Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

20 Ways

$
0
0

20 ways

Title                 : 20 Ways

Author             : Lu Juhyun

Length             : Oneshot (5463w)

Rating                         : PG

Genre              : Romance, Comedy

Main Cast        : Seohyun, Luhan, Sehun

Pairing             : SeoHan

 

 

 

Seperti biasa, ya seperti biasa, Luhan berusaha menampakkan dirinya. Bukan berarti dia hantu atau apa, tapi ia berusaha membuat seseorang mengetahui keberadaannya. Sejak di sekolah ia sudah memikirkan apa yang harus dilakukannya di depan kios bunga itu. Apakah melompat-lompat seperti orang gila untuk menarik perhatiannya? Ataukah berlagak menjadi pengamen jalanan? Sepertinya ide kedua cukup bagus. Apalagi jika pada akhirnya yeoja itu berniat untuk memberinya uang. Secara tidak langsung Luhan akan memiliki benda darinya. Namun tidak mungkin, ia tidak mungkin membuat dirinya sendiri terlihat tidak pantas di depan pujaan hatinya.

 

Yeoja-yang-Luhan-tidak-tahu-namanya itu sudah menempati sebagian ruang hati Luhan yang kosong sejak pertama kali ia melihatnya.  Ketika itu, sepulang sekolah, Luhan sedang melampiaskan amarahnya pada teman-temannya yang sibuk secara bersamaan yang membuatnya harus berjalan kaki untuk pulang ke rumah. Kemudian secara tidak sengaja ia menendang batu kerikil kecil yang mengarah ke pot bunga yang sedang ditata yeoja-yang-Luhan-tidak-tahu-namanya di depan sebuah kios bunga, yang sekarang menjadi tempat favoritnya. Yeoja itu menoleh kaget. Luhan terdiam, terpesona oleh aura yang terpancar dari dalam diri Yeoja-yang-Luhan-tidak-tahu-namanya itu. Tanpa sadar Luhan terus memandanginya tanpa berkedip dan dengan mulut setengah terbuka. Ketika akhirnya Luhan tersadar, Luhan mendapati dirinya membungkuk 90 derajat beberapa kali kearahnya hingga akhirnya berlari cepat menuju rumahnya.

 

Sudah 2 minggu ia melakukan aksinya, mencoba menarik perhatian seseorang di dalam kios bunga itu. Namun nihil, tak ada hasil. Ia mempunyai 17 rencana dan ke 14 rencananya semua gagal. Sekarang rencana yang ia miliki hanya tersisa tiga dan ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah semuanya gagal nanti. Semoga tidak.

 

Kali ini ia akan berpura-pura jatuh di depan kios itu dan BAM! Yeoja itu akan datang menolongnya dan rencananya akan berjalan dengan sempurna. Ia sudah mempersiapkkan gunting untuk memotong celana panjang di bagian lututnya. Obat merah pun tak lupa ia bawa. Dan satu lagi barang bawaannya, sekantong tanah untuk mengotori dirinya nanti jika memang dibutuhkan. Luhan berharap semoga 15 adalah angka keberuntungannya. Walaupun ia telah membaca di primbon bahwa angka keberuntungannya untuk bulan ini tidak ada, tetapi ia tetap boleh berharap, bukan?

 

Kios bunga yang menjadi tujuannya semakin dekat dan Luhan semakin merapatkan kepalan tangannya. Semoga berhasil. Luhan menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada yang memperhatikannya. Kesempatan bagus untuk berpura-pura terjatuh.

 

BRUK!!

 

“Auuuuuuuuuuuuuuuwwwww!!” Luhan memastikan teriakannya yang keras tadi benar-benar terdengar seperti suara orang kesakitan dan bukannya suara auman serigala (karena ia merasa sedang mengaum bukannya menjerit kesakitan).

 

Tidak ada respon.

 

“Aku sakit!! Aku baru saja terjatuh! Tolong aku!” teriaknya tidak jelas sambil meringis seperti menahan sakit.

 

“Jatuh, ya? Apa kau mau kubantu?” kata seseorang yang Luhan harap adalah Yeoja-yang-Luhan-tidak-tahu-namanya. Namun mustahil karena orang itu memiliki suara rupawan atau bisa disebut suara laki-laki tulen yang seperti diberi polesan aegyo. Ew. Orang itu memegang pundak Luhan. Luhan dengan slow motion mengangkat mukanya untuk sekedar menatap orang asing yang berniat menolongnya itu. Pilihan tepat, belum terlambat untuk berlari.

 

“AAAAAAA!!” Wajah lelaki kekar yang berubah dari centil menjadi garang itu masih terbayang oleh Luhan.

 

Rencana 15 gagal.

 

 

 

Luhan belum menyerah. Masih ada rencana ke 16 dan 17. Dan ia merasa bahwa rencana mengamen harus benar-benar menjadi pilihan terakhir jadi ia memilih untuk melompat-lompat kali ini.

Ketika temannya menawarinya untuk pulang bersama, Luhan dengan sengaja menolaknya. Mereka bertanya mengapa dan Luhan hanya menjawab singkat, “Urusan cinta..” yang membuat teman-temannya ber “Huu..” ria. Luhan hanya menanggapinya dengan tertawa renyah.

 

Luhan sudah berdiri di depan kios itu lagi kali ini. Matanya menatap tulisan yang cukup besar terpampang di depan kios itu. Luhan baru tersadar selama ia datang ia tidak memperhatikan kios itu sedikit pun. Ia baru saja tahu nama kios itu. Joo’s. Membacanya membuat Luhan haus karena ia teringat ‘jus’. Blahh, Luhan semakin tidak terarah kali ini.

 

Setelah berdoa kepada Tuhan yang Maha Kuasa untuk membuat hari ini menjadi hari keberuntungannya, Luhan memulai aksinya melompat-lompat. Lompatan yang dilakukannya bukanlah lompatan biasa, bukan juga lompatan kodok atau lompatan kutu loncat. Bukan. Lompatannya sangat anggun dan akrobatis, sambil membuka lengannya lebar dan dengan muka menatap langit. Orang-orang mulai memperhatikannya, yang tadinya berjalan sekarang hanya terdiam sambil mengamati tingkah aneh Luhan. Pria muda berjas biru tua yang pertama kali menghampirinya.

 

“Apa yang kau lakukan, anak muda?” katanya.

 

“Saya tidak gila.” jawab Luhan sekenanya.

 

“Dan saya tidak bertanya.”

 

“Oh..”

 

“Mengapa kau melompat-lompat?” tanyanya kembali.

 

“Jika kau melompat-lompat di depan kios ini seperti ini sekarang, cintamu akan datang dengan sendirinya..” kata Luhan tak sadar akan perkataannya. Pria muda itu hanya mengangguk-angguk dan tanpa Luhan ketahui, pria itu mengikuti dibelakangnya.

 

Seorang wanita muda kemudian menghampiri keduanya dan bertanya kepada si pria muda, “Mengapa kalian berdua melompat-lompat seperti itu?”

 

“Katanya pekerjaan ini akan mendatangkan cinta..” jawab pria itu singkat tanpa menoleh.

 

Secara singkat, tempat itu sudah penuh dengan orang-orang yang melompat-lompat. Dan Luhan belum juga tersadar akan hal itu hingga ia merasakan tubuhnya pegal-pegal dan berniat berhenti sebentar. Pemandangan pantulan orang-orang melompat-lompat di kaca Joo’s Kios itu membuat mata Luhan hampir keluar dari tempat persinggahannya. Mengapa orang orang itu mengkuti apa yang ia lakukan? Apa yang telah terjadi?

 

“Ah, apa-apaan ini?!”  teriaknya frustasi namun semua terlihat fokus menatap langit. Luhan menarik rambutnya keras-keras. “Seingatku aku tidak berniat melakukan flash mob?” pikirnya. Kemudian matanya terfokus pada seseorang. Lelaki kekar itu lagi. “AAAAAAAAA!” Luhan berteriak dan kembali berlari untuk pulang ke rumah seperti hari sebelumnya. Sementara itu, mendengar teriakan seseorang dari luar kiosnya membuat seorang yeoja keluar dari kios itu untuk melihat keadaan luar. Ia terlihat sangat kaget ketika dilihatnya orang melompat-lompat di depan kiosnya. Sambil menatap langit pula. Ia mengecek apa yang ada di langit yang membuat orang-orang itu tertarik, namun ia tak melihat apapun yang menarik jadi ia kembali masuk ke kiosnya.

 

Rencana 16 gagal.

 

 

 

Kegagalan terakhir yang Luhan dapat masih belum dapat mematahkan semangatnya. Walaupun ia sedikit frustasi karena harus berpura-pura menjadi pengamen kali ini, namun ia terus pantang menyerah.

 

Yang ia pikirkan kali ini adalah apa yang harus ia nyanyikan. Haruskah ia menyanyikan lagu anak-anak? Abang Tukang Bakso atau 3 Little Bears misalnya. Ataukah ia harus menyanyikan lagu tentang jatuh cinta? Namun mengapa pengamen menyanyikan lagu bahagia? Atau ia harus menyanyikan lagu sedih? Argh, ia benar-benar tidak mengerti kali ini. Ia berpikir pengamen-pengamen itu lebih profesional daripada penyanyi pada umumnya karena dapat menyanyikan lagu apa saja secara spontan dan tidak perlu berpikir keras seperti dirinya saat ini. Benar-benar hebat.

 

Dan lagi ia harus melatih suaranya agar tidak off tune pada saat menyanyi. Benar-benar memusingkan! Apakah menjadi pengamen harus sesulit ini?!

 

Ia tidak sengaja menemukan catatan temannya. Secarik kertas dengan lirik lagu tertulis di atasnya. EXO-Angel. Sempurna! Yeoja itu memang malaikat.

 

Ia menggunakan waktunya di sekolah untuk berlatih bernyanyi, bahkan saat pelajaran ia selalu pergi ke kamar mandi untuk berlatih singkat.

 

“Hey..” salah seorang temannya yang biasa dipanggil Sehun mendatanginya sepulang sekolah.

 

“Tidak, aku tidak berniat pulang bersamamu, ur-”

 

“Urusan cinta.” kata Sehun. “Aku juga tidak berniat mengajakmu pulang bersama, hanya menyapamu saja. Sepertinya kau terlihat sibuk akhir-akhir ini.”

 

“Yeah,” Luhan menghela napas. “urusan cinta.” Sehun terlihat memutar kedua bola matanya. Dan percakapan mereka berhenti saat itu juga.

 

Untuk yang ke-17 kalinya Luhan berdiri tak jauh dari Joo’s Kios, menyiapkan ketenangan yang dibutuhkan oleh hatinya. Kali ini ia harus berhasil.

 

Luhan menyiapkan gitar kecilnya dan dikalungkannya alat musik itu di lehernya. Ia sudah siap fisik dan mental. Baju rombeng? Siap! Sandal buntut? Siap! Gitar? Siap! Suara? Siap! Lalu, tunggu apa lagi? Luhan mulai berjalan, ia mulai menyanyi sambil  memejamkan matanya, sangat terfokus dengan apa yang ia nyanyikan.

 

“As your guardian, I will block the stiff wind

Even though people turn their backs to you

If I could become the person

Who can wipe your tears on a tiring day

It will be parad—”

 

“Hey, kiosnya tutup.” BAM!!! Suara hati Luhan memang hanya Luhan saja yang bisa mendengar dan merasakannya. “Dan, hey! Bukankah kau yang kemar–”

 

Sial! Lelaki kekar itu lagi! Sebenarnya dia ini preman sini atau apa?!

 

“Bukan! Aku bukan yang kemarin lusa jatuh di sini dan bukan juga orang yang pertama kali melompat-lompat di depan toko ini! Bukan!” kata Luhan cepat melebihi cepatnya rambat cahaya. “AAAAA!!” tak lupa ia berteriak sebelum akhirnya berlari pulang lagi, meninggalkan si lelaki kekar yang berdiri mematung di tempatnya.

 

Dan untuk sekali lagi, rencana 17 gagal.

 

 

 

Esoknya, Luhan terlihat murung dan lesu. Sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang selalu dilakukannya dengan semangat. Teman-temannya sudah bisa menduga pasti semua ini berhubungan dengan urusan cinta Luhan.

 

Hingga ketika pelajaran selesai, Luhan menghampiri Sehun. “Apakah kau bisa mengantarku pulang kali ini?” Sehun menatap kearah Luhan.

 

“Bagaimana dengan urusan cintamu?”

 

“Lupakan saja..” Luhan terlihat semakin lesu. Ia menarik meja dibelakang Sehun untuk didudukinya sambil menunggu temannya itu mengemasi barang-barangnya. Tidak. Luhan tidak mungkin melupakan urusan cintanya, hanya saja ia sudah kehabisan ide.

 

“Gitar itu..” kata Sehun sambil melipat pakaian olahraganya. Luhan hanya menatapnya, menaikkan kedua alisnya sambil menunggunya kembali berbicara. “Gitar yang kemarin kau bawa. Jangan bilang itu ada hubungannya dengan urusan cintamu..” Perfecto.

 

“Yeah, kemarin aku berpura-pura menjadi pengamen di depan kiosnya dan gagal.” kata Luhan. Kemudian ia mengingat si lelaki kekar hingga membuatnya begidik ngeri. Ia mengerucutkan bibirnya, seperti anak kecil.

 

Sementara itu Sehun yang akan memasukkan buku diktat Sejarah tebal tiba-tiba menghentikan kegiatannya dan beranjak dari tempat duduknya untuk berdiri di depan Luhan. Tentu saja ia akan memukulkan buku tebal itu di kepala Luhan.

 

“AWW! What the hell??!!” Luhan menatap Sehun dengan wajah randomnya sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Tangannya tak berhenti mengusap-usap pucuk kepalanya untuk meredam sakit yang dialirkan oleh buku sialan itu. Oh tidak. Bukan buku itu yang sialan melainkan orang yang sedang memegangnya saat itu.

 

“Babo.” kata Sehun dingin. Tidak percaya teman dekatnya sangat-sangat bodoh melebihi kebodohan Spongebob yang dapat dibodohi oleh Patrick si bodoh. “Dan rencana-rencanamu yang lain yang kau bilang semuanya gagal, pasti tak kalah bodohnya dengan yang tadi.”

 

“Huh? Tidak terlalu. Hanya berpura-pura terjatuh di depan kios, kemudian melompat-lompat sambil membuka lengan lebar dengan muka menatap langit, kemud—”

 

“STOOOP!” Sehun menutup kedua lubang telinganya. “Kau tahu telingaku sangat sensitif mendengar hal-hal bodoh, ya Tuhan!” ia berusaha mempercepat pekerjaannya mengemasi barang supaya bisa segera pulang.

 

“Lalu apa yang harus aku lakukan, anak pintar?” Luhan menekankan frasa anak pintar dengan intonasi dibuat seimut mungkin, dan jangan lupakan ia melakukannya sambil tersenyum sok manis. Sehun mengerutkan dahinya berharap apa yang dipikirkannya tidak akan terjadi. Tidak mungkin Luhan akan beralih mencintainya jikalau ia tak berhasil mendapatkan hati si yeoja-yang-Sehun-tidak-tahu-wajahnya itu. Amit-amit.

 

“Ew.” sambil menutup resleting tasnya, Sehun menatap Luhan jijik. Kemudian dia berjalan keluar kelas diikuti Luhan. Ia terdiam, mencoba berfikir. Luhan tidak mungkin berfikir untuk mendekatinya langsung, bukan? Ia yang pikirannya mudah sekali ditebak, karena terlalu polos dan bodoh untuk anak seumuran mereka, pasti tidak pernah mencoba memasuki kios itu dan selalu melakukan rencana bodohnya di luar kios yeoja itu, bukan? That’s it. Sehun berusaha bersikap sedatar mungkin padahal hatinya sangat senang otaknya bekerja di saat-saat genting seperti ini. “Kalau kau ingin mencari perhatiannya, mengapa kau mencoba agar dia keluar dari tempatnya? Mengapa bukan kau yang memasuki kios itu saja?”

 

Luhan berhenti berjalan. Sehun secara tak sadar ikut berhenti juga.

 

Hening.

 

“Sehun aku tidak jadi pulang bersamamu!” Namja itu, seperti yang sudah Sehun perkirakan, berlari seketika. “Kau adalah cintaku ke-4! Aku mencintaimu setelah Tuhan, orang tuaku, dan yeoja itu! Saranghae!!” teriak Luhan yang membuat Sehun benar-benar ingin mati saat itu juga.

 

“Oh, thanks, Babo. Sekarang semua akan berpikir yang tidak-tidak karena ulahmu.” katanya sambil berjalan sambil menutup mukanya dan melihat ke bawah. Tentu saja orang-orang itu melihat ke arahnya setelah teriakan “Saranghae” dari Luhan. What the hell.

 

 

 

Luhan sedikit mengutuk dirinya sendiri karena tak berpikir sedikitpun untuk memasuki kios itu. Apakah iya ia sebodoh itu? Luhan benar-benar tidak tahu kemana arah jalan pikirannya sendiri. Luhan mengacak-acak rambutnya sendiri menyadari kebodohannya kemudian panik dan menatanya kembali. Tidak mungkin bukan, ia bertemu si yeoja-yang-Luhan-masih-belum-tahu-namanya dengan rambut berantakan? Hell, no. Walaupun ini bukan kali pertama mereka bertemu, Luhan yakin yeoja itu tidak mengenali Luhan.

 

Luhan membuka pintu kios itu pelan, udara di dalam yang dingin dengan campuran keringat dingin Luhan membuat suasana terasa seperti di Kutub Utara. Wangi bunga yang harum membuat Luhan yakin yeoja itu memakai sedikit parfum bunga atau sejenisnya. Namun kemudian ia memukul pelan kepalanya sendiri. Tentu saja terdapat bau bunga, bukankah ia sekarang berada di kios bunga? Ckckck Luhan. Mata Luhan menyapu sekelilingnya. Terlihat beberapa orang sedang melihat-lihat bunga-bunga yang ditata dengan indah. Dua orang wanita sedang melihat-lihat bunga lili, kemudian ada satu lelaki yang cukup tua untuk dibilang muda yang melihat-lihat bunga mawar dengan telepon genggam menyala yang terletak di telinganya. Ia terlihat bingung memilih warna bunga mawar mana yang ia akan beli dari caranya memegang tangkai-tangkai bunga mawar itu. Sepertinya ia sedang memilih bunga untuk kekasihnya. Kekasih. Luhan berharap suatu saat yeoja itu menjadi kekasihnya.

 

Dan semua terlihat seperti nyata ketika yeoja itu perlahan mendekat ke arahnya. Jantung Luhan berdegup begitu kencang. Keringat dingin menetes dari dahinya, mulutnya tak dapat ia katupkan sempurna. Ia tidak memasuki kios ini hanya untuk berlatih spot jantung! Aura yeoja itu benar-benar kuat. Kecantikannya yang alami terpancar dari senyumannya dan raut wajahnya yang khawatir ketika ia membalut tangan pria yang tak muda tadi. Ah, jadi yeoja itu mendekati lelaki yang tak sengaja melukai tangannya itu. Ceroboh sekali ia memegang tangkai-tangkai berduri itu dengan kasar. Namun kejadian itu membuat Luhan mempunyai ide yang cemerlang.

 

Dengan segera ia berjalan keluar dari kios itu dengan cepat, membuat semua mata tertuju pada dirinya, termasuk yeoja yang sedang membalut tangan lelaki tak muda itu.

 

 

 

“Apakah kau benar-benar akan melukai dirimu hanya untuk yeoja itu?” tanya Sehun serius. Tidak terlalu serius sebenarnya. “Bahkan kau tidak tahu siapa namanya..”

 

“Diam kau! Sebentar lagi aku akan tahu namanya.” kata Luhan dengan senyuman terpulas di bibirnya. Sehun yang melihatnya hanya terkekeh geli. Pria ini memang sudah dibutakan oleh cinta. Sehun benar-benar bersyukur tak mempunyai seseorang yang bertengger di hatinya. Sangat rumit pastinya jika ia mempunyai satu, dan Sehun tak suka hal-hal yang rumit.

 

Hari berjalan sangat lambat untuk Luhan. Ia tak sabar menanti bunyi bel pulang untuk kemudian segera bergegas pergi ke Joo’s Kios dan melukai tangannya sendiri. Dan tentu saja merasakan sentuhan yeoja itu membalut tangannya yang terluka.

 

Tak terasa matahari sudah berada di atas kepala dan itu berarti saatnya Luhan untuk menggapai cintanya. Dengan semangat yang Sehun berikan sebelum Luhan berjalan menuju bidadarinya, Luhan amat sangat yakin rencananya yang ke-18 kali ini akan berhasil. Paling tidak untuk sedikit berada lebih dekat darinya.

 

Ketika tidak ada yang melihat, sengaja Luhan menancapkan duri mawar ke jari telunjuknya. Kemudian ia bersuara cukup keras agar seseorang yang berada di sampingnya menyadari tangannya terluka.

 

“Aw..” jeritnya sedikit dibuat lebih pelan sambil melirik wanita di sampingnya dari sudut matanya. Berhasil. Wanita itu mengarahkan pandangannya pada Luhan, kemudian pada jari telunjuk yang dipegangnya.

 

“Oh!” ia terlihat ukup kaget. “Agashi! Telunjuk namja ini terluka!” katanya pada yeoja itu. Yeoja itu terlihat merespon.

 

“Eh?” matanya yang besar tak sengaja berpapasan dengan mata Luhan yang membuat namja itu melayang seketika. Sambil meringis menahan sakit, ia berkata tidak apa-apa namun tetap berharap yeoja itu mendatanginya. Yeoja itu terlihat mencari barang-barangnya, kemudian meraih kotak P3Knya. Masih selangkah ia berjalan, terdengar suara dari dalam.

 

“Joohyun-ah, kemarilah sebentar, nak!” Sepertinya itu ibunya. Suaranya juga lembut seperti suara yeoja itu. Rupanya Joohyun namanya.

 

“Sebentar Umma, ada pengunjung yang terluka.” katanya. Luhan terlihat was-was. Kemudian langit yang sangat cerah tiba-tiba terlihat mendung ketika Luhan melihat umma dari Joohyun membisikinya sesuatu dan meraih kotak obat yang Joohyun pegang. Tidak. Ini tidak mungkin terjadi. Luhan tidak kemari untuk merasakan sentuhan umma Joohyun.

 

“Kemarikan jarimu yang terluka, nak.”

 

Rencana 18 gagal.

 

 

 

Sehun hanya tertawa terbahak-bahak ketika mendengar kegagalan Luhan kali ini keesokan paginya. Tawa namja itu benar-benar menyebalkan. Matanya tertutup dan mulutnya terbuka sangat lebar. Gigi-giginya yang mungil terlihat sangat lucu dipadukan dengan raut wajahnya saat itu. Bahkan Luhan baru melihat namja di depannya itu tertawa selebar itu kali ini. Apakah iya kegagalan Luhan kali ini selucu itu? Luhan kira tidak.

 

“Bagaimana kalau kau diam? Itu akan sedikit membantu.” kata Luhan sambil cemberut. Tangannya mengaduk-aduk soda yang ia beli, kemudian menyeruput sedikit bagian dari soda itu. Sehun terlihat melakukan hal yang sama namun masih sambil tertawa. Bahkan ia sudah berusaha meredam tawanya namun tetap saja gagal. “Tapi aku sudah tahu namanya.” kata Luhan sedikit ceria kali ini.

 

“Oh, ya?” Sehun sedikit tidak percaya. Paling tidak apa yang sudah Luhan lakukan selama ini menumbuhkan hasil.

 

“Yeah,” kata Luhan sambil menyeruput sodanya kembali. “Joohyun. Namanya Joohyun.”

 

“Nama yang cantik.”

 

“Untuk orang yang cantik.”

 

“Cih, secantik apa sih dia? Aku ingin melihatnya!” kata Sehun. Ia penasaran juga. Pasalnya Luhan terlihat sekali seperti mengagung-agungkan yeoja itu. Yang memang sangat agung bagi Luhan.

 

“Jangan!”

 

“Wae??” Sehun tidak terima.

 

“Nanti kau suka, lagi.” kata Luhan sambil menatap Sehun dengan menyebalkan. Ia suka sekali menggoda temannya itu.

 

“Yeee!” Sehun meneloyor kepala Luhan. Respon yang didapat sudah ia duga, wajah random Luhan lagi. Luhan memang senang sekali menunjukkan muka randomnya yang benar-benar menggelikan untuk dilihat ketika ia kesakitan. Bel masuk berbunyi dan Luhan sudah tidak sabar untuk menunggu bel pulang. Siswa macam apa dia ini?

 

Kali ini Luhan berniat untuk membeli mawar saja. Apabila ia ditanya mengapa ia membeli mawar, ia akan menjawab ia disuruh ibunya. Hehehe, ide yang cukup bagus.

 

Ia berpura-pura melihat-lihat mawar lebih lama padahal sedari tadi yang ia lakukan ialah mengambil foto Joohyun lewat telepon genggamnya. Ketika ia merasa ada seseorang yang datang, dengan segera ia mengambil setangkai bunga mawar merah dan bergegas berjalan menuju meja kasir untuk membayar bunga itu, sekaligus bertemu dengan Joohyun tentunya.

 

Kedatangannya disambut dengan senyuman yang sangat ramah, Luhan merasakan dirinya ada di surga saat ini. Ia menunggu Joohyun membungkus mawar itu, ketika tiba-tiba Joohyun bertanya.

 

“Untuk kekasihmu, ya?” katanya sambil tersenyum. Jangan pernah menyuruh Luhan untuk mendeskripsikan bagaimana senyumannya karena dia tak akan berhenti sekali dia memulai.

 

“Eh?” Luhan sedikit terperanjat. “Iy-eh, maksudku bukan!” kata Luhan terbata-bata. “Ini untuk ummaku.”

 

“Oh..” Joohyun mengangguk-angguk. “Ummamu menyukai mawar?” Luhan tidak siap dengan pertanyaan ini! Seingatnya Ummanya tidak menyukai bunga apapun.

 

“Y-ya, begitulah..” kata Luhan sambil menggaruk-garuk kepalanya. Joohyun hanya tersenyum kemudian menyerahkan bungkusan bunga mawar milik Luhan yang sudah dibungkusnya rapi.

 

Luhan berbalik. Ia tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Yeoja itu mengajaknya bicara! Joohyun mengajaknya berbicara! Dan, mengapa ia bertanya untuk siapa bunga ini? Apakah ia menyukai Luhan? Ingin sekali Luhan melompat-lompat dan berteriak sekencang-kencangnya, namun ia tahan semua itu.

 

Baru dua langkah Luhan berjalan, ia mendengar satu kalimat yang membuat kebahagiaannya sirna seketika.

 

“Untuk kekasihmu, ya?” sepertinya Joohyun bertanya kepada setiap orang.

 

Rencana 19 gagal.

 

 

 

Keesokan harinya Luhan berniat untuk tetap mempertahankan rencana 19. Ia datang lagi ke kios itu untuk membeli mawar merah, lagi. Luhan kira Joohyun akan mengenalinya semenjak percakapan mereka kemarin, namun sepertinya itu semua hanya dianggap angin lalu oleh Joohyun. Luhan kecewa akan hal itu namun ia tetap datang lagi keesokan harinya.

 

Hal itu ia lakukan sudah mencapai sepuluh hari dan sepertinya Joohyun masih belum mengenalinya juga. Terlalu banyak pengunjung yang datang hingga ia tak hafal satu persatu. Lagi pula tidak hanya Luhan yang setiap hari datang ke kios itu. Banyak namja-namja yang pastinya mempunyai kekasih yang setiap hari datang. Ibu-ibu pun banyak yang datang. Kadang untuk membeli beberapa bunga, ataupun sekedar mampir mengunjungi umma Joohyun.

 

Hari berganti hari dan bulan berganti bulan. Tak terasa sudah 1 bulan Luhan mengejar Joohyun. Tak sepenuhnya mengejar memang, hanya mendatanginya saja.

 

Bulan Februari yang datang kali ini sepetinya sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya, Luhan lewatkan bersama Sehun dan teman-temannya yang lainnya. Benar-benar hambar, tanpa rasa. Sehun sudah mengingakannya beberapa kali untuk lebih berani tapi itu semua tak semudah apa yang Sehun pikirkan. Mana mungkin ia mengganggu Joohyun yang sedang sibuk? Bukankah sangat terkesan tidak sopan?

 

Berani, mungkin tak selalu mendekati Joohyun secara langsung. Bisa saja dilakukan dengan lebih mencari perhatian, pikir Luhan. Dan Luhan berniat untuk  memilih jalan yang sedikit mengerikan. Memecahkan pot bunga.

 

 

 

Luhan tidak tahu bagaimana cara memecahkan pot bunga yang ia bawa saat ini. Jika ia dengan sengaja melempar pot ini, akan terkesan sangat amat bodoh. Jika ia berdiri kemudian melepaskan tangannya dari pot, juga akan terlihat oleh orang yang berada di sampingnya. Pada akhirnya Luhan memilih berjalan menuju kasir dan berpura-pura menjatuhkan pot itu dengan tidak sengaja.

 

PRANG

 

“Oh?!” Semua orang terdengar kaget. Luhan sendiri juga kaget. Ia tak menyangka suaranya akan sekeras ini. Sebenarnya ia sedikit malu ketika semua mata memandangnya. Terlebih saat melihat raut muka kaget Joohyun. Luhan sangat merasa bersalah tapi hanya dengan cara ini Joohyun bisa mengenalinya lebih dari pengunjung-pengunjungnya yang lain.

 

Joohyun mendekatinya, berdiri di depannya sambil melihat pot bunga yang pecah. Sepertinya ia berpikir-pikir apakah Luhan harus mengganti kerugian pecahnya pot bunga itu atau tidak.

 

“Mianhaeyo..” kata Luhan akhirnya.

 

“Ah, tidak apa-apa, sebent–” Luhan menarik tangan Joohyun tepat saat yeoja itu membalikkan badannya untuk menjauh darinya. Tidak. Luhan tidak seberani itu untuk berbuat lebih jauh. Setelah yeoja itu membalikkan badannya lagi untuk menatap Luhan, Luhan mengeluarkan dompetnya.

 

“Aku akan ganti.” katanya sambil mengambil beberapa lembar uang. Joohyun tidak mengambilnya, hanya menatap uang yang Luhan berikan. Akhirnya Luhan memaksakan tangan Joohyun untuk menerima uang ganti ruginya. Setelah membungkuk beberapa kali sambil berkata maaf, Luhan melesat pergi, meninggalkan Joohyun yang terpaku. Paling tidak Luhan sudah berhasil memegang tangannya.

 

Rencana 20 sedikit berhasil.

 

 

 

Keesokan harinya ia kembali melakukan rencana 20 yaitu memecahkan pot bunga. Ketika Joohyun menatap Luhan sambil berkata “Kau..” tak bisa dipungkiri Luhan begitu bahagia. Walaupun reputasinya di mata Joohyun hanyalah orang yang dua kali berturut-turut memecahkan pot bunga di kiosnya. Luhan hanya meringis pura-pura bersalah kali ini. Dan seperti kemarin, ia kembali mengganti kerugian dan segera melesat pulang.

 

Sudah seminggu Luhan melakukan rencana 20. Dan sepertinya Luhan menyerah kali ini mengingat respon Joohyun pada hari ke-7 ia memecahkan pot bunga. Hanya ada mereka berdua di dalam Joo’s Kios pada waktu itu.

 

“Hey..” kata Luhan saat itu. Sambil meringis menampakkan sederet gigi putih bersihnya. Lagi -lagi dengan senyum bersalah yang dipaksakan. Seohyun hanya menghela napas. Seperti mengetahui hal ini akan terjadi lagi.

 

“Kau lagi..” katanya kemudian.

 

“Jangan khawatir aku akan mengganti seperti biasanya!” kata Luhan.

 

“Tidak, maksudku,” ucap Seohyun. “sebenarnya kau kemari untuk membeli bunga atau memecahkan pot bunga?” katanya kemudian yang membuat Luhan kelabakan. Ia tidak menyangka akan diberi pertanyaan sesulit ini.

 

“Tapi aku mengganti kerugiannya.”

 

“Tapi kau tak membantuku membersihkannya..” kata Seohyun semakin lirih sambil menunduk menatap pecahan pot bunga yang disababkan oleh lagi-lagi Luhan. Luhan tidak menjawab. Dan sepertinya Joohyun juga tidak berniat untuk membuka percakapan. Suasana menjadi hening. Luhan benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat itu. Apakah ia harus berlari saat itu juga?

 

“Mianhaeyo..” Luhan tidak bisa merespon apa-apa. Ia kemudian meletakkan uang yang sudah ia ambil dari dompetnya dan menaruhnya di rak terdekat. Ia benar-benar malu dan kecewa dengan dirinya sendiri. Mengapa ia memilih rencana 20 ini?

 

Rencana 20 sepertinya gagal.

 

 

 

“Dan bagaimana katanya?”

 

“Tapi kau tak membantuku membersihkannya.” Luhan menirukan ucapan Seohyun waktu itu. Sehun hanya tertawa kecil. “Dan sekarang harapanku telah sirna.”

 

“Kau pergi begitu saja setelah dia berkata seperti itu?”

 

“Ya, mau bagaimana lagi? Aku tak tahu apa lagi yang harus aku lakukan di sana.”

 

Luhan menempatkan dirinya senyaman mungkin di meja. Lengan bawahnya ia gunakan sebagai bantal dan ia menaruh kepalanya diatas lengannya.

 

“Mengapa kau tidak membantunya?!” Sehun gemas juga dengan tingkah laku Luhan.

 

“Memangnya ia benar-benar ingin dibantu? Aku pernah baca katanya yeoja itu suka sekali mengatakan kebalikan dari apa yang mereka inginkan. Bukankah itu sangat membuat kita bingung?”

 

“Aku tidak tahu. Aku bukan yeoja.” kata Sehun sambil mengangkat bahunya. Luhan menghela napas berat.

 

“Sangat tidak membantu.”

 

“Yeah.” kata Sehun. Kemudian ia berbalik dan menoel bahu seorang yeoja yang duduk membelakanginya. “Hey, aku ingin bertanya.” Yeoja itu berbalik dan menatap Sehun.

 

“Apa?” yeoja itu terlihat sangat senang ditanyai oleh Sehun.

 

“Jika seorang yeoja mengatakan sesuatu, apakah hal itu yang benar-benar diinginkannya atau sebaliknya?” tanya Sehun. Yeoja yang ditanya langsung berwajah muram saat Sehun menanyakan tentang yeoja kepadanya.

 

“Tergantung orangnya, sih.” jawabnya kemudian. Sehun mengangguk-angguk mengerti. Dan yeoja itu berbalik lagi.

 

Sehun berbalik dan kembali menatap Luhan yang memandang kosong. “Sangat tidak membantu.” kata Sehun menirukan Luhan. Helaan napas Luhan lebih berat kali ini.

 

 

 

Sudah seminggu Luhan tidak menampakkan diri di Joo’s Kios. Lebih tepatnya ia tidak berani menampakkan diri. Lagipula ia sudah menyerah untuk mengejar Joohyun walaupun Luhan sebenarnya masih sangat-sangat menyukainya.

 

“Umma aku berangkat dulu..” pamitnya pada ummanya yang saat itu sedang memasak di dapur. Di samping sebuah botol berisi air yang biasanya ia isi bunga mawar. Luhan menghela napas lagi untuk yang kesekian kalinya tiap kali mengingat sesuatu yang berhubungan dengan Joohyun.

 

“Luhan-ah, jangan lupa belikan mawarnya!” teriak umma Luhan ketika Luhan sudah berada di ambang pintu. Luhan mengiyakan. Memang ummanya tidak suka bunga, namun semenjak Luhan beberapa kali datang membawa bunga, pada akhirnya umma Luhan menyukai mawar merah juga. Bahkan sejak Luhan menggunakan rencana 20, semenjak Luhan sudah tak membeli bunga mawar lagi, botol berair itu selalu terisi bunga mawar setiap harinya. Sepertinya ummanya yang membelinya. Dan kemarin sepertinya ummanya lupa membeli bunga sampai harus menyuruhnya membeli bunga hari ini. Memaksanya untuk bertemu Joohyun kembali.

 

Saat pulang sekolah, Luhan masih merenung apakah ia harus membelikan bunga mawar itu atau tidak. Ia ingin sekali berbohong mengatakan ia lupa, namun ia tidak tega pada ummanya. Namun ia masih sangat malu untuk bertemu Joohyun.

 

Pada akhirnya ia memilih untuk membelikan ummanya setangkai mawar merah. Hari sudah sore dan untungnya Joo’s Kios masih belum tutup. Saat Luhan masuk, di dalam kios sangat sepi. Sepertinya hanya ada Luhan dan si penjaga saat itu. Dan untuk pertama kalinya Luhan berharap umma Joohyun lah yang menjaga kasir kali ini. Luhan segera mengambil setangkai mawar merah sambil lalu. Kemudian segera menuju kasir. Tuhan sepertinya selalu tidak berpihak pada Luhan karena ternyata saat itu di kios hanya ada Luhan dan Joohyun.

 

Hening.

 

“Kau..” ucap Joohyun.

 

“Hey,” kata Luhan. “lama tak jumpa.”

 

Joohyun tak mengindahkan kalimat Luhan. Ia justru mendongakkan kepalanya untuk melihat apakah ada pot yang pecah atau tidak.

 

“Tenang saja aku tidak memecahkan pot bunga lagi kali ini. Aku kemari untuk membeli mawar ini. Mawar ini benar-benar ummaku yang meminta kali ini. Ya, yang dulu-dulu aku berbohong. Ummaku tidak suka bunga. Tapi, aku tidak tahu hanya dengan sepuluh hari membelikan mawar merah bisa merubah orang yang tak suka bunga menjadi sebalikny–AWW.” tak sengaja Luhan melukai tangannya dengan duri tangkai mawar itu. Sakit yang tiba-tiba membuatnya kaget. Seingatnya saat ia sengaja melukai dirinya, rasanya tak sesakit ini? Mungkin karena saat itu ia sudah siap.

 

“Ah, kau terluka!” teriak Joohyun histeris. Tak terlalu keras memang.

 

“Ah, tidak apa-apa. Biarkan saja.”

 

Tapi Joohyun tak peduli. Ia mendatangi Luhan dan menarik mawar itu dari tangan Luhan yang kemudian diletakkannya di meja kasir. Ia menggandeng tangan Luhan dan mendudukkannya di kursi panjang dekat kasir. Lalu ia berlari menuju pintu depan dan baru Luhan sadari setalah ia kembali, ternyata ia baru saja mengganti tulisan ‘Buka’ menjadi ‘Tutup’.

 

Joohyun menempatkan dirinya disamping Luhan. Memengang tangan Luhan, dan membersihkan darah dari tangan Luhan. Tidak terlalu besar memang luka yang didapat Luhan. “Di sini kami harus bertanggung jawab atas siapapun.” kata Joohyun sambil mengeringkan tangan Luhan dengan tisu. “Sudah seminggu kau tidak kemari..” kata Joohyun. Luhan melihat pipi yeoja itu sedikit memerah walaupun ia sudah menyembunyikannya dengan menundukkan kepalanya.

 

“Eh?” Luhan terlihat sedikit tersentak. Kemudian ia diam. “Kau tahu, aku sengaja memecahkan pot-pot bunga itu.”

 

Joohyun menatap Luhan, masih sambil memegang tangannya. “Untuk apa?”

 

“Hhh..” kali ini Luhan merasa ia harus mengatakan yang sebenarnya. Semuanya. “Untuk mencari perhatianmu, Babo!” ucap Luhan sedikit kesal. Apakah yeoja ini benar-benar tidak sadar? Ya, Tuhan.

 

Joohyun hanya tertawa kecil. “Aku tahu.” katanya kemudian. Luhan benar-benar tidak mengerti kali ini. “Kau yang dulu menendangkan kerikil kearahku di depan kios ini, bukan? Yang berjalan pulang dengan cepat ketika aku sedang membersihkan luka seorang lelaki, yang melukai telukjuknya saat membeli mawar pertamamu dari sini, yang hampir menjawab ‘Iya’ ketika aku bertanya apakah mawar yang kau beli dari tempat ini untuk kekasihmu, yang sepuluh hari membeli mawar merah berturut turut, dan selanjutnya beralih profesi menjadi perusak pot bunga, kemudian menghilang dan datang kembali hari ini.” ucap Joohyun sambil tersenyum kecil. Yeoja itu mengambil plester dan membalutkannya ke telunjuk Luhan. Luhan hanya melongo mendengar ucapan Joohyun.

 

“Dan kau yang melukai hatiku dengan berkata aku tidak membantumu membersihkan pecahan pot bunga.”

 

“Dasar bodoh. Aku melakukannya agar kau mau membantuku membersihkan pecahan pot bunga bersamaku dan akhirnya kita menghabiskan waktu lebih banyak bersama.” kata Joohyun menahan malu. “Ah, babo! Kau membuatku mengatakan yang seharusnya tidak kukatakan!” katanya lagi. Luhan tertawa kecil dan mengacak rambut Joohyun bagian depan. Joohyun hanya memasang muka cemberut. “Lagian sebenarnya ada orang tersendiri yang bertugas membersihkan tempat ini.” kata Joohyun sambil menunjuk orang diluar yang masih terlihat dari kaca. Lelaki kekar itu.

 

“He? Dia?! Pantas saja..” kata Luhan menyadari nasibnya yang selalu bertemu orang itu.

 

“Ada apa? Kau mengenalnya?”

 

“Tidak,” Luhan menggeleng cepat. “hanya saja ia selalu ada saat aku melancarkan aksiku di depan kios.” kata Luhan malu.

 

“Ah, jangan-jangan kau yang dibilang jatuh di depan kios dan tidak mau dibantu, itu? Dan juga yang mengamen pada saat kios ini tutup?” tebak Joohyun seperti menemukan pencerahan. Matanya bertambah lebar ketika ia mengatakan hal yang menurutnya menarik itu.

 

“Aish, jangan dibahas lagi!” kata Luhan sambil membekap mulut Joohyun dengan kedua tangannya yang menjulur salah satu di depan badan Joohyun dan yang lainnya di belakang dan secara tidak langsung memeluk Joohyun. Joohyun hanya tertawa sambil melepaskan tangan Luhan dari mulutnya.

 

“Dan satu lagi pembuktian betapa bodohnya dirimu!” kata Joohyun sambil  mengangkat jari telunjuknya. Luhan mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum. “Kau tidak sadar aku hanya bertanya ‘Untuk kekasihmu, ya?’ sehari dulu itu saja? Ckckck..”

 

“Tapi kau juga bertanya pada yang lainnya! Mana aku tahu?” ucap Luhan sambil cemberut. Joohyun hanya tertawa sambil berkali-kali mengucapkan ‘Babo’. Kemudian secara tiba-tiba Luhan beranjak dari tempatnya dan datang lagi membawa setangkai mawar merah. “Aku tidak jadi beli satu.” katanya.

 

“Oh, iya!” Joohyun menepuk dahinya, merutuki dirinya yang lupa tujuan utama Luhan kemari. Ia berlari kecil ke meja kasir dan menghitung jumlah yang harus Luhan bayar. Setelah membungkusnya rapi, Joohyun mengikuti Luhan dibelakang.

 

“Mengapa kau mengikutiku?” tanya Luhan.

 

“Aku tidak mengikutimu, aku ingin mengambil kotak obatku. Kau percaya diri sekali.” kata Joohyun. Luhan hanya mencibir, tidak mempercayai Joohyun. Dan tiba-tiba teringat sesuatu.

 

Joohyun yang masih membersihkan kotak obatnya yang berantakan tidak sadar Luhan masih belum keluar dari kiosnya. Ketika ia berbalik, ia dikagetkan oleh Luhan yang masih berdiri di depannya menyodorkan salah satu bunga yang ia beli.

 

“Untukmu.” kata Luhan. Joohyun menerimanya dengan bingung. “Jangan kau berani menjualnya lagi!” tambahnya. Joohyun menjitak kepala Luhan.

 

“Babo!”

 

“I love you too..”

 

“Aku tadi bilang babo, bukan i love you..”

 

“Aku kan sudah bilang, i love you too..”

 

“Aku tidak pernah berkata aku mencintaimu.” Joohyun menjulurkan lidahnya.

 

“Tidak usah berkata apa-apa, aku sudah tahu.” ucap Luhan yang tiba-tiba mengecup bibir Joohyun cepat. Kemudian namja itu mengedipkan sebelah matanya  dan Seohyun benar-benar menyerah dengan jawaban terakhir Luhan.

 

Ternyata rencana 20 berhasil.

 

 

 

“Aku menyesal.” Sehun yang duduk di seberang Luhan dan Joohyun merasa tertipu dengan ajakan Luhan untuk ikut bersama Luhan dan Joohyun di hari Valentine ini.

 

“Daripada kau ikut teman-teman berkaraoke tidak jelas?”

 

“Lebih baik begitu daripada menjadi thirdwheel, ya Tuhan..” Sehun benar-benar sedih kali ini. Namun ia berniat menggoda Luhan sebentar. “Oh iya, ngomong-ngomong, kekasihmu amat sangat cantik. Untung saja kau tak menunjukkannya padaku. Kalau kau menunjukkannya padaku pasti aku yang akan berakhir dengan Joohyun mengingat betapa tidak lelakinya kau jika dibandingkan denganku.” kata Sehun iseng.

 

“Tidak mungkin, Joohyun tidak akan suka padamu karena kau bukan aku. Mehrong..” Luhan menjulurkan lidahnya ke arah Sehun. Sehun memutar kedua bola matanya. “Oh iya Joohyun-ah, bahasa Inggrisnya aku cinta kamu apa sih?” Luhan terlihat berpikir.

 

“Tidak, jangan yang ini.” kata Sehun mencoba menutup telinganya.

 

“Ada apa? Kalian tidak diajari bahasa Inggris, ya?” tanya Joohyun polos. Sehun tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

 

“AHAHAHHAAHHAHAH!! Dia bilang kita tidak diajari bahasa Inggris! AHAHAHAAA! Ya ampun lucu sekali kekasihmu ini..”

 

“Sudahlah, jawab saja..” kata Luhan.

 

“I love you..” jawab Joohyun sekenanya.

 

“Oh, no.” Sehun kembali menutup telinganya. Namun suara mereka masih terdengar samar-samar dan Sehun benci hal itu.

 

“I love you too..” kata Luhan sambil tersenyum ke arah Joohyun yang disambut tawa kecil Joohyun. Kemudian mereka saling tersenyum satu sama lain dan Luhan mengambil kesempatan untuk mencuri satu kecupan dari bibir kekasihnya itu. Joohyun hanya memukulnya pelan.

 

“Tidak!!! Tidak di depan mataku!!” Teriak Sehun frustasi.

 

“Hey..” Seseorang tiba-tiba menepuk pundak Luhan. Spontan, ketiga orang yang ada di sana menoleh.

 

“Ya?” Luhan tidak mengenali orang yang menepuk pundaknya namun ia merasa seperti pernah bertemu.

 

“Kau ingat aku? Pria berjas biru yang pertama kali menghampirimu saat kau melompat-lompat.” Tentu saja Luhan ingat. “Terimakasih atas saranmu, cinta benar-benar datang kepadaku.” katanya sambil memeluk yeoja disampingnya. Yeoja itu adalah orang kedua yang ikut melompat bersama Luhan. “Tapi mengapa kau tiba-tiba berteriak dan lari begitu saja?” tanyanya kemudian membuat Luhan tersenyum miris. “Ya sudah, kami duluan ya..”

 

“Jadi kau juga yang berteriak dan membuat jalan di depan kiosku ramai dengan orang-orang melompat.” kata Joohyun sambil mengangguk-angguk.

 

Luhan hanya tertawa renyah.

 

“Ya Tuhan..”

 

 

 

END.

 

 

 

Ini apaaaaaaa??? TTwTT fontnya diwordpressnya exoshidae besar-besar banget, cerita ini jadi ngebosenin ya karena kelihatan banyak?

 



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles