Bunkyo
deera
Cast: Park Chanyeol (EXO), Shi Jihan (OC) | Genre : Romance, semi-friendzoned, memories | Rating: General | Length: Oneshot
.: Tidak ada fiksi yang original. Bisa saja kisah itu datang dari masa lalumu, curhatan sahabatmu, kejadian yang kau temui pagi ini di jalan, atau kelak akan membuatmu bergumam, “Ini aku banget!”
Selamat tenggelam dalam setiap cerita! :.
Ini FF pertama dalam keadaan yang berbeda hehe.
Enjoy :D
.
.
.
Shanghai,
Kesendirian itu terkadang membuatnya jengah. Berulang kali ia berdebat dengan nurani yang kata mereka tak pernah salah, bahwa ternyata hatinya iri. Dengan segala yang dimilikinya, ia masih saja bisa cemburu dengan orang lain. Yang memiliki banyak waktu untuk berkumpul dengan orang-orang yang mereka cintai. Dan itu sungguh membuatnya memiliki hasrat yang lain, yakni melarikan diri. Kembali kepada hari-hari dimana hal itu tak akan didapatkannya kembali.
Dirinya? Seorang Park Chanyeol?
Ia tenggelam dalam waktu-waktu sibuknya. Ia hidup dengan lelah dan penat yang mengiringi di setiap tidurnya. Tapi ia bahagia—ia bisa menjamin itu. Peluh dari titik-titik mimpi yang sedang diwujudkannya, baginya adalah sesuatu yang tak terhingga nilainya.
Lalu ia cemburu pada apa?
Karena orang yang dicintainya justru pergi meninggalkannya?
.
.
.
Bangkok,
Mungkin dulu, ia terlalu besar kepala untuk sekedar berkata maaf terlebih dulu. Ia dan harga dirinya yang tinggi, membuat sosoknya hilang ditelan kesombongan. Sampai kehilangan itu membuat sesak dan tak lagi tertahankan.
Park Chanyeol—the almighty one. Mereka bilang begitu.
Dibalik itu, kerinduan membunuhnya. Di antara penat, senyum bahagia, rasa kantuk yang tak pernah usai dengan istirahat total sekalipun…, seluruh sel dalam tubuhnya tak pandai berbohong walau selapis lengkung tipis tersemat di bibirnya.
.
.
.
Taipei,
Ia melarikan diri. Sehari saja, pintanya. Kali ini saja, raungnya. Tak akan ada lagi, janjinya. Lalu kini ia terbenam di antara senja dan hitam. Berbaur dengan ribuan yang lain, yang memenuhi distrik di jam-jam sibuk. Ia menyembunyikan lingkar gelap wajahnya dengan topi dan sebuah kaca mata besar.
Ia hanya ingin lari. Ia hanya ingin diam. Tak melakukan apapun yang berkaitan dengan pekerjaan. Ia ingin…, sembunyi.
Ia meneriakkan amarah-nya dari tepi jembatan di tengah-tengah jalanan padat. Ia tak lagi peduli mereka yang mungkin membicarakannya. Yang mengatainya gila atau apa. Mungkin sebentar lagi akan muncul foto-fotonya di dunia maya: berkeliaran di pusat Taiwan tanpa pengawalan dan kamera. Sebagai bintang sebesar dirinya, Park Chanyeol tahu betul ini sungguh beresiko.
Tapi sekali ini lagi, ia bergumam dalam hati.
Hanya hari ini saja, kumohon.
.
.
.
Bunkyo,
Ya, ia memang egois. Dan tamak. Ia ingin memiliki segala hal yang tak bisa didapatkannya secara utuh—tapi tetap dipaksakannya. Ia mendamba sesuatu yang ia sendiri tahu ia tak bisa. Ia menginginkan sesuatu yang tak pasti dan tak ada…, tapi baginya adalah segalanya.
Ia merindukan…, waktu. Untuk sendirian.
Itu saja. Sederhana sekali, tapi cukup merepotkan.
Ia memilih sebuah sudut di Distrik Bunkyo dengan udara di awal musim dingin yang membuatnya tak bisa berlama-lama menggunakan celana pendek dan sendal jepit—tapi seperti yang kau tahu, ia adalah seorang yang sangat keras kepala. Untuk mengurangi dingin, ia melapisi T-shirt lengan panjangnya dengan dua lapis sweater dan sebuah hoodie berwarna navy.
Ia tak henti memandangi toko-toko di sebelah kanan dan kirinya, membaca nama jalan yang dilaluinya, menatap langit yang gelap tanpa bintang. Sekilas, ia melihat lampu kelap-kelip merah di antara hitam pekat angkasa di atas kepalanya.
Kabel earphone terjuntai sebelah di depan dadanya saat kedua matanya menangkap sosok seseorang berjalan ke arahnya sambil sesekali tubuhnya memutar memerhatikan sekeliling. Tak sadar, ia menelan ludah—bahkan ia kesulitan menarik napas di udara lingkungan yang bersuhu rendah itu.
Ia tersadar sesuatu.
Kau baru tahu kalau kau merindukan sesuatu hingga hal itu hadir lagi di hadapanmu. Dan Park Chanyeol mendapatkannya.
Kedua tatap mereka bertemu pada satu titik, membuat dua insan itu terpaku di tempatnya masing-masing. Seperti scanning, mereka meneliti keadaan satu sama lain dari atas sampai bawah, lalu kembali lagi ke wajah yang kebingungan—ya, keduanya sama-sama tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
“Park Chanyeol…,” sebuah suara lirih memanggil namanya. Dan demi Tuhan, Chanyeol senang bukan main mendengar namanya dipanggil lagi oleh gadis di depannya kini. Bahkan hanya dengan memandangi lagi binar menakjubkan itu setelah sekian lama, sebuah senyuman terukir di bibir Chanyeol.
Lengkungan di wajah Chanyeol semakin mencerahkan tone wajahnya di antara hening malam. “Shi Jihan,” sahutnya senang. Keduanya saling menatap dan membiarkan diam itu meleburkan jarak dan waktu menjadi kenangan di dalam kepala masing-masing.
‘Aku merindukanmu,’ tutur Chanyeol di dalam hati.
.
.
.
-End of Bunkyo-
