Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Bestfriend Story_I’m Sorry (Chapter1/2)

$
0
0

Bestfriend Story_I’m Sorry (Chapter1)

Author: SKAIfall

Genre : Friendship, sad

Length: Two shot

Rating : PG-10

Main cast: -Do Kyung Soo

                   -Kim Jong In

Note: Hanya ingin mengajarkan betapa pentingnya sahabat^^

This fanfiction dedicated to my bestfriend, Hasya, Angie, Wulan, Lutvia, Kinanti, and Ayuni. Proud to be your bestfriend dear :*

And, very very thank you to Huma & Fikri. Person who give me inspiration about this FF. and 9D also, kelas di ujung koridor yang berisi berbagai spesies aneh di dunia. Love You Dear!! :* #hug

One more. THIS IS JUST A FANFIC. Jangan menganggap semua yang terjadi dalam ff ini adalah benar. Ambil yang baiknya saja^^

Saran, komentar, dan pertanyaan seputar FF juga diterima di twitterku : @finafi0827

Ayo kita kenalan dan follow followan!

Happy reading^^

^^

‘ketika kau berada di antara surga dan neraka’

‘jalan mana yang akan kau ambil?’

‘ke surga dengan sahabatmu?’

‘atau ke neraka bersama orang tuamu?’

Terkadang, sahabat adalah orang nomor dua di dalam hidup setelah keluarga. Mereka yang selalu mengerti keadaan sahabatnya tanpa mengindahkan derajat yang berbeda, wajah yang berbeda, agama yang berbeda, dan unsur unsur lainnya yang menyangkut kehidupan pribadi. Mereka akan terus membela sahabatnya, sekalipun dengan membela sahabatnya itu, akan berdampak buruk bagi kehidupan mereka. Sahabat yang baik selalu mendukung sahabatnya untuk berbuat baik, tak pernah memaksa untuk melakukan hal buruk, dan satu lagi, tak pernah menusuk dari belakang

Sahabat selalu berdampak positif? Tentu tidak. Semua yang ada di dunia, memiliki dampak negatif jika berlebihan

Terkadang pula, sahabat menjadi satu satunya pengecoh dalam keluarga. Seberapapun baiknya seorang sahabat, mereka tetap akan memberikan pengaruh, entah itu yang baik atau buruk, tergantung masing masing personal yang menilai. Sahabat juga yang membuat seseorang egois, berpikir bahwa dunia ini hanya berisi dirinya sendiri dan juga sahabatnya, orang lain hanya pengganggu sesaat. Sekelompok orang menilai, hal ini sangat baik. Tapi sekelompok orang lainnya menilai, hal ini sangat buruk

Sepasang sahabat ini, sudah merencanakan kehidupan mereka di masa mendatang, dengan penuh keyakinan, mereka menggambarkan seperti apa kehidupan mereka nanti, merencanakan apa yang harus dilakukan ketika selepas kuliah. Bahkan mereka merencanakan hal hal yang tabu untuk dilakukan bersama, seperti menikah dengan pasangan masing masing dalam satu pesta mewah di pulau jeju, atau menikahkan anak laki lakinya nanti dengan anak perempuan sang sahabat

Konyol

Selama tiga belas tahun Kyung Soo dan Jong In bersahabat dan tinggal bersama. Mempercayakan seluruh rahasia satu sama lain tanpa ada ketakutan untuk mendapat ‘tusukan’ dari belakang. Tak peduli dengan berita ‘gay’ yang menyebar cepat ke seluruh kampus karena kedekatan mereka yang sangat berlebih. Mereka memungkiri takdir. Mengabaikan kenyataan bahwa mereka makhluk sosial yang hidup diantara berjuta juta manusia lainnya yang berbeda pemikiran. Tentu banyak yang berpikir bahwa persahabatan pria tak seharusnya seperti wanita. Tanpa bergandengan sepanjang waktu, berpelukan, mengirim sms untuk menanyakan kabar sepanjang waktu, dan banyak hal lainnya yang tidak bisa dijabarkan dengan kata kata

Mereka mengabaikan hal itu. Mengabaikan hal yang seharusnya menjadi pengingat kedekatan mereka yang diluar ambang batas normal pada pria. Mengabaikan kekhawatiran kedua orang tua mereka yang mulai berpikir ada suatu kelainan pada mereka berdua. Terlebih dengan orang tua Kyung Soo yang mulai merasa tingkah anak laki lakinya itu menjadi agak feminim. Menurut mereka, semua tak penting. Mereka tahu mereka normal dan menyukai lawan jenisnya dan itu tak perlu dijelaskan kepada semua orang yang menganggap mereka gay.

