Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

My Love, My Sehunnie

$
0
0

Tittle : My Love, My Sehunnie

Author : Dongris (@SJ991213)

Genre : Friendship, Romance.

Rating : G

Length : Oneshoot

Cast : Oh Sehun

Shin Jihwang

Support Cast : Kim Jongin (Kai)

A/N : Annyeong! Aku author baru disini. Coba2 kirim ff, disini laku gk?(?). Seebelumnya maaf  klau Gaje, ini ff pertama author. Maaf  juga klau judul ama cerita gk nyambung. Gamsahamnida buat admin yang mau share ff ku ini.  Udah gitu aja. Mohon respons-nya ya! ^^ (Warning! : Typo bertebaran)

Happy Reading ^^

“Jihwang-ah!” Seorang lelaki memanggil seorang perempuan bernama Shin Jihwang yang tengah berada di taman belakang sekolahnya. Jihwang menolehkan kepalanya keasal suara, dilihatnya lelaki itu berlari mendekatinya.

“Ada apa, Sehun-ah?” Jihwang bertanya pada lelaki di depannya yang menurutnya bernama Sehun, Oh Sehoon.

“Kau Tanya ada apa? Aigoo… Apa Kau tak mau masuk kelas? Kita hampir masuk!” Seru Sehun seraya menatap arloji yang menempel di tangannya. Jihwang tak bergeming, Ia hanya menatap Sehun kosong.

“Jihwang-ah! Shin Jihwang!” Sehun kembali memanggil Jihwang. Jihwang tetap tak bergeming. Melihat tak ada respon dari Jihwang, Sehun membalikkan badannya hendak kembali menuju kelasnya. Namun, sebuah tangan menahannya untuk pergi.

“Aku mohon, sekali ini saja! Bolos ya?” Mendegar perkataan itu, Sehun langsung membalikkan badannya kembali menatap Jihwang yang juga menatap Sehun dengan ber-aegyo. Sehun menghela nafasnya.

“Kau berdiam diri hanya ingin Aku bolos?” Jihwang menganggukkan kepalanya, merasa pertanyaan itu untuknya.

“Denganmu?” Sekali lagi, Jihwang mengangguk.

“Baiklah. Lagi pula sekarang sudah masuk jam pertama.” Jihwang mengembangkan senyumnya. Pegangannya pada lengan Sehun, perlahan dilepaskannya.

“Sekarang kita kemana?”

“Kita disini saja.” Jihwang memberi luang kosong di samping tempat duduknya, membiarkan Sehun duduk di sampingnya.
“Tak biasanya Kau membolos.” Ujar Sehun. Jihwang hanya menatap ke arah depan dengan pandangan kosong.

“Sehun-ah, bolehkah  Aku bertanya?” Jihwang mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Tentu. Apa yang ingin Kau tanyakan?”

“Apa Kau akan meniggalkanku?” Sehun terdiam. Hatinya tak ingin meninggalkannya, namun

keadaan memaksanya untuk pergi. Pergi dari seorang Shin Jihwang. Sahabat sekaligus cinta

pertamanya. Beruntungnya, Jihwang tak tahu rencana akan kepindahannya. Jadi, ada kesempatan untuknya berbohong.

“Apa Kau ingin Aku meninggalkanmu?” Sehun menatap ke depannya kosong, sama seperti yang dilakukan Jihwang.

“Aku bertanya padamu, bodoh! Mengapa Kau balik tanya padaku?” Sehun menolehkan kepalanya menatap Jihwang.

“Aku tak akan pergi jika Kau tak menginginkannya.” Jihwang menolehkan kepalanya, menatap Sehun tak percaya.

“Apa Kau yakin?” Sehun mengangguk seraya tersenyum, senyum palsu.

“Gomawo Sehun-ah!” Jihwang memeluk Sehun erat. Sehun yang kaget hanya bisa membalas pelukan Jihwang dan tersenyum pahit.

‘Maafkan Aku Jihwang-ah.’ Batin Sehun.

***

Esok harinya. (at school 07:17 AM)

Jihwang terus mengelilingi sekitar sekolah. Mencari Sehun.

“Sehun-ah, Kau dimana?”

Saat akan kembali ke kelasnya, di koridor, Jihwang bertemu dengan Kai, teman dekat Sehun juga.

“Kai!” Seru Jihwang seraya berlari mendekati Kai. Kai membalikkan badannya, mencari suara yang memanggilya.

“Kai, apa Kau melihat Sehun?” Kai tampak terkejut mengetahui jika sahabat Sehun sendiri tak tahu keberadaan Sehun.

“Apa Kau tak tahu?” Jihwang mengangkat kepalanya yang semula menunduk mengatur nafas.

“Tak tahu apa?” Tanya Jihwang dengan polosnya.

“Aiiish Kau ini! Sahabat macam apa? Mengap-“

“Yak! Cepat  beri tahu Aku Kkamjong!” Jihwang memotong perkataan Kai dengan cepat dan menatap Kai tajam.

“Iya, iya.Sehun pindah ke Paris, dan bandaranya take off jam 08:00 sekarang.”

“MWO?! .” Kai hanya mengangguk santai, dan detik itu juga Jihwang berlari meninggalkan Kai. Jihwang terus berlari keluar sekolah, tak dihiraukannya orang-orang yang memanggil dan menanyainya. Jihwang menghentikan taxi dan segera pergi menuju Bandara Incheon. Jihwang terus berdo’a agar ia dapat bertemu Sehun sebelum Sehun pergi.
“30 menit lagi. Semoga tepat waktu.” Ujar Jihwang terdengar memohon setelah melirik arlojinya.

“Ahjussi, tolong lebih cepat!” Pintanya.

“27 menit lagi.”

Sesampainya di bandara, Jihwang segera berlari mencari sosok Sehun. Diliriknya arloji yang setia menemaninya.
‘25 menit lagi.’ Ujarnya dalam hati. Tak sengaja, matanya menagkap seseorang yang tengah duduk di kursi tunggu. Dengan pasti, hati Jihwang mengatakan jika orang itu adalah Sehun. Jihwang sangat mengenal bentuk tubuh Sehun, dan lagi baju yang dikenakan orang itu persis dengan baju yang pernah Jihwang berikan untuk Sehun saat  ulang tahunnya.

“Sehun-ah!” Teriak Jihwang membuat orang yang disangkanya Sehun itu pun mengangkat kepalanya yang semula menunduk, mencari sosok yang telah memanggilnya. Melihat orang itu menampakkan wajahnya, Jihwang berlari menghampiri orang itu dan langsung memeluknya. Orang itu -yang memang benar Sehun- berdiri, membalas pelukan Jihwang yang tiba-tiba. Jihwang segera melepaskan pelukannya dan menatap Sehun tajam.

“Mengapa? Mengapa Kau berbohong padaku Sehun-ah? MENGAPA??!” Bentak Jihwang pada Sehun.

“Maaf, maafkan Aku Jihwang-ah. Maafkan Aku. Aku hanya tak ingin membuatmu sedih.” Sehun tertunduk mengatakannya. Jihwang kembali memeluk Sehun. Lebih erat.

“Kau tahu Sehunnie? Jika Kau pergi dariku secara diam-diam. Justru itu akan menyiksaku. Aku mencintaimu, sangat. Sangat mencintaimu.” Jihwang mengeratkan pelukannya, seaakan melarang Sehun untuk pergi. Sehun hanya terdiam, tak percaya dengan pengakuan Jihwang padanya.

“Tadi Kau memanggilku apa?” Tanya Sehun setelah melepaskan pelukan Jihwang darinya.

“Apa?”

“Kau tadi memanggilku apa?”

“Aku? ‘Sehunnie’.” Jawab Jihwang dengan polosnya.

“Apa Kau benar-benar mencintaiku?” Jihwang menatap Sehun sengit.

“Kau pikir Aku berbohong? Bodoh!” Ujarnya seraya menyilangkan tangannya di depan dada. Kepolosan Jihwang seketika menghilang.

“Yak! Aku bertanya padamu!” Jihwang meatap Sehun sendu dan –kembali- memeluk Sehun.

“Aku sangat mencintaimu, Aku benar-benar mencintaimu. Aku sungguh mencintaimu Sehunnie.” Sehun melepaskan pelukan Jihwang. Menatap mata Jihwang dalam.

“Jika Kau sungguh mencintaiku. Aku mohon, tunggulah Aku!”

“Apa maksudmu?”

“Aku akan melanjutkan studyku di Paris. Jadi tunggu Aku. Dan jika Aku kembali nanti. Aku akan langsung melamarmu.” Ujar Sehun dengan yakin. Namun Jihwang hanya menatap Sehun polos.

“Bukankah Kau disana melanjutkan sisa studymu? Berarti Kau pulang ke Korea setelah dua tahun? Itu berarti Kita ‘kan baru selesai sekolah. Aku tak mau menikah muda Sehunnie.” Ujar Jihwang dengan polosnya. Sehun hanya menghela nafasnya menghadapi kepolosan Jihwang yangkembali menyerang.

“Kau ini polos atau bodoh, heung? Aku akan kuliah di Paris.”

“Jadi Kau akan meninggalkanku lama?”

“Tergantung. Tapi, demi Kau. Aku akan menyelesaikan kuliahku di Paris nanti dengan cepat dan segera pulang ke Korea untuk melamarmu.” Ujar Sehun dengan percaya diri. Jihwang merasakan panas disekitar pipinya. Malu dengan apa yang dikatakan Sehun itu untuknya.

“Kau membuatku malu Sehunnie.”

“Perhatian untuk para penumpang menuju Paris, harap segera memasuki pesawat, karena keberangkatan menuju Paris akan segera take off. Terimakasih.” Suara seseorang yang diyakini adalah petugas bandara menghancurkan suasana antara Sehun dan Jihwang.

“Sepertinya kita berpisah sekarang.” Ujar Sehun menyadarkan Jihwang.

“Ya, namun tak akan selamanya.”

“Baiklah, Aku pergi. Tunggulah Aku!” Sehun berjalan ke arah pesawat yang akan membawanya ke Paris setelah melihat Jihwang mengangguk. Sehun berjalan seraya menatap Jihwang yang masih memandang kepergian Sehun. Sampai akhirnya Sehun menaiki pesawat dan pesawat itu pun lepas landas, membawa Sehun pergi ke Paris, Jihwng tersadar dari lamunannya dan segera berlari ke arah pembatas lapangan bandara.

“SEHUNNIE, AKU AKAN MENUGGUMUU!!!” Jihwang berteriak sekencang-kencaangnya agar Sehun dapat mendengar teriakannya. Tak dihiraukannya, orang-orang yang menatap kearahnya dengan pandangan aneh.

***

6 Years Later

Seorang gadis tengah terduduk disalah satu bangku taman hari itu. Gadis itu adalah Jihwang, Shin Jihwang. Seorang gadis yang dulu pernah mengaku mencintai seorang Oh Sehoon di bandara secara tiba-tiba.

“Sehunnie, kapan Kau pulang? Aku sangat merindukanmu.” Lirih Jihwang. Jihwang tampak lebih cantik dari sebelumnya. Mengingat bahwa Sehun akan melamarrnya setelah dirinya selesai mengerjakan kuliahnya dan kembali ke Korea. Jihwang berusaha keras untuk berubah, menjadi lebih baik. Dari fisik, memang terlihat dewasa. Namu siapa sangka? Bahwa fisiknya itu sangatlah menipu. Kepribadian Jihwang masih sama seperti 6 tahun lalu. Polos dan manja.

“Andai Aku bisa berharap. Sehun akan mememuiku secara tiba-tiba, menutup mataku. Memberi kejutan untukku. Haahh… Tapi kurasa, itu semua tidak mungkin. Itu semua hanya mimpi belaka yang tak akan menjadi kenyataan. Mungkin saja Sehunnie sudah mempunyai penggantiku atau… Melupakanku.” Gumam Jihwang sedih, membayangkan jika apa yang dikatakannya adalah kenyataan.

“Bagaimana jika semua itu menjadi kenyataan?” Sebuah suara dan sepasang tangan kekar yang menutup matanya secara tiba-tiba, berhasil membangunkan Jihwang dari lamunannya.

“Yak! Siapa ini? Mengapa menutup mataku? Kau penculik hah? Yak! Lepaskan tanganmu dari mataku!!!” Jihwang berteriak dan meberontak, mencoba melepaskan tangan yang tengah menutup matanya. Sang pemilik tangan melepaskan tangannya dari mata Jihwang. Jihwang berdiri dan membalikkan badannya, mencari tahu, siapa yang telah berani menutup matanya.

“Sehunnie?” Jihwang terperangah dengan apa yang dilihatnya kini. Di depannya ada seorang lelaki yang tengah ia tunggu. Lelaki yang ternyata Shun itu hanya tersenyum manis menanggapi reaksi dari Jihwang.

“Apa yang Kau lakukan disini?” Tanya Jihwang dengan muka yang dipenuhi kebingungan. Sehun yang mendengar pertanyaan Jihwang hanya mengerucutkan birbirnya sebal.

“Apa Kau tak merindukanku?” Sehun balik bertanya pada Jihwang. Jihwang yang tersadar dari keterkejutannya, segera menghampiri Sehun dan memeluknya erat.

“Nan jeongmal boshipoyo Sehunnie(Aku sangat merindukanmu Sehunnie).” Sehun membalas pelukan Jihwang, tak kalah erat dengan pelukan Jihwang padanya.

“Aku juga Jihwangie.” Jihwang melepaskan pelukannya dan menatap Sehun tak percaya.

“Kau memanggilku ‘Jihwangie’?” Sehun mengagguk.

“Memang mengapa? Kau memanggilku ‘Sehunnie’, apa salah jika Aku memanggilmu ‘Jihwangie’?” Jihwang menggeleng.

“Tidak, bahkan Aku suka panggilamu itu.” Jihwang tersenyum sebelum kembali bertanya..

“Tapi, apa Kau benar-benar menyelesaikan kuliahmu?” Sehun mendengus.

“Tentu saja. Aku menyelesaikan kuliahku lebih cepat karena ingin segara bertemu denganmu, apa Kau tak senang?” Sehun memandang sedih pada Jihwang.

“Tidak. Aku senang, sangat.” Jihwang tersenyum pada Sehun, meyakinkan.

“Benarkah?” Goda Sehun. Jihwang tak menjawab, ia malah menggandeng lengan Sehun dan mengajaknya pergi dari taman.

***

“Jihwang-ah, kita kemana? Mengapa Kau menggandeng tanganku?” Sehun kewalahan menyeimbangi langkah Jihwang.

“Kita ke rumahku. Bukankah Kau datang untuk melamarku?” Ucapan Jihwang membuat langkah Sehun terhenti. Jihwang pun ikut berhenti saat dirasakan Sehun berhenti berjalan.

“Yak! Aku belum ada persiapan Jihwangie! Aku belum membeli perhiasan untuk kita menikah.”

“Bukankah Kau sudah janji padaku Sehunnie?” Tanya Jihwang lirih. Sehun menagkup wajah Jihwang dengan tangannya.

“Ya. Aku berjanji akan menikahimu. Namun, tidak sekarang. Aku belum mempunyai persiapan. Aku juga belum ada uang untuk kita menikah.”

“Bagaimana kalau dua bulan lagi kita menikah?” Tanya Jihwang.

“Apa Kau bercanda?” Jihwang menggeleng.

“Baiklah kalau begitu. Dua bulan lagi kita akan menikah.” Sehun segera menggendong Jihwang ala bridal style.

“Yak! Sehunnie, turunkan Aku!” Jihwang memberontak dalam pangkuan Sehun.

“Tidak. Aku tak akan membiarkan calon istriku kelelahan.”

“Yak! Sehunnie!!!”

End



The Worst Friend (Part 1)

$
0
0

image

Title :The Worst Friend (Part 1)

Length : on going

Genre : Friendship, psychology, romance, angst

Cast : Luhan

Lian

Daehyun (Bap)

And so on..

Rating : PG

Author : S

Disclaimer : -

Summary : Luhan adalah pendengar yang baik dan Lian selalu mengerti Luhan. Mereka sangat dekat dan sering menghabiskan waktu bersama. Tetapi suatu hari Lian percaya kata mereka bahwa Luhan tidak pernah ada dalam dunia nyata. Anak lelaki itu hanya hidup dalam delusi. Lalu beberapa tahun kemudian dia bertemu lagi dengan Luhan didalam dunia yang ia yakini sesungguhnya. Tetapi pria itu tidak sama lagi.

When she opened her eyes, everything have changed.

.

When the fairytale becomes a nightmare. When a prince becomes a monster. And when The happily ever after bacomes a Sad Ending. That’s because a little kid becomes an adult.

Anak laki-laki dan perempuan itu berbaring diatas rerumputan tua yang menjadi alas mereka. Pertengahan musim semi dengan cuaca yang kurang bersahabat. Angin beberapa kali bertiup kencang memaksa daun maple yang baru berubah warna itu terjatuh dan membuat serak, box sampah besar yang isinya sudah terbang kesekitar. Dan padang ilalang yang tidak terurus. Perpaduan yang sama sekali tidak indah.

Sebenarnya tempat yang mereka sebut sebagai Istana kumbang ini bukanlah tempat main favorit bagi Lian, dia hanya mengikuti jalan anak China disebelahnya yang gemar sekali membawanya kemari.

“Kau lihat itu, sepertinya buah itu sudah matang!” ucapnya sumringah sambil mengucek matanya yang terkena terpaan debu. Entah untuk keberapa kali, setiap kemari, dia selalu menyempatkan diri untuk menggumam tentang buah pir dan menatap pohonnya dari tempat mereka berbaring.

“Tapi tinggi sekali, kau tidak akan mungkin bisa memanjat pohon besar itu, Luh.”

Lian memang tidak bermaksud meremehkan. Tetapi anak laki-laki yang baru dikenalnya beberapa hari lalu ini memang memiliki kaki yang tak cukup panjang untuk mampu menyebrangi ranting-ranting pohon.

Luhan langsung berdiri dan Lian menatapnya keheranan. “Kau mau nekat?” Tanyanya sambil ikut bangkit dan membersihkan bekas rumput yang menempel di rambut.

Diotaknya berkumpul beragam pertanyaan seperti ‘apakah anak laki-laki selalu begini? Tidak suka diremehkan? Jika tidak bisa ya lebih baik diam saja. Daripada terjatuh atau yang lebih buruk lagi.’ Lian sebenarnya khawatir, dia tidak mau terlihat seperti seorang pembawa sial untuk temannya. Dan lebih lagi, dia tidak mau melihat Luhan terluka.

“Untuk apa memanjat jika aku punya ini?”

Luhan menunjukkan sebuah benda yang sebetulnya sangat aneh dimata Lian. Dia tidak tahu apa namanya yang jelas berbentuk agak seperti Panah tapi dengan ukuran 10 kali lebih kecil.

“Apa itu?”

“Ah ini mainanku. Kakek membelikannya ketika pulang dari Mongolia.”

Lian mengangguk-anggukkan kepalanya sok mengerti. Lalu apa hubungannya antar benda itu dengan buah Pir?

“Kau lihat ini….” Luhan menginstruksi. Lian mengikuti gerak-gerik tangan kecil itu yang mengambil batu dan meletakkannya di ujung tali. Banyak yang tak tertangkap oleh mata Lian, yang dia tahu sebuah Pir jatuh ketanah dalam waktu seperkian detik setelah Luhan menarik batu diantara tali, seperti sedang memanah namun menggunakan batu.

Sesaat, gadis berumur 6 tahun itu terbengong. Dia tidak tahu harus takjub atau lagi-lagi berpikir kalau Luhan itu aneh.

“Beruntung jatuhnya dirumput, jadi buah Pir ini tidak pecah,” gumam Luhan dengan gaya bicara yang berantahkan setelah mengambil buah itu. Walau Lian kurang yakin apa yang diucapkan Luhan, tapi dia dapat menangkap satu hal, pria itu terlihat senang sekali.

“Apakah kau seorang penyihir?” Kata Lian bertanya. Sontak Luhan menatap gadis kecil itu bingung lalu beberapa saat kemudian dia tertawa.

“Aku Peter Pan,”

Dan Luhan menyerahkan Pir itu untuk Lian. Lian tidak mengambil langsung buah itu. Tiba-tiba dia teringat cerita snow white. Dan jika dia memakan Pir itu, mungkinkah dia akan tertidur dalam waktu yang lama?

Tetapi untuk apa dia takut, pikirnya. Karena ia tak perlu waktu lama untuk menunggu pangeran. Sang pangeran telah berdiri dihadapannya sekarang.

Lian menghela napas lalu mengambil Pir itu dan menggigitnya, seperti melupakan kata bibi Jung jika tidak boleh memakan buah yang belum dicuci. Lalu Lian memberikan itu kepada Luhan. Lagi, anak laki-laki itu tersenyum, melipatkan eyes smile disudut mata kecil itu. Percaya atau tidak, senyum itu adalah senyum paling manis yang pernah dilihat Lian dalam dunia ‘nyata’. Itu jelas karena Lian jarang menatap orang lain selain keluarganya seinsten ini.

Luhan juga menggigit buah Pir itu, karena itu memang seharusnya menjadi miliknya. Mereka menghabiskannya berdua. Walau tidak manis, walau tidak higienis, walau hanya sebiji, tapi itu merupakan makanan paling enak menurut Lian, begitu juga Luhan.

—–

Pria itu menatap datar kearah depan. Yang dihadapannya terdapat sebuah papan dengan jarak 20 meter berbentuk tubuh manusia dengan nomor-nomor tersusun secara acak.

‘Dor….’

Nomor 3! Atau dibagian kepala. Lelaki dewasa disebelahnya menatapnya remeh.

“Semakin buruk saja,” gumam lelaki itu pelan. Tetapi mampu tertangkap sistem pendengarannya yang lumayan peka. Dia tidak suka diremehkan. Dan kali ini moodnya memang sangat amat tidak baik.

‘Dor dor dor dor’ empat peluru menembus satu nomor yang sama, bagian jantung. Lalu ia mengacungkan revolver hitamnya tepat dihadapan pria yang menemaninya itu.

“Mau mencoba?” Tanyanya dingin. Lelaki itu membalas tatapan Luhan dengan ketakutan. Anak itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia yang lebih dulu merasakan garam, seharusnya. “Masih ada satu peluru lagi,” lanjut Luhan enteng. Keringat dingin langsung keluar dari pori-pori lelaki itu. Dia betul-betul menyesal membiarkan mulutnya mengeluarkan satu dua patah kata yang bisa saja melenyapkan nyawanya di detik itu pula. Diam itu emas, apalagi jika dihadapkan oleh tuan muda yang dilatih agar tak memiliki perasaan ini.

“Maaf, tuan..” Balasnya dengan suara yang bergetar. Lelaki itu bingung diantara rasa takut. Ia mempunyai anak yang masih kecil dan istrinya tidak memungkinkan untuk menghidupkan tiga anaknya dengan layak. Jika dia bisa memohon kepada Tuhan, dia hanya meminta satu hal. Selamatkan nyawanya.

Luhan menaikkan satu alisnya, “for what?” Tanyanya dengan raut yang dibuat belagak bingung.

“A…aku….”

Dan ‘dorrr’ satu peluru lagi tercetak sempurna di angka nomor 2. Lelaki itu terduduk sekaligus bernapas dengan lega. Kali ini dia beruntung. Tuhan mengabulkan doanya.

Belum sempat Luhan berbalik, terdengar suara tepuk tangan dari arah belakang.

“Bagus sekali, Luhan.”

Luhan menatap teman baikya itu dengan senyum seadanya. Sekali lagi, dia tidak dalam mood yang baik.

“Let’s do party tonight.”

Luhan berjalan mendahului dan disusul oleh lelaki yang lebih tinggi beberapa senti darinya itu.

“Ngomong-ngomong kapan kita akan ke Korea?” Tanya si lelaki tinggi ketika mereka memasuki mobil sport berwarna merah milik Luhan.

“Mungkin lusa.”

“Baiklah aku akan menghubungi Lay untuk menjemput kita nanti.”

“Memang anak itu mau?”

“Jika kau yang menyuruh, dia tidak akan menolak.”

“Ya ya ya terserah kau saja, tuan Wu.”

———–

“Apa saja yang kau makan tadi?” Tanya pengasuhnya putus asa sambil memakaikan Lian celana piyama. Ini merupakan celana ke empat karena sedari tadi gadis itu mengeluh sakit perut tetapi hanya bermain air di dalam kamar mandi.

“Aku hanya memakan buah Pir,”

Wanita berumur pertengahan 30an itu mengerutkan dahinya, “pir? Sejak kapan kau makan jenis apel?”

“Sejak temanku memberikannya padaku,” jawab Lian polos.

Bibi Jung berpikir sejenak. Dia tidak pernah percaya dengan cerita Lian kalau gadis itu memiliki teman nyata. Well, dia senang sekali merusak dan berbuat rusuh. Dia tidak ramah ataupun senang berkenalan dengan orang asing. Dia aneh. Dia memiliki dunia sendiri, mungkin dia punya teman, tapi tidak berwujud nyata. Teman yang hanya eksis dalam imajinasinya saja. Hal itulah yang mampu disimpulkan oleh bibi Jung tentang anak kecil yang bersamanya ini.

Wanita itu tidak bisa berbuat banyak. Lian merupakan anak seorang pilot yang hanya pulang dua minggu sekali. Sedangkan ibunya seorang designer terkenal yang memilih tinggal diluar negeri. Lian tidak gampang percaya orang lain dan dia cukup pendiam. Tetapi satu kalipun dia tidak pernah mengeluh kesepian. Sedangkan seorang teman memang sedikit mustahil untuk anak sepertinya.

“Dan membuatmu sakit perut? Ayolah Lian, bagaimana kalau dia adalah penyihir jahat eperti di cerita Snow white?”

Bibi Jung tahu betul karena apa anak kecil yang telah diurusinya sedari anak itu menghirup udara bumi ini tidak menyukai apel. Apalagi kalau bukan karena beragam dongeng-dongeng favorit yang selalu ditonton berulang-ulang. Dan Snow white adalah yang paling disukainya. Karena kata bibi Jung, dia seperti snow white yang memiliki kulit putih, bibir merah serta rambut hitam panjang yang bagus sekali. Tetapi Lian selalu bilang dia tidak pernah ingin menjadi snow white.

“Dia memang penyihir. Penyihir baik hati!” Balas Lian membela pendapatnya.

Wanita berkepala tiga itu mengangguk pura-pura setujuh. Namun Lian tahu itu jika Bibi Han tidak pernah percaya atas ceritanya. Tapi sekarang, dia mau bercerita. Bercerita tentang temannya. Dia hanya ingin berbagi. Walau bibi Han tidak akan mengerti.

——–

Gadis itu mempebesar volume I-podnya. Dia pura-pura tidak mau ikut campur tentang perang panas antar ibu dan anak yang terjadi secara live dihadapannya itu. Percuma jika dia ikut andil, perang itu tak akan berakhir begitu saja. Bahkan akan jauh lebih buruk. Jadi bukankah itu bagus mendapat tontonan film action gratis?

Sialnya, lagu favorit yang terputar itu tidak bisa mengalahkan suara gaduh mereka.

“Dasar anak kurang ajar, kau brengsek! Dosa apa aku hingga melahirkan anak sepertimu? Bukkkkkkk,”

Suara lemparan gelas plastik.

“Bukannya Eomma bangga memiliki anak yang memiliki wajah tampan ini?”

‘Praaangg’

Kali ini lemparan panci, beruntung pria muda itu mampu menghindar dengan gampangnya.

“Lian Noona kenapa kau diam saja! Aishh tolong bantu aku menghentikan si nenek sihir ini!!!” Teriaknya kearah Lian sambil menghindari benda-benda dapur yang dilemparkan ibunya. Tetapi gadis itu pura-pura tidak mendengar. Dia memilih sok asik dengan lagu yang sebetulnya tidak terlalu diperdulikannya itu. Jiwanya lebih fokus kearah peperangan seru yang diam-diam disaksikannya sedari tadi.

Dan hap!! Tertangkap. Lian berusaha menahan tawanya melihat si laki-laki itu dijewer dan muka yang memerah karena kesakitan.

“Eomma ampun…” Rengeknya minta dikasihani. Tapi wanita itu seperti sudah habis kesabarannya. Dia terus memukul-mukul dan menjewer anak itu tiada ampun.

“Dasar anak nakal!! Aku tidak akan memberimu makan malam!!! Kau tidak akan kuberi uang jajan selama seminggu. Kau harus membereskan rumah dan menjaga toko setelah pulang kuliah…. Mengerti?!”

“Tapi eomma….”

“Tidak ada tapi-tapian Jung Daehyun!” Balas ibunya sebagai harga mati. Daehyun terdiam. Tampak merasa bersalah.

Wanita dewasa itu menghela napas dalam-dalam lalu pergi sambil memegang kepalanya yang terasa sangat pening. Dia tidak habis pikir bagaimana anak lelaki satu-satunya bisa berbuat ulah yang kelewat batas. Mengajak teman-temannya untuk berpesta minuman keras di toko bunga mereka! Bukankah itu gila?!

Dan Lian langsung melepaskan headseat ditelinganya kemudian menghampiri Daehyun ketika dipastikannya Bibi Jung telah berada di dalam kamar untuk menenangkan diri.

“Ibumu bisa gila karena ulahmu!” Ucapnya bermaksud memarahi. Daehyun tersenyum masam dengan muka sok polos.

“Noona kau harus bantu aku…” Pintanya dengan nada memohon. Lian menggeleng. Dia sependapat dengan bibi Jung kalau laki-laki yang berumur 2 tahun dibawahnya ini melakukan kesalahan yang cukup fatal. Dia tahu kalau Daehyun nakal dan brengsek. Dia tahu sejak kapan anak itu sudah menyentuh minuman keras dan rokok. Dia tahu jika Daehyun gemar berkelahi dan mempunyai banyak teman brandalan. Tetapi yang terakhir diketahuinya adalah Daehyun sudah berjanji untuk berubah dan bodohnya, Lian mempercayai itu.

“Ibu-mu masih memberikan hukuman ringan kepadamu.. Jika aku jadi ibumu, aku sudah pasti mengusirmu dan tidak mengakuimu sebagai anakku lagi,” gumam Lian dengan nada cueknya. Daehyun menunduk. Anak ini memang sulit ditebak.

“Bukan itu masalahnya, Noona,” balasnya pelan. Dia juga tak mampu mengatakan satu masalahnya lagi kepada Lian. Tapi hanya Lian satu-satunya harapan lelaki itu.

“Lalu apa?”

Daehyun menarik napas dalam-dalam. Dia sangat yakin lebih besar kemungkinan jika Lian akan menolak permintaannya itu.

“Aku punya hutang… Banyak sekali. Aku tidak mau jika mereka datang kerumah dan memberitahu Eomma. Aku tidak mau Eomma benar-benar menjadi gila karena ulahku. Aku…..” Oceh Daehyun cepat dan panjang lebar.

“Hutang pada siapa?” Potong Lian lebih dulu, karena jika dibiarkan, anak ini akan lebih memilih untuk bercerita basa-basi.

“….pada seorang lentenir gila uang….”

“Berapa banyak?” Tanya Lian datar tapi jujur, dia merasa kaget.

“…hmmm sekitar 20 juta won. Jika Eomma tidak membiarkanku keluar, aku tidak akan mampu melunasinya dalam waktu satu minggu.”

Lian terdiam. Untuk apa anak laki-laki ini uang sebanyak itu hingga meminjam kepada lentenir? Tetapi dia merasa tidak perlu bertanya lebih banyak lagi.

“Lalu jika keluar kau yakin mampu melunasinya?”

Daehyun menundukkan kepalanya dalam-dalam. Itu tandanya dia tidak yakin dan dia tidak mampu menjelaskan.

“Apa konsekuensinya?”

“Tidak ada..” Jawabnya pelan. “Tapi aku harus menjadi bu..budak mereka.”

Lian tersenyum kaku, “baiklah aku akan mencari perkerjaan untuk membantumu,”

Daehyun menggeleng cepat, “Tidak usah, noona. Kau hanya perlu membantuku dengan membohongi Eomma jika aku belum pulang kuliah atau sedang mencari tugas atau lainnya. Eomma pasti mempercayaimu.” Balasnya cepat dengan nada berlepotan. Lian mengangguk.

“Baiklah,” katanya singkat. Dia setujuh untuk membohongi bibi Jung yang sudah dianggap-nya Ibu kandung sendiri. Ini demi Daehyun, seorang yang sudah dianggapnya adik sendiri.

Lian beranjak pergi dengan sebelumnya menepuk punggung Daehyun pelan dan melesat menuju kamarnya. Sedangkan Daehyun menatap punggung Lian yang semakin menjauh dengan tatapan kosong.

‘Maafkan aku noona, lagi-lagi aku membohongimu,’ katanya dalam hati. Rasa bersalahnya terlalu besar. Tetapi dia percaya, inilah yang terbaik.

———–

“Lian, kau mau kemana?” Tanya bibi Jung yang berusaha mengejar lari anak itu keluar pintu gerbang rumah megahnya.

Lian berbalik dan tersenyum polos. “Aku ingin keluar sebentar. Bibi tidak perlu khawatir. Aku akan pulang.”

“Tapi ayahmu pulang hari ini. Kau tidak berniat menunggunya?”

“Aku hanya sebentar..” Jelas Lian lagi kemudian berlari meninggalkan bibi Jung yang masih berkeinginan untuk menyusulnya.

Lian pergi ke simpang komplek belakang rumah, tempat pertama kali dia bertemu Luhan ketika bermain sepeda. Waktu itu ia tidak sengaja menabrak Luhan sehingga membuat anak itu terjatuh dengan lutut dan telapak tangan terluka. Lian turun dari sepedanya dengan tanpa rasa bersalah. Karena menurutnya, anak itulah yang bersalah karena tidak hati-hati. Kemudian pria kecil itu mendongak, dengan wajah yang menahan ringisan, diia tersenyum manis kepada Lian.

Lian dengan segera mengulurkan tangannya untuk membantu anak itu berdiri. Padahal niat awal  hanya ingin memastikan bahwa anak itu baik-baik saja. Karena senyum. Yeah bibi Jung benar, senyum bisa membuat pandangan seseorang berubah terhadap sesuatu.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Lian sambil memperhatikan anak itu membersihkan celana pendeknya yang kotor.

Ia mengangguk, “aku Luhan.” Kemudian mengulurkan tangan kanannya kearah Lian, kembali memperlihatkan senyum manis itu. Lian memperhatikan anak itu dari atas sampai bawah. Ya, ini pertama kalinya mereka bertemu. Luhan adalah nama yang aneh. Logat bicaranya aneh. Gaya berpakaiannya aneh. Dan aneh sekali kenapa anak itu mau berkenalan dengan Lian yang jelas-jelas telah membuatnya hampir celaka.

“Kau bukan orang Korea?”

Luhan mengangguk, “tetapi aku mengerti bahasa Korea,” jelasnya dengan nada polos. Lian mengangguk-anggukan kepalanya lalu melirik tangan Luhan yang masih terulur.

“..aku Lian,” nama yang juga aneh sebetulnya.

mungkin ini untuk pertama kalinya dalam hidup seorang Lian memberitahukan nama kepada orang asing. Tidak apa-apa, dia yakin Luhan bukan orang jahat. Jadia dia bisa mempercayainya walau dalam waktu sesingkat ini.

“Apakah kita bisa berteman?”

“Teman?” Tanya Lian memastikan kata-kata yang keluar dari mulut Luhan itu. Dia tidak pernah berpikir seseorang akan mengajaknya berteman.

Luhan mengangguk mantap, “iya, teman.”

Dan gadis kecil itu tampak berpikir. Baginya, apa itu teman? Dia tidak pernah mau berteman. Menurutnya semakin dikit orang yang kau kenal, semakin dikit pula rasa sakit yang akan kau dapat. Dan tidak semua orang bisa mengertinya.

“Ba…baiklah,” kata Lian menyetujui. Untuk pertama kalinya pula dia tersenyum kepada orang asing.

Namanya Luhan, dan mulai sekarang dia temanku.

“Ah iya. Kau bisa menggunakan ini untuk membersihkan lukamu.”

Lian memberikan minyak telon yang diambil dari dalam tasnya. Buat Lian, botol itu serba guna. Bisa menghangatkan ketika kedinginan, bisa menyembuhkan luka, bisa membuat terhindar dari nyamuk, bisa membuat tubuhmu wangi, dan lain-lain. Makanya dia selalu membawa benda itu, sebuah ramuan ajaib.

“Terimakasih…”

-

Lian terus menunggu Luhan disini. Tapi anak itu tak kunjung datang. Lalu dia memutuskan untuk pergi ke ‘istana kumbang’ tanpa Luhan. Mungkin anak bereyesmile itu sudah berada disana, tetapi Lian hanya menemukan berbagai kumbang yang berterbangan tak tentu arah.

Dia memutuskan untuk tiduran diatas rumput sendirian dan melihat kearah pohon Pir Korea itu. Luhan adalah penyihir baik. Dia bisa melakukan apa saja untuk Lian.

Tapi bagaimana jika Luhan tidak akan datang lagi? Tiba-tiba Lian merasa takut.

Tidak, tidak mungkin. Dia mensugesti dirinya sendiri. Ini hari ketujuh dan perharinya dia selalu menemui Luhan. Kecuali hari ini.

Dia tetap menunggu Luhan hingga hari sudah menjadi sedikit gelap. Nyamuk menyerbu badannya dan disaat itu pula ia teringat sesuatu. Ayahnya!

Lian bangkit dan segera berlari kerumah. Disana dia menemui bibi Jung yang mondar-mandir diteras dengan wajah cemas. Langsung saja dia berlari menemui bibi Jung.

“Bibi, apakah ayah sudah pulang?” Kata Lian bertanya. Raut lega terpampang jelas dari wajah wanita 34 tahun itu.

“Kau darimana saja? Ayahmu sudah pergi lagi! Bukankah kau bilang hanya pergi sebentar? Tadi ayahmu mencarimu. Dia benar-benar merindukanmu tetapi kau tidak ada…”

Bibi Jung memarahinya. Lian menunduk. Dia merasa bersalah. “Jadi kapan ayah akan pulang lagi?” Tanyanya lirih, nyaris tak terdengar oleh wanita yang tepat berada dihadapannya itu.

“Dia tidak memberitahuku..”

Lian menjadi semakin sedih. Ia merindukan ayahnya, tentu saja. Dua minggu yang lalu adalah kali terakhir mereka bertemu. Lalu kapan lagi mereka akan bertemu? Dua minggu lagi? Terlalu banyak hal yang ingin disampaikan kepada ayahnya.

“Tapi ayahmu menitipkan ini..”

Lian mendongak dan melihat benda ditangan bibi Jung yang terulur. “Kau bisa menyusunnya kan?”

Lian menatap benda itu. Ah ya, dia ingat itu bernama rubik. Ia pernah diajarkan bermain rubik oleh gurunya. Tetapi Lian tidak mengerti cara menyusunnya.

“Aku akan mencoba…”

Bibi Jung tersenyum, “sekarang kau mandi. Ayahmu juga memberikan buku cerita baru yang benar-benar cantik.”

Lian mengangguk sumringah dan langsung beranjak ke kamar mandi. Dia selalu suka mendengarkan cerita. Walau tak semua cerita itu indah.

——–

Suara bising, bau alkohol yang terpadu dengan rokok, berbagai wanita murahan yang memakai baju kurang bahan, penari strip yang menggoyangkan perutnya dengan lihai dan tak sedikit pula pria hidung belang yang mencari keberuntungan. Ini merupakan pandangan biasa bagi Luhan maupun pria disebelahnya itu, Kris.

“Apakah disini tidak ada Asian?” Tanya Kris yang lebih ditujukan untuk dirinya sendiri. “Wanita disini sama sekali tidak menggairahkan. Aku tidak suka….”

“Dasar bajingan.” Potong Luhan sebelum Kris slesai mengucapkan kata-kata menjijikan itu.

“You said what?”

“Bajingan.”

Kris terkekeh, “Aren’t we same?”

Luhan tidak mengubrisnya. Dia lebih minat memperhatikan gerak seorang pria besar berkulit hitam yang sedang menggoda stripper. Pria itu mabuk dan si stripper mencoba untuk membuatnya menjauh. Walau remang-remang, Luhan dapat melihat si stripper memohon ampun dan meminta tolong tapi tak diperdulikan oleh manusia-manusia disekitarnya.

Luhan tahu ini bukan urusannya. Tapi….

‘Dorrr!’

Suara tembakkan yang berhasil membuat kebisingan semakin menjadi. Keadaan benar-benar rusuh dan tak sedikit orang yang berpelukan dengan stranger karena ketakutan. Kris menatap temannya itu dengan pandangan ‘kau gila’-nya.

“Kau tahu ini bukan daerah kekuasaan kita, bukan?”

“Aku hanya menembak dilengan, pria itu tidak akan mati. Ayolah, aku tidak suka disini. Dan aku mengenal gadis itu.”

Luhan berdiri, dan Kris seperti ekor yang mengikutinya melewati para manusia yang masih dalam keadaan kacau. Mereka memasuki mobil sport berwarna merah yang disupiri oleh Kris. Tentu saja Kris tidak akan membiarkan Luhan menyetir dalam keadaan kacau. Dia mengerti temannya itu sedang dalam mood paling buruk. Dia bisa membunuh siapa saja dalam keadaan seperti ini. Dan Kris masih belum tahu hal baik apa yang merasuki Luhan hingga dia batal membunuh dua orang itu hari ini.

Dia mengenal Luhan cukup baik. Lelaki itu egois dan tidak peduli dengan siapapun yang tak dikenalnya. Dia akan melakukan apa saja untuk mencapai keinginannya. Dan yang paling dihebatkan dari seorang Luhan adalah dia penembak yang sangat baik, bahkan terbaik yang pernah Kris tahu.

“Apa yang terjadi?”

Luhan menggeleng pertanda dia tidak ingin menceritakan apapun. Sebenarnya tidak ada yang terjadi pada hari ini. Selain otaknya yang tidak sengaja mengingatkan bahwa hari ini ulang tahun ibunya. Dia membenci ibunya, sangat, tapi ia lebih merindukan wanita itu. Yang bahkan tidak diketahuinya masih hidup atau sudah mati.

——-

“Kemaren kau kemana?” Tanya Lian tanpa sapaan ketika berada dihadapan Luhan. Pria kecil itu menunggunya disana, tempat biasa mereka bertemu sebelum pergi ke istana kumbang bersama-sama.

“Maaf, aku tidak memberitahumu aku tidak datang. Kemaren aku ulang tahun sehingga ayahku mengajakku untuk pergi jalan-jalan.”

Lian sudah dijelaskan apa alasan Luhan dan dia mengerti. Dia memaafkan Luhan dan niat untuk memarah-marahi pria kecil itu ia batalkan.

“Kalau begitu selamat ulang tahun..”

Luhan tersenyum lagi, “terimakasih…”

Dan itu membuat Lian bingung. Kalau saja dia tahu lebih awal mungkin dia sudah menyiapkan kado. Tapi tunggu, bukankah dia membawa sesuatu di dalam tas kecil berwarna merah jambu dengan gampar princesses itu?

“Dan ini… Ini untukmu saja,”

“Hadiah ulang tahun?”

Lian mengangguk mantap dan benda itu sudah berpindah ke tangan Luhan.

Lelaki kecil itu memperhatikan benda itu. Sebuah rubik. Ntah kebetulan atau tidak, dia pandai dalam memainkan itu. Sekali lagi dia tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada Lian. Kemudian mereka berjalan menuju ‘istana kumbang’ dan tiduran diatas rumputnya.

Lian mulai bercerita. Banyak sekali yang diceritakannya. Dan Luhan selalu mendengarkan cerita gadis itu dengan senang hati. Perempuan memang cerewet dan suka bercerita, itulah yang dapat disimpulkan oleh Luhan. Tapi dia suka, selalu suka dengan beragam cerita tak masuk akal dari Lian.

Diam-diam Luhan tersenyum melihat hasil rubik yang dikerjakannya. Berhasil walau agak susah. Dan dibagian depan rubik dengan 5 kotak itu terdapat sebuah tulisan yang mungkin tidak pernah diketahui Lian.

+++++

Princ

+ess+

Liane

+++++

———

Lian memasuki sebuah club malam yang begitu megah. Ini merupakan club special. Hanya orang super kaya dan penting saja yang bisa memasuki tempat ini. Dan tentu saja orang biasa seperti Lian tidak akan bisa masuk dengan mudahnya.

Ia sudah melihat jumlah tabungannya. Ada sekitar 15 juta won dan itu tandanya masih kurang 5 juta won lagi. Mungkin Daehyun bisa menambah sekitar 2 juta lalu Lian hanya perlu mencari sisanya.

Kata Jiyoung, teman kampusnya, club ini aman selama kau bisa menjaga diri. Maka dari itu Lian memberanikan diri untuk kemari.

Pria berbadan besar yang menjaga pintu masuk itu memperhatikan Lian dengan seductiv dan Lian hanya membalas pandangan itu dengan tatapan andalannya.

“Apakah aku boleh masuk?”

Pria itu mengangguk dan langsung memberikan pintu masuk untuk Lian. Benar, tempat ini betul-betul menakjubkan. Club malam kelas atas. Ngomong-ngomong kenapa pria itu bodoh sekali mengizinkannya masuk?

Lian melihat ke sekitar. Masih lumayan sepi karena sekarang masih sekitar jam 7 malam. Dia mencari keberadaan Jiyoung dan dengan cepat dia bisa menemui gadis yang mengenakan seragam waiter itu.

“Lian? Bagaimana kau bisa masuk?” Tanya Jiyoung keheranan. Lian mengangkat bahunya petanda dia juga bingung dengan si penjaga pintu “Baiklah, aku akan memanggil bos-ku. Kau tunggu disini saja dulu.”

Lian mengangguk dan dia mulai memperhatikan sekitarnya. Dalam hati, dia banyak berkomentar tentang tempat ini. Bagus tapi tidak membuat nyaman. Jadi beginikah ulah orang kaya setelah perkerjaan mereka usai? Apa hebatnya sebuah minuman beralkohol itu? Stresmu hanya akan hilang sebentar lalu setelah bangun stres itu akan kembali datang dan semakin menjadi.

Lian tersenyum seadanya melihat Jiyoung yang diikuti oleh seorang pria dewasa dengan banyak piercing dibagian telinganya. Gadis itu membungkuk hormat kearah pria yang diyakininya jika tidak hidung belang, pasti gay itu. Well, ini demi perkerjaan. Jadi jika sekali-sekali bersikap sopan kepada orang asing tidak salah kan?

“Kau yakin ingin berkerja ditempat ini?”

Tanpa keraguan, Lian menganggukkan kepalanya mantap. Walau dia tahu jika bibi Jung ataupun Daehyun mengetahui urusan nekatnya ini, dia pasti akan dimarahi habis-habisan.

“Jiyoung bilang kau membutuhkan uang, aku akan memberikanmu gaji diawal jika kau tidak berulah. Bagaimana?”

Lian tidak berkomentar, dia sekali lagi menganggukkan kepalanya. Karena jika satu katapun keluar dari mulutnya, dia yakin dia pasti akan langsung di tendang dari tempat ini.

“Kau akan mulai berkerja besok. Jika ada yang kurang jelas kau bisa menanyakannya pada Jiyoung.”

Lagi, Lian hanya mengangguk dan setelah pria dewasa itu pergi dia memperlihat senyum puasnya.

“Wow, kau beruntung bisa diterima berkerja disini dengan mudah, tidak perlu banyak wawancara dan segala macamnya…”

“Ah itu pasti berkat bantuanmu. Kalau begitu aku pulang dulu, Jiyoung-ah.”

“Lian tunggu! Aku ingin memberitahumu sesuatu. Sekali kau masuk kemari, kau tidak akan bisa lari begitu saja. Kuharap kau bisa menjaga diri..”

“Aku akan berhati-hati Jiyoung-ah..” Lian tersenyum lalu berbalik. Sayangnya dia sama sekali tidak menyadari senyum licik yang diberikan oleh gadis dibelakangnya itu.

TBC…..


Screeching Sound

$
0
0

chen

Screeching Sound

Author:  @Septaaa_

 Cast: Kim Jongdae – Chen (EXO-M) , Gadis/you – gadis (OC)

Genre: Romance, Fluff, AU.

Rated: PG-17

 Length: Drabble (words 852)

Disclaimer: Chen belong SM+EXO and Septa

Fic Ost: Yesung Super junior I Do I Do

A/N : Lagi-lagi hanya drabble Fiction yang saya bisa beri :D dan saya bisa jamin ini begitu manisss~ ^^

“…Stop to follow me girl!!…”

 

—Septaaa©—

.

Tepat bel istirahat berdenting. Lelaki berpipi tirus beranjak keluar dari ruangan yang menurutnya sangat memuakkan itu. ia berjalan menyusuri koridor. Langkahnya di percepat menuju ujung lorong yang memisahkan koridor kampus dengan taman belakang.

Saat itulah ia memperlambat langkahnya, indra pendengaran ia siapkan setajam mungkin. Merasa sepi dan tidak ada penghuni. Ia mulai duduk di sekitar semak di tengah bunga-bunga kecil. Mengatur nafasnya. Hirup—keluarkan—hirup—keluarkan—selalu seperti itu hingga ia benar-benar siap.

Baru saja ia akan membuka mulutnya sebelum suara itu datang. “Hey! Jongdae.” Ia menggerutu kesal. Menatap kemana sumber suara itu berasal.

“Apa?”

“Tidak.”

Chen hanya mencibir sang gadis yang kini tersenyum aneh di depannya. Sudah hampir satu semester berlalu, mengapa gadis itu selalu mengikutinya. Chen bahkan harus selalu berpikir bagaimana agar ia bisa menjauh dari sang gadis.

“Tsk! Mengapa kau selalu mengikutiku! Pergilah!” Chen berpaling.

Sang gadis hanya terkikik geli, “..aku tidak mengikutimu, aku hanya melangkah yang sama sepertimu.”

“Alasan konyol macam apa itu!” bentak Chen dengan tidak menatap sang gadis, karna Chen berpaling memunggungi sang gadis.

Sang gadis mengerucutkan bibir, ia menunduk mengambil bunga tulip, sedangakn kakinya berhentak kesal menuju arah Chen.

“Untukmu!” gadis itu menjulurkan tangannya tepat disebelah kepala Chen.

Chen menoleh menyusuri lengan gadis itu hingga pandangannya tertuju pada bunga tulip kuning yang di genggam sang gadis. “Hah?” Chen mengeryit.

“Kau tuli?” gadis masih berdecak sebal. dari arah belakang, ia mencengkram kedua bahu Chen dan membuat Chen menghadap kearahnya.

“Mr.Jongdae—pemuda tampan pemilik suara melengking—fakultas kesenian—berumur 20 tahun.” Gadis itu memberi jeda, “Aku—si gadis kikuk yang tidak populer—mengaku mengagumimu—” gadis itu menunduk dengan semburat merah menjalar pipinya dan jangan lupakan bunga tulip yang sekarang ditarik-tarik sebagai mainan kegugupannya. “Sejak awal semester,” sambung gadis itu lagi.

Chen tersenyum lembut, “Akhirnya kau mengaku juga!”

“Eh?”

“Ya! aku sudah tahu kau pasti menyukaiku,” ucap Chen sarkastik, “Lagi pula—siapa sih yang mampu berpaling pada pesona Jongdae!” Chen menaikan alisnya dengan senyuman jenaka.

“Cih! Kau terlalu percaya diri,” desis sang gadis memalingkan muka.

“Haha! Tapi kau suka kan?” Chen masih menggodanya dengan mempermainkan satu alisnya—keatas—kebawah.

“Yah!” gadis itu memukul lengan Chen, “..kalau begitu aku tak jadi suka.”

“Kau tidak menyesal?” Chen menahan lengan sang gadis yang memukulinya, “Padahal aku ingin menyatakan cinta barusan.”

Sang gadis mendelik. “Serius?”

“Sure!”

“Aku terima!” gadis tersenyum merekah, karna posisi mereka yang cukup dekat—gadis itu melingkarkan kedua tangannya di leher Chen.

“Tapi aku belum menyatakannya.” Chen mencibir, “dasar bodoh.”

“Apa?! Kau mengataiku bodoh? Aku ini pacarmu Chen!”

“Hah—Tuhan pantaskah aku bersanding dengan wanita sebodoh ini?!” doa Chen berlebihan dengan mendongakan kepala seolah ia benar-benar frustasi, terlihat mimik wajahnya  yang ia buat-buat.

“Terserah kau!” sang gadis kesal menurunkan kedua tangannya dari leher Chen, gadis itu mengerucutkan bibir dan bersila tangan. “Aku pergi!” satu hentakan kakinya berbalik meninggalkan Chen.

“Tunggu!” Chen menahan lengannya keras hingga keseimbangan sang gadis oleng—berbalik—dan jatuh dalam dekapan Chen. Dengan kedua tangan sang gadis yang menekuk di dada Chen sebagai tahanan. Gadis itu hanya menutup kelopak matanya erat.

Sebelum ia merasakan kulit basah menyapu bibirnya, gadis itu mencoba mengintip—membuka sebelah matanya—dan ia melihat Chen begitu sangat dekat dengannya dengan mata terpejam juga. Seolah terlena—gadis itu pun menyambut bibir Chen.

“I love you more..” ucap Chen disela ciuman mereka.

“Mmmhh—love you too—mmhh lepashhhh—aku tak bisa—aahh—bernapashhh.” Gadis itu menjorokkan dada Chen hingga tautan mereka terlepas. Dihirupnya seluruh pasokan oksigen yang berada di taman.

“Kau buas Jongdae!”

“Aku tidak,” balas Chen. “Sebelum kau membangunkannya.”

“Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.”

Sebelum Chen melancarkan aksinya ia lebih dulu mengurunkan niatnya dan menutup kedua telinganya. “Yah! Kurasa kau salah! Suaramu lebih melengking dariku bodoh!”

Chen menyentil dahi gadis itu dengan telunjuknya. Sang gadis hanya memperlihatkan deretan giginya dan menunjukan jari telunjuk dan tengahnya sebagai tanda sign.

Chen hanya menggelengkan kepalanya. Kembali ia mendekap sang gadis.

“Kau milikku sekarang..”

Chen memang membenci sang gadis. Namun dibalik itu Chen mempunyai alasan tersendiri, ia benci saat gadis itu hanya mengikutinya. Karena Chen ingin sekali menggandeng tangannya kemanapun ia pergi. Ia membenci gadis itu saat hanya menatapnya bernyanyi, karna Chen ingin bernyanyi untuknya. Dan Chen benci saat gadis itu berkata kagum padanya—karna Chen ingin mendengar gadis itu berkata cinta padanya.

 

END!

 

Septaaa’s note: haha what the hell? Ugh—I make Chen’s character is naughty here. Haha, emm—what do you feel after you reading it? Please tell me! :)

Check My another Fiction drabble: Lazy Twilight (Sehun) and Happily Ever after (Kris)

And wanna reading my fanfiction many drabble of Exo/Shinee/DBSK/Suju please visited my pernonal WP in here.

Well, please to trail~

Comment and like never forgotten! ^^


Cinta Memang Tak Terduga

$
0
0
Title                 :   Cinta Memang Tak Terduga
Author             : . Nadya a.k.a Park Ha Soo
Cast                 : Byun BaekHyun [ EXO K ]
: Park Hye In
Genre              :   Romance, sad (?)
Length             : OneShot

——————————————————————————————————————————-

Hari ini.. T’lah kukirimkan setumpuk rindu. Lewat angin, kukirimkan semuanya, hanya untukmu, nantikanlah. Paket itu akan menunggu didepan hatimu..
 
                                              **
Kau tahu apa yang aku cium sekarang? Kerinduan.
Kau tahu apa yang aku inginkan sekarang? Menunggu hadirmu.
Membayangkannya saja sudah membuat jantungku berdegup kencang. Seperti ada sejuta genderang ditabuh dalam diriku. Ingar-bingar seuaranya, semuanya menyerukan namamu.
Jadi, jujurlah padamu sekali ini, sayang; kapan kau akan datang?
 
*
Lebih karena mencintai adalah karunia, aku pun memutuskan untuk tidak mengacuhkan seribu Tanya mengapa kemudian memilihmu.
Toh, tak ada jawaban yang tepat untuk setiap langkah kakiku yang merindu pulang menuju dirimu. Juga tak ada alasan pasti mengapa aku selalu ingin rebah manja didadamu.
Sudah lama aku berhenti bertanya, berhenti menjawab.
Karna, kau pergi meninggalkanku tanpa sebab, bahkan tanpa penjelasan .. aku hanya bisa bertanya pada angin yang akan membawa rindu untukmu..
 
Kisah yang setiap tahun akan selalu berulang; bertemu, lalu dipisahkan jarak. It’s true.
Dan rindu menjadi ujian bagi kedua hati; seperti kita. ‘apakah kamu juga merindukan aku?’ aku berharap kamu menjawab ‘ ya’.
 
Luka rindu ini mulai memanen kesakitan disetiap incinya.
Memungut satu demi satu bahagiaku sejak luka rindu itu kau tancapkan. Dan aku ingin berdiam diri, tak gentar berdiri.
perih rasanya saat mengingat kenangan kita dulu. Kenangan-kenangan manis.
Ya tuhan, aku lelah. Lelah merindukan dia terus menerus. Tolong pertemukan aku dengannya satu kali ini saja. Untuk mendekapnya, dan merasakan kehangatannya.
“ Park Hye In.. Hye In!.” aku mendengar ada yang memanggil namaku. Dan ternyata itu temanku.
“ Ada apa Baekhyun? Atur dululah nafasmu itu. Apa aku harus memberikanmu minum?” ucapku dengan sangat khawatir. Karna aku tidak mau kehilangannya, seperti kehilangan pacarku, dulu.
“ Hoshh..Hoshh.. Anni.. aku hanya ingin bertemu denganmu. Takut kau menangis lagi, seperti kemarin. Aku siap untuk menghiburmu kalau kau sedang sedih saat ini ^^.”
Aku hanya terkekeh mendengar jawaban sahabat sejatiku ini. Aku berterimakasih kepada tuhan karna telah menitipkan sahabat seperti dia.
“ apakah kau sedang sedih saat ini? Karna mengingat luhan lagi?.” DEG.. sontak aku sangat terkejut pada kalimat terakhir yang diucapkannya. Aku hanya menatap kosong pada halaman rumahku. tak ingin menjawabnya.
“ Hye In.. Menatapi kesedihan, itu seharusnya. Bangkit dari keterpurukan mu, itu usaha luar biasa,” lirihnya, membuatku sedikit menguatkan hati.
“ Tapi… aku rindu dia. Rindu Luhan.”
“ Cinta memang tak terduga. Semua serba tiba-tiba. Tiba-tiba datang, dan tiba-tiba pergi. Lalu datang lagi. Dan pergi lagi. Jadi ayolah Hye In, Move On.”
“ Aku akan berusaha.” Dia hanya tersenyum mendengar kata-kataku tadi.
Ya, seperti ini bila aku sedang berada di dekat Byun BaekHyun. Merasakan ketenangan. Dan melupakan kesedihan. Seperti saat sedang bersama, luhan. Ah Ani.. tidak ada yang bisa menggantikan posisi luhan. Tapi, salahkah aku berpaling? Bukan untuk melupakanmu (luhan).
“ Hye In..”
“ Ne?” ucapku yang masih terpokus pada bunga-bunga disekitar halamanku.
“ Aku sayang padamu, Hye In. aku tidak mau berjanji akan selalu bersamamu, karna aku yakin, pertemuan akan berakhir dengan perpisahan. Tapi, aku akan membawamu dalam kebahagianku. Tidak akan kubiarkan seorang Park Hye In menangis lagi.” Deg.. jantungku serasa ingin copot.. apakah pendengaranku sedang terganggu? Kurasa tidak.
Sahabatku, menyatakan cinta padaku!
“ kita memang tidak bisa memilih jatuh cinta pada siapa. Jika boleh memilih, sekali lagi aku akan jatuh cinta kepadamu baekki~ walaupun aku masih sedikit mengingat luhan.”
Ucapku sambil memeluk baekhyun, aku akan berusaha mencintainya. Maafkan aku luhan, aku tidak bisa terus memikirkanmu, karna aku juga butuh pendamping hidup. Aku harap kau sudah tenang disana. Saranghaeyo.
“ tak perlukah kita mendefinisikan bahagia. Pijar senyuman di bibirmu sudah lebih dari cukup untuk menggantikannya.. saranghaeyo Park Hye In..”
“ Nado Saranghae Baekhyun~ahh.”
.
.
.
.
.
.
.
END..
Hayo gimana ceritanya? GJ ? memang. bikinnya aja cuman 1 jam’an.. agak terlalu cepet ya endingnya? wkwk.. ya udah deh, yang udah baca jangan lupa RCL.. yang kaburr, nanggung ndiri deh :p xD

Memories About You (Sequel of New Life)

$
0
0

image

 Title: Memories About You (Sequel of New Life)

Cast:-Kris (Exo-M)
           -Kim Hyuri (OC/You)
Length:Antara Ficlet dan One Shoot
Author:Babykkoming(@babykkoming1)
Genre: Romance
PG: 13
Hyuri menatap secangkir Latte yang baru saja di hidangkan oleh pelayan cafe tempat nya berteduh sekarang. Gadis itu memang sial hari ini. Tadi pagi langit terlihat cerah, dan sekarang hujan malah turun dengan lebat nya. Seolah-olah, ingin mengerjainya dengan cuaca yang tak menentu. Hyuri menatap kaca yang menjadi pembatas antara cafe dan jalanan dengan bosan. Mata gadis itu beralih menatap latte nya yang masih mengeluarkan asap. Asap yang membumbung tinggi itu mengingatkan gadis itu pada sebuah kenangan yang ingin dilupakan nya.
 
#Flashback
Hyuri menatap wajah polos Kris yang kini sedang tertidur. Insomnia gadis itu datang lagi dan membuat gadis itu tidak bisa tidur semalaman. Hyuri menyandarkan kepalanya pada kasur sementara tubuh gadis itu duduk di di bawah dan merasakan dingin nya lantai. Gadis itu berani menjamin kalau Kris akan marah besar saat mengetahui bahwa Ia dengan lancang nya memasuki jamar Kris. Yeah, benar, Kris dan Hyuri memang tidur di kamar yang terpisah. Keduanya memang menikah di usia yang sangat muda. Dan semua itu semata-mata karena perjodohan kedua orang tua mereka. Mereka hidup seperti boneka. Hyuri tersentak kaget saat merasakan sebuah tangan menyentuh kepalanya. “tidak dingin duduk di bawah?” Kris bertanya dengan suara berat nya yang serak. Hyuri menggeleng pelan. Kris menyenderkan tubuh nya pada punggung ranjang. Tangan besar namja itu menepuk-nepuk kasur sebelah nya. Hyuri menduduk kan tubuh nya pada bagian kasur yang kosong. “bagaiman harimu?” tanya Kris. Namja itu menautkan jari-jari dengan jari-jari tangan Hyuri. “seperti biasanya… Dikerjai oleh duo HyunJi, lupa membawa buku lalu dihukum oleh Song songsaenim… Kau tahu hari-hariku bukan?” Hyuri menghembuskan nafas nya kasar. Kris mengacak-ngacak rambut Hyuri lalu  mencubit pipi gadis itu pelan. “eh? Tapi kau tidak marah aku masuk ke kamar mu?” tanya Hyuri ynag sadar akan sesuatu. “Em…. Tidak. Aku tau kau sering masuk ke kamarku, menatap wajahku saat tidur, lalu tertidur di kamar ku dan bangun saat jam menunjukkan pukul 5 pagi. Aku benar kan?” Hyuri menundukkan wajah nya gadis itu merasa malu. Bagaimana tidak? Perbuatan nya selama ini benar-benar tertangkap basah….. “Aku rasa aku mulai jatuh cinta padamu…. Bagaimana dengan mu?” Hyuri terdiam saat mendengar ucapan Kris barusan. Gadis itu tidak berani menjawab pertanyaan Kris barusan, dan hanya bisa menatap tautan tangan nya dan tangan Kris. Gadis itu terdiam saat merasakan Kris mencium permukaan tangan nya. “aku tidak kana memaksamu untuk mencintaiku sekarang, aku percaya bahwa semua hal butuh proses….” Hyuri menatap wajah Kris yang kini tersenyum. Gadis itu ingin mengatakan bahwa gadis itu sudah mencintainya. Tapi, lidah gadis itu terlalu kelu. Gadis itu hanya terdiam saat Kris membawanya ke dalam pelukan nya. Gadis itu merasa mengantuk, dia tidak tahu bahwa pelukan Kris ternyata adalah obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan insomnia nya. “tidurlah…”
#Flashback OFF
 Hyuri mengahapus cairan berwarna putih bening itu kasar. Gadis itu tahu bahwa Ia masih mencintai Kris… Dan tidak akan bisa melupakan sosok Kris. Tapi gadis itu juga harus tahu bahwa Ia dan Kris sudah berakhir. ‘ingat Hyuri, setiap akhir mempunyai awal yang berbeda. Kau dan Kris sudah berakhir tidak akan bisa bersama lagi, kau dan Kris sudah memiliki awal masing-masing.’ Hyuri membatin dirinya lagi. Entah kenapa mengingat hal itu Hyuri merasa hatinya sangat sakit. Hyuri meletakkan uang bernominal 10.000 ₩ itu diatas meja lalu melangkah kan kakinya keluar. Gadis itu membiarkan rintik-rintik hujan membasahi tubuh nya. Gadis itu mendongak kan kepalnya saat mersakan rintik air hujan tidak lagi membasahi dirinya. Hyuri menutup mulutnya dengan tangan saat mendapati seseorang yang sangat Ia cintai berdiri dihadapan nya. “Bisakah kita mengulang semuanya dari awal? Aku mencintaimu….” Kris tersenyum ke arah Hyuri.
                                    END
Hollla~~ akhir nya ending juga *lap keringet…. Mian lama banget buat bikin sekuel dan hasil nya amat sangat mengecewakan…. Sumpah demi apa ini cerita ancur banget…. Gamsahamnida buat yang mau baca FF absurd ini dan juga buat yang komen

Please, see my heart (Chapter 3)

$
0
0

Please, See My Heart (Cover 3)

Author             : Lee yeojin (@dewiiezers)

Title                 : Please, see my heart

Main cast         : Kim joon hee (OC)

Kim jong in a.ka Kai (EXO-K)

Oh sehun (EXO-K)

Wu yi fan a.ka Kris (EXO-M)

Lee hyunri

Choi Minho (SHINee)

No Minwoo (Boyfriend)

Genre              : Set yourself :D

Rating                         : Pg 15

Disclaimer       : Oke. I’m back with chapter 3!… masih dalam tahap memahami gimana alur cerita ini akan saya akhiri *halah :D sumpah beneran gue gak tau ini FF mau dibawa kemana. Udah pasti typo banget dan makin gak jelas. Lengkap sudah penderitaan lu thor T.T thanks banget buat para admin yg udah ngepost FF ini dan thanks untuk yg tidak jadi SILENCE READER ^^ aku menghargai kalian JJ aku mencintai kalian *authorsarap! Oh iya satu lagi FF ini jg gue post di blog gue sendiri http://fanfictionstoryblog.wordpress.com berkunjung juga kesana ya :D *promosidikit kalian jg bisa koment ke twitter gw. So, tunjukan kalo kalian adalah good reader yg menghargai para author J

——————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————-

 

Chapter 3

Priview..

“Jangan selalu sok tahu tentang diriku oh sehun!” jawabku kesal dan menatap matanya dengan pandangan yang tidak dapat diartikan.

“Mianhae..” jawab sehun lirih

“Uisa…” panggil seorang perawat dari jauh

“Jeosonghamnida uisa saya mengganggu waktu istirahat anda.” Ucap perawat tersebut

“Ye gwaenchanayo. Ada apa memangnya?” tanyaku

“Aku hanya disuruh memberi tahu bahwa sajangnim wu datang.” Ucap perawat itu lagi

“MWO??!”

 

Joon hee POV*

Yang benar saja bukankah kris berada di kanada? Tapi kenapa tiba-tiba dia berada disini? Aku harus segera menemuinya sebelum dia berbuat yang aneh-aneh.

“Sehun-ah aku harus pergi dulu.” Sehun hanya menganggukan kepalanya saja tanda dia mengerti.

Aku bergegas menuju ruangan direktur. Setelah sampai didepan ruangan itu aku sedikit menarik nafas lalu segera membuka pintu tersebut. Orang itu tersenyum sinis kearahku aku pun hanya memandangnya dengan tatapan datarku. Ternya kris wu benar-benar datang ke seoul. Tapi untuk apa?

“Sepertinya karena terlalu rindu dneganku kau sampai lupa untuk mengetuk pintu.” Sindir pria itu. Aku puntidak kalah dengannya dengan memasag wajah sinis ku.

“Hhh, jadi kau benar-benar datang? Aku kira perawat tadi hanya bercanda saja.” Jawabku sinis

Kris mulai bangkit dari kursinya dan berjalan earahku yang masih berdiri di ambang pintu. Dan dengan gerakan yang begitu tiba-tiba dia memelukku erat.

“I miss you” kata-katanya membuatku tertegun. Tunggu dulu! Jangan berpikiran bahwa kami berpacaran. Tidak dan tidak akan mungkin.

“Lepaskan kris ini dirumah sakit.” Jawabku sedikit meninggikan suara. Tapi dasar memang angry bird bodoh dia tidak juga melepaskannya.

“Sebentar saja. Aku benar-benar merindukanmu.” Jawab kris lirih. Mendengarnya bicara seperti itu aku jadi sedikit merasa bersalah. Kris adalah orang yang terlihat kuat dari luar tapi sesungguhnya dia sangat rapuh. Aku baru mengetauinya 3 tahun yang lalu saat adik perempuannya meninggal karena penyakit ataxia yang dideritanya. Kris pun melepaskan pelukkannya dan tatapan sinisnya itu kembali lagi menghiasi matanya bukan, bukan hanya matanya tapi seluruh wajahnya.

“Kenapa kau datang?” tanya ku langsung

“Kenapa? Apa tidak boleh aku datang? Kau tidak lupakan bahwa aku adalah direktur rumah sakit ini?” jawabnya angkuh

“Ah sudahlah bicara denganmu membuat emosiku naik saja.” Aku pun berjalan keluar dari ruangannya. Langkahku terhenti saat tangannya menarik tanganku.

“Ada apa lagi?” tanyaku

“Temani aku hari ini.” Jawabnya

“Aku masih banyak pasien hari ini. Kau minta saja minho oppa untuk menemanimu.” Jawabku

“Sireo!” jawab kris. Kris merangkul pundakku dan menuntunku agar berjalan mengiringinya.

“Tidak ada penolakan kali ini. Kau harus menemaniku sehrian ini.” Lanjut kris.

 

Author POV*

Kris merangkul pundak joon hee dengan mesra. Mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang melihat mereka dengan tatapan kecewanya. Kai. Namja itu tadinya akan pergi ke cafeteria bersama dengan sehun. Tapi begitu melihat joon hee berjalan dengan seorang namja yang tidak dikenalnya dia mengurungkan niatnya untuk pergi ke cafeteria dan kembali kekamarnya dan meninggalkan sehun yang masih diam terpaku ditempatnya.

Sehun segera mneyusul kai begitu tahu namja disampingnya pergi begitu saja. Baru saja sehun sampai didepan pintu kamar tempat kai dirawat tapi dari dalam ruangan tersebut sudah terdengar suara barang yang pecah.

PRANG’

Tidak menunggu lama sehun pun segera masuk dan mendapati kai dengan wajahnya yang memerah akibat marah.

“Hei apa kau sudah gila eoh?!” seru sehun. Tapi kai diam tidak bergeming dia masih berkutat dengan pikirannya dan masih menceran kejadian yang baru saja dilihatnya.

“Aku tahu kau cemburu tapi tidak seperti ini.” Ucap sehun lagi.

“Tau apa kau” sahut kai kesal

“Aku tahu yang kau rasakan dan yang joon hee rasakan. Aku tahu semuanya. Jangan selalu mengambil kesimpulan sendiri kai-ah.” Sehun menghela napasnya dalam

“Apa kau ingin joon hee pergi lagi seperti waktu itu? Jika kau kehilangan joon hee lagi kali ini aku yakin kau tidak akan pernah mendapatknnya lagi. Tenangan dirimu dan dinginkan kepalamu itu. Soal namja tadi biar aku yang menanyakannya pada joon hee.” Sehun pun berjalanmeninggalkan kai yang masih diam. Sehun tahu bahwa kai sedang berpikir dan dia sangat tahu bahwa kai tidak ingin kehilangan lagi sahabatnya sejak kecil itu.

Setelah lelah seharian menemani kris berkeliling kota seoul tanpa tujuan yang jelas joon hee kembali lagi kerumah sakit karena bagaimanapun juga pasiennya masih menunggunya dan juga kai. Ya seharian ini dia sama sekali belum melihat keadaan namja itu. Joon hee masuk kedalam kamar tempat kai dirawat dia tidak tahu bahwa disana juga ada hyunri.

“Mianhamnida saya mengganggu, sudah waktunya untuk tuan kim diperiksa.” Joon hee kembali memasang wajah topeng tegarnya. Dia sadar betapapun dia berharap untuk memiliki kai kesempatan itu tidak akan pernah ada untuknya. Kai sudah menjadi milik hyunri dulu maupun sekarang.

“Kim joon-hee.” Kata hyunri terbata.

Joon hee hanya melemparkan senyum ramahnya pada hyunri. Hyunri sama sekali tidak menyangka bahwa dia bisa bertemu dengan joon hee dirumah sakit ini. Tatapa hyunri berubah dari rasa terkejut menjadi tatapan sinis. Sehun yang duduk disofa yg berada dikamr tersebut menyadari perubahan dari wajah hyunri. Sehun segera mengambil alih keadaan.

“Ah silahkan periksa uisa-nim, kami akan keluar.” Kata sehun sedikit melirik kearah kai. Kai juga mulai menyadari keadaan canggung yang ada di kamarnya.

“Aku mau disini saja.” Jawab hyunri cepat.

“Gwaenchana. Kalian tetap saja disini.” Kata joon hee dengan ramah.

 

Kai POV*

Aishh! Kenapa juga hyunri tidak mau keluar barang sebentar saja. Kalau begini aku jadi tidak bisa menanyakan siapa namja yang bersama joon hee siang tadi. Dan lagipula siapa yang memberitahu hyunri bahwa aku kecelakaan dan dirawat dirumah sakit ini? Ah, apa eomma yang memberitahukannya. Ah MOLLA. Aku bingung.

Joon hee memeriksa keadaanku. Mulai dari mata, detak jantung dan suhu tubuhku. “Sepertinya keadaanmu sudah puih sedikit demi sedikit tuan kim?” “Apa kau sudah memakan makan malam dan meminum obatmu?” tanya joon hee. Aku menangguk. Memandang wajahnya dari dekat seperti ini membuat hatiku menghangat. Sudah lama aku tidak melihatnya dari jarak sedekat ini.

“Perawat shin jangan lupa untuk mengganti perban yang ada dikepalanya besok pagi.” Kata joon hee kepada perawat yang datang bersamanya tadi.

“Ne uisa-nim.” Jawab perawat itu.

“Baiklah sekarang waktunya untuk istirahat tuan kim. Selamat malam.” Joon hee beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Suasana kembali hening. Aku masih memandang pintu tempat joon hee pergi tadi. Sampai hyunri memulai pembicraan anatara aku dan sehun.

“Kenapa tidak ada yang memberitahuku bahwa joon hee menjadi dokter dirumah sakit ini?” tanya hyunri kesal

“Untuk apa? Apa itu penting untukmu?” jawabku dengan datarnya.

“Aku tidak suka dia berada disini.” Jawab hyunri

“Wae? Dia orang yang sudah menyelamatkan kai dari kecelakaan waktu itu. Dan dia orang yang memberitahuku bahwa kai mengalami kecelakaan. Jika bukan karena dia mungkin kai sudah mati sekarang.” jawab sehun sarkartis. Hyunri terdiam mendengar perkataan sehun

Aku tahu sehun sebal sekali hyunri datang kesini. Terlebih lagi sejak tadi hyunri tidak mau pulang walau sudah diusir untuk pulang olehku  maupun sehun. Sedikit kejam kedengarannya, tapi memang itulah kenyataannya.

Sejak aku dan hyunri putus dulu aku tidak pernah berhubungan lagi dengannya. Baru satu tahun belakangan ini kami berhubungan. Hyunri memang memintaku untuk kembali menjadi namjachingunya tapi aku tidak bisa. Karena seluruh focus ku hanya tertuju pada satu orang. Kalian tentu tahu sia orang tersebut. Joon hee, dia yang sudah mencuri hatiku, pikiranku bahkan seluruhnya yang ada pada diriku. Tidak seperti aku dan hyunri perasaan itu sungguh berbeda.

“Sudahlah aku ingin istirahat. Dan sebaikanya kaupulang hyunri-ya.” Selaku diantara perdebatan sehun dan hyunri.

“Sireo! Aku ingin tetap disini menjagamu.” Hyunri tetap saja memaksa untuk tetap tinggal disini.

“Kalau kau berada disini aku tidak bisa beristirahat jebal pulanglah.” Aku sedikit memohon kali ini padanya.

“Araseo, sejak awal aku datang kau memang tidak senang aku menjengukmu.” Hyunri keluar begitu saja. Mungkin aku terlalu kasar padanya hari ini tapi masa bodoh lah aku tidak peduli.

“Dasar nenek sihir! mengganggu saja kerjanya.” Umpat sehun

Aku terkekeh mendengar sahabatku berkata seperti itu. Sehun memang sebal setengah mati dengan kelakuan hyunri. Entahlah mungkin karena hyunri sering menjelek-jelekan joon hee yang notabene sahabat sehun dari kecil atau apalah. Aku juga tidak mengerti.

“Sudahlah sehun-ah jangan seperti itu.” Kataku dengan tertawa kecil

“Jika dia bukan wanita mungkin aku sudah menendang bokongnya sejak dulu.” Sehun memnag seperti itu. Jika dia tidak suka terhadap seseorang dia pasti akan langsung mencerca orang itu secara terang-terangan.

Author POV*

Joon hee baru saja keluar dari apartement yang dia tempati didaerah gangnam. Hari ini joon hee sengaja membawa sup yang dia buat untuk diberikan kepada kai dan sehun. Baru saja joon hee menaruh sup yang dia bawa di kursi penumpang tangannya sudah ditarik oleh seseorang. Tentu saja dengan reflek joon hee marah karena tangannya ditarik begitu saja.

“YA!” teriak joon hee. Tapi begitu menyadari orang yang menarik tangannya itu adalah lee hyurin dia tidak jadi marah-marah.

“Lee hyurin-ssi.. ada apa kau datang kesini pagi-pagi?” tanya joon hee

“Jauhi kai!” kata hyurin dengan angkuhnya

“Ne?”

“Kau tuli? Jauhi kim jong in!!” kata hyurin dengan nada tinggi

“Sebenarnya ada apa? Kenapa kau datang kesini lalu memintaku untuk menjauhi jong in?” joon hee sedikit hilang kesabarannya

“Jong in milikku jangan mencoba untuk merebutnya!” hyurin kemudian pergi begitu saja.

Joon hee masih tidak mengerti kenapa tiba-tiba hyurin marah-marah seperti itu. Joon hee bahkan hanya berstatus sebagai dokter yang merawat jong in saja sekarang. masih dengan ketidak menegrtiannya joon hee melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempatnya bekerja. Pandangan joon hee jatuh pada seseorang yang duduk ditaman rumah sakit. ‘bukankah itu kai?’ batin joon hee. Joon hee segera memarkirkan mobilnya di area parkiran dan tidak lupa sebelum turun dia juga membawa sup yang sudah dibawaya sejak dari rumah tadi. Joon hee berjalan menghampiri kai yag sedang duduk sendiri ditaman rumah sakit.

“Apa yang kau lakukan pagi-pagi disini tuan kim?” tanya joon hee

Orang yang dianggilpun hanya menengok sekilas lalu pandangannya kembali lagi kearah depan. Kosong. Itulah yang joon hee lihat dari sorot mata kai.

“Jong in-ah museun il-iya?” tanya joon hee sedikit khawatir

“Ani.” Jawab kai singkat. Joon hee duduk disamping kai.

“Lalu apa yang kau lakukan disini?” tanya joon hee lembut

“….” Tidak ada jawaban dari kai. Joon hee menatap kai dalam.

Joon hee POV*

Aku menatap kai dalam, mencoba menerka apa yang sedang ia pikirkan. Melihatnya dari samping seperti ini rasanya sama saja seperti dulu.

‘Jong in-ah kenapa perasaan ini tidak pernah hilang?’ batin joon hee

Aku menghadapnya sekarang, aku melepaskan syalku dan memakaikannya dileher kai. Udara sudah memasuki musim semi jadi pantas saja jika udara dingin.

“Kau bisa sakit jika terus duduk disini. Aku membawa sup  kesukaanmu ayo kita makan bersama.”

“….” Lagi-lagi tidak ada jawaban dari kai. Dia tetap diam dan tatapannya kosong.

“Jong in-ah wae? Katakana padaku ada apa?” tanya ku khawatir

Tiba-tiba kai memelukku. Erat. Pelukannya kali ini.. entahlah aku merasaka berbagai macam perasaan bercampur dalam diri kai. Ada apa sebenarnya dengan dirinya? Aku membalas pelukan kai dan mencoba untuk menenangkannya.

“Jong in-ah gwaenchana..” ucapku lembut

“Joon hee-ya.. saranghae..” kata kai lirih

Apa? Ada apa dengan dirinya? Kenapa dia bisa mengatakan itu?

“Wae? Ada apa denganmu jong in-ah?” tanya ku tidak mengerti

Jong in hanya menggeleng dan tetap mengucapkan kata-kata itu.

“Saranghae.. jeongmal saranghae..” jong in mengucapkan hal itu dengan lirih. Aku merasakan pundaku basah. Basah? Apa jong in menangis? Ini kedua kalinya dia menangis didepanku. Dan kemana sehun? Bukankah dia selalu bersama kai? Pasti orang itu masih tetidur dikamar rawat kai da tidak menyadari sahabatnya sudah pergi entah kemana.

Aku melepaskan pelukanku. Aku melihat air mata jong in masih menetes. Segera kuhapus air matanya dengan jemariku. Raut wajah kai terlihat sedih sekali.

“Saranghae joon hee-ya..” lagi jong in mengucapkan kata itu. Aku tersenyum dan memandangnya dengan lembut.

“Ketampananmu akan hilang jika kau menangis kkamjong” canda ku. jong in tersenyum

“Joon hee-ya..”

“Hmm”

“Jangan meninggalkanku lagi.” Aku tersenyum kearahnya.

“Tidak. dan tidak akan.” “Ayo kembali kekamar, sehun pasti mencarimu” ucapku

Aku memapah jong in menuju kamarnya. Dan tepat sesuai dugaan ku sehun masih terlelap dialam mimpinya. Dia juga tidak tahu kalau jong in keluar dari kamarnya. Aku membantu kai untuk duduk ditempat tidurnya, dan sekarang adalah waktunya untuk membangunkan sehun.

“YAK! OH SEHUN! IREONA!!” teriakku. Kai terkekeh mendengarku

“Ya! Oh sehun ireona!! Ppali!” aku mengguncang-guncang tubuh sehun yang berada disofa.

“Sudahlah biarkan saja dia tidur joon hee-yamungkin dia lelah.” Ujar jong in

“Ani! Memang dikiranya ini hotel.” Jawabku. Aku ingat cara paling ampuh untuk membangunka seorang oh sehun adalah dengan berteriak di telinganya. Aku tersenyum  evil dan jong in yang melihatku hanya berpandangan aneh aku yakin dia pasti tahu apa yang akan aku lakukan.

Aku mendekatkan diriku ketelinga sehun, jangan lupa untuk tarik nafas dalam-dalam kemudian.. “YA! OH SEHUN IREONA!! PPALI PPALI PPALI!!!!” teriakku. Dan

BBUUKK! Sehun jatuh dari sofa dan meringis kesakitan. Haha rasakan itu oh sehun

“Ya! Kim joon hee! Tidak bisakah kau tidak teriak ditelingaku huh?! Bisa-bisa oh sehun yang tampan ini nanti menjadi tuli.” Umpatnya. Aku dan jong in tertawa. Senang rasanya bisa merasakan hal ini lagi. Sudah lama aku tidak berada pada suasana hangat seperti ini.

Aku jadi teringat saat dulu saat kami masih sering bersama. Dulu jong in juga melakukan hal yang kulakukan tadi terhadap sehun. Bedanya dulu akulah yang terbaring diranjang rumah sakit. Sehun masih bergumam tidak jelas. Aku sampai hamper lupa untuk memberikan sup buatan ku.

“Sampai kapan kau akan mengumpat seperti itu oh sehun?” tanyaku

“Sampai aku puas!” jawab sehun kesal. Lagi-lagi aku dan kai hanya bisa tertawa melihat kelalukan sahabat kami. Aku menuangkan sup kemangkuk yang aku bawa.

“Makanlah aku sengaja mmebawaka ini untuk kalian.”

Sehun segera mengambil satu. Dan aku mengambil yang satunya lagi untuk kuberikan pada jong in.

“Makanlah, setelah itu kau harus minum obatmu.”

“Ani.” Jawab kai

“Mwo? Kau sudah tidak menyukai sup tulang sapi lagi?” tanyaku heran

“Ani. Aku mau maka jika kau yang menyuapi.” Ucap jon in merajuk

“Sireo.” Jawabku ketus

Mendadak wajah jong in berubah menjadi mendung kembali seperti saat ditaman tadi. Aku mengrenyitkan dahiku melihat perubahannya.

“Yasudah seharian ini aku tidak akan makan.” Rengek jong in

Apa? Sejak kapan jong in berubah menjadi tukang rengek dan tukang rajuk seperti ini?

“Ya! Oh sehun sejak kapan sahabatmu ini berubah menjadi tukang rengek dan tukang rajuk?” tanyaku heran pada sehun. Tapi sehun masih asik dengan makanannya, dia makan tanpa memperdulikan orang-orang yang berada disekitarnya.

“Molla, mungkin otaknya sudah sedikit terganggu.” Jawab sehun polos. Tentu saja kai yang mendengarnya langsung melempar bantal kearah namja yang hanya berbeda beberapa bulan saja dari umurnya.

“Ah, araseo. Kali ini kau menang kim jong in tapi lain kali tidak akan.” Kataku sedikit mengancam.

Aku menyuapai jong in dan jong in pun makan dengan lahap.

“Rasanya masih sama seperti yang dulu” kata jong in detengah-tengah makannya

“Mwo?”

“Rasa sup buatanmu tidak pernah berubah.” Jawab jong in lagi

“Joon hee-ya kemarin aku melihatmu berjalan bersama pria dirumah sakit ini siapa dia?” seketika wajah kai mengeras mendengar pertanyaan sehun. Aku tetap bersikap biasa saja.

“Bukan siapa-siapa.” Jawabku datar

“Apa dia namjachingumu?” tanya sehun sedikit terbata. Apa sehun sedang berusaha untuk mengintrogasiku sekarang?

“Apa kau sedang mengintrogasiku sekarang?” tanyaku balik. Sehun terdiam dia tidak menjawab. Aku mengalihkan pandanganku untuk melihat kai. Raut wajah kai juga masih mengeras seperti tadi dan dia menatapku tajam sekarang. ada apa ini? Aku menghela napas panjang.

“Baiklah.” Kini padangan sehun juga tertuju padaku

“Dia adalah Wu yi fan atau kami biasa memanggilnya dengan Kris wu. Dia adalah sajangnim dirumah sakit ini. Dia juga temanku saat kami mengambil S2 di amerika. Hanya itu yang aku bisa beri tahu.”

“Lalu apa hubunganmu dengannya?” tanya jong in. sehun memandang jong in dengan tatapan yang sulit diartikan. Aku jadi semakin tidak mengerti ada apa dengan mereka berdua hari ini.

“Just friend.” Jawabku datar

“Sepertinya dia menyukaimu.” Pernyataan kai tentu saja membuatku terbelalak tidak percaya. Aku akui kris memang pernah menyatakan perasaannya waktu itu tapi aku menolaknya karena tentu saja aku masih belum bisa melupakan namja yang berada di hadapanku ini.

“Dia memang pernah mengatakan tentang perasaannya tapi..”

BRAKK!

 

 

CUT CUT CUT!! Haha gimana? Tambah ngalor ngidulkan ceritanya :D pastilah! orang authorya juga gak jelas :D sudahlah tunggu buat chapter selanjutnya aja. Thanks buat yang sudah meninggalkan jejaknya di chapter2 sebelumnya ^^


Portrait

$
0
0

541739_458115807583531_1481479892_n

Title  : Portrait

Author : Marryfly (@mrfly3424 on twitter)

Main Cast: Park Chanyeol, Ahn Yookyung

Length : Oneshoot

Genre : Romance, fantasy

Rating : T

A.N : Aaahh..akhirnya FF ini selesai juga. Bingung reader sebenernya mau nulis kayak gimana XD. Belum lagi milih main castnya diantara bejibun member EXO yang ganteng ganteng dunia akherat (?). Inspirasi udah jebol banget ini. Oh ya, jeongmal mianhae kalo cerita sama judulnya nggak nyambung. Soalnya author juga bingung gimana cara nyambungin perasaan author sama Luhan *reader: thor,, pergi sono lu sebelum kita kroyok nih | author: ehh iya iya deh ampun* Semua cast disini keculai OC dan Luhan adalah milik Tuhan, ortu dan agensinya *emang ada Luhan?* Banyak typo bertebaran dan nggak nyambung sama genre. Boleh ngopi boleh ngeteh *reader: thor salah!!* eh iya salah, ralat. Boleh ngopy asal dicantumin nama authornya. Oke deh ChenKaiD.Ot ^^

——————– Happy reading ^^  —————–

 

Udara dingin menyeruak kedalam pori pori kulit pucat Yookyung. Dingin dan mencekam. Padahal ini bukanlah musim dimana butiran kapas itu turun. Mata Yookyung menerawang jauh ke sekeliling tempat dimana ia menginjakkan kaki jenjangnya. Sebuah rumah kuno dua lantai bergaya vintage dengan debu dan jaring laba-laba yang tertempel dimana-mana. Beberapa bagian dari rumah ini terbuat dari kayu usang yang sudah berbau busuk dimakan usia. Sangat kontras dengan dengan lampu kristal besar yang menggantung di atapnya. Yookyung menghentikan langkahnya untuk sejenak berpikir. Untuk apa ia berada di tempat seperti ini? Ia bahkan sangat asing dengan bangunan kuno ini. Lantai yang penuh debu itu kini berderak-derak ketika Yookyung mencoba melangkahkan kakinya naik keatas tangga yang hampir ambruk karena digerogoti rayap. Segerombolan tikus berlari disekitar kaki Yookyung yang sempat membuatnya menegang dan membulatkan mata.

“Annyeong…ada orang disini?”, sapa Yookyung keras dengan suara nyaring yang menggema. Mendadak hawa dingin berdesir mengelilingi area tubuh Yookyung. Segerombolan kelelawar memekik turun dan menimbulkan suara bising yang cukup menganggu telinga. Yookyung menggosok-gosok kedua lengannya dan merapatkan hoodie coklatnya. Ia berjalan pelan ke lantai dua seseklai menengok ke belakang takut-takut kalau ada vampire yang menyerangnya (?). Suasana di lantai dua ini lebih gelap dan mencekam. Banyak guci-guci aneh dan lukisan renaissance yang terpajang rapi di lantai ini. Suara langkah kaki Yookyung menggema di lantai yang gelap dan makin menambah kesan mistis. Hampir tidak bisa melihat dengan jelas, namun masih bisa merasakan bahwa ada yang sedang mengawasinya dari sini. Perasaan Yookyung semakin kalut dan ia memutuskan untuk segera turun dan pergi saja dari rumah ini.

“Ahn Yookyung. Chankaman”, panggil seseorang dengan suara berat. Tubuh Yookyung menegang. Tapi ia segera menepis rasa takutnya dan memberanikan diri untuk berbalik. Nihil. Tak ada seorang pun disana. Ia mengangkat bahunya sambil tersenyum kikuk. Berpikir bahwa dirinya sedang berhalusinasi.

“Kau sedang tidak berhalusinasi Ahn Yookyung”, suara itu menggema lagi. Entah mengapa Yookyung merasa tidak asing dengan suara itu. Suara berat itu sungguh membuat hatinya nyaman *author: ciyee lebe ahh | reader: thor, kagak usah muncul dulu napa sih, ganggu aja! | auhtor: #pundung di pojokan*

“Nu..nuguya?”, tanya Yookyung ragu-ragu sembari melangkah mencari si empunya suara.

“Aku? Pemilik hatimu saat ini dan nanti”. Glek. Percaya diri sekali orang ini. Gerutu Yookyung dalam hati yang terus mencari-cari pemilik suara sambil meraba dinding untuk mempermudahkannya berjalan dalam gelap. Tapi tiba-tiba, sekujur tubuh Yookyung menjadi hangat saat tangannya tak sengaja menyentuh sebuah lukisan. Walaupun gelap, tapi ia bisa sedikit melihat apa yang ada di dalam lukisan itu. Seorang namja dengan rambut coklat berponi yang hampir menutupi matanya dan memakai kemeja biru pudar. Wajahnya terlihat tampan dengan rahang yang tegas meski tidak ada seulas senyum yang tergambar disana. Lukisan setengah badan itu cukup membuat Yookyung tercengang. Ia terdiam. Sadar akan kebodohannya yang memuja sebuah lukisan, ia kemudian berbalik dan melangkah kecil meninggalkan lukisan itu.

“Kau mau kemana Ahn Yookyung?”, suara itu terdengar lagi dan lebih dekat di telinga Yookyung.

“Nu..nuguya? Kumohon tunjujjan dirimu”, ucap Yookyung sambil berancang-ancang dengan gerakan wushunya yang ia arahkan ke segala arah untuk berjaga-jaga.

“Khkhkhkhkh berbaliklah, aku ada dibelakangmu”. Ucapan itu sedikit membuat Yookyung berpiir dua kali. Bagaimana mungkin ada seseorang di belakangnya sedangkan jarak tubuhnya dengan dinding tidaklah lebih dari satu meter. Kalaupun benar ada, pastilah ia bisa merasakan kehadirannya. Yookyung meneguk salivanya berkali-kali. Keringat dingin mulai mengucur deras dari sisi dahinya. Ia mengepalkan tangannya lalu memberanikan diri untuk berbalik dengan mata terpejam. Sepi, tidak ada bunyi apapun. Ia pun lalu membuka sedikit matanya. Nihil. Tetap tidak ada siapapun. Yang ada hanyalah lukisan seorang namja yang terpaku di dinding.

“Kau membohongiku eoh? Tidak ada siapapun disini!”, kata Yookyung kesal sambil menengok ke kanan dan ke kiri.

“Lihatlah lurus ke depan. Fokuskan matamu dan buka celah hatimu. Maka kau akan melihat sebuah ciptaan yang luar biasa”. Yookyung pun kembali memperhatikan dinding yang ada di depannya, ah ani, lebih tepatnya benda yang tergantung disana. Ya, lukisan itu. Yookyung menyipitkan matanya agar lukisan itu terlihat lebih jelas. Ia meraba lukisan itu dan mendekatkan wajahnya hingga beberapa senti. Tiba-tiba saja, namja yang ada di dalam lukisan itu tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Jantung Yookyung berpacu lebih cepat dan matanya membelalak lebar. Tubuhnya terhuyung beberapa senti dari dinding dengan wajah yang masih menegang. Ia benar-benar tidak percayaakan apa yang kini dilihatnya.

“Kau kaget Ahn Yookyung? Ya! Kau kemari untuk menjemputku bukan?”, tanya namja dalam lukisa itu dengan suara berat khasnya. Yookyung masih terdiam mematung dengan tatapan tidak percaya. Hatinya bergejolak penuh umpatan. Antara takut dan kagum pada ketampanan namja lukisan itu. Apalagi saat dia tersenyum seperti itu. Membuat Yookyung bersumpah ingin melumat bibir itu sekarang jika saja namja yang ada dihadapannya ini bukanlah fantasi belaka. Tapi Yookyung segera tersadar dan membuang jauh-jauh pikiran gilanya itu.

“Kau tidak gila Ahn Yookyung. Memang sudah takdirnya kalau kau menyukai namja sempurna sepertiku. Hehehe…”, ucapnya sambil nyengir kuda yang langsung membuat Yookyung melemparkan tatapan kau-bahkan-menggelikan pada namja itu.

“Kau ini hidup? Kau bisa bicara ha?”, tanya Yookyung sambil memencet-mencet kanvas.

“Auu..hahaha…itu geli Ahn Yookyung. Hahahaha..hen..hentikan”. Yookyung pun menghentikan aktifitasnya yang sedari tadi memenceti kanvas itu. Ia kemudian menatap namja dalam lukisan itu dengan sorotan mata penuh tanda Tanya. Ia ingin meminta penjelasan atas semua ini, bangunan ini, dan tentu saja dirinya. Merasa mengerti dengan gelagat Yookyung, namja itu mula membuka suara lagi.

“Baiklah baiklah. Akan aku jelaskan. Namaku Chanyeol. Park Chanyeol. Bagus bukan? aku tahu itu, tidak usah memujiku”. Yookyung memasang muka sebal dan rasanya ingin mengahantam namja ini dengan grand piano yang ada di toko tempat ia bekerja. Namun ia urungkan niatnya itu karena tidak mungkin seorang yeoja kecil sepertinya mampu mengangkat piano SENDIRIAN.

“Aku terkurung disini selama berpuluh-puluh tahun akibat ulah seorang penyihr. Dan kau, adalah satu-satunya orang yang bisa merasakan keberadaanku disini. Kaulah orang yang bisa membebaskanku. Aku sudah lama menunggumu chagiya~”, ungkapnya sambil memasang kiss bye pada Yookyung. Gadis berambut hitam panjang itu memutar bola matanya malas. Bukannya tidak mau, ia hanya sedikit malas membantu namja yang memiliki kepercayaan diri tinggi ini. Lagipula bagaimana caranya membebaskan seorang namja dari sebuah lukisan? Terdengar lucu memang.

“Kau mau tahu caranya? Sini, mendekatlah. Kuberi tahu sesuatu”. Yookyung pun melangkahkan kakinya menjadi lebih dekat dengan lukisan itu. Perasaan hangat mucul kembali dalam dirinya. Ia tidak mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Debaran jantungnya semakin kuat terdengar membuat seulas senyum tergambar pada bibir namja itu. Tampan. Itulah yang ada dipikiran Yookyung saat ini. Tubuhnya tiba-tiba terangkat ke atasa dengan sendirinya dan membuat wajahnya sejajar dengan wajah Chanyeol. Yang lebih aneh, Yookyung bisa merasakan deruan napas Chanyeol yang tidak teratur itu. Chanyeol mengerucutkan bibirnya, memainkannya sambil meniup-niup poni coklatnya. Ia tesenyum manis yang membuat Yookyung harus meneguk salivanya berkali-kali. Demi Tuhan, seumur hidup Yookyung tidak pernah menginginkan seseorang diluar batas seperti ini. Ia mengatur napasnya saat kepalanya tiba-tiba terdorong kedepan hingga membuat hidungnya bersentuhan dengan hidung Chanyeol dan…

“AHN YOOKYUNG !! IREONA!!”.

GDUBRAK. Suara tubuh Yookyung  yang menghantam lantai terdengar keras dan membuyarkannya dari tidur nyenyaknya diatas kursi sambil memanyun-manyunkan bibirnya. Ia merintih kesakitan dan memegangi bokongnya sambil mengucek kedua matanya bergantian.

“Nah, sudah puas kau tidur tuan putri? Seenaknya saja. Lihat ini jam kerja! Pelanggan banyak begitu kau malah enak-enakkan tidur. Kau mau makan gaji buta eoh?”

“Ehehehe..mianhae ahjumma. Kemarin aku tidur larut malam karena harus mengerjakan tugas”, elak Yookyung sambil memasang tanda v sign dengan jarinya.

“Ah sudah-sudah. Aku tidak mau menerima alasanmu. Cepat kau ke depan dan layani pelanggan!”

“Ne. Ne ahjumma aku kesana sekarang”. Dengan langkah gontai karena masih mengantuk, Yookyung mendekat kearah pelanggan yang sedang sibuk mencari dan menciumi bunga-bunga segar. Yookyung menguap sebentar lalu menggaruk rambutnya malas. Pikirannya melayang pada hal yang baru saja ia alami. Mimpi itu terasa begitu nyata baginya. Bahkan ia merasa namja dalam lukisan itu benar-benar hisup. Tapi yah, yang namanya mimpi kan hanya bunganya tidur.

“Mmm..agasshi, aku minta buklet bunga mawar yang cocok untuk pesta pertunangan”, ucap salah seorang pelanggan pada Yookyung yang kini tengah asyik melamun sambil memandang kearah langit. Merasa diacuhkan, pelanggan itu menyapa Yookyung sekali lagi.

“Agasshi, aku minta buklet bunga!”, ucap pelanggan itu sedikit membentak dengan suara beratnya. Seketika Yookyung pun langsung tersadar dari lamunannya dan segera berbalik untuk membuatkan buklet bunga. Tapi baru beberapa langkah, Yookyung terdiam mematung. Ia merasa tidak asing dengan suara pelanggan itu. Seperti suara seseorang yang ia kenal betul. Seseorang yang telah membuat jantungnya berdetak lebih cepat meskipun hanya bertemu beberapa saat. Yookyung mengepalkan tangannya dan memberanikan diri menghadap pelanggan itu, dan benar saja, namja berambut coklat keriting yan tengah sibuk menciumi bunga-bunga di florist tempat Yookyung bekerja adalah…

“Park Chanyeol?!”

“Ne?”

 

 

END

 


Angel (chapter 7)

$
0
0

cover

Angel

Author: Jung Ha Woo^^

Main Cast: Angelica Park (Own Character)

Do Kyungsoo (main character)

Other Cast: Lu Han

Kim Jongin

Song Je An (Own Character)

EXO Member

Length: multichapter

Genre: school life, romance, friendship

 

Part 7

“Jean, kita putus” kata D.O di video itu, geng Jessica dan Jean kaget “tapi,kenapa D.O?” Tanya Jean “sebenarnya, aku nembak kamu karena saat itu kamu maksa aku jadi pacarmu. Dan aku sudah menganggapmu sebagai saudara perempuanku sendiri. Jadi, lebih baik kita berteman saja” kata D.O seraya menjawab pertanyaan Jean, Jean mulai menangis “ok, itu saja. Makasih untuk segalanya” lalu video itu berhenti “Jessicaaaa” Jean langsung menangis dipundak Jessica, Jessica dan geng-nya berusaha menenangkan Jean “ANGELICA PARK! AWAS SAJA KAMU! AKU AKAN MEMBUAT PERHITUNGAN UNTUKMU!” isak Jean, aku terdiam, sebenarnya aku ingin membela diri,tetapi aku tidak bisa. Saat istirahat, terlihat geng Jessica mulai mengangguku, seperti menyelak antrian makanan di kantin, mengambil minumku, dan sebagainya “geng Jessica mulai menganggumu lagi?” Tanya Kai, aku mengangguk “mereka kelewatan sekali” Kai berdiri dan menyisingkan lengan bajunya “gausah Kai, gausah” aku menahan Kai “lho, emang lo nyaman diganggu geng centil kayak gitu?” Tanya Kai “pokoknya gausah, aku ingin menghadapi mereka sendiri” kataku, Kai duduk kembali seperti semula “hei Angel, Kai” Cassie duduk disebelahku “sepertinya geng Jessica mulai berulah lagi” kata Cassie “begitulah” kataku, tiba-tiba ada yg mengguyurku dengan big gulp “ups, maaf Angel aku tidak sengaja” kata Jessica disambut tawa dari gengnya, Kai berdiri tapi aku menahannya “astaga Jessica, kamu parah banget. Big Gulp kan dingin. Kasian Angel” kata Jean “ahiya Jean, aku parah banget,hahhahaha” Jean dan geng Jessica meninggalkanku, Kai memberikan jaketnya untukku “big gulp kan dingin,kamu pasti kedinginan” kata Kai “thanks” kataku “ckckkck, geng Jessica dan Jean parah banget sih! Kenapa kamu gaminta bantuan geng EXO untuk menolongmu?” Tanya Cassie “tidak usah” jawabku. Di perjalanan pulang, mobil Jean secara sengaja melaju kencang di jalanan yg becek sehingga membuat seragam dan sepedaku kotor, aku menggelengkan kepalaku. “Aku pulang” kataku “astaga Angel, kamu kotor sekali. Dan rambutmu, basah dan lengket. Kamu kenapa?” Tanya Mrs.Lily “I’m fine, aku ingin mandi dulu. Dimana D.O?” tanyaku “dia dikamarnya, demamnya mulai reda” jawab Mrs.Lily, aku berjalan menuju kamarku dan mandi. Setelah itu aku mengantarkan makanan ke D.O “D.O” sapaku, D.O terlihat masih sibuk dengan gameboy-nya walaupun mukanya sedikit pucat “D.O ayo makan, nih ada ja jang myun kesukaanmu” kataku, D.O melirik mangkuk yg kubawa dan langsung mengambilnya dan memakannya, aku memegang dahinya “heh, asal megang aja” kata D.O sambil menepuk tanganku “aku kan hanya mengecek keadaanmu! Siapa tahu besok kamu bisa masuk sekolah” kataku “besok aku bisa masuk sekolah” kata D.O “ngomong-ngomong, Jean dan geng Jessica mengerjaimu ya?” Tanya D.O “tau darimana?” tanyaku “Sehun dan Chanyeol memberitahuku” jawab D.O “yah sudahlah, cepat habiskan makananmu. Setelah itu istirahat lagi” kataku, D.O mengangguk. Setelah makan, aku menemani D.O menonton acara kesukaannya di televisi “orangtuamu dimana?” tanyaku “mereka sedang mengurus perceraiannya” jawab D.O “kamu datang ke sidang perceraian itu?” tanyaku, D.O mengangguk. Beberapa lama kemudian, D.O tidur, aku berjalan keluar kamar “tetaplah disini, jangan meninggalkanku” D.O memegang tanganku erat, aku duduk di kursi sebelah kasur D.O dan mengelus tangan D.O “kalo dilihat sekali lagi, kamu itu sempurna ya” kataku pelan “tetapi, aku gamungkin bisa mendapatkanmu” gumanku.

~**~

Aku dan D.O sudah siap untuk berangkat sekolah, hari ini mama D.O yg mengantar aku dan D.O ke sekolah “pakai dasi yg benar, D.O” kataku “aku gabisa pake dasi” jawab D.O “payah,masa gini doang gabisa” aku memasangkan dasi D.O, terlihat dari kaca mobil mama D.O tersenyum melihat kami. Saat berjalan memasuki sekolah “awas!” D.O memeluk dan mendorongku, terlihat vas bunga besar jatuh dari lantai atas “gwechana?” Tanya D.O, aku mengangguk “ini pasti ulah geng Jessica dan Jean karena aku memutuskan hubunganku dengan Jean” kata D.O “aniya, sudahlah ayo ke kelas” kataku, D.O mengangguk. Di kelas, terlihat Jean melemparku dengan permen karet bekas sehingga permen karet itu lengket di rambutku “hahahahhahahahahahha” tawa geng Jessica dan Jean,aku terdiam sambil menggunting rambutku yg terkena permen karet “astaga, mereka sudah kelewatan, Angel” kata Kai, aku terdiam “masa kamu Cuma terdiam disini? Bertindaklah sesuatu” kata Kai “tidak usah” jawabku, Kai melengos “jika aku jadi kamu, aku akan memukul Jean/Jessica” kata kai “yah, liat saja nanti, Kai” kataku. Saat istirahat, kakiku dijegal Helena, lalu geng Jessica dan Jean tertawa “ahahahaha, katanya jago tekon dan wushu. Dijegal saja sudah jatuh,hahahhaa” ledek Jean, aku berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk menampar Jean, tiba-tiba tanganku ditahan D.O! “hai Jean, apa yg kamu lakukan dengan Angel?” Tanya D.O “hanya menjegalnya,itu saja” jawab Jean “yakin? Atau lebih?” Tanya D.O, Jean terdiam “asal kamu tau aja ya, D.O. Gara-gara Angel deketin kamu, kamu jadi putusin Jean” kata Jessica “deketin Angel? Siapa bilang? Lagipula, aku nembak kamu bukan berdasarkan cinta ya Jean,melainkan karena kamu memaksaku saat itu” jawab D.O, Jean pucat “dan soal Angel, dia adalah bodyguardku. Dia akan selalu berada di sisiku untuk melindungiku. Jadi, Jika kamu menganggunya lagi, aku tidak segan-segan memberikan perhitungan untukmu,mengerti?” ancam D.O, Jessica,Jean, dan gengnya mengangguk “bagus, ayo Angel. Ikut aku” D.O menarik tanganku. “gomawo” kataku, D.O melirikku “berterima kasih untuk apa?” Tanya D.O “kamu tadi sudah menyelamatkanku dari hari pembalasan geng Jean&Jessica” jawabku “itu bukan apa-apa” jawab D.O . aku dan D.O duduk di kursi taman “well, nanti sekitar jam 1 siang aku akan ke pengadilan, kamu harus menemaniku” kata D.O, aku mengangguk “tapi, aku ke pengadilan naik bus. Itu berarti kamu harus melindungiku benar-benar. Mengerti?” Tanya D.O “arraseo” jawabku “bagus, ayo ke tempat anak-anak EXO, kudengar Luhan sedang merencanakan sesuatu” kata D.O.

Ternyata, ot12 berkumpul di ruang musik, terlihat Lay sedang bermain piano, Chanyeol sedang bermain gitar, Chen yg sedang menyanyikan lagu yg dimainkan Lay, sedangkan Kai sedang mendengarkan lagu di iPodnya sambil ngedance “hei, jadi apa yg mau dibicarakan?” Tanya D.O “Luhan, bicaralah” kata Kris “emm, aku ingin nembak cewek nih” kata Luhan “ehiya? Siapa cewek yg mau kamu tembak?” Tanya Tao “Krystal?” tebak Chen, Luhan menggeleng “Seohyun?” Tanya Xiu Min, Luhan menggeleng “IU?” Tanya Baekhyun, Luhan menggeleng lagi “ah aku tau!” ujar Kai “siapa?” Tanya Lay “pasti Ji Hee alias Cassie” kata Kai, pipi Luhan memerah “tuhkan Cassie! Asik dah” kata Kai “ah ternyata diam-diam Luhan suka Cassie” kataku “terus, apa yg akan kita lakukan?” Tanya Kris “bantulah aku supaya membuat hati Cassie luluh, dia kan benci sekali denganku” jawab Luhan “halah, Cassie pasti menyukaimu lah” kata Sehun “enggak, dia membenciku” jawab Luhan “baiklah Luhan, kita akan membantumu” kata Suho “benarkah?” Tanya Luhan “IYA!!” ujar semuanya “untuk Luhan!” aku mengarahkan tanganku kedepan,disusul yg lain “for our deer!” ujar semua “gomawo!” ujar Luhan senang.

Misi dimulai, Xiu Min mendekati Cassie “hi Ji Hee” sapa Xiu Min “hi” jawab Cassie “kamu taugak kalo Luhan pernah juara 1 lomba Matematika?” Tanya Xiu Min “taulah” jawab Cassie “Luhan keren ya, dia mewakili Seoul untuk lomba matematika, dia pintar ya. Kita saja ngerjain tugas Matematika udah puyeng duluan” kata Xiu Min “biasa aja ah, kamu aja yg lebay” Cassie meninggalkan Xiu Min “misi 1 gagal” kata Xiu Min di walkie talkie “ok, Kai, Lay dan Tao siap-siap” kataku di Walkie Talkie. Kai, Lay dan Tao berjalan mendekati Cassie yg sedang duduk di kursi taman “eh, jadi Luhan akan bersama kita untuk lomba dance nanti?” Tanya Tao “iya benar” jawab Lay “wah, Luhan ternyata bertalenta ya. Udah pinter, jago dance lagi” kata Kai, terlihat Cassie langsung berdiri meninggalkan Lay, Kai dan Tao “misi 2 gagal” kata Tao di Walkie Talkie “ah, ok Chen,  Baekhyun, Chanyeol. Siap-siap” kata Suho. Saat Cassie berjalan menuju kamar mandi, “eh, Luhan ternyata suaranya bagus ya” kata ukanya babyface pula” kata Chen “iih!” Cassie langsung memasuki kamar mandi sambil membanting pintu yg berhasil membuat Baekhyun kaget “misi 3 gagal. Sekarang Suho, Sehun dan Kris!” ujarku di walkie talkie. Cassie sedang membeli makanan di kantin lalu Suho, Sehun, dan Kris datang “eh Luhan belum bayar utang gu….” Suho menutup mulut Kris “salah misi bego! Eh, Luhan baik banget sih. Kemarin dia mendonasikan uangnya untuk acara amal” kata Suho “ahiya, dia baik sekali! Luhan memang sempurna” kata Sehun “benar!!” kata Kris “hajima” guman Cassie yg meninggalkan Suho, Sehun, Kris “Angel, sekarang misi selanjutnya” kata Kris di walkie talkie. Di taman sekolah, aku dan D.O mendekati Cassie yg kembali duduk di kursi taman “eh, kemarin kudengar Luhan menolong orang yg kecelakaan” kataku “masa sih? Eh itu Luhan, ayo Tanya dia” kata D.O “luhan!!” ujarku, Luhan menghampiri kami “memang benar kamu menolong org yg kecelakaan kemarin?” tanyaku, Luhan mengangguk “wah, kamu baik sekali Luhan. Salut!” kata D.O “pasti cewek yg bakal jadi pacarmu akan menjadi orang yg beruntung” kataku “ah tidak juga” kata Luhan, Cassie langsung berdiri “hajima!!!” ujar Cassie, kami semua diam “aku tidak mengerti apa maksud kalian yg mendekatiku untuk memuji luhan” kata Cassie “aku tidak peduli dengan prestasi atau sifat yg dimiliki Luhan, ingat itu” Cassie berjalan meninggalkanku, D.O, dan Luhan “yah, sabar ya Luhan. Kita akan memikirkan cara yg lain” D.O menepuk pundak Luhan “ya, aku mengerti” kata Luhan.

~**~

Jam 1 siang, aku dan D.O berada di pengadilan untuk sidang perceraian orangtua D.O. Aku duduk disebelah D.O di ruang sidang perceraian orangtuanya, papa D.O sudah siap bersama pengacaranya, tetapi pengacara mama D.O sudah datang kecuali tante Rosemary “dimana mamamu?” Tanyaku “molla” jawab D.O, aku melihat kebelakang, terlihat ada seorang perempuan yg memakai baju kantor yg berambut merah “itu Kwon Che Rin, sekretaris ayahku” jawab D.O seraya membaca pikiranku “ooh, jadi itu orangnya” kataku “aku membencinya” kata D.O “I see” kataku. Sidang sebentar lagi dimulai, tetapi tante Rosemary belum datang “aneyeong!” tiba-tiba tante Rosemary datang bersama seorang perempuan “maaf bapak hakim, jaksa, dan pengacara. Saya terlambat” kata mama D.O “baiklah, nyonya Rosemary silahkan duduk” kata hakim pengadilan “maaf bapak hakim, saya ingin melakukan sesuatu dulu” wanita yg datang bersama mama D.O berdiri di depan papa D.O “lho, Do Kwang Ri-ahjumma kok disini?” Tanya D.O “tantemu?” tanyaku “iya, dia tanteku. Dia bisa menghipnotis dan menyadarkan orang yg kena hipnotis” kata D.O “berarti…..” “dalam hitungan ketiga, anda akan sadar. Satu………….dua……………….tiga” kata tante Kwang Ri, mata papa D.O langsung tertutup dan terbuka lagi “astaga, dimana aku” papa D.O memegang kepalanya “anda di pengadilan tuan” jawab pengacara papa D.O “pengadilan? Hah? Aku kenapa?” Tanya papa D.O “sidang perceraian anda,tuan” jawab pengacara “perceraian? Enak saja, aku masih menyayangi istriku!” kata papa D.O yg membuat orang-orang di pengadilan kebingungan “jadi, nyonya Rosemary. Apakah anda ingin tetap melanjutkan sidang ini, atau tidak?” Tanya hakim pengadilan “karena suami saya terlihat sudah sadar, itu berarti….tidak” jawab mama D.O “dengan begini, sidang perceraian resmi dibatalkan” hakim mengetuk palu 2 kali, D.O langsung berlari menuju orangtuanya dan memeluk mereka dengan erat “appa! Eomma!” ujar D.O, mama dan papa D.O memeluk D.O erat, aku melihat kejadian itu dari kejauhan sembari tersenyum

 

Preview Part 9

“dasar Hyun Ri, ada baiknya aku memanggilmu Hedwig” kata Kai “Hedwig?” itukan nama burung hantu Harry Potter” kataku

……………………….

astaga Hyun Ri, kenapa kamu malah menutup matamu? Seharusnya kamu mendorong Kai!

………………………

“Ok, lakukan rencana A. Kris, Tao, Lay kalian akan menjadi penjahat dan ganggu Cassie. Setelah itu Luhan akan menolongnya! Ingat itu!” kata Sehun

 

 



Illusion

$
0
0

illusion

Title: Illusion

Main Cast: Sehun EXO-K | OC

Supporting Cast: Do Kyungsoo EXO-K

Author: Mizuky (@qy_zu)

Genre: Romance, Sad, Friendship, Fantasy

Length: Vignette

Rating: G

 

Sometimes you will need an illusion..

.

.

Angin berdesir membuat bulu kudukku meremang..

Kutatap refleksi diriku diatas riak-riak air yang tidak beraturan.

Ketika kuangkat kepalaku, aku melihat dirimu.

Apakah mata ini benar melihat seorang gadis yang seharusnya telah tiada?

.

.

.

“Sehun, Sehun.. hei, ada apa?” suara melengking milik Kyungsoo membuat Sehun tersadar dari dunianya.

Matanya mengerjap beberapa kali. Mencoba menemukan sebagian nyawanya yang entah menghilang ke arah lain.

“Ya?”

Kyungsoo mendengus. Setelah dia menunggu sekian lama, Sehun hanya memberikannya respon dua kata itu?! Oh, Tuhan. Bunuhlah dia sekarang!

“Kau ini kenapa?!”

Sehun terdiam. Matanya tidak menatap Kyungsoo, kedua kelereng hitam itu ia tetapkan untuk menatap balkon atas sekolahnya.

Mulutnya tak mengucap satu frasa pun. Ia bangkit berdiri, berjalan keluar kelas meninggalkan Kyungsoo yang hanya terpaku menatap punggung temannya.

“Dia itu gila?”

.

.

Balkon Sekolah.

 

Ketika sepatu ordix -nya menjajak lantai kayu itu, angin segera membelai wajah ovalnya.

Tapi, bukan karena kenyamanan yang ditawarkan oleh semilir angin yang membuatnya berhenti. Melainkan sosok seorang gadis cantik yang tengah berdiri melihat ke arah luar melalui celah jendela.

Dia melangkah perlahan. Pandangannya terpaku kepada sosok wanita itu. Tak mampu ia palingkan pandangannya ke arah lain. Hanya kepada gadis itu. Seolah dia memiliki sebuah sihir pelekat. Namun, Sehun cukup menikmati itu. Oh, yeah..

Cantik.

Satu kata yang cukup mewakilkan dari ribuan kalimat pujian yang terpikirkan oleh otaknya.

“Sedang apa kau disini?” ia berhenti tepat di belakang punggung perempuan itu.

Suara desau Sehun tak membuat perempuan itu menoleh. Ia masih sibuk untuk memandangi langit biru yang terjuntai luas di angkasa sana.

Sehun melangkah mendekat. Kini ia berdiri di samping gadis itu. Matanya menatap sang wanita lekat-lekat. Memandangi tiap karya Tuhan dalam bentuk wujud yang indah. Tinggi yang sempurna, lekuk badan yang terbentuk, rambut panjang-hitam yang tergerai, dengan pelengkap kulih putih bersih. Sungguh, ciptaan Tuhan yang sangat sempurna.

“Kau? Murid baru?” tanya Sehun. Dia merasa asing dengan gadis ini. Meski ia mengenakan seragam yang sama dengannya, namun ia belum pernah melihatnya sekalipun.

“Tidak. Aku murid lama disini,” jawab gadis itu tenang. Matanya masih tak mau untuk menatap Sehun.

“Tapi, aku belum pernah melihatmu sekalipun. Apa kau jarang keluar kelas?”

Gadis itu masih diam tanpa ekspresi. Sehun rupanya masih setia menunggu kalimat apa yang akan terlontar dari gadis misterius itu.

Tak terpikirkan oleh Sehun bahwa gadis itu akan menghadapkan badan ke arahnya dengan melemparkan senyum yang menurutnya.. Oh, Tuhan! Sangat indah!

“Kau saja yang tak pernah melihatku.”

Sehun masih diam saja. Terpaku dia oleh senyuman gadis itu. Sungguh, Sehun berfikir sepertinya perempuan itu memang memiliki sihir pelekat yang sangat ampuh.

“Namamu?” tanya gadis itu. Namun, sebelum Sehun menjawab, rupanya mata gadis itu sudah terlebih dahulu menatap name-tag di seragam Sehun. “Oh Sehun..” kemudian matanya kembali berpaling ke arah dua pasang manik hitam itu.

Sehun mengangguk. “Lalu, kamu?”

“Udaranya segar, ya?”

Sehun heran. Bukannya menjawab, justru perempuan itu membicarakan hal lain. Apa dia sedang menolak memberitahu namanya?

Namun, bukan Sehun namanya jikalau ia tak mendapat apa yang ia mau. Ia menatap lagi gadis itu untuk mencari name-tag. Namun, nihil. Tak ada satupun identitas yang terpasang di seragam miliknya.

Sehun mendesah kecewa.

“Kau senang berada di sini?” tanya gadis itu kembali.

Sehun ingin tak menjawab pertanyaannya, namun mulutnya sama sekali tak mau mengikuti kemauan sang pemilik. “Iya.”

“Tempat ini memang sangat nyaman.”

Sehun tertarik dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh gadis itu.

Seringkali ia menampakkan sebuah kekosongan, namun semua itu luntur ketika ia tersenyum seperti tadi. Seolah perempuan itu memiliki dua kepribadian ganda.

“Kau.. suka tempat ini?”

Gadis itu tak segera menjawab pertanyaan Sehun. Ia biarkan Sehun menunggu di dalam seluruh keterheranannya. Dia justru asik bermain dengan jemarinya sendiri.

“Menurutmu?”

“Aku rasa kau suka tempat ini. Kau terlihat nyaman berdiri di atas sini.”

Sang gadis tersenyum kecil mendengar tanggapan Sehun. Namun, sedetik kemudian senyuman itu pudar. Berganti dengan sebuah lengkungan sedih yang tersamarkan oleh kibaran rambutnya.

“Iya, tapi mungkin hari ini adalah hari terakhirku bisa berdiri di atas sini.”

Sehun terpana.

Ia menyadari suatu hal. Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan datang secepat ini.

Ia jatuh cinta, dengan gadis itu..

“Hari terakhir? Maksudmu kau akan pindah sekolah begitu?”

Gadis itu lagi-lagi mengacuhkan pertanyaannya. Matanya kini berganti menatap sekelompok anak remaja pria yang sedang bermain sepak bola di lapangan bawah dengan serunya. Ia terlampau asik memandangi tiap ekspresi yang mereka tunjukkan hingga selama sepersekian menit ia melupakan bahwa ada seorang laki-laki yang berdiri disampingnya dengan berwajahkan kusam.

“Lagi-lagi mengacuhkanku,” dengusnya.

Barulah sang perempuan tersadar. Dia lalu menatap Sehun di sebelahnya dengan jenaka. Laki-laki itu menatap dinding coklat di hadapannya dengan mulut yang ia sedikit majukan.

“Maaf, habis kelihatan seru, sih.”

“Apa sih? Hanya bermain sepak bola saja, kok. Tidak seru.”

Sehun merajuk. Membuat sang perempuan menarik kedua ujung bibirnya.

“Kau tinggal dimana?” tanya perempuan itu.

“Aku? Kau mau main ke rumahku? Aku tinggal di kawasan Cheodeog.”

“Haha, tidak. Aku hanya bertanya saja,” gadis itu lalu mengibaskan tangannya, yang lagi-lagi berhasil membuat fokus Sehun bertumpu ke arahnya.

“Lalu, bagaimana denganmu?”

“Rumahku? Aku tidak tahu.”

Heran akan pernyataan yang diberikan sang perempuan. Ingin dia bertanya kembali, namun gadis itu segera memotong hasratnya.

“Aku tinggal tidak menetap.”

Sehun tak lagi mempermasalahkan ungkapannya karena seluruh perhatiannya tersita oleh tatapan kaku milik perempuan misterius itu.

“Kenapa kau bisa memiliki mata indah itu?” gumamnya.

Sang perempuan itu tersentak lalu menoleh ke arah Sehun. Didapatinya pria itu tengah menunduk malu dengan mulut yang bergerak-gerak tak jelas.

“Hm, aku tidak tahu. Mungkin itu sudah takdirku.”

“Kau penyanyi?” tanya Sehun lagi.

Oke, mungkin dia harus mengendalikan mulutnya itu agar tak bertanya hal yang memalukan lagi.

Namun, ia tak bisa. Seolah otak dengan seluruh inderanya tak bisa bekerja sama. Mulutnya melontarkan kata-kata yang ia pikirkan begitu saja meski otak sudah memberi titah untuk tidak mengutarakannya. Semua karena gadis itu. Karena, sihir ampuhnya.

“Kenapa kau bisa bertanya hal itu?”

“Suaramu indah. Aku suka suaramu.”

“Haha..” gadis itu tertawa.

Terdengar merdu memang karena didukung oleh pita suara yang berkualitas. Namun, itu bukan sebuah jenis tawa yang indah. Terkesan seperti tawa bahagia.. namun, seolah mati.. dan kaku.

“Terima kasih sudah menyukai suaraku. Tapi, aku bukan seorang penyanyi. Maaf mengecewakanmu.”

Sehun termangu. Dia baru menyadari kalau ada yang sedikit janggal pada diri perempuan itu. Kulitnya memang putih bersih.. namun, setelah ditilik kembali.. terlihat lebih ke arah putih pucat.

“Kk-…”

Perempuan itu sedikit kaget ketika didengarnya bunyi gemuruh lonceng.

Waktuku sudah tiba.

Ia menghela nafasnya berat. Sedikit tak rela ia harus pergi meninggalkan Sehun sendiri. Meninggalkan pujaan hatinya.

Ia senang di akhir sisa waktunya, ia bisa bercakap-cakap dengan pria itu.

Setidaknya Tuhan mau berbaik hati mengabulkan doa terakhirnya.

“Sehun..”

Pemuda itu agak kaget bercampur senang ketika perempuan itu menyebut namanya.

“Ya..”

“Kau penasaran dengan namaku?”

Sehun segera mengangguk karena memang benar ia penasaran dengan nama gadis misterius itu.

“Namaku Rena, Rena Jung. Seorang gadis yang terlahir dari darah campuran, ayah orang Amerika sedangkan ibu orang Korea.”

Sehun tersentak. Perlahan, kakinya sedikit bergetar. Menahan perasaan yang bergemuruh di jiwa.

Rena? Jung Rena?

Tak pernah ia mendengar nama siswi di sekolahnya yang bernama Rena. Menurut ingatannya yang diambang batas, tak ada seorang siswi di sekolahnya yang merupakan anak blasteran.

“Kau tak tahu? Baiklah.. Jung Hyemi..” gadis itu menunggu reaksi dari Sehun. Dan benar saja, sesuai dugaannya, Sehun kini hanya diam dengan mulut yang terbuka lebar. Nampak seperti orang bodoh. “Kau pasti tahu sekarang siapa aku.”

Sehun terpaku. “Kau.. bagaimana bisa? Bukankah kau..”

“Meninggal maksudmu? Ya, aku ini arwah. Oh Sehun.. aku mencintaimu. Tak penting apakah aku ini arwah atau tidak, namun hati dan perasaanku adalah hati dan perasaan manusia. Aku mencintaimu. Sejak pertama kali kulihat wajahmu. Aku orang yang terus mengirimkanmu origami burung di lokermu. Kau ingat?”

Sehun terdiam.

Gadis itu.. si pengirim origami.

“Kenapa aku baru tahu sekarang? Rupanya aku sudah jatuh cinta kepadamu sejak lama,” ungkap Sehun.

Dia hanya diam, menatap Sehun dengan sejuta pandang tanya. “Apa maksudmu?”

“Aku jatuh cinta oleh tulisan penyemangatmu. Setiap hari aku selalu berusaha untuk mencari tahu siapa pengirim itu, tapi aku tak pernah menemukannya. Hingga suatu hari.. tepatnya pada Hari Rabu tanggal 27 April. Aku berdiri sejak pukul enam pagi di balik tiang itu hanya untuk mengetahui siapa pengirim origami itu. Tapi, sejak hari itu aku tak pernah tahu. Tak ada lagi origami penyemangat yang datang kepadaku.”

Gadis itu meneteskan cairan kristal bening. Tak diduganya bahwa selama ini perasaannya tidak tertolak.

“Tanggal 27 April aku kecelakaan.”

“Kau siswi di sekolah ini?”

Perempuan itu mengangguk. “Aku sudah bilang kepadamu.”

“Tapi, aku sama sekali belum pernah melihatmu.”

“Aku tidak pernah keluar kelas. Aku siswi yang pendiam.”

Tenggorokan gadis itu tercekat ketika ada sebuah suara halus dan berat yang membisikkan kalau waktunya sudah habis. Perlahan kedua manusia itu menyadari bersama-sama bahwa tubuh gadis itu perlahan memudar.

“Sehun, maafkan aku. Waktuku sudah habis. Terima kasih kau sudah mau membalas perasaanku. Aku benar-benar lega sekarang. Terima kasih. Aku senang. Tidak, sangat senang! Terima kasih sudah mau mencintaiku, Oh Sehun.”

Sehun tak mampu bergerak. Seolah seluruh tubuhnya membeku kala itu. Ingin ia menarik tangan gadis itu agar tak pergi. Ingin ia teriak dan memohon kepada Tuhan agar diberi sedikit perpanjangan waktu.

“Jangan! Kumohon jangan pergi!” tangannya ia ulurkan untuk meraih tangan gadis itu.

Bukannya ia merasakan sebuah sentuhan kulit, namun hanyalah sebuah kehampaan yang ia rasakan.

“Aku menyesal membuatmu baru mengetahui semua ini. Andai aku berani menunjukkan siapa aku, mungkin kita tak akan berakhir seperti ini. Aku menyesal, Sehun.”

“Aku mencintaimu, Hyerim! Aku mencitaimu, Hyerim! Aku mencintaimu, Hyerim!” begitulah ia terus berteriak hingga tubuh gadis itu menghilang seutuhnya.

Sehun jatuh terduduk.

“Harus berapa kali aku katakan bahwa aku mencintaimu hanya untuk membawamu kembali?!”

Ia menangis. Tak apa.

Seluruh emosi, rasa tak rela, kasih sayang, cinta, kecewa, kesal, amarah, ia pertaruhkan di dalam setitik kristal cair itu.

 

Tik..

Tik..

Tik..

Pluk..

 

Sehun menengadah. Dilihatnya sebuah kertas origami burung berwarna merah jatuh di hadapannya.

Ia mengambilnya. Mendekapnya erat.

Aku akan mengingatmu, Hyerim. Mengingatmu sebagai cinta pertamaku. Mengingatmu sebagai penyemangatku.

.

.

Cinta tak melihat obyek.

Cinta itu subyektif. Tak tahu dengan siapa kita akan jatuh cinta, karena perasaan yang memegang peranan, bukan otak ataupun akal.

Tak akan ada yang dapat menghapus cinta. Karena, cinta itu sebuah hal permanen yang melekat di hati kita.

Without all we knows, a human sometimes will need an illusion.

.

.

.

| E N D |

 

 


8 Years Ago

$
0
0

6864e6e3gw1e22i0i57c5j_副本

8 years ago….

Author : @meiokris

 

Genre : romance

 

Length : oneshot

 

Rate: PG-15

 

Main cast :

 

  • Wu Yi Fan (Kris EXO M)

 

  • Mei Li (OC)

 

Hai.. author galau sebenernya besok mau TO tapi malah bikin beginian. Lagi kangen berat sama Wu Fan {} uuhh.. chingudeul doain aku jg ya biar lulus UN dg hasil yang memuaskan. Amien J

Jangan lupa follow twitterku è meiokris

Happy reading^^

-000-

Author’s PoV

“aku ingin melanjutkan studi ke Canada”

 

“aku akan mencoba ke Korea…”

 

“untuk apa?”

 

“aku ingin merubah nasibku…”

 

“kau ingin menjadi artis?”

 

“yep…. tapi aku janji, setelah aku sukses nanti aku akan menemuimu…”

 

“aku takut kau berubah Wu fan…”

“tak akan Mei Li…aku akan datang ke hadapanmu suatu saat nanti seperti hari ini…”

 

Terngiang di telinga Mei Li ucapan-ucapan yang membawanya hanyut ke dalam kenangan 8 tahun yang lalu..

 

Dia menatap ke layar laptopnya yang sudah hampir 24 jam ini tak juga ia matikan…

 

Wu fan… kau dimana?

 

Ingin rasanya ia menelpon seseorang yang sangat ia rindukan itu… seseorang yang sudah sangat lama itu mengisi hatinya…

 

Sudah hampir 20 hari ia kehilangan info tentang Wu Fan..

 

Bulir-bulir airmata mulai mengalir di pipinya…

 

“sakitkah??”

 

“kemana saja kau selama ini?”

 

Ya, hanya pertanyaan itu yang terus membayangi hati dan pikirannya~ ia sudah mencoba menelpon ibunya Wu fan… tapi.. tak secuil pun info yang ia peroleh..

 

Berkali-kali ia mengecek blog dan fansite Wu Fan namun semua orang juga kehilangan jejaknya~ dan… ia bukanlah satu-satunya gadis yang merindukan Wu fan… dia bukanlah satu-satunya gadis yang menangisi Wu fan.. jauh di luar sana ada banyak sekali gadis sepertinya setelah Wu fan debut sebagai member EXO hampir satu tahun yang lalu..

 

“aku sangat merindukanmu Wu fan~ahh…”

 

Ingatan 8 tahun yang lalu kembali muncul di pikirannya, sosok Kris EXO M terasa sangat asing di benaknya, ia merindukan Wu fan 8 tahun yang lalu…

 

Wu fan yang sangat mengenal dirinya

 

Wu fan yang mencintainya

 

Wu fan yang sering menjahilinya

 

Wu fan yang sangat cuek

 

Wu fan yang sangat menjaga penampilannya ketika sedang berlatih basket

 

Mei Li tersenyum ketika cursor laptopnya mengarah ke sebuah video bertuliskan “grade 9 – Wu fan goooo fighting”

 

Tangannya yang halus nan mungil meng klik tombol play dan… kenangan itu kembali muncul… tangannya meraba, menyentuh layar laptopnya seakan ingin masuk ke kehidupan 8 tahunnya yang lalunya itu….

 

Ia masih melihat, masih melihat seorang Wu fan di sana dengan rambut cepak berwarna hitamnya. Rambut yang sudah sangat lama tak pernah ia lihat lagi.. rambut yang sekarang berwarna cokelat tua.. rambut yang seperti mengubah kepribadiannya menjadi pribadi yang lain…

 

Sebuah karisma dan jiwa seorang pemimpin yang tenang..

Tiba-tiba ia merasakan ponselnya bergetar..

 

“hello…”

 

“…..”

 

“yes mom…”

 

Klik…. Mei Li menutup ponsel berwarna merah muda miliknya, ia bergegas mengambil sweater coklat miliknya dan langsung meraih kunci mobil….

 

***

 

-Vancouver airport-

 

“Mei Li…”

 

Ia mendengar sebuah suara memanggilnya.

 

“Wu fan’s mom?”

 

Untuk apa menyuruhku datang ke airport sekarang? Pertanyaan ini mengusik pikirannya…

 

“lihatlah…” Ny. Yin menunjuk ke arah keramaian, mata Mei pun langsung mengekorinya.. apa yang ia temukan?

 

Keributan itu bukanlah keributan yang biasa ia lihat… ia membelalak.. melihat sosok yang berada dalam kerumunan itu…

 

Sosok yang selama ini sangat ia rindukan, sosok yang selama ini bersemayam di hatinya… Wu Yi Fan…

 

Mei Li memicingkan matanya mencoba meyakinkan hati dan perasaannya, ia hanya tak menyangka akan kembali melihat Wu Yi fan di sini… Canada…

***

 

“NEW HAIRSTYLE 2013”

 

Yah.. Mei Li kembali berkutat di depan laptopnya, kembali memastikan apa yang ia lihat tadi pagi…

 

Sekarang ia benar-benar yakin dengan apa yang baru saja ia lihat di airport tadi begitu melihat headline news yang terpampang jelas di sebuah fansite Wu fan.

 

Benar, warga dunia sudah memperbincangkan  kemunculan Wu Yi fan yang telah lama hilang, ia kembali… dengan rambut barunya….

 

Rambut hitam pendeknya… rambut hitam yang membawanya kembali ke dalam ingatan 8 tahun yang lalu…

 

Ia kembali….

*

- 23 Feb 2013-

 

“aku datang…”

 

Mei Li terus menundukkan kepalanya… ia hanya terlalu malu dan tak sanggup menatap sosok yang sekarang ada di hadapannya…

 

Sebuah tangan meraih dagunya dan mengangkat kepalanya, membawa mata mereka saling bertemu…

 

“lihatlah… tataplah mataku….”

 

“A…pa…”

 

“apa aku berbeda??”

 

Mei Li hanya terdiam, ia hanya bisa diam menatap sepasang mata yang menuntut sebuah jawaban…

 

Wu fan sadar, Wu fan sadar kalau ketenarannya sedikit mengubahnya, ia hanya khawatir ia akan kehilangan gadis yang sudah sangat lama mengisi hatinya ini..

 

Gadis yang memberikannya kekuatan bahkan hanya dengan melihat fotonya.

 

Wu fan sedikit menundukkan kepalanya, tangan meraih tengkuk gadis yang sangat ia cintai itu… dia mendaratkan sebuah ciuman hangat..

 

Ciuman yang lembut dan sarat akan kerinduan…

 

Ia merindukan Mei Li….

 

Ia merindukan pelukan hangat gadis yang sangat dia cintai, ia merindukan senyuman dan kehangatan bibir Mei Li..

 

Sudah lama sekali ia tak merasakan ini, sudah hampir setahun yang lalu, saat Mei Li datang ke dorm EXO sebelum mereka debut, saat manager hyung mengetahui hubungan mereka dan melarang mereka mempublikasikan hubungan mereka.

 

Ya, seorang Wu Yi fan haruslah terlihat sebagai sosok sempurna di mata masyarakat, seorang Wu Yi fan haruslah bisa membuat segala lapisan masyarakat untuk bisa merasa memilikinya.

 

Ya, sejak saat itu Wu fan dan Mei Li kembali berpisah, larut dengan kesibukan masing-masing dan sebuah tekanan yang cukup berat untuk mereka berdua, merahasiakan sebuah hubungan yang sudah sangat lama mereka bangun…

 

Wu fan mengelus pipi Mei yang merona merah seperti saat Mei baru saja menerima pernyataan cinta Wu fan…

 

Tangan Mei terulur menyentuh helaian rambut Wu fan yang telah berubah warna menjadi hitam kelam….

 

“kenapa?kenapa kau mengubah rambutmu?” tanyanya.

 

“ahh… aku hanya tak ingin terlihat berbeda saat aku menemuimu..” hanya itu… untaian kata yang keluar dari bibir seorang leader EXO M.

 

Ia hanya tak ingin terlihat berbeda di hadapan gadis yang ia cintai… Mei Li…

 

“apa kau menemukan sosokku yang lain di layar televisi?” tanya Wu fan…

 

Mei Li menggeleng, “sangat sedikit.. aku tak begitu menemukan sosokmu yang sebenarnya, bahkan aku hanya menemukan sosok jaimmu ketika sedang bertanding basket 8 tahun yang lalu.. sama seperti ketika kau sedang tersorot kamera…”

 

Wu fan terkekeh, “dunia entertainment itu berat Mei, kau seperti berjalan di sebuah titian, apabila kau salah melangkah, maka kau akan terperosok dan kehilangan segalanya…”

 

“aku tahu…”

 

Mei Li sadar bahwa berjalan di dunia hiburan itu sangatlah sulit, segala tindakan dan perbuatan di awasi, miliaran pasang mata sedang menontonmu di layar kaca… dan miliaran hati juga ingin berharap untuk bisa memiliki Wu fan.

 

Jelas itu merupakan alasan Wu fan sedikit membatasi kehidupan realnya dengan dunia hiburan, ia hanya ingin menampilkan sosok leader yang berkarisma dan bijaksana, sama ketika ia masih sekolah, saat ia membatasi segala hal tentang dirinya saat ia tengah melatih basket dan memimpin timnya…

 

“lalu, apakah aku sekarang masih berbeda?” lagi-lagi pertanyaan itu kembali menyerang Mei Li…

 

“tidak…kau tetap tampan seperti biasa, hanya saja…sekarang kau jauh lebih tampan…” Mei Li mencoba menggoda Wu fan, namun Mei Li kembali salah tingkah dengan ucapannya sendiri.

 

Wu fan tersenyum, ia merentangkan tangannya dan memeluk Mei Li, ia menghirup aroma sampo di rambut Mei Li dalam-dalam..”aku tetaplah seorang Wu Yi fan…”

 

“tapi aku bukanlah seseorang yang spesial lagi, aku bukanlah satu-satunya gadis yang merindukanmu di dunia ini…” Mei Li mengucapkannya dengan suara parau, ia benar-benar kehilangan suaranya saat Wu fan datang dan mengacaukan seluruh kerja organ tubuhnya..

 

“tapi kau tetaplah orang yang sangat aku rindukan….”

 

“benarkah?”

 

“ya, dari dulu, sekarang dan selamanya…”

 

Mei Li tersenyum dan kembali memejamkan kedua matanya.ia menghirup napasnya perlahan, merasakan… merasakan keadaan 8 tahun yang lalu , keadaan yang sangat ia rindukan, tangannya terulur ke arah Wu fan dan meraih pipinya, menelusuri lekuk-lekuk wajah Wu fan, membelai rambut Wu fan…

 

Ya…inilah Wu fan! Wu fan yang sangat ia rindukan ternyata masih sama…

 

-The End-

8 years ago….

Author : @meiokris

 

Genre : romance

 

Length : oneshot

 

Rate: PG-15

 

Main cast :

 

  • Wu Yi Fan (Kris EXO M)

 

  • Mei Li (OC)

 

Hai.. author galau sebenernya besok mau TO tapi malah bikin beginian. Lagi kangen berat sama Wu Fan {} uuhh.. chingudeul doain aku jg ya biar lulus UN dg hasil yang memuaskan. Amien J

Jangan lupa follow twitterku è meiokris

Happy reading^^

-000-

Author’s PoV

“aku ingin melanjutkan studi ke Canada”

 

“aku akan mencoba ke Korea…”

 

“untuk apa?”

 

“aku ingin merubah nasibku…”

 

“kau ingin menjadi artis?”

 

“yep…. tapi aku janji, setelah aku sukses nanti aku akan menemuimu…”

 

“aku takut kau berubah Wu fan…”

 

“tak akan Mei Li…aku akan datang ke hadapanmu suatu saat nanti seperti hari ini…”

 

Terngiang di telinga Mei Li ucapan-ucapan yang membawanya hanyut ke dalam kenangan 8 tahun yang lalu..

 

Dia menatap ke layar laptopnya yang sudah hampir 24 jam ini tak juga ia matikan…

 

Wu fan… kau dimana?

 

Ingin rasanya ia menelpon seseorang yang sangat ia rindukan itu… seseorang yang sudah sangat lama itu mengisi hatinya…

 

Sudah hampir 20 hari ia kehilangan info tentang Wu Fan..

 

Bulir-bulir airmata mulai mengalir di pipinya…

 

“sakitkah??”

 

“kemana saja kau selama ini?”

 

Ya, hanya pertanyaan itu yang terus membayangi hati dan pikirannya~ ia sudah mencoba menelpon ibunya Wu fan… tapi.. tak secuil pun info yang ia peroleh..

 

Berkali-kali ia mengecek blog dan fansite Wu Fan namun semua orang juga kehilangan jejaknya~ dan… ia bukanlah satu-satunya gadis yang merindukan Wu fan… dia bukanlah satu-satunya gadis yang menangisi Wu fan.. jauh di luar sana ada banyak sekali gadis sepertinya setelah Wu fan debut sebagai member EXO hampir satu tahun yang lalu..

 

“aku sangat merindukanmu Wu fan~ahh…”

 

Ingatan 8 tahun yang lalu kembali muncul di pikirannya, sosok Kris EXO M terasa sangat asing di benaknya, ia merindukan Wu fan 8 tahun yang lalu…

 

Wu fan yang sangat mengenal dirinya

 

Wu fan yang mencintainya

 

Wu fan yang sering menjahilinya

 

Wu fan yang sangat cuek

 

Wu fan yang sangat menjaga penampilannya ketika sedang berlatih basket

 

Mei Li tersenyum ketika cursor laptopnya mengarah ke sebuah video bertuliskan “grade 9 – Wu fan goooo fighting”

 

Tangannya yang halus nan mungil meng klik tombol play dan… kenangan itu kembali muncul… tangannya meraba, menyentuh layar laptopnya seakan ingin masuk ke kehidupan 8 tahunnya yang lalunya itu….

 

Ia masih melihat, masih melihat seorang Wu fan di sana dengan rambut cepak berwarna hitamnya. Rambut yang sudah sangat lama tak pernah ia lihat lagi.. rambut yang sekarang berwarna cokelat tua.. rambut yang seperti mengubah kepribadiannya menjadi pribadi yang lain…

 

Sebuah karisma dan jiwa seorang pemimpin yang tenang..

Tiba-tiba ia merasakan ponselnya bergetar..

 

“hello…”

 

“…..”

 

“yes mom…”

 

Klik…. Mei Li menutup ponsel berwarna merah muda miliknya, ia bergegas mengambil sweater coklat miliknya dan langsung meraih kunci mobil….

 

***

 

-Vancouver airport-

 

“Mei Li…”

 

Ia mendengar sebuah suara memanggilnya.

 

“Wu fan’s mom?”

 

Untuk apa menyuruhku datang ke airport sekarang? Pertanyaan ini mengusik pikirannya…

 

“lihatlah…” Ny. Yin menunjuk ke arah keramaian, mata Mei pun langsung mengekorinya.. apa yang ia temukan?

 

Keributan itu bukanlah keributan yang biasa ia lihat… ia membelalak.. melihat sosok yang berada dalam kerumunan itu…

 

Sosok yang selama ini sangat ia rindukan, sosok yang selama ini bersemayam di hatinya… Wu Yi Fan…

 

Mei Li memicingkan matanya mencoba meyakinkan hati dan perasaannya, ia hanya tak menyangka akan kembali melihat Wu Yi fan di sini… Canada…

***

 

“NEW HAIRSTYLE 2013”

 

Yah.. Mei Li kembali berkutat di depan laptopnya, kembali memastikan apa yang ia lihat tadi pagi…

 

Sekarang ia benar-benar yakin dengan apa yang baru saja ia lihat di airport tadi begitu melihat headline news yang terpampang jelas di sebuah fansite Wu fan.

 

Benar, warga dunia sudah memperbincangkan  kemunculan Wu Yi fan yang telah lama hilang, ia kembali… dengan rambut barunya….

 

Rambut hitam pendeknya… rambut hitam yang membawanya kembali ke dalam ingatan 8 tahun yang lalu…

 

Ia kembali….

*

- 23 Feb 2013-

 

“aku datang…”

 

Mei Li terus menundukkan kepalanya… ia hanya terlalu malu dan tak sanggup menatap sosok yang sekarang ada di hadapannya…

 

Sebuah tangan meraih dagunya dan mengangkat kepalanya, membawa mata mereka saling bertemu…

 

“lihatlah… tataplah mataku….”

 

“A…pa…”

 

“apa aku berbeda??”

 

Mei Li hanya terdiam, ia hanya bisa diam menatap sepasang mata yang menuntut sebuah jawaban…

 

Wu fan sadar, Wu fan sadar kalau ketenarannya sedikit mengubahnya, ia hanya khawatir ia akan kehilangan gadis yang sudah sangat lama mengisi hatinya ini..

 

Gadis yang memberikannya kekuatan bahkan hanya dengan melihat fotonya.

 

Wu fan sedikit menundukkan kepalanya, tangan meraih tengkuk gadis yang sangat ia cintai itu… dia mendaratkan sebuah ciuman hangat..

 

Ciuman yang lembut dan sarat akan kerinduan…

 

Ia merindukan Mei Li….

 

Ia merindukan pelukan hangat gadis yang sangat dia cintai, ia merindukan senyuman dan kehangatan bibir Mei Li..

 

Sudah lama sekali ia tak merasakan ini, sudah hampir setahun yang lalu, saat Mei Li datang ke dorm EXO sebelum mereka debut, saat manager hyung mengetahui hubungan mereka dan melarang mereka mempublikasikan hubungan mereka.

 

Ya, seorang Wu Yi fan haruslah terlihat sebagai sosok sempurna di mata masyarakat, seorang Wu Yi fan haruslah bisa membuat segala lapisan masyarakat untuk bisa merasa memilikinya.

 

Ya, sejak saat itu Wu fan dan Mei Li kembali berpisah, larut dengan kesibukan masing-masing dan sebuah tekanan yang cukup berat untuk mereka berdua, merahasiakan sebuah hubungan yang sudah sangat lama mereka bangun…

 

Wu fan mengelus pipi Mei yang merona merah seperti saat Mei baru saja menerima pernyataan cinta Wu fan…

 

Tangan Mei terulur menyentuh helaian rambut Wu fan yang telah berubah warna menjadi hitam kelam….

 

“kenapa?kenapa kau mengubah rambutmu?” tanyanya.

 

“ahh… aku hanya tak ingin terlihat berbeda saat aku menemuimu..” hanya itu… untaian kata yang keluar dari bibir seorang leader EXO M.

 

Ia hanya tak ingin terlihat berbeda di hadapan gadis yang ia cintai… Mei Li…

 

“apa kau menemukan sosokku yang lain di layar televisi?” tanya Wu fan…

 

Mei Li menggeleng, “sangat sedikit.. aku tak begitu menemukan sosokmu yang sebenarnya, bahkan aku hanya menemukan sosok jaimmu ketika sedang bertanding basket 8 tahun yang lalu.. sama seperti ketika kau sedang tersorot kamera…”

 

Wu fan terkekeh, “dunia entertainment itu berat Mei, kau seperti berjalan di sebuah titian, apabila kau salah melangkah, maka kau akan terperosok dan kehilangan segalanya…”

 

“aku tahu…”

 

Mei Li sadar bahwa berjalan di dunia hiburan itu sangatlah sulit, segala tindakan dan perbuatan di awasi, miliaran pasang mata sedang menontonmu di layar kaca… dan miliaran hati juga ingin berharap untuk bisa memiliki Wu fan.

 

Jelas itu merupakan alasan Wu fan sedikit membatasi kehidupan realnya dengan dunia hiburan, ia hanya ingin menampilkan sosok leader yang berkarisma dan bijaksana, sama ketika ia masih sekolah, saat ia membatasi segala hal tentang dirinya saat ia tengah melatih basket dan memimpin timnya…

 

“lalu, apakah aku sekarang masih berbeda?” lagi-lagi pertanyaan itu kembali menyerang Mei Li…

 

“tidak…kau tetap tampan seperti biasa, hanya saja…sekarang kau jauh lebih tampan…” Mei Li mencoba menggoda Wu fan, namun Mei Li kembali salah tingkah dengan ucapannya sendiri.

 

Wu fan tersenyum, ia merentangkan tangannya dan memeluk Mei Li, ia menghirup aroma sampo di rambut Mei Li dalam-dalam..”aku tetaplah seorang Wu Yi fan…”

 

“tapi aku bukanlah seseorang yang spesial lagi, aku bukanlah satu-satunya gadis yang merindukanmu di dunia ini…” Mei Li mengucapkannya dengan suara parau, ia benar-benar kehilangan suaranya saat Wu fan datang dan mengacaukan seluruh kerja organ tubuhnya..

 

“tapi kau tetaplah orang yang sangat aku rindukan….”

 

“benarkah?”

 

“ya, dari dulu, sekarang dan selamanya…”

 

Mei Li tersenyum dan kembali memejamkan kedua matanya.ia menghirup napasnya perlahan, merasakan… merasakan keadaan 8 tahun yang lalu , keadaan yang sangat ia rindukan, tangannya terulur ke arah Wu fan dan meraih pipinya, menelusuri lekuk-lekuk wajah Wu fan, membelai rambut Wu fan…

 

Ya…inilah Wu fan! Wu fan yang sangat ia rindukan ternyata masih sama…

 

-The End-

 


There Is No Chance To Back

$
0
0

krisCast : Song Hye Ah (You)

                Wu Yi Fan

                Kim Joon Myeon

Length : 893 words

Author : GSB

Note : FF ini udah pernah aku publish di Gigsent, jadi ini real punya aku.

 

~000~

Memang siapa yang menginginkan semuanya begini? Bukankah kau yang menginginkan hal itu? Ya kan? Kau tidak pernah lupa kan, bagaimana caramu dulu membentakku untuk pergi dari kehidupanmu?. Atau mungkin kau tidak ingat sudah berapa kali kau tunjukkan perbuatan kejimu di depan mataku? Meniduri banyak wanita di rumah, ah tidak! Bahkan di ranjang dimana harusnya menjadi tempat peraduan kita berdua, bukan malah dengan wanita-wanita jalang yang setiap harinya berganti.

Telingaku ingin tuli ketika suara-suara menjijikkan itu terdengar, rasanya aku ingin meminta pada tuhan agar tidak bisa mendengar lagi. Dan kau tahu betapa banyak airmata yang ku habiskan hanya untuk menangisi pria seperti dirimu?. Bahkan mataku selalu bengkak, aku kehilangan kebahagiaanku, walau menikah denganmu adalah kebahagiaan terbesar yang pernah terjadi dalam hidupku. Tapi semua hanya kebahagiaan semu, karena setelahnya pernikahan kita hanya berisi dengan penderitaan. Mungkin kau memang tidak menderita, tapi aku, akulah pihak yang menderita.

Aku tak pernah mengerti dan tak ingin mengerti kenapa kau berubah. Atau mungkin memang begitukah sifat aslimu Wu Yi Fan?. Mungkin aku terlalu naif selama ini, bahkan aku sampai menentang kedua orang tuaku hanya untuk bersamamu. Tapi apa? kau tak pernah memberiku kebahagiaan. Semua yang indah yang pernah kau janjikan tak pernah terjadi, seolah hanya seperti cek kosong tak berharga, tak ada nilainya.

Hingga ketukan palu itu terdengar, menandakan akhir dari segalanya. Akhir dari pernikahan kita. Saat itu Minggu di pertengahan april, akhirnya keputusan pengadilan dibacakan. Kita bercerai. Tak ku sesali keputusan itu, karena tetap bersamamu sama saja dengan membiarkan diri ini mati perlahan-lahan. Kini semua terasa tak berbekas untukku. Semua seolah menghilang, terbang bersama dengan angin selatan yang bergerak meniup helaian rambutku.

Satu tahun sudah cukup untuk melupakan semuanya, untuk menghapus semua ingatan yang lebih pantas disebut mimpi buruk. Dan hari ini tepat di sebuah persimpangan jalan, kita kembali bertemu. Bertemu untuk pertama kalinya setelah perpisahan itu.

Tak ada yang berubah darimu. Caramu berpakaian hingga bagaimana kau menatapku. Semua masih sama. Tapi tidak begitu dengan hatiku. Sudah tak ada lagi getaran yang terasa kala melihat wajahmu, sudah tak berasa hangat lagi saat tanganmu menggenggam lenganku dengan penuh paksaan. Matamu yang tajam masih menyorotku, seolah akulah yang bersalah.

“ Kembalilah padaku.”

Dengan mudahnya kalimat itu terucap dari bibirmu. Bahkan jika kesungguhanmu begitu kuat, itu tak akan merubah apapun. Merubah kenyataan bahwa aku tidak bisa kembali lagi. Karena semua alasan untuk bersamamu sudah enyah bersama dengan kebahagiaan baru yang menyentuh hatiku yang ringkih. Apa itu salah? Apa aku salah jika menggantungkan hidupku pada kebahagiaan baru yang dengan baiknya menerima diriku apa adanya?.

“ Tidak Kris.”

Jawabanku tak pelak membuatmu emosi. Aku lupa, kau memang selalu seperti ini. Kau memang tidak bisa menerima penolakan. Karena kau selalu mendapatkan apa yang kau mau, tapi tidak dengan diriku saat ini. Mungkin ini menjadi tamparan keras untuk orang sepertimu. Bisa kulihat amarahmu yang semakin menggila, bisa kurasakan dari tanganmu yang mencengkram lenganku lebih keras lagi.

“ Hye Ah…”

Suara lembut itu mengalun indah, hingga aku lupa dengan siapa aku sedang berhadapan. Semua terasa tak menakutkan lagi ketika sosok itu datang, datang dengan menawarkan jiwa dan raganya dengan tulus hati. Dan dialah jawaban atas penolakanku padamu Kris. Dialah…yang membuatku yakin bahwa kebahagiaanku tak bisa terhenti hanya karena tidak bersama denganmu. Dialah…alasan kenapa aku begitu berani melepas cengkramanmu, dan meninggalkan segala bayang-bayang semu yang hanya kau tawarkan di awang-awang.

“ Syukurlah kau cepat kembali, oh ya kenalkan ini Kris dan Kris ini Joon Myeon.”

Tak berat, karena senyumnya menguatkan segala tindakanku. Membuatku merasa sangat baik. Membuatku merasa berharga, walau ku tahu banyak sekali kecerobohan yang membuatku tak sepadan dengan Joon Myeon. Tapi belaiannya saat aku terpuruk, pengertiannya disaat aku terjatuh membuatku yakin jika kebahagiaan juga perlu untuk diperjuangkan.

“ Joon Myeon. Senang bisa bertemu denganmu.”

Aku kembali menatapmu, menatapmu Kris. Bisakah kau sepertinya? Bisakah kau tersenyum seperti dirinya? Tidak! kau hanya makhluk egois yang ingin dimengerti tanpa mau mengerti orang lain.

“ Maaf..kami harus segera kembali. Hye Ah, kajja.”

Lagi-lagi aku membalasnya dengan tersenyum. Dengan senang hati aku menerima uluran tangannya yang menggenggamku dengan penuh kasih sayang. Tanpa pikir panjang aku berjalan mengikutinya tanpa terganggu dengan kehadiranmu yang dulu sangat berarti bagiku.

“ Aku duluan, senang bisa bertemu kembali.”

Kau hanya menatapku dengan tajam tanpa berniat membalas ucapanku. Bahkan kau tak mengindahkanku sepertinya, kau sudah terlarut dalam kekesalanmu dan mungkin dengan penyesalanmu.

Tapi apapun itu, semua sudah berlalu. Aku tidak menyesalinya. Lagipula aku tidak bisa memaksakan keadaan. Jika mungkin waktu bisa diputar, aku akan mencari tahu apa yang membuatmu seperti itu. Tapi sayangnya waktu tidak akan pernah bisa diputar balik. Dan yang bisa kulakukan adalah melanjutkan hidupku bersama dengan waktu yang terus berjalan.

Denganmu atau tanpamu, aku tetap harus melanjutkan hidupku. Hidupku terlalu berharga hanya untuk menangisimu. Dan bersamanya, aku kembali mendapatkan kehidupanku. Aku bisa merasakan bagaimana rasanya bahagia. Cinta…dulu aku memang mencintaimu, namun aku tidak bisa mempertahankannya. Walau ada pepatah yang mengatakan bahwa cinta butuh perjuangan. Tapi sayangnya aku bukan petarung hebat yang mampu mempertahankan cinta itu, aku tidak menutup mata, bahwa aku tidak sanggup. Semua ujian yang kurasakan sudah terlalu menyiksa batinku.

Lagipula cinta itu sudah pergi menghilang tanpa bekas dan berganti dengan perasaan baru yang hanya ku serahkan padanya. Kebahagiaan baruku, cahaya yang menerangiku di saat aku terperosok di jurang paling temaram. Kebahagiaan yang bersedia menunjukkan dunia dengan cara yang baik, yang mau membimbingku untuk melepas mimpi buruk itu. Dan kebahagiaan itu adalah kebahagiaan yang ia berikan tanpa paksaan. Karena kebahagiaan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan.

END

First…aku mau ngucapin terimakasih buat admin yg udh mau publish ff gaje ini. sekali lagi makasih..

Thanks juga buat semua yg udh mau baca, smoga kalian gak amnesia abis baca ff ini. well…meskipun gak berharap banyak, But I need comment, cuz there are many things to correct, right?.

 

 

Thanks

 

GSB


EXOSHIDAE Group Killer (Chapter 1)

$
0
0

Title : exoshidae group killer
Author : luyoon&hunhansone
Genre : gak tau apa, soalnya aku masih author baru
Cast :
-Jessica
-Sehun
-D.o
-Luhan
-Yoona
-Seohyun
-Chen
-Baekhyun
-Tiffany
-Taeyeon
Length : multichapter
Disclaimer : semua cast yg ada disini milik tuhan, author cuman pinjem sebentar.

#ini ff pertamaku jadi klo ada kesalahan atau gak menarik, aku bakal usaha buat bikin yang lebih baik.#

Happy reading

“Appa, kenapa aku harus masuk ke sekolah itu?” Seorang namja sedang memohon pada appanya supaya tidak masuk ke sekolah itu. “Karena aku ingin kamu bergaul dengan yg lain, aku tidak ingin kau hanya bergaul dengan para gangster dan senjata itu” kata pria paruh baya itu, di depannya adalah seorang namja imut dengan rambut blond nya sedang merengek padanya.
“Aku tidak ingin masuk kesana, aku hanya ingin menjalani hidupku seperti biasanya appa” dia terus saja merengek tapi itu tak membuat appa nya berubah pikiran.
“KIM LUHAN dengarkan, aku tidak suka kau seperti ini, kamu hanya perlu masuk sekolah itu dan bertahan selama setahun saja susah ya!! Lagi pula aku ada tugas penting untukmu jadi kau tidak sia2 berada disana” penjelasan appanya, mulai dari berteriak hinnga diakhiri dengan santai
“Baiklah” kemudian luhan pergi dari ruangan appanya itu.

-Other side-

KRINGGGGG, bel istirahat di sekolah itu terdengar sangat jelas. “Sehun-ah ayo makan aku sudah sangat lapar”teriak seorang namja dari depan pintu kelas. “Iya, bersabarlah baekhyun-sshi aku masih menyalin pr yg kemarin” sehun terlihat terburu-buru dan kemudian meninggalkan mejanya dan menuju sahabat dekatnya yaitu baekhyun.

-di kantin sekolah-

“Apa kau benar-benar akan pergi ke tempat itu baekhyun-ah” sehun mulai memecah keheningan yang berada disana.” Aku sudah menjadi bagian dari mereka sehun-ah dan tidak akan bisa keluar dari sana” jelas baekhyun.
“Bukanya aku sudah pernah bilang, jangan masuk kesana kau pasti akan terikat” kini wajahnya terlihat lebih serius
“Itu sudah berlalu, dan kau tidak mau ku tembak mati bukan?” Nada bercanda baekhyun mulai terdengar.
“Tentu saja, karena kau tidak mungkin berani menembaku, hahahha” tawanya sehun kini meledak seketika membuat baekhyun memasang wajah cemberutnya.

-Other side-
Singapore

“Yoona-ah” panggil seorang yeoja berusaha menyamkan langkahnya dengan yeoja yang berada disampingnya.
“What’s wrong with you taeyeon?”
“Tinggal satu lagi, namanya kim jiwoo, dan dia bekerja di bagian komunikasi” taeyeon menjelaskan dengan bahasa koreanya karena kalau memakai bahasa inggris semuanya pasti terbongkar.” Senjata apa yg mau kau pakai malam ini?” Tanya yoona pada chinggunya itu.”entahlah” mereka kemudian menuju hotel tempat mereka menginap sementara.

-Other side-

“Jongdae-ah, tembak saja sekarang” namja itu berkata dengan namja disebelahnya.
“Aku masih ragu hyung, karena menurutku dia tak bersalah, ayahnyalah yg menyebabkan semua ini terjadi, bukan dirinya” jongdae menatap nanar seorang yeoja yg sedang duduk di bangku taman umum itu dari kejauhan
“Sudahlah, ini kan perintah dan kita juga sudah dibayar jadi tak ada alasan untuk tak membunuhnya” jelas kyungsoo
“Tapi-”
“Kalau kamu tidak mau, biar aku saja yang melakukannya!” Bentak kyungsoo karena dia sudah lelah untuk bertengkar dengan saudaranya yang tak tegaan ini.
“Baiklah, biar aku saja” seru jongdae, dia tidak akan membiarkan yeoja itu dibunuh oleh hyung nya karena dia tau kalau hyungnya begitu sadis….

-Other side-

“Sica-ah, kembalilah ke korea karena ada tugas penting untukmu” kata seorang namja paruh baya.
“Baiklah” kemudian yeoja yang dipanggil jessica itu kemudian keluar dari ruangan tersebut.
“Aku tidak suka kembali kesana, pasti dia akan menyuruhku membunuh seseorang lagi, karena kenyataannya memang selalu begitu” rutuknya dalam hati.

-Other side-
Seoul international high school

“Anyyeonghaseo songsaenim” semua murid membungkukan badanya, memberi salam kepada guru cantik itu. “Oh, ne anyyeonghaseo, luhan-ah come here” tiffany menyuruh luhan yang sedang menunggu di luar untuk masuk.
“Anyyeonghaseo, jeonun luhan imnida” dia memperkenalkan dirinya. “Luhan-sshi kamu bisa duduk di sana” kata tiffany sambil menunjuk bangku yg ada di belakang. “Ne, songsaenim” kemudian luhan berjalan menuju bangku tersebut, saat dia berjalan terdengar samar-samar beberapa murid sedang membicarakannya,”wah, dia cukup menerima popularitas tinggi disini” atau “dia cukup tampan”. Saat aku duduk pun masih saja adayang memperhatikanku.

Luhan pov

“Kamu pasti luhan, perkenalkan aku sehun, anak dari oh jang rin” terlalu dingin, ya sehun memang selalu dingin, bahkan untuk bersikap ramah saja susah.
“Bagaimana kau bisa tau, tadi saat aku memperkenalkan diri, aku lihat kau sedang memakai headphone mu ?” Aku bahkan terlalu bingung untuk hal sekecil itu.
“Kau tau, bahkan satu sekolah sudah tau kalau ada murid baru bernama luhan disini” sehun menyindir luhan. Karena luhan baru sejam yang lalu disini tapi sudah dikenal semua murid yang ada disini.

-Other side-
“Yoona-ah, kau yakin akan melakukannya sekarang, ini masih siang bukan malam!” Taeyeon mengingatkan teman baiknya itu, karena dia nekat untuk menghabisi kim jiwoo sekarang juga. “Kita kan menembaknya dari jarak yg jauh, jadi tidak akan ketawan TAEYEON-sshi, lagi pula senjatanya akan membunuh dia secara perlahan bukan langsung mati” yoona menjelaskan sambil mempersiapkan alatnya itu.”terserah kau saja” taeyeon akhirnya mengalah.
“…….” tidak terdengar suara apapun tapi tanpa disadari sebuah racun telah memasuki tubuh kim jiwoo dan akan membunuhnya secara perlahan tapi pasti.
“Sudah selesai, mudah kan bahkan dirinya sendiri tidak menyadari apa yang terjadi” kata yoona dengan nada bercandanya.

-Other side-
“Tugas selanjutnya ada di seoul international high school, namanya kim jong-in, dan akan kupastikan kita masuk menjadi murid baru di kelasnya” jelas kyungsoo
“Untung saha yang kali ini bukan perempuan jadi aku tega-tega saja untuk membunuhnya” jongdae menghela nafas panjang. “Hari ini, kita akan ke korea dan aku akan mengurus semuanya, kau tenang saja, tidak akan ada yang mengetahui penyamaran kita kali ini” kyungsoo kemudian kembali menatap komputernya.

Tbc

Buat silent readers, aku ngehargain kalian kok, tapi coba buat berubah aja supaya gak ngecewain author yang satu ini yah…..


Sakura Biyori

$
0
0

page_副本

Judul               : Sakura Biyori (Cherry Blossom Weather)

Author             : Shan Pu

Genre              : Sad, hurt, romance

Rating             : General

Cast                 : -   EXO-M Huang Zi Tao

-          Park Ha Ni (OC)

Support Cast   : – Park Chanyeol

***

I met you at age 16 and fell into a hundred-year love

Under these cherry blossoms that fall slowly

(Aku bertemu denganmu saat umurku 16 tahun dan merasakan cinta denganmu seperti ratusan tahun lamanya

Dibawah pohon sakura yang terasa lambat)

Aku bertemu dengannya saat aku berumur 16 tahun dan sekarang umurku 19. Aku bertemu  dengannya saat aku berjalan-jalan sendirian di taman sakura yang sudah sepi, dan dia disana. Membaca novelnya dibawah pohon sakura. Bunga-bunga sakura yang berguguran menambah kesan cantik naturalnya.

Aku mencintainya pada pandangan pertama.

Aku mengamatinya sepanjang musim semi.

Sampai suatu hari, dia melihatku, melambaikan tangannya padaku diiringi senyumannya yang menghipnotis sehingga kakiku melangkah mendekatinya.

“Kau Huang Zi Tao kan?” katanya dengan suaranya yang merdu. Aku hanya dapat tersenyum sembari mengangguk.

“Darimana kau tahu?”

“Tentu saja karena selama ini kau mengamatiku dari jauh dan aku menyelidikimu”

“Benarkah? Kau seperti detektif saja”

Dia tertawa dan aku hanya menggaruk tengkukku untuk menghilangkan gugupku.

“Hahahaha, Kalau begitu sekarang kita bisa menjadi teman kan Panda Gege? Ah, tak apakan aku memanggilmu seperti itu? Soalnya gege benar-benar imut seperti panda” katanya riang. Senyum indahnya terbentuk di wajahnya yang cantik. Aku hanya bisa tertawa melihatnya seperti itu dan mengacak rambutnya sembari berkata,

Hahahaha, tentu saja dan bolehkah aku memanggilmu honey? Kau benar-benar manis seperti madu”

Pipinya bersemu merah. Cantik

“Ah, yang benar saja gege. Tentu saja boleh”

Aku kembali tertawa dan mencubit pipinya yang masih memerah.

“Aw! Sakit gege”

Dia memukul pelan lenganku sambil mempoutkan mulutnya. Berpura-pura marah.

Aku bahagia. Akhirnya kami bisa bersama. Setelah sekian lama menatapinya dari kejauhan dan sekarang, dibawah pohon sakura yang mekar dengan indahnya ini, bersamanya.

Dia, Park Ha Ni, maduku yang manis.

The step hill I ran through wanting to see you and

Our shadows in the corner of the park remains unchanged

(Langkah kakiku terus berlari untuk melihatmu,

Dan sisa bayangan kita di sudut taman tidak berubah)

“Panda Gege!” panggilnya padaku yang berlari padanya. Senyumnya terus ada di wajahnya.

“Ini untukmu”

“Darimana gege tau aku sangat menyukai es krim coklat? Xie-xie (terima kasih) gege”

Aku tersenyum padanya yang ceria saat kuberikan es krim coklat. Dia memakan esnya dengan lahap. Dia sangat sangat menyukainya.

“Kau ini makannya lahap sekali. Ada es krim di bibirmu” kataku sambil membersihkan sisa-sisa es krim di mulutnya menggunakan ibu jariku. Kulihat semburat merah di pipinya dan menunduk. Beberapa helai rambutnya terjuntai kebawah.

Cantik. Cantik sekali.

“Ingin berjalan-jalan, honey?”

“Iya, ayo gege”

Iseng, aku merebut novel yang ada digenggamannya.

“Gege, kembalikan bukuku nanti rusak”

Dia terus mencoba meraih novelnya, tetapi aku terus mengangkat novelnya tinggi. Tentu saja dia tak dapat mengambilnya karena dia lebih pendek dariku.

Akhirnya dia hanya menatapku kesal dan berjalan cepat mendahuluiku. Aku tertawa.

“Baiklah baiklah bu ke qi (maaf) honey, ini bukumu”

Dia masih menatapku kesal dan mengambil novelnya.

“Nanti kubelikan es krim coklat lagi. Kau bisa memakannya sepuasmu”

”Benarkah? Asyikk”

Dia tersenyum gembira. Aku menggandeng tangannya dan dia tidak menolak melainkan menggenggam erat tanganku seakan tidak mau melepaskannya.

Aku tersenyum. Berjalan bersamanya. Maduku. Dibawah pohon sakura yang bermekaran.

You, me and the cherry blossom weather returns after being swayed by the wind

As if I woke up from a long dream the sky I looked up at is pink

(Kau, aku dan musim sakura kembali setelahterombang ambing oleh angin

Seperti jika aku bangun dari mimpi panjang, kulihat ke atas kearah langit merah jambu)

Aku tersenyum miris. Mengingat semua kenangan indah tetapi menyakitkan itu. Seakan hatiku disayat-sayat oleh pedang yang tajam dan ditaburi oleh garam.

Sakit. Pedih. Ini semua salahku yang terlalu bodoh untuk menyadarinya.

 

I loved you, I loved you who created a colorful smile

That soft spot to the right that only I knew about

(Aku mencintaimu, aku mencintaimu yang membuat senyum berwarna,

Itu titik kelemahan yang hanya aku yang tahu)

Hidupku menjadi berwarna sejak ada dirinya. Canda, tawa, senyum, rengekan. Semuanya.

“Ini untukmu”

Kuberikan dia sebuah kado besar. Dia menatapku dengan pandangan bertanya-tanya.

“Apa ini gege?”

“Buka saja”

Dia mulai membuka kado itu. Matanya berbinar binar, dia tersenyum lebar sehingga membuat eyesmilenya.

“Xie-xie(terima kasih) gege. Aku menyayangimu”

Aku tersenyum. Aku memberikannya boneka panda yang lumayan besar. Dia memeluk boneka itu lalu meloncat-loncat gembira. Sepertinya dia senang sekali. Tetapi, aku terkejut saat melihat cairan merah kental keluar dari hidungnya.

“Honey, apa yang terjadi? Mengapa hidungmu berdarah?”

Dia terkejut, lalu menghapus kasar darah yang keluar dari hidungnya.

“Apa gege akan mempercayaiku?”

“Ceritakan saja, gege akan mendengarkan semuanya, honey”

Wajahnya berubah suram. Dia menghela nafas dan memulai ceritanya.

“Aku mengidap penyakit kanker darah, dan sekarang sudah stadium lanjut”

Aku tersentak. Apa? Kanker darah?

“Dan sepertinya umurku tidak lama lagi, gege”

Air mata sukses meluncur dari mata indahnya. Akupun memeluknya.

“Mengapa kau tidak bilang dari awal? Kalau tahu kau mengidap penyakit ini, aku akan menjagamu” ucapku lirih.

“Aku selalu kabur dari Rumah Sakit hanya untuk gege. Sejak ada gege, aku selalu tersenyum. Aku tidak mau memberitahu gege karena aku takut gege menjauh dariku”

Tangisannya pecah saat itu juga. Aku terdiam. Aku memeluknya erat.

“Bodoh! Kenapa kau berfikiran seperti itu. Gege tidak akan menjauh darimu honey. Gege akan selalu disampingmu, menjagamu sampai kau sembuh”

Dia menghapus air matanya, lalu perlahan tersenyum sangat manis.

“Xie-xie gege”

Aku menatapnya intens. Perlahan kudekatkan wajahku dengan wajahnya dan kukecup lembut bibir plumnnya itu. Dia tidak melawan melainkan membalas ciumanku. Setelah agak lama berciuman akupun melepaskannya. Dia kembali tersenyum.

“Aku akan menjagamu, aku berjanji”

 

A promise made beneath the cherry blossoms “let’s come here again next year”

We made sure many times but it’s still unfulfilled

(Janji yang kita buat di bawah pohon sakura “Ayo datang kemari lagi tahun depan”

Kita membuat perjanjian waktunya, tapi tetap saja tidak terpenuhi)

Berat rasanya saat aku harus meninggalkannya. Satu tahun bukanlah waktu yang cukup lama. Tapi, aku harus pergi ke China untuk Study Exchange(pertukaran pelajar)*benar gak tulisannya?*

“Tidak apa-apa gege, pergi saja. Pendidikan gege lebih penting. Jangan sampai gege putus sekolah gara-gara aku, iya kan? Hahahaha” candanya.

“Tapi, apa gege akan kembali lagi” lanjutnya.

“Tentu saja, honey. Gege akan kembali lagi tahun depan” kataku sambil tersenyum

“Bagaimana kalau waktuku habis gege? Bagaimana kalau aku mati?” balasnya lirih. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Ssstt,, kamu gak boleh bicara seperti itu, honey. Kamu harus kuat sampai gege kembali. Janji?”

Aku menyodorkan(?) jari kelingkingku padanya.

“Ne gege, aku janji” katanya sambil tersenyum lalu menautkan jari kelingkingnya.

Aku mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketku. Sebuah kotak kecil dengan pita pink lalu aku membuka dan mengeluarkan isinya. Sepasang cincin emas putih dengan desain sederhana tapi elegan. Akupun memasang cincin itu di jari manisnya. Kulihat dia terkejut

“Apa ini gege?”

Aku tersenyum

“Ini sebagai tanda janjiku. Aku berjanji saat aku kembali lagi, aku akan melamarmu dan persiapkan dirimu menjadi Mr. Huang” ucapku sambil mengerlingkan mataku.

Kulihat dia tersenyum lebar, lalu memasangkan cincin yang satunya di jari manisku.

“Aku menunggumu gege”

Ya, janji itu. Janji satu tahun yang lalu. Aku masih mengingatnya.

Sekarang aku disini. Di musim sakura ini. Ditempat kami berjanji dahulu. Tidak kudapati dirinya yang kudapati hanya sebuah nisan yang bertuliskan

‘Rest in Peace, Park Ha Ni’

Aku masih berharap ini cuma mimpi. Dia tidak mungkin meninggalkanku. Dia sudah berjanji. Aku masih bergelut dengan pikiranku saat seseorang menepuk pundakku

“Huang Zi Tao?” tanyanya.

Park Chanyeol, kakak dari Park Ha Ni

“Iya, ada apa?”

“Ini”

Dia memberikanku sebuah surat.

“Itu surat dari Ha Ni. Sebelum meninggal, Dia ingin aku memberikannya padamu saat kau datang nanti”

Aku hanya menatap kosong surat di tanganku.

“Sudah ya. Aku pergi dulu, bye” katanya.

Setelah dia pergi, akupun membaca suratnya.

Dear Panda Gege,

Halo gege. Apa kabar gege baik-baik saja? Gimana dengan pendidikan gege? Lancar? Haha, maaf jadi banyak Tanya.

Bila gege mendapat surat ini, artinya aku sudah berada diatas sana bersama Tuhan. Maafkan aku gege, aku tak bisa menepati janjiku untuk tetap kuat. Maafkan aku selama ini tidak pernah menjadi yang terbaik untuk gege. Aku takut gege menyesal bertemu denganku.

Aku benar-benar ingin sekali menikah dengan gege. Tapi aku sadar, aku tak pantas untuk gege yang sempurna.

Ingatlah semua kenangan indah kita ya, gege. Kenangan indah kita bersama bunga sakura yang indah. Aku harap gege mendapat penggantiku yang lebih baik lagi.

Aku merindukanmu gege. Sangat. Aku sangat rindu dengan senyummu, tawamu, bbuing-bbuingmu haha, pelukanmu, juga ciumanmu waktu itu. Aku benar-benar tidak bisa melupakannya ><

Sampai disini dulu suratku gege.

Wo Ai Ni(Aku mencintaimu) Huang Zi Tao gege.

 

With Love,

Park Ha Ni

 

Cairan bening keluar dari mataku setelah membaca surat ini. Takdir, mengapa engkau begitu kejam?

 

You, me and the cherry blossoms weather is recreated softly in the wind

Are you looking at it from somewhere? That same pink sky from that day

(Kau, aku dan musim sakura terlukis dengan lembut dalam angin

Apa kau melihatnya dari suatu tempat? Warna langit merah jambu  yang sama dengan hari itu)

Semakin banyak air mata yang keluar. Hatiku sakit. Aku menyesal kenapa aku harus meninggalkannya. Aku bahkan tidak ada saat dia sangat membutuhkanku. Bodoh kau, Huang Zi Tao!

Honey, apa kau melihatku? Melihatku yang menderita kau tinggalkan. Mengapa kau harus pergi. Seharusnya diwabah bunga sakura indah ini, aku melamarmu, tapi kau malah pergi. Kenapa Ha Ni?

Lihatlah kemari, Honey. Lihatlah betapa indahnya bunga sakura yang mekar ini. Kau pasti menyukainya.

The footsteps left in the days I chased after

Are treasures more important then anything else

(langkah kaki yang tersisa saat aku mengejar,

Adakah harta yang lebih berharga dari apapun?)

Masih kuingat semuanya. Senyummu. Tawamu. Semua tentang kita dan bunga sakura. Saat kita pertama kali berkencan. Semuanya. Tapi itu menambah skait lukaku. Aku masih tidak dapat menerima semua kenyataan ini. Kenyataan bahwa kau harus pergi.

Aku tahu kau kecewa padaku diatas sana. Tapi tetap saja aku tak bisa melepaskanmu. Kau terlalu berharga. Sangat berharga dalam hidupku. Kembalilah.

You, me and the cherry blossom weather returns after being swayed by the wind

The unstoppable feelings overflow and tears build up

(Kau, aku dan musim sakura kembali setelah terombang-ambing oleh angin,

Perasaan dan air mata yang tak dapat terbendung)

You, me and the cherry blossom weather returns after being swayed by the wind

With the unseen future held in my chest, I look ahead and see the pink sky

(Kau, aku dan musim sakura kembali setelah terombang ambing oleh angin,

Dengan masa depan yang tak terlihat di dadaku, aku melihat kedepan dan melihat langit merah jambu)

Aku berbaring disebelah makamnya. Merasakan bahwa dia seranag berada disampingku. Aku rasa, aku sudah gila. Ya, gila karenanya. Kulihat ke atas, langit merah jambu kesukaannya. Aku tersenyum

Perlahan, aku melihat wajahnya dilangit sedang tersenyum kepadaku dan berbisik melalui angin,

“Aku juga mencintaimu gege. Selamanya.”

***

2 Tahun Kemudian

Aku kembali lagi kesini. Untuk mengenang kenangan indah kami. Tak terasa sudah 2 tahun dia pergi. Akupun sukses dengan perusahaan besarku.

Aku berjalan menikmati indahnya sakura. Saaking menikmatinya, aku menabrak seorang yeoja(gadis). Rambutnya panjang mengenakan jeans, hoodie warna merah jambu dan high heels senada. Sejenak aku tak dapat melihat wajahnya karena tertutupi rambutnya. Ia memunguti bukunya yang terjatuh. Akupun membantunya.

“Mianhae agasshi(maafkan aku)” kataku padanya.

Dia mengangkat kepalanya dan tersenyum manis padaku. Aku terkejut.

Dia. Orang yang kurindukan selama ini. Senyumnya yang juga kurindukan.

Dia……

“Park Ha Ni imnida”

-END-


Stored Memory (Chapter 1)

$
0
0

stored memory

 

 

Title : Stored Memory

 

Author : junia ( @juniakyu1003 )

 

Genre : Friendship, Romance

 

Main Cast : Kim Jongin, Byun Baekhyun, Ha Joon Hee (OC)

 

Length : Multichapter

 

Rating : PG

 

Disclaimer : Destiny ! i believe that. Everything what i do in this world will be ultimately by fate. And you’re my fate!


 

Seoul University, 08.00 AM KST

 

#Joon hee POV#

 

Aku berjalan dengan langkah semangat. Semangat menghentak-hentakan kakiku, semangat bicara tidak jelas, semangat mengumpat, semangat mencaci dan. . . aarght! Dengan santainya orang disebelahku berjalan dengan tenang, damai seolah aku dianggap pohon yang berjajar dipinggir jalan. . sial!

 

“yak, hitam. Kau dengar aku tidak sih. .”

”hmm. .” hmm? Hanya itu? Dia benar-benar.

”hitam”

”apa ”

”hitam ”

”Yak bodoh, kau itu berisik sekali. . tutup mulutmu dan jangan panggil aku hitam! “

 

Mataku membulat sempurna kearahnya yang seenaknya berteriak tiba2. kaget? Tentu saja. Dari yang awalnya diam, tiba-tiba berteriak dan diakhiri decakan darinya karena merasa jiwa tenangnya terganggu oleh gerutuanku. Dia itu sudah tidak mendengarku, sekarang malah memakiku. Awas kau kim jongin!

 

“Aww. . YAK “ aku menyeringai puas kearahnya. Siapa suruh membuat moodku tambah buruk bodoh!

 

Langsung kupercepat langkahku setelah menendang kakinya. . aku tidak bisa jamin leherku aman kalau masih berada disampingnya. Dia itu sangat terobsesi mencekik –ku kalau sedang kesal padaku.

 

 

***

          Jongin atau lebih tepatnya kai. Hah . . aku bergidik sendiri menyebut nama panggilannya. Lebih bagus jongin menurutku. Tapi dia terobsesi punya nama singkat. sepertinya Otaknya memang hilang ditelan oleh kukki, si anjing kesayangannya. Dengarkan. Anjingnya saja diberi nama alien seperti itu.

Dia adalah sahabatku! Orang yang selalu ada disampingku. Lebih tepatnya mengacau dikehidupanku. Tapi aku malah senang dia mengacau dihidupku. Setidaknya ada dia yang membuat hariku tidak monoton. Tapi dia juga yang paling memahami diriku. Aku sangat nyaman dengannya. Hanya dialah yang bisa sedekat ini denganku. Aku ini tipe orang yang paling malas bergaul. . terlalu banyak teman malah membuatku terjerumus kedalam banyak masalah. Jangan tanya kenapa aku bicara begini. Karna dulu. . dulu sekali ketika aku masih SMA ditingkat pertama, aku tersandung banyak masalah dengan teman-temanku. Entahlah! Mungkin aku yang tidak pandai memilih teman. Hingga akhirnya kuputuskan untuk berdiri sendiri tanpa didampingi yang namanya teman. .

 

Tapi kini aku mempunyai jongin. Dia amat sangat berbeda. Sikapnya, sifatnya, auranya, tatapannya, . membuatku benar-benar merasa nyaman . aku juga tidak tau bagaimana kami bisa menjadi sedekat ini. Takdir kurasa. . hanya tuhan yang tau kenapa aku hanya bisa berdekatan dengan dia sampai saat ini.

 

***

”baiklah . . kelas cukup sampai disini dan jangan lupa tugas yang sudah kuberikan. Selamat siang! ”

 

Kalimat terakhir dari dosen tua yang berbakat menjadi kakek sihir itu keluar juga. . aku menyebutnya seperti itu karna ia hobi sekali memarahi orang. Ada saja yang menjadi topik untuk memarahi mahasiswanya. Kurang kerjaan dasar. .

Kelasku baru saja berakhir. Tinggal menunggu si hitam itu selesai kuliah. Aku beda jurusan dengannya, .

Dia dijurusan seni dan aku dijurusan kedokteran. Dan sibodoh itu malah mentertawakanku saat aku bilang ingin masuk jurusan itu. Katanya aku tidak cocok jadi dokter. Wajahku tidak ramah. Menyeramkan, kasar, seenaknya! Dan dia mengatakan aku akan bangkrut dalam seminggu karna tidak akan ada pasien yang mau dirawat olehku. . brengsek! Hobi sekali membuatku kesal. .

 

 

Sambil menunggu dia, lebih baik aku ke cafe depan kampusku, ’Rigel Star Cafe’ . aku menyukai namanya. Bintang rigel. Bintang yang paling terang di rasi bintang orion. . itulah yang menjadi alasanku untuk menjadikan cafe favoritku. . karna aku menyukai rasi bintang. Terutama orion. Dan kisahnya!

 

Saat aku baru saja membuka pintu cafe, aku melihat makhluk itu. Orang yang tadi pagi membuat moodku hancur. Dan sekarang aku jadi kehilangan selera untuk masuk lebih dalam. Ckkk . tidak jadi saja.

Saat ingin berbalik, dia melihatku dan malangnya memanggilku dengan suara lantang ! ya tuhan. . kenapa dia di anugerahi suara sebesar itu.

 

”joon hee” aku tidak dengar. Kuhiraukan dia

”YA joon hee ” kupercepat langkahku untuk menghindarinya.

”joon hee . . tunggu aku” dan sialnya dia berhasil menghadangku.

 

”wae ” kutatap matanya dengan pandangan paling menyeramkan yang kupunya. Semua orang pasti langsung bungkam jika aku memberikan tatapan seperti sekarang. . yah kecuali jongin dan dia kurasa. Karna sekarang, dia malah memberikan senyuman lebarnya yang selebar sungai han. Menyebalkan !

 

”joon hee, kau ingin makan? ” tanyanya dengan tampang tak berdosa. .

”ani. Tidak jadi ”

”wae? ” kenapa? Dia tanya kenapa ? aish. Kalau saja membunuh orang tidak berdosa dan masuk penjara, sudah kutenggelamkan dia ditumpukan kaus kaki jongin yang baunya bisa membunuh lalat dalam jarak 100 meter. Oke ini  sedikit berlebihan. Tapi percaya atau tidak, lalat benar-benar takut pada kaus kakinya. Sial! Kenapa aku jadi ngawur begini. .

Lebih baik tak kuhiraukan. . aku kembali berjalan dan melewatinya yang sedang berdiri dihadapanku saat tadi menghadangku.

 

”joon hee kau mau makan kan? Kau lapar kan? Ayoo kita masuk. Aku yang traktir. Aku baik kan? ”

”YAK . . jangan sembarangan menyeretku ”

 

Dan dia mengabaikan ucapanku. Kenapa jadi dia yang tidak mendengarkanku. Aku benar-benar pasrah sekarang. Baiklah ! kali ini saja kubiarkan. . hitung-hitung menguji kesabaranku.

 

 

 

*****

#AUTHOR POV#

 

Joon hee menatap pria dihadapannya dengan tatapan jengah. Sedangkan pria itu, byun baekhyun dengan lahapnya menyantap makanan tanpa memperdulikan tatapan tajam yang dilayangkan oleh joon hee. Tapi seketika dia sadar bahwa makanan yang ia pesan untuk wanita itu tidak disentuh sedikitpun. .

 

Baekhyun mendongakan kepalanya. Menatap joon hee dan bertanya dengan tanpa beban.

”wae ? kenapa tidak dimakan ? bukankah kau lapar? ”

Joon hee memutar bola matanya dan memberikan tatapan ’kau masih tanya kenapa?’

 

”aaah . . soal tadi pagi? Aku kan sudah minta maaf ” ucap baekhyun.

 

Mendengar kata-kata pria itu yang seolah tanpa rasa bersalah sedikitpun membuat kadar kekesalan joon hee melambung ketingkat yang paling tinggi.

 

”YAAK. . kau tadi terjatuh dibelakangku dan dengan seenaknya menarik rambutku sampai aku ikut terjatuh denganmu bodoh ! kau kira berapa orang yang memperhatikan kita. Ini kampus bukan pemakaman. Aku benar-benar harus menanggung malu karna kejadian konyol yang kau ciptakan itu dan itu semua karnamu. ”

 

Baekhyun berkedip beberapa kali mendengar perkataan. Ah tidak. . lebih tepatnya bentakan yang dilontarkan joon hee kepadanya. Takjub? Jelas saja. . selama baekhun kenal dengan wanita ini, barusan adalah perkataan terpanjang yang dilontarkan joon hee. Yah walaupun dalam bentuk makian. .

 

Dengan senyum lebar yang menghiasi wajah tampannya, baekhyun berkata ”joon hee, baru kali ini kau berkata sepanjang itu. Waaah. . benar-benar mukzizat. Hahaha.”

 

Terlihat sekali senyuman lebar yang menandakan bahwa pria itu, byun baekhyun benar-benar bahagia dengan ucapan panjang yang keluar dari mulut joon hee. Sedangkan joon hee hanya mematung melihat reaksi yang dikeluarkan baekhyun. ’Yang benar saja. Mana ada orang yang mendapat makian mengeluarkan reaksi bahagia’ pikirnya. .

 

”kau gila” ucap joon hee dengan tatapan tak percayanya. ”aku membentakmu dan kau malah memperlihatkan cengiran kuda seperti itu ?”

 

”itu karna kau tidak tau seberapa besar pengaruh yang kau timbulkan di setiap tindakan dan perkataan darimu” jawab baekhyun masih dengan senyum yang mengiringinya. Kali ini dia menunjukan senyuman lembutnya dan melanjutkan perkataannya.

”kau itu takdirku dan aku percaya suatu saat nanti, kita akan berjalan dilingkar takdir yang sama. Destiny ! i believe that. Everything what i do in this world will be ultimately by fate. And you’re my fate! Trust it . . ha joon hee !”

 

 

 

***

Seorang pria tengah berjalan dengan langkah terburu-buru. Dia berjalan kearah taman samping yang berada dikampusnya. . setelah sampai, matanya melirik ke arah kanan dan kiri seperti mencari seseorang. Tapi dilihat dari ekspresinya, pria itu tidak menemukan sosok yang dicarinya. Maka ia memutuskan untuk menghubunginya.

 

”yeob. . .”

”yak . neo eoddiseo?” belum sempat menyelesaikan perkataannya, pria itu sudah memotongnya terlebih dahulu.

 

”aku dikantin.” jawab orang yang berada di sebrang teleponnya. Belum sempat pria itu buka suara, dia mendengar suara ribut-ribut diteleponnya. Sedikit mengeryit. .

 

“joon hee” tidak ada jawaban.

“yak ha joon hee. . “ panggil pria itu dengan nada kesal karna merasa diacuhkan.

 

“ne jongin sebentar. Kau dimana? Ditaman? Kalau ia, tunggu disana, aku akan kesana sebentar lagi. Ada setan pengganggu yang mesti kusingkirkan terlebih dulu. Tunggu disana. Oke?”

 

Klik. Telepon terputus dan jongin hanya mengangkat bahunya. Heran dengan kelakuan temannya yang sibuk sendiri. ’tadi joon hee bilang tunggu ditaman dan aku sudah disini. Jadi yang harus kulakukan hanya menunggu dia datang kan.’ Pikirnya sambil duduk dibawah pohon dan memasang headphone mendengarkan musik dari ipodnya sambil memejamkan mata.

 

 

***

Joon hee berjalan dikoridor kampus dengan tampang mengerikan. Dia memandang tajam pada apapun yang dilihatnya. Membuat orang-orang yang melihatnya memandang dengan tatapan aneh dan bergidik. Pasalnya ia terkenal dengan sifatnya yang dingin. Dan sepertinya ia sadar dengan tatapan orang-orang tersebut karna melirik ke sekelilingnya. Tapi ia acuh dan tetap berjalan dengan tenang tanpa terganggu dengan keadaan disekelilingnya. sejak kapan ia peduli dengan hal-hal yang tidak berguna seperti itu.

 

 

 

 

Langkahnya terus membawa tubuhnya kehalaman samping kampusnya. Setelah sampai ditempat yang biasa ia kunjungi, raut wajahnya berubah menjadi seringaian jahil. Ia perlahan melangkah kedepan. Sampai beberapa langkah, ia duduk disamping pria yang sedang bersandar dipohon besar tersebut sambil memejamkan matanya. Joon hee pastinya sudah tahu kalau laki-laki disampingnya ini, kim jongin sedang tertidur.

 

Dengan hati-hati, headphone yang terpasang rapih dikepala jongin dilepas olehnya. Dan joon hee mendekatkan bibirnya ketelinga jongin. Sampai ia mengeluarkan suara yang cukup memekikan telinga.

 

“YAK KIM JONGIIIIIIIIN. . ” mendengar teriakan yang sangat kencang itu, jongin langsung terkaget-kaget membuka matanya. Jelas saja dia kaget. Teriakannya tepat disamping telinganya.

 

“haha. . wae. Kau kaget? “ tanya joon hee dengan tawa yang lebar yang menghiasi wajahnya.

 

Jongin hanya menatap horor ke arah joon hee. Tapi tetap saja joon hee tak menghentikan tawa lebarnya.

 

“bagus sekali kau. Sudah membuatku menunggu lama, sekarang malah membangunkanku secara paksa. Kau senang hah. .” ujar jongin sambil merebut kembali headphone yang dipegang joon hee.

 

“ne. Saaaaaaangat senang. . haha” jawabnya tanpa merasa bersalah.

“heish jinjja. . dasar setan jadi-jadian” umpat jongin mendengar jawaban wanita itu.

 

“salah sendiri kau malah asik-asikan menikmati hidupmu dengan tenang sementara aku mati-matian menghadapi bocah hantu itu” gerutu joonhee

 

“memangnya kau tadi kenapa? Tidak biasanya terlambat dan tidak mengabariku?”

“ada bocah hantu sialan yang menghadangku” jawab joon hee dengan nada ketus.

 

Sejenak jongin mengernyit mendengar jawaban joon hee. Sampai akhirnya dia mengerti apa yang dibicarakan

 

“oh baekhyun maksudmu?” tebak jongin

“siapa lagi kalau bukan dia yang senang muncul tiba – tiba dan mengeluarkan aura aneh” jawab joon hee. Aura kesalnya mulai kentara dari raut wajahnya.

 

Melihat itu, jongin jadi geli sendiri. Dia memang paling senang melihat raut wajah kesal yang muncul di wajah sahabatnya itu.

 

”memangnya dia buat apalagi?”

”dia mengikutiku saat aku sedang ingin makan. Menyeretku duduk bersamanya dan makan dengannya. Katanya dia mau mentraktirku. Hah dia pikir aku sebegitu melaratnya sampai harus ditraktir segala. ” oceh joon hee dengan panjang lebar

 

Jongin terkikik geli mendengar gerutuan joon hee.

 

”berarti lain kali aku tidak akan pernah mentraktirmu lagi.”

 

Joon hee menolehkan kepalanya kearah jongin. ”mwo? Maksudmu?” tanyanya dengan nada bingung.

 

”kau bilang kan kau tidak melarat sampai harus ditraktir segala. Berarti lain kali aku tidak perlu mentraktirmu lagi kan” jelas jongin dengan senyum untuk menggoda joon hee

 

”neee? Yak. Kalau kau beda lagi persoalanya. Mana bisa begitu.” protes joon hee.

”wae? Kan sama saja. Pokoknya aku tidak akan mentraktirmu lagi. Waah padahal aku baru saja berniat membelikanmu waffle ice cream di tempat biasa. Akhirnya aku bisa hemat. Haha”

 

”YAK KIM JONGIN”

 

 

 

 

 

******

Han River 05.00 PM KST

 

Seorang pria sedang berjalan-jalan disekitar sungai han. Menikmati pemandangan musim gugur yang cukup membuat kulit tersentak karena dinginnya angin yang menerpa tubuh.

 

Aneh memang mengingat sungai han, bukan tempat yang layak untuk menikmati musim gugur karena objek utamanya yang jelas-jelas adalah sungai. Bukankah seharusnya musim gugur dinikmati dengan pergi ke taman-taman yang terdapat pepohonan dengan daun berguguran. Tapi setiap orang pasti memiliki intuisi masing-masing terhadap hal-hal yang ingin mereka lakukan.

 

Seperti pria ini. Byun baekhyun. .

 

Dia berjalan-jalan santai sambil sesekali matanya melirik hal-hal yang ada disekitarnya. Dan tak lama, ia menjatuhkan tubuhnya dikursi yang kosong. Menikmati pemandangan sungai han dihadapannya.

 

Ia menerawang jauh kedalam pikirannya. Kedalam ingatan masa lalunya. Tepatnya 12 tahun yang lalu.

 

Saat itu, ia masih berumur 8 tahun. Tepat saat musim gugur. Di tempat ini, sungai han. Ia sedang menunggu ibunya yang pergi membeli minuman hangat. Ditangannya, ada sebuah rubik yang selalu ia mainkan ketika sedang bosan. Ia melirik rubik itu, dan mulai memainkannya.

 

tak lama, ada seorang gadis duduk disampingnya dan dengan polosnya ia bertanya. ” kau sedang main apa?”

 

baekhyun kecil menoleh saat mendengar suara gadis kecil disampingnya. Bukannya langsung menjawab, ia malah menatap lama wajah gadis itu. ’cantik’ itu kata pertama yang ada dipikirannya. Dengan balutan dress gading selutut dan rambut yang diberi jepitan disisi kanan rambutnya. Matanya terlihat coklat terang dengan pancaran sinar matahari yang menyorot kearahnya. Kulitnya putih susu. Dengan rambut panjang yang ikal dibawahnya.

 

Gadis kecil itu menatap baekhyun dengan tatapan bingung. ”hei aku bertanya padamu. ”

 

Akhirnya baekhyun sadar. Matanya mengerjap beberapa kali. Sampai akhirnya ia mengeluarkan suara. “kau tadi bertanya apa?”

 

Gadis itu menatap kesal kearah baekhyun. “memangnya kau tadi tidak dengar? Masa aku harus mengulang pertanyaanku. Aku tidak suka mengulang apa yang sudah kutanyakan.” gerutu gadis itu dengan bibir mengerucut. Terlihat lucu sekali.

 

”maaf” sesal baekhyun

”baiklah. Karna aku anak yang baik, akan kuulangi sekali lagi.” seru gadis itu dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

 

Baekhyun tersenyum lebar mendengar perkataan gadis itu. Ia langsung menghadapkan tubuhnya kearah gadis itu. Siap-siap mendengarkan dengan baik pertanyaan yang akan dilontarkan gadis itu.

 

”yang ada ditanganmu itu apa? Aku sepertinya baru melihatnya.”

“aah ini?” baekhyun menunjukan benda yang ia pegang ke arah gadis itu.

 

Gadis kecil itu mengangguk.

“ini namanya rubik”

“rubik? Apa itu?”

“mainan yang mengasah otak kata ibuku. Sekarang coba kau perhatikan”

 

Baekhyun mengacak-acak susunan kotak yang warnanya menjadi tercampur. ”kau lihat? Ada 6 sisi yang memiliki masing-masing warna. Ini sudah kuacak. Dan jika kau bisa menyusun warnanya sama penuh disetiap sisinya, berarti kau berhasil memecahkan permainan ini” jelas baekhyun dengan wajah yang ia buat sok dewasa.

 

”benarkah? Kalau begitu aku ingin mencobanya.” ucap gadis itu dengan sorot mata penuh semangat.

 

Baekhyun menyerahkan rubiknya kepada gadis itu. Dan gadis kecil itu mulai memainkan rubik yang ia pinjam.

Baekhyun memperhatikan raut wajah serius yang dikeluarkan oleh gadis kecil disampingnya. Ia sesekali tersenyum geli melihat setiap ekspresi yang ada pada gadis itu.

Dan entah kenapa, ia jadi merasa ingin mengenal lebih jauh gadis yang tiba-tiba muncul dihadapannya. Dan bagusnya, namanya pun ia belum tahu. Bagaimana bisa mengenal lebih jauh !

 

Baekhyun menepuk jidatnya sendiri. Merasa bodoh karna mereka belum bertukar nama tapi sudah menunjukan reaksi kalau keduanya seperti sudah saling mengenal,

 

”siapa namamu?” tanya baekhyun

 

Gadis itu masih sibuk memainkan rubiknya. Merasa diacuhkan, baekhyun jadi kesal sendiri.

 

”Yaaakkk.” teriak gadis itu saat merasa sedang asik-asiknya bermain dengan mainan yang baru ia lihat, direbut oleh sang pemiliknya.

 

”siapa suruh kau mengacuhkanku” kesal baekhyun.

”aku kan sedang serius.” elak gadis itu

”tapi kan bukan berarti mengacuhkan orang yang sedang bicara denganmu”

”ia maaf” akhirnya gadis itu meminta maaf. Dan setelah itu, ia mengambil kembali mainannya.

“biarkan aku selesaikan ini dulu. Setelah itu, aku janji tidak akan mengacuhkanmu. Oke?”

 

Baekhyun memanyunkan bibirnya setelah mendengar perkataan gadis itu. Dia berfikir, dirinya saja bisa menyelesaikan rubik itu hingga tersusun dalam jangka waktu berhari-hari. Mana bisa gadis itu menyelesaikannya dalam waktu sekejap. Pikirnya.

 

Namun, pemikirannya tak sejalan dengan kenyataannya. Gadis itu berhasil menyelesaikan rubiknya hingga benar-benar tersusun sesuai warnyanya. Gadis itu meloncat-loncat kegirangan. Sedangkan baekhyun, terperangah melihat apa yang sudah gadis itu lakukan. ’hebat sekali’ ucapnya dalam hati.

 

”lihat. Aku berhasil menyelesaikannya. Waah aku pintar kan” kata gadis itu masih dengan senyum lebarnya.

”ne. Kau pintar sekali. Hebat” baekhyun menimpali ucapan gadis itu dan memberikan dua jempolnya kehadapan gadis itu.

 

”oia. Tadi kau bertanya apa?” tanya gadis itu sambil mengembalikan rubiknya.

”siapa namamu?”

”aah. Aku joon hee. Ha joon hee.” jawab joon hee. ”kau?” lanjutnya

”mmmm. . panggil saja aku byun”

”byun?” tanya gadis itu.

baekhyun menganggukan kepalanya.

”baiklah. Aku akan memanggilmu byunnie.”

 

Baekhyun tersenyum lebar mendengarnya. Byunnie? Kedengarannya lucu juga. Saat mereka masih asik bermain berdua, tiba-tiba dari kejauhan, terdengar suara ribut. Beberapa orang mengerumuni sesuatu ditengah-tengahnya diiringi dengan bunyi sirine polisi yang memekakan telinga.

 

Hal itu menarik perhatian baekhyun dan joon hee kecil dari tempat mereka duduk yang memang tak begitu jauh dengan tempat ramai tersebut. mereka memandang bingung kearah kerumunan orang-orang ditengah jalan. Sampai akhirnya, joon myeon, kakanya joon hee menghanpiri mereka.

 

”oppa. . ” teriak joon hee ketika melihat joon myeon yang mendekat kearahnya.

”oppa, kau melihat itu? Apa yang mereka lihat sampai berkumpul ditengah jalan? Bukankan itu berbahaya?” tanya joon hee dengan tingkah anak-anaknya.

 

Joon myeon tersenyum mendengar pertanyaan polos joon hee. Dan mencoba menjawabnya. ”ada seseorang yang tertabrak mobil tadi. Seorang ibu-ibu. Ia tertabrak saat ingin menyebrang”

 

Mendengar jawaban orang yang dipanggil oppa oleh joon hee, baekhyun jadi merasa gelisah. Perasaannya mengatakan ada sesuata yang buruk telah terjadi.

Ia langsung berjalan cepat kearah kerumunan tersebut.

 

”yak byunnie” teriak joon hee saat melihat baekhyun berjalan dengan tergesa-gesa.

”siapa dia?” tanya joon myeon. Seingatnya, tadi ia meninggalkan joon hee sendirian ketika ia sedang membeli sesuatu.

”teman baruku. Namanya byunnie” jawab joon hee. ”oppa, ayo kita susul byunnie kesana” joon hee langsung menarik tangan joon myeon untuk menyusul baekhyun yang sudah berlari lebih dulu.

 

 

Baekhyun menerobos masuk kedalam kerumunan orang-orang tersebut. Berusaha melihat apa yang menjadi objek pusat perhatian. Dan tubuhnya terpaku melihat seseorang terbujur kaku berlumuran darah. Ia mendekati sosok itu dengan tubuh bergetar.

 

”eomma” lirih baekhyun dengan nada lemah.

”eooma. Ireona” baekhyun mencoba menyentuh wajah sosok yang dipanggil eomma olehnya dengan tangan bergetar.

”eomma ireona. Jangan bercanda denganku”

 

Isakan mulai terdengar darinya. Ia masih mencoba membangunkan sosok tak berdaya ibunya itu. Tapi percuma saja. Denyut nadinya sudah berhenti sedari tadi. Hanya saja, ia masih terlalu kecil untuk menyadarinya.

 

”EOMMAAAA. . KUBILANG BANGUUUUN” teriak baekhyun yang memeluk mayat ibunya.

Semua orang yang melihatnya melihat ia dengan tatapan iba.

 

Joon hee yang melihat kejadian itu, jadi ikut terisak. Kakaknya memeluknya mencoba menenangkannya.

 

Kejadian seperti itu terlalu menyakitkan bagi baekhyun yang masih kecil untuk dialaminya. Bahkan untuk joon hee yang hanya melihatnya. Melihat teman pertamanya menyiratkan kepedihan yang menggores hati dan pikirannya.

 

 

 

 

Baekhyun tersenyum penuh luka mengingat masa lalunya. Masa lalu yang tidak akan pernah ia lupakan. Mendapatkan teman pertamanya saat tiba di seoul, dan sekaligus kehilangan orang yang paling berharga dihidupnya. Disaat yang bersamaan !!

Karna itu, ia takkan pernah mau kehilangan joon hee. Satu-satunya yang paling berharga yang ia miliki setelah kepergian ibunya. Yang menyemangatinya agar bangkit. Dan hasilnya seperti sekarang. Ia bangkit dari keterpurukannya yang mengikat hidupnya hingga tak bisa bernapas. Dan itu karna joon hee. Orang yang membuat baekhyun mendapatkan kembali keceriaannya. Tapi sayangnya, joon hee malah tidak ingat dengannya. Atau mungkin, baekhyun yang sengaja tidak memberitahukan kalau ia kembali. Kalau ia, byunnie-nya, telah kembali untuk mengikat joon hee agar berada disisinya selamanya.

 

*****

TBC


The Conqueror (Chapter 1)

$
0
0

|| Title : The Conqueror [Section 1] || Author : Momochi ||

|| Cast : Kim Jongin [EXO-K] and Song Airi [OC] ||

|| Support Cast : Other EXO members, Nattasha Kim, and Airi’s Friends ||

||Genre : Family, Romance, and Friendship || Rating : G ||

|| Length : Series ||

 

 

For soundtrack, please download here!

351288969

 

.

.

 

 

Bunyi sebuah alarm clock menyadarkan seorang gadis yang masih berkutat dengan mimpinya. Ketika gadis itu terbangun di pagi hari, cahaya surya menyusup melalui jendela-jendela tinggi dan menyebar ke lantai kamarnya yang tersusun dari kayu pinus. Di bawah cahaya itu, butiran debu berputar-putar dalam tarian yang temponya cepat. Si gadis menggerakkan tubuhnya ke posisi duduk, kemudian menggosok-gosokan kedua tangan ke matanya, berusaha untuk menyesuaikan penglihatan.

Ia pun menyadari bahwa kamar ini begitu asing dilihatnya. Tentu saja, karena baru tiga hari yang lalu, ia bersama kedua kakaknya memutuskan pindah ke Seoul, Korea Selatan.

Gadis bernama Song Airi ini melihat benda-benda disekeliling kamar yang menjadi miliknya. Bibirnya tersenyum kecil. Siapapun yang mendekorasi kamarnya, orang itu telah melakukannya dengan memperhatikan calon penghuninya. Sebuah kamar khas anak gadis remaja dengan furniture putih dan wallpaper bercorak polkadot. Di meja rias berwarna putih, terdapat laci-laci bergambar bunga. Dan sebuah meja yang anggun, dengan kaki-kaki melengkung dirapatkan ke dinding di samping tempat tidur.

Airi meregangkan badan dan merasakan seprai menjadi kusut dibawah kulitnya. Suara kesibukkan saudaranya di dapur membuatnya beranjak dari ranjang empuk. Ia membungkus tubuhnya dengan selendang kasmir agar tetap hangat, dan turun ke lantai bawah tanpa alas kaki. Di dapur, gadis pemilik kulit porselen ini mencium aroma roti panggang dan kopi yang menggugah selera. Gadis itu menekuk jari kaki, merasakan lembutnya lantai kayu. Ia bahkan tidak perduli ketika dalam kondisi separuh sadar, jari kakinya membentur lemari es. Ia meringis kecil ketika merasakan rasa nyeri itu.

“Good afternoon, Airi.” Olok kakak perempuannya, Natt—sambil menyodorkan secangkir teh yang masih mengepul. Airi memegangnya terlalu lama sebelum ia letakkan di atas meja, sehingga jarinya kepanasan.

Airi menyesap tehnya perlahan dan tersenyum kepada kakaknya. Ekspresi wajah gadis itu jernih. Kemudian Natt mengambil sekotak sereal dan mempelajari labelnya. “Kau mau apa? Roti panggang atau sereal madu?”

“Aku tidak mau sereal.” Jawab Airi sambil mengernyitkan hidung.

Tak lama, datang kakak laki-lakinya. Kris. Ia duduk di samping meja, mengolesi roti dengan mentega. Airi mengawasinya memotong roti menjadi kotak-kotak kecil, membaurkannya di atas piring, kemudian menyusunnya seperti potongan-potongan jigsaw. Airi beranjak untuk duduk disebelahnya, menghirup aroma freesia yang sepertinya selalu tercium dari tubuhnya.

You look a little pale,” ucap Kris dengan ketenangan seperti biasa. Pria dengan tinggi hampir dua meter ini menawarkan diri sendiri untuk berperan sebagai ayah dalam keluarga kecil mereka.

“Aku baik-baik saja,” jawab gadis itu dengan tenang dan ragu-ragu sebelum menambahkan. “Cuma mimpi buruk.” Airi melihat kedua kakaknya sedikit khawatir dan saling berpandangan dengan sorot mata prihatin.

Belakangan ini, Airi sering mengalami mimpi buruk. Itu berawal dari peristiwa yang terjadi pada keluarga mereka satu tahun lalu. Itulah yang menjadi alasan kedua kakaknya memutuskan membawa Airi ke dalam lingkungan baru. Berfikir bahwa itu bisa membuat adiknya melupakan kejadian kelam dirumah sebelumnya.

Kris beranjak dari tempatnya untuk mengamati wajah Airi. Ia mengangkat dagu gadis kecil itu dengan ujung jarinya. Airi bisa melihat kerutan khawatir didahi Kris, sambil membayangi ketampanannya.

Forget’em, Airi.” Sarannya dengan nada bicara seorang kakak yang sekarang sudah tidak asing lagi bagi Airi. “Usahakan jangan lagi mengingat mereka. Meskipun itu sulit bagimu, ingatlah bahwa kami akan selalu melindungimu, Airi. Tenang, kita sudah bukan di Canada lagi. Mereka tidak akan menemukan kita disini…” melihat ekspresi Airi yang menegang, Kris langsung menghentikan ucapannya. Dan nada suaranya menjadi lebih ringan sekarang ketika ia melanjutkan kembali, “Well, it’s school time.”

 

.

.

 

Hari itu mereka akan memulai kegiatan sekolah. Airi sebagai siswi di Hannyong High School, sedangkan Kris menjadi mahasiswa di KyungHee Cyber University. Natt tidak terlalu menyukai sekolah, karena sejak dulu mereka mengambil program Home Schooling. Jadi, mereka sepakat Natt untuk bekerja.

Mereka memang dilahirkan dari keluarga yang berada. Tapi, menyangkut suatu masalah yang membuat mereka kehilangan semua hartanya. Beruntung, Kris berhasil menjual mobil mewahnya dan membeli rumah di Korea. Walaupun sederhana, tetapi setidaknya aman bagi Airi. Itulah yang dipikirkan Kris dan Natt.

“Oh, ini akan sangat menyenangkan!” kata Airi yang mungkin terlalu antusias.

“Yeah, it must be fun. But remember, be careful. okay?” kata Kris mengingat.

Airi tersenyum mengangguk.

“Pada dasarnya, Kami membawamu kesini untuk pemulihan diri,” Kata Natt dengan nada membujuk. “Jangan khawatir tentang Airi, Kris. Ia akan baik-baik saja.”

“Prioritas utama kita adalah membuatmu bahagia dan aman. Singkatnya, Kita disini bukan untuk bermain-main atau.. berpacaran.” Lanjut Kris. Sekarang Airi merasa tersinggung. Adik kecilnya itu memang sangat mudah dibual.

“Baiklah, “ Kata Airi jengkel. “Tapi setidaknya aku masih boleh menyukai seorang guru tampan di sekolahku, kan?”

Kris melotot. Airi menunggunya menangkap lelucon itu, tetapi mata Kris tetap serius. Airi menghela nafas. Kadang-kadang Kris tidak memiliki selera humor sama sekali. Meski begitu Airi sangat menyayanginya.

“Jangan cemas, aku akan baik-baik saja. I promise.”

“Pengendalian diri adalah yang terpenting.” Kata Natt.

Airi mengela nafas lagi. Ia tahu, dirinyalah satu-satunya yang harus cemas soal pengendalian diri. Kris dan Natt mempunyai kepribadian yang lebih mantap jika dibandingkan dengannya. Boleh jadi, mereka berdua cocok mendapat julukan Raja dan Ratu Es. Tidak ada yang membuat mereka pusing atau resah. Dan yang terpenting, tidak ada yang membuat mereka marah. Mereka seperti actor kawakan yang sudah hafal semua dialog. Berbeda dengan Airi. Kehidupan lamanyalah yang membuatnya sering menutup diri dan mudah percaya kepada orang lain.

Namun saat ini, Airi merasa seperti burung yang dilepas dari sangkarnya. Kemudian terbang jauh menembus awan putih dan jatuh ditempat yang tak kasat mata. Ia merasa bebas.

Natt beranjak dari tempatnya untuk mengambilkan seragam Airi dan setelan kemeja dengan jeans belel hitam untuk Kris. Airi bersimpati ketika melihat Kris memakai kemeja keemasan yang membungkus dada bidanganya itu. Busana itu benar-benar membuat penampilannya memukau.  Kris bisa diibaratkan patung klasik berjalan. Tubuhnya benar-benar proporsional. Tiap ototnya seolah-olah pahatan marmer paling murni. Rambutnya yang melebihi telinga memiliki warna seperti walnut. Alisnya tegas dan hidungnya lurus seperti anak panah.

Di lain pihak, Natt atau lebih lengkapnya Nattasha Nauljam adalah kakak yang paling bijak dan paling tua. Meskipun dari penampilannya ia terlihat seperti orang berusia dua puluh tahun. Natt adalah makhluk paling lembut yang pernah Airi lihat. Pagi ini Natt mengenakan gaun putih yang melambai dan sandal berwarna kecoklatan.

Sedangkan Airi. Ia diciptakan bertubuh kecil, tidak terlalu tinggi, dengan wajah berbentuk hati, telinga bak peri dan kulit seputih susu.  Namun di lain sisi, Airi memiliki semangat yang tak terlihat di wajah kedua kakaknya. Meskipun dulunya Airi lebih mendekap, ia tidak bisa terlihat dingin seperti Kris dan Natt. Ketenangan di wajah mereka nyaris tidak bisa diusik, meskipun kejadian-kejadian dramatis berlangsung di dekat mereka. Sebaliknya, Airi tampak penuh rasa ingin tahu, sekalipun ia berusaha keras terlihat dewasa.

Natt mendekati Airi untuk mengecek apakah adik kecilnya itu mengenakan seragam dengan benar.

Airi memerhatikan seragam sekolahnya yang cukup trendi. Warnanya putih pucat. Ada lipatan kecil di bagian depannya dan kerah putih ala Peter Pan. Selain itu Airi juga harus memakai kaus kaki satun selutut, kemudian sepatu hitam yang ada gespernya. Dan blazer biru tua dengan lambang sekolah tersulam benang warna keemasan di bagian saku dada.

Natt membawakan dua tali bergaris dan sebuah topi untuk Airi.

“Aku yakin kamu tidak menyukai blazernya.” Kata Natt sambil menguncirkan rambut kastanye Airi.

“Ternyata kau bisa membaca pikiranku.” Kekeh Airi. Benar, blazer itu terlalu kaku bagi gadis ini. Ia akan lebih leluasa jika hanya mengenakan kemejanya saja. Walaupun gadis itu sadar bahwa di hari pertama, setidaknya harus menunjukkan sikap baik.

“Tali ini untuk apa?” Tanya Airi.

“Untuk membuatmu terlihat berbeda dengan siswi lainnya.” Natt tersenyum sambil melingkarkan dua tali tersebut melewati bahu dan disangkutkan pada rok kebituan itu.

Airi melihat pantulan dirinya di cermin. Ia terlihat seperti gadis remaja pada umumnya. Memakai seragam sekolah dan membawa tas berisi buku-buku. Tidak seperti kegiatan belajarnya semasa di Canada. Ia masih belum percaya bahwa memulai hari pertama sekolah bisa segugup ini.

‘Bagaimana jika aku tidak memiliki teman disana?’ itulah yang dipikirkan gadis berumur 17 tahun ini.

Mulanya ia menganggap belajar dan bersosialisasi langsung ditengah lapangan membuatnya bahagia dan tidak akan menjadi si gadis blasteran yang menyedihkan lagi. Tetapi, Kris pernah mengatakan padanya bahwa menghadapi berpuluh-puluh bahkan beratus pikiran orang yang berbeda itu tak semudah seperti halnya ia meminta mobil Ferrari California sebagai hadiah ulang tahunnya. Terkadang Airi merasa kesal dan marah. Ia bisa mendapatkan apapun itu dengan kasih sayang keluarganya yang begitu besar. Sayangnya, bagi Airi itu belum cukup. Ia merasa iri pada gadis diluar sana yang tanpa kekangan bisa melakukan hal menyenangkan seperti membuat snowman bersama, mengerjakan PR dengan teman-teman,  tertawa dan juga menangis bersama.

“Nah,” Natt menyadarkan lamunan Airi, ia tersenyum puas. “Dari gadis rumahan, menjadi siswi sekolah.”

Airi berhambur memeluk Natt, “Aku sangat gugup, Natt. Aku tidak terlalu yakin tentang hal ini.” katanya, meskipun Airi sadar betapa ia sangat menginginkan ini. “Bagaimana kalau tidak ada yang mau menjadi temanku?”

“Hei, dear. Just be yourself.” Kris muncul dan berdiri diambang pintu dengan senyuman kecilnya. “Don’t be scared.” Lanjutnya yang lebih terdengar seperti bisikan.

Senyum mengembang dari bibir mungil Airi. Kris dan Natt adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuknya. Mereka bertiga memang tidak bersaudara kandung. Ketiganya lahir dalam satu ayah, namun dengan ibu yang berbeda. Ibu Kris berkebangsaan China, Ibu Natt berasal dari Thailand, sedangkan Ibu Airi lahir di Jepang yang menyandang sebagai istri ketiga dari seorang pria berdarah Canada asli.

Walau begitu, Airi adalah malaikat termanis yang membawa jiwa terang bagi Kris dan Natt. Mereka begitu menyayanginya sebagai adik kecil yang tak berdosa.

 

.

.

 

Kris dan Natt mengantar Airi terlebih dulu. Mereka berdiri di luar gerbang Hannyong High School, mengamati siswa-siswi yang berdatangan. Airi menarik nafas dan berusaha menenangkan kupu-kupu yang berputar-putar dalam perutnya. Sensasi itu membuatnya tidak nyaman sekaligus membuat jantungnya berdebar-debar tak karuan. Ia masih harus belajar pengendalian diri dan bagaimana cara bersosialisasi dengan murid-murid lain nanti.

Airi tidak merasa lebih siap dibandingkan siapapun dalam menghadapi ketegangan memulai sesuatu yang baru. Lagi-lagi ia menarik nafas dalam-dalam. Kris melihatnya itu suatu kelucuan dari adik kecilnya.

Para siswa datang berkelompok-kelompok. Masing-masing terdiri dari tiga atau empat orang. Airi melihat siswi lainnya memakai pakaian yang sama dengannya, hanya saja kebanyakan dari mereka memakasi blazer kaku biru tua itu. Sedangkan yang laki-laki mengenakan celana panjang abu-abu tua, kemeja putih dengan balutan jas biru dan dasi berdasar merah yang bergaris-garis putih.

Sekalipun begitu, Airi dengan mudah membedakan kelompok social walaupun dalam balutan seragam.

Kelompok murid akademis adalah yang paling mudah dikenali. Seragam mereka polos, tanpa embel-embel apapun, dan mereka mengenakan tas ransel resmi dari sekolah. Cara berjalan mereka juga terlihat cenderung lebih mirip kaum biarawan.

Airi memiringkan kepalanya. Ia melihat sekelompok murid laki-laki dengan kemeja dikeluarkan, dasi terikat tidak terlalu kencang, dan mengenakan sepatu kets, sedang berhela-hela di bawah naungan pohon palen sambil meminum susu soda atau sesuatu yang berwarna kuning. Mereka tidak terburu-buru masuk ke dalam gedung, tetapi saling bercanda, tertawa terbahak-bahak dan saling meninju.

“Jauhi para berandalan itu.” mata Kris melirik ke arah sekelompok siswa yang sedang Airi perhatikan. Yang dikata hanya dapat tersenyum dengan perhatian kakaknya.

Airi kembali melihat kelompok murid yang terdiri dari anak lelaki berambut sebahu, mata mereka sebagian ditutupi poni. Mereka membawa kotak musik dan di tangan mereka ada notasi musik yang ditulis dari pena hitam. Mereka yang merasa berjiwa seni melengkapi seragam dengan aksesoris seperti topi, beret atau syal warna-warni dan beberapa pin yang menempel didepan seragamnya.

“Apa kalian memasukkanku ke dalam bagian seni?” Airi memandang heran kedua kakaknya secara bergantian. Jika dilihat dari hiasan yang Natt berikan, Airi merasa seperti masuk dalam kelompok murid-murid seni.

“Bukankah kau menyukai gitar? Kukira kau akan senang bertemu banyak pemusik disana.” Kata Natt dengan nada membujuk dan Kris menyetujuinya.

“Ya, kau benar. Aku akan mendapat teman seorang pemusik.” Raut wajah Airi nampak sedikit lega, walau rasa cemasnya masih terbendung jelas.

Sebenarnya Kris dan Natt masih ingin mengantar Airi masuk, namun mereka teringat waktu terus berjalan dan mereka harus berada dalam kegiatannya masing-masing dengan tepat waktu. Saat di Canada, mereka diajarkan menjadi seorang yang disiplin dan selalu berpegang teguh. Soal bahasa, beruntung, kediaman mereka mengharuskan setiap orangnya bisa menguasai minimal tiga bahasa.

Jadi, Airi tidak akan kesulitan berbicara dengan orang-orang disini karena ia sangat baik dalam bahasa dan pelafalan orang Korea.

We have to go, I’ll pick you later.” Kris mengusap kepala Airi lembut.

“Jangan gugup, oke?” Natt menyerong lalu mencium kening adiknya sebelum melangkahkan kaki. Airi mengangguk.

“Kalian hati-hati ya!” kata Airi.

“Yeah, you too.” Kris dan Natt melambai seperti orang tua yang bangga sekaligus cemas melepas putrinya pada hari pertama sekolah. Setelah itu, mereka benar-benar masuk kedalam mobil yang dibilang cukup sederhana.  Airi mengawasi mereka sampai Kris melajukan mobilnya hingga hilang dari pekarangan Hannyong High School.

Airi masih terus berdiri dan tidak bergeser dari posisinya diluar gerbang depan. Sampai seorang siswa melewatinya, lalu menoleh dengan rasa penasaran. Ia mengenakan topi baseball yang dipasang terbalik. Celana sekolahnya melorot di pinggul hingga merek celana dalamnya terpampang jelas.

“Oke, aku benar-benar gugup sekarang.” Airi mengambil nafas lebih dalam kali ini. “Song Airi, Fighting!”

 

.

.

 

Airi tidak menyangka akan mengundang banyak perhatian ketika ia memasuki koridor sekolah. Itu membuatnya semakin kehilangan rasa percaya dirinya. Banyak murid yang terheran menatapnya, atau menyingkir saat Airi berjalan. Seolah-olah mereka baru saja mendapat kunjungan dari keluarga kerajaan. Airi berusaha tidak melakukan kontak mata pada siapapun walau sebenanrnya ia ingin menyapa dan tersenyum. Ia hanya terus berjalan menuju kantor administrasi.

Ketika sampai, Airi melihat melalui kaca, sebuah kantor dengan kipas angin dan rak-rak tinggi yang hampir mencapai langit-langit. Seorang wanita bertubuh ramping-pendek, mengenakan cardigan merah muda dan menyebarkan aura sok penting datang menghampirinya.

Annyeonghaseyo,” katanya ceria, “Namaku Lee Jaekyung. Aku petugas pendaftaran. Kau pasti Airi, benar?”

Airi membungkuk hormat sebelum berkata, “Ne, Aku Song Airi.” Katanya berusaha menutupi kegugupan.

Jaekyung muncul dari balik dinding kaca kecil dan mengempit map yang dibawanya untuk menjabat tangan Airi. “Selamat datang di Hannyong High School! Aku sudah menempatkan loker dilantai dua untukmu. Kita bisa kesana sekarang.” Jaekyung menuntun langkah Airi untuk mengikutinya sambil terus berbicara memperkenalkan setiap  detail dari sekolah ini pada Airi.

Mereka bergegas keluar melewati lapangan basket, tempat sekelompok siswa berkeringat men-dribble bola ke aspal lalu melemparkannya ke ring sambil melompat.

“Akan ada pertandingan besar bulan ini,” kata Jaekyung.

Selagi Jaekyung berceloteh, Airi memerhatikan kumpulan siswa anak basket itu. Ia kembali teringat dengan Canada, disana ia mempunyai seorang teman, atau lebih tepatnya seorang anak dari salah satu pengurus dikediamannya. Mereka cukup dekat, dan Airi tersenyum karena temannya itu sangat menyukai permainan bola basket.

Kemudian Airi merasa ada beberapa murid dibelakangnya. Ia menoleh dan melihat para siswi sedang tersenyum serta berteriak-teriak histeris melihat sekumpulan anak basket itu.

“Apa yang mereka lakukan?” tanyanya.

“Oh, gadis remaja yang terpesona akan ketampanan pangeran-pangeran sekolah,” kata Jaekyung dengan nada yang terdengar seperti bahwa pemandangan ini sudah tidak asing lagi baginya.

Airi mendelik heran. “Apa tidak apa jika dibiarkan saja?”

Jaekyung menatap Airi yang dalam pikirannya, bahwa gadis ini begitu polos atau memang pura-pura bodoh. “Mereka anggota cheers yang akan menjadi penyorak tim basket kita.”

“Maksutmu cheerleaders?”

“Memang apalagi? Hm,  Bisa kita lanjutkan perjalanannya?”

“Ah-ne.”

Di  sayap utama, lantai koridor dilapisi karpet berwarna merah anggur dan ada pintu kayu dengan panel kaca yang memperlihatkan ruangan kelas yang terkesan antik. Atap-atapnya menjulang tinggi dan masih ada hiasan lampu-lampu kuno yang tergantung di dinding. Pemandangan ini kontras sekali dengan loker-loker yang penuh dengan graffiti dan aroma parfum yang agak memuakkan bercampur dengan bahan pembersih.

Jaekung membawa Airi berkeliling sambil menunjukkan sejumlah fasilitas-fasilitas utama. Misalnya, ruang multimedia, blok sains, ruang pertemuan, ruang latihan, lapangan olahraga, dan pusat pertunjukkan seni.

Jaekyung menyudahi tour sesaatnya ini. Tampak sekali bahwa waktu sangat berharga baginya, karena setelah menunjukkan loker Airi , Jaekyung memberi isyarat ke arah ruang kesehatan dan menyuruhnya agar tidak sungkan jika ia punya pertanyaan.

Tak lama kemudian bel berbunyi, menandakan jam sekolah telah dimulai. Mendadak Airi mendapati dirinya berdiri sendirian di koridor yang penuh dengan orang asing. Mereka berdesak-desakkan melewatinya untuk masuk ke kelas masing-masing. Sejenak Airi merasa kecil dan tak kasat mata. Seolah-olah ia bukan bagian dari yang lainnya. Kemudian gadis itu menatap jadwal mata pelajarannya. Angka dan huruf-huruf itu nampak jungkir-balik baginya, seolah ditulis dalam bahasa asing.

“JMFISK10? Apa maksutnya ini?” kata Airi kelewat bingung. Terlintas dipikirannya untuk berbalik dan menyusup diantara kerumunan lalu segera pulang kerumahnya.

“Permisi,” panggil Airi pada seorang siswi dengan rambut sebahu yang sebagian ia ikat menjadi dua bagian. Gadis itu menghentikkan langkahnya dan menatap Airi penuh minat. “Aku anak baru, kau tahu apa artinya ini?”

“Itu artinya kau harus mengikuti pelajaran fisika bersama JoonMyun-ssaem  di ruang K-10,” katanya. “ruangannya di ujung sana. Aku akan mengantarmu, kebetulan kelas kita sama.”

Kamsahamnida,” kata Airi dengan penuh perasaan lega yang kentara.

“Apa kau bebas setelah pelajaran JoonMyun-ssaem? aku bisa membawamu berkeliling.”

“ Bebas?” Tanya Airi kebingungan.

“Ya, bebas—maksutku waktu kosong.” Gadis itu menunjukkan mimik muka yang menurut Airi sangat lucu. “Memang apa istilahnya di sekolahmu yang lama?” raut wajahnya berubah ketika ia menyadari kemungkinan jawaban yang mengusik pikirannya. “Atau kau tidak bersekolah sebelum ini?”

“Bukan. Hmm, aku mengikuti program Home Schooling.” jawab Airi sambil tertawa gugup.

“Oh, itu pasti tidak menyenangkan. Omong-omong aku Jung Nara.”

Airi tersenyum padanya. Gadis itu memiliki wajah yang cantik, dengan kulit berkilau, wajah bulat, dan mata bersinar. Pipinya yang bersemu merah muda mengingatkan Airi kepada gadis kecil yang bekerja pada keluarganya di Canada.

“Song Airi,” katanya sambil tersenyum. “Senang berkenalan denganmu.”

Dengan sabar Nara menunggu sementara Airi mengaduk-aduk isi loker untuk menemukan buku teks fisika, buku catatan, dan sejumlah pulpen. Sebagian dirinya ingin memanggil Kris dan memintanya membawa pulang.  Airi nyaris bisa merasakan tangan besar Kris memeluk kuat tubuhnya dan melindunginya dari apapun. Kris bisa membuatnya tenang dalam segala situasi. Tetapi jelas saja itu tidak mungkin, ia bahkan tidak tahu dimana Kyunghee Cyber University itu berada.

Nara membuka pintu kelas dan merekapun masuk. Tentu saja, mereka terlambat.

JoonMyun-ssaem adalah pria berkharisma yang memiliki wajah tampan bak malaikat. Pria itu mengenakan sweater berwarna cerah secerah wajahnya. Ketika Airi dan Nara masuk, ia sedang berada di tengah-tengah kelas, berusaha menjelaskan materi yang sudah ditulisnya di papan tulis. Sementara itu, murid-murid lainnya atau para siswi menatapnya dengan pandangan berbinar. Jelas sekali mereka tidak memperhatikan materinya melainkan pesona seorang guru fisika itu.

“Selamat pagi Jung Nara,” katanya pada Nara, yang cepat-cepat berjalan ke belakang kelas. Karena telah membaca daftar siswa, JoonMyun mengenali Airi.

“Terlambat di hari pertama, Song Airi,” katanya, lalu mendecakkan lidah dan mengangkat alis. “Bukan permulaan yang bagus. Cepat duduk.”

Tiba-tiba saja JoonMyun teringat bahwa ia belum memperkenalkan gadis itu. “Anak-anak, ini Song Airi. Dia anak baru di Hannyong High School, jadi tolong usahakan untuk membuatnya merasa diterima.”

Hampir setiap pasang mata tertuju pada Airi, saat ia menempati kursi terakhir yang tersedia. Letaknya di belakang, di sebelah Nara. Ketika JoonMyun-ssaem berhenti bicara dan menyuruh mereka mengerjakan beberapa soal, Airi bisa mengamatinya lebih jelas. JoonMyun terlalu muda sebagai guru tetap disini. Sebelumnya, Airi tidak pernah memiliki guru yang umurnya dibawah 35 tahun di Canada.

“Song Airi, nama yang cantik.” Kata Nara.

Airi tersenyum rikuh, tidak tahu pasti bagaimana memberi jawaban kepada seseorang yang baru saja dikenal.

“Dari mana asalmu?”

“Kami tinggal di luar negri,” Jawabnya. “Orangtua kami masih disana.”

Jinjja? Dimana?” kata Nara, seperti terkesan.

Airi nampak ragu-ragu. “Di beberapa tempat, mereka sering berpindah-pindah.”

“Apa pekerjaan mereka?” Nara terlihat sangat ingin tahu.

“Mereka diplomat. Aku datang dengan kedua kakakku, salah satunya menjadi mahasiswa di Universitas KyungHee.” Airi berusaha menjejalinya dengan informasi sebanyak mungkin sekaligus membungkam pertanyaannya. Aslinya, ia hanya gugup. Belum terbiasa mengobrol dengan seorang gadis seumurannya diluar rumah.

“Keren!” hanya itu komentar Nara. “Aku belum pernah ke luar negeri , pasti menyenangkan.”

Sebelum mereka meneruskan perbincangan di tengah pelajaran, JoonMyun-ssaem berdeham dan kemudian tersenyum. Wajahnya seolah menyuruh kedua murid ini untuk tidak mengobrol dalam pelajaran. Namun yang terlihat malah seperti sedang membujuk seorang balita agar berhenti menangis.

 

 

.

.

 

 

Setelah melewati kelas fisika, Airi dan Nara sama-sama melewati kelas sejarah yang begitu membosankan bagi Nara. Disana tidak ada kejadian yang terdengar special, seperti sebelumnya. Mereka kembali terlambat dengan hal yang sama. Nara menunggu Airi mengobrak-abrik loker mencari buku sejarah yang tebalnya minta ampun.

Setelah itu bel berbunyi, menandakan sudah waktunya istirahat. Airi sempat bingung ketika Nara menariknya untuk bertemu dengan sahabatnya di kantin. Mereka berjalan melewati kerumunan murid yang membuat Airi merasa tidak nyaman. Suasana kantin sangat ramai itu membuat tubuhnya menegang dan lagi-lagi merasa gugup.

Airi memperhatikan dari cara kelompok akademis memasukkan makanannya dengan tenang dan rapi. Ada pula yang dibarengi dengan sebuah buku dengan sampul yang tebal. Mereka seperti risih dengan kebisingan murid-murid lain. Terlihat jelas mereka lebih menyukai bersahabat dengan perpustakan daripada suasana kantin yang begitu riuh.

Berbeda dengan kelompok seni, mereka membawa bermacam alat musik ke kantin dan membuat pertunjukkan singkat demi meramaikan waktu istirahat mereka yang begitu berharga. Dan kelompok anak-anak nakal, membuat petugas kebersihan akan membutuhkan tenaga ekstra karena banyak sampah berserakan yang digunakan alat lempar melempar oleh mereka.

“Nara-ssi, toilet ada di sebelah mana?” Tanya Airi. Ia membutuhkan ruang sendiri untuk menenangkan dirinya.

“Ada dijung sana, setelah lorong itu kau belok kiri. Mau kuantar?”

Airi menelan salivanya. Lorong itu berada di dekat anak kelompok seni. Dan itu artinya ia harus melewati kelompok anak nakal. Hebat.

“Ah , tidak usah. Aku yakin sahabatmu akan mencari jika tidak menemukanmu disini.” katanya. Nara mengangguk tersenyum.

“Jangan lama-lama ya.” Ucap Nara.

Airi berjalan terburu-buru. Ia menyingkir apabila seseorang tak sengaja menyenggolnya. Kantin ini lumayan besar sehingga Airi merasa lorong menuju toilet begitu jauh baginya. Setiap langkahnya ia terus memikirkan Kris, bagaimana jika Kris juga bersekolah disini? Ia pasti tidak perlu susah payah menyembunyikan kegugupan. Ia akan merasa terlindungi dan aman dengan adanya Kris disampingnya.

Seorang murid seni mengangkat alisnya dan tersenyum pada Airi. Membuatnya sedikit canggung. Untung saja lorong itu tak terlalu panjang sehingga dengan tinggal belok kiri seperti petunjuk Nara, ia sudah sampai didepan pintu toilet wanita.

Setelah membuka pintu, ia melihat banyak siswi sedang berkaca didalam. Ada pula yang berbaris didepan pintu toilet dalam yang berarti toilet sedang penuh. Ini membuat Airi mengurungkan niatnya untuk masuk. Untung saja tidak ada yang menyadari kedatangannya tadi.

Airi merasa sedikit aneh. Ia tidak pernah mengalami ini, mengantri untuk menggunakan toilet. Tapi baginya itu menjadi sesuatu yang menarik.

Bukannya berjalan ke lorong yang dilewati sebelumnya, Airi mengambil jalan lurus dan berbelok ke kanan. Ia bahkan tidak menyadari bahwa ada panah yang terdapat tulisan ‘Men’s Locker Room’. Ia hanya terus saja memikirkan Kris dan Natt. Gadis pemilik mata indah ini merutuki dirinya yang terlalu bergantung pada kedua kakaknya itu. Bagaimanapun, Airi mengerti Kris dan Natt juga memiliki urusan masing-masing. Ia sudah sering membuat kakaknya merasa khawatir manakala setiap kali bertemu dengan orang-orang baru.

Langkahnya terhenti ketika menyadari lorong ini bukanlah jalan menuju kantin seperti sebelumnya. Airi kebingungan, ia menengok ke kanan-kiri menunggu seorang yang bisa ditanyanya. Tapi lorong ini begitu sepi, tidak ada murid yang lewat. Seolah ia baru saja tersesat di suatu labirin besar. Airi menunduk dan bersandar pada dinding, memejamkan matanya berusaha menenangkan diri.

“Kau tersesat?”

Suara yang muncul di dekat Airi itu mengagetkannya. Ia mendongak dan menoleh, ternyata ada seorang siswa yang sedang bersandar ke dinding di depan ruang ganti pria. Meskipun siswa itu kelihatan formal dengan kemeja yang dikancingkan, dasi rapi, dan blazer sekolah, akan tetapi tidak ada yang bisa melupakan wajah atau mata coklatnya yang bening.

“Aku baik-baik saja, terima kasih.” Jawab Airi, cepat cepat berbalik. Gadis itu berharap dengan sikapnya yang membalikkan badan, sekalipun terkesan kasar, bisa menghentikan pembicaran ini.  Airi merasa tertangkap basah dalam sedikit ketakutan, dan sesuatu pada diri siswa itu membuat Airi tidak yakin harus melihat kemana atau melakukan apa.

“Kau tahu ini adalah lorong untuk para siswa,” lanjut pria itu.

Airi terpaksa menoleh kembali dan mengakui kehadirannya. Ia berusaha menunjukkan keengganannya terlibat dalam percakapan, tetapi ketika ia beradu pandang dengan pria itu, terjadi sesuatu yang tak terduga. Tiba-tiba saja Airi merasakan reaksi fisik yang membuat perutnya melilit. Seolah-olah dunia runtuh dan ia harus berpegangan supaya tidak roboh.

Pastinya Airi kelihatan seperti orang yang mau pingsan, karena pria itu langsung mengulurkan tangan untuk menangkapnya. Airi melihat gelang kulit dipergelangan tangan pria itu. Satu-satunya benda yang ia kenakan di luar seragam sekolahnya yang resmi.

Airi memerhatikan pria itu. Ia memiliki ketampanan seorang actor. Tapi tidak ada kesan dibuat-buat. Mulutnya melengkung membentuk separuh senyuman, dan matanya yang bening memiliki kedalaman yang membuat Airi terpanah. Tubuhnya tinggi ramping, tapi di balik seragamnya, Airi bisa menangkap bahunya bak perenang. Pria itu menatap Airi seolah ingin menolong tapi tidak tahu caranya. Dan saat membalas tatapannya, Airi bisa menyadari bahwa daya tariknya sangat ditunjang oleh auranya yang tenang. Ini terlihat dari bahasa tubuhnya dan kulitnya yang mulus.

Gadis itu berharap bisa menemukan kalimat ketus untuk menandingi kepercayaan dirinya. Tetapi itu tidak berhasil.

“Gwenchanna?” kata si pria.

“Hanya sedikit pusing saja,” gumam Airi. Pria itu mendekat dengan raut wajahnya yang masih prihatin.

“Kau ingin kuantar ke ruang kesehatan?” tawarnya. Airi menggeleng cepat. Ia kelewat gugup berhadapan dengan seorang pria muda selain Kris. Terlebih pria itu tidak menunjukkan sikap yang tidak  bersahabat sekalipun ia terdengar peduli. Pria asing itu hanya tersenyum kecil.

Mungkin bagi Airi berteman dengan seorang pria yang luar biasa tampan bukan sikap yang bijaksana.  Karena ia tahu, pria itu membuatnya semakin gugup. Tetapi ada satu pertanda perasaan lainnya. Sesuatu yang belum pernah ia kenali. Airi membaca bet yang menuliskan nama siswa itu di saku blazernya. Setelah itu, Airi menjauh darinya, ke lorong menuju toilet siswi tadi. Mungkin sikapnya kurang sopan, tapi ia kelewat gugup untuk menyadarinya. Pria itu tidak kelihatan tersinggung, hanya bingung dengan kelakukan Airi.

 

 

.

.

 

 

“Kenapa lama sekali? Kau baik-baik saja kan?” Tanya Nara ketika Airi datang dengan raut wajah bingung.

“Ya, aku baik-baik saja. Maaf membuatmu menunggu lama.” Jawabnya.

Nara tidak yakin untuk itu, tapi ia mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi.

“Airi ini sahabatku, Jihyun ini anak baru yang tadi kuceritakan.” Nara memperkenalkan seorang disebelahnya kepada Airi. Mereka berjabat tangan sambil tersenyum. Hanya saja senyum Airi masih terguncang dengan kejadian di lorong tadi.

“Wow, tanganmu sangat halus, kau pasti rajin mengolesi tanganmu dengan pelembap,” kata Jihyun ramah.

“Ya, setiap malam.” Jawabnya ringan.

Kemudian Nara pergi sebentar untuk membelikan Airi makanan. Airi ingin menolak tapi ia rasa itu akan menyinggung perasaan dua teman barunya ini. Lagi pula Jihyun kelihatan senang memakan makanannya, membuat Airi jadi ingin mencicipi itu.

Jihyun sama seperti Nara. Hanya saja Jihyun memiliki tinggi yang melebihi Nara dan Airi. Jika disejajarkan, Airi akan dihimpit oleh mereka, Jihyun yang jauh lebih tinggi sedangkan Nara yang sedikit pendek. Dan Airi terlihat yang paling biasa-biasa saja disana.

“Ini apa?” Tanya Airi.

“Oh, itu kimchi. Kukira kau memerlukan itu untuk lebih dekat dengan Korea khususnya Hannyong High School.” Kata Nara sambil menyingkirkan sejumput rambut yang menutupi matanya. Airi hanya mengangguk dan mulai memakannya.

“Airi, menurutmu bagaimana pria-pria disini? apa ada yang setampan teman-temanmu disana?” ucap Jihyun disela-sela kunyahannya.

“Kurasa tidak, karena kalian-lah teman pertamaku.” Kata Airi, begitu polos.

Nara dan Jihyun melongo. Bagaimana mungkin gadis secantik Airi tidak memiliki teman sebelumnya. Ya memang, walaupun untuk ukuran gadis luar negeri, Airi memiliki wajah dan kulit orang Asia.

“Aku belum benar-benar berkenalan dengan murid disini,” katanya sambil mengangkat bahu. “Tapi tadi aku bertemu dengan seorang pria bernama.. Kim, Kim, Kim Jong. Ya, namanya Kim Jong.” Lanjut Airi. Memory tentang pria itu sepertinya kurang sempurna di kepala Airi. Ia hanya merasakan sesuatu yang aneh ketika mengingat pria itu. Semacam getaran yang membuat kata itu terkesan istimewa.

“Kim Jong? Kim Jong yang mana?” kata Nara

“Apa yang berotot besar? Kalau itu namanya Kim JongHyun. Ia anggota tim futsal. Lumayan keren. Aku tidak menyalahkanmu jika kau menyukainya. Tapi kurasa dia sudah memiliki seorang pacar. Entahlah, aku tidak tahu. Tapi aku bisa mencari tahu kalau kau mau.” Ucap Jihyun. Nara memutar bola matanya mendengar kecerewetan sahabatnya itu.

“Bukan, ini pria yang rambutnya hitam, tinggi, dan ada pin berwarna emas di kerah kemejanya.” Sela Airi.

“Oh.” Ekspresi Jihyun berubah. “Itu Kim Jong In. Ia kapten sekolah.”

“Atau kami memanggilnya Kai.” sahut Nara.

“Kai? Well, kelihatannya ia baik.”

“Aku tidak akan mengincarnya jika aku menjadi dirimu,” kata Jihyun menasihati. Wajanya nampak prihatin, tapi Airi mendapat firasat Jihyun berharap ia mau menerima sarannya. Mungkin itu karena salah satu peraturan di antara gadis remaja. “Teman selalu benar.” Lanjutnya

“Aku tidak mengincarnya, Jihyun.” Kata Airi segera.

“Jihyun pernah menyukai Kai, tapi tidak lagi setelah Kai menolaknya di depan murid-murid lain.” Kekeh Nara. “Aku tidak heran kalau kau menyukainya, Kai memang sempurna. Semua wanita pasti senang bisa dekat dengannya.” Lanjut Nara. Airi setuju akan itu. Kai memang sempurna dengan matanya yang cokelat bening.

Jihyun menyikut tangan Nara. “Kau bilang kau menyukai Oh Sehun, kenapa sekarang malah membanggakan kapten sekolah itu.” katanya tidak terima setelah Nara membocorkan cerita kelamnya pada Airi. Nara membungkam mulut sahabatnya itu agar tidak berbicara terlalu keras. Akan sangat gawat jika ada yang mendengar kalau seorang Jung Nara menyukai pria populer seperti Oh Sehun.

“Memangnya ada apa dengan Kai?” Tanya Airi penasaran.

Well, banyak siswi yang naksir padanya. Tapi sepertinya ia tidak bisa memberikan hatinya.”

“Maksutmu dia sudah punya pacar?”

“Aku tidak tahu. Kai memang baik, tapi katakan saja ia punya beban berat yang tersembunyi di balik wajah tampannya.” jawab Nara, memelankan suaranya dan menggosok-gosok jarinya tidak nyaman. “Kai selalu bersikap dingin pada semua murid terkecuali pada keempat sahabatnya yang tergabung dalam tim basket sekolah kita. Jadi, tidak ada yang berani mendekati Kai semenjak kejadian Jihyun waktu dulu.”

Airi tidak tahu apa yang harus dikatakan. Jika melihat wajah Kai, kau tidak akan mengira ia memiliki beban berat. Namun Airi baru ingat sekarang. Ada sedikit kesan protektif di sorot mata Kai. Itulah yang membuatnya terlihat tidak seperti yang mereka katakan.

 

.

.

 

Sisa hari itu berlalu tanpa kejadian yan berarti. Kecuali, Airi mendapati dirinya menyusuri koridor dengan harapan bertemu dengan sang kapten sekolah lagi. Dari keterangan yang diberikan Jihyun dan Nara, Airi merasa tersanjung karena Kai memberikan perhatian padanya waktu itu. Atau barangkali itu hanya sikap sebagai seorang kapten sekolah.

Airi membayangkan pertemuannya tadi siang dan mengingat-ingat mata Kai yang bening. Mata cokelat yang sangat jernih dan cemerlang. Siapa pun pasti tidak bisa menatap matanya seperti itu lama-lama tanpa merasakan lemas di lututmu. Airi kembali berfikir. Bagaimana jadinya jika ia menerima tawaran Kai untuk diantar ke ruang kesehatan? Apakah mereka akan mengobrol sementara Airi berusaha menenangkan tangannya yang gemetar? Dan apa yang akan mereka bicarakan?

Itu membuat Airi semakin bodoh dengan desiran aneh di dadanya. Dan juga semakin ia ingin bertemu dengan sang kapten sekolah itu untuk yang kedua kalinya.

 

Kim Jong In.

 

 

 

 

To be Continued…

Comment and like, okay?^^ Thankyou~



The 12 Extraordinary Vampire (Chapter 1)

$
0
0

Tittle: The 12 Extraordinary Vampires

Author: Santi Fauzia (@santifauziaa)

Main Cast:

Park Hyojin

Oh Sehun

Park Chanyeol

Support Cast:

Xi Luhan

Kris

Kai

Bang Min Ah

All member EXO

Genre:

Romance, Fantasy, a little bit Comedy, Action.

Rating:
PG 15

Length:

Chaptered

 

Anyeonghasehun! Author kombek bawain FF yang genrenya rada berbeda dari Unpredictable Future dan Who Should I Choose karena kali ini author bikin FF tentang makhluk berkulit putih dingin yang ganteng-gantengnya menggoda iman yaitu Vampir! Akibat seneng baca komik, novel dan film tentang vampir, akhirnya jadi deh FF ini. oh ya, follow twitterku ya di @santifauziaa kalau mau hehe atau main ke wp aku aja buat liat FF aku yang lainnya.

Tapi tentang genre Actionnya author belum yakin bakal terpenuhi syaratnya secara author paling butek dalam hal berantem hehehe. Oh ya, tentang posternya, author ga mungkin masukin ke 12 member exo versi vampirnya soalnya ga cukup di kolomnya hahaha. Menurut author sih yang paling keren di foto itu Kai ama Sehun. Menurut readers siapa? Mian chanyeolnya belepotan darah soalnya ga ada lagi tuh foto vampir versi chanyeol yang lebih bagus hehehe. *ketauan searching di google* Oke deh jangan lupa komen dan likenya karena itu sangat berharga buat author. Doakan juga author lulus UN ya! nyehehe. Happy Reading!

vampires

 

CHAPTER 1

Hyojin POV

Oh Sehun, ia lah namja yang membuatku penasaran setengah mati. Ia adalah teman sekelasku namun kami tidak terlalu akrab karena kami baru sekelas di kelas ini sekitar seminggu.

Warna kulitnya benar-benar putih, tatapannya selalu tajam pada orang yang ia temui, ia selalu terlihat lemah dan tertidur pada saat di kelas terutama saat matahari terik bersinar, dan sejak 2 hari yang lalu, aku tidak sengaja melihatnya mengeluarkan jus tomat yang dibungkus oleh plastik bening, ia selalu meminumnya di atas atap sekolah tanpa membawa bekal makanan apapun.

Aku baru menyadari bahwa kantin sekolahku tidak menjual jus tomat, apalagi jus tomat itu berwarna merah pekat seperti… darah?

Kalau kalian jadi aku, pasti kalian akan beranggapan sama denganku kan? Meski aku terdengar gila, tapi tanda-tanda Sehun menunjukkan bahwa ia mirip dengan makhluk yang meminum darah manusia dan bertaring tajam, yaitu Vampir.

Rasa penasaranku yang mulai menggila padanya akhirnya membuatku memutuskan untuk membuntutinya dan melihatnya meminum jus tomat setiap istirahat bersama 2 namja terpopuler di sekolahku lainnya, yaitu Luhan sunbae dan Kris sunbae.

Aku sengaja tidak memanggil mereka dengan embel-embel ‘oppa’ karena memang aku tidak terlalu tertarik pada mereka serta aku tidak mau disangka sasaeng fans. Serta aku sudah mempunyai namja yang aku sukai yaitu Park Chanyeol. Namja tampan yang selalu tersenyum lebar dengan deretan gigi putih miliknya itu berbanding terbalik dengan Sehun yang selalu menampakkan wajah datar dan aura sekitarnya yang terasasedingines. Ia seperti tidak mempunyai jiwa.

Kecuali bersama dengan Luhan sunbae dan Kris Sunbae, ia selalu tersenyum bahkan tertawa hanya bersama mereka saja. Aku jadi tidak menyukai Sehun karena aku menganggapnya memilih-milih teman. Selain itu, Luhan sunbae dan Kris sunbae sama-sama meminum jus tomat layaknya sehun. Tentu saja hal itu membuatku semakin curiga.

Saat ini, aku sedang bersembunyi di balik pintu dekat tangga sambil melihat 3 namja yang memang sangat mempesona itu mengobrol dan tertawa sambil sesekali menyeruput jus tomat milik mereka masing-masing. Entah kenapa, aku bisa mendengar pembicaraan mereka meskipun jarak kami cukup jauh. Mungkin saja kupingku ini setajam kuping harimau, hehe.

“Aww!” Luhan sunbae berteriak karena jarinya tergores oleh paku yang terdapat pagar kayu yang menjulang tinggi dibuat oleh sekolah untuk pembatas supaya tidak ada siswa yang bunuh diri terjun dari atap sekolah ini. Terlihat darah segar mengalir dari jari manisnya yang lentik dan mungil itu. Luhan sunbae meringis kesakitan.

Tiba-tiba saja aku menahan napas saat Sehun memasukkan jari Luhan sunbae yang berlumuran darah itu ke dalam mulutnya dan menghisap serta menjilati darah dengan ganasnya. Mungkin kalau aku tidak tahu kalau Sehun dan Luhan sunbae itu sepupu, pasti ketika aku menyaksikan adegan seperti sekarang, aku sudah menganggap mereka berdua adalah homo.

“Darahmu nikmat sekali, hyung.” ucapnya sambil masih menjilati sisa-sisa darah yang tersisa, Luhan sunbae terkikik geli. “Sehun-ah, lepaskan! Geli ahahaha…” tawa Luhan sunbae terdengar renyah, membuatku mengakui mengapa sahabatku, Bang Min Ah, tergila-gila padanya. Karena baru kusadari, Luhan sunbae itu benar-benar manis, seperti anak kecil.

Sehun lalu melepaskan jari Luhan sunbae dan tersenyum. “Mian, hyung. Aku benar-benar masih lapar.” ucap Sehun.

Hah? Lapar? Sehun lapar dan ia meminum darah Luhan sunbae tadi itu artinya….

“Memangnya kemarin kau tidak berburu?” tanya Kris sunbae sambil membuang plastik berisi jus tomat yang sudah habis tak bersisa.

“Aku berburu, tentu saja. Tapi darah dari 3 makhluk saja sepertinya tidak cukup untuk memuaskan rasa laparku.” Jawaban Sehun membuat tubuhku menegang dan detak jantungku memompa dengan cepat. Itu semua membuktikan bahwa mereka bertiga benar-benar vampir dan bukan hanya firasatku saja. Aku bergidik ngeri dan memutuskan untuk segera pergi dari tempat tersebut sebelum mereka mengetahui keberadaanku.

Aku menoleh kaki kanan bagian bawahku yang terasa geli sejak tadi namun ku abaikan karena terlalu serius mengamati dan mendengar percakapan ketiga vampir itu.

Kedua mata ku melotot melihat hewan menjijikkan yang paling aku takuti melebihi makhluk menyeramkan apapun di dunia ini. Seekor siput tanpa cangkang menempel di kaus kakiku dengan lendir lengketnya.

“KYAAAAA!” aku berteriak histeris dan berlari ke pintu tempat dimana ketiga vampir tersebut melihatku dengan tatapan datar. Seperti mereka tahu sejak tadi aku berada di balik pintu tersebut.

“Akhirnya kau keluar dari tempat persembunyianmu, Park Hyojin. Apakah kau puas memata-matai kami selama tiga hari ini?” Sehun menatapku meremehkan.

Kulihat siput yang masih menempel di kaus kakiku meski aku sudah menggoyang-goyangkan kakiku seperti sekarang. Kelihatannya Sehun jengkel karena aku tidak memperdulikannya sementara Luhan sunbae dan Kris sunbae tertawa melihat tingkahku yang terlihat aneh.

“Apa yang sedang kau lakukan? Hahaha” Luhan sunbae tak henti-hentinya tertawa melihatku sekarang sudah seperti menari balet demi menyingkirkan makhluk menjijikkan dari kaus kakiku yang tidak mau lepas. Sehun mendekatiku, tiba-tiba aku tersandung sesuatu dan memegang kaki Sehun supaya menahanku untuk tidak terjatuh.

Jika dilihat dari kejauhan, aku seperti hamba yang meminta pengampunan pada rajanya, yaitu Sehun. Dan ini benar-benar konyol bagiku.

“Kau jangan cari-cari kesempatan ya. Lepaskan tanganmu!” Sehun berusaha melepaskan kedua kakinya, namun aku mempererat kedua tanganku karena tidak tahan dengan rasa geli dan jijik akibat siput yang masih menempel di kaus kakiku.

Saat aku menoleh ke arah kakiku, siput itu hampir mencapai kulitku yang polos tanpa mengenakan kaus kaki. “Se-sehun sshi, tolong aku…” pintaku padanya.

“Kau tidak mau kuhisap darahmu karena aku adalah vampir? Percuma saja.” jawaban sehun membuatku bingung.

“Ya! Apa maksudmu? Maksudku adalah tolong singkirkan makhluk menjijikkan yang ada di atas kaus kakiku sekarang!”

Tiba-tiba kudengar lagi tawa yang berasal dari Luhan sunbae dan Kris sunbae.

“Hahahaha! Kalian berdua benar-benar lucu! Hyojin-sshi, ku kira kau ketakutan terhadap kami namun nyatanya yang kau takutkan hanya seekor siput.” Ucap Kris sunbae sambil meneruskan tawanya. Saat aku menengadah, kulihat muka Sehun memerah, sepertinya ia malu karena kesalahpahamannya tadi.

“Singkirkan saja sendiri!” akhirnya aku melepaskan kedua tanganku dari kaki Sehun.

“Sehun-sshi.. kumohon.. aku benar-benar takut!” ucapku memohon.

Sehun menatapku dan tersenyum miring. Membuatku menyadari ternyata Sehun sangat tampan. Ah, tapi bukan saatnya memikirkan hal seperti ini. Menyingkirkan siput dari kaos kakiku lebih penting daripada memikirkan debaran jantungku yang aneh.

“aku akan menyingkirkan makhluk itu, asal dengan satu syarat.”

“Apa?”

“Kau harus menuruti permintaanku. Tenang saja, aku akan meminta yang masuk akal dan tidak aneh-aneh.” Aku keberatan dengan syarat yang diajukan Sehun, namun rasanya siput itu masih berjalan di kaus kakiku membuatku tidak tahan.

“Baiklah! Baiklaaah! Aku setuju. Cepat singkirkan siput itu!”aku mulai merengek karena sebentar lagi siput itu akan mencapai kulit polosku. Aku bersumpah akan menyobek kulitku jika terkena lendir siput.

“Luhan hyung.” Sehun menunjuk Luhan sunbae, lalu Luhan sunbae mengangguk. Tiba-tiba siput itu melayang ke atas, aku memandang horror melihat pemandangan itu. Tentu saja, siapa yang tidak takut akan siput yang bisa melayang?

“Kyaaa! Ke-kenapa siput itu bisa terbang?” aku lalu melihat Luhan sunbae yang mengarahkan tangan kanannya menuju siput itu. Saat itu aku langsung mengerti bahwa yang mengendalikan hal tersebut adalah Luhan sunbae. Setelah itu, Luhan sunbae mengarahkan tangannya ke langit lalu membuat siput itu terjatuh dari ketinggian dan entah kemana.

Aku masih terkejut dengan kejadian yang tidak masuk akal tadi. Mana mungkin ada yang seperti itu di dunia ini?

Luhan sunbae tersenyum ke arahku. “Aku mempunyai kekuatan telekinesis. Artinya aku menggunakan fikiran untuk memindahkan atau mengontrol benda.”

“Kalau aku levitation, artinya aku bisa terbang melawan arah gravitasi.” Ucap Kris sunbae tanpa ditanya.

Aku mulai pusing dengan ucapan mereka berdua. Ingin sekali aku menyemburkan pertanyaan yang banyak pada mereka namun akhirnya aku hanya bertanya satu pertanyaan saja “Kalian ini… sebenarnya apa?”

“Seperti yang kau ketahui. Kami adalah Vampir. Masing-masing dari kami mempunyai kekuatan spesial. Karena kau sudah mengetahui banyak tentang kami, kau harus menjaga rahasia ini dari siapapun, termasuk orang yang terdekat denganmu. Itu permintaan pertamaku dan kau harus mengabulkannya, kalau tidak…” ucapan Sehun menggantung, ia mendekatkan wajahnya padaku tanpa sadar aku menahan napas. “Kau tidak akan menjalani kehidupanmu sebagai manusia normal lagi.”

Aku bergetar hebat saat Sehun mengatakannya lalu aku menjauh dari Sehun karena tiba-tiba rasa takut dalam diriku muncul.

“Kau sudah mengerti kan? Jadi turutilah apa mau master Sehun, maka kau masih bisa menyambut pagi hari dengan kehidupan normalmu.” Ucapan Kris Sunbae membuatku kaget. Apa yang barusan tadi ia bilang? Master?

“Ma, master?” aku bertanya karena merasa aneh seorang senior memanggil master pada juniornya.

“Sehun adalah vampir darah murni. Ia adalah yang terkuat di antara kami bertiga. Sedangkan kami adalah vampir bangsawan, kenyataannya aku bukanlah sepupu Sehun melainkan pengikut Sehun, atau bisa dibilang, Master Sehun.” Jelas Luhan Sunbae. Mulutku menganga lebar karena kaget bukan main. Oh Sehun yang pendiam dan dingin itu? Mempunyai pengikut yaitu Luhan sunbae dan Kris sunbae? Sepertinya aku sedang bermimpi karena semua ini benar-benar gila dan tidak masuk akal.

“Ini semua mimpi, ini semua mimpi!!! Bangun, Hyojin-ah!”Aku mencubit kedua pipiku berharap terbangun dari mimpi paling gila dan aneh dalam hidupku. Sakit. Ternyata memang sekarang aku tidak sedang bermimpi. Ketiga namja itu tertawa melihat tingkahku tadi.

“Kau tidak bermimpi, Hyojin-sshi. Selamat, kau bisa mengenal kami ketiga namja terpopuler di sekolah ini dengan dekat.” Ucapan Luhan sunbae membuatku sebal. Mungkin jika aku menjadi fans mereka, aku akan senang setengah mati namun tentu saja yang aku rasakan sekarang bukanlah senang tetapi rasa takut, bingung, terkejut dan marah yang bercampur aduk. Aku marah mengapa ini semua harus terjadi padaku? Padahal aku ingin menjalani kehidupan seperti anak SMA biasa lainnya.

“Maaf, tapi aku bukan salah satu fans mu, sunbae.” Ucapku sebal membuat Luhan Subae serta kedua namja lain itu terkejut.

“Kau bukan fans ku? Kalau begitu…”

“Aku juga bukan penggemar Sehun atau Kris Sunbae.”

“M-mwo!? Waaah pertama kalinya ada yeoja manusia yang berkata seperti itu pada kami. Kau benar-benar menarik!” Luhan Sunbae bertepuk tangan tidak jelas sambil tersenyum.

“Dia bukan manusia biasa.” Perkataan Sehun membuat kami bertiga menengok bingung.

“Apa maksudmu, Sehun-sshi? Aku bukan vampir! Apalagi werewolf!”

“Siapa bilang kau ini vampir atau werewolf? Sudah jelas kau bukan manusia biasa karena kau tidak terpengaruh oleh kekuatan aerokinesis milikku.”

Lai-lagi kata-kata asing yang berakhiran kinesis itu meluncur dari mulut Sehun. Aku mulai malas mendengarnya.

“Aerokinesis? Apa lagi itu?”

“Aku bisa mengendalikan udara dan mengontrol pikiran semua manusia atau bisa dibilang hipnotis.”

“Mengendalikan udara? Kau avatar ya?”

Pertanyaanku membuat Luhan sunbae dan Kris sunbae yang tadinya serius meledak dalam tawa. 2 poin, aku membuat Sehun lagi-lagi bermuka merah menahan malu karena pertanyaan bodohku.

“Kau ini hobi sekali mempermalukanku ya!? Mau merasakan gigitan dari taringku ini?” terlihat kedua taring yang panjang dan tajam dari gigi Sehun yang putih bersih. Pertama kalinya aku melihat hal itu secara langsung di depan mataku.

“Keren!” seruku senang.

“Hah? Bukannya tadi kau takut?” tanya Sehun merasa bingung.

“Aku memang takut saat mengetahui kalian bertiga adalah vampir tapi melihat taringmu keluar seperti itu sangat keren! Sebenarnya aku penggemar vampir apalagi Edward Cullen di film Twillight dan Bill Compton di film True Blood!”

“Kami tidak sama dengan vampir yang ada di film-film begituan. Sebenarnya sudah lama kami tidak meminum darah manusia.” Ucapan Kris sunbae membuatku heran.

“Apa? Lalu kenapa mengancamku kalau kalian tidak minum darah manusia?”

“Itu karena melihat mukamu yang ketakutan sangatlah lucu. Hahaha” Sehun tertawa jahil sambil mengacak rambutku.

“Kalian mengerjaiku ya!? Menyebalkan!” aku mendengus kesal lalu mulai beranjak untuk turun ke tangga namun tangan Sehun menahanku.

“Kami memang mengerjaimu. Tapi tentu saja kami serius soal kau tidak boleh mengatakan bahwa kami adalah vampir pada siapapun. Meski kami hanya minum darah binatang, tapi tentu saja kami juga tidak segan meminum darah manusia yang mengancam keberadaan kami di sini.” Sehun lalu dengan secepat kilat menarikku dalam pelukannya. Aku merinding saat tubuhnya yang sedingin es bersentuhan dengan kulitku.

“Sehun-sshi! Apa yang kau lakukan!? Lepas…” Kurasakan bibir Sehun menyentuh leherku dan mengecup dengan lembut. Aku langsung panik dan rasa takut menyerangku. Tubuhku meremang saat merasakan nafas Sehun yang berhembus mengenai permukaan kulitku.

 

Deg Deg Deg

 

Jantungku memompa dengan kerasnya akibat rasa takut yang menyelimuti seluruh pikiranku.

Apakah ini kali terakhirnya aku akan merasakan detak jantungku?

Apakah mulai detik ini aku akan menjadi seperti ketiga namja ini? Menjadi Vampir?

Andwae! Aku tidak mau!

Aku takut jika Sehun akan menancapkan kedua taringnya yang tajam menembus ke dalam permukaan kulit leherku. Tapi yang paling ku takutkan adalah…. menjadi vampir.

Aku tidak mau tertidur saat siang, takut kepada sinar matahari dan meminum cairan yang menjijikkan yaitu darah. Memikirkan aku akan meminumnya pun sudah membuatku merasa mual.

 

Apa yang akan Sehun lakukan? Seseorang tolonglah aku!

 

Dalam kekalutan aku memikirkan satu-satunya orang yang selalu ada di saat aku meminta pertolongan, selalu ada di sisiku dan selalu aku cintai, Park Chanyeol.

 

Chanyeol kumohon kali ini saja…

TOLONG AKU!

 

To Be Continued

Inilah FF pertama author yang bercerita tentang vampir kekeke. Author sebenarnya suka banget nih sama Vampir mulai dari Edward Cullen di film Twilight, Bill Compton di film True Blood, Kaname Kuran dan Shiki di Vampire Knight, Damon Salvatore dan Stefan Salvatore di film Vampire’s Diaries karena mereka semua alamaak ganteng-ganteng! FF ini sudah di publish di wp aku yang santifauziaa.wordpress.com jadi kalau ada waktu luang jangan lupa main-main ke sana dan jangan lupa KOMENNYA ya chingu! Kamsahamnidaa! *bow bareng Luhan dan Chanyeol*


Exotics and Their Stories (Chapter 4)

$
0
0

Title: Exotics and Their Stories (PART 4)

Author: baekhug12 / @sarahmnabila

Genre: Fantasy, Romance, Mystery

Cast:

  • Choi Seolhwa (OC)
  • EXO-K’s Baekhyun
  • EXO-M’s Luhan
  • EXO-K’s Kai
  • f(x)’s Krystal
  • EXO-K’s Chanyeol
  • miss A’s Suzy
  • …and more to come

Rating: PG

Length: Chaptered

 

“Never forget where you come from… you may have to go back someday.”

POSTER 5

_____________________________________________________________________________________

 

‘Luhan Hyung... apa kau mendengarku?’

Baekhyun menoleh ke arah Seolhwa dan menatapnya lekat, membuat yeoja itu tampak salah tingkah dan menunduk memandang ujung sepatunya.

 ‘Baekhyun-ah? Aku mendengar semuanya dengan sangat jelas. Ia harus bertemu dengan Sehun secepat mungkin. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Kita tidak punya banyak waktu. Aku akan mengatur pertemuannya setelah Sehun dan Krystal kembali. Yang harus kau lakukan adalah meyakinkannya.’

‘…arasseo.’

Keduanya terdiam, terjebak dalam pikiran masing-masing seraya berpegang erat pada pagar pembatas. Sungai Han masih tampak bercahaya di bawah sana… menjadi saksi bahwa perlahan kedua pipi Seolhwa memanas, menunjukkan semburat merah yang terlihat kontras dengan kulit putih pucatnya.

Baekhyun Sunbae… menyukaiku? Apa ini mimpi…?

Selama beberapa saat dalam keheningan, Baekhyun diam-diam mencubit pipi Seolhwa hingga yeoja itu terlonjak dan menoleh padanya, “Mwohaneun geoeyo (apa yang kau lakukan)?!” serunya kaget. Baekhyun terkekeh pelan.

“Ini bukan mimpi, Seolhwa-ya.”

“Bagaimana kau… kau bisa membaca pikiran, Sunbae?” serunya.

Baekhyun menggeleng seraya tersenyum penuh arti, “Tidak, seseorang memberitahuku.”

Seolhwa terdiam, berusaha mencerna kalimat yang sedikit membingungkan itu. Kini ia kembali dikejutkan oleh sisi aneh dari seorang Byun Baekhyun. Mulai sekarang, ia harus berhati-hati dengan pikirannya.

“Jadi… kau… adalah putri dari Vasílissa Alexis?”

Seolhwa kembali terdiam. Menurut legenda, pencarian putri Alexis termasuk alasan mengapa mereka datang ke Bumi. Apa itu berarti… ia harus menyerahkan diri?

“Kukira kau tidak mendengarnya seperti kesepakatan kita, ahaha… ha… joesonghaeyo, kadang-kadang aku bertingkah aneh. Yah… kau menemukanku.” lirihnya. Baekhyun menghela napas seraya mengusap lembut puncak kepala Seolhwa. Ia sangat mengerti perasaan itu. Perasaan yang sama ketika Sehun menemukannya. Kebingungan yang teramat sangat, dan akhirnya… menyerah. Melepas segala urusan di Bumi yang sebelumnya telah dibangun. Karena inilah takdirnya yang sesungguhnya. Takdir yang harus ia jalani.

“Apa ada yang ingin kau tanyakan? Tentang eomma-mu.”

Eomma. Kata itu terdengar asing di telinga Seolhwa. Ia bahkan tidak tahu seperti apa wajah wanita yang melahirkannya itu. Miris sekali, bukan?

Hanya ada satu pertanyaan yang muncul di benaknya. Satu pertanyaan yang sederhana, namun terdapat beribu makna di dalamnya. Satu pertanyaan… yang mungkin dapat mengubah segalanya.

“Mengapa… ia meninggalkanku?”

Seolhwa memandang nanar Baekhyun yang terhenyak. Sebuah pertanyaan yang tidak pernah ia harapkan keluar dari mulut Seolhwa. Selain karena ia tidak yakin bisa menjawabnya dengan benar…

Ia tidak ingin melihat yeoja itu terluka.

Kalýtera synantáme Adelfós Luhaṉra, kai as apantí̱soume se óles tis ero̱̱seis sas.” Baekhyun tersenyum jahil ketika dilihatnya Seolhwa mengernyitkan dahi. Tanda tanya besar terlukis jelas di wajah cantiknya. Baekhyun pun diam-diam merasa kaget karena lidahnya dapat mengucapkan bahasa itu dengan lancar. Bahasa yang sering Sehun, Luhan, dan Krystal ucapkan tanpa sedikit pun ia mengerti.

Melihat senyum jahil terkembang di wajah Baekhyun, Seolhwa menghembuskan napas panjang. “Seandainya konyaku penerjemah itu benar-benar ada… sunbae, kau bisa membuatku mati penasaran jika tidak segera mengetahui artinya!” serunya berlebihan. Baekhyun tertawa seraya menggenggam jemari Seolhwa dengan lembut. Setidaknya aku berhasil mengalihkan pembicaraan, batinnya.

“Ada penerjemah yang jauh lebih baik dari konyaku milik Doraemon itu. Kaja! Sebaiknya kita cepat sebelum hari semakin larut.”

‘Aku tidak pernah bilang—ya, Baekhyun-ah! Baekhyun-ah!!’

***

Luhan menghela napas. Namja itu lagi-lagi seenaknya menyiapkan rencana sendiri dan di saat yang sangat tidak tepat.

Di hadapan Luhan, Kai menyilangkan kedua tangannya di depan dada sembari menatap Luhan dengan segala pertanyaan yang membuatnya frustasi ketika berusaha mencari jawabannya sendiri.

  1. 1.       Park Chanyeol
  2. 2.       Luhan berbicara dengan siapa?
  3. 3.       Ritual aneh
  4. 4.       Kai dan nyeri pinggang yang dialaminya

Ketika ia mencatat pertanyaan itu satu-persatu, Kai telah menarik kesimpulan. Dan hal yang muncul pertama kali dalam benaknya…

Hyung itu sudah gila.

Ya, tentunya ia harus memastikan terlebih dahulu sebelum mengirim Luhan ke rumah sakit jiwa.

Luhan memutar kedua bola matanya. Jika aku gila, berarti kau juga gila karena kau adalah bagian dari kami, Jongin-ah.

“Sudah kubilang, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Biarkan Park Chanyeol menjalani hidupnya dengan damai dan tinggalkan dia sendirian. Aku baru pertama kali melihatmu begitu penasaran dengan urusanku.” dengan tenang, Luhan menghadapi Kai yang memandangnya sangsi.

“Karena kau pernah menyuruhku mencarinya, itu berarti Park Chanyeol adalah bagian dari urusanku juga, Hyung!”

Luhan menepuk dahinya, tampak frustasi. Ketika berhadapan dengan Kai, kadang ia berharap memiliki kekuatan sehebat Krystal yang sudah tahu di luar kepala apa yang akan dikatakan Kai dan tidak akan merasa terpojok seperti sekarang ini.

Jebal, Hyung… kau tidak percaya padaku? Bukankah kita sahabat sejati? Bahkan kita berbagi tempat tinggal dan pakaian dalam!” serunya. Luhan menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasa malu dengan tingkah Kai walaupun tidak ada siapa pun di sana selain mereka berdua.

Tapi Baekhyun semakin mendekat…

TING TONG

Luhan menghembuskan napas panjang. Mengapa namja itu cepat sekali datang?!

“Setan macam apa yang bertamu ke rumah orang selarut ini?!” oceh Kai seraya berjalan menuju pintu.

‘Baekhyun-ah, sebaiknya setelah ini kau singkirkan Jongin terlebih dahulu. Kau tidak ingin yeoja itu terganggu, ‘kan? Lagipula kita akan membicarakan hal yang mungkin berakibat buruk jika Jongin mendengarnya.’

Arasseo, Hyung. Kalau begitu… aku titipkan Seolhwa padamu. Ceritakan semua yang kau tahu tentang Vasílissa Alexis. Hal-hal yang baik tentunya.’

‘Serahkan semuanya padaku.’

Kai menggerutu ketika dilihatnya seorang makhluk yang sangat familiar berdiri di balik pintu bersama seorang yeoja. Makhluk yang lebih pendek darinya itu tersenyum cerah.

“Bacon Hyung! Yeogiseo mwohae (apa yang kau lakukan di sini)?” serunya. Baekhyun meringis, “Aku hanya ingin bertamu, Kkamjong.”

“Apa arlojimu mati, Hyung?”

“Tidak. Tapi ini sangat penting, Jongin-ah. Sebaiknya kau ikut aku.” Baekhyun menggenggam tangan Kai yang segera ditepis oleh sang empunya tangan.

“Tidak usah memegang tanganku seperti itu, kau membuatku takut. Memangnya kita mau ke mana? Apa ada toko atau mall yang masih buka pukul satu malam?” Baekhyun tersenyum penuh arti, “Ada satu tempat. Ayolah, Jongin-ah…” Baekhyun menunjukkan puppy eyes-nya, membuat Seolhwa—yang sedari tadi berada di sebelahnya—terpana oleh sisi lain dari Baekhyun. Sementara Kai mendengus, entah ada mantra apa dibalik sebuah aegyo yang membuatnya sering kali dimanfaatkan oleh Luhan.

Aish, arasseo. Lalu, Seolhwa Sunbae… tunggu dulu, bagaimana kau… bagaimana kau bisa bersamanya, Hyung?!” kedua alis Seolhwa bertautan, merasa tidak pernah mengenal sosok berkulit gelap di hadapannya itu.

“Ceritanya panjang. Di mana Luhan Hyung?”

“Masuklah selagi aku mengambil mantel. Luhan Hyung ada di dalam.” ujar Kai kemudian melebarkan pintu hingga terlihat seorang namja imut yang tengah duduk di sofa seraya tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya.

Annyeong!” Luhan beranjak dari sofa dan melangkah menuju pintu bersamaan dengan Kai yang meninggalkan mereka pergi ke kamarnya. Luhan melambaikan tangannya pada Baekhyun, lalu menoleh memandang Seolhwa dan membungkuk singkat. Seolhwa balas membungkuk dan tersenyum canggung.

Omo…” gumamnya nyaris berbisik. Baekhyun terkekeh pelan. Pesona Luhan tidak akan pernah tertandingi.

Luhan hanya tersenyum, “Ayo masuk! Di luar pasti sangat dingin,” Baekhyun mengangguk dan melepas sepatunya diikuti Seolhwa. Mereka kemudian menginjakkan kaki di atas lantai kayu rumah itu.

Seolhwa memandang sekelilingnya. Rumah itu didominasi oleh perpaduan cream dan cokelat yang membuatnya terkesan hangat. Segala penjurunya dipenuhi oleh perabotan yang membuatnya sempit, namun tertata dengan rapi, kecuali… gundukan kaus kaki di pojok ruangan. Seolhwa menatapnya jijik seraya membuang muka.

“Ah, itu milik Jongin! Dia… kadang-kadang memang seperti itu.” Luhan dengan cepat melesat menuju letak gundukan kaus kaki tersebut dan melemparnya dengan sempurna ke tempat sampah.

Seolhwa terdiam. Hei, ia tidak mengatakan apa pun mengenai kaus kaki itu. Bagaimana bisa namja ini tahu isi pikirannya?

…tunggu dulu.

You’re just too obvious.” bisik Baekhyun kemudian mengedipkan mata pada Luhan yang tersenyum penuh arti.

Seolhwa menyentuh kepalanya yang mendadak migrain akibat terlalu memaksakan diri untuk berpikir keras. Tiba-tiba, matanya menangkap sebuah simbol aneh yang terdapat di bawah telinga namja itu. Semacam tato yang sangat familiar.

Seolhwa menarik napas dalam-dalam. Namja ini adalah bagian dari penjaga Pohon Kehidupan.

Baiklah, kau baru bertemu dua orang, Seolhwa-ya. Kuatkan dirimu.

“Apa kau bag—” Luhan meletakkan telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan semuanya untuk diam. Kai keluar dari kamar dengan mantel tebal dan ransel kecil yang tersampir di pundaknya. Baekhyun melirik ke arah Luhan yang segera mengangguk, kemudian kembali menuju pintu.

Kaja. Luhan Hyung, aku pergi!”

***

Super awkward.

Berada satu ruangan bersama namja dan hanya ada kalian berdua di sana… Seolhwa tidak habis pikir. Baekhyun seenaknya saja meninggalkannya bersama orang asing yang bahkan ia tidak tahu namanya. Tapi… namja ini kelihatannya baik. Sekilas, tubuhnya juga dikelilingi cahaya putih bersinar. Tidak lebih terang dari milik Baekhyun, terkesan pucat namun bersinar lebih lembut.

Hoksi (apakah mungkin)… kau adalah bagian dari mereka?” Luhan mengangguk.

“Ah, aku lupa mengenalkan diri. Namaku Luhan, Telekinesis. Joesonghaeyo, aku bisa membaca pikiran dan bertelepati. ‘Seseorang yang memberitahu Baekhyun’  dan ‘penerjemah’ itu adalah aku.”

Seolhwa menjabat tangan Luhan yang terjulur lalu tersenyum, “Dan aku—”

“Choi Seolhwa. Seolhwa-ssi.”

Seolhwa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, gugup. Luhan mengetahui namanya—ya, tentu saja. Baekhyun pasti sudah memberitahunya. Atau mungkin ia mencaritahu sendiri.

“…ne, majayo (benar).”

Luhan tersenyum, “Baekhyun sengaja membawamu ke sini… agar aku bisa menjawab pertanyaanmu di jembatan tadi.”

Setelah berpikir keras bagaimana percakapan ini harus dimulai, akhirnya Luhan memilih untuk sedikit melenceng dari apa yang Baekhyun perintahkan agar percakapan ini tidak memakan waktu yang lama. Yeoja itu pasti canggung karena hanya ada dirinya di sini, terutama karena ia seorang namja.

Seolhwa menggigit bibir, ia masih belum yakin akan kuat mendengar semuanya. Tetapi ia tetap mengangguk ketika Luhan kembali tersenyum dengan indahnya.

Layaknya seorang malaikat.

“Seperti yang legenda katakan… Vasílissa Alexis adalah wanita berkebangsaan api atau yang kami sebut Pyrokinesis. Saat itu… seluruh exotics dilarang keras mendekati planet biru yang indah ini. Peraturan itu sudah ada sejak zaman leluhur kami. Tapi Vasílissa Alexis melanggarnya. Ia singgah ke Bumi, entah untuk apa. Eomma-mu menyamar menjadi seorang manusia yang bernama Kim Taeyeon. Lalu ia bertemu dengan appa-mu… dan berhubungan dengannya. Tentu saja Dewa sangat marah akan hal itu. Tapi karena kau sedang berada dalam kandungannya… maka Dewa memberi waktu sembilan bulan baginya untuk tinggal di Bumi. Oleh karena itu, ia meninggalkanmu setelah kau lahir. Tapi ketahuilah, Seolhwa-ssi, ia sangat menyayangimu.”

Seolhwa menunduk, berusaha menyembunyikan kristal bening yang mulai membasahi pipinya tanpa diminta. Tidak ada Ibu yang jahat di dunia ini, mungkin itu hanyalah kisah dongeng belaka yang sayangnya ia percaya sejak kecil. Eomma memiliki alasan untuk meninggalkannya. Mengetahui hal itu membuat beban di hatinya sedikit berkurang.

Luhan menyodorkan sebuah sapu tangan yang dengan sigap diraih oleh Seolhwa sebelum sesuatu yang cair keluar dari hidungnya ( ._.), “Gomawoyo. Aku akan mencucinya sampai bersih.”

Gwaenchanayo! Untukmu saja.” Seolhwa membungkuk sebagai pengganti rasa terima kasih sembari mengelap hidungnya. Luhan hanya mengangguk.

“Ehm… Seolhwa-ssi, kau mau kuantar pulang?”

***

…still very awkward.

Luhan menatap lurus ke arah jalanan yang sepi. Lagi pula siapa yang mau keluar malam-malam begini? Baekhyun dan Kai? Luhan menghela napas ketika ia kembali mengingat dua anak yang sering bertingkah konyol di luar perkiraan itu.

Sementara Seolhwa tampak sibuk berkutat dengan ponselnya. Siapa lagi kalau bukan appa tercinta yang tentunya khawatir pada yeoja itu.

From: Appa

‘Aku akan benar-benar membunuhmu jika kau tidak pulang sekarang juga, Choi Seolhwa. Ini peringatan terakhir.’

Seolhwa mencibir. Ancaman macam apa lagi ini? batinnya. Seolhwa segera mematikan ponsel dan mencabut baterai-nya.

‘Mengapa Appa dengan seenaknya menelepon Baekhyun Sunbae? Karena Appa telah membocorkan rahasiaku, aku tidak akan berbicara dengan Appa selama tiga hari!’ pikirnya kekanak-kanakan. Luhan hampir saja terbahak jika ia tidak segera mengendalikan diri dan kembali memusatkan diri pada jalanan yang sepi.

 ‘Ya, Luhan.’

Luhan menghembuskan napas panjang. Aish, dia sama saja dengan Baekhyun. Datang di saat yang sangat tidak tepat.

‘Aku dengar itu, Luhan.’

‘Tidak bisakah kau sopan sedikit? Aku ini lebih tua darimu! Adelfós Luhan.’ Luhan menggerutu.

‘Lupakan saja. Ide yang bagus, Luhan. Kau memang seharusnya mengantar gadis itu pulang. Baekhyun… anak itu benar-benar konyol. Membeli es krim di cuaca dingin seperti ini? Dan temannya yang bodoh ikut membeli es krim tersebut, bahkan memakannya duluan. Aku khawatir akan terjadi sesuatu dalam lima menit. Ya, aku sudah ada di Bumi. Sehun sedang dalam perjalanan ke rumahmu. Maaf, aku tidak sempat bilang bahwa kau tidak ada. Jangan tanya sekarang aku ada di mana. Aku sedang memantau Baekhyun dari kejauhan… terutama temannya itu. Ahaha… aneh sekali, seorang Krystal tidak tahu siapa nama teman tersebut. Identitasnya terkunci rapat.’

Luhan memijat pelipisnya. Mendengar Krystal berbicara adalah salah satu tantangan baginya karena diperlukan konsentrasi tinggi dalam mencerna tiap kata. Gadis itu menjawab seluruh pertanyaannya sebelum ia sempat membuka mulut.

‘Sebenarnya yang lebih bodoh adalah penjual es krim-nya. Aku bisa menjamin hanya dua es krim yang terjual hari ini. Baekhyun dan temannya itu. Hmm… maksudmu Kai? Ah, aku baru ingat kau tidak bisa melacaknya. Pantas saja.’

‘……Kai?’

Luhan mengangkat alis, ‘Kau benar-benar tidak tahu?’

‘…aku akan menghubungimu lagi. Sebaiknya kau cepat pulang sebelum Sehun sampai.’

***

Seorang namja berkulit gelap tampak menjilat es krim-nya, ia kemudian menjulurkan lidah kedinginan dan mendecak kesal ke arah seorang namja imut yang melemparinya dengan bola salju.

Hyung, keumanhae (berhenti)!”

Melihat ekspresi yang terlihat konyol di matanya itu, tak ayal membuat seorang yeoja yang bersembunyi di tikungan gelap tak jauh dari mereka tersenyum geli. Mengamati gerak-gerik namja itu membuatnya merasa tertipu. Saat pertama kali bertemu, namja itu terlihat cool dan gentle, namun lihatlah…

He’s actually a child at heart.

Namun tetap saja, sebagian dari dirinya bersyukur akan hal itu. Setelah sepanjang hidup menghabiskan waktu bersama kakak yang selalu berwajah datar dengan alis bertaut, lalu Sehun yang serius dan jarang tersenyum. Ia akhirnya menemukan seseorang yang berbeda.

“Apa ini yang kau maksud sangat penting, Hyung? Sejak tadi kita hanya makan es krim dan perang salju! Membuang waktuku saja.”

“Tapi kau suka, ‘kan, Jongin-ah~?”

Aish. Keurae, keurae.”

“Kim Jongin akhirnya mengaku bahwa ia kekanakan.”

Ya, Hyung!”

Kim Jongin.

Yeoja bermata biru laut itu kemudian terdiam. Bibirnya bergerak mengucapkan sesuatu meski tenggorokannya tercekat, seolah sedang berkelahi dengan benaknya sendiri.

Tangannya mengepal kuat, berusaha menahan bulir air mata yang begitu mendesak ingin keluar.

“Kau dilarang jatuh cinta oleh penjaga Pohon Kehidupan, siapa pun itu. Oleh karena itu jaga jarak lah dari mereka, kecuali Kris tentunya. Dan Sehun… aku yakin kau tidak akan jatuh hati padanya. Tapi ingat, Krystal Wu… jangan pernah sekalipun mencoba. Setelah kau berada di Bumi, kau akan menghadapi rintangan lebih berat dari ini.”

Ditatapnya lekat namja itu untuk kesekian kalinya, mencoba menelusup ke dalam pikirannya. Untuk seorang clairvoyant  hal itu mudah untuk dilakukan… tetapi kekuatannya melemah ketika berhadapan dengan namja itu.

Kai. Sang Teleportation.

Pandangan matanya kemudian menengadah ke arah langit, mencari petunjuk di antara ribuan bintang yang bersinar di langit Seoul malam ini. ‘Sekali ini saja, Mama…’

Seolah membalas perkataannya, di langit muncul barisan awan gelap yang membentuk sebuah segitiga raksasa. Segitiga itu kemudian membentuk sebuah pusaran tepat di tengahnya, diiringi dengan bunyi gemuruh yang mengerikan.

Keyhole.

Aish, chuwo (dingin)!’

Yeoja itu tercengang ketika mendapati bahwa dirinya tengah menguasai pikiran Kai sepenuhnya.

Baiklah, ia akan mencoba bertelepati dengannya.

‘Kai, pulanglah ke rumah. Mereka akan berkumpul di sana dan semua pertanyaanmu akan terjawab.’

Kai’s Side

Kai meraba tengkuknya ketika sebuah suara lembut seolah berbisik di telinganya. Ia menoleh ke arah Baekhyun, satu-satunya orang yang patut dicurigai. Tapi ia yakin Baekhyun tidak melakukan apa pun…

Lalu siapa?

Sekujur tubuh Kai merinding. Ia paling takut pada makhluk semacam ‘itu’. Ia harus segera pulang ke rumah. Ditariknya lengan Baekhyun dan berlari sekencang mungkin, tanpa sedikit pun menghiraukan protesan si empunya tangan.

***

“Kau sudah sampai sejauh ini, Yeol-ah. Apa kau yakin?”

Chanyeol mendesah kesal seraya merapatkan mantelnya. Mendengar pertanyaan itu diulang untuk kesekian kalinya membuat hatinya bimbang.

Haruskah?

“Sudahlah, Bae Suji. Biarkan saja dirinya sendiri yang memutuskan,” dari belakang, seorang yeoja paruh baya menimpali sembari meneliti berkas-berkas milik Chanyeol. Dalam hati, Chanyeol menyetujui kalimat itu. Itulah isi hatinya yang sebenarnya. Ya, sudah saatnya ia melepaskan diri dari semua ini. Tekadnya sudah bulat.

“Park Chanyeol, kau benar-benar menyusahkanku. Mengapa mendadak sekali? Lagipula ini sedang libur musim dingin.” lanjut yeoja itu kemudian memandang Chanyeol penuh tanya.

Jeongmal joesonghamnida, gyojang seonsaengnim (kepala sekolah).” Chanyeol membungkuk.

Suzy memilin rambutnya, kebiasaannya jika sedang cemas. Ia tidak bisa membiarkan Chanyeol berhenti sekolah begitu saja. Ujian nasional akan segera dilaksanakan setelah libur musim dingin berakhir (ngasal oke). Dan… akan pergi kemana anak itu tanpa dirinya?

Ia kemudian menarik Chanyeol keluar dari ruang kepala sekolah. Chanyeol memandangnya nanar.

Wae irae (mengapa kau melakukan itu), Park Chanyeol?”

Chanyeol menggenggam erat ransel yang ia jinjing, berusaha menghindar dari kenyataan bahwa ia sangat ingin merengkuh yeoja itu ke dalam pelukan.

“…ini bukan jalan hidupku yang sebenarnya, Suzy-ya.”

Dengan mata berkaca-kaca, Suzy memutar badannya memunggungi Chanyeol sebelum air matanya bobol.

“Lalu apa yang terjadi dengan janji-janji itu? Kau akan selalu ada di sini, kau akan… menikahiku. Kau ingat itu? Aha, aku benar-benar babo. Kukira kau benar-benar akan melakukannya.”

Chanyeol terhenyak. Ia bahkan tidak ingat pernah mengucapkan janji semacam itu.

Chanyeol jahat.

“Aku…”

“Aku rindu Park Chanyeol kecil-ku. Park Chanyeol yang penurut dan selalu berjanji tidak akan meninggalkan Suji seorang diri.”

Chanyeol mengepalkan kedua tangannya, berusaha menahan perasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Bagamaina ia bisa maju jika yeoja itu terus mengekangnya? Namun di satu sisi… ia sangat ingin Suzy melakukannya. Menariknya pergi dari takdir yang sesungguhnya. Takdir sebagai penjaga Pohon Kehidupan yang sepanjang hidupnya hanya memusatkan diri pada pohon tua itu.

Tidak, Chanyeol yang babo.

“Aku juga rindu Bae Suji kecil-ku. Bae Suji yang menghormati semua keputusan Chanyeol dan selalu menyemangatinya.”

Suzy tersenyum pahit, membiarkan cairan bening itu terus mengalir. Dan ia berharap, dengan itu… semua beban di hatinya ikut mengalir bersamanya.

Keurae. Pergilah. Pergi ke jalan hidupmu yang sebenarnya, dan berbahagialah… tanpa diriku. Mianhae, selama ini aku hanya menjadi beban untukmu.”

Hati Chanyeol mencelos. Tidak, ia tidak mengharapkan ini. Ia tidak pernah mengharapkan ini.

Namun cepat atau lambat ia harus melakukannya. Meninggalkan semua urusan Bumi, siap tinggal dimana pun Luhan memintanya, melatih kekuatannya, dan… hidup sendirian tanpa Suzy.

Hanya ada satu pertanyaan yang muncul di benaknya. Satu pertanyaan yang sederhana, namun terdapat beribu makna di dalamnya.

Chanyeol melingkarkan kedua tangannya di pinggang Suzy, membuat yeoja itu sedikit terlonjak.

“Apa kau mau ikut bersamaku?”

Satu pertanyaan… yang mungkin dapat mengubah segalanya.

-TBC-

 

 


Gold Cage (Chapter 3)

$
0
0

Title: Gold Cage (Part 3)

Author: Lee Yong Mi / @YongMiSM

Cast: Akan diketahui di setiap chapter

Genre: Romance, Angst, Action, Family, Tragedy

Rating: Mature

Length: Chapter

Disclaimer:

Semua cast milik Tuhan YME  Oh ya, disini karakter Seohyun akan berubah nama menjadi Kim Seohyun, karena penyesuaian dengan alur cerita. Happy reading readers

NOT FOR SILENT READERS AND PLAGIATOR PLEASE

 

gold-cage (3) 

 

Prince Charming… or King of Bed?

Kim Ah Young

Dan akhirnya, setelah usahaku untuk terus kabur-dan ternyata tidak berhasil-, aku pun menginjakkan kakiku di rumah Luhan. Dalam waktu beberapa menit lagi, aku dapat bertemu dengan Seohyun eonni…

“Kau memang tidak akan dapat kabur dari Tuan Xi.”

Wajah menyebalkan Kim Jong In pun muncul di balik pintu ruangan dimana aku dikurung-yeah, baru tiba disini saja aku langsung dikurung.

“Diam kau, Kim Jong In.” Ucapku seraya berdiri. Aku berjalan ke arah meja rias dan menatap pantulan wajahku sendiri di depan kaca. Rambut yang berantakan, baju kebesaran-milik Kris…

Kris.

Apakah terlalu kejam baginya karena semua perkataanku itu? Tapi… itu untuk melindunginya juga… Dia harus membenciku, karena jika ia mencintaiku… itu sama saja dengan membawanya masuk ke dalam masalah ini.

Cukup aku saja yang menanggungnya.

Pluk.

Tiba-tiba saja  Jong In mendudukkanku di depan meja rias. Tangannya meraih sebuah alat make up.

“Kau kusam.”

Rasanya aku ingin membunuh bocah ini.

“Biarkan seorang butler membantumu, Nona.”

Jong In mengikatkan dasi-yang tadi ia pakai-menutupi mataku. Aku sedikit memberontak, namun sebuah sapuan yang lembut di pipiku membuatku terdiam.

“Diam dan tenanglah.”

Cukup lama Jong In melakukan permak pada wajahku, sampai akhirnya dia menarikku berdiri dan melemparku ke atas tempat tidur.

“YAK NEO-“

Breett (?)

Baju yang kukenakan robek. DASAR KIM JONG IN BRENGSEK!!

“Diamlah!” bentak Jong In dan kurasakan ia memakaikan sebuah baju padaku. Dia kembali menarikku berdiri dan melepas ikatan dasinya dari mataku. “Lihat dirimu di depan cermin!”

Aku menoleh ke arah cermin dengan malas, namun mataku membulat ketika melihat penampilanku sekarang. Rambutku disanggul ke atas dengan rapi, wajahku dirias sedemikian rupa sehingga aku… terlihat cantik… Aku pun mengenakan gaun coklat yang lebar di bagian bawah, dengan panjang gaun dibawah lutut.

“Sekarang kau terlihat… lebih pantas menjadi Nona Xi.”

Aku melihat raut wajah Jong In berubah. Dia mengalihkan pandangannya dariku dan berjalan pergi. Ada apa dengannya?

Prok prok prok…

Tidak kuduga, Luhan muncul dan dia tersenyum ‘puas’ melihatku.

“Lihat, calon istriku sangatlah cantik…” ucapnya dengan senyum yang memuakkan.

Dia adalah oknum yang memisahkanku dengan orang-orang yang kusayangi.

“Aku tidak akan menikah denganmu.” Ucapku datar. Luhan justru berjalan menghampiriku dengan wajah penuh percaya diri.

“Kau pasti akan menikah denganku.” Bisik Luhan yang kubalas dengan tatapan membunuh. Ia tertawa seraya berjalan keluar dari kamar ini, dan kemudian… sesosok perempuan yang sangat kurindukan berjalan masuk ke dalam.

Seohyun eonni…

“Eonni!” ucapku seraya ingin memeluknya, namun ia justru mendorongku kasar.

“Kenapa kau berada disini?” tanya Seohyun eonni sinis. Aku menatapnya tidak percaya.

“Eonni… Ini aku, eonni! Aku Ah Young, adik eonni! Eonni tidak mengingatku?”

“Kau justru mengganggu kebahagiaanku disini.”

Rasanya ada sesuatu yang menghujam tubuhku. Sakit… terlalu sakit…

“Kau mengganggu kebahagiaanku, Luhan, dan anak yang sedang kukandung.” Ucap Seohyun eonni bertambah sinis, sedangkan aku terperanjat.

“Kau… sedang hamil, eonni?!!”

+++

Kim Seohyun

Aku harus membuat Ah Young kabur dari sini!

“Eonni!”

Ah Young bergerak, ingin memelukku, namun aku mendorongnya kasar. Mianhae, saengie…

“Kenapa kau berada disini?” tanyaku dengan nada sesinis mungkin. Ah Young menatapku tidak percaya.

“Eonni… Ini aku, eonni! Aku Ah Young, adik eonni! Eonni tidak mengingatku?”

Ah Youngie… Tentu saja eonni mengingatmu! Kau satu-satunya orang yang eonni sayangi… Tidak mungkin eonni melupakanmu begitu saja!

“Kau justru mengganggu kebahagiaanku disini.”

Kebahagiaan? Tidak, Ah Youngie. Aku tidak bahagia disini.

“Kau mengganggu kebahagiaanku, Luhan, dan anak yang sedang kukandung.” Ucapku sinis, walau sebenarnya aku menahan air mataku agar tidak tumpah.

“Kau… sedang hamil, eonni?!!”

Aku berbalik pergi, dan disaat itulah pertahananku runtuh.

“Kau hanya mengganggu.”

+++

Yura terduduk di atas lantai. Setelah kepergian Seohyun, kini ia menyadari satu hal.

Percuma bahwa ia berusaha untuk kembali ke Korea, menemui Seohyun dan berniat untuk membawanya kabur, jika ternyata Seohyun lebih bahagia bersama Luhan dibandingkan bersamanya.

So… I’m just wasting my time here.

Tangannya terkepal. Ia merasa kesal, bukan pada Seohyun, melainkan pada dirinya sendiri.

If i came faster…” gumamnya. “Kau pasti bisa kubawa pergi, eonni. Tapi karena semua seperti ini…”

Yura melompat ke arah jendela. Dia melihat tinggi jendela kamarnya tersebut dari atas tanah sekitar 4 meter.

“Aku tidak bisa menetap di tempat ini lagi.”

Dan ia melompat turun.

+++

Kim Ah Young

Siasat kaburku berjalan dengan lancar. Tidak ada pengawal Luhan yang mengetahui bahwa aku kabur.

What the hell is that?!

Aku menoleh karena mendengar suara yang familiar bagiku. Mataku terbelalak melihat seorang namja yang sedang menggerutu di tepi jalan.

“Jong Dae oppa!!”

Namja itu menoleh ke arahku. Dia pun ikut terbelalak.

“Ah Young-ah!!”

Tanpa mempedulikan kopernya, dia berlari ke arahku dan memelukku erat.

“Bogoshippo! Jeongmal bogoshippo!!” ucap Jong Dae oppa.

“Nado bogoshippo, oppa!” balasku, dan kurasa orang yang melihat kami menganggap kami sebagai sepasang kekasih yang telah lama tidak bertemu.

Bletak!

“Auw!” ringisku karena Jong Dae oppa justru memukul kepalaku.

“Kau kemana saja, hah?! Kau kira aku tenang saja di Belanda karena kau pergi dengan tiba-tiba? Kau kemana saja??” tanya Jong Dae oppa dan dia mencubit lenganku.

“Yak, oppa! Appo!!” ucapku dan aku segera memukul tangannya.

“Bagaimana mungkin aku bisa tenang sekarang? Aku baru saja menemukan belahan jiwaku yang telah hilang!”

 

Baiklah, ada yang ingin bertanya sesuatu?

Kim Jong Dae, dia adalah temanku selama di Belanda. Kami sering kabur bersama dari asrama, karena itulah kami menjadi akrab. Dia sering menggodaku dengan memanggilku sebagai ‘pasangannya’, ‘belahan jiwanya’, ‘orang yang akan ia nikahi di masa depan’.

Asal kalian tahu saja, dia hanya menganggapku sebagai adik.

“Ini.”

Jong Dae oppa memberiku sebuah kaleng minuman. Aku mengambil kaleng itu.

“Gomawo, oppa.” Ucapku yang dibalas dengan senyuman. Dia duduk di sebelahku.

“Hey, karena aku baru saja kembali ke Korea setelah belasan tahun, bagaimana kalau aku menginap di rumahmu untuk sementara?”

Dengan cepat aku menggeleng.

“Andwae!! Eh, maksudku, tidak bisa!” ucapku panik. Bagaimana kalau Jong Dae oppa tahu bahwa aku tidak punya tempat tinggal?

“Haha, aku hanya bercanda. Sekarang aku harus pergi ke Busan, karena aku akan menginap di rumah temanku disana. Kau ingat Min Seok dan Yixing, bukan?”

Min Seok dan Yixing. Ya ya, mereka adalah dua namja ter-pervert yang pernah kutemui. Mereka hampir saja menyentuhku jika Jong Dae oppa tidak dengan cepat menghalangi mereka dan mengatakan bahwa aku adalah ‘pacarnya’.

“Ne, aku tahu.” Balasku dan aku kembali melamun. Bagaimana langkah selanjutnya yang akan kulakukan? Aku tidak punya tempat tinggal, dan tidak mungkin aku menemui Sehun, Baekhyun, Chanyeol, maupun Kris. Setelah berusaha menghindarkan mereka dari masalahku, apa aku harus melibatkan mereka lagi?

“Ah Young-ah, waeyo? Kau ada masalah?”

Seperti biasa, Jong Dae oppa dapat menebak semuanya.

“Oppa, aku ingin bercerita.” Ucapku cepat. Jong Dae oppa mengangguk seraya mengusap rambutku lembut.

“Ceritakan saja. Oppa siap mendengar ceritamu.” Ucap Jong Dae oppa. Dia menepuk dadanya bangga, membuatku tertawa kecil.

“Begini, oppa…” aku mulai menceritakan masalahku padanya. Jong Dae oppa mendengarku dengan seksama, sampai aku melihat sebuah senyum nakalnya lagi.

“Saranku, lebih baik kau kembali kesana.”

Aku terperanjat mendengar ucapan Jong Dae oppa. Dia memintaku untuk kembali ke tempat-yang-sangat-tidak-ingin-kumasuki-lagi.

“Tapi…”

Senyuman nakal itu berubah menjadi wajah jahil.

+++

Kim Seohyun

Luhan dan Jong In tampak panik mencari Ah Young yang kabur.

Aku menghela nafas lega. Setidaknya Ah Young tidak akan menikah dengan Luhan, sehingga dia tidak perlu merasakan bagaimana kejamnya Luhan di atas tempat tidur.

Sudah pernah dikatakan bahwa julukan Luhan adalah ‘King of Bed’, bukan? Maksud dari ‘King of Bed’ adalah, dia benar-benar bertingkah seperti seorang Raja di atas tempat tidur. Jika kau tidak menuruti perintahnya, maka kau akan mendapatkan hukuman.

Hukumannya itu bukanlah hukuman biasa. Ia akan menyerangmu dengan ganas, membuatmu tidak akan dapat beranjak dari atas tempat tidur keesokan harinya dan Luhan akan menyerangmu-lagi.

Jadi, ‘King of Bed’ mempunyai dua makna yang berbeda.

“Aku pulang!”

Apa?

Ah Young melangkah masuk dengan santai, kemudian dia mengemukakan satu pertanyaan yang membuatku sangat ingin membunuh diriku saat ini juga.

“Jadi, Xi Lu Han, kapan kita menikah?”

+++

2 days later…

Wedding’s day

Yura menggigit kukunya takut. Sebentar lagi ia akan menikah, tapi orang yang ditunggunya sedari tadi belum datang juga!

Ceklek.

Pintu terbuka dan Yura melihat Luhan berjalan masuk. Ia segera berdiri dan berjalan menjauhi Luhan dengan perlahan, agar Luhan tidak menyadari bahwa ia merasa takut sekarang.

“Yura, kemarilah.”

Yura menggigit bibir. Ia tidak tahu apakah ia harus menuruti ucapan Luhan-yang terdengar seperti perintah-atau tetap berdiri disana, menantikan seseorang untuk datang.

“Jangan menggodaku.”

Grep.

Luhan menarik Yura dengan mudahnya dan mendorongnya ke atas tempat tidur. Yura terkejut dan berusaha melawan, namun Luhan telah menahan kedua lengannya.

“Yak! Xi-Xi Lu Han!” ucap Yura panik, sedangkan Luhan hanya menunjukkan smirk-nya.

“Wae? Takut, hm?”

Yura bergidik ketika Luhan menciumi rambutnya, terus turun ke dahi, dan hampir saja menyentuh bibirnya jika ia tidak berhasil mendorong Luhan dengan kuat.

“XI LU HAN! KITA BELUM MENIKAH!”

Luhan terpana sesaat mendengar bentakan Yura, namun kemudian ia tersenyum seraya berdiri. Ia mengulurkan tangannya dan membantu Yura berdiri.

“Jaga dirimu dengan baik, ne? Jangan sampai kau nanti tidak sehat.”

Dan dengan lembut, Luhan mencium puncak kepala Yura, membuat yeoja itu terdiam.

“Nanti calon bayi kita akan sehat jika Ibunya sehat.”

Luhan mengacak-acak rambut Yura seraya tertawa kecil, kemudian dia berjalan keluar dari kamar Yura, meninggalkan yeoja itu dengan jantung yang berdebar cepat.

‘Apa ini…?’ batin Yura seraya memegang dadanya. ‘Rasa apa ini…?’

Tuk tuk!

Yura segera menoleh dan ia melihat Jong Dae berdiri di depan pintu balkon kamarnya. Akhirnya! Orang yang ditunggu Yura pun datang!

+++

Kim Ah Young

Aku segera berlari ke arah balkon dan membuka pintunya. Jong Dae oppa menghambur ke dalam pelukanku.

“Oppa! Kenapa kau terlambat? Bukankah kau seharusnya datang 10 menit yang lalu?” tanyaku. Dia melepas pelukanku dan menatapku cemas.

“Tadi disaat aku mau masuk, aku melihat Luhan juga masuk ke dalam. Dia tidak melakukan apa pun padamu, bukan? Dia menyentuhmu? Dia membentakmu?” balas Jong Dae oppa khawatir. Aku segera menggeleng.

“Aniyo, oppa! Sudahlah, sekarang apa kita akan menjalankan rencana kita atau tidak?”

“Tentu saja, Princess. Min Seok dan Yixing telah bersiap di bawah.” Jawab Jong Dae oppa. Aku membuka gaun pengantinku dengan santai. Tentu saja aku tenang, karena aku mengenakan pakaian lain di  balik gaun pengantinku! Aku mengenakan baju berwarna hitam yang panjangnya di atas lutut 10 sentimeter dan legging hitam panjang yang memudahkanku untuk bergerak.

“Aku siap, oppa.” Ucapku seraya menarik sesuatu yang menyanggul rambutku ke atas. Rambutku pun jatuh terurai dengan lembut, membuat Jong Dae oppa terpana sesaat. Aku segera menariknya keluar balkon.

“Oppa, bagaimana caramu dapat naik ke atas sini?” tanyaku seraya menatap ke arah tanah yang berjarak sekitar 3 meter. Jong Dae oppa memukul kepalaku.

“Kau lupa, huh? Bukankah sejak dulu kita selalu kabur bersama-sama dari asrama?!” balas Jong Dae oppa. Oh iya, aku melupakannya…

“Hehe, mian oppa.”

“Kajja! Karena kau telah mengganti kostum badut tadi dengan baju yang tampak elegan, ada baiknya kita segera kabur sekarang. Kajja?”

Jong Dae oppa mengulurkan tangannya padaku. Aku segera meraihnya dan tersenyum.

“Kajja, oppa!”

+++

Kim Jong In

Aku melangkah ke arah ruang tunggu mempelai wanita. Disini, aku ditugaskan oleh Tuan Xi untuk membawa mempelai wanita menuju altar. Menyakitkan, tapi aku harus melakukannya.

Ceklek.

“Nona Kim, sekarang-“

Aku terbelalak melihat ruangan tersebut kosong dan pintu balkon terbuka lebar. Ah Young kabur lagi! Dan lebih parah, dia kabur di saat pernikahannya!

 

Buaakk!!

Sebuah pukulan yang kudapatkan setelah melapor apa yang terjadi. Tuan Xi benar-benar marah padaku.

“KENAPA KAU LENGAH, KIM JONG IN?!!”

Dan lagi, sebuah pukulan mendarat di tubuhku.

“KAU SEHARUSNYA MENJAGA KIM AH YOUNG!! LIHAT SEKARANG, DIA KABUR LAGI! KAU MAU BERTANGGUNG JAWAB ATAS KABURNYA DIA?!!”

Aku hanya menunduk.

“Maafkan saya, Tuan Xi.”

Buaakk!!!

“Sekarang aku tidak mau tahu.” Ucap Tuan Xi. Dia menekan bel di atas mejanya dan kemudian muncul seseorang dari balik pintu.

Anda memanggil saya, Tuan?” ucap orang itu dengan Bahasa Mandarin yang kental.

Ya. Cari Kim Ah Young.” Perintah Tuan Xi. Namja itu mengangguk, kemudian dia melangkah pergi. Tuan Xi mengalihkan pandangannya padaku.

“Kau akan kuhukum, Kim Jong In. Hukuman mati dalam 1 minggu.”

Aku tidak dapat melawan.

+++

Kim Ah Young

Menatap pemandangan di luar jendela mobil. Aku merasakan ada sesuatu yang tertinggal disana, namun… aku tidak tahu apa yang kutinggalkan.

“Ah Young-ah, kau melamun?”

Aku menoleh ke arah Jong Dae oppa. Wajahnya terlihat khawatir.

“Hm, aku hanya memikirkan sesuatu, oppa.” Jawabku.

“Wajahmu pucat, kau sakit?” tanya Min Seok seraya fokus mengendarai mobil ini.

“Aniyo, aku tidak sakit.”

“Apa kau sedang sedih?” tanya Yixing yang menoleh ke arahku. Aku menggeleng.

“Aniyo, aku-“

“Jangan mengerubunginya dengan berbagai macam pertanyaan.” Ucap Jong Dae oppa seraya menarikku mendekatinya. “Lebih baik kau tidur dulu, Ah Young-ah. Perjalanan ini masih panjang.”

Aku mengangguk, kemudian menyenderkan kepalaku di bahunya. Semoga tidak ada hal buruk lagi yang terjadi…

 

“Kita sudah sampai!”

Aku membuka mataku perlahan. Yang pertama kali kulihat adalah wajah Jong Dae oppa yang sedang tersenyum.

“Ayo, kita masuk ke dalam. Segala keperluanmu yang lain akan kubelikan.” Ucapnya. Dia membantuku untuk keluar dari mobil, kemudian menuntunku masuk ke dalam rumah yang cukup besar itu. Min Seok dan Yixing menyambutku di depan sebuah kamar.

“Ini kamarmu! Kamar kita bersebelahan, Ah Young-ah!” ucap Yixing antusias, membuatku mencurigainya apakah ia mempunyai maksud tertentu untuk meletakkan kamarku di sebelah kamarnya.

“Sudah! Kalian jangan mengganggunya! Istirahatlah, Ah Young.”

Jong Dae oppa menarik Min Seok dan Yixing menjauh dariku. Aku tertawa kecil melihat tingkah laku mereka, seakan bersama dengan teman lama. Aku merindukan saat-saat seperti ini.

+++

Kim Seohyun

Ah Young kabur lagi. Tepat di hari pernikahannya. Dan sebagai akibatnya?

Luhan membantaiku habis-habisan. Aku tidak dapat berangkat lagi dari atas tempat tidur akibat ulahnya itu.

Tapi tidak apa-apa.

Selama Ah Young selamat dari cengkraman Luhan, aku akan tetap tenang. Aku… rela mengorbankan diriku untuk Ah Young.

Mom!

Albert melompat ke atas tempat tidur dan memelukku erat. Aku bersyukur karena aku telah mengenakan baju-meskipun tempat tidurku sekarang sangatlah berantakan dan lengket.

Why, dear?” tanyaku seraya mengusap rambutnya.

Mom, why would father marry that girl? Well, I know that the married has canceled, but before that, I saw a man jumped up the balcony! After that, the man and the girl jumped out and ran away!

Seorang laki-laki? Membawa Ah Young pergi?

Siapa dia?!

+++

Pagi hari yang begitu cerah bagi Yura.

“Pagi~”

Yura menoleh dan melihat Min Seok berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia membawa sebuah nampan dengan satu piring berisi nasi kimchi dan segelas susu.

“Kau belum sarapan, bukan?” tanya Min Seok seraya meletakkan nampan itu di atas meja. Yura mengangguk pelan. Ia menghampiri Min Seok, sedangkan Min Seok memberikan piring itu kepada Yura.

“Gomawo, Min Seok-kyaaaa!!!”

Secara tiba-tiba, Min Seok mendorong Yura ke atas tempat tidur sehingga nasi kimchi di piring itu berhamburan di atas tempat tidur.

“Waah…”

Yixing melangkah masuk dengan ekspresi yang pernah Yura lihat sebelumnya.

Ekspresi itu adalah ekspresi yang sama dengan saat dimana mereka hampir menyentuh Yura dulu.

“Kau sedang ingin bermain disaat Jong Dae tidak ada?” tanya Yixing yang membuat kepanikan Yura bertambah. Jika bukan Jong Dae, siapa yang akan menolongnya?!

PRANG!!

Jendela kamar itu pecah karena ada seseorang yang mendobraknya dengan paksa. Dalam satu gerakan kilat, Min Seok dan Yixing berhasil disingkirkan menjauh dari Yura.

Yura sendiri melihat dengan samar, seorang namja berambut pirang yang membelakanginya.

“Kalian…” ucap namja itu dengan suara datar. “… jangan pernah menyentuh yeoja ini walau hanya dengan ujung kuku kalian sekalipun!”

Namja itu hampir saja melayangkan tinjunya pada Min Seok dan Yixing jika Yura tidak segera menahannya.

“Hentikan!” ucap Yura cepat. Dia memutar tubuh namja itu, dan matanya melihat sebuah wajah… yang tertutupi oleh sebuah topeng di bagian matanya.

“Nu… gusseo?”

Namja itu tidak menjawab, ia justru melompat keluar dari jendela dengan cepat. Yura bergegas menyusulnya, akan tetapi namja itu telah menghilang.

+++

Kim Ah Young

Min Seok dan Yixing tidak akan pernah berubah, oleh karena itu aku memutuskan… untuk kembali pada Sehun, Baekhyun, dan Chanyeol. Bagaimana pun, aku juga harus memastikan apakah mereka baik-baik saja setelah aku kabur dulu?

“Jong Dae oppa!” ucapku ketika Jong Dae oppa telah pulang. Min Seok dan Yixing sama sekali tidak berani mendekatiku. “Oppa, aku mau menemui Sehun, Baekhyun, dan Chanyeol!”

Jong Dae oppa mengernyit. “Siapa mereka, Ah Young-ah?”

“Mereka semua temanku! Selama aku berada disini, merekalah yang menolongku! Jebal, oppa… Aku harus bertemu dengan mereka dan memastikan mereka baik-baik saja!” ucapku sedikit memaksa. Jong Dae oppa melirik jam tangannya.

“Aku tidak bisa menemanimu sekarang… Ada banyak hal yang harus kulakukan. Min Seok-ah! Yixing-ah! Kalian bisa menemani Ah Young, bukan?” tanya Jong Dae oppa pada dua orang itu. Andwae! Aku tidak mau dua orang itu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan!

“Ka, kami tidak bisa…” ucap Min Seok gelagapan. Sepertinya mereka masih trauma akan kejadian tadi.

“Oppa! Kalau begitu aku pergi sendiri sa-“

“ANIYO!” potong Jong Dae oppa cepat. “Setelah apa yang terjadi padamu-dikarenakan oleh namja bernama Luhan tersebut-aku tidak akan membiarkan kau pergi sendirian! Kau bisa ditangkap olehnya!”

“Tapi aku harus benar-benar menemui mereka, oppa…” ucapku setengah memohon, namun Jong Dae oppa menggelengkan kepalanya dengan tegas.

“Shireo! Kau tetap di kamarmu!”

Inilah kenapa aku tidak menyukai saat Jong Dae oppa terlalu mengekang.

“OPPA JAHAT!”

Brak brak brak brak BLAM!

+++

Next morning

Tap tap tap…

Sehun melangkah keluar dari dorm-nya, namun seketika langkahnya terhenti ketika melihat seorang yeoja berdiri di hadapannya.

“Annyeong… Sehun-ah.”

Chanyeol dan Baekhyun yang juga mengikuti Sehun melangkah keluar dorm pun terpana melihat yeoja itu.

“Chanyeol-ah, Baekhyun-ah, apa kabar?”

Yeoja itu sedikit salah tingkah. Yah, semua dikarenakan ia tampak sangat kotor. Bajunya sendiri robek di beberapa bagian, dan rambutnya pun sangat berantakan. Tangannya menggenggam sebuah tas kecil.

“Ah Young noona!!”

Baekhyun melompat terlebih dahulu dan menuntun Yura untuk masuk ke dalam. Chanyeol segera berlari ke arah dapur untuk membuat segelas teh, sedangkan Sehun hanya berdiri menatap Yura. Di dalam hatinya, ia merindukan sosok itu.

“Ah Young-ah, kau baik-baik saja?” tanya Baekhyun khawatir.

“Ne, noona! Kudengar kau hampir menikah dengan Luhan, tapi kau kabur! Benarkah?” tanya Chanyeol tidak kalah khawatir. Yura bingung ingin menjawab pertanyaan yang mana karena Baekhyun dan Chanyeol terus menanyainya, sampai Sehun secara tiba-tiba menarik Yura dan memeluknya erat.

“Ah Young noona, bogoshippo…”

Yura sedikit terkejut, namun dia justru membalas pelukan Sehun dan berkata dengan jahilnya,

“Kau tidak apa-apa memeluk gumpalan kotor ini?”

+++

Tanpa mereka berempat sadari, ada seorang namja yang sedari tadi mendengar percakapan mereka dari balik pintu.

“Ah Young…” gumam namja itu pelan. Ia memainkan foto di tangannya, foto dari seorang Kim Ah Young. Terdengar desisan aneh dari bibirnya.

“Akhirnya aku menemukanmu.”

 

TBC

 


Tried to Walk (Chapter 1)

$
0
0

Title: Tried to walk

Length: Multi Chapter

Chapter: 1 (Ongoing)

Author: @imkyuminca

Genre: family, Drama, Romance

Main Cast: Park Suki (You), Lee Taemin & Kim Jongin (Kai)

Support Cast: Kris (EXO-M), Onew (SHINee) &  Min Chaerin

 “Kalian cepat cari dia sampai ketemu” perintah seorang lelaki tua dengan nada cukup panik.

“appa, dia tidak mengangkat telponnya ini sudah lebih dari 5 kali aku berusaha menghubungi nya” sahut seorang lelaki muda yang sedari tadi mondar-mandir dengan menunjukkan ekspresi yang gelisah

“terus telpon dia kris….dan segera kau cepat ambil mobil mu dan kau juga cari dia. Appa bersama tuan kim juga akan mencari nya”

“baik appa” sahut kris yang sekarang telah berlari menuruni tangga perkarangan rumah nya menuju garasi. Dengan cepat ia menghidupkan mesin mobilnya dan bergegas.

Sudah hampir 10 jam Suki hilang dari rumah, ini sebenarnya hal yang biasa semenjak kejadian tersebut, kejadian dimana membuat psikis Suki terganggu, kejadian dimana aku dan appa sendiri pun tidak bisa menerimanya. Namun kami harus kuat berdiri mengingat kondisi Suki yang sangat membtuhkan semangat dari lingkungan sekitar nya untuk diri gadis tersebut. Aku tau Suki sebenarnya juga lelah dengan hal ini, hanya saja ia tidak dapat mengatasi nya sendiri.

Hampir setengah jam aku melintasi dan memperhatikan setiap sudut halte yang aku lewati namun aku tetap saja belum dapat menemukan sosok yang aku cari. Sampai pada akhirnya aku melihat seorang gadis muda tengah duduk di halte dengan tatapan yang kosong. Wajah nya terlihat sangat lelah, dress putih yang ia kenakan memperlihatkan sosok yang sangat lemah. Aku hampir tak bisa berkata saat aku melihat wajah nya. Ku putuskan untuk memberhentikan mobil tepat di pinggir jalan tersebut dan ku hampiri gadis itu”

“Suki-ya,,,” lelaki tersebut berlari dengan cepat dan bergegas memeluk gadis tersebut.. Dingin. Itu kesan pertama yang aku dapat kan saat aku memeluk nya. Tubuhnya sudah dingin namun ia masih saja duduk disini tanpa mengerti apa yang sedang ia lakukan.

“Suki ayo bangun, kita pulang ya. Wajahmu pucat, maafkan oppa yang tidak bisa menjaga mu” aku berusaha menuntun nya berdiri dan berjalan untuk masuk ke dalam mobil. Tanpa ada nya perlawanan ia masuk ke dalam mobil. Dan tak lama kemudian ia tertidur menandakan bahwa ia sangat lelah atas apa yang telah ia jalani hari ini.

****

“appa….appaaa” teriakku. Aku berjalan memasuki rumah dengan kondisi Suki yang berada di punggungku.

“Kris,,dimana kau temukan dia? Cepat bawa masuk ke kamar. Dan bibi Nam cepat bawakan air hangat serta susu ke kamar Suki” perintah tuan Park kepada asisten rumah tangga yang bekerja di rumah tersebut.

Selang beberapa lama kondisi Suki telah membaik dan kini ia tidur di balik selimut nya yang nyaman.

“appa tidak tau harus berbuat apalagi Kris, kejadian ini sudah terjadi hampir 2 tahun dan appa tidak melihat perubahan yang signifikan pada Suki. Appa bingung harus berbuat apalagi” jelas appa dengan suara lirih.

“appa, aku yakin kita bisa melewati ini semua. Ingat, omma menitipkan suki pada kita. Kita tidak boleh menyerah secepat ini”  jelas Kris menenangkan appa nya “dan sekarang sebaiknya appa tidur, biar aku yang menjaga Suki”

Tuan Park keluar dari kamar Suki dengan langkah berat dan sekali lagi berbalik melihat wajah putri nya yang sangat ia sayangi.

Suki, tahukah kau betapa kami sangat mencemaskan semua yang ada pada diri mu. Psikis mu, kesehatan mu, bahkan aku hampir mati jika aku terus memikirkan semua sakit dan luka yang kau miliki. Aku harus kuat bukan? Jawab aku Suki, oppa lelah hanya berbicara seperti ini dalam hati terus-menerus selama hampir 2 tahun tanpa ada jawaban dari mu.

***

Taemin’s POV

Pagi ini tidak seperti biasa nya kota Seoul menunjukkan sinar matahari nya di tengah cuaca dingin yang cukup menusuk tulang. Uap dingin pun tak henti-henti nya keluar dari hidung dan mulutku. Untung nya hari ini kelas dimulai pukul 10.00 dan aku masih sempat berkeliling untuk mengambil beberapa gambar. Tak bisa ku kelak, hobi ku dalam bidang fotografer telah membuatku candu, aku sendiri kadang berpikir sejak kapan aku mulai menyukai dunia ini. Mata kamera ku tak henti nya mencari setiap momen dan angel yang bagus untuk siap ku ambil. Ya. Mata kamera ku berhenti pada sesosok gadis berkulit putih, rambut coklatnya yang terurai panjang di biarkan tertiup angin dingin.

Manis. Satu kata itu yang pertama kali terlintas di pikiran ku. Ia terlihat begitu manis saat ia seperti itu.  Tapi, siapa orang yang mengawasi nya dari tadi. Apa hubungan nya, ia bukan seperti orang biasa dengan menatap gadis itu dengan tatapan sigap. Cukup lama aku memperhatikan sosok tersebut tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 09.30. celaka bisa-bisa aku telat. Gumam Taemin berlari meninggal kan sosok gadis dan lelaki misterius itu.

“Taemin-a,,,”  suara Onew terdengar samar-samar memanggilnya dari kejauhan. Di ikuti dengan derap kaki berlari yang segera mendekati Taemin.

“ooohh annyeong…wa gurae?” balas Taemin kepada Onew. Onew yang mencoba mengatur napas nya kembali akibat berlari mengejar sosok sahabat nya tersebut mencoba berbicara walau terengah-engah.

“kau…daritadi aku menelepon mu, tapi kenapa kau tidak angkat sama sekali.  Ada yang perlu aku bicara kan padamu Taem” jelas Onew

“hahaha jelas saja aku tidak menjawab, nih hp nya aku silent. Ada masalah apa memang?’’

“kau tau, Chaerin. Min Chaerin pindah ke kampus ini” jelas Onew kepada Taemin dengan sedikit berbisik. Aku terdiam seribu kata, badanku tiba-tiba menegang, aliran darah ku terasa berhenti, dada ku sesak. Perempuan itu, tidak, iblis itu untuk apa dia ada disini. Kenapa dia bisa ada disini? Apa yang harus ku lakukan, dan berbagai pertanyaan berkeliaran bebas di dalam otak ku ketika mendengar nama perempuan itu. Aku terdiam cukup lama sampai Onew menggoyangkan bahu ku.

“ya Taemin-a gwenchana?, YA TAEMIN-A..’’  teriak Onew

“eoh gwenchana,,kajja kita masuk kelas. Kita sudah telat” balas Taemin yang berusaha tenang di hadapan sahabat nya itu. Meskipun dalam hati nya masih terdapat suatu ganjalan saat kembali mendengar nama Min Chaerin itu.

***

Author’s POV

“jadi tugas mu sekarang terus pantau Suki, baik itu di rumah ataupun di luar rumah jangan biar kan kau lengah. Kau harus memperhatikan pula emosi nya. Mengerti?” perintah kris terhadap Kai, pemuda yang ia pekerja kan sebagai penjaga pribadi untuk adik nya, Suki.

“yeoboseoyo appa. Aku sudah memerintah kan dia untuk menjaga Suki jadi appa tenang saja biar masalah Suki dan perusahaan disini aku yang mengurus nya. Ne..appa akan ku pastikan dia bekerja dengan baik. Aku jamin.’’ Jelas kris pada appa nya.

“Hyung, boleh aku keluar sekarang. Aku harus segera mngecek keadaan Suki’’ Tanya Kai datar.

“oke,,kau boleh keluar sekarang. Oiya Kai, ku titipkan adik ku kepada mu selagi aku tidak ada di samping nya. Aku mohon dia harta kami yang paling berharga”

“Ne hyung algeseumnida..kalau begitu aku permisi” pamit kai membungkuk dan pergi meningglkan ruang kerja Kris.

Kris menyandarkan posisi badan nya pada bangku meja kerja nya, sesekali ia memijit pelipis di kedua mata nya. Kondisi saat ini semakin berat, tanggung jawab sebagai anak pertama sekaligus kaka laki-laki kini berada di pundak Kris. Tak pernah terpikir oleh Kris bahwa ia harus sering bertindak mengambil setiap keputusan dimana suatu kejadian yang tak terduga selalu datang menghampiri nya secara tiba-tiba, terutama masalah adiknya.

***

Suki’s POV

Hari ini sama seperti hari kemarin semua terasa dingin bagi ku. Mengapa dunia begitu membosankan. Omma aku merindukan mu, aku merindukan saat-saat aku bersama omma, aku merindukan omma.

“OMMMMAAA…” aku berteriak histeris tak karuan, menjambaki rambut ku sendiri, aku kesal dan marah ku lempari seluruh barang yang bisa aku lihat berharap rasa ini akan membaik. Namun, tiba-tiba kulihat seorang pemuda masuk ke kamar ku. Dia berlari menuju ke arah ku dan berusaha mengambi alih semua tindakan ku.

“Nona,,Nona sadarlah..kau tidak boleh bertindak begini. Nona..” pinta pemuda itu yang dengan sigap menahan kedua tangan ku yang terus meronta, tenaga ku habis. Aku duduk terkulai lemah di atas lantai. Pemuda itu kini membantu ku untuk duduk kembali ke atas tempat tidur. Aku tidak berniat melihat nya, aku hanya menatap kedepan tepat dimana foto omma terpajang.

“Nona, nama ku Kai. Aku disini untuk menjaga anda mulai saat ini” tutur nya dingin dan terkesan kasar. Namun, sebenar nya aku tidak begitu peduli dengan apa yang ia ucapkan. Terserah ia mau menjaga ku atau semacam nya aku tidak akan pernah ambil pusing. Aku tau ini semua pasti ulah appa dan oppa. Aku berdiri dari tempat tidur dan berjalan meninggalkan pemuda itu.

Pagi ini seperti biasa aku akan ke tempat yang belakangan ini menjadi tempat kesenangan ku. Mata ku terus melihat lurus ke depan berjalan menyusuri setiap jalan dan mengikuti ayunan langkah kaki ku kemanapun ia pergi, terkadang bahkan aku sampai melamun dan tak sadar akan bahaya yang mengintai ku. Sejak kejadian itu dapat di katakan aku terkadang seperti mempunyai dunia tersendiri, bayangan-bayangan buruk dari masa lalu itu memaksa ku hingga aku menjadi seperti ini di tambah lagi rasa kehilangan sosok ibu yang selama ini sangat dekat kepada ku.

“AWAS” ucap Kai dingin. Ia menarik bahu ku untuk menepi. Aku hampir tertabrak oleh mobil kalau saja tangan Kai tak bergegas menarik ku tadi.

“kau gila, kau ingin mati hah?” teriak nya lagi. Aku menoleh dan kembali berjalan menyusuri jalan hingga sampai lah aku pada sebuah halte. Disini. Aku duduk di salah satu bangku nya sambil melihat lurus ke depan melihat satu demi satu mobil yang melintas dan mengamati setiap penumpang yang turun dari setiap bus yang berhenti. Namun, sampai saat ini aku tidak pernah menemukan sosok yang aku cari. Ya. Sosok tersebut adalah omma. Kadang aku masih berpikir bahwa omma belum pergi meninggalkan kami, aku kadang masih berharap bahwa suatu saat omma akan muncul dari dalam salah satu bus yang terhenti.

***

Kai’s POV

“Hyung, boleh aku keluar sekarang. Aku harus segera mngecek keadaan Suki” tanya ku kepada Kris. Aku memutuskan untuk membantu menjaga adik nya mulai saat ini.

“oke,,kau boleh keluar sekarang. Oiya Kai, ku titipkan adik ku kepada mu selagi aku tidak ada di samping nya. Aku mohon dia harta kami yang paling berharga”

“Ne hyung algeseumnida..kalau begitu aku permisi” pamit ku membungkuk dan kemudian pergi meningglkan ruang kerja Kris. Sebenarnya apa yang terjadi kepada adiknya. Aneh. Kenapa selama ini ia baru menceritakan nya kepada ku. Aku tersontak kaget saat mendengar sebuah jeritan dari lantai atas tanpa pikir panjang aku berlari dan langsung masuk ke kamar darimana suara itu berasal. Aku menemukan seorang gadis yang kini sedang teriak histeris memanggil omma nya, tangan nya pun tak berhenti menjambak rambut panjang nya. Kondisi kamar sudah tak karuan. Aku menahan kedua tangan nya berusaha menghalangi perbuatan yang menyiksa diri nya terulang. Kini ia duduk terkulai lemah di lantai, pipi nya basah dengan air mata yang tak henti nya mengalir. Ku bantu ia untuk duduk kembali di atas tempat tidurnya.

“Nona, nama ku Kai. Aku disini untuk menjaga anda mulai saat ini” jelas ku. Namun tak ada sambutan atau bahkan menoleh ke arah ku pun tidak. Dasar gadis aneh. Belum selesai memperkenalkan diri tiba-tiba Suki, nama gadis tersebut, berjalan meninggalkan ku tanpa sebuah atau sepatah-kata pun yang terucap. Aku hanya heran dan memutuskan untuk mengikuti nya, sesuai dengan yang Kris perintahkan.

Suki berjalan dengan tatapan lurus ke depan, ia tak pernah menoleh. Ia berjalan seakan tidak akan ada penghalang yang akan menghalangi langkahnya. Sesekali aku melihat nya menghembuskan nafas berat. Sesekali juga aku melihat kedua tangan nya terkepal seperti menahan sesuatu. Jalan nya begitu lurus, sampai tanpa sadar ia berjalan menyimpang dan hampir masuk ke jalan besar. Aku kaget dan segera menarik kedua bahu nya.

“AWAS”

“kau gila, kau ingin mati hah” teriak ku kepada nya. Aku tak bisa menutupi bahwa aku begitu kaget dan tak percaya dengan apa yang aku lihat. Gadis ini, mana bisa ia begitu mudah mempermainkan nyawa nya.

Setelah kejadian mengagetkan tadi aku terus saja berjalan mengikuti kemana gadis itu pergi. Langkah ku  terhenti ketika ia duduk di salah satu bangku halte. Aku memperhatikan setiap sudut wajah nya, rambutnya yang panjang dan mata itu, kedua bola mata yang menampakkan kekosongan, menggambarkan suatu luka yang teramat dalam telah ia pendam amat lama. Sebenarnya apa yang dia lakukan, ini sudah hampir sejam ia duduk di bangku tersebut tapi ia hanya menatap lurus ke depan tanpa melihat apa-apa. Bosan. Mata ku terhenti saat melihat lelaki muda yang sepertinya familiar dalam ingatan ku, tapi tunggu, apa yang ia lakukan? Ia memotret Suki. Ku putuskan untuk menghampiri nya tapi telat ia berlari seperti sedang terburu-buru.

***

Author’s POV

Matahari sudah tidak lagi menunjukkan batang hidung nya, jam mulai menunjukkan pukul 7 dan Suki juga belum bergeming dari bangku halte tersebut. Hampir seharian Kai mengawasi gadis tersebut. ia terus mengamati setiap gerak-gerik Suki, dan ia baru tersadar bahwa seharian ini Suki dan diri nya tidak makan. Pantas saja ia merasa begitu lapar. Kai akhir nya memutuskan untuk mendekati Suki.

“Nona…ah tidak sebaiknya aku memanggil mu dengan nama saja. Suki ayo pulang” tegur Kai dan menarik tangan gadis tersebut.

“lepaskan.” Ucap Suki dingin dan berjalan meninggalkan Kai. Anak ini, tidak sopan sekali dia. Ucap Kai dalam hati. Ia berjalan tepat di samping Suki, jujur semenjak tadi siang Kai mengamati wajah gadis tersebut ia mulai tidak bisa melepaskan pandangan mata nya dari wajah dan sosok Suki.

“Suki, sebenarnya apa yang terjadi” tanya Kai dingin. Tiba-tiba langkah Suki terhenti, kini yang Kai lihat Suki berdiri mematung dan mengepal kedua tangannya.

“hey, gwenchana?” tanya Kai. Namun Suki hanya terdiam dan kini terlihat mata nya berlinang

“HYA SUKI GWEN..” belum sempat Kai menyelesaikan ucapannya, Suki pingsan tepat di sebelahmya.

“Suki-sshi ireona”

***

Suki’s POV

“Ommmaaa…” ucapku lirih. Aku tersadar dan melihat keadaan sekelilling, bau obat. Kenapa aku ada disini?.

“sudah bangun?” tanya pemuda yang bernama Kai tersebut.

“eoh..aku, mengapa ada di sini?”

“hah, ternyata kau bisa berbicara juga ya. Aku kira kau bisu” dengan suara datar dan di selingi senyum smirk nya, Kai, pemuda itu kini duduk tepat di sebelahku. “tadi kau pingsan, bangun lah jika sudah kuat. Kita pulang sekarang” perintah nya.

Orang ini, kasar sekali. Ku sibakkan selimut yang menutupi tubuhku dan mencoba berjalan dengan langkah terhuyung. Tak bisa kah dia bersikap lebih lembut sedikit saja. Dasar namja aneh. Tapi kenapa aku merasa ada sesuatu yang ku kenal dari diri nya.

BRUK…

“jusuhwangmnida agasshi…Kau!!” pekik pemuda yang baru saja bertabrakan dengan ku.

Aku berusaha berdiri dan menyeimbangkan diri ku kembali, dengan sedikit membungkuk aku memberikan isyarat maaf dan berjalan melewati nya.

“hey, tunggu…agasshi tunggu aku” teriak nya kepada ku sambil berlari mengejar ku yang kini sudah berada di luar rumah sakit.

Aku menoleh, dan merasakan pemuda tadi sedang menahan lengan ku.

“kau kenapa bisa ada disini?” tanya nya “senang bisa bertemu lagi dengan mu” ucap nya. dengan sedikit tertegun aku memutar otak ku mencoba mengingat kapan aku pernah bertemu dengan nya. aku berusaha menatap muka nya dan mata kami saling bertemu.

DEG

Perasaan apa ini, hangat sekali ketika melihat dua bola mata itu. Aku berusaha menunduk kembali, aku malu jika saja wajah ku ini mulai memerah dan terlihat oleh nya.

“neon, gwenchana?” tanya nya. “nama ku Taemin, Lee Taemin” ia memperkenalkan diri nya sambil menjulurkan tangan nya. senyum tipis terlukis di wajah nya.

“Suki-sshi….” teriak pemuda kasar itu. “lama sekali, ayo kita pulang” ajak nya. tangan ku di tarik kasar oleh Kai, aku meringis.

“Ahjussi,,tidak bisa kah kau bersikap lebih lembut terhadap wanita’’ celetuk Taemin.

“MWO? Ahjussi katamu?! Hya aku ini,,,tunggu. Kau bukan nya lelaki itu. Lelaki yang tadi pagi, lelaki yang secara diam-diam memotret nona ini” ucap Kai dingin

“Ne,,jadi kau menyadari nya?’’ balas Taemin. Aku hanya menatap bingung dengan obrolan dua pemuda ini. Apa yang sebenar nya mereka bicarakan, aku? Di foto? Kapan?

“Kai…pulang” ucapku lirih

Kai menengok dan melihat wajahku yang kembali pucat. “hya,,kau baik-baik saja? Baik ayo kita pulang” Kai menggandeng tangan ku dan memberhentikan taksi. Saat masuk ke dalam taksi aku sempat melirik dan melihat raut wajah pemuda misterius tadi, Lee Taemin, ia nampak bingung dan kecewa.

Aku menarik nafasku panjang dan berusaha menutup mata ku dengan posisi kepala yang masih bersender pada bangku penumpang. Hari ini lagi-lagi aku tidak dapat bertemu dengan omma, keluhku.

——

“Omma habis ini kita kemana?” tanyaku. Senyum Omma cantik sekali, senyum yang selalu menghiasi wajahnya.

“Kita ke kantor appa dulu, setelah itu baru kita pergi belanja ya sayang.”jawab Omma.

“Nee…” jawabku “oohh omma aku lupa ada sesuatu yang tertinggal, bagaimana kalau omma duluan saja ke kantor appa nanti aku menyusul” pinta ku.

“baiklah sayang, omma pergi duluan ya. Kamu yakin tidak mau ikut dengan omma?” tanya nya lembut.

“aniya omma. Aku bisa sendiri, nanti kita bertemu di kantor appa ya omma. Annyeong.” Aku pamit dan berlari meninggalkan omma yang sudah naik ke dalam bus itu.

—–

Aku terlonjak kaget dari mimpiku dan ku dapati tubuhku sudah berbaring di atas tempat tidur. Aku dapat menemukan sosok Kris oppa yang sedang duduk di sampingku. Wajah nya terlihat lelah. Perlahan aku bangun dari tempat tidur ku secara diam-diam agar tidak membangunkan nya.

Aku berjalan keluar rumah menuju taman belakang, aku duduk di salah satu bangku berwarna putih sambil mendongakkan kepala ku. Malam ini, lagi-lagi aku memimpikan mu. Kenapa kau tidak datang begitu saja ke hadapanku omma. Aku lelah. Aku terisak dalam diam.

***

Author’s POV

“Baiklah lain kali, jangan sampai hal ini terjadi lagi. Satu lagi Kai aku ingin meminta tolong agar kau ikut ambil bagian dalam terapi pemulihan psikis Suki” jelas Kris

“Maksud Hyung?”

“Sesekali coba aja Suki berbicara, selama ini kami telah mencoba namun hasil nya nihil. Ia lebih memilih bungkam daripada membalas pertanyaan aku atau appa”

“Hyung. Ada yang ingin aku tanyakan?” ucap Kai

“mwoya?”

“Suki, apa yang salah dengan nya?” tanya Kai

“Kau akan mengetahui nya nanti” Ucap Kris di ikuti dengan kepergiannya.

Kai terheran dan bingung dengan jawaban yang Kris berikan. Setelah itu ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya yang tepat berada di sebelah kamar milik Suki. Kris menyuruhnya untuk menempati kamar itu dengan alasan agar Kai lebih mudah dalam menjaga Suki. Kris pun tak pernah merasa takut sama sekali harus menyerahkan keamanan adik nya pada pemuda tersebut karena Kris telah cukup lama mengenal Kai, tepat nya saat Kris bersekolah di Inggris.

Hampir setengah jam Kai mencoba menelaah dan mencerna apa maksud dari ucapan Kris tadi. Lamunan nya terhenti saat ia mendengar suara langkah kaki dari taman belakang, ia bergegas lari ke balkon kamar nya yang kebetulan berada tepat di atas nya. Suki, apa yang dia lakukan. Gumamnya dalam hati.

Kai hanya memantau gerak-gerik gadis tersebut dari balkon, ia melihat jelas wajah Suki yang sekarang tengah melihat ke arah langit. Sinar bulan malam ini, memantulkan cahaya yang sangat indah ketika mengenai wajah putih tersebut.

DEG DEG..

Kai bingung dengan keadaan nya dimana sekarang ia merasakan sesuatu yang aneh dalam diri nya. ia dapat merasakan desiran aliran darahnya yang mengalir sangat cepat. Degup jantung nya yang kini tak beraturan dan rasa panas yang seketika menyelimuti wajah nya. Apa yang salah dengan ku. Gerutuknya kesal.

***

Pagi ini sinar matahari tak begitu tampak. Udara dingin masih amat kental terasa menyelimuti Seoul pagi ini. Alangkah tersentak nya Kai ketika dia membuka pintu kamar nya dan mendapati gadis itu kini tertidur di depan pintu kamar nya.

Kai mencoba membangunkan nya dengan menepuk-nepuk kedua pipi Suki, namun tidak ada hasil. Tanpa pikir panjang Kai menggendong Suki ke kamar nya dan meletakkan gadis tersebut di atas tempat tidurnya. Sebenarnya apa yang gadis ini pikirkan, kenapa di depan pintu kamarku. Pikir Kai.

“Kai, Suki hilang” teriak Kris panik

“Hyung,,” panggil Kai. Kris menghampiri suara Kai dan mendapati pemuda tersebut kini sedang menunjuk kearah tempat tidurnya. Lega. Itu yang Kris rasakan saat melihat adik kesayangan nya tengah tertidur disana.

“bagaimana bisa dia disini?” tanya Kris

“entah hyung, tadi pagi saat aku ingin keluar kamar tiba-tiba saja Suki sudah berada di depan kamar ku” jelas Kai.

“Kai, aku harus segera pergi ke kantor. Mian bisa kah kau…” belum selesai Kris berbicara, Kai sudah mengerti.

“tenang saja hyung. Aku mengerti, percayakan padaku” jawab Kai

“gomawo Kai,,” balas Kris dengan ekspresi tenang dan lega yang kini terlukis di wajahnya.

Sudah hampir setengah jam sejak Kris berpamitan padaku dan meminta ku menjaga adiknya. Namun, gadis ini masih belum terbangun dari tidur nya. Kai sedari-tadi hanya duduk diam dan sibuk membaca buku yang ada di tangan nya. Bosan. Ternyata buku tidak dapat menghilangkan rasa jenuhnya, ia memutuskan untuk turun ke bawah untuk mengambil minum serta susu hangat untuk Suki.

Kai berjalan dengan langkah malas ketika menaiki tangga untuk kembali ke kamar nya.

PRANG….

 

TBC…

 

 


The End of My Heart

$
0
0

THE END OF MY HEART

A Fiction By Maii (@Maii041095)

Oh Sehun Han Ri-Ah Kim Joonmyun

EXO

PG-17 Romance, Friedship.

“My dream has came to kill me, and I know I can’t do anything…”

*****

THE END OF MY HEARt

SOPA HIGH SCHOOL’s BACKYARD

 

“Aku memilihmu tanpa beralasan, pada dasarnya hanya mengikuti naluri saja. Jadi…” gadis yang sedang berada dalam posisi berbaring itu merubah posisinya jadi menyamping, menatap teduh pada pahatan indah Tuhan yang kini bersetatap dengannya, lalu membubuhkan seringai kecil pada salah satu sudut bibirnya sebelum lanjut berbicara, membuatnya terlihat seperti iblis betina. “Jangan salahkan aku jika suatu saat nanti mungkin aku akan melepaskanmu tanpa alasan juga, Sehun.”

“Em, kau boleh melakukannya.” Pria yang dipanggil Sehun itu menyahut acuh, tak terganggu sama sekali dengan perkataan menyebalkan dari gadis arogan yang kini menjadikan perutnya sebagai bantal, sementara dirinya menyibukkan diri sendiri dengan memainkan rambut blonde gadis itu dengan jemari. “Saat aku mati, mungkin.”

“Tunngu,” Sehun memasang ekspressi berpikir, “Aku tidak yakin kau akan melakukannya, Han. Kau ‘kan, terlalu mencintaiku.”

Mereka berdua lalu tertawa ringan, menikmati setiap detik yang dilalui bersama dengan belaian angin musim dingin yang masih tersisa di penghujungnya. “Jujur saja,” Sehun mengalihkan tangannya pada pipi gadis itu, sementara tatapnya masih tertuju pada langit sore Seoul yang cerah di suhu yang masih terasa begitu dingin dan menusuk padahal musim dingin nyaris usai di penghujung Februari ini. “Aku benar-benar tidak mengira kau akan memilihku, Han. Dan aku berterimakasih, tentu saja.” Lanjutnya dengan nada rendah. “Padahal Joonmyun hyung kan lebih—”

Gadis itu menempelkan telunjuknya di bibir Sehun sebelum pria itu sempat menyelesaikan kalimatnya barusan, lantas tersenyum lembut pada Sehun saat pria itu menoleh kearahnya. Sesuatu yang selalu membuat rongga pernapasan pria itu menyempit sehingga oksigen tidak mengalir dengan baik.

“Aku sudah mengatakan alasannya,” ujar gadis itu setelah sedetik lalu menarik jemarinya darisana, lalu mendekatkan diri dan mengecup bibir pria itu singkat. “Itu hanya faktor keberuntunganmu saja, Sehun. Sebenarnya aku bisa saja memilihnya tadi.”

Sehun menarik leher belakang gadis itu dan mempertemukan bibir mereka dalam sebuah ciuman hangat, membawa gadis itu kedalam dirinya. Tidak berniat untuk mempedulikan ucapan gadis itu sama sekali, karena nyatanya, gadis itu telah memilihnya.

Dia menggerakkan bibirnya lambat-lambat, sedangkan tangannya turun dari leher, melewati punggung gadis itu dan menuju ke pinggang, lalu melingkar protective disana. “Aku mencintaimu.”

*****

EXO-K’s DORM, FEW DAYS LATER.

 

BRAK!

Sehun mendongak saat melihat sebuah map coklat kini terpampang diatas meja ruangan tengah dorm EXO-K setelah dibantingkan kesana oleh manager dan menimbulkan sedikit suara gaduh. Dia menatap pria yang lebih tua beberapa tahun darinya itu datar nyaris dingin, dengan ekspresi yang sama sekali bukan dirinya; mencoba untuk tidak peduli sama sekali.

“Buka!” ujar manager, dengan nada geram. Joonmyun yang baru saja keluar dari kamar karena keributan itu hanya menatapi apa yang terjadi disana dari ambang pintu kamarnya yang juga merupakan kamar Sehun, kemudian mendekat setelah manager memanggilnya dan member yang lain untuk bergabung.

“Ini masalah besar jika gambar itu sampai ke tangan pers, Sehun. Aku yakin kau mengerti.” Manager kembali berujar tanpa bisa menyembunyikan nada tegasnya saat Sehun melihat-lihat isi map coklat tadi yang ternyata isinya adalah beberapa lembar photo yang dicetak dalam kertas berukuran A4, photo dirinya dengan kekasihnya beberapa hari lalu di taman belakang Seoul Performing Art School yang nyaris selalu sepi itu, tanpa sama sekali mengeluarkan ekspressi apapun. Hanya menatapi kertas-kertas itu bergantian dengan ekspresi nyaris malas.

Dalam bentuk abadi berbentuk dua dimensi itu terlihat, seorang Oh Sehun, tengah berciuman dengan seorang gadis, dari sudut samping. Jelas sekali, tanpa reka sama sekali. Itu yang paling parah. Photo lainnya hanya berisi tawa Sehun dan gadis itu, atau gadis itu yang berbaring di perut Sehun.

“Tidak sampai ke pers, kan? Setidaknya belum.” Sehun menghela napas, “Dan tidak akan, jika tidak ada orang dalam yang—”

“KAU!”

Manager benar-benar tersulut emosi, pria itu maju kearah Sehun, dan benar-benar nyaris menerjang magnae EXO-K itu jika saja Chanyeol dan Jongin tidak langsung menahan. “Ini bukan hanya tentang kau, Sehun-ssi!”

“Hyung, tenang!” Joonmyun buka suara, ikut menarik manager mereka agar kembali duduk. Kyungsoo dan Baekhyun terlihat tegang dalam duduk mereka, menatap photo magnae mereka yang teronggok diatas meja setelah Sehun baru saja menyimpannya disana, benar-benar menyadari bahwa Oh Sehun tidak sepolos kesehariannya jika menyangkut seorang gadis, ternyata.

Mereka memang terkenal keras, tapi Joonmyun tidak menyangka bahwa akan sampai sekeras ini. Nyaris melukai Sehun dalam jangka beberapa hari menuju panggung showcase mereka yang sudah tersiapkan dengan matang.

“Kau!” manager menunjuk magnae group calon rokkie itu masih dengan tatapannya yang sangar, dengan napas yang kian memburu, dan, nyaris tidak ada siapapun yang berada di pihak Sehun saat ini. Magnae memang bersalah. “Jauhi gadis itu. Kau dengar?”

Sehun berdiri dan menantang manager hyung-nya dengan tatapan dingin yang ia miliki. Entah kemana melayangnya sisi magnae yang selama ini selalu melekat erat pada dirinya. Yang jelas, saat ini Sehun seperti bukan Oh Sehun si magnae polos dengan sejuta aegyo. Sehun berkata sebelum akhirnya berdiri dan enyah dari ruangan dengan suasana panas itu. “Aku tidak bisa.”

“Itu untuk kebaikanmu juga! Ya!” Enam orang di ruangan itu hanya bisa menghela napas saat Sehun, dengan kurang ajarnya sama sekali tidak berhenti melangkah tak menghiraukan nasihat manager sama sekali, dan malah membantingkan pintu dengan keras, sebelum menghilang dibaliknya.

“Tenang saja, hyung, kita akan membantu.” Chanyeol bersuara, yang langsung mendapat anggukkan setuju dari Baekhyun dan Kyungsoo.

“Ne,” Joonmyun, leader EXO-K itu juga ikut mengiyakan, “Jangan khawatir. Kita pasti membantu. Ini hanya masalah waktu, hyung.”

*****

“Sehun, aku baru saja akan—ya! Ada apa? Kau mau membawaku kema—ya! Aish, tanganku!”

Sehun tidak tau apa yang akan terjadi didalam jika saja dia tidak memutuskan untuk keluar beberapa detik lalu. Karena tepat saat dirinya menutup pintu, dia melihat sosok seorang gadis dengan kantung besar disalah satu tangannya hendak masuk kedalam dorm EXO-K, berjarak beberapa langkah dari sana.

Dia membiarkan kantung besar yang berisi sayur, buah-buahan, dan daging sapi beku itu terjatuh begitu saja dan menjadi sampah dijalanan, dan memutuskan untuk menarik lengan gadis itu lalu memasuki bis kosong yang kebetulan lewat beberapa meter setelah Sehun berjalan cepat sembari menarik-narik gadis dibelakangnya.

Sehun mendorong gadis itu untuk duduk di bangku paling belakang dari bus itu yang nyaris kosong, hanya berpenumpang dua orang nenek dan beberapa pria paruh baya.

“Mwosseumnika? Aish jinjja baboya! Aku sudah merelakan waktu berhargaku dihabiskan hanya untuk berbelanja bahan makanan untuk kalian yang selalu kelaparan, dan Kyungsoo pasti akan berbaik hati untuk memasakannya untuk kita berenam, dan aku juga berniat baik untuk meminta maaf pada Joonmyun jika saja kau tidak—”

“Han, dengar.” Sehun menarik gadis itu kedalam pelukan yang erat nyaris menyesakkan, setelah beberapa detik lalu menutup kepalanya dengan hoodie yang menempel dengan sweater yang digunakannya. Membuat celotehan gadis itu terhenti seketika. “Apapun yang terjadi, kau harus percaya padaku. Kau… harus tetap berada dipihakku.”

Saat pelukan pria itu menekan punggungnya dengan kuat, gadis itu tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Jadi dia memilih untuk diam dan mengangguk. Menunggu. Menunggu pria itu tenang dulu. “Kau tidak perlu meminta untuk itu.”

Gadis itu menjawab dengan nadanya yang tenang, lalu dengan perlahan mendorong dada Sehun, melepaskan pelukan itu dan menghapus air mata itu wajah tampannya dengan jemari. Dia tidak tahu dan tidak perlu untuk mengetahui apa masalah yang menorehkan warna tak menyenangkan dalam hidup prianya yang bernama Oh Sehun itu, tapi… “Aku akan selalu ada. Untuk apapun, kapanpun. Untukmu.”

*****

EXO-K’s DORM, 01.08 AM

 

Sehun membuka pintu dorm, dan menutupnya dengan amat pelan. Ini sudah lebih dari jam satu malam, jadi dirinya yakin bahwa semua member sudah tertidur dan… ia harus berterimakasih pada seseorang yang sengaja berbaik hati tidak mengunci pintu untuknya.

Pemuda itu menghabiskan waktunya dengan berdiam di rumah kekasihnya yang nyaris selalu kosong setiap hari itu seharian tadi, dan menyadari bahwa masalah ini akan menjadi semakin rumit jika dirinya tidak pulang, jadi Sehun memutuskan untuk pulang ke dorm, dan memilih waktu selarut ini untuk menghindari kontak apapun, dan dengan siapapun.

Pada awalnya dia berniat untuk tidur di sofa, jika saja tidak merasakan hawa dingin yang benar-benar menyiksa tubuhnya dimenit kedua dalam posisi berbaringnya di atas kursi empuk memanjang itu. Jadi dia beranjak ke kamar untuk sekedar mengambil selimut, jika saja dirinya tidak mendapati Joonmyun belum tertidur dikamar itu, dan membuat langkahnya terhenti di ambang pintu karena hyung-nya itu menatapnya lega.

“Darimana saja?”

“Bukan urusanmu.” Jawab Sehun, ketus. Dia menoleh dan mendapati tatap datar dari Joonmyun setelahnya. “Kau, kau marah padaku?”

“Mwo?” Joonmyun menoleh, “Aku tidak!”

“Kau marah padaku,” ulang Sehun,  lalu beranjak membuka jendela kamar itu dan sejurus kemudai merasakan dinginnya angin malam yang menembus setiap inci pori-pori kulitnya, menyimpan kedua tangannya diatas dudukan jendela itu dan menatap keluar. “Kau marah karena gadis itu memilihku, hyung.”

Joonmyun hanya menghela napas panjang, malas berdebat. Jadi dia mendekat kearah Sehun dan memposisikan diri tepat disamping bocah tinggi yang sudah ia anggap sebagai keluarganya tersebut. Dia tidak mengerti, hanya merasakan saja. Mengapa begitu banyak perubahan yang terjadi pada Sehun secara mendadak? Sehun, menjadi arogan, dingin, dan sedikit menyebalkan.

“Awalnya mungkin iya.” Joonmyun tersenyum kecil, “Tapi sekarang tidak lagi, Sehun-a.”

Sehun mendengus. “Apa semudah itu melupakan seseorang yang pernah kau sayangi, hyung?” ujarnya dengan nada yang tidak menyenangkan. Menyudutkan seorang Joonmyun.

“Kau mungkin tidak mengerti, Sehun. Tapi ini bukan tentang melupakan.” Pria itu lagi-lagi tersenyum, merasa dirinya benar-benar pribadi yang hebat sebagai seorang pria dewasa di kalimat selanjutnya yang ia ucapkan. “Tapi, tentang akan menjadi seberapa besar kebahagiaan orang yang kau sayangi jika memang membiarkannya memilih pergi dan bersama orang lain adalah pilihan yang membuat kesempatan itu menjadi semakin lebar. Jadi aku melepaskannya.”

Sehun mencoba meresapi perkataan Joonmyun barusan, mencoba memahaminya. Ia beralih, menatap siluet hyung-nya itu dari samping, sekilas, dan kemudian dengan langkah pendek-pendek beranjak dan membaringkan diri diatas ranjangnya yang nyaman.

“Dan jangan berpikir bahwa aku tidak memikirkan kau, Sehun. Terlepas dari itu, apapun, statusmu adalah statis. Kau, tetaplah adikku.”

Joonmyun menghempaskan diri keatas ranjangnya yang berada di sisi lain kamar, berbaring menyamping dan menatap Sehun yang tanpa ekspresi menatapi langit-langit ruangan ini.

“Jika kau memahami arti dari kalimatku barusan, mungkin kau akan melepaskannya, dan mendengar apa yang dikatakan oleh manager hyung tadi. Dia… hanya cara penyampaiannya yang salah padamu, Sehun.”

“Maksudmu?”

“Kau belum mengerti juga ternyata.” Joonmyun tersenyum sabar, ikut-ikutan menatapi langit-langit kamar yang berwarna putih polos itu. “Aku yakin kau tahu, jika kita sudah debut nanti, dan kau memiliki banyak fans, maka apa kau pikir, gadis itu akan bertahan dalam keadaan seperti itu?”

Tentu saja, Sehun mengiyakan dalam hati. Yah, meskipun gadis itu memang sedikit arogan dan kasar, tapi ia yakin gadis itu bukan type seperti itu. Bukan karang yang akan mudah kalah hanya karena tertempa oleh ombak ganas lautan.

Lalu Sehun diam menunggu apa yang akan dikatakan pria itu selanjutnya. “Apa kau pikir, dengan begitu dia berada dalam sebuah keadaan aman saat kau memiliki banyak orang, dalam hal ini, jutaan gadis diluar sana yang berada dipihakmu nantinya, dengan tangan yang siap melakukan apapun untuk sekedar menyingkirkan apa yang menurut mereka tidak pantas untuk bahkan berada dalam dunia yang sama dengan idolanya?”

“Aku tahu. Dan aku mengerti.” Sehun membenarkan ucapan leader groupnya itu dalam hati. Sangat. Tapi ia mempunyai pikiran lain.

“Lagipula bukankah management kita memang melarang hal-hal seperti itu terjadi sejak awal, Sehun? Kita tidak boleh terikat dalam sebuah hubungan. Ingat? Itu juga yang membuatku bertahan dengan menawarkan diri dengan hanya menjadi kakaknya saja. Terlepas dari perasaan sayangku padanya yang memang sedikit aneh. Dan dia memilihmu. Menutup segala kesempatan untukku.”

“Kau pengecut.”

Lihat, betapa frontalnya Sehun si polos itu saat ini. Tapi Joonmyun diam bergeming karena merasa adiknya berkata hal yang sebenarnya. Fakta.

“Sepertinya jalan pikiran kita berbeda, hyung.”

Sehun mengambil posisi tidur yang nyaman dan mulai membalut tubuhnya dengan selimut, sementara Joonmyun masih menatapi pria yang lebih muda beberapa tahun darinya itu, mengangkat bahu merespon ucapannya, sebelum kemudian melakukan hal yang sama. Menyelimuti diri. “Ah, ya.” Joonmyun sepertinya baru saja teringat akan sesuatu. “Besok pagi YiFan dan yang lain kembali.”

“Aku malah memikirkan tentang, bagaimana gadis itu bisa bahagia jika aku malah pergi dan meninggalkannya, sedangkan sumber kebahagiaannya adalah… aku?”

Joonmyun menyadari bahwa sepertinya, Sehun tidak mendengar perkataannya tadi sedikitpun. Malah menyuarakan cara berpikirnya yang sedikit banyak membuat Joonmyun kaget juga. Ternyata bocah polos bernama Oh Sehun bisa berpikiran sejauh itu.

“Dan bagaimana denganku? Apa kau pikir aku akan hidup dengan baik jika harus melepaskannya, sedangkan hidupku adalah dia?” Sambung Sehun, yang membuat Joonmyun semakin terhenyak. “Eottokhe, Hyung-ah? Aku.. apa aku salah?”

*****

EXO-K’s DORM, 09.15 AM

 

“Panggungnya besar sekali, hyung! Aaaa, aku kira nanti akan ada sekitar lima-atau sepuluh-kyaaaa atau duapuluh ribu orang yang akan menyaksikan showcase kita? Aku benar-benar gugup! Eotthokhae?”

“Jangan melebih-lebihkan, Xiumin~ah,” Jongdae menyuapkan sarapan berupa bubur ayam buatan Kyungsoo itu ke dalam mulut, memutar bola mata melihat Xiumin yang memanyunkan bibirnya tak terima.

“Em… semoga saja.” Lay menyambungi, “Semoga saja mereka dapat menerima kita dengan baik, seperti para sunbaenim yang sudah sukses.”

Joonmyun yang baru saja bangun langsung bergabung di meja makan tersebut setelah mencuci muka, lalu meminta semua member untuk berkumpul.

“Ada sesuatu yang harus kita bicarakan.” Ujarnya dengan nada rendah, setelah semua member telah berkumpul, minus Jongin yang baru saja beranjak ke ruangan depan untuk mengambil sesuatu.

“Tunggu, Sehun dan Kkamjong mana? Kita kan—”

“Ige.” Jongin. Menyimpan map coklat diatas meja, menatap kearah Luhan, dan membuat pria itu mengambil map tersebut. Memperlihatkan isinya, membuat semua member EXO-M yang baru tadi pagi mendarat di Korea setelah survey panggung showcase mereka di China selama seminggu kemarin itu heboh karena melihat potret Sehun disana.

“Kita bisa diam dulu?” YiFan kembali bersuara, membuat semuanya diam dan kembali pada kursi masing-masing. “Ini masalah serius.”

Leader EXO-M itu menatap kearah Joonmyun yang masih menundukkan kepala, “Hyung, kau bisa mulai.”

Joonmyun mendongak dan menyadari bahwa kini seluruh member menatap fokus kearahnya, dengan kening berkerut. Dia menghela napas, memikirkan kata apa yang pas untuk memulai rapat ini. “Bocah itu.”

Joonmyun menatap kearah kertas berisi photo Sehun dan tersenyum miring. “Dia membuat sedikit masalah.” Joonmyun cepat-cepat meralat, “—tapi, tapi percaya padaku dia tidak bersalah!”

“Jangan melindunginya, Hyung.” Sahut Jongdae, tahu benar dengan karakter Joonmyun. “Katakan saja.”

“Dia ketahuan?” ZiTao menggumam polos, membuat Baekhyun yang duduk disebelahnya mendengus geli setelah mengangguk mengiyakan.

“Kemarin, manager datang kemari dan membawa map itu.” Ujar Jongin tenang, membuat semua member menelan ludah. Mereka tahu jika manager EXO-K sangat tegas dan keras.

“Dia menegur Sehunnie dan nyaris memukulnya. Aish, untung saja kita berhasil menahan.” Chanyeol menimpali.

“Jadi dimana letak permasalahan yang sebenarnya?” Luhan. Bertanya dengan mata yang masih menatapi foto-foto yang seharusnya tidak ada itu diatas meja.

Rata-rata member memang mempunyai teman dekat seorang gadis, meskipun tidak semuanya berstatus sebagai kekasih. Tapi Luhan tidak menyangka bahwa Sehun akan seceroboh ini sampai tertangkap kamera tengah berciuman.

“Kemarin, manager bilang, Sehun harus menjauhi gadis itu,” ujar Kyungsoo, lalu menatap Baekhyun, meminta pria itu melanjutkan. “Dan Sehun malah pergi sambil berkata ‘aku tidak bisa’.”

Baekhyun menirukan Sehun dengan gerakan, membuat Chanyeol tertawa, sedangkan yang lain diam dan menatap dua orang itu setengah jengkel, jadi, mereka berdeham untuk menghentikan tawa dan buru-buru meminta maaf pada semuanya.

“Tenang saja.” Suara itu. Suara tenang yang terdengar serak itu membuat semuanya menoleh. Sehun menutup pintu kamar dengan pelan. Menatap member EXO satu persatu. Matanya sayu dan dia… terlihat seperti sudah menangis. “Aku sudah menemukan jalan keluar. Aku… akan melepaskannya.”

“Mungkin, Joonmyun hyung benar,” Semua orang yang berada disitu bisa melihat senyum palsu yang Sehun umbar kearah mereka pagi ini setelah ucapan Sehun barusan. “Bagaimana, aku baik, kan, hyungdeul?”

*****

HAN’S HOME

 

Rumah mewah di bilangan Gangnam itu terlihat begitu megah dari luar, dengan beberapa tiang yang sedemikian rupa kian menambah aksen bangunan ala Canada disana. Sayang, rumah mewah tersebut terlihat begitu mati. Sepi. Berbanding lurus dengan penghuninya yang memang jarang menempati rumah tersebut. Terlalu sibuk dengan urusan duniawi, seakan sengaja menjauhkan diri dari rumah ini.

Tak ayal rumah megah dengan cat putih pucat itu terlihat berdebu, dan nampaknya tiada seorangpun nampak peduli dengan keadaan tersebut.

Seorang gadis, pada halaman depan yang luas di bangunan itu terlihat tengah memainkan ponselnya ditangan, sesekali melemparkannya keatas, dan menangkap kembali ponsel yang tertarik gaya gravitasi tersebut masih dengan tangan yang sama.

Gadis itu membiarkan ponselnya teronggok sejajar dengan kakinya saat dia kembali melemparkan benda berbentuk persegi panjang itu keatas, dan kali ini gagal menyelamatkannya, karena tidak fokus sebab terlintas sesuatu di kepalanya.

Dia harus mengakui, bahwa dia benar-benar merasa senang karena ayahnya baru saja menyempatkan diri untuk menelfon dan berbicara dengannya sebentar, meskipun secara tidak langsung.

Ayah Ri-Ah terlalu sibuk dengan dunia bisnisnya. Bisa pulang satu kali dalam satu bulan pun, sudah merupakan keajaiban bagi gadis dengan rambut blonde itu.

Ri-Ah sangat menyukai tempat ini; halaman depan rumahnya. Tempat dimana ia dan Sehun sering menghabiskan waktu bersama. Nyaris di setiap waktu yang ada. Tempat dimana ia bisa menatap wajah favorit-nya itu selama apapun yang ia mau.

Tapi pagi kemarin, gadis itu menerima surel dari Sehun. Sesuatu yang seakan membentangkan jarak yang lebar untuk mereka berdua.

Surel itu berisi tentang betapa sibuk dirinya dan teman-temannya yang lain menjelang panggung showcase mereka beberapa hari kedepan. Ri-Ah mengerti, dan berusaha untuk tidak mengganggu kekasihnya dulu. Apalagi perkataan pemuda itu dalam bus beberapa hari kebelakang membuat dirinya benar-benar merasa tidak enak jika harus merecoki dirinya dan member EXO yang lain demi mengusir rasa sepi yang selalu menemani harinya. Hanya saja… mungkin, saat ini Ri-Ah ingin hari Minggu untuk cepat datang.

Dia mendudukkan diri di ayunan mini yang berada di tengah taman tersebut, menatap kosong kearah ponselnya yang terpisah menjadi beberapa bagian beberapa langkah dari tempatnya saat ini.

Menghela napas dalam-dalam, gadis itu membiarkan segala angan tentang masa lalunya berterbangan disekitar kepala, mengisi setiap kekosongan yang selalu menghampirinya.

Han Ri-Ah bukan tipe gadis yang pandai bergaul, malah nyaris selalu sendiri setiap saat, bahkan disekolah tempatnya bersosialisasi. Padahal, jika sudah dekat seseorang, gadis ini bukanlah gadis yang pandai menyembunyikan rahasia. Terkesan bawel malah.

Gadis dengan paras dingin itu memang sudah cukup terbiasa sendiri, sejak ibunya meninggalkan keluarga kecil mereka dua belas tahun lalu, dan dia benci itu setengah mati. Dia benci diabaikan.

Mencoba untuk menikmati angin dingin yang kini berusaha untuk menemaninya, mungkin satu-satunya hal yang tengah ia lakukan saat ini untuk menyibukkan diri. Terlepas dari pikiran setengah buyar-nya tentang Kim Joonmyun dan Oh Sehun. Dua orang yang pernah benar-benar masuk dan mengotak-atik hidupnya, dan selalu menjadi pelaku utama dalam skenario yang Ri-Ah buat di kepalanya sendiri.

Menikmati oksigen yang terasa begitu segar di sore yang merambat untuk berjumpa dengan malam. Ri-Ah selalu menyukai tempat ini. Segala suasananya. Hanya saja… ada yang kurang. Kau tau apa?

Oh Sehun. Saat ini pemuda itu tidak duduk disampingnya untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya seperti biasa, atau sekedar menemaninya saja. Atau… untuk menjadikan perut pemuda itu sebagai bantal pribadinya. Oh, sudahkan Ri-Ah mengakui bahwa dia benci sendirian?

 

EXO-K’s DORM, SUNDAY MORNING

 

“Oh, jadi ini,” Ri-Ah menjatuhkan kantung makanan yang digenggamannya begitu saja… secara tidak sadar, dan tidak sengaja. Dia merasakan seluruh tubuhnya bergetar, hingga dirinya hanya sanggup untuk berdiri mematung diambang pintu itu. Mengusahakan diri untuk tidak terlihat hancur oleh dua pasang mata yang jelas mengacu kearahnya saat ini.

Seperti biasa, jika hari sabtu tiba, maka dia akan senang hati berbelanja panganan mentah untuk member EXO yang selalu kelaparan, dan kali ini saat ia datang ke dorm, dia diberi kejutan yang ternyata berhasil membuat dunianya kalang kabut.

Oh Sehun. Diatas sofa. Dengan tubuh yang menempel pada gadis disampingnya yang menoleh ketika Ri-Ah membuka pintu tadi, Krystal Jung. Dia kenal betul gadis itu. Sahabat-dari-kekasihnya-Oh Sehun.

Sebenarnya tidak apa-apa, jika saja saat dirinya tiba tadi, Oh Sehun tidak sedang berada dalam posisi yang saling memiringkan wajah dengan gadis itu, saling memejamkan mata, dan langsung saling menjauh saat dirinya membuka pintu. Apa-apaan itu?

“Han aku bisa jelaskan—”

Ri-Ah menggeleng cepat, “Aku… apa aku masih harus berada dipihakmu mulai sekarang dan kedepannya, Sehun?” nada itu terdengar begitu rapuh, seperti kupu-kupu yang baru saja kehilangan sayapnya. “Ah, a-aku sudah tahu jawabannya, kau benar. Aku.. kau tidak lagi.. ini.. kita..”

Dia menghentikan celoteh berantakan dari mulutnya dan mulai membalikkan tubuh, berniat pergi darisana sejauh mungkin, menghindar dari pemandangan yang terlalu menyakitkan itu.

Tapi dia gagal di langkah pertamanya, karena dahi gadis itu menabrak pintu yang tadi terbuka, membuat semuanya otomatis berhenti dan gadis itu lalu tertawa dengan begitu konyol, terlihat begitu tak hidup, dan berantakan. “Ah, sejak kapan pintunya pindah ke sebelah sini?” gumamnya tolol.

Dia lalu menarik kenop pintu itu dengan tangan, membuka akses keluar untuk sepasang kakinya, tidak merasakan sakit di dahinya yang lebam sama sekali, dan mulai mengambil langkah cepat untuk menuju ke satu-satunya tempat yang dirasanya aman. Rumah.

Tapi semuanya tidak berjalan secara mulus. Dunia berbalik memusuhinya. Gadis itu terlihat seperti manusia ling-lung, tatapannya kosong, matanya pasi berkaca, dan wajahnya putih memucat. Sedangkan mulutnya mengulum ujung dari jemarinya dan tanpa segan sesekali menggigitnya frustasi. Langkahnya yang terlihat tidak mantap itu membuatnya berkali-kali kehilangan fokus dan terjatuh.

*****

“Terimakasih, Krys.” Sehun beranjak dari duduknya, menjauh dari Krystal. “Aku tahu kau selalu bisa kuandalkan.”

Luhan dan Jongin keluar dari kamar, mendudukkan diri di sofa. Ditilik dari wajah Sehun yang terlihat muram, sepertinya rencana pemuda itu berhasil…

Krystal tersenyum, tapi matanya berkaca. Dia menatap Sehun dan menggapai pergelangan tangannya, meminta pemuda itu untuk berbalik, tapi Sehun sama sekali tak bergeming. Masih memilih untuk membiarkan Jongin, Luhan, dan juga Krystal yang masih terduduk di tempatnya tadi untuk hanya melihat punggungnya saja.

“Apa tidak ada pilihan lain?” Krystal bergumam, menatap sayu pada Luhan dan Jongin. Meminta persetujuan. “Maksudku, mungkin mereka bisa—” dan ucapannya terhenti saat Jongin menggelengkan kepalanya lemah, sedangkah Luhan tetap bergeming dalam sepi yang tercipta. Krystal melepaskan tangan sahabatnya itu perlahan, menghembuskan napas menyerah. Sehun telah memutuskan, dan dia harus mencoba untuk mengerti.

Luhan berdiri dan beranjak memeluk adik kesayangannya itu, membiarkan air mata yang sejak tadi tak terbendung dari sepasang hazel milik Sehun mengalir deras di bahunya.

“Sehun, dengarkan aku,” bisik Luhan disela pelukan itu, tangannya tergerak untuk mengusap-usap punggung Sehun yang bergetar pilu. “Ini yang terbaik, okay?”

“Aku baik-baik saja,” Sehun melepaskan pelukan itu dan sedikit menjauhkan diri, tersenyum paksa kearah Luhan, yang kemudian menyeka air mata Sehun dengan tangan. “Aku… aku hanya tidak tahu, bahwa rasanya akan sesakit ini…”

 

-THE END OF MY HEART-

 

Ri-Ah mengeluarkan kunci rumah dari saku celananya dan berkali-kali gagal untuk sekedar memasukan kunci tersebut kedalam liang pintu, dan berakhir dengan terjatuhnya kunci tersebut. Ia menjerit frustasi, lalu memungut kunci itu dengan kasar dan mulai berusaha lagi untuk membuka pintu.

Ri-Ah beringsut masuk kedalam rumah, menaiki setiap undakan didalam rumahnya nyaris berlari, membiarkan air mata yang membuat pipinya menghangat itu berjatuhan.

Gadis itu membuka pintu kamar, kali ini berjalan lambat dan menjatuhkan diri diatas ranjang ayahnya yang lebar. Ia mengacak dan menjambak rambutnya sediri, merasa frustasi dengan spekulasi otaknya tentang Oh Sehun… dan gadis itu… dan mereka…

Dengan gerakan tangan yang sangat bergetar, ia mengacak-acak nakas kecil dikamar ayahnya ini demi meraih toples berisi obat tidur berukuran sedang, membuka tutupnya dengan tergesa-gesa, membuat beberapa butir kapsul berwarna merah pucat itu terjatuh dan teronggok diatas lantai marmer kamar dingin yang jarang sekali diinjak oleh pemiliknya ini.

Masih dengan tangannya yang gemetaran, gadis itu menumpahkan lebih dari setengah isi dari toples itu keatas genggaman tangannya yang lain, beranjak dari tempat itu menuju kamarnya yang berada disisi lain.

Lalu tanpa ragu menenggak belasan butir obat itu dalam masa satu kali telan, merasa frustasi karena tidak menemukan gelas diatas dudukan dispenser, jadi tangannya terulur untuk mewadahi air yang ia cucurkan dari dispenser, meminunnya, membiarkan sebagian airnya membasahi leher, membiarkan tenggorokannya merasa sakit karena mencerna belasan butir bentuk padat dari kapsul penenang itu sekaligus.

Han Ri-Ah hanya ingin melupakan semua ini. Sesaat saja. Bagaimana pria itu melepaskannya begitu saja, membuat dunia juga ikut berbalik arah darinya, setelah menemukan gadis yang lebih dan lebih dari dirinya. Lebih tinggi, lebih cantik.

Dia pernah berangan untuk hidup bahagia tanpa ada luka dengan satu-satunya pemuda yang dia inginkan untuk menjadi teman hidupnya, Oh Sehun. Dan nampaknya angan itu hancur begitu saja, tercabik oleh kenyataan yang berbanding terbalik dengan angannya yang terlalu tinggi.

Dan Ri-Ah tidak menyangka, bahwa angannya itu kini datang untuk membunuhnya.

Seluruh tubuhnya terasa memberat hanya dalam hitungan detik setelah belasan kapsul itu meluncur turun dari kerongkongannya. Tak berapa lama kemudian, kepalanya terasa berputar, membuat tubuhnya bergerak tak terkontrol hingga akhirnya terduduk pilu diatas lantai marmer kamar itu dengan kepala menyender pada tembok terdekat yang bisa ia gapai, sedangkan rasa sakit yang menyiksa itu terus menggerogoti tubuhnya.

Samar, amat samar gadis itu bisa menangkap sebuah pigura berbentuk cup bubble tea yang tercetak tiga dimensi terpajang manis diatas nakas disamping ranjang dengan matanya yang tak seratus persen terbuka. Ia mencoba memfokuskan mata dan gagal, demi melihat hubungannya yang amat dekat dengan member EXO-K yang belum debut itu, dalam bentuk dua dimensi hasil jepret sebuah kamera, yang lagi-lagi, dalam samar, terlihat begitu indah dan mengagumkan, karena suasana kekeluargaan yang begitu tergambar disana… dan gadis itu merasakan derai air mata yang menderas menghangatkan permukaan pipi putihnya yang dingin setelah tahu bahwa semuanya tak akan pernah menjadi seperti itu lagi. Selamanya tidak akan pernah.

Dia tersenyum, mengerahkan seluruh kemampuannya untuk berucap diantara kesadarannya yang nyaris sepenuhnya hilang, “Oh Sehun aku mencintaimu…”

…sebelum akhirnya kepala gadis itu benar-benar terasa berat, benar-benar tak tertahan, dan yang ia sadari terakhir kali adalah satu sisi wajahnya yang berciuman dengan lantai, dan semuanya tak terlihat lagi. Berubah hitam menjadi seperti lorong gelap tak berhulu.

END

Meet Ri-Ah @Han041095 and meet me @Maii041095 n.n

Oh ya, temukan cerita lainnya di indayleeplanet.wordpress.com ya~^^


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live