Title : Blind date (Chapter 1)
Author : Amami Lim
Genre : Romance, School Life, comedy
Length : Multi Chapter
Rate : General
Cast :
- Im Na Mi (OC)
- Park Chanyeol (EXO)
- Oh Se Hun (EXO)
- Others
Disclaimer : Don’t plagiarism. Thank you.
Author’s note : Happy reading reader-nim.
Semusim sudah berlalu, ada kupu-kupu kecil yang selalu menggelitik perutku beberapa bulan belakangan ini. Entah apa namanya perasaan ini. Rasa senang dan gugup bercampur jadi satu, membayangkan nya saja mampu membuat ku senyum-senyum sendiri. Entah sejak kapan, dia menjadi pusat dunia ku.
Saat berbicara, bibir kecilnya akan naik turun dengan cantik, beberapa kali ia akan memamerkan sederet gigi putih bersihnya, lalu hidung mancungnya akan kembang kempis saat ia tertawa dan matanya hanya tinggal segaris. Hal yang paling membuatnya terlihat menonjol adalah telinga peri nya, tubuhnya yang lebih tinggi dari teman sebayanya dan suara super rendah yang mampu membuat jantung mu mati seketika saat mendengarnya.
“Maaf lama menunggu.” Ia berdiri dengan wajah yang berbinar tepat dihadapan ku. Aroma tubuhnya, astaga, aku bisa mencium betapa wanginya dia. Dan dia tanpa seragam, kuharap Tuhan masih menguatkan ku agar tidak jatuh pingsan di depannya.
Chan Yeol menarik keluar kursi di depanku, ia duduk dengan tenang, sedang aku masih tak bergeming menatapnya kagum.
Pertemuan kami untuk yang pertama kalinya, dan ini adalah sebuah kencan buta yang tentu saja sudah ku ketahui sebelumnya. Begitu Oh Se Hun bilang ada seorang sunbae kenalannya yang ingin mencoba kencan buta, aku langsung menawarkan diri. Karena aku tahu, siapa lagi sunbae kenalannya kalau bukan pria itu, Park Chan Yeol.
“Kau sudah pesan sesuatu?” Chan Yeol tersenyum ramah padaku.
Tubuh ku bahkan tak bergerak seinci pun. Aku membeku seperti balok es di depannya.
“Sepertinya belum, kau mau makan apa?”
“Assdgfjgkhlddkslsj.”
Mulut ku komat kamit seperti orang kesurupan tapi tak ada sepatah kata pun yang keluar dengan benar.
“Ye?” Chan Yeol mencondongkan tubuhnya kedepan ku karena tak mengerti dengan apa yang ku ucapkan.
Ku pejam kan mata ku panik berharap aku bisa segera mendapatkan kekuatan untuk mengatakan sesuatu, “AKU MAU MAKAN APA SAJA YANG KAU PESAN UNTUKKU!”
Buruk! Aku berteriak di hari pertama kencan buta kami. Saat aku membuka mata Chan Yeol menatap ku bingung, aku tak berani menoleh kearah pelanggan lain karena tahu mereka semua pasti sedang menatap ku.
Chan Yeol tersenyum kecil sambil menarik buku menu, aku tahu pasti, dia sedang menahan tawa.
“Dua tonkatsu, dua orange juice.” Pesan Chan Yeol pada seorang pramusaji.
Sementara aku sudah ingin pulang karena malu, Chan Yeol masih tak mengatakan apapun, ia masih menatap ku geli sejak tadi.
“Jadi kau temannya Se Hun?”
Aku mengangguk mengiyakan.
“Kudengar kau sendiri yang menawarkan diri untuk kencan buta dengan ku.”
Nafas ku tercekat, di dalam hati aku merutuk Oh Se Hun. Aku memilih diam dan pura-pura melihat keluar jendela restaurant tempat kami makan.
“Kau belum memperkenalkan diri mu.”
Aku kembali menoleh pada Chan Yeol, ia sedang menopang dagu dan tersenyum.
DOR DOR DOR secepat peluru melesat jantung ku di tembak tiga kali, pertama oleh senyumannya, kedua oleh tatapan mata nya, ketiga…oleh suaranya.
“Hei.” panggil Chan Yeol. Aku tersenyum seperti orang kehilangan akal sehat.
“Aku Na Mi, Im Na Mi.” Ku perkenalkan diriku singkat dan kaku.
Chan Yeol tergelak, “Segitu saja?” kali ini ia menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi dengan kedua tangannya di masukkan kedalam saku jaket hitam yang dikenakannya. Aku sedang membayangkan bagaimana kalau ia sedang berjalan dengan tubuh terbalik, berjalan dengan kedua tangannya, mungkinkah dia masih setampan ini?
“Katakan sesuatu yang bisa membuat ku tertarik padamu, ini kan kencan buta.” imbuhnya masih tersenyum hangat.
Aku berusaha keras memikirkan sesuatu yang bisa membuatnya tertarik pada ku. Nilai akademik ku memang diatas rata-rata, tapi aku tidak sepintar itu. Non akademik? Aku hanya mengikuti klub basket, memang pemain inti, tapi tidak hebat. Di luar sekolah aku tidak punya kegiatan apa-apa, hanya bermalas-malasan dirumah.
“Aku suka makan.”
Kulihat jelas dengan mata kepala ku wajah Chan Yeol berubah merah karena menahan tawa. Aku hanya bisa melenguh panjang, sepertinya memang tidak ada hal yang bisa membuatnya tertarik pada ku.
“Kau pernah berkencan sebelumnya?”
Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Chan Yeol, sejak semalam aku sudah memikirkan nya. Apa kah aku harus menjawab iya atau tidak, kenyataanya aku memang pernah berkencan sebelumnya, tapi itu hanya berlangsung satu hari. Itu masa lalu yang buruk.
“Aku tidak tahu apa itu bisa disebut kencan atau tidak karena waktunya sangat singkat.” Ku garuk kepala ku yang tidak gatal.
“Berapa lama?” Chan Yeol kembali mencondongkan tubuhnya penasaran.
“Kurang dari 24 jam.”
“Pfft.”
Lagi-lagi dia menahan tawanya. Kemudian mengangguk iba.
“Jadi kenapa kau mau kencan buta dengan ku?”
Ini pertanyaan yang cukup membuatku dilematis, haruskah aku jujur mengatakan padanya bahwa aku menyukai nya atau aku harus berbohong untuk mencuri perhatiannya. Seperti mengatakan aku hanya iseng-iseng, bukannya pria lebih penasaran dengan wanita yang seperti itu? Seperti di dalam drama.
“Aku hanya ingin tahu rasanya makan siang dengan orang terkenal.” ucap ku datar.
“Hahahahah.” Kali ini Chan Yeol sudah tak bisa lagi menahan tawanya, ia bahkan menepuk tangannya senang.
Aku menoleh kesana kemari mencari sebuah kamera untuk segera berteriak “END” tapi sayangnya ini realita jadi aku hanya bisa pasrah menunggu beberapa jam lagi sebelum kami selesai makan dan pulang.
“Apa golongan darah mu AB?” Chan Yeol menyeka ujung matanya, ia bahkan sampai menangis karena menertawakan ku.
Aku menggeleng, “B.” jawab ku singkat.
Makanan kami pun akhirnya datang, setidaknya ada hal yang bisa membahagiakan ku ditengah suasana canggung ini, makan. Chan Yeol sesekali bertanya tentang sekolah dan Se Hun di sela-sela acara makan kami.
Se Hun memang bukan teman satu kelas atau satu angkatan dengan ku, tapi aku mengenalnya sejak bayi. Kami bertetangga, jadi tidak ada hal yang tidak ku ketahui tentangnya. Begitu juga saat ia bergabung dengan band yang di bentuk Chan Yeol disekolah.
Aku sebenarnya tidak pernah tertarik dengan hal-hal yang dipuja para gadis di sekolah ku, berkali-kali Se Hun mengajak ku untuk menemaninya latihan atau menonton aksinya di panggung, tapi aku selalu menolak. Bukan karena aku tidak mau melihat penampilan Se Hun, hanya saja gadis-gadis yang berteriak “Oppa-oppa” itu membuat telinga ku sakit dan kepala ku rasanya mau pecah.
Tapi begitulah cara Tuhan mempertemukan ku dengan salah satu makhluk sempurna ciptaan-Nya. Saat tengah bersantai di halaman belakang rumah, aku melihat seorang malaikat melompati tembok pembatas rumah ku dan Se Hun yang tingginya hanya sebatas pinggang orang dewasa. Bukannya berteriak, aku malah bertepuk tangan. Dia menghampiri ku yang tengah duduk di basement.
“Se Hun menyuruh ku mengambil obeng.”
Sejak saat itu obeng menjadi kata-kata yang keramat, sejak saat itu juga aku diam-diam menjadi pemuja rahasianya, aku bahkan menyimpan rapi obeng yang di pinjam nya di dalam meja belajar ku usai Se Hun mengembalikannya.
“Kau tidak bertanya apapun tentang ku sejak tadi?” Chan Yeol mengusap pelan mulutnya dengan tisu.
Memangnya apa yang harus kutanyakan? Aku tahu semua tentangnya. Dia sangat suka binatang tapi tidak bisa memeliharanya lagi karena alergi, atau dulunya dia pernah gendut, atau masalah alerginya pada seafood? Aku tahu, tahu semuanya.
“Kau tidak mau tau tipe wanita ideal ku?”
Wanita ideal? Mengingat semua mantannya adalah orang-orang yang cukup terkenal dan cantik, aku tahu betul tipikal wanita idealnya, cantik dan populer.
“Seperti apa wanita ideal mu?” tak ada hal lain yang bisa ku katakan.
Chan Yeol menarik kursinya agar ia bisa lebih rapat dengan meja, ia tersenyum, “Seperti kau.” desisnya pelan.
Aku tak berkedip, jantung ku bahkan berhenti berdetak sepersekian detik.
“Rayuan gombal.” balas ku datar.
Sekuat tenaga aku berusaha menyembunyikan bahasa tubuh ku yang berteriak girang, hanya aku dan Tuhan yang tahu bagaimana bahagia nya aku saat itu.
Chan Yeol terkekeh.
Awalnya kupikir dia selalu tersenyum seperti itu karena dia begitu menginginkan perhatian semua orang, lebih dari itu, dia justru memperhatikan semua orang. Dia selalu berusaha membuat orang-orang yang berada di dekatnya merasa senang.
Chan Yeol mulai bercerita bagaimana ia pertama kali membentuk band, sebenarnya aku sudah tahu cerita ini dari Se Hun, tapi entah kenapa cerita ini menjadi 100 kali lebih menarik dari pada saat Se Hun yang menceritakannya. Chan Yeol juga menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Se Hun dan pandangannya pada Se Hun.
Bagiku, Se Hun itu hanya seorang adik kecil yang bersikap sok tua. Tapi dimata Chan Yeol, dia adalah seorang anak muda yang mempunyai segudang bakat. Itulah kenapa semua orang selalu merasa bahagia berada di dekatnya, karena dia selalu membuat orang menjadi special di dekatnya.
“Kau punya SNS kan?” Chan Yeol melirik kearah ponsel putih ku yang tergeletak diatas meja.
Aku mengangguk.
Kami bertukar akun SNS. Sebelum pulang kami sempat berfoto berdua, Chan Yeol bilang sebagai kenang-kenangan. Dan aku menyetujuinya begitu saja, anggap saja ini sebagai salam perpisahan, karena tidak akan mungkin ada kencan selanjutnya. Aku benar-benar salut padanya, dia tetap melayani ku sampai saat-saat terakhir kami.
Sampai dirumah aku tidak langsung tidur, ku keluarkan obeng keramat itu dari dalam laci meja belajar ku, kenangan itu sekali lagi datang menghampiri ku. Aku masih mengingat jelas ekspresi wajah Chan Yeol saat itu, bahkan warna kaus kakinya, masih kuingat jelas.
Di dalam hati, aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada Tuhan yang sudah memberi ku hadiah terindah hari ini.
“Obeng, kisah kita berakhir sampai disini.” Ku kecup obeng itu sebelum mengembalikannya kedalam laci.
ᵉᵡᵒ
Sekolah tiba-tiba menjadi hal yang menyenangkan, aku bahkan bermimpi indah semalam, mimpi kencan dengan Park Chan Yeol. Aku juga melakukan hal-hal yang tidak biasa ku lakukan. Menyapa semua orang yang kutemui dijalan. Entahlah, hanya ingin berbagi kebahagiaan saja.
“Nunaaaaaaaaaaaa.” Se Hun memukul meja ku seperti orang kesurupan, dadanya naik turun. Tidak kah dia sadar kalau ini bukan kelasnya? Ini kelas seniornya. Dimana tata kramanya sebagai junior.
“Boya ige.” Protes ku.
“Kau gila?”
Aku mengernyit, aku gila? Aku baik-baik saja.
“Kau sudah lihat SNS?”
Aku menggeleng semakin bingung.
Sehun buru-buru mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukkan layar ponselnya pada ku, hanya beberapa senti dari wajah ku.
Foto ku dan…Park Chan Yeol, aku mengangguk.
“Ini foto kami kemarin, kenapa memangnya?” kujauhkan layar ponsel itu dari wajah ku.
Se Hun menepis tangan ku dan kembali mendekatkan layar ponselnya dengan wajah ku, “Kau baca baik-baik tulisannya nuna!” perintah Se Hun geram.
Aku mencari sesuatu yang harus dibaca itu.
“Oh bahasa Inggris.” gumam ku begitu melihat huruf balok.
“My cuttie girlfriend.”
“GIRLFRIEEEEEEEEEEND?” Aku balik menatap Se Hun tak percaya, ku perhatikan sekali lagi foto itu, benar Chan Yeol yang mengunggahnya.
“Kalian pacaran? Kau bilang semuanya sudah berakhir, hanya makan siang saja dan selesai. Lalu ini maksudnya apa? Kalian mau diam-diam pacaran di belakang ku? Aku bukannya tidak setuju nuna, tapi kau jelas-jelas membohongi ku.” tuduh Se Hun panjang lebar.
“DIAM OH SE HUN, BIARKAN AKU BERPIKIR!” bentak ku kesal.
Kupaksakan ingatan ku kembali ke hari itu, mungkin aku melewatkan kata-kata kita pacaran atau maukah kau jadi pacar ku, tapi aku tak menemukan kata-kata itu didalam ingatan ku. Atau mungkin aku sedang tertidur saat dia mengatakannya? Tidak, aku tidak pernah tertidur. Lalu apa maksudnya kata “Girlfriend” di foto kami berdua? Bukannya itu hanya kenang-kenangan?
Ah, molla, aku pusing.
