Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Bitter & Sweet

$
0
0

Judul : Bitter&Sweet

Author : Ailes Lee (@939294)

Cast : Kyungsoo, OC, EXO.

Genre : complicated

Note : bisa di lirik dulu Day Light dan That Jaws. Terimakasih. Maaf ya kalo membosankan dan banyak typo atau salah pemilihan kata, maklum masih manusia hehe :D dimohon komentarnya dan terimakasih komentarnya :D by the way, buat yang tertarik saya berkarya secara personal di aileslee29.wordpress.com atau bisa berteman di @939294 :3

Bitter&Sweet

‘…this is something new…

Hawaii.

three days only! i’ve many immportant-things to do.” Chanyeol merebahkan tubuh jangkung maksimalnya diatas tempat tidur hotel.

Kyungsoo membuka coat tipisnya lalu menggantungnya di balik pintu lemari dengan ekspresi datar. “have funlah. Lebih hari juga it’s okay.”

no privat pool?” Yixing membuka 3 kancing teratas kemejanya seraya meliarkan matanya mencari keberadaan kolam renang pribadi di hotel suit bintang lima ini. “kita pake umum?”

Kyungsoo mengangguk cepat. “banyak santapan empuk. Banyak om-om juga” Katanya dengan nada homo.

Luhan menarik garis bibirnya. “kalo gitu, kita langsung luncur aja gimana? Mumpung malem, jadi tinggal check in kamar lain gitu… aku udah gatel pengen om-om kayaaaa raya~~”

LOL, gegabah gitu.” Yixing menepuk pelan bahu si tetua—Luhan. “tapi ayuk sih, just swim not gaming. Jangan di hari pertama dong, kalo kita dapet om-om sih enak kalo kita yang jadi om-om? Aku bawa piti sedikit kawan.”

Chanyeol tertawa kecil. “i’m okay. Aku istirahat cantik aja di kamar. By the way, kok dadak jadi homo gini?”

Kyungsoo merogoh kopernya untuk meraih sehelai celana renang kakaknya yang berhasil ia gelapkan. “wae? Kamu cemburu kita maennya om-om sekarang?”

Chanyeol menguap lebar, selebar mungkin. “cih~ kalo kamu dapet om-om malem ini, nanti pagi jangan mandi bareng ya. Aku gak mau bekas om-om.”

Kyungsoo rolling eyes. “kamu bukan cinta sejati aku. Ya udah, have fun sama guling ya.”

PAKYU! Hahaha thanks baby boy, kecup jauuh~” Chanyeol memajukan bibirnya dengan gaya mengerikan yang disambut Kyungsoo, Luhan dan Yixing dengan ekspresi sama. “salam ya buat tante-tante yang masih seksi. Hahaha”

Yixing menutup pintu kamar sebari terkikik perlahan. Sekarang Chanyeol resmi sendiri.

Malas.

Chanyeol memijat pelipisnya pelan. Ia malas melihat keributan yang pasti akan terjadi dibawah nanti.

Setidaknya ada Yixing hyung dan Luhan hyung. Batinnya complicated.

/flashback/

“duluan aja, bro. Mau cari sebongkah berlian dulu.” Chanyeol mengibas-ngibaskan tangannya, meminta Kyungsoo, Yixing dan Luhan untuk ke kamar duluan.

Sepeninggal ketiga temannya, Chanyeol berjalan mendekati sosok anggun—super cantik—dengan mini dress warna peach yang klop dengan kulit snow palenya, dia… Jiyeon. Ya, Jiyeon, gadis tambatan hati salah seorang kawannya. Salah seorang kawan yang sudah seperti saudara dengannya. Gadis itu seharusnya milik Kyungsoo.

“Ji.” Panggil Chanyeol dengan nada rendah, seksi.

Jiyeon membalikkan tubuhnya pelan. Angin menyibak rambut sepunggungnya, membiarkan Chanyeol—untuk kesekian kalinya—menikmati wajah dreamy seorang Jiyeon yang. Sangat. Cantik.

“hey, Yeol.” Sapanya innocent.

“sayang, ayo?” Sebuah tangan gagah melingkar di perutnya. Perut ramping Jiyeon. Tangan itu bukan tangan Kyungsoo.

Jiyeon tersenyum getir. “bye, Yeol.” Pamitnya.

Sebuah permainan pahit.

/flashback/

Kyungsoo mengganti bajunya, santai. Ia menjadi peserta terakhir di kamar ganti umum kolam renang hotel ini. Sengaja, biar leluasa.

“haaah~ dingin.” Desahnya sebelum akhirnya benar-benar keluar dari kamar ganti, bergabung dengan Yixing dan Luhan yang sudah jelalatan cari perhatian dengan skill renang mereka yang bukan abal-abal.

Kyungsoo ikut menenggelamkan tiga per empat tubuhnya di dalam air dan mulai bermain mengikuti Yixing dan Luhan.

Untuk beberapa saat, tiga orang dewasa yang sudah ‘matang’ itu hanya berenang kesana-kemari sampai beberapa mata mulai melirik dan memperhatikan mereka. Proses selanjutnya, jiwa balita mereka menguasai gerak tubuh mereka sampai akhirnya perhatian yang semula tertuju pada mereka pun buyar tidak tersisa. Menepuk-nepuk air, saling menyiram sampai saling menenggelamkan cukup menghapus kata cool dan cassanova yang melekat pada diri mereka sekaligus. Untung beberapa pengunjung tidak terlalu menotice keagungan wajah sempurna mereka. Setidaknya mereka masih punya modal untuk memperbaiki image.

Mereka menghentikan proses cari perhatian—dan rusak perhatian—nya di sudut timur kolam renang, memilih untuk menikmati pemandangan bikini-bikini yang melekat pada sebagian tubuh tamu hotel yang hadir saat itu.

mr. Do, welcome to our hotel.” Sebuah suara rendah tipikal orang tua, menyapa Kyungsoo dari belakang.

“ah, mr. Ed.” Kyungsoo menyambut tangan yang terulur untuknya itu. “thank you.

Yixing dan Luhan ikut membungkuk, menyapa ramah.

enjoy the service. Have a nice day.” Sosok paruh baya itu tersenyum sangat ramah lalu pamit.

“siapa?” Tanya Luhan dengan nada kepo.

“temen papa.” Jelas Kyungsoo singkat.

“wuhuu… sebentar lagi dia jadi temen kamu.” Yixing. “client tepatnya.”

Kyungsoo melipat kedua tangannya di belakang kepala, menopang kepalanya dari belakang. “belum kepikiran untuk menggantikan posisi papa di perusahaan. Masih ada abang sih, jadi enjoy. Juru masak dulu aja sampe nikah.”

Luhan menggosok hidungnya cool-way sebari kembali pada aktifitas belanja matanya. Tiba-tiba gerak pupilnya terpaku pada satu objek. Objek berbahaya. Objek yang tidak boleh dilihat oleh Kyungsoo.

Srrk~ Yixing menyenggol kaki Luhan dari bawah air lalu mereka saling memandang sebelum melirik Kyungsoo yang menoleh kearah berlawanan.

ousshhhh~~ kayaknya kita balik kamar aja deh.” Luhan menggosokkan kedua telapak tangannya hebring. “makin malem makin dingin.”

Kyungsoo melirik Luhan sepintas lalu menunduk. “bentarlaaah. Bentar lagi.”

Luhan dan Yixing memapah Kyungsoo untuk naik ke daratan.

kaja, aku pengen buang air..” Yixing.

Kyungsoo menatap Yixing kecut. “ya buang aja disini, sama-sama air kok.”

“BESARRR… ini airnya besar, Kyungsoo-ya.” Yixing menjitak kepala Kyungsoo pelan.

Kyungsoo berdecik keras. “aaah! Ya udah. Ayuk.”

Yixing dan Luhan mengusap dada mereka lega. Setidaknya Kyungsoo terhindar dari malapetaka.

Kyungsoo berjalan lesu kembali ke kamar ganti untuk bebenah diri diikuti yang lain. Langkahnya spontan terhenti ketika hendak meraih kunci lokernya yang ia selipkan di belakang keran wastafel secara tersembunyi, matanya tertuju pada satu arah, satu objek.

“Jiyeon?” Katanya lirih.

Pemandangan yang tidak layak untuk dilihat olehnya.

Seketika, darah Kyungsoo bergejolak sampai ke ubun-ubun. Reflek ia langkahkan kakinya mendekati si objek.

“berani-beraninya kamu…” Desis Kyungsoo dengan nafas terengah-engah, mata berkilat-kilat yang menatap liar Jiyeon dan pasangannya yang mulai resah dengan keadaan.

“sssh!!! Calm down maaan.” Yixing menahan tubuh Kyungsoo untuk tidak bertindak lebih jauh. “kalem, kita harus jaga sikap.”

Kyungsoo menepis tangan Yixing. “persetan dengan sikap.” Ia melanjutkan langkahnya—niatnya—untuk memukul si pria di samping Jiyeon.

Luhan ambil alih menahan tubuh Kyungsoo. “bahaya kalo sampe ada kerabat atau teman keluarga kamu—KITA—liat. Bisa sampai masuk media massa. Malu banget kalo sampe kamu ada di berita gara-gara berantem rebutin cewek.”

Kyungsoo berhasil menyerap kata-kata Luhan. Kalau bukan karena pemimpin hotel ini adalah teman ayahnya, kalau bukan karena Luhan menyebutkan seluruh kalimat itu, mungkin ia sudah menghabisi pria itu sampai mati kalau bisa.

Kyungsoo menatap Jiyon dengan tatapan kecewa. “aku tidak pernah dengar kita putus.”

Jiyeon berjalan lesu mendekati Kyungsoo dengan tatapan bersalah. Ia mendaratkan tangan kanannya di pipi Kyungsoo lalu mengelusnya lembut. “kalo begitu,sekarang kita sudah. Maaf. Aku mungkin hanya mencintai wajahmu dan uangmu.”

Kalimat Jiyeon menampar keras hati Kyungsoo tanpa toleransi. Ingin rasanya ia menenggelamkan wanita dihadapannya ini. Ia tengah—dengan mentah—dibutakan oleh kecantikannya yang diluar batas, kepolosannya dibalik sebuah kebohongan besar… Seumur hidup Kyungsoo bahkan Yixing dan Luhan, tidak pernah mereka menemukan wanita seberengsek Jiyeon.

“terimakasih.” Ucap Kyungsoo aral. Tubuh jangkung dengan kesan mungilnya itu balik badan memunggungi Jiyeon lalu ngacir dengan setelan renang, kembali menuju kamar hotelnya.

Yixing dan Luhan yang reflek mengikutinya, tidak punya pilihan lain selain pasrah atas keadaan mereka yang shirtless hanya celana renang yang lebih menyerupai celana dalam yang ditutup handuk pas-pasan menjadi pelindung tubuh mereka. Kepedihan hidup, mereka baru saja merasakannya, dua kali sekaligus.

“aku mau ke Hawaii dengan Yixing, Luhan dan Chanyeol. Tiga hari, bisa lebih.” Pamit Kyungsoo.

Jiyeon memiringkan kepalanya, tanda tanya besar terukir di wajahnya.

guys only. Aku janji tidak akan melakukan hal aneh-aneh.” Kyungsoo mengulurkan jari kelingkingnya yang langsung di sambut Jiyeon.

“aku percaya kamu.”

Pamitan yang sempurna. Pikir Kyungsoo.

Seakan semua akan berjalan baik-baik saja pada alurnya. Ia sama sekali tidak pernah berpikir Jiyeon akan tega melakukan ini semua kepadanya di saat ia sama sekali tidak pernah melirik bahkan menyentuh gadis lain selain Jiyeon.

Aku kira kamu yang terakhir selamanya. Kyungsoo memijat tengkuknya frustasi. Frustasi? Ya, sangat.

Monday morning.

-Buyong’s

PAKYUU!!! Kenapa harus akuuuuh? KENAPA?” Aku menatap resah surat panggilan interview pegawai dari restoran SandCastle di tangan Yui, si gadis Jepang lincah dihadapanku kini.

Yui menggelengkan kepalanya. “as promise, aku kan udah ngelamar di Ben Ben cafe. Katanya mau coba kerja di resto. CV kamu udah aku kasih ke TKP dan ternyata dapet panggilan interview, lumayan buat bayar kuliah.”

“Yu, tapi mereka cari pegawai tetap bukan anak magang. Kuliahku ntar keteteran kan berabe. Errrrrr~~~~” Aku mengerang dengan gaya peran antagonis yang rencana pembunuhannya gagal karena planning-crime papernya di pipisin tikus. “aku tidak siap iman.”

it’s okay. Yang punya SandCastle temennya bosku, hidup kamu aman.” Yui mengedipkan sebelah matanya.

Aku jadi teringat cerita Yui tentang pendekatan yang sedang terjadi antara dirinya dan si bos tampannya yang jangkung, mempesona, seksi, kul, maco, menggiurkan dan masih banyak lagi-nya itu. Mungkin aku bisa dapat bonus yang sama kalau bekerja di SanCastle? Tapi…………..

“aku pegang omonganmu, Jepang!”

Yui tersenyum manis. “ne!!! Bu-chan.”

Aku menutup mataku rapat-rapat, mengingat kembali percakapan kemarin soreku dengan Yui, si tersangka penderitaanku malam ini.

Galaaaau… galaaaauu… galaaaauuuuu…

“Lee Buyong?” Suara tegas dengan aksen Busan itu meraungkan namaku dengan nada antusias.

Namaku di panggil! Tuhan, mudahkanlah… lancarkanlah… indahkanlah…

Aku bangkit dari kursi tunggu yang sudah tidak berpenghuni lalu beranjak masuk ke ruang interview yang menyambutku dengan hawa nerakanya.

“selamat malam.” Sapa seseorang dari dalam. Aku tidak berani melihat wajahnya.

Aku berjalan menunduk seperti tersangka yang akan di interogasi. Untung saja dekorasi ruangan tidak seperti ruang interogasi di kantor polisi.

“Lee Buyong, seorang mahasiswa elektromagnetik di Seoul University, WOW~ saya juga lulusan sana, by the way.” Suara rendah, lembut yang terkesan feminin tapi gagah—merdu—itu membuatku penasaran akan pemiliknya.

Aku mengangkat wajahku dan mendapati dua orang pria dengan wajah surga menatapku datar. OMONAAAAA!!!

“e-e-e…e… oh iya—aah?!” Aku memberikan respon ambigu karena aku tidak tahu harus bagaimana.

Si pria dengan rambut pirang yang tidak begitu mencolok, beranting di telinga kirinya yang membuat kesan bengal yang spektakuler itu tersenyum ramah. Seketika imagenya berubah menjadi image pria manga yang hidup di dunia nyata.

“dulu saya jurusan teknik industri. Disana ngambil program pasca sarjana.” Katanya gagah. “nama saya Luhan. Xi Luhan, saya pemilik resto ini. Half chinesse.”

Mungkin bisa dibilang mataku sekarang berubah menjadi bentuk hati yang lengkap dengan warna pink berkilaunya. Aku tidak tahu bahwa ada pria setampan ini dalam kehidupan nyata. Perfect gen.

“temen saya ini, namanya Kyungsoo. Do Kyungsoo, dia dulu juga pasca sarjana di kampus kamu. Teknik informatika. Tapi sekarang jadi chef favorit di resto kami.” Lanjut Luhan.

Aku melirik wajah si Kyungsoo yang stay flat dengan kedua mata besarnya menatapku serius. Tampan tapi terkesan menyebalkan dan… menakutkan? Ya.

“kamu semester berapa?” Tanya Luhan selanjutnya.

Aku mengerutkan dahiku khusuk. “akhir. Lagi nyusun, kebetulan.” Jawabku informal, kasual, menutupi rasa canggung yang udah di ubun-ubun.

Luhan menganggukan kepalanya pelan. “cuma mengingatkan. Kita ambil pegawai tetap bukan magang lho. Siap?”

Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Justru itu, aku dilema. Mau di tolak, kesempatan emas. Diterima, bingung nanti kuliah.

“disini di shift sih kerjanya. Rencananya, kita mau cari asisten chef buat chef cuco di sebelah saya ini.” Luhan mengenggol Kyungsoo pelan. Si yang di senggol hanya tersenyum tipis. Saking tipisnya sampai terlihat kecut. Benar-benar mirip kelinci manis yang sudah di suntik ramuan PX-41trans-mutation serum di Despicable me 2. Seraaaaaaam!

“ah, kalo di shift saya siap.” Kataku mantap setelah bangkit dari dunia khayal sesaat.

Luhan menatapku sejenak. “kamu bisa masak?”

Aku menggigit bibir bawahku khusuk. “masak air, ramyun, telur… yang instan-instan sih, oke. Untuk yang manual, masih perlu latihan keras.”

“bawahan saya yang lain juga bisa kalo begitu jawabannya. Buat apa kamu kami panggil untuk interview?” Akhirnya pria bernama Kyungsoo itu bersuara dan sialnya malah kritik menyebalkan yang keluar dari mulut manisnya.

Aku mengangkat kedua bahuku, “saya berkata apa adanya.” Lumayan keki dengan kritik si Kyungsoo itu, lantas aku menatap kedua mata bundar si manusia menyebalkan itu dengan tatapan elang.

Kyungsoo tiba-tiba bangkit dari kursinya, beranjak meninggalkan ruangan dengan ekspresi lelah yang semakin membuatku ingin menjambak rambutnya, mencolok hidungnya dan matanya, mencabut rambut ketiaknya, mematahkan kakinya, dan lain sebagainya.

Luhan ikut bangkit lalu tertawa kecil. “terimakasih atas waktunya.”

Aku mengerucutkan bibirku ketika Luhan pamit dengan ekspresi yang seakan mengatakan ‘jangan berharap terlalu banyak’. Tampaknya aku baru saja membuang kesempatan emas. Harusnya aku bisa berbohong sedikit. Aiiiiih~~~ kenapa aku sebodoh ini?!

Aku ikut beranjak keluar, mengambil arah yang berbeda dengan Luhan dan Kyungsoo dengan raut wajah kecewa. Gaji di restoran ini pasti menjanjikan dan pasti bisa menebus hutangku pada koperasi kampus untuk membayar kuliah. Nasib orang miskin memang tidak semua mujur.

“nona Lee Buyong?” Seorang pelayan dengan senyuman menawan, berjalan kearahku dengan langkah teratur, elegan dan yang terpenting tertata. So unlike me, selengean.

“ya?” Aku menatapnya sendu.

“ini seragam anda, besok sudah bisa mulai kerja. Untuk hari pertama biasanya shift pagi. Jadwal anda besok akan diatur dan disesuaikan dengan jadwal chef D.O. terimakasih.” Pelayan itu mengasongkan sebuah tas kardus berlabelkan SandCastle, Papparon Boutique dan de l’Amour Hotel, kepadaku. Sebuah label berkelas yang tidak main-main.

gamsahamnida.” Ucapku lesu.

Kubuka isi tas kardus tersebut dan tercengang ketika mendapati sebuah seragam, topi chef dan secarik surat didalamnya.

“anda diterima.” Ejaku membaca isi surat yang super singkat berisikan tulisan tangan terburu-buru. Tulisan tangan seorang Xi Luhan—ada namanya di bagian bawah surat. “specta—cular.” Tambahku pelan.

Aku berlari keluar gedung restoran dengan langkah antusias. Pasti Yui suka kabar baik ini.

 

First day work.

Aku memastikan penampilanku pagi ini. Sepasang atasan berwarna baby pink dengan model kerah chinesse, kancing pinggir yang spektakuler dan bawahan not too mini pencil-skirt elegan hitam pekat, melekat di tubuhku dengan sempurna. How amazing i am.

“kemana, Bu?” Sebuah kepala tidak diinginkan muncul dari ambang pintu. Kepala adikku. Kepala Hyorin.

gawelah, buat nambah-nambah uang.” Jawabku keki as usual.

“ada Junmyun oppa di ruang tengah sama bapak. Seems like the third world war will begin soon.” Hyo melangkah lunglai memasuki kamarku. “padahal Jun oppa baik, kenapa ibu keki ya?”

Aku menatap Hyo getir. Gadis 15 tahun on progress itu sebenarnya kasihan. Dari awal ia dilahirkan, sampai hari ini, ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang bapak dan kakak seutuhnya. Well, aku kakaknya. Kami baru serumah selama satu bulan karena aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk tinggal di asrama universitas untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan seperti keadaan di ruang tengah rumah minimalisku saat ini.

“Hyo, you better go out. Ask your friends to go shopping with. Hari ini kamu pasti kena bom kalo diem di rumah.” Aku mengelus kepala Hyorin lembut. “aku kasih uang.”

Kedua mata belo’nya berbinar saat aku melontarkan kata ‘uang’. “jinjja?” Mata duitan.

Aku mangut-mangut sumringah yang terkesan memaksa seraya mengodok saku skirtku yang terselubung. “well, aku kan jarang kasih kamu uang… ini itung-itung perayaan aja ya karena aku dapet kerja.”

Hyorin tersenyum tulus. Sebuah senyuman hangat yang manis dari bibir mungil adikku yang ternyata sangat aku sayangi.

“jangan dipake macem-macem. Janji?” i offer the pinky-promise to her.

She accept my pinky so the deal was accepted, could be trusted. “yaaaa. Janji.”

Ku asongkan uang 50000 won ke tangan mungilnya. “janji harus di tepati.”

Hyorin menganga sebari menggenggam erat uang yang aku berikan padanya. Aku tahu dia terkejut. Selama ini, uang paling besar yang pernah aku berikan kepadanya hanya 2500 won, itu pun ogah-ogahan.

Aku melirik jam dinding kamarku yang menunjukkan pukul setengah sembilan siang yang artinya aku hanya punya waktu setengah jam lagi untuk berjalan menuju kantor. Kantoooor yuhuuuuuu hehehe… ya, kantor.

okay, baby girl. Gotta go now, talk to you later.” Aku meraih tas dan coatku sekaligus dari atas tempat tidur lalu ngacir meninggalkan Hyo yang masih dengan ekspresi menganganya yang gak banget. Tipikal bocah miskin baru nemu uang 50000 tanpa kerja apapun.

Setibanya di kantor, aku mendekap dadaku di saat jantungku berdetak gagah, seraya memutar kenop pintu samping dapur dalam keadaan capek maksimal yang didukung suara ngos-ngosan dan serpihan keringat di dahi lebarku.

“pagi~” Sapaku ramah begitu mendapati keadaan ramai dapur, yang dibalas dengan kecut oleh semua masyarakat disana. Oh, ada ospek buatku kayaknya.

“jam segini baru datang? Oh my…” Sahut salah seorang wanita dengan make up super tebal dan name tag kepala dapur, Jin Sohyun.

Tidak punya pilihan selain menunduk pura-pura takut dan merasa bersalah padahal berusaha menenangkan diri dari lelahnya berjalan menuju tempat ini.

Sohyun menghujaniku dengan berkalimat-kalimat sindiran pedas yang membuatku ingin mengetiknya, menjilidnya dan mengabadikannya untuk balas dendam suatu hari nanti. Mulut wanita itu terlalu sompral dan sembarangan. Senioritas sih senioritas, tapi hormatin juga dong juniornya. Rehe!

my assistant.” Kyungsoo berjalan rusuh menarik tanganku. “kaja.” Katanya rendah, dingin, tapi seksiiii ouch~~~ dan yang terpenting, menyelamatkanku dari terjangan badai bibir Sohyun yang tidak akan kunjung mereda.

Manusia rehe itu—Sohyun—bungkam seketika dengan ekspresi sok polos. Ia menatap Kyungsoo dengan tatapan memuja. Dalam hitungan detik aku tahu dia naksir Kyungsoo. Hahaha. Gotcha, nenek sihir.

“maaf, boss. Telat.” Ucapku setibanya di ruang ganti pegawai.

Kyungsoo memasang ekspresi datar. “ganti bajumu dengan ini.” Sosok spektakuler menyebalkan itu mengasongkan sebuah kotak plastik berbentuk kubus transparan kepadaku. “be quick, aku tunggu diluar.” Lalu pria setengah malaikat itu pergi meninggalkanku sendiri dengan kotak yang barusan diberikannya kepadaku.

Apa ini? Aku juga tidak tahu. Kubuka penutup kotak ditanganku kini daaaaan jrengjreeeeeng… a dress.

“ganti… bajumu dengan… ini?” Ulangku ragu.

Ku lucuti sehelai demi sehelai seragamku, menggantinya dengan gaun yang tadi diberikan bosku. Tidak ada cermin, sekarang menjadi keganjalan hidupku yang paling utama. Aku tidak tahu apa dress ini cocok atau tidak di tubuhku.

“hoeeeeehhh….” Desahku panjang lalu aku mengatupkan kedua tanganku didepan dada. Semoga gaun ini tidak menunjukkan sisi cacatku didepan Kyungsoo. Amin.

Ck~ “bos?” Aku memutar kenop pintu keluar ruang ganti dan mendapati Kyungsoo sedang berdiri dengan gerik tidak sabar yang sangat kobe dan sexy tepat samping pintu.

“kamu!” Kyungsoo mengedipkan matanya beberapa kali. “…berpura-pura menjadi pacar saya. Hari ini antar saya ke day dream party. Pesta teman lama.” Kyungsoo meraih lenganku dengan gerak rusuh lalu menarikku—menggusurku—menelusuri lingkup dapur dengan langkah terburu-buru. “ingat! Sejak saat ini, detik ini… kamu dan saya adalah sepasang kekasih.” Ulangnya tegas.

Aku mengerutkan mata dan dahiku sekaligus, berusaha mencerna perkataan bosku itu. Kekasih? Sekarang? Kenapa atasanku ini semena-mena sekali memberi perintah kepadaku?!

“pura-pura bos?” Tanyaku meyakinkan pendengaranku.

Kyungsoo memberi isyarat padaku untuk masuk ke mobilnya ketika kami tiba dengan tertib dihadapan seekor Roll Royce tipe… something-lah, warna hitam yang seksi gak ketulungan, benar-benar match dengan empunya.

Aku mengikuti perintahnya untuk masuk kedalam mobilnya.

“pake ini,” Kyungsoo mengasongkan tempat berbentuk kerucut-lebar-kecil ke lahunanku. “just for today. Maaf, mungkin kamu bingung tapi saya benar-benar perlu bantuanmu saat ini. Mohon kerjasamanya.” Kyungsoo menginjak gas mobilnya perlahan. “dan mulai saat ini, kita bisa berbicara dengan bahasa informal kamu bisa panggil saya—aku baby or something sweet? Aku akan memanggilmu…” Sosok mematikan itu melirikku sekilas. “…sayang?”

Aku tersedak ludahku sendiri. S-sayang? LOL. “ahak… uhuk…ehek…ohok…ihik…

gwaenchana?” Kyungsoo menepuk-nepuk punggungku lembut. Lem-but. Sampai bersuara PAK-PAK-PAK!.

Aku mengibas-ngibaskan tanganku random lalu mengatur nafasku sampai akhirnya batuk tersedak-menjijikanku hilang. “well, ini terlalu tiba-tiba b-booo…” Aku batuk sekali. “… um, shall we start the drama now?”

Kyungsoo menganggukan kepalanya sekali. “latihan.”

baby.” Aku merasakan lututku tiba-tiba lemah, paru-paruku kurang oksigen, perutku di peras dan otakku tersengat listrik. Well then, drama ini tidak buruk—perintahnya tidak terlalu membebankanku. Kyungsoo membiarkan aku merasakan punya pacar kaya, tampan dan populer? Walau hanya pura-pura, “…mungkin cukup panggil saya—aku dengan nama? It’ll be allright.” Tapi berefek istimewa dan hari ini status menyebalkanya hilang seketika. Bahkan aku lupa kemarin dia menyebalkan.

okay, Buyong.”

Aku tersenyum kaku. “by the way, ini apa babe?”

Aku melihat Kyungsoo mengangkat kedua alisnya reflek ketika aku memanggilnya dengan sebutan—yang sebenarnya umum aku lontarkan kepada siapapun yang dekat denganku—babe.

“cincin.” Katanya singkat.

Aku membuka tempat kerucut mungil itu dan mendapati sepasang cincin tunangan didalamnya. Drama ini terlalu serius. Kyungsoo memainkannya terlalu serius. Bagaimana bisa manusia ini menjadikan sepasang 925 sterling silver couple ring keluaran Swarovski yang harganya melambung tinggi sebagai cincin dalam sebuah permainan.

“satu untukku, satu untukmu. Teman-temanku tidak mudah percaya kalo cuma dengan statement. Hal picisan seperti cincin akan membuat mereka percaya.”

Hal picisan? Cincin itu so sweet. Kyungsoo tidak mengerti wanita.

Aku memakai cincin paling kecil di jari manisku dengan bibir tersenyum lebar. Cincinnya pas. Never dreaming of wearing a couple ring before apalagi pasangannya seganteng oom Kyungsoo.

Kyungsoo mengacungkan jari manisnya kedepan wajahku. “pakaikan punyaku.” Katanya pelan.

Whoaaaa… okay.” Aku menyelipkan cincin satunya di jari manis kirinya. Dan kita resmi sepasang kekasih yang baru saja bertunangan. AMIIIN!!!!!

Sweet. Batinku getir. Andai nyata.

Kyungsoo memarkirkan mobilnya di basement de l’Amour hotel. Hotel Jun oppa. Semoga Jun oppa masih di rumah… semogaaaa… semogaaaa.

by the way, bos Luhan? Dia kan tau pas aku interview?” Aku membuka topik setelah kami berdua keluar dari mobil.

Kyungsoo meminta tanganku dengan gerik playful yang terlalu nyata dan terang-terangan.

Aku menyambutnya dan kami berpegangan tangan secara awkward. Rasanya ada sesuatu menggelitik telapak tanganku saat bersentuhan dengan telapak tangannya yang super lembut.

Kami mulai berjalan menelusuri lantai marmer bercorak abstrak tertata menuju ballroom hotel ini.

“aku udah punya rencana ini dari awal aku melihatmu duduk didepan ruang interview. That’s the reason kenapa aku lebih banyak diam saat interview yang membuat seolah-olah tingkahku saat itu terjawab hari ini. Luhan pasti mengerti.” Kyungsoo mempererat genggaman tangannya.

“tapi kamu mengejekku, bilang aku bla-bla-bla… yang menjatuhkan.” Aku menatap Kyungsoo ekspresif lalu mencibir. “itu bukan clue, aku rasa.”

Kyungsoo memandangku lalu tersenyum. “it is baby.” Ujarnya romantis membuat suasana semakin awkward untukku. Kyungsoo mungkin seorang aktor, actingnya begitu natural dan fantastis. Aku menyesal jarang menonton TV akhir-akhir ini. Siapa tahu dia memang benar aktor dalm sebuah drama picisan yang laku pesat.

Kyungsoo mendekap tanganku di dadanya, membuat tubuhku merapat maksimal dengan tubuhnya. “are you ready?” katanya lembut, rendah, merdu—OUCHH!!… menyebalkan.

Aku menatap Kyungsoo ragu. “am i?” Balik tanyaku dengan ekspresi serius.

Kyungsoo membuka pintu ballroom yang tertutup tanpa halangan petugas keamanan di sisi kiri dan kanannya, padahal dia datang tanpa undangan. Such an exclusive guest sampai petugas hafal wajahnya.

Suasana ramai glamour dengan pernak-pernik yang—sengaja—di paparkan di tempat yang tepat yang membuatnya terlihat mahal, eksklusif dan limited edition. Well, aku yakin pernak-pernik itu jika aku curi satu saja atau setengah atau seperempat… bisa membantu melunasi hutangku pada koperasi kampus.

Kami berjalan awkward yang terkesan menggemaskan, ke tengah-tengah ballroom. Beratus-ratus kepala real-rich berlalu-lalang di hadapanku dan Kyungsoo. Aku berdecak kagum. Sesungguhnya ini adalah kali pertamaku datang ke pesta mewah di pagi buta seperti ini. Dreamland.

Aku mengedarkan pandanganku—sebari berjalan pelan mengikuti Kyungsoo—ke seluruh penjuru ruangan. Benar-benar day dream party dengan segudang makanan resto bintang tujuh yang bisa di makan gratisan tanpa tagihan bill setelahnya.

“Do Kyungsoo!” Seseorang meneriakan nama bosku. Seseorang yang mempunyai suara familiar di telingaku. Seseorang yang bisa disebut, sahabat rumahku yang kelabu, samar-samar dan hilang pindah rumah entah kemana.

“OY!” Kyungsoo menarikku mengikutinya mendekati sumber suara.

DAAAAAN—“BUYONG?!” Dua suara menyebut namaku kompak saat aku mendarat ditengah kerumbunan teman-teman Kyungsoo yang cuco-wangi-iyuwh-menggoda.

“Buyong?” Dua suara itu kembali memanggilku kompak. Dua suara yang seharusnya tidak melihatku dalam kepura-puraan ini. Dua suara dari sumber yang dekat denganku. Dua suara sumbang yang menghiasi hariku dulu dan tadi pagi. Jun oppa dan Jongin.

“h-hai… Jun oppa,” Aku melambaikan tanganku kaku pada Junmyun, lalu aku melirik Jongin. Sungguh, aku ingin memeluknya. Dia adalah kawan gelapku dan dia dulu tidak sekeren sekarang. “kaman boy…” Aku menyapanya lirih.

Jongin melengkungkan bibirnya. “WHOAAA!!! Orenmaniyaaaa~~~” Manusia kelabu itu mendekapku hangat, mengabaikan tatapan Kyungsoo yang unexplained tertuju kearahnya.

Aku membalas dekapannya seraya menepuk punggungnya dengan kekuatan maksimal. “ya, kamu pindah not-telling-telling. Dasar, udah item gak tau diri pula.”

Jongin melepas pelukannya, menatapku sumringah. “h-heeey, kamu dan Kyungsoo hyung?” Manusia itu mengerutkan dahinya, mengabaikan pernyataan rinduku.

she’s mine.” Kyungsoo tersenyum kecil, bukan senyuman cool atau senyuman lainnya yang terkesan sama. Ia membuat sebuah senyuman kecil, gemas, riang yang membuat seakan-akan aku benar-benar kekasihnya. He’s an actor, fiks banget 100%. Profesyonal actor.

Mata Jun oppa, Luhan, Jongin dan lainnya serentak membulat menatapku dengan tatapan tidak percaya, takjub, kaget dan ekspresi lainnya.

“h-hey, dia kan… interview…” Luhan menunjuk wajahku dengan gerik terkejutnya yang konyol. Ada sedikit kejanggalan pada ekspresi terkejutnya.

Aku tersenyum getir. “hehe… halo, bos besar.” Sapaku kaku.

so sorry Lu ge.” Kyungsoo membuat V sign yang menghapus total image player-playful-hot-cool guy next doornya.

“Buyong?” Junmyun berjalan mendekatiku dengan kerutan yang mengkerut maksimal di dahinya.

Aku menatap Junmyun dengan tatapan waspada. “by the way, Kyungsoo… ini Junmyun oppa. Bisa disebut kakak beda ibu.” Aku menarik tangan Kyungsoo untuk mendekat.

Kyungsoo mengangkat kedua alisnya. “jinjja?” Wajahnya terlihat terkejut alami. “kamu? Parkha? Adik Junmyun…yang hilang itu?”

Aku menganga lebar. Apa? Yang hilang? Dan apa namaku…“Parkha? S-sejak….” Aku menatap Junmyun nanar. Nama Parkha adalah nama keduaku yang diberikan oleh ibunya. IbuNYA. Menurut drama Rooftop Prince, Parkha dan Buyong artinya sama. Bunga teratai. Ibunya Junmyun tidak suka dengan nama Buyong maka ia membuat nama sendiri untukku yang artinya sama. LOL tapi UGH!

Junmyun tidak tersenyum sedikitpun. Ia cenderung menatapku dengan tatapan ‘putusin-Kyungsoo-sekarang’.

“o-oke.” Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Speechless.

“aku akan jaga dia hyung. Seriously.” Kyungsoo menepuk pelan bahu Junmyun. “keroyok deh kalo bohong.” Lanjutnya kasual.

Too serious. Apa yang di jaga? Setelah ini aku adalah asistennya. Tidak lebih. Harusnya aku menolak untuk membantunya. Harusnya begitu. Tapi memang ada pilihan?

Jongin menarik lenganku kasar. “pinjem dulu, hyung.”

Manusia kelabu itu membawaku ke sudut ruangan, tepatnya ke hadapan stand wafel dengan choco ice favoritku. Favorit kami. Dulu.

ya, gimana bisa kamu dan Kyungsoo…?” Jongin membuka topik seraya meraih dua piring kecil wafel yang siap lahap.

Aku mengangkat kedua bahuku. Should i tell him?

by the way, kamu dan Kyungsoo temenan? Dan ini pesta siapa sih, Kyungsoo ribut banget nyuruh aku nehi di pagi buta.” Aku melahap wafel yang diberikan Jongin, semangat. Well, aku juga bisa acting setidaknya untuk menyelamatkan Kyungsoo walau tanpa alasan. Tapi feelingku mengatakan aku harus menyelamatkannya sekarang.

“aku, yaaa… satu geng? Hi-school besties? Gitulah, kalo dijelasin kesannya kita semua geng ngondek and ini pesta…” Jongin melirik waspada ke sekeliling ruangan. “Kyungsoo’s ex. Jiyeon, tau kan?”

Aku melebarkan mataku maksimal. “FAKK~~ dia bahkan tidak memberitauku bahwa ini pestanya… duh!” Aku menepuk jidatku sekuat tenaga.

wae? Jealous, hu?” Jongin terkekeh kecil.

Aku menarik nafas dalam-dalam. “nope.” Why should i? Tapi kenapa ada nyesek ya. Apa aku mulai merasa bau ‘memanfaatkan’ dari kepura-puraan ini.

Jongin tertawa kecil. “your pout explain your feeling.

Aku mengerutkan dahiku. “tahik. Eh, by the way lagi… kamu kenapa bisa jadi sekeren ini? Dulu kan…” Lalu otakku flashback masa lalu. Masa suram tepatnya, disaat aku dan Jongin berstatus dua kawan kampung dengan wajah lebih jelas dan mamprang=KUCEL dan pecundang.

“yaaah, dulu kan aku gaulnya sama kamu. Semacam salah gaul.”

Aku mendaratkan jitakan dahsyat di kepala bocah tengil itu. “what the heck, JONG!

that’s not allowed! Inget, aku lebih tua sejuta taun dari kamu.”

but you act like we’re same aged.

“oh ya, Bu. Y’know? Honestly… I know you and him…” Jongin menunjuk punggung Kyungsoo yang cenderung terlihat mungil untuk ukuran aa-aa udah mateng dari kejauhan. “…pura-pura?”

Aku melebarkan mataku maksimal. “maksud?”

Jongin tersenyum kecil. “sorry..

Aku menatap Jongin nanar. “terus kenapa pake nanya-nanya yang tadi itu?! Bikin aku banting otak buat ektingjinjja~

Jongin mengangkat kedua bahunya. “Yui pernah bercerita tentang kamu ke aku dan aku bilang aku kenal kamu. Mungkin aku tidak bisa memberitahumu motif utamanya, tapi secara keseluruhan ini ide aku. Aku yang memaksa Yui untuk ajuin CV kamu ke resto dan menjadikanmu pacar pura-puranya Kyungsoo hyung. For one thing, aku lupa kalo Junmen kakak kamu dan aku harus mikirin pertanggung jawaban buat itu.”

Rasanya aku ingin membunuh manusia kelabu dihadapanku sekarang juga. Sekarang-juga.

sorry. You owe me a whole-day-culinary next time.” Jongin menggenggam tanganku erat. “sorry, baby.

Aku menghembuskan nafasku sekaligus. “Fakyoh.” Lalu menepis tangannya. “don’t touch me!

Manusia itu tersenyum. “Fakyoh too.”

Aku menyilangkan kedua tanganku didepan dada. “aku bahkan tidak pernah tau kamu dan Jun oppa kenalan deket.”

to be honest, he’ll kill me if i said that we’re… what? Bestfriend? Or could i say… ex?

your ex is Kim Minji, not me.” Aku tiba-tiba melankolis inget luka lama.

Aku melirik Kyungsoo yang berjalan sebari tersenyum kearah kami. Wajahnya terlihat sumringah yang terkesan childish sampai kakinya mendarat dihadapan kami, ekspresinya berubah datar. That disgusting face is back. Ekspresi pas interview.

this is too…” Kyungsoo menyisir rambutnya dengan jemari tangan kirinya.

i know.” Jongin menepuk pelan bahu Kyungsoo.

“Junmen bisa aku atur, by the way.” Aku menatap Kyungsoo agak lembut seakan mengerti sesuatu padahal hanya menebak saja. Ya, walau menyebalkan tapi nanggung gila-lah.

“Kyung?” Sebuah suara lembut, fairy-like, memecah suasana diantara kami.

Kyungsoo menoleh kearah sumber suara seiring dengan tangan kanannya melingkar dipinggangku, canggung.

“h-hey… Ji.” Balasnya kasual, natural.

Soooooo this is Jiyeon. And she is SOOOOOOO ADORABLE. Jauh banget dari aku. Jauuuh banget.

“hey, Jong.” Jiyeon melambaikan tangannya pada Jongin yang membalasnya dengan senyuman tipis. “and…?”

“Buyong.” Kyungsoo tersenyum sumringah. “my fiance.”

Jiyeon melebarkan matanya dengan ekspresi kaku yang langsung ia kontrol. “o-oh… hai.” Gadis atau lebih tepatnya goddess itu mengulurkan tangannya ramah. “Jiyeon.”

Aku menyambut bahagia tangan mungil dengan warna kulit pure milk Jiyeon.

Kami bercakap singkat sampai akhirnya Jiyeon terlihat tertunduk kecewa (?) dan pamit undur diri setelah mengakhiri percakapan dengan ‘enjoy the party’. Yah, siapa sih yang rela putus dari Kyungsoo. Kalau aku sih ogah mati-matian.

Pesta berlangsung menahun? Yeah, bagiku. Kyungsoo mengantarku kembali ke tempat kerja tepat pukul 2 siang di abad berikutnya ha ha. So sweetnya hilang sepanjang perjalanan pulang dan aku bisa menebak dengan instan bahwa moodnya sedang anjlok saat ini. Menurut Jongin, Kyungsoo baru saja mengalami patah hati. Dua kali. Waw.

“kamu dekat dengan Jongin?” Kyungsoo membuka topik sebelum aku keluar dari mobilnya.

Aku menatap Kyungsoo lama. Ia membalas tatapanku dengan tatapan yang sulit diartikan. “temen lama.” Jawabku singkat.

Kyungsoo tidak menjawab.

thanks.” Aku beranjak keluar dari mobilnya dan berjalan lusuh menuju ruang ganti pegawai di restoran untuk berganti baju dan pulang.

Gosh, my heart beat like freaking roller-boost-coaster. Dan aku teringat, cincin itu masih melingkar di jari manis kiriku.

-Kyungsoo’s

Aku menatap sepasang bahu yang mungkin seukuran dengan bahuku yang terbilang minimalis itu menjauh dari pandanganku sampai menghilang dibalik pintu masuk pegawai.

“she may be your ‘girlfriend hire’ but you’re gone too far, hyung. I warn you, you have no right to break her heart or whatelse. We’ve deal before, remember?”

Never seen Jongin so damn serious in his life dan manusia itu baru saja mengancamku yang lebih tua darinya untuk kedua kali. Apa ‘teman lama’ sampai seberarti itu bagi seorang Jongin?

Aku menunggu Luhan menerima panggilan masukku dengan sabar, setia dan lapangan di dada karena biasanya manusia itu tidak menerima panggilan masuk kalau moodnya sedang tidak terlalu bagus.

BIP! Wow he answer my call sooner than expected. hyung, potong gajiku berapapun karena selama seminggu kedepan aku absen. I’ll tell you later, everything.And CLICK! Aku perlu refreshing.

Next-next-next day after the party.

-Buyong’s

Aku menatap lembar persetujuan sidang ditanganku. Finally dan terlalu cepat dari perkiraan.

Harap menyelesaikan administrasi sebelum tanggal sidang yang telah di tentukan.

Aku tidak tahu bahwa kampus akan setega ini.

“ma, aku berangkat.” Aku menutup pintu depan rumah samar dan tidak perduli itu tertutup rapat atau tidak.

Aku mendarat cantik di resto lebih cepat dan Kyungsoo masih tidak ada kabar. Well then, aku merasa di permainkan dalam suatu permainan. Memang sih ini murni salahku, seharusnya aku tidak melibatkan perasaan dalam permainan ini tapi HEY! Hanya orang bodoh yang tidak jatuh pada seorang chef tampan, seksi, pintar, kaya, charming dan lain sebagainya bernama Kyungsoo itu.

“Buyong, can we talk for a sec?” Aku nyaris terlonjak masuk kedalam lokerku ketika Luhan menepuk pundakku dengan manis dan membiarkan tangannya tetap mendarat di pundakku sampai aku kembali dari keterkejutanku.

sure.” Aku menatap Luhan pongo? Lebih jelasnya idiot.

Luhan membawaku ke sebuah ruangan dimana di dalam ruangan itu terdapat 3 orang pria lainnya yang sedang duduk kece di sofa yang tersedia dan salah dua dari mereka adalah Jongin dan Junmyun. Hey, aku baru ingat!! Kemarin aku mempergoki Junmyun oppa bersama seorang gadis. Damn! They’re holding hands.

“Jun oppa kemarin—”

this is serious.” Yixing angkat suara memotong pergosipanku yang belum terlaksana dengan sempurna. “Kyungsoo is lost.” Wajah innocentnya menatapku intens.

Junmyun bangkit dari duduknya. “don’t look at her that way.” Pria letoy—dimataku—itu berjalan mendekatiku. “pal, kamu tau dimana Kyungsoo?”

Aku menatap Junmyun bingung. Hell, i’m looking for him too. “i don’t know, i mean i’m no one for him, hu? Kenapa aku harus tau?”

Jongin merangkulku dari belakang. Scene adeganku saat ini lebih mirip korban yang di kepung pereman berjas ketimbang sekelompok teman yang kehilangan satu temannya dan sedang bertanya kepada teman yang lainnya.

y’know it right?” Jongin menatapku dari samping. Awkward.

“demi mermed-man dan barekel-boy bersatu lagi, aku tidak tau apapun tentang Kyungsoo. Yang aku tau dia tidak masuk kerja udah 3 harian.” Jelasku sewot. “lagian kenapa aku harus tau.”

“Jiyeon juga ikutan ilang. Ya kali misal Jiyeon neror kamu atau gimana?” Kali ini Luhan angkat suara. “well then, kita semua udah tau permainan Kyungsoo dan kamu.”

Aku rolling eyes. “aku rasa Jiyeon bukan orang semurahan itu pake neror aku segala di saat dia yakin Kyungsoo masih…”

Jongin secara mendadak mencium pipi kananku. Well, ini semacam kebiasaan lama tapi terakhir kali Jongin mencium pipiku itu sekitar 13242352746325785 tahun yang lalu.

it’s okay, i’m single and ready to mingle.” Lalu katanya genit yang langsung dapat jitakan buas dari Junmyun. Thanks there.

“rasain lo! Cium orang sembarangan. Gini-gini aku memingnya Dani Pedrosa, kamu kurang update.” Recokku pada Jongin yang masih mengaduh kesakitan.

Luhan dan yang lainnya terkikik kecil.

“oke. Jadi, dimana si bodoh itu…” Junmyun mengembalikan topik utama.

“ijin seminggu terus kemarin Jiyeon juga hilang,” Jongdae bersuara. “kawin lari?”

Aku menatap Jongdae takjub. Bukan takjub karena pernyataan ‘kawin lari’nya, tapi takjub karena apa yang ada di pangkuannya. Seorang gadis mungil yang sedang terlelap dalam dekapannya.

“itu, adiknya?” Tanyaku menahan gemas. “lucu banget.”

Jongdae terkekeh kecil. “memang muka setua ini masih cocok punya adik seusia ini? Ini anak saya, namanya Jongmi. Terimakasih, secara tidak langsung kamu bilang saya awet muda.”

Aku menganga tidak percaya. “WAW.” Responku. Hell, mungkin Jongdae lebih dari sekedar awet muda.

“fokuuuuus!!!” Jongin mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajahku.

Aku menatap Jongin. “Jong, jangan-jangan kamu juga udah punya anak lagi?”

Jongin tertawa keras. “i’m yours, baby. Feel free.”

“cuma aku yang udah nikah dan punya anak. Sisanya masih plin-plan.” Jongdae terkekeh kecil.

“oke-oke, jatah kamu udah beres Buyong. Kamu bisa balik kerja.” Luhan menepuk bahuku lembut. Sebuah tepukan malaikat.

Aku nyengir lebar. “oke bos.” Lalu menarik tangan Junmyun kasar.

“apa?” Tanyanya menginterogasi.

Aku tersenyum lebar. “gini, oppa. Kalo ibu tau pasti aku udah mati digantung, aku minta uang oppa tapi nanti kalo udah gajian aku ganti. Lusa kan aku sidang, administrasi aku ke kampus masih nunggak kalo belum beres belum bisa sidang. Maaf oppa tapi dirimulah satu-satunya harapanku.”

Junmyun tersenyum lebar lalu menjentikkan jari telunjuknya menoyor kepala indahku. “kenapa baru bilang sekarang? You know, walau beda ibu tapi kamu tetap adikku.” Manusia itu mengeluarkan dompet kecenya yang terlihat kalem, cool, hampir setipe dengan pemiliknya, dari dalam saku celananya. “ini. Simpen aja di kamu, pake aja kalo kamu atau ibu atau ayah atau Hyo perlu. Pinnya nanti aku sms.”

Aku menatap kartu silver di tanganku takjub. Seingatku silver berarti debit dengan savings lebih dari 50 jutaan. “tapi aku cuma pinjem aja, oppa bukan minta sumbangan. Apalagi sumbangannya kayak gini.” Bikin aku hepi, oppa.

Junmyun tertawa lagi. Kenapa semua orang banyak mentertawakanku hari ini?

“ini jatah kamu, bukan sumbangan. Udah sana kerja.”

Aku sih makasih-makasih aja di kasih kartu silver ini. “makasih oppa. I laf yoooooo!!!” Girangku alay.

Aku berlari semi ngesot menuju tempat singgahanku seharusnya, dibalik kompor sebelum Sohyun merengek karena aku hilang.

Night, later.

Aku menutup pintu keluar karyawan lesu lalu menguncinya ragu. Besok aku akan melunasi hutang administrasiku lalu aku bisa sidang, lulus, kerja, kaya, nikah, punya anak, punya cucu… what a dreamy plan.

nuna?” Sebuah lengan mungil menarik ujung rokku pelan. Kedua mata bundarnya menatapku menggemaskan. “ini. Tadi ada ahjussi yang memintaku untuk kasih ini sama nuna.” Bocah itu mengasongkan secarik amplop coklat besar kepadaku.

nugu?” Tanyaku setelah menerima pemberian bocah itu.

Bocah itu menggeleng lalu ngacir meninggalkanku dengan sejuta kepenasaran dalam hidup ini.

Ku buka amplop misterius itu tanpa pikir panjang.

Sorry. Sorry for leaving in such an urge situation. I know, feel free to punch my face later. Don’t tell anyone i send this to you. Help me?

This is ticket to Amsterdam, Netherlands. Flight this weekend at 10.00 pm. Make sure no one read this letter.

Meet me the day after in Anne Frank House. 10.00pm.

Thanks,

DKS.

“DKS?” Aku mengerutkan dahiku ketika menyentuh bingung tiket pesawat VIP didalam amplop yang sama. “ini maksudnya ngasih liburan gratis atau gimana sih? Dan DKS?” Do Kyungsoo?

***

Buyong mengatur nafasnya. Feeling bodohnya kepada Kyungsoo membawanya kini, nyaris tengah malam didepan Anne Frank House dengan gerutu dalam hati; at least i pass every examination to graduate this year so if i die, i could barely fly peacefully. Bodoh. Siapapun yang berpendapat bahwa suka itu sama seperti cinta= buta… SALAH! Lebih tepatnya bodoh.

Setelah lulus sidang dan beberapa test lainnya beberapa hari yang lalu, Buyong dengan excited ijin liburan gratis kepada ibunya dan tentu Junmyun oppanya dengan destinasi di palsukan. Ia harus mengkamuflase cerita untuk menutupi kebodohannya siapa tahu ia mati muda di Anne Frank House karena tergelincir menghenaskan saat mencapai puncak musium? To be honest, she got a real-real bad feeling about this. Tapi ia juga punya sisi kecil feeling baik.

Mata gelisahnya melirik jam tangan modal empernya untuk kesekian ratus ibu kali. Hell, dua jam berlalu tragis dan 30 detik lagi tengah malam.

Handphonenya berdering kecil. lucky Wi-fi musium masih nyala jam segini.

Where are you exactly?!

12.01am

Ini saya di Jeju dengan Kyungsoo, Jongin dan Luhan. We can’t find you everywhere. Kita udah cek semua hotel tidak ada nama kamu.

12.05am

Kamu tipu saya?

12.05am

Buyong menutup mulutnya dengan satu tangannya yang bebas saat membaca nama Kyungsoo dilayar ponselnya. Shit! Maksud bedebah ini apaan sih????, batinnya geram.

Gadis kepalang lugu itu menekan tombol dial pada nomer Junmyun. Ia menunggu jawaban sebari mengelus dada berharap tidak akan diamuk massa atau disambut hujatan-hujatan rempong kakaknya itu.

“Halo? Ya! Odiseo????” Panggilan terjawab tepat saat seseorang menarik tubuhnya dari belakang, menggusurnya kasar kedalam sebuah jalan sempit tidak jauh dari Anne Frank House.

Handphonenya terjatuh.

“ANNE FRANK HOUSE!! SARYEOJOYOOOO!!!” Teriak Buyong random. Sebelum akhirnya mulurnya didekap oleh kaus kaki super apek yang entah sudah berapa minggu atau mungkin bulan bahkan tahun tidak di cuci.

Tubuh Buyong di hempaskan kasar ke dasar semi basah jalan sempit tersebut.

zu dumm.” (too stupid) Suara lembut familiar menyapa telinganya. “how you dare being with my Boy? I’ve seen you, you are nothing than a dust on my desk.” Jiyeon menendang genangan air didekat kakinya kearah Buyong. “you! A slu*!

Buyong sibuk mengelus tulang kering kaki kanannya yang sempat kepentok dahsyat patahan kayu yang tiba-tiba terjatuh entah darimana, menimpa kakinya. Ia tidak perduli ada orang yang sedang mengintimidasinya dengan hujatan atau bagaimana, saat ini yang terpeting adalah tulang keringnya ngilu berlebihan.

you listen to me!” Jiyeon menjambak rambut pada puncak kepala Buyong tanpa belas kasihan.

Barulah Buyong sadar bahwa semua ini trik. Trik dari dalang yang terlihat polos tapi mengerikan. Walau Jiyeon masih terlihat cantik dalam garis wajah penuh kebencian yang ia lontarkan padanya.

Buyong meringis kecil. “let me GO!” Tangan kekarnya menepis tangan Jiyeon kasar.

“ouch!” Jiyeon mengelus tangannya dengan ekspresi getir yang dibuat-buat. “hide her. ‘There’.” Lalu gadis itu memberi aba-aba kecil kepada dua body guard gagahnya untuk menyembunyikan Buyong.

Buyong dipaksa berdiri, berjalan terseok-seok dengan kaki kanan ngilu maksimal sebelum diikat ketat kaki dan tangannya lalu disimpan didalam sebuah gedung besar dengan model bangunan general yang Belanda banget, masih daerah sekitar Anne Frank House, dan ditusuk perutnya dengan pisau dapur kecil oleh Jiyeon.

“aku harap kamu mati. Secepatnya.” Dan secercah Buyong ditinggal sendirian meringis kesakitan dalam keadaan terikat di tengah-tengah hall usang di sebuah gedung tua.

Tuhan!!! Tolong bilang ini aku lagi di sewa jadi protagonis sinetron picisan, batinnya sebelum meringkuk mengatur nafas berusaha menahan sakit.

Other side.

Junmyun mengerutkan dahinya maksimal. “aduuuuhhh!!! adek gue satu-satunya kalo lapur bisa ditendang gue dari dunia.” Kakinya tidak berhenti bergerak gelisah. “bro, gimana dong?”

Jongin ikut khawatir. “Anne Frank… Anne Frank… kenapa dia bisa disana?”

Sedangkan disisi lain Luhan dan Kyungsoo sibuk mencari tiket pesawat.

“bukannya Buyong punya adik?” Luhan menatap Junmyun bingung.

Junmyun menepuk jidatnya. “mampus, Hyo pasti ngamuk kalo denger. Sori Hyo.”

“ADA!! Tapi asialines?” Kyungsoo menatap Junmyun rusuh. “dari Jeju langsung ke Belanda, nanti jam 2.”

Luhan menghela nafas. “kelas ekonomi.”

“empat orang dari 12 kepala—kita—punya jet pribadi dan semua unavailable. Tiket fast-flight dapet asialines, ekonomi pula…” Rutuk Jongin frustasi. Ia belum siap sakit badan karena harus duduk tegap selama berbelas-belas jam. “aku siap.” Lah.

Junmyun mengangkat kedua alisnya. Pikirannya ikut berpartisipasi akan kefrustasian yang Jongin rasakan. Luhan dan Kyungsoo pun demikian.

Kyungsoo menekan tombol booking dengan ragu lalu segera mengkonfirmasi administrasi transaksi mereka. “sorry.” Ujarnya random.

Sehari dalam pesawat cukup membuat ketampanan Junmyun, Kyungsoo, Jongin dan Luhan lapur. Persetan saat mereka menerima fax—servis pesawat—dari Jongdae bilang ‘nyusul ya naek jet Wufan sama anak-anak’. Mereka sudah tidak perduli lagi. Kerusuhan karena tragedi mabuk udara, sakit pinggang, ngorok, dan sejenisnya sudah berhasil menutup mata, telinga dan hati mereka sekaligus.

Tanpa sehelai baju ganti pun Jongin marathon menuju toilet terdekat untuk menyumbangkan isi perutnya kepada kloset. Sisa yang bertiga masih menunggu pembukaan lengkap.

“aku harap Buyong tidak apa-apa. Mungkin aku sedikit terlambat bukan karena cintaku sebagai seorang kakak terlalu kecil… tapi…” Junmyun melirik Luhan dan Kyungsoo dengan lingkaran hitam dibawah mata mereka mendukung ekspresi fakir yang kini terpampang menyambut masyarakat sekitar. “aku mau muntah juga.” Lalu sosok tua dalam balutan muda itu ngacir menyusul Jongin.

Setelah kurang lebih membuang waktu dua jam untuk bebenah diri di hotel terdekat, kini keempatnya sudah kembali stay tune siap mencari si adik yang hilang.

Sekarang mereka berempat sudah mengantri cantik—Luhan sudah membeli tiket masuk Anne Frank House untuk tour sekaligus siapa tahu Buyong ada didalam.

guys, untuk pertama kalinya dalam seumur hidup…” Kyungsoo menatap empat kepala dihadapannya yang menatapnya balik. “aku merasa bodoh.”

Luhan mengerutkan dahinya. “well, kata mama kita memang bodoh kalo bersama. Y’know? Kita. Berduabelas.”

“ya, aku sadar. Tapi, pertama kita cari Buyong disaat kita bahkan tidak tau dia dimana, sedang apa, bagaimana, dengan siapa, kenapa… gimana kalo ternyata dia liburan?” Kyungsoo mengatur nafasnya pelan. Sejujurnya ia juga mengutuk diri sendiri baru kepikiran hal seperti itu sekarang. “gimana kalo dia udah pulang?”

Junmyun menundukkan kepalanya serius. “dia teriak, Soo. Saryeojoyo? Tidak begitu jelas sih. Tapi apa seorang gadis berteriak itu mengindikasikan bahwa gadis itu dalam bahaya?”

“oh iya, dia teriak. Sorry, forgot.” Kyungsoo mengangkat kedua bahunya playful.

hyung, seminggu kemarin—”

let’s don’t talk about that.” Kyungsooo memotong pertanyaan Jongin.

Luhan berjalan random keluar barisan. Ia mengayuh kakinya mendekati pagar pembatas sungai tepat didepan Anne Frank House dan merunduk, berusaha meraih sesuatu.

ss’up, hyung?” Jongin menyipitkan matanya kearah Luhan.

Luhan mengacungkan sebuah iPhone 5s hitam dengan layar luar retak total. Ia menekan home button ponsel temuannya itu dan menyala. Lock screen menampilkan sebuah foto kucing dengan bulu abu-abu tua yang sedang roll over sebari menganga.

“buat apa?” Junmyun membentangkan telapak tangannya pada Luhan.

Luhan kembali bergabung dalam antrian. “take a look. Kalo teriak bisa jadi handphone Buyong jatoh atau gimana saat dia di… apain?”

“Papoy?… ini Papoy. Ini kucing mama.” Junmyun memandang takjub lock screen temuan Luhan. “ini punya Buyong, for sure.”

“pake password?” Kyungsoo merebut barang bukti dari tangan Junmyun. “ya, password-ed.”

let me,” Jongin menatap Kyungsoo ramah.

Kyungsoo memberikan barang bukti kepada Jongin dan dalam hitungan detik lock screen berubah menjadi home screen lalu memberikannya kembali kepada Kyungsoo.

h-how could…” Junmyun menatap Jongin tidak percaya. “…aku tidak tau kamu bisa mempertanggung jawabkan status dokter spesialis syaraf termuda di Korea, dengan mengkalkulasi kemungkinan password ponsel seseorang.”

“hahahaha!” Jongin tertawa keras. “idiot. Aku tau karena i’m something for her.”

EXCUSE ME???????” Nada suara Junmyun berubah drastis.

hyung,” Kyungsoo menatap Junmyun serius. “someone using my name. DKS.”

Junmyun—diikuti Jongin dan Luhan, mengerumbuni layar kecil ponsel Buyong di tangan Kyungsoo yang sedang menampilkan sebuah foto. Foto surat kecil yang membawanya kemari.

“Ji… Jiy…yeon?” Luhan menatap Kyungsoo.

we should go.” Kyungsoo menarik tangan Jongin yang ikut menarik tangan Luhan yang juga ikut menarik tangan Junmyun keluar antrian.

where?” Jongin menatap Kyungsoo bingung.

you have no idea about what-will-she-did-to-her.” Kyungsoo membawa teman-temannya menjauh dari keramaian. “seminggu kemarin, aku jalan sama dia.”

“dia?” Luhan.

Kyungsoo mengangguk pelan. “Jiyeon. Kita…”

“balikan?” Jongin.

“hampir.” Kyungsoo menelan ludahnya sekaligus. “sampai aku ingat tentang ‘drama kecil’ kita.”

ignorance? Revenge?” Junmyun mengacak-acak rambut pirangnya. “i should’ve know this. Buyong dalam bahaya. Oh my!!! Dia harusnya tidak usah kenal kalian!! Dia seharusnya tidak usah menjadi adikku.”

Kyungsoo menatap Junmyun miris. Untuk pertama kalinya ia merinding prihatin mendengar penyesalan dramatisir sobat abadinya. Biasanya merinding ngeri.

“mungkin sekarang Buyong semacam di sekap, di satu tempat…” Luhan memperburuk dramatisir Junmyun. “any-place familiar here, Kyungsoo-ah?”

Kyungsoo menatap Luhan lalu Jongin. “we need Sehun.”

Old house.

Buyong terbatuk getir sebari menahan dinginnya suhu ruangan. Ia menatap baju dibagian perutnya yang basah karena darah. Masih perih tapi ia tidak perduli. Kaki kanannya resmi patah. Ini akan menjadi kejadian paling tragis dalam hidupnya setelah sidang skripsi.

Tubuh lemasnya masih tergeletak pada posisi yang sama dengan sebelumnya. Matanya masih berusaha mencari sesuatu untuk membawanya keluar dari gedung mistis itu tapi hasilnya nihil. Hanya beberapa perabotan tua seperti sofa, meja, lemari, korek api yang ditutup dengan kain putih. Korek api.

“ah!” Buyong bangkit terduduk diatas lantai lalu mengayuh kecil kaki kirinya, berusaha mendorong tubuhnya mendekati meja di sudut ruangan.

Setelah 20 menit ngesot, Buyong akhirnya berhasil meraih korek api diatas meja tersebut dengan cara yang rumit. Ia seberusaha mungkin menyalakannya untuk membakar tali yang mengikat tangannya dan berhasil dengan beberapa bagian tangannya ikut terbakar. Buyong sudah tidak perduli.

Ia membuka ikatan di kakinya lalu berusaha berdiri dan berjalan lambat menuju pintu keluar saat seseorang menendang punggungnya keras.

Pria itu terus menyiksanya sebari mengumpat dengan bahasa ibunya yang sama sekali Buyong tidak mengerti. Ia benar-benar butuh subtitle untuk mengetahui apa alasan pria itu tiba-tiba mengeroyok dirinya yang sedang berusaha menggapai sinar surga.

please…” Buyong menatap pria itu penuh harap.

Si pria sangar malah menendang tengkuknya dan satu-satunya hal yang membawa Buyong terlelap adalah sebuah wajah. Wajah baru yang akhir-akhir ini terus singgah di pikirannya. I think i’m falling for him, Do Kyungsoo.

Near Anne Frank House.

“Sehun?” Jongin mengerutkan dahinya maksimal.

Bersamaan dengan bibir Kyungsoo yang akan merajut kata untuk menjawab rasa penasaran Jongin, delapan orang kepala familiar mengampiri mereka berisik, petakilan dan rusuh. A la kadarnya, seperti biasa.

so whatcha happen?” Wufan mengangkat kedua alisnya sebari membenarkan letak sun-glassesnya yang sedikit menyimpang karena tersenggol tangan Baekhyun.

“apa-apaan ini? Kita bukan mau catwalk, kenapa kalian nehi semua gini bajunya?” Jongin meringis jijik melihat setelan kedelapan kepala segar yang sekarang sudah amburadul berbaur dengan berisik.

“Jongdae, kamu bawa Jongmi?” Luhan menjerit histeris saat melihat Jongdae mendekap seekor gadis kecil yang terlelap manis, nyaris seperti bangkai.

Jongdae mengerutkan dahinya. “mama sibuk, omoni juga. Dia lagi demam pula, kalo ditinggal sama nanny aku tidak tega.”

good.” Luhan melengos lemah. Ibunya benar. 12 kawannya+misi penting=kebodohan. Andai seluruh penggemarnya tahu ini. Mungkin mereka semua resign dari fansklub.

Kyungsoo menjelaskan detail penemuannya kepada delapan orang fresh from the oven to catwalk yang kini mengelilinginya, lengkap dengan suspek tersangka yang tak lain adalah mantannya.

“Sehun, kamu… pernah…” Kyungsoo menatap Sehun, mengangkat sebelah alisnya, sebisa mungkin memberikan kode agar Sehun mengerti maksud dan tujuannya.

“Fredewich’s old house.” Sehun langsung ngeh maksud Kyungsoo.

“apaan tuh?” Chanyeol menatap Sehun dan Kyungsoo bergantian. “maen kode-kodean.”

Baekhyun terkekeh pelan. “cie ngerasa gak dianggep ya gak tau arti kodenya.”

Chanyeol mengangkat sebelah alisnya. “nevermind, so…. dimana Frede—something house itu? Jadi suspek tempatnya disitu? Rumah siapa emang? Frede—something itu siapa?”

Sehun tersenyum kecil. “my crazy uncle. Graham Fredewich. Gangguan psikologis, depresi—hampir gila, ringan tangan, hm… B*S*? Kekerasan dalam se—”

Junmyun reflek menjotos perut Sehun. “my sister’s there!

Sehun menatap Junmyun sengit. “so, what’s with the punch?

for B*S* thing.” Junmyun menelan ludahnya sekaligus. “dimana tempat itu?”

Sehun meringis kecil. “there.” Jari telunjuknya menunjuk satu rumah tua tidak terawat di ujung jalan tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

“dan kenapa Jiyeon bisa tau tempat itu?” Junmyun menatap Sehun sengit.

don’t talk to me. Not in a good mood or i will ruin everything.” Sehun ngacir meninggalkan Jumnyum menuju rumah paman gilanya.

“bocah.” Umpat Junmyun rusuh.

kaja, hyung.” Jongdae menarik pergelangan tangan Junmyun so sweet.

“bawa Jongmi?” Histeris Junmyun sepanjang perjalanan.

Jongdae tidak menjawab. Bibirnya lelah menjelaskan penjelasan yang sama berulang-ulang.

Fred—Graham Fredewich—menatap sosok gadis yang baru saja menjadi korbannya buas. Ia merunduk pelan, mengangkat bagian bawah tee yang dipakai gadis tersebut lalu meringis. Ia memang punya kelainan seksual, tapi hasratnya akan hilang ketika melihat darah. Walau setetespun.

Manik matanya menangkap bayangan hitam di jendela samping rumahnya. Ia tahu itu keponakannya. Ia terlalu hafal dengan gestur keponakan nakalnya yang sejak kecil selalu mengintipnya melalui jendela samping untuk mengetahui keadaannya.

“SEHUN!” Teriaknya dengan aksen khas Belanda.

Bayangan hitam itu tampak mengangkat tangannya. Hanya mengangkat tangannya lalu menghilang.

Sehun dan teman-temannya berdiri manis didepan pintu masuk rumah paman gilanya itu. Ia mengetuk pelan pintu dihadapannya sampai kenopnya berputar dan pintunya terbuka.

let me in.” Sehun menatap pamannya tenang.

no.” Fred hendak membanting pintu ketika Sehun lebih dulu mendobrak pintu rumahnya dan masuk.

Xiumin dan Chanyeol reflek mengunci gerak Fred disaat yang lain mulai berhamburan memasuki rumah.

“BUYONG-AH!!!” Suara Junmyun mengalihkan semua perhatian.

Kakak malang itu menemukan adiknya dalam keadaan tragis, tidak sadar, penuh darah dan pucat pasi.

Kyungsoo menatap tubuh lemah Buyong dalam dekapan Junmyun yang sedang dramatisir a la sinetron kampung lalu berlari menghampiri Fred dengan kedua mata memerah.

who brought her here?” Tanyanya tegas.

Fred terkekeh pelan lalu tersenyum. “freund. Sie.” (friend. She.) lalu jawabnya dengan bahasa Jerman.

she.” Kyungsoo mengepal kedua tangannya kesal.

***

 

4 days later.

she wants me. Begitu tau status Buyong… hmm,” Kyungsoo menatap Sehun intens. “mungkin Jiyeon sedikit banyaknya—”

“mewarisi ‘gila’ Fred?” Potong Sehun dengan nada miris. “seluruh keluargaku bisa dibilang gila.”

Saat ini mereka tengah berbincang random didalam ruang kerja Sehun.

you’re not. Mungkin dikit-dikit ada, tapi belum bisa di bilang gila karena tidak terlalu menonjol.” Kyungsoo terkekeh pelan.

“jadi?” Sehun tersenyum kecil.

Kyungsoo mengangkat kedua bahunya. “well, kadang masih ngiri sama Chanyeol yang seminggu yang lalu, dengan manusiawi, baru aja jadi babeh dari putra kecilnya yang masih merah dan cuma bisa nangis, tidur sama buang air.”

Sehun melipat kedua tangannya didepan dada.

“Sunhee itu spesial. Tapi Buyong bisa bikin aku dapat sesuatu yang baru, sebuah perjuangan?”

“yah, i see. Aku sadar betul gimana capeknya hyung maen petak umpet sama Jiyeon dulu.”

Kyungsoo mengangkat kedua alisnya. “to be honest, aku udah interested sama dia dari… waktu Yui kasih sample foto?”

Giliran Sehun mengangkat kedua alisnya. “oh ya?”

i know, sounds ridiculous, am i?

Sehun mengangguk pelan. “picisan sih lebih tepatnya.”

“dia punya potongan wajah yang menarik. Bukan cantik, tapi menarik.” Lanjut Kyungsoo. “saatnya move on?”

good luck. Menarik itu relatif. Jangan sampe relatif merubah sisi menarik dia di mata hyung. Buyong itu limited lengkap dengan bego…nya.”

i’ll protect her with all of my life. Promise.

Afternoon, later.

don’t you dare to—” Junmyun.

hyung.” Potong Kyungsoo pelan. “Maaf atas semua ini, maaf atas Jiyeon, maaf atas semua. This is entirely my fault. Aku merasa bertanggung jawab atas Buyong, aku janji tidak akan lengah lagi. Just… let me… please.” Kyungsoo menggenggam tangan Junmyun mesra, seketika membuat Yixing yang berdiri disamping Junmyun bergidik ngeri. “i like her.

Junmyun menatap intens Kyungsoo, berusaha membidik manik matanya yang terlihat sungguh-sungguh. “prove it.

Kyungsoo tersenyum lebar lalu ngacir memasuki kamar rumah sakit yang ditempati Buyong tanpa harus tarik-ulur dengan Junmyun seperti 15 menit yang lalu.

“hai.” Kyungsoo melambaikan tangannya dari ambang pintu masuk saat Buyong meliriknya sepintas.

Buyong tersenyum lesu membalas sapaan Kyungsoo yang menutup pintu masuk dan mulai melangkah mendekatinya.

let me know if you need something. Aku disini sampe malem.” Kyungsoo mendaratkan pantatnya di kursi samping tempat tidur lalu melipat kedua tangannya didepan dada.

it is not actually your fault. It’s pure mine. I just… too foolish.” Buyong tersenyum getir, menatap Kyungsoo straight to the eye. “jadi kamu bisa free, tidak usah merasa bertanggung jawab kepadaku.”

Kyungsoo tersenyum singkat lalu membalas tatapan Buyong lembut. “ayo kita mulai dari awal.”

Buyong mengangkat kedua alisnya bingung.

Kyungsoo mengulurkan tangannya. “hai.” Lalu menarik tangan Buyong untuk menyambut tangannya. “nan, Do Kyungsoo imnida. You’ll be my assistant here in the restaurant. Mohon kerjasamanya.”

Buyong menatap Kyungsoo tidak percaya. “hai.” Balasnya lesu lalu mengerutkan dahinya maksimal. “tapi ini rumah sakit Kyungsoo-ssi.”

“analogi sih.” Kyungsoo terkekeh pelan. “i like you.” Lalu ujarnya sangat pelan.

Buyong mengatur nafasnya. “ayo kita mulai dari awal.”

Kyungsoo mengerutkan dahinya. “we just—

sorry, i know we haven’t really met before but… i used to sat here on the edge of the bed, watching you argueing with my older brother outside. I don’t want to know what you guys fighting for but, i found you attractive.” Buyong menatap Kyungsoo serius. “let’s be friend?

Kyungsoo tersenyum lebar. “thanks. But i actually not that attractive. What if i ask you, let’s be a lover?

Buyong mengangkat kedua alisnya lalu merentangkan kelima jari tangan kirinya didepan wajah Kyungsoo. “we already are!!!

Kyungsoo terkekeh pelan saat mendapati cincin ‘fake couple’nya dengan Buyong, masih melingkar manis di jari tangan didepan wajahnya. “kalo gitu beda lagi awalnya.”

“terus aja mulai dari awal.” Buyong menatap Kyungsoo ngeri.

Kyungsoo tersenyum. “will you marry me, miss stranger?

“HAH?!”

End.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles