IT’S YOU
| Author putrislsaput | Cast Park Chanyeol – Oh Ji Han / Han So Yeon – Kim Jong In / Kai | Genre Thiller, Romance, Sad | Teenager | Multi-chapter | Recommended Song Ballad Song |
Disclaimer : Ini FF kedua aku yang di post di blog ini setelah FF ‘Guardian Angel’. Sama seperti sebelumnya, aku selalu berterima kasih karena kalian para reader selalu memasukkan berbagai saran. Jadi aku harap kalian akan menyukai “IT’S YOU”
Link :
***
Chapter-2
Di dalam kehidupan yang hanya sementara ini manusia akan menghadapi sebuah takdir yang biasa disebut dengan kematian. Kematian tak mungkin di hindari. Kehilangan seseorang yang kita sayangi pun juga tak bisa di hindari. Dan aku mengerti semua itu. Hanya saja ada sebuah hal yang aku tak bisa mengerti. Mengapa harus ada kenangan yang indah sebelum hal yang menyakitkan itu datang menghampiri?
Ayah.. Kenapa kematian begitu mendadak?
Bukankah seharusnya kita membuat kenangan yang indah terlebih dahulu?
15 tahun yang lalu..
Dengan lagu anak-anak yang terus menerus diputar disebuah mobil sedan, anak laki-laki yang menggenggam dua buah hadiah di tangannya mulai bernyanyi dengan lantang. Ia berkali-kali tersenyum ke seseorang disebelahnya yang dibalas dengan senyuman juga oleh orang tersebut. Setelah lagu itu selesai, ia pun bertanya pada orang disebelahnya.
“Ayah, kenapa hadiahku lebih sedikit dibandingkan dengan Jun Myeon hyung?”
“Itu karena ini adalah hari terbahagia didalam hidup hyungmu, Chanyeol”
“Memangnya ada apa? Kenapa kita harus merayakannya? Apakah hyung sedang berulang tahun hari ini, Ayah?”
“Tidak. Tapi kita harus merayakannya karena hari ini klien ayah yang juga ibunya Jun Myeon akhirnya dinyatakan tidak bersalah”
“Ayah, apakah menjadi seorang detektif membuatmu sangat bahagia?”
“Apakah aku terlihat seperti itu?”
Chanyeol mengangguk
“Kau ingin menjadi seorang detektif?”
“Tentu saja. Aku ingin bahagia seperti ayah”
“Hahaha baiklah, lakukanlah. Detektif kecil Park Chanyeolku”
“Ayah, aku merasa sangat kecil saat ini. Aku berjanji akan menjadi detektif jika sudah dewasa nanti”
“Aku akan sangat bangga padamu jika kau bisa mewujudkannya”
Mereka kembali tertawa bersama hingga sebuah mobil besar tiba-tiba saja menyalip dan menghadang mobil mereka. Dengan tangan yang menahan tubuh kecil Chanyeol, Park Hee Chul segera membanting stir kesebuah pohon besar. Asap pun kini menggumpal keluar dari beberapa bagian sisi mobil sedan tersebut. Asap yang mulai menyadarkan sang ayah bahwa mereka kini sedang berada dalam bahaya.
“Chanyeol! Park Chanyeol! Kau tak apa-apa?”
“Kepalaku terasa perih, ayah”
Rasa khawatir yang sangat besar dengan cepat menyelimuti hati Park Hee Chul ketika ia melihat seseorang keluar dari mobil besar tersebut dengan membawa sebuah kayu ditangannya. Pikirannya yang sedang kacau bahkan tak bisa mengenali seseorang tersebut walaupun orang itu tersenyum licik kearahnya. Karena kini pikirannya hanya tertuju pada anak semata wayangnya. Anaknya harus selamat bagaimana pun caranya. Anaknya harus selamat walaupun nyawa dirinya sendiri menjadi taruhannya.
“Ayah.. Kau mengenal ajusshi itu?”
“Ayah? Ayah….!”
“Kenapa kau tak menjawabku, ayah?”
“Aku akan keluar”
“Jangan, Ayah! Ajusshi itu terlihat menyeramkan. Aku takut sendirian disini”
“Ayah kumohon dengarkan aku! Tetaplah disini bersamaku, Ayah”
“Chanyeol-ah, dengarkan apa perintahku. Saat aku keluar menghampirinya kau harus lari sekencang mungkin. Cari tempat persembunyian yang aman dan pastikan dia tidak mengikutimu. Kau mengerti?”
“Tidak! Aku tak mau. Aku takut, Ayah”
“Ayaaaah jangan keluar kumohoooon”
“Lari sekarang! Kubilang lari sekarang juga, Park Chanyeol!!”
Kaki kecilnya yang masih dipenuhi oleh beberapa bercak darah itu terus menerus berlari menjauhi tempat dimana ia baru saja mendengar jeritan keras ayahnya. Jeritan yang terus menerus memohon untuk Chanyeol berlari menjauh. Walaupun dengan sangat berat hati meninggalkan ayahnya yang tak henti-hentinya dipukul oleh orang tersebut, Park Chanyeol tetap berlari hingga dirinya mendapati seorang perempuan yang sebaya dengannya sedang menangis pelan sambil menyaksikan kematian ayahnya.
Tak bisa melihat seseorang terluka lagi, Chanyeol yang awalnya sudah melangkahkan kakinya kini kembali lagi ke perempuan tersebut. Ia mengatakan satu kalimat dan langsung menggenggam tangan perempuan itu untuk berlari dengannya.
“Perhatikan langkahmu dan jangan terus menerus melamun”
Perempuan kecil itu terus menerus menangis
“Kita lebih baik bersembunyi disana. Kumohon jangan menangis”
Melihat jarak pembunuh itu berada cukup jauh dari dirinya membuat Chanyeol memutuskan untuk bersembunyi di beberapa tumpukan kayu besar yang cukup menyembunyikan tubuhnya dan tubuh perempuan itu.
“Kumohon berhentilah menangis, kau pasti bisa menahannya sepertiku. Walaupun aku ingin menangis sekencang-kencangnya tapi aku tak bisa melakukan itu. Ayahku akan sangat kecewa padaku jika aku ditemukan oleh orang itu. Rasa sakit yang ayahku rasakan akan sia-sia jika orang itu menemukanku disini. Jadi kumohon berhentilah menangis”
Air mata Park Chanyeol perlahan menetes dipipinya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Dirinya mulai memeluk anak perempuan itu dan menenangkannya hingga pada akhirnya ia mendengar beberapa suara langkah yang seakan sedang mendekatinya.
“Keluarlah, Park Chanyeol. Keluarlah karena aku telah menemukanmu”
Mata kedua anak itu saling menatap terkejut saat mereka mendengar suara pembunuh itu. Dengan tangan yang masih melingkari tubuh perempuan kecil itu, Park Chanyeol menutup matanya dan segera berdiri jika saja anak perempuan itu tidak menahannya. Dengan tatapannya yang penuh heran, Park Chanyeol yang wajahnya masih terlihat aliran darah mulai melepaskan pelukannya.
“Pergilah. Aku akan menghampiri orang itu”
“Jangan, kau bisa terluka!”
“Percayalah padaku, dia tak akan bisa melukaiku. Jadi pergilah ketempat yang ramai sekarang. Jangan biarkan rasa sakit ayahmu dan pengorbananku sia-sia begitu saja”
Anggukan kepala yang Chanyeol berikan sebagai jawaban membuat anak perempuan itu tersenyum manis. Tak lupa Park Chanyeol kecil mengucapkan “terima kasih” sebelum ia melangkahkan kakinya menjauhi tempat ini. Sedangkan anak perempuan itu terus menahan tangisannya hingga anak lelaki yang ia tak tahu namanya tersebut tak lagi terlihat. Dan kini dengan wajah yang menunjukkan ekspresi kecewanya, ia berdiri menghadapi pembunuh itu dan air matanya turun begitu saja saat menatap orang tersebut. Begitupun dengan seseorang dihadapannya. Pembunuh itu terkejut melihat anak perempuan itu dihadapannya.
“So Yeon-ah…”
“Aku.. aku mengira kau adalah.. orang baik”
***
Di sebuah pekarangan rumah yang cukup besar, terlihat seseorang dengan memakai topi dan jaket bertudung sedang mengamati sesuatu. Dirinya sedang mengamati seorang perempuan yang tak lagi muda itu dengan wajahnya yang seakan memancarkan kesedihan. Matanya yang menatap perempuan tersebut tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke lain arah disaat perempuan itu hendak keluar mengambil surat di kotak posnya. Ya. Surat yang baru saja diselipkan oleh seseorang yang bertopeng itu. Dan surat yang ditunggu-tunggu oleh perempuan tersebut.
Apa kabarmu, ibu?
Maaf aku hanya bisa mengirimkan surat ini lagi. Maaf karena aku tak bisa menemuimu. Dan maaf karena hanya aku yang bisa menatapmu. Tapi aku bahagia disini karena aku selalu melihatmu bahagia dengan orang itu. Aku sayang padamu, ibu.
Perempuan yang kini sedang membaca surat ini dengan saksama mulai menitikkan air matanya. Ia menangis dalam pelan disaat dirinya mengeluarkan sebuah foto yang menampakkan anak perempuannya sedang tersenyum bahagia bersama beberapa anak-anak kecil. Ia menangis tersenyum tanpa menyadari bahwa seseorang yang mengamatinya sedang menangis sambil menatapnya.
“Aku merindukanmu, ibu”
Seorang anak perempuan yang duduk diam dengan menundukkan kepalanya akhirnya memberanikan diri untuk menatap ibunya dihadapannya. Seorang anak perempuan yang kini telah memakai seragam SMP dan yang kini telah mengerti semua kondisi rumahnya akhirnya mengeluarkan semua pikiran yang telah berada dikepalanya dalam beberapa tahun terakhir.
“Kenapa ibu tidak pernah mengatakan yang sebenarnya padaku?”
“Apa maksudmu, anakku?”
“Kenapa ibu tidak pernah mengatakan padaku bahwa kau menikahi seorang pembunuh?”
“Dari mana kau tahu? So Yeon-ah, itu tidak benar”
“Aku melihatnya dengan mataku sendiri! Aku melihatnya dengan sangat jelas dia membunuh seseorang dengan sangat kejam!”
“So Yeon-ah..”
“Aku salah karena selama ini telah menganggapnya sebagai seorang ayah yang sangat baik. Aku salah”
“Ibu.. Ibu minta maaf, So Yeon-ah”
“Ibu tahu? Sejak aku berumur 5 tahun hingga saat ini aku selalu ketakutan setiap melihat orang itu. Tapi aku menahannya karena ibu selalu bahagia berada didekatnya. Ibu selalu mengatakan ibu mencintainya walaupun sebenarnya ibu tahu dia adalah orang jahat. Sedangkan aku? Aku sudah tidak bisa lagi tinggal bersamanya, Ibu. Aku selalu bermimpi buruk tentangnya di setiap malam”
“Maafkan aku”
“Aku tak menyalahkanmu, Ibu. Aku hanya ingin kita pergi dari sini. Ibu akan ikut denganku bukan?”
“So Yeon-ah, ayahmu bukanlah seseorang seperti itu. Ayahmu terpaksa melakukan semua itu”
“Baiklah, setidaknya aku tahu ibu akan menolak permintaanku. Kalau begitu aku akan pergi dari sini”
“Tidak. Apa kau harus melakukannya? Kau bisa tetap tinggal disini”
“Ibu tidak memikirkan perasaanku disaat aku tinggal bersamanya? Aku akan merasa lebih tenang jika hidup jauh darinya. Apapun jawaban ibu, aku tetap akan pergi. Jangan khawatir, aku tetap akan menghubungi ibu. Aku hanya ingin melupakan orang itu dari kehidupanku”
Seorang yang memakai topi tersebut mulai melangkahkan kakinya menjauhi tempat dimana telah satu jam dirinya berdiri diam disana. Ia berjalan pelan dengan menundukkan kepalanya sembari menutupi wajahnya dan menyenmbunyikan bahwa dirinya sedang menangis. Hatinya kini sulit mencerna apa yang saat ini sedang ia rasakan. Perasaan itu sudah tercampur aduk didalam hatinya. Perasaan rindu. Perasaan bahagia. Dan perasaan kecewa yang masih membekas di hatinya. Namun perasaan yang membuatnya melamun itu terhenti ketika seseorang memegang tangannya.
***
“Surat dari So Yeon lagi?”
Ibu Han So Yeon yang bernama Lee Ha Na segera menyatukan surat yang baru saja ia baca disebuah kotak bersama surat-surat lainnya yang juga dari anaknya tersebut. Ia tersenyum kepada seorang pria yang statusnya kini adalah suaminya. Dengan tersenyum manis, Lee Ha Na menenangkan bahwa dirinya merasa lebih baik karena surat dari anaknya akhirnya datang lagi.
“Maafkan aku, Ha Na-ssi”
“Tidak apa-apa, suamiku. Yang kita lakukan saat itu adalah hal yang terbaik bagi So Yeon”
“Seandainya saat itu dia tidak melihat apa yang sedang terjadi mungkin kau tak akan sedih seperti ini selama bertahun-tahun. Kau mungkin juga tidak akan merindukannya kalau dia berada disampingmu”
“Aku akan melakukannya jika itu demi kebaikannya. Aku tahu pekerjaanmu menjadi sebuah keharusan bagimu hingga kini. Dan aku tahu apa akibatnya jika atasanmu tahu bahwa So Yeon mengetahui segalanya”
“Terima kasih kau telah mengertiku. Maafkan aku karena aku tak bisa menghentikannya. Aku tak bisa berhenti karena aku takut jika nanti mereka menggunakanmu dan So Yeon untuk memanfaatkanku”
“Aku benar-benar tidak apa-apa. Lagipula ada kau disini yang selalu menemaniku”
***
Park Chanyeol, seorang pria muda yang kini sedang berkeliling disebuah komplek rumah tiba-tiba teringat pada satu hal. Ia teringat seseorang ketika dirinya mendengar suara tangisan yang ia yakini cukup tidak asing bagi telinganya. Aku sangat mengingat suara ini. Begitulah yang kini ia pikirkan dalam hatinya. Dan sudah pasti perasaan yang sangat penasaran tersebut membuat pria yang kini sedang memegang sebuah minuman kaleng berusaha mencari asal suara tangisan itu. Pandangannya yang sangat teliti mencari satu per satu orang yang berada di sekitarnya hingga pada akhirnya ia merasa senang karena matanya kini menangkap seseorang yang memakai sebuah topi sedang menundukkan kepalanya. Tanpa menunggu waktu lagi, Park Chanyeol yang begitu semangat segera menahan tangan orang tersebut. Dan disaat ia melihat wajahnya pandangannya berubah menjadi sangat terkejut.
“Oh, kau!”
“Ah, maafkan aku. Sepertinya kau salah orang”
Seseorang yang kini menarik perhatian Chanyeol terus menerus membungkukkan badannya dengan mengatakan kalimat minta maaf berkali-kali. Orang tersebut bahkan ingin pergi menjauhi Park Chanyeol jika saja tangan gesit miliknya lagi-lagi tak ingin membiarkannya jauh darinya.
“Sebentar, lihatlah aku. Bukankah kita pernah bertemu sebelumnya?”
Tak ada jawaban terdengar.
“Hei, nona. Aku bicara denganmu, apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
Kini orang tersebut yang ternyata seorang perempuan akhirnya memberanikan diri menatap pria dihadapannya tanpa menghiraukan bahwa saat ini matanya masih berlinang air mata. Tatapan yang saling berpandangan satu sama lain membuat keduanya terkejut akan teringat sesuatu hal. Bagi Park Chanyeol, dirinya benar-benar seakan melihat anak perempuan itu kembali. Sedangkan bagi perempuan itu?
“Maaf, kurasa kita pernah bertemu di Kyung-Hee University tapi aku sangat menyesal karena aku harus pergi. Sampai jumpa lagi”
Perempuan itu pun segera berlari kecil menjauhi Park Chanyeol yang kini sedang kebingungan atas semua situasi yang baru saja terjadi. Ia heran akan jawaban perempuan tersebut. Entah dirinya salah orang atau memang perempuan itu tidak mengingatnya? Chanyeol yang benar-benar tidak paham akhirnya memutuskan melanjutkan perjalanannya ke sebuah tujuan awalnya
Aish..
Setidaknya dia harus memberi tahu namanya padaku
***
Di sebuah rumah tua yang hingga saat ini masih terlihat sangat baik, sepasang kaki melangkah ke dalam rumah tersebut tanpa melepaskan alas kakinya. Dirinya tersenyum ketika melihat keadaan didalam rumah itu. Ia tersenyum karena dirinya seakan melihat sebuah kehidupan yang membahagiakan di ruangan ini. Ya. Itu adalah masa lalunya. Masa lalu dirinya dan ayahnya yang sedang berlari-larian diruangan ini hanya karena sepasang alas kaki yang masih terikat dengan erat dikaki sang anak walaupun sang ayah selalu menegurnya untuk melepaskannya jika telah berada didalam rumah.
Ayah, aku datang.
Park Chanyeol. Orang yang tersenyum tersebut kini masuk ke sebuah ruangan dimana ayahnya selalu bekerja keras membaca semua buku-buku dan mengumpulkan bukti-bukti kliennya. Hanya itu yang ia tahu saat ia masih kecil. Ya itu karena ayahnya selalu melarangnya masuk keruangan ini dan membaca apapun tulisan yang ayahnya kumpulkan itu.
Maaf ayah aku harus masuk ke ruangan ini untuk mencarinya. Aku yakin kau tidak mempunyai musuh didunia ini kecuali jika itu ada hubungannya dengan klien-klienmu. Kau ingin aku menjadi detektif bukan? Maka dari itu izinkanlah aku menyelidiki semuanya dan bersikap sebagai seorang detektif hebat sepertimu, Ayah.
Dengan mengukir senyuman kecil diwajahnya, Park Chanyeol kini memulai pencahariannya. Waktu yang terus bergulir entah itu telah satu atau dua jam lamanya tidak membuat lelaki muda tersebut menyerah melihat dan membaca dengan teliti berkas-berkas milik ayahnya tersebut. Seperti sebuah pepatah bahwa semua usaha keras pasti akan membuahkan hasil. Itulah yang kini menggambarkan perasaan bahagianya Chanyeol karena ia menemukan sesuatu yang pasti akan sangat berguna.
Catatan Kriminal Kantor Polisi Ittaewon dan Barang-Barang Bukti
Sebuah buku arsip yang halaman depannya tertuliskan seperti apa yang tertera diatas telah dibuka oleh Park Chanyeol perlahan-lahan. Ia juga membacanya dengan teliti lembar demi lembarnya mulai dari kasus pencurian bank, pemerkosaan, perdagangan ilegal, penganiayaan bahkan pembunuhan. Salah satu dari semua orang disini pasti yang melakukannya. Park Chanyeol yang bertekad tetap untuk mencari orang yang berkemungkinan memiliki hubungan dengan kematian ayahnya akhirnya menemukan sesuatu.
Bukankah kasus ini adalah kasus besar yang selalu ditanyangkan di media saat itu?
Aku tidak tahu jika ayah mengambil kasus yang besar seperti ini..
Sepertinya kasus ini terlalu rumit dan mungkin tak ada hubungannya dengan kematianmu, Ayah.
Apakah dugaanku benar, Ayah?
Ah, lebih baik kubawa ini kerumah dan meminta pertolongan Baekhyun.
Setelah memutuskan untuk pergi dari ruangan ini, Park Chanyeol segera merapihkan arsip tersebut dan semua buku-buku yang ia pegang tadi. Namun disaat dirinya sedang merapihkan kembali arsip kasus yang menarik perhatiannya barusan, sebuah foto terjatuh kelantai. Foto yang tentu saja langsung diambil olehnya dan diperhatikan baik-baik.
Foto sebuah keluarga?
Bukankah keluarga kaya ini korban dari kasus rumit itu?
***
Seoul News, 18 Februari 2000
“Maraknya pembunuhan dan pemerkosaan di Seoul akankah berakhir?”
Seoul News, 22 Februari 2000
“Pemerkosaan dan pembunuhan yang diduga dilakukan oleh orang yang sama menghadirkan seorang saksi”
Seoul News, 24 Februari 2000
“Saksi dari kasus pemerkosaan dan pembunuhan dibunuh dengan kejam oleh pelaku kejahatan”
Seoul News, 27 Februari 2000
“Keluarga Kim, Presiden dari Lotery Mall and Resto, menuntut kantor polisi Seoul karena lemahnya pengawasan dan perlindungan terhadap saksi!”
Seoul News, 2 April 2000
“Tersangka Pemerkosaan dan Pembunuhan berantai akhirnya ditemukan tewas disebuah tempat hiburan malam!”
***
“Aku pulang”
Seorang pria muda yang kini sedang melepaskan sepatu dan menggantinya dengan sandal khusus segera memasuki rumahnya sendiri dengan tatapan yang tidak peduli. Ia memang sudah terbiasa berkata seperti itu disaat pulang dan ia juga memang sudah terbiasa tak mendengar jawaban dari perkataannya itu tiap saat. Dengan tas yang masih menggantung dibahu sebelah kanannya, ia mulai berjalan menghampiri seseorang yang lebih tua.
“Dimana ayah, Kepala Hong?”
“Direktur sedang dikamarnya, Tuan Muda”
“Kalau begitu aku akan menemuinya. Ada yang perlu kubicarakan dengannya”
“Tapi, Tuan… Direktur Kim sedang bersama…”
“Ayah bersama perempuan murahan itu lagi?”
“Iya, Tuan”
“Kalau begitu aku akan pergi”
“Jangan, Tuan Muda. Direktur melarangmu pergi saat ini karena ingin membicarakan sesuatu setelah ini”
“Hahaha yang benar saja! Jadi aku harus menunggunya selesai bermain dengan perempuan itu?”
“Maafkan aku, Tuan. Jika Tuan Muda menolak maka mobil dan satu set peralatan olahraga yang berada di Lotery Gym milik Tuan akan ditarik kembali”
“Aku tahu ayah selalu memakai cara tersebut untuk membuatku tidak berdaya. Baiklah aku akan menunggu dikamarku”
“Terima kasih, Tuan Muda”
Lelaki tersebut akhirnya memutuskan untuk berbaring di kamarnya yang sangat luas itu. Ya. Sangat luas baginya sehingga dengan mudah ia merasakan kesepian dan bosan. Lelaki yang kini sedang melepaskan bajunya perlahan-lahan menatap sebuah bingkai foto kecil dimana terdapat dirinya, ibunya, dan seseorang yang selalu ia sebut dengan sebutan ayah. Sebuah foto yang sama persis dengan apa yang ditemukan Park Chanyeol sebelumnya
Ibu.. Aku harap kau tidak melihat apa yang dilakukan ayah saat ini..
Ibu lebih cantik dibandingkan semua wanita yang pernah ayah bawa kerumah ini..
Bagiku, kau benar-benar cantik, Ibu
***
Kim Hyun Seok, Yoon Na Hye, Kim Jong In
Park Chanyeol membaca satu persatu nama-nama dari keluarga yang ada difoto tersebut. Ia sepertinya mengingat sesuatu ketika melihat nama-nama itu. Nama-nama yang tidak asing baginya.
Kim Jong In?
*** Continued Chapter 3 ***
