A Longlast Happinnes
Title: A Longlast Happinnes (Chapter 5)
Author: Jung Rae Mi
Cast: -EXO’s Sehun
-OC’s Se Ra
-etc
Genre: Angst, Sad, Romance
Rating: PG-16 (turuuuun)
Length: Chapter
A.N: CHAPTER 5!! *lambai tangan girang*. Author bahagia banget berhasil mencapai chapter ini. A Longlast Happinnes resmi menjadi FF terpanjang setelah Fallen Angel yang hanya mencapai 4 chapter. ‘Kan cuma 4 chapter, silahkan dibaca. Plus satu sequel, judulnya Welcome Back *promosi* *ngakak*.
Happy Reading!! ^^
.
.
.
Pertama kali bertemu Suho Oppa, aku tahu jika kedua mata itu menyimpan perasaan yang dalam. Aku bisa melihat senyuman itu tulus.
Aku bisa melihat cinta yang dalam.
Selama ini aku menjaga kotak musik pemberiannya sebelum ia pergi ke Jepang dulu.
Kotak musik penuh cinta untuk orang yang disayanginya.
Yang ia mimpikan untuk menjadi istri dan takdir terindah sepanjang hidupnya.
.
.
.
Se Ra merapatkan mantelnya dan tersenyum pada Min Ah dan Sehun. Min Ah mengerucutkan bibir kesal. Marah pada kembaran dan adiknya ini. “Ige mwoya? Usai tahun baru kalian pergi seperti ini? Dan kalian memberitahukan kami lima jam sebelum penerbangan?!” Bentak Min Ah kesal.
Kai tertawa lalu mengacak surai kembarannya itu. “Jangan khawatir, kami akan selalu mengabari. Se Ra sendiri yang mau pindah ke Prancis, dan aku ingin ikut. Lagipula kalian berdua memerlukan waktu sendiri, ‘kan?” Tanya Kai dengan nada girang di awal dan nada tidak rela diakhir.
Min Ah tertawa lalu berceloteh panjang lebar dengan Kai. Sedangkan Sehun menatap datar Se Ra.
“Heol… mau bagaimana lagi? Aku juga tidak mau kau sedih jika berada disini. Kau tahu password apartemenku, ‘kan?” Tanya Sehun.
Se Ra mengangguk, “Kai Oppa membeli apartemen tepat disebelah apartemen Oppa. Aku akan tinggal di apartemen Oppa. Jangan khawatir.” Se Ra menampilkan cengirannya.
Sehun tertawa kecil lalu mengusap lembut surai coklat Se Ra yang disayanginya. “Jaga dirimu baik-baik, ne?”
Se Ra mengangguk. Ingin rasanya Sehun mencium Se Ra. Tapi ia ingat jika masih ada Min Ah yang sibuk tertawa dengan Kai. Sehun menghela nafas lalu tersenyum tipis.
[“Perhatian, kepada para penumpang pesawat tujuan Prancis dengan nomor penerbangan...”]
“Oh, sudah waktunya.” Ujar Kai.
Min Ah segera memeluk Se Ra erat sebelum melambaikan tangan pada keduanya. Kai dan Se Ra tersenyum kemudian berjalan menuju boarding pass. Semua barang-barang mereka telah mereka kirimkan ke Prancis tanpa sepengetahuan keluarga mereka sejak dua minggu yang lalu. Beruntung ada Avory disana, sahabat Sehun yang juga sahabat Se Ra, yang berbaik hati mengurus kepindahan mereka. Koper mereka juga sudah masuk kedalam bagasi. Jadi mereka hanya perlu membawa ransel mereka.
Kai dan Se Ra mendudukkan tubuh mereka di bagian kelas bisnis. Se Ra duduk di dekat jendela. Kai segera menyandarkan tubuhnya dan memejamkan meta. Sedangkan Se Ra, ia menatap keluar, yang menampilkan gedung bandara Incheon. Ia juga menatap ke arah langit cerah Seoul.
Se Ra menghela nafas lalu mengusap perutnya. “Mianhae, Aegya. Maafkan keputusan egois Eomma.”
.
.
.
Kini Sehun dan Min Ah sedang makan siang di salah satu restoran di Gangnam. Mereka lelah sehabis perjalanan Incheon-Seoul dan memutuskan untuk makan siang. Sehun tahu restoran apa ini.
Di restoran inilah, dimana rasa cintanya pada Se Ra semakin bertambah tiap detiknya. Mereka pernah makan disini dua tahun yang lalu, saat Se Ra sudah menjalani masa-masa skripsi yang membuatnya semakin mudah pusing dan mual. Jadi Sehun mengajaknya jalan-jalan untuk menyegarkan pikiran Se Ra, dan mereka makan siang juga di restoran ini.
Sehun ingat saat itu.
.
.
Seorang anak lelaki mendorong kursi rodanya menuju salah satu meja. Ia ditemani oleh ibunya dan berada dibelakang anak itu. Mata Se Ra fokus pada anak berkursi roda itu. Hingga anak itu balas melihatnya lalu menggerakkan kedua tangannya.
Se Ra tersenyum lalu balas menggerakkan kedua tangannya juga. Dia hafal bahasa yang digunakan untuk orang-orang tuli dan bisu. Sehun seketika berhenti menguyah makanannya lalu memilih menopang dagu dengan tangan kanan sembari melihat kegiatan Se Ra yang bicara dengan anak itu. Seulas senyum terukir di bibir Sehun ketika anak itu tersenyum oleh sesuatu yang dikatakan Se Ra.
Lalu Se Ra melambaikan tangannya kecil dan berbalik menguyah makannya. “Kau lihat yang tadi?” Tanya Se Ra.
Sehun mengangguk. “Ya. Aku mengerti pembicaraan kalian berdua.”
Se Ra tertawa kecil lalu kembali menyantap makanannya. Dan tanpa sengaja mata Sehun bertemu dengan mata anak itu. Anak itu segera menggerakkan kedua tangannya yang sudah pasti dimengerti Sehun.
‘Hyung beruntung memiliki Noona. Jaga dia.’
Dan Sehun segera membuat lingkaran dengan ibu jari dan jari telunjuknya.
Inilah yang ia sukai dari Se Ra.
Ia membuat orang-orang tidak sempurna, merasa dihargai dan bahagia.
Gadisnya memang pembawa kebahagiaan untuk orang lain.
.
.
“Sehun?”
Sehun seketika tersadar dari lamunannya. Ia mengerjapkan mata pelan lalu menatap Min Ah. “Eh? Ya?”
“Kau melamun. Ada apa?” Tanya Min Ah.
Sehun menggeleng pelan dan tersenyum. “Aku hanya ingat jika aku pernah makan dengan Se Ra disini.”
“Kalian benar-benar sahabat yang dekat, ya. Se Ra beruntung memiliki sahabat sepertimu.”
Sehun tersenyum tipis. Kami bukan sahabat. “Waktu itu ada seorang anak laki-laki yang masuk ke restoran ini dengan ibunya. Anak itu menggunakan kursi roda. Se Ra menatap anak itu hingga akhirnya anak itu menggerakkan kedua tangannya, berbicara pada Se Ra, dan Se Ra membalasnya. Se Ra menguasainya, ‘kan? Aku juga menguasainya. Tapi aku hanya membaca pembicaraan mereka. Yang aku tahu, anak itu bernama Youngjae. Ia mengalami kecelakaan yang membuat kedua kakinya cedera dan pita suaranya putus. Ia tidak ingin mengikuti terapi, karena menurutnya, percuma mengikuti terapi jika suaranya tidak akan kembali. Lalu Se Ra berkata, bahwa itu bukanlah akhir. Lalu Se Ra berkata lagi, jika kita bertemu nanti, aku ingin kita berjalan-jalan bersama.”
Min Ah tertawa. “Se Ra baik, ya.”
Sehun mengangguk. “Ya. Sangat baik.” Hingga merelakan cinta dan kebahagiannya demi orang lain.
.
.
.
Se Ra masuk kedalam sebuah rumah bergaya minimalis. Seorang pria paruh baya segera membungkuk melihatnya. “Mademoiselle.”
Se Ra tersenyum. “Hai, Ravel. Avory dimana?”
“Dia ada di belakang, Mademoiselle.”
Setelah berterima kasih pada kepala pelayan rumah Avory itu, ia segera berjalan menuju pekarangan belakang dan melihat sosok seorang gadis sedang bermain dengan banyak anak anjing.
“Avory!”
Gadis itu menoleh dan seketika memekik kegirangan. “Omo! Se Raaaa~!” Avory segera berlari memeluk Se Ra.
Se Ra tertawa dan balas memeluk gadis itu. “Jadi kau masih mengingat bahasa Korea?”
Avory melepaskan pelukannya dan tertawa. “Tentu. Kau sudah mengajariku.”
Se Ra berjalan bersama Avory menuju kumpulan anak anjing dan duduk disana. “Jadi ini anak-anak Golden?”
Avory mengangguk. “Iya. Enam tahun kalian meninggalkan Prancis, dan inilah anak-anak Golden.”
Se Ra mengusap bulu-bulu halus salah satu anak anjing. Lalu muncullah seekor anjing paling besar yang segera berlari ke arah Se Ra. Membuat Se Ra jatuh terbaring. Se Ra tertawa lalu mengusap kepala anjing itu kemudian kembali duduk dan mengusak bulu anjing itu yang berada di pahanya. “Goldeeen, merindukanku, eoh? Kau masih mengingatku selama 6 tahun ini?”
Golden adalah anjing Golden Retriever yang Sehun dan Se Ra beli di petshop dan merawatnya. Hingga mereka kembali ke Korea dan menitipkannya pada Avory.
Ada seekor anak anjing yang mendekati Se Ra. Se Ra segera menggendong anak anjing itu dan menatapnya. Ia menatap mata kedua anak anjing itu yang terlihat datar. Se Ra tertawa. Avory segera menoleh dan tertawa juga. “Aaaah, kau melihatnya. Itu kuberi nama Sehun karena matanya datar!”
Kedua gadis itu tertawa.
Sehun sang anak anjing kecil menjilat pipi Se Ra dan merebahkan tubuhnya di dekat Golden. Ia memainkan kepalanya di tubuh sang ibu dan mendengkur. Se Ra tersenyum kecil.
“Se Ra… apa kau akan membawa mereka tinggal bersamamu lagi?” Tanya Avory nada sedih.
“Aniya. Aku hanya akan membawa Golden, Sehun, dan dua ekor anak anjing lagi. Aku tahu kau menyayangi mereka, jadi aku akan mengambil 4, enam ekor sisanya untukmu.” Jawab Se Ra disambut pekikan girang Avory.
.
.
.
Setelah membereskan apartemen Sehun yang penuh debu setelah ditinggalkan selama 6 tahun, Se Ra merebahkan dirinya di sofa ruang tengah. Ia ingat jika sofa ini adalah tempat dimana ia dan Sehun sering menonton film bersama. Golden sendiri berlari mengelilingi apartemen Sehun, mungkin karena merindukan tempat ini. Sedangkan Sehun si anak anjing terus melengket pada Se Ra, mungkin belum terbiasa dengan tempat ini. Dua ekor anak anjing lainnya, yang sudah diberi nama Monggu dan Jjanggu karena kedua ekor anjing Kai dengan nama yang sama telah meninggal, kini bersemayam di apartemen Kai dengan nyaman.
Se Ra menatap grand piano putih yang berada di sudut ruangan tepat disamping jendela besar dan pintu geser kaca yang menghadap ke balkon, juga ke langit Paris dan menara Eiffel. Ia terdiam sejenak sebelum duduk di atas piano itu. Ia ingat, biasanya ia akan berbaring di atas piano ini, sedangkan Sehun-lah yang akan memainkan pianonya. Ingin rasanya hal itu kembali. Ketika Sehun memainkan lagu A Comme Amour. “L” For Love. Komposisi Richard Clayderman yang sangat disukai oleh Se Ra.
.
.
“Sehun-ah, apa lagi yang bisa kau mainkan?” Se Ra melipat kedua tangannya dan menumpukan dagunya.
Sehun mengangkat kepalanya dan menatap Se Ra, “Marriage D’amour.”
“Dreaming Wedding? Kau menyukai Richard Clayderman?”
Sehun mengangguk. Ia memainkan lagu Marriage D’amour. Namun matanya tak lepas dari tatapan teduh Se Ra. “Jelaskan, bagaimana pernikahan impianmu.”
Se Ra tersenyum. “Aku ingin memakai gaun putih yang digunakan Eomma saat menikah dulu. Dengan penampilan tidak menyolok. Cukup make-up natural. Aku tidak ingin rambutku terlalu ribet. Lalu aku tidak ingin menggunakan mawar putih di buket bungaku. Aku ingin menggunakan sebuket Agapanthus. Lalu kau tahu gereja di dekat taman itu? Aku ingin menikah disana. Gereja kecil yang penuh dengan bunga. Aku ingin yang jadi penghulu adalah Appa, bukan pendeta. Lalu Kai Oppa yang menggiringku ke altar. Min Ah Eonnie memainkan piano, dan Eomma ada disampingku.”
Sehun tersenyum tipis, jemarinya masih memainkan Marriage D’amour dengan lembut. “Sederhana sekali. Kenapa kau tidak mau menggunakan gaun putih baru yang cantik? Lalu make-up yang semakin memancarkan kecantikanmu? Model rambut dimana orang lain berdecak kagum iri? Mawar putih yang melambangkan kepolosan dan kecantikan? Lalu di gereja besar? Kenapa?”
Se Ra tertawa manis. “Pernikahan bukanlah dimana kau memamerkan keindahan dirimu. Melainkan ketika kau mempersiapkan diri untuk bersiap memulai hidup baru. Mawar putih memang melambangkan kecantikan di pernikahan, tapi Agapanthus melambangkan cinta. Dan aku ingin di gereja kecil itu, karena pernikahan bukan berarti kita harus berada di gereja besar. Karena yang terpenting adalah kebersamaan keluarga, dan kau ada disana menungguku di altar.”
Sehun mengehentikan permainannya lalu berdiri dan membungkuk, mengecup bibir Se Ra lembut. Lalu berbisik,
“Aku akan menikahimu, Oh Se Ra. Aku akan memulai hidup baru denganmu.”
.
.
Tanpa sadar air mata Se Ra mengalir. Alunan lagu Marriage D’amour yang dimainkan Sehun seolah menggema di telinganya. Bukan dia yang berdiri di altar saat itu. Bukan dia. Melainkan Min Ah.
Bukan dia yang akan memulai hidup baru dengan Sehun. Melainkan Min Ah. Sedangkan Se Ra hanya akan terjebak dalam masa lalunya.
“Hiks… Suho Oppa… Suho Oppa… aku membutuhkanmu…”
.
.
.
Se Ra sejak dulu ingin membuat toko cokelat. Saat di Busan kemarin, Kai berbicara dengan Harabeoji-nya secara empat mata. Mereka melihat bahwa perusahaan keluarga mereka semakin berkembang dan memutuskan untuk membuka di Prancis. Dan kakeknya juga tahu perihal kepindahan Se Ra dengan Kai ke Prancis, jadi ia menyerahkan pada Kai. Maka Kai menerimanya dan membeli sebuah gedung berlantai dua yang ada di dekat Eiffel, kemudian mulai merenovasinya untuk toko coklat Se Ra. Sedangkan gedung perusahaannya sedang dibangun.
“Kau sudah menentukan resepnya?” Tanya Kai sambil melarutkan bubuk susu dalam gelas.
Se Ra sedang duduk di ruang tengah dengan beberapa coklat di depannya, dan juga Avory yang sedang mencatat disamping Se Ra. “Ne Oppa, aku sedang membuatnya. Setidaknya aku harus memiliki 15 jenis coklat, dan 20 kue.”
“Apa nama tokonya?” Tanya Kai lagi sambil membawa segelas susu menuju ruang tengah dimana Se Ra berada.
“Four Seasons Chocolatiere.” Jawab Avory.
Kai menyerahkan susu itu pada Se Ra. Se Ra berterima kasih lalu meminumnya. Setidaknya ia ingin memastikan bahwa bayinya akan tumbuh sehat. Walaupun ia tidak terlalu suka rasa susu untuk wanita hamil, namun demi nutrisi untuk bayinya, ia melakukannya. “Empat musim? Kau benar-benar menyukai musim, ya. Ada lagi yang kalian butuhkan?”
Avory dan Se Ra menatap semua coklat di depan mereka. “Kita butuh almond. Juga hazel. Sekalian cari beberapa bubuk kopi dan susu. Juga tolong cari truffle. Ah ya, sepupuku baru datang dari Jepang, ia juga memiliki pengetahuan tentang coklat. Dia ada di mall, dan dia sudah membeli apa yang sudah kusebutkan tadi, jadi kau tidak perlu membeli, cukup menjemputnya.” Jelas Avory.
“Kalau begitu apa susahnya cukup mengatakan ‘tolong jemput sepupuku yang baru datang dari Jepang, dia sudah membeli barang yang kami inginkan, jadi kau menjemputnya dan membawanya kesini’?” Tanya Kai dengan nada kesal.
“Aku hanya ingin membuat authornya repot sedikit.” Jawab Avory sambil menatap Rae Mi yang sedang mengetik di depan laptop dan meliriknya sinis *mohon abaikan kalimat ini*
“Haha. Siapa namanya?” Kai bertanya dengan nada datar.
“Yuki. Shinji Shinyuki. Matanya sipit, rambutnya sepundak dan agak ikal. Yang pastinya ia memakai ransel. Dan ia memakai kaos berwarna putih dan jaket coklat.” Avory mendeskripsikan sepupunya itu *ini OC*.
“Itu saja yang kalian butuhkan?”
“Aku ingin sushi Oppa! Juga Zuppa Soup, tapi aku mau yang vegetable, bukan mushroom. Juga es krim rainbow, ingat, yang warnanya sama seperti warna rambut Sehun dulu saat dia kalah main truth or dare denganku.” Pinta Se Ra.
Seketika Kai mengerutkan kening bingung. Ia tahu jika Se Ra sedang mengalami salah satu fase hamil yang disebut “ngidam”. Tapi Kai baru sadar jika wanita sedang ngidam seaneh ini.
“Se Ra-“
“CEPATLAH KIM JONG IN! YUKI KEDINGINAN DISANA MENUNGGU DAN KEPONAKANMU DI DALAM SANA SEDANG KELAPARAN!”
Dan teriakan Avory cukup membuat Kai segera meraih jaket dan dompetnya lalu berlari keluar apartemen Sehun. Begitu pintu tertutup, Avory dan Se Ra tertawa terbahak lalu melakukan high-five.
“Tapi kau ngidam banyak sekali Se Ra.”
“Aku tidak tahu. Aku hanya memeriksa di dokter apa aku memang hamil, tapi belum mengecek janin, karena sekitar dua bulan lagi. Lagipula aku juga masih harus mengikuti kemo.”
.
.
.
“Kaos putih, jaket coklat.” Kai terus menggumamkan empat kata itu sambil melihat kesemua gadis yang ada di mall. Hingga ia bertemu pandang dengan seorang gadis bermata sipit dan memiliki aksen Jepang diwajahnya. Kai mendekati gadis itu. “Yuki? Shinji Shinyuki?” Tanyanya dengan bahasa Jepang lancar karena telah dikuasainya.
Gadis itu mengangguk dengan pelan. “Y-ya. Kau tidak akan menawariku narkoba, ‘kan? Karena kalau ya, aku akan segera berteriak dan memanggil polisi.”
Seketika Kai facepalm sejenak sebelum mendengus. “Ya Tuhan, kenapa kau sama menyebalkannya seperti sepupumu itu? Bukan! Apa wajahku yang tampan dan eksotis ini terlihat seperti pengedar narkoba? No way! Aku masih suci! Aku bahkan tidak pernah menyentuh rokok! Aku masih polos!” Balas Kai kesal. Polos? Coba periksa kembali 567 video yadong nista yang ada di hidden file dalam laptopmu, Kim Jong In.
“Lalu kau siapa?” Tanya Yuki.
“Kim Jong In. Panggil aku Kai. Aku diminta sepupu sialanmu yang bernama Avory untuk menjemputmu.” Jawab Kai.
Yuki menganggukkan kepalanya lalu mengecek ponselnya sebelum kembali menatap Kai. “Jadi kau kakak dari Se Ra? Kenapa tidak mirip? Se Ra putih seperti susu, dan kau seperti… kopi? Atau mocha saja?”
Kai mendengus lalu mengambil tiga kantong plastik besar yang ada di kedua tangan Yuki. “Aku terlalu sering menghabiskan waktu bermain bola diluar saat kecil. Ikut aku.”
Mereka berjalan menuju parkiran. Kai segera menaruh barang-barang yang dibawanya di bagasi lalu bersiap masuk ke bagian kemudi, namun dia tersadar lalu menoleh ke arah Yuki yang terdiam di samping mobil.
“Kau kenapa? Masuklah. Aku harus segera membeli pesanan Se Ra.”
“Kau orang baik, ‘kan?” Tanya Yuki ragu.
“Demi Tuhan ada apa dengan orang-orang di dunia ini?! Tidak! Astaga, cepatlah. Se Ra memiliki permintaan aneh yang harus segera aku turuti atau tidak keponakanku akan kelaparan di dalam rahimnya itu!”
Yuki mengangguk lalu masuk kedalam mobil. Kai melirik dari spion tengah. Membuat Yuki balas mendelik. “Apa lagi?”
“Kau duduk di belakang membuatku terlihat seperti supir?”
Yuki menghela nafas lalu akhirnya keluar dari mobil lalu masuk di jok penumpang bagian depan disamping Kai. Kai segera mengemudikan mobil menuju restoran Jepang. Yang membuat Yuki bingung. “Kau orang baik, ‘kan? Kenapa kau tidak segera mengantarku ke apartemen? Kenapa kesini?”
“Se Ra ngidam. Aku harus membelikan sushi, lalu Zuppa Soup, tapi soup cream-nya vegetable, lalu membelikan es krim rainbow.” Jelas Kai. “Tunggulah disini.” Ujarnya lalu keluar dari mobil dan masuk ke dalam restoran.
Sedangkan Yuki tersenyum dan menatap punggung Kai yang terlihat dari jendela restoran. “Kau sama sekali belum berubah, Senpai.”
.
.
.
Sehun sedang membaca sebuah novel di dekat perapian sembari meminum coklat panas. Min Ah sedang tertidur sembari bersandar di bahu Sehun. Sehun terpaksa menjadi topangan gadis itu. Dia terpaksa berpura-pura mencintainya. Dia tahu bahwa pura-pura mencintai lebih menyakitkan. Tapi rasa sakit yang dirasakan Min Ah saat mengetahui kenyataan, tidak akan sesakit apa yang Se Ra rasakan selama ini.
Sehun menoleh ketika mendengar getaran ponselnya. Ia segera meraih dan mengeryit bingung ketika melihat nama Kai di layarnya. “Yeoboseyo? Ada apa?”
[“Kirimkan aku fotomu ketika kau kalah truth or dare dengan Se Ra.”]
“Mwo?! Untuk apa? Itu aibku!”
[“Please, Hun…”]
“No way! Aku ditertawakan oleh satu sekolah selama satu bulan penuh, bahkan guru juga! Lagipula untuk apa? Kau mau mencetaknya lalu menggantungnya dari Eiffel hingga semua orang bisa melihatnya?”
[“Tidak. Tapi itu ide bagus. Terima kasih Sehun-ah. Bukan, Se Ra ingin makan es krim tapi ingin yang warnanya sama seperti warna rambutmu ketika kalah main ToD denganmu dulu. Dan aku tidak tahu warnanya warna apa. Kita belum saling mengenal saat itu.”]
“Kenapa kau tidak bertanya pada Se Ra saja tadi? Dia hafal semua warnanya.”
[“Masalahnya sebelum aku bertanya, Avory sudah berteriak dan mengusirku! Aku takut pada gadis itu, kau tahu? Dan berhentilah tertawa!”]
Sehun mengeryitkan kening karena bingung Kai bicara dengan siapa, tapi ia mendengar samar suara seorang gadis. “Baiklah, aku akan mengirimkannya.”
[“Oke bagus. Oh, apa? Oke, salam dari Yuki.”]
“Kau bersama Yuki? Mana dia? Aku mau bicara!”
[“Annyeong Sehun-aaaah~!”] Suara girang dan manis menyapa telinga Sehun.
“Hai! Kau tidak bilang-bilang? Jadi tadi kau bersama Kai, ya?”
[“Aku datang untuk mengunjungi Avory, juga merindukan Se Ra. Kai yang diminta Avory menjemput-“]
“Halo?”
[“SEGERA KIRIMKAN FOTOMU KARENA AKU TIDAK MAU DIBUNUH OLEH SILUMAN NAGA BERKEDOK PEREMPUAN BERNAMA AVORY!”]
Tut tut tut.
Sehun mendengus lalu segera membuka galerinya dan mencari foto yang merupakan aibnya. Waktu itu ia dan Se Ra bermain Truth or Dare. Se Ra mendapat Dare dimana Sehun menantangnya French kiss (Sehun memang mesum juga) yang membuat Se Ra memukulnya berkali-kali, namun akhirnya bermain tapi kalah sehingga Sehun menang. Dan sebagai balas dendam, ketika Sehun mendapat Dare, Se Ra meminta Sehun mewarnai rambutnya selama satu bulan dimana Sehun protes namun akhirnya segera mewarnai rambutnya, dan esoknya ketika datang ke sekolah, Sehun pasrah ketika harus menerima kenyataan bahwa dia ditertawakan satu sekolah, bahkan guru.
Setelah mengirimkan foto, Sehun menutup novelnya dan terdiam sejenak. Kenapa Se Ra ingin es krim dengan hal serinci itu? Se Ra memang menyukai es krim rainbow, tapi dia juga menyukai segala jenis es krim. Jarang sekali Se Ra meminta es krim rainbow. Itupun biasanya dia meminta hanya tiga rasa. Tapi sesuai dengan warna rambutnya dulu? Itu lebih dari 12 warna.
Namun selanjutnya Sehun terkekeh.
Apakah Kai bisa mendapatkan es krim itu?
.
.
.
Kai masuk bersama Yuki lalu membanting pintu apartemen Sehun dengan kesal. Sehun yang sedang bergelung dalam selimut anjing yang dibelikan Se Ra, tersentak kaget lalu berlari mendekati Se Ra dan berlindung dalam dekapan gadis itu. Se Ra tersenyum lalu mengusap tengkuk anak anjing itu. “Oppa, kau membuatnya takut.”
“Aku tidak peduli!” Balas Kai kesal. Dia segera menaruh pesanan Se Ra di ruang tengah. “Itu sushi, lalu Zuppa Soup, kemudian es krim rainbow, dan sumpah Se Ra, kau kejam sekali meminta Sehun mewarnai rambutnya seperti itu.”
Se Ra tertawa lalu menurunkan Sehun. Dia segera berjalan menuju dapur. “Oppa… aku tidak mau lagi makan itu.”
Seketika Kai merasa akan meledak. Dia sudah mengitari 15 toko es krim hanya untuk mencarikan yang memiliki warna seperti rambut Sehun, dan apa tadi yang Se Ra bilang? “tidak mau lagi makan itu.”
“Lalu kau mau makan apa, Se Ra?” Tanya Kai dengan nada bicara yang berusaha dibuat setenang mungkin tapi percuma karena nada marahnya terdengar. Ia memijat pelipisnya pelan, menunduk lalu menghela nafas.
“Aku mau Oppa tiup ini.”
Kai mengangkat kepalanya lalu membulat ketika melihat sebuah kue. Kue yang dilapisi coklat dan cream, dengan hiasan sebuah coklat yang dibentuk menjadi orang berukuran kecil. Tapi sungguh, apakah harus warna kulit orang-orangan itu dari dark chocolate? Dengan lilin angka 24 yang menyala, dan Se Ra yang terkekeh riang.
Kai seketika tersadar tanggal berapa ini.
“Kai, kau lupa ulangtahunmu sendiri? Pabooo!” Seru Avory sebelum tertawa bersama Yuki dan Se Ra.
.
.
.
Adikku, kau senang ‘kan?
Kau bahagia ‘kan?
Aku tahu memang tidak sepenuhnya.
Tapi aku senang melihatmu tersenyum.
Maafkan aku yang meninggalkan kalian.
Jagalah kotak musik itu baik-baik, Se Ra.
Aku akan mengawasimu.
.
.
.
To Be Continued.
A.N:
WHOAAAAA!!! INI PERTAMA KALINYA AUTHOR BUAT PANJANG!!
OKE, KOMENTAAAAAAAR PLEASEEEE!!!
(Btw, author lagi naksir-naksirnya lagi ama Kuroko No Basuke. Ada yang setuju kalau Midorima Shintarou itu mirip dengan Sehun?)
