Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Solar Plexus (oneshot)

$
0
0

SP1

Title : Solar Plexus

Author :  Lightlogy

Main Cast(s) : Kim Jongin, Kylie Kim ( OC )

Genre(s) : AU, romance, sad, death chara.

Length : Oneshot

Rating : T

[!] P.S  : The story about ‘Knight, Princess, and Fallin star’ from Kris’ childhood was taken from 1st edition of SUPERNOVAKPBJ ( Dewi Lestari ) with some modifications.

Jongin memutar-mutar bolpoin di ruang kerjanya dengan malas–stuck. Seharusnya ia bisa memanfaatkan 5 jam tanpa jadwal-nya ini untuk sekedar berjalan-jalan keluar atau beristirahat di rumah. Well, Jongin bukan lagi tipe pria yang mengerti seperti apa rasanya menonton film, hang-out, clubbing, dan segala jenis kegiatan para manusia normal–manusia penguras mesin ATM, tepatnya-semacam itu.

Ia tidak pernah lagi paham mengenai hal tersebut semenjak memegang posisi menjadi direktur di perusahaan Ayah nya. What an annoying fact.

Jongin tersenyum, fikirannya tiba-tiba melayang ke ingatan masa kecil-nya, saat Ibu nya masih ada. Saat ibu nya dengan sabar menceritakan dongeng pengantar tidur, dengan sabar meladeni pertanyaan Jongin sampai ia sendiri jatuh terlelap.

Mengingatkan kenangan lama akan seutas dongeng yang sampai sekarang masih melekat kuat di otaknya –berputar ulang layaknya piringan hitam tua, mengalun tenang.

Kesatria jatuh cinta kepada seorang putri.

Putri terbang tinggi ke atas awan.

Sang kesatria pandai memanah, pandai berkuda.

Tapi ia tak tahu bagaimana caranya terbang ke atas awan.

 

Ditanyakannya kepada kupu-kupu

Namun, kupu-kupu hanya bisa membawanya sebatas puncak pohon.

 

Ditanyakannya kepada burung gereja

Namun sang burung hanya bisa membawanya sebatas seberang langit

 

Sang kesatria hampir putus asa

 

Kemudian, ia bertemu angin

Angin membawanya ke atas awan

Namun ternyata, sang putri masih berada di awang-awang

 

Bintang jatuh pun datang menolong

Berkata akan membawanya terbang melesat menemui sang putri

Namun jika si Kesatria gagal,

Maka harus rela keabadiannya hancur

 

Kesatria pun setuju

Di tengah perjalanan, tepat di bawah rasi orion,

Sang bintang terpesona akan kecantikan si putri

Bintang kemudian beranjak turun ke bawah, melepaskan genggaman sang kesatria

 

Kesatria terlempar, tubuhnya lenyap terbakar tajamnya cahaya

 

Bintang telah berkhianat.

 

Tapi, Kesatria tidak menyesal..

Pria jangkung itu terkekeh mengingat dongeng lama tersebut. Baginya, pengorbanan untuk cinta itu omong kosong–setidaknya, untuk saat ini. Tapi entah kenapa, dongeng itu begitu membekas, melengket kuat di sel abu-abu otaknya.

 

Kylie Kim.

 

Nama wanita dari masa lalunya. Wanita yang sukses memporak-porandakan partikel hatinya. Menarik akar alam bawah sadar fikirannya. Ia tahu persis, bahwa ia telah jatuh sedemikian rupa atas pesona wanita itu.

 

Jongin tersenyum pedih, “Kimmy, aku pulang..”

 

(May 2008)

 

“Aku Kim Jongin. ”

 

Wanita dengan lesung pipit dan mata bulan sabit itu tersenyum malu-malu, menyambut uluran tangan Jongin dengan ragu. “Kylie Kim Imnida,”

 

Jongin diam-diam menarik sudut bibirnya –membentuk sebuah senyuman tipis. Namun buru-buru ia tutupi dengan Ice prince act nya, “Kau dari kelas apa?”

 

“11-B, S-sunbae..”

 

“Panggil ‘Jongin’ saja.”

 

“Hey, kenapa diam?”

 

Kimmy tersentak, “A-aniya.. Jongin?”

 

Jongin tanpa ragu mengacak rambut gadis blasteran Jerman-Korea itu, membuat sang objek mematung tak berkutik. Ia–dengan tampang tanpa dosa meninggalkan gadis itu terpaku sendiri, masih mencoba menerka apa yang baru saja terjadi.

 

 

(September 2008)

 

Jongin memandang bosan wajah Kimmy –yang Kylie bilang merupakan nama panggilan dari keluarganya, aneh- yang sejak tadi sibuk dengan buku Teori Chaos setebal 518 halaman, hasil tebakan asal Jongin.

 

“Kau tau,” Kimmy tiba-tiba menutup bukunya, memandang ke arah Jongin yang juga tengah memandangnya dengan dahi berkerut, “Bagiku, buku sudah seperti Serotonin.”

 

“Menyeramkan.” Balas Jongin, mengejek.

 

Kimmy mencubit pinggang Jongin pelan, “Maksudku, buku sudah seperti Serotonin –menjernihkan fikiranku disaat aku benar-benar kacau..”

 

“Sekalian saja kau sebut buku itu seperti detergen otakmu.”

 

“Kau ini kenapa sih?”  Kimmy memandang Jongin dengan alis mengernyit, “Kau marah?”

 

“Atas dasar apa aku harus marah padamu.”

 

“Kau marah karena aku mengabaikanmu ?”

 

Strike.

 

Jongin benar-benar Speechless karena kalimat Kimmy barusan.

 

            Kimmy balas tersenyum mengejek, balas menertawakan kebohongan seorang Kim Jongin dengan tampang Speechless nya itu.  Well, pria yang sukses memberi sebuah ‘getaran’ di Solar plexus nya ini benar-benar menarik.

 

            “Omong-omong soal Serotonin,Jongin menatap Kimmy dengan tatapan yang sulit diartikan, “Kau bilang ia bisa membuat kita–para manusia jernih fikirannya, bukan? Bisa berarti, kita melakukan sesuatu yang ingin kita lakukan tanpa sadar kan?”

 

            Kimmy mengangguk canggung, tak mengerti kemana arah pembicaraan Jongin akan berlabuh, sebenarnya.

 

            “Anggap saja saat ini aku tengah mengkonsumsi Serotonin, jadi..

 

            .. Kimmy-ssi, aku mencintaimu. Jadilah kekasihku.”

 

            Samar, Kimmy tersenyum lega. Entah kenapa. Merasa bahwa beban yang menghimpit ulu hatinya berangsur sembuh. Lega karena akhirnya getaran aneh di Solar Plexus nya terbalaskan. Tanpa ragu, ia mengangguk dan tersenyum manis. 

           

            Sebuah senyuman, awal dari dimulainya partikel-partikel memori yang kelak akan menari-nari di hati, tanpa henti mengusik batinnya.

 

 

(Early January, 2010)

 

“Apa maksudmu barusan, Jongin?!”

 

Jongin memandang Kimmy fokus ke arah mata bulan sabit nya –yang sedikit memerah menahan genangan air sialan itu. Oh God, mana mungkin Jongin mampu membuat wanita selembut Kimmy menangis. Rasanya, Jongin ingin segera ditenggelamkan ke lapisan terdalam kerak bumi, saat itu juga.

 

“2 tahun, Jongin..” Genangan partikel cair tak berbentuk itu meluncur bebas dari mata Kimmy, membuat Jongin semakin tersudut dan merasa bersalah, “2 tahun dan semuanya sia-sia..”

 

“Kau pasti bisa menungguku-“

 

“Mungkin aku bisa, tapi kau?” Kimmy berkata sarkatis dengan tenggorokan tercekat, “Apa kau masih bersedia untuk ditunggu? Jika disana ada seorang yang mampu menjadi Endorfin bagimu setelah aku, bagaimana Jongin?” Partikel air mata Kimmy mengalir semakin deras, “I couldn’t really trust you,”

 

Rahang Jongin mengeras, menarik bahu lemah Kimmy ke dalam dekapannya, “Hanya sebentar. 3 tahun. Kumohon..”

 

Pelan, Kimmy mengangguk dalam dekapan Kris. Masih sedikit terisak, ia berkata, “Jangan lupa pakai mantel mu. Cuaca di Italia sangat dingin ..”

 

 

Jongin memijat keningnya pelan. Ingatan dari masa lalu itu kembali mengusik jaringan otak-nya, memaksa memutar balik kenangan pahit saat ia terpaksa pergi ke Italia untuk belajar mempelajari dasar perusahaan milik sang Ayah yang berada disana. Jongin menghela nafas berat.

Can I go back to the past ? Can I ?

Sejak saat itu, tak ada lagi panggilan dari Kimmy. Tak ada ucapan selamat malam.

Jangan lupa makan. Jaga kesehatanmu. Jangan lupa pakai mantel.

 

Sendu. Membuat Jongin harus mati-matian mengatur ulang hati nya yang sudah hancur berantakan–karena menahan rasa rindu sekedar untuk mendengar suara gadis itu. Fortunately, ia punya banyak teman yang juga berasal dari Korea selama berada di Italia–Byun Baekhyun dan Kim Joon Myeon. Mereka yang menyemangati Jongin semenjak Jongin ditinggal oleh Kimmy.

         

            Ia ingat betul, bagaimana berantakannya ia saat tak berhasil mengontak gadis nya. Tak berhasil menemukan informasi apapun mengenai Kylie Kim. Ia benar-benar kacau.

 

Sebuah ketukan pelan dari arah pintu kayu jati ruang kerja-nya mengagetkan lamunan siang Jongin. Pria itu mengusap wajahnya yang terlihat lelah. “Masuk saja, tidak dikunci.”

Pintu itu berderit pelan–menampakkan postur seorang lelaki jangkung tampan dengan beberapa file di tangannya. Ia membunguk pelan, menunjukkan formalitas nya terhadap sang atasan. Kris mengangguk sekenanya, “Ada apa, Chanyeol?”

“Barusan, Presdir Kim memberi tahu bahwa ia ingin bertemu dengan anda, Sajangnim..”

“Sekarang ?”

“Ya, Sajangnim.”

Jongin kembali mengangguk, mengucapkan terima kasih. Park Chanyeol kemudian menundukkan badannya sopan–mohon diri. Ruang kerja Jongin kembali lenggang setelah Chanyeol pergi, menyisakan Jongin yang masih sibuk berkutat dengan fikirannya.

Ia menghela nafas, meraih Jas hitam mahal-nya yang tergelantung begitu saja di Kursi, mengancingkannya asal. Baiklah, Jongin tidak peduli apa yang akan dibicarakan para karyawan nanti tentang atasan mereka yang biasanya terlihat rapi, kini terlihat kusut sekali.

Salahkan saja wanita itu, Kylie Kim.

Jongin mendengus, pahit.

Untuk kesekian kalinya, Kimmy menengok ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya degan cemas. Ia menggigit bibir bawahnya dengan dahi berkerut. Ayolah, kenapa Sehun belum datang juga?!

Sehun–kekasihnya–sudah berjanji untuk menjemputnya sore ini. Dan sekarang, sudah lewat 25 menit sejak jam yang sudah ditentukan. Jujur saja, ia benar-benar khawatir tentang namja berkulit tan itu.

 

Brrmm..

Suara deruman sebuah mobil sedikit mengagetkan Kimmy–walau kemudian ia langsung tersenyum begitu melihat warna putih dari mobil bien milik Sehun memasuki gerbang kediamannya. Kimmy menyambut Sehun dengan senyuman penuh. “Kenapa terlambat?”

Sehun nyengir, menunjukkan ‘V’ sign. “Ada sedikit masalah dengan mobilku.”

Kimmy mengangguk.  Kemudian Sehun membukakan pintu mobil untuk nya, membuat Kimmy menyunggingkan sebuah senyum geli, “Tumben kau romantis”

Dahi Sehun dengan cepat mengernyit, “Memangnya biasanya tidak?”

Hmm, Romantis tidak ya?”

Sehun dengan gemas mencubit pipi gadis itu, “Jangan menggodaku, Ny. Oh..”

Kimmy tertawa jahil.

“Kau tunggu disini, aku akan pergi ke toilet sebentar. Hanya 5 menit, princess. Okay?” Sehun tersenyum, mengacak rambut Kimmy pelan–sementara sang empu nya hanya tersenyum tipis.

Kimmy memandangi punggung Sehun yang mulai menjauh. Tampan, Batinnya. Ia teringat akan pertemuannya dengan Jong In dulu di kampus–saat ia terhitung masih mahasiswa baru, Sehun sang senior membantunya beradaptasi dengan keadaan kampus. Baik hati sekali.

            “K, Kimmy-ya?”

 

Sebuah suara bergetar melenyapkan lamunan lama Kimmy. Kimmy menoleh, dan seketika jantungnya berdegup kencang–entah kenapa. Pria jangkung berambut dark brown dengan mata tajam. Ia seperti melihat refleksi dari seseorang di masa lalu nya. Mendadak, kepalanya terasa pening.

Ugh!

Relief samar itu muncul kembali, memaksa sel abu-abu otaknya bekerja ekstra keras. Mencari-cari kenyataan yang tenggelam dalam alunan sendu kepalsuan yang selama ini mengurungnya, tanpa sedikit pun membiarkan Kimmy menengok kembali, barang sedetik.

Flashback ON

“Sunbae! Awas!”

 

Duk!

 

Mereka berdua terjatuh dengan posisi saling berhadapan. Jongin yang masih shock hanya bisa menatap kosong wajah Kimmy yang kini tengah berhadapan tepat di depan mukanya –yang mungkin hanya berjarak sekitar 6 centi. Ia tertegun. Manis, batinnya.

 

Sementara itu, Kimmy hanya bisa terpelongo parah saat menyadari bahwa wajah pria yang diam-diam ia puja itu nyaris tak berjarak dengan wajahnya. God, apa ia sedang di surga? Garis muka yang tegas, bentuk rahang sempurna–dan jangan lupakan mata hazel itu.

 

            “Kenapa.. kau mendorongku?”

 

Kimmy tersentak, berkata takut-takut, “I-itu, barusan ada truk melaju kencang, tapi Sunbae tak melihatnya..J-jadi-”

 

Kimmy kontan membulatkan pupil matanya. Hell! Pria ini menciumnya!

 

            “Terima kasih, nona.”

 

 

Flashback OFF

 

 

 

Kimmy memucat. Seutas bayangan itu terang saja berhasil membuat fikirannya kalut. Jongin menatapnya khawatir, “Kau selama ini kemana saja, dear? Kau tahu aku-“

“Menyingkir darinya, Kim Jongin.”

Jongin menatap tajam Sehun yang baru saja keluar dari toilet, “Kau yang seharusnya menyingkir, Tuan Oh Sehun.” Sehun memasang senyum miring,  “Atas dasar apa kau berhak berkata seperti itu? Memangnya kau siapa?”

“Jadi kau merebutnya selama aku berada di Italia, Oh jerk Sehun?”

She can’t even remember you, Mr. Kim.”

Rahang Jongin mengeras, “Omong kosong macam apa itu.”

“Kimmy, apa kau mengenalnya?” Sehun bertanya. Pelan, Kimmy menggelengkan kepalanya–namun dengan sedikit ragu, “Tidak, aku.. tidak mengenalnya..”

Seluruh sendi tubuh Jongin melemas. Menatap nanar wanita mungil yang kini tengah mengernyitkan dahinya, seolah berusaha keras untuk mengingat-ingat sesuatu. Jongin menggelengkan kepalanya–seolah tak percaya.

“Ayo pulang.” Sehun berkata dingin, meraih pundak Kimmy. Sementara itu, Kimmy hanya mengangguk pelan, merasa bersalah karena tak bisa mengingat hal apapun mengenai pria yang dipanggil Sehun dengan nama Kim Jong In itu.

Kimmy menatap berbinar sebuah album foto dengan cover biru berlapis beludru di genggamannya yang tak sengaja ia temukan di bawah kasurnya tadi pagi. Looks interesting. Ia tersenyum-senyum sendiri. Dengan antusias, dibukanya lembar pertama. Namun, lembar pertama itu saja sudah membuat jantungnya serasa berhenti berdetak.

Foto itu. Fotonya bersama seorang pria yang ia temui kemarin di Cafe.

Kim Jong In

 

Ia benar-benar tak paham mengapa matanya tiba-tiba sedikit berair–dan juga, ulu hatinya berdenyut sakit. Kimmy butuh penawar, ia butuh endorfin-nya. Tapi bahkan, ia sama sekali buta tentang siapa sebenarnya endorfin itu. Kepalanya jadi sedikit pening.

“..Jongin?”

Jongin menatap kosong ke arah jalan raya yang terhampar di hadapannya. Sejak 15 menit lalu, yang dilakukannya hanyalah diam, sambil sesekali menghela nafas berat. Ia mulai berfikir konyol untuk sekaligus bunuh diri saja disitu.

Wanita itu, Kylie Kim. Ia benar-benar lupa akan dirinya. 2 tahun yang mereka lalui. Ia lupa. Ia bahkan tak mengetahui siapa nama pria yang dulu mengisi hari-harinya. Ia lupa. Dan itu menyakitkan untuk seorang Kim Jongin.

Jongin berdiri, walau pikirannya masih kosong. Di depan sana, ia melihat Kimmy yang sedang melambaikan tangannya ke arahnya.

Apa itu hanya fatamorgana?

 

Tidak. Itu terasa nyata.

 

Haruskah ia kesana?

 

Jongin tersenyum tipis–mulai menggerakkan kaki jenjangnya ke jalan raya. Ia tak peduli dengan klakson kendaraan yang bersahut-sahutan. Ia tak peduli. Wanita itu–Kimmy–masih setia melambaikan tangannya sambil tersenyum.

 

“Nak, awas di depanmu!”

 

“Aigoo, anak muda itu ingin bunuh diri ya?!”

 

“Ya tuhan, cepat tarik dia ke pinggir!”

 

Percuma saja mereka berteriak. Jongin seolah tuli dan buta. Kali ini, ijinkan sang kesatria menjemput sang puteri.

“Sunbae! Awas!”

 

Jongin mematung. Bukankah barusan tadi suara Kimmy? Tiba-tiba ia merasa seperti de javu akan pertemuan pertamanya dengan Kimmy dulu. Ia menengok ke depan.

Mustahil, Kimmy yang barusan melambaikan tangannya kini telah menghilang. Lenyap.

Sebuah cahaya silau memasuki retina matanya. Tunggu, ia tidak siap jika-

GREP!

BRUK!

Seseorang. Seseorang menariknya barusan. Jongin meringis, bahu nya terasa sobek. Ia menengok ke depan kemudian mendapati Kimmy yang berjarak sekitar 60 centi dihadapannya. Lagi, dirinya merasa de javu.

Ia teringat mata malu-malu itu saat menyelamatkannya pada saat mereka masih siswa sekolah menengah itu. Bedanya, kali ini mata itu terlihat tertutup. Ia teringat senyum Kimmy waktu itu. Tapi kali ini, bibir itu terlihat pucat dan mengatup. Ia teringat nafas lembut Kimmy yang dulu menerpa wajahnya. Sekarang, nafas itu tampak putus-putus –bahkan nyaris hilang.

 

Ia yang salah. Jongin yang salah.

Perlahan, air mata mengalir di kedua pipi Jongin.

Bukan. Bukan akhir seperti ini yang ia inginkan..

EPILOG

 

Jongin mengusak surai kecokelatannya yang sedikit tertiup angin. Dalam genggamannya terdapat sebuket bunga iris biru yang masih segar. Bunga favorit seseorang. Seseorang yang telah mempunyai tempat untuk pulang. Sayangnya, Jongin bukanlah tempat baginya untuk pulang.

Marmer putih dihadapannya terlihat masih baru–membuatnya mengkilat tertimpa cahaya matahari yang mulai tersibak oleh awan. Jongin berjongkok untuk mensejajarkan tinggi badannya dengan batu marmer tersebut. Diletakan olehnya dengan hati-hati buket bunga tersebut di atas permukaannya.

Jongin mengusap wajah letih nya–yang sebenarnya hanya untuk menyembunyikan partikel cair sialan yang tiba-tiba saja menganak sungai di pipinya. Dan untuk seterusnya, entrepreneur muda itu hanya bisa memandang nanar makam didepannya.

Kalau saja, jika ia saat itu tak berpikiran pendek, mungkin Kimmy akan pulang kembali kedalam dekapannya–bukan pulang ke suatu tempat yang bahkan tak bisa ia jangkau. Kalau saja ia tak pergi ke Italia, mungkin gadis itu tak sampai harus menyusulnya pergi dan menyebabkan dirinya sendiri celaka lalu mengidap amnesia.

Kalau saja.. Jongin mampu menerima semua itu tanpa harus menyalahi dirinya sendiri.

Jongin merogoh saku jas nya dan mengeluarkan secarik kertas yang telah terlihat kumal karena terlalu sering dibaca ulang serta tertimpa air mata. Dan tampaknya sekarang, kertas tersebut kembali harus menyerap tetesan air mata Jongin.

Surat singkat itu ia terima dari Sehun. Jongin yang saat itu sedang kacau, sempat menarik kerah pemuda itu –hampir memukulnya. Namun diurungkannya–bagaimanapun, Sehun lah yang menjaga kekasihnya selama Jongin berada di Italia.

Sehun bercerita bahwa setelah Kimmy kehilangan ingatannya, Ayah Kimmy–yang dari awal memang tidak menyetujui hubungan yang dijalani sang anak dengan alasan yang tak pasti—langsung memanfaatkan keadaan itu untuk menghapus bersih Jongin dari kehidupan Kimmy. Memanipulasi seluruh kehidupan gadis itu dan kemudian mendatangkan Oh Sehun sebagai pengganti Jongin.

Jongin semakin sakit ketika mengetahui bahwa surat itu ditulis dengan susah payah oleh kekasihnya  di hari ketiga ia dirawat–tepat hari terakhir sebelum kekasihnya itu mengalami koma selama seminggu dan akhirnya pergi. Jongin hanya bisa terpekur dengan tatapan kosong setelahnya.

“Aku sudah gagal menjadi kesatria seperti di dalam dongeng yang pernah Ibu ceritakan.. Aku gagal..”

 

 

Maaf karena sudah melupakan yang seharusnya dikenang.

Maaf karena membuatmu tersiksa dan khawatir di saat yang bersamaan.

Maaf karena telah menjadi endorfin bagi orang lain –padahal seharusnya endorfin ini hanya milikmu.

 

Maaf karena aku tak bisa menjadi seorang putri setia yang tak pernah berpaling pada sang bintang jatuh. Maaf. Maafkan aku.

 

Dulu, kau selalu bertanya padaku kan? Apa pendapatku tentang dongeng kesukaanmu?

 

Di kehidupan mendatang, akan lebih baik jika kita tak menganggap diri kita masing-masing sebagai tokoh dari sebuah dongeng. Ada baiknya kita hanya menganggap kita hanyalah kita. Kau adalah kau, bukan kesatria. Aku adalah aku, bukan putri kerajaan.

 

Kesatria tak harus selalu berkorban demi putri. Sang putri juga tak harus terus berdiam diri menunggu sang kesatria. Ini giliranku,Jongin. Giliranku untuk melindungimu. Sekalipun aku harus terbakar oleh bintang, melesat menuju kehancuran.

 

Cukup satu hal yang harus kau tahu bahwa,

 

Aku tidak pernah menyesal berkorban untukmu, Jongin.

 

 

Kylie Kim

 

 

OVER.

Author’s note : eniwei, berhubung ini ff request buatan wa waktu jaman smp dulu, mohon dimaklumi ya jika plot nya labil dan alay;banyak typo;bahasa sok baku;kesalahan penulisan&pengartian istilah/gelar/etc :’)  /deep bow/ jangan lupa comment ya beb :’) dun forget to visit my blog #promosi

 



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles