Judul: 1 Heart 2 Worlds | Chapter III
Author: Tami || @parodyme
Cast:
- Oh Sehun
- Go Na Mi
- Semua member EXO
- Teman-teman Na Mi
Genre: romance, angst
Length:berchapter
Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiktif belaka dengan tujuan untuk menghibur semata. Alur ceritanya murni dari otak dan imaginasi aku sendiri. Kalau kalian menemukan kesamaan tokoh, cerita, dll, itu murni hanya kebetulan belaka.
Warning: Author amatir disini! Mohon dimaklumi ya kalo bahasanya kurang menyentuh kalbu, plotnya agak kecepetan, typo de el el.
AN:My lovely readers, awalnyaakusempetgamaulanjutnihsoalnya yang komen di chapter duacumandikit /nangisdipojokkan/. Tapiakupahamlahyakenapawkwkw. Mungkinupdatenyadaritahunketahun /pal/ jadibegitu. Soalnyamasalahdanurusandunianyatabuanyakbangetjadikena writers block dan /uhuk/ malesgituhehe. Yaudahlahatuhsokdibacaajaya ^^ kamsahe!!
Summary:
Ketika seorang gadis biasa bertemu seorang pria yang dipikirnya hanyalah seorang preman.
~~~
Nami dan teman-temannya yang lain sedang berjalan menuju kelas mereka. Mereka baru saja keluar dari lab komputer sekolah. Tiba-tiba, dua orang temannya, Nina dan Nana, berlari menghampiri mereka dengan ekspresi wajah panik.
“Waegeurae? Kenapa kalian berlarian seperti ini?” tanya Kimi, gadis berambut panjang salah satu teman sekelas Nami.
Nina mencoba bernafas dengan normal sambil mengarahkan tangannya ke belakang, seperti menunjukkan sebuah tempat.
“Lee seonsangnim! Lee seonsangnim… Dia…. dia marah-marah di kelas.” pungkasnya.
Nami mengernyitkan dahinya. Dia sudah mulai bisa meraba situasi yang sebenarnya terjadi.
“Memang kenapa?” tanyanya.
“Katanya kelas kita masih kosong. Padahal jam pelajaran sudah berganti. Katanya dia tidak mau mengajar lalu dia kembali ke ruang guru,” jelas Nana.
Ekspresi wajah Nami dan Kimi menjadi menegang setelah mendengar hal itu.
“Ya Tuhan!! Kenapa guru yang satu ini sangat menyusahkan sekali?!? Sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit merajuk. Argh!!!!” keluh Kimi.
Kemudian kembaran itu juga memberitahukan teman-temannya yang lain yang masih ada di dalam ruang lab. Akhirnya mereka semua pun berlari menuju kelas mereka.
“Dasar guru menyebalkan!”
“Guru aneh! Maunya disuapin terus!”
“Maunya dimengerti terus, tapi nggak mau ngertiin orang lain juga.”
Itu adalah beberapa celoteh sebal dari beberapa siswi.
“Pasti Leeseonsangnim akan melaporkan hal ini pada wali kelas kita.” gerutu Kimi.
Lee seonsangnim aka Lee Hwijae seonsangnim adalah salah satu guru matematika di Han High. Guru yang satu ini tidaklah terlalu tua, tapi tingkahnya melebihi guru-guru senior, banyak keinginan, persyaratan, dan hal-hal menyebalkan lainnya.
Kini seluruh siswa kelas 12 B sudah duduk di bangkunya masing-masing. Mereka semua terlihat khawatir dengan status kelas mereka nantinya dimata guru tersebut. Sedangkan ketua kelas mereka dan wakilnya pergi ke ruang guru untuk membujuk guru tersebut agar mau kembali mengajar.
Tiba-tiba,ponsel Nami yang terletak dilaci mejanya bergetar karena ada panggilan masuk. Nami tidak mengenali nomor baru di layar ponselnya itu. Dengan sedikit ragu, Nami pun menjawab panggilan tersebut.
“Halo?” gadis itu dengan sedikit ragu-ragu, menanyakan orang yang sedang menelfonnya itu.
“YA!”
Mendengar makian itu membuat Nami dengan refleks menjauhkan ponselnya dari telinganya. Dalam hatinya, dia bertanya-tanya siapakah penelfon itu, apa mungkin ayahnya atau ibunya. Dengan sedikit ragu-ragu, ia pun menempelkan kembali ponselnya ke telinga kanannya.
“Apa maksudmu dengan melaporkanku ke polisi?!?! Bukankah aku sudah bertanggung jawab?” pekik penelfon itu.
Mata Nami seketika membulat. Otaknya menangkap sinyal-sinyal tidak bagus setelah menyadari maksud dari perkataan penelfon tersebut.
Hal itu karena orang yang sedang menelfonnya itu tidak lain dan tidak bukan adalah Oh Sehun.Pemuda yang beberapa waktu terakhir ini ‘dekat’ dengannya. Pemuda tersebut sudah digiring ke Kantor Polisi oleh beberapa aparat kepolisian ketika dia menelfon Nami. Nami masih saja diam, takut untuk mengatakan satu patah kata pun.
“Sekarang aku di kantor polisi! Cepat kesini. Kau harus meluruskan permasalahan ini.” Sehun kembali marah-marah lalu langsung menutup telfonnya.
Nami masih saja terdiam. Tadi dia hanya mendengar Sehun amarah dan celotehan namja bemarga Oh itu. Sekarang Nami bingung apa yang harus dilakukannya. Dia ingin saja segera pergi ke kantor polisi, menyelesaikan semua masalah. Tapi di satu sisi, hidupnya juga sedang mempunyai masalah lain karena guru yang seharusnya mengajar mogok untuk melakukan itu. Jika dia minta izin untuk meninggalkan sekolah saat itu juga, kelasnya mungkin akan benar-benar terancam oleh guru tersebut. Karena jika keadaan sudah begitu, semua murid harus ada dikelas dan menunggu aba-aba selanjutnya. Nami tidak mau lagi mendapatkan hukuman seperti berdiri di lapangan sekolah di bawah terik panas matahari siang.
“Aish! Kenapa semua orang marah-marah hari ini?!?” gerutu Nami dengan frustasi.
Tiba-tiba, Lee seonsangnim masuk ke dalam kelas. Dengan cepat Nami memasukkan ponselnya ke dalam saku baju seragamnya. Lee seonsangnim kembali mengajar walaupun atmosfer didalam kelas sangat canggung dan menegangkan sekali. Rasanya seperti jika ada satu gerakan saja yang salah, sebuah bom akan meledak saat itu juga.
Nami yang sedang belajar dan memperhatikan penjelasan gurunya di depan tidak dapat fokus karena ponselnya terus saja bergetar. Sudah ada sebanyak 50 panggilan tak terjawab dan itu semuanya dari Sehun. Nami hanya bisa tertunduk lesu memikirkan jalan keluarnya.
Setelah satu jam berlalu, bel sekolah pun berdering menandakan waktu pulang sekolah.
Saat Lee seonsangnim sudah tidak terlihat lagi didalam kelas, Nami dengan cepat mengangkat ponselnya yang masih bergetar.
“Ya Sehun-ssi! Tidak bisakah kau sabar sedikit? Aku ini sedang sekolah. Tidak bisa sembarangan mengangkat telfon!” tanpa menunggu ocehan dari sambungan yang satunya, Nami balik marah pada Sehun.
“Aku tidak peduli. Sekarang kau sudah pulang sekolah kan, jadi cepat kemari!” perintah Sehun.
Nami memutus sambungan telfonnya lalu berjalan keluar dari kelas. Walaupun masih belum bisa berlari, kakinya sudah membaik walau terkadang masih terasa sedikit nyeri.
“Mau kemana kau Nami?” tanya Rania yang kebetulan melewati kelas Nami.
“Oh, aku mau ke kantor polisi. Sehun ditangkap polisi,” jawab Nami singkat.
“Apa?! Jadi polisi benar-benar menangkapnya?! Ah, aku akan menelfon oppa ku dulu supaya dia menjemput kita. Kita pergi bersama saja kesana,” kata Rania.
Nami dan Rania menunggu Kai di depan pintu gerbang sekolah. Setelah beberapa menit, Kai tiba dengan mobil sport hitam miliknya.
“Ayo cepat masuk!” perintah Kai setelah membuka kaca jendela mobilnya. Nami dan Rania mengikuti perintahnya dan langsung masuk ke dalam mobil. Setelah mereka berdua naik, Kai kembali mengemudikan mobilnya menuju kantor polisi dimana Sehun dan teman-temannya berada.
“Oppa, bagaimana bisa polisi membawa Sehun oppa?” tanya Rania.
“Tanyakan saja pada temanmu itu,” respon Kaidengan nada dingin.
Nami merasa dipojokkan oleh perkataan Kai. Sebenarnya siapa yang salah? Lagi pula memang sudah seharusnya Sehun ditangkap polisi. Karena kecerobohannya, dia sudah menyebabkan seseorang celaka dan mengancam nyawa seseorang.
“Bukan itu maksudku. Kalian kan EXO, bukankah kalian semacam bekerja sama dengan polisi begitu?” tanya Rania.
“Ini beda lagi kasusnya. Hal itu hanya terjadi saat kita sedang melakukan sebuah pengamanan ataupun menjadi penyamar untuk menangkap penjahat yang mereka incar. Kalau kami melakukan kesalahan ya tetap saja salah,” jelas Kai. Rania dan Nami mengangguk mengerti.
Beberapa saat kemudian, mereka tibajuga di kantor polisi. Mereka bertiga segera turun dan berjalan masuk kedalam kantor polisi tersebut.
“Oi anak muda, sampai kapan kami harus menunggu. Kami harus secepatnya menyelesaikan berkasmu. Lagi pula tugas kami bukan hanya mengurusmu tau!” keluh petugas yang mewawancarai Sehun.
Sehun memejamkan matanya, dia sudah mulai merasa sangat frustasi saat itu.
“Tuan Lee, tolong tunggulah sebentar. Korbannya akan da-”
“Sehun-ah!” panggil Kai.
Sehun dan polisi itu menoleh. Akhirnya yang mereka tunggu datang juga. Sehun segera berdiri dari tempat duduknya lalu menarik Nami dan mendudukkan gadis itu kesampingnya.
“Cepat jelaskan kepada polisi apa yang terjadi!” seru Sehun dengan nada sedikit kasar.
Nami menatap Sehun lalu beralih ke si polisi.
“Umm…begini…jadi…jadi… orang ini sudah memberikan pertanggung jawabannya pak. Saya mengira jika dia kabur dan langsung melaporkannya. Tapi keesokan harinya dia memberikan pertanggung jawabannya,” Nami menjelaskan dengan senyum canggung.
“Nah, aku tidak bohongkan Tuan Lee? Sekarang bisakah aku kembali?” ucap Sehun yang terlihat sedikit lega.
“Arasso! Korban sudah mau membantumu. Kali ini kau kulepaskan. Sekali lagi kau terlibat masalah, aku tidak akan melepaskanmu,” ucap Tuan Lee. Setelah itu mereka memberi salam dan berlalu pergi.
Mereka sudah berada diluar kantor polisi, berjalan menuju tempat mobil Kai terparkir.
“Ternyata kau ini licik ya. Tsk.” celetuk Sehun.
Kepala Nami langsung menoleh ke arah pria itu dan menyipitkan matanya. Kata-kata Sehun cukup membuat telinganya tertusuk.
“Maksudmu apa? Bagaimana bisa kau mengataiku licik? Dasar namja pabo pangkat 10!” balas Nami. Wajah Sehun berubah masam. Dengan seenaknya saja dirinya dibilang bodoh oleh seorang gadis yang baru dikenalnya itu. Baru saja ia ingin menimpali perkataan gadis itu Kai mencegahnya.
“Sudah sudah! Jangan ribut. Kita masih di kantor polisi tau,” Kai mencoba melerai. Nami menggembungkan pipinya sebal. Sehun berpindah posisi menjauhi Nami. Rania hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anak manusia itu.
“Apa kalian lapar? Bagaimana kalau kita makan di restoran dekat markas kita?” tanya Kai.
“Ide bagus oppa!” seru Rania.
Suasana mobil di sepanjang perjalanan menuju restoran diisi dengan kesunyian. Tidak ada seorang pun yang berbicara. Rania dan Nami duduk dibangku belakang, sedangkan Sehun duduk dengan mata terpejam di samping Kai yang tengah fokus menyetir sampai akhirnya mereka tiba di restoran yang dituju.
“Kau mau pesan apa Nami?” tanya Rania. Nami melirik spanduk besar di depan restoran. Gambar bulgogi dan dan ceker ayam pedas tampak bersinar di pupil mataanak gadis Ibu Go itu. Rania kebingungan melihat temannya yang menatapi spanduk didepannya.
“Nami-ssi? Kau baik-baik saja?” Rania memastikan kondisi gadis yang berdiri tepat disebelahnya. Nami tidak menghiraukan pertanyaan temannya itu, malah menarik tangannya masuk ke dalam restoran. Dua pria yang sedari tadi memperhatikan mereka hanya menggeleng bingung.
Sesampainya Nami dan yang lain di meja makan mereka, Nami langsung memanggil ajhumma pemilik restoran tersebut. Nami langsung memesan makanan yang ada di spanduk tadi.
Bulgogi seporsi, ceker ayam pedas dua porsi, dan satu gelas es teh manis. Itulah pesanan Nami.
“Ya! Apa kau yakin bisa menghabiskan semuanya?” tanya Sehun heran. Nami tidak memperdulikan omongan pria berambut pirang itu. Bahkan Nami tidak melihat ke arahnya. Sehun mendengus kesal dan membanting tubuhnya ke sandaran kursi.
Setelah mereka semua memesan, ajhumma itu segera menyiapkan pesanannya. Saat itu restoran cukup ramai pengunjung. Karena bertepatan dengan jam pulang kerja perkantoran. Untung saja mereka masih bisa mendapatkan meja.
Selama menunggu makanan mereka, Sehun dan Kai sibuk berdiskusi sendiri begitu juga dengan kedua gadis tadi. Dan akhirnya makanan mereka pun datang. Nami memejamkan matanya menghirup aroma dari makanan-makanan yang kini sudah tersaji di atas meja. Tanpa basa-basi, Nami mempersilahkan dirinya untuk melahap makanan yang sudah dipesannya itu.
“Apakah kau sangat lapar huh?” tanya Sehun. Lagi, Nami tidak menghiraukannya.
“Sudahlah, jangan bicara terus. Ayo makan!” potong Kai. Menit berikutnya mereka makan dengan tenang.
“Oh ya Sehun, kapan kita akan memantau tikus itu?” tanya Kai disela-sela proses makannya.
“Hmmm itu tergantung Luhan hyung. Kita hanya menunggu perintah dan aba-aba darinya” jawab Sehun.
Sehun berniat untuk mengambil segelas minuman yang ada di depannya. Tapi tangan Nami juga mencoba mengambilnya. Akhirnya perkelahian kecil pun terjadi kembali. Mereka tidak mau saling mengalah. Mereka merebutkan segelas air hingga airnya tumpah.
“Ya! Bisakah kalian berhenti??!?” Kai pun meledak. Dia sudah tidak tahan lagi melihat tingkah laku mereka berdua.
“Sehun, kau ini kan seorang pria dewasa sedangkan dia seorang perempuan belia. Seharusnya kau mengalah. Lagi pula, kau ini sudah bukan seorang siswa lagi, seharusnya kau bersikap lebih dewasa!” nasehat Kai.
Sehun dan Nami menciut melihat Kai yang marah. Tapi mereka juga menahan tawa melihat makanan di mulut pria yang bernama asli Kim Jongin itu terbang kemana-mana.
“Oppa! Hentikanlah. Lihat makananmu bertebaran dimana-mana! Aigoo!!” pekik Rania. Lalu dia mengambilkan oppanya itu sebuah tissu.
Kai menyentuh daerah mulutnya. Namja itu mencoba menahan malu, tapi ia berusaha tetap tenang.
“Lain kali jika ada aku, kalian jangan berkelahi. Kalian itu terlalu berisik!” tegas Kai.
Makan siang mereka pun selesai. Setelah Kai membayar tagihannya, mereka kembali ke mobil. Kai berencana akan mengantarkan Nami dan Rania pulang dulu.
Mereka sudah hampir sampai ke rumah Kai dan Rania. Lalu Rania menghentikan Kai saat hendak memasuki perumahan mereka. Kai pun menuruti apa kata adik perempuannya itu.
“Oppa, turunkan kami di depan gang saja. Kami akan jalan kaki ke dalam,” kata Rania. Setelah itu, Rania dan Nami pun turun dari mobil.
Kai menurunkan kaca mobilnya, “Nami, apakah kakimu sudah tidak apa-apa?” tanya Kai. Nami menganggukkan kepalanya.
“Oh ya Kai oppa, terima kasih atas makan siangnya. Sekarang aku kenyang sekali,” kata Nami. Dia pun membungkukkan tubuhnya.
“Tsk, dasar gendut!” tiba-tiba Sehun berceletuk. Kai hanya tersenyum mendengar ledekan sahabatnya itu.
Nami yang mendengar hal itu sontak saja meradang.
“YA!!!!!!!!!!!!!!!” pekiknya.
Kai dengan sigap menutup kaca mobil dan menggas mobilnya. Ia takut akan terjadi perkelahian lagi.
Nami melihat mobil hitam itu melaju sampai akhirnya menghilang di belokan berikutnya. Rania masih mencoba menenangkan temannya itu.
“Kau tadi parah sekali. Bagaimana bisa mengatai seorang wanita seperti itu? Tch dasar kau ini,” Kai menggelengkan kepalanya. Sedangkan Sehun hanya tersenyum puas.
Malam harinya Nami menulis keluh kesahnya di Twitter miliknya. Dia meluapkan semua amarahnya yang secara tersirat ditujukan untuk Sehun.
“Masa bodo! Aku akan menyumpahinya disini. Lagipula dia tidak akan tahu ini” batin Nami.
[Seumur hidupku baru kali ini aku bertemu orang yang tidak memiliki etika ;A;]
[Dasar pabo!!! Kurang ajar!! ( ・д・)/--=≡(((卍]
[Berani sekali kau mengataiku gendut. Hal itu benar-benar melukai harga diriku sebagai seorang perempuan!]
[Namja pabo pangkat 10!!!! >,<]
Sementara ditempat lain……
Kai sedang tertawa terbahak-bahak melihat sesuatu di layar ponselnya. Sehun yang sembari tadi duduk di depan komputernya hanya melirik bingung.
Kai : Apa maksudnya pabo pangkat 10?
Nami : Oh ada Kai oppa .-. Umm….. maksudnya orang yang sangat sangat bodoh
Kai : Sepertinya aku tahu orang yang kau maksud ;)
Nami : Eh oppa, bukan seperti itu……… T_T
Kai : Haha tenang saja, aku tidak akan melaporkannya. Oh ya, bagaimana kakimu?
Nami : Sepertinya sudah membaik. Aku sudah bisa berjalan dengan lancar sekarang. Walau kadang terasa sakit
Kai : Oh ba–
Baru saja Kai akan membalas mention dari Nami, tiba-tiba Sehun mengambil ponsel dari tangannya. Tentu saja Kai sangat terkejut. Sambil menyipitkan matanya, Sehun membaca apa yang ada di layar ponsel pintar milik Kai itu. Lalu dia menemukan percakapan antara Nami dan Kai di Twitter. Yang mengejutkannya, mereka sedang membicarakan dirinya.
“Ya! Ini apa? Kalian membicarakanku dari belakang?” tanya Sehun. Kai hanya tersenyum-senyum sambil menggaruk kepalanya.
~~~
Matahari pagi sudah mulai menyingsing. Nami sudah bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
“Enak juga ya rasanya punya pengantar-jemput, gratis pula. Lumayan uang jajanku jadi utuh,” kata Nami sambil menatap kaca di depannya.
Drtt.. Drtt…
“Huh?” Nami melirik handphonenya.
1 new message
From: Namja pabo
Mulai hari ini, aku tidak akan menjadi kaki eksklusifmu lagi. Karena kau bilang kakimu sudah bisa berjalan normal kembali.
“Bwo? Ja-jadi mulai hari ini aku akan naik kendaraan umum lagi?”
“Eh tapi seharusnya aku senang. Aku tidak akan bertemu namja itu lagi. Eww~”
“Baiklah, semangat Go Nami!”
Setelah berdebat dengan dirinya sendiri, gadis itu akhirnya berjalan keluar dari kamar tidur kecilnya menuju ruang makan. Ayah, Ibu dan adiknya sedang menyantap sarapan mereka.
“Appa, eomma aku berangkat dulu ya!” Nami berpamitan. Dia tidak terlalu berselera dengan menu sarapan pagi itu.
“Loh makan dulu sarapannya. Nanti penyakitmu bisa kambuh,” kata Ibu Go. Nami menggelengkan kepalanya dan segera berjalan keluar.
Nami memandangi pintu gerbang rumahnya, seperti mengharapkan sesuatu.
“Dia benar-benar tidak datang ya,” Nami menghembuskan nafas panjang. Dia merasa sedikit sedih karena hal itu. Dia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran pria yang bermarga Oh itu.
~~~
Sebulan pun berlalu.Semenjak pesan singkat terakhiryang dikirim Sehun pada Nami, mereka sudah tidak pernah bertemu lagi. Setiap melewati lampu merah, tempat Nami pertama kali melihat Sehun, gadis itu sesekali teringat akan peristiwa-peristiwa di masa lampau. Kadang tanpa sadar bibirnya menguntai senyuman tipis mengingat percekcokan aneh diantara mereka.
Tinggal sebulan lagi, Nami akan menghadapapi ujian kelulusan SMA dan berencana melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Hari-hari Nami selalu diisi dengan kelas tambahan dan bimbel. Sudah tidak ada lagi waktu untuknya bermain-main. Sampai terkadang dia lupa makan.
Nami sedang mengikuti kelas tambahan hingga pukul delapan malam disekolahnya. Dia dengan seksama memperhatikan penjelasan guru matematika di depan. Tiba-tiba pandangan gadis itu menjadi perlahan-lahan kabur, kepalanya terasa pusing, dan perutnya terasa sangat sakit.
“Wae? Apakah ini kambuh lagi? Seingatku aku sudah makan tadi,” batin Nami.
Dilepaskannya kacamata berlist hitam miliknya. Dia merebahkan kepalanya di atas meja.
“Nami, kau baik-baik saja?” tanya salah satu teman sekelas Nami, So Hyun. Nami tidak menjawab.
Teman itu berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Nami. Dilihatnya wajah Nami sudah sangat pucat. Dia pun melaporkannya kepada gurunya. Setelah itu, Nami dibawa teman-temannya ke UKS.
Di UKS, Nami dibaringkan ke atas ranjang tempat tidur oleh dokter jaga disana. Terdapat juga beberapa murid lain disana yang mungkin kelelahan belajar seharian penuh. Nami diberikan pertolongan pertama dengan secangkir air putih hangat dan obat maag. Ya, Nami diberikan obat tersebut karena ia adalah seorang penderita penyakit maag yang cukup akut. Setelah itu Nami pun perlahan-lahan mulai tertidur.
Seorang gadis melihat lingkungan sekelilingnya yang berupa persawahan dan beberapa rumah. Angin sejuk berhembus kearahnya yang membuatnya reflek untuk memejamkan mata, menikmati betapa sejuknya udara yang bergerak itu. Tiba-tiba saja seorang gadis lainnya menghampiri.
“Nami, apa kau lapar? Ayo kita pergi makan kesana!” ucap gadis itu yang membuat Nami sedikit bingung.
Walaupun begitu, ia pun mengiyakan perkataan gadis itu lalu berjalan menuju arah yang ditunjukkan oleh gadis itu.
Tiba-tiba terdengar suara sorak-sorai dari jalan besar yang berada berlawan arah dari tujuan kedua gadis itu. Ketika Nami menoleh, dia melihat dua buah mobil yang diisi oleh beberapa lelaki yang terlihat sangat bahagia bersorak-sorai. Nami mengernyitkan dahinya, ia mengenali dua wajah yang ada di sana.
“Sehun dan Kai oppa?” gumamnya.
Lalu kedua lelaki yang namanya baru saja ia gumamkan memanggilnya. Sontak gadis itu pun terkejut.
“Nami-ssi, ayo ikut kita. Kita mau pergi makan ke restoran yang ada disana. Disini tidak ada restoran yang enak,” Kai menyorakkan hal itu pada Nami dari atas mobil yang ia naiki.
Nami ingin menolak permintaan oppa dari kawannya itu tapi tiba-tiba saja Sehun turun dari mobil dan melambaikan tangannya pada Nami sambil tersenyum.
“Ayolah. Ikut kita saja,” ucap Sehun sambil tersenyum.
Nami merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya ketika lelaki itu mengajaknya terlebih lagi ia tersenyum dengan manisnya padanya. Tanpa disadari, Nami pun menganggukkan kepalanya dan mengajak ‘teman perempuan’ yang ada disampingnya untuk ikut.
“Nami-ssi! Nami-ssi!….”
Dokter jaga yang ada di UKS tadi mencoba membangunkan gadis yang bernama lengkap Go Nami itu. Karena sekolah sebentar lagi akan tutup.
Nami membuka matanya dan terlihat bingung kenapa dia berada diatas ranjang UKS sekolahnya.
“O-ohh, dokter. Ada apa?” tanya Nami. Sekarang dia sudah mulai mengingat kembali apa yang terjadi sebenarnya.
“Sekolah sebentar lagi akan tutup. Siswa yang lain juga sudah pulang. Kamu pulangnya bisa sendiri atau orang tua kamu yang menjemput?” tanya dokter jaga itu. Nami menjawab jika dia akan pulang sendiri. Keadaannya sudah lebih membaik dibandingkan sebelumnya. Tas dan perlengkapan milik gadis itu sudah diantarkan oleh ketua kelasnya saat ia masih tertidur.
Nami bersiap-siap untuk keluar dari pintu UKS tapi langkahnya terhenti ketika dokter jaga itu menanyakan sesuatu.
“Ah, ya! Tadi kamu mimpi indah ya? Kamu tersenyum dalam tidurmu. Tapi sayang sekali aku harus membangunkanmu. Mian!” ucap dokter itu dengan sedikit nada menggoda.
Nami hanya menjawab dengan senyuman canggungnya dan langsung berpamitan.
“Tadi itu mimpi apa? Kenapa mimpinya aneh sekali? Terus kenapa aku memimpikan namja itu?!?! Aduh! Aku harus menyadarkan diriku!” keluh Nami sepanjang perjalanan menuju halte bus. Beberapa kali ia memukul kepalanya dengan tangannya, seolah-olah untuk menyadarkan kembali otaknya itu.
Nami melewati sebuah coffee shop yang berada didekat halte. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sekelompok pemuda tengah bercengkrama didalamnya. Pandangan gadis itu jatuh pada seorang pemuda yang sedang tertawa dengan bahagianya, dengan bibir tipis merah mudanya dan eye smile yang tebentuk dari kedua mata sipitnya.
Untuk sesaat, gadis itu terpaku melihat pemuda itu. Ia memandangi pemuda itu dan mengingat kembali mimpinya tadi. Nami meletakkan tangannya ke dadanya merasakan jantungnya berdetak dengan sangat cepat dan ia juga merasakan perutnya menegang karena ia merasa ada sesuatu didalamnya.
Sampai ketika kedua anak manusia itu bertemu mata, Nami dengan kikuknya segera membuang muka dan berlari ke halte yang jaraknya hanya delapan puluh langkah lagi.
Nami berlari sekuat tenaga tanpa menoleh. Saat tiba di halte, gadis itu terengah-engah karena nafasnya tidak beraturan setelah berlari. Ia mendudukannya tubuhnya ke bangku kosong dibelakangnya. Saking linglungnya, ia tidak menyadari seseorang duduk disampingnya.
“Kenapa kau tadi berlarian seperti baru saja melihat hantu?”
Jantung Nami yang masih belum berdetak normal kembali berdetak kencang ketika ia mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah suara itu berasal. Gadis itu berseru terkejut melihat sesosok pemuda yang duduk disampingnya itu. Ia hanya bisa mengedipkan matanya tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun. Nami merasa ingin menghilang detik itu juga.
“Annyeong kikuk! Lama tidak jumpa!” ucap pemuda berambut pirang Oh Sehun.
~~~
To be continued…
Jangan lupa RCL nya ya chinggudeul~~ titik aja juga gak apa-apa kok ._.v
