Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

It’s You

$
0
0

Judul     : It’s You

Author  : Ririn_Setyo

Cast       : Kim Jongin, Song Jiyeon.

Genre    : Romance

Length  : One Shot

Rating   : PG-15

Previous Story : Obligation Of The Heart http://exofanfiction.wordpress.com/2014/04/26/obligation-of-the-heart/

FF ini juga di publish di blog pribadi saiiya : http://www.ririnsetyo.wordpress.com

kai31

*

*

The Dating Day

Museum Art Korea – 08.00 pm

.

Hari Jongin mulai bergulung ragu, beradu dalam rasa yang tak kunjung bertepi di ujung hati, menghempaskan semua asa ke dasar putus asa, hingga senyum menggoda di bibir laki-laki tampan itu pelahan mulai pudar tak berbekas. Terkubur dalam penantian yang tak kunjung bermuara di hulu sanubari.

Sudah 2 jam Jongin duduk di bangku kayu tepat di depan gedung museum terbesar yang ada di Seoul, menunggu seorang gadis yang dia paksa untuk berkencan hari ini dengan segudang rasa yang berkecambuk di dalam hati. Gadis cantik yang telah membuat laki-laki dengan semua kesempurnaan tak terbantahkan yang melekat dalam dirinya, dan menyandang predikat sebagai playboy kelas professional itu benar-benar merasakan apa yang di namakan, Jatuh Cinta.

Jongin menengadah memandang langit Tuhan yang masih menaburkan butiran bola-bola putih sehalus sutra, membiarkan butiran seputih kapas itu jatuh menyentuh wajahnya yang mulai memucat. Musim dingin semakin tidak bersahabat, coat tebal berwarna merah yang di kenakan Jongin saat ini sudah tak mampu lagi menghangatkan tubuh atletis laki-laki itu, seiring hujan salju yang terus turun hingga membuat suasana hati Jongin kian membeku.

Awalnya Jongin sangat yakin sang gadis akan datang dengan sebuah senyum manis yang terukir di wajah cantik gadis itu, senyum manis yang membuat Jongin yakin jika malaikat Tuhan itu benar-benar nyata. Namun saat penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya mulai bergerak di menit 120 Jongin mulai resah, gelisah dengan cemas yang memacu detak jantung hingga berpacu tak terkendali.

Jongin pun semakin tak berdaya, saat kembali mengingat kata-kata terakhir yang gadis itu ucapkan padanya tadi siang, gadis itu tak pernah berniat untuk datang di kencan paksaan Jongin hari ini, tidak akan pernah!

****

A Few Hours Earlier

YeomKwang High School

Library – 01.00 pm

.

Jongkin melangkah pasti memasuki perpustakaan yang tampak ramai, mengabaikan tatapan memuja dari para gadis di segala penjuru perpustakaan, para gadis yang selalu berteriak tertahan tak kala laki-laki tampan itu melintas di hadapan mereka. Langkah Jongin semakin lebar dengan senyum memikat yang akan membuat para gadis rela menyerahkan apa saja untuk laki-laki itu, senyum yang senantiasa membingkai wajah tanpa celah Jongin dengan sangat sempurna.

Senyum Jongin semakin merekah saat mata tajam laki-laki itu menemukan seorang gadis yang sudah di dugannya berada di perpustakaan, gadis yang sudah mengacaukan hatinya sejak 1 tahun yang lalu.

Jongin terus tersenyum seraya menghampiri pujaan hati yang sedang duduk bersandar di sebuah bangku di sudut perpustakaan, gadis bermata sebening crystal dengan wajah putih tanpa noda itu terlihat menerawang hingga tidak sadar jika Jongin sudah berdiri di samping tubuhnya, memperhatikan gadis itu dengan intens nyaris tanpa kedipan.

Jongin tampak menahan senyum saat melihat gadis itu mengacak rambut panjangnya, bergumam sesuatu yang tidak begitu jelas di telinga Jongin, hingga membuat Jongin semakin tidak bisa menahan diri untuk tak menyapa gadis cantik itu dengan segera.

“Hi! Jiyeon,” sapa Jongin dan tanpa aba-aba laki-laki itu langsung duduk di bangku tepat di sebelah Jiyeon, Jongin bahkan merapatkan tubuhnya hingga hanya berjarak 2 jengkal dari gadis itu.

Jiyeon menoleh dan saat itu juga Jiyeon terperanjat. “Kau?” ucap Jiyeon dengan keterkejutannya, bergerak cepat untuk menggeser tubuhnya dengan cara menarik bangku yang di dudukinya agar menjauh dari Jongin, namun terlambat karna Jongin sudah menahan lengan Jiyeon sebelum gadis itu sempat menghindar.

“YAK!!” Teriak Jiyeon tak tertahan membuat Jongin langsung menutup mulut gadis itu dengan tangannya, mengingatkan Jiyeon jika mereka saat ini sedang berada di dalam perpustakaan.

Jiyeon mengerang tertahan gadis itu dengan cepat menyingkirkan tangan Jongin dari mulutnya, menatap kesekeliling ruangan perpustakaan seraya menghembuskan nafas berat, saat mendapati semua mata gadis di perpustakaan menatap sinis ke arahnya. Tatapan yang selalu Jiyeon dapatkan sejak 1 minggu yang lalu, sejak Jongin memploklamirkan pada seluruh siswa siswi YeomKwang High School jika Song Jiyeon adalah miliknya.

Jiyeon mendengus kesal, merapatkan coat biru muda yang membungkus tubuhnya saat ini, berusaha untuk selalu membuat tubuhnya tetap hangat karna suhu dingin adalah kelemahan Jiyeon, ya gadis itu tidak tahan dengan suhu dingin dan alergi dengan air hujan. Dan sejak dulu jika musim dingin tiba, Jiyeon hanya akan berdiam diri di perpustakaan ataupun di dalam kelas yang di lengkapi dengan penghangat ruangan.

“Apa?” tanya Jiyeon dengan nada tertahan, menatap Jongin dengan dingin. Namun Jongin hanya tersenyum lembut, menatap lekat wajah cantik gadis itu di tiap lekuknya, tatapan yang entah mengapa selalu mampu membuat Jiyeon terpedaya hingga tubuhnya menjadi gugup.

“Tidak ada, aku hanya ingin melihat mu,” jawab Jongin tanpa mengalihkan pandangannya dari Jiyeon walaupun itu hanya 1 detik. “Aku hanya takut musim dingin ini membuat mu sakit,” lanjut Jongin dengan mencondongkan tubuhnya.

Jiyeon memundurkan tubuhnya segera, mengerjab saat tatapan Jongin semakin membekukan tubuhnya, tatapan hangat yang selalu mampu menembus pertahanan hati gadis itu untuk terpikat, terhanyut hingga samar-samar wajah pucat Jiyeon berubah menjadi merah muda.

Jongin tersenyum melihat rona mengemaskan di pipi Jiyeon, laki-laki itu mengulurkan tangannya menyentuh pipi Jiyeon dengan ujung telunjuknya membuat Jiyeon terdiam dengan nafas yang tertahan. Laki-laki tampan itu lagi-lagi kembali membuat Jiyeon tak berkutik dengan semua pesonanya, pesona yang benar-benar membuat Jiyeon merasa takut akhir-akhir ini, takut jika dirinya akan terjatuh ke dalam rasa yang sangat di hindari Jiyeon hingga detik ini, rasa yang di namakan, Jatuh Cinta.

“Apa kau benar-benar akan selalu deman karna air hujan? Dan tidak bisa bertahan di suhu dingin?” tanya Jongin seraya menarik jarinya menjauh dari pipi Jiyeon, menarik pergelangan tangan Jiyeon agar gadis itu kembali ke posisi semula dan tidak terlalu mencondongkan tubuhnya.

“Aku bisa berada di tempat yang dingin asalkan tidak terlalu lama dan aku memakai baju hangat ku,” jawab Jiyeon dengan tidak minat, seraya berusaha melepaskan genggaman Jongin di pergelangan tangannya, namun laki-laki itu menahannya.

Hey! Dari mana kau tahu itu semua?” tanya Jiyeon saat sadar jika sedari dulu tidak ada yang tahu dengan keadaan tubuhnya, Jongin tidak menjawab laki-laki itu hanya tersenyum.

“Baiklah kalau begitu,” Jongin melepaskan genggamannya di tangan gadis itu. “Nanti sore tepat pukul 6 kita akan berkencan, kau— tidak lupa itu kan?” Jongin memainkan ujung rambut Jiyeon yang tergerai.

“Aku harap kau tidak datang terlambat,” Jongin kembali tersenyum seraya menegakkan tubuh tingginya, berniat untuk segera berlalu dari hadapan Jiyeon. Namun laki-laki itu mengurungkan niatnya untuk berlalu, saat suara pelan Jiyeon menghentikannya suara yang terdengar mengerikan di telinga Jongin.

“Aku tidak akan datang! Bukankah sudah aku bilang sejak seminggu yang lalu jika aku tidak menyukai mu? Berhentilah menganggu ku dan,—“

“Aku akan menunggu mu!” potong Jongin dengan cepat. “Jadi— kau harus datang, aku akan menunggu sampai kau datang, kau mengerti?” Jongin mengulurkan tangannya mengacak pelan rambut Jiyeon sesaat sebelum membalikkan tubuhnya, mengulum senyum perih dan segera meninggalkan Jiyeon yang terdiam di belakang sana.

*

*

*

Song House

Jiyeon Room – 04.00 pm

.

Jiyeon merebahkan tubuh lelahnya di ranjang tidurnya yang beralas seprei berwarna biru, mata bening gadis itu mengerjab menatap langit-langit kamarnya yang juga berwarna biru. Menatap sebuah bohlam berbentuk bulan sabit dengan ukuran cukup besar mengantung di tengah langit-langit kamar, bohlam yang di hadiahkan oleh sang ayah Song Jongki di ulang tahun gadis itu yang ke 17 tepat 6 bulan yang lalu.

Helahan nafas yang terdengar berat lolos dari mulut gadis itu, melipat tubuh langsingnya seraya menyamankan posisi tidurnya di kamarnya yang hangat. Jiyeon meraba saku jas sekolahnya, merongoh sesuatu dari dalam sana. Sesuatu yang sangat berharga untuk gadis itu, sebuah gantungan kunci berbetuk bus bertingkat berwarna biru yang di berikan oleh seorang perawat di rumah sakit, tempat Jiyeon di rawat beberapa waktu yang lalu karna alergi gadis itu pada air hujan.

Jiyeon mengangkat gantungan kunci itu ke udara, memutarnya pelan seraya melacak memorinya untuk kembali mengingat potongan kalimat yang di ucapkan perawat rumah sakit kala itu.

“Gantungan kunci ini saya temukan di lantai, sepertinya ini milik seorang laki-laki yang membawa mu ke sini dengan motornya. Dia sangat tampan, apa— dia kekasih mu agasshi?”

Jiyeon kembali mendesah pelan, kembali melacak sebuah kenangan yang terekam dengan manis di dalam memorinya, kenangan tentang seorang laki-laki ber-helm yang meminjamkan payung beningnya untuk Jiyeon, laki-laki ber-helm yang menemaninya di halte saat hujan turun sangat deras tepat 10 bulan yang lalu.

Laki-laki yang hingga kini tak mampu Jiyeon temukan kembali, laki-laki yang mampu membuat Jiyeon tertegun dengan jantung yang berdetak tak terkendali. Laki-laki yang bahkan Jiyeon tak pernah tahu wajahnya yang kala itu terbungkus helm hingga sebatas hidung. Jiyeon hanya melihat sepasang mata teduhnya saat laki-laki itu membuka kaca helmnya, menatap Jiyeon dengan tulus seraya meminjamkan payung untuk Jiyeon yang terlihat binggung saat gerimis mulai membasahi bumi.

Jiyeon tersenyum dengan perasaan bahagia yang tak mampu terlukiskan, terus menatap laki-laki yang kala itu duduk sangat dekat dengan dirinya. Jiyeon jatuh cinta pada pandangan pertama dan membuat gadis itu hingga kini tak mampu menatap ke arah yang lain, terikat dalam sebuah rasa yang tak pernah terbiaskan. Laki-laki itu menghilang tanpa jejak di belakangnya.

Dan kini Jiyeon merasa jika laki-laki yang membawanya ke rumah sakit adalah laki-laki yang sama, perasaan Jiyeon pun semakin jelas saat penjaga sekolah mengatakan jika bukan dirinya yang membawa Jiyeon waktu itu tapi seorang laki-laki dengan sepeda motor lengkap dengan helmnya.

Jiyeon mendudukkan tubuhnya masih dengan gantungan kunci dalam genggaman, saat tiba-tiba kelebatan wajah Jongin yang sedang tersenyum melintas di benak gadis itu, sosok laki-laki yang tanpa di sadari Jiyeon mampu kembali mengetarkan detak jantung Jiyeon yang telah lama mati.

Tak bisa di pungkiri jika Jongin mulai sedikit menggugah hati gadis itu, laki-laki dengan ketampanan nyaris sempurna yang sudah 1 minggu ini selalu berada di jarak pandang Jiyeon dengan semua tingkahnya yang mengejutkan gadis itu. Jiyeon merasa binggung, gamang dengan semua rasa yang tersemat untuk Jongin, Jiyeon sangat takut jika dia jatuh cinta dengan Jongin dan melupakan laki-laki ber-helm pujaan hatinya.

Tanpa sadar Jiyeon menekan sepasang ban bagian depan dari gantungan kunci itu, membuat gantungan kunci itu terbuka. Jiyeon mengerjab tangan gadis itu perlahan mulai membuka gantungan itu dan seketika itu juga, mata bening gadis itu membulat dengan deguban jantung yang memacu cepat.

“Sebenarnya aku lebih suka menggunakan motor ku, tapi— karna ini winter dan aku tahu pasti kau tidak akan kuat, jadi hari ini kita akan pulang dengan mobil ku,”

Kilasan tentang Jongin yang menceritakan tentang motornya tiba-tiba memutar acak di benak Jiyeon, bercampur dengan ingatan tentang seberapa tahunya laki-laki itu tentang semua yang ada dalam diri Jiyeon. Dan sebuah cerita yang tidak begitu di pedulikan Jiyeon kemarin, sebuah cerita yang membuat Jiyeon merasa jika dirinya sangat bodoh hingga tidak menyadarinya sama sekali.

“Jiyeon,— aku menghilangkan gantungan kunci pemberian dari ibu ku, gantungan bus bertingkat berwarna biru, aku— harus bagaimana sekarang? Gantungan kunci itu sangat penting bagi ku,”

Mata Jiyeon semakin melebar menatap foto di dalam gantungan kunci, foto seorang laki-laki yang memeluk seorang wanita dari belakang, wanita yang Jiyeon yakini sebagai ibu dari laki-laki itu. Jiyeon membeku di tempatnya dengan semua rasa yang berkecambuk di dalam hati, karna kini Jiyeon dapat melihat sosok laki-laki yang menolongnya tempo hari dan laki-laki itu adalah Kim Jongin.