Mereka mendengar, hanya mereka egois. Menganggap dunia hanya diisi dengan cerita hangat mereka tanpa campur tangan orang lain yang dianggap ‘merusak’. Apa pedulinya orang lain terhadap kehidupanku? Jika aku melakukan ini, orang lain mau apa? Jika aku tak melakukan ini, orang lain mau apa? Begitu persepsi yang mereka pegang hingga mereka seakan akan hidup dengan tembok transparan yang menghalangi mereka berhubungan dengan dunia luar

Mereka sadar, hanya mereka tak peduli. Kedekatan mereka sudah terjalin selama lebih dari sepuluh tahun dan rasanya, hal itu sulit untuk dibongkar dan ditata ulang menjadi satu cerita utuh yang baru, yang tak menimbulkan perasaan berlebihan pada setiap orang yang melihat kedekatan mereka. Kemungkinan memang ada, mereka bisa saja membuat cerita baru yang damai. Tapi kecanggungan untuk mereka nanti, tentu tak bisa ditolak

Karena itu mereka hanya menjalankan apa yang memang sudah terbentuk walaupun hal itu harus mengingkari takdir yang telah digariskan dengan sempurna untuk mereka. Mereka hanya tak ingin mengusik kehidupan damai antara mereka yang sudah terjalin begitu lama walaupun kehidupan damai itu tak berlaku untuk orang orang terdekat mereka. Semuanya ragu, semuanya resah, semuanya takut dengan kabar yang beredar. Kecuali mereka yang hidup tenang tanpa gangguan layaknya berada di surga

Semua berlangsung dengan tenang, sampai akhirnya berita ‘gay’ itu semakin kuat berhembus, mempengaruhi setiap insan yang mendengarnya. Dan ketika salah satu dari mereka sadar bahwa ini sebenarnya salah, mulai terpengaruh dengan orang orang sekitarnya, keadaan menjadi berantakan. Semuanya terjadi diluar prediksi. Menyimpang dari apa yang mereka rencanakan matang matang. Tak akan ada lagi pernikahan bersama, tak akan ada lagi anak yang akan mereka jodohkan, tak akan ada lagi cerita hangat mereka, bahkan tak ada lagi senyuman indah di bibir keduanya

^^

Suara alunan musik klasik terdengar menggema di seluruh ruangan. Dentingan antara sendok dan cangkir menambah kesan sepi di rumah mewah bertingkat dua dimana sebuah keluarga kecil nan bahagia tinggal di dalamnya. Do Kyung Soo berkali kali mengaduk cairan pekat berwarna cokelat yang sering disebut teh dengan sendok kecil di tangannya. Berusaha agar madu yang dicampurkan di dalamnya benar benar merata dan tak menimbulkan rasa yang dominan terhadap teh buatannya

Mulutnya terus menggumam, mengikuti nada nada indah tanpa syair dari musik klasik kesukaannya. Disinilah Kyung Soo. Berdiri di depan kitchen set berwarna silver dengan apron biru yang melekat di pinggang dan spatula di tangan kanannya. Menunggu waktu sarapan tiba dengan membuat sandwich daging dengan honey tea kesukaan adiknya.

Seperti ini rutinitasnya selama seminggu terakhir. Membuat sarapan untuk keluarganya di pagi hari lalu berangkat kuliah. Pikirannya sudah merasa lebih baik dibandingkan seminggu lalu, saat ia syok berat hingga masuk ke rumah sakit

“Surat datang!”

Seorang gadis kecil dengan piyama berwarna pink bermotif bunga berlari dari pintu depan rumah mereka. Tangannya menggenggam banyak lembaran surat dengan amplop yang berbeda beda

“Terimakasih” Kyung Soo tersenyum. Tangannya terulur untuk mengambil salah satu surat dengan amplop biru muda dari tangan adik perempuannya yang bernama Ji Ra itu

Kyung Soo melepas apronnya, meninggalkannya di dapur bersama dengan sandwich, honey tea, dan juga Ji Ra yang masih sibuk membaca banyak surat musim panas dari teman temannya di Prancis. Kedua adiknya –Ji Ra dan Jin Ho- memang bersekolah di luar negeri. Ji Ra dengan Prancis-nya dan Jin Ho dengan Italia-nya. Wajar jika mereka mendapatkan setumpuk surat dari teman temannya yang menanyakan kabar

Annyeong Haseyo Do Kyung Soo. Bagaimana kabarmu di Jepang? Aku harap baik baik saja’

Kalimat pembuka di dalam surat itu membuat Kyung Soo sedikit tersenyum. Sama seperti hari hari sebelumnya, surat surat itu memiliki tulisan berantakan yang sangat dikenali Kyung Soo

‘huh, ternyata sudah seminggu ini aku hidup tanpa teman. Kau tahu, aku harus menelepon Lay hyeong untuk membuatkanku sarapan dan makan siang setiap hari. Aku merasa kasihan dengannya. Tapi, mau bagaimana lagi, aku kan tak ingin mati kelaparan di Korea’

‘Kyung Soo-ah, kau tahu aku sangat merindukanmu, aku sangat ingin mencoba masakanmu lagi. Kapan kapan, aku akan berlibur ke Jepang dan mengunjungimu. Oh iya Soo, ada yang ingin kukatakan padamu sebenarnya. Ini menyangkut hal penting’

‘ah, tapi kurasa lain waktu saja, aku sudah mengantuk Soo. Annyeong, jaljjayo Kyung Soo-ah’

Kyung Soo tersenyum menatap surat yang telah selesai dibacanya, lalu beralih meletakkan surat itu di laci mejanya bersama tumpukan surat lainnya. Seperti biasa, seperti lima surat sebelumnya yang Kyung Soo terima, alinea pertama surat itu berisi pertanyaan kabar dirinya, selalu begitu seakan orang yang mengiriminya pesan tak lelah untuk menanyakan kabarnya. Lalu paragraf paragraf selanjutnya berisi cerita singkat sang pengirim. Cerita singkat yang ingin Kyung Soo tahu kelanjutannya. Ia bisa saja langsung membalas surat itu, mengatakan bahwa ia ingin mendengar cerita lainnya lebih lanjut. Tapi, ia terlalu pengecut untuk hal ini. Terlalu pengecut untuk merubah keadaan yang seharusnya baik baik saja, tapi hancur karena dirinya

Kyung Soo tahu tak ada yang bersalah dalam hal ini. Keadaan yang membuat mereka seolah olah bersalah. Terjebak dalam lingkaran waktu, peristiwa dan cemoohan dari orang orang sekitar. Kyung Soo yang bodoh, mau maunya mempercayai kata kata yang belum tentu benar adanya. Ah, tidak. Kyung Soo tak bodoh. Ia bukan boneka atau robot. Ia juga memiliki perasaan takut ketika seandainya ia benar benar terjebak dalam hal tak wajar. Bagaimana masa depannya jika ia masih bersama Jong In? Apaka ia akan memiliki istri dan anak? Apakah keluarga kecilnya nanti hidup bahagia? Semua pertanyaan itu bermain main di otak Kyung Soo dengan ketakutan yang mendalam

Dan sekarang, akhirnya ia menyadari ia telah melakukan hal yang salah. Kata kata yang ia dengar belum terbukti kebenarannya. Tapi jika Kyung Soo kembali ke Korea dan tinggal bersama Jong In lagi, ia tak yakin laki laki berkulit gelap itu mau menerimanya. Mau mengulang kisah mereka dari awal. Terlebih dengan sikap Kyung Soo yang selama ini sudah keterlaluan dengan Jong In

^^

‘seburuk apapun sahabat, sejahat apapun sahabat’

‘aku yakin sahabatnya tak akan pernah membencinya’

‘jangankan membenci, marah pun tak sanggup’

‘karena tanpa sadar, mereka sudah menjadi setengah dalam hidup kita’

Jong In menatap frustasi lembar lembar sketsa yang tersebar di seluruh meja kerjanya. Tak ada lagi kata ‘rapi’ yang terlintas saat melihat kamar Jong In. Charger yang saling terlilit, laptop dan televisi yang masih menyala, baju baju kotor yang menggantung atau tergeletak di lantai, bungkus makanan ringan dan kaleng soda yang berserakan, atau kertas kertas kosong dan pensil berbagai jenis yang menyebar di seluruh penjuru kamar. Jadwal kuliah di bidang desain grafisnya yang semakin menggila, membuatnya bahkan tak punya waktu untuk beristirahat

