Title : We Are EXO!
Author : Elisa Hutami
Main cast : Kim Yoo Jung a.k.a Dara
Oh Sehun a.k.a Sehun
Kim Jun Myung a.k.a Suho
Xi Luhan a.k.a Luhan
Wu Fan a.k.a Kris
Kim Min Seok a.k.a Xiumin
Huang Zitao a.k.a Tao
Zhan Yizing a.k.a Lay
Kim Jong Dae a.k.a Chen
Support Cast : Jeno a.k.a Jeno
Genre : School life, Fantasy, Family, Romance, Friendship, Mystery
Length : Chapter
Rating : PG-15
Disclaimer : Original
Summary : Planet bumi yang sudah sangat lama dihuni manusia ini ternyata mempunyai banyak rahasia yang mungkin tidak akan masuk di akal manusia biasa. Salah satunya adalah sebuah pohon yang diberi nama pohon kehidupan yang kini sudah mulai mengering karena suatu alasan, dan ke-12 member EXO diperintahkan untuk tinggal di dunia manusia dengan tugas untuk mencari “sesuatu” yang bisa mengembalikan kesuburan pohon kehidupan. Namun ternyata tugas ini sangat sulit bagi mereka, karena selama di dunia manusia mereka harus bertingkah sewajarnya manusia, dan mereka juga harus pergi ke sekolah yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan, serta memiliki keluarga baru di bumi. Bagaimana cerita selengkapnya? Pantengin terus We Are EXO!
7st We Are EXO !
Sehun dan keenam member EXO yang baru ia temui yaitu Kris, Luhan, Xiumin, Tao, Lay dan Chen masih berdiri di atas cetakan semen berwarna hijau yang biasa dijadikan sebagai tempat bermain basket di Wu High School, ya.. mereka masih di atas lapangan basket indoor.
Kris yang tiba-tiba memegangi kerah Sehun sontak membuat Sehun terkejut lalu memandangi wajah Kris dengan sedikit rasa ketakutan dihatinya. Member yang lainpun sama terkejutnya dengan Sehun.
“Kris apa yang kau lakukan!” bentak Luhan yang terkejut sekaligus tidak terima Kris memperlakukan seorang maknae yang baru ditemuinya seperti itu “dia Sehun! Lepaskan sekarang juga!” tambahnya tanpa mengurangi nada bentakannya.
“Hyung!” bentak Tao sambil memegangi tangan Kris, mencoba untuk melepaskan genggaman Kris dari kerah Sehun.
Kris membuang napas, lalu tangan Kris tiba-tiba melemah, dia melepaskan genggamannya dari kerah Sehun. Begitupun Tao yang melepaskan tangannya dari Kris.
Sehun membuang napas lega.
Kris memandangi Sehun dalam “Neo.. neo jeongmal.. Sehun? Sehunnie?” tanya Kris dengan nada bicaranya yang dilembutkan, dan air mata yang memenuhi kelopak matanya yang indah.
Sehun memandang ke arah Kris tanpa berbicara atau menganggukkan kepalanya, karena dia masih merasa ragu untuk menjawabnya.
“Tentu saja dia Sehun!” kata Tao yang tiba-tiba meletakkan tangan kirinya di belakang kepala Sehun “Hyung! Kau harus minta maaf pada dia, kau membuatnya takut, nee.. Sehun?” Tao memandangi Sehun.
Sehun memandangi Tao “Hyung!” bentaknya lirih karena Sehun kini merasa tidak enak kepada Kris.
Kris sedikit mengacak-acak rambutnya “Aaaahhh… jadi aku membuatmu takut yah Sehunnie? Hehe.. mian mian.. sebenarnya aku ini orangnya baik loh, tidak menakutkan seperti tadi hehehe” bantah Kris yang secara tiba-tiba wajahnya menjadi sangat ceria “lupakan tentang tadi oke? Yang lalu biarlah berlalu, hehehe” tambahnya.
Luhan, Tao, Xiumin, dan Chen memutar bola matanya secara bersamaan. Lay masih terdiam.
“Gwenchana hyung” Sehun tersenyum tanpa memamerkan giginya.
Kris menganggukkan kepala senang. Lalu tiba-tiba dia berjalan kemudian memeluk Sehun untuk sesaat, lalu dia melepaskannya.
Sehun diam mematung saking kagetnya.
Member lain bertepuk tangan senang “Hahahaha..” Chen tertawa.
Namun kemudian di tengah-tengah kesenangan itu…
*Kruyek Kruyek Kruyek*
Perut Xiumin bersuara, yang kemudian membuat suasana hening untuk sesaat, lalu semua member memandangi Xiumin. Wajah Xiumin sedikit memerah karena malu.
Xiumin meletakkan kedua tangannya di depan perut “Aku lapar” jujur Xiumin sambil malu-malu.
“Hyung! Kau baru makan 2 bungkus ramen sebelum Sehun datang, dan sekarang kau sudah lapar lagi?” tanya Chen tidak percaya.
Xiumin menundukkan kepala “Benar juga! Padahal aku baru makan, tapi aku sudah lapar lagi.. ah! Padahalkan aku sedang dalam program diet dan juga program menabung, ah.. coba saja ada yang membayarkanku makanan, setidaknya program menabungku tetap bisa berjalan meskipun program dietku tidak berjalan” batin Xiumin.
Tiba-tiba Luhan menepukkan tangannya sekali “Jadi.. kenapa kita tidak pergi ke luar cari makanan saja? Lagian ini sudah jam makan siang, sekaligus merayakan kepulangan Sehun juga, nanti kita bisa cerita-cerita gitu ke Sehun di sana, dan membahas masalah mutan itu dengan kepala dingin, nee??” pernyataan Luhan itu langsung membuat Xiumin tersenyum.
“Cerita-cerita itu maksudnya nggosip hyung?” tanya Chen polos.
Luhan memutar bola matanya “Dikira kita ibu hamil kali pake ngegosip!” jawab Luhan yang sontak membuat member lain tertawa “kita cerita ingatan-ingatan kita ke Sehun, Sehun itu masih belum ingat sesuatu, mungkin kalo dia udah kita ceritain apa yang kita tahu gitu dia bisa ingat sesuatu, misalnya utang dia yang sampe sekarang dia belum bayar gitu, hehehe”
“Benar juga! Oke! Karena ini perayaan untuk Sehun, biar aku saja yang membayarkan semuanya, hehehe, mumpung ada uang nih” kata Chen yang langsung membuat senyuman Xiumin semakin lebar.
“Jinjja Chen hyung?” sambung Tao.
“Emh” Chen mengangguk.
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo berangkat sekarang!” kata Tao yang kini terlihat lebih bahagia dari Xiumin.
“Kita naik apa?” Lay tiba-tiba berbicara, dan langsung membuat keadaan menjadi hening untuk sementara.
“Ah benar juga! Biasanyakan ada Teleportes yah? Hm.. tapi kita belum bertemu dengannya disini” pikir Luhan.
“Karena ini untuk Sehun, kenapa tidak pakai mobil Sehun saja?” tanya Chen pada Sehun.
“Andwae! Mobilku rusak hyung” bantah Sehun.
“Lalu mobil Tao?”
Tao langsung menggeleng-gelengkan kepalanya “Bensinku limit hyung”
“Itusih gampang, jadi siapa yang bersedia mengisikan bensin Tao?” Chen masih bertanya-tanya.
“Kenapa tidak kau saja hyung?” tanya Tao polos.
“Yah.. aku sudah membayarkan makanannya” Chen menolak dengan alasan yang masuk akal juga “lalu.. bagaimana dengan mobil Xiumin?”
“Mobilku? Yah.. mobilkukan masih ditilang di polisi karena waktu itu aku ngebut hyung”
“Ah.. benar juga!” Chen mengangguk “kalau Kris?”
Kris menatap Chen tidak percaya “Nan? Maksudmu.. satu motor dinaiki tujuh orang?”
“Ah majja! Kaukan bawanya motor” Chen berpikir keras “kalau Lay?” Chen menatap Lay.
“Eh?” Lay yang tadi pikirannya sedang kosong kini memasang wajah bingung.
“Andwae!” bentak Tao langsung.
“Wae?” Sehun heran.
Tao mendekatkan mulutnya ke telinga Sehun “Layhyung itu pelupa, aku takut dia lupa mobilnya sendiri seperti apa dan malah mengira yang bukan mobilnya adalah mobilnya, seperti waktu itu.. kami semua jadi harus dibawa ke satpam karena diduga mencuri mobil karena Layhyung salah mengira mobilnya sendiri”
Sehun mengerutkan dahinya “Hah? Itu benar-benar terjadi? Apa tidak ada yang mengenali mobil Layhyung?” Sehun ikut-ikut berbisik.
“Dia itu anak seorang pemilik perusahaan mobil ternama disini, dia selalu berganti-ganti mobil, aku tidak tahu itu karena dia punya mobil banyak di rumahnya atau dia salah mengambil mobil ketika dia mengunjungi pabrik mobil appanya” kata Tao meyakinkan.
“Aaahhh..” Sehun kini percaya pada Tao.
“Bagaimana kalau naik mobilku saja?” tanya Luhan memecahkan masalah.
Semuanya langsung tersenyum lebar.
“Oke kalau begitu sekarang kita berangkat!” perintah Kris yang lalu berjalan menuju pintu keluar.
“Tapi.. bukankah kalian sedang sekolah? Apa tidak apa-apa kalau kita pergi keluar di jam pelajaran?” tanya Sehun bingung.
Chen mendekati Sehun “Apa kau kira sekolah lebih penting dari pada merayakan ini? Sehunnie! Kami sekolah hanya karena manusia seumuran kami seharusnya sekolah, karena itu kami sekolah, tidak lebih dari itu” Chen tersenyum.
“Tapi hyung?” Sehun masih sedikit bingung dan cemas.
“Ayo kita ikuti Kris hyung!” perintah Tao sambil tersenyum lalu mendorong Sehun keluar.
Sehunpun akhirnya menyerah, lalu dia bersama member lain keluar mengikuti Kris. Luhan berjalan paling belakang.
“Tapi maksudku.. apa muat mobilku ditumpangi tujuh orang?” tanya Luhan sambil berjalan.
Semuanya tetap berjalan tanpa berkata apapun untuk menanggapi pertanyaan Luhan “Dari pada naik bus yang harus ngantri, mendingan usel-uselan di mobil Luhan” pikir keenam namja itu.
* * *
Oh Dara kini sedang berjalan di koridor Wu High School. Koridor itu memang sepi, namun di depan koridor itu banyak sekali murid kelas 2 Wu High School yang sedang belajar mandiri.
Sebenarnya dari tadi Dara sudah memutari Wu High School untuk menemukan Sehun dan Luhan, namun dia tetap tidak menemukannya juga, sampai akhirnya kini dia menyerah dan lebih memutuskan untuk berdiri di koridor sambil memandangi pemandangan sekitar, meskipun sekarang dia malah jadi pemandangan murid di depannya karena dia menggunakkan seragam sekolah yang berbeda dari yang lain.
“Ah! Oppa mana sih? Aku sudah muter-muter tapi kok gak ketemu-temu?” tanya Dara kesal dalam hati “apa oppa sudah pulang duluan? Tapi… maldandwae! Oppa tidak mungkin meninggalkanku yang sedang sakit seperti ini, oppa tidak akan sekejam itu” pikir Dara yakin “tapi kalau dia benar-benar meninggalkanku bagaimana?” Dara mulai cemas “malah sekarang aku nggak bisa ngehubungin oppa lagi, ah! Kenapa smartphone oppa pake acara rusak segala sih?”
*Awh! The twinkle.. twinkle.. The twinkle.. twinkle..*
Dara segera merogoh saku roknya, lalu dia segera mengambil iphonenya.
“Nomor siapa ini? Tidak ada di kontak” Dara memiringkan kepalanya “angkat nggak yah?” Dara galau karena nomor itu tidak bernama, dan dia takut si penelpon hanya orang iseng.
Setelah 5 detik Dara berpikir, Darapun segera mengangkat iphonenya.
“Yeoboseo?” tanya Dara lembut.
“Noona! Ah syukurlah.. akhirnya tersambung juga” balas seseorang dari balik iphone Dara yang diakhiri dengan suara buangan napas.
Dara mengerutkan dahinya “Noona? Siapa yang menelponku ini sih?” Dara berpikir keras “apa mungkin ini…. Jeno? tapi dari mana dia dapat nomor hpku? Apa Bum ajhumma yang memberikannya? Geunde wae? Dan untuk apa dia menelponku? Mm.. aku bilang salah sambung aja gimana responnya ya?” batin Dara licik.
“Ah chwesong hamnida, sepertinya kamu salah sam..” Dara belum selesai berbicara namun perkataannya sudah dipotong.
“Anio! Ini Dara Noona eh? Oh Dara Noona?” tanya penelpon itu meyakinkan.
“Ah.. aku tidak bisa mengelak lagi nih” batin Dara “Geurrae! Ini Dara, Oh Dara, siapa disana?” tanya Dara pada si penelpon dengan menghilangkan nada lembutnya seperti tadi.
“Ini Jeno, Oh Jeno. Noona! Aku habis melihat berita di TV tadi, aku melihat mobil ferarri yang dikemudikan Sehun hyung kecelakaan, jadi aku meminta nomor hp noona ke ajhumma. Noona neon gwenchana? Sehun hyung juga gwenchana eh? Kalian tidak terluka eh? Jinjjaji?” tanya Jeno cemas.
Dara membuang napas “Oh.. jadi Bum Ajhumma yang sudah memberikan nomorku? Nan gwenchana, Sehun oppa juga gwenchana, kau bisa kembali nonton TV sekarang” jawab Dara datar karena dia benar-benar tidak ada napsu untuk berteleponan dengan namdhongshaeng yang baru dikenalnya itu.
“Jadi namanya Bum Ajhumma yah noona? Noona odiga? Aku jemput saja ya?” tanya Jeno bersemangat.
Dara memutar bola matanya “Ini bocah cerewet banget ya? Sok akrab lagi! Masih mending aku naik bus deh dari pada dijemput dia!” batin Dara kesal “Anio! Kau baru pulang dari Kanadakan? Kau pasti belum hafal jalan disini, percuma saja kalau kau menjemputku, istirahat saja sanah!” jawabnya pada Jeno dengan nada membentak.
“Kalau begitu.. Noona dan Sehun hyung cepat pulang ya, aku sangat cemas” kata Jeno lembut.
“Oh” lalu Dara segera mematikan telponnya tanpa perasaan bersalah sedikitpun.
Dara membuang napas “Pulangnya gimana nih? Apa minta bantuan Young Jae?” pikir Dara “tapi.. aku tidak boleh memanfaatkannya untuk hal sekecil ini, lagian.. belum saatnya aku memanfaatkannya, dan aku tidak boleh terlalu sering memanfaatkannya, dia juga punya perasaan sama sepertikukan?”
*Awh! The twinkle.. twinkle.. The twinkle.. twinkle..*
“Telpon lagi? Ah.. Jeno itu jinjja!” kata-kata Dara terhenti begitu melihat layar “eh? Nomornya beda?” lalu Dara segera mengangkat telponnya.
“Yeobose..” belum selesai berkata-kata orang yang menelpon Dara segera memotongnya.
“Dara dengar! Aku mungkin tidak bisa pulang bersamamu, kau bisa pulang sekarang, kau bisa sendirikan?” tanya penelpon itu tiba-tiba dengan cepat.
“Sehun oppa?” tanya Dara yang menyadari kalau suara itu adalah suara Sehun “kau bilang terlalu cepat, aku tidak bisa mendengarmu dengan jelas. Apa yang kau katakan tadi?”
Sehun berpikir lagi “Kalau aku katakan kau tidak akan marah eh? Yagsokhae?”
“Itu sih tergantung, jadi apa?”
“Yagsokhae?” tanya Sehun lagi.
Dara memutar bola matanya “Emh.. yagsokhae.. jadi.. mwo?” tanya Dara datar.
“Kau boleh pulang sekarang”
Dara mengerutkan dahinya “Maksud oppa?”
“Maksudku kau boleh pulang ke rumah sekarang tanpa perlu menungguku” jelas Sehun.
“Yah! Bagaimana aku bisa pulang? aku sedang sakit, arra? Bagaimana kalau terjadi sesuatu di jalan? Dan sebenarnya apa yang terjadi sih?”
“Emh.. sebenarnya.. aku tidak bisa mengantarmu pulang, kau tahu?” tanya Sehun ragu.
“Emh.. arra! Mobilkukan rusak, jadi kau tida..” Dara mencerna ulang kata-kata Sehun “yah oppa! jangan bilang kau sudah pergi dari Wu High School? Atau kau malah sudah pulang? Kau meninggalkanku disinikan? Jeongmalyo?”
Sehun berpikir sebentar untuk menyusun kata-kata yang pantas “Aku ada keperluan penting dan begitu mendadak, jadi…”
Dara mengorak-arik poni rambutnya “Ah.. aku benar-benar tidak percaya! Kau meninggalkanku yang sedang sakit ini di sekolah yang baru pertama kali aku datangi lalu menyuruhku pulang sendiri? Oppa kau jahat!”
“Mianhae… jeongmal mianhae.. tapi aku dan Luhan hyung benar-benar ada keperluan mendadak”
“Mwo? Bersama Lohan? Jadi oppa lebih mementingkan si Lohan si teman lama oppa yang baru bertemu itu dari pada aku?!” bentak Dara tidak terima.
“Yah! Aku bisa mendengarnya babo!” jawab seseorang yang dari suaranya seperti suara Luhan “yah! Seharusnya kau berterima kasih karena aku sudah meminjamkan smartphoneku pada Thehun untuk menelponmu, huh..” Luhan sedikit kesal “dan jangan panggil namaku sesuka hatimu! Namaku Luhan, bacanya : L U H A N” tambah Luhan dengan mengeja namanya sendiri.
“Aku tidak sedang bicara padamu! Oppa mana? Aku masih perlu bicara!”
“Aishh..” Luhan mendesis “Sehun! Ini si burung Dara ingin bicara!” Luhan memberikan smartphonenya pada Sehun.
Dara mengangkat alis kanannya “Burung Dara dia bilang?”
Sehun memegangi smartphone Luhan “Dara mianhae.. nan jeongmal mianhae.. kepentingan itu benar-benar penting” kini Sehun kembali yang menelpon.
Dara berpikir sasaat “Baiklah kalau benar-benar penting sampai kau meninggalkan yeodongsaengmu yang sedang sakit ini di tempat yang baru pertama dia kunjungi” kata Dara menyindir Sehun.
“Mianhae” kata Sehun tulus.
“Oke aku maafkan! Tapi.. bagaimana caranya aku pulang?” tanya Dara polos.
“Gampang kok, kamu tinggal nunggu bus di halte bus yang ada di depan, terus tunggu bus jurusan rumah kita, tahu kan? yang warnanya biru”
“Oh cuman gitu? Oke.. aku ke halte sekarang” Dara mulai berjalan melewati koridor.
Sehun tersenyum “Emh.. hati-hati ya”
Tadinya Dara tidak ingin bertanya, tapi karena dia terlalu penasaran, maka dia memutuskan untuk menanyakannya “Tapi.. oppa dimana sekarang? Kedengarannya seperti berisik sekali disana”
“Di restoran” jawab Sehun singkat tanpa merasa ada salah-salah kata dengan pernyataannya ini.
*Tutt.. tutt… tutt..*
Dara segera menutul telponnya “Dia bilang penting, tapi.. dia malah ada di restoran sekarang, kepentingan macam apa itu? makan siang?” tanya Dara tidak percaya.
* * *
Dara sedang duduk sendirian di sebuah kursi panjang yang terbuat dari besi yang sudah dicat dengan warna hijau mengkilat, membuat siapapun tidak sungkan untuk duduk di kursi itu walaupun memang kursi itu terletak di pinggir jalan karena itu adalah halte bus. Sebuah tempat yang biasanya murid-murid Wu High School menyetop bus saat jam pulang sekolah, karena lokasinya yang memang tidak jauh dari gerbang utama sekolah.
Dara sudah duduk disana sekitar 30 menit yang lalu, namun belum juga dia melihat bus berwarna biru muda yang ia tunggu-tunggu lewat di depan halte. Sampai tadinya dia berniat untuk memanggil taxi, namun saat dia baru memegang iphonenya, bus yang dia tunggu-tunggupun lewat.
“Akhirnya datang juga” kata Dara lega. Dara segera masuk ke bus itu tanpa menunggu lama.
Dara membungkuk, memberikan salam pada sopir bus. Sopir bus itu menundukkan kepalanya untuk sesaat lalu tersenyum pada Dara. Dara berjalan mendekati mesin T-Money Scanning lalu dia merogoh tasnya untuk mendapatkan T-Money berbentuk gantungan kunci, kemudain Dara menempelkan T-Money di atas T-Money Scanning.
Setelah itu, Dara menyusuri baris-baris kursi di dalam bus. Dilihatnya hanya ada 2 kursi kosong, yang satu ada di bagian kiri pojok bus, bersebelahan dengan seorang ajhussie berjaket kulit hitam lengkap dengan kaca mata, dan yang satu lagi adalah persis di depan pintu belakang bus, dan yang duduk di samping kursi itu adalah seorang namja berseragam Kim High School, namun Dara tidak bisa melihat wajah namja itu dengan jelas karena namja itu sedang menunduk sambil menggunakkan headshet.
Karena kursi yang ada di depan pintu belakang itu diduduki oleh seorang murid yang satu sekolah dengan Dara, maka dia lebih memilih duduk disana dibanding duduk di pojokkan bus yang bersebelahan dengan seorang ajhussie yang sama sekali tidak dia kenal.
“Silyehamnida” salam Dara yang lalu duduk di samping namja itu.
Namja itu memelirik ke arah Dara. Dia melepaskan headshet yang tadinya terpasang rapi di kedua telinganya “Neo.. murid Kim High School juga?” tanya namja itu dengan suara yang lumayan serak.
Sebenarnya Dara tidak dalam mood yang baik untuk menjawab pertanyaan itu, lagian sudah jelaskan dari seragamnya? Tapi karena ia harus bersikap sopan maka dia menjawabnya dengan senyuman “Nee” jawab Dara singkat yang lalu menatap namja yang di sampingnya itu.
Mereka bertatapan untuk beberapa detik.
Deg! begitu kagetnya Dara melihat wajah namja itu, wajah dengan dahi yang lebar dan datar, pipi yang sedikit mengembang, alis yang lumayan tebal dan berbentuk, mata yang lumayan besar, hidung yang tidak terlalu mungil, dan bibir yang lumayan tipis.
Wajah itu.. Dara benar-benar tidak bisa melupakannya, wajah yang selalu dia impi-impikan untuk bertemu lagi. Karena dahulu dia pernah punya seorang teman masa kecil, teman yang selalu dekat dengannya baik suka maupun duka dia selalu ada untuk Dara kecil, dan dia selalu melindungi Dara dari bahaya apapun.
Dengan wajah yang hampir mirip seperti namja yang duduk di sampingnya sekarang. Dara benar-benar terasa bertemu lagi dengan teman masa kecilnya versi remaja. Rasanya dia benar-benar ingin melepas rindunya dan memeluk namja itu sekarang, namun kemudian dia sadar.. bahwa namja itu tidak mungkin teman masa kecil yang dia maksud.
“Dia.. kenapa begitu mirip?” batin Dara. Dara lalu membuka iphonenya diam-diam, dilihatlah wallpapernya yang sudah lama tidak dia ganti.
“Kenapa begitu mirip?” tanya Dara sekali lagi. Meskipun namja itu jelas bukanlah seorang teman masa lecil yang dimaksud Dara, tapi wajah mereka tetap saja terlihat mirip “apa dia hyungnya Gun Tae?” tambah Dara dalam hati yang ternyata nama teman masa kecilnya itu adalah Gun Tae.
Namja itu masih memandangi Dara “Anoo…”
Dara memandangi namja itu heran “Ye?” tanya Dara kaget. Diam-diam dia segera memasukkan iphonenya kembali ke saku roknya.
“Kau terluka?” tanya namja itu perhatian.
Dara memengangi dahinya “Oh ini? Aku baru saja kecelakaan tadi pagi, tapi gwenchana”
“Oh” namja itu mengangguk paham dengan pernyataan Dara tadi.
“Apa aku tanya saja dia hyungnya atau bukan yah?” pikir Dara dalam hati “tapi.. bukankah dia hanya memiliki seorang eonni dan yeodongshaeng? Atau.. dia seorang shachon?” pikir Dara lagi “tapi.. ah sudahlah.. lagipula aku tidak ingin dekat dengannya” pikir Dara mengakhiri pikirannya itu.
“Namaku Kim Jun Myun, biasa dipanggil Suho, neon?” tanya namja itu tiba-tiba.
Ternyata namja yang memiliki wajah yang mirip dengan teman masa kecil Dara yang bernama Gun Tae itu adalah Kim Jun Myung, yang biasanya dipanggil Suho. Benar-benar nama lengkap dan nama panggilan yang sangat tidak berhubungan.
“Kim Jun Myun? Jadi dia bermarga Kim juga? Apa memang mereka itu sepupuan yah?” batin Dara “Ano.. apa kau sepupuan dengan Gun Tae?” tanya Dara mengabaikan pertanyaan Suho tadi.
Suho mengerutkan dahinya yang lebar “Gun Tae? Nuguya?” tanya Suho penasaran.
“Ah..” Dara membuka mulutnya “jadi kau bahkan tidak mengenalnya ya?” tanya Dara.
Suho menggelengkan kepalanya yang artinya dia tidak kenal “Neo.. kelas berapa?” tanya Suho itu merubah topik.
“1-1” jawab Dara singkat “neon?” tanya Dara yang merasa tidak sopan kalau dia tidak bertanya balik.
“Aku 2-1, jadi kau adik kelas yah?”
Dara mengangguk “Tapi.. kenapa sepertinya aku belum pernah melihatmu ya di sekolah?”
Suho tertawa lirih “Aku baru pindah sekolah bulan lalu, jadi wajar saja kalau kau belum pernah melihatku”
“Ooooohhhhh….” respon Dara panjang yang sebenarnya dia sudah bosan berbincang-bincang dengan Suho yang mirip teman lamanya yang bernama Gun Tae itu. Membuatnya jadi teringat dengan masa lalu.
Hening untuk sesaat.
“Wajah mereka sih hampir mirip, tapi kok berbincang-bincang dengan dia membosankan sekali ya? Beda dengan Gun Tae, ah! Gun Tae sebenarnya dimana kau sekarang sih?” batin Dara “eh.. tapi kok bus ini kayaknya melaju cepat banget ya? Apa cuman perasaanku?” pikir Dara dalam hati yang merubah topik.
*Creeetttt…* Bus direm mendadak.
Dara terdorong ke depan “Andwae! Kepalaku!” batin Dara sesaat sebelum kepalanya mengenai sesuatu yang sudah dibayangkan oleh Dara bahwa kepalanya akan mengenai kursi yang ada di depannya, dan hal itu akan membuat kepala Dara yang sedang sakit akan terasa semakin sakit. Padahal uisanim sudah memeringatkan agar Dara menjaga kepalanya supaya tidak terbentur karena bisa berakibat fatal.
Tapi…
“Eh?” Dara kaget, lalu dia memandang apa yang telah menghalangi kepalanya terkena kursi “tangan?” tanya Dara yang melihat sebuah tangan melindungi kepalanya dari kursi.
Bus kembali berjalan.
“Neon gwenchana?” tanya Suho panik.
Dara memandangi tangan itu lalu dia memandangi Suho yang ada di sampingnya “Neo waegeurrae?” tanya Dara yang tidak percaya lalu dia kembali duduk dengan posisi tegak.
“Hehe..” Suho tersenyum “entah kenapa tanganku malah berjalan sendiri untuk melindungi kepalamu, mian karena aku lancang, tapi kepalamu baik-baik saja kan?” sejak saat ini Dara merasa Suho ternyata memiliki kesamaan juga dengan Gun Tae, mereka sama-sama selalu melindungi Dara.
“Anio” Dara memandangi Suho “gomawo” kata Dara tulus.
Dara dan Suho saling beradu pandang.
Setelah sekitar 30 detik mereka saling beradu pandang, Dara segera sadar dan segera memalingkan wajahnya ke depan. Begitupun Suho yang memalingkan wajahnya menghadap jendela. Wajah mereka sedikit memerah.
“Sepertinya ini bukan jalur bus ini” kata Suho yang tadi memandangi jalan dari balik jendela.
“Eh?” respon Dara singkat.
“Ini bukan jalur bus ini” Suho memandangi Dara “sopir itu pasti lupa jalurnya!”
Dara mengerutkan dahinya “Yah.. mana mungkin sopir bus bisa lupa jalurnya, mungkin sedang ada perbaikan jalan jadi bus ini lewat jalur alternatif” kata Dara santai.
“Perbaikan jalan? Mungkin juga sih..”
Namun berbeda dengan Suho dan Dara yang sekarang sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Penumpang lainnya langsung berdiri dan protes kepada sopir, bus menjadi sangat berisik.
“Sopir! Ini bukan jalur bus! Kau melewati jalurnya!” bentak salah satu penumpang “Yah! Kembali ke belakang, palli!” tambah seorang ajhumma “Cepat berhentikan busnya! Aku harus cepat ke kantor!” kata ajhussie yang menggunakkan jas. Dan masih banyak lagi penumpang yang protes.
Melihat situasi yang tidak sesuai apa yang diinginkan, seorang ajhussie berjaket kulit berwarna hitam dan memakai kacamata yang duduk dipojokkan segera berdiri dan mengambil sesuatu dari balik jaket kulitnya.
*Dorr…*
Ajhussie itu ternyata mengambil sebuah pistol dari balik jaketnya. Relfeks semua penumpang segera diam, kedua tangan mereka letakkan di samping telinga dan mereka kembali duduk, dan ada yang berjongkok diantara kursi penumpang. Mereka semua benar-benar ketakutan begitu mendengar tembakan yang terlalu mendadak dan terdengar sangat dekat itu.
“Aku kira ada penjahat di bus ini, tetaplah menunduk” bisik Suho yang duduk di samping Dara, dia juga ikut menunduk.
Tanpa sengaja tangan Suho bersentuhan dengan tangan Dara “Kau.. kau ketakutan?” tanya Suho yang menyadari tangan Dara bergetar.
Dara menggelengkan kepalanya. Kepalanya masih tertunduk dalam. Tangan dan kakinya memang bergetar, bulu kuduknya berdiri, keringat dingin mulai keluar dari pori-porinya. Ini menunjukkan bahwa Dara benar-benar ketakutan, namun dia menyembunyikannya dari Suho yang baru dia kenal itu.
“Pistol.. aku takut pistol!” batin Dara dengan nada sedikit bergetar lalu dia mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan memejamkan matanya untuk sesaat.
“Jangan ada yang bergerak! Jangan coba-coba kalian menghubungi polisi! Saat aku tahu, aku akan langsung menembak kepala kalian! Aku tidak main-main!” perintah ajhussie yang sedang memegangi pistol itu.
*Doorrr…!*
Pistol kembali ditembakkan ke atas.
Suho yang ternyata tidak takut dengan pistol itu memandangi jendela “Pintar juga penjahat itu! memilih jalan pedalaman yang sepi ini untuk melakukan perampokkan, dan disini juga tidak ada CCTV apalagi polisi, heh… dia sudah merencanakkan ini dengan sangat matang, dan sepertinya.. sopir bus ini juga terlibat” batin Suho.
Sementara itu Dara semakin ketakutan mendengar tembakan yang kedua itu, keringatnya semakin banyak yang keluar “Wae aku sangat takut dengan suara pistol? Wae? Aku sangat jago berkelahi, tapi.. kenapa aku takut dengan pistol? Bahkan hanya dengan aku mendengar suaranya saja? Wae?!” pikir Dara “Oppa.. oppa cepatlah kemari oppa.. Sehun oppa! Aku benar-benar ketakutan sekarang oppa! Oppa cepatlah kemari!” mohon Dara dalam hati yang saat itu hanya terpikir dengan Oh Sehun yang biasanya selalu ada disisinya.
Tiba-tiba Dara merasa pundaknya sedang ditepuk-tepuk lirih “Tenanglah.. semuanya akan baik-baik saja, kau tidak perlu takut” bisik Suho mencoba menenangkan Dara.
Dara terdiam. Tidak biasanya dia memperbolehkan namja menyentuh badannya, apalagi namja yang baru dia kenal, tapi karena memang sebuah ketenangan dan support yang dia butuhkan sekarang, maka dia membiarkan Suho terus menepuk-nepuk punggungnya dengan lirih, bahkan tanpa suara.
“Suara pistol berasal dari pojok kanan belakang, jadi itu artinya hanya berjarak 1 kursi denganku, hm.. sulit juga kalau sekarang kabur lewat pintu, padahal pintunya tepat ada di samping kananku” pikir Suho “dan yeoja ini.. dia terlihat sangat ketakutan, jadi aku tidak boleh bertindak sembarangan, bisa-bisa dia malah jadi semakin ketakutan” batin Suho.
“Nee..” tangan Dara yang sedikit basah karena keringat memegangi tangan Suho “apa kita akan baik-baik saja?” tanya Dara dengan matanya yang penuh air.
Suho yang kaget melihat wajah Dara yang sedang ketakutan itu lalu mencoba tersenyum, berusaha menampilkan ekspresi yang tidak membuat Dara semakin ketakutan “Tenang saja, kita pasti selamat!” jawab Suho lirih.
Ajhussie si penjahat melepaskan kaca matanya, lalu dia letakkan di dalam saku jaketnya “Siapkan barang berharga kalian! Dan jangan pernah sekali-kali mencoba untuk melawan, apa lagi menelpon polisi” perintah ajhussie si penjahat itu yang lalu memandangi penumpang di depannya.
Tiba-tiba ajhussie itu langsung berlari ke depan melewati kursi Dara, lalu ajhussie itu merampas sebuah smartphone dari tangan seorang ajhumma yang sedang duduk bersama anaknya yang baru berumur sekitar 4 tahun di kursi depan.
“Ajhumma! Aku sudah memeringatkanmu untuk tidak memanggil polisi!” kata ajhussie itu yang melihat layar smartphone ajhumma itu sedang mencoba memanggil nomor polisi “karena kau sudah berani macam-macam” ajhussie itu mengarahkan bibir pistolnya ke kepala anak berumur 4 tahunan itu yang sedang tertidur.
Deg! ajhumma itu langsung ketakutan “Anio! Jebbal! Andwae! Aku akan menyerahkan semuanya untukmu, tapi jebbal! Jebbal! Jangan apa-apakan anakku!” mohon ajhumma itu dengan raut wajah yang benar-benar ketakutan.
Dara mendengarkan percakapan mereka dari kursinya, begitupun dengan penumpang yang lain.
*Dooorrr…!*
Air mata menetes, ajhumma itu memandangi anaknya yang kepalanya penuh dengan darah “Agga!” teriak ajhumma itu yang lalu menggoyang-goyangkan anaknya yang sudah tidak bernapas itu “Agga jebbal! Jebbal buka matamu! Jebbal! Jangan tinggalkan eomma disini sendirian! Jebbal agga, jebbal!” mohon ajhumma itu masih sambil menangis.
Dara meneteskan air matanya karena dia benar-benar bisa merasakan bagaimana perasaam seorang ajhumma itu yang kehilangan anaknya yang masih kecil. Suho segera menghapus air matanya yang baru keluar sedikit.
Dan penumpang lainnya saling menundukkan kepala dan berdo’a agar ajhumma itu bisa tabah dan anaknya bisa pulang dengan tenang, karena mereka tidak bisa menolong ajhumma itu, mereka terlalu egois untuk mementingkan dirinya sendiri agar tetap hidup.
“Dengar kalian semua!” teriak ajhussie itu yang sama sekali tidak merasa bersalah telah membunuh seorang anak “aku akan menghampiri kalian satu persatu, lalu kalian serahkan semua barang berharga kalian, dan jangan ada yang berani melawan! Kalau ada yang berani melawan, kalian akan bernasip sama dengan anak ini!” ajhussie itu menarik napas “kalau kalian sudah menyerahkan semuanya, aku akan membebaskan kalian dan kalian akan selamat”
Para penumpang segera mengambil barang berharga mereka dari dalam tas atau koper mereka, semuanya.. mereka akan menyerahkan semua barang berharga mereka yang akan ditukar dengan keselamatan yang sudah dijanjikan oleh ajhussie itu.
Ajhussie itu kembali jalan ke belakang, setelah sampai di kursi paling belakang, dia mengambil sebuah karung yang ada di bawah kursinya, lalu dia menyuruh para penumpang untuk meletakkan barang berharga mereka di dalam karung itu satu-persatu.
Dara semakin ketakutan saat ajhussie itu berjalan semakin dekat ke kursinya, bahkan saat ajhussie itu melewatinya tadi, dia sampai menahan napas.
“Tenanglah..” Suho mencoba menenangkan Dara lagi.
“Aku.. aku tidak bisa tenang” kata Dara lirih.
Suho mendekatkan bibirnya ke telinga Dara “Apa kau berani kabur?” bisik Suho.
“Eh?” mata Dara membesar.
“Pintu itu.. pintu itu persis ada di depan kita”
Dara memandangi pintu yang ada persis di samping kanannya “Maksudmu kita akan kabur? Yah! Kalau gagal kita bisa mati” bisik Dara.
Suho mengangguk “Gagal ataupun tidak kita tetap akan mati, yah.. mana mungkin penjahat itu akan pergi saat kita sudah menyerahkan barang berharga kita ke dia atau dia akan membebaskan kita semua?. Pikirkan saja, bagaimana yang akan terjadi kalau kita sudah dibebaskan dan kita melapor polisi? Itu terlalu beresiko, aku kira setelah dia mengambil barang berharga kita, dia akan membunuh kita semua satu persatu” bisik Suho panjang.
Dara mencerna perkataan Suho itu “Tapi tadi ajhussie itu bilang..”
“Kalau kau bisa memilih, kau lebih memilih mati masuk penjara atau mengingkari janjimu? Tentu saja kau akan memilih mengingkari janjimukan? Lalu setelah itu kau akan meminta maaf” jelas Suho mencoba membenarkan pikirannya.
Dara terdiam.
“Nanti saat penjahat itu jalan ke depan lumayan jauh, kita jalan saja mendekati pintu, lalu keluar lewat sana” pikir Suho itu cerdas “tapi masalahnya.. bagaimana caranya kita bisa membuka pintu besi itu dengan cepat yah?”
Dara tersenyum “Tenang saja.. aku ini jago dalam hal merusak, apalagi merusak pintu, hehehe.. serahkan saja padaku” bisik Dara bersemangat.
Suho tersenyum melihat Dara yang sepertinya sudah tidak merasa ketakutan.
“Suho gomawo, berkatmu aku jadi merasa kembali tenang. Karena itu semakin lama kau semakin mirip Gun Tae, aku akan berusaha semampuku!” batin Dara dengan semangat 45’.
“Oke! Kalau begitu ketika penjahat itu sudah berjalan jauh di depan, kita segera berjalan ke pintu, lalu kau menendang pintunya sekuat mungkin ya, kemudian kita loncat, bagaimana?”
“Neo.. neo percaya aku bisa menghancurkan pintu itu?”
“Kenapa tidak? Kau ahlinyakan?”
Dara menunduk “Tapi.. kau baru mengenalku eh? Kau sudah percaya aku bisa melakukan hal itu? yah! Aku bisa saja berbohong, aku bisa saja termasuk komplotan penjahat ini, dan aku juga bisa saja tidak bisa merusak pintu itu, dan saat itu terjadi.. kau dan aku akan mati!”
“Anio! Kau tidak seperti itu”
Dara memandangi Suho lagi dengan tatapan tidak percaya.
“Hey kalian! Serahkan barang berharga kalian!”
Deg! Dara seperti akan jantungan “Dia ada dibelakangku!” batin Dara yang tiba-tiba mulai lagi merasa takut.
Diam-diam tangan kiri Suho memegangi tangan kiri Dara dengan sangat erat “Ini” kata Suho yang lalu memasukkan 2 smartphonenya ke dalam karung yang dibawa ajhussie itu dengan tangan kanannya.
“Eh? Apa tadi Suho mengambil 2 smartphone dari sakunya? Waeyo?” batin Dara penasaran.
“Hanya ini?” tanya ajhussie itu yang masih merasa kurang.
“Smartphone itu sangat mahal! Belum ada yang menjualnya di Korea, dan kau mendapatkan 2, seharusnya kau senang” kata Suho itu meyakinkan karena jujur Dara juga baru pertama kali melihat smartphone bagus seperti itu.
“Baiklah.. bagaimana denganmu yeojamu ini?” tanya ajhussie itu pada Dara yang sedang duduk membelakanginya.
Suho yang duduk di samping Dara meletakkan tangannya di atas kepala Dara, membuat agar Dara tidak berbalik yang akan membuatnya bertatapan dengan ajhussie itu “2 smartphone itu sudah termasuk miliknya, dia tidak punya apa-apa lagi yang berharga di tasnya!”
Mata Dara memandangi Suho “Suho…” kata Dara lirih.
“Baiklah kalau begitu” lalu ajhussie itu pindah ke kursi depan.
Dara memukul dada Suho “Babo! Kau membuang 2 smartphonemu!”
Suho tersenyum “Terkadang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, kita harus mengorbankan sesuatu yang berharga” kata Suho bijak “lagian kalau smartphone aku masih bisa beli lagi, dan jika itu untukmu.. aku akan memberikan apapun” kata Suho tulus.
Dara memandangi Suho “Dia.. dia tidak ada maksud tersembunyikan? dia diam-diam tidak sedang menyukaikukan? Aku hanya ke-PDan sajakan?” batin Dara.
Sekitar 10 menit berlalu…
“Sekarang!” perintah Suho yang melihat si ajhussie sudah ada di barisan depan.
Dara dan Suho itu segera berdiri kemudian berlari ke pintu dengan membungkuk agar ajhussie itu tidak melihat karena untung saja ada kursi yang menutupi mereka dari depan. Dara menarik napas dalam-dalam, lalu dia tendang pintu di depannya dengan sekuat tenaga.
*Jeduar*
Pintu itu masih ada disana, hanya sedikit peot di bagian tengah.
“Siapa itu?” tanya ajhussie itu yang lalu menghadap ke arah pintu “kalian!” ajhussie itu berlari menghampiri Dara.
Dara mulai sedikit ketakutan kalau dia sampai tidak bisa membuka pintu itu, maka pasti dia akan dibunuh bersama dengan Suho.
“Kau pasti bisa!” kata Suho menyemangati yang sama sekali tidak ada ekspresi ketakutan di wajahnya.
Dara menarik napas lagi, seluruh kekuatannya dia salurkan ke kaki kanannya. Matanya terpejam, mencoba memfokuskan pikirannya hanya untuk bisa membuka pintu itu. Dara membuka matanya.
*Jeduarrr…!*
Pintu itu berhasil terbuka dan langsung jatuh ke jalan. Dara sedikit merasa lega.
Ajhussie itu sudah setengah jalan untuk menghampiri Dara dan Suho.
Dara dan Suho sudah ada di ambang pintu, hanya satu lompatan saja mereka sudah bisa kabur, tapi.. “Bagaimana ini? Ternyata di samping jalan ini jurang!” kata Dara panik.
“Mau bagaimana lagi, kita tidak punya pilihan” kata Suho pasrah “hey! Peluk aku erat!”
“Mwo?!” Dara bingung karena disaat-saat penentuan hidup dan mati ini dia malah minta dipeluk “Apa dia gila?” batin Dara.
Karena Dara tidak memeluk Suho, maka Suho yang memeluk Dara. Ajhussie sudah sampai di pintu, namun Dara dan Suho gila yang berani melompat ke jurang itu sudah tidak ada di bus itu, mereka sudah terjatuh ke dalam jurang yang cukup dalam.
Dara dan Suho terguling masuk ke dalam jurang, mereka masih berpelukan erat. Kedua tangan Suho dia letakkan di belakang kepala Dara, kakinya dia lilitkan ke kaki Dara. Kedua tangan Dara dia letakkan di belakang leher Suho dengan erat, kakinya lurus dan rapat.
“Kumohon.. aku masih ingin hidup, kumohon…” batin Dara saat mereka masih berguling di atas jurang yang penuh dengan rumput.
Setelah lumayan lama mereka berguling-guling, dan setelah Dara merasa lumayan pusing, merekapun menemui dataran yang datar dipenuhi rumput yang tebal, merekapun berhenti berguling. Dara berada di bawah sedangkan Suho berada di atas Dara. Seragam mereka kotor dan sedikit robek di bagian pinggir.
Dara melepaskan tangannya dari leher Suho, dia letakkan tangannya di atas rumput tebal. Suho mengangkat badannya, namun telapak tangan, lutut dan telapak kaki masih dia letakkan menyentuh tanah, seperti posisi push up untuk anak kecil.
Mereka saling mengatur napas.
Dara memiringkan kepalanya, dia memandang ke arah turunan jurang itu “Ternyata hanya setinggi 5 meter yah? Untunglah.. aku kira aku akan mati, dan untung saja rumputnya lebat, ah.. untunglah” kata Dara lega.
“Neo…” kata Suho memandangi Dara.
Dara menolehkan kepalanya untuk memandangi Suho, dia mengira Suho akan menanyakan apa dia baik-baik saja “Oh.. nan gwencha..” kata-kata Dara langsung terhenti begitu Suho mendekap bibirnya dengan bibir lembutnya.
Suho menekan bibirnya ke bawah, Dara masih terdiam, badannya tiba-tiba terasa sangat lemas dan tidak bertenaga. Dia bahkan tidak melakukan perlawanan dengan mendorong Suho untuk menjauh atau menendang dia seperti yang biasa dia lakukan saat melawan musuh-musuhnya di pertandingan. Dia masih saja terdiam kaku seperti patung disana.
Tangan Suho dia letakkan di bawah kepala Dara.
Suho terus saja mencium bibir Dara. Sampai saat dia merasa dia butuh bernapas, dia segera berhenti untuk mencium Dara. Lalu Suho segera mengangkat tubuhnya lagi “Neo.. mau menjadi yeojachinguku?” Suho menatap Dara dengan tatapan yang begitu dalam, lalu dia tersenyum tanpa memamerkan giginya.
Mata Dara membesar “Yeojachingu?” tanya Dara yang masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi dan hal berharga apa yang telah direbut darinya.
= TBC Chapter 8=
