Selimut Tetangga [Ficlet]
Author : Nurfadeer @nurfa_chan
Genre : Romance, Yaoi
Cast : Oh Sehun (EXO-K)
Xi Luhan (EXO-M)
Oh Ha Na (OC)
Rate : PG-15
Selimut Tetangga
Penunjuk waktu menghenyakkan seseorang dari tidurnya. Jam menunjuk pukul satu dini hari. Menyeka semua suara, kecuali yang satu itu, yang berada di sebrang tempat tidurnya. Seberkas cahaya lamat-lamat mulai terlihat ketika punggung seseorang yang menghadap layar komputer itu mulai menyingkir. Berdiri dari kursi dan berjalan menuju arahnya.
“Kenapa kau terbangun, hm? Apa pekerjaanku mengganggumu?” tanya Sehun. Tangannya bergerak membelai wajah perempuan di depannya.
Perempuan itu meletakkan tangannya di atas punggung tangan Sehun. Pemilik senyum itu entah bagaimana selalu memiliki sejuta pesona untuk membuatnya meluruh dalam nikmat duniawi. Baginya, laki-laki di depannya lebih dari seorang suami yang sempurna. Ia menemukan segala ciptaan Tuhan yang tak tertandingi ada pada diri seorang Oh Sehun.
Perempuan itu balas melempar seutas senyum. Ketika bibirnya bergerak membuka suara, jari Sehun menyilang di celah bibirnya, menyuruhnya diam. Manik beningnya hanya menangkap pergerakan kaki Sehun yang naik ke atas tempat tidur dan mulai naik ke atas tubuhnya.
“Aku minta jatahku malam ini,” katanya diikuti kilatan mata yang terlihat jelas.
Perempuan itu tergelak sebentar, menyingkirkan helaian rambut di depan kening Sehun kemudian mengangguk.
***
“Sarapan siap!” seru istri Sehun, seorang perempuan yang tak kalah sempurna untuk mendampingi dirinya. Seorang istri yang hanya berkubang dengan pekerjaan ibu rumah tangga biasa. Seorang perempuan yang paling betah diberi mandat agar menjaga dirinya seperti harapan suaminya itu. Menutup dirinya dari luar hingga rumah tangga mereka terlihat seperti yang sekarang ini, baik-baik dalam arti yang sesungguhnya.
Sehun memasukkan berkas-berkas dalam tasnya. Ia menghirup aroma khas kopi begitu ia membalikkan tubuh ke arah istrinya.
“Kau buat sarapan apa hari ini?” Sehun melayangkan pertanyaannya dengan mata terpejam, menyesap dalam-dalam aroma kopi dari udara.
Istrinya, Oh Ha Na, menarik dasi Sehun dan terakhir merapikan kerah bajunya. Ia menyambar jas formal yang telah ia persiapkan dan memakaikannya pada Sehun.
“Seperti biasa. Hanya roti bakar seperti permintaanmu. Harusnya aku memasak bubur saja hari ini. Hari ini, kan hari yang penting buatmu. Kau harus memiliki energi untuk memulai meeting dengan klien yang kau anggap penting itu, kan?” cercahnya bersamaan dengan langkah Sehun yang mencomot satu roti dari atas piring.
“Aku lebih suka ini. Ngomong-ngomong, kenapa aku merasakan sesuatu digigiku, ya? Sayang, bisakah kau melihatnya?”
Ha Na buru-buru mendekatkan wajahnya, melihat lebih dekat mulut bagian dalam Sehun. Tanpa disadarinya, laki-laki itu menyeringai tipis. Sesaat kemudian mulutnya menutup dan mencium pipi istrinya itu.
“Haha. Kau kena lagi hari ini.” Sehun memandang wajah istrinya yang seperti mengajukan protes dan berlalu dengan cepat ke arah pintu.
“Ya! Oh Sehun!”
Ha Na hanya bisa menggelengkan kepala. Menatap kaki Sehun yang melenggang pergi dan masuk dalam mobilnya.
“Sayang, hari ini tidurlah duluan! Aku akan pulang larut malam jadi tidak usah menungguku, oke?”
Sehun memundurkan mobilnya, keluar dari garasi dan melajukannya dengan kecepatan pelan. Ia masih melihat istrinya melalui sudut matanya, lalu selintas wajah juga tertangkap olehnya, wajah seorang laki-laki tampan—lebih tepatnya manis—di sebelah rumahnya tengah menyapa istrinya itu. Ia tertegun, lalu menyunggingkan senyum entah pada siapa.
***
Sehun merentangkan tangannya, mempersilahkan seseorang merebahkan kepala di dadanya dan membelainya pelan.
“Kau tidak akan pulang hari ini, kan?” tanya orang itu.
“Aku harus pulang, sayang. Kau tahu, kan istriku menunggu di rumah.”
“Hanya malam ini saja, please! Kau tidak merindukanku, ya?” tanpa perkiraan, Sehun melumat lagi bibir yang mengerucut itu.
“Tentu saja aku merindukanmu. Tapi lain kali, ya? Aku janji.”
Seseorang yang ternyata sesama jenis dengan Sehun itu menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Ia berdiri dari tempat tidur dan melemparkan baju Sehun kearah pemiliknya.
“Pulanglah! Kau tidak mencintaiku lagi.”
“Bukan begitu sayang. Ahh sudahlah. Aku harus pulang secepatnya sekarang. Aku sungguh-sungguh berjanji akan menginap di rumahmu lain kali. Tapi tidak kali ini. Istriku pasti akan curiga. Kau mengerti, kan, Luhan?”
“Kau bahkan memanggil namaku dengan jelas. Kau tidak memanggilku dengan sayang seperti istrimu itu.”
Sehun hendak mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumahnya, karena mustahil baginya untuk mencari alasan agar kekasihnya itu mengizinkannya pulang malam ini. Tapi, bagaimana pun ia harus kembali pada malam itu juga. Ia menempelkan bibirnya lama pada Luhan dan menatap kekasihnya itu dengan pandangan sendu. Pandangan yang dialamatkan pada laki-laki berwajah manis yang mulai menunduk dan mengangguk. Ia mengerti bahwa ia tidak mungkin memiliki Sehun seutuhnya
***
Ha Na mulai menaruh curiga pada Sehun yang tiap kali pulang selalu merepotkan dirinya untuk sekadar mampir ke rumah sebelah. Rumah bercat putih yang tertata apik dengan pemiliknya yang kelewat baik padanya tiap kali ia membutuhkan pertolongan.
Ia mendengar suara mesin mobil berhenti di garasi. Ia yang tengah mengambil air putih menenggak setengah gelas air itu hingga tandas dan berlari membuka pintu rumah.
“Kau memang serius soal pulang malam,” ujar Ha Na dengan suara tenang. Ia tidak dibekali banyak keberanian untuk bertanya tentang ini-itu pada suami sempurnanya itu.
Sehun mengelus puncak rambut Ha Na dan mengajaknya masuk ke dalam. Sehun tersenyum dan menganggukkan kepala.
“Kalau begitu…” Ha Na menggantung kalimatnya. Terlihat ragu untuk meneruskan berondongan kalimat yang ingin ia tanyakan pada Sehun. “Besok aku minta izin untuk ke rumah temanku. Paling lambat, aku akan pulang jam sembilan malam.” Ha Na menggeleng cepat, mencoba menemukan suaranya yang tercekat lalu meneruskan. “Kalau kau tidak mengizinkan, aku tidak akan memaksa.”
Sehun berlalu ke dalam kamar mandi, menutup pintunya dan mengabaikan istrinya yang pasrah menanggapi responnya yang tidak sepenuhnya benar itu. Ketika ia keluar dari kamar mandi, ia mengangguk pada istrinya.
Ia telah memberi izin.
***
“Kau sedang apa? Aku benar-benar merindukanmu, tapi kau tidak mengizinkanku ke rumahmu sekarang,” kata Sehun dari sebrang telpon.
Luhan terkekeh pelan. “Maaf, ya, sayang. Hari ini aku ada urusan. Sudah dulu, ya, kita bicara lain kali saja. Aku tutup telponnya sekarang.”
Luhan meletakkan ponselnya ke atas laci samping tempat tidur. Ia menatap punggung perempuan yang mulai melangkah pergi kearah pintu keluar rumahnya.
“Kau sudah tahu, kan, kalau aku memiliki hubungan khusus dengan suamimu. Dan kau sendiri, sekarang ini, mulai berpaling juga padaku. ‘Tadi itu’ kau benar-benar menikmatinya, kan?”
Perempuan itu berbalik, menghadirkan senyum pada Luhan dan tak menampik bahwa apa yang telah dilakukannya benar-benar membuatnya lupa pada apa itu kesetiaan. Ia mengkhianati suaminya, persis seperti apa yang suaminya itu perbuat padanya.
“Pulanglah! Sampai ketemu lagi. Dan satu lagi, Ha Na, sampaikan salamku pada Oh Sehun.”
Kesetiaan itu memang diperlukan dalam sebuah hubungan. Terlebih untuk mereka yang telah terjalin dalam sebuah ikatan baik dimata Tuhan dan manusia itu sendiri. Tapi, terkadang manusia tidak bisa menolak untuk berpaling dari apa yang disebut kenikmatan duniawi.
Luhan terbahak di atas tempat tidurnya. Untuk satu langkah, ia mendapatkan dua barang bagus sekaligus.
END
AN
Annyeong~
Ketemu lagi sama istri Luhan yang bakal selalu setia gak kayak ff di atas. Ff yang jelas bisa ditebak terinpirasi dari sebuah lagu paling fenomenal di Indonesia. Yang bahkan lebih familiar ditelinga author jadi lagu dangdut sekarang ini ^^
Oke, mohon kritik dan sarannya!
Kamsahamnida~