Jong In merenggangkan tubuhnya, merelaksasikan otot otot yang mengkerut karena posisinya yang hampir tak berubah sejak beberapa jam lalu. Sudah cukup dengan tugas kuliahnya yang hampir membuatnya gila, ditambah lagi Kyung Soo yang pindah ke Jepang secara mendadak tanpa kabar apapun

Saat itu, Jong In baru saja pulang dari kuliah. Tapi berbeda dari biasanya, ia menemukan flat dalam keadaan gelap dan tak dikunci. Ia sempat berpikir mungkin Kyung Soo mengambil jam malam di kuliahnya. Tapi soal pintu yang tak dikunci, Jong In benar benar bingung. Mana mungkin Kyung Soo lupa mengunci pintu? Ternyata, dugaan Jong In salah seratus persen. Kyung Soo bukannnya ada kuliah tambahan ataupun berada di rumah temannya. Kyung Soo… pergi. Kenyataan yang ia temukan saat membuka lemari adalah hanya tersisa baju dirinya, tak ada baju Kyung Soo di dalam sana. Tak ada lagi semua hal tentang Kyung Soo yang tertinggal di flatnya, kecuali aroma green tea khas miliknya yang masih melekat. Untungnya, Lay memiliki alamat Kyung Soo di Jepang

AIGOOOO!!!” Jong In terjungkal ke belakang bersama dengan kursinya setelah mendengar teriakan seorang pria yang sangat mengagetkannya

“Uh- hyeong. Kau mengagetkanku” Jong In berusaha berdiri dengan bertumpu pada sudut tempat tidur. Ia mendecak ketika melihat Lay yang berkacak pinggang di depan pintu kamarnya

“Bersihkan kamarmu atau kau tak makan hari ini” ancamnya yang kemudian disambut erangan Jong In

Singkat cerita, Jong In telah selesai dengan pekerjaan membereskan kamarnya dan Lay telah selesai dengan makan siang pesanan Jong In. Mereka duduk di kursi kayu yang mengitari meja makan kaca yang terlihat mahal. Lay mengetuk ngetuk meja dengan jari telunjuknya, sedangkan Jong In, masih tenang dalam kebisuan

“Sudah mendapat balasan?” Lay bertanya dengan hati hati ketika Kai sedang memakan sundubu yang dibuatnya

Jong In menggeleng singkat. Tatapannya tetap datar, namun Lay tahu anak itu sangat terluka

“Kau terlalu baik. Sudah tahu tak akan mendapat balasan”

Kai terdiam. Gesekan antara sumpit dan mangkuknya terhenti. Benar, dia terlalu baik untuk Kyung Soo. Tak peduli surat suratnya yang ia tulis dan kirim dengan susah payah tak akan dibalas Kyung Soo, Jong In tetap mengirimkannya lagi dan lagi seakan akan Kyung Soo menyambut semua suratnya dengan baik dan hangat. Ia pikir, Kyung Soo akan selalu tersenyum ketika membaca suratnya lalu kemudian bergegas untuk membalasnya agar mereka dapat bertukar cerita

Tapi Jong In salah besar

Do Kyung Soo yang sekarang sangat berbeda. Bukan Do Kyung Soo yang selalu memarahinya seperti adik sendiri, bukan Do Kyung Soo yang selalu menceritakan semua masalah kepadanya, bukan Do Kyung Soo yang akan selalu tersenyum ceria jika berhadapan dengannya. Do Kyung Soo yang sekarang benar benar dingin. Mungkin Kyung Soo tak lagi menganggapnya sahabat. Jangankan sahabat, bahkan mungkin Kyung Soo tak lagi mengenali Jong In

“Jong In-ah?” Jong In terkesiap. Tangan Lay yang bergerak gerak di depan wajahnya menyedarkannya seketika

“Kenapa tak coba bertemu langsung? Itu akan lebih baik” usul Lay ketika Jong In sudah tersadar sepenuhnya

BER-TE-MU LANG-SUNG-?

Jong In menggeleng gelengkan kepalanya. Menolak ide gila yang baru saja dilontarkan Lay. Ide itu bagus memang, tapi terlalu gila untuk diberikan kepada Kim Jong In. ya kalau begitu mereka bertemu semuanya akan baik baik saja, dengan Kyung Soo yang menyambut dan tersenyum manis karena kedatangan Jong In. Jika begitu mereka bertemu Kyung Soo langsung mengusir Jong In? akhir cerita pasti bertambah buruk. Sama saja menelan ludah sendiri

“Kau pengecut” ejek Lay yang sudah tahu Jong In pasti akan menolak usulnya. PASTI

Kai mendengus. Ia tak pengecut. Hanya belum siap. Belum siap menerima kenyataan bahwa Kyung Soo pasti akan menolak kehadirannya dengan mentah mentah

“Lupakan semua hal tentang Kyung Soo” Jong In menjepit tahu dengan sumpitnya, lalu memasukannya ke dalam mulut dengan gemas “dia mungkin sudah lupa denganku”

“Sejak kapan kau punya pemikiran seperti itu?” Lay mengerutkan alisnya “Kalian sahabat ter-abadi yang pernah aku kenal. Kyung Soo tak mungkin melupakanmu”

“Itu faktanya” ujar Jong In dingin. Ia mnghempaskan sumpitnya ke meja lalu beralih ke lemari pendingin untuk mengambil air “Dia mungkin mau menghindar”

“Menghindar? Atas dasar apa?”

“Berita gay itu. Jangan pura pura bodoh hyeong” Jong In mendecak singkat dan Lay hanya bisa ber ‘oh’ singkat. Lay memang sudah mendengar berita gay itu sejak lama, bahkan sejak ia berada di China. Namun ia tak pernah menyangka dampaknya akan seburuk ini pada Jong In dan Kyung Soo

“Untuk apa aku dan Kyung Soo seperti ini? Berputar putar dalam lingkaran waktu aneh yang membuatku hampir melupakan segalanya. Setidaknya karena ini aku masih bisa melihat matahari dengan wajar. Tidak termakan kemauanku untuk segera mengakhiri hidup”

Lay tak menjawab. Dia tak perlu menjawab. Bukankah jawabannya sudah terselip di pertanyaan Jong In. lagipula Jong In tak butuh jawaban. Ia butuh seseorang untuk menenangkannya

^^

In Osaka, Japan

One month after the unpredictable things

‘dalam semua kebohongan ini, aku merasa lelah’

‘lelah untuk mengejarmu. Memberitahumu hal yang penting untuk kita’

‘percayalah, ini hanya kesalah pahaman antara kita’

‘hari esok akan baik baik saja. Pegang janjiku’

Kyung Soo mengusap sudut bibirnya dengan tisu. Menghilangkan bekas moccalatte yang tertinggal ketika ia menyesapnya. Pikirannya sedang tak tenang. Ia dipenuhi rasa bersalah yang membuatnya frustasi. Surat surat itu tak datang hari ini. Lebih tepatnya ‘surat spesial’ yang ditunggu tunggu Kyung Soo. Tukang pos memang datang di pagi tadi dan secara kebetulan, Kyung Soo yang sedang menyiram tanaman menerimanya dengan senyum mengembang, bukan Ji Ra yang biasanya menjadi pengantar khusus surat surat dari pagar rumah menuju dapur, kamar Jin Ho, dan ruangan ruangan lain tempat surat itu seharusnya berada. Tapi kali ini, Kyung Soo kembali ke kamar dengan tangan kosong. Berbanding terbalik dengan Ji Ra dan Jin Ho yang mendapat surat surat musim panas secara rutin layaknya surat tagihan listrik dan air atau surat surat bulanan para pegawai kerja. Kemana surat itu?

Kyung Soo membetulkan posisinya yang mulai tak nyaman karena menunggu. Ia melemparkan pandangannya kepada bunga bunga mawar kuning yang ibunya tanam. Mengabaikan hal hal tak penting yang dihadapkan pada dirinya sekarang –seperti Jin Ho yang entah sejak kapan telah duduk manis di sofa empuk di teras belakang tepat di sebelah Kyung Soo atau kue kering yang tersaji kini mulai habis karena Jin Ho yang tak berhenti untuk mengunyah dan merasakan betapa enaknya kue rumahan buatan ibunya itu

“Berapa lama kau melupakan hal penting?” cetus Jin Ho, masih dengan mulut yang dipenuhi kue serta sudut sudut bibir yang berantakan akibat remahan kue

“Ne?” Kyung Soo menatap Jin Ho penuh tanya. Tak mengerti

Jin Ho kini mendesah frustasi. Apa kakak laki lakinya lebih bodoh dibanding yang Ji Ra katakan? “Maksudku, kenapa kau masih menunggu? Hyeong lupa dengan aturan bahwa tukang pos tidak datang pada sore hari?”

Oh, bagus! Ia lupa bahwa ia menduga adik laki lakinya ini memiliki kemampuan semacam membaca pikiran. Dan sekarang, dugaannya terbukti!

“Jangan pikir aku tak tahu kau sedang menunggu surat aneh itu!”

Kyung Soo mengerucutkan bibirnya mendengar komentar Jin Ho

“Hal yang membuatmu pindah, yang membuatmu tiba tiba kembali ke Jepang dan bla bla bla. Aku heran bagaimana hyeong tak merasa bosan. Padahal aku saja lelah harus mengetahui semua itu”

“Jangan baca pikiranku kalau tak ingin mengetahuinya lebih lanjut”

Kyung Soo melangkah cepat keluar rumah setelah mengatakan kalimat dingin itu pada Jin Ho. Sedangkan Jin Ho disana, dapat ditebak, ia menyumpah serapah Kyung Soo dengan bahasa Italia-nya yang sangat lancar dan tak mungkin Kyung Soo dapat mengetahui artinya kecuali ia merekamnya lalu meminta Ji Ra mengartikannya. Dan jika itu sudah terjadi, maka Jin Ho harus bersiap siap menerima ceramah Kyung Soo tentang kesopanan sebagai adik. Dan Jin Ho membenci hal itu

Tak peduli dengan waktu yang terus bergulir dan angin menjemput bulan, memintanya untuk menggantikan posisi sang matahari, Kyung Soo terus menyusuri jalan dari rumahnya menuju pusat kota. Tak terlalu jauh memang sehingga Kyung Soo masih hapal dengan jalan tersebut setelah bertahun tahun lamanya melupakan Jepang

Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam café berinterior natural yang terletak di ujung jalan. Gemerincing bel terdengar halus ketika Kyung Soo mendorong pintunya pelan.  Ia meghirup napas dalam dalam, merasakan aroma green tea yang kuat menelusup ke rongga hidungnya. Café ini tak berubah sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Bahkan sang barista, Kawasaki Kazuto, masih menyapa Kyung Soo seakan akan mereka baru bertemu kemarin sore tanpa perpisahan yang mengiris memori keduanya. Kyung Soo tersenyum, membalas sapaan Kazuto pada dirinya

“Kyung Soo kecil sudah dewasa rupanya” Kazuto tersenyum hingga matanya menjadi hanya terlihat seperti garis tebal. Kyung Soo hanya tertawa. Maklum jika Kazuto berkata seperti itu mengingat Kazuto pernah menjadi tetangga Kyung Soo sebelum akhirnya pindah ke pusat kota setelah menikah. Apalagi Kyung Soo sering bermain ke café ini yang kebetulan milik ayah Kazuto. Jadilah pria yang tak lagi bisa dibilang muda itu sangat memperhatikan pertumbuhan Kyung Soo kecil diluar pengawasan orang tuanya. Bahkan ia juga sangat mengenal Do Ji Ra, dan Do Jin Ho. Versi lain dari seorang laki laki sopan bernama Do Kyung Soo yang dikenalnya

Setelah memesan pancake dan cappuchino, Kyung Soo melarutkan pandangannya pada jalan di depan café yang bisa ia lihat jelas dari kaca transparan di sampingnya, mengabaikan sebentar Kazuto yang juga sibuk meracik pesanan. Ia ingin meleburkan dirinya kembali dengan Jepang. Lampu berwarna warni, musik berbagai aliran yang terdengar, deretan toko dengan plang yang berbeda beda, serta anak muda yang memenuhi sepanjang jalan terlihat akrab di mata Kyung Soo. Ya, Jepang memang tak jauh berbeda dengan Korea kan? Ini serupa tapi tak sama

“Do Kyung Soo. Benar kan itu namamu?”

Kyung Soo menoleh mendengar seseorang memanggilnya. Bukan, itu bukan suara akrab Kawasaki Kazuto. Suara ini tak terdengar seperti suara laki laki Jepang berusia tiga puluh tahun. Suara ini terdengar lebih muda dan berkarisma. Kyung Soo mengerutkan dahinya. Masih ada ternyata yang mengenalnya di Jepang

“Lama tak bertemu. Bagaimana kabarmu?”

Sang pemanggil membuka topi yang menutupi sebagian wajahnya. Memperlihatkan wajah tampan dan berkarisma miliknya

Sepersekian detik, Kyung Soo tercengang

“KAU?”

_To Be Continue_

Need a comment guys^^



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles