Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

It’s Okay, It’s Prince (Chapter 13)

$
0
0

Cover

Title : It’s Okay, It’s Prince(Chapter 13)
괜찮아, 황자님이야

Cast :

Park Chan Yeol (EXO)

Kim Joon Myeon – Su Ho (EXO)

Jung Se Jung (OC)

Byun Baek Hyun (EXO)

Kim Jong In (EXO)

Nam Bo Ra (OC)

Seo Mi Rae (OC)

Other

Genre :  Romance, Angst, Life Slide

Author : Lee Young

Length : Multichapter

PG-17

Note : Note? Selaluuu saja ada note (?). Pertama, saya minta maaf atas segalakomplain ‘nyesek’ di Chapter 12, dan sepertinya Chapter ini akan semakin parah nyeseknya *saya selaku author pun nyesek, serius T.T *kontrol emosi saya buruk banget.

Kedua, saya ingin menyampaikan terimakasih atas kepedulian teman-teman dan tanggapannya. Saya terharu. Oh ya, dan saya ingin tegaskan jika fanfiksi ini saya samakan dengan drama. Jadi jangan heran kalau ada tulisan item yang tiba-tiba melintas di atas cerita. Ceritanya sih, itu backsong *emang backsong-nya sih. Ya.. saya berencana membuat album untuk backsong fanfiksi ini. Album Ost part 1 ampe part 3 It’s Okay, It’s Prince (괜찮아, 황자님이야) *oke, lupakan, ini hanya bercanda

Ketiga, selamat membaca….

(Chapter 13)

4Men & Davichi – Can I Love Again?

Se Jung menjatuhkan dirinya ke ranjang sesaat setelah Su Ho pergi dari apartemen. Gadis itu tak berniat melakukan apapun kecuali berusaha untuk meredakan seluruh gemuruh dalam dadanya.

Chan Yeol mengalihkan pandangannya dari Jung Se Jung. Laki-laki itu sempurna kehilangan akal sehat, hingga secara tiba-tiba mengecup bibir Bo Ra begitu saja.

Se Jung menghela napas ketika ingatan itu kembali berputar di kepala. Seakan terproyeksi tepat di hadapannya. Pandangan gadis itu kabur, sementara dadanya semakin berdesir-menyesakkan. Dia tidak tahu jika menjalani keputusannya sendiri terasa begitu sulit. Membiarkan Chan Yeol bersama gadis lain bukan hal yang mudah dilakukan, ternyata.

“Aku hanya orang yang terlalu mudah percaya dengan semua yang kau katakan Se Jung”

“Berusaha tak memikirkanmu? Bagaimana bisa jika aku hanya percaya kepadamu saja, eoh?”

Kalimat Chan Yeol kembali terngiang. Tentang kepercayaan. Ah, Se Jung bahkan sudah mulai tak berani menebak apakah kepercayaan Chan Yeol terhadap dirinya masih ada. Gadis itu terlalu takut menemukan jawaban yang sebenarnya sudah dia duga. Karena, Se Jung tahu jika semua sudah tiada. Bahkan untuk sekedar melihat kearahnya pun, Chan Yeol seakan enggan.

Satu bulir air mata tampak luruh dari mata Jung Se Jung. Mengalir lembut di pipiSe Jung, hingga hilang karena menghantam jemarinya yang menempel di dagu. Jung Se Jung tak bisa memikirkan apapun kecuali membiarkan airmatanya semakin sering mengalir membasahi wajah pucatnya.

Sementara di kejauhan, Chan Yeol kehilangan ekspresi wajah ketika menikmati makan malamnya bersama Nam Bo Ra di sebuah restoran ternama. Laki-laki itu hanya tersenyum sesekali, ketika Bo Ra menatap kearahnya. Mengalihkan perhatian Bo Ra dari perubahan dirinya yang begitu mendadak.

“Coba kau makan yang ini…” Bo Ra menyodorkan sesuap makanan kearah Chan Yeol. Membuat Chan Yeol langsung membuka mulut dan membiarkan Bo Ra menjejalkan makanannya ke dalam mulut Chan Yeol.

“Enak, kan?” tanya Bo Ra. Chan Yeol tersenyum dengan mulut penuhnya.

“Aigoo.. sudah aku duga jika bagian itu adalah yang terenak…”

Chan Yeol menelan makanannya susah payah. Laki-laki itu menatap Nam Bo Ra yang tengah menyumpit makanannya, lekat.

“Kue berasmu tidak panas. Aku sudah mencobanya,” kata Se Jung sebari menggoyangkan tangan. Chan Yeol menelan ludah. “Be…Benar..kah?” tanyanya gugup. Se Jung mengangguk. Gadis itu semakin mendekatkan kue beras kepada Chan Yeol. Bersamaan dengan jantung Chan Yeol yang berdebar tak karuan.

“Cha… makanlah…”

Mata Chan Yeol berkaca tiba-tiba. Bayangan Se Jung seperti terpampang di hadapannya. Membuat dadanya semakin berdesir menyakitkan. Seperti terdapat sebuah lubang besar yang menganga, dengan angin musim dingin yang bebas berhembus melewatinya.

Chan Yeol mengalihkan pandangan, di saat satu bulir airmata mengalir secara tiba-tiba. Tapi, laki-laki itu segera menghapusnya cepat.

“Sekarang…..Igeo meogeobwa…Chan Yeol-a… aaaa…” Bo Ra kembali mengulurkan sumpit kearahnya. Chan Yeol mau tidak mau membuka mulutnya lebar. Laki-laki itu berusaha tersenyum, dan menanggapi Nam Bo Ra yang berwajah super-cerianya.

Langit malam hitam tanpa bintang. Salju bertaburan di luar sana. Angin berhembus kencang, berusaha mengirimkan sinyal kerinduan. Kerinduan yang sebenarnya telah memiliki nama-nama yang belum berani terungkap oleh keduanya.

***

Baek Hyun menghela napas ketika melihat kakak sepupunya hanya duduk di tepi ranjang sebari menatap lantai kamar-kosong. Walau tak begitu paham, tapi setidaknya Baek Hyun mulai mengerti keadaan mereka.

Baek Hyun belum berani mengungkapkan, tapi laki-laki berdagu lancip itu berjanji akan membantu Jung Se Jung. Apapun resikonya. Bahkan jika harus mempertaruhkan hidupnya sekali pun. Baek Hyun rela.

Jung Se Jung tidak boleh terpuruk seperti itu. Kakak sepupu Baek Hyun tidak boleh disakiti oleh siapapun.

Baek Hyun merogoh ponsel di sakunya. Dia kembali menghela napas ketika menatap layar ponsel yang berkilat karena terpapar sinar lampu apartemen. Menghubungi Park Chan Yeol dan meminta kejelasan? Gila!! Baek Hyun kembali menjejalkan ponselnya ke saku celana ketika sadar jika tingkahnya bisa membuat urusan Se Jung semakin rumit.

***

Matahari bersinar cerah. Sinarnya memantul di hamparan salju yang baru terbentuk beberapa menit lalu.Menyebabkan suasana terlihat lebih terang dari biasanya.

Sebuah mobil sedan hitam melintas pelan di tepi jalan, menghamburkan butir-butir salju yang belum terinjak hingga masih bisa melayang-layang di udara. Berhamburan.

“Tempat tinggalmu di Gyeongsang sudah siap. Jadi, kau tak perlu repot-repot menata perabotanmu lagi,” Su Ho membuka pembicaraan setelah Se Jung hanya masuk ke dalam mobil dan duduk terdiam di sampingnya.

Siang ini, Su Ho memaksa untuk menjemput Se Jung di apartemen. Laki-laki itu berdalih ingin makan siang, sebelum keberangkatannya ke Daegu beberapa jam lagi. Tidak masuk akal sebenarnya. Mengingat Su Ho bisa makan siang di Daegu nanti. Toh, sekarang masih pukul 11. Bukan waktu yang tepat untuk makan siang.

Se Jung menoleh. Gadis itu mengerutkan keningnya, “Kau yang melakukannya?”

“Aku membayar orang,” jawab Su Ho polos.

Se Jung menghela napas. Iya, dia tahu jika Su Ho pasti membayar orang.

“Maksudku, kau yang memiliki ide untuk semua itu?,” Se Jung memperjelas perkataannya. Su Ho mengangguk, dengan senyum samar di bibirnya.

“Aku tidak tahu bagaimana cara untuk menghentikanmu. Kau sudah terlalu baik, Su Ho. Kau tak perlu mengurus tempat tinggalku,” kata Se Jung. Gadis itu menatap Su Ho yang mengemudi di sampingnya dengan tatapan sayu. Bagaimana pun juga, Su Ho tetap berlaku baik kepadanya.

Su Ho menoleh, “Aniya. Kau jangan berlebihan. Aku tak melakukan apapun”

“Tak melakukan apapun tapi selalu memberiku segalanya…” desis Se Jung, “Kau tahu jika aku tak bisa membalas semua hal yang kau berikan, Su Ho,” lanjut Se Jung.

Su Ho terlihat menghela napas. Laki-laki itu mengulum bibirnya, sebelum melirik Se Jung yang mulai memainkan jemarinya di pangkuan. “Bagaimana jika menemaniku ke Jeju?”tanya Su Ho.

“Ne?”

“Klien-ku merayakan ulangtahun perusahaannya di Jeju, lusa. Aku sebagai salah satu pengguna jasanya mau tak mau harus hadir, tapi aku selalu berpikir jika….” Su Ho terkekeh, “….tanganku masih kosong. Tidak ada yang menggandengnya. Kau tahu? Rasanya agak sedikit tidak enakjika dilihat”

Se Jung mengerutkan keningnya heran. Berusaha mencerna kalimat Su Ho tentang tangannya yang masih kosong.

Melihat ekspresi heran Se Jung, membuat Su Ho semakin terbahak. Laki-laki itu melirik Se Jung sekilas sebelum kembali berkonsentrasi menatap jalan. “Kau harus menemaniku ke Jeju, Se Jung. Menjadi pasanganku”

Se Jung sekarang mengerti. Su Ho telah mengajaknya berkencan secara tak langsung –melalui acara ulang tahun klien perusahaan.

Se Jung sempat terdiam. Gadis itu tidak tahu harus menjawab apa. Rasanya begitu sulit walau hanya untuk mengeluarkan satu kata dari bibirnya. Meski pun dia tahu jika mulai detik ini, jawaban yang tersisa untuk Su Ho hanyalah ‘iya’ dan ‘iya’. Se Jung harus mulai belajar untuk terus berkata ‘iya’.

“Jeju-do? Bagaimana dengan–”

“Tidak perlu memikirkan apapun selain mempersiapkan dirimu Jung Se Jung. Sekarang tinggal kau yang mau atau tidak. Karena aku sangat berharap kau setuju menjadi pasanganku di acara ulang tahun klien perusahaanku lusa,” potong Su Ho dengan wajah cerah dan senyum samar di bibirnya.

***

Various Artist – Special Mission

“Jadi kau sudah berhasil merebut kembali hati Park Chan Yeol?” suara Jae Sang terdengar samar dari seberang. Bo Ra mengangguk. Gadis itu menghela napas, lalu menerawang langit kota Seoul.

“Ye, samchon,” jawab Bo Ra lirih.

“Jalhada. Kau hanya tinggal menjegal mereka saja, Nam Bo Ra,” suara tajam Yoo Jae Sang terdengar begitu menusuk gendang telinganya. Menjegal Pr.C? Bo Ra menelan ludah ketika sadar jika arti dari kalimat pamannya begitu mengerikan. Entah kenapa, Bo Ra tak mampu meluruskan tujuannya datang ke Pr.C semenjak hari ketika Chan Yeol mencampakannya.

Park Chan Yeol telah melenakannya. Nam Bo Ra hanyut dalam kebersamaannya dengan Chan Yeol beberapa hari terakhir. Hingga membuat gadis itu mulai berpikir ulang untuk menikam Pr.C dari belakang.

“Samchon…” panggil Bo Ra lirih. “Bagaimana jika……,” Bo Ra menarik napas panjang. Gadis itu tampak begitu gusar. Haruskah dia berkata jika semua ini sudah sepantasnya dibatalkan? Tapi… kedua orang tua Bo Ra meninggal karena Pr.C. Kedua orang tua Bo Ra meninggal karena ayah seorang Park Chan Yeol!!

Jika?” suara Jae Sang terdengar penasaran. Bo Ra memejamkan matanya sekilas. Gadis itu mengepalkan tangannya yang masih bebas di samping jahitan. Sementara tangannya yang menempelkan ponsel ke telinga tampak bergetar.

“…kita lakukan ini secepatnya. Aku sudah tak yakin bisa menyamar lebih lama lagi, samchon,” Bo Ra berakhir kembali ke rencana awal. Karena bagaimana pun juga, tujuan awal Nam Bo Ra bukan untuk Park Chan Yeol.

“Hhaa-ha-ha-haa….” Yoo Jae Sang terbahak di seberang. Melakukan secepatnya? Bukankah itu yang harus dilakukan Nam Bo Ra?

“Itu yang aku inginkan, Bo Ra-ya. Lakukan saja secepatnya… kalau perlu, aku ingin kabar baik itu datang sebagai kado istimewa YB Contruction,” suara Jae Sang menajam di ujung kalimat. “Karena tidak ada yang lebih indah daripada kehancuran rival abadi-mu, kan?”

Bo Ra menahan napas ketika mendengarnya. Gadis itu sempurna terdiam, mendengarkan Jae Sang yang terbahak di seberang sana. Lusa adalah hari ulang tahun YB Contruction. Acara yang telah disusun sedemikian rupa sehingga mempertemukan antara dua rival besar Pr.C dan YB Contruction di satu titik di pulau Jeju, dengan para penonton mereka, yang salah satunya adalah Kim Groups.

“Samchon… aku tutup teleponnya,” kata Bo Ra lirih, ketika Jae Sang masih saja terbahak di ujung sana. Klik. Sambungan terputus. Meninggalkan Bo Ra sendirian berdiri di sebuah titik tersembunyi kota Seoul.

Nam Bo Ra memejamkan matanya sekilas. Sebelum akhirnya gadis itu merogoh sesuatu dari dalam tas. Ponsel murahan dan masker tebal warna putih. Dia harus melakukannya sekarang, sebelum seluruh jiwanya diambil oleh Park Chan Yeol.

***

Chan Yeol duduk di kursi meja belajar sebari membawa sebuah buku tebal tentang ilmu dasar teknik bangunan. Buku yang didapat dari perpustakaan pribadi mendiang ayahnya, berhasil membuat Chan Yeol hanyut ke dalam dunia pengetahuan. Sebelum suara ketukan pintu terdengar menggema.

Chan Yeol mengangkat wajahnya, lalu menoleh kearah pintu masuk. “Deureoga,” suara datar Chan Yeol sudah cukup untuk membuat pintu terbuka. Menampilkan sosok Kim Jong In yang tersenyum lebar ketika melihat Chan Yeol menatap datar kearah pintu.

Laki-laki jangkung itu kembali menatap buku yang tergeletak di meja, bersamaan dengan Jong In yang masuk dengan membawa satu plastik makanan ringan. Kebiasaan anak muda.

“Aigooo… apa yang kau lakukan di sore yang indah ini, eoh?,” Jong In menepuk pundak Chan Yeol, “sooneung kita sudah berakhir. Setidaknya istirahat sebentar saja, Park Chan Yeol. Gongbuhajima…,” lanjut Jong In sebari menjatuhkan dirinya ke tepi ranjang.

Chan Yeol menghela napas. Laki-laki itu menutup buku, lalu mendongak menatap langit-langit kamar. Dia tahu jika seharusnya dia bermain-main setelah melewati masa sulit bersama dengan puluhan soal penentu pendidikan mereka selanjutnya. Tapi, akhir-akhir ini perasaan Chan Yeol sama sekali tak terasa nyaman. Mau bermain seseru apapun, rasanya tak akan menyenangkan. Hanya menenggelamkan diri ke ranah pengetahuan saja yang mampu mengalihkan perhatian Chan Yeol.

“Bagaimana jika menyebut aktifitasku sekarang sebagai ajang refreshing?,” tanya Chan Yeol sebari menoleh kearah Jong In. Tampak laki-laki berkulit gelap itu sibuk membuka kaleng coke. Jong In menatap Chan Yeol dengan matanya yang membulat, “Refreshing dengan membaca buku ilmu dasar teknik bangunan?Daebak sageon Park Chan Yeol. Berarti aku juga harus membaca buku humaniora untuk ajang refreshing-ku? Aigoo cham…” Jong In menggeleng lalu meneguk coke di genggamannya.

Chan Yeol terkekeh singkat, “Jika menurutmu itu menyenangkan, kenapa tidak?,” tanggap Chan Yeol.

Jong In tampak menelan minumannya susah payah. Laki-laki itu mengerutkan keningnya, sebari menatap Chan Yeol yang kembali membuka buku. “Kau tahu? Kau terlihat seperti pria tanpa tujuan jika seperti ini. Belajar disaat kau harus bermain, dan bermain disaat kau seharusnya belajar…”

Chan Yeol melirik Jong In sekilas. Tak berselang lama, Jong In memutuskan untuk melemparkan satu kaleng coke kearah Park Chan Yeol. “…Ya! Park Chan Yeol,” lanjut Jong In sebari melemparkan kaleng minuman.

Park Chan Yeol menerima dengan sedikit kelabakan. Laki-laki itu berakhir mendengus sebari menatap Jong In yang terkekeh di tepi ranjang. “Lakukan saja yang seharusnya kau lakukan. Jangan memaksakan diri. Aku tahu, jiwamu tak sepenuhnya ada di atas lembar-lembar buku itu,” Jong In menunjuk buku Chan Yeol yang tergeletak di meja dengan tangannya yang menggenggam erat kaleng coke.

“Aku sudah bersamamu selama 10 tahun. Gaya refreshing-mu bukan yang seperti ini,” lanjut Jong In.

Chan Yeol menghela napas. Laki-laki itu meletakkan kaleng coke di meja sebelum akhirnya memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Jong In yang duduk di tepi ranjang. “Lalu seperti apa, eoh?” tanya Chan Yeol datar.

Jong In menerawang langit-langit kamar Chan Yeol. “Hmm… seperti…pergi ke Jeju, atau Macau. Ah ya, aku ingat jika terakhir kali kau berlibur adalah ke Paris. Kau membawakanku blazer dan sepatu karya desaigner ternama,” Jong In meringis.

Chan Yeol yang mendengarnya mendesis tak percaya. Sepertinya Jong In telah salah paham.

“Kau sebut itu berlibur? Itu kunjungan kerja. Aku dipaksa ibuku ikut kunjungan kerjanya ke seluruh dunia”

“Apapun itu. Yang terpenting kau bukan tipe orang yang akan menghabiskan waktumu hanya untuk sekedar membaca buku. Kau lebih memilih untuk bersama dengan orang-orang yang kau cintai. Ya, kau tahu sendiri ketika kau masih berpacaran dengan Nam Bo Ra kau memilih untuk pergi seharian dengannya”

Tubuh Chan Yeol memanas seketika. Kenapa Jong In harus membawa nama Nam Bo Ra? Nama yang secara otomatis membawa ingatannya melayang ke nama lain yang telah mengisi hati Chan Yeol? Nama seorang gadis yang telah membuatnya percaya lalu kecewa di saat yang sama?

Chan Yeol menghela napas. Laki-laki itu mengalihkan wajahnya sekilas, sebelum mengerutkan wajah menatap Kim Jong In yang pura-pura berekspresi acuh di hadapannya.

“Karena sekarang kondisinya berbeda. Aku bisa mengubah gaya refreshing-ku jika aku mau”

“Geurae…. ”

Chan Yeol mendengus lalu meraih buku-nya kasar. Laki-laki itu membuka buku dan kembali membacanya dengan wajah yang sudah mengeras. Tanpa sadar jika Jong In memperhatikan dengan satu alisnya yang terangkat. Mungkinkah, rencana Mi Rae sudah berjalan di atas Chan Yeol? Hingga membuat laki-laki itu begitu ternganggu dengan nama Nam Bo Ra? Atau mungkin… sebaliknya? Bukan nama Nam Bo Ra yang mengganggunya, tapi…. Jung Se Jung?

Jong In menghela napas setelah sadar jika tak seharusnya dia menarik kesimpulan terlalu cepat. Laki-laki itu tersenyum, lalu bangkit untuk menepuk pundak Chan Yeol. “Ya! Park Chan Yeol. Bagaimana jika sekali-kali kita coba minum maekchu? Usia kita sudah 19 tahun,” ucap Jong In setelah keheningan beberapa saat mereka.

Chan Yeol menatap Jong In yang sudah berdiri di sampingnya. Jong In tersenyum sebari mengangguk samar.

***

Chan Yeol meletakkan gelas wine ke permukaan meja dengan gerakan kasar. Hingga menimbulkan suara hentakan keras akibat alas gelas yang menghantam counter bar. Kepala laki-laki itu tertunduk dalam, sementara tangannya masih menggenggam gelas berukuran sedang yang sudah mendarat di meja konter. Chan Yeol duduk di kursi tinggi, sebari membungkuk dalam akibat pengaruh alkohol yang baru pertama kali dia rasakan.

Jong In yang duduk di samping hanya memutar gelasnya pelan. Gelas ini baru gelas kedua Jong In, sementara Chan Yeol sudah botol yang kedua. Hebat sekali.

Chan Yeol mengangkat wajahnya. Wajah laki-laki itu sudah memerah, “Han…” kalimatnya terpotong ketika Chan Yeol tak bisa lagi mempertahankan tubuhnya untuk tetap duduk di kursi. Laki-laki itu hampir terjungkal ke belakang jika tak menahan diri dengan menjatuhkan tubuhnya ke meja konter.

Jong In segera memberi isyarat kepada bartender untuk tak mendekat dan memberikan permintaan Chan Yeol. Laki-laki itu turun dari kursinya, lalu meraih tubuh Chan Yeol yang sudah lemas.

“Aku… berikan aku satu gelas lagi… berikan aku…” Chan Yeol merancau tak jelas.

“Cukup untuk hari ini, Chan Yeol,” Jong In menghentikan tangan Chan Yeol yang hampir meraih gelas Jong In. “Aigoo.. pengalaman pertamamu minum maekchu buruk sekali. Jib-e ga (kita pulang),” lanjut Jong In.

Chan Yeol memberontak. Laki-laki itu menghalangi tangan Jong In yang berniat memapahnya. Hingga membuat Chan Yeol langsung tersungkur di lantai bar. Laki-laki itu berakhir terduduk di lantai. Membuat Jong In hanya mampu menatap sahabatnya sebari berkacak pinggang.

Napas Chan Yeol terengah. Mata laki-laki itu berkaca. Wajahnya memerah. Hidungnya berair. Jong In tahu, sebentar lagi… semua akan terungkap. Bom waktu Chan Yeol sudah hampir meledak. Chan Yeol yang semula setengah tertunduk, kini menghantamkan punggungnya ke meja konter. Bersandar dengan lengan tangan kanannya yang tertumpu di kening. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya samar.

“Chan Yeol-a… kita pul–”

“Wae?” suara Chan Yeol terdengar bergetar. Kegelisahan terpancar jelas dari kedua matanya. Jong In memutuskan untuk kembali mengatupkan bibir, beralih menatap Chan Yeol yang tampak begitu frustasi terduduk di lantai bar.

“Kenapa harus berakhir seperti ini…. Kenapa…..” satu bulir airmata lolos dari mata Park Chan Yeol. Chan Yeol kini meremas rambutnya sendiri. Sebelum laki-laki itu berakhir menutup wajah dengan kedua tangannya, bersamaan dengan isakan Chan Yeol yang terdengar keras. Park Chan Yeol sudah tak bisa menahan gemuruh dalam dirinya lebih lama lagi. Semuanya meledak malam ini. Laki-laki itu terisak diantara alunan musik dalam bar. Tak menghiraukan suasana sekitar yang penuh dengan aktifitas foya-foya manusia malam. Park Chan Yeol tenggelam dalam kekecewaan.

Jong In menghela napas. Laki-laki itu tahu jika hal ini pasti terjadi.

“…..kenapa kau melakukan semua ini ketika aku mulai tak bisa melepaskanmu… kenapa….” lirih Chan Yeol diantara isakannya. Chan Yeol tampak membentur-benturkan kepalanya sendiri ke meja konter. Berusaha mengimbangi rasa sakit yang menjalar di seluruh dadanya. Berusaha mengalihkan rasa sesak yang semakin hari semakin menyiksanya.

“Chan Yeol-a, hentikan. Hentikan…” Jong In memaksa Chan Yeol dengan meraih lengannya. Berusaha keras membantu Chan Yeol untuk berdiri.

“Jung Se Juuung…… waeeee?!,” Chan Yeol memberontak.

Jong In menahan gerakan Chan Yeol sebari berusaha berjalan keluar bar. Bersamaan dengan pikiran Jong In yang mulai membenarkan dugaannya sendiri. Seseorang yang lebih kuat dari Nam Bo Ra sudah berhasil membuat Chan Yeol kehilangan dirinya sekali lagi. Masalah cinta picisan ini, tak bisa dipandang sebelah mata. Kim Jong In berakhir menjatuhkan tubuh Chan Yeol ke dalam mobil sport-nya.

Dia tak mungkin mengantarkan Chan Yeol pulang dengan kondisi seperti ini.

***

“Waaah…” gumam Se Jung ketika gadis itu keluar dari bandara Jeju. Matanya tak bisa lepas melihat suasana Jeju yang masih saja tampak cantik walau di tengah musim dingin. Sangat berbeda sekali dengan Incheon atau pun Seoul. Bahkan Busan terasa tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan keindahan pulau ini. Pulau unggulan Korea Selatan. Jeju-do.

Su Ho tersenyum melihat ekspresi Se Jung ketika melihat ke sekeliling. Kadang, Jung Se Jung lucu sekali. Masih di bandara saja sudah terpesona, apalagi jika sudah berkeliling pulau? Su Ho tak bisa membayangkan akan secerah apa wajah Se Jung nantinya. Laki-laki itu terlalu bahagia untuk sekedar membayangkan ekspresi ceria Se Jung yang mungkin akan muncul di hadapannya.

“Selamat datang di pulau Jeju,” ucap Su Ho ketika laki-laki itu sampai tepat di belakang tubuh Se Jung. Se Jung segera menoleh, dan mendapati Su Ho menerawang langit pulau Jeju yang berwarna biru cerah. Bahkan langit pun terasa begitu berbeda. Apa mungkin… ini efek hiperbolis Se Jung ya? Langit Jeju entah kenapa beda sekali dengan langit Incheon.

Se Jung semakin melengkungkan senyumnya. “Terimakasih. Ini pertama kalinya aku ke Jeju,” kata Se Jung.

“Benar,kah?”

Se Jung mengangguk. Membuat Su Ho terkekeh penuh arti, “Daebak. Aku merasa begitu berarti jika seperti itu. Kau akan sangat membutuhkanku,” goda Su Ho.

“Eiii…”

“Pasti kau membutuhkanku. Kalau tidak, kau bisa hilang di Jeju,” Su Ho melipat tangannya di depan dada. Membuat ekspresi sok angkuh dengan wajah lembutnya. Membuat Se Jung terbahak di sampingnya. “Tidak apa-apa kalau hilangnya di Jeju,” balas Se Jung, lalu menjulurkan lidah sebelum menuju kearah mobil yang sudah di siapkan untuk mereka.

“Aigooo… gadis ini… sungguh…”

***

Chan Yeol membalas pelukan ibunya ketika akan memasuki mobil yang membawanya ke bandara. Pagi ini, setelah diantar Jong In kembali pulang ke rumah, Chan Yeol langsung bersiap untuk pergi ke Jeju. Menggantikan ibunya sebagai tamu undangan ulangtahun YB Contruction. Perusahaan kontruksi yang juga cukup eksis di Negara ini. Laki-laki itu sadar jika mulai detik ini kehidupannya akan berubah drastis. Chan Yeol mulai diseret perlahan untuk muncul sebagai salah satu wajah yang akan berperan dalam sejarah Pr.C ke depan.

“Kau baik-baik disana, ya? Berlaku baik juga kepada Bo Ra,” kata Mi Rae setelah melepaskan pelukannya. Wanita paruh baya itu tampak sesekali membenarkan kerah mantel coklat Chan Yeol.

Chan Yeol mengangguk, “Akan aku lakukan sebaik yang aku bisa, eomma,” balas Chan Yeol.

“Bagus,” Mi Rae mengelus lembut lengan Chan Yeol. “Jangan lupa jemput Bo Ra di apartemennya,” lanjut Mi Rae.

Chan Yeol mengangguk sopan, sebelum berbalik untuk masuk ke dalam mobil. Seo Mi Rae tampak melambaikan tangan, yang dibalas oleh anggukan singkat Chan Yeol bersamaan dengan mobilnya yang mulai merambat pelan.

Mobil sempurna menjauh. Menghilang di belokan gang. Meninggalkan Mi Rae yang masih menatap ke arah jalan. Wanita itu menghela napas, lalu melipat tangannya di depan dada. Sejauh ini, rencananya telah berjalan dengan sempurna. Park Chan yeol melunak semenjak kehadiran Nam Bo Ra. Dan kabar baiknya, laki-laki itu mengubah haluan, beralih ingin masuk ke salah satu universitas di Amerika. Bersama Nam Bo Ra.

***

Bo Ra tersenyum ketika Chan Yeol membuka kaca mobilnya. Laki-laki itu membalas senyum Bo Ra lalu membuka pintu. Bersiap menyambut Nam Bo Ra. Bo Ra segera memeluk Chan Yeol begitu laki-laki itu sempurna berdiri di hadapannya. Tidak ada kata, tidak ada panggilan sayang. Tapi sikap Bo Ra jelas bisa dipandang jika gadis itu merasa bahwa Chan Yeol sudah menjadi miliknya. Terlebih Chan Yeol begitu pandai membalas setiap sikap yang dilontarkan Nam Bo Ra. Membalas pelukannya, bahkan hingga memberi kecupan singkat di pipi gadis itu.

“Sudah lama menunggu?” tanya Chan Yeol setelah melepaskan pelukan singkatnya.

Bo Ra menggeleng. Gadis itu menatap Chan Yeol tepat di manik matanya. “Kau sudah sangat tepat waktu”

Chan Yeol terkekeh. Laki-laki itu sedikit mengeser tubuhnya, mempersilakan Bo Ra untuk masuk ke dalam mobil.

***

Angin musim dingin berhembus sepoi. Membawa hawa dingin yang begitu menusuk kulit. Menembus hingga ke tulang. Membuat orang-orang sibuk menggosok-gosokkan tangan demi menghalau hawa dingin yang menyelubungi tubuh mereka. Termasuk beberapa orang yang tengah mengawasi pelaksanaan proyek pembangunan mall 6 lantai di wilayah Daegu.

Plang besar warna biru tua terlihat berdiri kokoh di barisan depan. Menampilkan gambar jajar genjang bertiang yang mengelilingi huruf warna perak bertuliskan Pr.C. Gagah. Berwibawa. Beberapa orang yang melintas sempat mendongak, sekedar menatap proyek atau tulisan Pr.C yang sangat sering mereka jumpai di lokasi-lokasi proyek infrastruktural Korea Selatan. Jelas. Pr.C merupakan perusahaan kontruksi paling terkenal akhir-akhir ini.

Pekerja bangunan tampak berseliweran diantara alat berat dan kontruksi bangunan yang sudah dikerjakan selama satu bulan penuh. Kontruksi belum sepenuhnya lengkap, tapi bagian-bagian penting dalam kontruksi sudah tampak menjulang walau hanya beberapa meter di atas permukaan tanah. Tidak ada yang bersuara kecuali meneriakkan hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan.

Semua orang bekerja dengan serius. Sejauh ini, semua berjalan baik-baik saja. Sebelum sebuah kejadian tak terduga terjadi dari ketinggian 6 meter di atas tanah. Pengait di sebuah alat berat yang membawa besi berukuran besar untuk diletakkan di atas kontruksi yang sudah mantap, tampak oleng tak terkendali. Menyebabkan besi yang sudah melayang di atas, bergoyang-goyang menakutkan. Awalnya semua menanggapi biasa saja, tapi teriakan pengendali alat berat yang berkata jika semua tombol dalam alat-nya tak bekerja langsung membuat semua orang mendongakkan kepala.

Rusuh. Para pekerja langsung berhamburan untuk menghindar. Termasuk para kontraktor yang membulatkan mata.

“Aigoooo… kenapa ini….”

“Minggir!!!”

“Ya Tuhan!!!”

Bugh! Entah apa yang terjadi, tapi besi raksasa itu berakhir jatuh menghantam segala hal yang ada di bawahnya. Tepat di atas bagian kontruksi yang belum sepenuhnya kokoh. Hantaman super keras dari besi membuat separuh kontruksi hancur dalam sekejap. Besi-baja yang sudah terpasang bengkok tak beraturan. Beton yang sudah mantap pun sampai hancur hingga menghamburkan asap debu. Beberapa alat berat yang terletak di sekitar lokasi kejadian, terdampak karena ikut tertimpa. Penyok. Kerugian mulai terasa muncul ke permukaan.

***

Jeju-do

Jung Se Jung mematutkan diri di depan cermin. Senyum samar terukir di bibirnya, ketika mendapati dress pemberian Su Ho sore tadi tampak begitu cantik menempel di tubuhnya-dress putih selutut yang mencerminkan karakter sederhana seorang Jung Se Jung.

Dressyang dikenakan gadis itu memiliki kerah bermotif hingga sebatas bahu, dengan lengan longgar yang menutup hampir separuh lengan atas. Bruket bunga-bunga tertempel ayu di tubuh bagian atas hingga sebatas perut. Kerutan samar berpita menjadi pembatas antara dress bagian atas dengan rok-nya yang melebar.

Sepatu putih dengan sedikit taburan keemasan menjadi pelengkap dress Se Jung malamini. Membuat Jung Se Jung tampil dengan begitu manis. Terlebih, rambut gadis itu dibiarkan tergerai dengan anak rambutnya yang disibak ke samping menggunakan jepit permata yang berkilau jika terterpa cahaya. Sederhana.

Sementara di kamar yang berbeda, Su Ho membenarkan kerah kemeja putihnya. Sebelum meraih blazer hitam yang tersampir di kursi. Sangat sederhana. Laki-laki itu terlihat ingin mengimbangi penampilan Se Jung yang memang sudah dia rencanakan sejak awal.

Tak jauh berbeda, persiapan itu pun terjadi di kamar Chan Yeol. Laki-laki itu mengenakan kaos warna abu kecoklatan dengan kerah tinggi. Chan Yeol meraih blazer coklat yang masih terlipat di kasur dan memakainya di depan cermin. Dia menatap setiap jengkal tubuhnya, memastikan bahwa penampilannya sudah sempurna untuk berangkat ke pesta yang diselanggarakan di aula hotel ini. Hotel yang sengaja disewa oleh YB Contruction untuk acara ulang tahun perusahaan.

Chan Yeol masih sibuk menatap dirinya, ketika bayangan Nam Bo Ra yang membuka pintu kamar Chan Yeol tampak terpantul melalui cermin. Gadis itu tampak begitu cantik dengan gaun merah muda. Chan Yeol menghentikan gerakan tangannya yang membenarkan kerah. Mata laki-laki itu terhenti di bayangan Bo Ra yang sudah tersenyum kearah-nya.

Chan Yeol tersenyum lembut, sebelum menoleh untuk menyambut Nam Bo Ra secara langsung.

***

Suara langkah kaki Se Jung menjadi satu-satunya yang terdengar di koridor hotel. Gadis itu berjalan pelan menuju ke tempat yang telah ditentukan olehnya dan Su Ho untuk pertemuan mereka sebelum berangkat ke pesta.

Tidak ada yang dipikirkan oleh Se Jung kecuali lokasi perjanjiannya dengan Su Ho, sebelum suara langkah lain terdengar dari arah depan. Se Jung mengangkat wajahnya, dan gadis itu langsung menghentikan langkah ketika pemandangan tak terduga menuju kearahnya. Park Chan Yeol dan gadis nya berjalan berdampingan.

Mata Se Jung membulatsempurna. Gadis itu tak tahu harus berbuat apa ketika secara tiba-tiba, Chan Yeol menatap kearahnya. Chan Yeol yang semula tersenyum lebar, langsung terdiam. Laki-laki itu pun tak menyangka jika akan bertemu dengan Jung Se Jung malamini. Di tempat yang sama sekali tak pernah diduga. Pulau Jeju.

Hening.

Keduanya hanya mampu saling menatap dengan mata mereka yang berkaca. Hingga Park Chan Yeol segera memalingkan wajah untuk sekedar terkekeh aneh. Su Ho tampak mendekat dari kejauhan.

Se Jung yang sadar dengan sikap defensif Chan Yeol pun ikut menunduk. Tidak berani menatap mata Chan Yeol yang kini sudah kembali menatapnya lekat di antara keheningan. Keheningan yang sangat mengerikan.

“Jung Se Jung,” suara Su Ho terdengar tajam. Membuat Se Jung segera menoleh kearah samping. Tampak mata laki-laki itu menampilkan sorot kekhawatiran. “Su…Ho..” balas Se Jung sedikit bergetar.

Chan Yeol yang melihatnya hanya menggeleng tak percaya. Laki-laki itu menahan dirinya untuk tetap bersikap tenang. Sementara Nam Bo Ra, mulai gusar di samping Chan Yeol. Karena Nam Bo Ra tahu jika dia mulai tak dianggap jika kondisi-nya seperti ini.

“Kau lupa dengan tempat yang kita sepakati? Kenapa kau berjalan hingga sejauh ini? Eoh?” Su Ho langsung membombardir Jung Se Jung dengan pertanyaan bernada khawatir. Laki-laki itu meraih tangan Se Jung begitu saja, lalu mengaitkan jemarinya disana. Membuat Chan Yeol yang melihat, semakin membulatkan mata. Tangan laki-laki itu mengepal di samping jahitan.

Se Jung mengangguk samar. Gadis itu melirik Chan Yeol yang masih menatapnya tajam.

“Sebaiknya… kita segera kesana, Jung Se Jung,” lanjut Su Ho. Laki-laki itu menarik Se Jung agar mengikuti langkah kakinya. Sebelum secara tiba-tiba, Su Ho menghentikan langkah. Laki-laki itu menghela napas, lalu menoleh kearah pasangan Chan Yeol-Bo Ra.

Su Ho tersenyum samar, “Kalian akan pergi ke pesta juga, kan?”

Hening. Tidak ada yang ingin menjawab.

“Kebetulan yang bagus sekali. Sampai bertemu disana,” lanjut Su Ho sebelum kembali menarik Jung Se Jung di sampingnya. Bahkan laki-laki itu mendekatkan posisi tubuh Se Jung. Tak ingin jika gadis itu kembali berpaling kepada Park Chan Yeol. Sama sekali tak ingin.

***

Various Artist – Late Autumn Ost.Niceguy

Alunan musik bernada lembut terdengar menggema di setiap sudut ruang. Beberapa tamu undangan tampak duduk di meja masing-masing. Walau ada yang berdiri di sekitar meja yang berisi puluhan jenis makanan mahal. Masing-masing orang membawa gelas yang berisi berbagai minuman. Terserah selera. Yoo Jae Sang menyediakan semua hal yang paling disukai semua orang.

Pria paruh baya itu pun tampak begitu ramah menyalami tamu-tamu undangannya. Terbahak ketika membahas tentang perusahaan mereka. Menerima ucapan selamat, dan bungkukan sopan dari beberapa orang. Hingga laki-laki itu sampai di hadapan Su Ho yang baru saja sampai ke tengah aula.

“Kim Joon Myeon-ssi,” sapa Jae Sang sebari melebarkan tangan. Su Ho tersenyum. Laki-laki itu melepaskan genggaman tangannya dari tangan Se Jung untuk menyambut Yoo Jae Sang. Mereka saling menepuk punggung masing-masing, sebagai tanda persahabatan mereka di atas kertas. Klien kerja.

Se Jung tersenyum ketika Jae Sang sudah melepaskan pelukannya. Pria paruh baya itu melirik kearah Se Jung yang tersenyum cerah. “Nuguseyo, Joon Myeon-ssi?” tanya Jae Sang dengan matanya yang membulat.

Su Ho terkekeh. Laki-laki itu membuka tangannya kearah Jung Se Jung yang mulai menganggukkan kepala sopan. Memperkenalkan. “Namanya Jung Se Jung, gyojangnim”

“Jung Se Jung? Calon pendamping CEO Kim Groups? Aigoo… aku tidak menyangka jika Andasudah memiliki kekasih,” Jae Sang terbahak. Membuat wajah Se Jung yang semula melengkungkan senyum langsung berubah datar. Calon pendamping?

Su Ho tidak mengiyakan atau pun mengelak. Laki-laki itu hanya tersipu dengan kedua tangannya yang masuk ke dalam saku celana. “Anda bisa saja, gyojangnim. Ah ya, apakah yang anda katakan waktu itu benar? Tentang rencana penampilan special itu?,” Su Ho mengalihkan pembicaraan.

Jae Sang terkekeh singkat, lalu menoleh kearah ujung ruangan. Satu set perlengkapan dapur super mewah sudah terpampang disana. “Aku selalu serius dengan ucapanku, Joon Myeon-ssi. Pesta ini memang sedikit berbeda… hhaa-haa.. jarang-jarang aku melibatkan seorang CEO perusahaan multidimensi terbesar Korea untuk memasak di tengah pesta. Lagipula, anda terkenal sebagai lulusan sekolah koki terbaik Jerman,” Jae Sang terbahak di akhir kalimat.

Su Ho menatap kearah kitchen set yang telah di sediakan. Tampak beberapa koki terkenal tengah memasak makanan sesuai dengan keinginan tamu. Jelas sekali jika semua itu dijadikan pertunjukan. “Daebak, gyojangnim. Aku akan melakukannya dengan baik. Dan, anda harus membayar mahal untuk hal itu,” canda Su Ho.

Jae Sang terbahak, “Geurae.. Akan aku bayar berapapun. Ah ya, aku harus menyambut tamu yang lain. Selamat menikmati pestanya, Joon Myeon-ssi,” Jae Sang menepuk lengan Joon Myeon sekali, sebelum beralih ke tamu-tamu lain.

Su Ho menghela napas, lalu menatap Se Jung yang sejak tadi hanya terdiam di sampingnya. “Kau ingin melihatku memasak lagi, kan?” tanya Su Ho dengan nada menggoda. Se Jung mengerutkan keningnya. “Aku baru tahu jika memasak bisa dijadikan sebagai ajang pamer”

“Ini bukan pamer. Hanya bersennag-senang,” Su Ho terkekeh.

Se Jung menggelengkan kepala dengan senyum yang melengkung indah. Bersamaan dengan sudut matanya yang menangkap bayangan Chan Yeol dan Bo Ra. Gadis itu terdiam seketika.

***

“Park Chan Yeol?” Jae Sang bertanya sebari menunjuk kearah Chan Yeol yang sibuk mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Membuat laki-laki itu seketika langsung fokus menatap Jae Sang di hadapannya.

“Astaga Tuhan, kau benar-benar Park Chan Yeol dari Pr.C? Aigo, kau mirip sekali dengan ayahmu,” lanjut Jae Sang lalu mendekat. Chan Yeol tersenyum, sebari membungkukkan tubuhnya hormat. Bo Ra yang berdiri di samping ikut membungkuk kepada Jae Sang yang sama sekali tak melirik kearahnya. Kerjasama yang bagus antara paman dan keponakan.

“Ibumu tidak ikut? Seo Mi Rae?” Jae Sang menyentuh lengan Chan Yeol.

“Animnida, gyojangnim. Aku yang menggantikan ibu untuk datang kesini. Aku harap, anda tidak keberatan,” kata Chan Yeol.

Jae Sang terbahak. Laki-laki itu menepuk-nepukkan tangannya di lengan Park Chan Yeol. “Aigooo… apa maksudmu? Tentu aku tidak keberatan. Aku malah merasa terhormat undanganku ke Pr.C ditanggapi dengan begitu baik. Awalnya aku menyangka jika tidak ada yang datang”

Bo Ra menghela napas diam-diam. Gadis itu melirik Yoo Jae Sang yang begitu baik dalam berakting. Park Chan Yeol tampak seperti anak kecil yang masuk ke dalam tipuan penculik kelas kakap. Hanya bermodal permen dan sedikit rayuan, kamuflase di wajah Yoo Jae Sang sama sekali tak terbaca.

“Dan… siapa yang kau bawa Park Chan Yeol?” kini, Yoo Jae Sang semakin dalam memasuki tipuannya. Pria paruh baya itu beralih menatap Bo Ra.

“Ah, Ye, namanya Nam Bo Ra, gyojangnim. Staff Pr.C”

Bo Ra mengangguk sopan dengan ekspresi ramah yang dibuat-buat. Membuat Yoo Jae Sang melengkungkan senyum separuhnya, “Nam Bo Ra? Nama yang indah. Sepertinya, dia staff yang begitu dipercaya”

“Anda benar, gyojangnim”

“Benar,kah?,” Jae Sang terkekeh penuh arti, “Aku memang tak pernah salah”

***

Pukul 8 malam. Pembawa acara mengambil alih perhatian. Yoo Jae Sang benar-benar hebat dalam mempersiapkan sebuah acara. Bahkan pembawa acara pesta ini adalah seorang anchor ternama sebuah stasiun televisi nasional.

“Sebelum acara utama dimulai, saya selaku pembawa acara mempersilakan para tamu undangan untuk duduk di meja yang telah disediakan”

Lampu langsung berganti dengan sinar temaram yang hanya fokus pada meja-meja bulat di tengah ruangan. Suasana sakral langsung menyelimuti, bersamaan dengan tamu undangan yang mulai menempatkan diri. Termasuk dua pasangan yang sejak tadi berusaha untuk saling menjauh satu sama lain. Dua pasang yang sama-sama bersikap defensif.

Tapi sial! Diantara puluhan meja dan kursi yang mengelilinginya, hanya tersisa satu meja kosong di barisan belakang. Pas untuk empat orang. Jung Se Jung dan Su Ho yang sudah lebih dulu duduk, hanya mampu pura-pura tenang ketika Park Chan Yeol dan Nam Bo Ra mendekat. Kecanggungan langsung menyelimuti ruangan. Mengantung di langit-langit aula. Memutar, menyapa setiap jengkal kulit ke-empat orang yang sibuk menekan gejolak dalam diri masing-masing.

Chan Yeol bahkan sempat memalingkan wajahnya. Sementara Se Jung sibuk menunduk. Tangan gadis itu mengepal di pangkuan. Su Ho yang melihatnya langsung mengulurkan tangan. Laki-laki itu menggenggam erat jemari Se Jung.

Sementara Chan Yeol yang sadar dengan perubahan sikap keduanya, langsung menghela napas. Dadanya terasa sakit sekali. Terlebih ketika wajah sendu Se Jung tampak melirik kearah Su Ho. Rasanya begitu menyesakkan. Karena seharusnya, hanya Chan Yeol yang boleh menghibur Se Jung dalam kondisi apapun. Seharusnya.

Mata Chan Yeol sudah berkaca. Laki-laki itu sedikit mendongakkan wajah, sebelum jemari hangat Bo Ra terasa merambat di atas punggung tangannya. Berusaha menelusup diantara celah jemarinya yang sudah bergetar. Nam Bo Ra membuat Chan Yeol beralih menatap kearah Bo Ra yang sudah tersenyum cerah. Kedua pasangan itu sibuk menahan diri untuk tetap duduk tenang-saling berhadapan.

Susunan acara yang berjalan bagaikan angin lalu bagi ke-empatnya. Tidak ada yang bersuara. Semua terdiam. Hingga pembawa acara mempersilakan tamu untuk menikmati waktu makan malam mereka. Pesta yang sesungguhnya.

Lampu kembali menyala terang. Menampilkan wajah-wajah para pengusaha yang sudah berdiri untuk menuju ke meja makanan. Termasuk wajah Chan Yeol yang menatap kearah Se Jung lekat. Seakan ingin bercerita jika dia begitu menderita tanpa kehadiran gadis itu. Seakan ingin Se Jung paham jika Se Jung telah mengecewakannya. Tapi, semua berjalan begitu cepat ketika Chan Yeol malah berdiri sebari menarik Bo Ra. Laki-laki itu menunjukkan sikap yang berkebalikan dengan perasaannya.

Perasaannya berkata untuk tidak melakukannya. Tapi, tangannya bergerak tak terkendali ketika meraih tubuh Bo Ra agar berada di dekapannya. Chan Yeol berjalan dengan merangkul Bo Ra dengan begitu erat.

Se Jung seperti dihantam oleh ribuan pedang. Sakit sekali. Gadis itu hanya mampu menatap nanar kearah Chan Yeol yang mulai menjauh.

Satu bulir airmata tampak menetes dari pelupuk mata Se Jung. Jung Se Jung sudah tak bisa pura-pura tegar lagi. Gadis itu pun tak mau jika melihat Park Chan Yeol bersikap seperti itu di hadapannya. Sama sekali tak mau.

***

“Terimakasih,” ucap Se Jung ketika mereka sudah sampai di depan kamar Jung Se Jung. Su Ho tersenyum sebari mengangguk samar. Laki-laki itu menghela napas, dengan kedua tangannya yang masuk ke dalam saku celana.

“Selamat tidur, Se Jung,” kata Su Ho.

Se Jung mengangguk. Dia membalas lambaian tangan Su Ho yang mulai berbalik untuk menuju ke kamarnya. Gadis itu mengikutkan pandangan kearah Su Ho hingga laki-laki itu menghilang di belokan. Sebelum akhirnya, dia menghela napas panjang. Malam ini, semua terasa begitu tak menyenangkan.

4Men & Davichi – Can I Love Again?

Wajah Se Jung berubah seketika. Keceriaan yang sempat ditunjukkan kepada Su Ho beberapa saat lalu, hilang dalam sekejap. Gadis itu tertunduk, menatap lantai sebelum berniat untuk menutup pintu kamar. Tapi, bayangan sosok jangkung yang begitu familiar tertangkap oleh ujung matanya. Park Chan Yeol tampak berhenti di ujung koridor.

Se Jung langsung mengangkat wajah. Gadis itu menatap kearah Chan Yeol yang sudah berniat untuk berbalik. Menghindar.

“Park Chan Yeol!” panggil Se Jung. Tak ingin melewatkan laki-laki itu sekali lagi. Gemuruh perasaan dalam dadanya sudah cukup membuatnya menderita. Setidaknya, Se Jung harus membiarkannya lepas.

Park Chan Yeol menghentikan langkah.

“Chan–”

“Wae?” suara Chan Yeol terdengar berat. Laki-laki itu menoleh secara perlahan, kearah Se Jung yang sudah menatapnya lekat. Wajah gadis itu pucat. Se Jung tampak menelan ludah. Gadis itu mulai melangkahkan kakinya untuk mendekat. Langkah yang terlihat berat dan sedikit terseok. Jung Se Jung seperti kehilangan seluruh tenaganya.

Gadis itu menatap Chan Yeol dengan matanya yang sudah berair.

“Kau ingin berkata tentang kemesraanmu bersama Su Ho? Jika kalian sudah benar-benar menjadi sepasang kekasih?” Chan Yeol bertanya sarkastik.

Se Jung menggeleng di saat satu bulir airmatanya lolos dari pelupuk mata, “Bukan itu. Tapi memang ada yang harus aku katakan,” kata Se Jung dengan suaranya yang bergetar.

Chan Yeol mendengus. Apa lagi yang akan Se Jung katakan? Mencoba membuat Chan Yeol kembali percaya? Cih, Chan Yeol sudah tak mau untuk mendengar. Walau faktanya, laki-laki itu masih terdiam di tempatnya.

Hening. Se Jung membiarkan satu lagi airmatanya lolos membasahi wajah. Membuat Chan Yeol hanya menatap Se Jung di hadapannya. Tak mampu menghindar.

“Aku pikir…”

“…aku bisa melupakan semua ini. Tapi ternyata aku salah, Park Chan Yeol” suara Se Jung mencicit di ujung kalimat. Hampir kalah dengan isakannya sendiri.

“Dan aku tahu jika aku akan menyesaljika tak mengatakannya. Aku….” airmata Se Jung semakin sering menetes. Wajah gadis itu sudah merah sempurna. Se Jung berusaha keras untuk menatap Chan Yeol tepat di manik matanya.

“….mencintaimu”

Mata Chan Yeol membulat tak percaya. Seluruh tenaganya seakan rontok dalam sekejap. Kalimat Se Jung berhasil membuat sesuatu seakan buncah dari dada Park Chan Yeol. Berdesir. Chan Yeol berusaha mencerna kalimat Se Jung sekali lagi. Cinta? Gadis itu mencintainya?

Se Jung tersenyum kaku, sebari mengusap airmatanya. “Aku tidak tahu bagaimana tanggapanmu, tapi aku hanya ingin kau tahu jika semua berjalan tak semudah yang kau bayangkan. Aku yang bersalah atas semua ini, Chan Yeol”

“Chan-” suara Bo Ra terdengar dari arah belakang. Gadis itu muncul dari belokan koridor, menuju kearah Chan Yeol yang masih menatap Jung Se Jung lekat.

Mata laki-laki itu sudah berair. Tak percaya dengan semua yang dia dengar, bahwa seorang Jung Se Jung mencintainya.

Se Jung yang melihat kemunculan Bo Ra langsung memalingkan wajah. Airmata gadis itu kembali menetes tanpa bisa dikendalikan. “Apa yang terjadi?” tanya Bo Ra lirih. Chan Yeol menggeleng gamang. Laki-laki itu menatap Bo Ra, “Aku akan menemuimu nanti. Kau duluan,” kata Chan Yeol tajam. Ketara sekali jika Chan Yeol tak ingin seorang pun menginterupsi mereka.

Bo Ra menatap Se Jung di hadapannya tajam. Sebelum melepaskan tangannya yang menyentuh lengan Chan Yeol, lalu pergi menjauh. Meninggalkan Chan Yeol dan Se Jung dengan langkah kasar.

Se Jung mengangguk samar, “Geurae…” gadis itu menatap Chan Yeol di hadapannya. “Aku tidak ingin berharap lebih. Aku hanya ingin… kau memaafkanku Park Chan Yeol,” ucapnya lirih. Hampir tertelan keheningan koridor.

“Aku duluan,” lanjut Se Jung lalu berbalik menuju ke kamarnya. Meninggalkan Chan Yeol yang masih mematung di tengah-tengah koridor. Terdiam. Laki-laki itu hanya mampu menatap punggung Se Jung yang mulai berbelok masuk ke dalam kamar.

Satu bulir airmata berhasil lolos dari pelupuk mata Park Chan Yeol.

***

Se Jung bersandar di daun pintu sesaat setelah gadis itu menutup pintu kamar hotelnya. Gadis itu segera terisak. Kekuatan dalam dirinya sempurna hilang, hingga membuatnya secara perlahan terduduk di lantai kamar. Dia masih tak percaya jika telah mengatakannya. Bahwa dia begitu mencintai Park Chan Yeol. Ya, dia sudah mengatakannya. Tanpa berharap jika Chan Yeol akan kembali memperlakukannya sebaik hari sebelumnya. Bahkan Se Jung sudah memutuskan untuk menekan seluruh harapannya terhadap Chan Yeol.

Gadis itu menutup mulutnya dengan satu tangan ketika suara isakannya tak bisa lagi dia tahan. Hatinya sakit dan lega di saat yang sama. Harapannya muncul dan tenggelam dalam sekejap. Jung Se Jung berakhir terduduk di depan pintu kamar hotel hingga tengah malam. Terisak.

***

Se Jung menarik kopernya keluar hotel, bersama dengan Su Ho yang berjalan di sampingnya Petugas hotel memasukkan koper Se Jung ke dalam bagasi mobil. Gadis itu tersenyum samar sebelum berniat untuk masuk ke dalam mobil. Bersamaan dengan sosok Chan Yeol yang melangkah keluar dari dalam hotel, dengan Nam Bo Ra di sampingnya.

Mata mereka bertemu. Menghantam. Seakan bercerita jika mereka harus menyelesaikan semuanya. Tapi, Se Jung segera mengalihkan pandangannya. Gadis itu tampak berbicara kepada Su Ho yang menyusul masuk ke dalam mobil.

Mobil Su Ho mulai merambat pelan. Berjalan meninggalkan hall hotel kearah jalan. Meninggalkan Chan Yeol yang berusaha menekan seluruh gemuruh dalam dadanya. Laki-laki itu mengikutkan pandangannya kearah mobil yang membawa Se Jung.

Sementara itu, diam-diam Se Jung melihat Chan Yeol melalui pantulan kaca spion. Sendu. Mata Se Jung mulai berkilat lain.Selamat tinggal, Park Chan Yeol-mata Se Jung terbaca demikian. Pagi ini, dia langsung menuju ke Gyeongsang. Selamanya di Gyeongsang. Dan tak akan pernah kembali lagi ke Incheon, atau pun Seoul. Tidak akan.

To Be Continued

Preview :

Satu detik. Dua detik. Chan Yeol masih berharap suara Se Jung terdengar menyapa dari seberang. Empat detik….

“Nomor yang anda tuju, tidak terdaftar”

Chan Yeol memacu gas secepat yang dia bisa. Menembus udara dingin kota Incheon.

*

Su Ho menghela napas. Laki-laki itu menatap Se Jung yang masih tertidur di sampingnya, “Jung Se Jung, ireona,” suara Su Ho terdengar begitu lembut.

“Apa ada sesuatu yang menarik?,” suara Su Ho terdengar tepat di telinga Se Jung. Membuat Se Jung reflek menoleh.

*

“Bodoh!!” Chan Yeol berakhir terisak sendirian. Laki-laki itu menghentikan gerakan tangan hanya untuk mengusap airmatanya yang sudah terlalu banyak.

*

Dia menatap tajam kearah gerbang masuk rumah, “Ye, Gyeongsang. Kenapa? Apa itu sudah cukup jauh untuk membuatmu bebas melakukan apapun?,” tanggap Baek Hyun tajam.

“Apa katamu….”

“Hyeong….. menyerahlah,” kata Baek Hyun lirih.

Big Thanks. Lee Young. Thank You



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles