My Valentine
Main Cast:
EXO-K’s Kim Suho - SNSD’s Hwang Tiffany
Support Cast :
SNSD’s Kim Taeyeon
Genre:
Romance & Life
Rating:
PG-13
Length:
Oneshot
Disclaimer:
Inspired by manga and song
Poster by Art Factory (http://wemakeartfactory.wordpress.com/ )
Warning Typo !
DON’T BE A PLAGIATOR !
DON’T BASHING PLEASE !
Waiting for your call, call I’m sick, call i’m angry, call I’m disperate to your voice
~Secondhand Serenade~
Disaat lepas dari suasana tahun baru. Para wanita sibuk untuk memberikan hadiah terbaik untuk orang yang dikasihinya. Di tengah musim salju, di tengah bulan Februari,
Valentine.
*****************************
“Jadi kau akan memberikan hadiah apa untuk namjachingu mu ?”
Taeyeon melirik segerombolan gadis bermantel tebal yang tampak heboh, berkerumun di depan display sebuah bakery cake. Ia mendengus keras dan keluar dengan muka keruh.
“Kau sudah selesai ?”, tanya Tiffany yang ternyata sudah mengekorinya di belakang. Rambut hitamnya sedikit kusut terkena angin, tapi mungkin tak begitu terlihat karena ia mengenakan topi rajut abu-abu yang hangat. Hari ini ia tampak stylish dengan aquamatic coat warna merah dan sepatu boot kulit warna hitam.
“Belum”, jawab Taeyeon pendek. Ia memasukkan tangannya di dalam kantong mantel dan kembali menyusuri trotoar jalan Dongdaemun yang penuh dengan toko-toko lucu dengan display nya yang indah.
Tiffany berhenti sebentar untuk mengagumi karya desainer terbaru untuk new season yang akan dikeluarkan beberapa bulan lagi. Saat menyadari, sahabatnya tak lagi disampingnya, cepat-cepat ia berlari untuk menyusul Taeyeon. “Sebenarnya kau sedang mencari apa ? Kita sudah berputar-putar selama dua jam dan kau belum mendapatkan apapun.”
“Florentine”, sahut Taeyeon cepat. “Dan aku belum menemukan satu pun toko kue yang menjualnya”, ucapnya mengeluh. Sebagai informasi, Florentines adalah cookies asal Italy yang dilapisi dengan lelehan caramel dan madu serta dihiasi kacang almond atau buah kering. Biasanya disajikan saat hari natal.
Tiffany mengerang. “Florentine ? Astaga Taeyeon, Natal sudah lewat satu bulan yang lalu, tentu saja tak ada lagi toko kue yang menjualnya !”
Taeyeon mengangkat bahu dengan acuh. “Siapa tahu masih ada. Lagipula ini baru satu bulan kan ?”
“Carilah ke ujung dunia kalau begitu !”, sungut Tiffany sebal.
************************
“Sudah kubilang kan, pasti masih ada yang menjualnya !”, sahut Taeyeon penuh kemenangan. Wajahnya tampah sumringah saat pelayan toko dengan cekatan memasukkan sepuluh keping Florentines ke dalam kotak kecil lucu berwarna putih. Setelah masuk ke sembilan toko dan keluar dengan wajah kecewa, di toko ke-sepuluh, mereka berdua- atau lebih tepatnya Taeyeon, berhasil mendapatkan Florentines.
Tiffany memutar bola matanya, pasrah. “Ya, ya, aku tahu kau selalu benar”, ucapnya asal. Tiba-tiba ia memekik pelan. “Astaga, mereka lucu sekali !” serunya sambil menunjuk macaron-macaron mungil dengan warna-warni yang memikat hati.
Taeyeon mengerutkan alisnya dan membiarkan Tiffany sibuk mengagumi semua kue yang dipampang sambil terus menerus memekik heran. Beberapa menit kemudian , beberapa gadis-gadis remaja masuk dan terlihat sedikit ribut saat berada di depan display kecil berisi coklat-coklat aneka bentuk dan warna.
“Ada yang bisa kami bantu ?”, tanya sang pelayan toko ramah. Bola mata Taeyeon melirik pelayan itu ketika mendengar nada bicaranya yang berlogat Busan. Hari ini semua pelayan toko menggunakan baju yang sama, yaitu kemeja putih dengan rok selutut berwarna pink pastel. Mereka tampak seperti bungkusan permen manis yang besar dan bisa berbicara.
“Apakah kau menjual coklat khusus valentine ?”, tanya salah satu gadis yang berambut hitam panjang. Taeyeon sedikit memicingkan matanya. Sepertinya dia murid SMA.
“Tentu saja”, jawab pelayan toko mantap. “Kami juga mengadakan promo khusus selama satu minggu sebelum valentine dimulai.”
Gadis-gadis remaja itu terkikik senang. Mereka berebut untuk melihat daftar menu yang berisi berbagai macam design bentuk coklat. Gerombolan gadis remaja itu benar-benar meramaikan toko roti.
Taeyeon memandang sekeliling ruangan toko roti yang kali ini dihiasi dengan pita dan balon berwarna pink, merah, dan putih. “Valentine apanya !”, dengusnya sedikit keras.
Alis Tiffany yang berwarna coklat kemerahan terangkat naik. “Memangnya kenapa ?”, tanyanya tak mengerti.
“Semuanya cuma akal-akalan perusahaan pembuat kue, kau tahu ?”, ujarnya sedikit jijik. “Seandainya mereka tahu bahwa Saint Valentine yang menjadi asal-usul perayaan valentine dibunuh di akhir penyiksaannya, kurasa mereka tak akan mau merayakan hari menyedihkan itu”.
“Benarkah ?”, bisik Tiffany sedikit takjub. “Kupikir hari valentine ada karena saat itu seorang wanita bisa menyatakan perasaannya lewat coklat, karena itu rasanya manis dan pahit.”
“Semuanya dua puluh tujuh ribu won.”
Ucapan pelayan toko menghentikan percakapan Taeyeon dan Tiffany tentang valentine. Taeyeon memberikan beberapa lembar uang puluhan dan menerima sekotak kecil berisi Florentines yang masih hangat. Taeyeon bisa membayangkan betapa enaknya Florentines itu saat masuk kedalam mulutnya.
“Kembaliannya tiga ribu won”, ucap sang pelayan sambil tersenyum. Ia menyerahkan selembar brosur berwarna putih gading kepada Taeyeon. “Kami mengadakan kelas membuat cokelat selama valentine, kalau nona berminat, silahkan datang pada hari minggu besok”.
Taeyeon baru saja berencana untuk membuang brosur itu saat keluar nanti. Valentine ? Coklat ? Benar-benar memuakkan ! “Tid-“
“Sepertinya menyenangkan”, sahut Tiffany cepat. Ia mengabaikan Taeyeon yang menatapnya sambil mendelik. “Mungkin, kami akan datang. Terimakasih atas brosurnya”. Ia berbalik sambil menyeret Taeyeon yang tampaknya masih enggan untuk pergi.
Suara dentingan lonceng di dekat pintu terdengar merdu saat mereka berdua keluar dari toko roti yang hangat. “Apa-apaan itu ?”, sungut Taeyeon kesal.
“Taeyeon~ah”, panggil Tiffany pelan. Ia menghentikkan langkahnya dan berfikir.
Taeyeon ikut menghentikkan langkahnya. “Apa ?”
“Ehmm, bagaimana kalau kita ikut kelas membuat coklat ?”, usul Tiffany dengan suara pelan. Ia menatap Taeyeon ragu-ragu.
Kening Taeyeon yang semula mulus sekarang menjadi penuh dengan lipatan. “Membuat coklat ? Tidak !”, sahutnya tegas. “Sudah kubilang kan kalau valen-“
“Ssttt, diam dan dengarkan penjelasanku !”, ujarnya sedikit kesal. “Selama ini kan kau belum pernah merayakan valentine, bagaimana kalau untuk kali ini saja, kita membuat coklat bersama ?” ucapnya dengan mata berbinar.
Taeyeon memutar bola matanya. “Untuk apa ? Lagipula itu hal yang merepotkan !” Ia berbalik dan kembali berjalan meninggalkan Tiffany di belakang.
“Kau itu bodoh ya ? Tentu saja kau harus memberikannya kepada Baekhyun ! ”, erangnya kesal. “Aku jamin tidak akan merepotkan”, bantah Tiffany sambil berlari mengejar. “Ayolah kumohon !”, ucap nya dengan suara yang tiba-tiba berubah imut. Ia menggoyang-goyangkan lengan Taeyeon seperti anak kecil.
Taeyeon bergidik jijik. “Tidak !”
Tiffany mengerucutkan bibirnya. “Ayolah, sekali ini saja”, pinta nya yang sekarang merubah taktiknya sambil mengerjab-kerjabkan mata. Ia menanyakan pada Taeyeon sekali lagi. “Oke ?”
Taeyeon mengerang. Ia menutup matanya dengan sebelah tangan saat melihat Tiffany yang memohon-mohon layaknya anak berumur lima tahun yang ingin dibelikan eskrim. “Terserah kau lah!”, sahutnya pasrah.
Tiffany membelakkan matanya. “Yayyy !”, soraknya gembira. Ia berjingkrak-jingkrak seperti anak remaja. “Kau memang sahabat terbaik yang pernah ada !” Sekarang ia berusaha memeluk Taeyeon yang menatapnya sambil bergidik ngeri.
“Sudah kubilang untuk menghilangkan kebiasaanmu memeluk orang sembarangan, Fany~ah !” teriak Taeyeon sambil berlari menjauh.
*************************
Jari-jari Tiffany yang kurus tampak sibuk memencet remote televisi nya dengan cepat. Hari ini semua channel berlomba-lomba untuk memberitakan badai salju besar yang sedang melanda kota. Badai salju terburuk selama dua tahun terakhir katanya.
Tiffany melempar remote nya kesal. “Bodoh ! Harusnya mereka menampilkan spongebob disaat seperti ini. Bukannya malah membuat orang semakin cemas dengan berita-berita seperti itu !”
Ia menendang selimutnya dan keluar kamar untuk membuat coklat hangat. Ia benar-benar senewen hari ini. Mondar-mandir tak jelas dan mengeluh dengan segala sesuatu yang ada disekitarnya.
Suara dentingan sendok yang mengenai gelas, terdengar dari arah dapur. Tiffany sedang ada disana, menunggu coklatnya menjadi hangat dan merengut kesal. E-mail yang selama seminggu ini ia tunggu-tunggu ternyata tak datang jua. E-mail dari Kim Joonmyun, kekasihnya. Dan itu membuatnya semakin ingin marah-marah.
Jadi ia memutuskan untuk menghubungi Joonmyun meski ia tahu ia pasti akan mendapatkan jawaban yang sama. Tapi setidaknya ada sedikit harapan di sudut hatinya. Meski hanya sedikit.
‘Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Tekan angka satu untuk meninggalkan pesan suara’
Kerutan di kening Tiffany semakin tebal. Ia mendesah pelan. “Ehmm, ini pesan suaraku yang ke sembilan belas”, ia terdiam sebentar, berfikir apa yang harus ia katakan. “Hubungi aku kalau kau sudah pulang”. Hanya terdengar suara tarikan nafas selama lima detik. “Aku merindukanmu.”
*********************
“Lelehkan coklat dengan api kecil dan aduk terus agar coklat tidak menggumpal”. Suara Nona Han, instruktur kursus membuat coklat hari ini, terdengar jelas hingga ke seluruh penjuru ruangan. Ada sekitar dua puluh orang hari ini. Semuanya memakai apron berwarna putih-pink yang sama.
Tiffany menatap lelehan coklatnya dengan khawatir. Lelehan coklatnya tak juga berubah lembut, malah semakin keras dan ada gelembung-gelembung udara di dalamnya. Ia tak pernah memasak sebelumnya. Memegang kompor pun, baru pertama kali ia lakukan hari ini. Jadi wajar kalau ia merasa takut. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri dengan gugup. Sebenarnya ia ingin meminta bantuan Taeyeon, tapi sepertinya Taeyeon sendiri sedang sibuk dengan coklatnya.
“Kalau kau menggunakan api yang terlalu besar, coklatnya akan gosong dan menjadi berbutir”.
Tiffany terkesiap. Ia menolehkan kepalanya dan melihat Nona Han sekarang sudah berdiri tepat di depan mejanya.
“Kecilkan sedikit api kompornya, dan coklatmu akan terlihat lebih baik”, ujar Nona Han memberi tips. Tangan kecilnya mengambil sendok berwarna biru yang dipegang Tiffany. “Aduk pelan searah jarum jam. Jangan terlalu cepat, karena coklat akan terasa kasar.” Ia mengaduk sebentar mencoba memberikan contoh . “Cobalah”, ucapnya sambil mengembalikan sendok ke tangan Tiffany.
Tiffany menatap Nona Han dengan terkesima. Ia baru tahu, ternyata untuk membuat coklat seperti yang ia lihat di toko-toko permen, tidak semudah yang ia bayangkan. “Terimakasih”, jawabnya sedikit malu. Nona Han tersenyum saat Tiffany kembali mengatur kekuatan apinya. Setelah memastikan Tiffany sudah melakukan dengan benar, ia berpindah ke meja lain.
Selama sepuluh menit hanya terdengar suara adukan di sana-sini. Tak ada orang yang mengeluarkan suara untuk sekedar mencari tahu apakah coklat milik teman sebelahnya, sama dengan yang mereka buat. Semuanya sibuk dengan coklat masing-masing.
Tiffany menatap lelehan coklatnya dan tersenyum lega. Tak terlalu buruk. Setidaknya coklat yang ia buat bisa sedikit terselamatkan berkat bantuan Nona Han. Yah, memang tidak terlalu buruk untuk orang yang tidak pernah memasak seumur hidupnya.
“Jika sudah meleleh dengan sempurna, kalian boleh mencetaknya sesuai keinginan. Cetakan ada di dalam rak meja kalian”, ucap Nona Han dengan suara keras. Satu detik setelah itu, semua orang terlihat sibuk mencari cetakan yang dimaksud. Ada begitu banyak cetakan yang tersedia. Ada love, tedy bear, hello kity, dan cetakan lain dengan bentuk yang tak kalah lucu.
Setiap orang bisa membuat tiga coklat hari ini. Jadi setelah berdebat dengan dirinya sendiri, Tiffany memilih cetakan berbentuk hati, wajah, dan tedy bear. Ia mengangkat panci kecil berisi lelehan coklatnya dengan hati-hati. Sedikit demi sedikit cairan kental berwarna coklat tua itu masuk ke dalam cetakannya. Panci yang semula penuh, kini tampak kosong dengan bekas berwarna coklat di sekitar mulutnya. Tiffany baru saja akan mengambil serbet, ketika tangannya tanpa sengaja menyentuh permukaan panci yang masih panas.
“Aduhh !”, pekik Tiffany sedikit keras. Ia memundurkan tangannya dan tanpa sengaja mengenai permukaan coklatnya yang masih setengah cair.
DUKK.
Tiffany menatap ujung sikunya yang sekarang berlumuran coklat. Beberapa orang yang mendengar jeritan Tiffany, memandangnya dengan bingung. Taeyeon berlari mendekat dan melihat jari dan lengan Tiffany yang memerah. “Ini harus segera diobati !”, sahut Taeyeon khawatir. Ia melihat Nona Han yang datang mendekat. “Apa ada kotak P3K disini ?”, desaknya cepat.
Nona Han mengangguk cepat. “Tentu”. Ia menatap Tiffany yang tampak meringis kesakitan. “Ayo bersihkan tangan dan lukamu di ruang belakang”. Kini semua orang memandang Tiffany yang diantar oleh Taeyeon dan Nona Han dengan penasaran.
*******************
“Sekarang siapa yang kena getahnya ? Kau sendiri kan ?”, sungut Taeyeon sambil menghentikan kegiatannya menghias coklat.
Tiffany tersenyum masam. “Sudahlah, lagipula ini hanya luka kecil.” Ia kembali menatap siku dan jarinya yang sekarang berbalut plester.
Taeyeon memutar bola matanya dan memutuskan untuk tak menjawab. Sekarang ia beralih untuk menggunakan coklat berwarna biru untuk menghiasi karya seninya. “Kenapa dengan coklatmu ?”, tanyanya ketika melihat coklat Tiffany yang tampak aneh dengan bentuk yang tak rata.
Tiffany melirik sekilas. “Itu terkena siku ku saat aku mencetaknya tadi”, sahutnya pelan. Ia melukis lengkungan-lengkungan di sekeliling coklatnya yang aneh. “Ngomong-ngomong bagaimana dengan coklatmu ?”
“Sempurna”, jawab Taeyeon sambil membersihkan tangannya dengan tisu. “Sepertinya aku harus membuka toko coklat setelah ini”, ujarnya mencoba melucu. Kini ia beralih untuk mengambil sejenis pisau kecil untuk mengukir coklatnya agar terlihat unik. “Jadi, kau akan menulis apa diatasnya ?” Ia menatap Tiffany dengan penasaran.
“Rahasia”, seru Tiffany sok misterius. Ia melihat coklat Taeyeon yang sekarang tampak penuh dengan berbagai hiasan. Untuk sesaat suasana kembali terasa hening. Taeyeon masih sibuk dengan mengukir coklatnya dan Tiffany masih tampak serius memperbaiki coklatnya yang aneh.
“Ehmm, sepertinya kau terlihat sedih beberapa hari ini.” Itu bukan pernyataan tapi pertanyaan. Taeyeon jelas memperhatikan perubahan Tiffany belakangan ini.
Tiffany terlihat terkejut. Ia menoleh dan tersenyum miris. “Kelihatan sekali ya ?”
Taeyeon mengangkat bahu. “Aku sahabatmu sejak kecil. Jadi bagaimanapun aku sangat mengenalmu.” Ia melihat coklatnya dengan pandangan puas. “Jadi ada masalah apa ?”
Tiffany mendesah. “Belakangan ini dia tak pernah mengangkat teleponku. Padahal dia berjanji untuk pulang minggu ini”, gumamnya pelan.
Taeyeon menaikkan alisnya. Kim Joonmyun, kekasih Tiffany, adalah salah satu mahasiswa yang mendapat beasiswa jurusan Fisika ke Universitas Stanford. Dan selama tiga tahun berada di Amerika, dia tak pernah sekalipun pulang ke korea. Meski Kim Joonmyun punya marga yang sama dengan Taeyeon, mereka berdua tak ada hubungan darah sama sekali. “Mungkin ia sedang sibuk”, ujar Taeyeon menenangkan. “Kudengar sebentar lagi ia lulus, benarkah ?”
Tiffany mengangguk membenarkan. “Mungkin tahun ini”. Ia menatap Taeyeon yang sekarang terlihat heran dengan ucapannya. “Ia jarang menceritakan tentang kehidupan kuliahnya padaku.”
Mulut Taeyeon membulat paham. Dari nada suaranya, ia tahu kalau Tiffany sedang sedih, jadi ia memutuskan untuk membicarakan hal lain. “Kau sudah membaca buku J.K. Rowling yang terbaru ?”
*********************
“Lihat, lihat, aku sudah mencetak fotonya !”, jerit Tiffany gembira. Ia melambai-lambaikan beberapa lembar kertas tebal di depan wajah Taeyeon.
Tangan Taeyeon merebut foto itu dengan cekatan. Wajahnya tampak serius mengamati fotonya dengan Tiffany yang membawa coklat buatan mereka masing-masing. Ada juga foto mereka dengan Nona Han lengkap dengan apron yang masih terpasang.
“Kau tahu, kita berdua terlihat imut saat itu”, serunya dengan muka bahagia. Ia berputar-putar di tengah trotoar sembari bersenandung.
“Hey, Tiffany”, panggil Taeyeon pelan. “Kenapa diatas coklatmu tak ada tulisan apapun ?”’, tanyanya heran. Ia kembali mengamati foto yang ia pegang mencoba memastikan.
Tiffany terdiam. “Hmm, itu karena aku akan menulisnya di rumah”, jawabnya dengan senyum yang janggal.
“Ohh”, sahut Taeyeon pendek. Ia baru saja akan membicarakan tentang film yang akan mereka tonton minggu depan ketika Tiffany kembali mengajaknya bicara.
“Ngomong-ngomong, bukankah hari ini Baekhyun pulang dari Busan ?”, ucap Tiffany berusaha mengalihkan pembicaraan.
Taeyeon menepuk keningnya. “Astaga, hampir saja aku melupakannya !” Ia mengecek arlojinya yang kali ini berwarna coklat muda. “Masih ada waktu setengah jam sebelum ia datang”. Ia mengembalikan foto nya kepada Tiffany. “Sepertinya aku tak bisa pulang bersamamu. Aku harus menjemput Baekhyun di stasiun”, ujarnya dengan nada menyesal. “Kau tahu kan, ia ahli sekali untuk membuat orang sebal saat ia merajuk”, ujarnya mengeluh.
Tiffany tertawa. “Pergilah. Jangan sampai ia merusak valentine mu kali ini”, teriaknya sambil melambaikan tangan kepada Taeyeon yang sudah berlari menuju halte terdekat. Taeyeon hanya menjawab dengan lambaian tangannya tanpa berbalik.
Punggung Taeyeon semakin menjauh di tengah kerumunan orang. Tiffany teringat dangan pertanyaan Taeyeon tadi. Ada air mata yang menutupi pelupuk matanya. Taeyeon, aku memang tak bisa menulisnya. Ia menghapus air matanya dengan tangan. Sebab bila hadiah valentine diberikan lewat dari harinya, perasaanku tak akan pernah sampai padanya. Tiffany tersenyum sedih dan kembali berjalan menuju apartemennya sendirian.
*******************
Pintu apartement itu terbuka lebar. Tangan Tiffany yang dingin terkena salju berusaha menggapai saklar lampu di dekat rak sepatu. Ia melihat sekeliling ruangan yang kini terang benderang. Hanya terdengar suara hembusan nafasnya yang berat. Biasanya ia akan meletakkan mantel nya di gantungan persis di dekat pintu, menaruh segala bawaannya di meja makan, dan mulai mengganti sweater yang ia pakai dengan baju rumahannya yang terbuat dari sutra. Tapi tidak dengan hari ini. Ia hanya ingin istirahat tanpa memikirkan apapun. Tanpa memikirkan Joonmyun.
Terdengar suara sofa menjerit ketika ia menghempaskan tubuhnya disana. Matanya terpejam meski ia tak tertidur. Sesekali ia menghembuskan udara dari mulutnya. Suara Nona Han terngiang-ngiang di kepalanya. ‘Simpan coklat yang baru saja kalian buat ke dalam lemari pendingin agar tetap awet’. Tiba-tiba kelopak matanya terbuka, tangannya merogoh isi dalam tasnya berusaha mencari coklat yang ia buat dengan susah payah. Ia memandang kotak berwarna putih itu dengan sedih. Sebenarnya ia berniat untuk membuat coklat berbentuk hati, tapi apa daya, ia tak sengaja merusaknya. Coklat ini sudah tak berguna lagi. Ia mendongak dan menatap langit-langit apartementnya dengan pandangan menerawang. Andai saja, Joonmyun bisa pulang, andai saja Joonmyun tak mendapat beasisiwa ke Stanford, andai saja . . . Bulu mata Tiffany bergetar. Ada air mata disana. Air mata yang selama tiga tahun ini ia pendam dan sembunyikan. Air mata yang mewakili perasaannya yang tak pernah tersampaikan. Seandainya aku bisa tegar.
TESS. TESS. TESS.
Air matanya jatuh membasahi coklat yang ia pegang. Ia terisak pelan dan terus memarahi dirinya sendiri. Bodoh, jangan menangis. Punggung tangannya terus saja mengusap air mata yang sepertinya belum ingin berhenti. Ia tertawa dengan suara sedih. Dasar Bodoh.
***********************
Deru suara angin terdengar samar-samar di dalam apartement. Sepertinya baru saja terjadi badai lagi meski hanya sebentar. Lampu ruang tamu juga masih menyala terang. Tiffany masih ada disana, tertidur diatas sofa lengkap dengan sweater dan sepatu boot yang masih terpasang.
Drrt. Drrt. Drrt.
Kelopak mata Tiffany bergerak pelan. Tangannya menggapai iPhone putih yang berada diatas meja sambil berusaha membuka mata. Ia melenguh pelan dan langsung menerima telepon tanpa melihat siapa yang sedang menghubunginya.
“Yobseyo ?” Ia menggumam dengan suara mengantuk.
“ Fany-ah”, terdengar suara berat dari sebrang sana.
Tiffany terbangun dengan kaget. “Oppa ?!”, pekiknya tak percaya.
Terdengar suara Joonmyun yang tertawa. “Apa aku membangunkanmu ?”
Tiffany menjilat bibirnya dengan gugup. “Tentu saja tidak”, gumamnya dengan cepat. Ia mendengar suara Joonmyun yang kembali tertawa karena tahu ia sedang berbohong. “Oppa sedang dimana ?”, tanya nya berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Bukankah kau memintaku untuk pulang ?”
Bola mata Tiffany membulat. “Oppa sedang ada di korea ?!”, tanyanya tak percaya.
“Ya, aku datang sekitar satu jam yang lalu. Dan aku sempat mampir ke apartementmu, ta-“
“Kenapa tak bangunkan aku ?” sahut Tiffany memotong pembicaraan kekasihnya itu.
“Aku tak tega membangunkanmu yang sedang tertidur pulas”, jawabnya sambil terkekeh pelan. “Oh ya, saat aku ada di apartementmu, aku menemukan cokelat yang ada diatas meja.”
Tiffany terkesiap. Ia menolehkan kepalanya dan melihat bungkus coklatnya yang sudah terbuka diatas meja. “Oppa mengambil coklatku ?”, tanya nya panik.
Joonmyun tertawa mendengar reaksi Tiffany yang berlebihan. “Aku sedang lapar, jadi kumakan saja”, jawabnya enteng. “ Tapi coklat yang berbentuk buah persik itu aneh.”
“Buah persik ?”, tanya nya dengan kening berkerut. Apakah coklatku seburuk itu ? gumamnya dalam hati.
Joonmyun mengabaikan pertanyaannya. “Rasanya tak seperti buah persik, tapi enak sekali.”
Tiffany sedikit terkejut dengan jawaban Joonmyun. Tiba-tiba ada perasaan hangat yang menyelimuti dadanya. “S-Sungguh ?”, bisiknya dengan suara tercekat.
“Ya, coklat paling enak diantara yang pernah kumakan selama ini”, gumamnya lembut. “Ngomong-ngomong dimana kau membelinya ?”, tanya nya penasaran.
Tiffany tersenyum lebar. “Aku tak akan memberitahumu”, jawabanya misterius. “ Sebab tokonya istimewa.”
Joonmyun terkekekeh mendengar jawaban Tiffany. “Oke aku tak akan memaksa.” Ia terdiam sejenak. “Tiff, apa kau tak ingin mengatakan sesuatu padaku ?”, tanyanya pelan.
Raut wajah Tiffany berubah bingung. “Mengatakan sesuatu ? Maksudnya ?” ujarnya tak mengerti.
Joonmyun mendesah pelan. “Baiklah, karena sepertinya lupa, aku yang akan mengatakannya.”
Tiffany terdiam mendengar ucapan Joonmyun. Ia menunggu kata-kata apa yang akan disampaikan kekasihnya itu.
“Ehm, selamat hari valentine”, ujar Joonmyun dengan gugup. “Aku mencintaimu.”
Bibir Tiffany membentuk lengkungan indah. Ia merasa seperti ada yang meledak di dalam hatinya. Ingin rasanya ia berlari menembus salju dan memeluk Joonmyun sekarang. Tapi ia menahannya dan hanya membalas dengan bisikan lembut yang sama indahnya. “Aku juga mencintaimu.”
THE END
Hai, hai pemirsa semuanya. Bertemu lagi dengan saya, author paling unyu sedunia. Hahaha. Gimana oneshoot saya ? Gaje ? Kalau iya juga ga pa pa kok. Hehehehe. Maaf kalau oneshoot saya kali ini aneh dan iuhh banget, saya kengen sama reader semua, tapi ga punya ide buat nulis ini. Jadi gini deh hasilnya. Apalagi saya ga biasa nulis one shoot. Pairing yang saya pakai juga mungkin ga familiar buat reader semua, jadi pliss jangan bashing ff sama pairing yang saya pilih.
Seperti biasa, kalau reader mau kenalan, kalian boleh follow twitter saya @kumalakartika atau add akun facebook saya (hiatus fb sebenarnya) = kumalahawani@yahoo.co.id
So, see you next time guys !
