Title: Broken Glass
Genre: angst, bit of romance, et cetera
Rating: PG-13
Character: Byun Baekhyun (EXO-K), Lee Sungra (OC)
Author: leesungra
“Kau datang lagi?”
“Ne, aku suka latte di sini. Masalah?”
“Aniyo. Sama sekali tidak. Setidaknya aku punya satu pelanggan baru.” laki-laki itu tersenyum kecil, membenarkan letak apronnya, lalu menarik sebuah notebook mini dari saku apron tersebut. “Pesanan anda, agasshi?”
“Satu latte, satu tiramisu, satu chocolate cake.” kata gadis tersebut, pendek, cepat, dengan nada galak.
“Lalu, hiasan di lattenya?”
“Harus kupilih?”
“Kami berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi tamu kami, agasshi. Jadi?”
“Terserah baristanya saja…” desis yeoja itu, menyandarkan punggungnya di kursi besi berulir cafe tersebut. Baekhyun membungkuk cepat lalu berjalan meninggalkannya, menuju dapur yang ramai oleh suara gesekan alat masak dan celoteh para koki. Ia menyerahkan daftar cake ke koki yang bekerja sebagai patissiere kemudian melangkah ke mesin espresso di dekat kasir. Dengan cekatan, laki-laki itu meletakkan sebuah cangkir putih di outlet mesin tersebut, menekan beberapa tombol pada mesin, mengamati cairan kecokelatan yang mengalir turun memenuhi cangkir.
Sementara itu, Sungra masih bersandar di sandaran kursi. Ia tidak tahu apa yang mempengaruhinya untuk datang ke cafe ini, karena selain karena alasan latte yang diutarakannya ke Baekhyun tadi, ia juga merasa ada satu hal lain yang memaksanya kembali ke tempat ini. Kalau dihitung, sudah tiga kali ia datang ke sini, ini yang ketiga, yang kedua adalah saat ia mengembalikan seragam, lalu yang pertama…
“Pesanan anda, agasshi.“
Dialog batinnya terhenti saat suara Baekhyun menginterupsi. Sungra menarik cangkir, mengamati bentuk hiasan lattenya, hal pertama yang selalu dilakukannya tiap membeli minuman itu di cafe. “Hati, hmm?” desisnya, memainkan jarinya di atas permukaan latte tersebut, berusaha mengikuti setiap ulir garisnya.
“Aku rasa sang barista sedang jatuh cinta, bagaimana menurutmu?” kata Baekhyun sambil meletakkan dua piring kecil di depan gadis itu. Ia merapikan letak garpu dan pisau makan di sebelah piring-piring itu, tidak lupa meletakkan selembar tisu di sana. Semuanya semata-mata ia lakukan hanya agar bisa lebih lama berada di dekat Sungra, itu saja.
“Setidaknya… ia masih beruntung karena bisa jatuh cinta…”
Baekhyun tidak mengatakan apa-apa untuk menanggapi perkataan gadis itu. Ia hanya membungkuk sekali lagi, tersenyum sekilas, lalu kembali ke area dapur, meninggalkan Sungra dan pikirannya sendiri.
Gadis itu menghela napas, perlahan disesapnya latte dalam cangkir di tangannya. Jenis kopi kesukaannya yang selalu ia pilih setiap pergi ke cafe dengan tunangannya, dulu. Hal kecil yang mengingatkannya ke orang yang membuat perasaannya hancur sekaligus membuatnya pesimis akan bisa jatuh cinta lagi di kemudian hari.
“Aku tidak mengganggu, kan?”
Suara Baekhyun yang tiba-tiba meminta ijin membuat Sungra terkejut. Saat menoleh, yang ia dapati adalah sosok namja itu yang berdiri di sebelahnya, masih lengkap dengan baju pelayannya. Sungra menaikkan alisnya, apa maksud kata-kata namja itu?
“Sepertinya kau butuh teman bicara.” lanjutnya cepat sambil menarik kursi di depan Sungra, lalu duduk di sana. Entah dari mana, di depannya tiba-tiba saja sudah ada secangkir espresso yang masih mengepulkan asap tipis. Sebegitu percaya dirinya kalau Sungra akan memperbolehkannya duduk di situ, sampai ia sudah siap dengan secangkir kopi?
“Aish. Memangnya kau tidak harus bekerja?”
“Aku pemilik cafe ini, kau lupa ya?”
Sungra mendesis keras. Keinginannya mengusir namja itu secara halus tidak berhasil ia lakukan. Tapi… sudahlah, toh mungkin ia tidak akan terlalu mengganggu. Gadis itu melanjutkan kegiatan menikmati dua dessert di depannya seolah-olah tidak ada seorang Byun Baekhyun di depannya.
“Chocolate cake itu adalah salah satu menu kebanggan cafe kami…” kata Baekhyun tiba-tiba. Sungra berhenti memotong cakenya, menatap Baekhyun dengan tatapan paling terganggu yang ia punya. “Kau meminta ijin untuk duduk di situ supaya kau bisa mempromosikan cafe ini padaku, begitu?” ketus gadis itu.
“Tidak. Hanya memberitahumu, mengerti?” balas Baekhyun setelah menyesap kopinya. “Aku sudah mengatakan kalau kau butuh teman bicara, dan itu alasan aku ada di sini sekarang.”
“Ha! Alasan yang lucu! Teman bicara? Kau pikir aku butuh untuk membicarakan apa?”
“Mollayo. Sesukamu saja. Namja, mungkin? Mengingat aku juga nam—”
TRAK!
“Jangan bawa topik itu!” Sungra menaikkan intonasi suaranya. Beruntung cafe sedang sepi, tidak banyak yang mempedulikan adegan tidak penting di kursi sudut ruangan itu. ”Apa?! Semua namja di dunia ini sama saja! Mudah bagi mereka untuk memberi janji, lalu mengingkarinya! Mudah bagi mereka meninggalkan orang yang mempercayai mereka. Mengkhianati orang yang bergantung padanya!”
Nada tajam dalam suara gadis itu membuatnya terdiam. Ia tahu kalau gadis itu sudah melewati sesuatu yang berat, pernikahan yang batal, apapun alasannya yang gadis itu tak pernah mau menceritakan. Satu kilat kesedihan muncul sekilas di matanya, tapi segera berganti oleh tatapan kosongnya yang biasa. Gadis itu, lagi-lagi, melamun tiba-tiba di depannya. Ia bahkan tidak bisa memperkirakan isi pikirannya. Apa ia teringat dengan -mantan- calon pengantinnya yang secara tidak langsung mencampakkannya di hari yang seharusnya bahagia itu?
“Jangan menyamaratakan semua namja di dunia ini, babo.” kata Baekhyun sembari bangkit berdiri dan kembali ke dapur. Sebelumnya ia masih sempat mengacak rambut Sungra sekilas, membuat gadis itu mendengus sebal sekaligus mengembalikannya ke kenyataan. Ia memejamkan matanya, berusaha mengusir tayangan ulang kejadian memalukan di hari itu. Berusaha menghapus sampai habis segala hal yang mengingatkannya ke namja itu. Menghilangkan rekaman suaranya, imaji senyumannya, perlakuan khususnya, panggilan sayang mereka…
Segala hal yang begitu menyenangkan tapi menipu sampai ia tak sadar kalau namja itu berani berkhianat di baliknya, dengan orang yang dekat dengannya, hingga menghancurkan segala bayangan sempurna yang sudah terbentuk di benaknya. Kenapa ia bisa sebuta itu? Ck. Namja sialan itu…
“Ya.”
Sungra membuka matanya dan segala hal yang melintas di pelupuk matanya hilang, berganti dengan sosok Baekhyun yang sudah mengganti seragam pelayannya dengan baju biasa. Dan gadis itu tidak bisa mengelak kalau namja di depannya terlihat…lebih tampan.
Ia menggelengkan kepalanya, berharap benak asal yang mendadak muncul tadi hilang, tapi gagal. Baekhyun mengerutkan kening melihat tingkah yeoja di depannya yang menurutnya makin terlihat aneh.
“M, mau pergi?” tanya Baekhyun perlahan dengan ekspresi yang luarbiasa diatur. Sungra menatap Baekhyun curiga. “Pergi? Kemana? Dengan siapa?”
“Jalan-jalan, mungkin…dengan…ya denganku! Memangnya untuk apa aku berdiri di sini dan mengajakmu pergi?!” ketus Baekhyun sambil membenarkan kancing kemejanya.
“Siapa tahu~ hei, ada angin apa kau tiba-tiba mengajakku pergi?”
“Aniyo. Hanya kasihan melihat wajah galaumu itu. Cafeku jadi sepi pengunjung gara-gara kau!”
Sungra menendang kaki Baekhyun pelan, mengalirkan sedikit perasaan aneh yang timbul di benaknya. Beberapa langkah menuju pintu keluar dan tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. Gadis itu berbalik sejenak, berusaha mencari sesuatu yang membuatnya merinding. Matanya menangkap tatapan tajam beberapa orang pelayan cafe di dalam sana yang langsung berpura-pura sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ia menghela napas saat berbalik. Bukan sekali ia mengalami hal seperti ini. Dulu dia juga…
Entah datang dari mana, setetes air mata menitik dari tepian matanya. Apa? Mantan tunangannya itu orang populer yang punya banyak ‘fans’. Dan si pengkhianat itu…dia awalnya termasuk orang yang sering menatapnya dengan tatapan tajam seperti para pelayan tadi. Ajakan berbaikannya mungkin adalah salah satu kedok untuk ‘mengambil’ tunangannya. Berpura-pura baik padanya, lalu menikam dari belakang. Muslihat kejam. Kenapa tidak terlintas di benaknya bayangan senyum licik yeoja kurang ajar itu, yang biasa dia umbar setiap melihat Sungra dan tunangannya, saat ia meminta maaf padanya? Wajah licik yang ditutupi senyum yang hanya kelihatan tulus itu, kenapa ia bisa lengah?
“Kau…kenapa?” Sungra menundukkan wajahnya makin dalam saat mendengar suara Baekhyun. Ia hanya menggeleng sambil berusaha mengusap matanya, yang ternyata percuma karena air matanya justru menderas. Baekhyun menarik napas, tidak tega melihatyeoja di sebelahnya menangis seperti itu. “Mau duduk dulu? Di sebelah sana ada bangku, tenangkan dirimu dulu.” ajaknya, menarik pergelangan tangan gadis itu perlahan dan menuntunnya ke arah bangku yang ia maksud.
“Namja sepertinya tidak pantas ditangisi yeoja baik-baik sepertimu…yah, meski kau bodoh, serampangan, atau apapun itu. Air matamu sia-sia saja kalau kau gunakan untuk menangisinya…” gumam Baekhyun, tangannya menepuk pelan kepala Sungra yang masih tertunduk. “Aku tahu apapun yang sudah kau jalani itu sangat berat, tapi apa menangis ada gunanya sekarang? Kau tidak akan mendapat apa-apa. Hanya capek karena terlalu banyak menangis, atau rasa iba dari teman-temanmu. Tapi, kalau kau begini terus, aku rasa makin lama tidak akan ada lagi yang peduli padamu.”
Gadis itu menggigit bibirnya. Ia tahu, meski terdengar pedas, kata-kata Baekhyun sangat benar. Tidak ada yang suka suasana mellow, kan? Siapa yang akan tahan meladeni orang yang kerjanya setiap hari hanya menangisi pernikahan yang gagal?
“Kenapa sulit sekali membuat pikiranku menganggap ia orang tidak berguna yang harus aku lupakan?”
Baekhyun berhenti memainkan dedaunan kering di bawah bangku dengan kakinya. “Eh?”
“Aniyo… aku hanya… berusaha untuk melupakannya… tapi sulit…”
“Tidak ada kemungkinan kalian akan mengulangi semuanya dari awal?”
Gadis itu menjawabnya dengan sebuah gelengan keras. “Aku tidak bisa menoleransi kesalahannya yang ini. Bahkan meski aku mencintainya, sangat mencintainya, kesalahan ini terlalu berat untuk dimaafkan. Tidak ada kemungkinan aku akan kembali padanya… bahkan meski ia memohon, aku tak akan pernah bisa mempercayainya seperti dulu lagi.”
“Karena ia meninggalkanmu di altar, sebelum pernikahan?”
“Tidak tepat begitu, sih. Dia tidak meninggalkanku di altar, tapi yang ia lakukan lebih kejam dari itu.”
“Kau keberatan kalau aku bertanya apa yang ia lakukan?” tanya Baekhyun hati-hati, takut memancing emosi yeoja di sebelahnya. Ia tidak takut kalau harus menghadapi ledakan emosinya, tapi ia lebih tidak mampu menanggung malu kalau Sungra tiba-tiba mengamuk di ruang terbuka seperti ini.
“Aku tidak suka membahas topik ini, bisa tolong hentikan?”
Saat menoleh, Baekhyun mendapati Sungra sudah kembali menutupi wajahnya dengan kedua belah telapak tangannya. Isak pelan gadis itu mulai terdengar, membuat Baekhyun merasa amat sangat bersalah.
Apa yang harus aku lakukan? Katakan padaku, aku tidak biasa menghadapi yeoja sepertimu. Aku bahkan tidak pernah menghadapi satu yeoja pun sebelumnya, bagaimana aku harus menenangkanmu?
———
“Jika ada orang yang melamarmu… bagaimana?”
Sungra menggelengkan kepalanya perlahan, tangannya merapikan anak-anak rambut di wajahnya yang berantakan tertiup angin. “Aku tidak tahu. Sekarang… aku rasa… aku masih takut dengan komitmen. Dalam bentuk apapun. Pacar, tunangan, lamaran, pernikahan, apapun itu, aku tidak yakin aku akan siap jika ada orang yang mengajakku melakukan sebuah komitmen sekarang.”
“Tapi bukan berarti kau tidak akan—”
“Tidak. Sebagai seorang yeoja, aku masih tetap ingin menikah, tapi seperti yang aku bilang tadi, mungkin bukan sekarang. Kau tahu? Gagal menikah itu…” ia berhenti bicara. “…berat. Bayangkan saja, sebuah pernikahan yang sudah kau siapkan dari lama, yang sudah kau bayangkan hingga ke detil-detil terkecilnya soal bagaimana prosesi itu akan berlangsung, gagal di hari besarnya karena sebuah pengkhianatan.” Sungra memejamkan matanya. “Tapi aku masih beruntung karena pengkhianatan itu ketahuan sebelum pengucapan janji. Setelah aku pikirkan lagi, jika tidak batal, berarti sekarang aku sudah terikat dengan seorang namja kurang ajar dan mungkin pernikahanku malah akan berakhir dengan perceraian.”
Jadi, pengkhianatan? gumam Baekhyun dalam hati. Matanya melirik gadis di sebelahnya yang masih memejamkan mata dengan tangan disilangkan di depan dada. Angin hari ini cukup dingin, apalagi ia hanya mengenakan sweater tipis dan kaus. Secara separuh tidak sadarnamja itu melepas jaket yang dipakainya lalu menyampirkannya di pundak gadis itu, membuatnya membuka mata karena kaget.
“Mwo?”
“Bukan apa-apa. Aku pikir kau kedinginan, kelihatannya.” Baekhyun menatap lurus ke depan meski sesekali tetap melirik Sungra. Penampilannya masih sama seperti saat Baekhyun mengajaknya ke tempat ini beberapa hari yang lalu, saat Sungra mulai mau menceritakan apa yang terjadi padanya secara lebih mendetail, tapi kenapa ada sesuatu yang rasanya berbeda?
Bukannya bermaksud memanfaatkan kesempatan di tengah kesedihan orang lain, tapi sepertinya aku harus berterima kasih pada siapapun yang meninggalkan gadis ini hingga menjadi seperti ini, pikir Baekhyun. Perlahan ia menarik pundak Sungra hingga kepala gadis itu bersandar di pundaknya, dan yang membuatnya cukup senang, ia tidak melakukan protes apa-apa. Satu lagi yang menyenangkan baginya adalah sebuah perasaan yang terasa sangat natural begitu merasakan rambut panjang Sungra menyentuh leher serta bahunya. Ia turut memejamkan mata, menikmati sesuatu yang baru kali ini ia rasakan setelah dua dekade hidup di dunia ini.
“Ya.”
“Ne?”
“Aniyo…” Baekhyun menggumam perlahan, membiarkan otot matanya bekerja, meleluasakan pupil matanya untuk mengamati wajah yeoja di sebelahnya. Wajah yang sebenarnya manis kalau ia tersenyum, dia tahu itu. Masalahnya adalah bagaimana cara membuatnya tersenyum lagi? Lalu bagaimana cara mencairkan hatinya yang membeku karena insiden itu?
Laki-laki itu menghela napas begitu mendapati yeoja di sebelahnya tertidur. Perlahan ia menyapukan bibirnya ke dahi gadis itu, sepelan mungkin, berusaha untuk tidak membangunkannya. Ia menempelkan pipinya di puncak kepala Sungra, lalu ikut memejamkan mata sambil menghirup aroma mint bercampur lemon yang menguar dari rambut yeoja itu.
“Saranghaeyo, Lee Sungra-ya.”
I will figure it out
You know, the difficult, password-ridden heart of hers
A locked up room that no one can enter
I will hack her tightly shut door
Gotta get to her heart
[EXO-K - Machine]
———
‘Kau, bisa datang ke cafe sekarang?’
Sungra membuka pintu cafe, terdiam sebentar karena aroma cokelat panas yang sangat disukainya –selain latte– tercium kuat. Ia menggelengkan kepalanya dan kembali teringat akan pesan singkat dari sang pemilik cafe yang menyuruhnya datang ke sini. Merepotkan sebenarnya, tapi berhubung ia sedang tidak ada kerjaan mungkin lebih baik ia datang ke sini. Matanya menyisir setiap sudut ruangan, mencari orang yang bertanggung jawab tentang keberadaannya di tempat ini. Apa-apaan? Kenapa batang hidungnya saja tidak terlihat?! desis Sungra dalam hati sembari mengambil ponsel dari dalam saku jaketnya.
“Hei.”
Gadis itu menoleh. Buronannya tiba-tiba saja muncul dengan seragamnya yang biasa, tapi selain itu di tangannya ada dua gelas kertas berisi cokelat panas dan kantung kertas warna putih. “Maaf, tadi ada sedikit masalah di dalam. Kau… tidak… marah, kan?” tanya Baekhyun sambil menyodorkan salah satu gelas ke Sungra. “Hari ini gratis.”
“Seharusnya aku marah, tapi sudahlah. Kelihatannya cokelat panas ini enak.” balas gadis itu seenaknya. Ia menempelkan bibirnya ke tepian gelas lalu meminum sedikit cairan cokelat kental itu, merasakan rasa manis bercampur sedikit pahit dan gurih yang menyenangkan. Tanpa sadar ia menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk senyum kecil.
“Ck, ternyata membuatmu tersenyum bisa dilakukan hanya dengan segelas cokelat panas.” cetus Baekhyun, mengacuhkan tatapan tajam Sungra setelah mendengar kalimat sarkastisnya. “Kau tahu kenapa aku menyuruhmu datang ke sini?”
“Menurutmu? Untuk memberiku cokelat panas, mungkin. Ada lagi?”
Baekhyun menggelengkan kepalanya gemas mendengar respon Sungra. “Ada sesuatu yang penting yang harus dibicarakan, jadi aku rasa lebih baik kita membicarakannya di luar…”
“Kau gila?! Di tengah cuaca dingin seperti ini?!”
Gadis itu bungkam begitu melihat Baekhyun mengambil tas lain yang berisi 3 termos ukuran sedang cokelat panas. “Bagaimana?” menerima tatapan mengejek Baekhyun membuat yeoja itu kesal, sangat kesal. Ia hanya mengangkat bahu dan berjalan keluar dari cafe tersebut tanpa mempedulikan sang pemilik cafe. Sementara Baekhyun terkekeh pelan dan menahan tangan Sungra, menariknya ke sebuah meja tanpa satu bangku pun di teras depan cafe yang tidak terlalu terlihat dari jalan.
“Jadi, apa hal penting yang mau kau bicarakan?” Sungra menyilangkan tangannya di depan dada, berusaha bersikap superior. Ia tidak akan mau disogok oleh cokelat panas lagi kali ini. Rasa kesalnya sudah terlalu menggunung.
Baekhyun tidak menjawab, yang ia lakukan hanya mengambil salah satu termos, mengocoknya sebentar, lalu menuangkan isinya ke gelas kertas Sungra yang sudah kosong. Dalam sekejap gelas itu sudah kembali penuh, bahkan lengkap dengan buih yang timbul akibat proses mengocok tadi. “Aku tahu kau mau, jadi minum saja. Masih ada banyak.”
“Byun Baekhyun-ssi, daripada kau terlalu lama mengulur waktu, bisa langsung ke apa yang harus kita bicarakan?!”
“Ck, ne, tapi aku memintamu untuk menghabiskan cokelat panasnya dulu baru kita akan memulai pembicaraan ini. Mengerti?”
Satu menit. Sungra kembali meletakkan gelas yang sudah kosong di atas meja, menatap Baekhyun dengan tatapan kesal. “Oke, habis. Mulailah.”
Baekhyun menarik napas, memegangi kantung kertas yang sedari tadi dibawanya, lalu menyerahkannya ke Sungra. “Ini milikmu. Aku kembalikan, dia memenuhi loker pekerja di sini.”
“Apa—” perkataannya terputus saat melihat isi kantung kertas itu. Sebuah gaun putih yang sangat dikenalinya, yang terakhir kali ia lihat di tempat sampah cafe Baekhyun. Ia mengeluarkannya perlahan dari dalam kantung seolah si gaun akan hancur jika tergesek keras, mendekapnya erat, merasakan lagi tekstur bahan halus itu dalam pelukannya. Sesuatu di dalam dirinya meluruh dan isakannya pecah, memori menyakitkan itu kembali menghantam pikirannya.
Sungra merasa seseorang melingkarkan lengan di sekeliling badannya dan ia tahu bahwa Baekhyun yang melakukannya. Juga tangan yang menyematkan sesuatu di kepalanya perlahan tanpa berkata apa-apa. Ia meraba rambutnya dan merasakan sebentuk tiara familier di sana. Gadis itu makin mengeratkan pelukan pada gaunnya, berusaha menekan habis kesedihan yang mendadak terbuka lagi.
“Mungkin…” gumam Baekhyun, “Mungkin gaun ini bukan untuk waktu itu, tapi aku rasa dia akan terpakai sekarang. Gaun ini…dia gaun yang berbahagia karena kau yang memilikinya. Dan kau akan mengenakannya di momen paling membahagiakan dalam hidupmu yang sebenarnya nanti, Byun Sungra.”
Sungra terhenyak sesaat. Ia mendorong tubuh Baekhyun perlahan hingga namja itu terpaksa melepaskan pelukannya. Benaknya dipenuhi entah berapa ribu hal memusingkan. Ia bahkan tidak tahu harus merasa senang atau apa setelah mendengar kata-kata Baekhyun barusan, ketakutannya pada komitmen mendadak kembali lagi. Rasa traumanya belum sepenuhnya hilang dan Baekhyun…
Baekhyun menyentuh dagu Sungra, menariknya pelan, memaksa gadis itu menatap matanya. “Kau, akan jadi nenek tua, keriput, bawel, dan bau jika tidak menikah denganku. Setidaknya aku bisa mengurus yeoja serampangan sepertimu, aniyo?”
Sungra yang biasanya akan membalas kata-kata Baekhyun dengan perkataan yang sama pedasnya. Baekhyun yang biasanya juga akan mengatakan hal seperti itu dengan nada dingin dan ekspresi datar. Kali ini, Baekhyun mengatakannya dengan senyum menahan tawa yang belum pernah dilihat Sungra sebelumnya, membuatnya tidak bisa balas mengatai Baekhyun. Yang ia tahu hanya lidahnya seperti ditahan oleh sesuatu, tidak bisa memberi respon apapun.
“Aku tahu ini terlalu cepat, tapi tolong pikirkan, arra? Aku ingin membuatmu bahagia, babo.”
Tidak ada jawaban. Sungra tidak menjawab, tidak berniat, dan tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya menunduk dalam-dalam, menghindari tatapan mata Baekhyun yang secara tak langsung menuntut responnya. Perlahan dilepaskannya tangan namja itu dari dagunya, merasakan betapa gemetaran badannya saat itu. Matanya memanas dan ia tahu selaput kaca-kaca itu akan segera muncul tanpa permisi, kapan saja mereka mau. Aniyo. Sebentar lagi.
“Aku… duluan.” gumamnya pelan dengan suara bergetar. Dilepaskannya tiara di puncak kepalanya dan dengan cepat benda berkilauan itu berpindah ke tangan Baekhyun. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia segera melangkahkan kaki dari teras cafe tersebut, kembali menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan sembari menuju halte bus terdekat. Meninggalkan Baekhyun yang hanya termangu di tempatnya berdiri tadi.
Laki-laki itu menatap gaun yang teronggok begitu saja di dekat kakinya. Bahkan gadis itu lupa membawanya pulang. Sebegitu menyakitkannya-kah untuk melihat gaun ini lagi? Untuk menerima lamaran seseorang lagi? Meski orang itu adalah orang yang benar-benar serius ingin membuatnya bahagia?
“Aku terlalu mencintaimu mungkin hingga membuatku terlihat seperti orang bodoh.” desisnya sementara tangannya melipat kembali gaun tersebut dengan rapi. “Meski aku rasa aku memang bodoh, bukan hanya terlihat lagi.”
Maka, dua termos cokelat panas masih utuh di sana. Hingga penghujung hari di mana sang lelaki masih memikirkan hal yang harus ia lakukan, dan sang gadis masih berusaha menghapus lukanya.
–to be continued
A/N: part 1. Maaf kalau agak under expectation, hehe ._. had been published at my own, not-so-private wordpress so don’t be over-surprised to see this fic in other place except if it’s not at my site, hehehe. No plagiarism
