Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Falling For Your Love (Chapter 1)

$
0
0

Falling For Your Love

 

Title                : Falling to Your Love

Author             : Nia Damaiyantri Pardede

Genre               : Romance, Frienship, Marriage life, Drama.

Lenght             : Multichapter

Main Cast        :

  • D.O. Kyungsoo
  • Im Yoona Ah

Support Cast    : Exo-K, Yoona’s Appa, SooYoung as Yoona’s friend.

 

WARNING! All of pov is Im Yoona Ah’s pov.

“Apa? Calon? Aku masih muda. Aku belum mau tunangan, Appa” jeritku histeris ketika mendengar Appa melontarkan gagasannya.

Aku, gadis yang baru saja menginjak usia 23 tahun, dipaksa untuk bertunangan. Dan lebih parahnya lagi, aku tak tahu mesti bertunangan dengan siapa, pacar saja aku tidak punya. Oh tidak, ini mala petaka bagiku!

“Yoona, tolong mengerti Appa. Appa sudah tua. Tidak mungkin melanjutkan perusahaan Appa lagi”

Kenapa harus dengan bertunangan? Aku kan bisa untuk meneruskannya sendiri. Aku memang anak tunggal di rumah ini. Dan, sialnya lagi, aku seorang yeoja, yang tentu saja, banyak pengekangan yang terjadi dalam hidupku. Apa lagi yang akan terjadi setelah ini?

“Kenapa tidak aku saja, Appa? Aku sudah bisa mengurus perusahaan Appa sendirian” bantahku.

“Tidak, Yoona. Kau yeoja! Dan tugasmu, membantu suamimu”

“Lantas kenapa jika aku seorang yeoja?! Apa salah?  Kalau begitu kenapa aku dilahirkan sebagai yeoja jika hanya disalahkan? Appa tidak adil!”

Aku menggebrak meja ruang keluarga di depanku, dan berlari menuju kamar. Ntah keberanian darimana, aku dapat melawan Appa yang perkataannya sama sekali tidak dapat dibantah. Aku tidak peduli. Ini terlalu tidak adil untukku. Aku sudah lelah jika harus diatur. Tidak lucu jika seorang yeoja berusia kepala dua, masih saja diatur hidupnya. Ini konyol!

Blam!!

Aku membanting pintu dengar sekuat tenaga. Berlari menuju tempat tidur, meringkuk dan menumpahkan kesedihanku. Air mataku tumpah tak tertahankan lagi. Aku menangis sesenggukkan. Bantal dan seprai, telah basah akibat ulah tangisanku.

Ceklek..

Sial! Aku lupa untuk menunci pintu. Tentu saja Appa bisa masuk. Kenapa aku bisa seceroboh begini? Acara marah-marahanku tidak akan sukses nanti. Dan tentu saja, pertunangan itu akan tetap terjadi.

“Yoona! Dengar Appa!”

Perkataan tanpa penolakan itu akhirnya meluncur dari bibir Appa. Aku menuruti perkataan Appa dan duduk di tengah ranjangku, mengusap air mata yang sempat keluar dengan deras. Appa berjalan menghampiriku, duduk disisi ranjangku.

“Kenapa harus tunangan? Aku bisa saja membantu Appa”

Andai saja, eomma masih ada. Eomma pasti akan membelaku dan menentang semua tindakan Appa. Eomma selalu bersikap lembut dan perhatian padaku.  Eomma selalu tahu, apa yang tidak kuingankan dan yang kuinginkan.

“Yoona, Appa hanya ingin yang terbaik untukmu” Appa menghela nafas “Begini saja. Bagaimana jika kau yang memilih calonnya? Appa tinggal tunggu kabarnya. Tapi ingat? Waktumu hanya sebulan”

Appa berdiri, “Dan ingat! Appa tidak  menerima penolakan”

Appa berjalan meninggalkan aku, yang masih saja terkejut. Mana mungkin aku bisa mendapatkan calon yang hanya dalam waktu sebulan? Sial! Kenapa harus seperti ini? appa selalu tidak menerima penolakan. Kalau begini, aku tidak bisa membantah.

Aku menghela nafas. Tidak ada gunanya bila terus membantah. Toh, Appa akan terus menanyakan hal ini terus menerus. Cepat atau lambat aku pasti akan menikah juga.

Tapi.. dengan siapa?

***

 

Aku menaruh tas ke atas meja kerjaku, dengan lesu. Pikiranku dipenuhi dengan segala hal mengenai pertunangan itu. Hingga sekarang, belum ada satu pun namja yang merasa cocok dihatiku. Hubunganku dengan namja memang tergolong rumit. Karena, perihal sifatku yang tergolong dingin dan galak. Aku terkenal dengan sebutan yeoja-galak atau yeoja-beringas. Itulah mengapa, hingga sekarang,  aku masih saja, pusing memikirkan persoalan ini.

“Hei, yeoja jelek”

Suara seorang namja mengembalikanku ke alam nyataku. Tidak perlu aku melihatnya aku sudah tahu siapa namja itu. Namja yang selalu menggangguku sekaligus sahabat terbaikku. Lucu bukan jika sahabat hanya bertengkar dan saling mengejek? Namun, itulah kami. Menghabiskan waktu bersama dengan mengejek satu sama lain dan bertengkar.

Aku membalikkan tubuhku dan menemukan wajah jeleknya sedang tersenyum lebar menampakkan gigi putihnya. Baiklah, kuakui bahwa namja ini begitu tampan dan mempesona. Yeoja mana yang tidak akan terpukau dengan ketampanannya. Matanya yang besar dan selalu berbinar, menambah kesan cool. Hampir semua—bahkan semua—yeoja di kantor ini, sangat mengagumi ketampanan namja di depanku ini.

“Kenapa kau melamun sedari tadi? Ada masalah?

Ya, ya, ya. You got the point, boy! Apakah di wajahku selalu terpampang jelas jika aku ada masalah? Aku rasa namja ini selalu bisa membaca pikiranku.

Aku menghela nafas “Apalagi jika bukan masalah pertunangan?”

Namja itu, menarik kursi dihadapanku dan duduk. Siap mendengarkan curhatku. Namja ini memang menjadi tempat curhatku setiap saat. Namja ini selalu menyediakan tempat untukku. Setelah pertengkaranku dengan Appaku malam itu, aku langsung saja menghubunginya sembari menangis, menceritakan keluh kesahku.

“Apakah harus ku carikan namja untukmu?” tanyanya sembari memberikan senyum terhangat miliknya.

Oh, tidak. Jangan senyuman itu. Senyuman itu selalu sukses membuat jantungku berdetak lebih cepat, dan menyebabkan aku europhia. Apakah aku jatuh cinta? Tidak, tidak, tidak. Namja itu hanyalah Kyungsoo, D.O. Kyungsoo. Namja itu sahabatku. Aku tidak boleh mencintainya. Aku menggelengkan kepalaku, berusaha menyapu keluar pikiran anehku.

“Hei, kau kenapa? Ada apa dengan kepalamu?”

“Ti..dak. ti-tidak ada apa-apa” aku berusaha menghilangkan rasa gugupku. Tapi, tetap saja, suaraku yang bergetar yang mencuat keluar.

“Jadi, apakah aku harus membantumu mencari calonnya?” Kyungsoo mengulang kembali pertanyaannya.

Aku menggeleng. Tentu saja, aku tidak mau. Bagaimana jika namja yang akan dikenalkan padaku berupa lelaki berengsek yang kasar? Bagaimana jika namja itu lelaki yang tidak setia dan mata keranjang? Tidak. Lebih baik jangan. Aku tidak ingin dipermainkan.

“Apakah kau ada saran yang lain, Kyungsoo?” tanyaku dengan nada putus asa.

“Ini terlalu sulit, Yoona. Andai saja kau bukan seorang yeoja yang ganas. Pasti sudah banyak namja yang memperebutkanmu”

“Apa kau bilang?” aku melotot kearahnya. Enak saja, dia mengataiku yeoja-ganas. Dasar namja dingin. Dia hanya tertawa melihat reaksiku. Namja gila. Tidak ada yang lucu, tapi tertawa. Aneh.

“Tenanglah, aku hanya bercanda” jawabnya disela-sela tawanya.

“Oh, ayolah. Aku sedang  serius”

“Bagaimana jika kau membayar seorang pria untuk berpura-pura?”

“Kyungsoo!”

“Yoona!”

“Aish, kau tak pernah serius!” aku mengendus kesal terhadapnya.

Sial. Aku menyesal menjadikannya tempat curhatku. Ya, ya, ya, dia memang tidak pernah serius ketika menanggapi masalah yang rumit sekalipun. Parahnya lagi, Kyungsoo malah akan membuat banyolan yang super konyol jika aku diperhadapkan oleh banyak masalah. Tapi, aku menyukainya. Tunggu, apa yang baru saja kukatakan? Tidak, tidak. Aku tidak menyukainya. Sadarlah, dia sahabatku.

“Kau melamun lagi?” Kyungsoo melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku.

Mukaku terasa panas. Aku yakin, mukaku sudah semerah tomat sekarang, malu. Andai saja, Kyungsoo tahu apa  yang kulamunkan, dia pasti akan menertawaiku dan meneriakkan bahwa aku menyukainya.

Kyungsoo mengehela nafas “Apa.. kau masih trauma dengan masa lalumu?”

Aku tahu, cepat atau lambat, Kyungsoo akan menyinggung mengenai masa laluku. Rasa sakit itu, kembali datang menyergap. Membuka kembali luka yang sudah mulai pulih. Rasa sakit itu terlalu membekas dan sangat menyakitkan. Genangan air mata, terlihat dipelupuk mataku.

Tidak, aku tidak boleh menangis. Tidak, didepan Kyungsoo. Aku pantang untuk menangis di depan orang. Aku memalingkan muka menatap langit-langit ruanganku, mengerjap-ngerjap untuk menghilangkan air mata agar tidak sempat jatuh, membasahi pipiku.

Namun, terlambat. Kyungsoo menyadari jika aku menangis dan malah melontarkan kalimat yang terdengar merasa bersalah.

“Jangan menangis. Maaf, tentang menyinggung tentang masa lalumu”

Kyungsoo bangkit berdiri dan menghampiriku, berlutut dihadapanku. Tangannya yang halus dan lembut, menggapai wajahku, menghapus sisa-sisa air mata di ujung mataku. Mukaku terasa semakin panas. Jantungku kembali berdetak lebih cepat, lagi. Aku merasa mual seketika, seakan ada kupu-kupu menari dalam perutku, terasa menggelitik.

Kyungsoo mengeluarkan senyuman hangatnya, lagi. Badanku terasa lemas, jika saja aku sedang berdiri, aku yakin aku akan mengalami kelumpuhan yang mendadak.

“Kumohon, lupakan masa lalumu. Untukku..”

Aku melongo. Apa? untuknya? Apakah aku berharga dimatanya, hingga dia ingin aku melupakan masa laluku? Tidak! Jangan berharap, Yoona!

Tapi, kenapa hatiku merasa senang jika apa yang kupikirkan menjadi kenyataan? Namun, hatiku selalu bergetar jika bersamanya. Perasaan nyaman menyergapiku ketika tangan halusnya menyentuh pipiku. Apakah aku jatuh cinta?

“Bagaimana jika kita berpura-pura untuk menikah?”

***

 

Aku kembali melihat pantulan diriku di depan cermin. Cantik. Gaun pengantin bewarna putih, yang dihiasi renda-renda dibagian dada. Di bagian pinggang, melingkar sehelai pita bewarna merah. Gaun ini, cukup panjang, sehingga membutuhkan pendamping untuk memegangi gaun.

Aku tampak begitu sempurna, dengan sentuhan mahkota yang melekat pada kepalaku. Kalung mutiara yang merupakan pemberian dari Eomma, yang kukenakan sekarang, menghiasi leher jenjangku. Seulas senyum terus merekah pada bibirku. Seakan pernikahan inilah yang kutunggu-tunggu. Jantungku pun tidak dapat kukontrol dengan baik, tanganku pun ikut berkeringat. Rasanya begitu gugup.

Sekali lagi aku melihat pantulan bayanganku, melihat penampilanku entah sudah untuk keberapa kalinya. Tenang, tenang, tenang. Semua akan baik-baik saja, Yoona.

Ceklek..

Pintu terbuka, kepala SooYoung, teman dekatku sedari kecil, menyembul dari balik pintu. Setelah melihatku, SooYoung masuk dan duduk di sofa yang berada di samping pintu ruangan ini. Dia tersenyum sumringah melihat penampilanku. Matanya berbinar, seolah-olah aku merupakan mangsa yang diincarnya sedari tadi.

“Omo! Kau cantik sekali, Yoona. Ckck, tidak salah jika Kyungsoo lebih memilihmu” katanya dengan nada yang terdengar dibuat-buat.

Bukan rahasia umum lagi, jika Kyungsoo dikejar-kejar oleh para yeoja. Kyungsoo, namja yang baik dan ramah. Kehidupannya pun terjamin, karena pekerjaannya yang merupakan Direktur perusahaan Greenday, yang merupakan perusahaan yang terkenal di Korea Selatan dan China. Namun, Kyungsoo akan bekerja untuk Appa sekarang. Menjadi Direktur utama perusahaan yang dimilik Appa. Dan, perusahaan keluarga Kyungsoo akan dipindah tangankan oleh Hyungnya, Suho.

“Kau sudah ditunggu Kyungsoo di depan. Cepatlah, jangan membuatnya menunggu”

SooYoung membantuku memegangi gaun. Aku memintanya untuk menjadi pendampingku, yang langsung diterimanya dengan senang hati.

Kami keluar dari ruang ganti gereja ini. Aku melihat Kyungsoo tampak sedang berbincang dengan Sehun, teman dekat Kyungsoo.

Aku melongo melihat penampilan Kyungsoo. Astaga! Kyungsoo luar biasa tampan. Kemeja putih yang dibalut tuxedo hitam, menghiasi tubuhnya. Sangat cocok untuk Kyunngsoo. Rambut yang biasanya ditata berdiri, sekarang disisir rapi, namun tidak menghilangkan ketampanannya sedikit pun. Kyungsoo menyadari kehadiranku. Tatapan mata  kami bertemu. Jantungku berdetak kencang, seolah tidak bisa diam.

Sehun menepuk bahu Kyungsoo, dan pergi. Kyungsoo tersenyum melihatku. Menghampiriku dengan perlahan. SooYoung membisikkanku, bahwa dia akan memberikan kami berdua waktu. Sejak kapan aku dan Kyungsoo menjadi ‘kami’?

“Kau cantik sekali, Yoona” tutur Kyungsoo, setelah SooYoung melesat pergi, meninggalkan kami.

Blush

Pipiku terasa panah, yang aku yakin sudah semerah tomat. Kupu-kupu kembali menggelitik, geli. Aku tersenyum malu, menanggapi perkataan Kyungsoo.

“Kau.. juga tampan”

“Haha.. kau lucu sekali”

Kyungsoo membelai pipiku lembut, sembari tertawa. Oh, astaga! Tolong hentikan. Pipiku akan semakin memerah kalau begini terus. Aku memalingkan muka, sebelum Kyungsoo menyadari perubahan warna pada pipiku.

“Kau sudah siap?”

“Aku siap, Kyungsoo. Bagaimana denganmu?

Kyungsoo menarik pergelangan tanganku, mengajakku untuk bersiap-siap karena acara pemberkatan akan segera dimulai.

“Tentu. Aku sangat siap”

Aku menatap matanya yang juga menatapku, sembari berjalan menuju gerbang Gereja. Aku mencoba mencari kebohongan dari kata yang baru saja, dia lontarkkan. Namun, tatapan matanya yang tegas, tidak menyiratkan kebohongan sedikit pun. Aku kembali mempertajam penglihatanku, mencoba menelisik kembali. Tapi, tetap saja, tersirat ketulusan didalamnya. Apakah dia juga menginginkan pernikahan ini? Bolehkah aku berharap sekarang?

***

 

Kriiiiinnnngggg…

Aku mencoba membuka mata, mendengar suara nyaring tersebut. Saat mataku terbuka, cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah  tirai jendela, menyusup dengan ganasnya ke retina mataku, membuatku harus mengerjap-ngerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk. Setelah yakin mataku mampu menerima pasokan cahaya itu, aku bangkit duduk dan meraba meja kecil yang berada disamping kiriku, mencari arah sumber bunyi nyaring tersebut, sebelum akhirnya mataku tertuju pada sosok namja yang sedang tertidur pulas disampingku.

Kami memutuskan untuk tidur bersama, menghindari terbongkarnya rencana kami. Selain itu, kami hanya tinggal diapartement, cukup terbilang mewah, yang hanya dihadiahi satu kamar tidur. Tadinya, Kyungsoo akan berencana tidur di sofa ruang tamu, tapi, tentu saja, aku tidak tega melihat tubuh tingginya, gelisah tidur di sofa yang terbilang kurang nyaman. Setelah perdebatan dan perundingan cukup lama, kami sepakat akan tidur bersama.  Dan tentu saja, bantal menjadi penghalang diantar kami.

“Omo! Sudah pukul 8” aku menarik seimut dan membalikkan tubuh, “Kyungsoo, bangunlah! Bukankah kau ada pertemuan dengan klienmu?”

Aku menggoyang-goyangkan tubuh Kyungsoo. Kyungsoo menggeliat, bangun dengan kesadaran yang belum penuh.

“Kau mandi saja dulu, aku akan menyiapkan pakaian dan makananmu”

Aku meninggalkan kamar menuju dapur, menyiapkan masakan untuk Kyungsoo. Aku membuat dua potong sandwich, yang salah satunya akan kusiapkan untuk dibawa Kyungsoo ke kantor. Setelah siap, aku kembali ke kamar. Kulihat Kyungsoo masih berada di kamar mandi. Langsung saja, kusiapkan pakaiannya. Aku memilih kemeja biru muda, dengan dasi putih bergaris-garis putih.

Kemudian, aku kembali ke dapur menyiapkan segelas perlengkapan makan, sembari menunggu Kyungsoo selesai.

“Yoona, bisakah kau kesini sebentar?”

Aku mendengar suara Kyungsoo memanggilku. Karena jam sudah menunjukkan pukul 9, aku membawa segelas susu hangat dan sepotong sandwich ke kamar untuk dimakan Kyungsoo, agar Kyungsoo tidak terlambat.

Aku membuka pintu dan melihatnya sedang berkutat dengan dasinya di depan cermin. Aku meletakkan segelas susu dan sandwich ke meja kecil yang berada di dekat pintu.

“Bisa kau bantu aku memakai dasi ini?”

Aku tersenyum dan mempersempit ruang yang memisahkan kami. Aku mulai mengikat dasinya. Seketika wajahku terasa panas, menyadari jarak anatar wajahku dan wajahnya sangat dekat. Bahkan, begitu dekat. Aku dapat merasakan hembusan nafasnya dan wangi maskulin yang melekat ditubuhnya. Sangat menggoda.

Aku semakin gugup ketika menyadari, tatapan matanya terus saja mengintai setiap gerak gerikku. Aku tidak tahu lagi, seberapa merahnya pipiku. Aku mempercepat gerakanku, agar tidak berlama-lama berdekatan dengan Kyungsoo. Jika itu terjadi, aku yakin, aku akan pingsan ketika itu juga.

“Selesai”

Aku tersenyum puas ketika dasi Kyungsoo sudah terikat dengan rapi. Untung saja, Eomma dulu, sering mengajariku memakai dasi. Sehingga, aku tidak kelimpungan memakaikan Kyungsoo dasi, seperti tadi.

“Gomawo, Yoona”

Kyungsoo mengambil tas kerjanya yang berada diatas tempat tidur, sebelum aku sempat membalas ucapan terima kasihnya. Aku tersenyum kecut, melihat tingkahnya. Kyungsoo akan sangat sibuk dengan pekerjaannya, dan tentu saja dia akan sedikit melupakanku. Hatiku terasa teriris sebilah pisau tajam. Sakit. Takut, jika itu benar-benar terjadi.

Ketika sampai didepan pintu, Kyungsoo berbalik, menghampiriku.

Chuup~

Kyungsoo mencium keningku dengan lembut. Aku merasakan ciuman yang tulus tanpa nafsu. Begitu menyengat dan menghangatkan. Aku merasa terbang kelangit ketujuh, ketika bibir mungilnya mendarat di keningku. Seketika, pipiku merah, lagi.

“Aku akan lembur. Makan dan tidurlah duluan, jangan menungguku. ne?”

“Arraseo”

Kyungsoo mengacak rambutku, yang kusambut dengan bibir kumanyunkan. Kyungsoo melenggang keluar dari kamar dan menghilang dari balik pintu.

Semenjak kejadian itu, aku tidak bisa berhenti untuk tidak tersenyum. Bayangan kejadian itu terus memnuhi pikiranku. Seakan, aku tidak bisa melupakannya dan kejadian itu merupakan kejadian istimewa. Oh, ayolah. Itu hanya kecupan kening biasa. Seorang suami akan melakukan hal biasa seperti itu, ketika ingin berangkat kerja. Sepertinya, aku mulai gila. Ini tidak boleh berlanjut. Jangan katakan jika aku jatuh cinta…

***

 

-To Be Continue-

Hallo, saya author baru disini. Maaf, jika masih banyak typo. Ini FF pertama yang saya publish sebelumnya, saya suka menulis cerpen. Jangan lupa, RCL ya. Saya sangat membutuhkannya.

Terima kasih telah membaca.

Dan, satu lagi. Hargai karya saya, jangan menjadi plagiat.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles