thor- hahaha. Atau kalian tersepona oleh Kai dan Kris? –terpesona, thor-

Baiklah, sekali lagi aku sangat mengharapkan komentar, kritik, dan saran yang membangun. Khamsahamnidaaaa~



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles