Classmates (Chapter 6)
* Memories *
Written by xyzWOLF
Stars: You (Yes, YOU!!); Sehun; Chanyeol; Kai
Supporting-Stars: Another EXO Members
Genres: Romance; School-life; Friendship
Length: Series
Rating: Parent Guide
.
Pasti bocah ini adalah Sehun! Kau menunjuk-nunjuk foto yang terdapat wajah Sehun yang sedang tersenyum. Astaga, bagaimana bisa wajah yang biasanya cengengesan dan sok keren milik Sehun pernah begitu menggemaskan di masa lalu!
Grrt….
Ponselmu bergetar. Pada layar monitornya tertera notifikasi dari Kakaotalk.
Oh, Chanyeol.
Setelah menekan tanda ‘terima’ di layar monitor pada ponselmu, kau kembali fokus pada album tadi. Dan masih ada foto Sehun di sana. Kau sadar bahwa mungkin teman-temanmu yang lain juga ada di dalam foto yang sama, jadi kau mulai memperhatikan setiap wajah orang yang ada di foto itu.
“Dapat!” gumammu ketika melihat wajah Jongin dan Chanyeol sekaligus.
.
.
.
“Hallo, El.
Pertama-tama aku ingin mengatakan bahwa aku agak geli ketika menulis surat ini. Haha. Yang benar saja, di zaman seperti ini masih saja ada orang yang mengirim surat sepertiku. Ah, tapi, kurasa surat adalah media yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan.”
Mengungkapkan perasaan? Ada-ada saja isi surat yang kau dapat di loker tadi pagi ini. Bahkan tak ada nama pengirimnya. Kau bertanya-tanya, apakah ini surat cinta?
“Oh, Tuhan, ini sulit sekali. El, jika analisisku benar, hari ini kau pasti sudah mengingat bahwa kau, aku dan teman sekelas kita yang lainnya merupakan teman lama. Jadi… kuharap kau mengingat masa-masa aku dan kau sewaktu kecil. Kau tahu, waktu itu, aku melihatmu sebagai sosok yang menarik, dan ketika aku kembali melihatmu saat masa sekolah menengah ini, kau semakin menarik.
“Jika kau tanya aku apakah aku sontak ingat padamu ketika melihat kau di hari pertama sekolah, jawabannya tidak. Tapi, jujur, aku merasa ada yang spesial denganmu kala itu. Dan ketika aku mengingat-ingat kenangan masa kecil, BAM! Aku langsung ingat bahwa kau adalah gadis manis yang pernah menangis di pundakku karena nilai tugasmu menurun drastis.
“Dan, ya, kau tahu, wajahmu itu tidak berubah sama sekali. Baby-face ya?
“Pertanyaannya: apa sekarang kau mengingatku? Dan semua kenangan kita? Kurasa belum, mengingat ingatanmu mengenai kenangan tidaklah begitu baik. Namun tak mengapa, besok, aku akan mengirimimu surat lagi.
“Tertanda: teman lamamu.”
Iya, panjang sekali surat misterius itu. Agak menyebalkan. Kau adalah tipe orang yang mudah penasaran, itu berarti, jika kau diberi pernyataan ambigu dan samar-samar seperti itu akan membuat kepalamu semerawut sendiri.
Ada kemungkinan, orang yang mengirimi surat itu sudah mengetahui bahwa kau adalah gadis penasaran, oleh karena itu ia menjadi sok misterius dan yakin dengan penuh percaya diri bahwa kau pasti menuggu surat lainnya.
Atau ini hanya tipuan gila yang dibuat oleh teman-temanmu?
.
.
.
Ada kegelisahan yang menyelimutimu pada pagi ini. Kau tak berhenti mengigit bibir bawahmu. Sambil mengayuh pedal sepeda, di sepanjang jalan kau memikirkan surat yang kauterima kemarin. Saat gerbang megah sekolahmu telah tampak, kau menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir semua pikiranmu mengenai surat itu. Tidak. Kau harus fokus pada pelajaran. Kau harus bisa masuk perguruan tinggi terbaik di negerimu. Lupakan soal surat itu.
.
“Surat itu tidak penting,” kau meyakinkan dirimu sendiri. Kau berjalan cepat menuju ruang kelas.
“Apa yang tidak penting?” tanya seorang gadis yang sedang menyenderkan punggungnya pada pintu suatu kelas.
Kau menoleh. Temanmu yang satu itu lagi. Kau tersenyum dan berhenti melangkah, lalu kau mendekat padanya. Ia juga memperbaiki posisi tubuhnya.
“Jadi, apa yang tidak penting? Dan mengapa kau terlihat begitu terburu-buru?”
Kau berpikir sejenak sebelum berkata, “sesuatu…. Bisakah aku menceritakan ini padamu?”
Gadis itu mengangkat bahunya.
“Baiklah, akan kuceritakan, lagi pula, aku butuh tempat berbagi saat ini. Tapi tidak disini. Bisakah kau menemuiku di perpustakaan saat makan siang?”
“Karena aku tengah menjalani diet dan membuatku tidak makan siang… baiklah.”
Kau menepuk pundak gadis itu, “baiklah, kalau begitu sampai nanti.” Kau mulai kembali melangkah dengan cepat.
“Jangan terlalu terburu-buru!” seru gadis tadi di belakangmu, “kau bisa menyandung batu nanti!” guraunya.
“Tidak akan!” kau menyahut. Tetapi, setelah langkah ke lima sejak kau menyahut, kau benar-benar tersandung batu. “Sial.”
.
.
.
Benar saja. Kau menerima sepucuk surat lagi. Oh, tambahan, ada sebuah kotak kecil juga. Kotak itu disegel. Kau ingin sekali membukanya, namun sayang jika kau membukanya sekarang. Jadi, kau menyelipkan kotak bersama surat itu ke dalam tasmu.
“Untuk pertama kalinya aku punya penggemar rahasia,” celetukmu pelan.
“Hai, El!” Chanyeol mengejutkanmu.
“Astaga, tuan Park!” kau memegang dadamu yang berdebar cepat itu, Apa Chanyeol mendengar celetukanku tadi? “Bersyukurlah karena aku tidak memiliki riwayat penyakit jantung.”
Chanyeol hanya menyeringai. Sepertinya tidak. Syukurlah.
Kau menutup pintu lokermu. “Jadi, apa?”
“Kau yakin tidak menginginkan apapun saat ini?”
Chanyeol mendecak setelah melihatmu menggelengkan kepala. “Sayang sekali…. Tapi, mau kutraktir patbingsu?”
Mulutmu menganga mendengar tawaran Chanyeol.
“Dan mengulangi kejadian saat di kedai ramyeon waktu itu? Maaf saja, tidak akan!”
Giliran mulut Chanyeol yang menganga. “Owh, El…. Apa kau masih dendam padaku?”
“Dendam? Tidak. Hanya saja aku trauma.”
Chanyeol tertawa, melihatnya tertawa kau juga ikut tertawa. Lucu memang jika membayangkan kejadian waktu itu. Iya, lucu, tapi jangan harap dirimu mau mengulanginya.
“Permisi.”
Suara itu membuat kau dan Chanyeol terdiam lalu menoleh pada sumber suara. Kalian menatap orang yang menjadi sumber suara. Lalu sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan bunyi apapun—termasuk bernafas. Kalian bertingkah seperti itu karena heran atas perubahan besar yang terjadi pada orang itu.
“Kalian menghalangi lokerku.”
Chanyeol dan kau bergeser sedikit, maksudku, kau hanya bergeser satu langkah sedangkan Chanyeol bergeser tiga langkah.
“Maaf, Kai,” tukas kau dan Chanyeol bersamaan.
Dan terjadi momen yang awkward dan sedikit dingin di antara kalian. Sesekali kau melihat siswa lain yang masih berada di dalam kelas, Tao, Sehun, dan Joonmyeon, mereka juga ikut tenggelam dalam diam bersama kalian. Setelah Jongin meletakan buku di lokernya, ia mengunci kembali loker itu dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Kau dan Chanyeol kembali ke posisi semula sebelum Jongin datang.
“Ada apa dengannya?” bisikmu pada Chanyeol sembari menatap punggung Jongin yang tampak dari jendela kelas.
“Entahlah. Jangan dipikirkan.”
“Oh, iya, mengapa kau tidak ke kantin?
“Karena kau tidak ke kantin.”
Deg. Wajahmu memanas. Kau menurunkan sedikit pandanganmu. “Jadi, kita mau bagaimana?”
“Terserah padamu. Aku mengikut saja. Kau ditraktir tidak mau.”
Sekarang kau benar-benar mendongak dan melayangkan tatapan tajam pada Chanyeol. Sialan. Mengapa pria ini tidak mengerti betapa tidak enak rasanya disiram air pas pada wajah di hadapan banyak orang!? Kau merasa frustrasi sekarang.
“Hehehe,” gelak Chanyeol, “baiklah-baik, aku saja yang pergi membeli patbingsu. Kau tunggu di sini. Nanti kita makan bersama di sini.”
Itu baru ide bagus!
“Ya! Chanyeol! Belikan aku juga!” Sehun berteriak dari kursinya. Dan teriakannya itu menimbulkan teriakan-teriakan lain.
“Ini hutangku pada El! Aku tidak ada hutang pada kalian! Beli sana sendiri!”
Setelah itu Chanyeol pergi. Sesudah bayangan pria itu hilang dari penglihatanmu, ada rasa yang mengganjal di lubuk hatimu—atau sebut saja otakmu.
“Astaga! Aku ada janji untuk bertemu di perpustakaan!”
.
.
.
“Berapa?”
“Apanya?”
“Harganya?”
Mulut Chanyeol membentuk huruf o. “Kau tidak perlu tahu.”
Kau tersedak. “Mengapa?”
“Nanti kau menjadi hitung-hitungan.”
Kau memukul lengan Chanyeol.
Ouch. Sialan. Mengapa aku melakukannya? Tanganku jadi sakit. Apa yang dilakukan si jangkung ini hingga tangannya bisa sekeras itu.
Chanyeol mengunyah kacang merahnya sembari berkata, “makanya, jangan coba-coba memukul lenganku.”
Kau memukul lengannya lagi. Ouch.
“Sudah kubilang!” Chanyeol menelan makanan yang ada dimulutnya. “Kau mau lihat apa yang ada di baliknya?” pria itu bertanya dengan diikuti membuka jasnya. Sebelum sempat kau merespon apa-apa, pria itu juga sudah mengangkat lengan baju seragamnya.
Kau tersedak dan membuat makananmu mendesak ingin masuk ke rongga hidung.
“Lenganku bagus bukan? Latihanku membuahkan hasil.”
Kau tidak merespon, tapi matamu tidak lepas dari lengannya.
“Jangan menatapnya seperti itu! Aku jadi malu,” Chanyeol kembali memanjangkan seragamnya.
“Yeol!” terdengar suara Baekhyun.
Kau menoleh pada pria itu. Ia berjalan beriringan dengan Jongdae ke arah kalian.
“Mengapa kau memamerkan lenganmu pada seorang gadis? Di dalam kelas. Hanya berdua.”
Sebisa mungkin kau memasang ekspresi datar sambil menghabiskan makananmu agar demi menutupi rasa… malu, mungkin? Dan ketika kau melirik Chanyeol sedikit, ia juga melakukan hal yang sama, malah mungkin aktingnya itu lebih bagus dari dirimu—atau memang ia tidak merasa malu sama sekali.
“Jangan seperti itu Baekhyun!” tegur Jongdae. Lalu pria itu tersenyum pada kalian. Kau merasakan firasat yang tidak enak. “Chanyeol sedang mencari perhatian El!”
Firasat tak pernah bohong.
Chanyeol melambaikan telapak tanganya, sambil mengulang kata ‘tidak’. Lalu Chanyeol menoleh padamu, “Oh iya, El, tadi ketika aku kembali ke kelas setelah membeli, keadaan kelas kosong. Kau kemana?”
Pintar sekali dia. Dengan cepat dia memutar otak untuk mengalihkan topik.
“Perpustakaan. Sebenarnya aku punya janji untuk menemui seseorang di perpustakaan.”
Kau melihat Baekhyun dan Jongdae menjauh. Syukurlah.
“Lalu mengapa kau tidak bilang dari awal?”
“Aku lupa. Aku mengingat janji itu ketika kau sudah menjauh. Jadi, aku pergi ke perpustakaan secepatnya dan mengatakan aku membatalkan janji dan memintanya di lain waktu. Lalu kembali ke kelas.”
“Jadi, batal?”
“Iya.”
“Mengapa?”
“Karena aku ingin makan denganmu.”
Reflek Chanyeol mengembungkan pipinya dan menunduk.
Terdengar derap langkah dari luar. Kau mengangkat kepala dan melihat ke arah pintu masuk. Ada delapan orang pria masuk.
“Hei, hei, hei, ada apa ini?” lantun Sehun melihat kau dan Chanyeol duduk bersebelahan—dan tampak awkward.
Jongin dengan wajah datar berkata, “Hentikan, Sehun! Tidakkah kau mendengar….”
Ting… Ting…
“…bel masuk?”
.
TBC
.
.
23 Mei 2015
A/N : Kependekan ya? Hehe, maaf ya, author agak susah buat ff panjang. Soalnya menurut author jadi terlalu banyak basa-basi dan keluar ke sana-sini. *maklum, tipe otak kiri mah gitu, tukang protes tulisan sendiri*
Alasan lain kenapa nggak panjang banget… karena author takut kena writer’s block karena idenya udah di pake semua untuk satu chapter. Kan sayang kalau kena. FF-nya bakal macet lama karena nggak ketemu konflik untuk chapter selanjutnya :D
Plus, biar reader-nya penasaran :v
HAHAHA /ketawa setan/
*digaplok*
Jangan lupa komentarnya ya^^
