Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

Ten Years Forwarded (Chapter 7)

$
0
0

Ten Years Forwarded

Ten Years Forwarded

A fanfiction by marceryn

Rating : PG-15

Length : Multichapter

Genre : AU, Soft-romance, fantasy, married-life

Casts : EXO’s Chanyeol, Ryu Danbi [OC], supporting by EXO’s members and others OCs

Disclaimer :: Except the storyline, OCs, and cover, I don’t own anything.

fanfiksi ini dipublikasikan juga di akun wattpad pribadi

~ ten years forwarded~

Ryu Danbi kembali ke hari pertama SMAnya. Bahkan setelah bertahun-tahun—ditambah sepuluh tahun tambahan yang hilang—ia masih mengingat rasa gugup dan kegelisahannya memasuki kelas baru, dipaksa bergaul dengan orang-orang sebaya yang sama sekali tidak dikenalnya, mempelajari pelajaran-pelajaran wajib yang tidak pernah disukainya. Tapi toh Danbi tidak punya pilihan selain datang ke sini setiap lima hari dalam seminggu sampai lulus nanti. Kalau ia benar-benar ingin pergi dari kota ini, ia harus mulai dari membiasakan diri.

Membayangkannya saja membuat beban tak kasat mata di tumitnya semakin berat.

Suara letusan yang timbul tepat ketika Danbi membuka pintu kelas turut serta membuat perasaannya semakin buruk.

Laki-laki jangkung yang bertanggung jawab dengan pistol mainannya yang berisik itu hanya tertawa keras dan berteriak bersama setengah lusin laki-laki dan empat perempuan yang tampaknya sama kekanak-kanakannya, “SELAMAT DATANG!”

Danbi  yang masih kaget sama sekali tidak tertawa, tapi orang-orang yang sudah ada di dalam sana tidak sadar. Sepertinya semua orang di sini sudah berteman dan hanya Danbi yang orang asing. Dan itu membuatnya tidak nyaman.

Tapi kemudian gelak tawa mereda, dan laki-laki itu menghampirinya, lantas mengulurkan tangannya yang panjang dengan seulas senyum lebar. “Annyeong! Aku Park Chanyeol. Neon—kau?”

Danbi perlu mendongak untuk menatapnya. Perasaannya setengah mati kesal, marah, malu, tapi ia dengan enggan menjabat tangan yang ternyata hangat itu. “Ryu Danbi.”

Chanyeol menutup pintu di belakang Danbi dan berseru lantang, “Nah, semuanya, siap-siap untuk korban berikutnya! Haha~” Lalu ia berkata pada Danbi, “Bergabunglah dengan yang lain. Kau hanya perlu berteriak ‘selamat datang’ saat aku menembak. Oke?” dan menepuk-nepuk pundak gadis itu.

Danbi ingin menjawab, Tidak oke sama sekali, tapi Chanyeol sudah kembali ke tempat persembunyiannya di belakang meja guru, dan yang lain bersiap di tempat masing-masing. Selama sedetik Danbi hanya berdiri di sana, seperti orang yang baru tersadar dari trans, berpikir bahwa mungkin segalanya tidak akan seburuk bayangannya.

***

Danbi mengerjap-ngerjap untuk membiasakan diri terhadap cahaya matahari yang menusuk kelopak matanya. Ia beringsut turun perlahan dari tempat tidur dan mengusap-usap matanya dengan punggung tangan, kemudian merentangkan kedua tangannya ke atas dan menguap lebar-lebar. Danbi memerhatikan sekitarnya dan mengernyitkan dahi. Ia tidak ingat berjalan ke kamar semalam. Semoga ia bukannya mengigau. Itu jelas akan memalukan.

Danbi melongokkan kepalanya keluar. Terdengar suara televisi dari ruang tengah, dan suara berat Chanyeol yang menjerit-jerit—Danbi tidak yakin apakah laki-laki itu sedang bernyanyi ataukah otaknya mengalami arus pendek—dari arah dapur.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Danbi setengah berteriak ketika menemukan Chanyeol di depan kompor, memakai celemek biru pucat dan menari—kalau gerakan acak yang aneh itu bisa disebut tarian—dengan sudip stainless steel di tangan. Di sekelilingnya, dapur terlihat seperti baru dijadikan lahan peperangan.

Chanyeol melompat berbalik dan tersenyum secerah matahari. “Oh, hey there. Kita kehabisan roti, jadi aku membuat wafel. Haha~”

“Memangnya kau tahu cara membuatnya?”

Chanyeol membusungkan dadanya dan merentangkan tangan dengan gaya sok. “Alatnya ada. Aku tinggal mencari bahannya di internet dan taraa! It’s just a piece of cake—mudah sekali.

Danbi bersedekap dengan tatapan frustasi. Ini khas Park Chanyeol sekali. “Yeah. Dan kau membom dapurku.”

“Hei, ini dapurku juga.”

“Kau tidak pernah membersihkannya.”

“Aku berencana melakukannya nanti.”

Danbi mencibir. “Terserahlah. Apa aku perlu membantu?”

“Tidak, aku bisa sendiri. Lagipula, kau tidak terlihat seperti orang yang bisa memasak.”

Danbi menelan keramahannya bulat-bulat. “Lupakan saja. Aku juga hanya basa-basi.”

Chanyeol menyengir tanpa dosa, lalu menunjuk kursi di depan meja makan dengan sudip di tangannya. “Duduklah. Sebentar lagi aku selesai.”

“Kau belum mematikan televisi,” Danbi mendadak teringat.

“Oh, iya, aku lupa. Tadi habis menonton berita.”

“Memangnya kau mengerti apa yang dikatakan penyiarnya?”

“Kau bercanda?” Chanyeol memasang tampang tersinggung. “Tentu saja tidak.”

Danbi mendengus, kemudian berjalan ke ruang tengah, mematikan televisi, dan kembali ke dapur. “Kita harus menambahkan satu hal lagi ke daftar peraturan,” katanya dengan nada menggerutu. “Matikan televisi, lampu, dan elektronik lainnya jika tidak digunakan lagi.”

Chanyeol menggangguk-angguk dengan seulas senyum seolah berkata, Ya, ya, lakukan semaumu.

Danbi duduk dan melipat tangan di atas meja makan. Ia memikirkan lagi mimpinya semalam—pertemuan pertamanya dengan laki-laki hiperaktif yang menyebalkan, yang tanpa sadar menjadi objek pengamatannya selama tiga tahun SMA, lantas mendorongnya untuk mengikutinya ke universitas yang sama. Laki-laki yang membuatnya melupakan tujuannya lari dari orangtuanya dan melakukan apa pun agar bisa selalu bersamanya, tidak peduli laki-laki itu sadar atau tidak.

Sekarang keinginannya terwujud, bukan? Di sini, Park Chanyeol praktis jadi miliknya seorang, tanpa perdebatan, tanpa pesaing lain. Tapi… kenapa Danbi masih belum merasa puas?

Semenit kemudian, Chanyeol menyajikan ke hadapannya sepiring wafel dengan saus madu dan tiga gelas tinggi dengan isi yang berbeda-beda dan sukses membuyarkan lamunan singkatnya.

“Apa-apaan?” Danbi menunjuk gelas-gelas itu dengan wajah berkerut dalam.

“Ini jus campuran apel, tomat, dan jeruk lemon,” Chanyeol menjelaskan dengan gaya guru bicara pada anak umur lima tahun dan menunjuk gelas di sebelah kirinya. “Ini susu kedelai,” ia menunjuk gelas yang di tengah. “Dan ini air rebusan jahe,” tunjuknya pada gelas di kanan.

“Hah?!” Hanya itu yang bisa Danbi katakan.

“Aku membaca di internet, katanya ini bagus untuk mengatasi mual.”

“Semuanya?”

Chanyeol mengangguk-angguk. “Ayo,  minum. Lalu habiskan sarapanmu.”

“Yang benar saja,” Danbi memprotes. “Aku tidak mau. Aku tidak suka. Kau saja lakukan.”

“Kau pikir aku yang hamil?” balas Chanyeol. “Kalau kau tidak mau minum semua, coba satu saja.”

Danbi bergeming. Ia menatap Chanyeol seolah laki-laki itu adalah makhluk paling janggal yang pernah ditemuinya.

“Hei, setidaknya hargai usahaku. Aku sampai keluar pagi-pagi, tahu tidak.”

Danbi berdecak. “Astaga, baiklah.” Ia menarik napas dalam-dalam, menatap gelas-gelas terkutuk itu satu persatu, lalu mengulurkan tangan dengan enggan pada gelas air jahe. Tapi ia berhenti sebelum bibirnya menyentuh tepi gelas dan bertanya memelas, “Apa aku benar-benar harus meminumnya?”

Chanyeol memiringkan kepalanya sedikit dan tersenyum membujuk—sayangnya tidak begitu mempan.

“Oke. Tapi belikan aku cheese cake.”

Chanyeol tertawa pendek. “Oke. Kita akan membeli cheese cake-mu setelah pulang dari Central Park.”

Danbi melongo. “Apa?”

“Kau tidak bisa tinggal di rumah seharian,” kata Chanyeol, seolah itu sudah menjelaskan segalanya. “Kau harus bergerak sesekali, itu membantu sirkulasi darah. Aku membacanya di internet.”

“Kau perlu berhenti membaca artikel di internet,” gerutu Danbi.

***

Jadi setengah jam kemudian mereka berdua meninggalkan apartemen dan turun dengan lift. Di sana, mereka bertemu dengan bibi berambut putih keperakan yang pernah berpapasan dengan Danbi dulu. Bibi itu langsung menyapa ceria, “Oh, hello. Going somewhere?”

Danbi tersenyum padanya dan baru akan menjawab, tapi Chanyeol menyela lebih cepat, “I’m taking her for a date.”

Danbi sontak menyikut Chanyeol untuk protes—kencan apanya?—tapi laki-laki itu malah terkekeh dan melingkarkan satu tangannya yang panjang di pundak Danbi seperti seorang suami yang berbahagia.

Danbi terpaksa ikut menyengir lebar, tapi pada Chanyeol ia mendesis, “Jangan bercanda.”

“Bekerja samalah, atau kita akan kelihatan aneh,” gumam Chanyeol riang.

Senyum di wajah bibi itu melebar karena ia tidak mengerti satu pun kata yang diucapkan kedua orang itu. “That’s good. It has been long enough since the last time I saw you two together.”

Bibi itu mengoceh semangat sampai mereka bertiga tiba di lantai dasar dan berpisah jalan.

Danbi meninju pelan perut Chanyeol setelah bibi itu berlalu. “Akting yang bagus.”

Chanyeol mengusap-usap tempat yang baru dipukul Danbi, tapi bibirnya mau tidak mau tersenyum.

Mereka menyusuri trotoar pejalan kaki di sepanjang 75th Street bersisian, memerhatikan mobil, taksi, bus, dan pesepeda berlalu-lalang di jalan raya di sebelah kanan dan bangunan-bangunan persegi menjulang tinggi di sebelah kiri. Laki-laki jangkung berambut pirang memakai pakaian jogging berlari bersama seekor anjing pudel. Sekumpulan anak-anak bertopi kuning berlari-lari. Chanyeol melihat pasangan yang berjalan santai sambil mendorong kereta bayi, dan berpikir apakah ia akan terlihat seperti itu juga bersama Danbi beberapa bulan lagi.

Pikiran yang lucu, dalam arti menyenangkan.

“Itu Alice dari Alice In Wonderland, kan?” kata Chanyeol ketika mereka tiba di Central Park dan melihat patung anak gadis dikelilingi berbagai binatang. Beberapa anak-anak sedang memanjatnya dan berpose untuk foto.

“Kurasa begitu,” jawab Danbi, tidak punya ide bagaimana Chanyeol tahu dongeng anak-anak itu.

Chanyeol menunjuk patung itu mata berbinar-binar senang. “Aku mau memanjat juga.”

Danbi langsung menahan lengan Chanyeol. “Astaga, kau bukan anak kecil lagi.”

“Oh, ayolah.” Chanyeol melepaskan diri dengan mudah dan langsung bergabung dengan kumpulan anak-anak.

Danbi tadinya berpikir untuk menyembunyikan mukanya dan mengunci apartemen kapan pun Chanyeol mengusulkan untuk jalan-jalan lagi, tapi pemandangan itu ternyata tidak memalukan. Chanyeol berbaur dengan siapa pun dengan mudah, bahkan anak-anak asing sekali pun. Mereka memeriksa bagian-bagian patung bersama dan tertawa dan berpose aneh.

Ya, Ryu Danbi! Kemarilah!”

Lantas Danbi mendapati dirinya bergabung dan mereka bermain bersama-sama. Mereka menghabiskan sepanjang siang itu menonton kapal-kapal remote control bermain di Danau Konservatori, mengunjungi rumah penguin sampai beruang kutub di Kebun Binatang Central Park, dan—sesuai keinginan Danbi—smencicipi banyak sekali kue di restoran dessert di 78th Street sebelum pulang.

Dan itu, bisa dibilang, adalah hari terbaik sepanjang hidup Ryu Danbi.

***

Satu-satunya perubahan paling jelas dalam hubungan mereka adalah; sekarang Danbi tidak lagi segan untuk mengomel tentang apa saja dan kapan saja.

Misalnya siang itu.

YA, PARK CHANYEOL!”

Teriakan Danbi menggema ke sepenjuru apartemen. Bahkan Chanyeol yang sedang duduk di depan komputer, menggubah lagu, terlompat kaget di kursinya karena suara Danbi menembus dentuman musik di headphone-nya.

Chanyeol melepas headphone dan berbalik, bertepatan dengan pintu dibanting terbuka dan Danbi muncul dengan wajah garang.

“Apa?” tanya Chanyeol polos.

Danbi menyorongkan gagang vacuum cleaner dan kain lap. “Kenapa kau duduk bersantai di sana? Kita punya peraturan, kau harus membantuku beres-beres.”

“Aku sedang bekerja sekarang. Nanti saja,” kata Chanyeol, tidak mengerti kenapa Danbi perlu membesar-besarkan masalah rumah, terutama saat bagian otaknya yang jenius sedang bekerja.

“Sekarang,” tegas Danbi. “Bangun dan bersihkan lantai ruang tengah. Sekarang, Park Chanyeol.”

“Aku sedang sibuk sekali, ada lagu yang perlu diselesaikan,” Chanyeol berkeras.

“Kerjakan. Sekarang. Juga.”

Sepasang mata Danbi membulat dan Chanyeol heran bagaimana seorang perempuan bertubuh mungil bisa begitu menyeramkan. Jadi ia bangkit dari kursinya dengan tidak rela dan mulai bekerja.

Di hari lainnya.

YA, PARK CHANYEOL!”

Chanyeol terlonjak di sofa dan menoleh ke arah sumber teriakan. “Apa?”

Danbi berderap dengan gumpalan kaus hitam dan celana training di tangannya. “Kenapa kau meninggalkan ini di kamar mandi? Kau lupa peraturan kedua? Pakaian kotor tidak boleh berserakan di mana-mana.”

Chanyeol lupa memasukkan cuciannya ke dalam mesin cuci pagi tadi karena telepon dari ibunya—yang hanya ingin bilang kalau beliau mengirim paket untuk mereka.

Ya, aku tidak meninggalkannya di mana-mana. Aku meninggalkannya di kamar mandiku,” Chanyeol membela diri. “Dan, apa kau lupa kalau tidak boleh mengintip cucian orang lain? Untuk apa juga kau masuk ke kamar mandiku?”

Danbi mendelik. “Aku tidak masuk ke sana, aku hanya tidak sengaja melihatnya. Kenapa kau mengalihkan pembicaraan? Cepat cuci pakaianmu!”

Jadi Chanyeol berdiri dari sofa dan melakukannya sambil bersungut-sungut.

Lalu di kesempatan berikutnya.

YA, PARK CHANYEOL!”

Chanyeol menghela napas pada mangkuk serealnya, berdiri dari kursi makan dan berjalan ke ruang tengah. “Apalagi?”

“Di mana kutaruh ponselku?” tanya Danbi sambil berkacak pinggang. Wajahnya pucat, ditambah rambutnya berantakan, dan bahkan belum mandi. Benar-benar pemandangan yang menghilangkan selera makan. “Kau tidak menyembunyikannya, kan?”

“Memangnya aku sejahil itu?” Chanyeol ingin membalas begitu, tapi ia terlalu lelah dan malah berkata, “Jangan marah-marah terus. Bisa-bisa bayiku lahir dengan temperamen yang buruk, tahu tidak.”

Danbi melotot dan pipinya merona tipis. “Astaga, apakah kau perlu mengatakannya seperti itu?”

Jadi suatu kali, Chanyeol membalasnya.

“Lupakan saja peraturannya.”

Danbi melongo ketika malam itu Chanyeol tiba-tiba menyeruak masuk ke kamar tanpa repot-repot mengetuk dan menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Laki-laki itu mengibas-ibaskan tangannya, membuat berantakan sprei. Kaki panjangnya menjuntai dan bergoyang-goyang riang.

“Ah~ nyamannya.”

Danbi mengerjap-ngerjap, tidak mengerti apa yang terjadi. “Apa yang kau lakukan di sini?”

“Tidak ada gunanya juga masih menempelkan peraturan itu. Tidak satu pun dari kita mematuhinya lagi.” Chanyeol berguling-gulingan di tempat tidur, kemudian berbaring menyamping dengan satu tangan menopang kepalanya seperti raja kekenyangan, dan berkata sok seksi dengan suara beratnya, “Come here, Baby~ hehe.”

Danbi menimpuk Chanyeol dengan sandal kamar mandi dari kakinya. Syukurnya Chanyeol berhasil mengelak tepat waktu.

“Kau sungguh galak,” katanya, mengelus dahinya yang sedetik lalu bisa saja jadi landasan sandal. “Aku kan hanya bercanda.”

“Dasar mesum,” Danbi mengumpat.

Ya!”

“Menyingkir dari sana!”

This is America. I do what I want,” balas Chanyeol dan menjulurkan lidahnya. Menilik lancarnya ia mengatakan kalimat itu, berani taruhan ia sudah menghafalkannya seharian.

“Cih.” Danbi merangkak naik ke tempat tidur dan mendesak Chanyeol sampai ke tepi—yang protes berkepanjangan—kemudian memasang barikade di tengah-tengah dengan sebanyak mungkin bantal, boneka, dan selimut. “Oke, ini dia. Jangan melewati batas ini. Jangan menendang-nendang. Dan kalau kau berani menyentuhku, aku akan menggorok lehermu.”

Chanyeol sontak memegang-megang lehernya seolah memastikannya masih ada di sana. “Menyeramkan sekali. Tapi baiklah. Aku juga tidak akan mengambil risiko melakukan apa pun yang membahayakan bayiku.”

YA!!” Danbi meraik salah satu bantal dan memukuli Chanyeol. Dalam tiap pukulannya, ia berseru, “Berhenti-mengatakan-hal-menggelikan-seperti-itu!”

Chanyeol bersembunyi di balik punggungnya yang lebar. “Astag—iy—aw! Aku mengerti!”

Yah, begitulah bagaimana hari-hari ceria mereka berlalu.

***

Sore itu, mereka berdua duduk bersebelahan di sofa, menonton kartun. Atau tepatnya Danbi yang menonton kartun dengan serius dan sesekali tertawa, sedangkan Chanyeol menghabiskan sebagian besar waktu untuk memerhatikan gadis itu.

Mau tidak mau Danbi menyadari dirinya sedang diperhatikan, jadi ia mendelik pada Chanyeol dan berkata ketus, “Apa? Ada sesuatu yang aneh di wajahku?”

“Tidak.”

“Lalu kenapa kau menatapku seperti itu?”

“Aku sedang berpikir.”

Danbi meluruskan kembali kepalanya dan memasukkan beberapa potong keripik kentang ke dalam mulut. “Oh, itu kejutan.”

Chanyeol mengabaikan sarkasme gadis itu seraya meraup keripik dari mangkuk di pangkuan Danbi dan berkata, “Kupikir, tidak masalah seandainya kita memang tidak bisa kembali ke sepuluh tahun yang lalu.”

Danbi memutar bola matanya. “Lelucon apalagi ini?”

“Aku serius,” kata Chanyeol, dan ia memang terdengar serius. “Kurasa kita akan baik-baik saja, melanjutkan kehidupan kita di sini seterusnya. Seperti yang sudah kita lakukan sekarang.”

Danbi tertawa hambar mendengarnya. “Apa kau salah makan sesuatu tadi pagi?”

Chanyeol mengabaikan sikap sinisnya sekali lagi dan bertanya, “Apa yang kaupikirkan tentangku?”

“Kau? Kau berisik, aneh, hiperaktif, dan menyebalkan.”

“Tapi kau suka.”

Wajah Danbi merona tanpa disuruh. Ia benar-benar tidak perlu diingatkan mengenai hal itu, kalau perlu seumur hidupnya. “Itu cerita lama. Sudah tidak penting.”

“Memangnya kenapa?”

Danbi mendengus sebal. Ia tidak ingin meladeni orang ini lebih lama, bisa-bisa korslet otaknya menular. “Aku mau mengambil keripik kentang lagi.”

Danbi hendak berdiri, tapi Chanyeol sigap meraih tangan gadis itu dan menariknya sehingga tubuh Danbi tersentak kembali ke sofa. Mereka beradu pandang selama beberapa saat, kemudian Chanyeol bertanya datar, “Ya, kenapa kita tidak coba berkencan?”

Semua pertanyaan di benak Danbi mendadak buyar. “Hah?”

“Kencan,” ulang Chanyeol. “Lupakan saja apa yang sudah terjadi—toh kita memang tidak ingat apa-apa—dan mulai semuanya dari awal lagi. Bagaimana menurutmu? Kita bisa mulai dari berkencan sungguhan.”

Danbi hanya membeku selama sedetik sebelum tertawa terbahak-bahak. Tapi ketika Chanyeol membalas tawanya dengan keheningan, tawanya tersumpal. Ia menatap mata laki-laki itu, mencari tanda-tanda apakah ini hanya salah satu leluconnya yang kejam, tapi Chanyeol terlihat sungguh-sungguh sampai terasa menakutkan. Danbi menarik tangannya yang dipegang Chanyeol dan meletakkan punggung tangannya di dahi laki-laki itu. “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya serius.

“Seratus persen,” jawab Chanyeol, sama seriusnya. “Apa yang salah dengan mengajak istriku sendiri berkencan?”

Danbi menggeleng-geleng dengan wajah takjub. “Wah… kurasa kau benar-benar sakit.”

“Jadi?”

“Kau harus pergi ke rumah sakit.”

“Bukan itu. Maksudku kencan.”

Danbi menegakkan punggung dan bersedekap. “Dan kenapa kita harus melakukannya?”

“Karena aku ingin melakukannya,” jawab Chanyeol tanpa ragu setitik pun.

Danbi tertawa dengan wajah bosan. “Aku tidak bisa mengerti jalan pikiranmu.”

Chanyeol membuka mulut, tapi apa pun yang hendak dikatakannya disela oleh ponsel di atas meja yang berdering. Chanyeol hanya melihat nama yang tertera di layarnya sekilas dan mengangkatnya tanpa beranjak dari sana. “Oh, Sojung-ssi.”

Telinga Danbi menegak tanpa sadar. Itu nama perempuan. Danbi belum pernah melihat satu pun teman Chanyeol yang orang Korea di sini. Sebenarnya, ia belum pernah melihat teman Chanyeol yang mana pun. Bagaimana pun Danbi kan tidak peduli.

“Tidak, aku tidak jadi pulang. Ada sesuatu terjadi—apa?” Chanyeol mendengarkan beberapa saat, mengangguk-angguk, lalu berkata singkat sebelum mengakhiri panggilan, “Aku mengerti. Aku akan datang besok.”

“Siapa?” pertanyaan itu meluncur sebelum Danbi sempat menutup mulut.

Chanyeol meletakkan ponselnya kembali ke atas meja dengan acuh. “Penerjemah di kantor.”

“Oh.”

Sedetik hening, lalu Chanyeol melanjutkan tanpa ditanya, “Namanya Choi Sojung. Iya, dia perempuan. Orang Seoul. Umurnya 27 tahun. Dia menanyakan apakah aku bisa pergi ke kantor besok untuk melihat hasil final album.”

“Aku tidak peduli.”

“Yah, siapa tahu kau penasaran.” Chanyeol menyengir jahil pada Danbi yang mendelik ganas padanya. “Kemarikan mangkuknya. Aku akan mengambil keripik lagi.”

Danbi menyerahkan mangkuk dari pangkuannya pada Chanyeol, lantas laki-laki itu membawanya ke dapur. Semenit kemudian ia kembali dengan semangkuk penuh keripik kentang.

“Aku ingin nonton pertunjukan teater.”

Chanyeol menoleh dengan mulut setengah terbuka. “Apa?” katanya dengan suara teredam karena banyaknya keripik kentang yang ia jejalkan ke dalam mulut.

“Aku ingin nonton pertunjukan teater,” ulang Danbi.

“Eh. Yeah,” balas Chanyeol, tidak punya ide apa yang harus dikatakannya.

Danbi mendengus ketus, tapi sudut-sudut bibirnya berkedut oleh senyum. “Aku punya standar dalam berkencan. Jalan-jalan ke Central Park bukan gayaku.”

Baru detik berikutnya Chanyeol paham. Dan seandainya potongan-potongan keripik itu tidak ada di dalam mulutnya, ia pasti sudah tertawa.

***

Chanyeol tidak mengerti kenapa semua orang tersenyum lebar padanya ketika ia memasuki gedung perusahaan musik, tapi karena Chanyeol sendiri sedang bahagia, ia membalas mereka semua dengan membungkuk dan menyapa riang.

Bahkan Choi Sojung yang sudah menunggunya di lantai studio.

Mister Park! Senang melihat Anda lagi. Saya sudah mendengar kabar besar itu. Selamat!”

Chanyeol sempat berpikir apakah ada penghargaan entah dari mana yang dianugerahkan padanya—yah, siapa tahu—tapi sepertinya terlalu tidak masuk akal. Ataukah semua orang di sini bisa membaca pikirannya?

“Kabar besar apa?” Chanyeol balas bertanya.

“Semua orang sudah tahu Anda membatalkan kepulangan karena istri Anda sedang mengandung,” kata Sojung dengan nada bersekongkol. “Mister Do yang memberitahu kami semua. Itu berita hebat!”

Oh. Telinga Chanyeol rasanya memanas. Tentu saja, siapa lagi yang akan menyebarkan berita itu selain Do Kyungsoo. Sungguh sahabat sejati.

“Kuharap tidak apa-apa meminta Anda datang hari ini,” kata Sojung dengan sedikit sentuhan meminta maaf. “Desain cover sudah disetujui perusahaan. Rekaman dan mixing sudah selesai kemarin, dan orang studio akan mulai tahap mastering. Mereka bilang sebaiknya melibatkan Anda, kalau bisa.”

“Aku mengerti.” Chanyeol melompat-lompat kecil dengan tumitnya. “Ja, ja, ayo mulai.”

Sebenarnya Chanyeol tidak banyak melakukan apa-apa. Ia hanya mendengarkan, mengangguk, berkomentar, mendengarkan lagi, dan tanpa sadar setengah harinya berlalu begitu saja. Ketika jam istirahat siang, Chanyeol tinggal sendirian di studio, mencoba merangkai nada dengan gitar untuk lagu barunya yang masih jauh dari selesai karena ia kesulitan berpikir di rumah, dengan Danbi yang berisik dan sebagainya.

Tapi Chanyeol tidak keberatan. Entah kenapa dan sejak kapan, kehadiran gadis itu saja membuatnya senang, membuat Chanyeol melupakan kekosongan yang ada dalam dirinya. Melihat Danbi membuat Chanyeol terus berpikir bahwa mungkin Kyungsoo benar. Ada alasan kenapa ia memilih Danbi, dan alasan itu pasti alasan yang bagus.

Dan terlepas dari itu, Chanyeol menyadari ada bagian dari dirinya saat ini yang ingin mencintai gadis itu. Ia bisa mencintai gadis itu sekali lagi—kalau memang sebelum ini ia telah mencintainya.

Hei, itu mungkin saja, kan?

“Anda masih di sini?”

Suara itu menyentakkan Chanyeol. Ia menoleh dan melihat Sojung berdiri di ambang pintu. “Eo. Ada apa?”

“Kami kehilangan Anda saat makan siang. Turunlah dan bergabung dengan kami.”

Chanyeol mengangguk. Ia bangkit dan menyandarkan gitarnya di dekat meja panel kendali, lalu mengikuti Sojung keluar.

“Omong-omong, apa kau pernah menonton pertunjukkan teater?” tanya Chanyeol ketika mereka berdua berada di dalam lift.

“Pernah, satu kali di Broadway.”

“Kau bisa membantuku mencarikan tiketnya?”

Sojung mengerjap-ngerjap. “Bisa. Anda mau menonton apa?”

“Apa saja, tidak masalah untukku,” jawab Chanyeol. “Bukan aku yang mau menonton.”

“Aah!” Sojung langsung mengangguk-angguk seolah-olah satu kalimat itu saja sudah cukup menjelaskan. “Baiklah. Akan kukabari lagi setelah aku mendapat tiketnya.”

“Kau keren. Gomawo.” Chanyeol tersenyum lebar dan menepuk pundak Sojung. “Kalau ada yang kaubutuhkan, katakan saja padaku.”

Pintu lift terbuka, dan tahu-tahu seorang perempuan pirang bertubuh mungil berkata, “Oh, Mister Park.”

Gadis pirang itu mengatakan sesuatu, yang lambat dicerna karena logat Inggris yang kental, tapi Sojung menerjemahkannya dengan cepat, “Dia bilang Anda punya tamu. Dia menunggu di kantor Anda sekarang.”

“Oh, ya? Baiklah. Kalau begitu, Sojung-ssi, kau ke bawah duluan saja.”

Ne.”

Chanyeol berpisah dengan Sojung di lift dan berjalan dengan langkah lebar menuju kantornya.

Gadis yang duduk di depan meja kantornya sontak menoleh ketika pintu kantor dibuka. Sepasang irisnya yang hitam pekat langsung berserobok dengan mata Chanyeol, dan Chanyeol membeku di ambang pintu.

Gadis itu berdiri dan tersenyum. “Oraenmanida—lama tidak bertemu, Chan-ah.”

Sepuluh tahun yang telah berlalu seolah tidak menyentuhnya sama sekali. Bibir mungilnya, matanya, rambut hitam panjangnya yang tergerai melewati bahu, tubuhnya yang ramping, semua masih tampak sama seperti terakhir kali Chanyeol melihatnya. Bahkan suara manisnya ketika menyebut nama kecil itu pun masih sama.

Chanyeol hanya berdiri di sana seperti orang bodoh, tidak peduli siapa dan di mana dirinya. Detak jantungnya yang terhenti sejenak perlahan mulai berdebar, keras dan cepat, seiring detak waktu dalam dunianya.

Kemudian ia mendengar dirinya sendiri berkata, “Baek Jinhye.”

=to be continued=

Hehe. Aku kembali lagi ke sini *labil* Aku baru bisa baca FF chapter 5-ku hari Sabtu, dan ternyata banyak banget typo ya -_- tapi terima kasih sekali untuk respon yang selalu menyenangkan. Kalian para pembaca sungguh luar biasa (iya, luar biasa sabar) kekeke. Aku menerima kritik-saran-masukan untuk kelanjutan FF ini *cieee* *ketahuan otaknya mulai stuck(?)* Oke itu saja. Thanks for reading! *tebar cinta(?)*

N.B : maaf sekali kalo makin ke sini Chanyeol-nya semakin OOC. Dianya yang nyebelin sih #plak #apaan

XOXO!



IT DOESN’T MATTER (CHAPTER 5_5 END)

$
0
0

its-doesnt-matterl

IT DOESN’T MATTER (Chapter 5)

Tittle    : It Doesn’ Matter Part (5_5 END)

Cast     :  Park Jihye

Byun Baekhyun

Genre   : Romance, Sad

Rating  : PG-13

Length : Chapter

Author             : @TazkiaRoid

Maaf maaf dan beribu maaf author  sampaikan.  Part terakhir telat, Ini part terakhir.So, Happy Reading ^^

It doesn’t matter whatever happening. It doesn’t matter whatever the reason. It Doesn’t Matter whatever the obstacles. I still loving You.

~Before

Kris dan Jihye datang ke toko buku favorit Jihye, dan tak di sangka Bakehyunpun juga disana.

“Baekhyun-ah” panggil Kris terkejut saat melihat Baekhyun

“Kris Hyung!” jawab Baekhyun.

Part 5

AUTHOR POV

“How are you hyung? So Long time not see you!” Tanya Baekhyun . Jihye masih sibuk melihat-lihat buku dan tidak menyadari bahwa ada hal mengejutkan yang terjadi.

“Yeah, it’s long time right? I’m great! How about you?”

“Hmm, not too great” jawab Baekhyun dengan raut wajah datar. Tentu saja keadaannya tidak baik-baik saja.

“Why? Any problem?” Tanya Kris ingin tahu

“Nothing, ah kudengar dari Chanyeol kau sudah mulai bekerja di perusahaan?”  Beakhyun berusaha mengalihkan pembicaraan

“Ya, aku sudah mulai bekerja, ah iya, eommonim juga akan sering datang ke kantorku, karena kita ada kerja sama”

“Uri eomma? Ah, aku tidak begitu peduli hyung”

“Kau selalu saja seperti ini Baekhyun-ah”

“Kris-ssi, aku sudah selesai” ucap Jihye tidak melihat siapa yang ada di hadapan Kris karena dia masih focus pada isi tasnya meskipun kakinya melangkah mendekati Kris.

“Ah, ya kenalkan ini..”

Baekhyun berusaha bersikap biasa, meskipun ada banyak pertanyaan dibenaknya

“Ah temanmu?” Jihye mulai mendongak dan melihat siapa yang ada di hadapan Kris. Matanya melotot lebat karena keterkejutannya dan menjatuhkan buku-buku yang baru saja dibelinya.

“Waeyo Jihye-ssi?”  Tanya Kris berpura-pura tak tahu apapun

“Ba..bagaimana kalian bisa saling mengenal?” Tanya Jihye

“Kau sudah mengenal baekhyun?”

“Kami satu jurusan di kampus hyung, dia hoobaeku” jawab Baekhyun

“Ah, iya aku lupa. Baiklah kalau begitu, aku perkenalkan ini Park Jihye, tunanganku” ujar Kris tegas.

‘BLAM!’

Bagaikan di petir menyambar. Hati Baekhyun mencelos. Dia benar-benar akan kehilangan Jihye kali ini.

“Mwo? Tunangan? Woaah! Hyung kau akan menikah?!” Tanya Baekhyun dengan ekspresi yang pura-pura tekejut bahagia. Tapi siapapun yang melihatnya pasti tau bahwa itu bukan ekspresi terkejuT bahagia

“Aah, tidak secepat itu juga “ jawab Kris pean

“Kris-ssi kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana kalian bisa saling kenal” Tanya Jihye yang masih terkejut.

“Bakhyun sahabat Chanyeol sejak keci, kami sudah sangat akrab, bahkan sudah seperti keluarga sendiri”

‘Jihye sudah mengenal Chanyeol?’ batin Baekhyun.

“Sahabat Chanyeol-ssi?” Tanya Jihye. ‘ Jadi selama ini, Chanyeol sudah mengetahui semuanya, dan dia berpura-pura mendengarkan isi hatiku’ piker Jihye

“Yup, kita sangat dekat. Ah ya, aku akan cari buku dulu” Ucap Chanyeol lalu meninggalkan Jihye dan Baekhyun.

“Daebak, tak heran kalian sama-sama kejamnya ternyata kalian bersahabat” ujar Jihye dingin

“Bagaimana bisa kau mengenal Chanyeol?”

“Apa itu penting sekarang? Huh? Dia berpura-pura sebagai malaikat penolongku dan mendengarkan semua amarahku padamu, dan tidak mengatakan apapun jika dia adalah sahabatmu?”

“Apa maksudmu?”

“Sudahlah tanyakan saja pada sahabatmu yang sama brengseknya seperti dirimu!” ucap Jihye kasar dan beranjak dari tempat itu, tapi Bakhyun mencengkram tangannya

“Kau boleh mengatakan kalau aku lelaki brengsek Jihye-ah, tapi jangan sekali-kali kau mengatakan bahwa Chanyeol itu brengsek” Tatapan tajam Baekhyun yang menusuk pandangan Jihye membuat Jihye semakin sakit, karena dia sudah tidak menemui tatapan Baekhyun seperti dulu. Sedangkan dari kejauhan, Kris yang melihat kedua insan itu, hanya menghela nafas.

“Dan satu lagi, meskipun kita sedang seperti ini, jangan pernah erlihatkan di depan kyusongnim untuk persiapan penyambutan duta” Uajr Baekhyun tegas.

“Terserah apa katamu!” Jihyepun melepaskan cengkraman tangan Baekhyun dan keluar dari toko buku. Dia lebih memilih menunggu Kris di luar. Sedangkan Baekhyun berusaha menormalkan kembali gejolak yang ada di dalam hatinya lalu mencari beberapa buku.

“Ini, Ghamsahamnida” ucap Kris lalu menyerahkan uang kepada kasir.

“Baekhyun-ah, dimana  Jihye?” Tanya kris saat menghamiri Baekhyun.

“Dia menunggumu diluar”

“Ah, baiklah kalau begitu, aku pergi dulu”

“Ne Hyung”

***

HYUNA POV

Ku gerakkan badanku sesuai  koreo yang telah kami buat. Ya aku sedang berlatih dengan Jongin. Tapi kali ini dengan suasana yang agak canggung.  Latihanpun selesai

“Good Job” ucapnya dingin

“Kau ada masalah?” tanyaku

“Tidak”

“Jangan menipuku, aku tau kau sedang ada masalah dengan Jihye”

“Hmm” jawabnya singkat

“Hanya ‘Hmmm’?”

“Baiklah, aku sedang ada masalah dengannya, dia bilang aku terlalu ikut campur dengan urusannya. Padahal aku hany ingin membantunya, hanya ingin dia sadar bahwa yang dilakukannya adalah hal bodoh” jelasnya dengan rahang yang mengeras

“Jongin-ah, lihat aku. Jihye memang seperti itu. Kau harus memahaminya. Bukankah satu tahun memang waktu yang cukup untuk mengenalnya. Jihye adalah seorang gadis yang teguh dengan pendiriannya, aku juga yakin kalau Jihye tidak semudah itu melupakan laki-laki bernama Baekhyun itu. Tapi kita tak bisa memaksanya seperti ini. Biarkan dia yang berfikir sendiri. Biarkan dia yang mengambil keputusan sendiri. Biarkan dia menyelesaikan masalahnya sendiri.  Dan kita hanya perlu menjadi tempat di saat dia membutuhkan kita, dia tidak ingin bergantung pada orang lain. Justru ini yang akan mengajarkannya menjadi dewasa. Akupun juga akan melakukan apa yang Jihye lakukan, jika aku ada diposisi Jihye.” Jelasku padanya

“Hyuna-ya bukankah aku terlihat sangat bodoh di sini. Aku sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Kau memang benar-benar sahabatnya , dan aku hanya sepupunya yang tidak tau apa-apa tentangnya. “ujarnya.’ Wah aku saja sangat ingin kau perhatikan seperti kau perhatian pada Jihye, Jongin-ah!’ batinku.

“Hey, Aku sangat iri pada Jihye yang mempunyai sepupu sepertimu” aku tidak sadar dengan apa yang aku katakan.

“Maksudmu?”

“Ah,  tidak apa-apa. Oh ya, kau tau Jihye akan sering bertemu dengan Sehun” kataku mengalihkan pembicaraan

“Wae? Ada urusan apa mereka?”

“Jihye akan menjadi wakil coordinator penyambutan duta besar yang akan datang ke kampus, tentu saja dengan bantuan anak BEM. Dan Sehun merupakan salah satu anak BEM yang akan dimintai bantuan olehnya”
“Mwo? Jihye noona menjadi wakil coordinator? TIiak salah???” tanyanya tak percaya

“TIdak aku tidak salah, acara itu tinggal beberapa hari lagi, mungkin dua hari sebelum acara showcase nanti”

“Benarkah? Pantas saja dia terlihat sangat sibuk.”
“Dan kau tau? Ketua koordinatornya adalah Byun Baekhyun sunbae itu” jelasku dengan wajah mendelik

“Baekhyun hyung?! Kau yakin jika seperti ini Jihye noona akan baik-baik saja?”

“Tenang saja, semuanya akan berjalan lancer. Aku jamin itu”

***

BAEKHYUN POV

“Sunbaenim” panggil seseorang

“Ah, ne?”

“Sehun imnida” ucap Hoobae itu memperkenalkan diri

“Ah, Sehun-ssi. BEM kan?”

“Ne, ini data-data mahasiswa BEM yang bersedia membantu” katanya menyerahkan beberapa lembar kertas padaku.

“Ah, Geuraeyo, apa kau juga akan membantu kami Sehun-ssi?”

“Tentu saja sunbae, ah ya dan juga ini peralatan untuk dekorasi Auditorium yang dibutuhkan Jihye-ssi”.Aku terheran, cepat juga dia mengerjakan keperluan ini

“Jinjjayo? Kalau begitu bagaimana jika kita mengadakan rapat hari ini Sehun-ssi? Kita bisa rapat di ruang VIP Auditorium.” Tawarku

“Sekarang sunbae?”

“Hmmm, kalau bisa? Aku akan mengumpulkan anak-anak dari sastra Inggris”

“Baiklah akan aku kumpulkan juga teman-teman BEM”
“15 menit cukup?” tantangku

“Arasseoyo sunbae!” ucapnya semangat lalu pergi

Mungkin memang ini yang membuat banyak orang percaya padaku. Aku sangat tegas dan disiplin untuk masalah seperti ini.

‘Kita akan mebgadakan rapat sekarang, berkumpul di ruang VIP Auditorium. Harap tepat waktu’
Ketikku pada obrolan grup panitia penyambutan ini. Akupun pergi ke tempat rapat.Tak lama kemudian satu-persatu mahasiswa berkumpul, tak terkecuali Jihye. Kulihat wajahnya yang masih kusut. Mianhae Jihye-ah. Hanya ini yang bisa kulakukan.

“Jja! Sepertinya semuanya sudah berkumpul. Baiklah kita akan memulai rapat hari ini. Untuk penyambutan nanti kita harus menyiapkan semuanya dengan baik, tak boleh ada satupun yang terlewat karena ini akan merusak image kampus kita…..”

Akupun memulai rapat. Semuanya terlihat sangat focus dengan rapat kali ini, tapi tidak dengan Jihye. Dia selalu menatap arah lain dengan tatapan kosong. Aku masih mengawasinya. Memang tidak seharusnya aku seperti ini, karena sebentar lagi dia akan dimiliki oleh Kris hyung. Tapi semua organ dalam tubuhku terus memberontak tak mau mengabaikannya begitu saja. Setelah rapat selesai, akupun mengajaknya ke luar.

“Waeyo Baekhyun-ssi? Kenapa kau memaksaku seperti ini?” berontaknya

“Jihye-ssi. Kau harus professional, jangan campurkan masalah pribadi seperti ini kedalam rapat. Kulihat kau tidak focus saat rapat tadi” ujarku tegas. Dia hanya diam saja menunduk dan tak lama setelah itu kudengar isakan kecil

“Jihye-ssi” panggilku pelan.

“Kau sudah berubah” ucapnya dengan isakan dan menatapku nanar. Aku sungguh tak sanggup melihatnya seperti ini, aku ingin memeluknya, menghapus air matanya tapi tubuhku kaku.

“Tatapanmu sudah tidak seperti dulu lagi Baekhyun oppa, kau sudah sangat berubah jauh. Kau seperti pribadi yang sudah berbeda” katanya lagi

Sungguh aku harus membuatmu membenciku Jihye-ah. Jebal, hrntikan ucapanmu, hentikan tangisanmu. Kumohon

“Apa yang salah denganku oppa eoh? Apa aku menyakitimu? Apa aku membuatmu marah? Tak bisakah kau katakana sesuatu padaku? Jangan hanya diam seperti itu. Aku tau, dari sorot matamu ada hal banyak yang ingin kau katakan padaku” ucapnya terus. Sungguh, tak ada yang bisa kulakukan saat ini. Jeongmal mianhae, aku hanya akan bersikap dingin padamu Jihye-ah

“Bukan urusanmu” jawabku dingin lalu pergi meninggalkannya.

AUTHOR POV

Setelah mengetahui apa yang terjadi diantara Jihye dan Baekhyun dari penjelasan Chanyeol. Kris memutuskan untuk membatalkan perjodohan itu tapi tuan Park tidak setuju

“Kami sudah menjodohkan kalian Kris. Bukankah waktu itu kau sudah menyetujuinya”

“Geundae Abeoji, Aku tidak mencintainya. Aku ingin menikah dengan gadis yang kucintai. Dia juga tidak mencintaiku. Aku mohon Abeoji, Tolong batalkan perjodohan ini”

“Jika kalian terbiasa bersama, kalian juga akan mempunyai perasaan jatuh cinta satu sama lain”

“Tidak, Abeoji tidak bisa memaksakan perasaan. Aku akan mencari gadis yang benar-benar mencintaiku”
Terlihat  tuan Park yang sedang berpikir.

“Baiklah, akan kurundingkan dengan Appanya dan Oppanya”

“Jeongmalyo abeoji? Gumawoyo Abeoji!” Ucap Kris girang lalu memeluk pria yang usianya lebih dari setengah abad itu.

***

Jihye yang masih terisak dengan semua perlakuan Baekhyun padanya akhirnya memilih untuk pergi dari kampus dan justru datang ke bukit yang selalu menjadi tempat Jihye mengeluarkan semua emosinya. Dan tentu saja dia juga meminta Chanyeol untuk datang ke bukit itu, memintanya penjelasan dari semua kepura-puraan Chanyeol.

“Jihye-ssi, ada masalah apa lagi kau datang kemari?” Tanya Chanyeol

“Bisa kau jelaskan apa maksudmu Chanyeol-ssi?”

“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan”

“Kau adalah sahabat dekat Byun Baekhyun!” ucap Jihye dengan tatapan marah pada Chanyeol. Hati Chanyeol berdesir, tubuhnya kaku. Dia terkejut, sangat. Bagaimana Jihye tahu’ pikirnya

“Jangan hanya diam dan bisa kau jelaskan Park Chanyeol-ssi?” Jihye samakin geram.

“Aku..” Chanyeol menggantungkan perkatannya

“Kau kenapa? Minta Maaf?dengan tatapan marah pada Chanyeol. Hati Chanyeol berdesir, tubuhnya kaku. Dia terkejut, sangat. Bagaimana Jihye tahu’ pikirnya

“Jangan hanya diam dan bisa kau jelaskan Park Chanyeol-ssi?” Jihye samakin geram.

“Aku..” Chanyeol menggantungkan perkatannya

“Kau kenapa? Minta Maaf? Menipuku?”

“Aku menyukaimu Jihye-ssi” Kata-kata Chanyeol membuat detakan jantunya berdetak tak normal. Nukan karena ia memiliki rasa yang sama, tapi karena kata-katanya yang tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Jihye

“Apa maksudmu ?”

“Dari awal kita bertemu, aku sudah mulai tertarik padamu. Saat kau menolongku, aku merasa ada sesuatu yang berbeda darimu dengan gadis yang lain”

“Jangan main-mian Chanyeol-ssi”

“Sungguh, aku tidak main-main, tetapi harapanku musnah ketika ku tahu bahwa kau mencintai Baekhyun sahabatku sendiri. Aku melihat semuanya Jihye-ssi, saat kau bertemu dengannya di atap gedung waktu itu. Aku mengikutimu untuk memastikan apakah Baekhyun yang kau sebut dalam telfonmu itu adalah Baekhyun sahabat kecilku dulu”
Jihye masih diam tidak bisa berkata apapun.

“Dan ternyata dia memang Byun Baekhyun sahabat kecilku. Aku sudah tidak bisa apa-apa lagi. Tapi setelah kutahu kalian bertengkar hebat, aku merasa mungkin ini kesempatanku agar bisa menggantikannya di hatimu, tapi ternyata tidak. Meskipun kau bilang membencinya, tapi dalam lubuk hatimu kau masih sangat mencintainya. Dan juga, kau dijodohkan dengan Kris hyung itu benar-benar membuatku kehilangan harapan itu.”

“Chanyeol-ssi” ujar Jihye pelan

“Kurasa kau harus mengetahui yang sebenarnya sekarang”

“Yang sebenarnya, maksudmu?”
“Alasan kenapa Baekhyun bersikap seperti itu padamu”
“Lalu apa yang terjadi sebenarnya?”

“Dua tahun lalu, Baekhyun ingin sempat menyusulku di London. Karena pada saat itu keluarganya kacau. Orang tuanya bercerai karena perebutan saham. Eommanya yang sering mabuk-mabukan membuat Baekhyun harus memilih ada di sisi eommanya. Pada saat itu eommanya sangat mabuk karena persidangan sudah sah bahwa dia dan suaminya telah bercerai. Baekhyun juga sudah tidak tahan. Tapi mau bagaimana lagi jika itu adalah cobaannya. Eomma Baekhyun keluar rumah dan mengendarai mobil dalam keadaan mabuk berat. Dan dia menabrak sebuah mobil yang isinya adalah sepasang suami istri. Dan mereka adalah orang tuamu Jihye-ssi”

Sekarang detakan jantung Jihye memompa berpuluh kali lipat seperti normalnya, aliran darahnya seperti terhenti. Tenggorokannya tercekat.
“Jadi maksudmu, eommanya adalah tersangak dari kasus kecelakaan eomma dan appa?” Tanya Jihye bergetar.

“Ya, dan itulah mengapa Baekhyun yang baru mengetahuinya juga, dia memilih untuk berpisah denganmu. Kau tahu Jihye-ssi, Baekhyun juga sangat mencintaimu. Sebelum dia mengetahui fakta itu, dia selalu bercerita padaku tentang dirimu, gadis yang selalu membuat jantungnya berdetak tak normal, gadis yang selalu membuatnya merasa kecanduan dengan senyumannnya, gadis yang membuatnya merasakan rindu yang tak ada hentinya. Tapi kenyataan itu membuat Baekhyun harus membuatmu membencinya Jihye-ssi”  jelas Cahnyeol sendu

“Chanyeol-ssi, terima kasih banyak atas pengakuanmu juga penjelasanmu. Maaf aku harus pergi”

Chanyeolpun harus benar-benar merelakannya saat ini. Ini yang terbaik untuk sahabatnya Baekhyun.

***

JIHYE POV

Sungguh aku terlalu sulit untuk menerima semua penjelasan Chanyeol. Itu hanya karangannya saja kan, itu benar-benar tak terjadi kan. Eommanya bukan tersangka itukan. Aku yakin itu semua hanya bohong. Entah aku sangat tidak ingin mempercayai semua itu.  Aku harus membuktikannya sendiri. Aku teringat dengan hasil rekaman cctv yang telah diselidiki. Benar! Plat nomor mobil itu bisa saja diketahui kepemilikannya melalui kantor Pajak. Aku akan memastikan bahwa itu semua bohong. Aku pulang dan mengambil rekaman cctv itu, lalu ku serahkan tanyakan pda kantor pajak

“Choisunghamnida, kami tidak dapat memberitahu anda, karena ini privasi kantor perpajakan”

“Tapi ini, dari kantor polisi, yang membuktikan bahwa pemilik mobil ini adalah tersangka kasus kecelakaan tabrak lari”

“Anda harus menggunakan surat penyelidikan terlebih dahulu dari kantor polisi”

“Surat penyelidikan sudah ada” jawab seseorang. Kulihat Jongin datang membawa map

“Jongin-ah!”

‘Kubilang juga apa, aku akan membantumu menangani kasus ini” ucap Jongin lalu menyerahkan surat penyelidikan dari Polisi

“Baiklah, bisa kami lihat plat nomor yang anda cari tadi?” Tanya petugas tadi

“Ini, tolong segera” ucapku

“Bisa anda tunggu di ruang tunggu”

“Ne, ghamsahamnida” jawab Jongin. Aku dan Jonginpun menunggu hasil itu

“Mianhae” ucapku memulai percakapan

“Gwencahana”
“Aku tau, seharusnya karena niatmu baik, ingin membantuku. Tapi aku justru bersikap seperti ini. Jeongmal mianhae Jongin-ah”

“Gwenchana noona, sudahlah. “

“Ini hasilnya” ucap seorang petugas membawa selembar kertas

“Mobil ini adalah milik dari keluarga Byun. Pemilik perusahaan BB group”

“Jinjjayo? Apa tidak salah?” Tanya Jongin tidak percaya

“Tentu saja tidak, kami sudah mengechek nya berulang kali”

Aku hanya diam, sulit untuk mempercayai semua ini. Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku hanya akan diam? Aku tak tau harus bagaimana? Apa sekarang aku berdosa mencintainnya?

“Jihye noona gwenchana?” Tanya Jongin

“Bisa kita pergi ke makam eomma sekarang?”tanyaku

“Baiklah, ayo kuantar kesana

***

AUTHOR POV

“Waeyo? Apa Kris tidak mau dengan Jihye?” Tanya Minseok pada tuan Park

“Kurasa, memang kita tidak perlu melakukan perjodohan seperti ini Minseok-ssi. Perusahaanmu dan Appamu, akan tetap mendapat investasi dari kami” ujar tuan Park

“Baiklah, kalau begitu, Ghamsahamnida ata kerja sama anda Park sajangnim”

“Kita tetap akan menjadi perusahaan kerabat Minseok-ssi tenang saja”

“Ne, sekali lagi Ghamsahamnida” ucap Minseok dan membukukkan badannya berkali-kali

Perjodohan antara Kris dan Jihye telah resmi batal. Tapi masih ada masalah besar yang akan dihadapi keluarga Jihye.

***

Jihye’s side

“Kita sudah sampai” kata Jongin

“Hmm, gumawo Jongin-ah”

Jihyepun berjalan menuju tempat dimana eommanya disemayamkan

“Eomma, bagaimana kabamu? Kau baik-baik sajakan?”

“Eomma, aku datang kemari untuk bertanya dan meminta izinmu.” Air matanya mulai mengalir. Jongin hanya bisa menatapnya sendu

“Eomma, salahkah aku jika aku mencintai laki-laki yang eommanya telah membuatmu seperti ini?”

“Eomma, bolehkah aku mencintai anak dari wanita bejat yang sudah membunuhmu, meskipun itu tidak langsung?”

“Eomma, aku takut aku tidak bisa melupakannya, jika aku melepaskannya. Eomma”

Jonginpun tak tahan lagi

“Kau bisa mencintainya. Kau tidak salah mencintainya. Karena ini hidupmu, bukan hidup imo, ataupun eommanya”

“Jongin-ah, apa aku sudah gila jika aku masih mencintainya?”

“Tidak, kau tidak gila.”

***

*Hari Penyambutanpun telah tiba. Semuanya telah berjalan dengan lancar. Tetapi, pada saat itu Baekhyun terkejut dengan kabar, bahwa eommanya telah menyerahkan diri kepada polisis, dimana itu beberapa jam sebelum datangnya surat penangkapan eommanya atas kasus kecelakaan itu. Baekhyun merassa terpukul, tapi harus bagaimana lagi jika itu yang harus di tanggung eommanya.  Jihye yang sebelumnya mengetahui ini langsung menemui Baekhyun.

Keduanya bertemu tepat di depan kantor polisi. Tak ada yang berbicara, keduanya saling diam.Menatap satu sama lain. Entah karena, berusaha mencari sesuatu dari tatapan itu

‘Oppa? Apa kau baik-baik saja?’ seolah tatapan Jihye berbicara

‘Ani, aku sangat kacau’ tatapan merekalah yang masih terus berbicara

‘Aku sudah tau semuanya oppa’ butiran bening sudah menetes dari mata Jihye

Baekhyunpun mendekatinya, berusaha meraih wajah Jihye dan menatapnya sendu. Menghapus air matanya, tanpa sepatah katapun dari mulut mereka

‘Mianhae Jihye-ah, jeongmal mianhae’ tatapan Baekhyun kembali menatap Jihye seperti dulu. Baekhyun memperkecil jarak antara mereka. Nafasnya yang memburu terasa di wajah Jihye. Keduanya mulai menutup mata dan menyatukan bibir mereka. Kecupan ringan dan hangat menyampaikan rasa penyesalan Baekhyun dan rasa rindu Jihye. Lumatan-lumatan kecil yang mengantarkan air mata mereka yang jatuh. Hanya merekalah yang tau apa makna sentuhan bibir mereka.

BAEKHUN POV

Kulepas lumatanku pada bibirnya, kutatap matanya dalam.

“Mianhae Jeongmal” Ucapku

“It doesn’t matter whatever happening, it doesn’t matter whatever the reason, it doesn’t matter whatever the obstacles. I still Loving you” jawabnya dengan senyuman yang telah kurindukan selama ini. Segera kupeluk erat tubuhnya. Tak ingin rasanya aku melepaskannya.

“Gumawo Jihye-ah. Saranghae” Bisikku pada telinganya

“Nado Saranghae” jawabnya

****

SHOWCASE DAY!

Semuanya sudah tampil dengan performance yang tidak mengecewakan, tinggal dua performance terakhir yang belum tampil, yaitu penampilan Hyuna dan Jongin.

Saat music mulai di putar

Penonton berteriak riuh!

Mereka berdua tampil dengan sangat memukau dan satu lagi yang membuat penonton semakin histeris. Jongin benar-benar mencium Hyuna dalam performance mereka. Padahal dalam tarian dan latihan , itu hanya ciuman pura-pura!

“Aku menyukaimu Han Hyuna” Bisik Jongin pada Hyuna dengan serak saat performance usai. Jantung Hyuna tidak dapat mengontrolnya lagi. Dia langsung mencium pipi Jongin di ikuti tepuk tangan meriah dari penonton.

“Ckckckc, dasar Kim Jongin!” ujar Jihye saat melihatnya dari bangku penonton

“Dan inilah penampilan terakhir acoustic collaboration dari art and music dan sastra Inggris Park Chanyeol dan Byun Baekhyun” Ucap MC

Jihye terkejut bahwa meraka akan tampil.

“Lagu ini saya persembahkan pada seseorang yang stidak ingin saya lepas”kata Baekhyun.

“WOOOHHHOOO” Teriakan penonton menggema lagi

“Park Jihye ini untukmu!” Ujarnya. Membuat Jihye seperti kepiting rebus.

Petikan gitar yang Chanyeol mainkan membuat semuanya menjadi diam
I do believe all the love you give
All of the things you do
Love you, Love you….
I’ll keep you safe, don’t you worry
I wouldn’t leave, wanna keep you near
Cause i feel  the same way too
Love you, Love you….
Want you to know that I’m with you

I will love you and love you and love you
Gonna hold you and hold you and squeeze you
I will please you for all time
I don’t wanna lose you and lose you and lose you
Cause I need you and need you and need you
So I want you to be my lady
You’ve got to understand my love….

You are beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful girl
You are beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful girl
I will love you and love you and love you

Gonna hold you and hold you and squeeze you
I will please you for all time
I don’t wanna lose you and lose you and lose you
Cause I need you and need you and need you
So I want you to be my lady
You’ve got to understand my love….

You are beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful girl
You are beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful, beautiful girl

Tepukan meriah dari penonton mengakhiri SHOWCASE pada hari itu.

***

*ONE YEAR LATER

“Chukkaeyo Hyung!” Ucap Jongin tulus pada Baekhyun

Hari ini adalah Wisuda bagi para sarjana. Yang sudah menyelesaikan studinya. Dan Baekhyun adalah salah satu diantara sekian banyak mahasiswa yang diwisuda.

“Gumawo Jongin-ah!”

“Ah, Jihye Noona akan sangat menyesalkan jika dia melewatkan moment ini” ujar

“Tak apa, dia sedang mengejar mimpinya”

“Tapi setidaknya dia pulang sebentar saja tidak apa-apakan”

Jihye tengah melakukan pertukaran mahasiswa di London. Sudah satu tahun dia berada di London. Meskipun begitu dia masih sering berkomunikasi dengan Keluarganya di sini dan juga Baekhyun.

“Kata siapa eonni tidak pulang?” ucap Yunso yang sudah duduk di bangku SMA mengagetkan Jongin dan Baekhyun

“Sssst! Kubilang biar surprice tapi kau mengacaukannya!” Ucap yunsang sebal.

“Mwo? Dimana Jihye noona?” Tanya Jongin tak sabaran

“Aku di sini!” Ucap Jihye langsung memeluk Baekhyun belakang *bisa bayanin backhug kan?

“Jihye-ah!” Celetuk Baekhyun girang

“Ih,mentang-mentang kalian couple disini, langsung main peluk-peluk aja” Yunso sebal dan mengajak Yunsang pergi dari tempat itu

“Bogoshipo oppa!” Jihye masih memeluk Baekhyun erat

“Ya! Noona kau tidak merindukanku?”

“Wlee, nanti aku hajar oleh Hyuna” jawab Jihye santai

“Ckckck kalian ini. Sudah sudah” Baekhyun melepas pelukan Jihye. Dan menatap Jihye

“Kau curang tidak memberitahuku bahwa kau akan pulang” Ucap Baekhyun pada Jihye lalu mencium bibirnya sekilas

“Ya! Hyung! Ish kalian benar-benar menyebalkan!” Jonginpun pergi meninggalkan mereka berdua.

“Hehe, mainhae, aku kan buan surprice” ucap Jihye dengan senyum lebarnya.

“Jihye-ah! Kau tau, eomma menyuruhku agar mengurus perusahaan yang ada di London”

“Jinjja?!!”
“Eum, apa perlu kita tinggal satu apartemen?”

“Mwo?! Ya!” Jihye menjitak kepala Baekhyun.
“Appo!”

“Kau byuntae oppa!”

“Haha aku bercanda, aku akan mencari apartemen yang dekat dg apartemenmu di sana”

“Benarkah? Baiklah kalau begitu. Kapan kau akan berangkat?”

“Hmm, aku tak tau, mungkin lusa”

“Cepat sekali”

“Aku tak tau, Sekretaris eomma yang menyuruhku”

“Kalau begitu kita berangkat bersama saja”

“Arasseo!”

***

JIHYE POV

Aku membantu Baekhyun oppa mengemasi barang-barangnya. Aku sangat senang, ini artinya kita akan sering bertemu disana

“Jja! Sudah selesai semua” ucapnya

“Benarkah? Kalau begitu ayo kerumahku dulu. Kita pamit pada Appa dan si kembar”

“Hmm, baiklah!”

Appa juga sudah mengetahui semuanya, dia merestuiku dengan Baekhyun oppa, dengan bujukan Oppa waktu itu

Flashback

“Appa, ayolah, apa kau tidak senang melihat Jihye sangat bahagia dengan lelaki itu”

“Tapi dia yang membunuh eommamu Minseok-ah”

“Appa, itu tidak sengaja!Ayolah kumahon. Aku sangat senang melihat Jihye tersenyum bahagia dengan Byun Baekhyun”

“Baiklah kalau begitu, aku akan merestuinya. Tapi jika aku melihatnya terluka karena lelaki itu. Aku tidak akan segan-segan menghancurkan perusahaan BB Group”

“Oh, Come on, Appa! Dia lelaki yang sangat baik! Aku Yakin itu”

“Hmm” hanya itu jawaban appa yang kudengar melalui celah pintu. Akhirnya appa setuju juga. Oppa ternyata sudah mengenal Baekhyun Oppa sebelumnya. Aku tak mengira. Jadi itulah yang membuat oppa mau membelaku didepan Appa”

*Flashback off

“Abeonim, kami pamit terlebih dahulu”

“Panggil aku ahjussi, aku bukan ayahmu” jawab appa dingin pada Baekhyun oppa

“Ish. Appa! Dia akan menjadi menantumu nanti” ucapku membela

“Ya sudah berangkat sana hati-hati”

“Baekhyun Oppa! Jaga eonniku dengan baik. Arasseo?” Yunsang benar-benar dewasa sekarang

“Hmm, tenang saja Yunso-ah!”

“Baekhyun Oppa, Jihye eonni hati-hati”ucap Yunso

“Arasseo, titipkan salamku pada Chanyeol ya?” goda Baekhyun. Haha, siapa  kira jika akhirnya Yunso menjadi kekasih Chanyeol. Meskipun usia mereka terpaut jauh. Tapi aku tau mereka saling menyayangi satu sama lain.

“Kajja Noona, hyung!” ajak Jongin. Dia yang mengantarkan kami ke Bandara.

Kami pun berangkat menuju Bandara dan memulai penerbangan kami ke London

EPILOG

AUTHOR POV

“Eonni, apa kau gugup?” Tanya seorang gadis

“Tentu saja, ini moment yang sangat kunantikan!”

“Eonni! Ayo! Appa sudah di depan”

Gadis itu menggandeng tangan ayahnya. Menuju sebuah altar, gaun putihnya yang terlihat sangat manis di tubuhnya. Semua orang tertuju padanya. Seorang laki-laki tegap menunggunya di altar.

Sang ayah menyerahkan anaknya pada lelaki itu

“It doesn’t matter whatever happening, the reseons, and the obstacles. I still loving you” Bisik lelaki itu pada gadis itu.
THE END


Green Spoon

$
0
0

Tittle : Green’ Spoon | Cast : Kim Jong In – Kai (EXO-K) | Genre : Romance, Marriage-life, Fluff | Length : Oneshoot | Rating : General |

Written by .lallapo. (@lallapo_12)

Disclaimer : FF ini murni dari pemikiran lallapo, jadi jangan plagiat!

 

Authors Note : Karena ff morning kiss lumayan banyak yang suka jadi lallapo buat ff tambahan untuk morning kiss. Sebelum membaca ‘Green Spoon’ disarankan membaca Morning Kiss dulu ya…

Happy Reading…

‘Demi apapun… Jong In adalah suami terbaik dan ayah terbaik bagi Hae Ra dan anak-anak mereka.’

Sudah di post di blog lain dengan nama author yang sama.

|.lallapo. ‘Green’ Spoon|

Chagi, kau harus memakannya,” ujar Jong In sembari menyodorkan sesendok penuh nasi beserta sayur hijau di atasnya. Lebih tepatnya, warna hijau mendominasi sendok tersebut. Yup, secuil nasi dan seembruk sayuran.

Hae Ra menggeleng –ia tak nafsu makan, apalagi setelah melihat makhluk hidup berwarna hijau, selera makannya hilang begitu saja.

“Ayolah chagi, demi kesehatanmu, eoh?” Jong In kembali menyodorkan sendok tadi.

“Aku tak nafsu, aku tak suka sayuran. Kau tahu itu, oppa.” Hae Ra mengalihkan pandangannya menjauhi sendok ‘hijau’ itu.

“Ya ampun… Kau tak akan lekas sembuh jika begini terus Hae Ra.” Jong In mulai frustasi sendiri di samping Hae Ra.

Hae Ra tengah berbaring dengan jarum infus menusuk kulitnya. Sudah empat hari Hae Ra terbaring seperti itu, penyakit tifusnya kambuh karena telat makan. Dan empat hari pula Jong In setia di samping istrinya.

Jong In menurunkan sendoknya, mengembalikannya di nampan makanan.

Eomma! Aku akan makan sayur jika eomma juga mau memakannya…” Jong In menoleh ke samping. Ya, harapan terakhir —bujukan Jong Shik— anak mereka.

Hae Ra perlahan memandang kedua keluarganya. Nampak Jong In yang tersenyum tulus, di samping Jong In, anaknya sedang menatap Hae Ra dengan serius.

Lama Hae Ra memandang keduanya tanpa mengeluarkan sepatah kata.

“Haa… Baiklah baiklah aku akan memakan itu,” dagu Hae Ra mengarah pada makanan yang dibawa Jong In “–dan menghabiskannya.”

Jong In tersenyum lega, tangannya bergerak membantu Hae Ra duduk. “Cukup duduk saja! Aku akan menyuapimu.”

Hae Ra mengangguk, mempersilahkan Jong In untuk mulai menyuapinya. Satu sendok nasi plus sayur berhasil masuk ke dalam mulut Hae Ra. Dengan susah payah Hae Ra mengunyah dan menelannya.

‘Tak begitu buruk,’ batin Hae Ra, lantaran yang dirasakan lidahnya hanyalah rasa ‘hambar’ bukan rasa ‘pahit’ dari sayuran hijau.

“Walaupun hambar, habiskan yah?” pinta Jong In kemudian. Jong In seakan tahu apa yang dirasakan Hae Ra sekarang.

Enam sendok ‘hijau’ lolos dari mulut Hae Ra. Ketika sendok keenam mulai berjalan di kerongkongannya, ia merasa akan mengeluarkan isi perutnya.

Oppa, aku mual,” lirih Hae Ra. Jong In mendadak cemas melihat muka Hae Ra berubah menjadi pucat.

“Sebentar,” Jong In sibuk mencari sesuatu di dalam laci. “–Jong Shik tolong panggilkan dokter.”

“Baik, appa.” Jong Shik berlari kecil ke luar kamar.

Acara makan siang Hae Ra pun terpaksa dihentikan.

Setelah Jong In menemukan kantong plastik kecil, ia mengarahkan plastik tadi ke Hae Ra. “Muntahkan di sini!”

Hae Ra menggeleng, “Tak ada yang bisa dimuntahkan. Aku hanya mual.”

“Baiklah, biar dokter yang memeriksa. Tunggulah sebentar.” Meskipun nada yang dikeluarkan Jong In terkesan tenang namun raut wajahnya masih sama —cemas.

Appa! Aku sudah memanggil dokter.”

Seketika itu, dokter berbalut pakaian putih dan dibantu suster masuk ke dalam kamar inap Hae Ra.

“Kami akan memeriksanya. Tunggulah di depan, Jong In-ssi.”

“Ah, ye…” Jong In menggiring Jong Shik, berjalan ke luar kamar.

Appa-Appa! Eomma kenapa?” tanya Jong Shik setelah duduk di pangkuan ayahnya.

Appa juga tidak tahu, do’akan saja tidak terjadi apa-apa.”

Jong Shik mengangguk, tak lama kemudian terdengar gumaman dari mulut kecil Jong Shik. Walaupun hanya gumaman tapi Jong In bisa mendengarnya.

“Ya tuhan… Berikanlah eomma kesehatan. Janganlah buat eomma sakit seperti tadi lagi. Aminn…” Jong In tersenyum mendengarnya.

Dokter yang memeriksa Hae Ra ke luar dari kamar. Jong In segera berdiri dan menanyakan kondisi Hae Ra.

“Selamat Jong In-ssi,” Jong In bingung dengan perkataan dokter itu. Sang dokter hanya tersenyum dan meninggalkan Jong In.

Appa, ayo segera melihat eomma!” Jong Shik menarik-narik tangan Jong In.

Jong In dan Jong Shik masuk ke kamar inap. Disana terlihat Hae Ra yang tersenyum. Tentu Jong In makin bingung. Jika masih bingung seperti ini, Jong In butuh waktu lama untuk bisa berbicara lagi, ia butuh waktu untuk mencerna semua hal.

Eomma tidak apa-apa?” Untunglah Jong Shik tidak menuruni sifat Jong In yang bingungan.

“Tidak. Eomma tidak apa-apa sayang. Malahan eomma akan segera ke luar dari rumah sakit ini.” Ujar Hae Ra sambil mengelus kepala Jong Shik.

“Benarkah? Asyikk… Eomma akan kembali memasakkan Jong Shik.” Tentu saja Jong Shik bergembira, mengingat sudah empat hari ia memakan makanan olahan orang lain.

“Jong In oppa!”

Jong In tersadar dari kebingungannya, “Hem? Kau memanggilku Hae Ra? Kau butuh sesuatu?”

Uri Jong In pasti sedang kebingungan tadi.” Hae Ra berkata dengan mengikik geli di ujung kalimat.

Eoh? Ani… Aku tidak kebingungan,” jawab Jong In bohong.

“Lalu kenapa tidak menanyakan keadaanku? Oppa sedari tadi hanya berdiri di sana layaknya sebuah patung, pasti tadi kebingungan, kan?” Jackpot! Jong In tak bisa berbohong di hadapan Hae Ra.

“Ya, aku kebingungan.” Jong In menunduk, menutupi wajah malunya. “Dokter tadi hanya memberi selamat dan pergi begitu saja. Kemudian aku masuk dan kau terlihat tersenyum. Hem… Kusimpulkan kau baik-baik saja.”

Jong Shik yang mendengar kedua orang tuanya berbicara panjang lebar, tak mengerti arah pembicaraannya. Ia memilih duduk di sofa dan bermain dengan robot bawaannya dari rumah.

“Hehehe, oppa tak ingin tahu kenapa aku tersenyum?”

Jong In mengangkat wajahnya, menatap Hae Ra.

“Aku hamil.”

Dua kata yang mendiskripsikan keadaan bahagia Hae Ra dan tentu saja Jong In juga ikut bahagia.

“Benarkah?” Jong In berjalan mendekati Hae Ra. “Benarkah itu, Hae Ra?”

Hae Ra mengangguk yakin. “Masih berumur satu bulan.”

Jong In terlalu bahagia sekarang, ia segera memeluk istrinya. “Terima kasih Hae Ra, terima kasih Tuhan.”

Jong In melepaskan pelukannya, “Jong Shik! Sebentar lagi kau akan punya adik.”

Sadar ada yang memanggilnya, Jong Shik meletakkan robot miliknya, ia berjalan menuju ayah dan ibunya. “Adik? Maksud appa, eomma sedang mengandung adikku?”

“Ya, kau pintar sekali.” Ucap Jong In menyanjung anaknya.

Jong Shik tersenyum lebar, “Eomma, aku akan jadi kakak yang baik!”

“Itu baru anak eomma. Sini, apa Jong Shik mau tidur siang bersama eomma?”

Jong Shik mengangguk semangat, dia berusaha mencapai ranjang Hae Ra yang begitu tinggi —nyatanya Jong Shik hanya bisa melompat-lompat. Jong In segera membantu Jong Shik, tak lupa ia melayangkan tatapan kepada Hae Ra seolah-olah berkata ‘aku takkan cemburu pada Jong Shik’.

Setelah sukses berada di atas ranjang, Jong Shik dengan manjanya tidur di dekapan ibunya.

Oppa, lebih baik besok kau mulai bekerja lagi. Aku besok sudah diperbolehkan pulang dan ibuku akan membantuku.” Hae Ra berbicara dengan pelan, takut mengganggu tidur Jong Shik.

“Chanyeol hyung masih bisa mengatasi perusahaan, Hae Ra…”

Hae Ra menggeleng, “Ya… tapi kasihan juga kan Chanyeol oppa harus lembur mengerjakan tugasmu. Aku sungguh tidak apa-apa, oppa bekerjalah!”

“Aku masih ingin menghabiskan waktu denganmu dan ‘anak-anak’ kita.”

Hae Ra memandang Jong In dengan tatapan ‘garang’nya. Jong In kemudian menghela nafas keras, “Baiklah… Aku mengalah hari ini.”

Gomawo,” Hae Ra tersenyum manis. “Oppa memang suami impianku.”

“Sekarang bukan lagi impian, tapi kenyataan.” Jong In membelai rambut Hae Ra. “Kau tidak menginginkan sesuatu? Maksudku bayi kita tak menginginkan sesuatu?”

“Besok sepulang dari kantor. Belikan sayur-mayur yang banyak! Aku ingin memasaknya.”

“–dan memakannya?” Tanya Jong In menyela.

“Tentu saja!”

“Sepertinya anakku nanti sangat suka memakan makhluk hidup yang identik berwarna ‘hijau’.” Jong In kemudian tertawa kecil.

—End—

Mohon review-nya…


Counting Stars

$
0
0

CYMERA_20150508_192821

Author:SakuRaa(@_raraa84)

Title:Counting Stars

Cast:

-Do Kyungsoo (Kyungsoo)

-KimJongin(Kai)

Genre:Brothership, Family

Rating:General

Length:Oneshot

Note:Ada yang kangen sama Kaisoo? Baca ajadeh full BROTHERSHIP untill the end! Hahaha :v semoga suka yaa :D

Summary:

Kyungsoo dan Kai sangat berbedadalam hal cita-cita, Kai ingin melihat gedung-gedung tinggi, tetapi Kyungsoo lebih suka menghitung bintang.

tetapi mereka tetap saudara apapun itu keadaannya.

===

Kyungsoo sangat menikmati bagaimana tubuh nya berbaring dihamparan rumput-rumputpendek yang lembut bagaikan karpet raksasa ditengah-tengah ladang. Angin malam berdesir dikulitnya yang hanya mengenakan kaos putih dengan celana pendekmembuat Kyungsoo bergidik beberapa kali. Ia menjadikan lengannya sebagai bantal agar kepalanya tak bersentuhan langsung dengan rumput.

Tidak ada hal lain yang Kyungsoo ingin kerjakan dimalam hari seperti ini, selain berbaring dipadang rumput yang lumayan luas, sedangkan matanya bertemu dengan hamparan langit malam yang bertabur bintang. Jutaan bintang.

Ia suka menghabiskan malam dengan menghitung satu-persatu bintang yang seolah berkedip-kedip diangkasa. Ia tahu mana rasi bintang Orion, mana rasi bintang great bear penunjuk arah utara, atau rasi bintang yang sulit ditemukan seperti Scorpion pun ia tahu bahwa letaknya di tenggara.

Ia menghubungkan kumpulan bintang dengan jarinya yang menunjuk angkasa, dan seolah bintang-bintang itu seperti titik yang bisa terhubung dengan tali.

Kyungsoo beruntung karena bintang-bintang masih bisa ia lihat dengan kasat mata disini, jauh dari Kota yang penuh gedung-gedung tinggi yang menjulang.

Juga suasana yang tenang dimana penduduk desa lebih memilih berada dirumah masing-masing jika malam mulai menjelang, dan lapangan ini jauh juga dari jalan raya.

Entah seberapa dalam Kyungsoo hanyut dengan lamunannya, lambat tapi pasti, Kyungsoo mendengar suara langkah kaki yang bergesekan dengan rumput, semakinlama semakin mendekat kearahnya, dan tanpa menolehpun Kyungsoo tahu siapa yang datang.

“Hyung!” Kyungsoo tidak lagi terkejut ketika kepala pria menutupi pemandangan mata nya, Kyungsoo hanya diam ketika pria itu ikut duduk disampingnya, menekuk kakidan memeluknya, kepalanya mendongak ikut memandang kearah langit yang sama.

“Sudah habiskan makan malam mu?” Adiknya mengangguk cepat. Ia menepis seekor nyamuk yang hinggap dikakinya yang hanya memakai celana training pendek.

“Tidak lupa menutup pintu depan kan sebelum kesini?”

Pria yang lebih tinggi dari Kyungsoo dengan kulit sedikit gelap itu tampak berpikir, lalu mengangguk lagi. “Sudah hyung, tenang saja..”

Kyungsoo mengangguk paham, ia bukan mengkhawatirkan rumahnya dimasuki orang tak dikenal yang akan menjarah barang-barang berharga sih, tidak ada barang berharga digubuk itu, mungkin hanya TV cembung, dan kulkas, serta alat elektronik rumah tangga lainnya yang cukup tua.

Tetapi ia lebih takut jika ada hewan liar seperti kucing yang tertarik dengan makanan yang ada diruang makannya, dimana ia lebih suka makanan yang tersisa dihabiskan oleh adiknya yang rakus ketimbang diberikan pada kucing. Atau, ular, karena rumahnya berjarak 10 meter dari semak-semak lebat.

“Hyung?”

“Hm?”

“Hyung tak tidur? Hyung sudah berjanji kan mau mengantarku ke stasiun besok pagi?”

Kyungsoo menoleh ke Kai yang tampak menunggu jawabannya. “Apa hyung membuat janji seperti itu?”

“Hyung!”Pria itu mendorong kaki kanan Kyungsoo pelan, Kyungsoo hanya tertawa melihat ekspresi adiknya yang mengkerucutkan bibirnya. Ah, Kyungsoo akan merindukan ini.

“Oke, oke.” Kyungsoo bangkit dan ikut duduk seperti adiknya. “Mana mungkin hyung lupa.”

Jeda.

Lapangan ini terasa begitu luas bagi mereka ber-2, mereka tak akan lupa jika dulu, sore hari biasa mereka habiskan dilapangan ini untuk ikut bermain sepak bola dengan anak-anak desa setempat, atau bermain layang-layang hingga talinya putus, dan mereka akan mengadakan ‘lomba lari’ dadakanuntuk mengejar layangan putus itu, dan berakhir dengan suara teriakan Ibu mereka, menyuruh mereka pulang dan makan malam.

Itu surga.

“Kau sudah besar ya.. Kai.”

Kyungsoo mengelus rambut Kai yang lembut, kemudian mengacak-acaknya dengan penuh kasih sayang. Ia sadar ia bukan lagi sedang mengacak rambut anak 7 tahun yang baru menyelesaikan gambarannya. Ia berumur 18 tahun sekarang.

“Tentu saja lah hyung! Aku makan 3x sehari, aku ikut klub sepak bola disekolah,aku sudah pasti cepat besar. Sekarang sajaakusudahlebihtinggidarimu,hyung.” Ujar Kai bangga. Ia meletakkan tangannya diatas kepalanya, mensejajarkannya dengan kepala milik Kyungsoo.

“Iya, iya hyung mengerti.” Kyungsoo tersenyum sambil memposisikan duduk bersila menghadap Kai.Ia baru menyadari bahwa sedari tadi Kai kesini tanpa alas kaki setelah mengamati kakinya.

Mereka kembali terdiam. Kyungsoo kembali menengadah memandang langit dan Kai memperhatikan hyungnya itu. Kebiasaan Kyungsoo tak pernah berubah.

“Hyung, aku takut.” Kai mendesah, jantungnya selalu berdebar memikirkan hari esok. Dimana ia akan dibawa oleh kereta pukul 8 pagi ke kota besar bernama Seoul, magang disana sambil melanjutkan sekolahnya karena beasiswa penuh.

“Takut kenapa?”

“Aku takut jika teman-teman nanti tak menyukaiku, hyung. Aku takut aku akan dimarahi karena berbuat kesalahan, aku takut orang disana kejam-kejam.Biasanya kan ada hyung yang membelaku, tapi nanti kan aku sendirian.” Kai menunduk dan mulai mencabuti rumput dibawahnya secara asal.

Kyungsoo tersenyum mendengar penuturan polos dari adiknya itu. Kai tetap Kai. Kenyataannya pria itu baru lulus SMA, dan akan berkelana dikota asing nan besar bernama Seoul. Tetapi bagi Kyungsoo, ia tetap adik polos dan manja yang masih takut tidur sendirian setelah mimpi buruk, atau merengek ketika ia ingin sesuatu (seperti sepatu untuk sepak bola).

Kyungsoo tak pernah membayangkan jika Kai akan pergi kekota juga menyusul Ibunya yang telah lama bekerja disana. Menitipkan rumah beserta perabot tua mereka,dengan kolam ikan dihalaman belakang, juga Kai yang saat itu berumur 15 tahun.

Ia akan merindukan ini.

“Kau lihat itu Kai?” Kai mengikuti jari telunjuk Kyungsoo yang mengarah keangkasa, lebih tepatnya kearah salah satu bintang, Kai mengangguk, ia bergumam “hanya bintang yang kecil dan sendirian.”

Bintang yang ditunjuk Kyungsoo memang sangat kecil, dan letaknya pasti sangat jauh, dan ia sendirian, tidak bergerombol membentuk rasi bintang seperti yang lainnya.

Kyungsoo menurunkan tangannya, “Tapi bersinar terang, kan?” Kai menoleh kearah Kyungsoo dan mengangguk setelahnya.

“Kau juga begitu, Kai. Kau nanti memang sendirian, tetapi belum tentu kau lemah, kau punya cahaya sendiri, kau punya kelebihan, kau pandai bermain bola, kau pintar di akademis, kau lihai menari, jadi jangan biarkan orang lain meremehkanmu, mengerti?”

“Kau juga harus selalu berbuat baik, agar mereka senang denganmu, dan kau tak akan dimarahi. Tenang saja, kau akan terbiasa kok.”

Kai mengangguk yakin. Tatapan Kyungsoo selalu menenangkan hatinya,tidak pernah ada keraguan dibalik kata-kata hyungnya itu. Dia selalu percaya pada ucapan Kyungsoo selama 18 tahun hidupnya.

“Aku.. aku akan merindukan mu, hyung.” Kai merengkuh tubuh Kyungsoo kedalam pelukannya, menempelkan pipinya disebelah kepala Kyungsoo, merasakan deru nafas hyungnya mengenai lehernya, Kyungsoo hanya diam dan mengelus pelan kepala Kai, menyesap aroma shampoo milik adiknya.

Kyungsoo tahu ini impian Kai, ketika suatu malam Kai pernah bercerita bahwa ia ingin melihat gedung-gedung tinggi, lampu-lampu kota, jalanan Seoul yang tak pernah sepi, ia juga ingin menonton pemain sepak bola favoritnya bertanding secara langsung dikursi penonton Stadion, bukan hanya sekedar mengagumi dari balik layar TV tabung nya.

Dan ia tetap Kyungsoo. Pria yang lebih senang memandangi bintang hingga larut malam sebelum pergi tidur, berangkat kerja pagi-pagi sekali setelah menyiapkan bekal untuk Kai, dan ketika sore tiba, menunggu dibagian kasir sekaligus merawat berbagai macam bunga ditoko Bunga peninggalan neneknya.Dan Kyungsoo lebih suka ini.

Ia mengerti impiannya dan Kai jauh berbeda, tetapi mereka tetap saudara apapun itu keadaannya.

END

How doyou feel guys? Satu lagi daftar fanfic Brothership-Family ku dan lagi-lagi Kaisoo huehuehue (=w=)/ salahkan couple satu ini yang cocok banget jadi karakter drama mellow hiks :’v

Sudah cukup lama sih udh nggak nulis beginian, takutnya gaya bahasaku semakin buruk-_- jadi minta pendapat, saran, dan komentar nya yah hahaha :v see you next time! :D

nb: (hint forthe next pathcode Series: hutan-api)


Something Hidden (Chapter 1)

$
0
0

something hidden new

Author: SakuRaa (@_raraa84)

Title: Something Hidden (Chapter 1)

Cast:

-Byun Baekhyun (Baekhyun)

-Oh Sehun (Sehun)

-Kim Jongin (Kai)

-Park Chanyeol (Chanyeol)

-Do Kyungsoo (Kyungsoo)

-Kim Joon Myun (Suho)

Genre: Family, Brothership, Friendship, School Life.

Rating: General

Length: Chaptered

‘ketika ia remaja, ia akan bisa mengutarakan pendapatnya sendiri. Ia akan bisa memilih apa yang ingin dia pilih. Orang tua tak akan selamanya ada disamping anaknya, mereka juga harus menyadari itu’

 

==================

(diharapkan kalian membaca Teaser nya terlebih dahulu!)

http://koreadansaya.wordpress.com/2014/07/19/something-hidden-teaser/

=====

BackSound:

One Direction – The Story of My Life

Busan, 17 Mei 2012

Seorang pria baru saja duduk disalah satu kursi kereta Api yang dekat dengan jendela, Pantulan bayangannya terlihat jelas dari balik kaca Kereta Api yang ia tumpangi, sambil tersenyum lembut pria itu melambaikan tangannya berkali-kali pada seseorang diluar yang sedang menangis dan melakukan hal yang sama dengannya.

Tiba-tiba seseorang itu tersadar akan sesuatu kemudian mengayunkan tangannya agar pria didalam Kereta segera turun dan menemuinya sebentar.

Pria itu menghela napas dan turun, ia menghampiri seseorang yang kini sibuk mengorek isi tas dipundaknya.

“Ibu… ayolah, kereta ku akan berangkat sebentar lagi, ada apa?”

aissh, aku lupa memberimu ini” Ibu pemuda itu mengeluarkan sebuah kalung berliontin cincin emas putih dari dalam tasnya. Dan memberikannya pada pria yang ada dihadapannya.

“ibu, ini kalung peninggalan ayah, untuk apa diberikan padaku?” pria itu mengembalikan kalung dari tangannya. Tetapi Ibu setengah baya itu menolak.

“sudahlah Nak, anggap ini kalung keberuntunganmu disana, mengerti? Jika kau kekurangan uang untuk kehidupanmu sehari-hari, kau boleh menjual ini.”

“tapi..” Baekhyun menggeleng, tetapi wanita itu segera menyela.

Baekhyun, ibu tak pernah mau menjual cincin ini sesusah apapun keadaan kita, karena Ibu dan Ayah sudah memberikan cincin ini untuk masa depanmu…” wanita setengah baya itu menangis kembali sambil mengelus pundak anaknya. Pria itu hanya mengangguk sambil memeluk Ibunya untuk yang kesekian kalinya.

*

Baekhyun mengedarkan pandangannya kearah jendela disamping tempat duduknya. Kereta yang ia tumpangi ini akan membawanya ketempat… yah dia harap ketempat yang jauh lebih baik daripada desanya, Busan. Ketempat yang dipenuhi lampu-lampu kota dan gedung-gedung tinggi yang menjulang. Ketempat dimana dia akan meneruskan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi, SMA.

Baekhyun haruslah beruntung, karena ia mendapat beasiswa penuh untuk meneruskan sekolah di SMA Elite bernama Yongguk yang letaknya ditengah-tengah kota Seoul. Sekolah yang hanya berisi murid-murid pintar dan kaya. Tentu saja.

Mungkin Baekhyun bukan murid yang kaya, tetapi pasti dia murid yang pintar karena berhasil mendapat beasiswa itu.

 

Harusnya seperti itu.

*

Seoul, 18 Mei 2012.

Baekhyun merentangkan kedua tangannya dan meluruskan otot-ototnya perlahan. 9 jam perjalanan dari Busan ke Seoul sangat melelahkan, tentunya. Ia harus menghabiskan waktu selama itu untuk tidur dalam posisi duduk.

Ia menggeret kopernya keluar dari stasiun sambil melirik jam tangannya dan ternyata jam menunjukkan pukul 7.29 pagi.

Baekhyun begitu takjub dengan suasana stasiun kota Seoul. Pemandangan seperti ini pun sungguh berbeda dari stasiun dikampungnya, begitu kotor dan panas. Tetapi di stasiun ini, terang, bersih, dan sejuk.

Ketika langkah kakinya benar-benar keluar dari stasiun tadi, ia menghentikan langkahnya dan menghirup udara dalam-dalam. Ia duduk dibangku Halte depan stasiun dan meletakkan barangnya dibawah. Senyumnya tak pernah pudar dari wajah manisnya yang putih bersih. Ia memang bukan anak orang berada, tetapi ia selalu menjaga penampilannya agar tetap rapi dan enak dilihat.

“woaah, disini dingin sekali”

ia mengeratkan lengannya dan memeluk dirinya sendiri, menciptakan sedikit kehangatan, ia menoleh kekanan-kekiri dan ia pikir, orang-orang di sampingnya itu juga sedang menunggu Bus. ia harap sebentar lagi Bus akan lewat dan segera membawanya ke sekolah barunya itu.

 

1 menit

 

2 menit

Benar, tak berapa lama sebuah Bus tingkat berwarna Silver berhenti didepan Halte. Baekhyun sedikit lega dan segera mengangkat koper dan tas ranselnya kedalam bus.

anyyeong, apa bus ini melewati SMA Yongguk, Tuan?” Baekhyun membungkukkan badannya dan berbicara sopan. Sopir bus itu mengangguk,

“ya, masuklah.”

*

Baekhyun menurunkan kopernya dari dalam bus, setelah ia sampai dipintu Gerbang SMA Yongguk. Baekhyun sangat takjub karena tinggi pintu gerbang itu mungkin sekitar 3x dari tingginya saat ini.

Baekhyun melangkahkan kakinya pelan, ia mengedarkan pandangannya keseluruh SMA yang megah itu.

Taman yang luas nan hijau, 1 gedung kaca yang sangat tinggi, 2 gedung yang lebih kecil dari gedung pertama, dan terlihat beberapa atap berbentuk kubah dari pintu gerbang sekolah ini, mungkin itu gedung Olahraga. Tak lupa dipintu gerbang itu juga terukir tulisan, ‘SMA Yongguk’.

“woaah, ini seperti kompleks perumahan mewah” entah sadar atau tidak, Baekhyun menggumamkan kalimat itu.

Tiba-tiba seorang pria setengah baya dengan pakaian rapi berbentuk seragam menghampiri Baekhyun yang masih terdiam ditengah-tengah gerbang.

“permisi Tuan? Ada perlu apa ya?” ucap pria itu sambil mengamati Baekhyun dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rambut hitam yang tersisir rapi, jaket abu-abu tebal, ransel dipunggungnya, celana jeans yang warnanya memudar dan sepatu kets nya yang lusuh.

“oh, maaf pak, saya bakal murid beasiswa disini” Baekhyun mengeluarkan sebuah Map biru dari tas ranselnya, dan segera ia berikan pada pria setengah baya itu. Pria itu mengernyitkan dahinya heran, tapi kemudian menutup kembali Map itu.

“baiklah, jika demikian, silahkan anda ke Gedung utama disebelah sana, lalu—”

*

Baekhyun menuruti perintah bapak tadi yang ternyata adalah satpam disekolah ini. Ia berjalan sambil sesekali menoleh kanan-kiri menemukan tulisan ‘Office Room’ seperti kata bapak tua itu.

“Practice Room… perpustakaan…” Baekhyun membaca satu-persatu petunjuk arah di hadapannya. Ini hari Minggu, pantas saja tak seorang pun yang ia lihat sedang berlalu-lalang disekitar sini. Tetapi kata Satpam itu, walaupun hari Minggu, di jam segini banyak murid yang sedang mengikuti kegiatan extrakulikuler, sehingga mereka masuk dalam ruangan masing-masing.

“ah, ini dia. Office Room.” Baekhyun segera mengikuti arah panah di papan itu. Ia berpikir, ini seperti lorong rumah sakit yang terdapat ruang lebar ditengah-tengah gedung, ditengah gedung juga dibiarkan tanpa atap, sehingga cahaya matahari dapat masuk dan memberikan kesan gedung itu sangat luas. Tengah-tengah gedung itu berisi tanaman-tanaman, rumput, dan beberapa bangku dari kayu.

*

“baekhyun-ssi, ingat. Setiap murid baru yang mendapat Beasiswa, masih harus menjalani program percobaan selama 6 Bulan sampai Ulangan tengah Semester tahun pertama. Jika dalam Ulangan tengah Semester itu anda mendapat 1 nilai saja yang kurang dari Rata-rata yang tertera, kami mohon maaf, beasiswa anda harus dicabut.” Baekhyun terperanggap, ia menghela napasnya panjang,

“em, 6 Bulan?” baekhyun berhenti memperhatikan kertas-kertas ditangannya dan menoleh pada guru perempuan dihadapannya itu.

“ya, murid beasiswa masih bisa merasakan semua fasilitas sekolah ini secara gratis, tetapi jika dalam 6 bulan itu, ia gagal, dan mendapat nilai jelek, ia harus keluar. Tapi jika nilainya tetap bagus sesuai rata-rata, ia akan tetap disini dan kami akan memberikan beasiswa penuh sampai ia lulus. Begitulah ketentuannya. Apa kau keberatan?” Jelas wanita itu.

Baekhyun seketika menggeleng, “tidak, tidak Seosangnim. Em kalau begitu, saya permisi dulu.” Wanita itu mengngguk, lalu Baekhyun bangkit dan membungkuk hormat.

*

Baekhyun keluar dari ruangan guru dengan banyak kertas-kertas ditangannya, ia masih menatap lurus kedepan, memikirkan apa yang dikatakan guru perempuan tadi. Ia menghela napas panjang sambil menggelengkan kepalanya, ia lalu menatap kembali kertas-kertas itu, ada yang harus ditandatangani, diberi pas photo, diisi, dan banyak lagi perintah dari seorang guru perempuan yang memandu Baekhyun tadi.

“baiklah, ini pas photo 3×4, ini tandatangan, ini… Wow” tangannya berhenti membuka kertas baliknya ketika ia melihat kertas dengan judul ‘Kompetensi Dasar kelas X-XII Reguler Class & Billing Class’ yang sangat berbeda.

Untuk Reguler Class ditabel sebelah kiri sangat banyak dan rata-rata yang harus dicapai sangat tinggi.

Sedangkan, tabel sebelah kanan, untuk Billing Class, dengan kompetensi yang sama, tetapi nilai rata-rata yang standart. Sedangkan, murid Beasiswa seperti Baekhyun akan memasuki Reguler Class.

‘mengapa? Apakah sekolah ini sangat membedakan golongan?’

Baekhyun terus berjalan sambil menggeret kopernya dan membaca satu-persatu kertas ditangan kanannya. Tiba-tiba,

 

Bruuk

Baekhyun menabrak seseorang yang berjalan berseberangan dari arahnya, seluruh kertas-kertas ditangan Baekhyun pun berserakan dilantai dan dengan sigap seorang pria yang ditabrak Baekhyun tadi membungkukkan badannya sambil memunguti kertas-kertas itu.

“oh, maaf, maaf. Aku tidak melihatmu tadi, maaf.” Baekhyun menundukkan kepalanya berulang kali, Pria itu bangkit, dan membaca sekilas kertas-kertas Baekhyun dan memberikannya.

“tidak apa-apa.” Pria itu menatap lekat-lekat Baekhyun, tanpa Baekhyun sadari. Segera Baekhyun membungkukkan badannya sekali lagi dan berjalan melanjutkan langkahnya.

Setelah berlalu, pria itu memasang Headset di telinganya, dan menoleh kebelakang, kearah Baekhyun, menatap punggung Baekhyun sambil memiringkan kepalanya.

Byun Baekhyun…” gumamnya pelan.

*

Seorang gadis berjalan pelan sambil menggeret kopernya, kacamata hitamnya ia lepas dan terlihat sepasang manik mata oval berwarna coklat yang dipoles sedikit make-up.

Tak berapa lama, datang 2 pria setengah baya dengan pakaian rapi menghampiri gadis itu.

Anyyeong Nona-Hyun, selamat datang kembali di Korea” sapa salah satu pria itu, sedangkan pria yang lainnya segera meraih koper dan jas si gadis.

anyyeong Tuan-Kim. Apa ayah yang menyuruhmu menjeputku? Padahal aku sudah bilang tidak usah padanya.” Gadis itu tersenyum lembut, pria tua bernama Kim mengangguk. Ia langsung membukakan pintu mobil sport warna Merah dan menyuruh gadis itu masuk.

“tak apa Nona, itu memang kewajiban saya.” Gadis itu tersenyum, dan kemudian menatap lekat-lekat mobil yang ada dihadapannya, mobil ini masih baru, bahkan jok mobilnya masih ada yang dibungkus plastik.

Gadis itu menggeleng sambil tersenyum, “ini pasti mobil yang ayah belikan untukku!” dan pria setengah baya itu pun tertawa.

*

Ji Hyun

Aku turun dari mobil pribadiku. Walaupun aku belum pernah memakainya, tetapi ayahku sudah membelikan mobil ini jauh-jauh hari sebelum kepulanganku kembali dari Paris. Ia bahkan menelponku untuk menanyakan mobil apa yang aku suka. Tentu saja aku jawab ‘terserah’, karena aku memang tak punya pengalaman apapun tentang mobil atau sejenisnya. Tapi baiklah, aku harus mengakui, calon mobil ku ini sangat bagus dan mewah.

“Ayah!” aku masuk kedalam rumah, semua tampak sepi. Tatanan rumah tak jauh beda dari 4 tahun lalu setelah aku meninggalkan rumah ini. hanya warna cat saja yang dirubah menjadi warna krem, karena kupikir warna putih sudah lumayan tua untuk rumah ini. Kepala pengawal Kim dan pengawal ku yang lain kemudian masuk dan meletakkan koperku dikamar lantai 2.

“tuan besar mungkin sedang diruang kerjanya, Nona” ucap pembantu wanita yang sedang membawa kain pel dari belakang rumah. Aku tersenyum, lalu mengangguk. Aku bergegas untuk keruang kerja Ayahku disudut ruangan.

Ayahku memang tidak suka keramaian. Sehingga ruang kerjanya atau kamar tidurnya pun jauh dari halaman, ruang tengah, atau ruang tamu. Ia memilih membangun kamarnya lebih menjorok ke belakang.

Aku membuka knop pintu pelan. Suara decitan terdengar jelas sehingga seorang pria yang sedang duduk dikursi kerjanya didalam langsung menoleh kesumber suara.

“ayah!!” aku langsung menghambur dan memeluknya. Ia membalas pelukanku dan mengelus puncak kepalaku.

Sungguh, aku sangat merindukan masa-masa kebersamaanku dengan ayahku. Walau dia termasuk orang yang sibuk, tetapi ia tak pernah absen untuk mengambil hasil Raportku, ia selalu menunda jadwal Meetingnya jika aku ingin jalan-jalan bersama. Ia tak pernah lupa jika ada hari Minggu atau libur.

“JiHyun, ayah sangat merindukanmu, sayang” suara berat itu. Suara bass itu, aku sangat merindukannya.

“aku juga sangaat merindukanmu, ayah.” Tak terasa aku menangis. Menangis bahagia pastinya.

Masa-masa sulit 4 tahun lalu itu sangat membuat ayahku dan aku tersiksa.

Aku tak mau berpisah seperti dulu lagi, aku tak mau berpisah dengan orang yang kusayangi lagi.

Aku melepas pelukanku pada ayahku, “Ayah, mengapa kau membelikanku mobil mewah seperti itu, huh? Itu pasti sangat mahal, ayah. Mobil seperti yang ayah belikan padaku waktu di Paris, itu saja sudah cukup. Tidakkah ayah ingat masa-masa sulit kita 4 tahun yang lalu?”

Aku mengerucutkan bibirku sambil melipat kedua tangan didepan dada. Ayahku tersenyum geli, umurku sudah 15 tahun tapi aku masih sama seperti dulu. Selalu bersikap manja pada ayah.

Salah sendiri dia selalu memanjakanku sejak kecil?

“itu hadiah untukmu, sayang. Dan … ayah janji, tidak akan membawamu kemasa-masa sulit seperti itu lagi, oke?”

Ji Hyun POV End

*

Kai mengetuk pelan pintu ruangan kerja ayahnya. Ia berharap-harap cemas walaupun wajah tenangnya tetap ia tunjukkan didepan karyawan-karyawan perusahaan ayahnya ketika ia lewat tadi.

Ayah Kai memang seorang pemilik perusahaan paling kaya di Seoul, perusahaannya mencakup semua bidang dikota Seoul, dan jika ia sudah memanggil Kai untuk keruangannya, berarti ada hal yang sangat penting untuk dibahas. Karena mereka memang jarang berinteraksi, tetapi Kai sangat menghormati Ayahnya, yah karena Ayahnya lah satu-satunya keluarganya. Begitulah menurut Kai.

“masuklah.” Ucap pria tua yang sedang memasukkan buku-buku kedalam rak buku yang hampir memenuhi ruangan lebar itu.

Kai mengangguk, segera ia duduk di sofa sebelah barat ruangan. Pria tua itu kemudian berjalan dengan bantuan tongkat disebelah kanan tangannya. Umurnya sudah tua tetapi ia harus terus mengelola perusahaan sebesar ini. Ia juga tak jarang memakai kursi roda jika ada Meeting diluar kota.

“bagaimana dengan sekolah yang kemarin kau kunjungi?” pria itu menuangkan air panas kedalam 2 gelas kopi dihadapannya. Walaupun Kai anak kandungnya, ia selalu berbicara formal dan bersikap seperti kepada rekan bisnisnya sendiri.

“cukup bagus. Memangnya ada apa, ayah?” Kai menerima segelas kopi dari tangan Ayahnya. Lalu meletakkannya pada meja didepannya.

“itu calon sekolahmu nanti” pria tua itu tersenyum sambil menyeduh kopi dan memutar-mutarkan gelasnya.

Kai menoleh cepat, matanya membulat sempurna, ia begitu terkejut karena Ayahnya tak pernah membahas akan melanjutkan sekolah dimana Kai nanti. Tetapi tiba-tiba ayahnya memutuskan hal dengan sepihak seperti ini.

“tapi Ayah, bagaiman—”

“kau belum mendaftar kesana kan? Jadi tidak ada alasan untukmu menolak sekolah itu. Aku yang akan mengurus semuanya nanti.” Pria itu bangkit, dan kembali duduk dikursi kerjanya. Kai hanya menunduk dalam, ia tak akan mungkin bisa menolak permintaan ayahnya, apapun itu.

“oh ya, dan ambil seragam-mu secepatnya. Aku sudah memesan untukmu” Kai hanya mengangguk, dan bangkit, ia mengambil jasnya dan membungkuk pada ayahnya.

Ia sebenarnya kecewa, sungguh. Tapi ia bisa apa?

*

Kai menghentakkan tangannya pada stir mobil Mercendes hitam yang ia bawa. Nafasnya naik turun tak sempurna, bahkan ia sesekali mendengar mobil disebelah atau dibelakangnya membunyikan klakson mobil mereka karena Kai mengemudi tidak benar.

Ia tak mungkin menolak ayahnya. Ia tak mungkin menolak perintah ayahnya. Ia tidak mungkin mengatakan ‘tak mau’ pada ayahnya.

Dari kecil, Kai selalu menurut apa yang diinginkan ayahnya, apa yang diaturkan ayahnya untuk Kai. ia tak pernah menolak. Sampai sekarangpun juga begitu,

tetapi bagaimanapun bayi akan tumbuh menjadi anak, anak akan tumbuh menjadi remaja, dan ketika ia remaja, ia akan bisa mengutarakan pendapatnya sendiri. Ia akan bisa memilih apa yang ingin dia pilih. Orang tua tak akan selamanya ada disamping anaknya, mereka juga harus menyadari itu.

*TBC*

The Story Begin Here! Di sekolah mereka yang baru itu lah mereka memulai semuanya!

Oke oke. Gimana? Ini bahasanya, letak kata-kata nya udah diperbarui :v (namanya juga Mega Project :v apalah)

Ini sebenernya masih Prolog, belum apa-apa, Cast-cast selanjutnya juga baru muncul Chapter 2 atau 3 (bertahap lah ya-_-)

Diharapkan memberikan Comment, like atau sebangsanya. Itu sangat membantu oke?

Comment dan saran tetap ditunggu, Bye.

@_raraa84


Mysterious Sight (Part 1)

$
0
0

mis

Cast :

  • Kim Sora
  • Huang Zitao
  • Park Gyuri
  • Cho Nayoung
  • Lee Hara
  • Han Ji Eun
  • Jung Cheonsa
  • Park Chanyeol

Author : GSB (@sadanema)

Genre : Friendship, romance

Rating : PG-13

 

 

AUTHOR POV

Segerombolan gadis muda tengah duduk bersama, membicarakan hal-hal ringan di sela-sela jadwal kuliah mereka yang cukup padat dan menyita sebagian besar waktu mereka. Pembicaraan hanya berputar pada topik-topik yang tak luput diperbincangkan oleh gadis remaja lainnya, apalagi kalau bukan seputar artis idola.

“ Aisshh…Leeteuk oppa itu paling tampan! Aku heran kenapa kalian tidak menyukainya,” Protes salah satu dari gerombolan itu. Meski gadis itu sudah menyanggah opininya berulang kali, tapi tetap saja ia kalah telak. Biar bagaimanapun satu banding lima bukanlah pertarungan yang ideal.
“ Sudahlah! Kenapa kita malah jadi membahas hal seperti ini? Bukankah setiap orang mempunyai pendapat masing-masing?” ucap gadis lainnya mencoba menengahi perseteruan kecil diantara teman-temannya.

“ Betul itu! Aku setuju dengan Hara!” gadis yang dari tadi terus dipojokkan kini merasa merdeka setelah mendengar temannya ini berpihak padanya.

“ Baiklah, kau selamat kali ini Han Ji Eun,” Gumam gadis lain sembari menyesap minumannya. Sontak gadis bernama Han Ji Eun mendesis kesal pada temannya yang satu itu.

“ Oh ya, kudengar mahasiswa pindahan dari Qingdao itu akan pindah ke kelas kita,” Ujar seorang gadis bernama Cho Nayoung yang mengundang begitu banyak reaksi dari temannya lain.

Jinjja? Ah… berarti sebentar lagi kita akan menyaksikan sebuah drama mengharukan. Bertemu kembali dengan teman kecil yang sudah tak ditemui selama lima tahun. Bukankah sangat menarik?” oceh gadis bernama Jung Cheonsa sembari melempar pandangan jahil ke arah gadis lain bernama Kim Sora.

Sontak gadis bernama Kim Sora itu kini menjadi pusat perhatian diantara gadis-gadis tersebut. Mereka memandang gadis tersebut, dan tak lama kemudian terkekeh pelan seolah sedang menggoda gadis yang sedang mereka pandangi.

“ Kita hanya perlu menunggu waktu yang tepat saja,” balas Ji Eun tak kalah jahilnya.

Kini amarah Sora, benar-benar sudah memuncak sampai ubun-ubunnya. Namun menanggapi celotehan kedua temannya itu, sama seperti menggali kuburannya sendiri.

“ Ya! Tapi aku penasaran, apa Huang Zi Tao itu masih mengingatmu?”

Gadis bernama Sora-pun mengalihkan pandangannya ke arah Hara yang bisa dibilang sedikit lebih waras daripada teman-temannya yang lain. Ia menghela napas ringan, terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban model apa yang harus ia berikan untuk pertanyaan Hara tadi. Sejujurnya ia juga tidak tahu, apa pria bernama Huang Zi Tao itu masih mengenalnya atau tidak.

“ Tenang saja! Jika pria itu tidak mengingatmu, kami akan membantumu agar dia bisa mengingatmu kembali, bagaimana?” tawar Gyuri yang duduk di sebelah Kim Sora.

“ Jangan membahas hal itu lagi! Aku juga tidak peduli dia masih mengingatku atau tidak!” Sora melepaskan rangkulan Gyuri dan memilih menyibukkan dirinya dengan melahap beberapa makanan ringan di depannya.

Mungkin mulutnya bisa berkata tidak peduli, tapi tidak begitu dengan hatinya. Sejujurnya ia sangat berharap jika orang yang sangat dirindukannya itu masih mengingat dirinya. Tapi rasanya ia terlalu takut, bahkan sangat takut untuk sekedar berharap.

******

Seorang gadis muda masih tenang mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Matanya tak berpaling dari layar laptop di hadapannya dan jari-jari lentiknya terus bergerak di atas papan keyboard. Suasana hilir mudik orang-orang di sekitarnya, tak lantas membuyarkan konsentrasinya. Bahkan gadis itu hampir lupa kalau sekarang ini ia sedang ditemani oleh salah seorang temannya, Jung Cheonsa.

“ Sampai kapan kau mau mengerjakan tugas itu? Kau tahu tidak, aku sangat bosan berada di sini!” keluh Cheonsa yang nampaknya memang sudah sangat bosan.

“ Tentunya sampai selesai. Lagipula siapa tadi yang memaksamu ikut ke sini? Dasar..” ucap Sora tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya.

Kata demi kata terangkai menjadi kalimat yang kemudian bergabung menjadi sebuah paragraf dan terangkum menjadi sebuah wacana. Jari-jari lentik itu tak kunjung lelah, hingga akhirnya senyuman lebar menghiasi wajah gadis itu. Ditatapnya puas layar laptop di depannya, sejenak ia menghela naPas ringan. Tugas yang sedang ia kerjakan, kini telah usai, membuat gadis bernama Kim Sora itu senang bukan main. Tak lama, ia mematikan sistem operasi pada benda elektronik miliknya itu. Iapun mulai membereskan barang-barangnya dan menyimpan laptopnya ke dalam tas.

“ Akhirnya selesai juga! Rasanya sudah seperti satu abad aku menunggu di sini.”

Meski Sora amat senang karena tugasnya sudah selesai, namun ada orang lain yang lebih bahagia, siapa lagi kalau bukan Cheonsa. Sora hanya menggelang aneh pada temannya yang begitu antusias bangun dari duduknya.

Kajja! Kita temui yang lain!” ujar Cheonsa sambil menatap Sora dengan riang.

“ Baiklah nona Jung!” Sora hanya bisa pasrah mengikuti keinginan temannya itu, lagipula ia memang sudah muak berlama-lama di tempat yang sering disebut perpustakaan itu.

Sora berjalan pelan mengekori Cheonsa yang berjalan dengan begitu riang di depannya. Gadis bernama Sora itu hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi yang jelas sangat berbanding terbalik dengan apa yang diperlihatkan oleh Cheonsa. Sebenarnya bukan karena ia tak memiliki rasa bahagia di dalam hatinya, hanya saja rasa letih yang sedang ia rasa sudah menarik semua minatnya untuk sekedar beriang gembira.

Sesampainya dua gadis itu berada di depan pintu keluar, langkah mereka terhenti saat dari jarak yang tak cukup dekat, mereka melihat beberapa namja yang berjalan beriringan. Dari sekian banyak namja yang berada di dalamnya, hanya satu yang cukup menarik perhatian dua gadis itu. Seketika salah satu gadis yang masih terdiam itu, menoleh ke arah gadis di belakangnya.

Mwoya? Kenapa menatapku seperti itu?” sungut Sora yang merasa risih dengan tatapan dari Cheonsa.

Kajja! Tunggu apalagi?” tak ada jawaban dari Cheonsa, yang ada ia semakin intens memandangi wajah Sora.

Mengerti maksud dari tatapan itu, dengan cekatan Sora langsung mengambil langkah maju mendahului Cheonsa yang masih terdiam di tempatnya. Sekeras mungkin Sora berusaha bersikap tidak terjadi apa-apa, meski sebenarnya gadis itu tengah repot menangani detakan jantungnya yang berpacu lebih cepat dari sebelumnya.

Hingga derap langkah membawa dirinya semakin mendekat pada sosok yang mampu memporak-porandakan akal sehatnya. Pandangannya kini semakin tak menentu, saat ia mendengar suara itu semakin jelas, suara namja itu. Rasanya ingin sekali ia memutar langkahnya, dan menghindar agar ia tidak berpapasan dengan sosok itu, Huang Zi Tao.

“ Oh begitukah? Sepertinya aku memang perlu menjelajahi area sekitar kampus ini,” Ujar seorang pria menanggapi ucapan temannya. Tak lupa senyuman tipis yang mempesona terpampang pada wajah tampan itu. Iapun kembali diam dan menyimak penuturan salah temannya yang sedang menjelaskan seluk beluk kampus yang baru dua hari ini ia datangi.

Matanya terus mengedar mengikuti arahan tangan temannya. Namun pandangan lelaki itu berhenti, ketika matanya bertemu dengan sepasang mata cantik yang terlihat begitu ragu untuk menatapnya. Perlahan langkah lelaki tampan itu berhenti, tepat bersama dengan akal sehatnya yang mendesak memorinya untuk mengingat sesuatu. Pandangannya tak lepas dari gadis itu, sepertinya ia sudah benar-benar terhipnostis dengan gadis pemilik mata itu.

Jelas-jelas ia melihat sosok yang selama lima tahun ini, amat ia rindukan, namun gadis berambut panjang bergelombang itu terus mencoba mengabaikan desiran-desiran aneh pada dirinya. Langkahnya semakin cepat dan terkesan sangat buru-buru, yang membuatnya berlalu begitu saja dari hadapan priayang masih menatapnya dengan segala ketertarikan.

Dari belakang, Cheonsa yang masih tertinggal hanya bisa merutuk kesal atas tindakan bodoh yang dilakukan temannya itu. Ia tak habis pikir dengan isi otak temannya itu. Baiklah kalau kau tak mau melakukannya, biar aku yang melakukannya. Tak lama ide jahil mulai datang dan memenuhi pikirannya, hingga gadis bernama Cheonsa itu menyeringai puas.

“ Yak! Kim Sora! Tunggu aku!” teriak Cheonsa saat kira-kira ia hampir berpapasan dengan pria bernama Huang Zi Tao tadi.

******

Sora POV

Aku hanya bisa mendengus kesal sembari memutar bola mataku. Mendengar ocehan mereka yang tengah memojokkanku, sungguh sangat menjengkelkan. Ini semua gara-gara gadis bernama Jung Cheonsa. Coba saja gadis itu tak bercerita macam-macam pada yang lain, mungkin saat ini aku sedang bernapas lega. Kulirik tajam Nayoung yang untuk kesekian kalinya melontarkan kalimat yang tentunya terus memojokkanku. Kalau seperti ini jadinya, aku berharap Park seosangnim segera datang. Tak peduli jika sebelumnya, aku sungguh membenci kuliahnya, yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya membuat dua gadis ini berhenti berkicau.

“ Kau ini memang sungguh payah Sora!” ya…terus saja menceramahiku! Coba saja kalau kalian berada di posisiku, aku sangsi kalian bisa melakukan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah kulakukan.

“ Bukankah kau sangat ingin bertemu dengannya?” Ya benar! Tapi semua tak semudah yang kau bicarakan Park Gyuri.

Aku hanya diam atau lebih tepatnya pura-pura bersikap tenang, seolah aku tidak mendengar apapun yang kedua temanku katakan. Setidaknya dengan cara seperti ini, tidak membuatku semakin kesal. Dan kemungkinan, dua orang ini akan lelah dengan sendirinya karena tidak ada satu pun ucapan mereka yang kutanggapi.

Tapi tak lama suasana kelas yang awalnya agak gaduh, perlahan menjadi semakin gaduh karena beberapa dari mereka berpindah ke tempat masing-masing. Kemudian suasana kelas yang tadinya sangat berisik, berubah menjadi lebih tenang. Sekarang semua orang duduk tenang di kursi masing-masing. Maksudku ada yang benar-benar tenang dan ada pula yang berpura-pura tenang.

“ Selamat siang semua!” suara berat lelaki yang umurnya bisa kutaksir sekitar lima puluh tahunan, terdengar ke seluruh penjuru kelas. Benar saja! seorang pria berusia lanjut memasuki ruangan kelasku. Ah… mimpi burukku datang!

Aku hanya bisa menghela pasrah ketika melihat Park seosangnim tengah meletakkan buku-buku tebal di atas mejanya. Sesekali ia mendeham pelan sembari melirik ke arah dimana semua mahasiswa duduk. Dengan teliti, matanya terus berpindah dari satu kursi ke kursi yang lain. suasana seperti ini sungguh tidak asing bagiku, kegiatan seperti ini memang sudah merupakan rutinitasnya setiap datang ke kelas.

“ Dimana murid baru itu?” tanyanya dengan suara tegas yang menggelegar. Aishh…tidak bisakah orang ini bersikap sedikit lebih santai. Apa dia tidak lelah bersikap kaku seperti itu setiap hari? Lagipula kenapa dia menanyakan anak baru itu pada kami? Tentu kami tidak tahu menahu tentang anak baru yang sedang ia bicarakan itu.

“ Maaf aku telat!” sebuah suara menyahuti pertanyaan seosangnim setelah sebelumnya suasana kelas begitu hening. Aku tidak tahu siapa orang itu, atau lebih tepatnya tidak mau tahu, karena aku sendiri sedang berfokus pada buku catatanku. Tapi siapapun orang itu, aku yakin dia adalah orang yang tidak takut mati. Jika tidak, bagaimana bisa ia berani datang terlambat ke kelas seorang dosen yang terkenal sangat mengerikan?

Mendadak suasana kelas menjadi agak riuh semenjak kedatangan orang yang masih tak kuketahui. Bisa kudengar obrolan beberapa orang yang tengah membisikkan sesuatu mengenai orang itu. Yang jelas mereka tengah mencibir orang itu, namun ada juga yang tengah mengelu-elukan orang itu, contohnya orang di samping kanan kiriku, siapa lagi kalau bukan Cho Nayoung dan Park Gyuri.

“ KAU! Kenapa telat datang ke kelasku? Kalau seperti ini tidak usah mengikuti kuliahku saja sekalian!” suasana mencekam mendera begitu suara Park seosangnim yang menyeramkan terdengar sedang membentak orang itu.

Jeosonghamnida seosangnim! Tadi aku tersesat saat perjalanan kemari! Sungguh! Tolong beri aku kesempatan,” Jelas orang itu dengan nada sedikit mengiba.

Ahh…malang sekali orang itu! Kurasa lebih baik ia segera pergi dari kelas ini, daripada harus mendengarkan omelan Park seosangnim lebih banyak lagi.

“ Tersesat? Kau murid baru itu? Huh…baiklah! Sekarang cari tempat dudukmu!” aku terlonjak kaget atau lebih tepatnya tidak percaya. Bagaimana bisa Park seosangnim membiarkan orang itu? aisshh… ini tidak adil! Baiklah anak baru! Sepertinya aku penasaran dengan bentukmu.

Belum juga keterkejutanku reda, kini sesuatu yang lebih dahsyat menyentak batinku. Mataku terbelalak cukup lebar saat melihat sosok orang itu yang ternyata adalah…Tao? Tubuhku melemas hingga rasanya aku ingin menenggelamkan kepalaku sekarang juga. Dan lagi-lagi aku hanya bisa melongo, saat sosoknya semakin mendekat padaku. Ini nyatakan? Aku sedang tidak bermimpikan? Dia berjalan menghampiri tempat dimana aku berada dan berhenti tepat di depan kursi yang memang berada di depanku.

Kali ini jantungku berdegup kencang hingga rasa sesak tak dapat terelakkan. Rasanya sulit sekali untuk sekedar menghembuskan sisa-sisa pembakaran metabolism dari dalam tubuhku.

Mata itu, mata itu berhenti tepat menatap mataku. Tatapan tajam matanya sungguh telah mengisolasi diriku untuk tidak berpaling pada hal lainnya. Setelah sukses mengacaukan pikiranku, kini ia menarik kedua sudut bibirnya hingga membuat sebuah lengkungan indah yang sangat mempesona.

Ayolah berhenti memandangku seperti itu Huang Zitao! Kau ingin membuatku gila? Tapi beruntung suara teguran Park seosangnim terdengar dan membuatnya mengalihkan pandangannya ke depan. ia pun dengan tenang duduk tepat di depanku.

“ Aigoo… tampan sekali dia!!” ujar Nayoung dengan nada yang menurutku sedikit berlebihan. Rasanya terdengar sangat menggelikan di telingaku, yah…walau apa yang dikatakannya memang benar.

“ Aisshh..kau ini! Semua pria memang selalu kau bilang tampan!” cerca Gyuri yang mampu membuat Nayoung mendengus kesal. Namun bukan Nayoung namanya, kalau berhenti memuja lelaki tampan.

******

At Cafetaria

“ Benarkah?” seru Ji Eun dan Cheonsa bersamaan. Sudah kuduga pasti kedua orang bernama Nayoung dan Gyuri tidak akan diam sebelum menceritakan apa yang terjadi tadi.

“ Benar! Kau tahu, ternyata namja itu sangat tampan dan tentunya memiliki postur tubuh sangat ideal!” timpal Nayoung membenarkan. Dia itu heboh sekali. Seperti baru melihat manusia tampan saja. Semua terlihat begitu antusias, terlebih saat Nayoung mengatakan kata TAMPAN. Garis bawahi itu.

“ Ya…orang itu memang tampan dan tinggi. Tidak seperti kekasihmu!” gumam Cheonsa yang masih bisa terdengar olehku. Temanku yang satu itu, memang tidak pandai bergumam. Bagaimana bisa suara bergumam, terdengar sangat jelas?

“ YAK! Siapa yang kau maksud?” pekik Nayoung kesal. Namun seperti biasa, Cheonsa hanya menanggapinya dengan bertingkah seperti tidak melakukan apa-apa dan memasang wajah tanpa dosa kebanggaannya.

“ Sudahlah! Lagipula yang dikatakan Cheonsa memang tidak salah!” sahut Ji Eun yang malah membuat aura gelap pada Nayoung semakin terlihat menyeramkan.

Aku hanya bisa terkekeh pelan melihat perubahan ekspresi Nayoung. Semula ia tampak sangat antusias membicarakan Tao namun dengan mudah Cheonsa merusak perasaan baiknya.

“ Oh ya, terus bagaimana? Apa kalian berdua saling menyapa?” tanya Hara sembari memajukan wajahnya. Ia memandangku dengan sangat intens, atau lebih tepatnya sedang memaksa sebuah jawaban keluar dari mulutku. Sebesar itukah rasa penasaranmu Lee Hara?

Aku menghela napas sejenak, kemudian berancang-ancang untuk menjawab pertanyaan Hara. Namun belum juga aku bicara, Nayoung sudah menyelak.

“ Seperti biasa, tidak ada yang gadis ini lakukan kecuali menghindar. Aku heran sekali kenapa dia begitu. Coba kalian berada di kelasku saat itu, mungkin kalian bisa merasakan sejengkel apa perasaanku waktu itu,” selak Nayoung yang membuat ketiga temanku yang lain mengangguk. Isshh…rasanya ingin sekali aku menyumpal mulutnya, yang ditanya itukan aku bukannya dia. Memangnya apa yang ia ingin aku lakukan? Haruskah aku bersikap sok akrab? Bukankah itu sangat aneh?

“ Ya…dia memang payah. Tapi menurutku Sora membutuhkan waktu, bagaimanapun bertemu lagi dengan seseorang yang sudah lama tidak kita temui, membuat kita akan merasa sedikit canggung bukan?”

Aku hanya bisa menatap Cheonsa dengan tidak percaya. Rasanya aku ingin segera menghampirinya dan mengucapkan terimakasih padanya.

“ Cisshh…dapat kalimat bijak darimana kau, anak kecil?” ejek Nayoung yang membuat Cheonsa mengerucutkan bibirnya.

“Aishh..sudahlah! Yang penting sekarang Sora sudah bertemu kembali dengan pangerannya. Masalah bagaimana tindakan selanjutnya nanti, itu urusan belakangan,” Ujar Gyuri yang diangguki oleh yang lain. Tapi aku tidak setuju dengan ucapannya. Bukankah sangat berlebihan dengan menyebut Tao sebagai pangeran? Aku juga tidak pernah merasa dia itu pangeranku.

******

Author POV

 

At Library

Seorang pria muda tengah tenggelam dengan kesibukannya, yaitu membaca sebuah buku tebal yang baru saja ia temukan dari beberapa tumpukan buku yang berjejer di rak perpustakaan. Ia begitu serius mencerna kata per-kata yang sedang ia baca.

Tenang. Begitulah kesan yang dipancarkan oleh pria itu. Beberapa kali ia mengalihkan pandangannya dari buku tebal itu dengan menegakkan kepalanya, kemudian terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan aktivitas bacanya. Yah, setidaknya itulah hal menarik yang sedang dilakukan oleh pria bernama Huang Zi Tao.

“ Hei!”

Akhirnya pusat perhatiannya terpecah saat seseorang yang menepuk pelan bahunya. Ia langsung beralih menghadap orang yang baru saja menyapanya.

“ Apa aku mengganggumu?” tanya seorang pria di depannya. Langsung saja ia menggeleng, membuat pria bernama Chanyeol girang bukan main. Namun ekspresi berbanding tengah diperlihatkan oleh seorang gadis di sampingnya.

“ Oh ya, Cheonsa kenalkan ini teman baruku namanya Huang Zi Tao,” Terang Chanyeol pada gadis di sampingnya yang terlihat sedikit jengah. Kemudian gadis yang dipanggil Cheonsa itu menoleh ke arah Chanyeol sambil tersenyum masam.

“ Aku sudah mengenalnya.”

Kedua alis Chanyeol bertaut, sejenak ia memandangi gadis di sampingnya dengan intens. “ Benarkah? Bagaimana bisa?” tanya Chanyeol begitu antusias.

“ Hanya mendengar dari Nayoung,” Jawab Cheonsa malas. Gadis itu sebenarnya malas berada di tempat yang sama dengan makhluk bernama Chanyeol, namun karena alasan terpaksa ia harus tetap melakukannya. Kini Cheonsa hanya bisa menahan kesal sambil memutar bola matanya, tapi tiba-tiba saja gerakan matanya terhenti begitu ia menangkap sebuah buku yang letaknya tak jauh dari bukul tebal yang tadi dibaca Tao. Mengerti dengan arah pandangan Cheonsa, Tao langsung menutup buku tebal itu dan memasukkannya ke dalam tas.

“ Ah…bagaimana? Apa yang perlu aku jawab?”

Mendengar ucapan Tao, sejenak pikiran Cheonsa beralih. Kini ia mulai duduk di depan pria itu, diikuti dengan Chanyeol yang duduk di sampingnya. Gadis itu terlihat sibuk mengeluarkan buku dan alat tulisnya. Dengan teliti ia memastikan semua daftar pertanyaan yang telah ia susun sebelumnya. Setelah merasa cukup yakin, iapun memulai sesi pertanyaannya.

Tak jarang Cheonsa menambahkan pertanyaan di luar daftar pertanyaan yang telah ia susun, begitupun dengan Chanyeol yang tak kalah aktif dengan gadis itu. Sepertinya tugas kali ini mampu membuat Cheonsa dan Chanyeol bisa duduk bersama dengan tenang. Tidak ada lagi ejekan-ejekan yang memancing emosi, yang ada hanya kerja sama dan kekompakan.

******

“ Sepertinya kau sangat akrab dengan orang itu,” ujar Cheonsa kemudian menyesap milk shake miliknya.

“ Aku bertemu dengannya empat hari yang lalu saat ia sedang mencari ruangan. Semenjak itu kami sering bertemu, ia juga banyak bertanya tentang kampus ini padaku,” Terang Chanyeol yang hanya diangguki oleh Cheonsa.

“ Kenapa? Kau tertarik dengannya ya? Aishh…ternyata semua yeoja itu sama. Sama-sama mudah tertarik dengan lawan jenis,” Cibir Chanyeol.

Gadis itu hanya bisa mendelik kesal ke arah Chanyeol yang jelas-jelas sedang menuduhnya dengan tuduhan yang sama sekali tidak benar. Ok…Tao memang tampan tapi orang itu sungguh bukan tipenya. Lagipula ia masih normal, jadi wajar jika ia menyukai lawan jenis, walaupun orang itu bukan Tao.

******

Sora POV

Tak habis-habisnya aku mendengar celotehan teman-temanku sepanjang jalan menyusuri koridor menuju pintu gerbang keluar. Terkadang aku ikut menimpali pembicaraan mereka atau memilih tutup mulut jika pembicaraan mereka mulai memojokkan posisiku.

“ Hari ini aku mau makan jjajangmyeon, bagaimana kalau kita makan bersama?” tanya Nayoung yang membuat kami terdiam sejenak.

“ Baiklah. Bagaimana, apa kalian ikut?” aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Hara barusan, berarti dengan kata lain aku menyetujui usulannya tersebut. Kamipun kembali berceloteh dengan riang.

“ Hey Cheonie, bagaimana kencanmu dengan Chanyeol tadi?” aku hanya melirik ke arah Cheonsa yang tengah mendelik kesal atas pertanyaan Ji Eun atau tepatnya pertanyaan yang paling dibencinya.

“ Kencan apa maksudmu, hah? Aku dan dia hanya mengerjakan tugas yang diberikan oleh Jinhye seosangnim, tidak lebih!” jelas Cheonsa sedikit berteriak.

Anak ini, pasti akan selalu berapi-api kalau disinggung masalah Chanyeol. Memang ia sering sekali terlihat bertengkar dengan namja itu, dan itulah yang membuat kami sering menggodanya. Bisa saja kan Chanyeol itu menaruh perasaan padanya?

Keurae, berhenti menggodanya atau tidak nyawa kalian akan lenyap di tangannya sekarang juga,” Celetuk Gyuri.

“ Diam kau!”

Lagi-lagi pertengkaran terjadi hanya karena masalah sepele, tapi memang beginilah persahabatan kami. Lebih banyak ejekan daripada kalimat manis seperti hubungan persahabatan normalnya. Ya…setidaknya dengan begitu, membuatku tidak perlu canggung ataupun sungkan lagi.

“ Lihat! Bukankah itu Tao?” semula aku malas menanggapi ucapan Nayoung, bisa sajakan kalau dia hanya mengerjaiku dan mengejekku setelah aku menoleh ke arah pandangannya. Namun rasa enggan itu terusir begitu mendengar tanggapan teman-temanku yang lain.

Baiklah aku menyerah atau memang aku sudah tak mampu bertahan. Kini ku ikuti kemana arah pandangan Nayoung dan teman-temanku yang lain. terlihat seorang pria keluar dari sebuah van mewah lengkap dengan seragam kerja khas supir pribadi. Orang itu berjalan memutari mobilnya dan berhenti tepat di depan Tao. Entah perbincangan macam apa yang sedang mereka bicarakan, yang jelas mereka berbincang sebentar sebelum akhirnya orang itu membukakan pintu van dan mempersilahkan Tao untuk duduk di barisan kursi penumpang.

Setelah Tao masuk ke dalam mobil, orang itu segera menutup pintu mobilnya dan kembali berlari memutar. Tak lama decitan suara mesin mobil terdengar, kemudian mobil itu melaju pelan hingga akhirnya keluar dari area parkir.

 

 

Tidak ada yang berubah darinya. Bahkan kebiasaan antar jemputnya masih tak berubah.

 

 

 

******

Author POV

Suasana kelas begitu sibuk, sesibuk para penghuni yang berada di dalamnya. Dengan cakapnya mereka membereskan semua barang dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian beranjak meninggalkan ruangan dimana selama lima jam penuh yang lalu mereka pergunakan untuk menimba ilmu di dalam sana. Raut wajah yang begitu muram otomatis berubah menjadi sedikit lebih ceria, saat mereka berada di ambang pintu keluar. Begitu juga dengan Sora, Gyuri, maupun Nayoung. Mereka terlihat begitu tidak sabar untuk bisa keluar dari ruangan itu.

“ Sora! Tunggu!” panggil orang yang tengah berjalan menghampiri gadis yang ia maksud. Sontak gadis bernama Sora-pun langsung menoleh pada orang yang baru saja memanggilnya, tak hanya Sora tapi kedua teman Sora-pun ikut menoleh.

Kekehan pelan yang sebelumnya terdengar dari mulut Sora, perlahan tak terdengar saat mata gadis itu menangkap sosok gagah di depannya. Tak jauh berbeda dengan Sora, Gyuri dan Nayoung-pun memamerkan ekspresi tercekat. Sejenak akal sehat Sora menghilang dibawa pergi oleh kegugupannya, membuat dirinya tidak dapat melakukan apapun kecuali diam.

“ Ini! Bukumu tertinggal.”

Sora menerima uluran tangan Tao yang sedang mengembalikan buku catatan miliknya. Tak ada sepatah katapun yang diucapkan Sora setelah menerimanya, bahkan sekedar ucapan ‘terimakasih’ saja tidak terdengar dari mulutnya. Hingga akhirnya gadis itu memutar balik tubuhnya, sehingga ia berada dalam posisi sedang memunggungi pria di belakangnya. Ia menghirup udara sejenak, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu.

******

Sekejap tubuh gadis itu menegang, lagi-lagi jantungnya kembali berdegup kencang. Letupan-letupan dalam hatinya terus bergejolak hingga ia sendiri merasa tak kuasa untuk mengendalikan diri. Langkahnya terhenti begitu saja setelah mendengar sebuah suara menyerukan namanya dengan nada beserta intonasi yang amat ia kenal.

“ Sora-aa..”

Butuh banyak waktu untuk gadis itu menetukan sikap, meski sebenarnya ia hanya butuh waktu sepuluh detik untuk bisa meyakinkan dirinya. Ya…setidaknya orang normal lainnya hanya membutuhkan waktu sepersekian detik untuk menoleh pada asal suara yang memanggil nama mereka.

Lambat laun tubuh mungil itu memutar balik. Membuat pemilik tubuh mungil itu kembali tersentak dengan pemandangan yang sebelumnya telah ia dapati. Seolah akan sangat berdosa jika menatap sepasang bola mata itu, Sora tak berani memandangnya dan lebih memilih untuk menundukkan kepalanya.

Namun bukan berarti ia perasaan aneh itu hilang begitu saja, karena pada nyatanya dengan kepala tertundukpun, gadis itu malah bisa melihat jelas derap langkah orang di depannya yang kian mendekat ke arahnya. Hingga perasaan itu sampai pada puncaknya, dimana saat pemilik kaki itu berhenti pada jarak yang begitu dekat.

“ Kau tak mengingatku, Sora-aa?” pertanyaan lolos dengan mulusnya dari mulut pria yang masih menatap intens dirinya.

Tak ada rasa canggung pada pria itu, jelas-jelas ia sedang berharap bahwa gadis yang telah lama tak ditemuinya itu mau mengangkat kepalanya. Pria berambut hitam itu masih menggerakkan kepalanya, mencoba untuk menemukan mata sahabat lamanya. Seulas senyum tipis terpampang jelas, hingga membuat siapapun yang melihatnya terpesona.

Desiran-desiran aneh yang ia coba musnahkan, secara mencengangkan datang lagi dengan jumlah yang justru lebih membludak dari jumlah sebelumnya. Kali ini Sora benar-benar tak bisa bernapas dengan baik, saat sensasi-sensasi aneh menjalari sekujur tubuhnya. Senyum itu… senyum yang selama ini hanya dapat ia lihat melalui kenangan-kenangan lama yang masih bersarang dalam memorinya, kini dapat ia lihat secara langsung. Hingga gadis berkuncir kuda itu merasa seperti sedang bermimpi.

“ Sora?” kesadaran gadis itu kembali berkumpul saat untuk kesekian kalinya, suara itu mengucapkan namanya dengan sangat fasih.

Salah satu alis pria itu melengkung yang membuat keningnya sedikit berkerut. Pria itu seperti sedang menyelami isi pikiran orang di depannya yang sedari tadi tak mengucapkan sepatah katapun. Hingga sebuah terkaan muncul dalam benaknya, ‘apa dia sudah melupakanku?’ kira-kira begitulah isi pikiran pria yang masih menunggu jawaban dari Sora.

“ A..a..aku…”

Tao semakin menatap intens gadis di depannya, yang hanya bisa mengatakan kata aku dengan tergagap. Untuk sejenak mata mereka bertemu, tapi tak lama Sora kembali membuang pandangannya.

“ Tentu..aku masih mengingatmu. Anak manja yang terus mengejekku dengan sebutan manusia aneh. Mana bisa aku melupakannya?”

Prasangka buruk yang tadi muncul sebagai terkaan-terkaan mengecewakan, kini luluh lantah tergantikan oleh sebuah fakta yang begitu manis. Tak pelak pria itu kembali menyunggingkan senyumnya yang membuat matanya sedikit menyipit.

“ Ah…kukira kau sudah melupakanku. Tapi kalau memang seperti itu, kenapa dari kemarin kau tidak kunjung menyapaku? Aissh…kau ini sombong sekali Kim Sora,” keluh Tao sambil terkekeh pelan yang tak sengaja membuat Sora ikut menarik kedua sudut bibirnya.

 

 

 

******

 

 

 

At Cafetaria

 

Beberapa pasang mata kini tengah memandang serius dua objek pemandangan di depan mereka secara bergantian. Tak pelak terkaan-terkaan muncul di benak masing-masing setelah melihat jelas dua sosok di depan mereka, Sora dan Tao.

“ Apa ada yang aneh denganku?” tanya Tao yang cukup berhasil menyudahi tatapan-tatapan aneh dari kelima gadis di depannya. Sejurus dengan pertanyaan Tao yang terlampau polos, kelima gadis itu mengubah sedikit posisi duduk mereka untuk sedikit mengatasi perasaan salah tingkah setelah sebelumnya tertangkap basah.

“ Mereka memang seperti itu jika melihat manusia yang baru dikenal. Kelewat aneh dan mengerikan,” Desis Sora asal. Dalam hati ia mengejek kelima temannya yang terlihat sangat gugup saat ini. Bisa ia ingat dengan baik bagaimana dulu teman-temannya mengejek dirinya yang selalu diam atau cenderung menghindar saat bertemu dengan Tao, tapi melihat teman-temannya sekarang, ia benar-benar yakin bahwa dirinya lebih baik dari kelima gadis itu.

Issh…teman-temanku ini pendiam sekali rupanya. Biasanya kalian menghabiskan seluruh waktu kalian untuk mengoceh, ayolah bicara! Aku bisa mati bosan kalau kalian terus diam,” tutur Sora dengan nada manja yang dibuat-buat. Jelas sekali ia sedang mengejek tingkah laku kelima temannya.

Delikan sinis tak urung menghujami Sora, namun karena merasa lebih unggul, Sora hanya bisa menggedikkan bahunya sembari tersenyum tipis seolah sedang menabuh genderang perang dengan pemilik mata-mata itu.

“ Santai saja! Jangan sungkan padaku, anggap saja aku bagian dari kalian,.” Ujar Tao santai. Sikap ramahnya serta senyumnya begitu mempesona mencairkan kebekuan yang tengah membelenggu. Membuat kelima gadis itu melupakan kejadian memalukan seperti yang telah mereka lakukan tadi. Setidaknya sekarang tingkah mereka bisa sedikit lebih normal.

“ Hmm..Tao-ssi, bagaimana ya aku memanggilmu..” desis Nayoung tak karuan.

“ Panggil aku Tao,” Selak Tao dengan santai.

“ Sebenarnya apa alasanmu pergi ke Qingdao?” tanya Nayoung dengan tatapan menyelidik.

Jelas pertanyaan Nayoung mewakili pertanyaan kelima gadis lainnya, terutama Sora. Kilatan-kilatan hitam putih seolah berputar dalam memorinya. Kejadian lima tahun lalu, dimana saat gadis itu menyambangi sebuah rumah yang tak lagi asing baginya. Dengan wajah riang gadis itu menekan bel pada tembok rumah itu. tak lama, keluar seorang wanita dengan pakaian khas seorang asisten rumah tangga dari balik pintu utama, ia menyapa wanita itu dengan ramah. Namun kenyataan yang tak pernah ia prediksikan terlontar, hingga memaksanya menerima kenyataan pahit bahwa orang yang menjadi tujuannya datang ke rumah itu telah pergi. Pergi ke tempat jauh yang letak tepatnya tidak ia ketahui.

“ Semenjak usia lima tahun aku tinggal di sini, hingga akhirnya aku jarang sekali bertemu dengan nenek kakek-ku. Mereka semakin tua, hingga tanpa sadar banyak kebersamaan yang telah ku lewatkan. Jadi aku memutuskan untuk tinggal bersama mereka,” jelas Tao. Pria itu tersenyum tipis setelah ucapan terakhirnya, ia memandang ke bawah atau lebih tepatnya memandang ke hamparan meja yang tengah ia tempati. Tapi tak lama, pria itu menatap gadis-gadis di hadapannya dengan ramah seperti sebelumnya.

Santai sore bersama mereka berjalan begitu menyenangkan meski awalnya terasa begitu canggung dan kaku. Namun tak lama, kebersamaan itu terasa lebih santai dan menyenangkan. Gurauan, candaan atau ledekan-ledekan jahil menghiasi pertemuan mereka, hingga tak terasa waktu terus berjalan, membuat langit kota Seoul kini terlihat sedikit merah kekuningan. Senja telah menyapa, memaksa mereka semua untuk mengakhiri kegiatan mereka.

“ Senang bisa menghabiskan waktu denganmu. Kami harap kau tidak keberatan jika lain kali ikut bersama kami,” Ucap Nayoung pada Tao sembari berjalan menyusuri area parkir.

Hembusan nafas jengah dan pasrah tak pelak menjadi bagian dari ekspresi kelima gadis lainnya. Melihat sikap Nayoung yang begitu manis pada Tao membuat mereka sedikit jengah.

“ Tentu aku mau! Itupun kalau Sora mengizinkan.” Sahut Tao sembari melirik Sora. Kelima gadis lainnya langsung saja ikut melirik Sora dengan penasaran. Sungguh mereka sedang berpikir sejauh apa hubungan Sora dan Tao.

“ Terkadang dia itu kelewat pelit. Sampai-sampai melarangku untuk mengenal teman-temannya,” Ucap Tao lagi. Lelaki jangkung itu tersenyum jahil saat menyadari perubahan ekspresi Sora yang jelas-jelas sedang menyuruhnya untuk menutup mulut sekarang juga.

“ Lagipula untuk apa kau mengenal teman-temanku?” cerca Sora lantang, namun suaranya perlahan melemah saat beberapa pasang mata yang tadi sedang beralih pada Tao, kini kembali menatapnya dengan penasaran.

“ Aisshh…sudahlah aku mau pulang!” Sora menghentak-hentakkan kakinya dengan keras seolah melakukan itu bisa membuat rasa kesalnya ikut jatuh bersama langkah kakinya.

“ Yak..manusia aneh! Pulang bersamaku!”

 

TBC

 

Hayoo…..bersambung deh!! Kekekekk….

Gimana pada penasaran ama kisah selanjutnya gak? Aku harap sih pada penasaran? Ada yang tertarikkah ama ff ini? jujur aku juga gak berharap ada reader yg bener” interest ma ff ini, karena tau sendirikan, ceritanya itu pasaran banget. BTW ini ff jadul bgt, sebenernya udah dipublish dari tahun, pas baru kenal EXO. Itupun karna temenku sering bgt nyetel videonya. Berhubung waktu itu belum begitu engeh sama mereka, aku Cuma engeh sma beberapa orang aja. Nah, salah satunya Tao. inilah kenapa cast-nya Tao. Just info aja sih, ini ff chapter pertamaku dengan cast anak exo. Berhubung ini ditulis udah dari kapan tau, bahasanya masih alay banget *walau aku juga masih alay sampe skrg* terus ceritanya pasaran bgt *maklum, bikinnya pas jaman SMA*

 

Oh ya sedikit penjelasan Journey of love series ini menceritakan tentang kisah enam gadis yang udah sahabatan semenjak SMP hingga kuliah. Ceritanya disini mereka adalah mahasiswi dari universitas Chung-ang. Karena umur mereka yang relatif muda, mereka banyak mengalami hal-hal baru yang sebelumnya nggak pernah mereka temui. Biar lebih jelas, aku kasih rincian data tentang enam gadis itu. ini dia!

 

 

Park Gyuri : mahasiswi fakultas manajemen bisnis

Cho Nayoung : mahasiswi fakultas manajemen bisnis

Lee Hara : mahasiswi fakultas hukum

Kim Sora : mahasiswi fakultas manajemen bisnis

Han Ji Eun : mahasiswi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik

Jung Cheonsa : mahasiswi fakultas hubungan internasional

 

Nah jadi setiap orang punya giliran masing-masing dalam pembagian. Dan di seri mysterious sight ini jatahnya Kim Sora ama Tao. Nanti pas cerita mereka udh kelar, akan ada cerita lain yang tentunya dengan main cast salah satu dari lima anak di atas yang belum kebagian cerita.

Ok, semoga ada yg tertarik dan nungguin.. btw Thanks buat siapapun yang udh baca.

 

 

 

Thanks

 

GSB


Can I love you ? (Chapter 1)

$
0
0

Author: Choi Jungli (@arifah_am)

Length: chaptered

Genre: romance,married life

Main Cast:

Kris / Wu Yifan (Exo M)

Krystal / Jung Soojung (F(x))

Other Cast:

Lay / Zang Yixing (Exo M)

Dll^_^

Can I love you ?

“Morning oppa”senyum itu, sapaan itu, pelukan itu entah mengapa tidak pernah membuatku menyukainya. Entah berapa kali aku mencobanya tetap saja aku merasa biasa di saat seperti ini,dia istriku namanya Krystal Jung dan nama koreanya adalah Jung Soojung kami menikah bukan atas dasar cinta tapi karena perkawinan M&A (marger dan akuisisi) ini semua tentang perusahaan ayahnya dengan perusahaan ayahku yang bersatu dan mendapatkan keuntungan.Meski seperti itu nampaknya ia sangat menyukaiku sejak awal kita bertemu.

Kris pov end

Flachback On

Auther pov

Seorang namja dengan tinggi kurang lebih 180cm, memakai celana slimfit berwarna hitam serta kemeja putih dan jas yang dipadu padankan dengan bis merah sangat serasi dengan namja itu, ia sedang menunggu sesorang saat ini.Ia hanya sibuk mengutak-atik tab di tangannya sesekali menyesap ice cappucino di hadapannya tidak lama kemudian datang seorang yeoja memakai dress kuning pastel dengan high heels putih susu yang membuatnya sangat serasi.

“Wu Yifan?”Tanya yeoja itu,senyumannya itu membuat orang yang melihatnya mengerti tanpa harus mengucapkan apapun bahwa ia sangat jelas menaruh minat terhadap orang yang ditatapnya itu

“Yes I am”orang yang di panggil hanya menjawabnya tanpa melirik sedikitpun tetap sibuk dengan tabnya

“Aishh, oppa jangan berbicara dalam bahasa inggris walaupun aku mengerti,kita ini di korea”yeoja itu segera menghempaskan tubuhnya di sofa tepat dihadapan namja itu.

“Anggap saja kita sudah berkenalan, saling menceritakan tentang satu sama lain, nonton film bersama dan makan malam,aku harus pergi,dan panggil saja aku Kris”Kris bangkit dari duduknya ia hanya menatap yeoja itu tanpa minat ia akui yeoja itu cantik tapi untuk apa jika ia sama skali tak menyukainya.

“Baiklah kalau begitu,aku Krystal,anyi naneun Jung Soojung setidaknya kita harus mengetahui nama satu sama lain”Krystal mengangkat tangannya bermaksud untuk bersalaman,tapi Kris hanya mentap tangan itu sebentar tanpa berniat menjabatnya.

“Aku tahu kau siapa,aku terlalu sibuk untuk mengurus pernikahan ini aku harap kau bisa untuk mengurusnya”setelah mengatakan itu Kris pergi menuju pintu keluar tanpa menoleh sedikitpun.

Krystal senang ternyata orang yang dijodohkan dengannya adalah orang yang sesuai dengan keinginannya walaupun orang itu sangat dingin,ia rasa pernikahan ini akan menyenangkan Krystal benar-benar menyukai Kris saat ini.

Flashback Off

Krystal pov

Pagi ini seperti biasanya,walaupun aku tahu perasaan Kris oppa takkan berubah meskipun aku melakukan ini setiap hari.

Bukankah sebagai istri ini adalah kewajibanku,memasakkan dia makanan,menyetrika pakaiannya,memeluknya bukankah itu wajar.

Sudah lima bulan sejak kita menikah tapi tidak pernah sekalipun ia membalas pelukanku setidaknya kalau ia tidak menyukaiku ia pasti membenciku tapi aku tak pernah merasa bahwa Kris oppa membenciku,tapi kenapa rasanya seperti tak ada apapun yang ia rasakan saat bersamaku,hhhhh nado nan molla!!

“Morning oppa”aku memeluknya dari belakang ini sudah kebiasaanku,

“Morning too”walaupun tak tulus aku senang ia menjawabnya.

“Apa hari ini oppa lembur lagi?”Tanyaku padanya,hanya dijawab anggukan olehnya yaa aku tau ini akan menjadi seperti ini tapi tak bisakah ia setidaknya tinggal di rumah sehari saja bahkan untuk hari libur ia tetap bekerja.

‘Appaku saja tetap punya hari libur dan tetap pulang tepat waktunya tanpa libur selama ia menjabat,apa oppa benar-benar sibuk atau hanya sekedar menghindariku?’ ingin rasanya aku berkata seperti itu tapi ku tahan takut saja jika ia marah.

“Wagurae,apa yang kau pikirkan?”Tanya oppa padaku aku langsung salah tingkah dibuatnya aku takut kalau ia bisa membaca pikiran seperti di drama yang pernah ku tonton, “keunyang…,ahh eobseo”jawabku kikuk, “kalau begitu,aku pergi dulu”ia segera bangkit dari tempatnya.Aku menahannya, melihat dasinya tidak terpasang dengan rapih akan memalukan melihat seorang direktur seperti ini,merapihkannya sedikit lalu tersenyum saat aku mendongak untuk melihatnya ia hanya menatapku tanpa kata.

“Ahh…itu…kugae…aku hanya merapihkannya sedikit untukmu oppa jadi jangan salah paham”aissh kenapa aku harus kikuk aku benar benar malu ditatap olehnya seperti itu aku yakin pipiku memerah, “aku tidak mengatakan apapun,baiklah aku pergi dulu”ia berjalan beberapa langkah namun berbalik lagi “Soojung ah gomawo”ia tersenyum padaku oh my god demi semua drama yang pernah ku tonton Kris oppa TERSENYUM PADAKU ahhh senang nya.

Kris pov

“Pagi sajangnim”sapa Lay padaku ia sekertaris sekaligus seorang sahabat ku aku akrab dengannya,bukan tapi aku sangat akrab dengannya.

“Sudah berapa kali ku katakan santai saja Lay jangan memanggilku seperti itu terlihat seperti aku ini tua sekali”.

“Arasseo hyung,hari ini ada berita buruk bagimu”kata Lay dengan tampang yang benar-benar memperlihatkan ia simpati,”ada apa kali ini?”Aku hanya menjawab tanpa minat.

“Saham Queen corps memiliki beberapa masalah saat ini dan perusahaan ini punya 6,5% dari saham mereka,apa kau ingin menjualnya saja atau tetap mempertahankannya,namun menurutku kau bisa menjualnya dengan harga murah daripada harus rugi nantinya”Lay bericara panjang lebar kali ini masalah saham ahh bosan,”aku setuju denganmu untuk masalah yang lain kau bisa kan mengurusnya sendiri tanpa memberitahuku,aku sudah punya banyak masalah Lay arra ?”Aku berpura-pura seperti orang yang benar punya banyak masalah ia mengangguk dan langsung pergi,sepertinya hari ini tidak terlalu banyak kerjaan yang harus kukerjakan juga tak ada jadwal rapat yang membosankan aku bisa cukup bersantai.

Author Pov

Kris pergi dari kantor untuk sekedar makan siang di sebuah cafe dekat kantornya,seperti biasa ia memesan ice cappucino dan steak sebagai makanannya,ketika sedang menunggu pesanannya tiba-tiba ia melihat Krystal keluar dari supermarket memang rumah mereka tak terlalu jauh dari daerah itu,Krystal kini sedang mencoba untuk menghentikan taxi.

Sudah lama ia berdiri tapi tak satupun taxi kosong,awalnya Kris tak perduli dan tetap menunggu makanannya dengan setia namun lama kelamaan ia tak tahan melihat Krystal.

Segera ia keluar cafe dan memanggil Krystal yang berada diseberang jalan,baru keluar Krystal sudah melihat Kris,ia melambaikan tangannya dan tersenyum.Kris memanggil Krystal untuk datang padanya,tanpa menunggu waktu lama yeoja cantik itu datang padanya.

Mereka kini berada di dalam cafe,Krystal tersenyum melihat kris sedang makan “kenapa menatapku kau tak mau makan”tanya Kris,”melihat oppa makan membuatku kenyang”jawab Krystal santai,”bagaimana bisa seperti itu,kau aneh”

“Biar saja”Krystal mengeluarkan sedikit lidahnya bermaksud mengejek tapi tak ditanggapi Kris.

Krystal mengedarkan pandangannya ia melihat sepasang remaja yang bergandengan tangan dengan masih mengenakan seragam sekolah.

“Aku ingin seperti mereka”gumam Krystal tanpa sadar,Kris yang masih sibuk dengan makanannya mendengar gumaman Krystal ia segera melihat ke arah yang Krystal tatap ia tersenyum,tiba-tiba Kris merasa seperti ada sesuatu yang menjalar pada tubuhnya entah apa itu.

Krystal Pov

Sudah seminggu sejak aku melihat sepasang remaja itu,aku mulai berpikir apa aku bisa seperti mereka.

Aku menangis karna aku iri dan aku ingin seperti mereka,bisakah?mungkinkah?apa Kris oppa bisa mencintaiku seperti aku mencintainya?air mataku mengalir begitu saja.Aku segera menghapus arimataku saat sadar ada seseorang yang menelpon.

Author Pov

‘Jessica unni’nama kontak yang tertera di ponsel Krystal

“Yeoboseyo”seseorang diseberang telpon ini berbicara dia Jessica dia unniku yang sudah menikah dengan Lee Donghae kekasihnya

“Nde unni,ada apa sangat jarang kau ingin menelponku ada apa hheum?”Tanyaku

“Eii jangan begitu soojung ah,siap-siap terkejut dengan apa yang ingin kuberitahu”

“Memangnya ada apa unni?”

“Aku positif hamil 3 bulan,ahh senangnya untuk merayakan ini datanglah kerumahku nanti malam arra?”Cerocos Jessica

“Betulkah chukkae unni,kundae unni ada yang ingin kuceritakan padamu”Krystal memang sering berbicara pada kakaknya itu tentang masalah apapun karna menurutnya saudara perempuannya itu bisa dipercaya

“Ada apa memangnya kenapa nada suaramu seperti itu? Apa ada masalah dengan Kris?”

“Memang bukan masalah besar,seperti biasa dia memang selalu dingin padaku tapi akhir-akhir ini kenapa aku merasa aku sudah tak menyukainya lagi apa aku salah jika berlaku seperti ini,aku juga ingin mendapat balasan ketika aku memeluknya seperti pasangan suami istri lainnya apa itu susah untuknya”tanpa Krystal sadari airmatanya kembali menetes

“Sabarlah soojung ah unni yakin kau bisa bertahan,es suatu saat nanti akan mencair bahkan baja pun bisa hancur tenang saja soojung Kris pasti masih berat karena perjodohan itu,di tambah lagi dengan masalah kantor yang ia hadapi setiap harinya bersabarlah,kalau begitu kututup telponnya ya,jangan lupa datang nanti malam datanglah bersama Kris jangan datang sendirian”

Setelah mengusap air matanya Krystal melihat jam di handphonenya ’11:30′ apa bisa ia membawa Kris ke pesta unninya?apa ia sempat?

Apakah Kris lembur?

Pertanyaan itu berputar terus menerus dikepalanya,eottokaji?

TBC


Can I love you ? (Chapter 2)

$
0
0

Author: Choi Jungli (@glxyysnww)

Length: chaptered

Genre: romance,married life

Main Cast:

Kris / Wu Yifan (Exo M)

Krystal / Jung Soojung (F(x))

Other Cast:

Lay / Zang Yixing (Exo M)

Dll^_^

Annyeong yeorobun,author jungli disini,bagaimana dengan chapter pertamanya?

Disini bakalan lebih seru lagi jangan lupa RCL ^^

——–can I love you?——–

Setelah mengusap air matanya Krystal melihat jam di handphonenya ’11:30′ apa bisa ia membawa Kris ke pesta unninya?apa ia sempat?

Apakah Kris lembur?

Pertanyaan itu berputar terus menerus dikepalanya,eottokaji?

Can I love you ?

Krystal Pov

Aku ingin menelpon Kris oppa tapi aku takut mengganggu,aku bingung haruskah aku mengajaknya?

Nada tunggu sudah terdengar setelah berdebat dengan diriku sendiri aku memutuskan untuk menelponnya.

“Yeoboseyo,ada apa Krystal”tanya Oppa diseberang sana

“Oppa apa kau sedang sibuk,apa aku mengganggu?”

“Tidak juga aku sedang menandatangani beberapa berkas ada apa ?”

“Apa oppa sibuk malam ini?”Tanyaku,aku tidak bisa berharap banyak aku takut kecewa

“Aku tidak sibuk akhir-akhir ini tidak terlalu banyak masalah yang terjadi,aku bisa pulang sore ini”

“Ahh syukurlah kalau begitu ikutlah denganku ke pesta unni ia sedang merayakan kebahagiaannya menjadi seorang ibu”

“Benarkah? baiklah,aku akan singgah ke toko untuk membeli beberapa bingkisan untuk orangtuamu,hyung dan noona juga”

“Aku tutup yah sampai ketemu oppa”.

Kris pov

Harusnya aku senang akan hal ini tapi kenapa mendengar bahwa Jessica noona mengandung membuatku iri,apa aku mulai menyukai Krystal aku berharap begitu.

Aku tidak membenci atau menyukainya terkadang itu membuatku merasa bersalah ketika mengingat hal apa saja yang telah dia lakukan untukku.

Aku ingat kejadian tadi pagi ketika dia harus membangunkanku lalu menyuruhku untuk mandi seperti biasanya,dan saat keluar dari kamar ia akan selalu menyambutku dengan pelukan hangat disertai kata ‘Morning oppa’ yang dibubuhi dengan senyum manisnya itu mengingat itu sukses membuat ku tersenyum.

‘Tok,tok,tok’

Suara ketukan pintu dari luar,membuyarkan lamunanku.

“Hyung bolehkah aku masuk?”Suara yang tidak asing,manusia yang paling sering kudengar suaranya di kantor ini Lay.

“Hmm masuk saja”

“Aku tidak akan lama hanya akan memberitahu ada rapat mendadak sore ini”

“Tapi tidak bisakah itu ditunda? Hari ini aku ada acara keluarga Lay-ah”ucapku memelas kuharap ia bisa menunda atau manggantikanku dalam rapat ini

“Maaf sekali sajangnim tapi berhubung rapat kali ini sangat penting kau tidak bisa tidak hadir apalagi digantikan olehku,arrasseo?”Ia tersenyum dan memamerkan lesum pipinya sekilas,lalu keluar tanpa ada kata-kata lagi.

Author pov

Krystal ingin tampil cantik malam ini walaupun hanya pesta sederhana setidaknya ia tidak akan terlihat jelek .Ia memang sangat memperhatikan penampilannya ia selalu tampil modis di segala musim.

Krystal mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju salon langganannya sekitaran daerah cheondamdong,namun tiba-tiba ada mobil truk yang melambung mobilnya, saat ingin menghentikan laju mobilnya,entah kenapa rem itu tak berfungsi.

Seperti gerakan lambat,Krystal perlahan menutup matanya tak tahu apa yang harus ia lakukan, ia hanya bisa menerima kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

Krystal sudah tak sadarkan diri,beberapa orang yang melihat kejadian itu segera berkumpul di tempat kejadian.

Beberapa dari kumpulan orang itu mencoba untuk memanggil Krystal yang sudah tak sadarkan diri,dan sebagian dari yang lain memanggil ‘119’ yang digunakan untuk panggilan darurat seperti saat ini.

Tidak lama kemudian mobil ambulance datang dan segera melarikan Krystal ke rumah sakit.

Kris pov

Seperti hari biasanya lagi-lagi rapat mendadak,aku tak yakin bisa hadir ke pesta Jessica noona.Sebaiknya kukabari Krystal dulu agar ia tak menungguku karna kemungkinan rapat ini akan berlangsung lama,andai saja Lay bisa menggantikanku hhh.

Nada tunggu ke ponselnya berbunyi tandanya ponselnya aktif, tapi kenapa tidak diangkat sudah 2 kali aku mencoba menghubunginya tapi tak ada jawaban,tidak biasanya ia seperti ini.

Aku mencoba menghubunginya untuk yang ke 3 kalinya dan ternyata diangkat

“Yeoboseyo,Krystal ahh kenapa lama sekali kau menjawabnya”

“Yeoboseyo apa ini kerabat atau keluarga dari nona Jung Soojung?”Terdengar suara berat seorang pria diseberang sana

“Iya benar,apa yang terjadi?”Aku panik,aku sangat khawatir padanya kenapa seorang pria yang mengangkat telponnya pasti ada sesuatu

“Nona Jung Soojung terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, ia menabrak truk dan sekarang ia dilarikan ke Seoul Unyversity Hospital ia berada di instalasi gawat darurat saya harap anda bisa segera ke sini untuk mengurus biaya administrasi karena nona ini membutuhkan pertolongan segera”

“Baiklah saya akan segera kesana”

Apa kecelakaan? Dan melibatkan Krystal aku tak bisa berpikir tenang saat ini.

“Lay,eodisseo?”Aku berteriak mencari Lay diruangannya tapi kosong saat keluar aku melihatnya sedang melintas menuju lift,aku segera berlari sebelum ia terlanjur masuk

“LAY”kali ini aku berteriak lebih kencang yang akan memekakkan telinga,untunglah ia mendangarnya.Aku mendekatinya dan memberitahu padanya apa yang terjadi nafasaku masih tersengal karna berlari,aku juga menyuruhnya menggantikanku dirapat kali ini,meski mungkin rapat ini penting,Krystal yang terlibat kecelakaan adalah hal yang lebih penting dan kini aku sangat khawatir padanya.

Mobil yang kukendarai sudah berada pada kecepatan diatas rata-rata namun kenapa rasanya lama sekali untuk sampai ke rumah sakit untunglah tidak ada kemacetan yang terjadi di jalan,sehingga melancarkan perjalananku.

Aku segera memarkirkan mobilku dan berlari secepat mungkin menuju ruang instalasi gawat darurat,entah kenapa aku sangat panik.

“Bagaimana keadaannya?Apa dia baik-baik saja?Kenapa ia bisa menabrak truk itu?” Aku tak bisa tenang saat ini, walau bagaimanapun dia itu… Istriku.

“Tenanglah tuan dokter sedang menanganinya didalam sana,sebaiknya anda mengurus terlebih dahulu administrasinya agar dapat diambil tindakan selanjutnya”jawab polisi itu dan berlalu.

Aku kembali berlari menuju bagian administrasi,aku tidak terlalu lama menunggu karena mungkin yang didahulukan adalah pasien darudat,entahlah.Nafasku kembali tersengal dadaku naik turun dan bulir keringat mulai keluar dari pori-pori kulitku meski begitu hanya satu hal yang ku pikirkan saat ini yaitu keselamatan Krystal aku tak bisa menahan perih jika harus kehilangannya.Lagi-lagi aku mengingat kejadian-kejadian yang hampir setiap hari dilakukan Krystal itu membuatku merasa bersalah,ada apa denganku? aku begitu merasa ketakutan sekaligus khawatir saat ini.

Tidak lama kemudian lampu operasi dipadamkan,dokter dan beberapa perawat keluar dari ruangan itu.

“Bagaimana keadaannya dok?apa dia baik-baik saja ?”Cecarku pada dokter itu

“Tenang saja tuan,nona itu tidak mengalami luka dalam yang serius hanya di beberapa bagian,dan hanya luka ringan sedikit memar di bagian lengan kanannya akibat benturan serta beberapa goresan kecil akibat pecahan kaca,ia belum sadar sampai saat ini karena keadaannya yang masih berada dalam keadaan shock”kata dokter itu sambil tersenyum,ia mungkin berusaha meyakinkanku bahwa Krystal dalam keadaan baik-baik saja,

“Ahh syukurlah,kalau begitu bisakah aku melihatnya?”

“Anda bisa melihatnya jika sudah dipindahkan ke kamar rawat,geurom..”dokter itu menundukan kepalanya sebentar lalu pergi.

Aku senang tak ada apa-apa yang terjadi padanya,syukurlah.

Author pov

Krystal sudah dipindahkan ke kamar rawat, kulitnya yang putih berubah menjadi pucat begitu pula dengan wajahnya.Kris hanya bisa berharap agar Krystal segera membuka matanya,ia ingin melihat senyumannya lagi,atau memberinya pelukan hangat seperti biasanya.

Ketika sedang asyiknya memperhatikan Krystal yang tertidur,tiba-tiba ponsel Krystal bergetar,setelah mencari kesana-kemari Kris melihat ponsel itu di meja nakas samping ranjang Krystal segera ia mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelpon.

“Yakk Krystal kenapa kau belum kemari,apa kau tidak mau datang ke pesta unni?”Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan di seberang sana

“Yeoboseyo,noona apa kaukah itu”

“Iya ini benar aku,apa ini Kris?”Tanya Jessica dalam telpon itu

“Benar aku Kris,Noona mianhe aku dan Krystal sepertinya tak dapat hadir diacara mu kali ini”kata Kris yang masih setia memperhatikan Krystal yang terlelap dalam tidurnya

“Waeyo? Apa ada sesuatu yang terjadi? Ada apa hah?”Terdengar suara panik dari Jessica,Kris tau bahwa kakak iparnya itu adalah orang yang gampang panik itulah yang membuat Kris sedikit menahan bicaranya agar Jessica tidak terlalu heboh

“Noona ini memang terdengar tidak baik,tapi aku harap noona jangan terlalu panik sehingga membuat noona memberhentikan pesta yang berlangsung saat ini”nada suara Kris terdengar sangat tenang

“Iya,tapi sebenarnya ada apa hheuum?”Jessica tetap terdengar panik walaupun tidak separah suara yang tadi

“Krystal kecelakaan dan sekarang di..”

“MWO?”Kali ini perkataan Kris terpotong oleh suara kaget yang lebih mirip teriakan cukup keras dari dalam ponsel yang membuat Kris sedikit menjauhkan ponsel Krystal dari telinganya

“Baiklah aku akan segera kesana rumah sakit apa ?cepat beritahu aku”Jessica kini terdengar jelas sedang sangat panik

“Di Seoul Unyversiry Hospital…”

‘Tuut,tuut,tuut’

Lagi-lagi perkataan Kris terpotong,namun kali ini bukan suara teriakan yang memberhentikannya namun suara telpon yang telah diputuskan sepihak oleh kakak iparnya itu.

Kris hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya membayangkan hal apa yang terjadi saat ini di tempat pesta mungkin saja Jessica akan langsung pergi tanpa pamit ataupun memanggil suaminya terlebih dahulu dan datang bersama,entahlah.

Kris kembali menatap Krystal namun bedanya saat ini Krystal sudah membuka matanya bahkan sudah bisa tersenyum dengan manis seperti biasanya.

Hal itu tidak dapat menahan Kris untuk segera memberikan pelukan pada Krystal,namun ada satu hal yang ia tidak sadari saat ini,yaitu ia tak pernah sekali pun memberi pelukan seperti ini pada Krystal.

Sementara Kris yang masih memeluk Krystal dengan perasaan bahagia berbeda dengan Krystal yang hatinya saat ini jelas-jelas sedang deg-deg an ia sangat senang mendapat perlakuan ini dari Kris,Krystal hanya bisa terpaku di tempatnya bahkan hanya sekedar mengankat tangannya untuk membalas pelukan Kris sepertinya ia tak mampu.

TBC



Can I Love You? (Chapter 3)

$
0
0

Can I love you ?

Author: Choi Jungli (@glxyysnww)

Length: chaptered

Genre: romance,married life

Main Cast:

Kris / Wu Yifan (Exo M)

Krystal / Jung Soojung (F(x))

Other Cast:

Lay / Zang Yixing (Exo M)

Dll^_^

——–can I love you?——–

Sementara Kris yang masih memeluk Krystal dengan perasaan bahagia berbeda dengan Krystal yang hatinya saat ini jelas-jelas sedang deg-deg an ia sangat senang mendapat perlakuan ini dari Kris,Krystal hanya bisa terpaku di tempatnya bahkan hanya sekedar mengankat tangannya untuk membalas pelukan Kris sepertinya ia tak mampu.

Can I love you ?

 

Kris tersadar akan apa yang ia lakukan saat ini,ia perlahan melepaskan pelukannya dan suasana dalam ruangan itu berubah menjadi canggung.

Kris menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, ia tidak suka suasana seperti ini benar-benar mengganggu untuk nya.

“Sejak kapan kau sadar? apa kau ingin minum atau memakan sesuatu?”Kris kini mencoba untuk mengalihkan pembicaraan

“Ehh,..anu…itu aku ingin yoghurt dan makan potongan buah apa kau bisa membawakannya untukku oppa ?”Krystal kini hanya bisa menatap langit-langit kamar untuk menutupi perasaannya saat ini

“Ahh baiklah”Kris segera pergi meninggalkan kamar rawat Krystal suasana canggung itu membuatnya menyesali apa yang ia lakukan sebelumnya,ia mengumpat pada dirinya sendiri saat ini.

——–can I love you?——–

Ketika Kris kembali dari membeli yoghurt dan beberapa buah segar untuk Kristal, ia melihat Krystal sedang asyik menonton drama kesukaannya sesekali ia tertawa seakan tidak ada apapun yang terjadi saat ini.

“Memangnya apa yang terjadi Krystal~ah,kenapa sampai kau bisa menabrak truk itu?”Tanya Kris sambil berusaha memotong beberapa buah yang tadi ia beli,ia hanya bisa bertanya tentang hal itu saat ini,ia tidak mau mengungkit kejadian pelukan tadi.

Tapi ketika ia melihat kearah Krystal ekspresi wajahnya berbeda dari yang tadi,Krystal juga sudah tak menatap drama yang masih terputar di televisi itu.

Krystal Pov

“Memangnya apa yang terjadi Krystal~ah,kenapa sampai kau bisa menabrak truk itu?”Aku lagi-lagi terpaku di tempatku, apa tadi yang ku dengar itu benar-benar suara Kris oppa?apa dia benar-benar menanyai apa yang terjadi,aku mencoba mengedip-ngedipkan mataku untuk mencoba menyadarkan diri,tapi ini benar-benar terjadi.

Kini ia melihatku,dan menghentikan aktifitas memotong buahnya sejenak

“Kau kenapa? Apa pertanyaanku salah?”Ahh sepertinya ia menyadari kalau aku saat ini bertingkah aneh

“Aku tadi menabrak truk karena…itu rem mobil itu tidak berfungsi,setelah menabraknya aku sudah tidak menyadari apapun mungkin saja aku sudah pingsan,oppa bisakah kau menegakkan sandaran tempat tidurku rasanya aneh menonton dengan posisi seperti ini” kataku,aku mengalihkan pandanganku pada Kris oppa ia kini mendekat dengan membawa yoghurt dan beberapa potongan buah aku menyambutnya dengan senyuman,ia juga menegakkan sandaran tempat tidurku.Oppa benar-benar mengikuti kemauanku,aku sangat senang melihat beberapa ekspresi yang tidak pernah ia perlihatkan sebelumnya.

Ia juga tertawa saat aku menceritakan beberapa hal lucu,padahal biasanya ia akan mengabaikanku tanpa menganggapku ada.

Ketika Kris oppa sedang membuka bungkusan yoghurt,tiba-tiba terdengar suara gaduh dari luar kamar rawatku ini dan sedetik kemudian pintu itu terbuka dan menampakkan seorang yeoja dengan paras yang cantik dengan tinggi sedang,yang datang bersama seorang namja tampan yang terlihat khawatir,aku tau mereka berdua dia Jessica unni dan Donghae oppa suaminya.

Setahuku aku belum memberitahu siapapun tentang hal ini,mungkin Kris oppa,ahh bisa saja.

“Yakk,Soojung ah apa yang terjadi heum?,kenapa bisa?memangnya karena apa”Jessica unni mengeluarkan semua pertanyaannya tanpa tersendat sedikit pun,ia juga berbicara sambil menangis aku yakin ia sangat khawatir padaku.

“Unni aku tak apa-apa,tidak ada yang parah yang terjadi padaku jadi tenanglah”kataku menenangkannya,ia kini duduk di ranjang yang sama denganku,ia juga mulai memeriksa bagian mana saja dari tubuhku yang terluka,aku tersenyum dan memeluknya aku benar-benar tau kalau unniku ini sangat khawatir,sesekali ia menarik nafasnya karna terisak oleh tangisannya.

Setelah tenang aku menceritakan apa saja yang terjadi ,aku melihat Kris oppa kembali memotong buah yang tadi sempat ia simpan sedangkan Donghae oppa ikut mendengarkan ceritaku.

“Makanya berhati-hatilah kalau kau ingin keluar rumah,jangan sampai kau terluka lagi,lihatlah lukamu ini aigoo,perbanmu banyak sekali,pasti meninggalkan bekas dan lihatlah memar di lengan kananmu itu benar-benar membiru,aish eottohke” Unni lagi-lagi berbicara panjang lebar kali ini airmatanya tak mengalir lagi

“Sudahlah chagi kau tak usah terlalu mengkhawatirkannya,kau juga harus ingat kesehatanmu dan bayi yang kau kandung,tak baik bagi ibu hamil untuk mengalami stres”kata Donghae Oppa yang mengambil buah yang sudah dipotong Kris oppa dan menyodorkannya pada Jessica unni

“Aish hyung,buahnya belum selesai ku potong”Kris oppa mengomel karna buah yang ia potong direbut paksa

“Uri Sooyeon-ni belum makan lagi sejak jam 3 sore,dan sekarang bahkan sudah melewati waktu makan malam apa kau rela membuat Sooyeon sakit lalu bagaimana dengan bayinya nanti”Donghae oppa sepertinya sudah tertular berbicara panjang lebar dari unniku ia terlihat sangat lucu, “Chagiya jangan begitu aku tadi sempat makan beberapa kue sebelum kesini,lagipula aku tau kalau anak kita ini akan menjadi anak yang sehat”Jessica unni mengelus perutnya yang masih rata,walau sedang hamil perutnya belum kelihatan karna masih menginjak usia 3 bulan.

“Unni chukkae keurigo mianhe aku tak bisa datang ke pesta mu”kataku menyesal aku benar-benar ingin hadir tapi,keadaanku tak memungkinkan

“Tak apa istirahatlah,aku sepertinya harus kembali ke pesta”Jessica unni merangkul suaminya

“Kenapa cepat sekali ?”Tanya Kris oppa

“Iya sebaiknya kita harus kembali ke pesta,kami pergi tanpa pamit pada umma maupun appa mereka pasti sangat khawatir saat ini,ingatlah untuk istirahat Krystal-ah dan kau Kris jaga istrimu dengan baik”Donghae oppa memasang kembali jaket yang tadi sempat di lepasnya,mereka berdua pergi setelah berpamitan tidak lama setelah itu aku kembali tertidur.

Kris pov

Krystal kini tertidur,setelah kedatangan kedua kakak iparku ia terlihat membaik,mungkin ia rindu pada unninya.

Aku kembali memperhatikannya yang tertidur sesekali ia menggerakkan tangannya untuk mencari posisi yang baik,mungkin karna memar di lengannya itu terasa sakit,membuatnya tidak nyaman.

Aku berinisiatif untuk mengambil air hangat dan handuk kecil untuk mengompres memarnya,setauku itu dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhannya.

Ia masih bergerak gelisah,aku yakin tidurnya tidak nyenyak karna rasa sakitnya,andai bisa aku ingin membagi rasa sakit itu padaku bukankah lebih baik untuk menghadapinya bersama daripada sendirian,tapi hal ini bukanlah suatu hal yang dapat dibagi.Aku masih telaten mengompres lengannya,tanpa sadar aku menguap.

“Tidurlah oppa,aku tau kau lelah”tiba-tiba aku mendengar suara Krystal,aku mengalihkan perhatianku padanya ia tidak sedang tertidur.

“Kau tidak tidur?”Aku terus melanjutkan mengompresnya,ia menahan tanganku lalu tersenyum lagi-lagi senyuman itu sepertinya sebentar lagi aku akan terbiasa

“Sudahlah oppa kau juga butuh istirahat,daritadi kau pasti lelah seharian bekerja dan sekarang harus merawatku seperti ini,aku tak mau suamiku terlihat lelah di kantor besok”suami? Walaupun itu fakta aku belum terbiasa bahkan setelah 5 bulan menikah dengannya aku tetap tak terbiasa.

“Baiklah aku akan tidur,kau juga istirahatlah”Aku bangkit dan menyimpan handuk kecil untuk kompresan tadi,ia hanya mengangguk sebagai jawabannya dan aku memperbaiki letak selimutnya agar ia bisa tidur dengan nyenyak,sepertinya malam ini aku harus tidur di sofa.

Author pov

Matahari sudah menampakkan sinarnya, Krystal sudah bangun dari tadi tapi ia ragu untuk membangunkan Kris atau tidak,melihat Kris yang tidur pulas di sofa ia menjadi tidak tega.

“Oppa bangunlah sudah pagi,kau harus pulang untuk mengganti pakaianmu”Krystal hanya bisa membangunkan Kris dari ranjangnya,Krystal belum mampu untuk berdiri sendiri,ia takut jatuh dan memperparah lukanya.

Kris memang bukan orang yang susah untuk dibangunkan,hanya dengan beberapa kata dari Krystal itu sudah dapat membangunkannya.

“Hhmmm ini sudah jam berapa?”Kris sudah membuka matanya namun tetap pada posisinya yang tadi

“Jam 7 pagi oppa”

“Tidak biasanya kau membangunkanku jam segini,bangunkan aku sejam lagi”ketika Kris bersiap untuk menutup matanya kembali,Krystal segera mencegahnya.

“Jangan tidur lagi oppa ini bukan dirumah,apa kau mau pergi ke kantor dengan pakaian seperti itu?”

“Arasseo”Kris terlihat benar-benar malas untuk bergerak,ia hanya pergi sebentar ke kamar mandi untuk mencuci muka.

——–can I love you?——–

Kris keluar dari kamar mandi ia terlihat lebih segar,Krystal paling senang melihat Kris di pagi hari,karna tak sembarang orang dapat melihat keadaannya seperti itu.

“Oppa mendekatlah”kata Krystal pada Kris

“Kenapa?”Walaupun bertanya ia tetap mendekat

“Bisakah kau menegakkan sandaran tempat tidurku”tanpa berkata apa-apa lagi Kris melakukannya,setelah menegakkannya,Krystal segera memeluk Kris

“Morning oppa,ahh mian tak bisa melakukannya dengan benar”Krystal mengatakannya sambil memeluk Kris,walaupun seperti biasa Kris tak membalas pelukannya,ia senang karna masih bisa melakukan hal ini untuk Kris.

Sementara bagi Kris pelukan ini benar-benar aneh baginya,ada sesuatu yang menjalari tubuhnya saat Krystal memeluknya.

TBC

Gajekah,keep reading yah masih ada 2 chapter lagi,mian kalo ada ms.typo bertebaran.

Jangan lupa kasih komennya yah.^^


Osimnyuk High School (Lesson 4)

$
0
0

1416987

Osimnyuk High School (Lesson 4)

Length : Series

Author : Sessil

Main Cast : Park Chan Yeol, Oh Sehun, Ham Eun Jang

Additional Cast : All of EXO member

Note : Annyeong~ mian sempet ngaret, soalnya author lupa ngirim..haha

semoga suka ceritanya.. don’t be a silent reader yaa..

 

 

Kalimat itu masih terngiang dalam pikirannya. Lebih terdengar seperti sebuah permohonan dibandingkan permintaan. Berada dipihakku? Apakah selama ini dia berjalan sendiri tanpa ada siapapun yang berada disisinya? Kehidupan remaja itu masih menjadi misteri. Eun-Jang tak mau terlalu jauh memikirkannya. Lebih baik begini saja.

“Ham Eun-Jang ssi.”

Kim Dong-Gu menyadarkan lamunan wanita itu. Ia membawa selembar kertas.

“Ini data peserta turnamen tahun kemarin, mungkin bisa jadi bahan pertimbanganmu. Tapi sebagian yang dicoret itu adalah mereka yang sudah keluar meninggalkan sekolah.”

Eun-Jang menganalisisnya, ada beberapa nama dan sebuah nama yang ia anggap mustahil yaitu Do Kyung-Soo. Eun-Jang tak bisa mengatakan apa alasannya, tapi ia memberi saran kalau lebih baik nama itu dihapus dari daftar peserta—untuk berjalan saja susah apalagi ikut dalam lomba—batinnya.

Ne..Kamsahamnida..” Ia berpikir sejenak. “Tapi Kim Seonsang..”

Kim Donggu yang baru saja akan beranjak, langsung membalikkan badannya.

“Ada apa?”

“Mengenai Do Kyung-Soo, aku rasa kita perlu menanggalkannya dari peserta lomba.”

Dahi Kim Dong-Gu berkerut, jika dilihat dari raut gelisah Eun-Jang sekilas ia merasa curiga, hanya saja karena belum menemukan bukti jadi Dong-Gu tak bisa menafsirkannya. Beberapa kali ia memergoki wanita itu malah diam atau mengganti topik jika semua guru di dalam ruangan membicarakan keberadaan Do Kyung-Soo dan Byun Baekhyun.

“Kenapa?” Dong-Gu agak menginterogasi.

“Karena… aku aku rasa dia tidak memiliki bakat di bidang olahraga, dan juga penglihatannya agak buruk, kita tak bisa menjaminnya.”

Masuk akal, semua yang dikatakan Eun-Jang seperti ia telah mengenal Kyung-Soo dalam waktu yang lama. Di pertandingan sebelumnya, Do Kyung-Soo bahkan tak masuk ke dalam babak 16 besar sebagai perwakilan Osimnyuk, jadi memang perlu dipertimbangkan.

Kim Dong-Gu mengangguk paham.

“Baiklah, kita memang harus menggantinya.” Ia menurut, dengan mengulum senyuman Dong-Gu lantas bergerak menuju mejanya. Eun-Jang mengembuskan napas setelah dirasa paru-parunya tertekan karena gugup, takut rahasianya terbongkar.

Drrt..Drrt..

Matanya memicing begitu melihat ponsel di atas meja kerjanya berkelap-kelip. Eun-Jang terlalu sibuk, ia bahkan tak mau menyempatkan tangannya untuk menjangkau benda tersebut. Masih banyak rekap nilai yang belum dimasukkan, perencanaan pembelajaran yang belum dikemas, dan lagi ia juga harus menyempatkan waktu memilih siswa untuk diikutkan sebagai peserta pekan olahraga nasional yang akan diadakan di Busan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Beberapa kali ia menggerakkan bahunya saat terasa seperti ditusuk jarum. Satu persatu guru-guru saling pamit meninggalkannya.

“Kau masih belum mau pulang?” tanya Kim Dong-Gu memastikan. Eun Jang hanya menggeleng singkat sambil tersenyum.

“Tidak, kau duluan saja..”

“Baiklah.. hati-hati..” meskipun agak ragu, akhirnya setelah merapikan beberapa kertas yang berserakan di atas meja Kim Dong-Gu berjalan menuju pintu seraya mengucapkan salamnya. Tinggallah Eun-Jang seorang diri. Wanita itu lebih memilih pulang larut, karena kalau saja ia menunda pekerjaannya dan dibawa pulang ke rumah, maka sesampainya di rumah yang akan dilakukan Eun-Jang adalah tidur sampai esok. Entahlah, tapi setelah terlibat dalam rutinitas sekolah meskipun menurutnya cukup monoton tapi setelah tiba di rumah, seluruh persendiannya terasa lepas. Eun-Jang kelelahan setengah mati.

Drrt…Drrt..

Lagi, ponselnya kembali bergetar tapi kali ini lebih lama. Tidak tahan, akhirnya Eun-Jang men-swype layarnya, mengangkat panggilan masuk.

Yeoboseyo?” sapanya dengan nada lelah. Tidak ada suara. Alis Eun-Jang mengerut.

Yeoboseyo?” ucapnya lagi, kali ini dengan intonasi agak keras. Mungkin hanya orang jahil, pikirnya. Sambil menggerakkan leher Eun-Jang menatap ke arah pintu dimana seorang pria berdiri dengan seragam sekolah sambil tersenyum jahil dengan ponsel yang ia letakkan tepat di telinganya. Sehun terkekeh.

“Aku diam-diam mengambil nomor dari laci mejamu, padahal yang aku cari nomor kepala sekolah tapi malah dapat nomormu. Sebenarnya aku iri, kau sudah memberikan nomormu pada Park Chanyeol tapi tidak padaku.” Ia mengoceh sambil berjalan mendekat. Matanya melirik kesana kemari, mengoreksi ruang guru yang kosong.

“Kenapa kau belum pulang?” tanya Eun-Jang agak malas. Sehun belum merespon, ia mengangkat bangku porselen dan menggesernya tepat di depan meja kerja Eun-Jang.

“Menurutmu, alasan apa yang paling rasional ketika seorang siswa malas pulang ke rumahnya?” ia balik bertanya, membuat Eun-Jang menghentikan tangannya saat sedang mengetik di atas keyboard.

Ia mengarahkan pandangannya sejajar dengan mata Sehun. Dari sana Eun-Jang melihat betapa polosnya anak yang dikenal akan kenakalannya di sekolah. Dia hanya butuh hiburan, bukan bermaksud untuk menyakiti orang lain.

“Pulanglah! Meskipun kau selalu menganggap orang tuamu sebagai orang yang salah, tapi mereka tak akan memandangmu sebagai anak yang salah.”

Sehun hanya tersenyum sungging. Baginya pernyataan ‘sok tahu’ Eun-Jang membuat dirinya merasa buruk detik itu juga.

Tak mau meladeni, Eun-Jang kembali fokus terhadap pekerjaannya.

“Aku lihat kau sibuk sekali. Memang jadi guru semelelahkan itu?”

“Ya, sangat melelahkan. Apalagi siswanya sepertimu.”

Sehun mencibir. Tapi kemudian senyum nakalnya kembali merekah. Ia tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya tepat di depan ujung hidung Eun-Jang yang sedang menunduk membuat perempuan itu terlonjak dan segera mundur.

“Aish..” Eun-Jang mendesis.

Seonsangnim… mari kita makan Ramyeon.”

“Aku sudah kenyang.”

“Kalau begitu temani aku saja, jebal…”

“Memangnya aku siapa..”

“Kau itu guruku, yang peduli terhadap siswanya.”

Eun-Jang tak bisa mengelak, apalagi setelah Sehun dengan sengaja memainkan saklar membuat lampu di atasnya berkedap-kedip. Sungguh kekanakan. Kalau saja pria itu bukan muridnya, ia pasti sudah menendang Oh Sehun keluar dari ruangan.

***

Chanyeol tak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang kian bersemi di sepanjang jalan menuju kedai di salah satu distrik bagian selatan Seoul. Entahlah rasa apa yang menyeruak tanpa ampun dari dalam hatinya, ia sendiri pun tak bisa menerka. Hanya saja setelah sekian lama, ia baru sadar kalau ia sendiri harus peduli dengan kehidupannya. Chanyeol sudah memutuskan untuk melakukan endoscopi, ia juga sudah memutuskan untuk berhenti mengonsumsi makanan instannya yang membeku di dalam lemari es. Kini perlahan ia memperbaiki pola makannya dengan mengunjungi kedai makan favorit, sebuah mini restoran sederhana.

Ahjumma!” Chanyeol mengangkat tangannya untuk menetapkan pesanan menu yang paling ia senangi, ialah Sup Iga Sapi dengan taburan daun bawang.

“Aku pesan Sup Iga Sapi dan nasi.” Seorang bibi pemilik yang juga merangkap sebagai pelayan disana segera mencatat pesanan Chanyeol kemudian pergi.

Selama menunggu, otaknya kembali memutar rekaman siang tadi, di bawah pohon mapel berdua dengan Eun-Jang. Chanyeol tak bisa menyembunyikan perasaannya yang merekah tak karuan. Seperti ada pendukung, ia pun jalan tanpa rasa kuatir. Jarinya bergerak di atas meja, membuat sebuah lingkaran tak kasat mata. Setelah menghabiskan beberapa detiknya untuk melamun, Chanyeol segera mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk. Matanya hampir saja keluar, ia begitu terkejut melihat dua orang yang begitu dikenalnya masuk.

“Oh Sehun?” gumamnya saat secara kebetulan Sehun juga melihatnya di salah satu kursi pelanggan. Sekilas ada raut keterkejutan di wajah Eun-Jang, namun ia mampu menyembunyikannya sebagai seorang profesional.

Sekalinya ia terlibat dalam aura negatif dua orang ini di kediaman Chanyeol waktu itu, Eun-Jang bahkan bersumpah tak akan lagi menempatkan mereka di aula yang sama. Tapi sekarang? Astaga rasanya ia ingin kabur saja dibandingkan harus merasakan kepungan perasaan tidak nyaman yang membuatnya tercekik dalam beberapa detik. Eun-Jang tak mau tahu dan tak ingin tahu hubungan Chanyeol dan Sehun selain dari apa yang bisa dilihat dengan mata kepalanya sendiri.

“Woah.. Aku rasa kita memang benar-benar berjodoh Park Chanyeol~ssi!” sambil tersenyum merendahkan, Sehun menarik salah satu bangku tanpa mengucap permisi di meja yang sama dengan Chanyeol. Sebelum kedua orang ini melakukan baku hantam, Eun-Jang segera memisahkannya dengan mengambil posisi di tengah-tengah.

Ia melirik ke arah Chanyeol yang raut wajahnnya berubah secara drastis ketika ia dan Sehun datang.

“Kebetulan sekali.” Eun-Jang mengembangkan senyum aneh.

Seorang wanita setengah baya datang membawakan nampan yang berisi Sup pesanan Chanyeol, ia meletakkannya dengan hati-hati sambil tersenyum ramah menyambut tamu lainnya—Eun-Jang dan Sehun—untuk kembali menuliskan pesanan. Namun dengan segera Sehun mengambil alih sendok yang baru saja akan Chanyeol gunakan. Tanpa dosa Oh Sehun menyeruput kuah sup dengan daun bawang yang mengambang itu, kemudian mencecap—merasakan. Chanyeol kesal, ia mengetuk badan meja dengan sumpit metalik yang dipegangnya. Eun-Jang segera menepuk tangan Sehun dengan gemas membuat pria itu menjatuhkan sendoknya.

“Aku hanya ingin merasakannya, kalau ternyata enak aku akan memesannya.” Jawab Sehun setelah Eun-Jang mendelik kesal.

“Kau tadi bilang ingin makan ramyeon, bukan Sup. Belajar konsisten!!” nada suara Eun-Jang meninggi. Ia mengembalikkan sendok tersebut pada Chanyeol sebelum akhirnya pria itu mengangkat tangan dan meminta sendok baru pada sang pemilik kedai.

Sambil membawakan pesanan Sehun dan Eun-Jang, bibi tadi memberikan sendok baru pada Chanyeol. Eun-Jang memesan menu yang sama dengan Chanyeol—sup iga sapi—hanya saja ia tidak bisa memakan makanan panas. Sementara itu, Sehun segera menyendok ramen pesanannya dengan lahap, sudah terlalu lapar.

Chan-yeol melihatnya, bagaimana perempuan itu melihat bingung ke arah asap yang mengepul di atas sup. Sebenarnya dugaan Chanyeol hanya insting, tapi akhirnya ia pun melakukannya—menukar sup miliknya dengan milik Eun-Jang. Ia menggeser sup pesanannya yang mulai dingin dan menarik sup Eun-Jang yang masih sangat panas tanpa bersuara. Sebuah perhatian sederhana yang tiba-tiba saja membuat perempuan itu merasa gelenyar aneh. Eun-Jang menunduk sambil tersenyum bingung. Sehun melihatnya, bagaimana sikap Chan-Yeol terhadap gurunya ini. Maka tanpa tunggu lama ia segera menarik mangkuk nasi dan menumpahkan isinya di mangkuk Eun-Jang. Eun-Jang yang sedang menyesap kuah dan mengunyah daging terbengong.

“YA! Apa yang kau lakukan?” ia mendesis kesal, Sehun tak menjawabnya, asik saja memakan ramyeon sambil tersenyum.

Sebenarnya Eun-Jang baru saja berniat memberikan semangkuk nasi miliknya pada dua orang ini. Perutnya sudah penuh karena sore tadi para guru menjamunya dengan beberapa makanan ringan dan berat sampai ia sendiri kesulitan menelannya. Akhirnya Eun-Jang segera menggerakkan tangan, karena ia pikir Sehun memberikan mangkuk nasi atas dasar ‘kenyang’ maka Eun-Jang memberikannya pada mangkuk nasi Chanyeol yang sudah kosong tak tersisa. Sehun geram, padahal yang sebenarnya terjadi ia ingin memesan satu mangkuk nasi lagi pada sang bibi. Ingin sekali ia protes, tapi demi menjaga kredibilitasnya ia hanya diam dengan benak dipenuhi umpatan kesal.

“Bibi.” Sehun mengangkat tangannya ragu. “Aku pesan nasi satu porsi lagi!”

Eun-Jang melirik bingung. Chanyeol tersenyum samar. Sungguh hubungan mereka tak dapat dipahami.

***

Kulit tan-nya mengilat kala mentari pagi menabrak ke arahnya. Eun-Jang memandang pria yang sedang bergulat dengan ring basket itu penuh kagum, dia adalah salah satu favorit wanita di luar sekolah Osimnyuk. Murah senyum dan lagi sifatnya benar-benar penyayang. Kim Jong-In jadi murid favorit Eun-Jang sampai detik ini. Dia sangat lihai dalam mengendalikan bola, sepak bola, basket, bola voli dan baseball. Dialah target Eun-Jang untuk dijadikan salah satu peserta. Kim Jong-In adalah salah satu siswa yang tak pernah mengkal sekaligus penurut jika dibandingkan dengan pria di ujung sebelah kanan—Park Chanyeol—yang sedang berdiam diri memandang permainan di lapangan tanpa minat serta—Oh Sehun—yang sedang sibuk menjepit leher teman-temannya hingga ia menoleh dan mengangkat sebelah tangan, menyapa Eun-Jang dengan cengiran nakal.

“Seonsangnim..” seseorang datang dari arah belakang, Eun-Jang segera menoleh. Orang itu tersenyum kemudian mengambil posisi duduk. Entahlah, tapi selama hampir 2 minggu ia mengajar Eun-Jang tak pernah melihat orang ini. Wajahnya amat bersih, bahkan mengalahkan kulitnya, dari tekstur wajahnya saja Eun-Jang sudah mampu menebak kalau ia adalah kalangan Chaebol yang memiliki ruang khusus untuk belajar. Kim Jun-Myeon, murid dengan kecerdasan yang begitu mencengangkan di seantero Osimnyuk.

“Waeyo?” Eun-Jang bergeser sesaat, berusaha tidak terlalu tampak kalau sebenarnya sejak tadi ia sedang memperhatikan Jong-In yang sedang berkeringat mendribble bola.

Jun-Myeon mendekat, kemudian membisikkan sesuatu di telinga Eun-Jang. “Tolong catat namaku di pertandingan olahraga itu. Ini rahasia kita, Ok!” ia segera menjauh kemudian melangkah pergi meninggalkan Eun-Jang yang dihinggapi seribu pertanyaan. Jalan hidupnya semakin rumit, apalagi setelah bertemu dengan anak-anak remaja yang memiliki ego super tinggi. Dan Jun-Myeon, kembali membuat teka-teki baru yang mengakibatkan kepala Eun-Jang hampir pecah setelah sepersekian detik memikirkannya.

Duk…Duk…Duk…

Bola yang sejak tadi dimainkan Jongin terlempar ke arahnya, Eun-Jang yang sedang melamun segera sadar.

“Eoh..”

“Seonsangnim!!” Seru Jongin 5 meter dari bangku terdepan tempatnya duduk sekarang.

“Lemparkan bolanya!” Eun-Jang menurut, tangannya bergerak untuk mengambil bola basket tersebut dan satu, dua, tiga…

BRUKK

Mata Chanyeol dan Sehun yang duduk berlainan tempat terbelalak begitu melihat bola basket dengan diameter 80cm menghantam wajah Jongin yang sedang berdiri. Mustahil, ia yang bahkan ahli dalam olahraga tak mampu menghalau bola basket yang dilemparkan Eun-Jang. Tepat di bagian hidung, darah segar langsung mengucur. Jongin menggerakkan tangannya ke arah hidung, memastikan hingga saat ia melihat warna merah itu dirinya jatuh dalam sekejap. Pingsan.

***

Ketiga orang di dalam ruang kesehatan saling berpandangan menuduh satu sama lain. Eun-Jang menelan ludah gugup, Chanyeol hanya menatapnya seolah tidak percaya, sementara Sehun meringis saja melihat hidung temannya yang bengkok setelah disambar bola karet. Jongin membuka kelopak matanya perlahan, menyesuaikan fokus setelah 30 menit tidak sadarkan diri. Lantas yang ia lihat hanyalah raut wajah penuh rasa bersalah, terutama Eun-Jang.

G..gwaench..chana..yo?” Eun-Jang gugup setengah mati. Sungguh, tangannya memang tak bisa dikontrol saat melemparkan bola tadi karena sebenarnya ia juga sedang melamun dan tidak sadar kalau justru tindakannya malah membahayakan si atlet Osimnyuk ini.

Jongin bangun sambil meringis, hidungnya yang diperban terasa sangat berdenyut. Tidak hanya itu, ia rasa pusat keseimbangan di otaknya juga bermasalah karena tiba-tiba saja ia lupa dimana tepatnya ia sedang berada sekarang.

“Waah.. aku pikir kau akan mati.” Sehun mengamati wajah Kim Jongin dengan nada meledek. “Meskipun aku tidak yakin, tapi kecepatannya mungkin 150km/jam.” Tambahnya lagi secara tidak langsung membuat Eun-Jang gusar.

Gwaenchanayo?” berbeda dengannya, Chanyeol—meskipun dengan nada datar—ia bertanya seolah sedikit merasa cemas. Tapi bagi Eun-Jang untuk ukuran orang tidak peka sepertinya merupakan sebuah kemajuan yang baik.

“Sejak kapan kalian mengkhawatirkanku?” jawab Jongin sambil berusaha untuk turun dari brankar. Suaranya berdengung dan tidak jelas, sepertinya tulang hidung yang tidak simetris menghalangi jalur napas remaja itu. Sekali lagi Eun-Jang menyesal.

“Terutama kau Oh Sehun. Kau seringkali bersikap semena-mena terhadapku untuk apa kau peduli bagaimana aku?” setelah selesai mengencangkan sepatu, Jongin kembali berbicara. “Dan kau juga Park Chanyeol, es balokmu sudah mencair? Sejak kapan kau berempati?”

Melihat hubungan tidak harmonis dari ketiga orang ini, Eun-Jang hanya mengernyit bingung. Dia serba salah.

Seonsangnim..” kali ini dialah yang ditunjuk Jongin. “Aku akan memaafkanmu karena anda seorang wanita. Dan aku juga berterima kasih karena telah menjadikanku murid favoritmu.”

Eun-Jang mematung. Darimana lelaki itu tahu rahasia memalukan ini? Astaga… keringat dingin keluar dari dahi lalu bermuara di daerah pelipis. Eun-Jang malu. Jongin berdiri, kemudian dengan optimisme yang tinggi kedua tangannya masuk ke bagian kantung celana sambil berjalan pergi dengan hidung diperban. Seperti tidak memiliki sensitivitas, saat riuh menyambut dan menertawakannya, ia berjalan saja tak peduli sambil memasang senyum paling lebarnya, senyum 32 gigi.

***

Chanyeol sedang menyesap ice cream dan duduk di dalam minimarket sambil melihat orang berlalu lalang di depannya melalui kaca transparan. Hari ini entah kenapa seluruh beban yang biasanya ia rasakan setiap hari seperti menguap dalam sedetik. Mulai sekarang ia akan memandang secara visioner, terserah apapun yang akan dilakukan sang ayah di belakangnya, Chanyeol terlalu lelah untuk memikirkan hal itu. Ia juga memiliki kehidupan yang perlu untuk ditata dibandingkan harus terbelenggu dalam perilaku tidak beradab ayahnya. Meski sampai kapanpun kenangan itu akan selalu menetap di dalam benak Chanyeol dan ia tak akan membuka sedikitipun pintu maaf, tapi ia perlu belajar untuk dewasa. Belajar bagaimana orang-orang seusianya menghabiskan waktu untuk menatap masa depan. Ia berjanji dalam hati.

Eoh?”

Gerak mulutnya berhenti saat sedang melumerkan ice cream yang tinggal seujung jari kelingking. Ia melihat dua orang remaja pria yang sedang berjalan dengan tidak wajar. Mereka saling menautkan jari-jarinya, menggenggam tangan erat sambil menyemai senyuman. Dialah dua orang siswa yang dipergoki Eun-Jang dekat toilet pria waktu itu, dia juga teman satu sekolahnya meski mereka tidak pernah sekelas. Pria dengan rambut legam dan mata segaris—Kim MinSeok—yang ia ketahui pernah menjadi kakak kelasnya namun masih berada di kelas 3 karena tidak lulus, sementara satunya lagi—Kim Jongdae—adik kelasnya. Sungguh diluar akal.

Chanyeol segera bergegas, menelan ice cream satunya yang baru saja ia buka dan melempar batangnya ke tempat sampah terdekat. Ia berlari dalam diam, tak ingin pergerakannya disadari oleh kedua orang yang menjadi objek kecurigannya. Ia sangsi kalau dua orang ini terikat dalam hubungan yang menyimpang. Gay? Ah ia perlu memastikan. Maka, tiba dipertigaan Chanyeol melihat kedua orang itu sambil mengendap-endap, persis saat seekor kucing mengincar mangsanya. Ia memasang penglihatannya dengan tajam, bersembunyi di balik tembok gedung.

“Aku masuk dulu..” Jongdae mengembangkan senyumnya, tepat sebelum ia melangkah masuk Minseok langsung menarik pria itu dan meniup kelopak mata Jongdae yang tertutup.

“Semoga ada keajaiban hari ini.” Ucap Minseok seperti sebuah doa. Ia tersenyum lembut sebelum Jongdae melangkah masuk ke dalam sebuah toko yang penerangannya agak redup.

Chanyeol masih disana, mengamati setiap pergerakan yang mereka lakukan kemudian bergidik saat dengan penuh kasih MinSeok mengusap rambut Jongdae.

Krak..

Kantung plastik yang dibawa Chanyeol terjatuh, MinSeok segera berbalik saat bunyi gemeresak itu terdengar agak mencurigakan. Ia melihat sebuah bayangan dari sana, bayangan hitam tinggi dari balik sebuah gedung yang tersorot lampu jalan. Perlahan ia mendekat tanpa mengeluarkan bunyi sedikitpun, MinSeok mengendap-endap mencari tahu. Hingga saat tiba disana, ia mendapati Chanyeol yang sedang bersusah payah mengikat kantung plastik di tangannya.

***

“Jongdae itu adik biologisku, dia menderita propagnosia atau tidak mampu mengenali wajah orang. Itulah alasan kenapa aku selalu menuntunnya. Dia sangat berbakat, prestasi akademiknya pun sangat memukau, aku menyembunyikan identitas Jongdae sekaligus menyembunyikan kelemahannya. Sekolah Osimnyuk hanya dikuasai oleh orang-orang yang tak berkeprimanusiaan, aku tak akan membiarkan Jongdae jatuh ke tangan mereka. Aku hanya ingin menjaga mimpinya, maka selama aku bisa aku akan tetap berada di sisinya.”

Di depan sungai Cheonggyeocheon, saat lampu-lampu dari gedung nan tinggi saling memantul di airnya, MinSeok menceritakan sebuah rahasia yang membuat hati Chanyeol sedikit tergugah. Perjuangan seorang kakak yang sengaja menggagalkan ujian kelulusannya demi seorang adik dua tahun di bawahnya. Sungguh mulia.

“Maaf karena aku sudah salah paham.” Ujar Chanyeol agak menyesal karena sudah mencurigai hubungan MinSeok dan Jongdae.

MinSeok hanya tersenyum saja. Tatapannya sungguh lembut dan menenangkan. Seperti aliran sungai di depan mereka yang meredam segala hiruk pikuk di kota.

“Tidak masalah, selama kau merahasiakannya dari siapapun.” Katanya sambil meluruskan tangan, menatap lepas ke arah bintang yang saling bertebaran mengisi langit yang gelap.

“Ne..” jawab Chanyeol. Ia saja mampu menyimpan rahasianya sendiri, apalagi rahasia orang lain?

***

Hana..Dul..Set..Net..” Eun-Jang terus berhitung sambil berjalan mengelilingi siswanya yang tengah melakukan sit up.

“Hey! Lakukan yang benar!” ujarnya pada seorang pria bertubuh mungil saat kesulitan mengangkat badan.

Sudah lebih dua minggu Eun-Jang bergabung di Osimnyuk, sampai detik ini ia malah menikmatinya bahkan lupa akan tujuan ia menjadi guru di tempat ini. Di awal kedatangannya, Eun-Jang masih ingat betul bagaimana reaksi para pelajar yang didominasi oleh kaum pria ini, sangat tidak kondusif dan riuh. Apalagi ketika ia mendapat perlakuan tidak sopan dari seorang murid bernama Oh Sehun. Tapi semuanya bisa diatasi. Dalam kurun waktu terbilang singkat, orang-orang ini lebih menghormatinya meski masih ada beberapa yang bersikap kurang ajar. Tapi begitulah karakter remaja, gemar mencari perhatian.

“Hey.. kalian itu sedang berlatih atau bergulat?” tegur Eun-Jang melihat kelakuan kekanakan dari dua orang siswanya yang saling berebut posisi antara di matras atau di lantai.

Oh Sehun, remaja itu sedang asik menjahili kawannya yang sedang melakukan push up. Tanpa dosa ia duduk di atas punggungnya hingga menyebabkan mereka tak berkutik. Eun-Jang segera mendekat.

“Oh Sehun, Cepat berbaring!” pintanya dengan nada tegas. Sehun menurut dan segera membaringkan tubuhnya di tempat yang ditunjuk. Eun-Jang menarik yang lain untuk memegangi kaki pria itu.

Ia berjalan lagi dan melihat seorang pria lainnya yang malah duduk diam memperhatikan yang lain. Saat yang lain mendapatkan pasangan mereka, ia diam saja tak berinisiatif untuk meminta. Kondisi mental orang-orang di sekolah ini memang patut dipertanyakan.

“Cepat berbaring!” pinta Eun-Jang. Chanyeol menoleh, sebelum ia sempat mengelak Eun-Jang segera menyeret kakinya dan membaringkannya di atas matras. Pria itu bangun, tapi Eun-Jang kembali menurunkan badannya.

“Lakukan sit up!”

Chanyeol mengembuskan napasnya, geram.

Palli!!!” kali ini intonasi suara Eun-Jang terdengar lebih galak. Lelaki itu menurut, kemudian perlahan mengambil aba-aba untuk memulai Sit Up. Eun-Jang memegangi bagian kaki pria itu, posisi mereka saling berhadapan apabila Chanyeol mengangkat tubuhnya dalam sekali gerakan. Chanyeol melihat ke arah Eun-Jang.

Hana…”

Hidungnya sangat lancip.

Dul…

Tatapan matanya yang pertama ia lihat.

Set…

Kedua pipinya, kenapa memiliki garis yang sempurna.

“Net..”

Sungguh Chanyeol tak bisa menahannya. Ia diam di posisinya yang berhadapan dengan Eun-Jang. Keduanya berada dalam pandangan yang sejajar.

Seonsangnim…Kenapa kau mengambil alih perhatianku?”

***


The Covenant (Chapter 2)

$
0
0

Poster

Judul        : The Covenant _ Part.2

Author     : Ririn_Setyo

Cast           : Oh Sehun, Song Jiyeon, Kim Suho.

Genre         : Romance, Family ( PG – 15)

Length       : Chaptered

FF ini juga Publish di Blog pribadi Saiiya https://ririnsetyo.wordpress.com dengan cast yang berbeda.

*

*

*

Oh’s House

Sehun’s Room – 06.30 pm

.

Jiyeon mengerjabkan mata beningnya saat sesuatu yang hangat menerpa wajahnya, seketika mata bening gadis itu membulat mendapati wajah Sehun yang ada di atasnya, wajah laki-laki itu sangat dekat bahkan ujung hidung laki-laki itu sudah nyaris menyentuh ujung hidung Jiyeon. Sehun tersenyum lalu mencium kening Jiyeon yang masih mematung, lembut dan sedikit lebih lama dari biasanya. Tertawa pelan saat melihat ekspresi Jiyeon yang selalu terkejut tiap kali Sehun mencium kening Jiyeon di pagi hari, atau pun saat dia hendak keluar rumah dan saat gadis itu ingin tidur dimalam hari.

“Ini hari minggu saatnya untuk berolahraga, nyonya Oh.” ucap Sehun seraya menegakkan tubuh tingginya.

Laki-laki itu sudah terbalut kaos putih ketat tanpa lengan, hingga mengekspos otot perut dan lengan laki-laki itu yang terbentuk sempurna, celana bahan katun berwarna coklat sebatas lutut dan sneaker warna senada. Sehun kembali menatap Jiyeon yang masih enggan untuk bangun dari tidur nyamannya, menunduk dan berniat untuk mengoda gadis itu, berpura-pura ingin mencium bibir gadis itu.

Arraseo, aku akan siap sebentar lagi.” ucap Jiyeon dan dengan cepat bangkit dari posisinya, Sehun tersenyum, dia hafal betul jika gadis itu pasti akan terlihat sangat takut saat Ia ingin menciumnya dan Sehun benar-benar suka ekspresi takut dari gadis itu, terlihat lucu dan mengemaskan.

***

Jiyeon berjalan pelan menuruni anak tangga yang meliuk indah, gadis itu sudah mengenakan hotpants berwarna biru lembut, kaos putih dan sneaker yang juga berwarna biru. Ia terlihat menghentikan langkahnya, saat seorang wanita di ujung tangga sudah menatapnya dengan senyum angkuh yang terlihat jelas di wajah cantik wanita itu. Kini Jiyeon sudah duduk di sofa yang ada di ruang utama, sedikit gugup di depan wanita itu. Wanita cantik berumur kisaran 35 tahun yang baru saja pulang dari liburan mewahnya, wanita yang memutuskan tidak hadir dipernikahan Jiyeon dan Sehun, wanita itu lebih memilih untuk terbang ke New York demi meyaksikan New York Fashion Week.

Terbalut dress berwarna putih hasil rancangan Victoria Bechkam yang baru saja dibelinya, berbahan lembut sebatas lutut yang mampu memperlihatkan bentuk tubuh dengan sangat sempurna, kerah leher berbentuk V yang sedikit rendah, menimbulkan kesan sexy, elegant dan berkelas tentunya. Wanita yang di ketahui Jiyeon sebagai ibu dari Oh Sehun, walaupun dia sempat berfikir jika wanita itu terlalu muda untuk menjadi ibu dari Oh Sehun. Namun yang jelas Jiyeon pernah mendengar kabar dari desas desus dilingkungan pengurus rumah keluarga Oh, jika wanita ini adalah istri muda dari ayah Oh Sehun, tapi gadis itu tidak pernah berani untuk menanyakan kebenaran kabar itu pada Sehun.

“Jadi kau yang bernama Song Jiyeon?” tanya wanita itu seraya meneguk teh hangat beraroma melati dari cangkir yang ada di tangannya. “Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Sehun hingga mau menikahimu.” wanita itu meletakkan cangkir tehnya di atas meja kaca yang ada di hadapannya, menatap Jiyeon dengan tatapan yang mampu mengintimidasi gadis itu.

“Kau memang bukan termasuk dalam golongan orang miskin, tapi tetap saja kekayaan keluarga mu tidak pantas jika disandingkan dengan keluarga kami, bahkan perusahaan ayahmu sudah diambang kebangkrutan,” wanita cantik itu bicara dengan nada anggun namun merendahkan, tipical dari wanita-wanita kaya yang angkuh dan sombong dengan semua harta yang dimilikinya.

Jauh berbeda dengan Jiyeon, sejak dulu gadis yang juga masuk dalam jajaran orang kaya di Seoul itu, oleh kedua orangtuanya selalu diajarkan sopan santun dan tidak pernah menilai seseorang dari jumlah harta yang dimiliki orang tersebut. Jiyeon tidak menjawab gadis itu hanya menatap wanita itu tanpa minat, membuat wanita itu terlihat kesal.

“Apa kau menjual dirimu kepada anakku untuk mendapatkan sejumlah uang?” mata Jiyeon membulat sempurna, ini sudah keterlaluan dan baru saja Jiyeon hendak mengucapkan sesuatu, ada tangan kekar yang menarik tangannya hingga membuatnya berdiri dari sofa yang ia duduki.

“Sehun oppa?” ucap Jiyeon terkejut, bukannya menjawab Sehun malah menatap wanita yang kembali menikmati teh melatinya itu geram, dingin, menakutkan.

“Kau! Jika kau bicara lagi maka aku akan melemparmu keluar dari rumah ini!” ucap Sehun penuh emosi, membuat wanita anggun di hadapannya menghentikan kegiatannya dan menatap Sehun dengan tatapan tenangnya.

“Kenapa? Kenapa kau sangat membelanya Sehun-ah? Kau bahkan terlibat perkelahian memalukan hanya karena wanita ini. Kau tahu, jika kemarin malam ayahmu dan juga Jongin mengeluarkan banyak uang untuk meniadakan berita murahanmu itu.” ucap wanita itu dingin, menatap Sehun yang terlihat mengeraskan rahangnya.

“Aku akan mengganti semuanya, kau puas, Kim Minra?”

Wanita itu menghembuskan nafas kesalnya. “Apa? Kim Minra? Sudah berapa kali aku bilang padamu kalau aku ini juga ibumu,—“

“KAU BUKAN IBUKU!!” bentak Sehun keras, membuat Jiyeon yang berdiri di samping laki-laki itu terlonjak kaget, begitu pula dengan Minra wanita itu tersenyum samar guna menutupi kegugupannya saat ini.

“Dengar! Jangan pernah lagi mengatakan kau adalah ibuku! Kau hanyalah wanita murahan yang menjerat ayahku dengan cinta palsumu!” Sehun menatap Minra tajam, ini bukan kali pertama Sehun dan Minra terlibat dalam perbincangan panas seperti ini.

“Jika kau mengatakan hal yang membuat Jiyeon terluka, maka aku tidak akan segan-segan lagi untuk membuatmu menderita!” ucap Sehun tegas dan penuh amarah, dalam satu gerakan cepat laki-laki itu menarik tangan Jiyeon hingga gadis itu terhuyung, berjalan tergesa di belakang Sehun yang menarik tangan gadis itu menuju halaman belakang rumah besar keluarga Oh.

***

Sehun melepaskan genggaman tangannya pada Jiyeon lalu membanting pintu beranda dengan keras, membuat Jiyeon lagi-lagi terkejut dan terdiam membeku, menatap takut Sehun yang mengerang kesal dengan mengacak rambutnya. Lama mereka berdua terdiam, Jiyeon duduk di sofa putih dan hanya memperhatikan Sehun yang mematung di ambang pintu, tanpa berani untuk bertanya. Kini laki-laki itu terlihat menghembuskan nafasnya, berjalan menghampiri Jiyeon lalu duduk tepat di samping gadis itu. Sedikit membungkukkan tubuhnya, menatap Jiyeon dalam tatapan sejuta rasa kekhawatiran yang tersembunyi di balik tatapannya kini.

“Apa dia menyakiti perasaanmu?” tanya Sehun dengan suara pelannya, Jiyeon hanya mengeleng, tiba-tiba Sehun menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya, membuat Jiyeon membeku seketika.

“Dengarkan aku, wanita murahan itu adalah istri ayahku dan dia tinggal di rumah ini bersama kita dan juga ayah. Persetan dengan mereka berdua yang pasti kau tidak boleh takut dengan wanita itu, dia bukan siapa-siapa dan jika dia berusaha untuk menyakitimu, kau harus segera mengatakannya padaku, kau mengerti?” Jiyeon mengangguk pelan.

Sehun melepaskan pelukannya tersenyum sekilas, lalu mengenggam jemari Jiyeon erat. “Sekarang temani aku bermain tennis, eoh?” ucap Sehun lalu menarik Jiyeon sebelum gadis itu sempat menjawab.

***

Sehun’s Room – 03.00 am

.

Jiyeon mengerjapkan matanya saat indra pendengarannya, mendengar suara seseorang yang seperti berbisik. Gadis itu pun memilih untuk bangun dari tidurnya, sedikit terkejut menatap Sehun yang terlihat gelisah didalam tidurnya.

“Ibu— jangan pergi! Tolong jangan bawa ibuku!” Jiyeon terpaku saat mendengar Sehun kembali bergumam, keringat bahkan sudah membasahi wajah laki-laki itu. “Ibu aku mohon kembali, jangan tinggalkan aku sendiri, Ibu— IBU!!” teriak Sehun seraya membuka matanya, laki-laki itu bangkit dari tidurnya lalu menatap Jiyeon binggung.

“Oppa— gwenchana?” tanya Jiyeon dengan rasa khawatir yang mulai memenuhi perasaannya.

“Jiyeon, Ibu— mana ibuku? Apa dia sudah kembali?” racau Sehun tanpa henti sambil mengguncang bahu Jiyeon keras. “Oppa,—” Jiyeon menatap Sehun yang masih setengah sadar itu, dengan rasa khawatir yang semakin menjadi.

“Aku hanya mau ibuku kembali, bisakah kau membawanya kembali ke rumah ini, Jiyeon?” tanya Sehun dengan tatapan sedihnya, tatapan yang jauh dari kesan dingin, tatapan kehilangan yang begitu dalam.

Ne, tentu saja Oppa.” ucap Jiyeon pada akhirnya seraya tersenyum lembut.

“Benarkah?” mata Sehun tampak berbinar, Jiyeon pun menganguk pelan. “Ne aku janji akan membawa ibumu pulang ke rumah ini, asalkan oppa kembali tidur eoh?” ucap Jiyeon lalu mengusap bahu Sehun dengan lembut, berharap laki-laki itu bisa menjadi menjadi lebih tenang.

“Benarkah?”

Heemm… percayalah padaku.” ucap Jiyeon dengan kembali menganggukkan kepalanya.

“Baiklah aku akan tidur,” Jiyeon membantu Sehun untuk kembali merebahkan tubuhnya, menyelimuti tubuh laki-laki itu lalu ikut merebahkan tubuhnya.

“Tidurlah,” Jiyeon tersenyum saat Sehun mulai memejamkan matanya. “Jiyeon-ah,” panggil Sehun, matanya sudah nyaris tertutup.

Nde,”

“Berjanjilah kau tidak akan meninggalkanku sendirian.”

Jiyeon terdiam sesaat, ada perasaan iba dan sedikit sakit yang tiba-tiba saja gadis itu rasakan, saat melihat Sehun yang rapuh seperti ini, gadis itu memilih melihat Sehun yang brengsek dan kejam dari pada seperti ini. Jiyeon kembali terkejut saat tiba-tiba Sehun menggengam tangan kanannya erat.

“Berjanjilah,—“ ucapan Sehun dengan suara pelan nyaris seperti bisikan.

“Ne! Aku janji !” jawab Jiyeon pelan, gadis itu dapat melihat Sehun tersenyum sesaat sebelum kembali tertidur.

****

The Morning

.

Sehun tersenyum saat Jiyeon baru saja memasangkan dasi di lehernya, laki-laki itu menatap Jiyeon yang terlihat gelisah seraya menyentuh bahu gadis itu. “Waeyo?”

“Hemm— hari ini Jihyun sahabatku merayakan ulang tahunnya dan dia— dia mengundangku, apa aku boleh ke sana?” tanya Jiyeon ragu.

“Arraseo!” Jiyeon membulatkan matanya menatap tak percaya Sehun yang bahkan sudah tersenyum hangat. “Jinjjayo?” tanya Jiyeon memastikan, Sehun mengangguk.

“Tapi— bisakah aku ke sana tanpa pengawal dan hanya di temani Zizitao saja?” Sehun kembali menganguk, membuat Jiyeon melebarkan senyumnya.

“Gomawo Sehun oppa,” ucap gadis itu masih dengan senyum lebarnya. “Aku janji hanya sebentar,” ucap gadis itu sesaat sebelum laki-laki itu mencium keningnya, lalu berlalu dari hadapannya

“Sehun oppa.” Sehun menghentikan langkahnya, membalikkan tubuhnya menatap Jiyeon yang hanya memandanginya.

Jiyeon terdiam gadis itu ingin sekali bertanya tentang ibu yang selalu laki-laki itu panggil dalam tidurnya, namun gadis itu terlalu takut untuk mengusik kisah pribadi Sehun. Laki-laki yang selalu bersikap berubah-ubah, terkadang dingin namun diwaktu yang lain bersikap sangat lembut.

“Waeyo?” ucap Sehun pada akhirnya saat melihat Jiyeon tak mengucapkan apapun, Jiyeon menggeleng pelan lalu tersenyum.

“Berhati-hatilah dan makan tepat waktu,” ucap Jiyeon sedikit gugup.

Sehun mengangguk lalu segera melanjutkan langkahnya, hingga gadis itu tidak tahu jika saat ini laki-laki dingin itu sudah tersenyum senang. Akhir-akhir ini hubungan mereka semakin membaik, Sehun bahkan beberapa kali menemani gadis itu menjengguk ibunya di rumah sakit. Jiyeon bahkan diijinkan keluar rumah kapanpun gadis itu mau, asalkan dengan pengawalan ketat dari para pengawal Sehun dan gadis itu pun mulai menikmati perannya sebagai istri dari seorang Oh Sehun.

****

Jihyun’s House – 04.00 pm

.

Jiyeon berlari kecil menghampiri Jihyun yang terlihat senang di depan sebuah kue ulang tahun, berwarna pink yang berukuran sangat besar, hari ini sahabat gadis itu merayakan ulang tahunnya yang ke 23.

“Saengil Chukae—“ Jiyeon memeluk sabahat baiknya itu erat. “Gomawo,” jawab Jihyun seraya melepaskan pelukan Jiyeon di tubuhnya.

“Apa tuan muda yang dingin itu sudah bosan mengurungmu di istananya?” tanya Jihyun dengan terkekeh pelan. “Dia mengizinkanku keluar rumah.“ jawab Jiyeon.

“Dengan pengawalan ketat dari orang-orang berbaju hitam yang jauh dari kesan ramah itu? Ah! Jiyeon sayang itu sama saja, kau tetaplah tawanan laki-laki dingin itu.” ucap Jihyun dengan menerima sebuah kado kecil yang baru saja Jiyeon serahkan pada gadis itu.

“Apa isinya?” tanya Jihyun lalu menguncang kotak kecil yang kini ada ditangannya. “Sesuatu yang berkilau, kau pasti menyukainya, nona penyuka berlian,” ucap Jiyeon dengan senyum manisnya, membuat Jihyun mengangguk lalu memanggil seorang bibi paruh baya untuk meletakkan hadiah Jiyeon di kamarnya.

“Aku juga mengundang Suho oppa, tidak apa-apa kan?” ucap Jihyun tanpa melihat ke arah Jiyeon, gadis itu terlihat tersenyum dan berterima kasih atas ucapan yang diberikan oleh teman-temannya yang lain.

Jiyeon hanya diam gadis itu mengedarkan pandangannya, memastikan jika Zitao tidak ada di arena pesta, taman berumput super luas yang ada di bagian belakang rumah Jihyun. Taman yang dilengkapi kolam renang, arena bermain air yang super lengkap dan mewah. Jiyeon tersenyum lalu ikut berbaur bersama teman-temannya yang lain, gadis itu terlihat sangat senang bisa berkumpul dengan teman-teman lamanya, tertawa dan bercengkrama, mengingat masa-masa indah mereka saat masih duduk di bangku sekolah. Namun senyum gadis itu memudar saat menatap laki-laki yang masih sangat dirindukannya, berdiri tak jauh dari tempatnya berpijak, tersenyum hangat ke arah gadis itu, membuat Jiyeon ikut tersenyum dan tanpa sadar berjalan pelan menghampiri laki-laki itu.

“Suho oppa,” ucap Jiyeon pelan, suaranya bergetar, menahan semua luapan rasa rindu yang tertahan di sanubari.

“Bagaimana kabarmu Jiyeon? Apa kau baik-baik saja?” Jiyeon hanya mengangguk, butiran airmata kini sudah terlihat di ujung mata bening gadis itu. “Apa dia memperlakukanmu dengan baik?” lagi-lagi Jiyeon hanya mengangguk.

Suho tersenyum menatap Jiyeon yang terlihat cantik dalam balutan dress bahan siffon berwarna putih di atas lutut dengan hiasan kecil berbentuk bunga mawar biru, melingkari pinggang ramping gadis itu, rambut hitam Jiyeon dibiarkan tergerai. Tangan laki-laki itu terulur dan menghapus airmata Jiyeon, yang mulai membahasi pipi pucat gadis itu, menatap Jiyeon dengan perasaan terluka yang berhasil disembunyikannya, di balik tatapan hangatnya saat ini, menahan dirinya untuk tidak memeluk gadis yang sangat dicintainya itu dan membuat hubungannya dengan Jiyeon kembali kacau.

“Apa kau masih suka dengan permen kapas, Jiyeon?” tanya Suho dengan senyum manisnya, Jiyeon ikut tersenyum lalu mengangguk pelan. “Kalau begitu ikut aku sekarang, Jihyun menyimpan permen kapas di dalam rumah pohon.” jawab Suho, tangannya kini sudah mengenggam jemari Jiyeon erat.

Tanpa sadar Jiyeon mengangguk membiarkan Suho menggenggam tangannya, lalu menariknya menuju rumah pohon yang dulu sering Jiyeon datangi bersama Suho saat sedang berkunjung ke rumah Jihyun. Membiarkan rasa yang mulai terlupakan itu kembali muncul ke permukaan hatinya, membuat Jiyeon kembali terbawa suasana bahagia yang dulu selalu di rasakan gadis itu, saat bersama Suho dan tidak pernah tahu apa akibat yang akan terjadi karena tindakannya kini.

****

Shinhwa Enterprise

Sehun’s Room

.

Sehun menatap handphonennya yang bergetar di atas meja, laki-laki itu terlihat masih sangat sibuk berkutat dengan semua berkas-berkas penting perusahaan walaupun ini sudah lewat dari jam kerjanya, hingga membuat laki-laki itu malas untuk melihat ke arah handphonennya yang lagi-lagi bergetar. Sehun menghembuskan nafasnya, melepaskan kacamatanya lalu meraih handphonenya. Ada 10 pesan gambar memenuhi inbox laki-laki itu dan mata laki-laki itu seketika membesar saat menatap foto-foto yang memperlihatkan Jiyeon bersama Suho. Sehun mengepalkan tangannya kuat, menekan tombol cepat hingga terhubung dengan seorang laki-laki di seberang sana.

“Bawa Jiyeon pulang sekarang juga!”

***

Jiyeon kembali tertawa saat Suho menceritakan leluconnya, kembali memasukkan permen kapas ke dalam mulutnya, tetap tertawa bersama Suho. Ya sejak dulu Suho selalu mampu membuat Jiyeon tertawa terbahak bahak, dengan semua lelucon yang di buatnya. Jiyeon masih duduk di rumah pohon milik Jihyun, kaki gadis itu dibiarkan mengantung di pinggiran rumah pohon.

“Hey! Lihat kau bahkan masih makan seperti anak kecil,” ucap Suho seraya membersihkan bibir Jiyeon dari remaham permen kapas.

Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu, terhanyut dalam rasa rindu hingga membuat wajah meraka tanpa sadar saling mendekat. Jiyeon memejamkan matanya saat Suho semakin mendekat dan sesaat kemudian bibir mereka sudah saling bertautan. Namun tiba-tiba saja bayangan wajah Sehun yang murka memenuhi benak Jiyeon, membuat Jiyeon tersadar lalu melepaskan ciuman Suho di bibirnya, gadis itu menatap Suho dengan cemas seraya bangkit dari duduknya.

“Mianhae,—“ ucap Suho saat Jiyeon hendak menuruni anak tangga. “Seharusnya aku tidak menciummu,” Jiyeon tidak menjawab, gadis itu segera menuruni anak tangga rumah pohon dan berlari keluar dari taman milik Jihyun, kini rasa ketakutan mulai memburunya.

****

Jiyeon menghentikan langkahnya saat sudah berdiri di hadapan Zitao yang berdiri di depan pintu mobil yang sudah terbuka, berharap jika laki-laki tinggi, bertubuh tegab dan bermata tajam itu tidak melihat saat Suho menciumnya di rumah pohon.

“Tuan Sehun meminta nyonya untuk segera pulang kerumah,” ucap Zitao seraya membungkukkan tubuhnya.

“Arraseo,” jawab Jiyeon dengan suara yang terdengar mulai gemetar, gadis itu tampak menekan nomor ponsel Jihyun dan berpamitan, mengabaikan teriakkan tidak terima dari Jihyun lalu masuk ke dalam mobil.

Jiyeon menyandarkan tubuhnya pada jok mobil, menghembuskan nafasnya guna mengusir rasa gusar yang memenuhi hatinya, degupan jantung gadis itu sudah memaju cepat. Jiyeon tahu jika sebentar lagi sesuatu yang buruk akan menimpanya, karena gadis itu tahu pasti jika orang-orang Sehun selalu memperhatikan semua gerak-gerak yang dilakukannya, kapanpun dan di manapun tanpa terlewatkan sedikitpun.

****

Oh’s House

Sehun Room – 07.00 pm

.

Jiyeon terlihat ragu saat ingin membuka pintu kamarnya, berkali-kali gadis itu menghembuskan nafas gusarnya, ketakutan semakin membekukan tubuh gadis itu. Perlahan Jiyeon membuka pintu kamar lalu menutupnya tanpa suara dan gadis itu langsung terkejut saat mendapati Sehun sudah berdiri di hadapannya. Sehun menatap Jiyeon dengan tatapan marahnya, rahang laki-laki itu mengeras dan segera menghampiri Jiyeon yang masih mematung di ambang pintu. Gadis itu memundurkan tubuhnya, saat Sehun semakin mendekat.

“Bukankah aku sudah bilang padamu jangan pernah menemuinya lagi, apa kau tidak mengerti juga, OH JIYEON!!” teriak Sehun tepat di depan wajah Jiyeon yang mulai terlihat pucat, dalam satu gerakan cepat Sehun menarik gadis itu lalu menghempaskannya di atas ranjang tidur mereka.

“Hari ini kau kembali bertemu dengannya, bahkan kau membiarkan laki-laki brengsek itu menciummu,” Sehun mengerang keras, kembali menatap Jiyeon yang terlihat sudah sangat ketakutan di atas ranjang tidur mereka.

“Ap— apa yang mau kau lakukan padaku?” Jiyeon berucap dalam rasa takut yang semakin mengusai tubuhnya, saat ini Sehun mulai melepaskan kemeja yang dikenakannya.

Jiyeon memundurkan tubuhnya hingga terpojok di ujung ranjang, gadis itu bergidik ngeri saat menatap Sehun menaiki ranjang, laki-laki itu menyeringai dengan tatapan tajam yang membekukan tubuhnya. Ia menjerit tertahan saat Sehun menarik kakinya, membuatnya kini berada tepat di bawah tubuh Sehun, gadis itu menggeleng lemah dengan airmata ketakutan yang mulai mengalir dari sudut matanya.

“Kau harus terima akibatnya, jika berani membantah ucapanku, arraseo?!”

Dan di detik berikutnya Sehun sudah mencium bibir Jiyeon dengan kasar, melumatnya tanpa memberi jeda bernafas pada gadis itu. Jiyeon berusaha mendorong tubuh Sehun yang semakin menghimpit tubuhnya, namun penolakan dari gadis itu justru membuat Sehun semakin bergerak liar di tubuh gadis itu. Laki-laki itu merobek pakaian yang menutupi tubuh Jiyeon dengan brutal, mengabaikan teriakkan ketakutan dari gadis yang masih berusaha mendorong bahu laki-laki itu, dengan segenap tenaga yang di milikinya.

Sehun mengerang saat Jiyeon mencakar punggungnya, laki-laki itu pun menekan bahu gadis itu kuat, mengunci kedua kaki Jiyeon hingga membuat gadis itu tak bisa lagi bergerak untuk menghentikan aksi brutal Sehun, aksi yang sudah di tungangi setan amarah yang tak terkendali. Perlahan perlawanan Jiyeon mengendur, tertelan dalam kekuatan Sehun yang jauh lebih besar dari gadis itu, selanjutnya Jiyeon hanya bisa menangis dalam diam membiarkan Sehun melanjutkan hasratnya dan merenggut harta yang paling berharga bagi setiap gadis yang ada di dunia ini.

****

5 Hours Later

.

Jiyeon mengerjapkan matanya sangat perlahan, di atas ranjang yang sudah terlihat sangat kacau. Tubuh polos gadis itu yang tertutup selimut tebal tetap saja terasa dingin, sedingin hati gadis itu takkala kejadian beberapa jam yang lalu, kembali menari nari di benaknya membuatnya semakin membeku tak berdaya. Jiyeon merintih pelan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, kembali mengerjab saat merasakan perih di beberapa bagian tubuhnya, airmata sedari tadi masih setia mengalir, hingga membuat mata gadis itu terlihat membengkak.

Ia menatap kosong laki-laki yang ada tepat di samping tubuhnya, laki-laki dengan selimut yang hanya menutupi setengah dari tubuh polosnya, tertidur pulas setelah menyelesaikan aksi gilanya pada tubuh gadis itu. Sehun menggeliat pelan membuat Jiyeon kembali merasakan ketakutan di sekujur tubuhnya, perlahan satu tangan kokoh laki-laki itu mengapai pinggang Jiyeon, satu tangan yang lain tiba-tiba saja sudah menelusup di bawah leher gadis itu.

Jiyeon terpaku gadis itu ingin sekali meronta, tapi rasa sakit di tubuhnya kini membuatnya hanya bisa menjerit tertahan. Perlahan Sehun mulai menarik Jiyeon hingga wajah gadis itu menempel di dada hangatnya, ia menarik tubuh Jiyeon hingga berada di dalam dekapan erat laki-laki yang bahkan masih memejamkan kedua matanya. Jiyeon menahan nafasnya saat rasa hangat mulai membalut tubuhnya, mencuri dengar degupan jantung yang teratur dari Sehun yang kini bahkan meletakkan kepalanya, dengan nyaman di atas kepala gadis itu, semakin mengeratkan pelukannya tiap kali Jiyeon mencoba mengerakkan tubuhnya. Perlahan rasa takut Jiyeon memudar, berganti rasa nyaman yang tidak dapat di lukiskan oleh kata-kata, hingga di menit berikutnya rasa kantuk mulai menghingapi matanya dan membuat Jiyeon akhirnya tertidur dengan pulas di dalam pelukan hangat, Oh Sehun.

****

Shinhwa Enterprise

Sehun’s Office Room – 10.00 am

.

Sehun terlihat menerawang tak bersemangat dari atas bangku kuasanya, berkas-berkas penting yang memenuhi meja kerjanya pun tak dihiraukan sejak tadi, hanya membolak balik berkas penting perusahaannya itu tanpa ada satu pun pekerjaan yang tertunda didalamnya mulai dia selesaikan. Laki-laki tampan itu menghembuskan nafas beratnya berkali-kali guna menenangkan perasaan kacaunya hari ini, menyandarkan tubuh tegabnya pada sandaran kursi seraya kembali menerawang. Pikiran laki-laki itu masih dipenuhi rasa cemas bercampur rasa bersalah, saat kembali teringat pada sosok Jiyeon yang berada dalam dekapannya semalam, merintih, mengigau pilu disepanjang malam gadis itu memejamkan matanya.

Belum lagi saat pagi menjelang Sehun menemukan luka lebam di bahu gadis itu, suhu tubuhnya juga sedikit menghangat membuat Sehun bahkan tak bisa bernafas dengan benar hingga detik ini. Sehun yang sangat yakin jika saat ini Jiyeon tak ingin bertemu dengannya itu, memutuskan untuk meninggalkan Jiyeon sendirian di ranjang dan hanya berpesan pada bibi Jung untuk menghubungi dokter Park dan memeriksa keadaan Jiyeon. Sehun tahu jika dia sudah keterlaluan semalam, terlalu brengsek hingga menyakiti seorang gadis yang diyakini Sehun sebagai tujuan hidupnya. Memang tak ada yang salah dengan perbuatannya semalam, toh gadis itu berstatus sebagai istri syahnya, namun jika dilakukan secara pemaksaan hingga mengabaikan rasa ketakutan yang tersirat di wajah gadis itu, tentu itu juga tidak bisa dibenarkan.

Seandainya saja semalam Sehun tidak terlalu terbawa emosi, seandainya saja dia bisa memaafkan kesalahan yang dibuat gadis itu, mungkin hari ini Sehun masih bisa menikmati senyum gugup Jiyeon saat dia mencium keningnya, sentuhan manis di dasinya dan tatapan hangat Jiyeon saat mereka menghabiskan sarapan. Satu helaan nafas berat kembali keluar dari pernafasan laki-laki yang berpredikat sebagai salah satu pengusaha tersibuk di Korea, kembali berfikir tentang rencananya menghilangkan penyebab murkanya pada Jiyeon yang sudah berstatus sebagai istrinya sejak beberapa bulan yang lalu. Karena Sehun sangat yakin, jika dia berhasil menghilangkan laki-laki yang dianggap sebagai penganggu itu, maka Jiyeon sang istri akan benar-benar bisa menjadi miliknya seutuhnya.

Satu ketukan terdengar dari balik pintu, menyadarkan Sehun dari semua pikiran-pikiran peliknya. Tubuh yang bersandar itu kini sudah kembali tegap, sesaat kemudian sesosok laki-laki tinggi dengan tubuh tegabnya muncul di hadapan Sehun, menunduk hormat sesaat sebelum mengeluarkan suara beratnya.

“Dia bersedia untuk bertemu dengan anda, Presdir.”

*

*

Oh’s House

Sehun’s Room

.

Jiyeon membuka matanya perlahan, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, merintih tertahan seraya berusaha untuk bangkit dari tidurnya. Gadis itu menatap ranjang tidurnya yang terlihat masih kacau, mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar yang sangat luas, namun gadis itu tak menemukan sosok yang dicarinya. Sepi! Kamar itu sepi, sesepi hati gadis itu takkala kejadian menakutkan semalam kembali memenuhi pikirannya. Jiyeon mengeratkan selimut yang membungkus tubuh polosnya, hembusan angin dari balik jendela kamar yang terbuka sedikit membuat gadis itu merasa mengigil. Kembali merintih saat mengusap bahunya, memar dan sedikit bengkak, Jiyeon tersenyum getir melihat keadaannya yang terlihat menyedihkan.

Perlahan Jiyeon mulai mengerakkan kakinya, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya seraya menyentuhkan ujung kakinya yang bergetar ke lantai kamar yang terasa sangat dingin, tertatih Jiyeon pun berjalan menuju kamar mandi. Jiyeon memandang tubuhnya dari sebuah kaca yang terdapat di dalam kamar mandi, butiran crystal tiba-tiba saja sudah memenuhi pelupuk mata beningnya, hingga tanpa sadar setetes airmata kembali jatuh di pipi pucat Jiyeon tanpa mampu dicegah. Jiyeon mulai terisak pelan saat airmatanya tumpah tak tertahan dari kedua mata beningnya yang terlihat bengkak, mengerakkan tangannya yang bergetar, meraba keningnya yang terasa mulai menghangat. Gadis itu mengerjab pelan tiba-tiba saja rasa sakit menerjang kepalanya, berdenyut hingga membuat gadis itu merasa dunia di sekelilingnya mulai berputar pelan dan sesaat kemudian semuanya terasa berubah menjadi gelap, hingga gadis itu beringsut ke lantai tak sadarkan diri.

***

Getaran dari handphone Oh Sehun yang tergeletak di atas meja terlihat tak di hiraukannya, laki-laki yang kini tampak mulai berdamai dengan perasaan gusarnya itu, terlihat tengah sibuk pada setumbuk berkas pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Handphone itu kembali berdering dan Sehun lagi-lagi tak mengubrisnya, tetap mengerakkan pulpennya di atas berkas-berkas penting yang ada di hadapannya. Sesaat kemudian terdengar ketukan dari arah pintu, Sehun terlihat kesal karena merasa terganggu lalu menghentikan sejenak kegiatannya. Laki-laki itu mempersilahkan sekretarisnya untuk masuk tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang kini sedang dia tanda tangani.

“Presdir, ada panggilan dari kediaman anda.” ucap sang sekretaris dengan menunduk hormat. “Jawab saja aku sedang sangat sibuk dan tidak bisa diganggu.” jawab Sehun dengan dingin.

“Tapi,—“ ucap sang sekretaris dengan wajah binggungnya, menatap takut ke arah Sehun yang kini sudah mengangkat kepalanya menatap sekterarisnya itu dengan tajam. “Ini tentang istri anda, Presdir.” ucap sang sekretaris memberanikan diri.

“Nde?”

“Istri anda beberapa saat yang lalu ditemukan pingsan di dalam kamar mandi, dengan luka di pelipisnya.”

“MWO????”

****

Oh Sehun’s House

.

Sehun melebarkan langkahnya berjalan cepat bahkan nyaris berlari, menaiki tiap anak tangga agar dapat sesegera mungkin sampai di kamar tidurnya. Laki-laki itu langsung meninggalkan kantornya begitu saja, setelah mendapat kabar jika Jiyeon terjatuh dengan luka robek di pelipis karena terbentur pinggiran wastafel yang ada di dalam kamar mandi. Laki-laki itu bahkan memaki di sepanjang perjalannya ke rumah, saat jalanan kota terlalu padat siang ini hingga tak mampu membuatnya lebih cepat sampai ke rumah. Sehun menyeruak masuk ke dalam kamarnya, nafas laki-laki itu terdengar memburu, rasa cemas yang berhasil mengunci dirinya. Beberapa pelayan yang berada di kamar itu langsung menunduk hormat, begitu juga dengan bibi Jung yang kini tengah duduk di pinggir ranjang.

Laki-laki itu tercekak mengerakkan kakinya yang tiba-tiba saja terasa berat, berjalan hingga berada di depan ranjang. Sehun menatap Jiyeon yang terbaring di atas ranjang tidurnya dengan sangat cemas, wajah gadis itu sangat pucat, perban menutupi pelipisnya. Bibi Jung terlihat memberi perintah pada beberapa pelayan yang berada di dalam kamar untuk meninggalkan mereka, menatap Sehun yang masih terdiam di tempatnya berbijak.

“Sebentar lagi nyonya Jiyeon akan sadar dari efek obat bius yang disuntikkan ke tubuhnya, nyonya Jiyeon mendapat 3 jahitan di pelipis.” ucap bibi Jung dengan suara pelannya. “Dia gadis yang sangat baik, saya harap Tuan muda tidak menyakitinya lagi.” Sehun mengalihkan pandangannya, menatap bibi Jung yang sudah membungkuk ke arahnya, menatap bibi yang sudah dianggap sebagai ibu kedua oleh Sehun.

Sehun mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang sesaat setelah bibi Jung keluar dari kamarnya, laki-laki itu menatap beberapa obat dan krim anti bengkak yang tergelak di atas meja kecil di samping ranjang. Perlahan Sehun mulai mengerakkan tangannya, mengenggam jemari Jiyeon yang mendingin, erat seraya menciumnya lembut.

“Maafkan aku, aku benar-benar tidak bermaksud untuk menyakitimu,“ ucap Sehun sangat menyesal, membungkuk lalu mencium kening Jiyeon lembut dan dalam, meluapkan semua rasa bersalahnya pada gadis itu karena sungguh Sehun benar-benar menyesal telah menyakitinya.

Sehun masih diposisinya menatap lekat tiap lekuk wajah cantik Jiyeon yang terpahat sempurna, wajah yang selalu mampu membuat Sehun merindu, selalu mampu membuat Sehun merasa tidak lagi sendirian di dunia ini. Tangan kokoh Sehun perlahan bergerak mengusap pelan pelipis kanan Jiyeon yang tertutup perban, mengeratkan genggaman tangannya di jemari Jiyeon seraya kembali menciumnya lembut tanpa pernah memalingkan pandanganya pada sosok Song Jiyeon yang masih tertidur.

Perlahan mata Jiyeon yang tertutup mulai terbuka, mengerjab pelan sebelum akhirnya terbuka sempurna. Tatapan gadis itu yang mulanya sendu seketika berubah menjadi tatapan terkejut yang dibalut ketakutan. Jiyeon bahkan langsung menarik tangannya seraya memaksa untuk duduk dari posisi tidurnya, menahan denyutan di kepalanya yang sempat membuat pandangan gadis itu menghilang.

“Jiyeon-ah.“ Jiyeon tidak menjawab, gadis itu hanya menarik selimut untuk menutupi tubuhnya lalu memundurkan tubuhnya, menahan rasa sakit yang mendera kepalanya serasa mengeleng pelan saat Sehun berusaha untuk menggapainya.

Tatapan Sehun kini semakin menyiratkan penyesalan, menatap Jiyeon yang terlihat takut, keringat mulai keluar membahasi wajah gadis itu, tubuhnya bergetar takut saat Sehun semakin mendekat. Sehun terdiam sesaat menatap Jiyeon dengan tatapan hangatnya, mengunci pandangan gadis itu seraya menyakinkan jika saat ini dirinya tak akan menyakiti gadis itu sedikit pun. Sehun mengalihkan pandangannya, mengulurkan tangannya meraih obat anti memar yang berada di atas meja, perlahan laki-laki itu semakin mendekatkan tubuhnya pada Jiyeon, mengabaikan jeritan tertahan dari gadis itu saat Sehun menyentuh pundaknya.

Dengan hati-hati Sehun melepaskan dua kancing dari pakaian yang dikenakan Jiyeon saat ini, menyibaknya perlahan hingga memperlihatkan bahu memar gadis itu. Sehun memajukan wajahnya hingga berada di samping pipi pucat Jiyeon, melingkarkan tangannya di antara leher dan mulai mengoleskan krim anti memar ke bahu Jiyeon seraya meniupnya pelan. Sedangkan Jiyeon gadis itu hanya terdiam, tubuhnya menegang saat hembusan nafas Sehun menerpa kulit bahunya. Sekuat tenaga Jiyeon meredam rasa takutnya pada sosok laki-laki yang saat ini bahkan nyaris memeluk tubuhnya, karena saat ini tubuh Jiyeon masih terlalu lemah untuk menolak apa yang Sehun lakukan.

Rasa kantuk dari efek obat bius masih terasa melemaskan otot-otot tubuhnya, denyutan di kepala gadis itu juga masih terasa sangat menyiksa, nyeri, sakit dan membuat kepalanya terasa berputar. Jiyeon bahkan merasa mual karena menahan rasa sakit di kepalanya saat ini, hingga membuat gadis itu hanya diam seribu bahasa.

“Krim ini harus sering di oleskan agar memarnya cepat hilang,” ucap Sehun saat baru saja menyelesaikan pekerjaannya, laki-laki itu hanya tersenyum samar saat tak ada jawaban dari Jiyeon.

Jiyeon mengerjabkan matanya berkali-kali, rasa sakit di kepalanya semakin menyiksa hingga tanpa sadar, gadis itu meletakkan kepalanya di atas bahu Sehun yang berada di depannya membuat laki-laki itu terpaku seketika. Keduanya terdiam untuk beberapa saat, Sehun bahkan tidak berani mengerakkan bahunya sedikit pun.

“Jiyeon-ah,“ Kalimat pendek yang tertahan di tenggorokan Sehun yang kelu akhirnya berhasil juga keluar, mengalun memecahkan kesunyian yang sudah tercipta, selama beberapa menit di antara mereka. “Mianhae,—“ suara Sehun terdengar sangat lirih, namun tak ada jawaban apapun dari Jiyeon.

“Aku benar-benar menyesal karena sudah memaksamu, menyakitimu hingga seperti ini, kau mau memaafkanku?” lagi-lagi Jiyeon tidak menjawab, gadis itu hanya mengerjabkan matanya yang mulai berembun.

Sehun memberanikan diri mengerakkan tangannya, mengusap hati-hati punggung gadis itu, membelai lembut tiap helai dari rambut panjang Jiyeon yang tergerai. Kembali berusaha menyakinkan kesungguhan ucapannya saat ini, perlahan Sehun mendengar isakan kecil di telingannya, merasa jika tubuh Jiyeon mulai bergetar.

“Bi—bisa—bisakah oppa tidak memaksaku lagi? Aku— aku tahu aku pantas mendapatkannya karena kesalahan yang aku lakukan, tapi— aku— aku benar-benar takut,” ucap Jiyeon di sela-sela isaknya.

Sehun menganguk pelan membawa kepala gadis itu untuk bersandar di dadanya, seraya memeluk erat tubuh kecil Jiyeon yang masih bergetar. Mengecup puncak kepala gadis itu berulang-ulang, menyakinkan Jiyeon jika dia tidak akan menyakiti gadis itu lagi, tidak akan memaksa gadis itu lagi di malam-malam berikutnya. Jiyeon memejamkan matanya saat dekapan Sehun semakin mengerat, dekapan yang entah mengapa justru membuat rasa takut gadis itu perlahan menguap tanpa sisa, bahkan rasa sakit di kepalanya samar-samar mulai mereda berganti dengan rasa nyaman yang tak terlukiskan. Dan kini Jiyeon merasa jika matanya mulai berat, rasa kantuk yang tadi sempat dirasakannya kembali membekukan tubuhnya, hingga pada akhirnya dia kembali terlelap dalam dekapan erat Oh Sehun.

****

Dua jam berlalu Sehun masih berdiam diri di tempatnya, duduk di tepi ranjang memandangi Jiyeon yang masih terlelap nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Sehun tersenyum lalu bangkit dari duduknya, membungkuk seraya mendaratkan ciuman hangatnya di kening gadis itu, meraih jas yang tadi sempat dia lepas dari atas sofa di ujung ranjang lalu mulai melangkah pelan meninggalkan kamar tidurnya. Sehun menuruni tiap anak tangga dengan masih tersenyum, merogoh handphone dari balik saku jasnya, menekan beberapa digit nomor hingga tersambung dengan salah seorang pegawal pribadinya di seberang sana.

“Apa dia sudah ada di sana?” tanya Sehun tanpa menghentikan langkahnya. “Bagus aku akan segera ke tempat itu, pastikan kenyamanan untuk tamuku.” lanjut Sehun sesaat sebelum memutuskan sambungan telephone.

Namun langkah Sehun terhenti saat seorang wanita cantik tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya, tersenyum seraya melangkah mendekat. Sehun mengalihkan pandangannya, merasa muak dengan wajah palsu wanita di hadapannya ini.

“Bagaimana keadaannya?” tanya wanita itu dingin, Sehun hanya memutar bolamatanya malas merasa tidak tertarik dengan pembicaraan yang tidak penting ini.

Dengan cepat Sehun kembali melanjutkan langkahnya melewati wanita itu dan tidak berniat sama sekali, untuk menjawab pertanyaan yang wanita itu ajukan.

“Menikahi seorang gadis yang tidak menginginkanmu sedikitpun, sungguh menyedihkan.” Sehun menghentikan langkahnya, berbalik menatap tajam wanita yang bahkan hanya memamerkan senyum kemenangannya. “Apa aku salah bicara? Bukankah kita terlihat sama sekarang?” wanita itu menarik ujung bibirnya, terkekeh pelan saat Sehun semakin menajamkan tatapannya.

Sehun mengepalkan tangannya kuat. “Dengar wanita murahan! Setidaknya Jiyeon belum berstatus sebagai istri orang lain saat aku menikahinya, tidak seperti kau yang merusak rumah tangga seorang pria beristri hingga menghancurkan kebahagian sebuah keluarga. Membuat seorang anak kehilangan orang tuanya dan aku— tidak pernah menjerat Jiyeon dengan cinta palsu seperti yang kau lakukan pada ayahku,” wanita itu tampak mengerang tertahan, menahan emosinya hingga ke titik tersendah.

Ah! Apa kau ingin aku membongkar kedokmu selama ini yang hanya menghamburkan uang untuk berpesta dengan lelaki muda, selama ayahku tidak ada di Korea?” Sehun tertawa sumbang, menatap gerah wanita yang dinikahi ayahnya di puluhan tahun yang lalu itu.

“Dengar Kim Minra! Aku peringkatkan, jika mulai hari ini kau harus lebih berhati-hati jika tidak ingin semua kebusukanmu tercium oleh ayahku, atau aku yang akan membongkarnya sendiri.” Sehun tertawa penuh kemenangan, merasa puas pada kerja para pengawalnya hingga membuat ibu tirinya itu bungkam seribu bahasa.

Jika saja bukan karena sang ibu yang melarang hingga sang ayah tahu yang sebenarnya dengan sendirinya tanpa bantuan Sehun, bisa dipastikan Sehun sudah membongkar semua kelakuan brengsek Minra dibelakang sang ayah detik ini juga.

****

Jongin’s Pub

Sehun’s Private Room

.

Sehun melangkah tenang memasuki sebuah ruangan mewah yang dia pesan khusus pada sahabatnya Jongin, untuk menyelesaikan sebuah urusan penting. Mata tajam Sehun kini menatap seorang laki-laki yang sedang duduk di kursi bar, mengenakan kemeja hitam terbalut cardigan abu-abu, di tangannya memegang sebotol wine dengan kualitas terbaik. Laki-laki itu terlihat sangat menikmati minumannya, hingga tidak sadar dengan kehadiran Sehun yang kini sudah duduk di sampingnya. Sehun meraih satu gelas crystal yang ada di hadapannya, mengulurkan tangannya untuk menggapai botol wine yang ada di depan laki-laki yang kini mulai menyadari keberadaannya. Sehun menuang wine ke dalam gelasnya, meminumnya seraya menatap ke arah laki-laki di sampingnya.

“Kim Suho, bagaimana kabarmu?” ucap Sehun seraya kembali menenggak wine yang sudah dia tuangkan lagi di dalam gelasnya.

Laki-laki itu Kim Suho hanya tersenyum tipis. “Terpuruk saat kau mengambil Jiyeon secara paksa dari hidupku,” Sehun terkekeh dan kembali menenggak wine nya. “Sekarang apa yang kau inginkan dariku, Tuan besar? Bukankah kau sudah mengambilnya? Mengambil gadis yang sangat aku cintai?”

Sehun memutar tubuhnya memandang Suho dengan tatapan merendahkan. “Yang aku inginkan adalah kau segera pergi dari kehidupan Jiyeon dan jangan pernah berfikir untuk menyentuhnya lagi, seperti yang kau lakukan kemarin atau kau akan menyesal, Arraseo?!”

Suho hanya tertawa pelan mendengar ancaman Sehun, laki-laki itu kini balik memandang Sehun dengan tawa sumbangnya. “Kenapa? Apa kau takut dia akan kembali padaku?” Sehun mengerang seketika dan sebuah pukulan keras pun mendarat di wajah Suho hingga laki-laki itu terjungkal ke lantai.

Suho mengusap bibirnya yang baru saja meneteskan cairan amis berwarna merah pekat, tertawa pelan seraya berusaha bangkit berdiri. Laki-laki yang mulai terlihat terhuyung karena efek wine bercampur rasa nyeri akibat pukulan Sehun, kembali hanya tertawa saat menatap Sehun yang menatapnya dalam kilatan kemarahan yang terlihat jelas dari sepasang mata tajamnya saat ini.

“Dengar Oh Sehun! Kau mungkin bisa melakukan apa saja dengan uang yang kau punya, memiliki Jiyeon mengunakan uangmu, tapi kau harus tahu jika rasa cinta tidak akan pernah bisa kau beli dengan uang dan kekuasaan yang kau miliki itu,”

—BUKK!!!—

***

Jiyeon tersentak mata beningnya yang terpejam tiba-tiba saja terbuka lebar, nafas tak beraturan pun mulai terdengar, keringat ketakutan membahasi wajahnya, saat gadis itu menggumamkan nama seseorang.

“Suho oppa,—“

Jiyeon mengedarkan pandangannya menatap bibi Jung yang duduk di sofa di depan ranjangnya, menatap bibi paruh baya yang kini sudah menatapnya dengan senyum suka cita.

“Nyonya Jiyeon sudah bangun,” bibi Jung bangkit dari duduknya, membantu Jiyeon yang memaksa untuk duduk dari posisi tidurnya.

Wajah Jiyeon terlihat sangat cemas, mimpi tentang Sehun yang menghajar Suho hingga babak belur kembali menari-nari di benaknya. “Sehun oppa, apa bibi Jung tahu dia ada di mana?” tanya Jiyeon dengan rasa cemas yang semakin memuncak.

“Tuan muda sudah keluar rumah sejak 1 jam yang lalu, dia hanya berpesan agar nyonya istirahat dan minum obat.” jawab bibi Jung dengan suara lembutnya, serasa mengusap pelu di wajah Jiyeon yang terlihat pucat pasi. “Ada apa nyonya, anda terlihat,—“

“Ania,—“ Jiyeon berusaha untuk tersenyum, gadis itu benar-benar cemas dan sangat yakin jika Sehun sedang bersama Suho karena masalah yang dia lakukan kemarin.

Jiyeon juga sangat yakin jika saat ini, Suho tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja dan semua ini adalah salahnya. Salah Jiyeon saat dirinya tak mampu menahan diri waktu itu, salahnya yang tak mampu meniadakan Suho dari pikirannya dan kembali membuat perasaan yang gamang pada dua laki-laki yang memenuhi pikiran dan hatinya saat ini.

***

—BUKK!!!—

.

Kembali Sehun memukul Suho hingga laki-laki itu lagi-lagi tersungkur di lantai, Sehun yang sudah tersulut emosi itu kini meraih kemeja yang Suho kenakan, memukul laki-laki itu bertubi-tubi hingga darah segar mengalir dari beberapa bagian wajah Suho yang mulai terkulai lemah.

“Lawan aku brengsek!” teriak Sehun saat melihat Suho yang tak membalasnya sedikit pun, laki-laki itu lagi-lagi hanya tertawa mengejek. “Untuk apa aku mengotori tanganku dan melawan laki-laki pecundang sepertimu,” lagi Sehun kembali menghantam Suho dengan pukulan kerasnya.

Suho terbatuk seraya memuntahkan darah segar dari mulutnya, pandangan laki-laki itu mulai mengabur saat darah yang berasal dari pelipisnya mengalir melewati mata sipitnya.

“Mungkin selama ini kau selalu mampu mendapatkan apa yang kau inginkan, tapi bisa ku pastikan kau tak akan mampu dengan mudah mendapatkan hati dari seorang Song Jiyeon.” Satu pukulan keras kembali menghantam Suho dan kali ini membuat laki-laki itu tak lagi bergerak, membeku di lantai bar yang dingin.

****

Oh’s House

Sehun’s Room – 08.00 pm

.

Jiyeon gelisah sejak tadi, ia hanya terlihat mondar mandir di dalam kamar tidurnya, meremas jemarinya yang mendingin saat tak mampu berbuat apa-apa untuk sekedar menenangkan pikiran kalutnya saat ini. Ya sejak gadis itu menikah dengan Sehun, nomor handphone gadis itu sudah di ganti bahkan di dalam handphone ia hanya punya 2 nomor kontak yang tersisa, nomor sang ayah dan nomor Oh Sehun. Gadis itu tidak di perbolehkan menghubungi siapapun kecuali ayahnya dan Sehun, hanya sesekali diperbolehkan mengobrol dengan sahabatnya Jihyun melalui telephone rumah, itu pun tersambung pada supir sekaligus bodyguard Oh Sehun, Huang Zitao.

Jiyeon tersentak saat pintu kamarnya terbuka, nafas gadis itu seakan terhenti saat sosok Oh Sehun menyeruak masuk. Penampilan laki-laki itu terlihat sangat kacau, kemeja yang sudah tak terkancing dengan benar, jas yang di sampirkan di bahu dan rambut yang terlihat acak-acakan, berjalan terhuyung, mendekat ke arah Jiyeon yang masih menegang di tempatnya. Kini Jiyeon dapat mencium bau wine yang cukup menyengat menguar dari nafas Sehun, saat laki-laki itu tertawa sumbang di hadapannya, membuang jasnya sembarang ke lantai. Berdiri tak stabil khas seorang yang nyaris mabuk berat, beberapa kali terdengar cegukan di sela-sela ucapannya yang terputus-putus.

“Hari ini aku menghajarnya, menghajar laki-laki brengsek yang menciummu Oh Jiyeon.” Sehun mulai tertawa sumbang, menegaskan pandangannya yang mulai mengabur karena efek wine yang terlalu banyak dia konsumsi, menatap nanar Jiyeon yang mulai terlihat menahan airmatanya. “Dia bilang aku hanyalah pecundang,— aku— aku tak akan bisa mendapatkan hatimu sekuat apapun aku mengikatmu,” kembali terdengar cegukan dari kerongkongan Sehun, hingga ucapan laki-laki itu terputus di udara.

Sehun mendekatkan tubuhnya, membuat Jiyeon mulai melangkah mundur menatap takut ke arah Sehun yang menyeringai sadis. Laki-laki itu menunjuk-nunjuk wajah Jiyeon yang ketakutan dengan kekehan kecilnya, kembali berceloteh tentang semua beban yang di pikulnya selama ini.

“Kau— kenapa kau membuatku jadi seperti ini Jiyeon? Kenapa— tidak ada yang peduli padaku?” Jiyeon semakin melangkah mundur, menahan nafasnya saat merasa jika kakinya sudah membentur pinggiran ranjang tidur mereka. “Kau tahu— hanya ibuku— ya hanya dia yang menyayangiku, tapi— wanita murahan itu membuat ibuku harus meninggalkan rumah dan membuatku kesepian,” sebulir airmata jatuh di pipi Sehun, pandangan laki-laki itu kini berubah sendu.

“Sekarang,— kau juga akan meninggalkanku karena laki-laki brengsek itu.“ tiba-tiba Sehun menarik Jiyeon ke dalam dekapannya, membuat gadis itu tersentak dan berusaha untuk melepaskan diri, namun Sehun justru menjatuhkan tubuh mereka berdua di atas ranjang.

“Tidak bisakah— kau— tetap berada di sisiku?” suara Sehun semakin terdengar pilu, menembus relung hati Jiyeon hingga membuat gadis itu terdiam membeku.

Tak lama berselang Jiyeon merasa jika tubuh Sehun semakin menghimpit tubuhnya, membuat Jiyeon mendorong tubuh Sehun dari atas tubuhnya saat dengkuran halus, mulai terdengar dari pernafasan Sehun yang kini menenggelamkan wajahnya di leher gadis itu. Nafas Jiyeon sedikit tersengal menahan bobot tubuh Sehun yang jauh dari kata ringan, dan kembali berusaha untuk mendorongnya ke samping tubuhnya jika dia tidak ingin kehabisan oksigen. Dengan susah payah akhirnya Jiyeon dapat terbebas dari Sehun yang sudah tertidur pulas, ia menarik kaki Sehun yang menjuntai di pinggir ranjang, hingga berada nyaman di atas kasur. Membuka sepatu yang laki-laki itu kenakan, meletakkan bantal di bawah kepala Sehun lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh laki-laki itu.

Jiyeon manarik nafasnya yang tersengal, mendudukkan tubuhnya di pinggir ranjang, memandang bekas airmata yang ada di pipi Sehun, memandang laki-laki yang kini sudah mendengkur halus dalam tidurnya. Gadis itu mengalihkan pandangannya menatap punggung tangan Sehun yang terlihat memar, merasa menyesal saat mendegar Sehun bergumam menyebut namanya bahkan laki-laki itu masih meneteskan airmata dari sudut matanya yang terpejam. Jiyeon tahu jika dialah yang sangat bersalah dalam masalah ini, hingga membuat dua laki-laki menjadi terluka dan menderita. Jika saja kemarin Jiyeon dapat menahan diri pasti ini semua tidak akan terjadi.

Suara handphone yang berdering membuyarkan lamunan Jiyeon, gadis itu mengedarkan pandangannya seraya bangkit dari duduknya, mencari-cari sumber suara handphone yang masih berdering lantang. Gadis itu menatap jas Sehun yang tergeletak di lantai dan menemukan handphone Sehun yang berdering di balik saku, Jiyeon menatap nama Huang Zitao tercetak di layar menahan diri untuk tidak menjawab panggilan itu. Namun hati gadis itu berkata lain, menahan rasa gugup gadis itu mulai mengerakkan jarinya yang bergetar, menekan tombol hijau dan menempelkan handphone itu ke telinganya seraya membekam mulutnya.

“Saya sudah membawa laki-laki itu ke rumah sakit, Presdir. Dan pihak rumah sakit sudah menjamin jika tidak ada hal serius dari luka laki-laki itu, dia— sudah beristirahat dengan nyaman di apartementnya dan bisa di pastikan jika 2 atau 3 hari ke depan dia sudah benar-benar sembuh, Presdir.”

Dengan cepat Jiyeon memutuskan panggilan itu, sebelum Zitao menyadari jika bukan Sehun yang menjawab panggilannya. Jiyeon menggenggam erat handphone Sehun, perasaannya campur aduk antara khawatir dan lega karena ternyata Suho baik-baik saja dan Sehun lah yang memerintahkan untuk membawa Suho ke rumah sakit dengan bantuan kaki tangannya. Jiyeon menatap layar handphone Sehun yang masih digenggamnya, menatap terkejut sosok yang menjadi wallpaper di handphone laki-laki itu. Wallpaper itu memperlihatkan foto dirinya, foto yang Jiyeon yakini diambil di 5 tahun yang lalu, bahkan saat itu Jiyeon belum mengenal Suho dan masih menjadi mahasiswi di Kyunghee University.

Jiyeon mengalihkan pandangannya, menatap Sehun yang masih tertidur pulas di balik selimut nyamannya. Memutar ulang semua memori yang terekam di dalam otaknya, namun nihil gadis itu tak mampu mengingat jika dia pernah bertemu Sehun saat foto itu di ambil. Seingatnya ia belum pernah mengenal Sehun waktu itu, bahkan ia tidak bisa mengingat jika dia pernah bertemu Sehun sebelumnya, yang ia tahu ia bertemu Sehun untuk pertama kalinya adalah satu hari sebelum dia menikah dengan laki-laki dingin itu. Jiyeon kembali menatap foto dirinya di layar, memastikan jika penglihatannya tidak salah. Benarkah laki-laki itu sudah mengenalnya jauh sebelum mereka bertemu? Entahlah Jiyeon tidak tahu pasti jawabannya.

Perlahan Jiyeon kembali melangkahkan kakinya mendekati ranjang, meletakkan handphone Sehun di atas meja kecil yang ada di pinggir ranjang. Mata bening gadis itu menatap wajah Sehun lekat, menatap laki-laki dengan semua rahasia yang tersembunyi dari sikap otoriternya yang kejam. Menatap laki-laki yang selalu mampu membuat perasaannya menjadi gamang, terkadang takut, terkadang gugup bahkan akhir-akhir ini Jiyeon merasa merindu saat tak mampu menemukan Sehun di jarak pandangnya. Namun gadis itu juga merasa jika setengah dari hatinya masih terikat dengan sosok Kim Suho, sosok laki-laki yang masih sangat di cintainya.

Jiyeon memutuskan untuk membuang perasaan-perasaan yang membuatnya menjadi binggung, gadis itu terlihat membungkuk lalu membenarkan letak selimut di tubuh Sehun yang sesekali masih bergumam tak jelas. Sesaat kemudian wajah Jiyeon terlihat menegang, sedetik sebelum dia menegakkan tubuhnya. Karena kini gadis itu samar-samat dapat mendengar Sehun menggumamkan kalimat yang membuatnya menatap Sehun yang bahkan masih memejamkan matanya dengan tidak percaya, menahan nafasnya saat merasa jika jantungnya kini sudah memacu lebih cepat dari rhitme biasa.

“Sarangae— Oh Jiyeon,”

TBC


Paper Heart (Chapter 1)

$
0
0

poster paper heart

Paper Heart

          Title           :    Paper Heart

Author      :   MaybeeMay (@VanelisaMey)

Genre       :    Romance,High School Life,Unrequited Love

Rating       :   G

Main Cast :  1. Ryu Jenna (OC)

  1. Wu Yi Fan / Kris
  2. Xi Luhan

             Proclaimer : Paper Heart adalah sebuah Fanfiction hasil kerja rodi neuron-neuron otak kanan Author. Oleh karena itu,Author tidak akan menoleransi adanya plagiarisme. Kecuali, ada yang mau mengganti otak Author. Peace.

 

12th January 2007

High School’s Gymnasium

Mataku tak lepas mengiringi setiap langkahnya. Gerakannya saat melewati musuh bagaikan penari handal yang berputar di lapangan. Dan saat ia melompat untuk melakukan lay-up,poninya yang agak panjang ikut bergerak.Saat itu juga, rasanya hatiku mau melompat keluar. Namja itu. Kris Wu.

Tubuhnya yang tinggi menjulang dan wajahnya yang tampan bak model papan atas membuatku tak habis ias. Kenapa ada namja se-perfect itu? Apa Tuhan memang tak adil? Atau memang tujuan Tuhan menciptakan namja seperti Kris adalah untuk menghancurkan hati yeoja polos yang belum pernah pacaran seperti aku?

Teriakan membahana terdengar saat Kris berhasil mencetak angka dan dengan bangga aku ikut bersorak layaknya yeoja norak. Yah mau bagaimana lagi,cinta memang buta. Ia mundur perlahan untuk kembali ke posisinya dan selama sepersekian detik,aku sungguh yakin dia melirik iasl tempat dudukku. Dan selama sepersekian detik itu pula,mata kami bertemu. Aku tak bisa bernapas.

Tempat dudukku yang memang sengaja kupesan dari jauh-jauh hari itu, tepat berada di belakang tempat istirahat Tim Canada Falcon. Dari sini aku bisa melihat dengan jelas Tas olahraga hitam yang biasa ditenteng Kris. Entah dia sadar atau tidak tapi selama ini aku selalu menaruh handuk bersih dan sebotol air di tasnya setelah ia selesai pertandingan ataupun latihan basket. Ya aku tahu,kedengarannya menyedihkan sekali kan? Akulah si gadis yang terlalu pecundang sampai tidak mampu memberikan handuk dan sebotol air. Oleh karena itu hari ini aku sudah bertekad. Aku,Ryu Jenna akan memberikannya langsung pada Kris. Tidak boleh takut lagi.

Setelah pertarungan yang sengit,pertandingan persahabatan siang itu akhirnya selesai juga dan dimenangkan oleh Tim Canada Falcon (Tim Kris!). Kulangkahkan kakiku perlahan, memutari arena pertandingan menuju satu-satunya tangga yang menghubungkan langsung arena dan tempat duduk penonton. Entah mengapa,tepat saat kakiku menginjak anak tangga pertama,tiba-tiba perasaan takut muncul di kepalaku dan selama 2 detik aku sempat berpikir untuk lari saja.

Kugelengkan kepalaku kuat-kuat.“Tidak,tidak. Kau tidak boleh lari lagi. Jangan jadi pecundang” Tanpa kusadari ternyata kalimat itu kuucapkan bukan dalam hati.Dasar bodoh.

Kurasakan seseorang berdiri di belakangku.“Hm,tapi wajahmu bukan wajah pecundang kok” Seharusnya aku tidak kaget waktu ada yang menanggapi ocehanku tapi ternyata tetap saja aku menoleh karena penasaran. Saat itulah aku bertatapan dengan seorang namja yang belum pernah kulihat sebelumnya. Dia cukup tinggi kira-kira 6 centi lebih tinggi dariku,wajahnya pun bukan tipe yang biasa terlihat di sekolah. Dia tipe namja cantik. Satu lagi yang tak luput dari penglihatanku,adalah senyumnya. Senyum terkulum yang menghiasi wajahnya seakan memberi sentakan magis yang misterius.

‘Oh wow senyumnya manis. Aku bertaruh besok pasti dia langsung terkenal di sekolah’ Teringat akan tujuanku yang utama,aku langsung mencari keberadaan Kris di sekitar bench pemain Canada Falcon. Begitu aku melihatnya sedang sibuk berbicara dengan sesama pemain,hatiku jadi lega.Lalu aku sadar bahwa namja cantik ini baru saja berbicara padaku.Takut dianggap tak sopan,aku membalas senyumnya dengan senyum tipis dan berujar pelan,

“Wajahmu juga bukan.Tapi siapa yang bisa menebak kalau kau juga pecundang?”Jawabku dengan senyum polos tak bercela. Namja itu tidak tertegun sama sekali,senyumnya malah semakin lebar. Aku bersiap menerima rudal yang akan dia tembakkan. Dan menembaknya balik.

Tapi ternyata perlindunganku kurang kuat,karena aku sama sekali tidak menduga jenis rudalnya.“Kau hebat juga. Mau pacaran denganku?” Kukira aku salah dengar.Sungguh mati.

“Hah?! Kau mau kupukul ya?” Namja ini terlalu percaya diri.Seharusnya dari tadi aku sudah bisa menebak,tipe laki-laki macam apa dia. Kubiarkan mataku yang penuh kesinisan bertatapan dengannya selama beberapa detik sebelum berjalan pergi.

Dari jauh terlihat para pemain sudah mulai bubar ke ruang ganti.Aduh ini semua gara-gara Playboy tak tahu malu itu! Langkahku kupercepat. Tapi tepat 4 langkah sebelum mendekati bench pemain,aku melihat Kris. Ia masih duduk sambil meminum airnya dengan santai. Saat itulah,lagi-lagi aku meragukan tekadku. Apa aku yakin? Tanganku mulai gemetaran dan kakiku rasanya mau meleleh.Terpikir olehku untuk menitipkannya pada seseorang.Tapi bukankah itu sama saja dengan sikapku selama ini? Ahhh Molla!

Di tengah kebingungan yang melandaku,entah sial atau apa seseorang tiba-tiba menabrakku tanpa ampun dan menyebabkan handuk dan botol air di tanganku melayang.

               Byuurrr!

            Kedua mataku melebar dengan horror. Ya Tuhan. Apa yang baru saja kulakukan? Dan bagaimana ias botol air itu menyiram Kris seperti itu. Astaga aku ias gila sekarang juga.

Kris yang basah kuyup perlahan berdiri dari tempat duduknya dan langsung menatapku. Mau tak mau aku tertegun. Ini pertama kalinya ia menatapku langsung seperti itu. Momen ini sebenarnya bisa dijadikan momen indah,kalau saja situasinya berbeda.

Kedua matanya yang selama ini selalu kukagumi keindahannya itu sekarang menatapku dengan aura dingin membunuh yang asing. Aku mulai percaya kalau sepertinya ia akan menelanku bulat-bulat.

“Joesonghamnida! Aku benar-benar tidak sengaja” Buru-buru aku meminta maaf sambil membungkuk malu. Kurasakan Kris berjalan maju mendekatiku. Ya ampun apa yang akan dia lakukan? Apa dia akan melemparkanku ke dalam Ring atau semacamnya?.Perlahan rasa takut menjalari seluruh tubuhku. Sebenarnya itu bisa saja terjadi. Kris memang setinggi ring jadi.. Ah! Andwaeee!

Jantungku berdetak semakin cepat. Sekarang karena kesalahan yang luar biasa fatal ini, kesempatanku untuk mengenal Kris adalah 0 persen! Benar-benar 0 persen!

Kurasa momen-momen indah pertemuan pertama bak film romance yang kumimpikan tadi malam , memang tidak akan pernah terjadi dalam kenyataan. Sekarang di depanku, berdiri Kris yang akan melemparkanku ke dalam ring basket karena aku melemparnya dengan sebotol air. Sungguh realita yang menyedihkan.

Perlahan kuangkat wajahku dan mataku langsung tersiksa begitu bertatapan langsung dengan baju basket putih berlambang Rajawali milik Kris. Ya Tuhan,terima kasih aku tidak tinggi. Karena aku sungguh tidak mampu menatapnya saat ini. Kudengar hembusan napas panjang ,yang kemudian disusul suaranya yang berbicara dengan nada tenang,

“Ini, Ambil botolmu” Aku langsung kehabisan kata-kata. Jujur saja, walaupun aku menyukai Kris setengah mati,bagiku dia orang yang luar biasa dingin dan misterius. Kukira dia akan melempar botol itu ke tanah dengan keras sambil memakiku habis-habisan. Tapi dia malah mengembalikannya….

Kuberanikan diri untuk mendongak menatapnya. Dia balas menatapku dan menghembuskan napasnya keras-keras seakan berusaha menghilangkan kekesalannya. Seketika itu juga,semua ketakutan yang aku rasakan hilang tanpa sisa. Ya ampun,selama ini aku salah tentang Kris.

“Kau tidak marah?” Entah darimana,keberanian ini muncul begitu saja. Tapi aku terlalu malu untuk menatap matanya. Momen tadi saat kami bertatapan dan dia tersenyum sudah menguras semua energi yang dimiliki jantungku untuk bertahan. Aku tidak punya lagi energi untuk menghadapi sisi baru Kris yang baru kulihat ini.

“Memangnya kau mau kalau aku marah?”Kugelengkan kepalaku kuat-kuat sambil tersenyum senang. Kris tertawa dan menunjuk t-shirt putih bertuliskan Canada Falcons JJANG! Yang kupakai.

“Akan kuhitung ini sebagai hutang ya. Kalau tim kami menang lagi di pertandingan selanjutnya, hutangmu terbayar” Aku mengangguk patuh layaknya anjing piaraan. Tidak pernah dalam hidupku, punya hutang pada seseorang rasanya sebahagia ini.

Tiba-tiba setetes air jatuh di atas telapak tanganku.Kudongakkan kepalaku,ternyata air itu jatuh dari rambut Kris yang basah. Tanpa pikir lagi, aku langsung memberikan Handuk yang sedari tadi kupegang padanya.

“Ini ,untuk mengeringkan rambutmu.” Dan ia mengambilnya dari tanganku.

Sambil mengeringkan rambutnya Kris bergumam pelan.“Gomawo….” Tapi nadanya menggantung. Matanya menatapku dengan satu alis terangkat. Seakan bertanya. Baru saat itu aku mengerti maksudnya.

“Aku Jenna. Ryu Jenna”

Rasanya aku tidak akan bisa tidur hari ini.

  • TBC

[BONUS STORY]

“Yah! Ryu Jenna! Apa yang kau lakukan di dalam kamarmu malam-malam begini?!“ Teriakan Ibuku yang super menggelegar sukses membuatku kaget setengah mati. Tanpa sadar,aku langsung menjatuhkan paku super kecil yang aku pegang dengan susah payah ke lantai. Paku malang itu menggelinding di bawah tempat tidurku lalu menghilang tanpa bekas. Rasanya aku mau menangis saja.

”Ahhhh!!!! Jatuh kan! Aishhh!“ Dengan buru-buru aku turun dari atas kursi yang kugunakan dan berbaring di lantai untuk mencari. Tapi entah bagaimana,aku tidak bisa menemukannya sama sekali.

Aniya,eottokhae!!! Aku tidak bisa memajang foto Kris oppa kalau begini!“ Rengutku kesal. Air mata bahkan sudah membumbung di pelupuk mataku. Bagaimana tidak? Sejak 3 jam lalu aku terus berkutat dengan semua foto Kris oppa dari pertandingannya kemarin. Hari ini aku sudah berjanji pada diriku sendiri kalau aku akan memajang semua fotonya di dinding kamarku tanpa menunda-nunda lagi.

Tapi ada satu foto. Satu Foto Kris yang sedang berlari di lapangan basket sambil tersenyum manis. Masalahnya dia terlalu ganteng di foto itu! Rasanya tidak tega kalau foto seluarbiasa itu tidak diberi penghargaan lebih. Akhirnya kurelakan uang simpananku untuk membeli bingkai yang harganya selangit dan sekarang karena paku itu aku tidak bisa memajangnya. Aku benar-benar kehabisan kata-kata.

Saat itu tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan aku yang masih berbaring di lantai dengan hati tercabik-cabik tidak lagi mampu mengangkat kepalaku untuk melihat siapa itu. Tapi begitu suaranya terdengar,mau tak mau aku langsung meringis.

“Apa yang kau lakukan di lantai,Ryu Jenna?! Anak ini benar-benar! Cepat bangun dan makan sana“ Aku yang tadinya berbaring miring,membalikkan badanku untuk melihat wajah ibu. Kupasang wajahku yang paling kasihan.

“Eomma~,kita punya paku tidak?“

“Yah! Kau bicara apa sebenarnya,Jenna?Ppali ireona!“Ibu menarik tubuhku ke atas tapi dengan kekuatan cinta Kris oppa aku berhasil menahan tubuhku di lantai. Bisa kulihat ibu mulai menyerah. Ia menghembuskan napasnya kuat-kuat seperti naga api. Pertanda ia sudah cukup menghadapiku hari ini.

Aigooo! lama-lama kalau begini eomma bisa cepat stroke. Sana ambil pakunya di gudang ” Ia berjalan pergi dan mulai mengangkat selimut dari tempat tidurku. Senyumku begitu lebar saking bahagianya. Langsung tanpa menunggu aku lari menuruni tangga menuju gudang. Begitu aku menemukan tumpukan paku ,rasanya seperti baru saja diberikan iPhone 6s gratis.

Hari itu, dengan bangga aku bisa melihat ratusan foto Kris yang terpasang di dinding kamarku. Dan berkata kalau aku yang memasangnya.

****

 


The only thing that i can do

$
0
0

CYMERA_20150506_204046

The only thing that i can do

 

The only thing that i can do is an Oneshoot story from the author named Rain with Ulzzang’s Baek Sumin as Song Jinhee and Exo’s Sehun as his self. This story is about a hurt, romance, and idol-life. The cast is belong to god and their self. I just own the storyline, tell me if there is similiarities with other.

 

Happy reading, lovelies.

Song Jinhee membasuh wajahnya dengan air penuh di kedua telapak tangannya. Ada lingkaran kecoklatan dikedua mata cantiknya, pertanda, dia lebih sering terjaga sepanjang malam dari biasanya. Rambutnya yang berwarna natural, hitam dan memanjang melewati pinggang di belah menjadi dua bagian dengan tanpa poni yang memberi kesan kuat, kini dia ikat dengan tanpa kerapihan. Kenangan tentang rambut indahnya lebih banyak dari yang ia duga, mungkin dia memang harus sedikit memangkasnya dan memberikan sentuhan berbeda dari biasanya.

“Dan membiarkan semua tahu jika aku sedang patah hati? Astaga, bodoh,” ia menanggapi pemikirannya sendiri. Memang, memotong rambut identik dengan patah hati. Konon, wanita dikorea biasa memotong rambutnya jika patah hati. Mungkin, Jinhee juga mesti mencobanya, walaupun ia tak yakin dia bisa. Oh, dia butuh waktu beberapa tahun untuk memanjangkan rambut ini secara alami. Dan, rambut ini adalah salah satu hal yang paling seseorang dari masa lalunya sayangi. Masa lalu? Bukankah terlalu dini jika di sebut masa lalu? Oh, mereka berpisah tidak lebih dari tiga pekan. Jinhee duduk diatas shofa ruang tengahnya, ia selalu di sergap kebingungan di waktu kosong seperti ini. Belakangan dia selalu mencari kesibukan di luar batas. Alasannya, berdiam diri hanya membangkitkan kenangan indah yang belakang terasa menyayat hatinya. Semua hal dalam hidupnya selalu berKaitan dengan lelaki itu, oh, bahkan, televisi yang baru saja dia nyalakan mendukung Jinhee untuk merindukannya lebih banyak. Bagaimana kebetulan ini sungguh menyakitkan?

Segera Jinhee mematikan kembali televisinya yang secara gamblang menampilkan wajah close up-nya yang tengah tersenyum manis. Ah, gadis berwajah pualam itu tak kuasa lagi, dia sudah menghabiskan seluruh air matanya tiga pekan ini dan dia tak mau menghabiskan stock terakhir. Dan dia rasa, satu-satunya orang yang merasa tersakiti adalah dia. Nyatanya, pemuda rupawan dengan jutaan penggemar itu tak pernah terlihat bersedih. Wajarlah, dia seorang pekerja hiburan dan tidak boleh terlihat murung. Jinhee menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Astaga, dia lupa akan sesuatu hal, satu-satunya hal yang akan dan selalu ia lakukan adalah menuruti segala keputusannya. Sakit atau tidak. Dari awal dia sudah berkomitmen, menjalin hubungan dengan seorang idola memang beresiko tinggi. Jika beruntung berakhir seperti Jinhee dan jika kurang beruntung, berakhir ditangan penggemar yang sadis itu. Ah, setidaknya ada satu hal yang masih Jinhee syukuri.

Gadis itu beranjak, mengatur langkahnya menuju dapur. Dia berjinjit membuka lemari dan meraih sebungkus ramen instan. Jinhee lupa kapan terakhir kali ia makan nasi atau makan sayuran. Jinhee yang selalu hidup sehat sudah berubah sejak pemuda mempesona dengan kesan wajah polos tanpa ekspresi itu memutuskan hubungan mereka. Jika ingat Jinhee meminum vitamin, jika tidak, yah tidak saja. Sakit perut sudah biasa, kepala pusing sudah sering, sakit hati? Oh jangan ditanya lagi.

Dengan semangkuk ramen di hadapannya, Jinhee meraih ponselnya yang bergetar.

Lee Nahyun

“Astaga, kenapa dia lebih rewel dari ibuku? Sudah tiga kali dia menelpon dalam satu hari,”Jinhee bergumam. “Ada apa lagi, nona cerewet?” Tanpa basa basi Jinhee memotong salam ceria dari gadis di sampingnya.

“Astaga, Kenapa kau galak sekali? Aku hanya mengingatkan, jangan makan ramen lagi, aku sudah lelah berbohong kepada ibumu!”Jinhee memutar bola matanya jengah.

“Iyah, iyah. Kenapa juga kau harus menjawab ibuku?”

“Karena kau tak pernah mengangkat telponnya!”Jinhee membuang nafas.

“Baiklah, sudah yah, ramenku sudah dingin. Anyeong!” Tak peduli dengan teriakan nyaring gadis berambut sebahu di sebrangnya, Jinhee memutuskan sambungan telpon diantara mereka. Dimenatap ramen di hadapannya, astaga, kenapa dia benar-benar menyukai makanan yang dulu sangat dia benci itu? Mungkin, ini bentuk rasa rindunya kepada pemuda itu. Yah, pemuda itu yang mengenalkan Jinhee dengan makanan instan yang dulu Jinhee benci.

“Astaga, kenapa hidupku jadi kacau seperti ini?” Ponselnya kembali bergetar. “Astaga, ada apa lagi, Nahyun? Iyah, ramennya tak ku makan, puas? Jangan ganggu aku lagi, Aku benar-benar sedang pusing!” Tanpa basa basi, Jinhee meluapkan amarahnya. Emosinya memang sering tak terkontrol belakangan, ia jadi lebih mudah marah, lebih mudah menangis dan sangat sensitif. Tapi, dia selalu berakhir dengan membuang nafas dan meminta maaf. Jinhee bukan seorang pemarah biasanya. “Maafkan aku, Nahyun. Aku tidak-”

“Kau kenapa?” Suara itu membuatnya tercekat. Ini bukan suara Nahyun, bukan juga ibunya. Ini suara pemuda yang tengah menjalani promosi album terbarunya. Pemuda yang sangat sibuk belakangan. Dan pemuda yang memutuskan hubungan mereka dengan alasan karirnya. Astaga, kenapa dia menghubungi Jinhee lagi?

“Kau… bukan Nahyun,” jelas bukan. Jinhee sendiri tahu siapa dia. Tapi, apa lagi yang dapat ia katakan selain kalimat itu. Astaga, tak pernah Jinhee merasa segugup ini bertukar suara dengan pemuda ini. Ini pertama kalinya mereka bertukar kata melalui telpon setelah berakhirnya hubungan mereka.

“Kau menghapus nomorku? Ah, seharusnya aku tahu. Apa kabarmu?”Jinhee terdiam. Apakah dia harus menjawab? Pemuda itu harusnya sudah tahu jika Jinhee tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.

“Aku, baik-baik saja. Ada apa?”

“Ah, tidak. Jinhee, jaga kesehatanmu, makanlah dengan benar.”

.

.

.

Pemuda jangkung dengan pakaian casual yang terlihat pas di tubuhnya berjalan dengan kepala tertunduk, ia menghela nafas. Kembali dengan keadaan lebih sendu dari sebelumnya membuat beberapa pemuda lain yang menyadari kehadirannya mengernyit.

“Ada apa?” Pemuda dengan nama panggung Kai di sampingnya lebih dulu bertanya daripada yang lain.

“Jangan menangis~” Baekhyun yang terkenal banyak bicara berusaha menggoda. Namun, anggota termuda dari mereka tak bereaksi sedikitpun. Ia hanya terduduk dengan wajah menunduk.

“Aku tak apa,” Semua menatap kearah Kai -yang diketahui lebih dekat dengan Sehun daripada siapapun. Kai mengangkat bahunya dengan ragu. Raut wajahnya mengatakan bahwa ia tahu sesuatu. Kai memang tahu segalanya, termasuk tentang gadis manis yang dulunya adalah teman sekelas kai. Oh, kai yang mengenalkan dia pada Sehun. Beberapa tahun yang lalu, saat dia berada di tingkat dua.

Maaf mengganggumu, Sehun-ah, aku sudah lelah dengan keka- ah, mantan kekasihmu maksudku, mungkin ini bukan urusanmu lagi tapi kurasa ini semua karenamu. Ibunya benar-benar khawatir dengannya, bahkan aku juga. Belakangan dia jarang tidur, sering sakit dan kesibukannya di luar batas. Entah kapan terakhir kali dia bertemu dengan nasi, setiap hari memakan ramen. Astaga, ini gara-garamu. Kumohon, beritahu dia, kau tahu seberapa keras kepalanya dia, bukan? Terima kasih. Anyeong~

 

Kai mengernyit sesaat setelah ia membaca pesan yang ditunjukan Sehun kepada Kai. Pemuda berwajah malas itu menatap Sehun dengan prihatin.

“Kau sudah menghubunginya?”Sehun mengangguk. Ia menghela nafas. “Apa yang dia katakan?”Sehun hanya terdiam. Dia membuang nafas seraya menyandarkan tubuhnya kesandaran shofa. Bagaimana keputusan dirinya sendiri membuatnya merasa sesakit ini? Dia anggap ini yang terbaik tapi nyatanya, ini sungguh jauh dari kata terbaik. Dia tersakiti dan gadisnya tersakiti. Melihat Jinhee tersakiti adalah hal paling menyakitkan dalam hidupnya. Salahkan saja Kai untuk semua ini. Salahkan Kai karna telah mengenalkan Sehun kepada gadis yang memberikan kesan pertama yang terlalu sempurna kepada Sehun. Salahkan kai yang mengenalkan Sehun kepada sosok sempurna dengan senyum termanis yang pernah Sehun lihat. Oh, sepertinya Kai adalah orang paling bersalah karena mengenalkan Sehun kepada sosok jelita yang tak dapat Sehun lupakan sedetikpun. Sebut saja kai yang menjerumuskannya untuk menaruh segenap hati kepada gadis itu. Tapi, dirinya tak bisa mengabaikan impiannya. Dia tak mau jika hubungannya akan menghambat karirnya, dia ingin fokus pada karirnya. Ia ingin fokus pada masa depannya. Dia sedang mencoba untuk tak egois, ini bukan hanya tentang dirinya, tapi juga orang disekitarnya, keluarga dan seluruh penggemarnya. Jadi, maafkan Sehun atas keputusannya. Hehurt his self by hurting her.

“Aku akan bicara padanya, kau tenang saja.”

.

.

.

Jinhee memandang panorama kota seoul selepas hujan mengguyur kawasan itu beberapa waktu lalu. Suara khas dari fergie mengiringi lamunannya dengan big girls don’t cry. Dia menyesap coklat panas di cangkir biru langit yang dia genggam dengan kedua tangan penuhnya. Ah, lagi-lagi kenangan indah mereka berputar lamban dalam otaknya sesaat dia menutup matanya. Teringat ketika pemuda itu memeluk tubuhnya dari belakang saat Jinhee tengah berdiri mematung di hadapan jendela besar apartementnya, sama seperti posisinya saat ini, lalu mengecup pipinya, membuat Jinhee tersenyum dengan mata terpejam. Tapi, kenyataan memang pahit, hal itu takkan pernah terjadi dikemudian hari.

Jinhee menyimpan cangkirnya di atas meja, tempat dia berkutat dengan segala kesibukannya. Dia adalah seorang mahasiswi semester akhir di salah satu perguruan tinggi di seoul, wajar saja dia sibuk dengan skripsinya. Dia terduduk dan menatap layar benda berbentuk persegi dengan simbol apel tergigit di salah satu sisi di hadapannya. Bekerja dengan jarinya untuk menelusuri isi dari benda itu hingga sampai pada sebuah folder rahasia yang dia kunci. Jinhee menghela nafas, membuka folder itu yang menampilkan ratusan photo dirinya bersama pemuda itu. Ia mengklik salah satu photo dan muncullah wajahnya yang tersenyum bahagia selagi pemuda disampingnya mencium puncak kepalanya. Yang selanjutnya, keduanya memakai penutup kepala dan berciuman. Yang lainnya adalah Sehun yang tengah memeluk tubuh mungilnya dari belakang. Lalu, sekarang sebuah video berdurasi pendek.

“Jinheeku, sedang apa?” Dia terlihat menatap Jinhee yang sibuk membalik majalah ditangannya. Wajahnya sangat tampan, tanpa riasan dan sangat alami.

“Oh, kau merekamku? Astaga, Aku tidak siap!”Jinhee menutupi wajahnya dengan majalah. Sehun tersenyum dan menarik majalah dari wajah Jinhee.

“Kenapa harus siap? Kau terlihat mempesona kapanpun, sayang,”Jinhee merenggut. “Astaga, manis sekali,”

“Dasar perayu!”Jinhee menutupi wajah Sehun dengan tangannya yang lalu digenggam oleh Sehun dan dikecupnya pelan. Jinhee tersenyum manis. Mereka saling menatap satu sama lain, saat wajah keduanya mendekat, videopun selesai. Jinhee ingat, saat itu Sehun mencium Jinhee. Entah sejak kapan danau kecil dimatanya itu tumpah. Satu persatu gambar dalam folder itu Jinhee amati sampai tiba pada satu video terakhir. Itu pertemuan terakhir sebelum Sehun memutuskan hubungan mereka. Didalam video itu, Jinhee yang merekamnya.

“Hey, nona cantik, aku mencintaimu. Sungguh dan terlampau, aku tahu kau pun seperti itu, hmm? Jangan pernah tinggalkan aku, tunggu aku, kita akan selalu bersama, bukan? Aku sangat mencintaimu, sangat mencintaimu!”Sehun mendekat dan mengecup kamera yang digenggam Jinhee pelan.

Tangis Jinhee tumpah, bagaimana bisa pemuda yang selalu mengucapkan kata cinta kepadanya adalah satu-satunya pemuda yang mengucapkan kata pisah. Dia yang meminta Jinhee untuk tidak meninggalkannya tapi dia yang akhirnya meninggalkan Jinhee. Apa-apaan dia!

“Kenapa kau melakukan ini? Apa salahku? Selama ini, aku selalu mengalah padamu, aku selalu menuruti apapun yang kau katakan, semua itu kulakukan karena aku takut kau meninggalkanku! Aku tak bisa tanpamu!” tangisnya tumpah dalam teriakan nyaring. Tak ada yang akan mendengar, apartementnya kedap suara. Bel berbunyi mengintrupsi tangisannya.

“Siapa yang datang? Astaga, apa tamu itu tak tahu aku sedang dalam keadaan yang tak sanggup menerima tamu? Ya tuhan ,”

.

.

.

“Kau terlihat lebih kurus dari terakhir kita bertemu,”Jinhee menatap aneh kearah pemuda yang terduduk di hadapannya. Astaga, makhluk aneh itu tak ada kesibukan lain selain menemuinya di sore yang ingin Jinhee lalui seorang diri ini?

“Untuk apa kau kemari? Jika managernu tahu, habislah kau!”Jinhee memutar bola matanya jengah.

“Makanya jangan sampai dia tahu, kau menangis?” Kai menilik wajah Jinhee dengan teliti. Oh, dia tidak bodoh untuk menyadari mata basah dan puncak hidung yang terlihat lebih merah dari biasanya.

“Tidak, cepat ada apa? Atau tidak, aku akan menghubungi managermu dan memberitahunya bahwa kau tersesat kemari,”

“Ya tuhan, Jinhee. Sejak kapan kau menjadi lebih buas seperti ini? Aku berniat baik kali ini,” Kai sesungguh dengan ucapannya. Dia menatap Jinhee dengan kesal.

“Kebaikanmu selalu menjerumuskanku kepada penderitaan!”Jinhee membentak dengan kasar. Pemuda dengan selisih umur satu bulan dengannya itu melunak. Ia tahu seberapa besar luka dihati Jinhee. Gadis yang diketahui bersahabat dengannya sedari mereka berada ditingkat pertama sekolah menengah. Oh, bahkan para penggemarpun tahu jika keduanya bersahabat.

“Jangan katakan kau menyalahkanku atas semua ini? Setelah sekian lama kau menjalin hubungan dengannya dan saat berpisah kau baru menyalahkanku? Apa kabar dengan dulu, Jinhee? Ya tuhan, kenapa hidupku selalu salah di matamu?” Kai memijat pelipisnya dengan wajah kesal. Sedangkan gadis yang menjadi satu-satunya sahabat wanita yang Kai miliki kini tengah melipat tangan di dada dengan tatapan lebih sendu. “Sudah jangan bersedih,”Jinhee mengalihkan wajahnya.

“Aku menghargai keputusannya. Bagaimanapun, hanya ini yang aku lakukan. Aku menghargai karir dan impiannya jadi aku membiarkan dia pergi dari sisiku walau sangat menyakitkan. Tapi, aku sadar akan sesuatu, Kim.” Kai hanya mendengarkan Jinhee yang tengah menatap datar meja persegi yang menjadi pemisah keduanya. “Aku yang terlampau mencintainya dan dia yang terlampau mencintai impiannya. Aku hanya berpikir, untuk apa selama ini dia sesumbar dengan cintanya jika kenyaataan yang dia berikan tak sesuai bahasanya, aku hanya merasa bodoh dan aku merasa sungguh naif karna hingga detik inipun aku masih percaya akan kata cintanya, and the only thing that i can do is loving him even more and more.”

“Impiannya sebesar impianku, Song. Mungkin aku lebih ambisius daripadanya, kau tahu itu, tapi dia lebih berperasaan. Dia cenderung memikirkan masa depan dan kemungkinan-kemungkinan yang ada, jika dia hanya memikirkanmu, dia takkan bisa meraih masa depannya. Dia tidak ingin egois, Song.”Jinhee menunduk, ia membiarkan rambut tebalnya menutupi wajah pualam yang kini tengah memangku luka di ulu hati. “Jangan menyiksa dirimu sendiri, Song, Hiduplah dengan baik. Menyiksa dirimu sendiri hanya akan membuat kau dan dia merasakan sakit yang lebih lagi,”Kai mengakhiri kalimatnya dengan hembusan nafas khawatir. Ia menatap Jinhee yang menangis tersedu dengan iba. Ini pertama kalinya sejak beberapa tahun terakhir Kai melihat Jinhee menangis. Semenjak Sehun hadir, Jinhee menjadi sosok kuat yang tak pernah menangis.

“Makanlah makanan yang sehat, minum vitamin agar kau tak sakit lagi. Tubuhmu seperti kekurangan gizi, astaga, lain kali aku akan membawakanmu makanan enak!”Jinhee menyeka air matanya dengan kasar.

“Seperti kau mampu meneraktirku, astaga, kim jongin, kau itu pelit mana berani meneraktir makanan enak, lucu sekali kau!”Jinhee kembali berucap kasar dengan delikan judes mata bulatnya. Kai terkekeh pelan.

“Aku ini idola papan atas, jadi aku mampu meneraktir sahabatku yang sedang patah hati seperti kau!”Jinhee mencibir.

“Baiklah, idola papan atas pasti sibuk dan kenapa membuang waktu untuk mengganggu gadis yang patah hati sepertiku?”

“Karna aku teman yang setia, mulai sekarang makanlah dengan baik. Dia sangat sedih mendengar keadaanmu, Song.”

“Lee Nahyun!”Jinhee menggeram kesal. “Selain memberitahu Sehun dia juga memberitahumu? Dia belum merasakan bagaimana kerasnya pukulanku,”

“Saking khawatir dengan kesehatanmu, dia murung sepanjang waktu,”

.

.

.

Sudah mencapai pekan keempat sejak Kai menemui Jinhee di apartementnya. Jinhee kini terlihat berbeda, rambut yang tergerai melewati pinggang kini hanya mampu mencapai dadanya dengan sedikit ikal di ujung. Oh, Gadis itu terlihat lebih manis dengan poni jarang yang berjejer dibatas alis. Jika bukan karena Nahyun, rambut indahnya mungkin hanya mencapai pertengahan lehernya. Tapi, Nahyun saat itu berucap, “Jangan sampai kau menyesal, memotong rambutmu sependek itu takkan membuatmu tiba-tiba melupakannya.” terkadang, gadis itu ada benarnya.

Dengan shortoverall yang menutupi kaos dengan lengan pendek bermotip aztec di dalamnya, Jinhee berjalan santai di samping Nahyun. Keduanya tengah mengisi waktu kosong dengan mengitari sebuah pusat perbelanjaan yang entah mengapa lebih ramai dari biasanya. Wajahnya diberi sedikit riasan, mata bulatnya semakin menonjol dengan sapuan segaris eyeliner dimasing-masingnya, pipinya terlihat merona dan bibir pink alaminya sedikit di beri sentuhan lip balm. Itu semua hasil karya Nahyun. Bahkan bandana yang berupa sebuah pita di kepala Jinhee juga ulah Nahyun. Jinhee hanya mengikuti langkah ceria Nahyun dengan sebelah telinga tersumbat sebuah earphone berwarna mint blue.

“Ah, Sebaiknya kita mengunjungi tempat lain!”Jinhee mengernyit saat tergesa Nahyun berbalik dan menarik tangannya menjauh dari sebuah toko sepatu yang terlihat sangat ramai oleh para gadis di depannya.

“Ada apa?” Tanya Jinhee malas.

“Sudah, ayo!”Nahyun kembali menarik tangan Jinhee namun gadis itu kembali menghempaskannya.

“Kau ini ken-” Kebingungan Jinhee terinterupsi sesaat setelah beberapa gadis menghampirinya.

“Kau Song Jinhee, kan? Sahabatnya Kai oppa?” Gadis yang masih berbalut seragam sekolah dengan kacamata tebal yang ia kenakan. Jinhee mengernyit, kenapa mereka bisa mengenalinya?

“Ya tuhan, itu benar kau! Apakah kau akan menemui oppa?” tanya gadis lainnya, lebih cantik dari yang pertama. Jinhee menggeleng, astaga, dosa apa dia sampai ditanyai seperti ini.

“Benarkah? Bagaimana bisa kebetulah, unnie, Kai oppa bersama dengan Baekhyun oppa dan Sehun oppa sedang ada di toko itu!”Jinhee terdiam mendengar pernyataan gadis itu. Dia menoleh kearah Nahyun yang hanya tersenyum bodoh kearahnya.

“Sudah yah, kami ingin belanja kemari, tidak tahu sama sekali jika mereka disini. Anyeong~”Jinhee dan Nahyun membungkuk dengan senyum semanis mungkin kearah mereka.

“Astaga, dia lebih cantik dari yang kukira,”

“Dia benar-benar cantik dan manis,”

“Mata dan bibirnya benar-benar indah, aku ingin seperti itu!”

Terdengar jelas dari pendengaran Jinhee dan Nahyun decakan kekaguman itu. Oh, salahkan Kai juga karna hal ini. Jika saat kelulusan mereka tak tertangkap kamera sedang mengobrol bersama diiringi tawa dan jika saat itu Kai tidak mengajaknya berselca dengan wajah jelek, takkan terungkap jika dirinya adalah sahabat karib Kai.

“Jadi ini alasanmu, eoh?”Nahyun tersenyum bodoh. Jinhee mendelik kesal.

“Aku mendengar gadis-gadis itu menyebut nama mereka jadi-”

“Sudahlah, aku lapar.”

.

.

.

“Oppa, apa kau bertemu dengan Song Jinhee unnie?” mendengar seorang fans yang menyebut nama Jinhee membuat Sehun yang paling pertama menoleh lalu Kai sesaat kemudian. “Tadi aku melihatnya berjalan menjauh dari toko sepatu ini,” Merasa bahagia karena dua pemuda dihadapannya menanggapi ucapannya selagi satu pemuda lain tengah sibuk akan sesuatu.

“Tidak, benarkah? Kau beruntung berjumpa dengannya,”Kai menanggapi manis. Ia melirik Sehun di sampingnya.

“Dia benar-benar cantik, oppa! Kenapa kau tidak berkencan dengannya? Kalian akan terlihat sangat serasi,” Yang lain menanggapi. Kai tertawa.

“Dia sudah mempunyai kekasih,” seraya melirik Sehun. Gadis-gadis disana berteriak melihat tawa Kai yang sangat tampan dimata mereka. Sedangkan Sehun masih tetap terdiam. Pikirannya terus tertuju pada Jinhee. Gadis itu disini? Apa ia melihat Sehun? Sehun sangat ingin melihat Jinhee, ia benar-benar merindukan Jinhee lebih dari segalanya.

“Sehun oppa, kenapa wajahmu terlihat sedih?” teriak fans membuat Sehun tersadar, dia menoleh dan tersenyum menggemaskan yang sontak membuat fans berteriak histeris. Ah, dasar fans.

.

.

.

“Kau masih memikirkan ucapan fans tadi? Yang mana yang menjadi masalahmu?”Kai sedikit mendorong pundak Sehun dengan sikutnya. Dia menyadari perubahan raut wajah Sehun semenjak mendengar nama Jinhee di sebutkan. Entah sihir apa yang terkandung dalam nama itu sehingga membuat Sehun selalu berubah dalam waktu sepersekian detik setelah mendengarnya.

“Apakah dia melihat kita?”Sehun menoleh kearah Kai.

“Entahlah, kukira kau marah padaku karena fans yang memintaku kencan dengannya,”Sehun mendelik kearah Kai.

“Kau dan dia sudah dipasangkan sejak dulu kala, itu sebabnya dia malas membuka akunmediasocialnya,”Sehun mendengus. Ia membayangkan wajah Jinhee yang selalu mengomel setiap melihat Hater yang mencacinya karena Kai ataupun fans yang memasangkannya dengan Kai. Walaupun tak terlalu banyak. Wajahnya sungguh menggemaskan jika tengah mengomel. Memikirkan hal itu, Sehun semakin merindukan Jinhee.

“Kenapa kau tak menemuinya jika kau merindukannya?”Kai berucap setelah melihat Sehun yang tengah melamun dengan senyum simpul di wajahnya. Dia benar-benar tengah memikirkan Jinhee saat ini.

“Tidak, menemuinya hanya membuatku lebih berat melepasnya, aku tak sanggup melihat luka di matanya,”Sehun menghela nafas. Dia menatap jauh keluar jendela van hitam yang dia tumpangi.

“Jinhee…,”Sehun tak yakin dengan penglihatannya. Dia menepuk pundak Kai, mencoba memastikan bahwa ini bukan ilusinya. Gadis yang tengah melangkah beriringan dengan gadis lain yang lebih tinggi darinya.

“Oh, itu Jinhee, kan? Hanya saja dia terlihat berbeda,”Kai menyahuti. “Astaga, itu benar-benar Jinhee,”Sehun tak kuasa mengalihkan pandangannya, bahkan setelah van mereka melewati sosok manis itu, kepalanya masih dia putar. Dia benar-benar senang melihat gadis yang semakin terlihat mempesona itu. Dia merindukan Jinhee, itu bukan wacana. Itu faktanya, namun ia tak dapat melakukan apapun. Satu-satunya hal yang mampu dia lakukan adalah merindukan Jinhee hingga akhirnya ia harus menyerah pada kerinduannya. Ia hanya mampu mencintai Jinhee dalam kenangannya. Sosok gadis itu terlalu membutakan Sehun. Lelaki tampan itu selalu melupakan segala hal setiap kali bersama dengan gadis itu. Ia bahkan mampu melepaskan segalanya demi Jinhee. Dulu, ia sempat ingin menyerah dengan impiannya saat Jinhee lelah dengan hubungan mereka.

“Jika kau lelah karena harus menyembunyikan hubungan ini, baiklah, aku akan memberitahu seluruh dunia bahwa kau adalah kekasihku. Kau hanya pantas denganku, bukan dengan Kai, aku tak peduli jika aku kehilangan karirku, aku tak peduli dengan impianku!” itu kalimat Sehun dulu, ah, dulu Sehun masih belum dewasa. Ia masih labil dengan dirinya, ia masih berumur 19 tahun kala itu. Dan sekarang, ia sudah menginjak 22 tahun. Ia sudah mencapai usia matang, dia tidak lagi diizinkan untuk egois. Impiannya harus diatas segalanya.

.

.

.

“Dulu dia sesumbar akan meninggalkan karirnya demi aku, nyatanya dia meninggalkan aku demi karirnya, harusnya aku benar-benar mengakhiri hubunganku dengannya dulu saat hatiku belum semenggila ini padanya,”Nahyun memutar kedua bola matanya. Ini pernyataan entah ke berapa puluh kalinya Jinhee sejak gadis itu patah hati.

“Astaga, aku lelah mendengar pernyataan itu,”Jinhee memejamkan matanya. Ia menghela nafas berat.

“Dan aku lelah dengan rasa sakit ini,” mendengar betapa lirihnya suara Jinhee dalam indera pendengaran Nahyun, membuat gadis dengan beanie yang menghias rambut sebahu dengan campuran warna terang itu menghela nafas dengan tatapan iba. Harusnya Sehun mendapat penghargaan karena dengan berhasil membuat gadis kuat dihadapannya ini tak berkutik, Jinhee sudah seperti kucing rumahan yang ditinggal pemiliknya. Sehun mampu menjadi alasan dalam sebulan terakhir, Jinhee menjadi lebih sering mengalami gangguan kesehatan. Astaga, semua karena Sehun.

“Apakah aku harus mencari penggantinya?” Dan Jinhee berubah menjadi sosok tanpa pemikiran. Belakangan dia selalu memutuskan sesuatu dengan cepat. Dan, menyesal. Seberapa buruk pengaruh patah hati itu? Mengapa bisa membuat seseorang berubah dengan singkat?

“Jangan terburu-buru, Jinhee.”

“Aku hanya bercanda, lagipula aku tidak berniat menjalin hubungan untuk sementara,”Jinhee kembali menolak suapan dari Nahyun. Ah, gadis itu sedang meringkuk diatas ranjangnya dengan suhu badan yang hampir mendidih. Tadi pagi, Nahyun dengan terburu menemui Jinhee setelah gadis itu memintanya membelikan obat penurun panas dan Nahyun dikagetkan dengan suhu badan Jinhee yang sangat tinggi. Namun,kesekian kalinya, ia tak ingin pergi ke rumah sakit.

“Tapi, di masa depan kau juga harus menikah, kau harus segera bangkit, melupakannya dan kembali membuka hatimu,”Nahyun menyerah menyuapi Jinhee, dia meletakan mangkuk berisi bubur di atas meja disamping ranjang Jinhee. “Sepertinya aku harus ke kampus sekarang, jangan lupa minum obatnya lagi nanti, mungkin aku kembali pukul delapan. Jaga dirimu, hmm?”Jinhee mengangguk. Ia kembali menidurkan dirinya sesaat sebelum ponselnya bergetar.

Ia meraih ponselnya. Itu sebuah penanda. Gadis manis dengan piyama bermotif horizontal itu termenung setelah sekian detik mencerna apa yang ada di dalam layar ponselnya. Dia kembali terduduk, menggigit bibir bawahnya pelan.

“Haruskah…,”

.

.

.

Pukul delapan tepat, Nahyun berada di apartementJinhee. Namun, ia tak menemukan gadis yang tidak memakan bubur yang Nahyun buatkan tadi pagi. Dengan kekhawatiran penuh, Nahyun berusaha menghubungi gadis dengan selisih beberapa bulan dengannya itu. Namun, bukan Jinhee yang menyahut, tapi operator. Nahyun hampir putus asa, sebelum ia mendapati sebuah note di nakas samping ranjang Jinhee.

Aku pergi ke suatu tempat, jangan khawatir, aku sudah lebih baik. Jangan tunggu aku, ahya, aku meninggalkan ponselku jadi jangan hubungi aku. Chu~

 

“Kemana bocah idiot itu? Ya tuhan, aku berharap tak terjadi apa-apa padanya,”Nahyun mendengus, ia tidak bisa menyembunyikan ke khawatirannya mengingat seberapa tinggi suhu badan Jinhee tadi pagi. Nahyun menemukan ponsel Jinhee di balik bantal, ia mengetuk ponsel bersilikon biru itu.

“Jangan-jangan dia…,”Nahyun bergumam setelah menyadari sesuatu yang tampil setelah Nahyun membuka kunci ponsel Jinhee.

.

.

.

“Lalu, aku harus bagaimana?”Kai bertanya dengan nada bingungnya. Baru saja dia di kejutkan dengan telpon dari Jinhee dengan pemilik suara yang bukan Jinhee melainkan Nahyun. Gadis itu menceritakan semuanya berharap Kai dapat membantu, selain Kai, siapa lagi yang dapat ia tanyai tentang hal ini. Setahunya, Jinhee hanya mempunyai dia dan Kai yang menjabat sebagai sahabat terdekatnya.

“Apakah Sehun pernah bercerita tentang rencana perayaan 4 tahun hubungan mereka?”Kai berpikir sejenak.

“Dia tidak pernah menceritakan hal seperti itu, haruskah aku bertanya sekarang padanya?”

“Kurasa, iyah. Tapi, jangan ceritakan tentang ini,”

“Baiklah, akan ku hubungi kau lagi nanti,” percakapan pertama mereka berakhir. Sebenarnya, Kai tidak terlalu akrab dengan Nahyun, begitupun sebaliknya. Mereka berbeda kelas dulu, sedangkan Nahyun telah mengenal Jinhee sedari sekolah menengah pertama, itu sebabnya mereka sangat dekat.

“Hyung, kau melihat Sehun?”Kai bertanya tanpa basa basi setelah keluar dari kamarnya. Suho yang ditanyai menatap Kai dengan bingung.

“Aku baru kembali jadi tak tahu,”Kai berdecak. Baru ia melangkah menuju kamar Sehun, Chanyeol menginterupsi.

“Dia bilang akan pergi ke suatu tempat,”Kai termenung. Jangan sampai apa yang Kai pikirkan benar dengan kenyataan.

“Asataga, bagaimana jika benar?” ia bergumam pelan.

.

.

.

Hembusan angin malam membuat helaian indah dengan warna kelam yang tergerai bebas itu menari menyapu permukaan wajah manis yang terlihat pucat. Mata bulatnya menatap pada satu titik dan bibir indah yang terlihat pasi itu terkatup sempurna. Dinginnya angin malam yang mulai menusuk pori-pori kulit terasa mencengkram walau ia berusaha melindunginya dengan kaos bermotif horizontal paduan warna hitam dan putih yang dipadukan celana jeans yang cukup ketat lalu di lapisi coat berwarna biru redup. Lagu demi lagu yang mencerminkan perasaannya mengalun memprovokasinya selama satu jam lebih. Kakinya sudah merengek pegal karena berdiri selama itu tapi hatinya menolak pergi. Masa bodoh dengan kepalanya yang terasa semakin pening. Ia hanya ingin lebih lama berada di tempat ini. Disini, pertama kalinya ia berkencan bersama Sehun. Dan tempat ini, adalah sebagian dari rencana perayaan empat tahun hubungan mereka yang pada akhirnya hanya tinggal rencana tanpa pewujudan. Jinhee menghela nafas, ia masih setia memandangi deru air sungai han yang terkenal ini, segurat kesenduan terpatri dalam sorot matanya.

“Aku ingin bertemu denganmu, untuk terakhir kalinya. Aku ingin kau tahu jika bahkan hingga detik inipun aku masih mencintaimu, dan itu satu-satunya hal yang dapat aku lakukan. Aku tak bisa melupakanmu, aku tak sanggup membencimu dan aku terlalu banyak merindukanmu. Setidaknya, kau harus bertanggung jawab dengan hal ini, kenapa kau menyakituku sangat dalam?”Jinhee terlalu sulit menahan tangisnya. Walaupun dalam tenang, air mata itu tetap mengalir dengan deras mengiringi setiap senyuman keduanya yang terputar dalam memorinya. “Terima kasih, Oh Sehun atas empat tahun yang berharga dalam ingatanku, Nahyun benar, aku harus segera bangkit dan kembali membuka hatiku untuk lelaki lain. Lagipula, aku harus menjadi istri seseorang di masa depan. Aku akan tetap mencintaimu dalam kenangan, walau rasanya begitu menusuk. Aku tahu, melepasmu haruslah perlahan, seperti melepas nyawa, sedenyut demi sedenyut,”Jinhee berusaha melepas kalung berbandul cincin yang ia kenankan sebelum ia terkesiap dengan tangan dingin yang menahan jari-jarinya yang tengah beraktifitas. Jantungnya berdetak cepat, nafasnya tersendat. Ia cukup takut. Pasalnya, sungai han tengah dalam keadaan yang sepi malam ini.

“Jinhee…,” lirih yang ia dengar tak terlalu keras membuat aliran darahnya kembali normal. Ah, salah, justru sebaliknya. Dia semakin tergugup saat mendapati hangat tubuh pemuda itu dengan tangan yang melingkari perut Jinhee yang sudah semakin kurus. Tuhan, katakan bahwa ini hanya ilusinya. “Ini adalah puncak dimana aku tak kuasa menahan rinduku,” gumaman itu terlepas selagi tangannya memperkuat dekapan rindu pada gadis itu.

“Aku merindukanmu, Sehun.”Jinhee tak kuasa menahan air matanya untuk tidak mengalir lebih deras.

“Rindukan aku lebih banyak lagi, Jinhee, agar aku mempunyai alasan untuk menyerah pada segalanya untukmu,”

.

.

.

“Kau sakit?”Sehun masih tak kuasa mengalihkan tatapannya dari wajah cantik yang terlihat lebih pucat dari beberapa waktu yang lalu. Jinhee tak menoleh, ia tak mau Sehun tahu. Tapi, membohongi Sehun serupa dengan membohongi dirinya sendiri, ia takkan mampu. “Aku tahu,”Sehun menggenggam tangan Jinhee erat. Ia tak mau melepasnya lagi, namun, ia akan. Pandangan Jinhee masih lurus pada sungai yang mengalir tenang. Sehun menarik dagu Jinhee agar gadis itu menatap wajah tampannya. Namun Jinhee tak sanggup menatap wajah Sehun, ia tak sanggup menunjukan lukanya kepada Sehun.

“Jangan pergi dariku, Sehun, kumohon.” Ia bergumam lirih. Sehun terdiam mendengar ungkapan Jinhee. Apakah dirinya sejahat itu?

“Jinhee, semuanya salahku. Jangan menangis,”Sehun mendekap erat tubuh Jinhee yang mungil itu. Dia sungguh merindukan sosok ini. Tapi, seberapa engganpun Sehun melepasnya, ia tetap harus. Haruskah ia kembali menyalahkan Kai? “Setiap bersamamu, aku tak kuasa melepasmu. Tapi, aku harus, Jinhee. Maafkan aku,”Jinhee terisak dalam pelukan Sehun. Jinhee harusnya tahu, Sehun datang bukan untuk kembali padanya. Tidak, Jinhee tidak sebanding dengan impiannya.

“Setidaknya, beri aku alasan untuk melupakanmu,” Ucap Jinhee di sela isakannya. Sehun terdiam, dalam hati dia menyanggah ucapan Jinhee. Jangan, jangan lupakan Sehun, Jinhee. Sehun mohon. Tapi, Bukankah ia akan terlihat lebih jahat dari ini jika ia melakukannya?

Sehun melepaskan dekapannya. Dia menyeka air mata Jinhee. Menumpu manik kecoklatannya di manik hazelJinhee yang sungguh indah. Keindahan itu tergores oleh luka atas kesenduan yang Sehun buat. Oh, ini salahnya. Menakup kedua sisi wajahnya dan mengelus pelan pipi porselen yang lama tak ia sentuh. Jinhee menggenggam telapak Sehun yang berada dikedua belah pipinya.

“Apa yang harus aku lakukan, Sehunie?” genangan itu kembali tumpah sesaat ia melihat kristal bening yang tumpah dari mata pemuda di hadapannya.

Sehun mendekat, sepersekian detik kemudian, dia sudah menumpu bibirnya dengan bibir Jinhee. Keduanya terpejam, air mata menyatu di pipi keduanya. Ini ciuman terdramatis yang pernah mereka rasakan. Sehun memiringkan kepalanya, melumat bibir Jinhee. Beberapa saat kemudian, perlahan Sehun melepaskan pautan bibir mereka. Mata keduanya masih terpejam dan air mata masih mendominasi setiap sudut mata Jinhee.

“Aku… akan memberi alasan untukmu melupakanku, dengarkan aku dengan baik,”Sehun menatap Jinhee dengan sendu. Ia tak dapat mengatakan semua ini pada gadis itu, ia tak sanggup melihat lebih banyak luka di mata indah itu. “Kau tidak lebih berharga dari segala yang ku miliki saat ini, kau bukan masa depan yang aku impikan. Kau hanya sekeping kenangan yang dapat menghancurkanku dengan pelukanmu, kau satu-satunya penghalang dalam segala impianku. Pergilah dariku, Jinhee, aku tak ingin bersamamu.”Sehun tak dapat menahan air matanya. Dia memang lelaki, tapi, seorang lelaki akan menangis untuk gadis yang ia cinta, bukan? Dan Sehun menangis untuk Jinhee. Satu-satunya gadis yang ia cintai. Jinhee tersenyum dengan air mata yang lebih deras dari sebelumnya. Ia memejamkan matanya, rasa sakit di kepalanya tak sebanding dengan hatinya. Walau kebohongan jelas di wajah pemuda itu, tapi, Jinhee tetap merasakan kesungguhan dari ucapan Sehun.

“Terima kasih, Sehun, aku akan mencintaimu dalam kenangan,”Jinhee bangkit. Ia tersenyum dan melangkah pergi dengan tertatih. Tangan mereka masih berpautan hingga semakin jauh Jinhee melangkah, semakin terlepas genggaman yang berusaha Sehun pertahankan itu.

“Aku juga akan tetap mencintaimu, Jinhee, karena itu adalah satu-satunya hal yang dapat kulakukan,”

.

.

.

Gadia itu tak mampu melangkah lagi. Di tepi jalan yang sepi nan kelam, dia menumpu tubuhnya dengan kedua kaki yang lelah. Hatinya menjerit menahan pilu dan kepalanya berdenyut menahan pening. Air mata semakin menderas, ia merasa untuk seminggu kedepan, air mata ini takkan pernah kering. Ini lebih menyakitkan dari saat Sehun menutuskannya dengan penjelasan singkat. Kisah cintanya selama empat tahun, berakhir dengan luka yang amat dalam. Kenangan demi kenangan mengalun dalam ingatannya. Menemani tubuhnya yang menbentur aspal dengan sempurna, ia terlalu lemah untuk menyadari, kakinya sudah tak sanggup menahan bebannya dan matanya lelah terbuka. satu hal yang ia ingat sebelum semuanya menjadi gelap, senyuman lelaki itu saat mereka pertama berjumpa.

Even its hard, i want to say goodbye. i’ll forget everything about you and I’ll stop myself for missing you. But in the end, i still in love with you and the only thing that i can do is loving you in my memories.

 

 

-END-


The Reason (Sequel “Forgive me, saranghae“)

$
0
0

TRCS

The Reason

Tittle                : The Reason (Sequel “Forgive me, saranghae“)

Author             : Younmi

Genre              : Romance, Family, hurt/comfort

Length             : Vignette (<2.000 words)

Main cast        : Park Chanyeol & Jung Soojung (Krystal)

Rating              : PG-17

Disclaimer       : Seluruh tokoh yang terlibat dalam ff ini adalah milik keluarga dan agensi masing2. Selebihnya alur dan isi cerita pure hasil imajinasi author, so don’t be plagiarism, don’t copast, and RCL juseyo ^^

Hai hai! Masi ingat sama author /? *pengenbgtdiingetwkakakakXD #abaikan._. hehe, kalian masi inget dong sama fanfict yang pernah di publish di blog exo ini, yang judulnya “ Forgive me,saranghae “ , berhubung lumayan banyak readers yang minta diadain sequel, nah ini author bikinin sequelnya :D hehe, sebelumnya mian ya kloga terlalu banyak, soalnya ini author juga ngerjainnya sambil curi – curi waktu (?) ._. so, tanpa basa – basi lagi silakan dibaca ya \^,^/

***

I’m not a perfect person
There’s many things I wish I didn’t do
But I continue learning
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

Author Pov

Senja di hari senin terlihat indah dengan pemandangan matahari yang mulai mengistirahatkan diri di ufuk barat. Begitu pula dengan krystal. Ketika jam dinding di kantornya menunjukkan tepat jam 5 sore, ia langsung bergegas membawa tas LV cokelat kesayangannya dan sebuah berkas map merah di genggamannya. Yeoja itu berjalan meninggalkan ruangannya dan menaiki lift.

Tiba di lobby, ia disambut baik oleh para pegawai yang juga hendak pulang ke rumah masing-masing. Krystal membalas sapaan mereka dengan mengangguk dan senyuman manis merekah di wajah cantiknya.

Ya, tak biasanya seorang Krystal Jung yang terkenal dingin di kantor, sekarang terlihat berubah dengan senyuman khas yang ia perlihatkan di tempatnya bekerja. Para pegawai yang dulu terkejut, semua mulai terbiasa dengan sikap yeoja itu. Malah mereka semua ikut senang dengan prubahan sikapnya yang sekarang.

Krystal sudah berdiri di dekat pintu utama, menunggu seseorang yang biasa menjemputnya jika ia sudah pulang kerja.

Menit terus berjalan, hingga tak terasa krystal sudah menunggu hampir satu jam. Bahkan sudah lewat dari satu jam. Kantor pun sudah sepi, hanya tersisa satpam dan beberapa pegawai yang memang bertugas lembur.

“aish, kemana sih orang itu?! Kenapa lama sekali!” kesabaran yeoja itu hampir habis. Tak sadar ia menggerutu sendiri sambil duduk di lantai.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sebuah pesan singkat.

From : My Dobi

Soojung-ah, I’m sorry babe, aku tidak bisa menjemputmu tepat waktu,aku ada rapat mendadak dengan kolega dari perusahaan lain. Kuharap kau cepat sampai di rumah.

Saranghae~

Oke. Sekarang krystal butuh air dingin untuk menetralkan sekujur tubuhnya yang terbakar amarah.

“Park Chanyeol tunggu saja pembalasanku!”

***

I’ve found out a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
and the reason is you

Soojung baru saja selesai membayar taksi yang sudah mengantarnya sampai di rumah. Berterimakasihlah kepada kakek baik hati yang mau merelakan taksi yang seharusnya ditumpanginya kepada soojung.

Saat menapakan kaki di depan pintu masuk, soojung merasa ada sesuatu yang aneh disini. Sekeliling rumahnya terlihat gelap, padahal langit sudah berganti malam. Mungkin mati lampu. Batin yeoja itu.

Ia membuka pintu. Lalu…

Tiba-tiba semua terlihat terang. Bunyi terompet memekakan telinganya dan suasana ruangan itu terlihat berwarna-warni dengan berbagai hiasan cantik. Di ruang tamu sudah ada amber,sulli,baekhyun,kyungsoo, yoora kakak iparnya, dan ada…

Suaminya.

Park Chanyeol.

Namja itu terlihat konyol dengan pita merah di lehernya serta membawa fruitcake kesukaan soojung, dan jangan lupa ada lilin menyala di atasnya berbentuk angka 3.

“Happy 3rd anniversarry, my jungie” disusul oleh teriakan orang-orang yang ikut hadir di pesta kecil itu.

Itulah kalimat pertama yang didengar soojung setelah sampai rumah.

Tadinya ia ingin langsung memukul wajah bodoh namja itu, namun ia tidak menyangka akan mendapatkan ini. Kejutan ulang tahun pernikahan mereka. Ia mengira chanyeol mungkin lupa karena kesibukan mereka yang semakin padat.

Seulas senyum manis terukir di wajahnya. Oh tidak, soojung merasa matanya mulai memanas. Cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya ke objek lain.

Melihat reaksi istrinya membuat chanyeol semakin gemas.

Tak menunggu lama, mereka berdua meniup lilin bersama-sama, memotong kue, dan saling menyuapi. Pemandangan yang tentu saja membuat iri semua orang.

“aigo, adik-adikku ini benar-benar membuat iri saja ya” ucap yoora.

“makanya noona cepatlah menikah” celetuk baekhyun yang dibalas cubitan yoora di tangannya. Baekhyun hanya bisa meringis kesakitan.

Semua yang berada di ruangan itu tertawa bahagia. Pesta barbeque pun dimulai di halaman belakang.

***

Jam sudah menunjukan pukul 12 malam. Semua sahabat-sahabat soojung dan chanyeol sudah pulang, kecuali noona chanyeol, yoora. Setelah pesta barbeque yang cukup meriah itu, semua merasa kelelahan. Salah satunya soojung. Bahkan ia belum sempat membersihkan diri sepulang dari kantor.

“soojungie, kalau kau ingin mengerjai balik chanyeol, jangan sungkan untuk mengabariku ya, siapa tahu ide jail ku bisa membuatnya histeris” ucap yoora dibarengi tawa soojung yang pecah saat mendengarnya.

“ne eoni, kau tenang saja, tidak lama lagi dia akan menerima balasanku”

Keduanya pun tertawa bersama di ruang keluarga. Yoora memang sangat menyayangi soojung dan sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan chanyeol.

“yak! Yang lainnya sudah pulang, kenapa noona belum pulang juga?”

“hei, Park Sajangnim, jadi begini caramu menyuruh noona-mu pulang?” balas yoora ketus.

Chanyeol mendecak pelan. Sepertinya yoora tidak mengerti maksud adiknya ini. Ayolah dia sudah 25 tahun, mana mungkin ia harus merengek-rengek seperti anak kecil pada noona-nya yang modis itu.

Perlahan-lahan, chanyeol memberi tanda kepada yoora agar mau pulang.

Seperti telepati atau hubungan batin mungkin, yoora dengan membuang napas kasar dan mempoutkan bibirnya. Tentu saja, tanpa sepengetahuan soojung. Gadis itu langsung meninggalkan ruang tamu saat chanyeol menghampiri mereka. Dengan alasan haus, ia melenggang pergi dan mengacuhkan suaminya.

“kau berhutang padaku satu set tas gucci model terbaru, park dobi” ucap yoora dengan tatapan horor-nya. Chanyeol hanya mengedipkan sebelah matanya sambil mengangkat kedua ibu jarinya.

“I won’t forget it my sist, thank you so much”

Yoora tersenyum simpul lalu pergi dari rumah itu tanpa pamit pada soojung. Tentu saja ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Ia tidak akan mengacaukan rencana adik kesayangannya.

***

Chanyeol sedang bermain game psp kesukaannya ketika soojung tiba-tiba datang dan seperti terkejut setengah mati.

“kemana yoora eoni, kau mengusirnya ya?” tanya soojung hampir berteriak. Entahlah, ia masih kesal dengan ulah chanyeol yang mengerjainya tadi, meskipun hanya sedikit.

“memang kenapa kalau aku menyuruhnya pulang? Ini sudah larut malam dan eomma pasti mengkhawatirkannya” ucap chanyeol santai sembari terus memainkan game-nya, tanpa menoleh ke arah soojung.

Jujur soojung ingin sekali menendang chanyeol sampai jauh dan tak terlihat lagi batang hidungnya. Kali ini suaminya sudah sangat keterlaluan.

“dasar idiot”

“kalau aku idiot aku tidak mungkin menikahimu sayang”

DEG.

Apa-apaan ini? Soojung benar-benar dibuat darah tinggi saat itu juga. Chanyeol menyudahi game-nya, lalu bangkit dari sofa ruang tamu. Matanya yang bulat menatap tajam soojung dan mendekati istrinya itu.

“kau habis mandi,hmm?” tanya chanyeol dengan suara beratnya yang khas. Jangan lupa tatapan mata yang semakin intens. Tentu saja ditujukan untuk soojung.

Oh God! Please soojung hampir terpeleset jika tidak buru-buru ditarik chanyeol. Demi teh pahit, itu suara chanyeol yang paling ia suka.

Now. Yeah, soojung berada di pelukan chanyeol, namja menyebalkan itu berhasil menangkap tangannya dan menarik gadis itu ke pelukannya. Soojung berusaha melepaskan diri, namun tenaganya kalah dengan pelukan chanyeol yang sangat erat.

“rambutmu harum sekali, kau merawatnya dengan sangat baik” chanyeol menghirup aroma yang menguar dari puncak kepala istrinya itu. Ia tidak ingin melewatkan sedikitpun aroma yang sudah bagaikan candu baginya.

Soojung terdiam. Banyak hal yang ia pikirkan, namun entah mengapa sulit sekali rasanya untuk diungkapkan. Ia seolah membeku di dalam pelukan hangat namja itu.

Merasa tidak direspon, chanyeol melepaskan pelukannya, lalu beralih menatap mata soojung dalam-dalam. Mengelus rambut soojung yang masih belum kering sehabis dicuci. Menangkup kedua pipi yang halus itu, lalu mengecup kening soojung penuh kasih sayang.

Soojung membulatkan matanya terkejut. Seolah chanyeol mentransfer seluruh cinta dan rasa sayangnya kepada soojung.

“mianhae. Aku tahu kau pasti sangat marah” mata chanyeol kini kembali menatap soojung.

“baguslah kalau kau menyadarinya” salahkan bibir soojung yang kembali mengeluarkan kata-kata pedasnya.

Chanyeol tersenyum simpul, lalu menarik tangan istrinya pergi.

“hei! Apa yang kau lakukan?!” chanyeol diam tidak menjawab pertanyaan soojung. Yang pasti senyuman manis mengembang di wajah tampannya.

Mereka menaiki tangga menuju lantai dua, dan sampai di depan pintu berwarna putih, kamar mereka.

Belum sempat soojung bicara lagi, chanyeol sudah menariknya ke dalam.

Harus ia akui, chanyeol sekarang telah menjadi pesulap yang handal. Bisa membuatnya terkejut berkali-kali dalam waktu kurang dari 10 jam.

Kamar yang tadinya biasa saja, sekarang sudah disulap menjadi bernuansa romantis, ada beberapa lilin aromateraphy tersusun cantik di atas beberapa meja, ditambah kelopak-kelopak bunga mawar di atas ranjang ditumpuk menjadi bentuk hati.

Soojung terkejut bukan main. Chanyeol membawanya duduk di ranjang bersama. Ia terus mengenggam erat tangan soojung.

“yeol, ini..”

“soojung-ah, terima kasih untuk tahun-tahun berharga yang telah kau berikan untukku. Aku tahu, aku masih memiliki banyak kekurangan dan bahkan tidak memenuhi kriteria seorang suami yang baik. Tetapi saat ini, aku ingin menunjukan padamu, bahwa aku bisa menjadi apa yang kau inginkan, aku_”

Shit. Kau lebih dari baik yeol! Kau ideal! batin soojung.

“yeol, seharusnya aku yang berterima kasih padamu. Kau yang telah merubahku hingga menjadi jauh lebih baik seperti sekarang. Cinta dan kasih sayang yang kau berikan itu tulus, tanpa itu semua aku tak mungkin bisa bertahan dulu. Justru seharusnya aku yang meminta maaf, sampai tiga tahun pernikahan kita, aku belum bisa menjadi istri yang baik, aku.. bahkan belum mampu memberikan anak, tidak seperti sica eoni yang sudah memiliki dua orang putra. Aku memang istri tidak berguna” bulir bening perlahan tapi pasti menerobos keluar dari kedua mata soojung.

“omongan eomonim jangan kau anggap serius, semua sudah memiliki porsinya masing-masing. Tuhan itu adil sayang” chanyeol kembali memeluk erat soojung yang terisak.

“alasanku hanya satu soojung-ah, yaitu kau. Seperti vitamin, kau menjadi penyemangatku setiap hari, aku senang jika kau senang, karena itulah aku tidak melarang kau bekerja seperti yang dilakukan suami teman-temanmu. Aku ingin kita bisa mencapai cita-cita kita bersama”

Siapapun tolong soojung, ia mungkin akan meleleh saat itu juga.

why you’re so…ah I can’t say anything” soojung sangat bahagia sekaligus terharu.

so, mrs. Park soo jung, where’s my gift?” tanya chanyeol dengan seringaian nakal. Alarm di otak soojung berbunyi keras.

Perlahan chanyeol mendekatkan wajahnya, mencium kening, kedua mata, hidung, dan terakhir bibir soojung. Menciumnya lembut seolah wanitanya ibarat benda yang rapuh dan mudah hancur.

Ciuman lembut pun beralih ke leher, ia memberikan beberapa tanda di leher yang jenjang dan halus itu. Soojung terlihat bingung, ia tidak bisa melarikan diri sekarang. Ia sudah terjerat dengan pesona lelaki tampan di hadapannya.

Dengan pelan, chanyeol merebahkan tubuh soojung dan ia sendiri menahan tubuhnya dengan kedua tangannya di antara kepala soojung.

ready for the unforgetable midnight babe?” entah apa yang membuat soojung begitu saja menganggukan kepalanya. Ia terlihat takluk dihadapan chanyeol.

Tanpa basa-basi, chanyeol langsung meraup bibir soojung ganas. Sepertinya ia sudah tidak tahan. Mengingat sedari tadi ia mencoba menahan diri. Lihat saja soojung setelah mandi rambutnya dibiarkan basah tidak disisir, dan kemeja kebesaran ditambah hotpans. Jadi jangan salahkan chanyeol, karena soojung sendiri tanpa sadar memancingnya.

Chanyeol masih terus mengabsen mulut soojung seakan tak ingin melewatkan satu celah pun. Soojung semakin mempererat rangkulannya pada leher chanyeol sembari sesekali meremas rambut namjanya. Tanpa melepaskan ciumannya, chanyeol mulai membuka satu persatu kancing kemeja putih yang dipakai soojung, menampakkan keindahan tubuh pemiliknya. Sementara soojung menahan desahannya akibat perlakuan chanyeol sekarang yang tengah menciumi setiap segi tubuhnya. Malam ini sepertinya akan menjadi salah satu dari sekian deretan malam-malam mereka yang tak akan terlupakan.

“I love you dobi”

“I love you more jung-ya”

I’m sorry that I hurt you
It’s something I must live with everyday
And all the pain I put you through
I wish that I could take it all away
And be the one who catches all your tears

***

Tadaaaaa! Finally /o/ kkkkkk

Gimana? Aneh kan? Hehe,mian ya maklum baru balik buat ff lagi TT

Thank you so much for your attention chingu~

Don’t forget to write your coment about this fanfic ^^

See you later~~~~


Time

$
0
0

large

Sexygeek95 Proudly Present A Fanfiction

TIME

Teenager // Pg 13

ONESHOOT

Angst, Romance, AU

KIM HYUNA // OH SEHUN // WUFAN

 

@winnietrii // Http://Winniesulastri.wordpress.com/

© do not plagiarism my story, Copy paste not allowed, please respect.

I own this story, and Cast belong their parent and agency.

Sorry For Typos and I’m not using EYD gays..

SOUNDTRACK – LYN – THEY DON’T KNOW

Do you ever just… want to let go of someone because you feel like they’ll be happier without you? like they’ll be more happier with someone else? because you feel like you can’t make then happy? the effort you put in, you feel like its not enough? 
But….. 
At the same time you don’t want to let go because of the passionate and unconditional love you have for that person…. 
Do you feel me? 

Listen to : Lyn – They Don’t Know

If you can feel me, so what should i do right now? Let him go? Or stay for my love?

I don’t know

It was bit a fool…

Aku benci perasaan bodoh ini, kelelahan hatiku untuk terus mengejarnya atau keyakinan hatiku yang mengatakan bahwa dia memang untukku, bukan hal yang baru untukku tersakiti oleh cinta, karena setiap insannya yang berani jatuh cinta, harus siap dengan segala konsekuensinya termasuk patah hati.

Namun aku merasakan lebih sekedar dari patah hati, percayalah bahkan airmataku pun tak dapat menetes mulutku hanya membukam karena rasa ini benar – benar membuatku mati, hanya untuk setetes air mata saja rasanya sulit, seberapa hebatkah dia? Seberapa berartinya dia?

Oh Sehun, dia melamarku tepat 7bulan yang lalu disaat baru saja dirinya memulai karirnya sebagai seorang model dan aktor, aku mengenalnya dari teman baikku Wufan, dan kami dekat tidak terlalu lama tetapi dia meyakinkanku bahwa dia begitu mencintaiku sampai dia melamarku dan meminangku 2 bulan setelahnya.

Awalnya aku merasa ini terlalu cepat, tetapi dia selalu berkata “Aku begitu mencintaimu, percayalah ini bukan hanya perasaan sesaat saja dan Aku ingin menikahimu karena aku ingin bersamamu selamanya,” terakhir kali dia memintanya malam itu ketika dia menjemputku didepan kantorku sambil menekuk lututnya, disaksikan beberapa karyawan disana namun dia tidak gentar, dia tidak malu padahal jelas terlihat fangirlnya menatapku seperti ingin membunuhku saat itu juga, tetapi aku mencintai Sehun dan aku tidak peduli bila nantinya aku akan mati karena cintaku, dan aku menerimanya.

Waktu…..

Times changes everything…

Semakin lama Sehun semakin naik dalam popularitasnya, tentu saja mudah baginya karena dia memiliki bakat dan juga dia tampan tetapi semua ini menyulitkanku, aku harus melihatnya melakukan beberapa scene skinship difilm juga dramanya, belum lagi ancaman yang kadang aku dapatkan belum lagi gosip yang mengatakan bahwa Sehun mempunyai scandal dengan lawan mainnya didrama terbarunya.

Semua itu baru aku pikirkan setelah aku menjalaninya, membuatku sering marah dan bersikap menyebalkan kepadanya, jujur saja aku takut. Aku takut Sehun menemukan kenyamannya bukan hanya saat dia bersamaku, tapi dengan oranglain juga dan aku tidak ingin terjadi sungguh aku terlalu mencintainya.

“Percayalah kepadaku, aku hanya mencintaimu Hyuna” dia selalu berkata seperti itu sebelum aku menutup mataku dan jatuh dalam pelukannya setiap malam, tapu apa daya kata hanya menjadi sebuah kenangan yang terekam indah diotakku karena pada kenyataannya Sehunku berpaling

Aku semakin meredup dimatanya karena dia dikelilingi belasan bintang Disana, sinarku semakin tertutup oleh bintang – bintang baru disekelilingnya membuat Sehun semakin berkilau sampai aku tidak sanggup lagi hanya untuk sekedar melihatnya.

Sehunku berubah, ingin aku berteriak kepadanya untuk kembali seperti Sehunku yang dulu, tetapi aku tidak setega itu, aku tahu bagaimana perjuangannya untuk mendapatkan posisi itu saat ini tetapi disisi lainnya keegoisanku tidak ingin dirinya terbagi, hey dia itu milikku.

Dan karena itu, kami sering bertengkar tidak adalagi Sehunku yang dulu, Sehun yang sekarang mungkin mengganggapku hanya sebagai penunggu rumahnya, yang ia sambut seadanya, ia anggap bila aku memang disampingnya, dia berubah sangat berubah.
No matter how much I think about it
After I heard you breaking up with me
I hated you so much………
Dan puncaknya 3 hari yang lalu dia memutuskan untuk pergi dari hidupku

“Kita akhiri saja semua ini Hyuna, aku tau kau lelah dengan semua ini, aku pun lelah entah apa yang membuatku lelah jadi lebih baik aku melepaskanmu sepertinya lebih baik kita berpisah karena aku akan berhenti membuatmu menangis entah karena sikapku atau ulah fansku”

Dua tiga empat, sepertinya napasku tertahan mendengarnya berkata seperti itu, berakhir karena lelah? Dia merasa lelah bersamaku? Apa aku membuatnya tidak nyaman? Apa aku terlalu posesif? Apa cemburuku membuatnya muak? Dan apa dia berkata dengan melepaskanku dia akan menghentikan tangisku? Sadarkah dirinya itu hanya membuat tangisan baru dan menambah deretan luka dihati ini?
Dimana janjinya dulu? Oh sudah hilang karena banyak cinta yang ia terima?

Ingin sekali aku menggenggam tangannya malam itu, mengatakan bahwa aku ingin dia tetap bersamaku, tetapi saat menatapnya keinginan itu hilang, entah aku kehilangan kata karema mata indah itu atau…. merasa bahwa memang seharusnya aku tidak pernah bersamanya, aku bukan sesuatu yang berharga untuk berada disampingnya apalagi dia perjuangkan.

Percayalah mungkin aku hanya penyemangatnya dulu, dan saat ini tentu saja dia punya ribuan semangat dari mereka semua yang mencintainya, jadi ku putuskan untuk mengiyakan kemamuannya apalagi memang yang harus aku lakukan malam itu? Menangis supaya dia kasihan? Aku tidak yakin dia masih punya rasa itu, dia pasti sibuk dengan karirnya atau mungkin cinta barunya?

Malam itu ku putuskan pergi, dia sempat menahanku karena khawatir atau sekedar formalitas mantan suami entahlah, yang jelas aku hanya ingin menjauh saat itu juga, aku tidak ingin dia tahu seberapa dalamnya hatiku terluka, tidak ingin. Jadi Rumah Wufanlah yang ku tuju, awalnya Wufan terkejut tetapi dia tetap diam menerimaku, dia tidak bertanya apa yang terjadi dia hanya memelukku, dan aku menangis sejadi-jadinya didalam pelukannya.

3Hari aku mengurung diriku dikamar yang aku tempati, aku seperti kehilangan semangat hidupku, tetapi seorang dalam tubuhku perlu hidup, dia harus hidup dengan baik setidaknya aku harus mmperjuangkan hidupnya, kalian bertanya siapa dia?

Dia anakku dan Sehun, seingatku baru dua minggu yang lalu aku memberi tahunya bahwa aku hamil dan diapun berbahagia Hanya sebagai formalitas mungkin karena pada akhirnya dia melepasku juga, dia tak butuh aku apalagi anak dalam rahimku, tetapi aku membutuhkan anakku mungkin nantinya dialah semangatku untuk melanjutkan hidupku.

Setelah aku membaik, aku berusaha menjalani hidup dengan kenormalan yang aku lakukan biasanya, Wufan tidak mengijinkan aku bekerja meskipun aku bersikukuh ingin kembali bekerja dikantorku, tetapi dia tetap tidak mengijinkannya karena Wufan tau aku sedang hamil, sedikit bosan hanya berdiam diri saja, karena setiap aku berbaring dan ingin menutup mataku ingatan tentang kebersamaan bersama Sehun selalu twrputar ulang seolah mengejekku.

I know, I loved you too much

So I maybe gave you a hard time ..

Sore ini aku memutuskan untuk pergi mencari beberapa helai baju di pusat perbelanjaan kota seoul, sekedar menghilangkan rasa jenuhku tetapi kenyataannya yang aku lakukan adalah kesalahan besar, dengan sengajanya aku menjauhkan diri dari internet / televisi agar aku tidak melihat atau mengetahui tentang hubungan Sehun dengan kekasih barunya tetapi yang terjadi adalah aku melihatnya bersama gadis itu.

Sehun menggenggam tangannya seperti yang dia lakukan dulu kepadaku, dia melihatku lalu melihat kearah lain, secepat itukah dia tidak mengenaliku? Bahkan jika ia menganggap aku sebagai perawatnya selama ini tidak sudikah dia sekedar mengingatku? Airmata ini kembali menetes, aku mengambil langkah pergi dan menjauh dari keramaian itu sambil menutupi wajahku.

Ini masih begitu sulit untukku, terlalu sulit ternyata. Dan entah mengapa rasa penasaranku membuatku mencari tahu tentangnya, dan malam ini aku membacanya beberapa artikel tentangnya beberapa netizen berkomentar buruk tentang hubungannya dengan kekasihnya itu, mereka terlihat seperti membelaku, dan menjatuhkan Sehun, aku takut. Aku takut Sehun terluka.

Tanpa berfikir dua kali, aku menulis sebuah pernyataan diakun media sosialku.

“Hallo, apa kabar semua? Ini Kim Hyuna mantan istri Oh Sehun. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu disini, kami berpisah bukan karena orang ketiga kami memang sudah tidak lagi bisa bersama dengan alasan yang kami punya, jadi aku mohon untuk tidak menghakimi dia karena dia bebas untuk dekat atau hidup selayak yang dia mau, aku baik – baik saja disini, dan aku harap kalianpun baik – baik saja, karena pihak yang akan terluka nantinya adalah aku, seolah rasa kasihan kalian terhadapku itu menyakiti kebahagiaan Sehun, sekali lagi aku baik – baik saja dan terimakasih telah perhatian kepadaku! Saranghae” 

—–

Setelah aku menuliskan pernyataan seperti itu aku bersyukur beberapa dari mereka berhenti menyalahkan Sehun, tetapi saat ini Wufanlah yang sepertinya begitu penasaran tentang aku dan Sehun.

“Baiklah Noona Kim, kau harus menjelaskan semuanya kepadaku oke?”

“Apa yang harus aku jelaskan?” Tanyaku

“Jadi untuk apa kau tetap melindungi dia, aku ingat waktu yang lalu kau menangisinya dan mengatakan bahwa dia itu jahat dan saat ini biarlah orang tau bagaimana sikap aslinya” Wufan menatapku lekat, sangat kentara jelas bahwa dia sedang ingin mencari kebenarannya dan aku tersenyum.

“Dia memang menyakitiku Wufan, tapi percayalah nelihat dia tersakiti akan membuat robekan lukaku makin membesar, sulit bagiku untuk menjauhinya tetapi lebih sulit untukku untuk tidak menjaganya, aku pun berusaha melepaskannya dan tidak ingin lagi mengingatnya, aku seharusnya berdoa untuk kebahagiaanku nanti tetapi setiap kali aku berdoa yang aku pinta adalah supaya tuhan dapat membahagiakannya dan menjaganya, seolah hatiku menuntun bibir ini dan logika tidak lagi berarti atas semua kesakitan yang aku terima wu, aku begitu mencintainya sampai ribuan kesakitanpun tidak dapat membuat hatiku berhenti mencintainya, entah ini keegoisanku atau kebodohanku…..” ucapku

“Jika memang kau masih mencintainya berusahalah mengejarnya kembali, Sehun hanya sedang dilanda kebingungan dia masih terlalu muda, kau pasti bisa….” sambungnya lagi

Aku mengangguk “ya mungkin aku bisa mengejarnya dan mendapatkannya kembali, tapi.untuk apa? sungguh ini benar – benar membuatku gila Wufan”

“Lalu bagaimana dengan perasaanmu sebenarnya? Sudah merelakannya begitu maksudmu?”

Aku menggelengkan kepalaku “tentu saja belum, atau mungkin tidak pernah rela”

“Lalu?”

Airmataku menetes, ya mungkin aku harus mengungkapkannya kepada Wufan yang notabenenya berpredikat sebagai sahabat baikku selama 16tahun, aku memeluknya sebentar lalu menarik napas dalam..

“Pernahkah kau merasa bahwa kau bukanlah sesuatu yang cukup untuk bersanding dengan orang yang kau cinta? Tidak peduli seberat apapun yang kau usahakan, tidak peduli besarnya cintamu kepadanya kau tetap merasa tidak cukup?”

Wufan diam dan menatapku

“Atau pernahkan kau merasakan bahwa orang yang kau cintai lebih bahagia tanpamu dan lebih bahagia dengan oranglain? Tak peduli keyakinanmu yang berkata bahwa tidak ada satupun yang akan melebihi rasa cintamu kepadanya? Tapi apa guna rasa cintamu jika dia tidak membutuhkannya? Sementara kau begitu mencintainya dengan segala macam kekurangannya tanpa syarat atau malah rela meti untuknya, tetapi tetap saja kau bukanlah sesuatu yang berhak berada disana menggenggam dan bahagia bersamanya, pernahkah?”

Tangisanku semakin menjadi “Hyunaaaa….” ucap Wufan sambil mengelus pelan punggungku,

i do, im selfish too. Aku juga pernah begitu egois ingin sekali aku melenyapkannya saat itu juga, tetapi apadaya bahkan sulit untukku hidup tanpa melihatnya, jadi aku putuskan membiarkan dia bahagia dengan oranglain dan menatapnya juga mendoakannya dari kejauhan, apalagi wu yang bisa ku lakukan selain berdoa dan menjaganya? Karena wanita itulah yang dapat memeluknya, menciumnya saat ini dan tertawa bersamanya, aku ? Siapa aku…… dia? Dia adalah sesuatu berharga yang pernah ku miliki….”

Author Pov

Siang itu Sehun dan Wufan berada dilokasi syuting yang sama karena mereka memang sedang dalam project film baru, dan mereka berdualah sebagai pemain utamanya. Wufan melihat Sehun sedang duduk disalah satu kursi disana sambil beristirahat, Wufan menghampirinya dan tersenyum, sementara berbeda dengan sikap Sehun yang sedikit terkejut, mungkin Sehun menyangka Wufan akan akan memarahinya mengingat Wufanlah sahabat Hyuna.

Wufan menyingkirkan coffe milik Sehun dan menggantinya dengan minum vitamin yang ia bawa “Bukankah kau tidak lagi boleh mengkonsumsi coffe berlebihan?”

“Hyung,,,,?”

“aku mengetahuinya dari Hyuna Sehun, jika lelah ambilan waktu tidur beberapa menit jangan memakasakan diri seperti ini, kau akan sakit dan membuatnya semakin sakit” ucap Wufan dan Sehun saat ini menatapnya

“Dia yang kau maksud adalah Hyuna?”

Wufan mengangguk, “Bagaimana kabarnya?” Tanya Sehun “Baik, dia membaik”

“Oh syukurlah,”

“Dan kau juga harus baik – baik saja supaya aku tidak repot – repot harus menjagamu son”
“Aku beri tahu sesuatu oh Sehun” Sehun menatap Wufan dengan seksama seolah dia memang benar – benar butuh pendapat seorang.yang lebih tua darinya “jika niatmu menjalin kasih dengan oranglain hanya untuk melupakan Hyuna, sebaiknya jangan bila kau mmang harus melupakannya carilah cara lain, jika kau memang harus melupakannya lupakanlah, aku hanya takut setelah bersama orang lain kau juga tetap tidak bisa melupakannya lalu kau tersakiti, ingat Sehun jika kau sakit maka ada seseorang disana yang merasakan lebih daripada sakitmu, ingat Sehun mulai detik ini kau harus bahagia, karena seseorang disana telah berusaha mati – matian menjauh demi kebahagiaannya, kau boleh menyia – nyiakannya dengan cara menyakitinya dan membiarkannya pergi, tapi tolong Sehun jangan sia – siakam usahanya kali ini, dia hanya ingin membuatmu bahagia dengan cara menjauh darimu dan merelakanmu dengan yang lain, kau harus tahu bahkan dia mencintaimu lebih dari dirinya sendiri”

Sehun diam kala itu, entah dia meresapi perkataan Wufan atau dia bingung yang jelas Wufan tidak melihat respon Sehun dan Wufan memutuskan untuk pergi, Wufan berpamitan kepada staff disana karena ini adalah terakhir kalinya mereka bertemu, film yang mereka garap telah selesai pembuatannya.

Wufan menengok sebentar kearah Sehun dan tersenyum, entah apa arti senyumnya.

Satu minggu berlalu semenjak kejadian itu, Sehun memang sedang diberikan istirahat hanya untuk menjaga kondisi badannya, tetapi selama dirinya menenangkan diri, ingatan tentang Hyuna selalu memenuhi kerja otaknya, saat mereka bertemu, saat mereka tertawa dan saat ia melakukan kesalahan, teringat tawa, senyum dan marahnya seorang Hyuna.

Sehun masih merindukan Hyuna, meskipun Irene dalam pelukannya saat ini, meskipun dia bisa juga berbagi tawa tetapi tidak pada cintanya, mungkin dia bisa mencium dan memeluk Irene, tapi tidak.bisa memberikan hatinya kepada Hyuna.

Dia sadar, saat itu dia hanya sibuk dan bukan melupakan Hyuna, dia hanya sibuk dengan popularitasnya, dia sibuk sampai dia lupa bahwa ada seseorang disana yang menunggunya, Sehun menyia-nyiakan Hyuna?

inikah yang dia inginkan? Sudahkah dia terbebas dari statusnya? jawabannya ia, Sehun terlepas dari statusnya namun terpenjara dalam hati Hyuna, bahkan dia belum bisa mengatakan bahwa dia telah melupakan Hyuna, belum.

Dia masih merindukan gadis itu, masih sangat merindukannya meskipun Irene berada bersamanya.

“Hyun-aaaah…..” airmatanya menetes meskipun hanya satu titik kecil dia menyesal, seharusnya dia mengusap airmata Hyuna kala itu jika ia ingin melindunginya, seharusnya dia memeluk.gadis itu, seharusnya dia menyakinkan Hyuna dan bukan melepasnya.

Oh Sehun bodoh
Hatinya nyeri ketika melihat tatapan yang dulunya hangat untuknya menjadi tatapan ketakutan seperti itu, sekejam itukah dirinya sampai membuat gadis lugu itu berubah?

Sehun masih mematung disana, seperti daya pikirnya melemah, dia hanya duduk disana dan memejamkan matanya erat erat, sambil mengurut keningnya. Setelah dirasa membaik akhirnya Sehun memutuskan untuk pulang.

Tetapi diluar dugaannya dia melihat Hyuna berada di toko beberapa meter dari tempatnya bersama Wufan yang melingkarkan lengannya dipinggang Hyuna.

Sakit.

Itulah yang Sehun rasakan, seharusnya lengan kurusnya yang memeluk pinggang itu, tidak peduli meskipun Hyuna dan Wufan bersahabat sejak lama tetapi tetap saja dia cemburu,

Jadi ini rasanya menjadi Hyuna? Namun jelas berbeda Hyuna cemburu karena Sehun memang miliknya dulu, sementara siapa.Sehun untuk.Hyuna? Meskipun Sehun tidak mengetahui seberapa berartinya dirinya untuk Hyuna tetapi Sehun bukanlah siapa – siapa Hyuna karena Sehun telah melepaskan gadis itu.

Sehun memutuskan pergi darisana lalu pulang dengan segala macam perasaan yang dia punya, dia sakit hati. Hatinya nyeri, ternyata tidak semudah yang ia bayangkan melepaskan Hyuna, ternyata tindakannya itu salah besar, ternyata bagaimanapun dia mencoba mencari pengganti posisi Hyuna seberapapun ia mencoba mengabaikan Hyuna, gadis itu tetap saja tidak bisa ia enyahkan dalam pikiran dan hatinya dan Sehun menyesal.
I’ll just go back to the times

When we didn’t know each other

Dia terlambat….

Pagi – pagi sekali Sehun sudah berada didepan rumah Wufan, dia harus menyelesaikan masalah hatinya dia tidak ingin mati karena hal ini, sungguh.

Setelah menunggu beberapa lama akhirnya Sehun dan Hyuna dapat duduk bersama dirumah Wufan, tentunya hanya berdua karena Wufanpun mengerti.

“Maaf……..” ucap Sehun sambil menunduk

“Iya Sehun”

Hati Sehun teriris entah kenapa ia ingin sekali mendengar Hyuna memanggilnya sayang sperti yang gadis itu lakukan sebelumnya.

“Aku benar – benar minta maaf Hyuna, tolonglah maafkan aku.. dan kembalilah”

Hyuna dan juga Sehun sama sama diam, mereka larut dalam pikirannya masing – masing.

“Maaf Sehun, aku tidak bisa….” ucap Hyuna, namun ia mengatakannya sambil menangis

Sehun terperanjat saat Hyuna mengatakan tidak bisa, dia tahu dia yakin Hyuna masih mencintainya “k-kenapa?” Tanyanya

“Karena aku bukanlah seorang yang pantas untukmu, kau hanya merindukanku bukan membutuhkanku Sehun….”

“Hyuna…… aku benar – benar—-”

“kau hanya butuh istirahat dan pergi bersama kekasihmu itu Sehun, bukan kembali Kepadaku, karena jika kau membutuhkanku kau tidak akan membuatku berlama – lama menangis dan sakit sendiri, iya aku masih begitu mencintaimu, tetapi aku rasa biarlah aku merasakan cinta seperti ini… aku harus menjaga sisa sisa hatiku Sehun, a-aku takut kau bosan dan meninggalkanku lagi……..”

“Hyun……” Sehun menggenggam tangan Hyuna, dan Hyuna langsung memeluk Sehun erat “Aku begitu mencintaimu Sehun, sangat amat mencintaimu sehingga akhirnya aku takut begitu takut untuk.tidak dapat membahagiakanmu seperti kau berbahagia dengan yang lain, sungguh Sehun jadi biarlah seperti ini, pergilah… bahagialah bersama yang lain Sehun….”
I bite my lips and hold back my tears..

Hyuna mengigit bibir bawahnya, perlahan dia meninggalkan Sehun yang mematung, sadar hyuna semakin jauh dari sisinya sehun ingin mngejarnya namun Wufan melarangnya “Kau pernah mengatakan bahwa cinta tidak harus memiliki kan? Teorimu benar – benar dipelajari oleh hyuna, dan belajarlah mempelajari teorimu sendiri nak, biarkan dia tenang sehun biarkan dulu..”

———-

 

My heart is twisting and I can’t breathe….

 

 

 
Waktu berlalu, banyak yang mengatakan bahwa waktu akan menyembuhkan luka tetapi tidak terjadi kepada Sehun, waktu ke waktu hidupnya makin mewah popularitas seaakan berteman baik dengannya tetapi hatinya sepi dan kosong.

Malam itu Sehun sedang ingin menenangkan dirinya, hari ini tepat satu tahun pernikahannya dengan Hyuna, pernikahan yang ia akhiri dengan segala alasan yang ia punya, ia tersenyum kecut seharusnya ia bersama Hyuna dan calon bayinya, tetapi apa daya Hyuna telah pergi meninggalkannya, meninggalkan seoul.

Sehun menatap langit “hey, sampaikan kepada Oh Hyuna, bahwa aku mencintainya, dan begitu merindukannya” ucapnya

 

I can’t live as I forget you

 
Semenjak dimana Hyuna menolaknya, Sehun juga Hyuna sama – sama mati-matian menahan rasa rindu yang bisa kapanpun meledak, mereka berdua berfikir bahwa tidak pantas berada disisi pasangan masing-masing, tetapi Sehun tetap berharap Hyuna menghubunginya, dia tidak pernah mengganti nomornya, dia tidak pernah pergi dari rumahnya dia berharap suatu pagi akan teebangun dengan Hyuna berada didapur sedang membuatkannya sarapan dan mengecup lembut bibirnya, dia masih berharap itu.

Bahkan Sehun masih sering mengikuti Hyuna, katakana dia gila, katakana dia penguntit, dia tidak peduli, bahkan sehun yakin dirinya akan mati kesepian daripada harus melupakan gadis itu.

Gadis yang ia cintai lalu ia sakiti.

Gadis yang ia genggam lalu ia lepas.

Gadis yang tidak pernah bias sehun gantikan posisinya dengan siapapun.
Sehun meneteskan airmatanya, hatinya sesak karena rindu, dia mengigit bibir bawahnya sama persis seperti yang hyuna lakukan dulu saat menahan airmatanya didepan sehun supaya hubungan mereka baik – baik saja, hubungan yang ia hancurkan hanya karena kebodohannya…

Perlahan sehun membuka matanya, sekalipun buram untuk melihat sekeliling, pupilnya mengecil seperti penglihatannya menangkap sesuatu…
Sehun mengerjapkan matanya berkali – kali, iya yakin saat ini Hyunalah yang berada disalah satu kursi disana dengan perut gendutnya, sendiri menatap langit yang sama sepertinya.

Sehun mencoba untuk memandangnya, sedikit menghilangkan rasa rindu yang menghimpitnya, dia terlalu takut menghampiri gadis itu, “Hyuna…..” panggilnya lirih, dan dia tau ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah kehilangan Hyuna selamanya, dan akhirnya dia berlari.

Berlari dan memeluk.Hyuna, membuat Hyuna terkejut namun Hyuna tidak melepasnya dia malah menepuk pelan punggung Sehun dan membiarkan Sehun terisak dibahunya “Bagaimana hidupmu Sehun?” Tanyanya melembut namun Sehun seakan tuli, dia masih sibuk untuk mencium aroma tubuh Hyuna yang ia rindukan itu,

setelah membaik, Sehunpun terus menggenggam Hyuna dari kilatan matanya lelaki itu begitu takut jika Hyuna pergi darisana, “apa kau baik – baik saja? Apa anak kita juga baik – baik saja?” Tanyanya dengan suara berat,

Hyuna mengangguk “Kami berdua baik – baik saja” Sehun
Memeluk Hyuna lagi “kali ini biarkan aku memohonmu Hyuna, biarkan aku memintamu kembali untuk terakhir kalinya, Hyuna…… hidupku tidak pernah bahagia seperti saat kita masih bersama, aku mohon Hyuna kembalilah” bisik Sehun dalam pelukannya

“Aku harus kembali? Kembali kemana maksudmu?”

Sehun menatap dalam mata Hyuna “kembali bersamaku lagi tentunya” dan Hyuna tersenyum lalu mengusap pelan wajah Sehun “Bahkan aku tidak pernah pergi dari hatimu Sehun, tidak pernah…… hatiku tetap bersamamu meskipun jarak kita berjauhan, maaf membuatmu menunggu Sehun, hanya saja aku ingin waktu mengajarkanmu akan arti hadirku sesungguhnya”

“Jika kau memang masih mencintaiku kenapa dulu tidak langsung menerimaku?”

“Karena aku percaya Sehun, jika yang memisahkan kita adalah keegoisan masing – masing maka keegoisan kitalah yang kembali menyatukan kita, aku…. merindukanmu Sehun”

“Jangan pergi lagi Hyuna” pinta Sehun, “jangan pernah membiarkan aku pergi lagi Sehun” jawab Hyuna dan Sehun memeluk Hyuna malam itu, tepat disatu tahun pernikahan mereka, meskipun mereka telah berpisah bukan berarti mereka tidak bisa memulainya lagikan? Waktu kadang mempertemukan meskipun dia sempat memisahkan percayalah, jika kau mencintai seseorang biarkanlah dia pergi, berdoalah jagalah dia dengan doamu, karena perlahan waktu akan mmbawanya kembali ketempatnya seharusnta berada. yaitu disisimu.

PS : WINNI GA NGERTI KENAPA NULIS BEGINIAN WWWKWK MAAFKAN WINNI OUO



“CALL ME BABY” (CHAPTER 1)

$
0
0

CALL ME BABY

“CALL ME BABY” (CHAPTER 1)

Author          : FikaNofrika

Title                : “CALL ME BABY”

Main cast      : Byun Baekyun, Choi HyoRi (OC), Kim Jong In.

Support cast: find it by yourself ^^

Genre             : Romance, School life, Sad.

Rating            : PG- 15/ PG 15 +

Length           : Chaptered

FF ini asli 100% buatan dan hayalan Author, jadi jangan PLAGIARISM ! ya readers ^^ . jangan lupa postkan komen di bawah setelah membaca FF ini. Hitung-hitung untuk motivasi melanjutkan karya-karya saya ^^ . MAAF KALAU ADA TYPO DIMANA-MANA .. ;-)

* * * *

“Anyeonghaseo, Choi HyoRi imnida, mohon bantuannya semua!” begitulah HyoRi memperkenalkan dirinya di depan teman-teman barunya. Masih terdengar kaku, tapi Hyori sangat percaya diri.

Hyori adalah yeoja cantik dengan badan seksi, rambut panjang, wajah tirus, hidung mancung, bibir merah dan mata besar, yang rata-rata tampilan fisik seperti itulah yang selalu diidam-idamkan para yeoja-yeoja di seoul korea selatan. Tapi yang perlu digaris bawahi disini aalah, Choi HyoRi tidak pernah melakukan operasi plastik. Wajahnya original 100% cantik sejak lahir.

Selain wajahnya dan bentuk tubuhnya yang sempurna, Choi HyoRi juga berasal dari kalangan berada. Tapi semua itu tidaklah membuat Choi HyoRi menjadi yeoja yang manja dan sombong. Choi HyoRi adalah yeoja yang ceria dan mudah bergaul, dia juga yeoja yang pintar, dia sangat ulet jika diberikan tugas bahkan yang sangat sulit sekaligus. Inilah yang membuatnya selalu terkenal di sekolahnya. Sayangnya, Choi HyoRi tidak pernah berpacaran, bukan berarti tidak ada namja yang menyukainya, malah mungkin kebalikannya. Choi HyoRi tidak pernah berfikiran untuk menyukai seorang namja lain kecuali Cinta Pertamanya. Who’s her first love???

HyoRi saat ini adalah siswi pindahan dari salah satu sekolah menengah atas yang cukup terkenal di Jepang. Dia pindah karena appanya harus melakukan bisnis di Seoul. Kini dia harus mencari dan beradabtasi lagi dengan siswa-siswi di Seoul Art School itu. Alasan kenapa HyoRi memilih Seoul Art School adalah karena dia sendiri sangat menyukai seni terutama di bidang melukis. Dia ingin menjadi pelukis terkenal suatu saat nanti.

“ Baiklah HyoRi silahkan menempati bangku yang kosong di belakang ” pinta sosaengnim pada HyoRi.

“ Ne sosaengnim “. Jawab HyoRi sopan sambil menundukkan kepala pada sosaengnim.

Hyori kemudian berjalan menuju arah bangku yang ditunjuk oleh sosaengnim. Kebetulan bangku itu bersebelahan dengan seorang namja yang sepertinya tidak mempedulikan atau bahkan tidak tertarik sama sekali dengan kehadirannya.

-Hyori POV-

“ Anyeonghaseo, Hyori imnida “ aku mencoba memperkenalkan diri kembali pada namja yang sedari tadi tampaknya tak mempedulikanku.

Tak ada jawaban…

Namja itu hanya terus menekuni buku matematikanya tanpa sedikitpun menoleh kearahku. Aku semakin penasaran dan sekali lagi aku mencoba memperkenalkan diriku.

“ Hyori imnida, bolehkah aku berkenalan denganmu? “

“ Tak bisakah kau tenang! “ bentak namja itu tiba-tiba sambil melirikku tajam.

“ Aku hanya ingin berkenalan, tak bisakah kau lembut sedikit !?” jawabku sedikit membentak. Aku sama sekali tak menyangka namja tampan dengan rambut berponi coklatnya, mata sipit dan kulit susunya ini sangatlah tak punya perasaan dan sangat dingin dengan orang-orang sekitarnya.

“ Aku tak tertarik berkenalan dengan siapapun” jawab namja itu masih dengan dinginnya.

Aku sekali lagi membelalakkan mata, sungguh aku tak pernah berfikir akan satu bangku dengan namja seperti ini.

“Sombong sekali kau!” bentakku setengah berbisik. Aku tak mau ada yang mendengar pembicaraanku dengannya.

Tak ada jawaban. Namja itu hanya terus asyik dengan bukunya, sesekali membolak-baliknya tak jelas. Entah apa yang sedang dia lakukan aku sama sekali tidak peduli. Aku cukup dibuatnya kesal di hari pertamaku memasuki sekolah. Eh tunggu, aku sempat melihat sampul buku warna biru milik namja sombong itu, aku yakin tulisan itu adalah “Baekhyun”. Mungkinkah itu namanya? Entahlah aku tak mau menebak-nebak orang yang bahkan sama sekali tidak menghargaiku. Aku pun memilih untuk memperhatikan sosaengnim yang menjelaskan di depan kelas.

-Hyori POV END-

Teettt….teettt….teett….

Jam istirahatpun berbunyi di seluruh penjuru sekolah. Siswa yang mendengar bel itupun spontan berteriak lega karena akhirnya mereka bisa beristirahat dari pelajaran yang menuntut mereka untuk tetap berkonsentrasi selama berjam-jam yang tentu membuat mereka lelah.

Hyori pun mengangkat tangannya tinggi-tinggi lalu menghembuskan nafas kasar. Dia sangat lega bisa melewati jam pertama sampai keempat dengan lancer, meskipun sempat dibuat kesal oleh namja di sebelahnya.

“Dasar yeoja tak jelas!” kata-kata dingin sedingin es di kutub utara itupun keluar begitu saja dari mulut namja sebelah Hyori ketika melihat Hyori menggeliat tak jelas di tempat duduknya.

Spontan Hyori menghentikan aktivitasnya tersebut lalu melirik ke arah namja itu dengan tatapan membunuhnya. Hyori benar-benar telah dibuatnya kesal setengah mati.

Namja yang merasa diperhatikan itu pun tak menggubris dan sama sekali tak membalas lirikan Hyori. Dia hanya terus merapikan bukunya lalu membawa beberapa alat tulisnya dan mulai berjalan keluar kelas dengan wajah datarnya.

Hyori sama sekali tak ingin tau kemana namja sombong itu akan pergi, dia malah berharap dia tak akan kembali duduk di sampingnya.

-Hyori POV-

“Sangat mengesalkan namja itu!” aku benar-benar sangat kesal saat ini, aku pun mengacak-ngacak rambutku sebal.

“Annyeong Hyori? Wegeurae?” tanya seorang yeoja cantik berambut pendek yang tiba-tiba duduk di bangku depanku.

“Ah bukan apa-apa” jawabku berbohong sambil memaksakan senyuman.

“Apakah karena Baekhyun?” terka yeoja itu.

“Baekhyun? Nugu ?” tanyaku yang merasa asing dengan nama itu, atau mungkin tidak…

“Namja yang duduk di sebelahmu” jawab yeoja itu sambil melirik bangku di sebelahku.

“Ah namanya Baekhyun” kataku sambil menyeringai.

“wae ? apa dia melakukan hal buruk padamu?” selidik yeoja itu sekali lagi.

“Aa ani, hanya saja dia sedikit menyebalkan”

“Sudah kuduga kau pasti akan bicara seperti itu. oh ya aku sampai lupa, perkenalkan namaku Han Soo Eun” kata yeoja cantik itu sambil mengulurkan tangannya.

“Oh Choi Hyori imnida, senang berkenalan denganmu” jawab Hyori senang sambil membalas uluran tangan yeoja itu, yang mungkin akan menjadi teman pertamanya.

“Jadi, apa kau membencinya?” Soo Eun tiba-tiba berkata serius lagi.

“Ne ?” jawab Hyori bingung.

“Aisshh jinjja, apa kau membenci Baekhyun Byun Baekhyun, namja sombong yang duduk di sebelahmu?” jelas soo eun yang tampak tak sabar menunggu jawabanku.

“Wae ? kenapa aku harus membencinya?” jawab Hyori yang lagi-lagi bingung dengan pertanyaan Soo Eun.

“Bukankah dia membuatmu kesal? Jadi wajar saja kalau kau membencinya” jelas Soo Eun tak percaya.

“Hahahaha, aku bukan yeoja yang sangat sensitive seperti itu Soo Eun” tawa Hyori tiba-tiba meledak mendengar penjelasan Soo Eun yang menurutnya tak masuk akal itu.

“Ya ! kau tak tau sebenarnya seperti apa Byun Baekyun itu Hyori ssi, dia itu namja yang dingin tak pernah tau perasaan yeoja, bahkan dia selalu menolak yeoja-yeoja itu dengan gampangnya dengan wajah datarnya, sungguh dia tak punya perasaan!” jelas Soo Eun bersemangat, mungkin dia memang sangat kesal dengan perilaku namja yang disebutnya Baekhyun itu.

“Jinjja? Apa dia benar-benar seperti itu?” tanya Hyori yang tampaknya masih ragu.

“Aku tak mungkin mengada-ngada Hyori ssi, sebaiknya kau berhati-hati dengannya. Dia memang tampan dan banyak sekali yeoja yang menyukainya. Tapi setelah aku fikir, dengan sikapnya yang seperti itu, kurasa dia tidak akan pernah mendapatkan yeoja chingu” kata Soo Eun sambil memonyongkan sedikit bibirnya.

“Hahaha, apa kau menyukainya Soo Eun ssi?” tanyak menggoda.

“mwo?? Michyeosseo, aku tak mungkin menyukai namja sepertinya. Apa jangan-jangan kau yang menyukainya Hyori ssi ?” Soo Eun menaikkan sebelah bibirnya dan berbalik menggoda Hyori.

“mwo!? Ani.. ani…” jawab Hyori tak terima sambil melambaikan kedua tangannya di depan Soo Eun.

“Lalu kenapa kau bilang tak membencinya padahal dia sudah membuatmu kesal?” Soo Eun menaikkan alisnya berulang kali dan terus mencoba menggoda Hyori.

“Aku sudah bilang, aku ini bukan tipe yeoja yang suka membenci orang. Hanya saja aku memang tak menyukainya seperti apa yang kau maksud Soo Eun ssi. Aku sudah menyukai namja lain” jelas Hyori yang tampaknya malu-malu. Dia menunduk dan mencoba menyembunyikan rona merah di pipinya.

“Ne?? jinjja? Nugu?” tanya Soo Eun yang mulai penasaran sambil melangkah lebih mendekati Hyori dan akhirnya duduk di bangku namja yang paling menyebalkan baginya yaitu tepat di sebelah Hyori.

Hyori tak menjawab pertanyaan Soo Eun dan terus menunduk malu. Sebenarnya dia tak bermaksud mengatakan hal itu pada Soo Eun, tapi entah kenapa, Hyori merasa nyaman saat berbicara dengan Soo Eun yang akhirnya mendorong kata-kata itu keluar dari mulutnya.

“Nugu ibnikka Hyori ssi? Apakah dia sekolah disini? Atau di Jepang?” tanya Soo Eun lagi yang tampak tak sabar dengan jawaban Hyori.

“Ne, dia satu sekolah dengan kita Soo Eun ssi” lagi-lagi rona merah semburat di pipi Hyori.

“JINJJA!!?? Wahhh daebak, nugu? di kelas mana dia? Apa dia kakak kelas? Bolehkan aku mengetahuinya? Apa dia cinta pertamamu?” tanya Soo eun dengan derasnya.

“Ya! Soo Eun ssi, bisakah kau menanyakannya satu persatu, aku bingung harus menjawab apa. Begini saja, aku akan menunjukkan namja itu padamu. Tapi kau tak boleh menceritakan hal ini pada siapapun ne.. yagsog ?” Hyori memajukan jari kelingkingnya di depan Soo Eun untuk membuat perjanjian.

“Ne, yagsog” jawab Soo Eun semangat sambil mengaitkan jari kelingkingnya ke jariku. Lalu Soo Eun dan Hyori pun tertawa lebar dan terus melanjutkan obrolan mereka sampai tak sadar kalau bel tanda dimulainya pelajaran telah berbunyi. Dan kini baekhyun yang diyakini Soo Eun dan Hyori namja yang sombong itu sudah berdiri mematung di samping Soo Eun dan Hyori yang masih asik mengobrol. Baekhyun pun mendengar hampir semua obrolan yeoja-yeoja cantik itu, karena memang mereka sama sekali tak menyadari kehadian Baekhyun di dekatnya. Sampai akhirnya…

“YA! Bisakah kalian berhenti mengobrol dan menyingkir dari sini!” bentak Baekhyun yang mulai tak sabar, karena mereka masih belum puas saja mengobrol meskipun bel sekolah berulang kali berbunyi yang mestinya membuat mereka sadar kalau saat ini bukan lagi waktunya untuk bergurau.

“Baek Baekhyun!? Ya! Berapa lama kau berdiri disitu!?” bentak Hyori tiba-tiba pada Baekhyun. Dia takut kalau Baekhyun mendengarkan semua percakapannya dengan Soo Eun mengenai namja yang ia suka.

“Selama yang tak kau sadari!” jawab Baekhyun santai dan mulai duduk di bangkunya yang telah ditinggalkan Soo Eun pindah, lalu membuka kembali buku pelajarannya.

Hyori yang melihat sikap Baekhyun itu pun semakin takut. Takut kalau saja Baekhyun memang mendengar percakapannya tadi, dan takut Baekhyun akan menyebarkannya. Dalam hati HyoRi terus berteriak “Apa yang harus aku lakukan tuhan…”

* * * *

Akhirnya Chapter pertama selesai. Haha mungkin sedikit gaje, tapi ya sudahlah namanya FF pertamaku. Mohon Readers dukungannya yah. Jangan lupa untuk komen di bawah, yang 100% buat motivasiku buat meneruskan FF ini. DON’T BE SIDERS YAH GUYS! ^^

Kalau tidak ada coment, mungkin sebaiknya aku hapus aja nih FF gaje. :-D jadi, mohon bantuannya yah Guys ^^ gamsahamnida ^^


I’m Divergent (Chapter 3)

$
0
0

picture11

I’m Divergent (Chapter 3) by Shexmil

Multichapter

Genre : Sci – fi, action, thriller and romance

Rating : PG – 17

Main Cast : Kris Wu (EXO M)

Oh Sehun (EXO K)

Han Bia (OC)

.

Holaa ada yang inget atau bahkan nunggu saya? oke lupakan XD

Aku kembali lagi bawa chapter tiigahhh.. Bagi readers baru, liat chapter 1 dan 2 dulu ya biar ngerti ^^ (seperti biasa jgn lupa tinggalin jejak di sana #plakk)

review sebelumnya :

Pria itu melepaskan cengkramannya dari permukaan tangan bia yang masih tengah membeku di hadapannya tersebut. “Bawa dia” Lanjutnya seraya membetulkan posisi kerah kemejanya yang kusut lalu mulai melangkah untuk beranjak pergi dari tempat itu.

.

SEOUL 2050

.

Hening

Tak ada satu pun yang nampak ingin membuka suara. Kedua puluh perempuan terpilih itu hanya terus menunduk diam dengan posisi duduk saling berhadap – hadapan dalam sebuah mobil van.

Mereka hanya sibuk dengan pemikiranya sendiri.

Tidak ada tangis dan derai air mata seperti tadi karena mereka hanya dapat memasrahkan diri sekarang.

Mereka tidak mengerti situasi apa ini.. kenapa dan menggapa para erudite itu membawa mereka? apa sebenarnya tujuannya ?

Ya, hanya gadis itu seorang yang tau.

Bia terlihat melamun karena tatapan matanya nampak kosong sedari tadi, tetapi sungguh sebenarnya tidak.

Ia masih tergiang akan ucapan pria itu.

Kalimat tersebut seakan sudah tersetting di dalam otaknya supaya terus – menerus diulang..

“kau.. seorang divergent?”

Sungguh setiap bia mengingat kalimat itu terucap dari bibir pria erudite itu beberapa saat yang lalu, kinerja jantungnya selalu menjadi tidak karuan.

Kenapa pria tersebut berkata seperti itu padanya?

Walaupun di akhir kalimat pria itu berkata ia hanya bercanda.. hal itu bukanlah sesuatu yang pantas untuk dibuat lelucon terlebih lagi situasinya sangatlah tidak tepat.

Jika tadi ada satu orang saja yang mendengar ucapan pria itu, sudah pasti bia tidak akan selamat

Karena

divergent disamakan seperti sebuah kutuk di tempat ini.

Terhitung hanya tinggal 5 menit dari sekarang menjelang keberangkatan van tersebut meninggalkan zona wilayah mereka- tanpa golongan.

Para perempuan malang itu sama sekali tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan sanak keluarganya sekedar untuk mengucapkan salam perpisahan, walau hanya sedetik. Tentu saja hal ini semakin menambah kesedihan hati mereka.

Tidak terkecuali bia-

Meski pun selama ini ibu dan kakak perempuannya itu tidak pernah bersikap baik padanya bahkan selalu cenderung untuk menyiksanya. Bia tetap sayang dan mencintai mereka walau tidak ada ikatan darah sekali pun dan hal itu juga sama berlakunya untuk jonging.

Seketika dengan ekor matanya bia dapat menangkap kehadiran beberapa orang sosok erudite terlihat berjalan dari kejauhan menuju ke arah mobil van ini dan..

satu diantara orang itu bia sangat mengenalnya.

Sosok seorang pria tinggi tegap dengan wajah minim ekspresi, manusia yang paling bia benci dan yang sekaligus ia ingin enyahkan dari muka bumi.

Kris- pria tersebut nampak sudah berdiri mematung di luar sambil menyenderkan sisi tubuhnya ke bagian pintu mobil van yang terbuka lebar, melipat santai kedua tangannya di depan dada dan di balik sorot matanya yang terlihat datar itu.. sebenarnya pria tersebut sedang menyorot tajam untuk mengawasi sesuatu.

Cukup lama bia mengawasi gerak – gerik pria itu dari ekor matanya, sampai kemudian ia sedikit tersentak ketika saat ini tepat di depan wajahnya telah disodorkan sebuah botol air mineral oleh seorang pria erudite yang menggunakan setelan jas lengkap serta masker putih untuk menutupi setengah bagian wajahnya.

Bia meraih botol itu dengan ragu.

Gadis itu nampak mulai membuka penutup botol air tersebut lalu menatap kosong air yang ada di dalam botol.

Ia sangat haus, tidak diragukan lagi. Bisa saja ia tanpa pikir panjang segera menenggak habis air dari dalam botol ini sama seperti perempuan – perempuan itu. Tetapi ia tidak bodoh untuk mau melakukan hal tersebut.

Agar menghindari tatapan curiga dari kawanan erudite itu, terpaksa bia berpura – pura seakan meminum air tersebut padahal yang pada kenyataannya adalah tidak.

dan lihat? Para wanita yang telah meminum air dari botol ini nampak mulai terlihat lemas seketika. Entah apa yang kawanan erudite itu campurkan ke dalam minuman ini.

Insting bia tidak salah kalau begitu.

“Berikan aku skopolamin

Untuk kesekian kalinya suara bass itu kembali sukses memecah keheningan dan membuat bia sedikit mengalihkan perhatiannya kepada si pemilik suara.

Nampak setelah ia mendapatkan benda bernama skopolamin– yang entah apakah fungsinya itu, pria tersebut mengeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam saku jasnya lalu menaburkan sedikit benda bubuk itu keluar dari dalam botol kecil.

Setelah selesai dengan perkerjaanya, kris- pria itu terlihat langsung melangkah masuk ke dalam van yang sontak saja membuat bia langsung merasakan firasat buruk setelahnya.

“Kau berdiri”

Bulu kuduknya sedikit meremang ketika mendengar suara berat pria itu menyerukan kalimat perintah yang bia tau kalimat itu memang ditujukan padanya karena saat ini..

pria itu tengah berdiri tepat berada di hadapannya.

Bia berusaha bersikap setenang dan sewajar mungkin kali ini, walaupun jujur.. ia merasa sangat terintimidasi sekarang.

Gadis itu beranjak perlahan dari posisi duduknya untuk bangkit berdiri lalu mulai memberanikan diri menatap secara langsung kedua manik obsidian pria di hadapannya tersebut. Seperti biasa wajah tanpa ekspresi seperti itu terlihat sangat memuakan bagi bia hingga rasa takut yang sempat menderanya tadi cepat berganti dengan rasa kebencian yang kelewat mendalam.

“Kau sangat keras kepala ternyata”

ucap datar pria di hadapannya dan bia hanya diam tidak merespon.

“Air putih itu hanya obat bius biasa sekedar untuk memastikan kalian tidak mengingat jalan yang akan dilewati” lanjutnya dengan nada tajam.

“Aku beri satu kesempatan terakhir untukmu, minum air itu”

tunjuk kris dengan dagu mengarah ke botol mineral yang berada dalam genggaman salah seorang erudite.

Gadis di hadapannya tersebut tetap diam tidak bergeming sama sekali dengan tatapan mata yang sama sekali tidak berubah.

Benar – benar gadis berkepala batu.

Sedetik kemudian bia sedikit tersingkap kaget karena tau – tau pria itu sudah memegangi kuat belakang kepalanya dan membekapnya dengan sapu tangan tersebut.

Hanya butuh beberapa detik untuk serbuk itu masuk ke dalam pernafasan sebelum kemudian pria itu terlihat melepaskan bekapan tangannya.

“A..ARGH..HH!”

Gadis itu jatuh tergeletak sambil mengerang kesakitan memegangi kuat kepalanya dengan kedua tangan. Sementara itu bia juga dapat merasakan paru – parunya seperti sedang disumbat sekarang hingga membuatnya kesulitan untuk bernafas.

Terlebih dari semua itu kepalanya lah yang paling tersakiti.

Bia merasakan kepalanya seakan mau pecah dan mungkin ia lebih memilih mati saja dari pada merasakan rasa sakit yang seperti ini.

Rasanya seperti di tusuk ribuan jarum yang terbuat dari asam kuat.

Tidak, mungkin ini lebih buruk!

Kepalanya seperti diremukan dari dalam akibat efek dari benda bernama skopolamin itu.

Situasi berubah tegang karena tidak sedikit dari para kawanan erudite itu yang menyaksikan kejadian tersebut secara langsung dengan kedua matanya menjadi sedikit iba pada gadis yang tengah terkapar sambil menangis karena sedang menahan rasa sakit itu.

Namun sayang, tak ada satu pun dari mereka yang berani membuka suara karena akan lebih mengerikan lagi jika kau sampai berurusan dengan pria yang terkenal berdarah dingin tersebut.

Kris- pria itu hanya menatap datar gadis keras kepala tersebut tanpa rasa kasihan atau iba sedikit pun. Sampai pada akhrinya gadis itu dengan sendirinya pingsan karena menahan rasa sakit.

Pria ini memang tidak memiliki rasa belas kasihan pada siapa pun, Sama sekali tidak pernah..

.

.

Suasana begitu tenang.

Semilir angin berhembus pelan menerpa teratur surai hitam yang membingkai wajah rupawan pria tersebut.

Kedua obsidianya hanya terus menatap alam terbuka di hadapannya itu dari atas puncak gedung tinggi tempat ia berpijak sekarang.

Hamparan lembah luas nan hijau. Pohon dan rumput tumbuh dengan suburnya, sangat indah memang

Tapi..

Bukan itu fokus yang sebenarnya.

Melainkan sebuah kumpulan kabut tebal yang berasal dari hutan black woods, yang jaraknya hanya kurang lebih 80 KM menuju ke arah timur.

“Semakin meluas huh?”

Tanya salah seorang pria yang baru saja terlihat kedatangannya itu.

Kris tidak perlu mencari tau siapa si pemilik suara tersebut karena memang ia sudah hapal betul.

“Hanya butuh waktu seminggu untuk kabut itu bertambah luas menjadi 100 meter persegi” jawabnya tanpa membalikan badan.

“Ilmu matematikamu memang tidak ku ragukan kris! hha”

pria bernama luhan itu tertawa geli setelahnya, sambil memposisikan dirinya duduk di kursi santai.

“Jadi.. pada akhirnya kita semua akan tewas karena kabut itu bukan? Ah.. atau mungkin kita akan berubah menjadi monster, sama seperti mahluk yang ada di dalam hutan itu” lanjutnya hambar.

Kris hanya diam tidak bergeming sedikit pun. Tidak, bukan karena ia tidak mendengar, melainkan ia belum menemukan kepastian apapun atas pertanyaan tersebut.

Segala macam cara mulai dari riset dan penelitian sudah dilakukan untuk menghentikan penyebaran kabut tersebut dan hasilnya..

nihil.

Keberadaan manusia semakin terdesak.

Kemudian semenjak 2 tahun belakangan ini umat manusia mulai bangkit untuk memberanikan diri masuk menjelajah ke dalam hutan dengan luas areal lebih dari 300 hektar tersebut.

Ada sebuah pasukan khusus dari golongan dauntless tingkat atas yang dipercaya untuk mengemban tugas berat ini dan barulah terungkap keberadaan binatang serta manusia abnormal yang ganas tinggal di dalam hutan tersebut.

Secercah cahaya mulai terlihat dengan adanya informasi tersebut, walaupun itu tidak cukup banyak membantu.

Harga yang harus dibayar pun sangat lah mahal, tidak sedikit korban tewas serta yang mengalami luka parah saat melakukan ekspedisi berbahaya tersebut.

Mereka mencoba untuk membawa mahluk itu secara utuh untuk diteliti.

Tetapi dua hal yang masih menjadi kendala terbesar bagi umat manusia sampai dengan saat ini.

Pertama, mahluk yang rata – rata memiliki tinggi 3 meteran ke atas itu sangat ganas dan kekuatannya tidak bisa diremehkan, mereka memiliki racun berbahaya.

dan yang kedua, mahluk itu tidak bisa terpapar udara oksigen walau hanya 0,01 persekian persen karena jika begitu mereka akan langsung mati.

Kebalikan dengan manusia, kabut itu adalah racun.

Sementara bagi mahluk itu oksigen lah yang menjadi racun.

Kulit mahluk tersebut dengan cepat akan berubah menjadi abu bakaran sampai ke dalam daging, organ serta tulang – tulangnya hingga tak ada satu pun bagian yang tersisa..

“Ngomong – ngomong.. bagaimana kondisi gadis itu? Apa dia sudah sadar?” Tanya luhan mengganti topik.

Pria tersebut nampak terdiam. Sekarang sudah memasuki hari kedua semenjak gadis itu pingsan dan saat terakhir kali kris melihatnya, gadis itu memang belum sadarkan diri juga sampai detik ini.

“Mungkin” jawab kris sekenanya.

“Kau benar – benar sudah gila. Skopolamin itu bisa saja menghancurkan otaknya, dia bisa mati” omel pria itu.

Benar yang luhan katakan. Obat bius terlarang itu berpotensi untuk merusak jaringan otak gadis tersebut dan bahkan mungkin bisa saja merenggut nyawanya dalam kondisi tertentu.

Tapi bukan kris namanya jika tidak mempertimbangkan dengan baik segala sesuatu. Walau ia tidak menggunakan alat ukur ilmiah untuk takaran obat itu, ia tau betul sampai mana kadar dosis yang aman agar obat itu masih terbilang layak untuk digunakan.

dan satu hal lagi perlu untuk diketahui.

Kris sangat tidak menyukai sifat pemberontak dan keras kepala seperti gadis itu. Biasanya, tanpa pikir panjang ia akan dengan mudah menghabisi nyawa seseorang dengan tabiat buruk seperti itu dan jika berniat untuk menundukkanya harus menggunakan cara keras bukan?

“Itu kesalahanya sendiri” jawabnya datar.

Luhan terdengar menghela nafas panjang. Sebenarnya tidaklah mengherankan karena pria yang sedang berdiri sambil membelakanginya ini sangat tidak suka ambil pusing terhadap segala sesuatu, ya.. semacam sifat alami.

“Umh tapi.. kalau kau sampai menggunakan cara seperti itu, aku baru yakin sepenuhnya sekarang dengan semua ucapanmu..” aku luhan.

“Tck hanya gadis itu satu – satunya dari tanpa golongan yang berani masuk ke perbatasan untuk menguntit dan terlebih lagi dengan suka rela bertukar nyawa” jawabnya dengan senyum miring.

Ya

Selama ini kris mengetahuinya bahwa gadis itu hampir setiap malam menguntit aktivitas yang terjadi di rumah persinggahan tersebut dan sudah sejak awal kris mengetahuinya.

Tapi pria itu hanya diam dan dengan sengaja membiarkannya saja.

Ia hanya ingin melihat sampai sejauh mana gadis itu memiliki keberanian dan setelah mengingat – ngingat semua perbuatan lancang gadis tersebut kris dapat menarik satu kesimpulan pasti..

Gadis itu seorang

 

divergent.

Sebuah kutuk dari lima golongan karena dianggap sebagai pemberontak dan perusak keseimbang golongan yang ada.

Seorang divergent dianggap tidak layak untuk hidup, mereka harus mati dengan cara yang tidak manusiawi bahkan sampai kepada sanak saudara serta keturunan – keturunan yang ada untuk mengantisipasi kemungkinan adanya lahir seorang keturunan divergent baru.

Kris memang dikenal sebagai pria berdarah dingin. Tidak mengenal adanya toleransi dan bisa membunuh dengan mudahnya.

Tetapi

bukan berarti ia tidak memiliki sebuah pertimbangan.

Ia bisa saja membunuh gadis itu sekarang kalau ia mau.

Namun ada hal istimewa dari gadis itu yang sangat jarang ia dapat jumpai di mana pun dan seorang kris sangat mengakuinya..

Tekat dan keberanian.

Tentu sangat disayangkan jika hal seperti itu dibuang begitu saja tanpa untuk dimanfaatkan.

“Kudengar mereka akan melakukan ekspedisi 1 bulan lagi. Jadi.. kapan kau akan mengujinya?” Tanya luhan penasaran.

“Secepat mungkin”

“Bagaimana jika gadis itu menolak? Lagi pula.. apa kau sungguh yakin ia akan memilih golongan itu?”

Kris membalikan badan menatap luhan sambil kembali menampakan senyum miringnya.

“Ia tidak akan menolak karena kupastikan gadis itu memang tidak punya pilihan”

.

.

Tirai gorden bergerak lembut seiring dengan terpaan angin sore yang masuk melalui celah jendela yang membuka sempurna.

Ruangan yang didominasi oleh cat putih ini terlihat sepi.

Seorang gadis sedang tertidur lelap di ruangan tersebut dengan sebuah jarum infus melekat pada bagian punggung tanganya.

Sampai beberapa detik kemudian, sepasang manik coklat itu secara perlahan mulai terlihat nampakan diri.

Pemilik mata itu terus mengerjap perlahan untuk menormalkan penglihatanya.

Ada yang aneh.. pandanganya kabur.

Matanya tetap tidak bisa fokus seakan diblur saat melihat.

Kedua tanganya terangkat lemah mencoba mengucek ringan matanya dan hasilnya tetap sama.

Bia- gadis itu mulai terduduk panik di ranjang.

Kenapa.. matanya tidak bisa melihat dengan jelas? Apa ia akan buta? Apa sebenarnya yang terjadi?

Saat ia akan bergerak untuk menarik lepas infusdi tanganya, sebuah suara menginterupsi.

“Itu hanya efek sementara”

Bia tersentak kaget ketika telinganya menangkap sebuah suara berat khas pria yang sangat dikenalinya itu.

Kedua matanya bergerak bingung mencoba untuk mencari si pemilik suara tersebut dan samar – samar kedua matanya mendapati ternyata pria itu tengah terduduk santai di sebuah kursi tepat di sisi ranjangnya.

Tunggu.. sejak kapan?

Sekelebat memori langsung terlintas di otaknya.

Ada 20 orang perempuan dari tanpa golongan termasuk dirinya, pria erudite ini membekapnya dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberi serbuk aneh kemudian ia kesakitan luar biasa seakan ingin mati lalu..

hanya sampai di situ.

Bia tidak bisa mengingatnya lagi.

“Apa yang kau lakukan di sini brengsek! Di mana aku!? Di mana semua perempuan dari golongan ku!” Cerca bia.

Kris memijat dahi mendengar rentetan kalimat itu. Kesabaranya kembali diuji sekarang.

“Kau akan menjalani pemeriksaan golongan besok” timpal kris tanpa basa basi.

Seluruh pertanyaan awalnya tadi seketika terlupakan begitu saja.

Gadis itu nampak terdiam sejenak seperti sedang berusaha untuk mencerna kalimat pria tersebut..

Pemeriksaan golongan?

Lucu

Bukankah mereka sendiri yang mencabut hak tanpa golongan yang berumur 17 tahun ke atas untuk di periksa? mereka menganggap tanpa golongan sama saja, sifat itu keturunan dan mendarah daging.

Tentu saja ada suatu motif di balik ini semua.

“Aku menolak” Tegas bia.

Wajah datar pria itu sama sekali tidak berubah ketika mendengarkan penolakan dari gadis tersebut. Tentu saja kris tidak akan heran karena ia sudah memprediksikan hal ini sebelumnya dan sebuah antisipasi telah ia persiapkan.

“Aku akan mengadakan barter

Bia hanya mengerjab bingung ketika mendengar ucapan pria tersebut.

“Jika kau mau melakukan tes, para wanita itu akan ku bebaskan” tawar kris.

Raut wajah gadis itu langsung berubah seketika. Tetapi sedetik kemudian kedua matanya menyipit curiga.

“Apa yang membuatku harus percaya dengan semua ucapanmu?”

“Kau bisa melihat secara langsung kepulangan mereka”

Gadis itu kembali terlihat termenung. Ia tidak punya pilihan lain sekarang, setidaknya nyawa 19 orang sangat berharga dari pada nyawanya sendiri.

“Apa keputusan mu” tanya pria tersebut.

Bia terlihat tetap diam tidak bergeming sedikit pun. Sampai pada akhirnya ia mulai mengangguk lemah kepalanya. Terlepas dari apapun rencana rencana pria itu, keputusan ini adalah lebih baik baginya.

Kris-pria tersebut menampakan sebuah senyum miring.

Tidak salah

Pilihan gadis itu tentu saja sesuai dengan prediksinya..

TBC ?

###

Dan chapter ini bukanya makin panjang malahsemakin pendek T____T

Gini.. semakin aku pengen perpanjang cerita, ide nulis memang makin banyak TAPI.. aku malah semakin kesulitan merangkai kata #aneh

Jadi, pada akhirnya aku putuskan chapter 3 sampai di sini dulu, maafkan saya kalau kurang memuaskan..

dan.. dan..

ada yang bisa tebak gak bia akan milih golongan apa dan jadi apa? Hayo XD (yang bisa tebak dapat pelukan hangat dari author loh)

Tetap aku minta seperti biasa..

don’t be a silent reader karena sependek atau sepanjang apa pun komentar kalian aku menghargainya,

Terima Kasih ^^


Thinking of you (Chapter 1)

$
0
0

Picture1

~Thinking of you~
Chapter 1.
“Why? Because i love you”

Author : Park Ha Ni and Shin Yeon Ra

Main Cast : Park Chanyeol, Park Ha Ni, Shin Yeon Ra, Oh Sehun, Byun Baekhyun, Moon Gayoung

Other Cast : find it by yourself (kalau dapat :P)

Genre : Romance, School Life, Friend Ship

Length : Chapter

Rating : PG-10 (dapat berubah setiap chapternya)

Yeon Ra : Annyeong yeon ra comeback egen bawa ff baru hasil kolaborasi dengan kawan gue yang berhasil gue buat dia jadi EXO-L and author *hepiiii jadi gue mau bilang hepi reading aja deh ^^

Ha Ni    : annyeong ha ni imnida gue baru aja terjerumus ke dunia per-ff-an gara2 kawan gue *lirik yeon ra yg lg ketawa oke karena gue termasuk baru gue minta RCLnya ya biar gue bisa mengetahui kekurangan gue … Hepi reading chigudeul :D

Author pov

Mentari pagi membangunkannya dari mimpi indahnya bersama orang yg ia sayang, dia adalah Park ha ni. Pagi itu setelah bangun pagi, ia melanjutkan dengan mandi, sarapan lalu berangkat ke sekolahnya.

Ha ni pov

Aku bersekolah di Seoul Internasional School aku duduk di kelas VIII -I, aku mempunyai seorang sahabat yg begitu dekat denganku namanya shin yeon ra yg biasa kupanggil yeon ra.

Aku telah sampai di sekolah, biasanya saat aku datang pasti dia diseberang jalan, tapi setelah lama menunggu dia yg tidak kunjung datang dan akhirnya aku pergi duluan, dia yg kumaksud adalah yeon ra, sesampainya di sekolah.. ” annyeong!”, sapanya. “Yaakk! Aku lama menunggumu dan ternyata kau sudah sampai duluan disini?? Jinjjaa–“, “Maaf tadi appa yg mengantarku”,”yasu..”

Ucapanku terhenti saat aku melihat ‘dia’ datang , ‘dia’ yg kumaksud adalah orang yg kusukai sejak kelas VII yaitu Chanyeol sikapnya yg dingin membuat dia keren, banyak yeoja yg suka padanya termasuk aku, tapi dia sudah mempunyai yeoja chingu yaitu moon gayoung, yaa bagaimana lagi aku hanya bisa berharap dari jauh.

Aku tidak hanya dekat dengan yeon ra tp aku juga dekat dengan byun baekhyun yg biasa ku panggil baeki, dia namja yg baik.

Author pov

Pelajaran pun dimulai.Dia duduk dibelakang dengan baekki, yg duduk didepannya adalah chanyeol, makanya ia  sering gugup tapi  baekki sering mengajaknya bercanda,  sungguh candaan baekki selalu bisa menenangkannya.

Chanyeol pov

“Ahhh berisik sekali mereka yg dibelakang!” Gumamku dalam hati, “Ah tunggu dia ha ni ya? Dia dekat dengan baekhyun yaaa?? Padahal aku ingin berada di sana”gumamku, sebenarnya aku sudah lama menaruh hati pada anak itu dia itu anak yg baik, pintar, maniss apalagi lesung pipinyaa, tapi aku takut dia menolakku, aku jadian sama gayoung hanya ingin tau bagaimana ekspresinya, sepertinya dia menyukai baekhyun, aaahh aku sungguh iri pada baekhyun yg salalu berada di dekatnya.

Ha ni pov

Baekki memang lucu dia benar2 mengembalikan moodku. Haaahh aku senang dekat dengannya. Eh tunggu bukan berarti aku menaruh hati padanya.

Author pov

Pelajaran berakhir dan tiba saatnya pulang, terlihat baekhyun, ha ni, dan yeon ra berjalan bersama menuju rumah mereka yg memang searah, di perjalanan mereka terus beersenda ria tanpa ada rasa sedih dihati mereka.

Baekhyun pov

Aku ingin mengatakan perasaan ku pada ha ni tapi aku bingung bagaimana caranya, ya aku telah menyukainya semenjak kami bersahabat, dia adalah anak yg baik, pintar, manis dan periang. Apa aku harus minta pertolongan yeon ra yaaa??

Aku mengatakan pada yeon ra melalui sms dan aku memintanya untuk menanyakan pendapat ha ni tentangku, aku sungguh menantikannya.

Author pov

Akhirnya yeon ra pergi ke rumah ha ni untuk menanyakannya dan jawabannya langsung dikirimnya ke baekhyun.
Akhirnya disuatu hari baekhyun berencana untuk menyatakan perasaannya pada ha ni.
Hari itu di taman mereka bertemu.

Ha ni pov.

Mengapa baekki mengajakku kesini? , gumam ha ni. Datang anak2 yg memberikanku bunga, ada apa ya? Dan baekki akhirnya datang, dia menyerahkan bunga yg lebih besar dari yg tadi.

Baekhyun pov

Semoga aku berhasil!, “Ha ni saranghae. Would you be mine?”, ucapku sambil berlutut menggenggam bunga dihadapannyaa.

Ha ni pov.

Bagaimana ini, apa yg harus ku jawab, aku bingung harus menjawab apa, aku menyukainya sebagai teman, kenapa ini terjadi? Aku tak tau perasaanku.
.
.
.
TBC~~

Oke kami tau ni ff pendek BGT tapi itu sengaja biar kalian penasaran *smirk and ketawa epil *readers : alah bilang aja elu malas, author : udah diam aje nape usah buka ceki, readers : huuu, author : hehe… oke deh segini aja cuap-cuap dari kami lg malas ngetik panjang2 RCL YA CHINGUDEUL, ANNYEONG *teriak pake tao, eh toa maksudnya


Be My Shine (Kai’s Story Part A: Oppa & I)

$
0
0

Picture2

Title                 : Be My Shine

Sub – Title       : Kai’s Story: Oppa & I (Part A)

Author             : AlifyaA (@Alifya_Kuchiki)

Main Cast        :

  • EXO’s Kai as Kim Jong In
  • You as Park Min Ni (Mini) (OC)

Support Cast   :

  • EXO’s D.O. as Do Kyung Soo
  • Park Min No (Mino) : Mini’s Twin Oppa (OC)
  • Red Velvet’s Joy as Park Soo Young
  • Aktris Kim So Hyun, Kim Yoo Jung, Moon Ga Young.

Genre              : Romance

Rating             : G

Type                : Series (Be My Shine Series)

***

We have two sides in ourselves..

The bright side and the dark side

Sometimes, we don’t even know our other part. Ourselves.

Je Suis Comme Je Suis

By AlifyaA

***

Longtime no see.. Annyeong, chingudeul. Author mohon maaf karena lama ‘buanget’ ngirim terusannya karena lagi gak ada laptop TT-TT for some reasons. Untuk menebus kelemotan Author ini, Author telah membuat FF versi Kai yang terlalu agak panjang jadi Author pisah jadi dua part, Part A dan Part B. Komen membangun sangat dibutuhkan dan maaf jika ada kesalahan.

Ini daftar Versi – versi Be My Shine Lain yang Sudah Dipublish:

  • Be My Shine ( Kris’ Story: Show Yourself or Be Alone )
  • Be My Shine ( D.O.’s Story: Someone In the Train )
  • Be My Shine ( Lay’s Story: When the Light was Disappear )
  • Be My Shine ( BaekHyun’s Story: Pervert, Naughty & Talkative, Nt: Be My Shine ini admin eonni publish dengan nama ‘Be My Shine’ saja)
  • Be My Shine ( Suho’s Story : The Unlucky Guardian )
  • Be My Shine ( SeHun’s Story : Noona, Jebal! )
  • Be My Shine ( LuHan’s Story: Cold Winter With the Warm Heart)
  • Be My Shine ( ChanYeol’s Story: Poor You! )
  • Be My Shine ( XiuMin’s Story: Who Is the Girl? Who Is the Boy? )

Don’t Forget to RCL ^^~

Mohon dibaca terlebih dahulu ^^

Note    :

  • Mini sering menggunakan bahasa Inggris, jadi Author menuliskan terjemahannya di kalimat selanjutnya dan diberi tanda kurung juga diketik miring agar mudah dipahami.
  • AA’s POV = Author’s POV

Happy Reading!

 

xoxoEXOxoxo

[ AA’s POV ]

            Seorang yeoja cantik melangkah dengan anggun di antara kerumbunan orang sambil mendorong sebuah cart yang berisi tumpukan koper – koper yang semuanya berwarna merah jambu, ia juga menyelendangkan tas Gucci-nya yang mahal yang juga berwarna merah jambu di pundak. Sore itu bandara Incheon benar – benar bising dan sejauh matanya memandang dia hanya bisa melihat ratusan orang asing yang bisa membuat kepalanya sedikit pusing. Semakin lama berjalan gaya anggunnya berubah, ia mulai menghentak – hentakan high heelsnya menandakan bahwa ia sedang kesal. Matanya terus liar mencari seseorang yang membawa tulisan dengan namanya di atasnya. Seseorang yang saudara kembarnya katakan berkulit lebih gelap daripada orang Korea biasanya. Setelah sekitar 10 menit mencari akhirnya ia melihat seseorang yang membawa kertas bertuliskan namanya, ia pun berjalan ke arah orang itu dan berdiri sejauh satu meter darinya.

“Jong In-ssi?” ucap gadis itu dengan aksen yang cukup aneh.

[ FLASHBACK]

Seorang namja masih fokus mengerjakan laporan kuliahnya di depan komputer. Wajahnya terkadang berkerut dan menampakan wajahnya yang kusam. Tiba – tiba phone cell di atas mejanya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Dengan malasnya dia mengambil phone cell-nya dan melihat nama yang ada pada layar.

“Mino?” dengan seketika wajahnya menjadi cerah, merasa senang teman kecil lamanya itu menghubunginya. Ia pun menggeser icon telfon berwarna hijau itu dan segera menempelkan phone cell-nya di telinga kiri.

“Yeoboseyo?” ucap namja itu. Kim Jong In.

“Hyuuunggg!!!” ucap suara di seberang telfon riang.

“Minooo!!!” balas Jong In tidak kalah riang.

Tiba – tiba namja di seberang telfonnya terdiam, sedikit ragu untuk mengatakan sesuatu.

“Mino, apa kabarmu?” ucap Jong In memecah keheningan.

“Baik. Hyung, kabarmu bagaimana?”

“Tidak terlalu baik,” balas Jong In kembali kusam.

“Ne?”

“Aniya. Ngomong – ngomong ada apa kau menelfonku?”

Untuk kedua kalinya namja itu terdiam sedikit ragu.

“Begini..”

“Ne…?”

“Mm..”

“YA! Sebenarnya ada apa?”

“Aku.. Aku ingin meminta tolong pada Hyung.”

“Minta tolong?”

“Aku baru akan pulang ke Korea sekitar 2 bulan lagi, aku ingin Hyung menjaga seseorang untuk sementara. Tidak terlalu sulit, hanya izinkan dia tinggal di apartemen Hyung dan pastikan dia pergi ke sekolah setiap hari. Aku juga akan mengirimkan uang untuk biayanya.”

“Memangnya siapa?” Tanya Jong In bingung.

“Mini.”

“Mini? Siapa? Yeojachingu-mu?”

“Aniya. Nae yeodongsaeng. Adik kembarku.”

“MWO?? SEJAK KAPAN KAU PUNYA ADIK KEMBAR??” Tanya Jong In terkejut.

“Emm.. sejak.. aku lahir..?” ucapnya pelan.

“NAN ARRAYO, NEO PABOYA! MAKSUDKU KENAPA KAU TIDAK PERNAH MENGATAKANNYA PADAKU?!! MASIH BERANI KAU MENYEBUTKU HYUNG??!!”

[END OF FLASHBACK]

 

“ Jong In-ssi? Excuse me?” ucap yeoja itu mulai tidak sabar. Yeoja itu pun menjentik – jentikan jarinya di depan wajah namja yang sedang melamun itu.

“Ne.. ne.. Kau Park Min Ni,” jawabnya.

“Heuh! Do you think I will come to you if I were Song Hye Kyo?!” (Heuh! Kau pikir aku akan menghampirimu jika aku adalah Song Hye Kyo), balasnya sarkastik.

“Bring me my bags!” (Bawakan aku tas – tasku!) lanjutnya.

“Ne?”

“My bags! Are you.. are you deaf or stupid or something?” (Tas – tasku! Kamu.. apa kamu tuli atau bodoh atau apa?)

“No, I’m not deaf,” (Tidak, aku tidak tuli), jawab Jong In kesal.

“Oh, so you’re stupid.” (Oh, jadi kamu bodoh.)

“I’m NOT STUPID!” (Aku TIDAK BODOH!)

“YES, YOU ARE!” (YA, KAMU BODOH!)

“NO, I’M NOT!” (TIDAK, AKU TIDAK BODOH)

“AH, FORGET IT! BRING ME MY BAGS!” (AH, LUPAKAN! BAWAKAN AKU TAS – TASKU!)

“Say ‘please..’!” (Katakan ‘kumohon’!)

“NO WAY!” (TIDAK MAU!)

“Okay, forget it!” (Baiklah, lupakan!) tiru Jong In sambil berbalik dan meninggalkan yeoja itu.

“HEY, WHERE ARE YOU GOING?!” (HEY, KAMU MAU PERGI KEMANA?!)

            Dengan kesal, Jong In pun berbalik dan menatapnya tajam. “Tentu saja pulang. Kalau kau tidak mau menjadi anak terlantar di Korea maka ikuti aku! Bawa tas – tasmu sendiri karena aku bukan pembantumu! Dan.. dan bicara dengan bahasa Korea, ini Korea bukan Amerika dan AKU TAU KAU LAHIR DI BUSAN!!” ucapnya marah lalu membalikan lagi tubuhnya dan berjalan pergi.

“EUHH! WHO DO YOU THINK YOU ARE? A PRESIDENT? OR A CELEBRITY? AN EXO MEMBER? YOU KNOW, I FEEL LITTLE BIT DIZZY NOW BECAUSE OF THE FLIGHT. YOU’RE SO CRUEL! LOOK, THERE’S SO MANY THINGS! IF YOU’RE REALLY A MAN, YOU SHOULD BRING THESE FOR ME! HEY, DO YOU HEAR ME? DO YOU HEAR ME, MR.DARK?!!!”

(EUHH! KAU PIKIR KAU SIAPA? SEORANG PRESIDEN? ATAU SEORANG SELEBRITI? SEORANG ANGGOTA EXO? KAU TAU, AKU MERASA SEDIKIT PUSING SEKARANG KARENA PENERBANGAN TADI. KAU SANGAT KEJAM! LIHAT, ADA BANYAK BARANG! KALAU KAMU BENAR – BENAR SEORANG COWOK, SEHARUSNYA KAMU BAWAKAN SEMUA INI UNTUKKU! HEY, APA KAU DENGAR? KAU DENGAR, TUAN HITAM (GELAP) ?!!!

Jong In hanya menghiraukan amukan yeoja itu dan terus berjalan sambil bersikap acuh.

“ Dia pikir dia dimana sekarang, berteriak – teriak seperti itu? Memalukan!” gerutu Jong In pelan.

xoxoEXOxoxo

AT APARTMENT

[KAI’s POV]

            Gadis kecil ini, Park Min Ni, dia membuatku seperti ingin bunuh diri. Dia benar – benar menyebalkan. Bagaimana sosok yang seperti iblis kecil ini bisa berbagi rahim dan lahir di saat yang sama dengan Si Malaikat Mino. Euh.. kalau saja dia bukan adik kembar Mino, aku pasti sudah menyumpal mulutnya dari dua jam yang lalu.

“Hey, Kim Jong In? Do you have something to drink? A hot chocolate maybe, I’m thirsty.” (Hey, Kim Jong In? Apa kamu punya sesuatu untuk diminum? Coklat panas mungkin, aku haus.) ucapnya sambil bersantai – santaian di sofa’ku’.

“Sebenarnya siapa di sini yang tuli dan bodoh? Aku atau kau? Apa kau tidak mengerti saat aku bilang ‘bicara dengan bahasa Korea’ hah?”

“Arraseo! Arraseo! Ambilkan aku minum!”

“Ambil sendiri!” balasku.

“Mwo? Neo jinjja.. heuhh.. aku benar – benar lelah. Tidakkah kau mengerti, ‘Princess Ballerina’?” ucap yeoja itu kesal.

“Kau yang tidak mengerti. Aku sudah bilang aku bukan pembantumu, ‘Prince Boxer’!”

“YA!” teriaknya padaku.

“YA!” teriakku.

“NEO!”

“NEO!”

“JANGAN MENGCOPYKU!”

“JANGAN MENGCOPYKU!”

“NEO JINJJA NEOMU PABOYAAA!!!”

“NEO JINJJA NEOMU MICHOSOOO!!!”

“KIM JONG IIIN!!!”

“PARK MIN NIII!!!”

Dia pun melemparkan bantal sofaku ke arahku, aku berhasil menghindar. Aku mengambil bantal sofa yang tadi ia lemparkan dan membalikannya ke arah yeoja menyebalkan itu dan berhasil tepat mengenai wajahnya. Gotcha!

“YA, APA KAU AKAN SEPERTI ITU PADA YEOJA MANIS SEPERTIKU?!”

“MANIS? KATA MONSTER LEBIH COCOK UNTUKMU!”

“AKU AKAN MENGADUKANNYA KEPADA MINO!”

“AKU AKAN MENGADUKANNYA DULUAN!”

“MINO LEBIH MENYAYANGIKU, MINI, ADIK KEMBAR KESAYANGANNYA!”

“SILAHKAN KALAU KAU INGIN PERGI KE JALANAN MALAM – MALAM!”

Tiba – tiba dia terdiam mendengar apa yang aku ucapkan. Aku pun membuang nafas berat. Tenangkan dirimu, Kim Jong In.

“Kau tidak akan tega melakukan itu, kan?” ucapnya.

“Menurutmu?” balasku dingin.

“Mino bilang walau kau orang yang gelap..”

“Gelap? Ini namanya sexy.”

“Jangan memotongku! Meski kau gelap.. tapi dia sangat menyayangi dan menghormatimu, kalau Mino berpikir seperti itu kau tidak mungkin orang yang menyeramkan, bukan?” ucapnya dengan nada yang normal. Ternyata dia bisa juga bicara seperti itu.

“Baiklah, dengar! Perlu ditegaskan, ini adalah apartemenku dan kau hanya menumpang di sini, kau dengar, ‘menumpang’. Jadi bersikaplah manis dan jangan membuatku ingin menenggelamkanmu ke sungai Han. Arraseo?” ucapku, ia pun mengangguk.

“Tunggu di sini!” aku berjalan ke arah kamar ku dan membawa beberapa kertas ukuran A4 di dekat printerku dan sebuah pulpen. Aku kembali lagi ke ruang tamu dan duduk di sofa tadi, tepat di depan Min Ni. Aku pun segera menulis sesuatu di kertas itu.

2 Menit.. “Jong In-ssi?” ucapnya, aku hanya menghiraukannya dan terus menulis.

10 Menit.. “Jong In-ssi?”…”Suuutttttt!!!!”

            20 Menit.. “Kim Jong In, sebenarnya apa yang sedang kau tulis?”… “Diam!”

30 Menit.. “YAA, JONG IN-AH!!”… “BERISIK!”

Entah beberapa puluh menit kemudian.. “Selesai.”… “Akhirnyaaa.”

“Igeo,” ucapku sambil menyerahkan kertas yang ku tulis tadi.

“Mwoya igeo? Ti-tiga ratus peraturan? Bisakah lebih banyak lagi?”

“Kalau begitu, berikan padaku!”

“A-aniya, aku hanya bercanda. ‘Jangan menyuruh – nyuruh’, ‘Jangan berlari – lari di dalam ruangan’ memangnya aku anak kecil, ‘Cuci pakaian setiap dua hari sekali’ mwoya?, ‘Jangan pernah membawa teman ke apartemen’, da da da da da.. mwoya? Ini banyak sekali, bagaimana bisa aku mengingatnya?”

“Kertas ini kau bakar lalu seduh dengan air dan kau minum,” ucapku.

“Dengan begitu aku akan mengingatnya?”

“Kau akan sakit perut.”

“Aaa mwoya?!” ucapnya kesal.

“Baca peraturan keseratus, itu yang terpenting!”

“Jangan mengeluarkan suara sedikit pun atau suara apapun.”

“Bagaimana dengan suara pernapasanku?” tanyanya bodoh.

“Hanya lakukan sesuatu yang membuatmu terlihat tidak menyebalkan dan hidup. Arraseo?” Dia terdiam, “Arraseo?” ulangku.

“A-arraseo.” Balasnya.

“Good! Karena aku tiga tahun lebih tua darimu kau bisa memanggilku ‘Oppa’.”

“Op-pa?”

“Ne,’Oppa’. Apa kau keberatan dengan itu?” jawabku skeptis.

“Aniya, kalau begini kau memanggil ku ‘Mini’.”

“Bukankah aku sudah memanggilmu seperti itu, ‘Min Ni’?”

“Aniya! ‘Mini’!”

“Apa bedanya ‘Min Ni’ dengan ‘Mini’?”

“Tentu saja berbeda! Min Ni lebih lama dan sulit diucapkan, ‘Miinn-Ni’, ya kan?”

“Terserah kau saja!” ucapku sambil beranjak bangun dan berjalan kembali ke kamarku.

“Jakkaman! Dimana kamarku?”

“Di sana, pintu berwarna krim itu!” balasku sambil menunjuk pintu kamar untuk Mini dengan daguku.

“Bisakah kau membantuku membawa barang – barangku?”

“Peraturan nomor satu,” ucapku mengingatkan.

“Tapi.. sulit bagiku untuk membawanya sendirian.. tadi juga.. aku.. aku..”

“Mwo?” tanyaku jutek.

“To-tolong.. op pa..,” ucapnya sambil menundukkan kepala dan benar – benar pelan, namun aku masih bisa mendengarnya.

“Arraseo,” ucapku sambil menarik dua koper terbesarnya.

“Kamsahamnida, Oppa!” ucapnya sambil tersenyum riang dan sedikit menundukkan tubuhnya. Ternyata dia tahu bagaimana bersikap baik. Cukup manis.

xoxoEXOxoxo

NEXT DAY

Tiba – tiba aku terbangun dengan suara ketukan keras di pintuku. Dengan gusar aku kembali menutupi seluruh wajahku dengan selimut. Suara ketukan itu semakin lama semakin keras, dan aku pun mulai mendengar suara teriakkan. Apa ada kebakaran pagi – pagi begini?

“OPPA!! OPPAAA, IRREONAA!! IRREONA IRREONA IRREONA.. IRREONA IRREONA IRREONA..”

“Mwoya? Kenapa dia jadi bernyanyi di depan kamarku? Apa itu? Mmm.. His Story.. aniya, sepertinya bukan..‘History’ dari apa.. euuu merek soju? Ooo.. EKSO, apa XO? Hah, siapa peduli?” ucapku dalam hati.

Dengan kesal, aku menyibakkan selimutku dan turun dari ranjang. Aku melihat ke arah jam dindingku. Dengan langkah gontai aku menghampiri pintu kamarku sambil mengucek – ngucek mataku yang belum 100% terbuka. Aku membuka pintuku kasar dan mendapati Mini sudah di depan kamarku dengan berseragam lengkap.

“Good morning, did you sleep well last night?” (Selamat pagi, apa kamu tidur nyenyak tadi malam?) ucapnya dengan senyum cerah. Ada apa dengannya? Apa dia sakit?

“Peraturan ke-21, jangan menggunakan bahasa Inggris!”

“Hehehe mian, aku lupa.”

“Apa yang kau lakukan pagi – pagi begini?”

“Peraturan ke-243, jangan bangun terlambat. Hari ini adalah hari pertamaku sekolah di sini. Oppa tidak ingin aku terlambat, kan?” ucapnya dengan aegyo, yang membuatku sedikit merinding. Sepertinya dia benar – benar sakit.

“Tapi jangan melakukan ini! Ingat peraturan terpenting, peraturan ke-100!”

“Tapi hanya selama aku tidak menyebalkan dan hidup.”

“Tapi kau menyebalkan! Kau pikir kau tidak menyebalkan?! Mengganggu seseorang yang sedang tidur jam 5 pagi dan mengatakan takut terlambat pergi ke sekolah padahal sekolah dimulai 3 jam lagi! Kau pikir ‘itu’ tidak menyebalkan?!” ucapku kesal dan menutup pintu dengan kasar tepat di depan wajahnya.

            BRUKK!!

“ARRASEO, OPPAA! AKU AKAN MELAKSANAKAN PERATURAN KE-173 DULUUU,” teriaknya dari luar kamar.

“MWOOO?” balasku dengan nada yang benar – benar menunjukkan bahwa aku kesal.

“MEMBUAT SARAPAN SETIAP PAGIII.”

“BAGAIMANA SI BODOH SEPERTIMU BISA MENGINGATNYA. KAU BENAR – BENAR MENYEDUH KERTASNYA??!!!”

“OTTEOKE ARRASEOOO?”

“MWOOO??”

“HEHEHE..AKU HANYA BERCANDA. OPPA, SELAMAT TIDUR LAGI!”

Aku hanya menghiraukannya dan kembali naik keranjang dan menutupi seluruh tubuhku dengan selimut. Meneruskan kembali tidurku yang tertunda karena iblis kecil itu. Kau tahu, melihatnya bersikap sinis dan sombong tidak lebih menyeramkan daripada melihatnya tersenyum dan bersikap manis. Itu membuatku merinding.

TWO HOURS LATER

Aku terbangun sekitar pukul 7 pagi dan segera pergi ke kamar mandi. Setelah aku bersiap, aku pun keluar dan mendapati Mini sedang terduduk diam di depan pintu kamarku. Ia hampir terjatuh ke belakang saat aku membuka pintu karena sejak tadi ia hanya menyandar di sana. Ia hanya terjengkang ke belakang dan menyentuh lututku dengan kepalanya.

“Mwohaneungoya jigeum?” tanyaku.

“Katanya aku tidak boleh berisik, jadi aku hanya menunggumu di sini.” Ucapnya dengan nada kesal.

“Heuh.. bangunlah, lain kali jangan melakukannya!”

Aku hanya berjalan ke arah dapur, Mini pun berjalan mengekoriku. Di sana aku melihat beberapa makanan sudah tersaji di meja makan. Dia benar – benar memasak.

“Duduklah, kita sarapan terlebih dahulu.” Ucapku sambil menarik kursi dan duduk.

“Aku akan mengantarkanmu ke sekolah dan menjemputmu nanti jika jam kuliahku selesai, tapi jika aku belum selesai juga, naiklah kereta bawah tanah!”

“WHAT? I will never ever take a public transportation like that!” (APA? Aku tidak akan pernah naik transportasi umum seperti itu!) Akhirnya dirinya yang asli keluar lagi.

“Kau tidak punya pilihan lain, ya kecuali kau ingin menungguku berjam – jam.”

“HEUUHH!! WHAT IS MY SIN?? EOMMA..HUWAAA!” (HEUUHH!! APA DOSAKU?? EOMMA.. HUWAAA!”

“YAA, uljima! Kau pikir berapa usiamu?!”

“OPPAA.. YOU CAN’T DO THAT TO ME!!” (OPPAA.. KAU TIDAK BISA MELAKUKAN ITU KEPADA KU!!)

“I DID. Sekarang berhentilah menangis dan makan sarapanmu, kalau kau tidak mau mencari tempat tinggal dulu sebelum pergi ke sekolah,” ancamku, ia pun langsung berhenti menangis dan menghabiskan sarapannya dengan diam. Dia benar – benar kekanakan.

xoxoEXOxoxo

“Sudah sampai,” ucapku sambil melepaskan safebelt-ku, lalu milik Mini. Namun tiba – tiba dia menepis tanganku.

“Aku bisa sendiri,” ia pun membuka safebelt-nya dan membuka pintu mobil, lalu keluar. Aku ikut menyusulnya keluar. Ia hanya menatapku dengan heran.

“Ini hari pertamamu sekolah, setidaknya biarkan aku mengantarmu ke ruang administrasi,” ucapku tanpa ditanya. Aku mulai berjalan, namun Mini menarik tanganku. Aku hanya menatapnya.

“Waeyo?” tanyaku dengan nada lembut yang entah dari mana.

“Aniya, Oppa tidak perlu melakukan itu, aku akan masuk sendiri.”

            “Ada apa dengannya?” tanyaku dalam hati.

“Mmm.. wae an ga? Oppa bisa pergi sekarang/”

“Tanganmu,” ucapku mengingatkan bahwa tangannya masih melingkari tanganku. Dia pun sedikit tersentak.

“Eh, mi-mian,” jawabnya pelan. Aku langsung meletakan tanganku di keningnya.

“Apa kau sakit? Gwaenchanayo?”

Dia langsung menepis tanganku, ‘SAKIT APANYA?! ANIGODEUN!” jawabnya kembali jutek. Ya, dia tidak sakit.

“Jangan berlebihan seperti itu, aku hanya bertanya. Ingat peraturan 104!”

“Ne? ‘Harus mencuci piring setelah makan’?”

“Ani! Hah.. aku lupa itu nomor berapa, tapi.. ‘Jangan membuat khawatir, telfon jika terjadi sesuatu!’, arraseo?”

“Ne, maksudmu peraturan 13. Arraseo, Oppa.”

“Kalau begitu, masuk sana! Kau bilang tidak mau diantar!”

“Ne, annyeong..” ucapnya sambil melambaikan tangan.

“Annyeong..” balasku sambil melambai padanya pula. Tanpa sadar aku terus tersenyum melihat punggung Mini yang kian menjauh.

“Mwoya? Ada apa denganku?” aku langsung memasukkan tanganku ke saku dan berjalan ke mobilku. Meninggalkan Mini di sekolah barunya.

xoxoEXOxoxo

 

[Mini’s POV]

Aku melangkah ke kelas baruku. Mungkin suasananya sedikit awkward karena ini adalah hari pertamaku di sekolah. Sepanjang jam pelajaran, aku tidak bisa fokus. Entah kenapa otak ku terus bekerja untuk menghapal 300 peraturan yang ditulis oleh Jong In Oppa.

“201. Jangan menyentuh apapun di kamar Oppa, 202. Jangan coba – coba membawa kucing ke dalam apartemen, 203. Jangan menonton tv di atas pukul 10 malam,” pikirku dalam hati.

Tiba – tiba bel menandakan jam istirahat dimulai berbunyi. Aku berniat beranjak dari kursiku, namun beberapa yeoja langsung menghampiriku begitu Jung Seongsanim keluar. Aku pun mengurungkan niatku untuk pergi ke perpustakaan sekolah untuk meminjam beberapa buku paket.

“Annyeong, Min Ni-ah. Choneun So Hyun imnida. Ini Yoo Jung, Ga Young, yang ini……”

“Ne, annyeonghaseyo!” balasku ramah.

“Mmm.. tadi kami melihatmu diantar oleh seseorang. Nugu? Mm, oppa?”

“Ne? ne ne.. oppa.”

“Jinjja? Oh.. dia sangat keren.”

“Ne, neomu sexy.”

“Mmm.. namanya siapa?”

“Berapa usianya?”

“Apa dia seorang mahasiswa? Dia kuliah dimana?”

Tiba – tiba aku diserbu banyak pertanyaan tentang Oppa, aku bahkan tidak bisa mencerna semua pertanyaannya.

“DIA TIDAK SUKA YEOJA!” teriakku, entah dari mata kalimat itu keluar.

“MWOOO?” ucap mereka bersamaan.

“A-aniya.. uri oppa.. sebaiknya kalian tidak dekat – dekat dengannya.. mi-mian aku permisi ke toilet dulu.”

Aku langsung berlari ke arah yang aku kira menuju toilet. Akhirnya aku menemukannya, aku pun langsung masuk dan membasuh wajahku di washtafel. Nafasku benar – benar cepat, aku mulai menenangkan diri dan menatap bayanganku di cermin.

“Mwoya? Ada apa denganku?”

Bersambung ke Part B ^^

***

AA’s Short English Lesson

Berbagi sedikit ya.. bukankah berbagi ilmu itu bagus?

Di atas ada dialong “Heuh! Do you think I will come to you if I were Song Hye Kyo?!” mungkin ada beberapa Reader yang bingung kok setelah subjek “I” to be-nya itu “were”, bukannya “was” atau “am” atau to be apapun yang biasa digunakan untuk “I”? Di dalam bahasa Inggris ada istilah “Conditional” atau disebut bentuk ‘Pengandaian’, biasanya cirinya ada kata “if (jika)” sebelumnya, walaupun tidak selalu. Di sini dipakai Conditional Type 2 (Present Conditional). Dalam bentuk ini “semua subjek” menggunakan to be “were”, seperti if I were.., if she were.., if he were.., if they were.. dan lain – lain. Semoga bermanfaat^^

***

Jangan lupa untuk meninggalkan komentar^^


Mysterious Sight (Part 2)

$
0
0

mis

Cast :

  • Kim Sora
  • Huang Zitao
  • Park Gyuri
  • Cho Nayoung
  • Lee Hara
  • Han Ji Eun
  • Jung Cheonsa
  • Park Chanyeol

Author : GSB (@sadanema)

Genre : Romance, friendship

Rating : PG – 15

 

 

 

~***~

 

 

 

 

“ Apa kau bilang? Manusia aneh?”

Dengan cepat sosok itu memutar balik tubuhnya sambil menghujani lawan bicaranya dengan tatapan kesal. Lagi-lagi ia hanya bisa menghela napas kesal. Dadanya penuh dengan berbagai macam perasaan, membuatnya sulit untuk menentukan sikap.

Berbeda dengan kedua orang di depan mereka, kelima gadis yang tak lain adalah Hara, Nayoung, Gyuri, Ji Eun dan Cheonsa hanya bisa menjadi penonton setia. Mereka semua memang begitu senang menggoda Sora dengan alasan Tao, namun kali ini lebih dari itu, karena sekarang mereka merasa begitu penasaran dengan hubungan Sora dan Tao yang sebenarnya.

Kajja! Jangan banyak bicara! Appa-mu akan memarahimu bukan, kalau kau telat sampai di rumah?”

Seperti mendapat berita mengenai perdamaian Israel dengan Palestina yang kendengarannya begitu mustahil, kelima gadis yang hingga kini masih setia menyaksikan kedua orang di depannya, hanya bisa membelalakkan mata mereka. Kelimanya memalingkan pandangan mereka, secara bergantian memandangi satu sama lain. Pasalnya, tidak ada pria yang pernah mengajak atau lebih tepatnya memaksa seorang Kim Sora pulang bersama, apalagi sampai menyeret gadis itu. Sungguh kejadian langka.

“ Aku akan pulang bersama Nayoung! Jadi aku tak butuh tumpangan darimu!” pekik Sora. Ia meronta agar laki-laki di depannya melepaskan tangannya.

Pria berambut hitam itu membalik tubuhnya, ia memandangi gadis di depannya dengan wajah datar namun sedikit berdecak sedikit setelahnya. Tangannya masih sama seperti sebelumnya, masih menggenggam tangan Sora dengan erat.
“ YAK! Tidak sopan!”

Perasaan tidak terima membuat Sora, gadis yang dikenal jarang berteriak, kini berteriak kesal sesaat setelah kening mulusnya menjadi sasaran jentikkan jari Tao. Tangannya mengusap kasar keningnya sambil memaki Tao di dalam hati.

“ Aku sudah tahu isi otakmu manusia aneh! Pasti kau ingin pergi lagi bersama temanmu. Aku sangat tahu isi kepalamu,” Ujar Tao mengejek. Sora hanya mencebikkan bibirnya dengan membuang pandangannya dari Tao, gadis itu merasa kesal.

Keterkejutan lima gadis itu semakin menjadi, terlebih melihat apa yang baru saja terjadi. Melihat seorang Kim Sora berinteraksi dengan makhluk bernama pria, tentu bukanlah hal yang lumrah bagi mereka. Kim Sora tidak pernah terlihat seakrab itu dengan pria manapun.

Dengan cepat arah pandangan gadis-gadis itu tak menentu sejurus dengan pandangan Tao yang tengah mengarah pada mereka. Tak ada yang bisa mereka lakukan, kecuali diam. Tatapan mata Tao seperti memiliki kekuatan tersendiri hingga mematahkan semua keberanian dalam diri kelima gadis itu.

“ Tidak masalahkan, kalau hari ini Sora pulang bersamaku?” kesan gelap dan menyeramkan, serentak hilang saat senyum ramah mengembang di wajah Tao.

Tidak ada satupun dari gadis itu yang menjawab pertanyaan Tao. Menggaruk tengkuk, memandang ke arah yang lainnya atau tak jarang juga melirik Sora yang tengah memasang peringatan bagi mereka semua. “ Ahh…. Hmmm… sepertinya…” Tao menggedikkan kepalanya untuk memberikan fokus lebih pada Ji Eun yang sedang berusaha menjawab.

“ Bawa saja dia! Kami tidak masalah! Sungguh!”

Sontak semua mata tertuju pada Nayoung, ekspresi ‘mengapa kau melakukan itu?’ tak luput menjadi reaksi atas apa yang telah dilakukannya. Frustasi tentu saja menyelimuti perasaan gadis-gadis itu, khususnya Sora. Gadis itu tak menyangka jika Nayoung akan mendorongnya ke dalam jurang, yah meskipun mengatakan ‘Bawa saja dia! Kami tidak masalah! Sungguh!’ tak seburuk masuk ke dalam jurang. Tapi seandainya ia bisa memilih, Sora pasti akan memilih untuk mendorong Nayoung ke jurang terlebih dulu. Namun terlambat, karena dirinnya sudah masuk ke dalam jurang.

“ Kau dengar? Sekarang cepatlah!” rasa kesal atau apapun itu sama sekali tak berguna sekarang ini, karena nyatanya Sora harus menerima kenyataan jika hari ini ia pulang bersama Tao.

“ Kami duluan. Hati-hati di jalan semua,” kata Tao berpamitan. Kelima gadis itu hanya bisa menggangguk pelan, yang entah mereka sadari atau tidak.

Perasaan mencekam dan terancam tiba-tiba saja muncul dalam benak mereka, saat Sora mengepalkan tangannya yang bebas dari genggaman Tao. Gadis itu memasang ekspresi ‘awas saja kalian!’.

 

 

******

 

 

 

 

At 18.20 KST

 

Delikan kesal, pasrah dan frustasi terpancar dari sorot mata Sora saat berbalik dan memandang Tao yang tengah mengekorinya saat ingin membuka pagar rumahnya. Ia menghela pelan, sekedar untuk mencari ruang tenang dalam otaknya. Tapi sayangnya tidak ada lagi ruang kosong untuknya berpikir tenang, terlebih saat wajah tak berdosa orang di depannya tertangkap oleh retina matanya.

“ Kenapa? Kau ingin masuk?” tanya Sora yang terdengar seperti mendesak. Ia juga tak berniat mengajak pria ini masuk, hanya ia ingin menyindir secara tidak langsung. Namun Tao malah mengangguk dengan semangat sambil tersenyum puas, membuat Sora melongo lemas. Ia tak menyangka jika ucapannya sendiri malah mengantarkan dirinya pada neraka dan juga mengantarkan Tao masuk ke dalam rumahnya.

Suara nyaring khas wanita usia lima puluh tahun ke atas terdengar begitu Sora masuk, namun suara itu kian nyaring saat melihat sosok yang datang bersama Sora. Sontak Sora hanya bisa menunduk dan lagi-lagi membuatnya kembali merutuki perbuatannya sendiri.

“ Selamat malam, ahjumma.” Mata wanita itu berbinar memandangi sosok Tao, ia menghampiri Tao dengan perasaan takjub dan tak percaya.

“ Kau kah? Tao? Tao kecil yang sering datang kemari?” Tao mengangguk pelan serta mempersembahkan senyum terbaiknya. Wanita yang tak lain adalah eomma Sora langsung mencengkram erat kedua sisi tubuh Tao, seolah sedang menegaskan apa yang sedang ia lihat.

Eomma Sora tersenyum senang saat ia yakin bahwa sosok di hadapannya adalah seorang bocah laki-laki yang dulunya sangat sering datang ke rumahnya, bermain bersama anak-anaknya, khususnya Sora.

Wanita itu mengamit lengan Tao dengan bangga, seolah sedang menggandeng orang paling tampan di dunia. Dengan ramah, ia menggiring Tao untuk menjelajahi sudut rumahnya. Sesekali ia menanyakan keadaan kedua orang tua Tao dan tentunya keadaan Tao sendiri. untuk sesaat, nyonya Kim menganak tirikan anaknya sendiri dengan membiarkan putri sulungnya tertinggal di belakang dan memilih untuk beriringan dengan seorang pria muda di sampingnya.

Kehebohan tak berhenti sampai di situ, karena keadaan bertambah heboh saat eomma Sora membimbing Tao memasuki ruang keluarga yang tengah dihuni oleh ketiga adik Sora. Tentu reaksi terkejut menyambut kedatangan pria itu.

“ Soo bin eonnie… akhirnya suamimu kembali!” teriak riang salah satu anak perempuan berusia sebelas tahun. Wajahnya sangat girang, benar-benar menunjukkan betapa senangnya ia dengan kedatangan sosok tampan Tao. Tapi kegirangan gadis itu terhenti sejenak saat bantal sofa melayang mengenai kepalanya, membuat gadis kecil itu terhuyung.

“ Diam kau!” seorang gadis usia enam belas tahun melirik tajam pada adiknya, menyuruh makhluk kecil itu untuk menutup mulutnya.

“ Aishh… aku kan hanya menyemarakkan suasana saja. Apa aku tak boleh ikut senang suamimu datang? Aku hanya ingin merasakan kebahagiaan yang kau rasakan,” Balas gadis kecil itu tak terima dengan perlakuan kakaknya.

Sementara kedua adiknya sedang bertengkar, Sora memilih untuk melenyap dari tempat itu dengan segera melesat memijaki anak-anak tangga yang menyambungkan lantai bawah dengan lantai atas. Tentunya ia ingin segera sampai di kamarnya, energinya terkuras habis setelah seharian berada di kampus, belum lagi dengan minat hidupnya yang sudah terperosok ke tingkat terendah.

Langsung saja gadis itu mengempaskan tubuhnya ke atas ranjang empuk nan nyaman miliknya. Untuk sejenak matanya terpejam menikmati rasa nyaman dan tenang. Sekejap, penat serta lelah yang menderanya hilang begitu saja. Berganti dengan kedamaian serta ketenangan begitu kedua matanya perlahan menutup.

 

 

 

******

Kegiatan jalan bersama, melepas rasa lelah dengan pergi bersama di akhir pekan, melupakan sejenak tugas-tugas menumpuk, mungkin seperti itulah gambaran kegiatan menyenangkan Sora hari ini. Tapi bagaimanapun bentuk kesenangannya, tetap saja tak membuat hatinya senang.

Berulang kali ia mengayunkan kaki seperti sedang menendang kaleng soda kosong di pinggir jalan. Suasana hatinya jelas sedang tidak berada pada kondisi baik. Bagaimana suasana hatinya tidak luluh lantah? Dibangunkan dari tidur nyenyak di saat ia sangat membutuhkannya. Bukankah sangat menjengkelkan? Begitulah yang dirasakan gadis dengan celana jeans panjang dipadu dengan hoodie abu-abu serta sneakers andalannya.

Hanya satu yang mampu mempertahankan sisa-sisa semangat hidupnya saat ini, apalagi kalau bukan menyumpal kedua telinganya dengan lagu-lagu Super junior. Tak jarang mulutnya bergerak pelan menyenandungkan lagu yang ia dengar.

“ Yak! Onnie!” tapi nampaknya dewa kesialan tengah berpihak pada dirinya. Suasana hati yang mulai membaik, hancur begitu seseorang menarik paksa salah satu headset yang tengah ia kenakan. Sora menghela pelan, tubuhnya bergetar sejurus dengan amarah yang tengah mati-matian sedang ia tahan. Tentu ia tidak membiarkan amarahnya terlampiaskan begitu saja, apalagi di pusat perbelanjaan yang begitu ramai dengan banyak pengunjung.

“ Kau…bisakah lebih sopan padaku?” geram Sora tertahan.

“ Dari tadi aku sudah memanggilmu secara baik-baik, tapi sayangnya kau tidak mendengarku. Jadi jangan salahkan aku,” Sahut gadis bernama Soo bin dengan tak acuh. Ia terus berjalan dan membiarkan kakaknya tertinggal beberapa langkah di belakangnya.

Lagi dan lagi Sora hanya mampu mengelus dada, menampung segala kesabaran yang ia punya. Menimpali perlakuan saudara perempuannya bukan membuatnya merasa semakin baik, ia malah akan merasa terjerembab pada sudut ruangan paling gelap dan suram. Singkatnya, sampai kapanpun ia tak akan bisa menang dari adiknya yang pandai sekali berkilah.

Dari belakang ia terus mengikuti kemana adiknya melangkah, hingga tanpa sadar ia sudah berada di dalam sebuah toko buku, tepatnya berada pada deretan novel. Sora menatap sekilas satu persatu novel yang berjajar rapih di rak-raknya, berbeda dengan adiknya yang sedang serius menentukan buku pilihannya.

Sungguh Sora benar-benar tidak berminat pada buku manapun, mungkin jika ia sedang dalam suasana hati yang baik, pasti ia akan bersemangat memilih cerpen-cerpen dari penulis favoritnya. Tapi sekali lagi, karena masalah mood, tak ada satupun yang menarik hatinya.

Ia terus berjalan mengitari rak-rak buku dari berbagai macam genre sampai ia tiba di bagian pernak-pernik kebutuhan sekolah. Tak jarang ada beberapa dompet yang terpajang di dekat rak tas sekolah. Warna lembut yang memikat siapapun yang melihatnya, berhasil menarik minat Sora untuk memfokuskan matanya pada benda-benda itu. Secara bergantian ia memastikan dompet-dompet itu, namun perhatiannya tertuju pada sebuah dompet berwarna cokelat pastel yang sungguh manis. Tangannya bergerak meraih benda kecil itu dan siap mengambil alih, tapi tangannya tertahan saat ada tangan lain yang juga menarik dompet cantik itu.

Dengan frustasi Sora menolehkan pandangannya kepada pemilik tangan itu, dalam hati ia berjanji tidak akan menahan kesabarannya lagi. Kali ini ia akan memperjuangkan apa yang ia inginkan, tak peduli jika harus ada pertumpahan darah terjadi.

Sora mendengus sejenak, kemudian menatap orang sebelahnya, tapi..” Kau…” mata gadis itu melebar ke level paling maksimal. Misi yang tadi telah ia rencanakan, secara otomatis terurung begitu melihat siapa sosok di hadapannya. Tiba-tiba ia merasakan detak jantungnya melemah, padahal seingat gadis itu ia tidak memiliki kelainan jantung, seperti lemah jantung misalnya.

Bibirnya terus membisu, tak ada yang bisa ia katakan, bahkan saat orang itu membelikan dompet berwarna cokelat tadi untuknya. Pikiran gadis itu begitu kacau, hingga ia sulit untuk berinteraksi dengan sekitarnya, tak terkecuali adiknya yang dari tadi tak berhenti mengeluh padanya.

******

Sora POV

 

At breaktime

 

 

 

Aku terus mengaduk-aduk jjajangmyeon di depanku dengan tak bersemangat, rasanya pikiranku begitu kosong, entahlah aku bingung. Intinya aku sedang sangat tidak bersemangat, rasanya lelah sekali dan yang aku inginkan hanya pulang kemudian tidur. Kulirik benda warna cokelat di samping lengan kananku, ah…benda ini sangat cantik, tapi rasanya aku ingin membuangnya kalau mengingat bagaimana caraku mendapatkannya.

“ Yak! Untuk apa kau membelinya kalau hanya untuk diaduk-aduk seperti itu?” aku menghentikan gerak sumpitku, mengangkatnya dan mengemut ujungnya, melirik Gyuri sejenak.

Aku tahu pasti aku terlihat sangat mengkhawatirkan, apalagi dari dua hari yang lalu aku terus bersikap seperti ini.

“ Sebenarnya ada apa?” kuletakkan sumpit dalam genggamanku, dan beralih menatap orang di depanku, Hara. Aku terdiam sejenak untuk sekedar menghirup udara, kemudian kembali menatap orang-orang di meja yang sama denganku.

“ Entahlah! Mungkin hanya lelah.”

Aku tahu pasti tidak ada seorangpun dari mereka yang percaya dengan jawabanku, tapi haruskah aku menjawab sejujurnya? Kurasa belum waktunya, lagipula ini tidak penting untuk mereka ketahui.

“ Benarkah? Kurasa kau sedang berbohong Sora-ssi,” Ujar Cheonsa datar tanpa ekspresi.

“ Katakan jika kau sedang memiliki masalah,” Tambah Gyuri. Aku hanya menatapnya dengan diam, kemudian beralih pada mangkuk di depanku. Masalah? Apakah ini termasuk masalah? Kurasa tidak juga.

“ Hei!” aku kembali menghela napas panjang saat melihat siapa yang baru saja datang. Yah…siapa lagi kalau bukan Tao? Semenjak aku memperkenalkan ia dengan kelima temanku, ia jadi sering bersama kami meski tidak selalu begitu.

Kembali pada sosok tinggi itu lagi, sekarang ia mengambil tempat di kursi kosong di samping Hara.

Matanya menjelajah memperhatikan kami semua, aku tahu pasti dia sedang mencari tahu apa yang telah terjadi. Pandanganku beralih saat ia melirikku, rasanya aku malas melihatnya untuk saat ini.

“ Ada apa ini? kenapa kalian diam seperti ini? Apa ada masalah?” ia menoleh pada Hara dan Gyuri secara bergantian.

“ Tanyakan saja pada manusia aneh itu.”

Aku terbelalak kaget. Tak kusangka di saat seperti ini, Gyuri masih bisa menghinaku. Tapi karena aku sangat penyabar, aku hanya diam. Berbeda sekali dengan makhluk misterius di samping Hara yang sedang terkekeh senang, sepertinya itu sangat lucu untuknya. Teruslah tertawa Tao!

******

Sepertinya semangat hidupku telah tersedot habis sehingga sekarang aku tak lagi memilikinya. Bahkan sekedar berjalan untuk pulang saja rasanya begitu berat, padahal waktu pulang adalah waktu dimana semua semangatku bangkit. Tapi berbeda dengan beberapa hari belakangan ini, rasanya datang dan pulang kuliah tidak ada bedanya, sama-sama melelahkan.

“ Sora-aa… sekarang jujurlah! Ada apa sebenarnya?”

Aku berhenti sejenak dan menoleh Ji Eun yang kelihatannya sudah sangat gemas padaku. Aku tahu ia atau lebih tepatnya mereka semua tak ingin melihatku seperti ini, tapi haruskah aku menceritakan semuanya? Apa itu penting? Sejujurnya itu tidaklah penting, aku saja yang berlebihan.

Aku tersenyum samar, “ Aku baik-baik saja, hanya bosan saja.” Ji Eun hanya mendesah tanpa membrondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin bisa memuaskan rasa penasarannya.

Kami berenam terus berjalan menyusuri halaman kampus yang begitu luas, rasanya aku butuh kursi roda sekarang ini. Aku sudah tidak sanggup untuk berjalan lagi, annie! Lebih tepatnya aku sudah malas untuk melanjutkan perjalanan.

“ Kim Sora!” langkahku kembali terhenti. Kupaksakan tubuhku untuk sedikit memutar untuk menjangkau keberadaan pemilik suara yang barusan memanggilku.

“ KAU…” Pekikku spontan. Seperti sedang tak bertenaga kemudian disentak dengan bunyi bom yang menggelegar, begitulah aku sekarang.

Kesiapanku belum matang untuk menyambut kedatangannya, namun sosok itu dengan percaya diri berjalan ke arahku. Ia tersenyum ramah seperti biasanya, menunjukkan tampilan imut serta tampan secara bersamaan. Aku yakin siapapun yang melihatnya pasti akan sulit berkedip karena tak ingin melewatkan mahakarya Tuhan yang satu ini.

Bisa kurasakan seseorang tengah mencengkram bahuku, ah ternyata Nayoung. Aku memandangnya sekilas kemudian kembali memandang sosok yang kini berada beberapa langkah di depanku. Perasaan ngeri, senyap dan khawatir menguar bahkan saat jelas-jelas sosok itu sedang tersenyum padaku.

“ Sesore inikah kau pulang? Aigoo..pasti kau sangat lelah.”

Lagi-lagi ia tersenyum, membuatku mau tak mau ikut tersenyum meski tak bisa juga dibilang tersenyum. Lebih tepatnya meringis.

Ia terkekeh pelan, “ Aku betul-betul senang bisa bertemu denganmu hari ini.” Aku terkekeh pelan menanggapi ucapannya sambil menggaruk kulit kepala belakangku.

Aku menoleh ke belakang saat kudengar suara dehaman seseorang. Cepat-cepat aku kembali menghadap ke depan, saat ku tahu bahwa pemilik suara itu tak lain adalah Tao. Sejurus dengan tatapan tajam yang tadi diperlihatkan oleh Tao, kini aku disuguhkan dengan tatapan mata berbinar sosok di depanku.

“ Oh ya, kalian juga kuliah disini? Aigoo…kalian ini begitu kompak,” Tandasnya yang menuai berbagai macam reaksi.

“ Tidak juga.” Ku hirup udara sebanyak-banyaknya saat suara Cheonsa terdengar. Aku tengah mempersiapkan mentalku untuk mendengar ungkapan-ungkapan Cheonsa selanjutnya, belum lagi Nayoung yang mungkin saja ikut menambahi.

“ Sebenarnya siapa dia?” Entah karena suara Ji Eun yang terlalu kencang atau kualitas pendengaranku yang begitu baik, aku bisa mendengar suara bisikan Ji Eun.

“ Aku teman Sora saat SMA, Kim Jong Dae.” Pria ini lagi-lagi tersenyum dengan riangnya, walau sebenarnya dari tadi ia memang tak berhenti tersenyum.

Aku sedikit memutar tubuhku. Bisa kulihat berbagai macam reaksi yang ditunjukkan orang-orang di belakangku. Ada yang tersenyum ramah, ada yang begitu muak, ada yang biasa saja, dan ada juga yang sedang memandang Jongdae serius. Tanpa kusebut namanya pun, pasti semua sudah tahu siapa yang kumaksud.

“ Aku Tao teman sekolah dasarnya.”

Tubuhku menegang, sesaat setelah Tao memperkenalkan dirinya dan mengulurkan tangannya. Dengan antusias Jongdae menyambut tangan Tao, menjabatnya dengan semangat. Dua aura berseberangan begitu kontras terlihat, rasanya aku seperti sedang melihat pancaran cahaya neraka dan surga.

“ Senang berkenalan denganmu.” Tao hanya menarik salah satu sudut bibirnya. Kemudian menyudahi jabatan tangannya.

 

 

******

Berulang kali aku menghela napas secara hati-hati, bahkan kelewat hati-hati seolah menghela napas adalah salah satu tindak kriminal. Dan yang anehnya aku melakukan hal seperti itu saat berada di rumahku sendiri. Tapi jika tahu siapa orang yang duduk tak jauh di samping kananku, pasti kalianakan mengerti.

Merasa tersudut, begitulah yang aku rasakan. Aku tak tahu mengapa, yang jelas aku merasakannya saat di kampus tadi tiba-tiba ia menarik lenganku dan membawaku masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalanan dia bungkam, hanya satu yang ia lakukan yaitu memandangku sejenak dengan tatapan tajamnya, dan itupun hanya sekali. Bahkan ia mengekoriku hingga masuk ke dalam rumahku, sesungguhnya aku risih, tapi apa daya tatapannya itu sungguh mengerikan.

“ Oppa…kau tahu kepergianmu itu sangat menyusahkanku!” aku melirik ke samping kananku, tepatnya melirik Soyeon yang sedang bergelayut manja di depan Tao. Cishh…anak ini sungguh memuakkan!

Ekspresiku berubah dengan sangat cepat saat pandanganku beralih pada Tao, ia mengelus puncak kepala Soyeon sambil tersenyum. Aigoo….ekspresi macam apa itu? Ia terlihat sangat manis di depan gadis kecil tengik itu dan berekspresi menyeramkan padaku. Sungguh dunia tidak adil.

“ Memangnya kenapa? Ah…aku tahu! Pasti kau sangat merindukanku, bukan?” matanya menyipit dan senyumnya terus mengembang menghiasi wajahnya, benar-benar sangat menakjubkan.

“ Isshh! Bukan aku tapi onnie!” gadis kecil tengik yang lebih tepatnya adalah adik perempuanku itu menyilangkan kedua tangan di depan dadanya sambil menggelang tegas.

Anak itu sepertinya sangat berniat menarik perhatian Tao, cissh!! Tapi model tatapanku kini berubah, dari sinis menjadi tercekat. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja mata itu menginterupsi dan mengisolasiku. Membuat sistem peredaran darahku berhenti.

Aku mengerutkan keningku, sebisa mungkin aku mengirimkan sinyal baginya untuk menghentikan tatapannya yang kelewat tajam. Tak lama berselang, ia kembali menatap Soyeon sambil menggerakkan kepalanya, kemudian Soyeon menggelang cepat searah dengan gerak tanganya. Mereka berdua tak bersuara, namun tetap berkomunikasi dengan bahasa tubuh.

“ Bukan Sora onnie, tapi Soobin onnie!” gadis kecil itu kembali berbicara hingga membuat Tao mengganguk pelan, kemudian mengelus kepala anak itu lagi? Yah…lagi.

Aku terus diam menyaksikan acara televisi yang tersuguhkan di depanku, sedangkan dua orang, annie! Lebih tepatnya tiga orang setelah perusuh kecil lainnya datang, siapa lagi kalau bukan si bungsu Kim Ji Hoon? Mereka bertiga bergurau bersama, dan juga bersama-sama mengasingkan diriku. Aku berada di tempat yang sama dengan mereka, tapi mereka menganggap tidak ada siapa-siapa lagi kecuali mereka bertiga. Menyebalkan!

“ Aku pulang!” Tanpa menolehpun aku tahu siapa yang datang, memangnya siapa lagi yang memiliki gaya bicara seperti manusia frustasi selain Kim Soo bin?

Gerasak gerusuk terjadi pada ketiga orang di sebelahku. Dari ekor mataku, bisa terlihat mereka sedang berbisik kemudian mengangguk bersama. “ Soo bin onnie!” suara terikan antusias terlontar dari mulut bocah terkecil di ruangan ini, Ji Hoon.

Tak lama sosok bernama Soo bin datang dengan memasang wajah datar. “ Aku tidak tuli! Jadi tidak us…ah…. berteriak.” Suaranya yang tadi terdengar mengomel, berangsur lemah seiring dengan matanya yang terbelalak lebar. Tentu aku tahu apa yang membuatnya sekaget itu, siapa lagi kalau bukan Tao?

Tubuh gadis itu sama sekali bergeming, mematung di tempatnya. Ekspresi langka yang pernah kulihat dari seorang Soo bin, enam belas tahun hidup bersama, aku jarang melihatnya berekspresi selain ekspresi marah, kesal, dan frustasi. Jadi melihatnya tercekat, gugup, dan mungkin gemetar merupakan salah satu keajaiban, setidaknya untukku.

Gadis kecil tengik, maksudku Soyeon kini menghampiri Soo bin, menarik lengan kakaknya itu secara paksa. Aku melihat raut keterpaksaan dari wajah Soo bin, membuat ide jahil muncul dalam pikiranku. Kini aku beranjak dari tempatku, menghampiri dua gadis di depanku.

“ Suamimu telah menunggu dari tadi, cepat temui dia.” Gadis belia di depanku membulatkan matanya, aku hanya terkekeh pelan kemudian meninggalkannya yang masih sibuk dengan keterkejutannya.

“ SOYEON!!! Kau menceritakan semuanya?” dari kejauhan bisa kudengar suara teriakan Soo bin yang penuh emosi. Hahaha… akhirnya ada juga yang membuatnya merasa malu.

******

Dengan antusias aku menuruni anak-anak tangga, aku baru saja selesai mandi dan sekarang ingin kembali ke ruang keluarga. Mataku menjelajah ke setiap sudut ruangan saat aku tak menemukan sosok Tao diantara ketiga adikku. Bukankah sebelum aku ke kamar, ia masih berada di sini? Apa dia sudah pulang?

Kulirik Soo bin yang sedang sibuk dengan ponselnya, “ Dimana Tao?” anak itu, maksudku Soo bin mendelik sesaat kemudian kembali berkutat pada ponselnya. Apa dia tak memiliki ekspresi lain, ekspresinya begitu datar, bahkan saat berinteraksi dengan kakaknya sendiri. Dasar tidak sopan!

“ Apa kau melihatnya di sekitar sini?” aku mengembuskan nafasku berat, sembari menahan rasa kesal pada makhluk tak berhati itu. Aku tadi bertanya padanya, lalu kenapa dia malah balik bertanya?

“ Dia sudah pulang?”

“ Kalau sudah tahu jawabannya, kenapa masih bertanya sih?” tanganku mengepal erat, aku benar-benar sangat emosi dengan anak ini. Hanya saja aku malas untuk meluapkannya, karena meluapkan emosiku sama saja dengan melakukan tindakan idiot. Aku tidak pernah menang melawan Soobin.

Aku membalikkan tubuhku, lagipula untuk apa berlama-lama berada di tempat ini? Aku hanya akan semakin naik darah kalau masih di sini. “ Sora onnie!” aku mendesah pelan sambil membalik tubuhku.

Aku tak salah dengarkan? Tadi Soo bin memanggilku kan? Tapi kenyataannya ia tidak bertindak seperti habis memanggil orang lain, ia sama sekali tak menatapku. Ia masih sibuk dengan ponselnya, sungguh tak beretika. Biar bagaimanapun aku ini kakaknya, orang yang lebih tua darinya. Tidak bisakah dia bersikap lebih sopan padaku?

“ Ada apa?” desakku tak sabar. Setelah memanggilku dia malah diam, benar-benar membuatku ingin mencekiknya. Baik…kalau memang kau tak mau bicara, aku akan benar-benar pergi.

Aku berjalan meninggalkannya, “ Onnie..” aku menghela nafas berat. Makhluk menyebalkan itu kembali memanggilku, membuatku lagi-lagi berhenti di tempat. “ …. Apa kau menyukai Tao oppa?”

“ Tentu tidak. lagipula mana mungkin aku menyukai suami adikku sendiri.”

******

AUTHOR POV

 

Beberapa bukul tebal karangan para pakar ekonomi, tengah terbuka lebar menjadi bahan bacaan bagi Sora, Gyuri, dan Nayoung. Ketiganya begitu serius dengan buku masing-masing, tak jarang salah satu diantara ketiga gadis itu mengetikkan beberapa kalimat yang mereka anggap perlu pada laptop milik Nayoung yang dibiarkan menyala dari tadi. Tidak ada yang berbicara, kecuali ada beberapa hal yang mereka anggap kurang jelas dan perlu didiskusikan.

Merasa cukup bosan dan pegal dengan posisi duduknya, Nayoung menegakkan duduknya sambil meregangkan otot-otot lehernya yang mulai menegang. Kepalanya memiring sejurus dengan memastikan penglihatannya, Bukankah itu Tao? Pikir gadis itu dalam hatinya. Tapi tak lama, pandangan gadis itu teralih dari sosok Tao, saat salah satu diantara dua temannya berbicara.

“ Sepertinya begini sudah cukup. Bagaimana menurut kalian?” Nayoung mengangguki pendapat Gyuri yang juga diamini oleh Sora. Ketiganya mulai membereskan serta membawa buku-buku yang berserakan di atas meja.

******

Sora POV

Mataku terus mengarah memandangi sosok Tao yang sedang memberesi barang-barangnya, perbedaan auranya sangat bisa kurasakan. Dari tadi pagi, ia kelihatannya memang sudah dalam kondisi yang kurang baik, tapi perubahan mood-nya kini semakin buruk saat ia terpilih menjadi salah satu pengisi acara untuk pentas seni.

Memang tadi ada beberapa orang dari organisasi semacam organisasi kemahasiswaan datang ke kelas untuk mendata siapa saja yang menjadi perwakilan kelas untuk acara itu. Dari kelas kami sudah diutus Hye Ah dan teman-temannya, namun Park seosangnim malah menambahkan nama Tao di dalamnya. Ia bilang Tao sangat berbakat dalam martial art, hingga akhirnya seisi kelaspun menyerukan nama Tao. Mau tak mau Tao hanya bisa menerima apa yang sudah diputuskan bukan?

Tapi sayangnya ia tak begitu senang dengan keputusan tersebut, melihat bagaimana ekspresinya sekarang, begitu muram. Tapi kurasa ia seperti itu bukan karena ia tak mampu, karena yang aku tahu ia sudah mendalami kung fu sejak kecil, jadi tidak mungkin karena alasan itu kan?

Mataku melebar, tiba-tiba saja aku menjentikkan jariku. Benar… tidak salah lagi! Tao, ia seperti itu karena ia paling benci tampil di depan banyak orang. Saat sekolah dasar dulu saja ia bahkan jarang mau berpartisipasi dalam kegiatan lomba, itulah kenapa aku sering memanggilnya anak manja. Biasanya ia akan melarikan diri saat salah satu guru menyuruhnya maju ke depan untuk pengambilan nilai bernyanyi. Aku tidak tahu jelas alasan ia begitu, yang aku pikirkan selama ini, dia hanya merasa tidak percaya diri untuk tampil di depan orang banyak.

Aku mengalihkan pandangan, refleks, saat ada merasa ada yang menyenggol tanganku, “ Kau tidak mau pulang?” Gyuri mengarahkan ibu jarinya ke pintu. Aku langsung bergegas dan beranjak dari kursiku.

“ Kau melamun, apa ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Gyuri.

“ Annio,” Jawabku pelan. Aku sedang tidak berminat untuk bicara banyak, karena sekarang ini mataku sedang mengekori sosok tinggi yang tengah berjalan keluar dari ruangan ini.

“ Issh…kau ini tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Jelas…dia sedang memikirkan Jongdae.”

“ Yak….”

“ Akui saja Kim Sora-ssi, kurasa bukan hal yang memalukan kalau kau memikirkannya.” Aku mendengus kesal, benar-benar tak ingin memperpanjang urusan dengan gadis itu.

******

Aku menatap heran kelima gadis yang tengah melihatku dengan tatapan mengintrogasi, benar-benar menjengkelkan. Aku tahu mereka ingin tahu, tapi bisakah tidak hari ini? Sunggu, jika mereka menanyakannya pada lain waktu, aku akan menjawabnya. Tapi jika hari ini, aku benar-benar sedang tidak berminat untuk membicarakan hal itu.

“ Aishh..jawab kami Sora! Apa saja yang ia katakan saat mengirimu pesan tadi malam?” tanya Cheonsa tak sabaran.

Baiklah, sepertinya jika aku terus diam, mereka akan terus membrondongiku dengan pertanyaan yang macam-macam. Tanganku bergerak merogoh sesuatu di dalam saku celanaku, setelah itu menyodorkan benda itu ke atas meja. Seperti wartawan yang begitu haus akan berita, dengan beringas mereka memperebutkan ponselku. Aigoo…sepertinya aku harus meminta ganti pada mereka kalau ponselku rusak setelah ini.

Akhirnya ponselku jatuh pada satu tangan, yaitu Hara. Seperti tak mempunyai kekuatan untuk merebut benda itu dari Hara, tanpa banyak keributan, mereka mengerubungi Hara untuk melihat isi pesan di ponselku. Aku hanya bisa diam sambil terus menghela napas pasrah, tak ingin mengusik mereka yang begitu bising dengan berbagai ekspresi, seperti bersorak , terkejut, dan heboh, yah…pokoknya ekspresi-ekspresi tidak terduga.

Memang semalam Jongdae mengirimiku beberapa pesan, isinya tak lebih seperti apa kau sudah makan?, Belajarlah dengan baik, fighting!, apa aku boleh menemuimu lagi? Yah…semacam itulah isi pesannya. Awalnya aku tidak tahu siapa pengirim pesan-pesan menggelikan itu, tapi akhirnya ia menyebutkan namanya, jadi terpaksa aku meladeninya dengan terus membalas pesan darinya.

Rasanya seperti buah simalakama, aku merasa serba salah. Jujur aku sangat terganggu dengan pesan-pesannya, tapi di satu sisi aku merasa tidak enak kalau tidak menaggapinya. Toh…waktu itu tepatnya saat ia datang ke kampus, aku sendiri yang bersedia memberikan nomor ponselku padanya.

“ Kau ini bagaimana sih? Kenapa balasanmu hanya ‘oh iya, terimakasih, tentu’? Apa kau tidak bisa menjawabnya dengan lebih baik?” lagi-lagi aku mengerang, menahan kesal saat Nayoung menyuarakan protesnya.

“ Memangnya aku harus menjawab seperti apa?” gadis itu terlihat kesal dan sedikit frustasi, mungkin?

“ Ckk…percuma bicara denganmu!” terserah apa katamu Cho Nayoung. Memang benar, percuma saja bicara denganku, karena sampai kapanpun aku tidak akan mengerti apa yang kau katakan.

“ Siapa suruh bicara denganku!” dumelku.

Keurae…lupakan masalah pesan ini.Hmm…adakah diantara kalian yang merasa aneh dengan sikap Tao hari ini? Tadi aku bertemu dengannya, entah perasaanku saja atau bagaimana, dia terlihat begitu terburu-buru dan sangat gelisah. Apa ada masalah dengannya?” perasaan kesal yang tadi menggelayuti batinku, kini terabaikan dengan rasa penasaran yang timbul karena ucapan Ji Eun barusan.

“ Bukankah aneh memang jati dirinya?” semua mata melirik Cheonsa tak terkecuali aku, merasa sedang diperhatikan, gadis itu mengubah posisi duduknya.

“ Entahlah…di kelaspun dia begitu diam. Meskipun biasanya ia memang tak banyak bicara, tapi biasanya ia akan menoleh ke belakang untuk sekedar bercanda dengan kami. Tapi tadi dia tidak seperti itu, kurasa dia sedang ada masalah.” Aku mengangguk pelan menyetujui pemaparan Gyuri.

“ Benarkah?”

“ Heuh?”

Aku memutar bola mataku, kemudian menatap mereka ragu. “ Apa kau tahu sesuatu tentangnya?” tanya Hara. Menggaruk tengkuk belakang, hanya itu yang mampu ku lakukan saat pertanyaan Hara meluncur, membuatku seperti orang tolol yang dipaksa mengerjakan soal olimpiade matematika.

“ Ckk…sepertinya dia tidak tahu apa-apa! Percuma saja bertanya dengannya!” aku menghela napas berat sembari memupuk kesabaran yang mulai raib. Mendengar ucapan Nayoung barusan benar-benar memompa aliran panas dalam darahku hingga ke suhu paling tinggi. Aku tahu selain bermain dengannya semasa kecil, tidak ada lagi yang ku ketahui tentang Tao. Tapi haruskah gadis itu mengungkapkan hal semacam itu? Benar-benar membuatku merasa tidak berguna saja.

Setelah berpikir lama, aku membuka mulutku “ Bukan seperti itu! Aku hanya tidak ingin mencampuri urusan orang lain.”

Perubahan ekspresi dari beberapa diantara mereka kontras terlihat, apalagi decakkan serta ulasan senyum kecut dari salah satu dari lima yeoja ini. “ Setelah sekian lama berteman dengannya, kau masih menganggap Huang Zitao sebagai orang lain? Huftt…kasihan sekali dia,” Ungkap Cheonsa terkesan agak menyindir.

Aku merasa kesal tapi yang ia katakan memang benar, menyadari hal itu membuatku berada dalam posisi gamang. Aku ingin melemparkan pembelaan, tapi di satu sisi aku bingung, apa yang harus aku bela? Bagian mana yang harus kukoreksi?

Aku menunduk lemas tak tahu harus berbuat apa lagi, “ Yak! Jung Cheonsa! Haruskah kau bicara seperti itu?” Terdengar suara Hara yang tengah menegur Cheonsa, jelas ia sedang berbicara serius dengan gadis itu. Mamun, aku sama sekali tak berminat untuk menambahi atau sekedar menimpalinya dengan opiniku saat yang lainnya mulai menyuarakan suaranya menasihati Cheonsa.

~ TBC ~

 

Aku balik lagi!!!!

Senengnya….akhirnya bisa publish part 2-nya juga. Menurut kalian gimana? Menarik g? Emang sih sejauh ini belum ada konflik, tapi aku harap kalian tertarik dengan kelanjutannya yah…

 

 

Ok deh…itu aja. Terimakasih yang udah baca, saran dan kritik kalian aku tunggu.

 

 

 

Thanks

 

GSB

 

 

 


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live