*

*

*

Museum Art Korea – 08.00 pm

.

Jiyeon turun dari mobilnya dengan tergesa, mengeratkan syal merah hati yang melilit lehernya dan mantel tebal yang membungkus tubuh langsing gadis itu untuk melindunginya dari kejamnya suhu dingin yang mampu membekukan tubuh gadis itu seketika.

Mata bening Jiyeon menjelalah halaman luas yang di pijaknya kini, halaman sebuah museum terbesar yang ada di Seoul tempat yang sudah di tetapkan oleh Jongin 1 minggu yang lalu. Jiyeon menghembuskan nafasnya dengan kasar kembali berlari kecil demi menemukan sosok tinggi yang di carinya, gadis itu terlihat hampir menangis saat matanya tak juga menemukan sosok laki-laki itu.

Namun sesaat kemudian Jiyeon terlihat terenyum lega saat mata beningnya menatap seorang laki-laki mengunakan coat berwarna merah, duduk membeku di atas bangku kayu tepat di depan gedung museum. Jiyeon mempercepat langkahnya, meneriakkan nama laki-laki itu hingga laki-laki itu bangkit dari posisinya.

“Kim Jongin!”

Jiyeon berdiri di hadapan Jongin dengan semua rasa yang bergelayut ragu, menatap lekat sosok laki-laki yang terlihat menahan dingin hingga membuat wajah tampan itu memucat dengan bibir membiru dan sedikit bergetar.

Jiyeon menjijitkan kakinya tangan gadis itu bergerak, terulur ke wajah Jongin dan menutupi setengah dari wajah laki-laki itu dengan kedua tanggannya. Setetes airmata Jiyeon jatuh tanpa perintah, menatap sepasang mata yang kali ini gadis itu mulai yakin jika dia telah menemukan, sosok penolong ber-helm yang di carinya selama ini dan sosok itu adalah Kim Jongin.

Jongin terpaku menatap wajah Jiyeon yang semakin meneteskan airmatanya. “Gwenchana?” tanya Jongin yang mulai terlihat cemas.

Jiyeon tidak menjawab gadis itu hanya menatap Jongin dengan dalam, menahan semua rasa yang berkecambuk di dalam jiwa dan suhu dingin yang mulai menggrogoti pertahanan tubuhnya.

“Kenapa kau tidak pernah mengatakannya pada ku?” Jiyeon mulai terisak, tangan gadis itu mengepal kuat. “Kenapa tidak pernah memberitahu ku jika kau lah laki-laki ber-helm itu? Kau jugalah yang menyelamatkan ku dan membawa ku ke rumah sakit waktu itu, wae? WAEEEE?” Jiyeon kembali meneteskan airmatanya, nafas gadis itu terdengar semakin memburu.

“Ini milik mu kan?” Jiyeon meraih tangan Jongin seraya meletakkan gantungan biru di telapak tangan laki-laki, yang kini sudah terlihat terkejut.

“Kau tahu,— jika selama ini aku harus hidup terjebak dalam rasa yang semu, hingga membuat ku tak mampu menatap ke arah mu ataupun ke arah yang lain. Kau benar-benar jahat Jongin,— aku membenci mu,—“ Jiyeon sedikit menunduk, tubuh gadis itu sudah bergetar dengan isak yang semakin terdengar.

Jongin terperanjat laki-laki itu ingin sekali memeluk Jiyeon dan menenangkan gadis itu, namun Jongin merasa jika semua otot tubuhnya kaku membuat Jongin hanya mampu mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, menatap Jiyeon dengan semua letupan rasa yang semakin tak terkendali.

“Aku— aku hanya tidak ingin kau merasa berhutang budi pada ku, Jiyeon—“ Jongin mengantungkan kalimatnya menatap sosok cantik itu yang kembali menatapnya dengan dalam. “Mianhae,— aku benar-benar tidak tahu jika semua yang pernah aku lakukan sangat berarti untuk mu,”

Jiyeon menghembuskan nafasnya sesaat. “Dan sekarang kau mau membuat ku semakin merasa bersalah pada mu Jongin?”

“Nde?”

“Aku sudah membuat mu membeku di sini. Kenapa kau tetap di sini Jongin? Bukankah aku sudah bilang tidak akan datang,—“

“Kau datang Jiyeon,—“ Ucapan Jongin terputus seketika saat tiba-tiba saja Jiyeon memeluk tubuhnya. “Maaf,— maaf karna aku tidak pernah mengenali mu,” ucap Jiyeon dengan suara lirihnya.

Jongin terdiam sesaat merasakan jika pelukan Jiyeon mulai mengerat, membuat Jongin merasa tak berpijak di bumi karna rasa terkejut terbalut senang yang membumbung tinggi dan perlahan Jongin mulai mengerakkan tangannya membalas pelukan Jiyeon di tubuhnya dengan rasa lega yang menjalar di tiap inci hati.

Jiyeon terdiam dalam pelukan erat Jongin, gadis itu dapat mendengar degupan jantung Jongin yang memacu dengan cepat sama seperti detak jantungnya saat ini. Merasakan sebuah rasa bahagia yang tak terlukiskan oleh kata, menyesap secara perlahan di tiap denyut nadi hingga membuat senyum kecil kini menghiasi wajah cantik Jiyeon.

Jongin semakin mengeratkan dekapannya, menyembunyikan wajah bekunya di atas syal merah hati yang melilit manis di leher Jiyeon. Jongin benar-benar merasa kedinginan hingga tubuhnya bergetar, membuat Jiyeon sedikit mengeryit saat merasakan itu. Jiyeon melepaskan dekapannya, menatap khawatir wajah Jongin yang terlihat semakin kedinginan.

Jiyeon menarik nafasnya mengerakkan tangannya dengan sedikit ragu, namun di detik di berikutnya gadis itu sudah menangkupkan kedua tangannya di wajah Jongin, menariknya dengan cepat ke arahnya lalu menautkan bibirnya di bibir laki-laki itu.

Jiyeon memejamkan matanya merasakan bibir dingin Jongin di atas bibirnya, Jiyeon tetap di posisinya berusaha menyalurkan seluruh suhu hangat yang tersisa di tubuhnya pada Jongin, hingga samar-samar mereka berdua dapat merasakan suhu hangat hadir di antara mereka.

Jongin membulatkan matanya laki-laki itu benar-benar tidak menyangka jika Jiyeon akan menciumnya, gadis itu memang hanya menempelkan bibirnya, tidak lebih. Namun tetap saja mampu membuat seorang Jongin membeku, dalam rasa yang belum pernah Jongin rasakan sebelumnya. Walaupun sejatinya Jongin sudah sangat sering melakukan ciuman panas dengan sederet gadis yang di kencaninya, namun tetap saja ciuman singkat ini lebih berarti, lebih mengetarkan sanubari hingga Jongin melayang ke atas surga rasa yang di namakan,— Bahagia.

“Ibu ku bilang,— heemm — mencium seseorang yang kedinginan akan lebih cepat menghangatkan di banding pelukan atau baju hangat,” ucap Jiyeon sesaat setelah menjauhkan wajahnya, Jongin tidak menjawab laki-laki itu masih terjerat dalam rasa terkejutnya.

Jiyeon menundukkan wajahnya, gadis itu merasa benar-benar malu dan tidak menyangka dia akan berani melakukan itu. Jiyeon hanya merasa tidak punya cara lain untuk menolong Jongin terbebas dari rasa bekunya, Jiyeon bahkan dapat melihat rona merah di pipi Jongin sama seperti di wajahnya saat ini.

“Kajja kita masuk ke dalam museum, jika tidak kita berdua akan mati membeku di sini,” ucap Jiyeon dengan berjalan cepat meninggalkan Jongin, gadis itu masih berusaha menyembunyikan wajah meronanya dari Jongin.

*

*

Jongin menatap Jiyeon yang berjalan di sampingnya dari ujung ekor matanya, laki-laki itu memperhatikan semua exspresi wajah gadis itu tanpa terlewat sedikit pun. Tersenyum di sela-sela kegiatannya merajut kembali kesadaran diri yang sempat terbawa jauh saat gadis itu menciumnya, kembali berusaha mengembalikan semua keberanian yang selama ini selalu melekat di dalam dirinya.

Mereka berdua berjalan memasuki museum yang tampak lengang, tak ada seorang pun di dalam museum luas yang terasa hangat, membuat Jiyeon sedikit mengeryitkan dahinya sesaat sebelum menghentikan langkahnya. Jongin menegakkan tubuhnya menatap Jiyeon yang terdiam, laki-laki itu tersenyum meraih jemari Jiyeon lalu mengenggamnya dengan erat, mengabaikan tatapan bingung gadis itu dan mulai menarik Jiyeon untuk mendekati sebuah meja yang ada di tengah-tengah lobi utama museum.

“Apa kau lupa jika museum ini milik kakek ku? Aku meminta pada kakek untuk menutupnya hari ini,” jelas Jongin saat menatap Jiyeon yang terlihat binggung, dengan terus memandang kesekeliling museum.

Jiyeon mengalihkan pandangannya sedikit menertawakan dirinya yang lupa jika museum ini milik kakek Jongin, menatap laki-laki yang masih mengenggam tangannya dengan erat hingga gadis itu merasakan kehangatan yang menjalar menembus denyut nadi dan membuat relung hati gadis itu bergemuruh dengan rasa yang meletup riang.

Jongin adalah putra tunggal dari pasangan konglomerat Kim Jonghyun dan Kim Minji. Ibu Jongin Kim Minji adalah CEO dari JGreen Corporation perusahaan kosmetik terbesar yang ada di Korea Selatan, sedangkan ayahnya Kim Jonghyun adalah CEO dari Paradise Corporation pemilik sederet hotel bintang lima bertaraf internasional yang tersebar di sepanjang benua Asia hingga Eropa.

Cucu tunggal dari Kim Joohyun pengusaha yang juga mantan Perdana Mentri Korea Selatan, pengusaha yang juga di kenal menyukai barang-barang antic dan bersejarah, hingga membuatnya membangun sebuah museum untuk menyalurkan hobinya tersebut.

Keluarga Kim Jongin berada di deretan 5 keluarga terkaya di Korea Selatan, tidak beda jauh dengan keluarga Song Jiyeon karna gadis itu adalah putri tunggal dari Song Jongki pemilik perusahaan Hyundai and KIA Car dan merupakan salah satu pengusaha muda tersukses yang ada di Korea Selatan saat ini.

Mereka berdua berhenti tepat di depan meja kaca yang cukup besar tanpa kursi, di atas meja terdapat vas bunga crystal dengan setangkai bunga mawar biru di dalamnya. Di samping vas ada sebuah kotak besar berwarna putih, Jongin mengerakkan tangannya membuka penutup kotak lalu mengeluarkan sebuah syal berwarna biru muda dari sana.

Jongin kembali tersenyum hangat seraya berdiri berhadapan dengan Jiyeon, melepaskan syal merah hati gadis itu tanpa suara lalu meletakkannya di atas meja. Perlahan Jongin mulai memasangkan syal biru dengan sangat manis di sekeliling leher Jiyeon, menatap ke dalam bolamata bening Jiyeon dengan tatapan memabukkannya hingga Jiyeon merasa terkunci dan tak mampu mengalihkan tatapannya dari Jongin.

“Sebenarnya aku ingin memberikan syal ini tepat di hari ulang tahun mu 6 bulan lalu, tapi— aku tidak tahu caranya,” ucap Jongin dengan mengacak rambut pirangnya saat Jiyeon menatapnya dengan tatapan butuh penjelasan.

Jongin kembali meraih sesuatu dari dalam kotak, sebuah topi rajut yang juga berwarna biru. “Ibu ku yang membuatkan ini untuk mu, tadinya topi ini berwarna pink tapi aku bilang pada ibu jika kau tidak suka warna pink, kau penyuka segala sesuatu yang berwarna biru,” Jongin terkekeh pelan mendapati Jiyeon yang menatapnya terkejut.

“Jongin-aa,” Jongin menghentikan pergerakan tangannya di kepala Jiyeon. “Heem,—“ Jiyeon menarik nafasnya berusaha mengatur debaran jantungnya yang selalu terus memacu lebih cepat, saat Jongin melumpuhkan tubuhnya dengan tatapan lembut yang memabukkan itu

“Dari mana kau tahu semua ini,— dari mana kau jika aku akan demam tinggi karna air hujan dan tidak tahan suhu dingin? Waktu itu kau belum menjawabnya, dan dari mana kau tahu jika aku sangat suka warna biru,—“

“Bukankah aku sudah bilang aku tahu segala sesuatu tentang mu, Song Jiyeon?” Jongin merapikan ramput panjang Jiyeon yang sedikit tertutup syal, memandang sekali lagi penampilan Jiyeon sesaat sebelum mengangkat tangannya ke udara.

Seorang pelayan datang dari pintu depan dengan 2 mug ukuran jumbo di atas nampan, membuat Jiyeon mengurungkan niatnya untuk mengeluarkan pertanyaannya. Pelayan laki-laki itu menunduk hormat seraya menyodorkan 2 mug berisi coklat panas kepada mereka, 1 mug berwarna biru untuk Jiyeon dan 1 mug berwarna putih untuk Jongin.

“10 menit lagi semuanya akan siap tuan muda,” ucap sang pelayan sesaat sebelum meninggalkan mereka, Jongin hanya menganguk mengerti sedangkan Jiyeon terlihat hanya memandangi mug biru yang bahkan masih mengeluarkan uap panas di tangannya.

“Tanpa susu tenang saja,” ucap Jongin cepat sebelum Jiyeon sempat bertanya, Jongin kembali terkekeh di sela-sela dirinya menyesapi coklat panas miliknya, saat mendapati wajah Jiyeon yang semakin terkejut.

“Kau,—“

“Aku ini fans berat mu Jiyeon jadi aku tahu semua tentang mu, aku tahu yang kau sukai dan yang tidak kau sukai,” ucap Jongin dengan penuh percaya diri, menyandarkan tubuh tingginya di ujung meja hingga kini tinggi badan mereka terlihat sejajar.

“Tapi aku bukan artis yang bisa kau temukan biodata beserta segala sesuatunya di google Kim Jongin, kau— mematai-matai ku selama ini?” Jiyeon memicingkan matanya menatap penuh curiga ke arah Jongin yang hanya tertawa.

“Aku hanya memperhatikan mu,” Jongin kembali menikmati coklat panasnya. “Kau suka novel Harry Potter karya JK Rowling, suka duduk di sudut perpustakaan di jam istirahat siang, kau juga suka menghabiskan waktu mu di taman sekolah. Kau tidak suka susu, kau tidak suka segala sesuatu yang manis kecuali,— permen kapas.” Jongin meletakkan mug putihnya di atas meja, mengambil alih mug biru di tangan Jiyeon tanpa izin, lalu mulai meniup coklat panas itu agar lebih hangat.

“Dan,—-“ Jongin kembali menyerahkan mug biru itu saat sudah yakin jika minuman coklat itu sudah tidak terlalu panas. “Kau tidak bisa makan atau minum semua yang terlalu panas, seperti kucing milik ibu ku di rumah,” Jongin tertawa pelan mengabaikan wajah Jiyeon yang menegang tidak percaya dengan semua penuturan Jongin barusan.

Bagaimana mungkin Jongin tahu segalanya? Jiyeon hanya diam menyesap perlahan minuman coklat di tangannya, terkurung dalam rasa bersalah yang tak mampu bermuara. Jiyeon merasa benar-benar bersalah pada Jongin karna dia bahkan tidak pernah menyadari kehadiran Jongin di dekatnya selama ini, tidak pernah mengenali Jongin sebagai penolongnya yang selama ini gadis itu cari, penolong yang telah membuat Jiyeon jatuh ke dalam rasa cinta di pandangan pertama.

“Maafkan aku,” ucap Jiyeon dengan menunduk. “Aku— kau tahu semuanya tentang ku sedangkan aku,— aku bahkan tidak mengenali mu padahal selama ini aku mencari mu,” Jongin menatap Jiyeon yang masih menunduk, perlahan laki-laki itu meraih mug biru Jiyeon lalu meletakkannya di atas meja.

Meraih jemari Jiyeon lalu menggengamnya dengan erat, membuat Jiyeon mengangkat kepalanya menatap Jongin yang kembali sudah membuatnya terpesona dengan senyum hangatnya. “Gwenchana, aku tidak memperlihatkan wajah ku saat menolong mu waktu itu, jadi— wajar saja kau tidak mengenali ku,” tangan Jongin bergerak mengusap wajah pucat Jiyeon dengan lembut.

“Jangan merasa bersalah lagi Jiyeon, karna sekarang— aku ingin menunjukkan sesuatu pada mu,” Jongin menarik Jiyeon untuk mengikuti langkah cepatnya keluar dari dalam museum.

*

*

Jongin berdiri tepat di samping Jiyeon laki-laki itu tersenyum seraya kembali mengangkat tangannya ke udara, dan tiba-tiba dalam hitungan detik puluhan kembang api yang sangat indah sudah menghiasi langit malam itu. Melebur dalam salju yang masih tampak turun dari langit.

Jiyeon membulatkan matanya menatap takjub ke arah langit yang kini sudah bermandikan cahaya warna warni, perlahan Jiyeon mulai mengerakkan kakinya berjalan menuju pinggiran beranda museum, meninggalkan Jongin yang masih berdiri di tempatnya dengan tersenyum puas.

“Ini indah sekali,” gumam Jiyeon dengan mata yang berbinar. “Kau suka?” tanya Jongin yang sudah berdiri di samping Jiyeon.

Ne,—“ Jiyeon mengangguk pelan, gadis itu masih menikmati kembang api dengan tersenyum.

“Jiyeon,—“ Jiyeon mengalihkan pandangannya sekilas. “Nde?”

“Sarangaeo,—“ Jiyeon menegang seketika gadis itu bahkan menahan nafasnya untuk beberapa saat, ini untuk kedua kalinya Jongin mengutarakan perasaannya pada Jiyeon.

Sarangaeo Song Jiyeon,” ulang Jongin dengan suara lembutnya.

Jiyeon mengerakkan kepalanya menatap ragu Jongin yang menunggu jawaban darinya, jemari Jiyeon mendingin seketika merasa sedikit sesak saat gadis itu tak mampu menjawab pernyataan Jongin. Jiyeon mengerjab pelan menarik nafasnya seraya berusaha menemukan kembali oksigen yang tiba-tiba menghilang dari dalam paru-parunya, gadis itu menunduk untuk menghindar dari tatapan mematikan Jongin saat ini.

“Ak— aku—,” Jiyeon meremas jemarinya yang kian membeku, dengan suhu panas yang perlahan sudah menjalar hingga ke atas permukaan pipi putihnya.

Heemm?”

“Aku,—“ Jiyeon masih tak mampu meneruskan ucapannya.

“Sudahlah tidak usah di jawab,” ucap Jongin seraya memutar tubuh Jiyeon hingga gadis itu berada di depan tubuhnya. “Nikmati saja kembang api ini,” lanjut Jongin dengan menatap langit yang masih bergemuruh, menyembunyikan perasaan kecewanya karna ternyata Jiyeon tak menyambut perasaannya.

Jongin melingkarkan satu tangannya di bahu Jiyeon, menyandarkan kepalanya di atas kepala Jiyeon. Jongin merasa sedih merasa jika usahanya untuk mendapatkan Jiyeon selama ini terasa sia-sia, gadis itu tidak mencintainya, gadis itu hanya menyukainya karna merasa terpesona dengan apa yang di lakukan Jongin untuk menolong gadis itu tempo hari. Tidak lebih!

Jiyeon masih terdiam dalam rangkulan Jongin, gadis itu ingin sekali membalikkan tubuhnya dan mengatakan jika dia juga merasakan perasaan aneh saat berada di dekat Jongin, perasaan merindu saat laki-laki itu tak dapat di lihatnya, merasa sedih saat menatap wajah kecewa Jongin.

Detik detik berlalu dalam kesenyapan di antara mereka, hingga Jiyeon memberanikan diri untuk perlahan mulai melepaskan rangkulan Jongin di pundaknya. Jiyeon membalikkan tubuhnya, menarik nafasnya seraya tersenyum lembut, perlahan gadis itu merapatkan tubuhnya pada Jongin lalu di detik selanjutnya gadis itu sudah memeluk Jongin dengan erat, membuat laki-laki itu terkejut dengan mata yang membulat.

“Aku menyukai penolong ku, aku jatuh cinta dengan laki-laki ber-helm yang meminjamkan payungnya untuk ku dan menemaniku di halte saat hujan turun. Sejak saat itu aku selalu mencari laki-laki itu dan aku selalu berdoa agar Tuhan kembali mempertemukan aku dengannya, melihat wajahnya dan— aku ingin mengatakan padanya jika aku menyukainya, apa jawaban ku sudah cukup Kim Jongin?”

Jongin mengerjab mencerna semua ucapan Jiyeon dengan sedikit lambat, membuat Jiyeon mendengus kesal saat Jongin tak juga menjawab ucapannya. Merasa tidak percaya jika Kim Jongin, laki-laki pintar yang selalu berada di deretan 5 siswa terpandai di sekolah memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencerna ucapannya.

Jiyeon melepaskan pelukannya saat Jongin tak juga bersuara, menatap Jongin dengan kesal. “Yak! Apa ucapan ku sangat sulit kau mengerti, Jongin?” tanya Jiyeon tak sabar, namun Jongin justru hanya terkekeh pelan.

“Hey! Kenapa semarah ini? Aku bukan laki-laki bodoh Song Jiyeon,” Jongin menarik tubuh Jiyeon lalu memeluknya dengan erat, meletakkan kepalanya di atas kepala Jiyeon dengan senyum bahagia yang membingkai wajah tampannya dengan sempurna.

“Tidak bisakah kau menjawab dengan kata-kata yang lebih sederhana, seperti— nado sarangae Jongin?” senyum Jongin merekah lebar, tertawa lepas saat Jiyeon memukul pelan punggungnya. Jongin kembali mengeratkan pelukannya, menyatukan rasa bahagia yang menaungi hati keduanya.

“Jiyeon,—“

“Nde?”

“Sepertinya aku— aku kedingian.” Jongin menahan senyumnya. “Bisakah kau mencium ku lagi? Agar aku merasa lebih hangat?” Jiyeon langsung melepaskan diri dari dekapan Jongin.

“MWO?? Aish! Dasar Playboy mesum,” ucap Jiyeon dengan wajah kesal yang perlahan terlihat rona merah muda di kedua pipi gadis itu, membuat Jongin tertawa dengan keras.

Laki-laki itu kembali menarik tubuh langsing Jiyeon masuk ke dalam dekapan protektifnya, mengabaikan Jiyeon yang sedikit meronta tidak terima, hingga pada akhirnya mereka berdua kembali terhanyut dalam pelukan hangat penuh rasa cinta yang menyesap hingga ke relung sanubari. Jongin menyandarkan kepalanya di atas kepala Jiyeon, membelai rambut panjang Jiyeon dengan sangat lembut di tiap helainya, menikmati aroma segar bunga Freesia yang menguar dari rambut Jiyeon yang sehalus sulaman sutra.

Namun sesaat kemudian gerakan tangan Jongin terhenti, wajah laki-laki itu pun terlihat menegang dengan mata yang mengerjab tidak percaya, sesaat setelah Jongin mendengar Jiyeon mengucapkan sebaris kata-kata yang terdengar sangat indah di telinga Jongin.

Kata-kata yang pada akhirnya membuat senyum menawan Jongin terlukis dengan sempurna, dekapan yang kian mengerat dengan puluhan kecupan hangat yang di daratkan laki-laki itu di puncak kepala Jiyeon dengan tawa bahagia yang mengiringi. Kata-kata yang membuat mereka terikat dalam sebuah hubungan manis yang di yakini Jongin, akan terus terjalin hingga tak berbatas waktu.

“Nado Sarangae,— Kim Jongin.”

.

~ THE END ~

.

Hi! Ini buat yang minta lanjutan dari Obligation of The Heart Tapi— maaf banget settingnya Saiiya rubah, mereka gak jadi kencan di festival Sakura musim Semi, melainkan di museum musim Salju amatir maklumlah nemu idenya Winter soalna jadi— tolong di IYAIN aja yak lol

Setelah ini jangan minta Sequel lagi ya, soalna cerita ini udah TAMAT beneran hahhah

Kritik dan Saranya ya, salam Fan Fan — xoxo

 

 



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles