When I’m Become a Yeoja (Chapter 9)
Author: minnieasmilkyway & Scandanavia
Title: When I’m Become a Yeoja (Chapter 9)
Main Cast:
Wu Yi Fan//Kris; Byun Baekhyun; Huang Zi Tao//Tao; Xi Luhan//Hanmi
Support Cast:
Park Chanyeol; Zhang Yixing//Lay; Kim Jongin//Kai; Oh Sehun
Genre: Cross Gender; Drama; Fantasy; Romance
“Tao sangat menyukai Kris, sahabatnya dari kecil. Namun, men to men atau yaoi adalah tindakan yang dilarang. Saat, muncul cahaya yang berpendar itu, ia berharap menjadi yeoja seutuhnya. Saat harapannya terkabul, akankah Tao berhasil menjalani hidupnya dan mendapatkan namja incarannya?”
.
Previous Chapter [CHAPTER 8]
.
Baru saja Hanmi ingin menyemprot kembali Tao hingga aksinya digagalkan oleh getaran dari ponsel Tao. Panggilan masuk itu menginterupsi hujan pertanyaan dari Hanmi. Tao terkejut melihat display name si pemanggil yang tak lain adalah eommanya.
Hanmi menatapnya bingung, alisnya tertaut seolah menanyakan ada apa dengan Tao.
“Eomma menelepon! Aku harus bilang apa?!”
.
CHAPTER 9
.
“Aku bilang kau menginap di rumahku untuk mengerjakan tugas, tidak perlu khawatir,” Hanmi berjalan ke arah Tao dan mengembalikan ponsel milik pemuda itu.
“Kalau aku tidak sampai tepat waktu, mungkin aku sudah hancur.”
“Jangan berpikiran seperti itu. Aku masih bisa membantu-“
“Tapi tidak untuk waktu yang lama!” seru Tao memotong pembicaraan Hanmi.
Tao memang membutuhkan bantuan. Tapi ia juga sadar betul akan kondisinya. Tidak selamanya ia bisa meminta bantuan Hanmi. Ada kalanya ia harus berjuang sendiri untuk memecahkan masalahnya.
“Aku rasa semuanya harus tahu tentang ini,” Tao kembali bersuara.
“Kau gila, Tao!” Hanmi menatap Tao tidak percaya. Ia memberikan tatapan membunuh, “Aku tidak ikut.”
“Ayolah, kau satu-satunya orang yang bisa membuat mereka percaya,” bujuk Tao.
“Tapi itu gila. Rasanya tidak mungkin,” Hanmi beralasan. Tentu saja masuk akal. Tidak akan ada yang percaya dengan kemustahilan seperti itu. Ia takut semuanya akan menganggapnya gila dan menjauhi mereka.
“Lebih baik kita menunggu Malaikat Suho saja.”
“Kalau ia tidak kembali?”
Hanmi nampak berpikir, “Memangnya apa yang kau lakukan hingga bisa berpikiran seperti itu, Tao?”
“Entahlah. Mungkin membuatnya kesal,” balas Tao seakan tidak peduli.
“Kalau begitu kau harus minta maaf!” Hanmi mendorong pundak Tao gemas. Bagaimana mungkin ia tidak meminta maaf jika sudah membuat orang yang rela membantunya itu kesal? Tao menyebalkan.
Tapi Tao tidak benar-benar yakin bahwa perbuatannya yang membuat ini semua terjadi. Pasti ada faktor lain, pikirnya. Batinnya kembali berseteru. Apa mungkin karena ciuman Kris? Rasanya tidak mungkin. Bahkan Malaikat Suho tidak pernah membahas tentang hal ini.
“Han…” Hanmi menoleh tanpa berniat untuk membalas.
“Apa ciuman berpengaruh pada mantranya?”
Luhan terdiam sejenak, “Mungkin,” jawabnya cuek.
“Han?” Tao terus memanggil Hanmi yang memang berusaha tidak peduli pada Tao.
“Apa?”
“Baiklah, aku tidak akan mengganggu.”
Tao bangkit dari tempatnya. Ia berniat menelusuri rumah Hanmi sekaligus mencari ketenangan. Ya, ia mencari tempat tidur. Tak butuh waktu lama untuk menemukannya karena rumah Hanmi yang terbilang sederhana, tidak luas seperti rumah Kris dan geng sintingnya itu.
Baru saja Tao menginjakkan kakinya di ruangan bernuansa cream itu, Hanmi sudah menariknya keluar.
‘A-ada apa?” tanya Tao tanpa merasa bersalah.
“Kau kan namja, jangan tidur denganku!”
“Lalu, aku tidur dimana?”
“Di sofa!” seru Luhan yang kemudian menutup pintu kamarnya tepat di depan muka Tao.
“Ya! Hanmi-ya!” Tao mengetuk pintu itu berkali-kali namun tidak ada reaksi dari si pemilik kamar.
Hidup itu benar-benar sulit, pikir Tao saat ini. Dengan lesu, iapun kembali ke ruangan tadi dan duduk di atas sofa tersebut. Ia tidak bisa berpikir jernih saat ini. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.
.
.
.
Chanyeol membuka pintu ruangan di hadapannya. Ia langsung mendapat tatapan dari dua orang yang ada di dalam ruangan tersebut.
“Darimana saja?” tanya Kai yang menghampiri Chanyeol dan mengajaknya duduk di sebelah Sehun.
“Hanya mencari udara segar,” ucap Chanyeol beralasan dan langsung mendapat jitakan dari Sehun.
“Apa yang salah?!” Chanyeol memekik tak terima dengan sikap Sehun.
“Hanya memberimu sedikit pelajaran.”
Chanyeol hanya menggeram mendapati jawaban Sehun dan mengusap-usap kepalanya yang terasa berdenyut. Poor Park Chanyeol.
“Kemana Lay?” tanya Chanyeol setelah ia sadar hanya ada Kai dan Sehun saat dirinya masuk.
“Sedang menerima telepon. Itu dia,” Kai menunjuk seorang pemuda yang baru saja muncul dari pintu yang mengarah ke balkon.
Lay terlihat sedikit linglung saat berjalan mendekati mereka bertiga. Kai, Sehun, dan Chanyeol mengawasi gerak-gerik Lay sampai iapun berhasil duduk di kursi dengan selamat. Syukurlah, ketiga orang itu bernapas lega karenanya. Kini giliran Lay yang menatap lekat ke tiga orang tersebut.
“Ada apa?” selidik Chanyeol.
Hening.
1 menit.
2 menit.
3 menit.
“Aku lupa,” ujar Lay dengan tatapan tidak bersalah.
Rasanya Chanyeol, Kai, dan Sehun ingin menelan hidup-hidup lawan bicaranya sekarang juga.
“Kalau begitu aku saja yang ingin bicara sekarang.”
Semuanya memandang Chanyeol, berharap ia serius kali ini.
“Apa?” tanya Chanyeol takut-takut melihat Kai dan Sehun secara bergantian seperti ingin menerkam dirinya.
“Lanjutkan ceritamu. Jika kau sama saja dengan dia (sambil menunjuk Lay), maka kami akan menjadikanmu makan malam,” ancam Sehun.
“Kau memasak saja tidak bisa, berani mengancamku seperti itu?”
“Sial.”
Kemudian hening sejenak.
“Kapan mulainya?” tanya Kai yang tidak sabaran sekaligus menghentikan Chanyeol dan Sehun yang daritadi masih saling berpandangan sinis.
“Baik, baik. Jadi, saat aku pergi tadi, aku bertemu dengan seorang namja. Lalu-“
“Kalau menceritakan ketidaknormalanmu lebih baik tidak usah, kami semua tau kau tidak normal, Park.” Chanyeol menjitak kepala Kai, si pembicara.
“Bukan begitu. Dengarkan dulu baru berkomentar!” Chanyeol tidak peduli pada Kai yang kini mengaduh karena ulahnya.
“Pertama, aku normal. Kedua, aku menyukai yeoja. Ketiga, jangan percaya pada si bodoh Kai. Aku akan lanjutkan ceritaku. Aku menolong pemuda itu. Namun, saat aku melihat wajahnya aku teringat dengan yeoja jadi-jadian itu.”
Lay mengerenyitkan dahinya, “Yeoja? Jadi-jadian? Maksudmu sejenis jin atau siluman?”
Sehun melemparkan bantalnya ke arah Lay, “Bukan yang seperti itu, Hyung.”
“Kau ingat Jinri tidak sih? Yang datang bersamamu saat pesta kepulangan Baekhyun,” jelas Kai dan Chanyeol mengangguki.
“Ah, Jinri?” Lay bertanya lagi untuk menyakinkan.
“Jinri!” seru Lay sekali lagi. Ia bangkit dari duduknya dan bersorak kegirangan.
Chanyeol, Kai, dan Sehun saling beradu pandang dengan sikap Lay yang tiba-tiba menggila.
“Ada apa, Hyung?” tanya mereka bertiga serempak.
Lay kembali sadar dan mengontrol emosinya. Kemudian raut wajahnya berubah serius, “Jadi, tadi aku menerima telepon dari Kris dan sepertinya…” Lay menggantung kalimatnya membuat lawan bicaranya gemas bukan main.
“Kita tidak akan tidur besok.”
“Kenapa?!” kini ketiga orang di hadapan Lay menyerukan suaranya.
“Jinri menghilang.”
.
.
.
Tao mengetuk pintu kamar Hanmi berulang kali. Ia berniat untuk membujuk kembali yeoja itu agar mau menemaninya pulang dan menceritakan apa yang terjadi.
“Hanmi-ya! Bangun!” seru Tao diiringi dengan ketukan yang semakin keras.
Hanmi membuka pintu kamarnya dengan raut kesal, “Ada apa? Kalau lapar buat saja menu sarapanmu di dapur.”
Tao menggeleng. Ia menarik Hanmi keluar dari kamarnya menuju ruang tengah, “Ada apasih, Tao?”
“Pokoknya temani aku pulang. Kita harus menjelaskan semuanya pada keluargaku,” bujuk Tao.
“Kau tahu konsekuensinya kan? Dijauhi dan dianggap aneh.”
Tao tidak memikirkan hal itu lagi. Ia hanya ingin keluarganya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tentang bagaimana reaksi mereka, itu bisa diurus nanti. Kejujuran adalah kunci utama.
Hanmi mencari kesungguhan di mata tajam Tao. Pemuda itu mengangguk. Tanda ia menerima segala bentuk konsekuensi yang akan ia dapat nanti.
“Baiklah, aku akan menemanimu. Sekarang biarkan aku tidur beberapa saat lagi. Tidurku tidak nyenyak semalam.”
Tao melepaskan tangannya pada lengan Hanmi, membiarkan yeoja itu kembali ke kamar. Setelah sosok Hanmi menghilang dari penglihatannya, handphone Tao bergetar dan memunculkan nomor yang tidak ia kenal. Ia mereject panggilan tersebut. Tidak hanya sekali, panggilan itu terus berlanjut seperti tidak ada kata menyerah. Tao berniat mematikan handphonenya namun sebuah pesan singkat mengurungkan niatnya.
[To: Jinri] Hei Jinri! Ini aku Sehun. Jangan terkejut begitu. Oh iya, semua orang di sini mengkhawatirkanmu. Memangnya kau kemana? Apa kau baik-baik saja? Kenapa tidak menjawab telepon dariku? Ah, aku jadi melemparimu pertanyaan seperti wartawan begini. Kau ingat ‘kan mau membantuku? Kenapa malah menghilang?
Jadi yang tadi itu Sehun. Tao memutar otaknya, “Apa kau sendiri?” Tao bergumam pelan sambil menggerakkan jemarinya di screen hanphonenya.
Tak lama kemudian, Tao sudah mendapat balasan pesan dari bocah albino itu. “Tentu,” ia membacanya begitu pelan.
Tao memutuskan untuk membalas pesan tersebut agak panjang karena ia merasa aman setelah menanyakan Sehun tentang keberadaannya.
[To: Sehun] Maaf, handphoneku audionya rusak. Jadi lebih baik tidak menerima panggilan darimu. Tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja. By the way, jangan beritahu mereka jika kita saling mengirim pesan. Oke? Hitung-hitung sebagai balasan karena aku akan mencomblangimu dengan Hanmi.
Pesan pun terkirim.
[To: Jinri] Deal. Kau atur saja nanti.
Tao tidak membalas lagi pesan singkat itu. Ia memilih untuk memejamkan matanya dan akhirnya tertidur lagi. Ia membutuhkan istirahat yang cukup untuk menghadapi keluarganya nanti sore.
.
.
.
“Wah, apakah Sehun sudah gila?” tanya Kai sembari melihat Sehun yang tersenyum sendiri sambil mengotak-atik handphonenya.
“Sampai-sampai ia tidak menghiraukanmu,” Chanyeol menimpali disertai dengan tertawanya.
Kai melempar bantal ke arah Sehun untuk menyadarinya, “Heh albino! Kau ini seperti memiliki incaran baru saja.”
Sehun hanya memandang Kai tanpa arti, “Aku ingin berhenti jadi playboy.”
Lay ikut menatap Sehun tak percaya, “Jadi kau bersungguh-sungguh?”
Sehun mengangguk.
Suasana berubah menjadi kelam saat pintu ruangan tersebut terbuka dan menampilkan sosok Kris.
“Yixing, ikut aku.”
Begitu titah Kris. Lay hanya mengikuti Kris ke ruangan pribadinya. Sesampainya di sana, Lay menutup pintu tersebut secara perlahan agak tidak mengusik Kris yang moodnya sedang memburuk.
“I have lost everything.“
Lay mengerutkan dahinya, “Tapi kita belum mencoba mencarinya,” dengan sabar Lay menenangkan Kris.
“Kalau begitu carikan dia untukku!”
Lay menunduk. Ia mengerti benar perasaan Kris. Seorang leader yang bahkan terlalu introvert sampai akhirnya ia tidak bisa menahan emosinya.
“Tolong carikan dia untukku apapun keadaannya. Aku percayakan padamu, Yixing.”
Lay mengangguk dan pamit meninggalkan Kris.
.
.
.
Mereka berempat kini berada di salah satu food court. Tentu saja masih membicarakan tentang menghilangnya Jinri sebagai topik utama dan ayo-cari-Jinri sebagai topik kedua.
“Kenapa tidak kita tanyakan pada Baekhyun? Siapa tahu dia mengetahui sesuatu. Kau tahu ‘kan namja itu dekat dengan Jinri,” usul Chanyeol. Semua mengangguk tapi tidak dengan Lay.
“Bagaimana jika nanti Baekhyun malah mendapatkan Jinri lebih dulu dibanding kita?”
“It’s called destiny,” suara itu menginterupsi. Bahkan tidak berasal dari keempat namja yang sedang berdiskusi itu.
Dengan santainya Baekhyun duduk di sebelah Kai dan mengambil sandwhich miliknya, “Jadi Jinri benar-benar hilang?” tanya Baekhyun menyakinkan sambil mengunyah makanannya.
Keempatnya mengangguk, “Mungkin aku bisa membantu kalian menemukannya.”
“Tidak tidak! Kau ini saingannya Kris. Kalau kau mendapatkan yeoja itu, kita berempat pasti akan mati.”
“Lagipula kita bisa menanyakannya pada anak China itu ‘kan?” Chanyeol berkomentar lagi.
“Tidak! Jangan libatkan Hanmi,” sela Sehun dan Kai terlihat menyeringai karenanya.
“Apa?!” Sehun menjitak kepala Kai dan mengarahkan pandangannya pada Baekhyun, “Baekhyun Hyung! Apakah Hyung ikhlas membantu kami atau mengincar Jinri juga?” tanya Sehun hati-hati.
“Mungkin keduanya. Entahlah, aku tidak pernah memaksa pilihan Jinri. Jika ia lebih memilihku, mau bagaimana lagi?”
Keempat pemuda itu mengangguk.
“Baiklah aku akan mulai mencarinya kalau begitu,” Baekhyun melangkah meninggalkan keempat (mungkin) temannya sambil berseru, “Terima kasih sandwhichnya!”
.
.
.
Sore pun tiba. Tao dan Hanmi sudah berada di depan rumah berpagar putih tersebut. Tao menarik napasnya dalam-dalam dan kemudian memutuskan untuk mengetuk pintu rumah tersebut.
Tak lama kemudian, muncullah sosok wanita keibuan di balik pintu tersebut. Jantungnya semakin berpacu menantikan apa reaksi yang akan dikeluarkan ibunya. Hanmi benar. Tao tidak siap mengungkap kebenaran. Bahkan tidak akan pernah siap. Jika bukan karena keras kepalanya Tao, mungkin ia tidak akan merasakan ketakutan seperti ini.
Tao menatap manik mata ibunya dan wanita itupun berkata, “Ada perlu apa?”
TO BE CONTINUE
=CHAPTER 9 END=
We’re back! Sorry for very late update >< Thanks untuk yg masih setia nunggu fanfic nista ini >< I’ll update 10th chapter asap. Jangan lupa RCLnya setelah baca ^^/
