Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

Terserah

$
0
0

Chen exo cover fanfiction

Title: Terserah

Author: tasya / @funtasya

Cast:  

Kim Jongdae a.k.a Chen EXO

Park Nayoung (Original Character)

Genre: Romance, Comedy

Duration: Oneshot

Rating: G

 

 “Lagi lagi Nayoung mengatakan kata tersebut, kata yang sudah muak didengar Jongdae.”

Hari itu, Jongdae sudah berjanji untuk menemani Nayoung pergi membeli kado untuk sepupunya yang berulang tahun ke – 17. Sekalian ia menghabiskan waktu liburnya dari rutinitas padat yang kerap membuatnya tidak punya waktu untuk berduaan dengan sang pacar.

“Lama sekali, sih? Aku hampir setengah jam menunggu disini, tahu!”

Jongdae protes, ketika Nayoung akhirnya menghampirinya masuk ke mobil setelah ia hampir kehilangan emosi karena menunggu terlalu lama.

“Ya maaf, namanya juga wanita.” Nayoung mencari alasan. Ia sebenarnya sadar, ini bukan yang pertama kalinya Jongdae mengeluhkan kebiasaannya bersiap-siap terlalu lama sebelum pergi. “5 menit lagi.”, begitu jawaban Nayoung setiap Jongdae memberi kabar jika ia sudah sampai. Tapi nyatanya, 5 menit tersebut selalu menjadi menit-menit yang beranak pinak.

“Tidak. Hanya kau saja yang seperti itu. Dan, lihatlah bajumu itu. Kurang bahan?” ujar Jongdae, mengacu pada atasan off-shoulder crop top yang menunjukkan bahu beserta sedikit mengintip bagian perut Nayoung. Tersinggung, Nayoung memberikan tatapan ‘bisa-tidak-kau-tutup-mulutmu’ kepada Jongdae. Ini musim panas, mana mungkin ia memakai sweater dan mantel berbulu?

Ia lalu membuka pintu mobil, namun seketika Jongdae langsung menarik lengannya.

“Mau ngapain?”

“Balik lagi. Ganti baju.”

Jongdae berdecak pelan, “Tidak usah. Nanti tambah lama.” ujarnya, tidak mau menambah penderitaan. Akhirnya mereka pun memulai perjalanan ke tujuan utama: membeli kado di mal X.

***

Seusai mendapatkan kado untuk sepupu Nayoung di mal X, serta keliling-keliling mal dengan tujuan masing-masing: Jongdae mencari sepatu Nike keluaran terbaru yang sayangnya belum sampai di Korea, dan Nayoung membeli concealer dan lipstick yang membuat Jongdae (lagi-lagi) harus menunggu lama, akhirnya mereka selesai dan kembali pulang. Tidak biasanya mereka pergi secepat ini, biasanya mereka selalu pulang setelah perut mereka kenyang. Betul, makan. Mereka belum makan semenjak berangkat pagi tadi. Itu berarti, kini saatnya mereka makan.

“Mau makan dimana?” di perjalanan, Jongdae yang sudah lapar menanyakan keputusan Nayoung. Berharap jawabannya kali ini tidak implisit dan tidak membuatnya bingung.

“Terserah.”

Sudah di duga. Jawaban setiap wanita ketika ditanyai perihal mau makan dimana. Jongdae sudah hapal akan ini. Dan percayalah, terserah bukan berarti terserah.

“Baiklah kalau begitu. Kimbap aja, ya.” Jongdae memberi pernyataan sekaligus pertanyaan.

“Kimbap???” Nayoung seakan tidak percaya.

“Iya, makannya di convenience store aja.” Jawab Jongdae santai.

Nayoung malah bergidik, “Ih! Jauh-jauh makannya kimbap doang? Nggak ah! Aku juga bisa bikin di rumah.”

Jongdae bingung. Tadi katanya terserah….

Pilihan pertama: gagal.

Donkatsu aja deh.” Jongdae memberi pilihan lain, mengacu pada donkatsu favorit mereka di sekitar Hongdae.

“Aku lagi diet gorengan.”

Pilihan kedua: gagal.

Fried chicken?”

“Sama aja! Gimana sih kamu?!” Nayoung sedikit ketus. Heran mengapa bisa-bisanya
Jongdae tidak mengerti jika ia benar-benar sedang tidak makan gorengan.

Pilihan ketiga: gagal.

Jongdae mulai kesal. Perut laparnya mulai membuat emosinya terkuras. Ia harus benar-benar bisa menghadapi keadaan tak diharapkan yang sebenarnya bukan pertama kalinya terjadi ini. Ia pun memikirkan makanan lain yang sekiranya Nayoung setuju tanpa banyak alasan.

Jangeotang – sup belut?”

“Nggak suka belut.”

Jjampong – sup seafood pedas?”

“Tidak mau makan pedas. Nanti sakit perut.”

Ramyun?”

“Aku sudah makan ramyun kemarin. Nanti ususku keriting.”

“Burger?”

Junk food. No way.”

“Steak?”

“Kamu mau aku semakin bengkak?”

Pilihan 4-8: GAGAL.

Kalau Jongdae bisa teriak, ia mungkin akan teriak sekarang. Ia hanya berdecak kesal dan terus menahan amarah sambil konsentrasi menyetir, dan konsentrasi berpikir tentang tempat makan.

Ia lalu teringat, makanan-makanan yang tadi ia sebutkan adalah makanan berkolesterol dan lemak tinggi. Sementara kondisi Nayoung saat ini sedang berusaha diet.

“Kalau begitu…. bibimbap aja gimana?”

Semoga responnya baik. Setidaknya bibimbap memiliki gizi seimbang antara karbohidrat dari nasi, protein dari daging serta vitamin dari sayuran. Orang yang sedang diet lebih aman memakan bibimbap karena tetap kenyang namun gizinya seimbang.

Dan jawaban Nayoung adalah…

“Oke.”

Akhirnya! Jongdae kini bernapas lega karena perutnya sudah melewati pintu zona aman. Terbayang sudah nikmatnya bibimbap di salah satu restoran langganannya yang juga cukup terkenal di Seoul.

“Tapi aku mau bibimbap di restoran organik di Nowon. Disana minyaknya minyak rendah kolesterol, bahan-bahannya organik pula. Jadi aku lebih aman, dan tidak perlu takut gendut.”

Sepertinya Jongdae harus lebih bersabar.

“Nowon katamu? Ya, Itu jauh sekali dari sini! Belum lagi macetnya, kau tidak lihat tadi kita antre lampu merah berapa lama? Apalagi ke Nowon? Yang ada aku mati kelaparan di jalan.” Jongdae mulai meluapkan kekesalannya. Ia punya batas kesabaran, terlebih sedang menahan lapar.

“Lah, tadi kau yang menawarkan mau bibimbap atau tidak. Aku mau, asal bibimbap yang di Nowon.Terjawab sudah kan?” Nayoung membela diri.

“Aku tahu. Tapi apa kau tidak bisa pikir realistis sesuai kondisi sekarang? Asal kau tahu, Park Nayoung. Ini bukan sekali dua kali kau begini saat ditanya soal makanan. Bilangnya terserah, tapi nyatanya, maumu macam-macam. Ini lah, itu lah. Ada orang kelaparan di sebelahmu, dan kelaparan tersebut sudah membuatnya emosi sejak satu jam yang lalu karena orang yang disebelahnya tidak bisa mengerti kondisi sekarang!”

Nayoung kaget, merasa Jongdae mengintimidasinya dengan rentetan kata disertai nada tinggi yang baginya seperti marah. Oh, jelas Jongdae marah. Rasa laparnya sudah tidak bisa diajak kompromi.

“Kamu kan yang nanya, kamu juga yang menawarkan mau makan apa. Kalau aku ga setuju, ya aku bilang nggak. Toh, Nowon juga hanya 10 menit lewat jalan tol. Nggak usah marah-marah.”

Beginilah resiko berpacaran dengan orang yang jago bermain kata seperti Nayoung, yang pekerjaannya sehari-harinya akrab dengan melobi dan bernegosiasi pada orang-orang dengan kata-kata menjanjikan. Dan sepertinya, prinsip wanita selalu benar itu memang benar adanya. Seakan tak mau disalahkan, seenak begitu saja Nayoung berbicara.

Mau tak mau, Jongdae menginjakkan pedal mobilnya melintasi jalan tol menuju ke Nowon.

Kalau bukan buat orang egois di sebelahnya.

Dan perutnya.

******

“TUTUP??!!”

Nayoung membaca baik-baik tulisan yang dipajang di depan pintu restoran organik di Nowon yang intinya restoran ini ditutup sementara karena ada renovasi.

Jongdae sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.

“Tapi di instagramnya tidak ada pengumuman tutup kok… “ Nayoung meng-scroll ponselnya untuk melihat update instagram restoran tersebut. “…….setelah kemarin.”

Ia baru sadar bahwa ia tidak melihat update-an instagram restoran tersebut kemarin yang menyatakan ditutupnya sementara restoran tersebut. Ia menggaruk tengkuknya sambil memiringkan kepalanya. Bodohnya aku.

“Sudahlah, cari restoran di dekat sini saja.” Jongdae menyerah.

“Tapi..”

“Apalagi? Kau mau bilang jangan gorengan, junkfood, atau apalah itu? Kau mau membiarkanku mati kelaparan disini?”

Nayoung terdiam. Baiklah kalau begitu, kali ini benar-benar terserah.

********

Jongdae benar-benar lelah. Namun setidaknya ia sudah kenyang, setelah akhirnya mengisi perut dengan bibimbap di salah satu restoran di Nowon yang rasanya tidak mengecewakan. Belum lagi ia harus menyetir untuk mengantar kekasihnya sekaligus orang yang membuatnya hari ini kelelahan pulang dengan selamat.

Sampailah mereka di apartemen Nayoung setelah beberapa jam perjalanan. Selesai sudah tanggung jawab Jongdae hari ini. Kini saatnya mereka kembali menjalani aktivitas masing-masing dan bertemu lagi disaat yang sempat.

“Jongdae-ya.”

“Hm?”

“Antarkan aku sampai atas, ya. Akhir-akhir ini sedang ramai kasus penjambretan di lantai 15, aku jadi parno.” Nayoung mencari alasan, padahal itu tidak pernah terjadi akhir-akhir ini. Hanya agar ia bisa menemukan momen yang pas, dan agar ia bisa melihat wajah Jongdae lebih lama.

“Ah, itu hanya rumor persaingan antar apartemen. Jangan percaya. Toh buat apa kau belajar muay thai tapi dengar rumor begitu saja langsung ciut?” Jongdae menolak secara implisit. Ia ingin cepat-cepat pulang, karena semakin malam ia pulang, semakin malam ia tidur. Sementara esok ia harus bersiap-siap jam 7 pagi untuk melanjutkan pekerjaannya yang sudah mengantre. Dan ia orang yang susah bangun pagi.

“Terserah kau saja, lah. Jangan kaget kalau besok berita tentang penculikan wanita di apartemen SK menyebar di media.” lagi lagi Nayoung mengatakan kata tersebut, kata yang sudah muak didengar Jongdae. Tidak ingin memunculkan konflik karena sudah terlalu lelah, Jongdae pun akhirnya turun dari mobil mengikuti Nayoung. Ia baru ingat Nayoung sering bolos kelas muay thai karena berbagai alasan, jadi skill muay thai nya bisa jadi belum bisa mengatasi bahaya yang terjadi pada dirinya sewaktu-waktu. Dan ia tidak mau sesuatu hal terjadi pada Nayoung dan malah membuatnya menjadi repot.

Dan sampailah mereka lantai 15, tempat unit yang dibeli Nayoung berada. Jongdae benar-benar ingin segera pulang. Ia tidak mau menghadapi Nayoung lantaran sudah lelah dan kesal dibuatnya seharian. Tapi ia juga ingin memastikan kalau Nayoung sampai di unitnya dengan selamat meski itu sebenarnya tidak perlu dilakukan karena sudah jelas. Entah, ia hanya ingin bertemu Nayoung lebih lama.

“Terima kasih untuk hari ini.” ucap Nayoung sekenanya. Setidaknya ada yang terucap setelah selama perjalanan menuju lantai 15 mereka saling diam.

“Hm. Sama-sama. Selamat malam.” Jongdae tidak kalah dinginnya. Ia lelah untuk mengucapkan sepatah kata. Ia bahkan lelah untuk melangkah sampai parkiran nanti.

Keduanya diam. Nayoung lalu membuka pintu unitnya setelah menekan tombol password. Membiarkan jongdae menunggunya di belakangnya. Membiarkannya pulang dengan sendirinya tanpa ia mengatakan ucapan selamat tinggal.

Namun ia tiba-tiba merasa aneh. Ia tidak mungkin melepaskan kekasihnya begitu saja, setelah hari ini ia dikabulkan permintaannya meski penuh perdebatan dan telah membuat kekasihnya itu hilang energi dan kesabaran. Ia kemudian membalikkan badannya dan menatap Jongdae.

Deg!

Nayoung berbalik badan, dengan cepat ia memeluk erat pinggang Jongdae dan membuatnya kaget. Erat, sangat erat sehingga Jongdae susah untuk bergerak.

“Maafkan aku, Kim Jongdae. Maafkan aku untuk keegoisanku untuk yang kesekian kalinya.” ucap Nayoung dengan blak-blakan namun tulus. Akhirnya ia bisa mengatakan itu setelah sejak sampai di apartemen ini dipendamnya.

Y..ya, aku…”

“Seharusnya hari ini kita senang-senang, tapi aku merusak semuanya karena keegoisanku.” Nayoung mulai terisak, naluri wanitanya mencuat. “Dan aku malah membuatmu lelah sementara kau harus menghadapi banyak aktivitas besok pagi.”

Jongdae masih bingung dengan sikap kekasihnya ini. Biasanya, permintaan maaf akan keluar dari mulutnya. Namun kali ini berbeda. Dan rasa kesalnya tadi kemudian dengan mudahnya berubah menjadi rasa simpatik. Memang, kekasihnya ini sangat pintar mengambil hati. Ia rengkuh Nayoung ke pelukannya dan ia belai rambut bergelombangnya. Membiarkan Nayoung menyelesaikan isakannya tanpa bicara. Kalau bukan karena sayang.

Kemudian Nayoung mulai merenggangkan pelukannya, menengadahkan kepalanya agar bisa melihat sosok Jongdae yang tingginya terpaut beberapa senti darinya.

“Tuh kan jadi hancur eyeliner-nya gara-gara nangis.” Jongdae berusaha tidak mendramatisir suasana. Membuat Nayoung memukul bahunya pelan, sempat-sempatnya membahas hal yang tidak penting disaat seperti ini.

Nayoung akui, Jongdae bukan pria yang romantis yang punya segudang rayuan pemikat hati untuk wanita. Tapi tanpa rayuan apapun, Nayoung sudah bisa jatuh hati padanya. Bahkan ketika Jongdae meledeknya secara implisit seperti itu. Pasangan ini suka sekali berkonotatif.

Kemudian Jongdae menarik wajah Nayoung, menghapus air matanya dengan jari-jarinya perlahan. “Memang kau egois, banyak maunya, menyebalkan, ceroboh, plin plan, kalau dandan lama, tukang tidur, dan makannya banyak. Tapi aku sudah terlanjur cinta padamu. Jadi mau gimana lagi?”

Ia berhasil membuat wajah kekasihnya seketika memerah dan bibirnya memunculkan senyum canggung karena merasa terhibur dengan rayuan darinya, yang bahkan lebih pantas disebut ejekan.

“Terima kasih selalu ada untukku, Kim Jongdae.”

“Terima kasih juga selalu membuatku jatuh cinta setiap waktu, Park Nayoung.”

Kini wajah mereka hanya terpaut beberapa senti. Tinggal menunggu saat yang tepat untuk melakukannya.

“Di dalam saja, sayang.”

Dan dengan semudah itulah Jongdae lupa dengan jadwal paginya esok.

-END-

 

Hai semua!

Makasih yaa udah mau baca. Ditunggu komen dan sarannya yaaa luv luv :3

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Maybe (Chapter 2)

$
0
0

cv

Tittle : Maybe?

Author : Wulan fitriani

Cast : Byun Baekhyun, Lee Rai, EXO member

Leigth : chaptered

Rate : Teeneger

Genre : married life, romance comedy

-0-

 

Baekhyun terus memandangi langit-langit kamarnya, Rai sudah terlelap sedari tadi. Fikirannya tak mau lepas dari Rai. Baekhyun hanya penasaran, tak lebih. Sikap Rai tadi sungguh mengejutkannya. Terlebih tadi Rai tidak membuatkan segelas susu yang dimintanya. Dan seharusnya dia senang dengan perubahan sikap Rai, karna dengan begitu Baekhyun bisa menjalani hidupnya dengan tenang tanpa suara bising Rai. Tapi Baekhyun merasa seperti.. ada yang hilang. Dan Baekhyun benci mengakuinya.

 

.. Kalau kau tidak bisa mencintainya, setidaknya biarkan dia tetap bersamamu ..

 

“aish!! Aku pusing!” desah Baekhyun seraya mengacak rambut gelapnya itu.

 

“eung..” Baekhyun sedikit terperajat mendengar lenguhan Rai. Rai merubah posisinya hingga tangan kanannya jatuh pada tubuh Baekhyun. Untuk beberapa saat Baekhyun menahan nafasnya, lalu membuangnya perlahan.

 

“kau itu baik, kau seharusnya tidak jatuh padaku..” ujar Baekhyun lirih seraya mengusap pipi Rai lembut. Sadar dengan apa yang dia perbuat, Baekhyun menarik kembali tangannya.

 

“selamat tidur..” ucapnya cepat.

 

-0-

 

Sinar matahari menyeruak masuk diantara celah gorden, membuat Rai terusik dari mimpi indahnya. Rai bergerak gelisah dalam tidurnya, saat merasa tali besar terikat dipinggangnya. Dia mengeliat sebelum akhirnya membuka matanya perlahan. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya untuk menghilangkan semburat rabun pada matanya. Matanya terbelak melihat pemandangan didepan matanya. Rai menutup mulutnya dengan tangan. Apa ini mimpi?. Rai tersenyum dibalik tangannya. Ini pertama kalinya Baekhyun memeluknya dan saat itu juga dia ingin waktu berhenti. Wajah Rai memanas mendengar dan merasakan nafas Baekhyun. Mengapa terdengar merdu?. Lagi-lagi Rai tersenyum bahagia. Rai merasa berhasil membuat suaminya terkejut. Dia ingat betul bagaimana Baekhyun tak bisa berkata-kata saat dirinya langsung tidur tanpa memperdulikan permintaan suaminya.

Rai menuntun tangannya untuk menyentuh Baekhyun. Rai menyentuh rambut lembut Baekhyun dengan perlahan. Merapihkannya sedikit. Lalu turun menyentuh mata sipit Baekhyun yang selalu menatapnya kesal. Rai suka tatapan itu. Kemudian turun lagi menyentuh pipi putih Baekhyun yang selalu mengembang saat tersenyum, walau jarang sekali Rai melihat Baekhyun tersenyum. Lalu Rai berhenti pada bibir Baekhyun. Rai mengamati bibir peach Baekhyun. Terlihat manis walaupun Rai belum pernah merasakannya. Rai sangat bisa membayangkan semanis apa bibir Baekhyun itu. Bayangan Rai terhenti saat dengan tiba-tiba Baekhyun membuka matanya. Mata Rai membulatkan terkejut dan langsung menarik tangannya kembali.

 

“ma-ma ekh af..” Rai cegukan. Dia menutup mulutnya dengan tangan. Dadanya naik turun karna cegukan. Baekhyun masih belum sepenuhnya sadar. Baekhyun menarik tangannya yang tadi sempat melilit tubuh Rai.

 

“a-aku ekh! Minta ekh! ekh! ma-” Rai berusaha untuk mengeluarkan bersuara.

 

“eoh? kau tidak apa-apa?” Tanya Baekhyun peduli. Dia agak sedikit kasihan melihat cegukan Rai yang terlihat menyiksa.

 

“eoh..” Rai menggangguk dan langsung bangkit dari tidurnya, berlari keluar kamar.

 

Baekhyun melihat kepergian Rai khawatir. Lalu beralih menyentuh bibirnya. Apa yang dia lakukan?

 

-0-

 

Sudah pukul 7:45 dan Rai masih cecegukkan diujung dapur, berusaha menyembunyikan dirinya. Rai sangat malu dan terkejut, Baekhyun memang tidak bisa melihat waktu. Mengapa dia harus bangun disaat yang tidak tepat? Rai terus menggerutui Baekhyun sesukanya.

 

“Rai.. aku  mau susu..”

 

“ekh!” Kata-kata Baekhyun tadi berdampak buruk pada jantungnya, hingga ceguk yang tadi hampir hilang kini datang kembali. Rai benar-benar ingin sekali mengutuk Baekhyun.

 

“Rai? Dimana kau?” suara itu makin mendekat dan membuat ceguk Rai menjadi-jadi. Baekhyun yang dapat mendengar suara cegukkan itu langsung mengikuti arah suaranya.

 

Wajah Baekhyun seperti meminta penjelasaan saat melihat Rai terduduk diantara kulkas keranjang sampah.

“kau..” Baekhyun terlalu bingung ingin bertanya apa. Rai hanya mendongak sambil sesekali cecegukkan.

“kau itu kenapa?” hanya itu yang dapat Baekhyun tanyakan.

 

“seper-tinya aku lupa mi-num saat sebelum ti-dur..” Rai bicara terbata-taba. Baekhyun melihatnya jadi kesal sendiri.

 

“ah terserah kau, aku ingin susu! Cepat buatkan” titah Baekhyun yang langsung di-iyakan oleh Rai. Rai langsung bangkit menuju pantry. Diambilnya susu bubuk didalam kulkas dan menyudukkan beberapa sendok kedalam gelas. Baekhyun hanya memperhatikan Rai yang membuat susu dalam diam, namun tubuhnya terus bergerak seperti terkejut. Sebenarnya Baekhyun bisa membuatnya sendiri, tapi dia lebih suka buatan Rai. Rasanya lebih segar. Atau hanya perasaanya saja?

 

“i-ni..” Rai menyodorka segelas susu putih pada Baekhyun. Baekhyun menerimanya dengan senang hati. Dilihatnya segelas susu itu lalu beralih pada pembuatnya.

 

“apa kau masih marah?” dengan tetap terus menatap Rai, Baekhyun berjalan perlahan menuju kursi pantry. Walau sesekali menabrak pinggiran meja.

 

“tidak.. ma-mafkan aku.. ka-lau kemarin ak-ku kasar..” Rai tersenyum. Permintaan maafnya sebenarnya hanya untuk memancing Baekhyun. Rai berpangku tangan diatas pantry menunggu reaksi Baekhyun.

 

“kau tidak perlu minta maaf, aku bahkan sering berbuat kasar padamu..” jari Baekhyun mengitari bibir gelas.

“bahkan lebih kasar..” tambahnya pelan dan ragu.

 

Yosh! Berhasil.

 

“aku mengang-gap semua itu sebu-ah perhatian..” Rai tersenyum bahagia. Mendengar Baekhyun mengakui kesalahannya benar-benar membuatnya senang. Sebenarnya Rai juga mengharapkan hubungan suami istri yang layak seperti orang kebanyakan. Namun dia sadar, hubungannya dengan Baekhyun ternyata jauh lebih menyenangkan.

 

“kau terlalu baik..” Baekhyun seperti tidak berani mentap Rai. tatapannya hanya tertuju pada susunya itu. Lagi-lagi Rai melihat sisi Baekhyun yang berbeda.

 

“eoh? apa kau a-kan berkerja?” Rai berusaha mengalihan perhatian Baekhyun. Benar saja. Baekhyun langsung mengangkat kepalanya lalu menggeleng.

 

“ah! Ap-pa kita akan ja-lan..”

 

“sudahlah kau jangan banyak bicara, aku malas mendengarnya.”  Baekhyun kembali normal. Baekhyun memaksa Rai menelan kembali kata-katanya. Baekhyun agak terganggu dengan suara ceguk Rai. Rasanya ia ingin menyumpal tenggorokan Rai dengan celana dalamnya.

 

“apa kau ekh! khwatir?” Rai mendekat memperlihatkan matanya yang mengerjapkan berulang-ulang.

 

Segelas susu itu kembali mendarat dimeja pantry sesaat setelah Baekhyun kembali mendengar ocehan Rai.

“anggap saja seperti itu, jadi kau diam lah..” ujar Baekhyun dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

 

“baiklah..” Rai menurut setelah diberikan senyum palsu Baekhyun.

 

Suasa hening hingga sampai pada saat Baekhyun menghabiskan susunya.

“mengapa kau diam?” Tanya Baekhyun setelah memastikan jika gelasnya benar-benar sudah kosong.

 

Air muka Rai langsung berubah.

“aku benar benar tidak mengerti denganmu, tadi kau suruh aku diam. Dan sekarang kau malah bertanya mengapa kau terdiam. Terbukti kan kalau kau tak bisa hidup tanpa suaraku?” Rai beringsut. Jikalau Baekhyun bukanlah suaminya, munkin serbet sudah mampir diwajahnya.  Baekhyun meringis, mengapa dia dengan bodohnya menanyakan hal itu. Bisakah dia mengutuk dirinya sendiri.

 

“eoh? Cegukanmu sepertinya sudah hilang..” Baekhyun berusaha mengalihkan topik.

 

“eoh? Benarkah?!” Rai terdiam beberapa saat untuk memastikan, takut-takut jika ceguknya itu datang kembali.

“yosh!!” Rai merentangkan tangannya keatas saking gembiranya. Baekhyun menghela nafas lega. Jujur, baru pertama kali Baekhyun melihat wajah mengerikan Rai.

“aku rasa aku memang kurang minum..” gumam Rai. Rai mengambil satu botol besar dalam kulkas lalu meneguknya hingga setengah.

 

“hei hei.. kau tidak takut perutmu meledak?” Baekhyun ngeri melihat Rai yang begitu kuatnya minum air mineral sebanyak itu.

 

“ini untuk balas dendam karna kemarin aku kurang minum” jawab Rai santai. Baekhyun mengangkat bahu tak peduli. Baekhyun menyeringit merasa ada yang aneh dengan tubuhnya.

 

“mengapa tiba-tiba aku merasa panas..” Baekhyun berucap sambil mengibas-ngibaskan baju tidurnya.

 

“eoh? Aku malah merasa dingin..” Rai melongokan kepalanya untuk melihat AC ruang tengah yang ternyata masih menyala. Dan lagi, ini masih pagi udara masih sangat dinginnya. Lalu mengapa Baekhyun masih merasa panas?

 

“ah sudahlah, lebih baik aku mandi..” Baekhyun tak menghiraukan Rai dan berlalu meninggalkan Rai.

 

“mungkin banyak setan ditubuhnya.”

 

-0-

 

Rai terus menekan-nekan tombol remote bosan. Tidak ada acara menarik pagi ini. Mungkin karna dia belum mandi makanya tvnya tidak mau menyajikan tontonan menarik pada majikannya itu. Tunggu, lalu hubungannya?

Rai berkali-kali melihat pintu kamar suaminya, hanya untuk memaskitan apakah suaminya itu sudah selesai dengan urusannya. Namun sudah 30 menit setelah Baekhyun mengeluh kepanasan dia belum keluar menunjukan batang hidungnnya.

 

“apa dia tidur lagi?” Rai mendengus. Ini hari libur, seharusnya Baekhyun mengajaknya jalan-jalan ke  taman bermain atau kebun binatang. Apa harus Rai mengikat leher Baekhyun dan menggirinnya jalan-jalan. Huft, itu merepotkan.

 

Karna terlalu bosan dan seperti diberi harapan palsu. Rai memutuskan untuk menemui Baekhyun. Sekedar mamastikan. Rai menaiki tangga dengan langkah pelan, takut-takut Baekhyun mendengar langkah kakinya. Rai termenung sesaat saat sampai didepan pintu ber-cat putih itu.

 

Tuk…. tuk

 

Rai mengetuknya dengan perlahan. Dia tidak mau ambil resiko jika ia langsung masuk dan ternyata Baekhyun sedang memakai baju.

 

“masuk” sedikit terdengar balasan dari dalam. Rai terseyum sumbringah dan membuka pintunya dengan cepat. Senyum Rai meluntur saat melihat Baekhyun yang terduduk di pinggir ranjang sambil meremas rambutnya.

 

“oppa..” Rai berlari kecil  menghampiri Baekhyun yang masih belum merubah posisinya. Rai mengigit kukunya gusar. Bulunya meremang, Aura apa ini?.

 

“Rai..” Baekhyun mendongak menatap Rai. Rai sedikit terlonjak melihat urat mata Baekhyun yang memerah.

 

“apa aku buat salah?” Rai menggigit bibir bawahnya karna takut. Entah apa yang ia rasakan, rasanya dia sangat-sangat takut. Dan Baekhyun sangat-sangat menyeramkan.

 

“iya..” jawab Baekhyun dengan tatapan menusuk.

 

“maaf-kan aku..” Rai menunduk dalam. Tangannya mencengkram kuat ujung bajunya. Jari-jari kakinya bergesekan karna gelisah.

Baekhyun bangkit dari tempatnya yang otomatis langsung berdiri tepat didepan Rai. Rai makin menunduk, tak kuasa untuk membalas tatapan Baekhyun.

 

“apa yang kau berikan padaku?” Tanya Baekhyun sedikit berbisik. Dan suara Baekhyun tadi itu cukup membuat bulunya makin meremang bahkan hampir saja dia kembali cegukan.

 

“hanya segelas susu..” suara Rai berubah serak. Dia terlalu gugup sampai tidak dapat mencerna pertanyaan Baekhyun dengan baik. Baekhyun benar-benar bukan dirinya.

 

Baekhyun makin menatap dalam Rai seolah menusuk kedalam pucuk kepala Rai dan berakhir pada otak Rai. Namun Rai masih belum bisa mengangkat kepalanya. Baekhyun menghembuskan nafas beratnya tepat diatas pucuk kepala Rai. Baekhyun seperti terbakar, tubuh dan fikirannya terasa panas. Ada sesuatu hasrat yang sulit dikontrolnya. Dia merasa sesuatu yang aneh saat melihat Rai saat ini. Rai yang menunduk malu. Rai yang menggigit bibirnya karna takut. Dan suara serak itu membuat Baekhyun ingin. Iya.. ingin.

 

“boleh aku meminta lebih dari segelas susu?” Tanya Baekhyun seraya memajukan wajahnya.

 

“berapa gelas yang kau ingin kan?” Rai benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Otaknya benar-benar sulit mengolah dan mencerna.  Padahal mereka hanya membicarakan segelas susu, mengapa Baekhyun terlihat serius sekali. Membuatnya terlihat bodoh saja, terlebih saat dia mengingat tatapan dalam Baekhyun, seperti dia ingin sekali mencolok kedua bola mata Baekhyun.

 

“semuanya..” setelah mengucapkan itu, Baekhyun menarik Rai hingga Rai tertidur dirajangnya. Menjatuhkan tubuhnya diatas Rai dengan bertopang kedua sikunya.

 

“oppa..” Rai spontan berteriak. Seperti ada aliran listrik yang masuk dalam sel otaknya, dalam sekejap Rai langsung mengerti mengerti apa yang sedang terjadi dengan ‘segelas susu’ yang Baekhyun bicarakan. Seketika Rai merasa takut. Tanganya yang ditahan Baekhyun terasa panas, dan kakinya yang terhimpit oleh kaki kuat Baekhyun membuatnya bergerak gelisah.

 

“ssstt.. hanya sebentar, dan aku akan melakukannya dengan perlahan.” Dikecupnya sudut bibir Rai. Rai membelakan matanya. Ini kali kedua Baekhyun mengecupnya setelah di altar.

 

Haruskah aku menurut?

 

Rai memandangi wajah yang ada di atas wajahnya. Mereka-reka apa sebenarnya motif dari kelakuan Baekhyun ini. Kalau dilihat dari sikap Baekhyun padanya selama ini, Baekhyun tidak mungkin ujuk-ujuk melakukan ‘ini-itu’ dengan Rai. Pasti sesuatu terjadi. Mungkinkan Baekhyun mabuk? Dengan segelas susu?

 

Tanpa sadar bibir peach Baekhyun sudah mendarat dibibirnya. Matanya masih menatap Baekhyun dengan tatapan penuh dengan pertanyaan. Haruskah dia diam dan menerimanya? Atau dia menolak dan bertanya apa yang terja-

 

“ehm..”  Rai spontan memejamkan matanya, semua pemikirannya tiba-tiba melayang seperti kupu-kupu didalam perutnya.

 

Mungkin setelah Baekhyun mendapatkan apa yang dia mau, Rai akan bertanya.

 

Sepertinya memang banyak setan ditubuhnya..

 

-0-

 

Pukul 16:20. Baekhyun menggigiti kukunya gusar. Dia terus mondar-mandir didepan pintu kamar mandinya. Sudah terhitung 1 menit lewat 26 detik Baekhyun berdiri didepan pintu itu. Dia merasa kepalanya berat saat ini, dia tidak terlalu ingat apa yang terjadi. Saat dia terbangun didapatinya Rai tidur disampingnya tanpa busana, dan dirinya yang juga tanpa buasana. Lagi Baekhyun menjambak rambutnya kesal. Dia langsung mengingat suara-suara aneh yang diaungkan Rai, tubuh Rai yang meliuk tidak bisa diam, dan dia sangat ingat kalau dia sangat menyukainya ‘saat itu’.

 

“Argh!! Apa yang aku lakukan?” Baekhyun mengusap wajahnya frustasi.

 

Klek

 

“bagaimana?” sembur Baekhyun saat melihat Rai keluar dari kamar mandi. Wajahnya benar-benar seperti sedang menerima nilai hasil ujian.

 

“lihat saja sendiri..” Rai menyodorkan sesuatu seperti lidi yang tipis.

 

“apa ini? aku tidak mengerti!!” Baekhyun gusar sekaligus panik. Dia laki-laki wajar kalau tak mengetahuinya.

 

“itu negative”  ucap Rai pelan.

 

“benarkah? Ah syukurlah..” Baekhyun menghembuskan nafasnya lega. Dia langsung menjatuhkan dirinya diatas ranjang. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Mencoba menghilangkan rasa cemasnya.

 

“jahat sekali..” lirih Rai. Lalu apa motifnya melakukan ‘ini-itu’ dengannya kalau dia tidak ‘menginginkannya’. Rai berlalu dari hadapan Baekhyun. Untuk saat ini Rai tidak ingin melihat wajah tampan suaminya itu lebih lama. Kepalanya juga berat.

Rai berjalan sedikit tertatih keluar kamarnya. Baekhyun yang menyadari hal itu bangkit dari tidurnya. Dia menatap heran Rai yang berjalan begitu saja meninggalkannya.

 

“he-” Protesnya tertahan saat melihat Rai berjalan dengan menyeret kakinya. Kepalanya memiring karna terlalu lama berfikir. Apa masih terasa sakit?.  Baekhyun mengetuk kepalanya sendiri. Sadar akan pertanyaan bodohnya. Tentu saja sakit, karna ini pertama kalinya selama mereka menikah. Dan Baekhyun sangat ingat jika dirinya susah sekali dikendalikan.

Baekhyun memutuskan untuk menyusul Rai. Betapa terkejutnya dia saat melihat Rai yang masih diujung tangga. Menurunkan kakinya dengan perlahan dan sesekali meringis karna terlalu cepat menurunkan kakinya. Saat itu juga Baekhyun merasa bersalah pada istrinya itu. Baekhyun menyusul dan berjalan dibelakang Rai.

 

“kau butuh bantuan?” tawar Baekhyun. Baekhyun memajukan wajahnya hingga berada tepat disamping wajah Rai. Ia bisa melihat alis Rai yang menyatu menahan sakit.

 

“tidak.. akh!” Rai meringis kecil. Dia berhenti sesaat untuk meredakan rasa sakitnya. Apa yang dia rasakan sakit bukan main, seperti bekas luka gores yang disiram alkohol.

 

“ibuku bilang, kalau kau sedang sakit kau harus melawannya. Kalau kau memanjakannya rasanya akan sangat sakit..” Baekhyun mengucapkannya dengan hati-hati.

 

“kalau aku bisa, aku sudah lari dari tadi..” Rai menoleh kebelakang, membuat baekhyun menarik kembali kepalanya. Baekhyun hanya bisa mengusap belakang lehernya. Rai menghembuskan nafasnya. Dia tidak bisa terlalu marah pada suaminya  itu.

 

“iya.. aku minta maaf..” Baekhyun menunduk. Memperhatikan kakinya yang polos tanpa alas apapun.

 

“eoh..” Rai kembali melanjutkan jalannya. Menuntun kaki kurusnya untuk memijaki satu persatu anak tangga. Dan Baekhyun senantiasa mengikutinya dari belakang. Kurang lebih satu menit mereka sampai pada tempat favorit mereka, dapur.

 

“apa lagi yang kau inginkan? Segelas susu?” Rai sengaja menekan dua kata terakhir untuk menyindir Baekhyun. Baekhyun hanya tersenyum garing menanggapinya. Kemana urat malunya?. Rai mendengus sebal.

 

“ah! Susu!” pekik Baekhyun. Baekhyun langsung buru-buru membuka kulkas. Rai hampir tejatuh karna tersenggol Baekhyun. Rai jadi semakin sebal dengan suaminya itu saat melihat Baekhyun mengobak-abrik isi kulkas sesukanya. Membuat Rai naik pitam melihatnya.

 

“hei! Apa yang kau lakukan?” Rai menahan kesal. Kalau saja dia sedang tidak sakit, sudah dipatahkan tangan kurang ajar Baekhyun itu.

 

Baekhyun tidak memperdulikannya, dia terus mengacaknya hingga ia menemukan sekotak susu bubuk yang sering ia minum. Dengan terburu-buru ia membuka dan menumpahkannya diatas pantry.

 

“hei!” sekarang Rai benar-benar ingin sekali mematahkan tangan Baekhyun dan menjadikannya penggaruk punggung.

“mengapa kau menumpahkannya? Siapa yang akan-”

 

“apa susu yang biasa kau buat seperti ini?” Baekhyun menarik tangan Rai untuk melihat apa yang dia lihat. Rai merigis sedikit saat Baekhyun  menariknya paksa. Baekhyun mengangkat jari telunjuk dan tengahnya dengan ekpresi datar. Rai beralih pada tumpukan susu bubuk diatas pantry. Memperhatikan setiap butir dari bubuk susu itu.

 

“mengapa warnanya kecoklatan? Bukankah ini susu putih?” Rai memiringkan kepalanya saat melihat sedikit bubuk coklat yang tercampur pada bubuk susu putih itu.

 

Baekhyun kembali menyibukan diri. Kali ini dengan keranjang sampah yang berada dekat kulkas itu berdiri.

 

“apa lagi tuan Byun..” Rai mendesah frustasi. Rai memegangi kepalanya yang berdenyut tanpa memperdulikan Baekhyun yang berkutat dengan sampah.

 

Rai menyeringit dan menurunkan tangannya saat dia merasa dapurnya terdengar sunyi. Dia menoleh untuk memastikan apakah Baekhyun masih pada tempatnya. Dilihatnya Baekhyun sedang memengangi beberapa sampah ditanganya. Sedetik setelah itu, Baekhyun kembali membuang sampah itu dan langsug berlari menuju kamarnya. Rai melongo. Dia merasa dia tidak ada didalam dapur ini.

 

“apa-apaan dia? Mengacau, lalu pergi.” Rai mendengus kesal melihat kepergian Baekhyun. Rai berjalan perlahan menuju keranjag sampah itu. Dia juga ingin tau apa yang Baekhyun lihat sehingga suaminya itu mengabaikan keberadaanya. Eoh? Bukan kah itu sering terjadi?. Dia meraih salah satu dari semua bungkusan yang Baekhyun lihat tadi.

 

“oh.. obat kuat..” Rai hanya mengangguk sok mengerti dan membuangnya kembali.

“eh?!!!” Rai kembali menoleh melihat keranjang sampah itu. Matanya hampir keluar hanya untuk memastikan.

“jadi, tadi pagi itu..”

 

-0-

 

“Seharusnya aku sudah menduga ini. Mengapa kau dan ibu tiba-tiba pulang tanpa pamit. Kau itu benar-benar adik kurang ajar..” Baekhyun memaki ponselnya itu. Rai hanya melihatnya dari dapur sambil memasak. Suaminya terus berteriak setiap sesudah dia mendapatkan balasan dari seberang sana.

 

“tidak akan pernah!!” teriakan Baekhyun tadi menjadi penutup percakapan mereka. Baekhyun benar-benar naik pitam, setelah mengetahui jika adiknya itu mencapurkan susu bubuknya dengan obat kuat Baekhyun benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya. Adiknya itu memang kelewat jahil. Ibunya pasti juga sudah mengetahuinya. Baekhyun menjambak rambutnya keras, berharap denyut dikepalanya menghilang.

 

“Rai aku mau susu” ucapnya sambil berjalan kearah Rai. Baekhyun terlihat sangat kacau.

 

“kau masih ingin susu?” Rai mengangkat sebelah alisnya.

 

“ah aku lupa, buatkan aku kopi.” Baekhyun mengganti pesanannya. Dia duduk di bangku pantry, berhadapan langsung dengan Rai yang sedang memotong tomat.

 

“kau sulit terditur nanti” nasihat Rai. Rai menatap Baekhyun penuh pertanyaan. Sefrustasi itu kah Baekhyun? Apa yang dia lakukan adalah kesalahan besar? Dia tidak berdosa kan?. Rai menghela nafas, mencoba berfikir positif untuk Baekhyun.

 

“apapun itu.. yang penting aku minum.” Rai hampir memotong jarinya sendiri. Rai memegangi dadanya yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Dengan kikuk Rai menuangkan air mineral kedalam gelas dan langsung menyerahkannya pada Baekhyun. Awalnya Baekhyun hendak protes tapi dia terlalu lelah untuk protes dan akhirnya memilih diam dan tetap meminum air itu.

 

Rai memegangi perutnya, tersenyum kecut seraya memperhatikan Baekhyun yang sudah menjatuhkan wajahnya diatas meja pantry.

 

“mungkin Nari memang sudah ingin punya keponakan..” Rai menaruh tomat yang sudah dipotongnya kedalm mangkuk dan mengambil wortel untuk menjadi korban pemotongannya juga.

 

“dan ibu?” Baekhyun mengangkat wajahnya. Rai tidak mengira kalau Baekhyun akan mendengarkannya, bahkah Rai kira Baekhyun tertidur. Rai mengangkat bahu tak yakin.

 

“dan… kau juga?” tangan Rai terhenti. Ditatapnya Baekhyun dengan perlahan. Baekhyun masih tetap pada posisinya, perpangku lengan.

 

“tidak juga..” terdengar sekali dari suaranya, Rai sedikit gugup. Rai kembali memotong wortelnya dan potongannya berubah menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Baekhyun langsung duduk tegap mendengar suara pisau yang dimainkan Rai. menatap Rai dengan perasaan was-was takut-takut Rai melemparkan pisau padanya.

 

“mandilah.. aku tidak mau melihat tubuh kotormu itu.” Rai masih berkutat dengan pisaunya. Baekhyun jadi ngeri sediri. Rai menjadi lebih kasar dari biasanya.

 

“kau mengapa jadi sensi?” Baekhyun memajukan bibir bawahnya. Rai tidak menjawab dan mulai menghampiri kompor yang otomatis memunggunginya.

“he-” Baekhyun menunda kata-katanya. Jiak difikir memang benar, sejak kejadian itu Baekhyun belum membersihkan diri.

 

“baiklah.. setelah aku selesai, aku mau langsung makan. Jadi, percepat masaknya.” Titah Baekhyun layaknya bos. Tanganya terlipat didada.

 

“eoh.”

 

Lipatan tangan Baekhyun terlepas dan jatuh diantara tubunya. Menatap istrinya dengan tatapan datar. Mengapa disaat dirinya mencoba akrab, Rai malah bersikap dingin dengannya.

 

-0-

 

“apa kau tidak makan?” tanya Baekhyun saat melihat istrinya hanya mengupas kulit jeruk tanpa memakannya.

 

“tidak nafsu..” jawab Rai tak berselera. Sudah ada 7 buah jeruk yang dia kupas. Dan belum ada satupun yang rusak.

 

“setidaknya jangan kau kupas kalau tak kau makan..” Baekhyun melahap suapan terakhirnya. Malam ini Rai terlihat berbeda, biasanya Rai akan melayaninya dan terus mengoceh tentang apapun yang tak penting. Namun, kali ini Rai hanya terdiam sambil mengupas kulit jeruk.

 

“terserah aku.. apapun yang aku lakukan tidak akan berpengaruh apapun pada dirimu.” Judes. Rai jadi semakin judes setelah kejadian itu. Apa karna dia tidak hamil? Baekhyun spontas menggeleng.

 

“aku sudah selesai. Terimakasih atas makanannya..” Baekhyun menaruh sendoknya diatas mangkuk.

 

“eoh..” satu buah terakhir sudah selesai dia kupas. Rai memperhatikan tumpukan buah tersebut dengan tatapan kosong. Tangannya dia gunakan untuk menopang kepalanya.

 

“kau itu kenapa? Kau begitu menghawatirkan” Baekhyun kembali terduduk dan mengibaskan tangannya didepan wajah Rai. Rai hanya berkedip sekali lalu kembali menatap buah-buahnya.

 

“hei!” teriak Baekhyun kesal.

 

“ada apa?” jawab Rai sengit.

“apa maumu?” Baekhyun terperajat. Mata Rai terlihat memerah dan Rai terlihat menahan rahangnya.

 

“kau menangis?” Baekhyun sedikit memajukan wajahnya untuk memastikan

 

“sudahlah..” Rai bangkit dan berlalu dari Baekhyun. Matanya terasa panas bila teus-terusan menatap Baekhyun. Seperti biasa, Rai berlari menaiki tangga lalu menghilang ditelan pintu.

 

“apa aku menyakitinya?” Baekhyun menatap pintu kamar istrinya. Baru teringat jika mereka tidur terpisah.

 

Baekhyun mengehela pasrah, dia megambil peralatan makannya dan membawanya kedapur. Ditaruhnya alat-alat makan itu diwastafle. Baekhyun menyederkan tubuhnya di pintu kulkas. Dia baru menyadari kalau dapurnya terlihat lebih bersih dari terakhir kali dia lihat. Apa istrinya serajin ini?

 

“sudah kubilang jika dia itu berbeda..” Baekhyun memejam matanya kuat sebelum akhirya dia putuskan untuk memulai mencuci piring.

 

 

Baekhyun bergerak gelisah dalam tidurnya. Perlahan matanya mulai terbuka. Sinar matahari masuk kedalam kamarnya melalui jendela yang ternyata sudah terbuka. Dahinya mengerut, seingatnya dia sudah menutup rapat rapat jendela itu. Kalau Rai yang membukanya lalu mengapa dia tidak membangunkannya? Baekhyun mengacak rambutnya asal.

 

Baekhyun melirik jam diatas nakas.

“shit!” Baekhyun mengumpat dan langsung melompat dari kasurnya. Mengambil handuk dan berlari menuju kamar mandi.

 

Baekhyun berlari kecil menuruni tangga. Sampai di ujung tangga Baekhyun menemukan sticky note yang tertempel di pegangan tangga.

 

Aku sudah buatkan sarapan..

Selamat makan..

 

“shit!!” lagi-lagi Baekhyun mengumpat. Dia membuang note itu dan berlari menyambar kunci mobilnya. Tidak punya bayak waktu untuk sarapan.

 

“apa-apaan dia? Tumben sekali tidak membangunkanku.” Baekhyun menutup pintu dan menguncinya. Berlari menuruni 3 anak tangga lalu menghampiri mobilnya.

 

“kenapa?” Baekhyun berulangkali mencoba membuka mobilnya namun mobilnya tidak merespon.

“AISH!!” Baekhyun menjambak rambutnya karna kesal. Saking terburunya dia, dia sampai lupa kalu mobilnya masih terkunci.

Semua karnamu, kau harus membayarnya nona Lee..

 

-0-

 

“hei nona Lee..” laki-laki mungil terlihat merapat pada Rai yang tengah melamun dipojok café

 

“eoh..” Rai menengok sekilas lalu kembali pada kegiatannya. Menatap jendela bersih disampingnya. Menatap mobil yang lalu lalang dijalan itu.

 

“kau sakit ya?” tanya pria itu seraya menaruh tangannya di pelipis Rai.

 

“eoh” tatapan Rai lurus kedepan.

 

“sajangnim…. Rai mengacuhkanku…” pria itu berlari kecil kearah sang manager yang tengah menikmati secangkir kopi buatan baristanya. Café sedang sepi siang ini. Kebanyakan orang memilih membeli makanan berat untuk makan siang dibandingkan semua menu di café yang hanya menyediakan makanan-makanan manis.

 

“mungkin dia memang sakit..” ditatapinya Rai sambil menyeruput kopi.

 

Kring~

 

“eoh?” beberapa pegawai menoleh kearah pintu dimana lonceng itu berbunyi. Tiga pria dengan setelan jas rapih, rambut klimis dan sepatu mengkilap muncul dari pintu kaca yang terlihat biasa. Terlihat terlalu mewah untuk berada di café biasa itu.

 

“se-selamat datang.. haha..” pria mungil itu menyambut kaku. Beberapa karyawan hanya diam tak bergeming. Pelayan yang mayoritas wanita jelas hanya bisa diam melihat pelanggan yang baru mereka lihat sebelumnya. Beberapa berbisik dan saling menyikut membicarakan 3 mahluk sempurna itu.

 

“ah iya bocah itu..” pria mungil itu berlari menghampiri Rai saat melihat pelanggannya memperhatikan Rai yang termenung di meja café.

 

“mwo.. minseok?” Rai menoleh malas.

 

“ada pelanggan cepat layani meraka..” pria bernama Minseok itu menunjuk-nunjuk pelanggan yang ternyata masih terdiam didepan pintu. Rai menatap pelanggannya. Tatapannya datar dan tak bersemangat.

 

“kau saja aku masih punya urusan yang lebih penting..” Rai berlalu seraya menaruh serbetnya dikepala Minseok.

 

“oy!” Minseok sedikit beringsut saat melihat Rai pergi begitu saja.

 

“ah, silahkan tuan.. pilih tempat yang anda suka..” manager café mempersilahkan. Mereka juga dengan canggung masuk kedalam café kecil tersebut.

 

“hyung haruskah kau pecat Rai..” Minseok berbisik pada managernya.

 

“seorang kyungsoo tidak sekejam itu..” balas managernya sambil memukul dadanya pelan.

“hush.. layani mereka” pria bernama Kyungsoo itu mendorong Minseok keras lalu pergi menuju dapur. Hanya dia satu-satunya manager yang turun lapangan.

 

-0-

 

“ternyata dia memang mencoba membalasku..” Baekhyun dapat melihat Rai yang terduduk diam dimeja barista, memainkan biji kopi tanpa menghiraukan temannya yang mengajaknya bercanda. Rasanya Baekhyun ingin mengerek Rai pulang lalu menjadikannya pembantu tanpa bayaran. Baekhyun benar-benar kesal, bahkan saat Rai melihatnya tidak merasakan takut atau pun senang seperti biasanya.

 

“oy hyung.. kau kenapa, sejak masuk café ini kau terus bergumam tak jelas..” Jongin menyikut atasannya yang terlihat seperti tante-tante, terus mencibir sambil mengaduk-aduk susu coklat.

 

“bukan apa-apa..” Baekhyun kembali mengaduk susunya lalu melahap waffle milik Jongin.

 

“tumben sekali susu coklat, biasanya susu putih..” pria sipit dengan kulit albino menunjuk gelas Baekhyun dengan garpu bekas pancake yang dimakannya.

 

Aku trauma..

 

“hoi! Jauhkan garpu kotormu itu” Sehun semakin gencar mengacungkan garpunya pada Baekhyun. Baekhyun memang tidak pernah punya bawahan yang beres. Mungkin jika dia orang jahat, mungkin dia sudah memecat kedua bawahannya disaat mereka melamar.

 

“hyung.. kau ingat? Pelayan yang itu.. Aku merasa ditolak olehnya tadi, hahah..” Jongin tertawa miris sambil memperhatikan Rai yang dimaksud, masih pada kegiatannya memainkan biji kopi.

 

“eoh! Seperti melayani kita tidaklah penting..” timbrung Sehun setuju. Dia mengangguk sebal.

 

“dia memang istri yang durhaka..” Baekhyun menatap Rai dengan ekor matanya. Baekhyun yang tadinya hanya penasaran kini menjadi kesal sendiri karna terlalu memikirkan perubahan sikap Rai.

 

“eoh? Hyung?” kedua bawahannya memiringkan kepala.

 

“eoh, ah itu.. maksudku, sumianya pasti tidak akan betah dengan sikapnya itu.” Baekhyun mengibaskan tangannya gugup. Baru sadar dengan apa yang dia ucapkan. Dan baru ingat kalau bawahan sekaligus temannya itu tidak mengetahui perihal pernikahannya.

 

“tapi aku rasa dia belum menikah, dia terlihat terlalu lucu untuk ukuran wanita menikah.. dan dia terlihat menantang..” Jongin sedikit menatap Rai dengan muka pengen-nya.

 

“itu tidak seperti dia yang biasaya..” Baekhyun seperti tidak terima dengan pujian Jongin.

“dia itu wanita idiot, tidak pernah mau mendengakan kata-kataku..”

 

 

“…..”

 

 

 

To be Continued….


A Dandelion Memories

$
0
0

 

PicsArt_01-14-08.19.06

Title : A Dandelion Memories

Genre : Romance, Sad, Angst

Lenght : Oneshoot

Rating : PG-15

Author : HyeKim (@Elfsandra15)

Main Cast :

-Luhan

-Kim Hyerim (OC)

Originally posted in my personal blog : http://www.hyekim16world.wordpress.com don’t forget to visit J

“Hamparan bunga dandelionlah yang menjadi saksi bisu kisah cinta kita…”

 

PROLOG

“Kenapa sih kamu suka sekali dengan bunga dandelion?”

“Bunga dandelion itu seperti diriku. Bila terjatuh serbuknya langsung hancur. Sama dengan diriku yang rapuh. Bunga dandelion harus dijaga dengan baik. Seperti hatiku yang harus dijaga oleh cinta dan kasih,”

“Kalau aku bersedia  menjaga hatimu dan dirimu, apakah kamu mau?”

 

.

 

.

 

.

 

Lelaki bernama Luhan itu menatap sendu langit yang terhampar luas diangkasa. Langit mendung tersebut seakan mewakilkan perasaan hati Luhan yang sama mendungnya. Sebuah toples berisi satu ikatan penuh bunga dendelion terdapat ditangan kanannya. Harusnya hari ini menjadi hari yang indah walau cuacanya mendung. Tapi karena pengakuan Luhan pada Hyerim, kekasihnya, membuat hari ini menjadi suram.

 

Gadis manis bermarga Kim itu langsung berlari dari hadapan Luhan saat mendengar penjelasan yang keluar dari mulut lelaki tersebut. Dihiraukannya setoples yang berisi bunga favoritnya yang sudah Luhan sodorkan padanya. Luhan menghela napas dan lalu menoleh menatap lekat toples ditangan kanannya. Air mata tertahan dipelupuk matanya, mengingat sejuta kenangannya bersama Hyerim kala meliat bunga liar tersebut yang menjadi saksi bisu perjalan cinta keduanya.

 

**

 

Seorang remaja lelaki berumur 15 tahun berjalan kesebuah hamparan taman yang luas tak jauh dari komplek perumahannya. Remaja lelaki bernama Luhan itu menatap kagum lukisan tangan Tuhan yang sangat indah di hadapannya. Walau berlokasi di tengah kota, hamparan taman bunga dandelion tersebut masih sangat asri tanpa tangan kotor manusia.

 

Luhan mengambil posisi duduk sambil menatap sekitar dan lalu mengambil buku sketsanya serta pensil lukisnya. Dirinya menyukai hal berbau seni seperti menyanyi, menari, akting, maupun melukis. Luhan memutuskan mengambil view taman dandelion ini sebagai bahan lukisannya.

 

“Hya! Kupu-kupu!” suara cempreng khas perempuan remaja terdengar ditelinga Luhan.

 

Luhan yang sudah sibuk tenggelam pada dunia melukisnya, sekejap menoleh ke arah seorang gadis yang memakai dress putih selutut yang tangan kanannya terdapat seikat bunga dandelion. Gadis bersurai hitam panjang tersebut tertawa dan berlari mengejar kupu-kupu putih yang tadi sempat hinggap dipundaknya. Luhan menatap gadis itu tanpa berkedip dan sedetik kemudian Luhan mencoretkan sebuah gambar gadis tersebut dibuku sketsanya dengan latar taman dandelion.

**

“Bisakah kamu mengaku sekarang kenapa dulu kamu tidak mau menunjukkan buku sketsamu padaku?”

 

“Karena isi buku sketsaku adalah kamu semua. Dari awal aku melihatmu di taman dandelion sampai saat ini. Aku sudah menyukaimu saat pertamaa kali melihatmu,”

 

Hyerim menatap hamparan taman dandelion yang banyak menciptakan kenangan antara dirinya dan Luhan dengan mata berair. Dirinya ingat pertama kali bertemu dengan pria itu ditengah hamparan dandelion ini. Seketika Hyerim berjongkok dan menangis mengingat semuanya.

**

 

Sudah hampir seminggu Luhan habiskan waktu sorenya di taman dandelion tersebut. Akhirnya dirinya tahu bahwa gadis yang selalu  ia lihat di taman dandelion tersebut adalah tetangganya. Nama gadis itu adalah Kim Hyerim, dan berumur sebaya dengan Luhan. Rumah Hyerim hanya terhalang 3 rumah dari rumah Luhan. Luhan selalu memperhatikan gadis itu diam-diam. Dirinya sadar betul sudah menaruh rasa suka pada Hyerim yang kian muncul dilembaran buku sketsanya.

“Hallo,” saat ini Luhan memberanikan diri mendekati Hyerim yang sedang sibuk memetiki bunga dandelion.

 

Hyerim tampak sangat sibuk tanpa menyadari kehadiran Luhan yang berdiri disampingnya. Merasa dikacangi, Luhan ikut berjongkok disamping gadis tersebut dan menyenggol bahu Hyerim dengan bahunya. Sontak hal tersebut membuat Hyerim kaget dan menjatuhkan bunga dandelionnya.

“Ya ampun!” pekik gadis itu dengan nada sedih, Luhan menatapnya sambil menggigit bibir bawahnya merasa bersalah.

 

Hyerim yang menyadari kenapa bunga favoritnya bisa terjatuh dan hancur begitu saja, langsung menoleh judes ke arah Luhan dan lantas berseru kesal, “YAK! LIHAT! GARA-GARA KAU BUNGAKU HANCUR SEMUA!”

 

“M..-maafkan aku Hyerim-ssi, aku..-“ Luhan tergagap menatap Hyerim yang tengah memasang wajah sangarnya.

“Kau siapa huh?! Dan kau tahu dari mana namaku?”

 

SIAL! Harusnya Luhan ingat keduanya belum saling mengenal. Hanya dirinya yang diam-diam  memperhatikan Hyerim. “Dan kau tidak tahu apa seberapa susahnya mengumpulkan bunga dandelion! Untung saja kalau serbuknya terbang akan menjadi peri layaknya tinkerbell.”

 

Rasanya Luhan tidak bisa menahan tawa mendengar penuturan kekanak-kanakan Hyerim. Serbuk dandelion? Berubah menjadi peri? Tinkerbell? Oh ayoklah hal tersebut hanyalah ada di cartoon disney yang di  penuhi fantasy belaka.

 

“Yak!” seruan Hyerim menyadarkan Luhan dari tawa tak jelasnya yang tanpa suara. “Kau gila ya?” ucap Hyerim menatap ngeri Luhan yang tiba-tiba tertawa sendiri.

 

Lantas Luhan menggeleng lalu tersenyum. “Perkenalkan, namaku Luhan. Aku baru 2 minggu pindah ke Korea. Aku selalu melihatmu di sini dan berniat mengajakmu berkenalan. Tapi aku malahan tak sengaja membuat dandelionmu hancur. Maafkan aku, eummm.. Kim Hyerim?”

 

Hyerim memandangi Luhan dengan tatapan sulit di artikan. Dirinya masih bingung bagaimana pria tersebut mengetahui namanya. “Oh ya, namaku Kim Hyerim. Senang berkenalan denganmu, Luhan-ssi.” menampik semua rasa penasaran dalam otaknya, Hyerim membalas jabatan tangan Luhan yang terulur ke arahnya.

**

 

Seakan langit sedih melihat gadis yang bersimpuh rapuh di tengah hamparan bunga dandelion tersebut, hujan pun turun dengan derasnya mengguyur tubuh Hyerim yang masih menangis.

 

“Lu, jangan pergi, kumohon,” gumam Hyerim.

 

Saat masih dengan air mata yang menganak sungai dipipinya, sebuah payung datang melindungi tubuh Hyerim. Gadis itu mendongak dan mendapati Luhan berdiri di sampingnya sambil memegangi payung dengan tatapan sendu.

“Sudah kuduga kamu ada di sini, berdirilah dan ayok kita pulang,” tangan Luhan terulur dan Hyerim hanya terpaku menatap tangan yang suka megandeng hangat tangannya ataupun sekedar mengelus surai hitam panjangnya. “Kamu bisa sakit Hye, aku tidak ingin kamu sakit karena kedinginan.”

 

Suara lembut Luhan menyadarkan Hyerim dan membuat gadis itu menerima uluran tangannya. Keduanya berjalan di bawah payung yang di pegang Luhan. Kesunyian tercipta diantara keduanya, hanya suara gemericik air yang terdengar masuk ke gendang telinga.

 

“Maaf membuat semuanya kacau,” suara Luhan memecahkan keheningan antara keduanya, pria itu menghela napasnya sejenak. “Happy anniversary, Hye. Semoga cinta kita tetap tumbuh semakin indah layaknya hamparan bunga dandelion sekaligus tidak rapuh dan menghilang jauh begitu saja layaknya bunga tersebut. Agar hal tersebut tidak terjadi, semoga kita selalu menjaga satu sama lain dengan cinta dan kasih.”

 

Hyerim diam tak merespon, langkah kakinya berhenti di depan rumah bercat cream. “Terimakasih atas tumpangannya.” hanya itu yang keluar dari mulut Hyerim. Gadis bermarga Kim itu langsung berlari masuk ke rumahnya meninggalkan Luhan yang menatap punggungnya sendu.

 

**

Luhan tersenyum hangat memandangi Hyerim yang sibuk memetiki bunga dandelion. Sekarang, Luhan dan Hyerim sudah mulai menjalin hubungan persahabatan. Keduanya selalu menghabiskan waktu di taman dandelion, taman bunga favorit Hyerim.

 

“Luhan, kamu sibuk menggambar apa sih?” tanya Hyerim menatap penasaran Luhan yang selalu sibuk dengan buku sketsanya.

 

Luhan mengangkat kepalanya sejenak sambil tersenyum tipis, “Rahasia,”

 

Mendengar jawaban tersebut, Hyerim memajukan bibirnya. “Coba sini kulihat!” Hyerim mulai ingin menarik paksa buku sketsa Luhan.

 

“Yak! Shireo!” Luhan mengangkat tinggi-tinggi bukunya. Sejujurnya Luhan sangatlah malu mengingat setiap lembar buku sketsanya adalah sketsa Hyerim yang berlatar taman dandelion

 

“Aku penasaran, aku ingin melihatnya, Lu,” Hyerim tetap berusaha menggapai buku sketsa Luhan sambil berjinjit-jijit karena dirinya masih kalah tinggi dari lelaki tersebut.

 

“Tidak boleh! Aku yang pemiliknya tidak mengizinkannya, Hyerim,”

 

Hyerim tetap memaksa, tapi karena kecerobohannya sendiri, Hyerim tersandung kakinya sendiri. Akhirya karena hal tersebut,  badannya jatuh menimpa badan Luhan yang juga jatuh di atas hamparan bunga dandelion. Hyerim menelan salivanya kala menyadari jarak wajahnya dan Luhan sangatlah dekat. Dapat di rasakannya detak jantung dirinya dan Luhan berdegup kencang membentuk irama yang indah.

**

 

Hyerim menghela napasnya menatap layar notebooknya yang menampilkan sebuah situs halaman. ‘Anemia tingkat lanjut dapat menyebabkan sebuah penyakit bernama leukimia atau istilah lain adalah kanker darah. Kelebihan sel darah putih lah yang menyebabkan terjadinya penyakit leukimia. Penderita akan…..’

 

Hyerim menutup notebooknya dengan malas tanpa berniat menshut downnya terlebih dahulu. Hyerim menopang dagunya dan sekian detiknya mengamit kedua tangannya. Leukimia. Kenapa kata itu terdengar menyeramkan ditelinga Hyerim? Bisa dibilang penyakit tersebut termasuk dalam list penyakit mematikan dan ditakuti seorang Kim Hyerim. Dan penyakit itu sekarang terjadi…..

 

Hyerim memalingkah wajahnya dan tanpa sengaja mendapati sebuah bunga dandelion yang menyembul dalam sebuah toples bening di sudut atas meja belajarnya. Hyerim mendekatkan wajahnya ke arah toples tersebut dan meniupkan serbuk-serbuk bunga dandelion tersebut diiringi kembali cairan bening yang membasahi pipi tirusnya.

**

 

“Aku ingin bertanya,” ucap Luhan, membuat Hyerim yang sedang meniupi serbuk-serbuk bunga dandelion menatapnya dengan kening berkerut.

 

“Apa?”

 

“Kenapa sih kamu suka sekali dengan bunga dandelion?” tanya Luhan sambil menatap lekat manik mata Hyerim, penasaran. “Apa karena cartoon tinkerbell? Apa karena kepercayaan konyolmu itu tentang serbuk dandelion akan berubah menjadi peri?”

 

Lantas Hyerim tertawa mendengarnya, “Tentu saja bukan, umurku sudah menginjak 16 tahun untuk percaya hal konyol tersebut,” ucap Hyerim sambil mendorong dahi Luhan. Saat Luhan ingin protes, Hyerim kembali berucap. “Bunga dandelion itu seperti diriku. Bila terjatuh serbuknya langsung hancur. Sama dengan diriku yang rapuh. Bunga dandelion harus dijaga dengan baik. Seperti hatiku yang harus dijaga oleh cinta dan kasih,”

 

Luhan tertegun mendengarnya. Tak menyangka gadis kekanak-kanakan yang sudah ia kenal dan sukai satu tahun ini akan mengucapkan hal tersebut. Hyerim mengambil satu bunga dandelion dan meniup serbuknya hingga terbang kian menjauh diangkasa.

“Kalau aku bersedia  menjaga hatimu dan dirimu, apakah kamu mau?” pertanyaan itu keluar denagan sendirinya dari bibir Luhan. Hyerim menatapnya lekat.

 

“Kenapa tidak? Tentu saja boleh,” jawab Hyerim disertai senyumannya.

 

Luhan tersenyum mendengarnya dan Hyerim kembali sibuk dengan kegiatannya memetiki dandelion dan menaruhnya ke dalam toples bening yang di bawanya.

 

“Hye,” panggilan Luhan membuat fokus Hyerim kembali pada pria tersebut. “Kamu tahu a dandelion wish?” tanya Luhan dan sebuah gelengan dari Hyerim lah yang menjawab pertanyaannya. “Itu adalah sebuah novel mandarin bergenre romance dan ya novel berating dewasa. Tapi novel itu menceritakan bunga favoritmu, dandelion. Jadi kamu ambil satu dandelion dan buatlah permohonan, katanya bila serbuknya lepas semua, permohonanmu akan  terkabul.” jelas Luhan.

 

Hyerim memasang wajah antusias mendengar penjelasan Luhan tentang dandelion wish. “Begitukah? Aku ingin mencobanya!” seru Hyerim girang dengan mata berbinar.

 

Luhan tersenyum dan mengelus puncak kepala Hyerim. Lelaki itu mengambil satu dandelion dan menyodorkannya pada Hyerim. “Cobalah sekarang, buatlah permohonan. Dandelion lain akan menjadi saksi bisu permohonanmu,”

 

Hyerim mengangguk semangat dengan senyum lebar, lalu mengucapkan permohonannya. “Aku ingin Luhan selalu bersamaku,” Hyerim pun langsung meniup serbuk bunga dandelionnya tanpa mengetahui hati Luhan sudah berdesir hebat mendengar permohonannya.

 

Tanpa memohonpun, Luhan pasti selalu bersedia bersama dengan Hyerim. “Serbuknya lepas semua! Horay!” Hyerim memekik senang dan berloncat-loncat ria di tengah hamparan dandelion yang sebagian serbuknya terbang akibat angin. Luhan hanya tersenyum memperhatikannya.

**

 “Bunga dandelion membawa permohonan kita dan juga permohonannya sendiri terbang melayang. Semakin tinggi dan semakin jauh dia terbang, semakin besar pula peluang permohonan itu terkabul.”  gumam   Luhan,  mengutip  kata-kata  di novel  a  dandelion  wish  saat  dirinya  sedang  berada  dihamparan  luas  taman  dandelion  tersebut.

 

“Kamu ingin membuat permohonan dengan bunga itu?” suara lembut seorang perempuan yang sangat Luhan kenal mengejutkan Luhan dari lamunannya.

 

Luhan menoleh ke arah Hyerim yang sedang memandangi hamparan bunga liar tersebut. “Bunga dandelion sangatlah rapuh, sama sepertiku, maka dari itu aku menyukainya. Kamu pasti mengingat kata-kataku itukan, Lu?”

 

Luhan hanya memalingkan mukanya dan menghela napasnya. “Tentu aku ingat, Hye..-“

 

“Apa mungkin permohonanku dulu tidak terkabul?” potong Hyerim sambil menatap Luhan di sampingnya, yang juga balas menatapnya perih. “Kenapa Tuhan memberikanmu penyakit itu? Kenapa Luhan? Dan peluangmu untuk sembuh hanya..-“

 

Ucapan Hyerim terpotong saat Luhan menariknya kedekapan hangatnya, membiarkan Hyerim menangis dalam pelukannya. “Diamlah, cukup diam. Aku akan selalu bersamamu, percayalah.” Hyerim makin keras menangis saat Luhan kian memeluknya erat.

 

“Aku sakit, Hye,”

“Sakit? Sakit apa? Sudah diperiksakan ke dokter?”

“Penyakitku tidak sepele, aku..-“

“Kenapa, Lu?”

“Aku menderita leukimia,”

“Kamu pasti bercanda!”

“Aku serius, peluangku untuk sembuh hanya 16%, aku..-”

“Cukup!” Hyerim pun langsung berlari pergi meninggalkan Luhan dengan air mata yang mulai berjatuhan.

 

Hyerim masih menangis dalam dekapan hangat Luhan, sampai tiba-tiba, ia merasakan tubuh itu melemah dan ambruk seketika di atas hamparan dandelion. Hyerim terkejut bukan main saat mendapati wajah pucat Luhan ditambah darah mimisan yang sangat banyak keluar dari hidung lelaki tersebut.

 

“Lu! Lu! Luhan!!!!!” seru Hyerim sambil meguncang tubuh Luhan dengan air matanya yang jatuh kian derasnya.

 

**

 

Hyerim berlarian membelah taman dandelion tempatnya selalu menghabiskan waktu dengan Luhan. Sementara Luhan memperhatikannya sambil tangannya sibuk melukis Hyerim.

 

“Lu!” panggilan Hyerim membuat Luhan mengangkat wajahnya dan mendapati wajah Hyerim yang tersenyum lebar dan melambaikan tangan ke arahnya. “Ayok ke sini!”

 

Luhan pun meletakkan buku sketsanya dan berjalan mendekati Hyerim. Gadis itu langsung memeluk lehernya dan lalu menunjuk-nunjuk bunga dandelion yang serbuknya terbang karena angin sore.

 

“Lihat! Angin membuat serbuknya  lepas! Indah bukan?”

 

Luhan hanya berdecak malas mendengar ucapan Hyerim yang selalu ia dengar 3 tahun ini jikalau gadis itu melihat dandelion yang serbuknya terbang karena angin. “Hyerimku sayang, aku sudah bosan mendengar hal tersebut dari bibir manismu. Bisakah kamu mengucapkan, ‘Aku mencintaimu,’ kepadaku dibanding kalimat tersebut hmm?”

 

“A..-pa?” ucap Hyerim gugup saat Luhan mulai mengelus pipinya, kedua tangannya masih setia memeluk leher Luhan.

 

“Kenapa? Kita kan sudah berpacaran sejak akhir tahun lalu,” Luhan mendekatkan wajahnya ke wajah Hyerim, membuat wajah gadis itu memerah.

 

Luhan tiba-tiba mencium bibir Hyerim lembut. Hyerim melebarkan matanya dan sedetik kemudian menutup matanya menikmati ciuman dan lumatan lembut bibir Luhan pada bibirnya. Keduanya menjatuhkan diri di atas hamparan bunga dandelion, dengan tubuh Luhan menindih tubuh Hyerim. Ciuman itu masih terus berlanjut. Luhan melepaskan tautannya dengan Hyerim, dan memandangi gadis itu lembut. Luhan mulai mengecup kening, mata, dan kedua pipi Hyerim bergantian sebelum akhirnya kembali mencium bibir gadis itu.

 

 

**

 

Hyerim mondar-mandir tidak jelas di koridor rumah sakit, Luhan sudah dipindahkan ke kamar inap biasa tapi belum kunjung juga siuman. Kedua orang tua Luhan sudah datang beberapa menit yang lalu dan segera masuk ke kamar inap putranya. Sementara Hyerim menunggu di luar, selain menghormati kedua orang tua Luhan yang ingin melihat kondisi putranya, tapi diiringi juga ketidak sanggupannya melihat Luhan yang lemah.

 

“Kamu seperti beruang dalam kurungan,” ucap dokter muda ber-name tag ­­Kim Ryeowook.

 

Hyerim mengangkat wajahnya dan menatap sendu kakak seayah-seibunya itu, Hyerim segera memeluk Ryeowook erat dan menangis, “Oppa, kumohon selamatkan Luhan, kumohon,”

 

Ryeowook menghela napas sambil mengusap punggung sang adik yang berjarak 5 tahun darinya. “Hanya donor sumsum tulang belakang yang dapat menyembuhkan penyakit leukimia, Hye. Kamu tahu betul itu kan?” mendengar penuturan Ryeowook membuat Hyerim seketika terlintas sesuatu dalam otaknya.

**

 

Hyerim berjalan sambil menunduk kesuatu tempat, saat sampai pada  tempat yang dituju, yakni taman dandelion. Tangis yang di tahan gadis berumur 17  tahun itu pecah memenuhi sore menjelang malam.

 

‘TUK!’

 

Sebuah tangan dengan tidak sopannya mengetuk belakang kepala Hyerim dan membuat gadis itu menoleh. Hyerim mendapati Luhan menatapnya heran sambil melipat tangan di depan dada.

 

“Ckckckck, lihat wajahmu! Berantakan sekali,” komentar Luhan di sertai gelengan kepalanya yang perihatin.

 

Hyerim tambah menangis dan langsung memeluk Luhan erat, “Hiks, aku mau kabur dari rumah saja! Eomma selalu tidak mengerti aku!”

 

Luhan hanya geleng-geleng dan mengusap-usap punggung Hyerim lembut. Dirinya sudah menebak Hyerim pasti berdebat lagi entah dengan ibunya atau kakak lelakinya, saat Luhan tak sengaja melihat gadis itu berlari pergi dengan wajah menahan tangis keluar rumahnya menuju taman bunga favoritnya.

 

“Kamu sih kadang suka sulit di beritahu,” ucap Luhan. Hyerim melepaskan pelukannya dan menatap Luhan jengkel.

 

“Oh begitu? Jadi kamu tidak membelaku sekarang? Kamu sudah tidak menyayangiku lagi sebagai sahabatmu huh?!” seru Hyerim sambil memalingkan wajahnya dengan bibirnya dipoutkan dan tangan dilipat di depan dada.

 

Luhan tersenyum simpul mendengarnya. “Ya, aku sudah tidak meyayangimu sebagai sahabatku lagi,” mendengar ucapan Luhan itu membuat Hyerim menoleh dengan wajah galak dan hendak berteriak, sampai sebuah kecupan sekilas dibibirnya Hyerim rasakan.

 

“Lu..Luhan..,” gumam Hyerim shock.

 

Luhan tersenyum hangat dan mengelus rambut Hyerim lembut. “Aku menyayangimu sebagai seorang wanita, sejak awal aku melihatmu, sejak awal aku memberanikan diri berkenalan denganmu, sejak awal kita bersahabat. Aku mencintaimu Kim Hyerim. Maukah kamu menjadi kekasihku?”

 

Hyerim menatap Luhan kaget, tidak tahu harus berucap apa. Bibirnya seakan kelu untuk mengeluarkan kata ‘ya’ sekalipun. Maka dari itu sebuah anggukan lah yang dapat menjawab tembakan Luhan.

 

“Aku juga mencintaimu,” gumam Hyerim pelan sambil menunduk dengan pipi sudah semerah apel.

 

Luhan tersenyum makin lebar dan mengangkat dagu Hyerim,  lalu menatap dalam manik mata gadisnya. “Biarkan dandelion di sini menjadi saksi bisu ungkapan cinta antara kita berdua. Kita akan saling mencintai sampai serbuk terakhir dandelion di dunia ini terbang pergi menjauh,” gumam Luhan yang lalu mencium bibir Hyerim dan melumatnya lembut.

**

 

Luhan terbangun dari tidurnya, langit putih kamar rumah sakit lah yang menyambut pandangannya. Luhan perlahan bergerak dan duduk menyender pada kepala ranjang. Dirinya baru menyadari Hyerim tertidur dengan posisi duduk dan kepala ditidurkan pada ranjangnya. Luhan tersenyum simpul dan mengelus rambut Hyerim lembut. Detik berikutnya, gadis itu terbangun dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Hyerim yang sadar Luhan sudah siuman dan tengah tersenyum lembut padanya, langsung memeluk lelaki itu erat.

 

“Lu, aku sudah takut kamu tidak akan bangun lagi,” ucap Hyerim disela isak tangisnya. Luhan balas memeluknya dan mengelus punggungnya.

 

“Aku akan selalu bersamamu dan tidak akan meninggalkanmu, kamu ingat itukan?” ucap Luhan. Hyerim merenggangkan pelukannya dan menatap Luhan yang balas menatapnya lembut.

 

“Lu,” panggil Hyerim

 

“Hmmm?”

 

“Bila aku meninggal nanti, bisakah kamu tebarkan abuku di taman bunga dandelion di mana banyak tercipta kenangan kita berdua. Tempat aku bertemu denganmu, tempat kamu jatuh cinta padaku, tempat kamu memperhatikanku, tempat kita pertama kali bertemu, tempat kita berkenalan dan menjadi sahabat, tempat kamu merebut ciuman pertamaku, tempat kamu mengungkapkan cinta padaku. Tempat saksi bisu perjalan cinta kita berdua,” ucap Hyerim sambil kembali memeluk Luhan dan menaruh dagunya dibahu pria tersebut.

 

“Kenapa bicara seperti itu? Aku yang akan menghadapi maut dengan penyakitku, kenapa kamu yang berkata seperti itu, hmm?”

 

“Tidak apa, aku hanya uhuk..

 

Hyerim tiba-tiba terbatuk membuat Luhan terkejut. Luhan segera melepaskan pelukannya dan menatap wajah pucat Hyerim khawatir. “Kamu kenapa, Hye?”

 

“Ah, pasti hanya kurang makan. Satu minggu aku menemanimu di sini,” jawab Hyerim sambil tersenyum.

 

Luhan meletakkan punggung tangannya didahi Hyerim. Sangtalah panas. Hyerim pasti demam tinggi karena cuaca dan kurang makan. Gadis itu memang kadang kali nekat seperti menemani Luhan yang tak sadarkan diri selama satu seminggu tanpa memikirkan dirinya.

 

“Gila! Kamu demam tahu! Cepat panggilkan..-“ Hyerim langsung membekap bibir Luhan dengan kedua tangannya disertai gelengan.

 

“Aku baik-baik saja, percayalah.” Luhan pun mengalah dan hanya menghela napasnya. Kembali Hyerim mendekapnya erat. Satu bunga dandelion dalam toples bening di atas naskas pun terkena angin membuat serbuknya terbang saat Luhan mencium bibir Hyerim lembut.

**

 

Hyerim menatap taman dandelion yang sebagian serbuk bunga tersebut terbang terbawa angin. Matahari mulai tenggelam diufuk barat. Hyerim tersenyum simpul kala sang mentari mulai menghilang. Tiba-tiba, suara dering ponselnya membunyarkan semua. Kim Ryeowook. Oppanya lah yang tengah menelponnya, entah kenapa, yang pasti Hyerim yakin ada hubungannya dengan Luhan.

 

Yeboseyo?”

“Yak! Cepat ke rumah sakit sekarang!”

“Ada apa?” tanya Hyerim panik.

“Ini ada kaitannya dengan Luhan! Cepat!”

 

Setelah sambungan terputus, Hyerim langsung buru-buru menuju rumah sakit. Luhan. Hanya nama itu yang terlintas dibenaknya.

**

 

Hamparan bunga dandelion itu tidak berubah walau sudah satu tahun lamanya berlalu. Sepasang mata menatap sendu hamparan taman yang menjadi favoritnya ini. Banyak kenangan yang tercipta di sini dengan orang terkasihnya, kenangan itu seolah berputar diotaknya layaknya film yang di replay. Rasanya sangat sesak mengingatnya. Mengingat kenangan bersama orang yang bahkan sudah tidak menampakan kaki didunia ini dan bernapas ditempat yang sama dengannya.

 

“Bila aku meninggal nanti, bisakah kamu tebarkan abuku di taman bunga dandelion di mana banyak tercipta kenangan kita berdua. Tempat aku bertemu denganmu, tempat kamu jatuh cinta padaku, tempat kamu memperhatikanku, tempat kita pertama kali bertemu, tempat kita berkenalan dan menjadi sahabat, tempat kamu merebut ciuman pertamaku, tempat kamu mengungkapkan cinta padaku. Tempat saksi bisu perjalan cinta kita berdua,”

“Kenapa bicara seperti itu? Aku yang akan menghadapi maut dengan penyakitku, kenapa kamu yang berkata seperti itu, hmm?”

 

Mata yang terpejam mengingat seuntai masa lalu itu perlahan membuka dengan cairan bening dipelupuk matanya. “Hyerim-ah, aku merindukanmu,” gumam Luhan.

**

 

“OPPA! NEO JINJJA (KAU INI BENAR-BENAR!)” Hyerim berteriak ketika sampai di rumah sakit. Sementara Ryeowook tersenyum tanpa dosa padanya. “Aku kira terjadi sesuatu pada Luhan! Bodoh!” seru Hyerim, menyalurkan rasa kesalnya.

 

“Kalau tidak begitu, kamu tidak akan segera datang,” ucap Ryeowook disertai cengirannya. Hyerim masih menatap sebal kakaknya itu. “Tentang testmu itu, hmmm… susum tulang belakangmu cocok dengan Luhan.”

 

Hyerim langsung menatap kaget sekaligus antusias pada Ryeowook. “Tapi kendalanya pada dirimu Hyerim. Kondisi tubuhmu kurang sehat. Kamu tidak makan satu minggu ini dan kekurangan darah. Bila melakukan operasi ini kamu bisa tidak selamat. Padahal donor STB tidak akan merengut nyawa seseorang. Kita bisa melakukan operasi ini nanti. Tapi…-“ Ryeowook menatap manik mata adiknya sendu. “Luhan harus segera diselamatkan, kanker sudah menggerogotinya makin parah. Jadi…-“

 

“Lakukan operasi sekarang. Aku tidak peduli tentang diriku. Yang penting adalah Luhan,” Ryeowook menghela napas, dirinya sudah tahu betul sifat adiknya. Yang rela nekad demi orang yang ia kasihi.

**

 

“Kamu benar-benar bodoh! Merelakan nyawa untukku dengan nekadnya,” gumam Luhan saat mengingat satu tahun lalu tiba-tiba ada berita susum tulang belakang yang cocok dengannya, kemudian dirinya langsung melakukan operasi.

 

Saat terbangun, Luhan berharap dapat melihat senyuman Hyerim. Tapi semua diluar pikirannnya. Hyerim lah yang melakukan pendonoran padanya tanpa peduli kondisi tubuhnya. Dan pada akhirnya, selesai operasi, tubuh gadis itu collapse dan beberapa jam setelahnya, Hyerim menghembuskan napas terakhirnya. Sesuai keinginan gadis itu, Luhan menaburkan abu Hyerim di taman dandelion ini. Setiap Luhan ke sini, angin lembut menerpa wajahnya seakan Hyerim menyapanya, serbuk dandelion berterbangan seakan mewakilkan sejuta kata cinta yang diucapkan gadis itu pada Luhan.

 

“Kita akan saling mencintai sampai serbuk terakhir dandelion di dunia ini terbang pergi menjauh, kamu ingat kata-kata itukan? Dandelion di sini pun menjadi saksi kita akan mencintai sampai serbuk terakhir bunga favoritmu itu terbang pergi menjauh. Layaknya kamu yang pergi menjauh bersama serbuk dandelion. Tapi masih ada dalam diriku. Kamu menyumbangkan organmu yang ada dalam diriku. Terimakasih,” gumam Luhan sambil memejamkan mata saat dirasakan setetes air mata jatuh. Setelah itu, Luhan pergi meninggalkan taman dandelion sejuta kenangannya bersama Hyerim.

 

Setelah Luhan pergi, seakan di sana ada bayangan Hyerim yang berlarian diantara dandelion yang sebagian serbuknya terbang terkena angin sore. Dan di sana pula ada bayangan Luhan yang melukis gadis itu dengan background taman dandelion. Satu serbuk hinggap dirambut Hyerim, membuat Luhan memberhentikan aktifitasnya dan berjalan ke arah Hyerim untuk meniup serbuk itu terbang menjauh keangkasa. Matahari pun tenggelam diiringi bayangan sepasang kekasih di tengah hamparan dandelion itu menghilang.

 

“Hamparan bunga dandelionlah yang menjadi saksi bisu kisah cinta kita. Aku mencintaimu Luhan. Sampai jumpa lagi,” gumam Hyerim dari kejauhan.

 

Dandelion bunga yang jarang sekali kita perhatikan. Bunga yang rapuh dan harus dijaga dengan baik. Sama halnya dengan hati manusia yang harus dijaga dengan cinta dan kasih. Ya, kita lemah dan harus dijaga dan juga akan pergi dari dunia ini layaknya dandelion dan serbuknya.

 

Luhan & Hyerim

In memories

-A Dandelion Memories END-


MIB Series: #5 Dating Stranger

$
0
0

Men in Between

Men in Between Series
#5 Dating Stranger
deera
Previous:

#0 Prolog | #1 Oppa Next Door | #2 Affair? | #3 Secret Shares | #4 Once Last, It Lasts

Cast: EXO and OCs | Genre: Romance | Rating: Teen | Length: Series

.
.
.

Secarik kertas kecil yang dimasukan dalam amplop merah jambu wangi diletakan di atas kasurnya, di dekat ponselnya yang berpendar nyalang meneriakkan sejumlah nada berisik yang berusaha membangunkannya sejak tadi. Minseok bilang, seseorang yang entah siapa menyelipkannya di bawah pintu utama unit kami dan ia mendapatinya saat hendak mengambil kantung susu pagi. Guratan nama Seonna yang tercetak jelas membuatnya menduga memang amplop itu ditujukan untuk kakak kembarnya.

Butuh lima menit lebih bagi Seonna untuk mengembalikan kesadarannya. Ia beranjak dari atas kasur menuju kamar mandi untuk mencuci wajah setelah bengong sambil mengucek mata di depan cermin. Setelah berkumur dan mengelap mulut dengan tisu, Seonna kembali ke kamar, meraih amplop itu, dan duduk di hadapan Minseok di meja makan yang tengah menyantap supnya.

“Makanlah dulu.” Minseok mengajaknya untuk sarapan bersama. Dengan cekatan, melihat Seonna nampaknya belum sadar penuh, ia meraih mangkuk melamin dari dalam lemari dan menuang krim sup jagung ke dalamnya, menaruh roti kering berlumur mentega dan petterseli yang dipanggang dua menit, dan menyurukkan saus ke hadapan gadis itu.

Seonna mengangguk. “Gomawo.” Ia meraih sendok stainless di samping mangkuk dan mulai merasakan asin-gurih saat kuah sup itu menjamah lidahnya.

Minseok mengangkat wajahnya menatap Seonna “Apa semalam kau mabuk?” ia mengendus ke arah Seonna. “Tapi kau tidak berbau sama sekali.”

Kepala Seonna menggeleng lemah. “Aku hanya kurang tidur, Umin-ni. Aku rasa aku perlu terlelap dua sampai tiga jam lagi.” Seonna menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan wajah miring menghadap Minseok.

“Aku pergi dulu. Jangan lupa cuci piring, Seon.” Minseok berlalu sambil menyampirkan ransel di punggungnya. Ia memakai sepatu dan meninggalkan bunyi bedebum dekat ruang tamu.

Ia lantas teringat pada amplop biru yang belum disentuhnya. Dibukanya perekat amplop dan didapatinya secarik kertas kecil yang tadi sempat diterawangnya di bawah sinar matahari yang menyusup masuk melalui jendela kamarnya.

Barisan huruf itu singkat.

Kutunggu kau di parkiran.

“Apa-apaan ini….”

Dering ponselnya terdengar dari dalam kamar. Sebuah nomor tak dikenali meneleponnya dan menimbulkan pening karena suaranya yang menggema di pendengaran Seonna saat ia mendekatkan benda mungil ke telinga.

“Kenapa kau lama sekali, eoh? Aku menunggumu hanpir dua jam, kau tahu?”

Seonna menghela frustasi. Ia memijat dahinya yang terasa pening sambil memejamkan matanya. “Sebentar, kurasa kau salah paham tentang ini—“

“Kuberi kau tambahan lima menit. Kalau kau tidak datang juga, akan kugendong kau dari dalam kamarmu.”

Pip.

Seonna berteriak kesal.

Ia membuka lemari pakaiannya, menyambar kaus lengan panjang bergaris abu-navy, mengenakan celana semata kaki berwarna krem dan bersaku banyak, dan memasukan tubuh mungilnya ke balik hoodie yang sengaja dibelinya dengan dua nomor di atas ukurannya. Seonna mematut dirinya di cermin. Intinya, penampilannya ini sangat seadanya. Ia memungkas penampilannya dengan warna merah terang di bibir dan seulas bedak tipis.

Saat ujung sepatunya menginjak bagian luar unit, baru saja pintu di belakangnya menutup, ia merasa seluruh tubuhnya terangkat ke udara dengan satu genggaman pada bahunya. Seonna menjerit kaget kala tubuhnya berhenti di atas pundak seorang lelaki yang betulan menggendongnya namun dengan cara yang tak wajar.

“Kaaai! Turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri. Kyaaaaa Kai! Kenapa kau lewat tangga darurat? Aaaaaaaa~” Seonna hanya mampu meneriaki lelaki yang terkekeh bercampur terengah karena berlari sepanjang delapan lantai turun hingga ke lobby sambil menggendong gadis itu.

Dengan muka merah padam, Seonna membuang pandangnya jauh dari lelaki itu yang tengah mengatur napasnya. Ia membungkuk menghadap Seonna sambil memegangi dadanya. Sedang tangan Seonna terlipat di depan dada. Tampangnya memberengut.

“Kau sudah lebih lama dari lima menit, Seon,” katanya parau.

“Diamlah! Bernapas saja belum betul, kau sudah banyak bicara!” bentak Seonna keras.

Lelaki itu tersenyum senang. Ia menegakkan tubuhnya lantas menarik kepala Seonna mendekat dan mencium kening gadis itu. Sontak, Seonna menarik diri menjauh. Matanya membulat galak, yang langsung dibalas dengan juluran lidah sang lelaki tinggi yang mengacak rambut hitamnya.

“Jadi kita akan pergi kemana, Nyonya Kim?” Lelaki itu mengarahkan kunci mobilnya ke depan wajah Seonna.

Seonna bergerak tak nyaman. Ia memiringkan kepalanya sambil menggaruk tengkuk. “Ani, sepertinya kau salah paham terhadap sesuatu, Kai—“

“Yaaah, kalau begini, kau nampak seperti istriku ya?”

Mwo?” Seonna memekik keras.

“Kau Nyonya Kim. Dan aku? Tuan Kim. Bukankah begitu?” seringaian jahil terbit di wajah lelaki itu. Ia membukakan pintu penumpang dan mempersilahkan Seonna masuk. “Kajja, istriku.”

“Kumohon, Kai,” suara Seonna memelas, meminta agar permainan kekanakan ini disudahi.

Namun yang didapatinya justru elusan lembut yang jatuh di atas kepalanya. “Masuklah dulu. Aku sudah kelaparan.”

Akhirnya Seonna menyerah. Ini semua karena janji sialan yang asal-asalan Seonna lontarkan beberapa hari lalu tentang berjalan-jalan mengitari Seoul dan sekitarnya bersama lelaki itu, Kai. Saat itu Seonna sedang senang bukan main karena bab penelitiannya di-acc oleh pembimbingnya. Dan di detik itu, Kai ada di sana, membantunya mencetak hasil jerih payahnya, mengantarnya kembali ke kampus, dan memeluknya saat Seonna tak berhenti melonjak senang.

Ia terpejam sesaat setelah mobil Kai keluar dari kompleks apartemen. Ia memegangi seatbelt-nya sambil memandangi jalanan Sabtu pagi ini dengan nanar. Kai memerhatikannya. Sebelah tangannya yang bebas melambai di depan wajah Seonna.

“Aku hanya menagih janji, Nyonya Kim,” katanya.

“Ya ya ya.”

“Jadi, kemanakah tujuan pertama kita?”

“Lotte World.”

Jigeum? Kau ingin ke Lotte World sepagi ini?”

Seonna menggaruk lehernya yang gatal dengan sedikit mendongkak. “Aku hanya punya satu peraturan, Kai.”

“Apa itu?” tanyanya. Mobil kini berbelok memasuki jalanan bebas hambatan.

“Berhentilah memanggilku Nyonya Kim.”

“Tidak bisa. Ini adalah hari dimana aku bisa melakukan semua yang kusuka. Kau tidak lupa hal itu bukan, Nyonya Kim?” senyum kemenangan singgah di wajah Kai yang seketika membungkam kembali rentetan kalimat Seonna.

Kau boleh melakukan apapun sesukamu, Kai.

Benarkah? Kau tidak sedang bercanda kan, Seonna-ya?

Eum! Kau bahkan boleh mencampur telur dalam ramyun-ku, minum dari sedotan yang sama denganku—apapun Kai! Yang penting, sebentar lagi aku sidang! Yeaaayy!!

Benar kata pepatah: jangan membuat keputusan saat sedang marah, jangan membuat janji saat sedang bahagia. Itu akan…, menyulitkanmu kelak. Dan yang tersisa hanyalah penyesalan.

.
.
.

Langkah sepatu yang ceria memasuki pelataran gedung dan segera berbelok di kafetaria. Ia berdiri di depan mesin minuman dan memasukan beberapa keping uang sebelum memilih kopi kaleng dingin yang dapat semakin menambah mood-nya. Lantas, ia berjalan kembali, kali ini ke arah lift yang sibuk membawa orang-orang naik ke lantai kerjanya masing-masing. Ia menekan tombol pada panel dan menunggu, menikmati dentuman musik indie di balik telinganya.

“Selamat pagi, Baekhyun-ah.” Sapaan dari sisinya, membuat tangannya refleks melepas sebelah earplug dan menoleh.

“Pagi, Nona Gum.” Baekhyun membalasnya dengan senyum tiga jari, membuat wanita dua tahun lebih tua darinya itu bisa menebak suasana hatinya dengan mudah.

“Sepertinya kau sedang berbahagia. Apa kau mendapat mimpi baik semalam?”

Baekhyun terkekeh. “Tidak, aku hanya sempat sarapan pagi ini.”

“Apakah sarapan membuatmu begitu senang? Ah, kau pasti sarapan dengan seseorang yang menyenangkan. Apakah itu pacarmu?”

Lagi-lagi kikikan Baekhyun terdengar. “Tidak, aku sarapan sendirian.”

Nona Gum tak melanjutkan lagi tanyanya karena bocah ini…, kini tertawa-tawa seorang diri.

Keduanya tiba di lantai lima, berbelok ke tujuan masing-masing setelah mengucap salam. Nona Gum adalah bagian keuangan yang terletak sebelah kanan dari lift. Sedang ruang kerja staff desain ada di sebelah kiri dari lift. Lagipula, Baekhyun hanya perlu men-tap jarinya di mesin absen, mengambil beberapa berkasnya, lalu naik lagi ke lantai teratas gedung ini, ke sebuah kantor manajamen artis terkenal se-antero Korea. Dua puluh langkah ke kanan dari lift, lima ruangan dari sana, persis di sebelah ruang meeting adalah lahan kerjanya kelak. Baekhyun telah memulai proyek pertamanya sejak sebulan lalu di sana.

Di dekat mesin absen, ia melihat pintu ruangan bosnya, Jung Yangsik, yang nampaknya belum datang. Ah, dia ada meeting dengan klien penting di luar kantor. Ia lantas kembali berjalan menuju meja kerjanya, menyalakan komputernya, dan mengecek beberapa file-nya. Ia butuh beberapa data dan referensi.

Setelah semua dirasa cukup, Baekhyun kembali ke arah lift dan menekan tombol angka paling atas di sana. Lengkung sempurna seperti terpahat di wajahnya, enggan sirna begitu saja. Dan tidak perlu ditanya lagi kemana dua kaki itu melangkah, membuka pintu, dan mendapati seseorang tengah membaca naskah.

Yoon Chara di sana, selalu menunggui Baekhyun mengaplikasikan desain yang ketika pertama kali diajukan langsung membuatnya jatuh cinta. Namun jangan ditanya juga, seberapa banyak wanita itu meminta penambahan material, perubahan posisi, juga macam-macam lainnya yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Baekhyun. Lelaki itu akan dengan sigap memvisualisasikan apa yang diinginkan Chara dengan cepat di atas kertas gambarnya. Wanita itu benar-benar dibuat kagum oleh kepiawaian mahasiswa arsitektur tersebut.

“Kau…,” Chara melihat jam di pergelangan tangan kanannya, “telat dua menit, Tuan Byun.”

Baekhyun tersenyum. Ia mendaratkan seluruh bawannya di atas lantai kerja, dua pegawai lain masuk ke dalam ruangan dengan kertas-kertas koran, kaleng-kaleng cat, serta kuas. Sesaat, ia menyapa keduanya dan bergegas ke arah ruang ganti.

“Aku menunggu mereka, Nona Yoon.” Baekhyun menyuarakan alasan keterlambatannya yang dibalas dengan desisan dari bibir merah nyala wanita itu.

Tepat pukul sepuluh, Baekhyun dan dua pegawainya memulai pekerjaan. Ia mencat ulang seluruh dinding ruangan ini, mengganti beberapa sudut dengan material kayu dan menambah beberapa detail pada perbatasan dinding dengan lantai. Seluruh furniture dikeluarkan, dan kelak akan diganti baru dengan posisi yang masih berubah-ubah (Chara masih merevisi beberapa bagian). Dan sebuah sisi yang dibatasi dengan jendela kaca lebar, dimodifikasi dengan cantik oleh ide brilian Baekhyun. Ia memilihkan sebuah hiasan jendela yang unik dan bergaya vintage—ia ingat bahwa pastel bisa memenangkan hati siapapun, termasuk wanita yang kini duduk memangku dagunya.

Tatap mereka bertemu. Chara tak sanggup berlama-lama degan aroma cat dan seketika bangkit dari duduknya. Ia mengendikkan bahu dan mengetukan ujung sepatunya di lantai, menggemakan bunyi ke seluruh penjuru. Meninggalkan Baekhyun dengan jantung berdebar tak tentu serta senyum yang tak henti terkembang.

Kau benar. Baekhyun menyukai wanita itu sejak kali pertama kedua matanya menatap kedatangan Yoon Chara dari ujung kepala hingga lekuk indah tumitnya. Sebelum itu, Baekhyun tidak peduli dengan aktris terkenal yang muncul di televisinya kala menayangkan iklan sampo wanita. Ia tahu, aktris itu cantik dan rambutnya indah—itu mengapa ia menjadi brand ambassador produk sampo tersebut.

Ia juga tahu, aktris itu bermain dalam drama kacangan yang tayang setiap malam Selasa dan Rabu kala ia tengah menyantap makan malam di rumahnya sambil menyetel televisi. Namun apa daya ketika aktris itu hadir di hadapannya dengan senyum angkuh yang tak ditunjukkannya ketika berperan sebagai gadis lemah lembut yang menangis di setiap episodenya. Baekhyun tidak menyukai wanita lemah seperti itu, namun apa yang terjadi kala wanita yang sama menghampirinya dengan sama sekali berbeda.

Baekhyun jatuh cinta dan dunianya kini berputar di sekeliling Yoon Chara seorang.

.
.
.

“Sungai Han???” sekali lagi Kai bertanya dengan nada tinggi, terperangah dengan apa yang dikatakan Seonna baru saja kala mereka duduk di dalam mobil setelah memesan burger dan cola.

“Yep.” Seonna mengiyakan di sela-sela kegiatan menguyahnya.

Di hadapan mereka kini terbentang air mengalir di bawah jembatan besar yang disesaki kendaraan sore hari. Lalu lintas sedang gila, dan Seonna tidak ingin ikutan menggila karenanya. Dan dengan mulut asalnya, ia menyebut Sungai Han sebagai destinasi terakhir mereka di hari yang melelahkan itu.

Kai menyeruput cola-nya. Ia mencomot chips dan mencocolnya ke dalam wadah saus yang diletakan di samping. Ia memerhatikan Seonna yang melahap gembira roti daging itu dan tak membiarkan Kai menyentuh bahkan hanya selada yang menggantung di ujung rotinya.

Ia membuang pandangan ke arah sungai. Bunyi decap terdengar dari balik punggungnya, menandakan betapa lahap gadis itu makan. Padahal selama di Lotte World, ia tak berhenti merengek meminta makanan. Kai menggelengkan kepala.

“Kau memilih kemari untuk mengakhiri hari ini, bukan bermaksud untuk bunuh diri bukan?” tanyanya sambil diiringi tawa. “Kau mungkin bisa mati sebentar lagi karena terus makan seharian, Seonna-ya.”

Suara berisik dari seruputan cola terdengar. “Aku memang berniat begitu.”

Urat leher Kai bisa saja putus karena menoleh dengan cepat kala mendengar balasan seperti itu. “Hati-hati dengan ucapanmu, Seonna-ya. Neptunus bisa saja mendengarmu. Ini dekat air! Kau bisa dihabisi hidup-hidup di dalam sana!!” Kai menunjuk ke arah sungai.

“Aku ingin melenyapkan hari ini. Seolah hari ini tidak pernah terjadi.”

Dalam kepala Kai berujar, syukurlah dia hanya bercanda. Namun hatinya tergelitik sesuatu. Apa maksudnya yang barusan itu?

“Apa hari ini tidak menyenangkan bagimu? Kau tertawa, bahkan terbahak-bahak. Kau sama sekali tidak menunjukkan wajah jelekmu saat cemberut, Seonna-ya. Kenapa kau ingin meleyapkannya? Kau tidak ingin mengenang hari ini—yang kau habiskan bersamaku? Kau kejam sekali.”

Seonna mendengus. “Kau harus tahu satu hal tentang aku, Kai. Aku tidak suka mengukut kenangan. Itu membuatku pusing dan menyesal.”

“Menyesal? Bukankah ini kenangan yang bagus?”

“Suatu saat, mungkin ketika aku terpuruk, aku pasti merindukan momen-momen bahagia dalam hidupku. Bisa saja, tiba-tiba kenangan ini terlintas. Aku tidak suka saat perasaan menyesal dan ingin kembali ke masa lalu.”

Senyum muncul di atas dagu Kai. Ia menatap Seonna yang tengah membungkus sisa makanannya. Sebelah tangan Kai terjulur menjangkau tisu di atas dasbor dan mengelapkannya di atas bibir Seonna yang terdapat jejak saus. Kemudian yang lebih mengejutkan, Kai mengecup bibir bersih itu sekilas. Membuat Seonna terbelalak.

“Kau tak perlu menyesalinya. Aku akan membuat semua harimu seperti hari ini.”

Seonna menggeram dan hendak melayangkan tinjunya di lengan Kai. Namun lelaki itu menahan gerakannya dan memeluknya dengan segera. “Kau lupa? Hari ini masih milikku. Aku bebas melakukan apapun, bukan?”

Seonna hanya bisa pasrah. Ia membalas pelukan Kai yang terasa semakin posesif kala lelaki itu menenggelamkan wajahnya di balik punggung dan mengelus pelan rambut Seonna. Sedikit kesal namun lelaki itu sanggup menyamankannya dalam posisi apapun.

.
.
.

Kode sandi unitnya belum berubah. Pintu terbuka bersamaan dengan unit di sebelahnya, menandakan pemiliknya akan keluar dari sana. Namun ia tak sempat menyapa karena kini ia sudah berada di balik pintu…, menunggu.

Haksaeng! Kau lagi-lagi tidak membuang sampahmu, eoh? Sudah ratusan kali kuingatkan kau untuk membuang sampah setiap hari. Lihat! Jadi menumpuk begini!”

Detik berikutnya gedoran terdengar dari balik pintu unitnya. Diiringi teriakan bar-bar dari luar sana. “Haksaeng! Aku tahu kau baru saja pulang! Aku tahu kau di dalam! Buka pintunya dan segera buang sampahmu! YAAAAKKK!!”

Ia tertunduk sambil terseyum, dengan punggung tersandar ke pintu. Suara yang teramat dikenalinya.

Aigo, anak zaman sekarang tidak ada yang peduli dengan lingkungan. Dan lagipula lihat ini, semuanya adalah bekas makanan cepat saji. Dia tidak takut mati keracunan? Makanan cepat saji itu tidak sehat! Haruskah aku juga mengurusnya, membuatkannya makanan setiap hari? Aigo, membuat pusing saja.”

Kriet. Pintu terbuka.

“Akhirnya kau keluar juga!” Mirae membalikan tubuh. Kedua tangannya yang menenteng kantung-kantung sampah itu seketika lemas kala menatap seberkas wajah yang muncul dari dalam unit 819 yang beberapa bulan ini dihuni oleh seorang bocah yang katanya adalah sepupu lelaki ini.

Lay kembali.

“Biar aku yang membuangkan, Nona Han.” Lay mengambil kantung-kantung itu dari genggaman Mirae dan membiarkannya berdiri di tempatnya tanpa sepatah kata. Lay berlalu, menuju sudut koridor yang terdapat tempat pembuangan sampah sementara di setiap lantai.

Mirae menatap punggung Lay menjauh. Ada sesuatu yang ia tahu pasti apa, sedang mendobrak minta digenapi. Sesuatu yang hilang, yang tiba-tiba saja sekejap membuat sesak tiada ampun, membuat seluruh hari-hari Miare porak-poranda sejak hari itu. Saat Lay kembali berjalan ke arah unitnya, menghadap Mirae, ia berhenti tepat dua langkah di depan wanita itu.

“Apa kabar kau, Nona Han?” tanyanya pelan dan hati-hati.

Sungguh, Mirae kehilangan akal. Ia lupa cara menarik napas. Ia limbung dan tak tentu arah dengan penglihatannya yang kabur oleh air mata. Melihat kini bahu Mirae naik turun dan sesenggukan, Lay menghampirinya. Suhu tubuh Lay menular pada kulit Mirae yang seketika menghangat kala lelaki itu mendekapnya.

Bisa didengarnya wanita itu mengumpat. Mengatainya brengsek, bajingan, dan segala hal yang buruk. Ia juga merasakan pukulan di punggungnya yang tak terasa sakit sama sekali karena hatinya jauh lebih sakit saat ia kembali dan melihat Mirae tidak baik-baik saja.

Lay berbisik pelan di telinganya, “Kau sepertinya salah paham terhadap sesuatu, Nona Han. Aku…, tidak pernah mempermainkanmu.”

Mirae kini diam, mendengarkan suara Lay yang menggema di dadanya seiring dengan debar yang berdetak kencang di balik hoodie lelaki itu.

“Kau mungkin…, salah mengartikan senyumku.”

Mirae melepaskan diri dari pelukan lelaki itu. Ia menyusut ujung matanya dengan telunjuk. Ia menatap mata cokelat itu dengan seksama. Dan senyum itu lagi…, hadir membuat darahnya naik ke ubun-ubun.

Tiba-tiba telunjuk lelaki itu teracung. “Eoh? Lihat! Kau marah?”

Muka Mirae memerah. “Tentu saja aku kesal! Kau meremehkanku dengan senyum itu. Kau juga menipuku, benar kan?”

Lay menjatuhkan tangannya di atas dahi Mirae dan mengusapkan poni wanita itu. “Haruskah aku tidak tersenyum saat bertemu denganmu? Kau selama ini menganggapku lelaki jahat karena mempermainkamu. Dan kau menilai itu dari senyumku?”

“Karena memang kau begitu!”

Ani. Aku merindukanmu, Nona Han.”

Dan dengan sekejap, Mirae melupakan perkara kesalahpahaman itu lalu tenggelam dalam ciuman Lay yang dirindukannya. Seketika itu juga, ia tak sadar lagi mana batas boleh dan tidak saat tangan Lay dengan sigap menuntun gerakan keduanya untuk memasuki unit 820 dan tidak keluar lagi hingga esok pagi.

.
.
.

-End of #5 Dating Stranger-


The Night Mistake – Part.10

$
0
0

sehun chanyeol

The Night Mistake – Part.10

By : Ririn Setyo

Park Chanyeol || Song Jiyeon || Oh Sehun

Other Cast : Kim Jongin || Yang Yoojin || Xiumin

Genre : Romance ( PG – 16 )

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya dengan cast yang berbeda  http://www.ririnsetyo.wordpress.com

Duduk gelisah di depan Chanyeol tanpa mampu mengeluarkan kalimat walau hanya sepenggal, adalah hal yang dilakukan Jongin sejak kedatangan Chanyeol ke rumahnya lima belas menit lalu. Jongin terlalu merasa bersalah atas apa yang sudah dia lakukan di belakang pria itu, Chanyeol adalah sahabatnya sejak di universitas dan di sepanjang yang Jongin ingat Chanyeol tidak pernah mengecewakannya, pria itu selalu membantunya dalam hal apapun, termasuk dalam hal financial.

“Jongin, aku datang kemari hanya untuk bertanya, aku sangat berharap kau menyangkalnya. Kau sahabatku, kau tidak mungkin menikamku dari belakang, benar ‘kan?” Jongin tetap membisu, ia bahkan tak sanggup berlama-lama menatap Chanyeol.

“Apa kau tahu sesuatu tentang apa yang terjadi di malam aku terjebak bersama Jiyeon? Apa benar kau membantu Sehun untuk menjebakku malam itu demi sejumlah uang?”

Tubuh Jongin memaku, lidahnnya kelu, tenggorokannya tersumbat, wajahnya membeku dalam tatapan Chanyeol yang tetap saja terasa bersabahat. Seketika rasa sesal datang dan menamparnya keras, menyadarkan Jongin dari rencana busuk yang menyeretnya dalam penghianatan pada sosok sang sahabat. Jongin membisu, matanya memandang Chanyeol penuh penyesalan dan berharap pria itu sudi memaafkannya suatu hari nanti.

“Maafkan aku,” hanya kata itu pada akhirnya yang mampu keluar dari mulut Jongin, ia gemetar mendapati genggaman tangan Chanyeol mengeras.

“Kenapa kau melakukannya? Memangnya berapa uang yang Sehun tawarkan padamu?” Chanyeol mengusap wajahnya frustasi, mengatur napasnya yang terasa sesak. “Jika kau memang membutuhkan uang, kau bisa mengatakannya padaku. Aku bisa memberimu uang tanpa memintamu untuk berhianat pada sahabatmu sendiri, aku benar-benar kecewa padamu, Jongin.”

Jongin memandang Chanyeol yang beranjak, pria itu tersenyum samar sebelum berbalik, berjalan pelan meninggalkan ruangan Jongin yang duduk membeku, rasa sesal kini nyata memaki semua kebodohan Jongin.

Oppa…,”

Usapan lembut di bagian bahu membuat Jongin tersentak, ia tersadar dari penggalan ingatan di mana itu adalah hal yang paling Jongin sesali selama ia bernapas di dunia ini. Jongin berusaha tersenyum, menatap sesosok wanita cantik yang dua tahun lalu telah menggunakan marga keluarganya di depan namanya. Kening Jongin mengeryit, mendapati wajah wanita di depannya terlihat murung.

“Ada apa, Minhee?”

Oppa harus melihat ini,” jawab Minhee lalu meraih remot tivi di atas meja kaca di depan mereka, menekan beberapa chanel tivi yang tengah menayangkan berita yang sama.

 

Berita eksklusif tentang pengusaha muda Park Chanyeol bersama wanita yang diduga adalah korban pemerkosaan, dari pria berstatus sebagai salah satu pengusaha tersibuk di Korea Selatan.

 

Jongin hanya diam menatap layar kaca, mengenggam tangannya sendiri dengan begitu kuat kala melihat Chanyeol yang mengaku untuk semua perbuatannya di depan awak media. Lagi, rasa sesal itu mencambuknya, sakit, menembus ke dalam paru-paru hingga Jongin merasa sesak.

“Aku yakin Chanyeol tidak bersalah,” gumam Minhee pelan. “Aku tahu jika dia punya kebiasaan buruk dengan para wanita penghibur, tapi aku sangat yakin dia bukan pemerkosa.” tuntas Minhee dalam desahan berat yang justru membuat Jongin kian terpuruk.

~000~

Yixing berjalan tergesa menghampiri Chanyeol yang baru saja hendak beranjak dari meja makan, ia terlihat cemas, meragu untuk merangkai kata-kata yang terasa sulit terlontar saat Chanyeol memintanya untuk berucap.

“Tuan Muda, di depan ada banyak wartawan yang mendesak untuk bertemu. Berita kemarin sudah tersebar di semua penjuru Korea, dan…,” Yixing menggantungkan kalimatnya, sekali lagi merasa ragu untuk laporannya kali ini.

“Katakan.”

“Direktur Park Seo dilarikan ke rumah sakit pagi ini, beliau terkena serangan jantung setelah melihat berita di televisi.”

Chanyeol menahan napasnya sejenak, menatap sesaat ke arah Jiyeon yang masih duduk di depan meja makan. Gadis itu balas menatapnya, terlihat cemas hingga wajahnya pucat pasi. Chanyeol tersenyum hangat, ia berjalan hingga berdiri di sisi Jiyeon, tangannya terulur, mengusap pelan punggung tangan Jiyeon yang mendingin.

“Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja.” ucap Chanyeol kemudian sesaat sebelum akhirnya berlalu, diikuti Yixing yang berjalan beberapa langkah di belakangnya.

Chanyeol membingkai wajahnya dengan kaca mata hitam, menatap ke arah puluhan para wartawan di luar pintu pagar sesaat sebelum ia masuk ke dalam mobil mewahnya. Chanyeol tak berniat meladeni para wartawan yang ia yakin hanya akan bertanya hal yang sama, Chanyeol terlalu muak dengan semua yang terjadi. Pintu pagar yang kokoh menjulang perlahan terbuka, memudahkan para wartawan untuk mendekat, mengedor kaca jendela seraya memberikan pertanyaan yang tak digubris sama sekali oleh Chanyeol.

Mobil Chanyeol pun pada akhirnya bisa keluar dari kerumunan, melaju kencang menuju kantornya yang menurut Yixing juga telah dipenuhi para wartawan. Chanyeol mendesah, menyandarkan punggungnya di sandaran jok mobil. Ia memejamkan matanya, berharap bilamana beban yang kini menghimpitnya bisa sedikit menguap. Mata terpejam Chanyeol terbuka saat ponselnya bergetar, menampilkan satu nama yang membuat Chanyeol kian terpuruk. Nama ayah Yoojin terpampang di sana, laki-laki yang sangat Chanyeol hormati setelah pamannya Oh Seokbin, meminta dirinya untuk bertemu sekarang juga.

~000~

“Apa benar kabar yang aku lihat di televisi, Chanyeol?”

Tanpa berlama-lama Yang Kwangjo melayangkan kegelisahannya, tak mau berbasi-basi, bahkan pria paruh baya itu tak membiarkan Chanyeol duduk santai di beranda favorit mereka seperti biasanya. Mata senjanya menatap Chanyeol lekat, memandang pria yang pernah ia yakini akan mampu menjaga putrinya dengan baik. Namun kini semua keyakinan itu pudar, seiring anggukan samar yang Chanyeol berikan untuk menjawab pertanyaannya.

 

BUUKK!!!—-

 

Satu pukulan mendarat mulus di wajah Chanyeol, ia terhuyung ke belakang, menatap Kwangjo penuh sesal untuk rasa kecewa yang ia berikan pada pria paruh baya itu. Chanyeol mengucapkan ribuan kata maaf pada Kwangjo yang masih mengepalkan kedua tangan, Kwangjo berusaha menahan amarah dari rasa tak percaya untuk kenyataan yang kini menghianatinya.

“Maafkan aku Paman, maafkan aku…,”

Kwangjo memejamkan matanya sesaat, menarik napas panjang, ia menatap sekilas ke arah Yoojin yang berdiri bersembunyi di balik daun pintu bersama sang istri. Gadis itu menyembulkan kepalanya, menggeleng lemah, meminta belas kasih pada sang ayah untuk tidak kembali memukul Chanyeol. Kwangjo menatap Chanyeol, ia mendekati pria itu seraya berujar.

“Pergilah! Jangan pernah menampakkan wajah brengsekmu di depanku ataupun di depan putriku.”

Final, Kwangjo membalikkan tubuhnya, berjalan menuju pintu. Ia menarik Yoojin yang ingin keluar masuk ke dalam rumah, membanting pintu beranda hingga terdengar bunyi bentuman di belakangnya. Meninggalkan Chanyeol sendirian, meninggalkan Chanyeol yang hanya bisa termangu saat menatap air mata Yoojin sesaat sebelum pintu tertutup rapat, tanpa ada celah bagi Chanyeol untuk dapat kembali membukanya, tidak sekarang ataupun dimasa depan.

~000~

Sejak enam puluh menit yang lalu Jiyeon hanya memandang lurus ke arah pintu pagar yang menjulang, menatap puluhan awak media yang masih saja berkumpul di balik pintu besi kokoh di depan sana. Rasa cemas terlalu mendominasi hati, mendatangkan tumpukan cairan bening yang siap meluncur kapan saja dari sepasang mata bening Jiyeon yang sayu. Berita di televisi terasa begitu menyesakkan, mendapati hanya sosok Chanyeol yang menjadi sasaran berita. Pria itu dihujat dan dimaki, membuat Jiyeon sangat sakit hingga ia merasa tak menemukan oksigen di dalam paru-parunya yang terasa kian menyempit.

Jiyeon duduk di atas bangku taman, memandang genggaman tangannya yang gemetar, perutnya pun sudah terasa sakit sejak tadi. Namun Jiyeon mengabaikannya, baginya rasa sakit yang Chanyeol rasakan saat ini lebih penting dari rasa sakit yang ia rasakan. Tanpa Jiyeon sadari sosok Jinhwan kini datang mendekatinya, pria dingin itu menatap Jiyeon yang menuduk dalam diam. Perlahan Jinhwan berlutut di depan Jiyeon, menyentuh pelan genggaman tangan Jiyeon yang masih saja gemetar.

“Song Jiyeon.”

Tanpa dibuat-buat Jiyeon terkejut bukan kepalang, ia bahkan hampir terjungkal ke belakang jika Jinhwan tidak menahan tangannya. Jiyeon menatap takut ke arah Jinhwan yang berlutut di depannya, menatapnya dalam tatapan yang berbeda. Terasa hangat, bukan tatapan dingin yang meremangkan bulu-bulu halus di tengguk, seperti yang selama ini Jiyeon rasakan tiap kali berpapasan dengan Im Jinhwan.

“Apa kau merasa sedih atas hal yang kini menimpa Chanyeol?” Jiyeon tidak menjawab, ia masih terlalu terkejut untuk kedatangan Jinhwan. “Untuk apa kau merasa sedih? Bukankah Chanyeol pantas mendapatkannya? Dia pantas dihukum, benarkan?”

Jiyeon masih membisu, menatap ke dalam mata abu-abu Jinhwan yang memandanginya lekat. Ada rasa sakit yang terselip di balik mata dingin itu, rasa yang semakin membuat Jiyeon merasa tak sanggup untuk berucap.

“Kau memang tidak mengirimnya ke penjara, kau memang sudah tidak pernah memakinya, kau memang sudah menerima kehamilan karena perbuatannya. Tapi tetap saja sampai sekarang kau belum memaafkannya, apa kau tahu jika itu justru adalah sebuah hukuman yang lebih berat dari sebuah penjara, Jiyeon? Hukuman dari sebuah kesalahan yang direncanakan orang lain padanya.”

“Apa? Rencana orang lain?” tanya Jiyeon pada akhirnya, ia masih menatap Jinhwan.

“Oh Sehun, laki-laki yang sangat disayangi Chanyeol, laki-laki yang sudah dianggap Chanyeol sebagai adiknya sendiri, pria itu menghianati Chanyeol. Dia mengatur rencana busuknya malam itu, menambahkan obat perangsang di minuman Chanyeol dan membuat Chanyeol tidak bisa menahan diri apalagi berpikir malam itu. Kau hanyalah gadis tidak beruntung yang terjebak dalam permainan Sehun hingga detik ini.”

“Aku tahu siapa Chanyeol dengan sangat baik, dia tidak pernah memaksakan hasratnya pada gadis baik-baik dan dia benar-benar bersungguh-bersungguh untuk mempertanggungjawabkan semua yang dia lakukan padamu. Dia sudah kehilangan gadis yang sangat dicintainya, kehilangan saudara laki-lakinya dan semakin kehilangan sosok ibunya yang sejak awal memang sudah meninggalkannya.”

“Lalu apa menurutmu, Chanyeol masih tidak pantas untuk dimaafkan, Song Jiyeon? Dia hanya butuh kata maaf darimu, tidak lebih.”

Mata Jiyeon memanas dan mulai berkabut, merasa sakit setelah mendengar penuturan Jinhwan. Chanyeol kini sendirian, orang-orang terkasih Chanyeol telah pergi meninggalkan pria itu. Jiyeon merasa jika ini semua sangatlah tidak pantas untuk kesalahan yang bukan keinginan Chanyeol.  Laki laki itu sudah menyesal, laki laki itu sudah bertangggungjawab untuk kesalahan yang ia perbuat. Laki laki itu bahkan rela ditinggal oleh orang-orang yang dicintainya.

 

Lantas, pantaskah jika Chanyeol tidak mendapatkan kata maaf untuk kesalahannya? Pantaskah Chanyeol dihukum seberat ini—-  tanya Jiyeon pada dirinya sendiri.

 

Jiyeon tersedu, air matanya mulai meleleh melewati tulang pipinya, memucatkan wajah Jiyeon dalam sapuan semilir angin senja yang terasa menyakiti, hampa, hingga Jiyeon hanya mampu terisak di puluhan detik kedepannya, bersama Jinhwan yang masih duduk berlutut di depannya. Im Jinhwan, pria dingin dengan semua kekejaman yang melekat nyata di dalam dirinya, pria yang pada akhirnya meneteskan air mata untuk pertamakalinya, air mata untuk seorang adik laki-laki yang sangat disayanginya melebihi ia menyayangi dirinya sendiri.

~000~

Chanyeol berjalan pelan nyaris tertatih menaiki anak tangga beralas permadani abu-abu, bercorak bunga tulip kuning yang diimport langsung dari timur tengah, untuk menghiasi semua tangga yang ada di rumah mewahnya. Dia menundukkan kepala yang terasa pening, semua kenyataan pahit menamparnya begitu keras, mendorongnya ke dalam jurang kehampaan, membuat cairan bening tanpa perintah kini mulai berkumpul di sudut mata Chanyeol yang sayu.

Ini terlalu berat, ini terlalu bertubi-tubi dan tidak pernah Chanyeol bayangkan sebelumnya. Semua orang kini meninggalkannya, semua orang yang Chanyeol sayangi melebihi dia menyayangi nyawanya sendiri, kini telah membuangnya dan menganggap jika dia tidak pernah ada di dunia ini. Keadaan ibunya kian memburuk, Seojung bahkan tidak ingin bertemu Chanyeol saat ia datang berkunjung ke rumah sakit. Namun yang paling menyakitkan dari ini semua adalah, penghianatan yang Sehun lakukan pada dirinya. Tanpa sadar Chanyeol telah meneteskan air mata di pipinya yang memucat, terus melangkah dan berhenti di depan pintu kamar Jiyeon yang sedikit terbuka. Tanpa rencana Chanyeol membelokkan langkahnya, mendorong pintu berpelitur putih bersih itu untuk selanjutnya masuk ke dalam kamar. Mendapati Jiyeon yang tengah tertidur pulas di atas ranjang tidurnya, berselimut biru muda yang menutupi tubuh wanita itu sebatas perut.

Chanyeol memandang wajah tenang Jiyeon, air matanya kian tak bisa ditahan, merasa semakin sesak saat menatap perut Jiyeon, dimana di dalamnya terdapat seorang manusia kecil, terbentuk dari sebuah kesalahan yang menjadi awal terjadinya semua kekacauan fatal di hidupnya. Chanyeol mengusap wajah frustasinya, merasa kakinya mati rasa hingga tak sanggup untuk sekedar menopang tubuhnya sendiri, membuatnya beringsut tak tertahan di lantai kamar yang dingin. Chanyeol terisak pelan di dalam kakinya yang tertekuk, menyembunyikan wajahnya di antara lengan, bahunya mulai bergetar semakin kencang. Menangisi semua penghianatan yang dilakukan orang-orang tersayang, ia tidak pernah tahu jika Jiyeon telah membuka matanya, menatap terkejut ke arah Chanyeol yang masih duduk bersandar di pinggiran ranjang.

Jiyeon menegang di tempatnya saat menyadari jika Chanyeol tengah terisak, tak percaya jika pria yang Jiyeon anggap sebagai manusia kejam itu bisa meneteskan air matanya. Terlihat begitu rapuh dan tidak berdaya, tanpa sadar Jiyeon mengerakkan tangan bergetarnya ke atas pundak Chanyeol. Gadis itu bahkan kini telah menurunkan setengah kakinya dari ranjang, duduk merapat ke arah Chanyeol. Pria itu terkejut karena sentuhan Jiyeon di bahunya, tak ada kata yang keluar di antara keduanya, Chanyeol hanya menatap Jiyeon dalam tatapan menyesal yang begitu menyakitkan. Tatapan putus asa atas semua tindakan bodoh yang telah dia lakukan pada gadis itu.

Jiyeon mengerakkan tangannya ke wajah Chanyeol, mengusap air mata pria itu seraya membawanya ke atas pangkuan. Jiyeon mengusap bahu Chanyeol yang kembali bergetar menahan isak, membuat mata beningnya tanpa sadar berembun hingga pandangannya mengabur. Dan selanjutnya di penghujung senja sendu kali ini, Jiyeon membiarkan Chanyeol menenggelamkan wajahnya di sana, membiarkan Chanyeol memeluk satu tangannya dengan begitu erat, membiarkan Chanyeol menangis di atas pangkuannya.

~000~

Sehun menggenggam erat remot tivi yang sejak tadi ia tekan berkali-kali guna mencari berita lain selain berita tengang Chanyeol, ia merasa tak suka, merasa benar-benar terganggu untuk semua pemberitaan yang semakin memojokkan Chanyeol. Seharusnya Sehun merasa senang karena itulah tujuannya, membuat Chanyeol hancur tanpa sisa demi membalaskan rasa sakit hati yang sudah ia tahan selama bertahun-tahun.

Namun semua tidak berjalan sesuai rencana, semua orang yang ia sayangi justru tersakiti lebih dalam dari dirinya sendiri. Ayahnya jatuh sakit karena berita Chanyeol, ibunya pun selalu menangis dan meminta dirinya mendampingi Chanyeol. Bibinya Park Seojung tak kalah terpuruk, pengusaha sukses itu bahkan belum keluar dari rumah sakit sejak berita Chanyeol tersebar luas seminggu lalu. Harga saham Shinhwa Corporation merosot tajam, para dewan direksi mulai mengkhawatirkan kondisi kejiwaan dan kesehatan Seojung paska scandal memalukan Park Chanyeol.

Dan yang paling membuat Sehun terpukul dalam sekelumit rasa sesal adalah keadaan Yoojin. Gadis yang menjadi awal Sehun membenci Chanyeol kini terlihat seperti mayat hidup, tak bicara dan hanya menangis. Keluarga Yoojin bahkan membawa gadis itu ke Dokter Psikiater, keadaan jiwa Yoojin benar-benar tergunjang dan memprihatinkan. Sehun bahkan tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan kesedihan Yoojin dan kedua orangtuanya, Sehun hanya mampu memaki diri sendiri karena kini ia merasa menjadi pecundang sejati. Ironis memang tapi itulah kenyataannya, Sehun menderita dalam kesalahannya sendiri.

“Sehun,”

Serta merta Sehun berpaling, menatap sosok sang ibu yang berdiri limblung di ambang pintu. Wanita yang masih terlihat sangat cantik di usia tak lagi muda itu perlahan mendekat, menatap penuh harap ke dalam sepasang mata teduh Sehun yang ia wariskan pada putra tunggalnya itu. Tangan dingin Oh Taekmin menyentuh jemari Sehun, mengenggamnya erat. Ia menarik napas panjang, menghalau air mata untuk tidak terjun bebas dari sepasang mata senjanya.

“Polisi akan menangkap Chanyeol siang ini atas tuduhan pemerkosaan, ibu tidak tahu apa yang bisa ibu lakukan untuk mencegahnya.” air mata Taekmin meleleh juga, wanita itu terisak pelan. “Bisakah kau melakukan sesuatu untuk membantu kakakmu? Ibu benar-benar tidak sanggup jika harus melihat kakakmu mendekam di penjara.” Taekmin semakin terisak, membuat Sehun membawa wanita itu ke dalam pelukannya.

“Ibu…,”

“Tolong lakukan sesuatu Sehun, yakinkan gadis itu jika Chanyeol akan tetap bertanggungjawab tanpa harus menghukumnya di penjara. Aku sangat menyayangi kakakmu sebanyak aku menyayangimu, kalian berdua adalah nyawaku, jika salah satu di antara kalian terluka maka aku bisa mati.”

Sehun mengeratkan pelukannya, mengusap bahu Taekmin yang bergetar. Ia merasa sakit, merasa matanya ikut memanas untuk semua pesakitan yang ia torehkan pada sang ibu tercinta. Sungguh Sehun tidak ingin menyakiti hati wanita terpenting dalam hidupnya itu, Sehun sangat menyayangi ibunya dan rela menyerahkan nyawanya untuk sang ibu. Tangisan Taekmin yang kian tak terbendung kini nyata menyayat di tiap inci hati Sehun, merajam kejam hingga Sehun tak bisa bernapas dengan benar.

“Iya. Aku akan menolong Chanyeol, aku akan membantu kakakku keluar dari masalah ini Ibu, aku janji.” ucap Sehun dengan pelukan yang mengerat.

~000~

Chanyeol terlihat masih sangat sibuk dengan setumpuk pekerjaannya, tak ambil pusing jika saat ini ia sudah melewatkan waktu makan siang. Beberapa hari ini Chanyeol kembali menjadi pria gila kerja melebihi dari dirinya yang biasanya, ia berangkat sangat pagi dan baru pulang lewat tengah malam. Perusahaan ibunya ia ambil alih, kesehatan Seojung benar-benar terpuruk dan Chanyeol tidak bisa membiarkan keadaan ibunya semakin parah karena memikirkan perusahaan. Chanyeol tidak peduli saat Seojung menolak mentah-mentah campur tangannya di perusahaan peninggalan ayahnya tersebut, ia lebih dari paham sifat keras ibunya sejak dulu. Sifat yang sejatinya juga menjalar di tiap denyut nadi kehidupannya.

Suara ketukan dari balik pintu tak menghentikan kegiatan Chanyeol barang sejenak, pria itu hanya terdengar mempersilahkan siapapun yang kini berdiri di balik pintu untuk masuk ke dalam ruangannya. Im Jinhwan berdiri di ambang pintu, menatap datar sosok Chanyeol yang terlihat lelah di balik meja kerjanya. Jinhwan mendekat lalu duduk di atas sofa hitam tepat di depan meja kerja Chanyeol, ia hanya mendesah panjang, memandang lurus ke depan, menebus dinding kaca yang menyajikan pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang menatap sinis ke arahnya.

“Semua orang kini mendesakmu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan asusila yang telah kau lakukan pada Jiyeon, gadis itu memang tidak menuntutmu tapi masyarakat mengecammu dan memaksa pihak berwajib untuk menangkapmu, Chanyeol.”

Seketika gerakan tangan Chanyeol terhenti, bolpoint berbahan emas kuning yang baru saja mengoreskan tinta hitamnya pada berkas penting perusahaan menggelinding di atas meja. Chanyeol menegakkan kepalanya, menatap Jinhwan yang masih memandangi langit. Ia tertawa sumbang untuk semua hal yang dipaparkan Jinhwan, Chanyeol lebih dari paham dengan situasi panas yang kian bergulir belakangan ini.

“Kapan mereka akan menangkapku, Hyung?”  nada tenang yang berusaha Chanyeol sematkan di kalimatnya tak mampu membohongi Jinhwan, pria itu terlalu mengenal Chanyeol lebih dari siapapun.

“Mungkin, sebentar lagi. Apa sekarang kau merasa takut?” Jinhwan menatap Chanyeol sekilas, sebelum kembali memandang gumpalan awan kelabu, kian menutupi hamparan biru yang menaungi Seoul siang ini.

“Sedikit.” jawab Chanyeol pelan.

“Sejak kapan kau menjadi penakut?”

“Aku bukan takut mendekam dalam bui, aku hanya takut keadaan ini semakin menyakiti orang-orang yang aku sayangi. Terlebih ibuku. Aku yakin dia akan semakin terpuruk, aku benar-benar tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika terjadi hal yang lebih buruk pada ibuku.”

Chanyeol mendesah gelisah, ikut melemparkan pandangan ke arah di mana Jinhwan kini tengah memakukan pandangan. “Hyung… apa ayahku kini merasa kecewa padaku? Apa ayahku merasa menyesal memiliki putra sepertiku?”

Mata Jinhwan terpejam sesaat, ia melirik Chanyeol dari ujung soket matanya yang berembun. “Tidak. Tuan Park Jaebin sangat bangga memiliki putra sepertimu, Park Chanyeol.”

Chanyeol tersenyum, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. “Terima kasih, Jinhwan hyung.”

~000~

Dengan langkah tergesa Sehun menaiki anak tangga, mengikuti Yixing yang berjalan beberapa langkah di depannya. Pengawal pribadi Chanyeol itu tampak binggung dengan kedatangan Sehun yang tiba-tiba, terlebih untuk maksud kedatangan pria itu yang nyata membuat dahi Yixing mengeryit.

“Aku harus segera membawa Jiyeon ke kantor Chanyeol, tidak ada banyak waktu, aku akan menjelaskannya selama di perjalanan. Jika kau tidak percaya, kau bisa ikut bersamaku, Yixing.” ujar Sehun dalam satu tarikan napas saat Yixing meminta penjelasan.

“Baiklah aku dan Jiyeon akan ikut, tapi kau tidak bisa memaksanya. Dia…,”

“Dia harus ikut, ini demi kelangsungan hidup kakakku, Zhang Yixing!”

“Kakakmu?”

Seketika perdebatan Sehun dan Yixing terhenti, mereka sama-sama menatap ke arah Jiyeon yang telah berdiri di undakan tangga paling atas. Gadis itu menatap Sehun dalam tatapan bencinya, mengeratkan genggaman tangannya sebelum akhirnya terangkat ke udara, mendarat di pipi Sehun sesaat setelah pria itu berdiri di depannya.

“Kau… Oh Sehun…,”

“Kau tahu siapa aku.”

“Tentu saja. Kau adalah pria bejat yang membuatku terperangkap bersama Chanyeol malam itu, kau pria pengecut, biang masalah yang menghancurkan hidupku.”

 

PLAKKK!!!—-

 

Lagi Jiyeon melayangkan tamparannya, ia geram bukan kepalang. Jiyeon menjerit, mengucapkan sumpah serapah pada Sehun yang berdiri memaku. Jiyeon baru saja akan kembali menghajar Sehun, namun Yixing menahannya, menarik Jiyeon menjauh seraya berujar pelan.

“Tuan Muda Chanyeol kini tengah dalam masalah besar, beliau membutuhkanmu Song Jiyeon. Jadi bisakah kita menundanya?” mata bening Jiyeon membulat, menatap tak percaya Yixing yang masih membingkai kedua bahunya.

“Apa?”

“Iya Yixing benar, siang ini pihak kepolisian akan menangkap Chanyeol dan satu-satunya orang yang bisa menolongnya hanya kau, Song Jiyeon. Jadi ikutlah denganku, waktu kita tidak banyak, kecuali kau ingin Chanyeol mendekam di penjara.”

~000~

Pintu ruang kerja Chanyeol kembali diketuk dari luar, seperti yang sebelumnya kini Chanyeol langsung mempersilahkan seseorang di balik pintu untuk masuk ke dalam ruangannya. Tiga pria dalam balutan kemeja putih berlapis jaket kulit hitam menyeruak masuk, ketiganya membungkuk hormat seraya memperlihatkan lencana keanggotaan dari lembaga kepolisian. Salah satu polisi mendekati Chanyeol, menyerahkan secarik kertas berisi surat penangkapan. Tak ada perlawanan dari Chanyeol, pria itu pasrah seraya menatap Jinhwan yang terlihat mengangguk samar. Ia tersenyum pada Jinhwan, menarik napas panjang sesaat sebelum melangkah mengikuti tiga polisi yang mengiringnya ke luar ruangan.

Namun tepat saat mereka baru saja hendak meraih gagang pintu, saat itulah sosok Sehun terlihat. Pria itu berdiri bersama Yixing, menatap Chanyeol sekilas lalu beralih pada para polisi. Sehun tidak menghiraukan keterkejutan Chanyeol yang tergambar sangat gamblang, Sehun bahkan hanya tersenyum tipis saat Chanyeol semakin terkejut kala sesosok wanita keluar dari balik bahu Yixing yang bidang.

“Maaf mengganggu tugas anda Pak, tapi sebelum Bapak membawa Chanyeol ada baiknya anda mendengar pengakuan dari Jiyeon, wanita yang diberitakan menjadi korban dari Chanyeol.” ujar Sehun pelan, ia menatap Jiyeon seraya mengangguk mantab.

Jiyeon menarik napasnya, menggenggam jemarinya yang mendingin, ia menatap Chanyeol sekilas sebelum pada akhirnya meluncurkan kalimat yang membuat Chanyeol memaku, pupilnya membulat, menatap tak percaya pada apa yang dikatakan Jiyeon saat ini.

“Aku Song Jiyeon, bukanlah korban perkosaan dari park Chanyeol. Aku adalah kekasih Chanyeol, aku hamil karena kehendak kami berdua. Semua yang dikatakan Chanyeol di media hanyalah salah paham, waktu itu dia hanya berusaha menyakinkanku yang merasa jika Chanyeol akan meninggalkanku karena pertunangannya.” ucap Jiyeon yakin, tak ada nada keraguan di semua kalimat yang ia ucapkan.

“Jadi, kalian tidak bisa menangkapnya.” lanjut Jiyeon seraya berjalan mendekati Chanyeol, ia merangkul lengan Chanyeol erat, menuntaskan kalimat yang membuat ia mendapat tatapan dalam dari Chanyeol yang memaku di sampingnya.

“Aku mencintainya, kami saling mencintai, jadi… tidak ada siapapun yang dirugikan dalam hal ini. Baik aku ataupun Chanyeol.”

Rangkulan erat Jiyeon mengendur saat pihak polisi pada akhirnya melepaskan Chanyeol, Jiyeon lemas seketika, ia merasa jika semua udara di sekitarnya hilang tak tersisa. Jiyeon limblung, tubuhnya terhuyung sebelum pada akhirnya jatuh pingsan di dalam rangkulan erat Park Chanyeol.

~000~

Chanyeol menatap Jiyeon yang akhirnya sadar saat ia membawa gadis itu pulang ke rumahnya, tim dokter langsung memeriksa keadaan Jiyeon dan setelah itu Chanyeol bisa menarik napas lega karena keadaan Jiyeon baik-baik saja, gadis itu hanya merasa terlalu lelah. Chanyeol menatap Jiyeon kian lekat, gadis itu kini sudah tertidur di atas ranjangnya, beberapa kali Chanyeol mendengar Jiyeon bergumam tak jelas untuk masalah yang tidak Chanyeol ketahui. Chanyeol membenarkan tata letak selimut yang menutupi tubuh Jiyeon, tertegun saat menatap air mata yang masih saja menetes dari sudut mata Jiyeon yang terpejam.

“Apa yang terjadi, Jiyeon? Kenapa kau terlihat sangat sedih? Apa Sehun menyakiti perasaanmu tanpa aku ketahui?” tanya Chanyeol tanpa sadar, mendudukkan tubuhnya di pinggir ranjang saat mendengar Jiyeon kembali bergumam gelisah dalam tidurnya.

Tanpa sadar Chanyeol mengulurkan tangannya, mengusap pelan kepala Jiyeon hingga gumaman gadis itu tak lagi terdengar. Tersenyum tipis saat mendengar napas Jiyeon yang mulai tenang, Chanyeol membelai wajah Jiyeon lembut, tersenyum untuk hal yang tidak Chanyeol mengerti. Ia hanya merasa senang kala teringat jika Jiyeon baru saja menolongnya, merasa tidak percaya jika gadis yang begitu membencinya itu justru menjadi penolongnya. Namun sesaat kemudian desahan sesak menguar dari mulut Chanyeol, mendapati memori tentang Sehun yang ia yakini menjadi penyebab utama Jiyeon menolongnya hari ini.

Oh Sehun, pria itu langsung pergi saat Jiyeon pingsan di ruangan Chanyeol, laki-laki itu hanya berujar lirih sesaat sebelum Chanyeol membawa Jiyeon pulang ke rumah dengan mobilnya.

 

“Jangan berbangga hati ataupun menilai jika aku menyesali perbuatanku padamu, Chanyeol. Aku melakukan ini hanya untuk ibuku, aku benar-benar tidak bisa melihatnya terus meneteskan air mata karena memikirkan masalahmu. Aku… masih sangat membencimu, Park Chanyeol.”

 

“Chanyeol-ssi.”

Suara serak Jiyeon membuyarkan lamunan Chanyeol, ia menatap Jiyeon yang sudah membuka mata seraya ingin duduk. Tanpa perintah Chanyeol mengulurkan tangannya, membantu Jiyeon untuk duduk bersandar. Keheningan menyergap mereka tanpa rencana, Chanyeol tampak binggung untuk berucap saat Jiyeon hanya membisu, gadis itu memandang ke arah jendela kamar yang terbuka.

“Jiyeon.” ucap Chanyeol pelan namun mampu memecahkan keheningan di antara mereka, Jiyeon berpaling, mensejajarkan pandangan mereka hingga Jiyeon merasa detak jantungnya perlahan memacu lebih cepat.

“Terima kasih, terima kasih untuk apa yang kau lakukan padaku hari ini.” Jiyeon mengangguk pelan, mereka masih saling pandang.

“Kata-kata terakhirku, anggap kau tidak pernah mendengarnya. Aku hanya ingin meyakinkan pihak polisi agar mereka tidak menangkapmu.” balas Jiyeon tak kalah pelan, menahan rasa yang berkecambuk di dalam hati.

“Aku tahu, kau tenang saja.” Chanyeol tersenyum hangat, tapi entah mengapa senyum itu justru terasa sangat menyakitkan untuk Jiyeon.

Jiyeon mengerjap pelan, menahan air mata yang entah mengapa tiba-tiba saja sudah berkumpul di sudut mata beningnya. Jiyeon merasa sangat tersiksa untuk sebuah rasa yang tumbuh kian subur di dalam taman hatinya, merasa jika rasa asing itu semakin menyakitinya. Hingga akhirnya Jiyeon merasa perutnya menegang, menekan hulu hati hingga Jiyeon pucat dalam hitungan detik.

Arrgghhh!!!” Jiyeon merintih tak tertahan, Chanyeol panik.

“Ada apa? Perutmu sakit lagi?” tanya Chanyeol, ia semakin panik.

Chanyeol beranjak, bermaksud memanggil tim dokter kandungan Jiyeon, namun niat Chanyeol tertahan saat Jiyeon justru menarik tangannya, membawa tangannya ke atas perut Jiyeon.

“Bisakah kau mengusapnya,” ucap Jiyeon lirih. “Berlawanan dengan arah jarum jam.” lanjut Jiyeon dengan mata setengah terpejam.

Binggung namun Chanyeol pada akhirnya mengangguk, ia merapatkan tubuhnya pada Jiyeon, mengusap perut Jiyeon yang belum tampak besar itu sesuai dengan yang Jiyeon intruksikan. Tanpa sadar Jiyeon menyandarkan kepalanya di bahu Chanyeol, merasakan kenyamanan yang membuat rasa sakit di perutnya hilang tak berbekas.

“Chanyeol-ssi apa kau tahu, jika perutku selalu sakit tiap kali aku berusaha menolak kehadiranmu, bayiku selalu menyulitkanku tiap kali aku menyangkal, jika aku merindukanmu.” Jiyeon tersenyum samar, setetes air mata meleleh dari sudut matanya. “Sepertinya bayiku marah jika aku membencimu…,” Jiyeon beranjak dari bahu Chanyeol, ia menatap Chanyeol dalam senyum samarnya.

“…jadi mulai hari ini, aku memutuskan untuk tidak lagi membencimu demi bayiku ini,” lagi Jiyeon meneteskan air matanya saat jemari Chanyeol menyentuh pipinya, pria itu tersenyum hangat seperti biasanya.

“Terima kasih Jiyeon, terima kasih banyak.” ucap Chanyeol sesaat sebelum menyematkan kecupan lembut di puncak kepala Jiyeon, kecupan yang membekukan wanita itu dalam keterkejutan hingga mendebarkan jiwa.

~000~

3 Month’s Later

Chanyeol’s House

Luxury Porch – Twilight

Setelah hari itu Jiyeon menghabiskan hari-harinya dengan tersenyum, ia tidak pernah lagi menangis. Chanyeol selalu bersamanya, bahkan sejak usia kandungan Jiyeon menginjak tujuh bulan, Chanyeol memilih untuk menyelesaikan pekerjaanya di rumah, hingga ia bisa lebih banyak meluangkan waktunya untuk menemani Jiyeon di rumah. Tak jarang mereka juga berkunjung ke panti asuhan Jiyeon, menghabiskan banyak waktu bersama orangtua angkat Jiyeon Soledad dan Coraimo. Lambat laun tanpa terasa Chanyeol mulai terbiasa dengan kehadiran Jiyeon di sisinya, pria sibuk itu bahkan sudah menyiapkan sebuah kamar bayi yang sangat cantik untuk calon bayi yang dikandung Jiyeon. Bayi yang diperkirakan berjenis kelamin perempuan.

“Dokter, akhir-akhir ini pergerakan bayi yang dikandung Jiyeon sedikit menyakitinya, apa itu pertanda normal?” tanya Chanyeol di suatu senja, dia menemani Jiyeon yang kini tengah diperiksa intensif oleh tim dokter yang selama ini mengontrol perkembangan janin Jiyeon selama 24 jam.

“Itu sangat normal Tuan Park, calon putri anda sangat sehat, terbukti dia sangat aktif di dalam sana.” jawab sang dokter dengan senyum wibawanya.

“Baiklah kalau begitu.” tuntas Chanyeol sesaat sebelum tim dokter beranjak meninggalkan dirinya bersama Jiyeon.

Meraka duduk berdampingan di sebuah sofa yang nyaman, keheningan kerap kali melanda mereka jika hanya duduk berdua saja. Mereka memang sudah terbiasa satu sama lain, namun tetap saja kekakuan sering kali muncul dan mengurung mereka hingga puluhan menit berlalu. Jiyeon mendesah pelan, merasa sedikit tersiksa untuk kebisuan yang tercipta di antara mereka. Namun saat Jiyeon baru saja ingin beranjak, ia kembali merasakan hal aneh di dalam hatinya, perasaan yang memerintahkannya untuk tetap berada disana, di sisi Chanyeol.

Perutnya pun mulai menegang saat Jiyeon memaksakan diri untuk beranjak, membuat Jiyeon meringis, dia mengusap-usap perutnya, tapi rasa sakitnya tak juga berkurang dan justru semakin tak tertahan. Jiyeon merasa jika ini mulai menyakitinya, membuat napasnya sesak dan tanpa sadar tangan gadis itu sudah menguncang tubuh Chanyeol yang diam di sampingnya. Chanyeol terkejut, tetapi dia mengabaikannya saat menatap wajah Jiyeon yang memucat, satu tangan wanita itu masih mengusap perut yang kini sudah kian membesar.

“Kau baik-baik saja?”

“Perut ku…,“

“Sakit?”

Heemm…,“ Jiyeon mengangguk lemah. “Tolong usap perutku, sekarang.”

Dalam kepanikan Chanyeol langsung mengulurkan tangannya di atas perut Jiyeon, mengusapnya lembut dengan satu tangan seperti yang pernah Jiyeon ajarkan padanya tempo hari. Chanyeol menggerakkan satu tangannya yang lain untuk membingkai pundak Jiyeon, membawa Jiyeon bersandar di bahunya dengan tetap mengusap perut wanita itu, bersenandung pelan dalam puluhan detik yang berlalu di antara mereka.

Jiyeon memejamkan matanya saat rasa nyaman kembali menjalari tubuhnya, rasa sakit di perutnya bahkan sudah hilang tak berbekas. Dia merasa sangat bahagia dengan semua yang Chanyeol lakukan saat ini, sebuah rasa yang semakin tak bisa Jiyeon abaikan lagi akhir-akhir ini. Entahlah Jiyeon juga tidak tahu, sebenarnya siapakah yang merasa nyaman saat ini. Dirinya? Atau bayi kecil yang ada di dalam rahimnya.

“Sudah lebih baik?” ucap Chanyeol pelan yang memecahkan suasana nyaman di antara mereka, membuat Jiyeon membuka matanya dan segera beranjak dari rangkulan Chanyeol yang menghangatkan hatinya.

“Terima kasih.”

Chanyeol tersenyum seraya menundukkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya ke arah perut Jiyeon hingga membuat wanita itu terkejut, mengerjap saat Chanyeol mengajak perutnya berbicara, lebih tepatnya kini Chanyeol tengah mengajak bicara jabang bayi di dalam rahimnya.

Hey! Jangan menyusahkan ibumu, jadilah anak yang baik di dalam sana, arrachie?” Chanyeol kembali tersenyum saat sudah kembali duduk tegak, menatap Jiyeon yang menatapnya dengan menahan tawa.

“Ada apa?” tanya Chanyeol, namun Jiyeon hanya menggeleng pelan, tetap dengan senyum tertahannya. “Apa aku terlihat aneh?” Jiyeon kembali menggeleng.

Namun saat Chanyeol ingin kembali berucap, tiba-tiba Jiyeon menarik tangan Chanyeol, ia meletakkan ke atas perut besarnya, tangannya dia letakkan di atas tangan Chanyeol. Mereka saling menatap dalam diam, Jiyeon tersenyum lembut saat melihat wajah Chanyeol yang berubah menegang.

“Kau bisa merasakannya?” ucap Jiyeon, tangannya menekan sedikit tangan Chanyeol yang di genggamannya.

“Ini…,” Chanyeol masih terlalu terkejut, menatap Jiyeon dan perut wanita itu secara bergantian.

“Dia menendang.”

Wajah Chanyeol kembali menegang namun kali ini terselip ekspresi bahagia di sana, laki-laki itu melebarkan senyumnya, mengangguk antusias seraya membungkuk ke arah perut Jiyeon.

“Dia bisa merasakan kehadiranmu, dan aku rasa dia mendengarkan ucapanmu.”

“Iya kau benar.” Chanyeol masih menunduk dan tanpa sadar pria itu mencium perut Jiyeon, mengucapkan sebaris kalimat yang sontak kembali membekukan suasana di antara mereka.

“Sayang, aku ayahmu….”

Jiyeon memaku, ia bahkan lupa untuk bernapas saat Chanyeol mencium perutnya. Ia melepaskan genggamannya di tangan Chanyeol, mengalihkan pandangan saat Chanyeol menegakkan kepala. Mereka terdiam dalam pikiran masing-masing, melemparkan pandangan pada apa saja asalkan tidak saling menatap. Chanyeol terlihat kikuk dan binggung, kebisuan terus menyergap dan tidak ingin beranjak dari mereka. Suara getar dari ponsel milik Chanyeol di atas meja mengalihkan perhatian mereka, Chanyeol berdehem lalu menyambar ponselnya. Melakukan sambungan obrolan pada seseorang di seberang sana, sesekali pria itu tampak melirik Jiyeon yang memilih memandang ke arah luar jendela.

“Aku akan menemui ibuku, ada urusan pekerjaan yang harus kami selesaikan.” ujar Chanyeol seraya bangkit berdiri, menatap Jiyeon yang terlihat hanya mengangguk.

Eoh, aku baru ingat sesuatu…,” ucap Chanyeol seraya menahan langkahnya. “Kemarin aku bertemu dengan Dokter Kang Jihye, beliau menitipkan salamnya untukmu.”

“Benarkah?” Chanyeol mengangguk. “Ah, aku sangat merindukannya, sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya.”

“Kalau kau mau, aku bisa mengantarmu ke rumah Dokter Kang. Kau bisa mengobrol bersamanya selagi aku bertemu ibuku, jika urusanku sudah selesai aku akan menjemputmu, bagaimana?” tawar Chanyeol.

Jiyeon menimang sebentar, bepergian berdua saja dengan Chanyeol adalah hal yang sangat Jiyeon sukai. Jiyeon pun pada akhirnya mengangguk, ia beranjak lalu melangkah perlahan di samping Chanyeol dalam senyum bahagia yang sudah merekah tanpa perintah.

~000~

“Akhir-akhir ini kau terlihat jarang bertemu sepupumu, apa kalian bertengkar?” Seojung bertanya dari atas sofa putih yang di dudukinya, menatap sekilas ke arah Chanyeol yang duduk di depannya, pria itu terlihat masih sangat sibuk membolak balik berkas penting perusahaan.

“Sehun sibuk di Macau dan aku sibuk dengan dua perusahaan besar. Aku bahkan butuh waktu lebih dari 24 jam dalam sehari untuk menyelesaikan semua pekerjaanku.” Chanyeol menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.

Sejak serangan jantung Seojung beberapa bulan lalu, kondisi kesehatan Seojung belum membaik seperti sedia kala. Ia menjadi gampang lelah dan memaksanya untuk beristirahat lebih banyak. Seojung yang sejatinya sangat menyayangi Chanyeol itu pun dengan sangat terpaksa mempercayakan perusahaan suaminya pada Chanyeol, saham yang sempat Chanyeol ingin serahkan pada Sehun ditarik kembali oleh Seojung. Seburuk apapun hubungan Seojung dan Chanyeol, tetap saja ia ingin putra kandungnya yang memimpin perusahaan bukan keponakannya.  Dan hingga detik ini Seojung tidak pernah tahu tentang semua kebusukan Sehun, yang ia tahu Chanyeol bersalah dan karena Sehun dan Jiyeonlah Chanyeol selamat dari jerat hukum. Karena fakta itu juga kini Seojung menjadi sedikit bersahabat pada Song Jiyeon dan selalu memuji Sehun karena telah menyelamatkan putranya dari kejamnya jerusi besi.

“Hubunganmu dengan gadis itu semakin membaik, apa kau merencakan sesuatu untuk masa depan gadis itu?”

“Apa ibu sekarang sedang memintaku untuk menikahi Jiyeon, karena dia mengandung penerusmu?”

“Aku tidak menyukai gadis itu, dia bukan dari kalangan terhormat seperti kita. Tapi mau bagaimana lagi, seantero Korea sudah tahu jika dia calon menantuku dan dia kini sedang mengandung penerus dari Shinwa Corporation. Benar begitu ‘kan?” Seojung menyerahkan berkas yang ada di tangannya, meminta Chanyeol untuk memeriksa ulang sebelum ia bubuhi tanda tangan.

“Yah ibu benar, bayi itu bahkan penerus dua perusahaan sekaligus.” Chanyeol tersenyum samar, meletakkan berkas di atas meja agar bisa segera Seojung tanda tangani.

“Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?”

“Entahlah… yang pasti aku dan Jiyeon akan menyambut bayi kami dengan suka cita.” jawab Chanyeol ragu, ia memandang Seojung sekilas sebelum beranjak dari sofa.

“Jika kau tidak menikahinya maka bayi itu bukanlah penerusku, bayi itu tidak akan bisa mengunakan marga leluhurmu di depan namanya.”

Chanyeol tersenyum samar, ia menatap Seojung sekali lagi sebelum melangkahkan kakinya. Meninggalkan Seojung tanpa jawaban, melangkah dalam balutan pilihan yang terasa masih terlalu berat untuk di putuskan secepat ini. Chanyeol lebih dari paham jika menikahi Jiyeon bukanlah pilihan yang tepat, bukanlah jalan keluar yang akan membawa kebahagian, karena hingga kini Chanyeol masih melabuhkan hatinya di tempat yang sama.

TBC


Unlogical Time? #4

$
0
0

PhotoGrid_1453032335183

Unlogical Time? #4

Author : Blue Sky

Rating : PG-15

Length : Multichapter

Cast : Oh Sehun & Song Daera (and Other cast)

Genre : Fantasy, Married Life

Hello again ^^)/ lanjut untuk Unlogical Time part 4, sorry untuk chap sebelumnya. Kependekan ya? Mianee (T.T) soalnya Author lagi sibuk Final semester, tapi.. kali ini bakalan panjang kok ceritanya ‘-‘)9 , Jangan lupa comment terus yaa~ \(^^)/

Unlogical Time?

~*~

“dia pasti tidak pulang” daera mondar mandir sambil menggigiti kukunya, perasaannya gelisah karena kejadian pagi tadi di mana ia dengan beraninya mengecup bibir Sehun. “oke, aku akan tidur di sini. Karena dia pasti tidak pulang”

Seketika ia terdiam “tapi? Kalau dia pulang?”

Daera melirik jam yang terpampang di dinding, menunjukkan pukul 11 malam. “pasti dia tidak pulang kan?” dan kembali mondar mandir

Kini ia berada di kamarnya, ia tak ingin lagi mengganggu Daehun yang sudah tertidur lelap di kamarnya.

“Tidak! Dia pasti tidak pulang” dengan mantap Daera meloncat, segera meraih selimut dan membungkus diri layaknya kepompong “Ahh!! Nyamannya”

 

Daera segera meraih ponselnya “Apa tidak ada sesuatu di ponsel ini?” ia membuka galeri pada ponselnya, mata beningnya terbelalak melihat foto-foto yang terpampang jelas pada ponsel tersebut “Mwoo??”

Ia terkejut mendapati banyaknya foto dirinya dengan Sehun, entah itu selfie atau yang lainnya. Seketika mata beningnya tertuju pada sebuah video, ia segera memencet tombol play pada video itu.

“Apa ini?”

Video tersebut memperlihatkan dirinya dan juga Daehun yang sedang duduk di taman penuh dengan pohon sakura bermekaran, dan yang pastinya Sehun yang merekam video tersebut “Daehun” sapa riang Sehun pada anaknya

“Ayah” Daehun melambaikan tangan pada Sehun yang sedang merekam video, Ia segera berlari sambil bermain bola “Hati-hati Daehun-ah” teriak Daera.

“Apa kau menyukainya?” Tanya Sehun pada Daera dan seketika Daera tersenyum

 

eo, aku sangat menyukai sakura di Tokyo”

“Apa kau tidak mau mengucapkan sesuatu padaku?” goda Sehun

Seketika Daera terkekeh “Gomawo sehuniee

“Apa kau tidak mau memanggilku yeobo?”

Daera menggeleng “Aku lebih suka memanggilmu Sehunie, kau terlihat muda. Suamiku” Daera tertawa dan Sehun juga ikut tertawa.

Video pun terhenti, sedetik kemudian wajah Daera merah padam atau mungkin lebih tepatnya seperti kepiting rebus

“Apa itu aku? Dan Sehun?” pertanyaan yang tidak bisa dijelaskan terngiang di kepala gadis itu, Ia segera meletakkan ponselnya di atas meja nakas tepat di sampingnya. Segera membungkus dirinya dengan selimut, jantungnya berdegub kencang “Kenapa aku menikah dengannya? Bukankah aku tidak mengenalnya? Lagipula dia adalah seorang konglomerat”

 

suara samar terdengar, seperti hentakan sepatu melangkah mendekat. Kening gadis itu berkerut samar “Apa itu…. Sehun?”

Seketika terdengar suara knop pintu terbuka, Daera segera bangkit sambil membungkus dirinya dengan selimut hingga mencapai puncak kepalanya, hanya wajah mungilnya saja yang terlihat. Ia terkejut melihat sosok di ambang pintu “Se.. Se, Sehun?”

 

~*~

Mereka berdua saling bertatapan, Sehun masih di ambang pintu dan juga Daera yang masih terduduk di ranjang dengan selimut yang membungkusi seluruh tubuhnya.

Sedetik kemudian Sehun terkekeh “Kau seperti kepompong” membuat Daera cemberut dan merasa malu, Sehun segera menutup pintu membuka jas hitam yang melekat di tubuhnya.

 

“Kau belum tidur? Aku kira kau tidur bersama Daehun lagi”

Lelaki itu membuka kancing kemejanya, membuat pipi Daera merona tipis memperhatikan tubuh Sehun yang tegap sempurna terbalut kemeja putihnya. “Ya! Apa kau tidak bisa mengganti bajumu di tempat lain?”

Sehun mengangguk “baiklah” dan segera memasuki kamar mandi mengganti pakaiannya.

“Ahh! Kenapa aku tidur di sini? Sekarang bagaimana?” gerutu Daera.

Sehun keluar dengan memakai piyama berwarna abu-abu, serta rambutnya yang basah membuat pipi Daera semakin merona

“Sampai kapan kau membungkus diri seperti itu?” tegurnya

Daera terkejut “Apanya?”

“Kau mau menguasai sendiri selimut itu?”

“ah ini”

 

Sehun segera berbaring di samping Daera, sedangkan gadis itu berpikir keras untuk bisa menjauh dari sehun. Ia segera mengambil bantal sofa yang berada di kamar itu dan mengumpulkannya sebanyak mungkin, membuat Sehun terkejut dengan aksi istrinya yang menimpuk segala bantal di antara mereka

 

“ingat! Ini adalah perbatasan, jangan pernah melewatinya”

Sehun mendengus kasar “apa kau masih marah padaku?”

“Janji kau tidak akan melewati batas ini, oke?”

eo, aku mengerti”

“oke” Daera segera berbaring dan menarik selimut.

 

Mian..” Suara Sehun memecah keheningan, kening Daera berkerut samar.

Miane, aku mungkin salah dan membuatmu sangat marah” lanjutnya

Daera merasa menyesal,  membuat Sehun di masa depan  meminta maaf padanya yang pada kenyataannya memang Sehun tak berbuat apapun.

“Sudahlah, apa kau tidak tidur? Aku sudah mengantuk”

eo, baiklah”

 

~*~

Pagi menjelang, Daera terbangun lebih dulu. Ia mengerjap dengan perlahan, memperhatikan cahaya samar yang tertutupi di balik gorden kemudian melihat sekelilingnya dan menangkap sosok yang berada tepat di sampingnya yaitu Oh Sehun, Lelaki itu masih tertidur lelap

 

“Jam berapa ini?” Ia meraih jam digital yang terletak di atas meja nakas menunjukkan pukul 06:30, dan meletakkan kembali jam tersebut.

“apa dia belum bangun?”gumamnya.

Ia menatap lekat wajah Sehun yang masih tertidur pulas, wajah tenangnya yang entah mengapa membuat Daera tersenyum “dia pasti lelah”

 

Sedetik kemudian Daera tersadar dari sikap anehnya, ia segera menampar kedua pipinya “Apa aku mulai gila?” pipinya merona tipis, ia segera bangkit dari ranjang dengan perlahan agar tak menimbulkan suara gaduh yang bisa membuat Sehun terbangun. Kemudian meraih knop pintu dan membukanya, meninggalkan Sehun yang masih bermimpi di ujung sana.

……

Langkah pertama Daera yaitu dengan mencuci pakaian kotornya, Ia segera mengangkut keranjang yang berisi tumpukkan pakaiannya “Selamat pagi Nyonya” seorang wanita membungkuk padanya

“oh? Selamat pagi”

“Nyonya sedang apa?”

“ah, aku akan mencuci pakaian kotor ini” kening wanita tersebut berkerut samar “Tapi nyonya, itu adalah pekerjaan Jizu”

Daera tak mengerti apa maksud perkataan wanita itu “Apa? Jizu?”

Wanita tersebut segera memanggil sosok yang di sebut bernama Jizu “Cucilah pakaian Nyonya, Tuan dan juga Tuan muda” perintah wanita tersebut dan segera dilaksanakan oleh Jizu

 

Daera masih dalam ambang kebingungan, tanda tanya besar terlintas di benaknya

“Maaf Nyonya, saya permisi dulu”

Ne” jawab Daera singkat, dan wanita tersebut meninggalkannya.

 

Ponsel Daera berbunyi, Ia segera meraih ponselnya dan mendapati nama Eunji yang tertera pada layar ponselnya. Ia sontak menekan tombol hijau pada layar ponsel

Yeoboseyo? Eonni?”

Daera-ah, bukan maksudku si Daera 22 tahun”

“ada apa eonni meneleponku?”

……

 

Daera ragu untuk kembali ke kamarnya, Ia takut berhadapan dengan Sehun. Pasalnya jika berhadapan dengan lelaki tersebut lidahnya seperti kelu untuk berbicara. Tapi dia tidak mempunyai pilihan…

Daera segera memasuki kamar, meluruskan pandangannya dan mendapati Sehun yang tengah bersiap “Daera, bisa kau pasangkan dasi ini?”

“hm? I.. Iya”

Sehun segera menyerahkan dasi tersebut, dengan lihainya Daera memasangkan dasi pada kerak baju yang tidak lain adalah suaminya. Ia tidak berani menatap wajah Sehun, pandangannya di lain arah.

“Sudah”

Gomawo” Sehun tersenyum dan mengusap puncak kepala Daera dengan singkat.

 

“Hari ini aku akan pulang lebih cepat”

eo? Kenapa?”

“Apa kau tidak ingat hari ini?”

 

Kening Daera berkerut samar “hari ini? Bukannya ini hari kamis?”

Sehun memutar bola matanya “ini hari ulang tahun Daehun”

“ahh” Daera berpura-pura mengetahuinya

“apa kau lupa?”

Daera menggeleng “tentu saja aku ingat” cengirnya.

“aku akan membelikannya hadiah” ucap Sehun dengan semangat.

“ehm, kalau begitu. Aku akan membelikannya kue”

 

~*~

Rumah kembali sepi karena Sehun dan Daehun yang sedang pergi menjalankan aktivitas mereka seperti biasa. Keadaan yang hening membuat Daera merasa bosan.

Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan pintu, Daera segera membuka knop polintu dan mendapati Ahjumma. “Nyonya, ada yang ingin bertemu dengan anda”

“siapa?”

“nyonya Eunji”

 

Daera tersenyum dan segera menuruni tangga menuju ruang tamu “eonni” gadis itu memeluk Eunji dengan erat “Untuk kedua kalinya kau memelukku seperti ini”

Daera menyegir dan mereka berdua pun menduduki sofa “aku akan mengajakmu keluar. Kau belum pernah melihat suasana masa depan?”

Seketika mata Bening Daera berbinar “betulkah?”

 

Eunji mengangguk “Aneh, aku berbicara kata MASA DEPAN. Seperti doraemon” gumamnya

“Tapi, kita naik apa? Taksi?”

 

Eunji terbelalak, dan seketika ia teringat di hadapannya adalah Si Daera 22 tahun. “kuberitahu kau, dirumah ini mempunyai banyak koleksi mobil. Salah satunya adalah milikmu”

“Apa?”

…..

Mereka berdua kini di tuntun oleh pengawal menuju sebuah ruangan yang luas namun agak gelap hingga penglihatan Daera terlihat samar, sedetik kemudian cahaya terang menyinari seluruh penjuru ruangan tersebut. Daera terkejut melihat apa yang dihadapannya kini, berjejer mobil dengan model yang berbeda-beda “Apa ini?”

Eunji memasang wajah datarnya “seharusnya aku yang terkejut, ini semua milik suamimu”

Mereka pun berjalan, Daera mengekor di belakang Eunji. Seketika Eunji mendekati mobil sport putih “ini adalah mobilmu, kau biasa memakainya”

 

“APA?” Ia memperhatikan mobil tersebut, membayangkan ternyata dialah pemiliknya. Di masa lalu ia tidak pernah berfikir untuk memiliki mobil seperti itu, tentu saja kendaraan yang berharga baginya di masa lalu adalah Bus.

“oke, sekarang kau harus berpakaian. Kita akan pergi kemanapun”

“oke” ucap Daera riang.

 

~*~

Kini Daera dan Eunji tengah berada di dalam mobil, Dengan mantap Eunji melajukan mobil mewah tersebut dengan perlahan. “Kita mau ke mana?” tanya Daera

“entahlah, berjalan-jalan saja”

Seketika Daera teringat sesuatu “eonni, hari ini ulang tahun Daehun. Bisakah kau mengantarku untuk membeli kue”

Eunji tersenyum “tentu saja, tapi.. Apa kau mulai terbiasa?”

Daera sejenak terdiam “entahlah, aku ingin mencari Na ra”

 

Kening Eunji berkerut samar “Na ra? Siapa dia?”

“anak perempuan yang memberikanku sebuah jam kecil, terakhir kali dia mengatakan bisa melihat masa depan. Aku pikir itu lelucon, tapi ternyata paginya aku berada di sini”

Eunji terlihat kebingungan “kau seperti di sebuah film, itu membuatku takut”

“Apa eonni bisa membantuku menemukannya?”

“tapi bagaimana?” Tanya eunji

“kita bisa pergi ke apartemen terakhir kali aku mengantarnya”

Eunji mengangguk “baiklah”

……

 

Daera dan Eunji berada di sebuah toko yang menjual berbagai kue, “Apa Daehun menyukai ini?”

Eunji mengangguk “Aku yakin, karena tahun lalu kau membelikannya kue coklat”

“Baiklah”

“Apa yang Sehun berikan untuk anakmu?”

Daera mengangkat kedua bahunya “entahlah, Sehun hanya mengatakan akan memberikan hadiah” dan di balas anggukan oleh Eunji.

 

“Apa sekarang kita mulai mencari anak yang kau maksud itu?”

Daera tersenyum “tentu saja”

 

~*~

 

“Apaa?? Apartemennya telah digusur?”

Lelaki paruh baya tersebut sedikit terkejut “Ya” jawabnya singkat

“Sejak kapan?”

“2 tahun lalu” jawab lelaki paruh baya itu.

Raut wajah Daera seketika berubah, Ia menjadi lesu dan tak bersemangat “Jika begini aku tidak akan kembali ke masa lalu” gumamnya.

….

Mereka kembali berada di dalam mobil. Ekspresi Daera masih saja lesu, Ia sedikit pucat “Aku sebenarnya bingung apa yang terjadi denganmu” ujar Eunji memecah keheningan.

“Kau tahu kan? Dari masa lalu ke masa depan itu sama sekali tak masuk akal”

 

Daera menyilangkan tangannya di atas dada “Lalu? Aku harus bagaimana? Kau berfikir aku harus ke mana?” tanya Daera bertubi-tubi.

“Kau harus ke dokter psikolog”

Mwwoo?? Apa eonni pikir aku gila?”

Eunji menggeleng “tentu saja tidak! Tapi mungkin.. Kau salah minum obat atau apalah”

“Tidak! Aku tak meminum obat apapun, aku betul-betul dari masa lalu. Bertemu anak bernama Na ra dan dia memberikanku jam yang tak jelas dan mengatakan bahwa aku bisa melihat masa depan dalam waktu 2 bulan….” seketika ucapan Daera terhenti “Tunggu! Dia bilang 2 bulan, berarti semua ini akan berakhir setelah 2 bulan?”

 

“Apa?”

 

Sedang asyik dalam obrolan mereka, suara dering ponsel menghancurkan pembicaraan serius antara Daera dan Eunji. Dering ponsel tersebut berasal dari ponsel Daera, dengan sigap ia meraih ponsel dari saku celana jeansnya. “Sehun?” ucapnya, dan segera menekan tombol hijau

 

Yeoboseyo?”

“….”

“Aku sedang bersama dengan Eunji eonni, kenapa?”

“…”

“ke perusahaan?” Daera melirik Eunji, sedangkan sahabatnya itu mengangkat kedua alisnya tak mengerti apa yang diucap Sehun di ujung sana.

“Baiklah” tutup Daera.

 

“Apa yang Sehun katakan?” tanya Eunji

“Antar aku ke perusahaan Sehun”

“Baiklah” jawab Eunji singkat dan segera melajukan kembali mobil tersebut menuju perusahaan Sehun.

 

Tak berselang lama, mereka telah tiba di perusahaan Sehun, mata Daera terbelalak melihat gedung yang menjulai tinggi “Apa ini perusahaannya?”

Eunji mengangguk “tentu saja”

“aku benar-benar yakin kau dari masa lalu” lanjutnya.

 

Daera sama sekali tak membalas perkataan Eunji, Ia hanya sibuk memperhatikan Gedung yang berada di tengah-tengah kota seoul tersebut dengan pandangan yang berbinar.

Ya! Jangan diam saja, ayo cepat kita masuk”

eo

 

Daera mengikuti langkah Eunji dari belakang, memasuki perusahaan tersebut. Gedung yang luas dan banyaknya orang yang berlalu lalang membuat Daera sedikit kebingungan, Eunji menyuruh Daera untuk memasuki lift bersamanya. Menekan tombol di angka 16 suasana sempat hening beberapa saat hingga pintu lift terbuka menunjukkan mereka telah tiba ke lantai yang di tuju.

“Daera-ah, aku harus pergi sekarang, bisakah kau menemui Sehun sendiri saja?”

Daera mengangguk “tapi, di mana ruangannya?”

 

“lihatlah pintu di sebelah ujung kananmu, itu adalah ruangan Sehun” Jelas Eunji

“dan juga aku akan mengembalikkan mobil di rumahmu, oke?”

Daera mengangguk mengerti dan Eunji pun berlalu.

~*~

 

“Apa kau sibuk hari ini Sehun?” Tanya Minri pada Sehun, lelaki itu sedang fokus dengan berkas yang bertebaran di hadapannya. “tidak juga” jawabnya singkat.

Minri mengangguk dan tersenyum “Apa kau bisa makan siang sebentar bersamaku? Aku tidak mempunyai teman untuk di ajak makan siang” ucapnya dengan nada yang lembut.

“Maaf, tapi aku tidak bisa” jawab Sehun dengan singkat. Minri sedikit kecewa, ia hanya bisa berdiri di samping Sehun yang tengah fokus dan sibuk dengan dunianya sendiri. “Kenapa kau tidak bisa?”

 

Pintu ruangan kantor Sehun terbuka, memutuskan pembicaraan Minri pada Sehun. Seketika Minri menyipitkan matanya memperhatikan sosok yang memasuki ruangan tersebut dan Ia pun terkejut mendapati Daera yang tersenyum kecil padanya dan juga Sehun.

 

Sehun melihat sosok yang tidak lain adalah Istrinya, Ia tersenyum gembira dan segera berdiri dari kursi serta meninggalkan pekerjaannya yang sedari tadi membuatnya sibuk “Daera? Cepat sekali kau datang”

Daera terlihat gugup “Ah.. Itu.. Eunji eonni yang mengantarku”

Sehun mengangguk dan tersenyum kemudian mengusap puncak kepala Daera “Tunggulah, pekerjaanku akan selesai sebentar lagi”

“Baiklah” Daera menduduki sofa berwarna coklat, mata beningnya tertuju pada Minri yang sedari tadi berdiri mematung.

“Cih, dia lagi” dalam benaknya.

“kenapa aku membencinya?” Ia menatap tajam pada Minri, memperhatikan pakaian Wanita itu yang semakin terlihat ketat dan terlihat sempurna dalam balutan tubuhnya.

 

“Maaf, aku akan pergi mengurus berkas lain Sehun-ssi” ucap Minri dan hanya di balas anggukan oleh Sehun.

Minri membungkuk pada Sehun dan tidak lupa juga membungkuk pada Daera, Ia segera meninggalkan ruangan. Tangannya mengepal dengan erat, Ia sangat kesal memperhatikan sikap Sehun pada Daera. Sedari tadi Sehun bersikap dingin padanya, namun ketika Daera datang Lelaki itu malah tersenyum manis dan sangat gembira membuat Minri muak “Aku akan memusnahkanmu. Daera”

 

~*~

Sehun dan Daera berada di dalam mobil mewah berwarna Hitam yang tidak lain adalah milik Sehun “Apa kau membeli kue?”

Daera mengangguk “tentu saja”

“baiklah, sekarang kita akan menjemput Daehun”

 

Sehun melajukan mobil dengan mantap, menyusuri jalan seoul yang bagi Daera terlihat agak berbeda Terutama gedung-gedung yang berjejeran di kota tersebut.

Tak memakan waktu yang lama, mereka tiba pada sebuah taman kanak-kanak Jisu. Mungkin jika di perhatikan tidak seperti gedung taman kanak-kanak pada umumnya, karena Taman kanak-kanak tersebut di khususkan untuk anak yang keluarganya bisa di bilang mempunyai kekayaan di atas rata-rata alias konglomerat.

 

Sehun dan juga Daera keluar dari mobil, mencari sosok anak yang berambut pekat dan imut itu, “Ayah” teriak Daehun, Ia berlari menghampiri Sehun dan juga Daera.

“kenapa Ayah dan Ibu menjemputku hari ini? Apa karena ulang tahunku?” tanya Daehun polos

Sehun tersenyum mengacak rambut anaknya itu “Tentu saja, apa kau tahu? Ayah dan Ibu membelikanmu hadiah”

“benarkah?” teriak Daehun senang “Aku ingin cepat pulang” gerutunya

“Baiklah, Ayo kita pulang”

Daera merasa nyaman dan bahagia melihat sikap Sehun pada anaknya, senyuman lelaki tersebut membuat Daera tersenyum tipis merasakan kebahagiaan yang berlimpah di lubuk hatinya.

 

~*~

Saengil cukhae Daehun-ah” teriak Sehun dan juga Daera. Daehun tersenyum malu “Apa aku harus meniup lilinnya?” tanyanya lagi dengan polos “eo, tiuplah cepat” jawab Sehun

 

Dengan semangat yang membara, Daehun meniup lilin dalam sekali hembusan. Membuat ahjumma dan pelayan lainnya tertawa kecil, sontak tepuk tangan dilayangkan pada Daehun “Ahjumma, ambilkan jus buah” perintah Sehun dan segera dituruti oleh Ahjumma tersebut dan pelayan lainnya.

“Ayah membelikanmu hadiah” Sehun mengeluarkan sebuah robot yang lumayan besar, sebuah tokoh Iron Man dan membuat Daehun terkejut sekaligus bahagia. Segera meraih hadiahnya itu. “Apa kau menyukainya?” Tanya Daera

Daehu mengangguk “aku menyukainya, tapi…”

 

“Tapi kenapa?” tanya Sehun

“Daehun sudah bosan dengan robot. Apa Daehun boleh meminta hadiah lagi?”

Daera mengangguk riang “Hadiah apa?”

 

“Daehun ingin mempunyai adik” Pinta Daehun dengan wajah polosnya

Sontak Daera bagaikan terjun dari langit ke tujuh, Ia terkejut. Permintaan Daehun sangatlah memgerikan, sedangkan Sehun? Lelaki itu melayangkan senyum liciknya.

 

TO BE CONTINUED……

 

 

 


I’m Sorry (Chapter 1)

$
0
0

Author ; nanadiarst

Length : Chaptered

Genre : Sad , Romance , Family life

Rating : SU

“i’m sorry…” #1

Main Cast :

– Kang Seulgi

– Oh Se Hoon (Sehun)

– Kim Jong In (Kai)

– Kang Yun Hyeong

At Gangnam st. Village

Tok tok tok

Suara pintu sedang diketuk seseorang untuk membangunkan orang yang sedang di dalam

Tok tok tok

Suara pintu terdengar lagi

“Nona ! Ayo bangun nona?”kata para pembantu

“Nona ! Sebentar lagi akan telat jika tidak bangun!”sambung sang pembantu

Tiba tiba muncul seorang namja dari arah belakang , pakaianya sudah rapi dan siap untuk sekolah

“Aish apa apaan ini? Apa dia tidak mau sekolah? Pabbo!”

“Yak Kang seulgi ! Palli ireona!” lanjutnya dengan nada yang besar atau bisa disebut teriak

“Maaf bi , biar aku saja yg membangunkanya!”kata sang namja itu

“Ne .. Kalau gitu kami permisi dulu”kata para pembantu

“Yak! Palli ireona! Jika kau tidak bangun akan kudobrak pintu

Kesayanganmu ini!”ancamnya

“Arraseo! Nan ireona jigeum!”balas orang didalam yang dipanggil ‘kang seulgi’ tadi.

1 menit…

2 menit…

3 menit…

Brak! Pintu dibuka dengan keras

“Neo!”kesal gadis muda bernama seulgi tebangun dari tidurnya karna pintunya dibanting keras oleh orang yang meneriakinya tadi yang ternyata adalah kaka kandungnya sendiri

“Lihat! Aku tidak macam macam dengan ucapanku kan?haha”ejek sang kakak yang bernama yunhyeong

“Eomma!! Appa!!” teriak seulgi sambil melesat keluar kamar dan membuat kakaknya hampir terjatuh

“Dasar tukang ngadu”cibir yunhyeong

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Eomma!”teriak seulgi dengan nada kekanak kanakan

“Aigo! Ada apa ini? Pagi pagi kalian berdua sudah membuat keributan saja”kata sang ibu

“Dia yang membuat keributan eomma!”balas yunhyeong

“Dia eomma! Jelas jelas dia yg

Membuat keributan ini! Dia membanting pintuku!”adu seulgi

Tiba tiba sang ayah datang dari arah belakang

“Kenapa pagi pagi kalian sudah ribut?” tanya sang ayah

“Dia menghancurkan pintuku”kata seulgi

“Sudah sudah nanti appa ganti , yg penting skrg seulgi kau mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah ya..”kata sang ayah

“Huft! Arraseo appa”kata seulgi

Ia beranjak pergi menuju kamarnya

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Selesai mandi seulgi hendak keluar kamar tetapi tiba tiba kepalanya sangat sangat pusing

“Ahkk!!!” teriak seulgi

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Ahkk!!”teriak seseorang

“Yeobo , apa kalian mendengar suara teriakan tadi?”tanya ibu

“Nae”jawab mereka

“Tu-tuan , nona seulgi pingsan!”kata pembantu yg baru datang dgn wajah khawatir

“Mwo?!” kaget mereka semua , lalu mereka langsung berlarian ke

Kamar seulgi.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Seulgiya! Ireona!”kata sang ayah sambil memangkunya didalam pelukanya

“Nak bangun nak!”kata ibu sambil menepuk pipi seulgi

“Lebih baik kita panggil ambulan sekarang!”teriak yunhyeong

Lalu pembantu segera menelpon

Ambulan..

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

12:45 , Seoul Hospital

Perlahan tangan gadis yang terbaring lemah di kasur tersebut mulai bergerak memberikan respon

“Appa! Tangan seulgi bergerak!”kata yunhyeong

“Mwo? Jinjja? Cepat panggil dokter”kata sang ayah kepada istrinya

“Nae yeobo”balas ibu

Lalu ibu menekan tombol disamping tempat tidur seulgi

“Seulgiya? Apa kau sadar? Seulgiya!”kata yunhyeong

“Chagiya..”kata ayah

“A-ppa..”kata seulgi sembari membuka matanya

Tok tok tok

Lalu ibu membukakan pintu

“Apa nona kang sudah sadar?”tanya dokter choi itu

“Nae uisanim”kata ibu

“Maaf, bolehkah saya periksa dulu?” tanya dokter choi

“Nae silahkan”kata appa

Lalu dokter choi itu memeriksa seulgi

“Keadaan nona seulgi berangsur membaik , tetapi dia harus istirahat dulu..”kata dokter choi

“Ah baiklah choi uisanim , gamshamnida”kata ayah

“Nae , saya permisi dulu”kata dokter choi

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Seulgi-ya , ayolah dimakan bubur labunya”bujuk yunhyeong

Tapi seulgi tidak memberi tanggapan

“Kau harus makan jika ingin cepat sembuh!” teriak yunhyeong

“Shirreo! Oppa tidak mengerti semuanya!”kata seulgi sambil disela tangisan

Flashback 1 week ago

Tok tok tok

“Silahkan masuk”kata dokter choi

“Annyeonghaseyo”kata seorang gadis yang baru masuk

“Ah seulgi-ssi , apa kabar? Apa kau mulai membaik?”tanya dokter choi

“Kurasa aku malah bertambah parah dok. Akhir akhir ini kepalaku rutin selalu sakit dan kadang

Kadang juga aku mimisan”kata seulgi

“Apa kau juga pingsan?”tanya dokter choi

“Aniyo dok, tetapi aku pernah hampir pingsan , untungnya saat itu tidak ada siapa siapa”kata seulgi

“Seulgi-ya 97% dari 100% pengidap penyakit kanker paru paru dan kanker otak meninggal dunia, kesempatanmu hanya 3% , kuharap kau memberitahukan keluargamu , kalau nanti sampai…”

“Sampai apa dok? Sampai aku mati keluargaku tidak akan mengetahuinya?”sela seulgi

Dokter hanya menunduk

“Nae”jawabnya

“Itu lebih baik , selama ini aku selalu merepotkan mereka , dan kali ini saja aku tidak mau membebani mereka dengan penyakitku ini..”kata seulgi sambil meneteskan air matanya

“Uljima , aku tahu  apa masalahmu, tapi kau tidak bisa terus terusan menutupinya”kata dokter choi

“Arraseo minho oppa , aku mau kontrol , apakah stadiumku turun atau … Naik”kata seulgi

“Baik mari kita mulai pemeriksaanya”kata dokter choi

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Bagaimana hasil testku oppa?”tanya seulgi

“Untuk kanker otakmu masih sama , stadium 2 tapi..”kata minho ragu ragu

“Tapi kenapa oppa?”kata seulgi

“Kanker paru parumu naik 2  stadium dan skrg jd stadium  4”

Kata minho sedih

“Ah , geurae? Gwenchana oppa”kata seulgi sedikit shock

“Arraseo gomawo oppa untuk waktunya , aku permisi dulu”kata seulgi

“Nae , hati hati..”kata dokter choi

Flashback end

“Mwo? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti”kata yunhyeong

“Ah mianhae , tadi aku memangnya bicara apa?”kata seulgi

“Aish , lupakanlah”kata yunhyeong

“Sekarang lebih baik kau makan

Bubur ini dulu

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Next day

“Ayo kita berangkat sekarang”kata yunhyeong

“Nae , eomma appa aku dan oppa berangkat dulu ya , annyeong!”kata seulgi

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

At school

“Seulgi-ya!”teriak seorang yeoja setelah seulgi turun dari motor kakaknya

“Wendy-ah! Oppa aku duluan ya”

Kata seulgi

“Eo”kata yunhyeong

“Bagaimana keadaanmu apa kau baik baik saja?”tanya wendy

‘Aku tidak baik’batin seulgi

“Tentu saja , lihatlah aku sehatkan sekarang?”kata seulgi bersemangat

“Syukurlah , kajja!”kata wendy

Bruk! Saat berbalik minuman wendy tumpah di baju seseorang

“Omo! Josonghaeyo!”kata wendy

“Neo micheosseo?!”kata namja bernametag Kim Jong In dengan kesal

“Mianhae , jinjja mianhae!”kata wendy

“Kata maafmu tidak bisa diterima , oleh jaket mahal ini , bahkan gaji ayahmu 1 tahun pun tidak akan cukup untuk menggantinya ” kata namja itu dengan angkuhnya

“Maaf , kim jong in-ssi , kau ini terlahir dari keluarga terhormat , tapi sifatmu tidak menggambarkan sifatmu! Kau bahkan tidak pantas disebut orang terhormat disekolah ini”kata seulgi dengan sinisnya

“Apa kau bilang”kata kim jong in /

Kai sambil melayangkan tanganya ke seulgi , dan seulgi sudah siap untuk ditampar

Grep-

“Jangan pernah kau menyakitinya!”kata seorang namja yang tiba tiba menolong seulgi. Perselisihan kedua namja itu membuat murid murid disekitar ikut kaget , karna mereka memang musuh bebuyutan .          “Se-sehun?”kaget seulgi

 

To Be Continue?


Love Killer (Part 7)

$
0
0

LOVE KILLER

Cast                     :

  • Kim Joon Myun/Suho ( EXO )
  • Do Kyungsoo ( EXO )
  • Kim Sooyong ( OC )
  • Kim Jisoo ( Actor )
  • Shin HyeRa ( OC )

 

Lenght                 : Chapter

Rating                  : T

Genre                   : School Life, Romance

Author                 :   @helloimterra91 & @beeeestarioka

( Cerita ini juga dipublish di Dreamland )

 

 

 

***

 

 

 

 

 

Suho mengantar HyeRa pulang. Hari sudah gelap ketika mobilnya berhenti didepan rumah HyeRa.

 

HyeRa melepaskan sitbelt, kemudian dia keluar tanpa mengatakan apa-apa. Suho ikut keluar dan mengejarnya.

 

“Apa mulutmu tidak bisa mengucapkan sesuatu seperti ‘terima kasih telah mengantarku’ atau ‘maaf kau jadi pulang terlambat karena mengerjakan tugas bersamaku. Semua itu kesalahanku’ hm?”

 

HyeRa melihat Suho mendekat. Dia sangat bingung dengan sikap ketua kelasnya sejak tadi. Dia selalu menuntutnya untuk membalas semua perkataannya. Dia juga lebih cerewet daripada sebelumnya.

 

“Aku harus berpamitan dengan Ibumu”

 

“HAH? Tidak perlu!” HyeRa menghalangi Suho, “Terima kasih karena telah mengantarku. Orang tuamu pasti khawatir. Kau pulang saja” usirnya

 

“Kau mengkhawatirkanku?”

 

“Iya, aku mengkhawatirkamu. Kau puas? Jadi kau bisa pulang sekarang”

 

“Kau tenang saja” Suho mengelus kepala HyeRa, “Aku tidak apa-apa” dia senang HyeRa mengkhawatirkannya walaupun itu bukan arti sebenarnya. Dia mengatakannya agar Suho pulang.

 

Suho ingin menebus kesalahannya. Dia harus bertemu dengan Ibu HyeRa dan meminta maaf kepada HyeJin. Dia sudah menetapkan hati. Dia berubah agar bisa mendekatkan mereka.

 

HyeRa sedikit khawatir ketika Suho melewati pintu rumahnya. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan Ibunya perbuat. Ibu pasti murka. Semoga Suho baik-baik saja. Dengan tulus dia berdoa, Suho keluar dari rumahnya dengan selamat.

 

 

 

………………………………………………..

 

 

 

HyeRa berdiri dalam keresahan didepan ruang tamu. Pintunya ditutup oleh Ibu. Didalam sana ada Suho. Laki-laki itu membuktikan ucapannya. Dia menemui Ibu dan meminta maaf kepada Adiknya.

 

Belum ada teriakan, atau bisa dibilang tidak akan ada hal yang sejak tadi HyeRa takutkan. Keadaannya begitu tenang. Apa yang Suho katakan sampai Ibu tidak semarah bayangannya. Apa laki-laki itu telah menyusun kata dengan begitu rapi sebelumnya? Tapi HyeRa tetap mengkhawatirkannya. Ya, dia memikirkan Suho.

 

“Kenapa nona ada dibawah?”

 

HyeRa menoleh dan melihat Hongbin berdiri disampingnya. “Aku belum tenang sebelum melihatnya keluar”

 

“Apa orang yang mencari masalah dengan nona berbalik menjadi perebut perhatian nona sekarang?” goda Hongbin. Dia tahu masalah HyeRa dan Suho meski gadis ini tidak menceritakannya. Dia memperhatikan selama mengantar jemput HyeRa di sekolah.

 

“Ini bukan waktunya untuk bercanda, Oppa” HyeRa menaikkan kacamata dengan telunjuknya.

 

“Sejak kapan mata nona bermasalah?” Hongbin terdengar khawatir.

 

“Ini? Aku hanya memakainya untuk menutupi mata pandaku”

 

Hongbin mengecek. Dia melepaskan kacamata HyeRa kemudian dia memakainya. “Nona lebih cantik seperti ini”

 

HyeRa mendengus geli. Hongbin memberinya lelucon agar perasaannya membaik, “Kembalikan, Oppa. Ini milikku” Hongbin menghindari tangan HyeRa. Mereka tertawa. HyeRa terus berusaha dan Hongbin masih menghindarinya.

 

“Mata pandanya juga sudah hilang” Hongbin mengelus bagian bawah mata HyeRa, lalu dia mencubit pipinya.

 

HyeRa tidak lagi berniat mengambil kacamatanya. Ucapan manis Hongbin membuatnya malu.

 

“Jelek sekali” gumaman itu terdengar oleh HyeRa. Tapi bukan dari Hongbin. HyeRa melihat Suho yang sudah keluar dari ruang tamunya. Dia segera menghampiri Suho.

 

“Apa yang Ibu katakan?” dia sampai lupa kalau Suho mengejeknya. Perasaan khawatir itu kembali menjalar.

 

“Kau benar-benar mengkhawatirkanku?” Suho tersenyum miring.

 

“Ck. Jika urusanmu sudah selesai, silahkan pulang!”

 

“Kau tidak mau aku pergi?”

 

“Kapan aku mengatakan hal itu?”

 

“Nada bicaramu seperti tidak ingin aku pergi” dua sudut bibir Suho melengkung manis.

 

“Terserah padamu” tapi HyeRa tidak pergi. Dia tetap bersama Suho. Biasanya gadis ini akan menjauh jika Suho membanggakan diri. Ada perubahan dalam hubungan mereka.

 

“Baiklah. Aku pulang” dia melirik Hongbin, kemudian kembali tersenyum miring. Dia berbalik setelah sebelumnya melempar senyum terbaik kepada HyeRa.

 

HyeRa tidak lagi membenci Suho seperti dulu. Kekesalan yang selalu muncul setiap menghadapi laki-laki itu perlahan memudar. Ada rasa menerima ketika Suho mengajaknya bicara. Perasaan yang sama seperti Xiumin dan Chen meski mereka sering bersitegang. Apalagi dia ingat tubuh Suho melindunginya tadi siang. Dia tersenyum. Suho berubah menjadi laki-laki baik dimatanya.

 

 

 

***

 

 

 

Senyum kebahagiaan terukir diwajah cantik Sooyong begitu sosok orang yang dia rindukan selama 3 tahun berada tepat didepan wajahnya. Tak ada yang berubah dari wajah pria berusia 45 tahun ini.

 

Segera Sooyong menghambur dalam dekapan hangat sang Ayah yang sudah lama tidak pernah dia rasakan. Jisoo dan pengacara Jung yang ikut mengantar turut berbahagia dengan pertemuan keduanya.

 

Setelah puas melepas rindu, pengacara Jung terlebih dulu membawa Tuan Kim ke hotel untuk menyimpan barang-barangnya lalu mereka pergi ke restoran.

 

Setelah selesai menikmati hidangan, Jisoo pamit sebentar untuk mencari udara segar. Sekalian memberi privasi agar ketiganya lebih leluasa untuk bicara.

 

Mulutnya terasa kering. Dia berniat pergi ke ruangan bebas merokok namun dia urungkan mengingat janjinya pada Sooyong untuk berhenti menghisap nikotin yang membahayakan tubuhnya. Jadi Jisoo pergi ke taman bacaan yang tidak jauh ke cafe untuk membaca komik sampai menunggu Sooyong selesai. Namun pada kenyataannya laki-laki itu malah tertidur diatas tumpukan komik yang dia bawa.

 

 

 

……………………………………………………….

 

 

 

“Ayah, aku punya permintaan”

 

“Apa itu, Soo?”

 

Sejenak Sooyong terdiam, dia ragu dia harus membicarakannya atau tidak. Dia takut Ayahnya keberatan dengan permintaannya kali ini. Tapi Sooyong juga tidak bisa mengabaikan Jisoo. Laki-laki itu telah mengambil banyak resiko untuk dirinya.

 

“Ayah, Paman Jung, aku ingin Ayah membantu Jisoo. Aku menyayanginya dan aku tidak bisa membiarkannya berada dalam bahaya karena diriku”

 

“Apa yang bisa Ayah bantu untuknya? Apa kau berhubungan dengannya? Dia memperlakukanmu dengan baik dan Ayah tidak keberatan dengan hubungan kalian”

 

“Benarkah?”

 

“Asal kau bahagia. Itu adalah hal yang terpenting untuk Ayah”

 

“Terima kasih, Ayah. Aku ingin Paman Jung mengurus kasus Ayah Jisoo. Agar Ayahnya bisa segera bebas. Aku tidak mau Kyungsoo terus menggunakan kebebasan Ayahnya untuk mengikat Jisoo. Dia sudah cukup menderita” Sooyong menangis setiap kali dia mengingat bagaimana Kyungsoo memperlakukan Jisoo layaknya anjing penjaga.

 

Tuan Kim yang mengerti segera mengusap pundak Sooyong untuk menenangkannya. “Baiklah. Tapi dengan satu syarat”

 

Sooyong yang tadinya sudah cukup senang namun terhenti begitu Ayahnya mengajukan sebuah syarat.

 

“Setelah Ayah membatalkan pertunanganmu dengan Kyungsoo, kau harus ikut tinggal bersama Ayah di Jepang. Maafkan Ayah kalau ini terdengar sedikit memaksa, tapi Ayah tidak mau Kyungsoo menyakitimu. Ayah yakin anak itu tidak akan membuat hidupmu tenang. Ayah juga ingin memberi hukuman pada Ibumu yang telah membuatmu menjadi seperti ini. Tega sekali dia menjualmu demi kemajuan karirnya. Ayah tidak bisa membiarkannya, Soo. Dan masalah Jisoo, serahkan semuanya kepada Paman Jung. Paman akan mengurus kasus Jisoo jadi kau tidak perlu khawatir”

 

Sooyong tidak tahu harus menjawab apa. Seharusnya dia senang karena ini adalah keinginannya. Tapi kenapa dia sedikit tidak rela. Mungkin karena dia memikirkan Jisoo. Semua yang dikatakan Ayahnya memang benar. Kyungsoo pasti melakukan seribu cara untuk membuat hidupnya tidak tenang.

 

Hanya saja, dia dan Jisoo baru memulai hubungan mereka. Banyak hal yang ingin Sooyong lakukan berdua dengan Jisoo. Namun akhirnya Sooyong pun mengiyakan tanpa tahu bahwa Jisoo mendengar semuanya dari balik pintu. Awalnya dia ingin masuk namun tak jadi begitu mendengar percakapan terakhir mereka.

 

Lelaki itu tampak murung begitu dia mendengar rencana Sooyong yang akan tinggal bersama Ayahnya di Jepang. Mungkin ini terbilang berlebihan, tapi Jisoo belum siap harus jauh dari gadis itu. Sebentar saja Jisoo tidak melihat gadis itu dia merasakan rindu yang amat luar biasa.

 

Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu di lobi restoran sampai Paman Jung, dan Sooyong beserta Ayahnya kembali.

 

 

 

***

 

 

 

“Hei, Kyungsoo, kenapa mukamu suntuk sekali? Apa karena tunanganmu itu berselingkuh dengan anjing penjaga. Hahahahahaha” baru saja Kyungsoo menginjakkan kakinya di sekolah, Chanyeol dengan sukses mengacaukan moodnya yang sudah buruk.

 

“Yak! Park Chanyeol! Jaga bicaramu! Aku sedang tidak mood”

 

“Ya maaf. Aku kan hanya bercanda. Tapi semalam aku melihat mereka” Chanyeol berhenti saat melihat Kyungsoo yang menatapnya tajam. “Ini lihatlah” Chanyeol memperlihatkan foto Sooyong dan Jisoo yang tengah berpegangan tangan sambil tersenyum yang diambilnya diam-diam.

 

“Heol! Kyungsoo, ottokhe? Bagaimana mungkin anjing menggigit tuannya sendiri. Ah!” perkataan Xiumin terhenti saat Jongdae menyikut lengannya menyuruhnya untuk diam.

 

Kyungsoo menatap geram dengan penuh emosi, dia memukul keras mejanya membuat murid-murid yang tengah sarapan di kantin terkejut. Tanpa bicara apapun, Kyungsoo bangkit dari tempat duduknya. Dia mencari Sooyong dikelas. Begitu mereka bertemu, Kyungsoo memberi gerakan agar Sooyong mengikutinya.

 

 

 

…………………………………………………….

 

 

 

“Kau benar-benar sudah tidak waras rupanya. Apa kau ingin membanggakan pada semua orang kalau kau dan anjing penjaga itu pacaran? Ingat Kim Sooyong, kau adalah tunanganku! Apa kau tahu dengan hal ini kau membuat kehormatan keluargaku tercemar?”

 

“Geurae, itulah tujuanku. Sekarang aku tidak takut lagi pada apapun. Aku bahkan menyuruh Ayah membatalkan pertunangan kita” Sooyong tersenyum penuh kemenangan dihadapan Kyungsoo membuat lelaki itu kehilangan kesabarannya.

 

“Noe jinja!”

 

“Kenapa? Kau mau memukulku? Lakukan saja! Aku akan menganggapnya sebagai bayaran karena telah menolakmu”

 

Darah Kyungsoo mendidih, ditatapnya Sooyong dengan penuh amarah. Dia melayangkan tangannya bersiap untuk menampar wanita itu namun getaran ponselnya menghentikan niatnya.

 

Tubuhnya panas dingin begitu melihat nama Ayahnya dilayar.

 

“Sudah dimulai rupanya!” ucap Sooyong puas.

 

Dengan tangan gemetar Kyungsoo menjawab telpon Ayahnya. “Pulang ke rumah sekarang juga, Kyungsoo”

 

 

 

***

 

 

 

 

Saat Jisoo memberi tahunya bahwa dia akan menemui Tuan Do untuk bicara baik-baik dengannya, Sooyong merasa bahwa ini bukanlah ide yang bagus. Setidaknya untuk saat ini. Mengingat pertunangan mereka yang baru saja batal. Sooyong hanya takut Tuan Do akan menyakiti Jisoo. Kyungsoo pasti sudah memberi tahu tentang hubungan mereka.

 

Bukan hal mudah bagi Jisoo untuk melepaskan diri dari keluarga yang telah menjaga atau lebih tepatnya memeliharanya selama kurang dari lima tahun.

 

“Kalau mereka menyakitimu, kau harus segera menghubungiku. Mereka tidak akan melepaskanmu dengan mudah”

 

Jisoo tersenyum berusaha meyakinkan Sooyong bahwa dia akan kembali dengan selamat. Meski sebenarnya dia juga tidak yakin apa Tuan Do akan membiarkannya lolos begitu saja. Tapi dia tidak ingin takut lagi. Dia sudah siap apabila Tuan Do menghabisinya. Setidaknya dia tidak perlu khawatir karena Sooyong sudah aman dalam perlindungan Ayahnya. Selain itu Ayahnya akan segera bebas. Jadi dia tidak punya beban berat yang harus dia tanggung. Ini adalah konsekuensi karena telah memilih jalan seperti ini.

 

“Terima kasih, Soo, karena sudah mengkhawatirkanku”

 

Gadis itu cemberut, “Tentu saja aku harus mengkhawatirkanmu”

 

“Aigoo~ cantik sekali gadisku ini” dia mengacak pelan rambut panjang coklat milik Sooyong. Dia dekap gadis itu erat lalu mencium keningnya cepat agar gadis itu tenang sebelum akhirnya Jisoo pergi dan Sooyong mengantarnya sampai pagar.

 

Begitu Sooyong membuka pintu, dia kaget melihat Kyungsoo didepan rumahnya. “Kenapa kau kesini?” tanyanya gugup. Dia memandang Jisoo dengan tatapan bingung.

 

Kyungsoo tidak menjawab, matanya fokus menatap Jisoo dengan penuh amarah. Pria inilah yang telah mengkhianatinya. Jisoo bahkan merebut Sooyong. Sungguh tidak tahu diri. Itulah yang dipikirkan Kyungsoo. Lalu dia menatap gadis disebelahnya yang kini menunduk.

 

“Jisoo, aku akan membuat perhitungan karena kau telah lancang merebut apa yang seharusnya menjadi milikku!”

 

Dengan kasar, Kyungsoo menarik paksa lengan gadis itu agar mengikutinya. Sontak saja gadis itu melawan. Jisoo berada diantara pilihan yang sulit sekarang. Dia sedih karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk mencegahnya. Namun begitu Sooyong menangis sambil memohon agar Jisoo menolongnya, seketika pertahanannya runtuh.

 

“Lepaskan dia, Kyungsoo!” ucapnya dengan penuh penekanan. Hidungnya kembang kempis menahan kemarahan yang membuncah dalam dada. Dia menatap Kyungsoo tajam dengan tangan mengepal.

 

“Jangan menyakitinya, Kyung. Kumohon”

 

“Mwo?”

 

“Maafkan aku karena aku telah merebutnya darimu. Aku menyukainya”

 

“Apa kau sadar dengan perkataanmu sekarang? Kau tidak ingat siapa yang telah menjagamu selama Ayahmu DIPENJARA HAH?! Dan ini balasanmu padaku!”

 

“Maaf dan terima kasih untuk semuanya, Kyung” kata-kata Jisoo terdengar tulus. Meski keluarga Do hanya memanfaatkannya sebagai anjing penjaga, tapi setidaknya mereka lah yang telah membantunya selama ini.

 

“Aku juga ingin hidup normal sekarang. Selama ini aku hidup dengan menyakiti orang lain. Aku tidak mau seperti itu terus” tak terasa air mata itu mengalir dengan sendirinya, tapi Kyungsoo tidak peduli. Amarahnya sudah terlanjur memuncak.

 

Kemudian sedan hitam berhenti tepat didepan rumah Sooyong. Sekumpulan pria dewasa dengan tubuh besar dan wajah menakutkan masuk kedalam rumahnya. Tanpa diperintah, keempat pria dewasa itu membawa paksa Jisoo untuk masuk kedalam mobil.

 

Jisoo hanya bisa pasrah, dia tersenyum kearah Sooyong begitu melewatinya memberi keyakinan agar gadis itu tidak perlu mengkhawatirkannya.

 

“Kalau kau ingin melihatnya tetap hidup jangan pernah menghubunginya lagi”

 

“Apa kau perlu melakukannya sampai sejauh ini? Kenapa? Kau bahkan tidak menyukaiku?”

 

“Ini adalah bayaran atas pengkhianatan yang dia lakukan padaku”

 

“Aku mengerti sekarang kenapa Lena meninggalkanmu” ucap Sooyong cepat begitu Kyungsoo ingin pergi dari rumahnya, “Karena keegoisanmu. Apa kau tahu dihari kepergiannya ke Amerika, dia menunggumu untuk mencegahnya tapi kau tidak datang karena kau terlalu peduli dengan harga dirimu tanpa peduli perasaannya. Kau begitu mengagumkan, tampan, pintar, semua orang bahkan menyukaimu tapi sekarang, dihadapanku kau tidaklah jauh berbeda dari seorang pecundang yang hanya bisa mengandalkan uang dan kekuasaan untuk sebuah obsesi belaka. Memamerkan pada semua orang bahwa kaulah yang terkuat”

 

Kata-kata Sooyong begitu menamparnya. Mulutnya sedari tadi diam mendengarkan Sooyong yang kini menghakimiya. Kemudian dia teringat Lena. Cinta pertama yang membuatnya seperti ini. Setelah Lena meninggalkannya begitu saja, hatinya terluka sangat dalam.

 

 

 

***

 

 

 

HyeRa tengah memakai jam tangan ketika pintu kamarnya diketuk. Dia menoleh dan melihat Paman Song memasuki kamarnya.

 

“Nona” Paman tersenyum.

 

“Kenapa Paman tersenyum seperti itu? Paman membuatku takut” candanya. Dia ambil tas di kursi.

 

“Tuan Besar pulang”

 

HyeRa terdiam. Dia melihat Paman Song seperti melihat hantu. Paman semakin tersenyum.

 

“Tuan ada dibawah”

 

Mulut HyeRa mengembang kemudian dia memeluk Paman Song. “Kyaaaaaaa~ Ayah pulang, Paman?” tanyanya meyakinkan.

 

“Iya nona” Paman mengangguk. Dia bahagia melihat HyeRa yang selalu bersemangat ketika Ayahnya pulang.

 

HyeRa pun bergegas keluar kamar. Dia berlari menuruni tangga. Dia ingin segera menemui Ayahnya.

 

HyeRa menuju ruang makan. Dia yakin seluruh keluarganya berkumpul disana. “Ayahhhhh” teriaknya begitu mencapai pintu. Dia disambut oleh tawa renyah Tuan Shin yang duduk diujung meja, tempatnya sebagai kepala keluarga.

 

“Kau sudah bangun, HyeRa” sambut sang Ayah.

 

HyeRa menghamburkan diri dipelukan sang Ayah. Dia sangat merindukannya, “Kapan Ayah pulang? Berapa lama Ayah tinggal? Kenapa Ayah tidak memberitahuku? Apa hanya aku yang tidak tahu kepulangan Ayah? Ayah lupa padaku!”

 

Tuan Shin tertawa. Putrinya semakin cerewet saja.

 

“Biarkan Ayahmu sarapan dulu” Nyonya Shin menaruh teh hangat untuk suaminya.

 

“Duduklah, HyeRa. Ayah akan menjawab pertanyaanmu satu persatu setelah kau tenang”

 

HyeRa menurut dan langsung duduk siap dikursi dekat Tuan Shin. Ekspresinya sudah menuntut setelah dia duduk. Pelayan menaruh sarapan HyeRa dimejanya. Saat itu HyeJin datang.

 

“Ayah pulang?” tanyanya dengan wajah sumringah. Dia juga merasakan hal yang sama seperti HyeRa. Tapi semangatnya jauh dibawah HyeRa. HyeRa lebih menunggu kepulangan Ayah. Mungkin karena Ibu selalu memanjakan HyeJin, jadi adiknya tidak kekurangan kasih sayang.

 

Setelah anggota keluarga berkumpul dimeja makan. Sarapan bisa dimulai. Obrolan yang terjadi seputar perjalanan bisnis Tuan Shin diluar negeri. Tuan Shin juga minta maaf karena tidak mengabari anak-anaknya. Beliau sengaja memberi kejutan.

 

Mood HyeRa semakin memuncak ketika Ayahnya menjanjikan makan malam bersama. Mereka akan ke restoran langganan keluarga Shin. Dia sangat menunggu datangnya malam sampai tidak mau pergi ke sekolah. Dan dengan cepat Tuan Shin melarangnya. Jika HyeRa tidak ke sekolah, dia tidak diijinkan keluar kamar selama Ayah pulang. Maka, dengan berat hati HyeRa berangkat ke sekolah.

 

 

 

…………………………………………………..

 

 

 

Sedan hitam HyeRa perlahan melambat. Karena dia terlambat, Paman Song memakirkan mobilnya didepan gedung sekolah. Saat mobil berhenti sepenuhnya, HyeRa berpesan, “Jangan terlambat menjemputku, Paman. Aku tidak mau terlambat sampai di rumah”

 

“Baik, Nona”

 

HyeRa membuka pintu kemudian berlari karena bel tanda masuk sudah berbunyi.

 

Dia berlari menaiki tangga. Dia tidak boleh membuat masalah. Kali ini dia cukup dewasa untuk mengambil perhatian Ayah bukan dengan masalah.

 

Setelah sarapan, Tuan Shin mengajak HyeRa bicara. Beliau mendengar perihal HyeJin dan Suho. Beliau mengingatkan agar HyeRa menjaga adiknya dan tidak membuat Ibu khawatir.

 

HyeRa sudah membuat masalah, walau sebenarnya itu adalah kesalahan Suho, dan dia mendapat perhatian Tuan Shin. Tuan Shin sadar HyeRa sering melakukan hal aneh untuk menarik perhatiannya. Beliau sangat sibuk. Karenanya ketika Tuan Shin mempunyai waktu luang, dia sempatkan untuk pulang meski hanya satu malam.

 

HyeRa telah sampai didepan kelas. Dia berhenti untuk menarik nafas. Kenapa sepi sekali? Dia merasa aneh. Apa gurunya belum masuk? Dia pikir dia sudah terlambat, ternyata tidak.

 

HyeRa menggeser pintu kelas bagian belakang.

 

BRUGH!

 

Syuhan terjatuh didepan kakinya. HyeRa menatapnya sebelum melihat kedepan. Suasana dalam kelas sangatlah tegang.

 

“Kenapa kau mendorongnya?” protes Sooyong.

 

“Karena dia tidak berguna sama sepertimu!” balas Minji. Dialah yang mendorong Syuhan.

 

HyeRa membantu Syuhan berdiri, “Ada apa?”

 

“Aku tidak takut pada kalian” Sooyong menatap Kyungsoo yang berdiri didepannya. Merekalah yang membuat suasana menjadi tegang. “Pertunangan kita batal. Kau tidak punya hak mengaturku lagi”

 

“Kau tidak punya apa-apa untuk dibanggakan, Soo. Jangan bertingkah”

 

“Kau tidak punya apa-apa tanpa keluargamu”

 

“Hh. Aku memanfaatkannya dengan baik bukan?” Kyungsoo tersenyum miring. “Aku akan memberimu kesempatan. Jika kau memohon padaku sekarang, aku akan memaafkanmu”

 

“Itu tidak akan pernah terjadi” balas Sooyong mantap.

 

Sontak Kyungsoo menarik lengannya. Dia mempertipis jarak diantara mereka. Matanya menatap geram. Tangannya semakin kuat memegang. Sooyong kesakitan, tapi dia berusaha menutupinya.

 

“Kau tahu siapa yang ada ditanganku? Kalau kau terus bersikap seperti ini, dia akan mati” ucap Kyungsoo yang terdengar seperti bisikan. Dia mengancamnya dengan Jisoo.

 

“Aku akan membunuhmu jika kau menyakitinya”

 

“Dia yang lebih pantas mati!” Kyungsoo sudah habis kesabaran. Sooyong keras kepala menolaknya. Bahkan didepan satu kelas, Sooyong mengumumkan pembatalan pertunangan mereka. Itu membuatnya malu dan sangat marah.

 

HyeRa yang menyadari kesakitan Sooyong ingin segera menolongnya. Ketika dia hampir dekat, Suho lebih dulu sampai. Dia memegang pergelangan Kyungsoo, “Kau menyakitinya, Kyung. Lepaskan dia” ditariknya hingga lengan Sooyong terbebas.

 

Kyungsoo menghempaskan tangan Suho, “Kau dipihaknya?!” dia menatap tajam.

 

“Sebentar lagi Kyuhyun-sam datang. Kau bisa mengganggunya nanti”

 

“Sejak kapan kau peduli dengan pelajaran! Itu hanya alasan agar kau bisa menyelamatkannya. Kenapa? Kau menginginkannya? Kau mau menikamku juga?!”

 

“Aku bilang cari waktu yang lain, bukan menyuruhmu berhenti!” balas Suho tidak kalah galak, “Selama di Jepang apa kau lupa kalau kita tidak menyakiti perempuan? Aku tidak akan melarangmu. Tapi aku akan langsung menghentikanmu jika kau bertindak terlalu jauh”

 

Suho dan Kyungsoo saling melempar tatapan tajam. Dua pemimpin sedang beradu. Satu kelas dibuatnya diam. Tidak ada yang berani menengahi. Mereka takut. Mereka akan terluka jika ikut campur.

 

HyeRa menatap Suho. Dia merasakan sesuatu. Ekspresi serius laki-laki itu berbeda ketika bertengkar dengannya. Ini jauh lebih menyeramkan.

 

Akhirnya Kyungsoo duduk dikursinya. Melihat itu, seluruh siswa kembali ketempatnya masing-masing. Suho sedikit lega karena Kyungsoo tidak lagi membalas. Dia sendiri tidak yakin Kyungsoo akan melunak.

 

Suho pun kembali ketempatnya. Dia melewati HyeRa menuju kursinya. “Jangan terlibat” bisiknya ketika mereka berpapasan.

 

HyeRa kaget akan peringatan Suho.

 

HyeRa tidak jadi menghampiri Sooyong karena Suho lebih dulu menyelamatkannya. Dia juga tidak menyangka Suho membela Sooyong padahal dia teman baik Kyungsoo. Apa mungkin dia melakukan itu untuknya?

 

Dia berbalik dan mata mereka bertemu. Suho melempar senyum kecil. HyeRa merasa aneh.

 

“Jangan terlibat”

 

Dia juga tidak suka ikut campur masalah orang lain. Tapi dia tidak mau melihat orang sombong bertingkah didepan matanya. Dia pun duduk ketika pintu kelas bagian depan digeser dan memunculkan Kyuhyun.

 

Selama jam pelajaran, suasana kelas tenang namun memiliki kesan mencekam. Sebentar lagi bencana akan segera datang. Kyungsoo punya banyak kesenangan yang terencana dalam kepalanya. Sooyong terus melamun karena memikirkan Jisoo. Suho mengikuti pelajaran untuk menghilangkan ketegangan. Sementara HyeRa, terus memikirkan rumahnya dan ingin segera pulang.

 

 

 

 

 

tbc ~



The Last Letter

$
0
0

poster

Author : Dwi Lestari

Length : OneShoot
Genre : Friendship, School Life

Rating          : PG15

Main Cast :

Kang Je Bin (Jebin), Oh Se Hun (Sehun), Park Chan Yeol (Chanyeol/Channie)

Support Cast :

Yoon Mi Ra (Mira), Zhang Yi Xing (Yixing), Byun Baek Hyun (Baekhyun)

Disclaimer :

Ini FF pertamaku, dan asli buatanku sendiri. Maaf jika bahasanya masih kacau. Thanks karena dah di posting.

Warning : Typo bertebaran

 

 

 

THE LAST LETTER

 

Aku terbangun dari tidur panjangku. Entah sudah berapa lama aku tertidur. Aku membuka mata dengan sayup-sayup. Perlahan-lahan penglihatanku mulai jelas. Aku menatap langit-langit tempat aku terbaring. Putih, hanya itu yang bisa aku katakan.

Aku mulai mengedarkan pandanganku ke sekeliling tempatku terbaring. Dinding ruang ini bercat putih, dan aku sadar kalau ini bukan kamarku. Aku melihat seseorang tengah tertidur di samping ranjang tempatku berbaring. Dengan perlahan aku mengusap rambutnya. Aku melihat selang infus tertancap di tanganku. Aku sadar, sekarang aku berada di rumah sakit.

Aku terus mengusap rambut orang itu. Aku tahu, dia pasti lelah menungguku. Channie, terima kasih sudah menjagaku. Aku masih mengusap rambutnya. Dan dia akhirnya terbangun. Melihat aku sudah terbangun, dia tersenyum. Akupun membalas senyumnya.

“Kau sudah bangun Jebin?”. Aku hanya mengangguk. “Apa sudah lama kau terbangun?”, dia bertanya lagi. Dan aku hanya menjawab dengan gelengan kepala. “Aku akan memanggil dokter untukmu”. Lalu dia menekan tombol merah di samping ranjangku.

Selang beberapa menit kemudian, dokter dan suster datang yang diikuti oleh eomma dan appaku. Dokter memeriksa keadaanku. “Bagaimana keadaan Jebin, dok?”, tanya eommaku pada dokter itu. “Dia sudah membaik nyonya. Dia hanya butuh istirahat, agar luka bekas operasinya cepat sembuh. Baiklah, kami pergi dulu”, kata dokter itu. “Ne, gamsamnida dokter”, kata appa pada dokter itu.

Eomma berjalan mendekatiku, dan mengusap rambutku. “Bagaimana perasaanmu sayang?”, tanyanya padaku. “Aku baik-baik saja eomma”, kataku. “Syukurlah sayang. Apa kau tahu! Kami hampir saja kehilanganmu! Untung saja, ada orang baik hati yang mau mendonorkan jantungnya untukmu”, kata eomma sambil menggenggam tanganku. “Siapa orang itu eomma?”, tanyaku pada eommaku. “Biar Chanyeol yang menceritakan semuanya padamu”, lalu aku menoleh pada Channie.

“Tidak usah terburu-buru Jebin. Setelah keadaanmu benar-benar membaik, aku akan menceritakan semuanya padamu”, jawab Channie padaku. “Apa kau janji?”, kataku. “Ne, aku janji”, jawabnya.

Sebenarnya aku ingin mengetahuinya sekarang, tapi ku rasa Channie benar. Sekarang keadaanku belum stabil. Ku harap dia benar-benar orang baik yang seperti dibilang eomma. Tapi ku rasa dia memang baik, kalau tidak mana mungkin ada manusia yang mau mendonorkan jantungnya untuk orang lain.

Aku menderita gagal jantung sejak aku duduk di bangku SMP. Pada awalnya tidak parah, namun setelah beberapa tahun tepatnya sebelum aku di operasi, dokter menyatakan kalau jantungku mengalami kebocoran. Dan dokter juga bilang kalau aku secepatnya harus mendapatkan donor jantung. Namun di rumah sakit itu stoknya tidak ada. Dan entah bagaimana caranya orang tuaku menemukan pendonor itu. Tuhan semoga kau selalu melindungi dan menyayangi orang itu.

-o0o-

            Setelah sekitar satu minggu setelah operasi itu, aku diperbolehkan pulang. Aku pulang bersama eomma dan appaku. Sampai di rumah aku diberi kejutan oleh teman-temanku. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunku. Semua teman sekelasku datang. Channie juga datang. Kurasa dia yang merencanakan ini semua. Tapi sepertinya ada yang kurang. Siapa ya? Aku mengingat-ingat siapa yang belum ada. Oh ya, Sehun kenapa tidak datang.

Lalu aku bertanya pada Channie, dimana Sehun. Dia bilang Sehun tidak akan datang. Tapi dia menitipkan hadiah untukku. Saat aku bertanya mengapa dia tidak datang, Channie hanya tersenyum. Dia bilang, aku akan tahu setelah aku melihat hadiahnya.

Channie melarangku membukanya sekarang, dia menyarankanku membukanya nanti setelah teman-temanku pulang. Aku menuruti sarannya. Kami semua merayakan ulang tahunku dengan gembira. Mereka bahkan menyiapkan kue ulang tahun untukku. Aku berterima kasih pada mereka semua. Tapi entah mengapa hatiku tidak bahagia.

Setelah pesta usai, mereka semua pamit pulang. Dan Channie yang paling akhir pulang. Aku ingin menagih janjinya. Lalu aku mencegahnya pulang. “Channie, tunggu!”. Dia berhenti berjalan dan menoleh ke arahku.

“Ada apa Jebin?”, tanyanya.

“Kau bilang akan memberitahuku siapa pendonor itu, sekarang aku sudah baik-baik saja. Kau bisa menceritakannya sekarang?”.

“Baiklah aku akan menceritakannya padamu, tapi kau harus mengambil hadiah dari Sehun”. Lalu aku mengambil hadiah itu. Aku masih bertanya-tanya apa hubungannya dengan hadiah yang Sehun berikan. Setelah mengambil hadiahnya, aku menemui Channie, dia duduk di ruang tamu rumahku. Lalu aku duduk di sebelahnya. Dia menyuruhku membuka hadiah yang Sehun berikan. Aku lalu membuka bungkusnya, dan ternyata isinya adalah boneka tedy bear yang memegang hati di tangannya. Bonekanya berukuran sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, warnanya adalah warna favoritku. Di hati yang dipegang boneka itu tertulis ‘Saengil Chukkae Hamnida Kang Je Bin’. Selain itu juga ada buku diary.

“Kau ingin tahu kenapa Sehun tidak datang?”, tanya Channie padaku. Aku hanya mengangguk. “Dia sudah tenang di alam sana”. Aku tidak mengerti maksud dari perkataan Channie, lalu aku bertanya padanya, “Apa maksudmu?”.

“Dialah yang mendonorkan jantungnya untukmu”. Mendengar hal itu hatiku rasanya sakit, sepertinya aku tidak rela mendengar dia telah tiada. “Geunde, wae?”, tanyaku lagi. “Dia menderita kanker otak stadium akhir. Dia divonis akan mati tepat disaat kamu membutuhkan donor jantung. Saat mendengar kalau kau sakit, dan kau membutuhkan donor jantung, dia meminta persetujuan keluarganya agar diizinkan mendonorkan jantungnya untukmu. Pada awalnya keluarganya menolak, namun setelah mendengar alasannya keluarganya mengizinkannya”, kata Channie panjang lebar.

“Apa alasannya?”, tanyaku. “Karena dia mencintaimu!”, kata Channie. Aku kaget mendengar alasannya, “Mwo? Tidak mungkin!”, bantahku. “Jika kau tidak percaya bacalah surat dan buku harian itu”, kata Channie.

Aku masih tidak percaya pada kata-kata Channie. Tidak mungkin Sehun mencintaiku. Lalu aku membuka buku diary tersebut, di dalamnya terdapat sepucuk surat yang tertulis dari Oh Se Hun, dan untuk Kang Je Bin. Aku membuka amplop surat itu dan membacanya.

Dear Jebin,

Bagaimana kabarmu? Ku harap kau selalu dalam perlindungan Tuhan dan baik-baik saja. Aku tahu, saat kau membaca ini mungkin aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Ku harap kau tidak bersedih dengan perginya diriku. Hahaha… itu tidak mungkin. Aku tahu kalau kau adalah kekasihnya Park Chan Yeol. Dan hal itulah yang membuatku tidak bisa memilikimu. Aku hanya ingin kau tahu kalau kau sudah membuat indah pada masa-masa akhir hidupku. Jeongmal gomawo Jebin.

Saat dokter memvonisku dengan penyakit ini, aku sudah tidak bersemangat lagi untuk hidup. Melihat hal itu orang tuaku sedih. Karena itu aku dipindahkan ke sekolah baru. Dari situlah aku bertemu denganmu. Saat pertama melihatmu, aku merasakan getaran aneh pada hatiku. Aku tidak tahu apa itu, namun setelah cukup mengenalmu aku tahu kalau aku menyukaimu. Ah, mungkin lebih tepatnya cinta. Tapi aku sadar kau tidak mungkin menjadi milikku. Karena itu, aku selalu menulis hal indah yang pernah kulalui bersamamu. Aku juga menaruh beberapa foto. Oh ya, aku juga membelikan boneka sebagai hadiah ulang tahunmu. Karena aku tahu, aku tidak akan hidup sampai kau berulang tahun. Karena itu aku memberinya sekarang. Semoga kau suka. Gomawo telah memperindah hari-hari terakhirku. Semoga kau hidup bahagia.

Saranghae Jebin. Naega, neomu neomu saranghae. Ku harap kau tidak melupakanku.

Dari orang yang mencintaimu.

ttd

Oh Se Hun

 

Setelah membaca itu air mataku jatuh, aku menangis. Tuhan mengapa kau mengambil orang sebaik dia. Lalu aku membaca buku diary itu. Di halaman awal terpajang foto sekolahku. Dan disitu tertulis ‘Sekolah Baruku’, dan juga dibawahnya terdapat cerita tentang awal masuknya Sehun ke sekolah itu. Tertulis seperti ini:

Hari ini hari pertamaku masuk sekolah baru. Aku berangkat dengan motor kesayanganku. Appa bilang aku sudah didaftarkan. Jadi aku tinggal masuk sekolah saja. Aku datang tepat waktu menunjukan pukul 7 pagi. Saat itu bel sudah berbunyi, segera saja aku berlari setelah memakirkan motorku.

Karena tidak melihat jalan, aku menabrak seseorang. Bruk, oh tidak. Buku yang dibawanya terjatuh. Aku segera meminta maaf padanya. Syukurlah dia tidak marah. Yeoja yang baik, pikirku. Dia lebih pendek dariku, dengan rambut sepunggung yang dibiarkan terurai. Dia terlihat manis karena seragamnya yang pas di badannya serta bando biru yang dipakainya.

Dengan segera aku membantu mengambil buku-bukunya yang terjatuh. Dia lalu berterima kasih padaku. Lalu dia bergegas menuju kelasnya, namun aku mencegahnya dengan pertanyaan dimana kantor kepala sekolah. Dia lalu menunjukkan arah-arahnya. Dengan segera aku pergi ke ruang kepala sekolah, yang sebelumnya aku mengucapkan terima kasih pada yeoja itu.

Aku segera menemui kepala sekolah. Aku diantarkan ke songsaenim yang akan mengajar kelasku. Aku masuk di kelas 2-2. Aku mengikuti songsaenim itu. Kepala sekolah bilang kalau songsaenim tersebut adalah guru fisika. Setelah sampai di ruang kelas, aku disuruh masuk oleh songsaenim tersebut. Oh, lebih tepatnya Yoon songsaenim. Ku lihat penghuni kelas tersebut sudah penuh.

Yoon songsaenim menyuruhku berkenalan di depan kelas, setelah beliau memeberitahu penghuni kelas itu kalau aku adalah murid baru. Setelah memperkenalan diriku, aku dipilihkan tempat duduk oleh Yoon songsaenim. Dia bertanya pada salah satu siswi yang tempat duduk disampingnya kosong. Aku melihat siswi tersebut, bukankah dia yeoja yang ku tabrak di lorong sekolah tadi. Mungkin ini takdir dari Tuhan, aku dipertemukan dengan yeoja manis itu.

Yeoja itu berkata bahwa teman sebangkunya sudah pindah sekolah. Mendengar penuturannya, Yoon songsaenim menyuruhku duduk di samping yeoja itu. Tadi aku mendengar Yoon songsaenim memanggil yeoja itu dengan sebutan Jebin. Baiklah, kita akan menjadi teman yeoja manis.

Setelah aku duduk di bangkuku, Yoon songsaenim segera memulai pelajarannya. Aku mengikuti pelajaran pertama di sekolah baruku dengan seksama. Dan sekali-kali aku melirik yeoja manis di sampingku. Ku lihat dia mendengarkan dengan seksama setiap materi yang disampaikan Yoon songsaenim. Tak terasa materi yang disampaikan Yoon songsaenim telah usai. Di akhir pembelajarannya, dia berkata pada semua penghuni kelas itu, apa ada yang ingin ditanyakan.

Dengan segera yeoja manis itu mengangkat tangannya. Dia bertanya tentang materi yang dia tidak mengerti. Yoon songsaenim tersenyum mendengar pertanyaannya. Dia juga berkata, ‘Seperti biasa kau pasti bertanya’, baru kemudian Yoon songsaenim menjawab pertanyaan yeoja manis itu. Yeoja itu mengangguk paham setelah dijelaskan Yoon songsaenim. Tepat setelah itu bel tanda ganti pelajaran berbunyi. Yoon songsaenim segera membereskan alat tulisnya. Beliau juga berkata pada yeoja manis itu mengajakku berkeliling sekolah. Pada awalnya dia menolak, namun setelah Yoon songsaenim bilang kalau dia adalah ketua kelas itu, dengan terpaksa dia mau mengikuti permintaan Yoon songsaenim.

***

          Bel istirahat telah berbunyi. Songsaenim di kelasku segera pergi. Siswa siswi di kelasku juga sibuk membereskan alat tulisnya, dan setelah itu pergi berhamburan satu persatu. Hingga tinggal aku dan yeoja manis itu serta satu temannya. Temannya itu menyapa yeoja manis itu.

“Jebin, hari ini kau tidak ada janji dengan Chanyeol kan?”, tanyanya pada yeoja manis itu.

“Ani, wae?”, kata Jebin.

“Jadi kau akan mengantar berkeliling murid baru itu”, kata temannya yeoja manis itu, lalu dia menoleh padaku.

“Ne, wae? Kau mau ikut!”.

“Apa boleh?”.

“Tentu saja boleh. Siapa yang melarang”.

“Baiklah”, temannya Jebin lalu menoleh padaku, “Hai! Namaku Yoon Mi Ra. Kau bisa memanggilku Mira”, kata yeoja itu padaku. Dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman denganku. Aku segera membalasnya sambil memperkenalkan diriku.

“Naega…”, belum sempat aku meneruskan kata-kataku yeoja itu sudah menyahutnya. “Sehun kan. Oh Se Hun”. Aku lalu tersenyum. “Ne”, kataku.

“Oh ya, ini Jebin. Kau pasti tahu, tadi bu Yoorin kan sudah memanggilnya. Nama lengkapnya Kang Je Bin”, kata Mira.

“Sudah-sudah, aku lapar. Kita ke kantin dulu”, sela yeoja manis itu.

Kami semua pergi ke kantin untuk makan. Setelah itu aku mengikuti kemanapun yeoja-yeoja itu pergi. Setelah dari kantin, aku diajak berkeliling sekolah. Aku diberitahu dimana letak perpustakaan, lab bahasa, lab kimia, lab fisika, lab biologi, mushola, toilet, lapangan futsal, lapangan tenis, kantor guru, dan yang terakhir kami pergi ke lapangan basket.

Aku melihat beberapa anak tengah bermain basket. Mereka semua terlihat handal dalam menggiring bola basket tersebut. Kami hanya melintasi lapangan basket tersebut. Ku kira Jebin akan menyapa para pemain basket tersebut. Namun dia tidak menyapanya. Saat kami akan meninggalkan lapangan basket, tiba-tiba bola basket menuju ke arah kami dan alhasil bola tersebut menimpa Jebin hingga akhirnya dia jatuh ke lantai.

Ku lihat dia merintih kesakitan sambil memegang kepalanya. Dia dibantu berdiri oleh Mira. Dan para pemain basket itu datang menghampiri kami. “Jebin, neo gwenchana?. Apa ada yang terluka?”, tanya salah seorang namja pemain basket tersebut. Ku lihat wajahnya sangat khawatir. Kurasa dialah yang paling tampan diantara teman-temannya. Jebin masih memegang kepalanya, ku rasa dia masih kesakitan. “Ne, gwenchana. Lain kali kalau bermain basket hati-hati. Kalian bisa menyakiti orang lain”, kata Jebin.

“Ne, maafkan kesalahan kami”, kata namja yang paling tampan tadi. “Tidak masalah, itu hanya kecelakaan. Sepertinya kami harus pergi”, kata Jebin. Kami bertiga segera pergi dari lapangan basket itu. Aku berjalan sambil melihat para pemain basket itu, namja yang paling tampan itu kelihatannya masih mengkhawatirkan Jebin karena setelah Jebin pergi dia masih termenung menatapnya. Lalu kami kembali ke kelas karena bel tanda masuk sudah berbunyi.

***

          Hari ini ada pelajaran biologi, pelajaran inilah yang aku benci. Karena pelajaran ini berisi materi tentang alam dan bagian-bagiannya. Itulah yang aku tidak begitu suka. Tapi untunglah songsaenimnya yeoja jadi tidak begitu membosankan, ditambah lagi beliau cantik.

Sekarang kami berada di lab biologi. Hari ini adalah praktek membedah katak. Oh andwe, aku benci dengan hewan yang satu ini. Syukurlah aku sekelompok dengan Jebin, Mira dan Yixing kalau tidak salah.

Songsaenim kami memberi contoh bagaimana membedah katak tersebut. Lalu kami disuruh menuliskan bagian-bagian tubuh katak. Sebelumnya kami diberi buku panduan tentang hewan yang satu ini. Masing-masing kelompok diberi satu ekor katak. Lalu kami segera mempraktekkan apa yang sudah dicontohkan oleh songsaenim kami.

Pertama-tama kami harus menyiapkan alatnya. Setelah alat-alatnya siap, kami segera mempraktekkannya. Masing-masing dari kami memakai sarung tangan agar tetap steril. Aku dan Yixing beradu argumen tentang siapa yang akan membedah katak itu. Dengan segera Bella mengambil katak itu dan membedahnya. Aku dan Yixing lalu diam menatap Jebin dengan cekatan mampu menirukan apa yang dicontohkan oleh songsaenim. Lalu Jebin menyuruh Mira untuk mencatat jawaban dari tugas yang diberikan oleh songsaenim.

Jebin memang seperti itu, dia tidak suka berlama-lama dalam mengerjakan tugas. Dialah yang selalu pertama selesai. Dia juga yeoja yang aktif didalam kelas. Dan juga yang pasti dia adalah ketua kelas 2-2. Semua orang juga tahu hal itu, hahaha.

Tepat seperti yang aku katakan tadi, kelompok kami yang paling cepat selesai. Dan kelompok kami yang pertama keluar dari lab biologi. Gomawo Jebin kau menyelamatkanku kali ini. Aku benci praktek biologi, apalagi membedah katak.

***

Aku membaca lembar demi lembar cerita yang di tulis Sehun. Semua ceritanya tentang dia dan aku ditulis rapi dalam buku diarynya. Dalam buku itu, juga disertakan foto. Ku lihat foto ini adalah fotoku saat aku sedang berjaga di UKS. Di bawah foto itu tertulis ‘Di UKS sekolah’. Dan di bawahnya juga tertulis cerita seperti ini:

Hari ini aku bermain sepak bola bersama teman-temanku. Kami bermain cukup seru. Bahkan aku memasukkan beberapa gol. Saat sedang asyik bermain, tiba-tiba bola itu keluar lapangan dan menghilang entah kemana. Karena aku yang menendangnya aku segera mencarinya. Aku mencari kesana-kemari. Dan ternyata bola itu ada disebelah gudang sekolah. Saat aku mengambilnya, aku tidak sengaja memegang pecahan kaca. Akibatnya tanganku berdarah hebat.

Sampai di UKS aku melihat Jebin lah yang sedang berjaga. Ku lihat raut wajahnya kaget saat melihatku datang dengan luka ditanganku yang penuh darah. Kepalaku agak sedikit pusing saat itu, mungkin efek dari banyaknya darah yang keluar. Jebin lalu segera mengambil kotak P3K. Dengan cekatan dia membersihkan darah pada tanganku dengan alkohol. Setelah bersih, dia mengoleskan obat merah pada lukaku. Lalu dia membalutnya dengan perban.

Jebinpun bertanya padaku, “Bagaimana bisa kau mendapat luka seperti ini?”, aku hanya tersenyum saat mendengarnya. “Kenapa tersenyum? Apa ada yang lucu?”, tanyanya lagi. “Aniyo, tidak ada yang lucu. Hari ini aku sangat beruntung mendapat luka ini”, lalu dia juga bertanya alasannya. Aku menjawab karena yang mengobati lukaku adalah dia. Dia pasti tidak mengerti maksudku. Karena itu aku membiarkannya bingung. Suatu saat kau pasti akan tahu Jebin, mengapa aku berkata seperti itu padamu. Untuk saat ini biar aku dan Tuhan saja yang tahu tentang hal ini.

***

Gambar berikutnya adalah lapangan basket. Sepertinya aku ingat kejadian itu. Pasti saat Channie menantangnya bermain basket. Saat itu aku masih berada di perpustakaan, lalu Mira memberitahuku bahwa Sehun ditantang main basket oleh Channie. Aku tidak tahu sebabnya, karena itu dengan segera aku berlari ke lapangan basket.

Di buku ini tertulis ‘Tantangan bermain basket oleh Park Chan Yeol’, dan juga ada cerita tentang permainan basket itu:

Akhir-akhir ini aku sering bersama Jebin, kami memliki hubungan yang cukup dekat. Ku rasa banyak yang tidak suka melihat kami dekat. Seperti saat itu, aku sedang menikmati makananku di kantin. Kali ini aku bersama Mira. Jebin tidak ikut karena dia bilang akan pergi ke perpustakaan. Saat itu kami tengah bercanda sambil menikmati makanan kami. Tiba-tiba Chanyeol datang bersama teman-temannya. Dia memperingatkanku agar jauh-jauh dari Jebin. Lalu aku menjawab tidak mau. Lalu dia menantangku bermain basket. Dengan segera aku menerimanya, mungkin mereka pikir aku tidak bisa bermain basket. Aku cukup mahir dalam bermain basket, namun aku lebih suka bermain sepak bola.

Kami segera pergi ke lapangan basket. Saat itu Mira langsung pergi entah kemana. Ku rasa dia memanggil Jebin. Karena baru beberapa menit kami di lapangan basket dia datang bersama Jebin. Jebin tampak khawatir dengan hal ini.

“Channie, aku mohon hentikan ini. Apa kau sedang gila sampai kau menantangnya bermain basket”, kata Jebin. Aku tidak tahu mengapa Jebin memanggilnya Channie, padahal rata-rata siswa-siswi disini memanggilnya Chanyeol. Ku lihat Chanyeol mendekati Jebin, dan dia mengusap rambut panjangnya.

“Tenanglah sayang, aku tidak punya maksud apa-apa. Aku hanya kekurangan anggota untuk tim basketku. Ku rasa dia memiliki bakat ini. Jadi aku ingin melihat bakat itu sekarang. Lagipula bukan aku yang akan bermain dengannya, Baekhyunlah yang akan bermain dengannya.

Sebenarnya apa hubungan mereka? Mengapa Chanyeol memanggil Jebin dengan sebutan sayang! Jangan-jangan Jebin adalah pacarnya, kurasa tidak mungkin. Saat aku masih menduga-duga hal itu, orang yang bernama Baekhyun itu langsung mengajakku bermain. Aku segera mengikutinya. Sudah lama aku tidak bermain basket. Aku cukup kuwalahan menghadapinya, namun akhirnya aku bisa mengimbanginya. Sekali-kali aku melirik Jebin, dia memperhatikan permainan kami dengan seksama. Sama halnya dengan Chanyeol, Mira dan teman-teman mereka yang lain.

Ditengah-tengah permainan ku lihat Jebin berlari keluar lapangan, yang kemudian disusul oleh Chanyeol. Aku bertanya-tanya mengapa Jebin berlari. Sebenarnya aku ingin mengejarnya, namun Baekhyun masih mengajakku bermain. Aku bermain cukup baik dengan Baekhyun. Mereka akhirnya mengakui kemampuanku.

Apa kau ingin tahu Sehun mengapa aku berlari saat itu. Aku merasakan sakit pada jantungku, karena aku tidak membawa obat saat ke lapangan basket lalu aku berlari ke kelas untuk mengambil obat di tasku. Saat itu Channie memang mengikutiku karena dia sangat mengkhawatirkanku. Dan kau tahu, Channie adalah pacarku. Karena itu wajar jika dia memanggilku dengan sebutan sayang.

***

Saat aku membuka lembar berikutnya, aku melihat banyak fotoku bersama anak-anak. Aku ingat ini adalah fotoku saat aku berada di panti asuhan Harapan. Hampir setiap minngu aku pergi ke tempat itu untuk mengajarkan bahasa inggris pada mereka. Aku mengajar mereka sambil bermain. Hal itu kulakukan agar anak-anak tidak bosan dengan materi yang kusampaikan. Kadang aku juga mengajak mereka bernyanyi lagu anak-anak yang sudah ku ubah dalam bahasa inggris. Dari situ aku bisa menularkan ilmuku.

Di bawah foto itu tertulis ‘Panti Asuhan Harapan’, dan juga sedikit ceritanya:

Hari ini adalah hari minggu, aku memutuskan untuk berjalan-jalan. Saat aku melewati panti asuhan, aku melihat anak-anak sedang bermain sambil bernyanyi dengan seorang yeoja. Saat itu yeoja itu membelakangiku. Lalu aku mengambil kameraku dan aku memotret gambar anak-anak tersebut. Tak berapa lama kemudian, yeoja itu menoleh. Dan ternyata yeoja itu adalah Jebin. Aku terus mengambil gambar dari kegiatan-kegiatan mereka. Jebin, ternyata selain kau aktif di sekolah, kau juga aktif di masyarakat. Hal itu terbukti dari perilakumu sekarang. Aku tidak menyesal telah jatuh hati padamu.

***

Seperti biasa hari ini aku mengikuti pelajaran dengan seksama. Tak terasa bel pulang sudah berbunyi. Aku lihat Jebin terburu-buru pulang. Lalu aku iseng mengikutinya. Sudah sejak lama aku ingin tahu rumahnya. Akupun terus membuntutinya, tapi sayangnya dia bukan mau pulang. Ku lihat dia pergi ke studio musik sekolah. Dia langsung masuk ke tempat itu. Aku bertanya-tanya mengapa dia masuk ke tempat itu. Karena penasaran aku mengintipnya dari pintu yang tak sepenuhnya tertutup. Ku lihat dia mengambil gitar dan memainkannya. Dia juga bernyanyi lagu yang tak asing lagi kudengar.

Saat aku tengah asyik mendengarkan, tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkanku. Ku kira siapa, ternyata ternyata Yixing. Dia teman sekelasku, nama lengkapnya Zhang Yi Xing. Dia bertanya mengapa aku tidak masuk? Lalu aku menjawab tidak perlu. Tapi dia malah menarikku masuk. Saat itu Jebin masih bernyanyi, kami berdua menikmati permainan gitarnya. Setelah selesai bernyanyi, kami bertepuk tangan. Dia langsung menolek kearah kami.

“Kalian! Sejak kapan kalian disitu?”, tanyanya pada kami. “Baru saja, kau sudah pandai sekarang”, kata Yixing lalu mendekati Jebin. “Ini semua berkat dirimu, Yixing. Kau yang sudah mengajariku”, jawab Jebin. Lalu aku bertanya pada mereka, “Jadi, kalian setiap hari kesini?”. “Tidak juga, hanya saat tidak sibuk dan tidak ada acara. Benarkan Jebin”, jawab Yixing. “Iya, begitulah. Kau tahu, Yixing sangat pandai bermain gitar. Aku mengetahuinya saat kami masih MOS dulu. Dia bermain dengan sangat baik. Karena itu, aku tertarik dan minta diajarkan olehnya”, kata Jebin panjang lebar.

Gitar, sepertinya asyik. Sejak saat itulah, aku juga minta diajarkan oleh Yixing. Bahkan kami sering bernyanyi bersama. Kau benar Jebin, dia memang sangat pandai bermain gitar. Ternyata ada untungnya membuntutimu. Hahaha.

***

          Seperti biasa, setiap pulang sekolah aku belajar gitar bersama Yixing. Hari ini Jebin tidak masuk sekolah. Aku tidak tahu mengapa, Mira bilang Jebin sedang sakit. Karena itu, kali ini aku hanya berdua dengan Yixing. Setelah selesai, aku bertanya pada Yixing, apa hubungan Jebin dengan Chanyeol. Karena kulihat mereka sangatlah dekat. Yixing menjawab kalu Jebin adalah pacarnya Chanyeol. Saat mendengar hal itu, hatiku rasanya sakit. Bagaimana bisa aku tidak tahu kalau mereka pacaran. Ah, kurasa wajar, aku kan murid baru.

Yixing lalu menceritakan bagaimana Jebin bisa menjadi pacar Chanyeol. Pada awalnya Jebin tidak menyukai Chanyeol. Sudah berkali-kali Chanyeol menyatakan perasaannya, namun Jebin tetap tidak membalas. Sampai akhirnya Chanyeol mogok sekolah, mogok makan dan mogok semuanya. Mendengar hal itu, kepala sekolah meminta Jebin untuk menerima Chanyeol sebagai pacarnya. Karena orang tua Chanyeol adalah penanam saham terbesar di sekolah itu. Jebin sebenarnya menolak, namun orang tua Chanyeol mengancam akan mencabut sahamnya dari sekolah itu. Kepala sekolah sangat memohon pada Jebin, dengan berat hati Jebin menerima Chanyeol sebagai pacarnya.

Yixing juga bilang kalau sebenarnya Jebin mencintai namja lain. Namja itu bernama Kim Min Seok. Dia sekarang kuliah di Jepang. Jebin yang malang, semoga kau bahagia dengan keadaanmu sekarang.

***

          Sudah beberapa hari ini, Jebin tidak masuk sekolah. Kenapa? Apa dia belum sembuh? Lalu aku berencana menjenguknya. Aku bertanya pada Mira dimana alamat rumah Jebin. Dia memberitahukannya padaku alamat itu. Aku berencana menjenguknya setelah pulang sekolah. Saat itu aku melewati panti asuhan yang biasa Jebin kunjungi, aku hanya melihat dari jalan. Panti asuhan tersebut sepi. Lalu aku dikagetkan oleh seseorang.

“Kenapa tidak masuk? Kenapa hanya di luar”, kata orang itu. Sontak aku langsung menoleh padanya. Kau kan Eun Gi, Cha Eun Gi. Ya, aku masih ingat dengan jelas nama itu. Dia adalah mantan pacarku. Kenapa aku harus bertemu orang ini lagi. Aku masih membencinya. Memang akulah yang telah memutuskan hubungan kami. Hal itu ku lakukan karena dia telah menghianatiku. Dia berselingkuh dengan orang lain, yang tak lain adalah sahabatku sendiri.

Aku langsung pergi dari tempat itu, dia mencegahku. Namun aku tidak memperdulikannya, aku terus pergi tanpa melihat wajahnya. Lalu aku melanjutkan perjalanku ke rumah Jebin. Untuk memastikan alamat yang aku bawa, aku bertanya pada orang yang sedang lewat. Dia membenarkan alamat yang aku sebutkan.

Aku mengetuk pintu rumah Jebin. Cukup lama ku mengetuk, tapi tidak ada jawaban. Mungkin mereka tidak di rumah pikirku. Lalu aku beranjak pergi, namun tiba-tiba pintu rumahnya terbuka. Kulihat seorang yeojalah yang membukakan pintunya. Yeoja itu mirip dengan Jebin. Lalu aku bertanya pada yeoja itu, “Apakah Jebin ada?”, lalu dia menjawab, “Eonni sedang tidak di rumah. Pasti temannya Jebin eonni ya! Oh ya, nama oppa siapa?. “Ne aku temannya Jebin, namaku Sehun. Oh Se Hun. Kau sendiri, siapa namamu?”, tanyaku lagi. “Aku adiknya Jebin eonni. Namaku Kang Je Sin. Oppa bisa memanggilku Jesin. Oh ya, oppa mau masuk dulu?”, katanya dengan sopan. Namun aku menolaknya, aku bilang aku masih ada urusan. Lalu aku pamit pulang. Sayang sekali aku tidak bertemu dengan Jebin.

***

          Keesokan harinya aku terbangun dari mimpi burukku tentang Jebin. Dalam mimpiku dia menderita, semoga saja itu hanya mimpi. Aku langsung pergi mandi. Aku ingat kalau hari ini adalah hari minggu. Lalu aku pergi ke ruang makan. Belum sampai di ruang makan, kepalaku pusing luar biasa dan sesuatu keluar dari hidungku. Darah, setelah itu aku tidak sadarkan diri. Semua terasa gelap.

Dalam gelap itu aku mendengar seseorang minta tolong. Lalu aku mendekati suara tersebut. Orang itu adalah Jebin. Dia hampir saja hanyut ke sungai. Dengan segera aku meraih tangannya. Syukurlah dia selamat. Setelah itulah, aku terbangun. Ternyata itu juga mimpi, dan aku sadar kalau aku sudah berada di rumah sakit. Orang tuaku senang saat melihat aku telah terbangun. Mereka tampak khawatir. Aku tadi samar-samar mendengar perkataan dokter bahwa umurku tidak akan lama lagi. Aku hanya pasrah mendengarnya. Mungkin ini memang takdir Tuhan yang sudah digariskan untukku.

Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang berarti untuk orang lain sebelum aku pergi. Tapi apa dan untuk siapa? Aku masih bingung. Entah mengapa saat itu aku teringat dengan Jebin. Kurasa aku akan memberinya sesuatu. Aku meminta izin pada orang tuaku untuk melakukan rencanaku. Orang tuaku mengizinkannya, karena mereka tahu kalau aku tidak suka berlama-lama di rumah sakit. Sore itu aku langsung keluar dari rumah sakit. Saat perjalanan pulang aku bertemu dengan adiknya Jebin di rumah sakit itu. Lalu aku bertanya padanya sedang apa di rumah sakit itu.

Jesin lalu menceritakan semuanya. Termasuk penyakit Jebin. Keadaannya sekarang sangat membutuhkan donor jantung. Tak terasa air mataku meleleh mendengar hal itu. Lalu aku menjenguknya, dia sudah tak sadarkan diri, terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Tuhan, mengapa kau berikan ujian yang berat ini pada orang yang aku cintai. Aku teringat pada diriku sendiri, semoga jantungku berguna untukmu.

Akupun memutuskan mendonorkan jantungku untuknya. Pada awalnya orang tuaku menolak, namun aku memaksa dengan alasan ini adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan untuk orang yang aku cintai. Akhirnya orang tuaku menyetujuinya. Aku sudah menyelesaikan urusanku di dunia ini, dan aku juga sudah mempersiapkan sesuatu untukmu Jebin. Semoga kau suka, hiduplah dengan baik. Aku sangat menyayangimu.

Itu adalah akhir tulisan Sehun. Disitu juga terdapat foto-fotoku. Entah sejak kapan dia mengoleksinya. Setelah membaca itu semua, air mataku perlahan-lahan jatuh membasahi pipiku. Aku menangis tersedu-sedu. Channie masih disampingku, dia menenangkanku dalam pelukannya. Sehun gomawo untuk semuanya. Semoga kau bahagia di alam sana.

***

Kini aku telah berada di depan makam Sehun. Aku menaruh bunga krisan di atas makamnya. Aku datang bersama Channie. “Sehun, bagaimana kabarmu? Ku harap kau baik-baik saja disana. Sekarang aku sudah sembuh, gomawo karena kau telah mendonorkan jantungmu untukku. Dan gomawo telah mencintaiku. Mianhae, karena tidak bisa membalas perasaanmu. Aku janji akan menjaga baik-baik jantung ini. Sekali lagi gomawo sudah memberiku hidup lagi. Semoga kau bahagia di alam sana. Oh ya, bonekanya sangat manis, dan kau juga memilih warna kesukaanku. Gomawo. Jeongmal gomawo Oh Se Hun”, aku tak mampu membendung air mataku. Aku menangis, aku langsung memeluk Channie. “Channie, gomawo sudah menceritakannya padaku. Dan gomawo sudah mengantarkanku kesini”, kataku dalam isakanku. “Ne, cheongma. Uljima”, katanya sambil menghapus air mataku.

Sekali lagi gomawo Sehun. Aku akan menyimpan baik-baik boneka dan buku hariannya. Gomawo. Jeongmal gomawo Oh Se Hun. Semoga kau bahagia di alam sana.

>>>END<<<

 

Gomawo sudah membaca. Mianhae jika ceritanya kurang mengena di hati. Dan mian jika bahasanya radak hancur. Maklum ini ff pertamaku. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan, supaya saat bikin ff lagi jadi tambah bagus. Tolong tinggalkan komen, jadilah pembaca yang baik. Satu komen sangat berarti.

Ff ini juga aku posting di blog pridaku dengan cast yang berbeda ini alamatnya: dwilestari

Salam hangat Dwi Lestari.


Unimaginable (1)

$
0
0

pizap_Fotor2

Author : YuraKim

Genre : romance , school life // Length : multichapter // Rating : PG-15

Cast : Park Chanyeol (OOC) , In Jung (OC, you)

Support Cast : banyak

Note : Maaf kalo banyak typo hehe . No plagiarism and sider ya , mian kalo ada yang jalan ceritanya mirip , tapi ini murni hasil pemikiran author HAPPY READING!^^~

AUTHOR POV

Halbeon Senior High School

Seorang namja tampak keluar dari sebuah mobil sport merah dan melepas kacamata hitamnya . Para yeoja yang melihat namja tampan itu segera berlari mengerumuninya .

“omo! Dia murid baru? Sangat tampan” ujar seorang yeoja berkacamata sambil mengeluarkan handphone untuk memotret namja dengan nametag Park Chanyeol itu .

Chanyeol hanya mengeluarkan senyum cueknya dan pergi meninggalkan yeoja2 yang masih sibuk bergosip ria .

“Hei Chanyeol! Sudah lama ngga ketemu! Bukannya kamu di New York kenapa bisa kembali kesini?” tanya salah satu namja terkaya di sekolah itu , Suho , yang ternyata adalah teman lama Chanyeol.

“Ah appa ku menyuruhku kembali , aku ngga tau alasannya apa yasudah aku turuti saja” ujar Chanyeol memasukkan kedua tangannya ke saku celana

“Hei mau bertemu Xiumin? Aku yakin dia bakal merindukanmu” ujar Suho menarik tangan Chanyeol

“Xiumin!” teriak Suho kepada seorang namja yang tengah dikerumuni yeoja2 di taman sekolah

“Chanyeol? Aaaa!!! Aku kangen kamu! Terakhir ketemu pas SMP kelas 2” teriak Xiumin girang merangkul Chanyeol

“Aku juga kangen kamu baozi! Aku waktu di New York ngga bisa tidur gara2 mikirin kalian loh” ujar Chanyeol tertawa

“Ah kamu masuk di kelas mana? “ tanya Suho sambil selfie karena diajak fans2nya

“aku? Kelas 11-A , IPA” ujarnya menoleh kekanan kekiri melihat2 keadaan sekolah barunya

“Hah? Kita bertiga sekelas? Luar biasa” ujar Xiumin tertawa

“Kajja ayo kita ke kelas” ajak Suho

BRUK!

Seorang yeoja yang tengah berjalan sambil membaca buku tidak sengaja menabrak Chanyeol yang membuat namja dan yeoja itu jatuh .

Lantas yeoja itu segera berdiri dan meminta maaf berulang-ulang pada Chanyeol

“Pabo yeoja! Kau pikir siapa kau berani menabrak ku? Lihat sepatu dan baju ku kotor! Bahkan dengan menjual dirimu saja kamu ngga akan mampu membeli sepatu ini!” bentak Chanyeol keras

“Ah aku benar2 minta maaf aku tidak sengaja , sungguh , berapapun biaya nya akan aku ganti sepatu mu”

Di lain sisi , tampak seorang yeoja tomboy dengan rambut dikuncir tengah sedang bercanda dengan teman-teman nya . Ia kemudian menoleh kepada sumber suara gaduh itu yang ternyata ada di tengah taman sekolah . Yeoja dengan paras cantik itu langsung bangkit , mengenakan headphone mahalnya dan berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke kantung jas sekolahnya ke arah kerumunan orang banyak .

“Aku akan membersihkannya sunbae , aku benar2 minta maaf” ujar yeoja itu berlutut di depan Chanyeol berniat akan membersihkannya tapi Chanyeol malah menjatuhkan yeoja itu ke tanah .

Chanyeol mengangkat tangannya tanda aku memukul yeoja itu tapi ditempis oleh seseorang dengan tatapan tajam .

“ Naeun, bangkitlah” ujar yeoja cantik tadi melepaskan tempisan itu dan membantu Naeun berdiri.

“In Jung Eonnie gomawo” ujarnya memeluk yeoja bernama In Jung

“Ne , gwaenchana? Ada yang luka? Jinhwan! Tolong bawa dia ke UKS , aku masih belum selesai dengan masalah ini” teriak In Jung pada seorang namja yang lekas membantu Naeun berjalan .

“Siapa kau? Siapa suruh ikut campur ?!” teriak Chanyeol hendak memukul In Jung dan lagi2 di tempis In Jung sempurna .

“Kau bergelut dengan yeoja? Sungguh disayangkan . namja yang tidak punya harga diri” ujar In Jung melepas headphone nya .

“Kau mau mati ? Mau berantem dengan ku hah?!” lagi2 Chanyeol mencoba memukul In Jung dan yeoja itu segera memukul pipi kanan Chanyeol dengan keras hingga namja tampan itu terpental jatuh ke tanah .

Yeoja itu menghampiri Chanyeol yang masih berusaha bangkit , menahan rasa sakit pukulan darinya . “Kau mau berantem denganku? Pikirlah dua kali! Pakai otak! Anyway sepatumu kotor ya? Kasihan” tantang yeoja itu sambil menginjak sepatu Chanyeol.

“Jangan sombong,aku bisa membelikanmu sepatu baru dengan jumlah tak terbatas” ujar In Jung melirik beringas ke arah Chanyeol dan pergi meninggalkannya .

Semua murid berhamburan pergi ke kelas karena jam istirahat hampir usai .

Suho dan Xiumin menghampiri Chanyeol dan membantunya berdiri

“Dasar yeoja macam apa itu , beringas banget! Cantik sih , coba kalo ga berantem udah aku ajak nge date dia” ujar Chanyeol memegangi pipinya yang menjadi biru

“Err Chan , dia itu anaknya yang punya sekolah ini . Anak paling kaya disini” ujar Suho membantu Chanyeol berjalan

“Halah cuma punya sekolah aja udah sok gaya kayak gitu” timpal Chanyeol lagi

“Appa nya pemegang saham paling berpengaruh di Korea” tambah Xiumin

Chanyeol berhenti sejenak , menoleh ke arah teman2nya dengan terkejut

“Itu? Yeoja itu?” pekik Chanyeol

“Hmm” ujar Suho dan Xiumin serempak mengiyakan pertanyaan Chanyeol

CLASSROOM

“Yeorobeun! Hari ini kita ada murid baru , anak dari Park ChanHoo , direktur tambang emas milik Korea , silahkan masuk”

Seorang namja masuk ke dalam kelas dengan tatapan dingin.

In Jung yang duduk di bangku paling belakang , sedari tadi menatap keluar jendela , mendengar kata2 itu . “Apa anak Park ajjushi itu tampan?” tanya nya dalam hati kemudian menoleh ke arah namja itu.

“Tunggu dulu, ini anak Park ajjushi?!” teriak In Jung dalam hati sambil kaget melihat namja itu

Chanyeol , siapa bilang tidak kaget? Ia yang baru masuk ke kelas juga terpaku kaget melihat yeoja yang dianggapnya berengsek itu , ternyata satu kelas dengannya

“Nah silahkan perkenalkan dirimu” ujar Kim songsaenim

“Chanyeol imnida , aku berharap kita bisa berteman” katanya membungkukkan badan dengan wajah yang tidak iklas dan malas2an

“Ne Chanyeol , kau bisa duduk di sebelah In Jung di pojok sana” kata Kim songsaenim

“Hah duduk dengannya? Ya Tuhan mati aku” ujar Chanyeol dalam hati sambil melangkah ke meja In Jung

“Ya sudah saya tinggal dulu , sebentar lagi Shin songsaenim akan mengajar” , kata Kim songsaenim meninggalkan kelas

In Jung hanya menatap sinis Chanyeol , kemudian memasang headphone nya dan tidur menghadap jendela . Chanyeol pun juga sama , bersikap acuh dan sibuk bermain dengan nitendo nya .

Pelajaran fisika telah dimulai , Chanyeol rupanya mengalami kesulitan dengan pelajaran itu karena ia sudah tertinggal jauh dari materi di Korea . Chanyeol toleh kanan kiri , aduh ngga ada yang bisa dimintai tolong , semua pada sibuk sendiri . Suho dan Xiumin duduk di depan jadi ngga bisa tanya .

“In Jung! Kejakan soal ini di depan!” teriak Shin songsaenim kepada In Jung yang sedang tidur di belakang .

In Jung tanpa basa – basi langsung berdiri dan berjalan menuju papan tulis . Dengan sigap ia menjawab pertanyaan itu , menghitungnya pun sangat cepat , di atas rata-rata teman kelasnya . Kurang dari 1 menit ia sudah selesai menjawab pertanyaan itu .

“Songsaenim , benar nggak?” tanya In Jung sambil menyodorkan spidol kembali

“Luar biasa , appa mu pasti bangga punya anak seperti mu” ujar Shin songsaenim sambil menyuruh In Jung duduk lagi .

“Ah songsaenim bisa saja , kamsahamnida” ujar yeoja cantik itu membungkukkan badan kemudian kembali ke tempat duduk diiringi tepuk tangan dari seisi ruangan .

“Gila kau! Dari tadi tidur saja tapi bisa ngerjain?” tanya Chanyeol melongo

“Aku punya otak bodoh , lagipula aku tidur gara2 males liat muka mu” ujar In Jung sambil membuka note book nya dan menulis soal2 yang baru saja di dekte songsaenim

AFTER SCHOOL *bukan girlband*

HOME

“Umma appa In Jung pulang!” teriak In Jung sambil berlari menaiki tangga lantai dua

“Song ahjumma , umma appa belum pulang ya? Aku lapar nih” ujar nya merangkul pembantu rumah itu . Song ahjumma sudah bekerja dirumah ini sejak In Jung belum lahir , jadi keluarga In Jung menganggap Song ahjumma seperti keluarga sendiri

“Ah belum , baru saja pergi mungkin nanti malam pulang , di meja makan sudah ada bulgogi kesukaanmu , makanlah” ujar Song ahjumma yang sibuk mencuci piring .

SKIP

“In Jung , nanti malam kita akan pergi ke restoran , kata umma dan appa kamu harus dandan yang cantik jangan kelihtan tomboy gini “ ujar seorang yeoja sambil membuka pintu kamar In Jung

“Soo Jung eonnie! Ahh wae geurae? Shirreo! Aku benci dandan cantik sepertimu , ngga bebas” ujar In Jung kepada eonnie nya yang bernama Soo Jung(krystal f(x))

“Hush itu perintah eomma dan appa , sudah sekarang cepat mandi lah ini sudah pukul 4 sore , aku harus segera mendandani mu” ujar seorang yeoja lain di belakang Soo Jung , yaitu Soo Yeon(Jessica jung).

“Ne eonnie” ujarnya mengambil handuk dan mandi .

SKIP

2 keluarga tengah berkumpul di sebuah restoran mewah di pusat Seoul . Keluarga itu adalah keluarga Park dan Jung .

“Ah , bagaimana dengan pertunangan yang sudah lama kita bicarakan? Mengenai anak kita?” ujar mr Park kepada mr Jung

“Aku menyetujuinya mr Park , apalagi keduanya sudah masuk legal age .tapi lebih baik anak kita saling kenal dulu , mereka sepertinya tidak begitu saling mengenal”

“tunggu dulu , pertunangan? Legal age? Di antara kami bertiga hanya aku yang baru saja masuk legal age . Soo Jung eonnie sudah umur 21 dan Soo Yeon eonnie sudah 26” beribu pertanyaan berngiang di kepala In Jung

“ehm.. aku permisi sebentar” ujar In Jung yang mengenakan gaun hitam selutut berjalan menuju wastafel di depan toilet .

“Jangan bilang ini pertunangan untukku. Tunggu dulu, mr Park hanya punya 2 anak , yang satu sudah bekerja dan yang satu lagi..” ujar In Jung terdiam di depan wastafel sambil membalas chat dari teman nya .

“In Jung?” tanya seorang namja keluar dari pintu toilet pria

“Chanyeol?” tanya ku kaget

Mereka berdua kembali dari toilet bersama menuju ke meja makan .

“Aigoo! Kalian berdua sudah sangat dekat ya rupanya? Kalian serasi sekali” ujar mrs Park tertawa

“Apa maksutnya umma? Kita hanya teman” ujar Chanyeol bingung

“Teman? Huh bodoh aku tidak akan mau berteman denganmu” ujarku dalam hati

“Duduklah dulu” mrs Jung menyuruh mereka berdua duduk , saling berhadapan .

“Kalian berdua akan bertunangan dalam waktu dekat” ujar mr Park

“Mwo?!” teriak mereka berdua serempak

“Appa sudah membelikan kalian berdua apartemen yang tidak jauh dari sekolah , yah itung2 untuk pendekatan , kalian mulai besok akan tinggal disitu berdua” ujar mr Jung kepada mereka

“Appa! Ige mwoya? Andwae!aku sangat membenci Chanyeol bahkan tadi pagi kami habis berantem di sekolah” ujar In Jung kesal

“In Jung! Tidak sopan . jaga perkataanmu” ujar Soo Yeon pada In Jung .

Perkataan In Jung malah disambut dengan tawa oleh keluarga Park dan Jung .

“Bagaimana Chanyeol? Bantulah appa karena pertunangan ini akan membawa benefit banyak bagi keluarga kita dan Jung” ujar mr Park merayu anak nya

“Terserah appa” ujar Chanyeol mendengus , ya ia tidak bisa menolaknya karena ia sudah tau bahwa sia2 dia marah karena keadaan tidak akan berubah , apalagi Chanyeol sangat mencintai appa nya .

NEXT MORNING

SCHOOL

“Mana Chanyeol? Baru hari pertama sekolah eh besoknya udah ga masuk” ujar Suho sambil membaca buku .

“In Jung juga ngga masuk, apa mereka di skors gara2 berantem kemarin?” tanya Xiumin pada Suho

“Kenapa tanya balik?” ujar Suho menatap Xiumin datar dan melanjutkan membaca bukunya .

APARTEMENT

Hari ini mereka tidak masuk sekolah karena semalam pulang terlalu larut , dan mereka juga harus ke apartement .

“Kamsahamnida ajjushi sudah membantu kami “ ujar In Jung membungkukkan badannya yang kemudian diikuti Chanyeol kepada laki-laki tua yang membawakan koper mereka .

Di apartement itu fasilitas sudah lengkap , mereka hanya perlu membawa baju dan tinggal tidur .

“Kamarmu yang itu , yang ini kamarku . Jangan masuk ke kamarku dan jangan menggangguku” ujar In Jung masuk ke kamarnya yang berada dekat ruang TV dan mengunci pintu nya

“Aish yeoja gila , bahkan aku belum ngomong satu kata pun” ujar Chanyeol mengacak2 rambutnya dan masuk ke kamarnya sendiri .

Tidak terdapat interaksi diantara mereka , mereka sibuk di kamar masing2 dengan urusannya , sesekali mereka keluar untuk mengambil makanan ringan atau ke kamar mandi tapi mereka tidak bertemu satu sama lain .

“Aduh lapar ,mana udah tengah malam, di kulkas ada bahan makanan apa ya” gumam In Jung berjalan keluar kamar sambil bermain game membuka kulkas di dapur .

“Lah ngga ada apa2? Cuma snack?” kata In Jung melongo .

“Ayo makan diluar saja” ajak Chanyeol yang tiba2 muncul di belakang In Jung

“Pergilah sendiri aku malam ini tidak usah makan” ujar In Jung menghadap ipad nya lagi .

“Kamu masih marah denganku soal kemarin? Aku minta maaf ya” ujar Chanyeol dengan wajah imut khasnya

“Ya Tuhan anak ini , bikin ngga kuat aja” ujar In Jung dalam hati

“Hmm” In Jung hanya menjawab dengan satu suara

“Ayo pergi makan , aku ngga bisa makan sendirian” ujar Chanyeol

“Hmm” lagi2 In Jung menjawab sama sambil berjalan ke kamar mengambil headset nya .

Mereka berjalan menuju basement , ke mobil sport merah milik Chanyeol .

“Hei pabo masuklah” kata Chanyeol yang sudah duluan masuk

“Bukakan dong , kamu kan namja” kata In Jung sambil sibuk main game

“Ish menyebalkan” Chanyeol turun dan membukakan pintu mobil

AT FASTFOOD RESTAURANT

“Tengah malam gini ramai sekali ya.. terpaksa makan disini soalnya yang lain ngga ada yang buka” ujar Chanyeol masuk dan memesan makanan

“Aku sudah biasa makan makanan kayak gini , jadi jangan sok exclusive” ujar In Jung

Setelah selesai memesan makanan mereka mencari tempat duduk tapi tidak menemukannya , akhirnya terpaksa makan outdoor , padahal cuaca dingin sekali

“Aish aku lupa bawa jaket ku” gerutu In Jung sambil memakan burger nya

“Dingin banget ya?” ujar Chanyeol menyeruput teh panasnya

“Ya iya dingin , kalo ngga dingin ngapain cari jaket” kata In Jung sewot .

Chanyeol melepas jaket tebalnya , berdiri dan melingkarkannya dia pundak In Jung , membuat In Jung menjadi hangat .

Chanyeol duduk lagi , mengambil burger nya dan memakannya

In Jung hanya diam terpaku , tidak mengatakan apapun , karena ia sangat malu dan canggung .

“Masih marah ya?” tanya Chanyeol membuka pembicaraan lagi

“Sudah engga” kata In Jung tetap tidak melihat Chanyeol

“Kita ini sebentar lagi bertunangan , anggap saja sekarang sedang pacaran . Memangnya ada orang pacaran kayak gini? Tidak bisa kah kita membuat hubungan kita jadi lebih baik? Aku ingin pacaran seperti orang2 di luar sana , meskipun aku belum mengenalmu dekat , aku mau mencoba nya. Soal berantem kemarin aku benar2 minta maaf , Karena memang begitulah diriku . Aku susah mengontrol emosi “ cerocos Chanyeol panjang lebar yang membuat In Jung membelalakkan matanya ke arah Chanyeol

“Kita bahkan tidak saling mencintai , untuk apa punya hubungan begitu serius” ujar In Jung memalingkan pandangan lagi

“Tatap aku , aku tidak suka orang yang saat berbicara padaku tapi mengalihkan pandangannya ke hal yang lain” ujar Chanyeol memalingkan wajah In Jung dan sekarang berhadapan dengannya

“Sudah ku bilang aku akan mencobanya , selagi hari esok masih ada , kenapa aku tidak boleh mencoba?” tanya Chanyeol .

Tangan Chanyeol di tempis oleh In Jung

“Ini sudah jam 2 malam , ayo pulang besok kita sekolah” ujar In Jung berdiri dan berjalan ke arah mobil .

 

[To be Continue]


Bittersweet : Unfortunately

$
0
0

bittersweet

Author : Iefabings

Main Cast :

  • EXO’s Kai as Kim Jongin
  • Red Velvet’s Seulgi as Kang Seulgi
  • EXO’s Sehun as Oh Sehun

Supporting Cast :

  • EXO’s Baekhyun as Byun Baekhyun
  • Kim Yoonhye
  • Red Velvet’s Wendy as Son Seungwan
  • Wu Yi Fan as Kris

Genre : Romance, hurt, college life, friendship

Rating : PG-13

Length : Multi chapter, currently 15

Previous chapters : The Circle | He’s My BoyfriendI Hate You | A Weird Dream | ApologyWhat IfShe’s My GirlfriendStupid, Dumb, IdiotTruth Or Dare |  Call You MineI Feel WarmFavorite Mistake | We’re Friends, Right?Love Letter |

^^Selamat Membaca^^

Karma has no menu. You get served what you deserved.

– Anonymous –

***

Keesokan harinya, Sehun menepati janji. Tepat pukul 6 pagi dia sudah menekan bel apartemen, sehingga Seulgi membukakannya dalam keadaan masih memakai piyama dan jelas belum mandi. Sempat ternganga beberapa detik dan hanya bisa memperhatikan Sehun yang masuk seenaknya tanpa dipersilakan.

“Kau mau mengajakku kencan apa kuliah pagi?” tanyanya heran.

“Kau sendiri ingin kencan apa kuliah?” Sehun balik bertanya.

“Bodoh. Ini kan liburan.”

“Lantas kenapa bertanya? Kita kan sudah janjian akan kencan hari ini,” timpal Sehun sambil membuka kulkasnya.

“Sehun, ini masih jam 6 pagi. Kau berangkat dari rumah jam berapa?”

“Jam berapa ya?” Sehun memasang ekspresi berpikir. “Jam 5 mungkin,” jawabnya kemudian dengan mengangkat bahu.

“Ke Lotte World jam segini pun belum ada wahana yang buka.”

“Siapa yang bilang kita akan ke Lotte World sekarang?”

“Hah?”

“Buatkan aku sarapan, yeobo,” perintah Sehun sembari duduk di meja makan dan menopang dagunya. Melihat senyum polos khas anak kecil di wajah kekasihnya, Seulgi bisa apa selain tersenyum.

“Kau ingin makan apa?” tanyanya.

“Apa saja asal bisa sarapan berdua denganmu. Kalau kau ingin kita ke restoran fastfood juga boleh.”

“Tidak, aku tidak biasa sarapan fastfood,” sahutnya cepat. Kini Seulgi merebus telur dan menyiapkan roti tawar beserta sayurnya. Saat hendak berbalik untuk mengambil mentega, gerakannya terkunci lantaran Sehun memeluknya dari belakang.

“Kau makan ini setiap hari?”

“Sehun… aku belum mandi,” peringat Seulgi saat merasakan hidung Sehun mulai menyapa kulit lehernya. Biar bagaimana pun itu membuat jantungnya berdebar dan gugup luar biasa.

“Aku ingin sarapan seperti ini setiap hari… bagaimana?”

“Sehun….” Seulgi mulai menggigit bibirnya karena Sehun tidak mau berhenti.

“Apa?” Sehun memberi satu kecupan di sisi lehernya sebelum mencomot satu irisan tomat yang Seulgi buat. “Aku hanya ingin mencicipi ini,” tambahnya tanpa rasa berdosa.

Akhirnya Seulgi bisa bernafas lega dan bisa melanjutkan persiapan sarapannya. Dia jadi lupa tentang pertanyaan besarnya yang sempat muncul semalam.

***

Kencan sehari yang berharga. Seulgi merasa menjadi ratu sehari dan Sehun adalah rajanya. Tak ada satu pun keinginannya yang tidak dipenuhi oleh Sehun. Wahana apa pun yang dia tunjuk, eskrim, cotton candy, sudah ia dapatkan. Bahkan perhatian Sehun sejak pagi sampai sore hari hanya tertuju padanya. Seulgi benar-benar melupakan rasa kesalnya semalam atas kebohongan Sehun. Melihat betapa perhatiannya Sehun hari ini dia langsung menyimpulkan bahwa semalam itu memang kebetulan dia tidak ingin momen pertemuan dengan kawannya diganggu siapa pun. Seulgi tidak memusingkannya lagi. Yang paling penting sekarang Sehun tidak berubah sikap padanya. Sepertinya dia yang terlalu curigaan.

“Senang tidak, hari ini?” tanya Sehun saat mereka berjalan ke parkiran. Hari sudah beranjak sore. Sebenarnya enggan meninggalkan Lotte World, tapi karena (sepertinya) semua wahana dan tempat sudah mereka nikmati, mereka memutuskan untuk pulang.

“Hmm,” Seulgi mengulum cotton candy sampai habis baru menjawab. “Sangat.”

“Baguslah,” Sehun tersenyum lalu mengecup bibir Seulgi sekilas. “Mau makan siang dulu sebelum pulang?”

Barulah Seulgi ingat, saking asyiknya bermain mereka lupa makan siang. “Benar juga.”

“Mau makan dimana?”

“Terserah saja, yang dekat sini juga boleh,” jawab Seulgi sekenanya.

Sehun mengerti, langsung melajukan mobilnya keluar Lotte World. Dia memilih restoran secara asal karena Seulgi juga tidak terlalu rewel soal makanan. Tiba di sana, Sehun cepat-cepat turun dan berlari tergesa untuk membukakan pintu dan memperlakukan Seulgi seperti putri bangsawan. Seulgi tertawa lebar, langsung menggamit lengan Sehun masuk.

“Aku mau ke kamar mandi dulu,” pamit Seulgi sebelum sempat duduk.

“Ah, ya, aku cari meja kosong,” sahut Sehun.

Seulgi berlari kecil ke kamar mandi dan setibanya di sana langsung masuk ke salah satu bilik. Dia bisa mendengar suara langkah kaki yang masuk dan air yang mengalir dari kran wastafel. Setelah urusannya selesai, ia mencuci tangannya di wastafel, bersebelahan dengan seorang gadis yang baru masuk tadi.

“Whoa, wajahmu kelihatan tidak asing,” pekik gadis itu—membuat Seulgi refleks mendongak. “Aku lihat dimana ya?”

Wajah gadis yang memekik itu juga tak asing. Dia merasa pernah melihatnya di suatu tempat.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Seulgi padanya. Mereka saling tatap melalui cermin, tanpa menoleh satu sama lain.

“Ah, sekarang aku ingat. Kau gadis yang ada di ponselnya Jongin.”

“Hah?” untuk sekian detik dia terperangah. Kemudian setelah diteliti kembali, Seulgi pun ingat siapa gadis ini. Jelas saja dia merasa pernah melihatnya, dia adalah gadis yang bersama Jongin kemarin. Ya, gadis yang ‘katanya’ akan menggantikan posisi Seulgi dari hati Jongin.

“Tidak salah lagi. Wajahmu memenuhi ponselnya. Jongin bilang, dia sangat mencintaimu dan berusaha move on darimu.”

Pernyataan blak-blakan gadis tersebut membuat Seulgi tidak tahu harus menampakkan ekspresi wajah yang bagaimana. Heran kenapa dia mengatakannya seenteng itu. Dan lagi, kenyataan bahwa dia sudah melihat isi ponsel Jongin membuktikan betapa dekatnya mereka.

“Kami hanya teman,” kata Seulgi datar. Dia bahkan tidak punya mood untuk mengajak gadis ini kenalan. Entah kenapa. Padahal biasanya dia selalu ramah pada semua orang, bahkan yang baru pertama dia temui sekali pun.

“Iya, dia juga mengatakan itu. Sekarang kalian hanya teman biasa,” ucap Yoonhye. “Dan sebenarnya sekarang kami pacaran.”

“Oh,” sahut Seulgi singkat. Ya, memangnya jawaban apa lagi yang harus ia ucapkan? Apa perlu memberi ucapan selamat? “Selamat ya.”

“Terima kasih,” jawab gadis itu sambil tersenyum. “Aku tidak akan merasa cemburu padamu. Kau hanya bagian dari masa lalunya, jadi kalau mau bertemu kapan saja tidak apa-apa.”

Gadis ini… serius sudah menjadi pacar Jongin? Entah kenapa Seulgi tidak suka padanya. Walau nada bicaranya sopan dan manis, tapi ada aura sinis dan angkuh di sana. Seolah dia ingin menegaskan bahwa dirinya dan Jongin telah bersama, juga bahwa Seulgi bukan siapa-siapa lagi.

“Aku duluan ya,” pamit Seulgi—merasa obrolan itu tidak ada untungnya.

“Aku juga sudah selesai.”

Seulgi mempercepat langkahnya, takut gadis—yang belum dia ketahui namanya itu—berhasil mengikutinya. Dia sedang tidak ingin membahas tentang Jongin, apa pun itu. Tapi sayang sekali keinginannya tak terpenuhi. Saat dalam perjalanan kembali pada Sehun, dia malah berpapasan dengan Jongin. Oh, rupanya mereka sedang berkencan. Seulgi berniat untuk pura-pura tidak melihat, terus berjalan tanpa melirik Jongin sedikit pun.

“Seulgi,” sayang sekali Jongin malah memanggilnya saat dia lewat begitu saja. Mau tak mau Seulgi berbalik dan membalas sapaan itu.

“Hai,” sapanya singkat. Sialnya, gadis tadi—pacar baru Jongin—kini tiba di tengah-tengah mereka.

“Kau sedang apa?” tanya Jongin, tertuju pada Seulgi.

“Kau sendiri?” tanya Seulgi dengan tatapan yang diarahkan padanya dan gadis itu bergantian. Dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak terdengar ketus. Tidak bisa dipahami kenapa perasaannya jadi sekesal ini pada Jongin.

“Aku…” Jongin melirik gadis yang berdiri di sampingnya. “Ah, ini Yoonhye.”

“Sudah bertemu dengannya tadi,” sahutnya cepat.

“Tapi kami belum kenalan,” sekarang rasanya Seulgi ingin membungkam mulut Yoonhye.

“Kenalan lah. Seulgi, ini Yoonhye. Yoonhye, ini Seulgi,” kata Jongin.

“Maaf, aku sedang terburu-buru. Sehun menungguku. Sampai nanti,” Seulgi buru-buru mengambil langkah menjauh. Dari sekian banyaknya tempat, kenapa mereka harus makan di sini juga?

Dengan dengusan dan wajah yang ditekuk dia mencari sosok Sehun yang tadi katanya akan mencari tempat duduk. Nyatanya, di dalam restoran itu sama sekali tak tampak pemuda bertubuh tinggi dengan kulit seputih susu. Heran kemana perginya Sehun. Apa dia ke toilet juga? Dia merogoh ponsel untuk menelpon Sehun dan bertanya dia dimana. Tapi sepertinya tidak perlu, karena ternyata ada satu notifikasi pesan dari Sehun.

[Text from Sehun]

Sayang, maaf mendadak aku ada urusan dan harus pergi. Tidak apa kan, pulang sendirian? Maaf maaf maaf.

“Hah? Apa-apaan?” dengusnya gusar, benar-benar tidak menyangka Sehun meninggalkannya begitu saja. Ini sangat keterlaluan menurutnya. Memangnya urusan semendadak apa yang bisa membuat Sehun langsung pergi dan dengan mudahnya menyuruh Seulgi pulang sendiri? Padahal hari ini terasa begitu sempurna—awalnya. Lalu ia badmood karena bertemu dengan Jongin dan pacar barunya, ditambah sekarang Sehun pergi rasanya Seulgi ingin menangis di tempat itu juga. Kencan berharganya berubah menyebalkan.

***

“Jadi guru les?”

Seungwan mengangguk mantap.

“Semua mata pelajaran anak SMA?”

Seungwan mengangguk lagi.

“Kenapa bukan kau saja?” Seulgi melahap big macnya dengan brutal. Pasca ditinggalkan Sehun di restoran tadi dia langsung menelpon Seungwan dan benar-benar menangis saat curhat tentang kejadian menyebalkan itu. Ujung-ujungnya Seungwan malah menawarinya pekerjaan.

“Pertama, kau itu sangat pintar. Dilihat dari nilai saja kau jauh lebih tinggi,” kata Seungwan sambil mengilustrasikan perbedaan nilai mereka dengan kedua tangan. “Kedua, kau bilang bosan menganggur kan. Ditambah sekarang kesal pada Sehun, pasti waktunya tidak akan banyak tersita untuk kencan.”

“Jadi kau senang kalau aku dicampakkan oleh Sehun?” tanyanya tak percaya.

“Tidak usah berlebihan. Sehun hanya menyuruhmu pulang sendiri, bukan mencampakkan,” kata Seungwan datar.

“Sama saja.”

“Beda.”

“Iya lalu aku harus mengajar dimana?”

Senyum Seungwan melebar lantaran tawarannya mendapat respon positif dari Seulgi. “Ini alamatnya,” diambilnya ponsel Seulgi dan membuka aplikasi note untuk mengetikkan alamat rumah yang dimaksud. “Anaknya baik, kok. Ayahnya adalah teman baik appa.”

“Aku tidak janji nanti hasilnya akan memuaskan. Aku tidak pernah mengajari anak kecil.”

“Dia sudah SMA, Seulgi-ah.”

“Intinya lebih muda dariku.”

“Dia sangat ingin masuk kedokteran dalam ujian masuk universitas tahun depan karena tuntutan orang tua.”

“Kalau dia tidak minat ya pasti susah.”

“Ayolah, Seulgi,” Seungwan menggenggam tangan Seulgi penuh harap. Tak lupa beraegyeo agar Seulgi bisa luluh.

“Iya, akan ku lakukan. Hentikan ekspresi itu,” timpalnya sambil memutar bola mata. “Padahal niatku ingin curhat, malah diberi pekerjaan.”

“Oh, iya, curhatnya. Aku yakin kalau nanti Sehun datang dan meminta maaf dengan ‘cara’nya, pasti akan langsung kau maafkan.”

“Sok tahu. Aku akan marah cukup lama untuk kejadian ini. Lihat saja.”

“Iya, kita lihat saja. Kalau aku benar, traktir aku ya,” kata Seungwan.

Mustahil dia akan memaafkan Sehun secepat itu. Atau lebih tepatnya, dia berjanji untuk tidak akan. Siapa yang tidak marah kalau ditinggal begitu saja saat kencan?

***

Namanya Kim Yeri. Minat terbesarnya adalah fashion. Sejauh yang Seulgi lihat, kemampuannya dalam mata pelajaran MIPA sangat rendah. Dia jadi tidak yakin Yeri bisa lulus tes masuk universitas. Sialnya, ini adalah tanggung jawab besar untuk bisa membawanya masuk kedokteran. Memang dibayar sih, tapi ini jadi beban yang cukup berat. Dengan sabar dia menjelaskan semuanya mulai dari dasar. Hari pertama saja dia sudah kelelahan mengajar. Durasi belajar yang awalnya direncanakan hanya sebatas 2 jam terpaksa melebar hingga 3 jam lebih dan dia baru bisa pulang saat waktu makan malam.

“Makan malam di sini saja,” ajak Ibu Yeri saat Seulgi berniat pulang.

“Sebenarnya, sudah ada janji dengan teman,” kata Seulgi beralasan. Itu bohong besar. Dia hanya merasa sungkan karena ini hari pertama mengajar dan belum begitu dekat dengan mereka, pasti sangat canggung jika makan bersama.

“Baiklah, kalau begitu hati-hati ya. Coba kakak Yeri sudah pulang, akan ku suruh dia mengantarmu.”

“Tidak perlu, ahjumma. Masih bisa naik bus jam segini.”

“Terima kasih banyak ya, sudah bersedia mengajari Yeri. Kalau ada yang kau butuhkan, jangan sungkan untuk bilang.”

“Ne,” ucap Seulgi kemudian membungkuk dan berbalik pergi. Keluarga yang baik. Sikap hangat mereka malah membuat Seulgi makin terbebani. Takut nanti Yeri gagal dalam ujian dan mereka akan kecewa. Sepertinya dia memang harus berusaha mengajar dengan sungguh-sungguh.

Jalanan di komplek tempat Yeri tinggal cukup tenang. Seulgi sedang berjalan menuju halte terdekat saat dirasakannya rasa lapar makin melilit. Beruntung ada minimarket beberapa meter di depan. Setidaknya bisa mengganjal perut sementara dengan satu cup ramyun dan kimchi instan. Seulgi pun berlari kecil ke arah minimarket tersebut. Tiba di sana ia langsung menghampiri rak penuh ramyun berbagai merk. Tak lupa mengambil satu kimchi instan di rak lain dan berlari kecil lagi ke arah kasir untuk membayar. Setelah melakukan pembayaran, ia memasak ramyunnya dengan dispenser yang tersedia. Tinggal menunggu sekitar 3 menit hingga ramyunnya siap makan. Dia hendak duduk di tempat makan yang tersedia di sana saat pundaknya merasakan tepukan yang cukup mengagetkan.

“Eh?” matanya melebar saat tahu itu adalah Jongin. Kebetulan sekali bertemu di sini. “Kau ada dimana-mana,” komentarnya dengan nada datar.

“Takdir?” Jongin mengangkat bahu.

“Takdir apanya…” Seulgi menarik kursi dan duduk menghadap ke luar.

“Takdir untuk selalu berada di dekatmu,” ucapnya sambil tertawa pelan. “Bercanda. Tunggu sebentar, aku mau ramyun juga.”

Seperti Seulgi peduli saja. Sejak melihat Jongin bersama Yoonhye, entah mengapa ada rasa marah dalam dirinya. Apa mungkin dia merasa cemburu? Mungkin benar sebelumnya dia ‘pernah’ memiliki perasaan lebih pada Jongin (terlalu takut menyebutnya cinta), tapi hey, dia sudah memutuskan untuk meninggalkannya dan memilih Sehun. Rasa cemburu terhadap Yoonhye bukanlah hal yang pantas.

Sekembalinya Jongin, dia hanya menikmati ramyun dan kimchinya. Sempat melirik sedikit, hanya sedikit dan sekilas. Tidak mau Jongin berpikir berlebihan seperti dia merindukannya—mungkin? Atau justru Seulgi yang berpikir terlalu jauh. Dia menepuk punggung tangan Jongin dengan berani saat pemuda itu kedapatan mengambil kimchinya tanpa izin.

“Aku hanya tertarik saat melihatmu makan ini, mau kembali ke sana untuk ambil satu rasanya malas,” dia membela diri dan Seulgi hanya melempar tatapan ibu-tiri-tidak-kenal-ampun. “Astaga, pelit sekali,” tapi Jongin kembali ‘mencuri’ kimchinya.

“Kimchiku jadi habis.”

“Wah, ternyata enak makan ini dengan kimchi,” komentar Jongin kemudian ‘mencuri’ lagi.

“Pencuri,” timpal Seulgi yang sudah tidak bisa melakukan apa-apa.

“Pencuri hatimu?”

“Hati Yoonhye.”

“Yoonhye?” Jongin malah tertawa. “Sepertinya kau cemburu.”

“Oh, ayolah, tidak sama sekali,” balas Seulgi cepat.

“Jadi kau merasa baik-baik saja jika aku bersama gadis lain?” mendadak suara Jongin terdengar serius dan saat Seulgi meliriknya—oh—tatapan itu lagi.

“Jongin, bukankah kita sudah menegaskan ini? Lagipula kau sudah menjadikannya pacarmu, berarti kau mulai—“

“Move on? Apa kau benar-benar berpikir aku sudah move on darimu? Sebegitu mudahnya?” terdengar desahan pelan dari Jongin. “Bisa-bisanya.”

“Kim Jongin,” Seulgi meletakkan sumpitnya di dalam cup ramyun. “Kau sudah punya pacar baru. Apa masih pantas mengucapkan itu padaku?”

“Karena aku tidak bisa berpura-pura, Kang Seulgi. Kau mungkin bisa dengan mudah berpura-pura mencintai orang. Sedangkan aku sama sekali tidak bisa. Aku masih mencintaimu dan akan selalu begitu.”

“Apa maksudmu—berpura-pura?”

“Semua yang pernah kau katakan padaku tentang perasaanmu. Hanya pura-pura, kan?”

“Apa?” Seulgi menatap Jongin tak percaya. Entah dari mana Jongin mendapat spekulasi demikian.

“Lalu bagaimana bisa sekarang kau baik-baik saja, Seulgi? Jika semua yang pernah kita miliki adalah nyata, kenapa hanya aku yang merasa sakit?”

“Kau tahu apa tentang perasaanku?” Seulgi berdiri dengan amarah di puncak ubun-ubunnya. “Meninggalkan ego agar bisa bersamamu, menyakiti Sehun, mengecewakan teman, itu yang kau katakan hanya pura-pura? Coba pikir, apa menurutmu aku melakukan semua itu hanya karena berpura-pura mencintaimu?” dia menghela nafas frustasi. “Lupakan saja semuanya. Lakukan apa yang kau mau, pikirkan apa yang kau ingin, aku tidak akan peduli lagi,” lalu Seulgi memutuskan untuk pergi saja. Emosinya sudah tak terbendung lagi sekarang.

“Seulgi-ah,” Jongin menahan tangannya, tapi Seulgi yang enggan untuk kembali duduk langsung melepaskannya dan pergi. “Seul! Aku minta maaf!” Jongin bangkit untuk mengikuti Seulgi keluar. Padahal ramyun mereka belum habis sepenuhnya.

Seulgi tidak berbalik, lebih tepatnya tidak ingin berbalik. Efek rasa marahnya karena Jongin bersama Yoonhye, juga ucapan Jongin tadi, semua jadi satu. Dia tak hiraukan suara Jongin yang terus memanggilnya. Langkah Jongin masih setia di belakangnya tanpa ada tanda-tanda ingin menyamai atau mendahului.

“Seulgi-ah, aku tidak bermaksud mengatakan itu padamu,” suara Jongin terdengar melunak. “Hanya merasa begitu sesak karena merindukanmu. Sebenarnya saat di Jeju, aku sengaja memperlihatkan foto Yoonhye padamu. Memang sangat kekanakan,” ceritanya sambil tertawa pelan. “Aku bahkan dengan sengaja meminta tugas yang bisa dekat terus denganmu. Ku pikir, kita bisa memulainya lagi. Oh—bukan. Sebenarnya aku yang terus berharap semuanya bisa kembali lagi. Seulgi, jika kau tidak suka aku bersama gadis lain, aku akan menjauhinya dan kembali menunggumu.”

“Jangan pernah menungguku!” tanpa sadar Seulgi berbalik dan berteriak. Kebetulan jalanan yang mereka lewati itu sepi. Jadi amarahnya bisa ia lampiaskan saat itu juga. “Apa semuanya serba mudah bagimu? Berkenalan dengan gadis baru, mengirim surat cinta padaku, berkencan dengan gadis itu, lalu sekarang masih bisa mengatakan kalau kau akan menungguku? Hati perempuan tidak sesederhana itu, Jongin. Aku memang tidak begitu menyukai Yoonhye, tapi setidaknya hargailah dia sebagai kekasihmu sekarang. Jika kau tidak ingin serius dengannya maka jangan pernah memulai apa pun dengannya.”

Ingin rasanya Seulgi menangis, tapi tidak ingin menangis di hadapan Jongin. Jadi dia hanya menghela nafas panjang dan gusar, lalu berbalik melanjutkan langkahnya untuk pergi. Dia berlari menjauh. Kali ini Jongin tidak mengejarnya lagi. Jongin terus mematung. Mungkin semua yang Seulgi katakan telah memukulnya dengan telak. Dia hanya bisa menatap punggung Seulgi—yang sebenarnya sangat ingin dia peluk erat.

***

Selama berada di dalam bus pandangan Seulgi terasa kosong. Kepalanya ia senderkan ke jendela, pikirannya makin abstrak seiring melajunya kendaraan itu. Jika sopir tidak meneriakkan daerah tujuannya, mungkin dia akan tertinggal di dalam sana semalaman. Dia berjalan gontai ke apartemennya, masih dengan pikiran yang berkabut. Sapaan dari tetangga yang kebetulan bertemu saat naik lift pun ia jawab seperlunya. Lelah sekali rasanya.

“Eh?” dia terkejut karena saat tiba di lantai tempat ia tinggal, mendadak ada seikat bunga yang muncul di depan wajahnya. “Sehun—“

“Apa yang kau pikirkan hingga tak sadar aku berdiri di sini?” sebegitu tidak fokusnya dia berjalan hingga tak menyadari keberadaan Sehun. Rupanya Sehun sudah menunggunya sejak tadi. Seulgi bingung harus menjelaskan apa yang mengganggu pikirannya—karena ini berhubungan dengan Jongin. Tapi kemudian ingat bahwa dia sedang marah pada Sehun, wajahnya langsung ia rubah sekesal mungkin.

“Untuk apa datang ke sini?” tanyanya ketus, lalu memasukkan kode masuk pintu apartemennya.

“Sayang, kau masih marah? Aku benar-benar punya urusan mendesak kemarin.”

“Urusan apa yang begitu mendesak hingga meninggalkanku sendirian di sana?” Seulgi masuk dan hendak langsung menutup pintu, tapi Sehun menahannya.

“Maafkan aku, sungguh. Besok aku janji akan mengajakmu makan malam romantis di tempat mana pun yang kau inginkan,” tapi kemudian Sehun berpikir, seperti teringat sesuatu. “Eh, lusa saja deh. Lusa aku janji.”

“Kau telah berubah, Sehun-ah. Sebelumnya kau tidak pernah meninggalkanku begitu saja. Kau tidak pernah melewatkan waktu untuk bisa bersamaku. Sekarang kau bahkan mulai mempertimbangkan mau bertemu atau tidak.”

“Baiklah, besok kita makan malam romantis.”

“Sudahlah, lupakan saja,” kata Seulgi kesal. Dia tinggalkan Sehun di pintu tanpa menutupnya. Sehun melangkah masuk dan menutup pintu itu.

“Seulgi, maafkan aku….”

“Bukannya aku ingin ikut campur semua urusanmu. Aku hanya bingung karena terus ditinggal untuk sesuatu yang aku tak tahu,” ucapnya diiringi helaan nafas panjang. Sengaja agar Sehun tahu betapa lelahnya dirinya sejak kemarin.

Lalu Sehun mendekat dan memeluknya. “Sayang, aku janji tidak akan melakukan itu lagi. Jangan marah, aku takut kehilangan dirimu.”

Kalau sudah seperti itu Seulgi bisa apa? Sehun—seperti kemampuannya yang tidak pernah gagal membuat Seulgi tersenyum—juga mampu meluluhkan hatinya yang sempat panas. Ada banyak hal yang ingin ia keluhkan dalam hatinya, tapi pelukan Sehun membuatnya kembali menelan semua itu. Sayang sekali, ucapan Seungwan kemarin ternyata benar. Dia bisa memaafkan Sehun begitu cepatnya.

***

Namun janji untuk tidak mengulangi itu lagi hanyalah janji kosong. Seulgi menyesal telah memaafkan Sehun dengan cepat saat menerima pesan singkat tepat satu jam sebelum janji makan malam mereka. Memang masih ada waktu satu jam, tapi Seulgi sudah melakukan persiapan. Dia juga sudah terlanjur senang karena akan makan malam bersama Sehun.

[Text from Sehun]

Sayang, maaf. Mendadak appa ingin aku ke rumah sakit. Aku tidak bisa berkata tidak, jadi… kau bisa mengerti, kan? Besok malam aku janji tidak akan gagal lagi.

Hanya Seungwan yang bisa jadi pelariannya untuk keadaan ini. Beruntung juga Seungwan sedang tidak punya acara apa pun jadi bisa langsung membawa Seulgi pergi dengan mobilnya.

“Kita mau kemana, Seulgi-ah?”

“Kemana saja yang kau mau. Kalau perlu kita minum sampai tak sadarkan diri,” sahutnya dengan nada datar.

“Ow,” alis Seungwan terangkat, berusaha memahami keadaan sahabatnya yang sedang marah. Hal yang jarang terjadi, ternyata cukup mengerikan.

Lalu terdengar getaran panjang dari ponsel Seulgi. Kening Seulgi mengkerut lantaran nama kontak yang tertera di layar ponselnya adalah nama seseorang yang tak biasa. Byun Baekhyun. Bukan karena Seulgi tidak suka Baekhyun, sebenarnya mereka cukup dekat dan menurutnya, pemuda itu menyenangkan. Tapi dia tidak pernah sekali pun mengobrol secara pribadi dengannya. Mengirim personal chat saja tidak pernah. Dan sekarang, Baekhyun menelponnya. Mengejutkan, bukan?

“Halo,” jawabnya setelah menerima panggilan masuk.

“Seulgi? Kau sedang sibuk tidak?” rupanya Baekhyun tidak ingin buang banyak waktu, langsung bertanya tepat ke inti.

“Tidak. Kenapa?”

“Ada yang ingin aku tunjukkan padamu,” jawab Baekhyun. “Sekaligus memastikan sesuatu. Maksudku, aku ingin tahu apa yang ku duga ini benar.”

“Iya, lalu apa yang ingin kau tunjukkan?”

“Bisakah menemuiku di club Underground daerah Gangnam? Sekarang. Kalau bisa secepat mungkin.”

“Kenapa begitu mendesak? Aku perlu tahu dulu itu apa, jadi bisa ku pertimbangkan memang urgent atau tidak.”

“Ayolah, datang saja. Nanti kau akan tahu dan mengerti. Aku tidak mempermainkanmu, sungguh,” suara Baekhyun terdengar serius. Lagipula sekarang dia sedang berada di dalam mobil Seungwan, tinggal menyuruhnya putar balik.

“Baiklah, tunggu aku,” ucap Seulgi sebelum memutus telponnya. “Mau mengantarku ke club Underground tidak?” tanyanya pada Seungwan.

“Yang di daerah gangnam?” Seungwan bergidik. “Heol, untuk apa ke sana? Tempat itu bukan tipemu,” tambahnya dengan pandangan fokus ke jalan.

“Baekhyun yang memintaku. Tak apa, kita ke sana dulu. Kalau ada hal yang mencurigakan, kita langsung pulang.”

“Baiklah,” Seungwan pun memutar arah mobilnya dan menyetir sesuai dengan tujuan yang Seulgi katakan tadi. Selama perjalanan Seulgi sangat penasaran hingga tidak mood membicarakan apa pun. Seorang Baekhyun yang jarang sekali menghubunginya, mendadak menelpon dan memaksanya datang ke sebuah club malam. Aneh.

Tiba di depan club, dia melihat Baekhyun menunggunya. Dari wajahnya saja, Seulgi berpikir akan ada kabar yang tidak baik.

“Kau menungguku di luar? Maaf ya, agak lama.”

“Tidak masalah,” serta merta Baekhyun menarik tangan Seulgi. “Ikut aku masuk.”

“Eits, katakan dulu ada apa?” Seungwan menahan tangan Seulgi dan menariknya kembali agar Baekhyun tidak bisa membawanya masuk.

“Ini sangat penting. Aku tidak sedang mengerjainya. Aku janji.”

Baik Seulgi maupun Seungwan takjub melihat wajah Baekhyun yang begitu serius—mengingat selama ini pemuda tersebut selalu bertingkah konyol dan banyak tertawa. Sepertinya memang hal yang ingin Baekhyun tunjukkan sangatlah penting hingga orang yang gemar membuat lelucon seperti dia bisa seserius ini.

“Aku tunggu di luar saja deh. Kalau dalam 15 menit Seulgi tak juga keluar, aku akan telpon polisi dan tempat ini akan dikepung,” ancam Seungwan dengan tangan terlipat di dada.

Alis Seulgi terangkat, heran kenapa Seungwan begitu tidak inginnya masuk dan bahkan mengancam akan memanggil polisi. Dia menoleh dan membaca nama tempat ini—hanya club biasa.

“Arasseo, aku bahkan yakin tidak akan selama itu.”

“Memangnya kenapa sampai harus lapor polisi?” tanya Seulgi.

“Benar, kenapa sampai lapor polisi? Kami kan bukan kriminal,” kata Baekhyun.

“Aish, jangan banyak bicara,” Seungwan melotot pada Baekhyun, lalu menatap Seulgi. “Cepat masuk dan kembali. Aku tunggu di sini.”

Baekhyun hanya berdecak kemudian kembali menarik tangan Seulgi masuk. Seulgi pasrah saja saat dibawa melewati lorong yang gelap, lalu sedikit demi sedikit volume musik makin keras. Pertanda dia makin dekat.

Kemudian Seulgi ternganga.

Hal pertama yang menyapanya adalah pemandangan dua pria yang sedang berciuman. Oh, bukan sekedar berciuman. Tapi bercumbu. Itu membuatnya mual. Tidak menyangka ada tempat seperti ini di Seoul dan Baekhyun, temannya, membawanya ke sini.

“Baekhyun-ah….”

“Kau harus berjanji untuk tidak mengatakan ini pada siapa pun,” Baekhyun menoleh pada Seulgi yang tangannya masih dia genggam. “Bahwa aku ada di sini.”

“A-aku… tidak paham,” kata Seulgi jujur.

Baekhyun menghela nafas lalu menariknya masuk lebih ke dalam dan… wow. Seulgi makin ternganga. Ini adalah tempat yang paling mengerikan, menurutnya. Sekarang dia tahu kenapa Seungwan tidak ingin masuk. Ini seperti sarang pria gay.

“Aku tahu, setelah malam ini kau mungkin akan menganggapku menjijikkan. Yeah, aku—maksudku kami adalah gay.”

Jelas pengakuan Baekhyun itu membuatnya kaget. Sangat. Tapi dia juga tidak bisa langsung melepas tangan Baekhyun, mengumpatnya sebagai orang yang menjijikkan dan menjauh untuk selamanya. Tidak, Seulgi tidak bisa melakukan itu karena Baekhyun adalah temannya. Dia sadar setiap orang punya sisi negatif dalam dirinya. Dalam kasus ini, yang dia lihat, ini adalah sisi negatif Baekhyun. Ada cara yang lebih baik untuk bersikap pada teman yang seperti ini. Jauh lebih baik dari pada harus mengumpat dan menjauh. Pasti ada.

“Tidak masalah,” ucapnya lirih, entah Baekhyun dengar atau tidak. “Aku tidak akan bilang pada siapa pun. Tidak ada gunanya juga.”

“Terlepas dari hal itu,” Baekhyun mempererat genggaman tangannya pada Seulgi lagi. “Ada hal yang lebih penting. Ini alasanku mengajakmu ke sini.”

Seulgi mengikuti langkah Baekhyun, melewati banyak sekali pria gay yang bermesraan. Perutnya makin mual. Dia juga merasa geli saat ada seorang pria bertubuh kekar mencolek dagu Baekhyun. Ew. Tak hanya itu, dia mendapat tatapan tidak suka dari semua pria di sana. Jelas saja. Dia kan satu-satunya perempuan.

“Baekhyun-ah, kita harus di sini berapa lama lagi?”

“Kuatkan dirimu.”

Entah apa maksud Baekhyun dengan mengatakan itu, yang dia lihat hanya sekawanan pria duduk di sofa yang terletak agak tertutup dan sepertinya bukan orang-orang biasa yang ada di sana.

Sedetik kemudian, Seulgi mematung.

Ada satu orang yang duduk berkumpul di sofa itu dengan gelas minuman di tangannya. Tubuhnya tinggi tegap, kulitnya seputih susu. Seorang pria lain merangkulnya, entah kenapa tidak terlihat seperti rangkulan seorang kawan. Itu seperti rangkulan sepasang kekasih. Apa ini hanya mirip? Atau memang orang yang sama? Seulgi mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah sosok yang mirip. Tapi kenapa begitu mirip hingga senyumnya pun sama? Senyum yang biasa Seulgi lihat saat pemuda itu memeluknya dan mengucapkan kata cinta.

“Aku tidak ingin menyakiti hati siapa pun, tapi aku juga sangat penasaran bagaimana bisa dia—ah, maksudku, awalnya aku sangat terkejut. Aku ingin pura-pura tidak tahu. Tapi Seulgi, kau adalah gadis yang baik. Aku takut suatu hari nanti kenyataan ini akan menyakitimu. Harapanku, kalian menyelesaikan ini baik-baik,” tutur Baekhyun sambil mengusap pundak Seulgi yang mematung.

“Mungkin hanya mirip, Baekhyun-ah….”

Baekhyun jadi semakin iba saat mendengar suara lemah Seulgi. “Namanya Oh Sehun. Dia kuliah kedokteran.”

“Dia sangat mencintaiku,” air mata Seulgi mulai jatuh.

“Aish, jangan menangis di sini. Ayo kita keluar. Tidak mungkin juga menyapa dan menyeretnya keluar.”

Pandangan Seulgi tak lepas dari sosok Sehun—atau orang yang mirip Sehun itu di sana. Bahkan saat Baekhyun menariknya keluar secara paksa karena dia tak punya daya untuk berjalan, pandangannya masih tak bisa ia alihkan. Dan tepat sebelum dia benar-benar berbalik, dilihatnya Sehun juga menatapnya. Sehun menyadari keberadaannya. Seulgi tidak sempat membaca tatapan apa itu. Haruskah dia merasa patah hati sekarang?

***

Katanya dia punya namjachingu. Well, seorang namja yang punya namjachingu. Dengan berani Baekhyun menegaskan bahwa Sehun juga seorang gay. Pria yang bersama Sehun adalah pemilik tempat itu. Seorang eksekutif muda tampan bernama Kris. Seulgi tidak mau mendengar lebih jauh lagi. Pikirannya berkabut. Yang dia butuhkan adalah sebuah penjelasan. Bukan dari Baekhyun atau siapa pun di dunia ini, melainkan dari Sehun. Hanya dari Sehun. Bagaimana caranya memulai? Haruskah dia menelponnya sekarang? Oh, jangan. Jika pemuda yang di club tadi bukan Sehun, pastilah kekasihnya sedang tidur lelap sekarang. Tapi kalau ternyata memang benar berarti… semuanya jadi cocok. Alasan mengapa belakangan ini Sehun sering begadang semalaman dan tidur pagi. Lalu kawan yang dia lihat di sekitar rumah orang tuanya malam itu…. Sial. Kenapa semuanya jadi cocok?

***

Pukul 6 pagi bel pintunya berbunyi. Dia enggan membukanya, bukan lantaran masih mengantuk dan malas berjalan. Tidak. Seulgi bahkan belum memejamkan matanya. Dia terjaga semalaman, memikirkan hal bodoh tentang Sehun dan kenyataan. Lama dia hanya duduk menekuk lutut dan memeluk kakinya, mendengarkan bunyi bel yang terus meraba pendengarannya. Terus seperti itu hingga 30 menit lamanya, barulah dia putuskan untuk beranjak ke pintu dan membukanya. Ada Sehun berdiri dengan seikat bunga cantik di tangannya. Senyum tercetak di wajahnya yang terlihat lelah—atau mengantuk, tapi Seulgi benci senyum yang seperti ini. Sama sekali bukan senyum yang biasa Sehun berikan untuknya, melainkan senyum palsu untuk menutupi rasa cemas dan takut.

“Kau sudah bangun? Selamat pagi,” Sehun memberikan bunga di tangannya pada Seulgi. “Aku merindukanmu.”

Ingin rasanya Seulgi berteriak agar Sehun menghentikannya. Dia bersumpah bahkan bau alkoholnya begitu menyengat. Yang dia lakukan hanya berdiri menatap Sehun. Ada rasa kecewa, sakit, iba, dan tidak rela.

“Aku melihatmu semalam,” bahkan sebelum dia sempat mengontrol lisannya untuk berkata, dia mengucapkannya.

“Semalam? Di mimpimu?”

Apa maksud dari semua ini? Sehun makin terlihat mengecewakan. Seulgi ingin mengeluarkan berbagai kalimat umpatan tapi dia sadar, dalam hatinya masih ada cinta yang begitu besar untuk Sehun.

“Sehun, aku melihatmu bersama sekolompok pria gay dan salah satunya bertingkah seolah dia adalah kekasihmu,” Seulgi menegaskan ucapannya.

“Sayang, itu bukan aku.”

“Aku bahkan mencium bau alkohol dengan jelas, Sehun-ah.”

“Percayalah padaku. Sungguh, aku mencintaimu. Yang kau lihat itu bukan aku.”

Padahal semalam Seulgi berusaha memerangi logikanya sendiri untuk mempercayai bahwa itu bukan Sehun. Entah kenapa sekarang, setelah mendengar pembelaan Sehun, kepercayaannya makin runtuh. Semua ucapan Sehun jadi terdengar sebagai kebohongan. Bagaimana bisa dia percaya?

“Pulanglah dan istirahat. Kita akan bicarakan ini nanti.”

Tanpa menunggu jawaban dari Sehun, dia menutup pintunya. Tidak ada suara pembelaan lagi, tidak ada suara ketukan pintu atau bel yang ditekan. Seulgi bersandar ke pintu, membiarkan tubuhnya merosot hingga duduk dengan kaki ditekuk. Dia memeluk kakinya lagi, menangis tanpa suara hingga dadanya terasa begitu sesak. Sekarang dia paham bagaimana rasanya berada di posisi Sehun saat tahu ada pria lain di antara mereka. Tapi dia bingung sekarang. Bolehkah dia merasa kecewa? Yang menjadi orang ketiga bukanlah seorang perempuan, tapi laki-laki….

***

Menangis seharian hingga tertidur. Seulgi terbangun saat merasakan getaran panjang tanpa henti dari ponselnya. Rupanya Seungwan menelpon dari tadi, mungkin khawatir karena seharian Seulgi tidak keluar seharian. Dia pasti tahu semua ceritanya dari Baekhyun.

“Kau sudah makan? Rasanya sejuta kali aku menekan belmu. Seulgi-ah, kau tidak boleh sendirian di saat seperti ini.”

“Aku ada urusan, telpon lagi nanti.”

Langsung ia putuskan telpon dengan Seungwan untuk menelpon Baekhyun. Mendadak muncul ide gila di otaknya. Tapi dia merasa harus melakukan ini.

“Seulgi-ah, aku minta maaf jika keadaannya jadi buruk,” terdengar suara menyesal Baekhyun saat panggilan Seulgi diangkat.

“Antar aku ke tempat itu lagi. Oh, tidak. Bawa aku menemui pria tinggi itu. Yang bersama Sehun. Siapa namanya?”

“Kris? Astaga, untuk apa?” tanya Baekhyun, terdengar begitu kaget.

“Aku harus melakukan ini, Baekhyun-ah. Biar bagaimana pun, Sehun itu milikku. Kalau kau tidak mau membawaku ke sana, aku pergi sendirian.”

“Jangan!” potong Baekhyun cepat. “Oke, aku dalam perjalanan menjemputmu. Jangan pernah ke sana sendirian.”

Panggilan terputus. Seulgi menggigit bibirnya menahan tangis. Rasanya lelah sekali menangis seharian. Dia langkahkan kakinya keluar untuk menemui Baekhyun.

***

Mau tidak mau, dia harus menerima kenyataan bahwa itu adalah Sehun. Jika yang mengalami ini adalah gadis lain, mungkin masalahnya akan langsung selesai dengan putus. Tapi Seulgi tidak bisa. Bahkan untuk marah pada Sehun, dia merasa tak pantas. Dia simpulkan bahwa ini adalah hukuman untuknya karena telah membiarkan hatinya terisi oleh cinta dari pemuda lain. Ini memang sulit dilakukan, tapi Sehun telah melewati ini sebelumnya. Seulgi makin merasa bersalah karena tahu bahwa saat itu, Sehun merasakan sakit ini. Siapa yang lebih kejam? Bagi Seulgi jelas, dirinya sendiri.

Kini kakinya melangkah mantap mendekati sofa yang ia lihat semalam. Tidak ada gerombolan pria, tidak ada Sehun. Hanya sosok Kris—pria yang ia lihat merangkul Sehun semalam. Seulgi akan meminta pemuda itu meninggalkan Sehun. Ya, hanya dia yang boleh memiliki Sehun.

“Kris-sshi,” sapanya saat telah berdiri di hadapan pria bertubuh tinggi itu. Mata Kris melirik ke atas—tepatnya ke wajah Seulgi yang berdiri—karena dirinya sedang duduk. Baekhyun menunggu Seulgi dengan jarak yang tak lebih dari setengah meter, membiarkan mereka bicara berdua saja.

“Aku juga melihat gadis ini semalam,” gumamnya, tanpa berniat membalas sapaan Seulgi.

“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.”

Wajah Kris terangkat sepenuhnya, tapi tidak mempersilakan Seulgi untuk duduk. Sekarang Seulgi bisa melihat betapa angkuhnya pria ini.

“Ya, silakan.”

“Aku tidak ingin berbelit-belit,” ucap Seulgi. “Pemuda yang kau akui sebagai kekasihmu itu adalah kekasihku. Dan kami bahkan berencana menikah,” ekspresi Kris sulit dibaca karena begitu datar dan terus menatap Seulgi, membuat gadis itu tak bisa menahan emosi. Bukan mengeluarkan kalimat amarah, melainkan menangis. “Aku sangat mencintainya dan dia juga sangat mencintaiku. Bisakah kau mengerti bagaimana perasaanku saat melihatmu bersamanya? Mungkin kau… mungkin kau juga mencintainya. Tapi aku yang memiliki dia lebih dulu. Bisakah kau… melepaskannya? Dia adalah Sehunku.” Kris memalingkan tatapannya, masih dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak. Air mata Seulgi makin deras, tapi dia berusaha untuk tidak terisak. “Kenapa kau diam saja, Kris-sshi? Aku hanya ingin Sehunku kembali. Jangan temui dia lagi.”

“Aku hanya mempercayai Sehun,” ucap Kris, akhirnya. “Kau boleh menganggapnya sebagai kekasihmu. Tapi sebelum Sehun menjelaskannya sendiri padaku, dia masih tetap Sehun’ku’. Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi, jadi pergilah,” Kris bangkit dari sofa. “Oh ya, satu lagi. Aku sudah memiliki Sehun sejak lama. Hanya karena dia kebingungan, kami terpaksa berpisah. Jadi kalau kau bilang memilikinya lebih dulu, itu salah,” lalu meninggalkan Seulgi yang tak bisa bergerak karena kalimat tadi.

Apa yang baru saja Kris katakan? Seulgi tak habis pikir bagaimana bisa ada perasaan seperti itu antar pria. Apa karena dia seorang wanita, jadi tidak bisa memahaminya? Tapi yang dia tahu, antara Kris dan Sehun itu bukanlah hal yang pantas. Kodrat seorang laki-laki adalah bersama perempuan. Bukankah harusnya dia yang menang? Kenapa ucapan Kris malah membuatnya tak bisa berkutik? Tidak, Sehun adalah miliknya, apa pun yang terjadi. Dan dia tidak akan menyerah untuk mempertahankan miliknya.

***

Seulgi pulang dari club dengan diantar oleh Baekhyun. Kalau bukan karena Baekhyun menggandengnya, mungkin dia akan berdiri di sana semalam seperti sebongkah batu.

“Maaf, Seulgi. Aku membuat semuanya jadi buruk.”

“Tidak apa-apa. Maaf merepotkanmu dan… terima kasih banyak.”

“Aku akan mengantarmu ke atas,” Baekhyun hendak turun dari mobilnya, tapi Seulgi mencegahnya.

“Tidak perlu. Pulanglah,” Seulgi turun dari mobil Baekhyun kemudian berjalan masuk tanpa berbalik sedikit pun. Baekhyun hanya menatap punggungnya dengan rasa iba.

Pandangan Seulgi terasa kosong saat melangkah menuju lift, naik, hingga tiba di lantai tempat tinggalnya. Kakinya bahkan terasa tidak berpijak dengan benar. Mungkin dia akan langsung tertidur, kali ini dalam waktu yang lama. Berharap yang terjadi belakangan ini hanyalah mimpi buruk. Dia sudah hampir mencapai pintu apartemennya, dan dari jarak itu bisa melihat dengan jelas ada seseorang yang berdiri di sana. Oh Sehun.

Betapa dia ingin memeluk Sehun seperti biasanya, mendengar kata cinta yang tulus di telinganya. Tapi rasanya tidak akan pernah lagi.

“Masuklah,” ucap Seulgi saat membukakan pintu dan masuk terlebih dahulu. Sehun mengikutinya dengan wajah tertunduk. Setibanya di dalam dan duduk bersama Seulgi pun dia masih menundukkan wajahnya. “Bicaralah.”

“Seulgi-ah, maafkan aku.”

Sehun tidak tahu bahwa ucapan maafnya justru membuat sakit di hati Seulgi menjadi-jadi. Air matanya berjatuhan, tapi Seulgi tidak menyuarakan tangisnya. Dia diam dan menghindari tatapan Sehun dengan bersandar, mendongakkan wajahnya ke langit-langit.

“Aku mau mengakuinya padamu. Itu memang aku.”

Masih diam, karena ribuan rasa sakit yang menghujam. Seulgi mendengarkan dengan baik semua ucapan Sehun.

“Sebenarnya sebelum mengenalmu, aku adalah salah satu dari orang-orang itu. Aku sadar itu salah dan berniat untuk berhenti. Aku ingin menjadi normal kembali,” pengakuan Sehun membuat Seulgi menggigit bibirnya kuat. Isakannya nyaris lolos. “Lalu aku bertemu denganmu. Kau adalah gadis yang baik, aku langsung menyukaimu. Aku paham betul keraguanmu saat menerima cintaku. Memang terlalu cepat. Tapi aku benar-benar ingin menjadi normal. Dan aku yakin kau bisa membantuku,” demi apa pun, pengakuan ini membuat dadanya makin sesak. “Ternyata aku benar-benar bahagia bersamamu. Aku bersyukur saat itu langsung menjadikanmu milikku. Semakin hari, aku semakin mencintaimu. Percayalah, Seulgi, hingga saat ini cintaku padamu terus bertambah besar. Lalu Kris datang kembali saat aku merasa kesepian karena kau tak ada….”

“Apa kau melakukannya untuk membalasku?” sela Seulgi secara tiba-tiba.

“Tidak, Seulgi. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu, sungguh. Aku sadar itu salah. Aku merasa tidak pantas untuk minta maaf padamu.”

“Jangan minta maaf, Sehun-ah. Bukankah aku juga pernah mengkhianatimu? Bahkan aku lebih buruk.”

“Seulgi-ah, jangan begini….”

“Kita lupakan saja, Sehun. Seperti saat aku melakukan kesalahan beberapa waktu lalu. Bisa kan? Aku juga tidak bisa melepaskanmu.”

Sehun diam. Matanya menatap Seulgi penuh rasa bersalah.

“Aku akan meninggalkan Kris. Tapi aku juga merasa tidak pantas untuk kembali padamu.”

“Apa kau mau mengatakan bahwa kita juga harus berakhir?” Seulgi langsung duduk tegak dan menatap Sehun.

“Aku tidak tahu.”

“Sehun, aku tidak siap ditinggalkan olehmu.”

“Bisakah… beri aku waktu untuk berpikir? Bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, Seulgi. Aku takut nantinya akan menyakitimu lagi.”

Apa-apaan ini? Permintaan Sehun ini seolah menjadi ambang berakhirnya hubungan mereka. Seulgi tidak ingin itu terjadi. Ayolah, dia sudah pernah merasa kebingungan tentang perasaannya pada Sehun, lalu dengan mantap dia putuskan untuk meninggalkan Jongin karena menurutnya, takdirnya adalah bersama Sehun. Lalu apa yang terjadi sekarang? Dia digantung?

“Sehun-ah, aku menangis bukan karena merasa dikhianati. Aku hanya kecewa karena kau sempat berbohong padaku. Jika kau memang ini mempertimbangkannya dulu, aku bersedia menunggu. Tapi aku sangat berharap penantianku itu tidak akan sia-sia.”

“Maafkan aku, Seulgi.”

“Pergilah. Lakukan apa pun yang kau butuhkan dan cepat kembali,” bukan maksud Seulgi menyuruh Sehun untuk segera pergi. Dia hanya tidak sanggup mendengar kata maaf dari Sehun.

Dan Sehun bangkit, benar-benar pergi dari apartemen Seulgi. Entah kenapa Seulgi merasa itu adalah akhir dari segalanya. Dia merasa telah kehilangan Sehun yang ia cintai. Badannya ia baringkan, meringkuk seperti orang yang kedinginan. Betapa dia berharap Sehun tidak benar-benar pergi dan tinggal disini untuk memeluknya, membuatnya merasa lebih baik. Nyatanya seakarang yang tersisa di sana hanya dirinya dengan suara jarum jam. Menangis pun rasanya sudah lelah. Tak ada guna. Semuanya tidak bisa kembali lagi.

DING DONG

Shit! Kenapa ada suara bel lagi? Tidak bisakah dia hanya sendirian malam ini? Walau begitu menyedihkan karena meratapi nasibnya sendirian, setidaknya dia tidak perlu memperlihatkan wajah kehancurannya pada orang. Tapi… tapi bisa saja itu Sehun kan? Bisa saja Sehun berubah pikiran dan memilih kembali untuknya, lalu semuanya bisa kembali membaik.

“Sehun!”

Dia langsung bangun dan berlari ke pintu. Tak perlu banyak pikir, pintu itu langsung dia buka. Sayangnya, itu bukanlah Sehun. Sayang sekali.

“Seulgi, kau tidak apa-apa?”

Itu Kim Jongin.

***TBC***

Author note : Lagi-lagi, saya ingin bertanya.

“Jika kalian menjadi Seulgi, apakah kalian akan ilfeel ke Sehun? Dan apakah kalian menyesal karena telah meninggalkan Jongin untuk setia pada Sehun?”

Selamat menjawab, dan sampai jumpa di chapter selanjutnya^~^)/


HELLO EXO (Chapter 11 : Misunderstanding)

$
0
0

img_2239

HELLO EXO (Chapter 11 : Misunderstanding)
Author : YuraKim
// Genre : Romance , friendship // Length : multi chapter // Rating : PG-15
Cast :
Jung YeBin / Song Li An (OC)
Chanyeol , Kai , Baekhyun
Song Qian / Victoria Song f(x)
Support cast : another EXO member,Wendy RV,Mong Yeonhee (OC)
Note : Mian kalo typo bertebaran dimana – mana , eyd ngasal semua . Abis baca comment ya , no sider please butuh masukkan buat next ff comment kalian sangat berarti . happy reading^0^
Author POV
EXO MV’S LOCATION
Member EXO tengah mempersiapkan debut album mereka untuk 2 minggu lagi . Album baru mereka ber genre sedikit hip hop sehingga membuat para member kelelahan melakukan gerakan dance yang begitu rumit
“Aish , ini pertama kalinya aku selelah ini . Ternyata jadi real dancer benar2 menguras tenaga” kata Kai yang sedang duduk di sebelah Baekhyun tapi Baek sibuk ber selfie ria memamerkan eyeliner barunya dan meng upload nya di Instagram .
“Kai! Malam ini aku akan mengajak Victoria nuna dinner . Aku ga keliatan capek kan?ganteng?” tanya Baek masih ber selfie
“Iya kamu ganteng hyung asal kamu berhenti selfie terus . dinner? Yaampun bahkan aku ga pernah ajak Yebin dinner ” kata Kai pada Baek sambil menutup matanya
“Belajarlah jadi cowok romantis aku yakin Yebin bakal seneng “ , kata Baek tertawa
“Haish memang nya bisa romantis dari mana? Biasa nya kan kerjaanmu cuma main game saja sama Xiumin hyung“ kata Lay nyeletuk
“Baca dari internet” kata Baek polos
“Kita juga bisa kalo kayak gitu hyung” kata Kai berdiri dan melangkah pergi
SKIP
NIGHT
Baekhyun membuka penutup mata Victoria yang spontan membuat nya terkejut . Bagaimana tidak? Baekhyun ternyata sudah menyewa rooftop sebuah hotel untuk di jadikan tempat dinner . Terdapat se buket besar bunga mawar merah di atas kursi milik Victoria .
“Baek? Kamu yang nyiapin ini semua?” tanya Victoria bingung
“Ne , nuna . Kamu ngga suka? Apa kita perlu ganti tempat? Tanya Baek
“Ah tentu saja aku suka! Bahkan aku ngga bisa ngomong apa2 , ini bener2 amazing!” teriak Victoria excited
“Duduklah nuna” kata Baek menarik kursi mempersilahkan Victoria duduk dengan senyuman manis nya .
Victoria mengambil bunga itu dan duduk .
“Nuna mau pesan apa?” tanya Baek sesaat setelah waiter datang .
“aku mau pesan hati nya baek saja” kata Victoria tertawa
“Ah nuna , aku malu jangan begitu” kata Baek dengan pipi yang langsung memerah
SKIP
“Maaf nuna kalo dinner malam ini kurang bagus , aku belum pro” kata Baek setelah mereka selesai makan
“Tidak2 ini dinner terbaik selama hidupku . gomawo Baekhyun sudah mengajak aku dinner “ kata Victoria yang tiba2 mencium pipi Baekhyun dan itu lantas membuat pipi namja tampan itu menjadi merah kembali .
“Nuna , sebenarnya kamu suka Sehun ngga sih? Kalau Sehun berada di London , bagaimana dengan hati nuna? Nuna masih memberikan hati nuna sepenuhnya untuk nya kan?” tanya Baek tanpa memandang Victoria
“Apa maksutmu? Aku sangat menyukai Sehun! Dia dongsaeng yang sangat baik dan pengertian , aku sangat menyayanginya” kata Victoria tertawa
“Jadi nuna mencintainya? Nuna akan berpacaran dengan Sehun setelah dia pulang dari London? Nuna akan menunggu nya?” tanya Baekhyun meneteskan air mata
“Pabo!” kata Victoria menjitak kepala Baekhyun. “Siapa bilang aku akan pacaran dengan nya? “
“Tapi nuna waktu itu di Lotte juga bilang menyukai Sehun jadi pikirku nuna akan pacaran dengan nya jadi aku .. apa ya.. complicated nuna” ucap Baek terbata2
“Ah itu , siapa suruh memotong pembicaraan ku duluan . Iya aku menyukai nya tapi hanya sebatas dongsaeng saja . Dia terlalu childish untukku bahkan dia belum mengerti apa2 soal wanita , teman mu payah sekali” kata Victoria tertawa keras .
“Jadi maksut nuna? Nuna ngga pacaran dengan Sehun?” tanya Baek membelalakkan matanya *duh pasti lucu
“Ya enggak lah Baek , jangan ngawur “ kata Victoria
Baekhyun mengumpulkan semua keberaniannya , menarik Victoria berdiri , kemudian ia mengeluarkan sebuah kotak hitam dari sakunya dan berlutut di depan Victoria .
“Nuna aku tau ini sangat memalukan bahkan aku sendiri tidak berani mendengarkan jawaban mu , tapi nuna mau ngga jadi pacar Baek?” kata Baek membuka kotak itu dan menyodorkannya di depan Victoria .
Terdapat sebuah cincin berlian yang indah di dalam kotak itu , yang pasti harga nya sangat mahal .
Victoria yang kaget mendengar pernyataan dari Baek , menutup mulutnya pertanda ia sangat terkejut , dan kemudian hendak mengambil cincin itu
Baek yang dari tadi tidak berani melihat Victoria spontan memberikan box itu ke tangan Victoria dan berdiri membalikkan badan . Ia menutup telinga nya pertanda tidak ingin mendengar perkataan Victoria
“Nuna jangan katakan itu! Aku tau kamu pasti menolakku! Nuna cuma menganggap aku sebagai dongsaeng saja kan?” kata Baek memejamkan mata dan berkata tanpa spasi
Victoria hanya tertawa dan berjalan maju memeluk Baek dari belakang
Baek sangat terkejut , perlahan membuka matanya dan menurunkan jari telunjuknya dari telinga nya
“Aku bahkan belum mengatakan apapun , aku menerima mu Baek ” kata Victoria tersenyum
Baek senang bukan main . Ia membalikkan badannya dan ia ganti memeluk Victoria .
“Nuna!! Gomawo! Dunia serasa sedang berputar” kata Bakhyun senang
“Baek , dunia memang berputar . Pelajaran IPA mu dapat berapa sih?” tanya Victoria menjitak Baek pelan
Baekhyun hanya tersenyum lebar tidak menjawab karena ia terlalu senang .
“Chagi yaa..” kata Baek manja
“Ish jangan panggil aku chagi , itu memalukan “ kata Victoria manyun pada Baek
“Ayolah.. boleh ya?” kata Baek memasang aegyo yang membuat Victoria tertawa .
“Sudah hentikan aegyo mu , iya2 kau boleh memanggil ku chagi” kata Victoria
Baekhyun kemudian memegang pipi Victoria . “Aih ini pasti sangat memalukan “ kata Baek dalam hati . Ia perlahan mendekatkan kepala nya ke Victoria . Ia mencium bibir Victoria dengan lembut .
“Malam ini , aku bahkan ingin terjebak disini selamanya . tidak kusangka dia sungguh romantis , bahkan dia bisa mengetahui apa yang aku inginkan . Benar2 namja yang menarik” kata Victoria dalam hati sambil membalas ciuman itu .

[To be Continue]


Love Story of Nappeun Namja (chapter 2)

$
0
0

img_2240

Judul                          :           Love Story of Nappeun Namja (chapter 2)

Author                        :           Hanhan

Genre                         :           School life, Romance, Etc.

Length                        :           Multi chapter

Rating                         :           Teen

Main cast                    :           Oh Hye Ra, Kim Jong In / Kai

Additional  cast          :           EXO member

Disclaimer                  :           STORYLINE IS MINE.

 

Kai POV

Yeoja sombong itu benar-benar ingin kuberi pelajaran. Tapi bagaimana mungkin sedari tadi pikiranku masih nakal ingin menidurinya. Apalagi setelah kutahu bahwa Hyera adalah yeoja yang tertutup dan itu membuat aku akan semakin gencar menginginkannya. Ah! Menggairahkan sekali saat jari telunjukku menyentuh bibir tipisnya yang kenyal. Ingin rasanya kulumat dengan bibirku sendiri.

Aku berjalan pulang meninggalkan Hyera di taman. Tiba-tiba terlintas ide untuk mengikuti Hyera pulang. Aku ingin tahu dimana ia tinggal. Aku pun bersembunyi di pohon dekat gerbang sekolah.

Kulihat Hyera sudah keluar dari gerbang sekolah. Yeoja itu sempat berhenti sejenak dan berbicara pada dirinya sendiri. Namun telingaku tidak dapat menjangkau suara yeoja itu.

Aku terus mengikuti Hyera hingga akhirnya yeoja itu masuk ke sebuah gang kecil. Lalu tiba-tiba yeoja itu digodai oleh tiga pria brengsek. Hyera berlari. Aku harus mengikuti Hyera.

Sial! Aku kehilangan jejak mereka. Aku benar-benar khawatir dengan keadaan yeoja sombong itu. Bagaimana jika pria-pria bajingan itu menyentuh Hyera?

Hyera! Berteriaklah! Agar aku bisa menolongmu.

Tak lama, benar saja! Aku mendengar suara teriakan yeoja itu.

“TOLONG!”

“SIAPA PUN ITU!! TOLONG AKU!!!”

“TOLONG!”

Aku mendengar suara ketakutan itu yang membuat hatiku tersayat. Sesegera mungkin aku mencari sumber suara tersebut. Aku memasuki sebuah gang kecil yang berbeda dari gang sebelumnya.

“DASAR BAJINGAN!”

Dengan amarah yang membludak, aku langsung menonjok pria yang sedang membius Hyera. Hyera tak sadarkan diri. Terjadilah pertengkaran hebat yang membuat wajah tampanku jadi babak belur.

Kai POV end!

Hyera POV

Aku membuka mataku dengan perlahan. Pandanganku sedikit kabur namun lama kelamaan normal kembali.

Dimana ini? Apa yang terjadi? Aku terbangun dan menyadari bahwa diriku sedang berada di sebuah kamar yang mewah dan luas, sepertinya di apartement. Aku mulai mengingat-ingat kejadian yang membuatku seperti ini.

Ya ampun! Apa sekarang aku sudah dijual? Kenapa aku tidak mati saja?

Aku mulai bangkit dari kasur. Kuarahkan mataku ke jam tangan yang melingkar di pergelanganku. Pukul 19:45!

Kuberanikan diri berjalan menuju pintu kamar, berniat melihat tuan rumah pemilik rumah ini. Perlahan knop pintu mulai kuputar dan pintu pun terbuka.

Apartement ini lumayan luas bahkan termasuk mewah. Dari tempatku berdiri, aku melihat seorang lelaki berkaos putih sedang duduk menyandarkan dirinya di sofa ruang tamu yang tak jauh dariku. Posisinya membelakangiku.

Oh dia mulai membalikkan tubuhnya!

“Kau sudah sadar?” Dia mengangetkanku.

“Kai???”

Hyera POV end!

Hyera membulatkan matanya saat melihat Kai dihadapannya. Lelaki itu mengenakan plester di pipinya. Akibat pertengkarannya beberapa jam yang lalu.

“Kau harusnya berterima kasih kepadaku karena aku telah menebusmu pada mereka!” Kai berkata dengan tatapan tajamnya.

Hyera terdiam menunduk. Berarti sesorang yang datang tadi adalah Kai. Gadis itu menelan salivanya kemudian mengeluarkan napas pelan.

“Terimakasih sebelumnya. Aku akan selalu mengingat kebaikanmu. Lain waktu akan kubalas hutang budi ini…” Hyera tahu, Kai bukan tipe lelaki yang tulus membantu orang. Itu sudah terlihat dari sikap angkuhnya saat pertama bertemu.

Kai menyeringai. Senyumannya bukan senyuman tulus, melainkan kelicikan. Ia menghampiri Hyera agar lebih dekat.

Dirinya semakin mendekat dengan Hyera. Ia menatap tajam Hyera. Jujur! Tatapannya itu membuat jantung Hyera berdegup lebih kencang. Gadis itu mengalihkan pandangannya agar tidak melihat tatapan Kai yang membuat dirinya risih.

“Kau akan membalas budi bukan?” Kai berhenti saat dirinya dan Hyera hanya berjarak 15 cm.

Gadis itu mengangguk.

“Layani aku malam ini!” Bisik Kai dengan nada liciknya. Sontak gadis itu langsung membulatkan matanya.

“Kau gila!!!” Hyera membentak Kai.

Dia pikir, aku ini gadis apa? Hah? Aku bukan jalang!!! Kalau kau ingin melampiaskan nafsumu, sewalah jalang di luaran sana!!!! Demi apa pun! Aku benar-benar mengutuk lelaki itu!, bentak Hyera dalam hati.

Tapi Kai malah menyeringai “Kau bilang, ingin membalas budi kan? Lalu aku hanya menyuruhmu untuk layani hasratku malam ini, mengapa kau menolaknya? Oh ayolah! Di luaran sana banyak yeoja yang memintaku untuk melepaskan keperawanan mereka…”

Lagi-lagi Hyera menelan salivanya “Tapi maaf! Aku bukan salah satu dari yeoja-yeoja tersebut! Begini saja, berapa banyak uang yang kau keluarkan? Aku janji akan menggantinya!”

“Uang? Aku tidak perlu uangku kembali. Yang ku ingin, kau melayaniku malam ini!”

“Terserah! Apa pun akan kulakukan untuk membalas budimu kecuali permintaanmu yang satu ini! Sampai kapan pun aku tak akan melakukannya!” Gadis itu tetap kukuh.

“Aku akan pergi dari sini dan akan membayar semua kerugianmu. Terima kasih sebelumnya!” Lanjut gadis itu.

Kai mulai menyadari bahwa Hyera tidak seperti gadis-gadis yang sebelumnya pernah ia tiduri.

Hyera mulai mengambil langkah tapi Kai menghentikannya. Lelaki itu mendorong pelan tubuh Hyera ke dinding. Kemudian Kai menghalangi Hyera dengan tubuhnya.

“Baiklah, aku pinta kepadamu untuk tetap tinggal di sini…” Bisik Kai.

“Terima permintaanku yang ini atau aku terpaksa berbuat yang tak kau inginkan… aku tahu kau sudah kehilangan rumahmu, jadi tinggallah di sini,” Ujar Kai, pelan.

Gadis itu terdiam sejenak. Memikirkan tawaran Kai “Baiklah.. aku akan tinggal,” Sahutnya pasrah.

Kalian tahu, ucapan gadis itu membuat Kai kegirangan setengah mati. Betapa senangnya Kai jika setiap hari ia bisa melihat Hyera di rumahnya.

Kai menjauhkan dirinya dari Hyera. Lelaki itu perlahan meninggalkan Hyera menuju ke ruangan lain.

“Tunggu!” Hyera memanggilnya. Kai menoleh.

“Aku ingin man-” Ucapannya terpotong oleh Kai.

“Kamar mandi? Ikuti aku..” Ternyata Kai sudah menebaknya. Kemudian lelaki itu mulai melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Hyera mengekori Kai dari belakang. Gadis itu akhirnya dapat melihat ujung kamar mandi.

Kemudian Hyeri masuk ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Sementara Kai tersenyum memiringkan sebelah sudut bibirnya. “Kau melupakan sesuatu Hyera…” Ungkap Kai saat Hyera sudah masuk ke kamar mandi.

Benar! Handuk. Gadis itu lupa meminta handuk dulu kepada Kai. Bagaimana keluar dari kamar mandi untuk mengambil pakaiannya jika tanpa handuk?

Hyera POV

Akhirnya selesai juga membersihkan tubuhku. Meskipun aku tidak menyikat gigi karena hanya ada satu sikat gigi saja dan pastinya itu punya Kai. Akhirnya aku hanya menggunakan mouthwash untuk mulutku.

Tinggal mengeringkan tubuh dengan handuk. Handuk? Ah! Aku kan tidak membawa handuk! Astaga! Bagaimana ini? Masa sih aku harus meminta Kai membawakanku handuk?? Ahhhh! Pabo, pabo, pabo!

Aku tetap diam seperti orang bodoh di kamar mandi. Entah sudah berapa lama, mungkin sekitar 30 menitan. Entah apa yang akan kulakukan, aku tak tahu.

Tiba-tiba kudengar suara Kai memanggilku dari luar.

Hyera POV end!

Kai POV

Aku menunggu Hyera meminta bantuanku untuk mengambilkannya handuk. Tapi ini sudah lebih dari 30 menit Hyera tidak bersuara di kamar mandi. Apa dia berdiam diri di dalamnya? Oh ya ampun gadis itu benar-benar tidak bisa kunodai sedikit pun.

Setelah kupikir-pikir, akhirnya kupancing dia “YA Oh Hye Ra! Mengapa kau lama sekali? Apa kau tidur di kamar mandi?!” Kataku pura-pura tidak tahu.

“A.. a-aniyo hanya saja… aku,” Akhirnya aku bisa mendengar suaranya.

“Kau, kenapa?” Tanyaku berlagak tidak tahu.

“Aku… aku lupa membawa handuk,” Ini dia yang kutunggu-tunggu. Aku terkekeh pelan.

“Jadi?” Aku memancingnya.

“Ahhh! Bagaimana ini.. aku butuh handuk!” Suara itu terdengar seperti keputusasaan. Tapi kalian harus tahu, aku sangat menyukainya.

Lalu aku mengambilkannya handuk. Aku punya 3 handuk. Aku sengaja memilih handuk yang paling kecil diantara ketiganya. Kalian tahu kan alasannya apa? Aku memang selalu berpikiran yadong dan itu sulit dihentikan.

“Hei buka pintu kamar mandinya sedikit. Kau butuh handuk bukan?” Kataku.

CLEK!

Pintu kamar mandi terbuka sedikit. Muncullah  tangan putih yang mulus itu keluar dari balik pintu. Sial! Hanya tangan saja yang diperlihatkannya. Aku menyodorkan handuk ke tangannya. Tangan Hyera langsung menyambar handuk dengan cepat. Kemudian pintu kamar mandi kembali di tutup olehnya.

“Kai… apa handukmu tidak ada yang ukurannya lebih besar???” Aigoo! Gadis itu menyusahkanku saja. Tinggal pakai saja susah sekali.

“Ani! Sudahlah pakai saja!” Kataku jengah.

CLEK!

Aku langsung menoleh ke belakang lebih tepatnya ke arah pintu kamar mandi. Astaga! Yeoja itu sangat seksi dari yang kubayangkan. Ia tampak risih memakai handuk kecil yang melilit tubuhnya hanya sampai paha.

“YA bisakah kau pergi dari tempat ini dulu!?” Dia mengoceh.

“Wae? Bukankah ini rumahku?” Balasku pada Hyera.

Dia menggigit bibir bawahnya. Ya ampun! Itu menambah aura seksinya. “Hei jangan menggigit bibirmu seperti itu! Apa kau sedang menggodaku?” Jujur saja, sekarang aku tidak tahu apa aku bisa menahan diriku atau tidak. Aku harap, aku bisa menahan hasratku. Aku tak ingin membuatnya jadi tak nyaman.

“Aniyo!” Dia membela diri. Tanpa membuang-buang waktu, Hyera langsung berjalan ke kamarku. Kurasa, ia ingin mengambil tasnya yang berisi pakaian.

Kai POV end!

Hyera masuk ke kamar Kai untuk mengambil tasnya yang berisi pakaian ganti. Sekalian, ia ganti baju di kamar mandi yang tersedia di kamar Kai.

Beberapa menit kemudian, Hyera keluar dari kamar Kai dengan kaos biru dan celana pendeknya. Ia terlihat sangat santai dengan pakaian yang dikenakan.

“Hyera-ya!” Panggil Kai yang mulai menghampirinya.

“Nde, wae?” Balasnya.

“Aku ingin menunjukan koreografi untuk tarian kita,” Tiba-tiba saja Kai jadi membahas ujian praktek menari.

“Hm? Oh.. seperti apa?” Hyera menghampiri Kai. Sepertinya gadis itu mulai melupakan kejadian yang terjadi antara dirinya dan Kai.

Kai mengeluarkan ponselnya. Ia memperlihatkan video dance yang bertemakan dua orang kekasih “Kita pakai gaya tarian yang ini saja ya..?” Kata Kai.

Hyera masih melihat video itu. Ah! Mengapa gerakannya terlalu intim?, dengus Hyera dalam hati.

“Tapi bukankah ini gerakannya terlalu intim? Apa tidak ada yang lain?” Tawar Hyera.

“Kau ini bagaimana! Temanya kan sepasang kekasih.. ya kebanyakan pasti gerakannya mesra seperti ini,” Kai memberitahu Hyera.

Hyera mengerucutkan bibirnya “Hm.. arasseo!” Hanya itu yang bisa dikatakan Hyera.

“Besok kita akan mulai latihannya,” Kata Kai pada Hyera.

Meskipun Hyera kurang setuju dengan gaya tarian tersebut, tapi ia mengangguk.

“Hm.. Kai, aku tidur duluan ya! Aku merasa lelah sekali,” Gadis itu mulai mengambil langkah menuju ruang tamu. Hyera akan tidur di sana.

“Kamarmu ada di sebelah kamarku! Mengapa kau menuju ruang tamu?” Tanya Kai.

“Oh? Di sini ada dua kamar? Hm.. tadinya aku berniat tidur di ruang tamu saja, tapi ternyata ada dua kamar…”

“Tidurlah di kamarmu!” Seru Kai yang mulai berjalan meninggalkan Hyera.

Gadis itu memegangi pundaknya yang pegal dan mulai melangkah menuju kamarnya.

“Aniyo! Tidak usah! Aku berangkat sendiri saja…” Hyera menolak ajakan Kai. Lelaki itu terus memaksa agar Hyera berangkat bareng dengannya naik mobil sport milik Kai.

Akhirnya, Kai terpaksa menarik tangan Hyera dan segera memasukannya ke mobil. Gadis itu meneriaki Kai tapi Kai tidak peduli dan hingga akhirnya Hyera masuk ke mobil, duduk di samping tempat duduk pengemudi.

“Sudah kubilang, kau jangan melawanku! Kau harus menurutiku! Arasseo??” Ungkap Kai yang siap menyetir.

Hyera menatap sinis Kai. Sedangkan Kai mengendarai mobil sport kesayangannya itu menuju sekolah.

Semua murid SOPA heboh melihat seorang gadis turun dari mobil sport Kai. Begitu juga dengan WOLF mereka dibuat bingung oleh Kai. Bahkan Kai juga membukakan pintu mobil untuk Hyera.

Ah sial! Mengapa semua murid memperhatikanku dengan sinis. Apa karena namja ini?, Hyera terus ribut di dalam pikirannya.

“Apa semalam Kai tidur dengan gadis itu?” Tanya Xiumin.

“Entah! Kurasa begitu,” Chen menyahuti.

“Kurasa juga…” Tambah Suho.

“Aissh! Kai harus berhenti bermain yeoja!” Seru D.O.

WOLF berkumpul di basecamp mereka. Walau sebenarnya menurut kebanyakan orang, basecamp mereka lebih mirip dengan hotel berbintang. Basecamp mereka lumayan luas, di dalamnya terdapat kasur, kulkas, sofa, dan elektronik mewah lainnya.

WOLF sibuk bertanya kepada Kai mengenai gadis itu.

“Apa dia murid baru?” Tanya Sehun.

“Apa semalam kau tidur dengannya?” Tanya Chanyeol.

“Tapi kalau kulihat, gadis itu sedikit pendiam…” Lay mengungkapkan pendapatnya.

“Dia tinggal dimana?” Tambah D.O

WOLF melontarkan pertanyaan bertubi-tubi pada Kai.

“Baiklah akan kuceritakan kepada kalian,” Kai akhirnya membuka suara.

Lelaki bermarga Kim itu mulai menceritakan awal mereka bertemu hingga Hyera akhirnya tinggal di apartement Kai.

“Aku baru tahu, bahwa Oh Hye Ra adalah gadis yang sangat cantik…” Ucap Baekhyun setelah mendengar cerita dari Kai.

“Menderitanya gadis itu,” Ucap Xiumin.

“Ah apa gadis itu benar-benar tidak tahu dirimu, Kai?” Tanya Chen masih ragu dan dibalas anggukkan oleh Kai.

“Tapi kalian tahu kan kalau aku seorang cassanova? Aku baik pada Hyera karena aku ingin sesuatu darinya. Aku akan melakukan berbagai cara agar ia bisa sukarela kutiduri…” Ungkap Kai sampai tertawa.

Sehun menepak kepala Kai “YA! Hentikan! Dia yeoja baik-baik!” Kai meringis kesakitan memegangi kepalanya.

“Hentikan, Kai! Tega sekali kau…” Suho membela Sehun. Begitu pun semuanya, mereka juga menyalahkan Kai.

“Biarkan! Ini sudah jadi kebiasaanku. Pelan-pelan kubuat dia jatuh cinta kepadaku lalu dengan begitu, semakin mudah untuk menidurinya…” Kata Kai.

Jadi perlakuan baik Kai kepada Hyera hanya agar gadis itu bisa ditiduri olehnya. Kai bahkan tidak memperdulikan perasaan Hyera bila gadis itu tahu yang sesungguhnya.

 

-to be continued…


The Night Mistake (Part 11 – END)

$
0
0

sehun chanyeol

The Night Mistake – THE END

By : Ririn Setyo

Park Chanyeol || Song Jiyeon || Oh Sehun

Other Cast : Kim Jongin || Yang Yoojin || Xiumin

Genre : Romance ( PG – 16)

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya dengan cast yang berbeda  http://www.ririnsetyo.wordpress.com

Tawa Jiyeon masih tersisa di ujung bibir, ia tampak mengusap ujung matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa. Ia juga mengusap perut besarnya, terasa sedikit menegang lagi-lagi karena Jiyeon terlalu banyak tertawa. Jihye baru saja menceritakan beberapa lelucon yang ia kuasai kepada Jiyeon, membuat obrolan mereka di atas sofa khaki panjang sore kali ini terasa santai dan mengasikkan.

“Bagaimana calon putrimu, apa dia masih sering menyusahkanmu?”Jihye mengusap perut Jiyeon lembut.

“Tidak sesering dulu.Dia hanya berulah jika Chanyeol pergi ke luar negeri terlalu lama.”

“Sepertinya calon putrimu sangat menyayangi ayahnya.”

Jiyeon tersenyum samar, kembali mengusap pelan perutnya. “Hemm… sepertinya begitu, karena dialah aku tidak bisa lagi membenci Chanyeol, dia selalu membuatku tak bisa bernapas tiap kali aku membenci Chanyeol.” ucap Jiyeon lirih, ia berusaha menyembunyikan rasa gundahnya dari Jihye, namun sayangnya Jihye sudah mengetahuinya bahkan sejak Jiyeon baru saja tiba tiga jam lalu.

“Apa yang akan kau lakukan setelah bayimu lahir, Jiyeon?”

“Aku tidak tahu.”Jiyeon mengerjab, merasa pandangannya mengabur.“Aku bukanlah ibu yang baik untuknya.Sejak awal aku tidak pernah menginginkannya, aku selalu memakinya dan berkali-kali memukulnya padahal dia tidak tahu apa-apa.”Jiyeon kembali mengerjab, menahan butiran air mata yang menggantung di ujung pelupuk.

“Aku juga tidak bisa menjanjikan masa depan sebuah keluarga yang bahagia saat dia lahir nanti, aku bahkan tidak tahu apakah dia bisa hidup bersama ayahnya atau tidak.” Jiyeon menunduk, tetesan air mata berjatuhan membahasi genggaman tangannya yang mengerat.

“Jiyeon…,”

“Aku tahu Dokter… aku tahu jika sejak awal dan sampai kapanpun tidak akan pernah ada masa depan untuk kami berdua, aku tahu jika sejak awal aku dan bayiku hanyalah beban dari seseorang yang terlalu merasa bersalah padaku. Tidak lebih.”

Jihye menarik bahu Jiyeon hingga wanita itu bersandar di bahunya, mengusap lembut lengan Jiyeon dalam rangkulan yang mengerat.Jihye tak mampu berucap walau hanya sepatah kata, tak punya rangkaian kalimat untuk meringankan ketakutan Jiyeon saat ini, karena Jihye lebih dari paham jika semua yang Jiyeon katakan benar adanya.Seketika kesunyian menyergap mereka, menyisakan isakan Jiyeon yang terus menguar di udara, menyesakkan.Dan baik Jiyeon ataupun Jihye tidak pernah tahu jika di ujung pintu beranda, berdiri sosok Chanyeol yang memaku.Pria itu menatap Jiyeon, merasa jika kini ada ribuan jarum menusuk jiwanya.Chanyeol menyesal, benar-benar menyesal karena untuk kesekian kalinya, ia kembali menyakiti hati Song Jiyeon.

~000~

Chanyeol melangkah pelan di samping Jiyeon, ia menatap wanita itu lekat, menimang satu kalimat yang tiba-tiba saja tersusun di otaknya sejak mereka berada di perjalanan pulang. Pandangan Chanyeol teralihkan pada perut Jiyeon yang kian membuncit, fakta jika wanita itu kini mengandung bayinya semakin nyata membayangi Chanyeol.Ia mendesah, penggalan ucapan sang ibu kembali terngiang di benaknya, rasa bersalah kembali menggrogoti hatinya, semakin habis hampir tak tersisa. Perbuatan bejatnya sudah berlaku tidak adil untuk masa depan Jiyeon, kini… haruskah ia juga bersikap tidak adil untuk masa depan calon putrinya sendiri.

Langkah Chanyeol terhenti tanpa rencana, ia bahkan tergagap saat tiba-tiba Jiyeon menatap ke arahnya. “Istirahatlah kau pasti lelah,” ucap Chanyeol seadaanya, pikirannya masih terlalu kusut hingga tak mampu berucap lagi setelahnya.

Jiyeon hanya mengangguk, wanita itu melanjutkan langkah menuju tangga di tengah ruangan.Chanyeol memandang Jiyeon yang kini sudah berada di beranda atas, ia memperhatikan Jiyeon yang memakukan pandangan pada ruangan lain di sisi kanan beranda, tak beranjak hingga melewatkan puluhan detik. Chanyeol tersenyum samar lalu melangkah cepat menaiki anak tangga, berdiri di samping Jiyeon, mengikuti kemana wanita itu melemparkan pandangan.

“Kau ingin melihatnya?” pertanyaan Chanyeol sontak membuat Jiyeon terkesiap, ia menoleh, memandang Chanyeol yang sudah mengucapkan kata maaf karena sudah membuatnya terkejut.

“Bolehkah?”Jiyeon menjawab setelah keterkejutan menjauhinya.

Senyum lebar terlukis di wajah Jiyeon saat Chanyeol mengangguk, mereka berjalan beriringan menuju ruangan yang Jiyeon maksud.Chanyeol menarik knop pintu, mempersilahkan Jiyeon untuk melangkah lebih dulu ke dalam ruangan. Seketika mata bening Jiyeon membulat, menatap takjub pada apa yang di pandangnya sekarang, ia memandangChanyeol sekilas sebelum memasuki ruangan lebih dalam.

Ruangan itu luas, seluas kamar tidur Jiyeon, didominasi warna peach dan cokelat muda yang sudah di sulap sedemikian rupa oleh Chanyeol hingga menjelma menjadi kamar bayi yang sangat cantik dan elegant.Lantainya dilapisi permadani motif bunga berwarna cokelat muda, keset kaki berbulu berwarna putih tepat di depan box bayi. Di sekeliling box bayi dilengkapi kelambu peach bahan katun bermotif senada dengan permadani.Di tengah ruangan ada 1 set mainan meja dan kursi makan kayu lengkap dengan teko dan cangkir teh dari keramik pilihan. Kamar itu juga dilengkapi perapian yang diberi pagar pendek berpelitur kuning emas, patung Singa berada di sisi kanan dan kiri perapian, berdampingan dengan sebuah boneka Jerapah yang hampir menyentuh langit-langit.

Jiyeon menyentuhkan jemarinya pada box bayi, menelusurinya perlahan, menikmati luapan kebahagian yang kini menaungi hatinya.Jiyeon mengusap perutnya, memandang Chanyeol yang masih berdiri di ambang pintu.Pria itu tersenyum untuk kebahagian yang kini menghiasi wajah Jiyeon, ia menatap lekat wanita yang kini sudah duduk di atas sofa peach di samping box bayi.

“Kau suka?” tanyaChanyeol,ia melangkahkan kakinya mendekati Jiyeonlalu duduk merapat di samping wanita itu.

Hemm… ini sangat indah, Dia pasti menyukainya.” jawab Jiyeon seraya kembali mengusap perutnya.

Chanyeol menatap Jiyeon kian lekat, menelusuri wajah pucat wanita itu di tiap incinya. Memandang wanita yang tanpa sadar semakin terseret lebih jauh ke dalam kehidupannya, memandang wanita yang membuatnya melepaskan seseorang yang sangat ia cintai demi sebuah pertanggungjawaban atas kesalahan yang diperbuatnya pada wanita itu. Chanyeol tersenyum, tangannya meraih jemari Jiyeon dalam genggaman erat, hingga wanita itu memandangnya bersama keterkejutan yang terbaca mata.Pelan tapi pasti Chanyeol pada akhirnya mengucapkan kalimatnya, kalimat pendeknamun mampu membuat Jiyeon terkejut, membeku di tempat, wanita itu bahkan kehilangan napasnya untuk beberapa detik.

“Menikahlah denganku, Song Jiyeon.”

Jiyeon terdiam, ia menatap Chanyeol yang memandangnya lekat. Butiran air mata mulai mendatangi pupilnya yang melebar, ia merasa ribuan kesedihan mengepungnya kala matanya terperangkap di dalam pandangan Chanyeol. Rasa sedih yang tanpa bisa Jiyeon kendalikan kini semakin membuat tumpukan air mata menjejal di dalam matanya, berdesakan untuk terjun melunjur di atas pipinya yang memucat.

“Kita akan membesarkan putri kita bersama-sama, bagaimana menurutmu?”

Jiyeon bergeming, membiarkan air mata membasahi pipinya.Jiyeon terisak pelan saat jemari hangat Chanyeol mengusap pipinya, semakin tersedu saat Chanyeol mengecup keningnya.Pria itu membawa Jiyeon untuk bersandar di dadanya, memeluk erat tubuh bergetar Jiyeon dalam pandangan yang menerawang. Jiyeon semakin terisak saat pelukan Chanyeolyang mengerat, iaingin sekali menolak, namun rasa takut kehilangan Chanyeol membuat Jiyeon bersikap egois. Ia tidak ingin sendirian, ia tidak ingin putrinya tumbuh tanpa sosokseorang ayah.

“Minggu depan kita menikah, aku akan menyiapkan semuanya.” ucap Chanyeol masih dengan memeluk Jiyeon, membuat wanita itu pada akhirnya mengangguk dan membiarkan kelanjutan hidup mereka ditentukan takdir Tuhan yang tertulis untuk mereka berdua.

~000~

Untuk kedua kalinya Jiyeon bertemu dengan Seojung, namun kali ini Jiyeon terlihat lebih santai nyaris tidak peduli.Ia bahkan tetap asik menyantap permen kapaspink berukuran jumbo di tangannya, memandang sesekali Seojung yang duduk diam di depannya.

“Ada apa Nyonya Direktur yang terhormat, apa kali ini anda kembali ingin aku pergi dari rumah?” tanya Jiyeon pada akhirnya, ia meletakkan gagang kayu permen kapas di atas meja. “Aku ingin sekali pergi tapi putra anda melarangnya, lagipula jika aku tetap pergi aku yakin Chanyeolpasti bisa menemukanku, benar begitu ‘kan?”

Seojung tersenyum samar, dingin, seperti biasa. “Kau benar.Tidak akan ada yang bisa bersembunyi dari keluarga kami, Song Jiyeon.”

Jiyeon mengangguk.“Kekuasaan keluarga kalian sungguh mutlak, aku tahu itu.Dan kenyataan brengsek yang aku yakini sangat kau benci adalah, bayi yang kukandung ini merupakan penerus kekuasaan itu, benar ‘kan?”

“Pintar.”Seojung menajamkan tatapannya.“Kau bahkan lebih pintar dan lebih kuat dari yang aku perkirakan, bagus… calon menantuku memang harus pintar, kuat, dan tidak takut akan apapun.” tuntas Seojung masih dengan tatapan dinginnya yang tidak bersahabat.

“Meski demikian, aku tetap tidak menyukaimu Song Jiyeon.Kau sangat berbeda dengan kami, derajatmu rendah, aku bahkan tidak tahu asal usul keluargamu sebelum keluarga Spanyol itu mengurusmu.”Seojung tersenyum sekilas. “Tapi mau bagaimana lagi, berita murahan di televisi membuat situasi begitu menguntungkan untukmu…,” ucapan Seojung terhenti saat Jiyeon mengintrupsi, tegas dan dingin.

“Bukan hanya aku Nyonya, tapi Chanyeol juga sangat diuntungkan.Ingat, dia bahkan terbebas dari jerat hukum karena berita di televisi.Ironis memang, dimana seharusnya aku menjebloskan putra brengsekmu itu ke penjara, tapi aku justru menyelamatkannya dengan menjatuhkan harga diriku sendiri.Anda… tidak lupa itukan?”

Seojung mengepalkan tangannya, rahangnya mengatub begitu rapat.Ia ingin marah, ia ingin menyangkal namun ucapan Jiyeon terlalu benar untuk bisa disanggahnya. Song Jiyeon menyelamatkan putranya, menyelamatkan harga dirinya, itu kenyataannya.

“Tentu saja aku tidak lupa itu Jiyeon, karena fakta itulah aku menyetujui pernikahanmu dengan Chanyeol.Aku tidak terbiasa berhutang budi pada siapapun, termasuk padamu. Jadi sekarang kita impas, kau dan bayimu akan terus menjadi bagian dari keluargaku. Bayimu akan menjadi seorang Penerus Park yang berkuasa, aku menjamin itu.”

Jiyeon tertawa sumbang, ia semakin muak pada hidupnya sendiri. “Impas. Ya kita impas Nyonya Park Seojung.” jawab Jiyeon seraya mengalihkan pandangan dari Seojung, ia merasa sesak, merasa benci hidup dalam skenario yang membuatnya ingin berteriak dan memaki.

Jiyeon mulai lelah.

~000~

Jiyeon berjalan sedikit tergesa menuruni anak tangga menuju ruangan luas di ujung selasar, Yixing mengatakan jika Chanyeol baru saja tiba di rumah setelah menyelesaikan pekerjaannya di Osaka dan Jiyeon ingin sekali melihat pria itu.Rasa rindu yang bersarang di hati semakin tak terkendali, tak melihat Chanyeolselama dua hari membuat Jiyeon hampir mati.Jiyeon teramat sangat merindukan ParkChanyeol.

Langkah Jiyeon terhenti tiba-tiba, ia mengusap pelan perutnya yang menegang. “Ada apa?Bukankah kau ingin melihat ayahmu?” gumam Jiyeon dengan memandang perutnya.

Jiyeon menarik napas, tangannya masih mengusap perutnya yang kian menegang. Samar Jiyeon mendengar suara Chanyeol sedang berbicara dengan Jinhwan, ia pun mengurungkan niat kaki untuk melangkah masuk dan memilih berdiri mematung di ambang pintu. Jiyeon menjulurkan lehernya, matanya berbinar menatap wajah lelah Chanyeol, duduk di depan Jinhwan yang terlihat tenang seperti biasa. Namun selanjutnya tubuh Jiyeon memaku, mendengar rentetan kalimat yang Chanyeol ucapkan.Kalimat itu terasa seperti belati yang menikam dadanya tanpa ampun, mengoyaknya hingga hancur berkeping-keping.

“Keputusanmu untuk menikahi Jiyeon terdengar sangat tidak masuk akal, apa kau pikir ini adil untuk wanita itu, Chanyeol?”

Chanyeol menerawang, tersenyum dalam balutan rasa kalut yang tak jua beranjak.“Apa lagi yang bisa aku lakukan selain mempertanggungjawabkan perbuatanku padanyaHyung, bayi itu butuh ayah dan aku adalah ayahnya.Kenyataan yang tidak bisa aku sangkal sampai kapanpun, meski aku mengerahkan semua kekuasaan yang aku miliki.”

“Apa sekarang kau sudah jatuh cinta pada Jiyeon?Atau… dia yang sudah jatuh cinta padamu?”

“Cinta…,” Chanyeol tertawa sumbang.“Aku sudah tidak pantas untuk mendapatkan cinta Hyung, semuanya sudah habis termakan oleh perbuatan bejat yang kerap kulakukan.Mungkin ini hukuman dari Tuhan.”

“Jiyeon sudah menyelamatkanku padahal akulah yang bersalah di sini, aku berhutang budi padanya Hyung.Aku benar-benar tidak bisa mengabaikan fakta itu sampai kapanpun, aku rela kehilangan gadis yang aku cintai asalkan Jiyeon bisa memaafkanku suatu hari nanti.”

“Tidak ada hubungan yang akan terjalin baik, jika hanya didasari rasa bersalah dan hutang budi, Chanyeol.”

“Aku tahu.”

~000~

Jiyeon memakukan pandangan pada roti bakar bertabur keju yang tersaji di atas meja, ia tak berniat menyentuhnya sedikitpun dan membiarkan roti bakar kesukaannya itu mendingin. Jiyeon hanya ingin menangis lalu menghilang dari kehidupan Chanyeol sesegera mungkin, ia semakin tak sanggup menanggung lara hati yang kian membuat pijakan kakinya limblung.

“Jiyeon, kau sakit?”

Suara berat Chanyeol membuyarkan lamunan Jiyeon seketika, ia mendongak, menatap Chanyeol yang menatapnya khawatir. Seketika butiran air mata memenuhi soket beningnya, Jiyeon terisak tanpa mampu ia kendalikan, membuat Chanyeol segera beranjak dari bangku yang di dudukinya. Pria itu duduk berlutut di depan Jiyeon, mengerakkan jemarinya untuk menahan laju air mata yang semakin tak bisa Jiyeon bendung.

“Jiyeon, ada apa?”

Jiyeon memandang Chanyeol seraya menjauhkan jemari Chanyeol yang berada di pipinya, ia ingin sekali mengatakan jika ia ingin membatalkan pernikahan dan pergi dari pria itu sejauh mungkin. Namun lidah Jiyeon terasa kelu, tatapan hangat Chanyeol meleburkan niatnya untuk pergi.Jiyeon benar-benar tak sanggup jika harus keluar dari garis kehidupan Chanyeol, benar-benar tak sanggup jika harus bernapas tanpa sosok Chanyeol di sampingnya.

Tanpa rencana tangan Jiyeon terulur, ia menarik bahu Chanyeol dan memeluknya seerat yang ia bisa. Jiyeon tidak peduli saat Chanyeol terkejut karena ulahnya, ia tidak peduli apa yang kini dipikirkan oleh Chanyeol, yang Jiyeon tahu dia tidak ingin kehilangan Chanyeol untuk alasan apapun.Jiyeon ingin bersikap tidak peduli jika Chanyeol tidak menginginkannya, jika Chanyeol terluka karena telah melepaskan seseorang yang pria itu cintai karena dirinya. Jiyeon benar-benar ingin bersikap tidak peduli, namun semakin ia mencoba rasa sakit semakin menikam jantungnya, menjalar di tiap urat nadi hingga Jiyeon tak bisa bernapas dan serasa mati.

Jiyeon melepaskan pelukannya, ia menatap nanar Chanyeol yang masih terkejut. “Chanyeol-ssi… aku… aku…,” ucapan Jiyeon terputus saat tangan hangat Chanyeol kembali menyeka airmata di pipinya, pria itu tersenyum hingga membuat Jiyeon semakin terisak.

“Apa apa?Apa aku menyakitimu lagi? Apa aku…,“ Jiyeon mengeleng cepat.

“Tidak. Aku hanya merasa sedih tanpa aku tahu penyebabnya.” ujar Jiyeon samar, Chanyeol mengeryit tangannya kembali terulur menghapus jejak air mata di pipi Jiyeon.

“Berhentilah menangis dan membuatku khawatir.”Chanyeol mengenggam jemari Jiyeon erat.“Hari ini kita akan ke butik, kau akan mencoba gaun pengantinmu, bagaimana menurutmu?”

Jiyeon terdiam, rasa sakit kembali mendera dadanya.Namun senyum Chanyeol mengaburkannya, niat tulus pria itu untuk menebus kesalahan pada akhirnya membuat Jiyeon mengangguk setuju. Sekali lagi Jiyeon ingin bersikap egois dan berharap ia akan bisa terus melakukannya, karena hanya dengan cara itu Jiyeon bisa bertahan di sisi Chanyeol.

~000~

Jiyeon berdiri mematung di depan seorang karyawan butik yang memperlihatkan satu gaun cantik di tangannya, hasil rancangan dari salah satu desain terkenal Korea Selatan. Sang perancang yang berdiri di samping karyawannya meminta Jiyeon untuk mencoba gaun indah itu, gaun panjang berwarna putih tanpa lengan dengan aksen pita kuning emas tepat di bawah dada.Jiyeon melirik Chanyeol yang berdiri di sampingnya, pria itu mengangguk singkat seraya mengusap kepalanya, meminta beberapa karyawan butikmenemani dan memastikan Jiyeon baik-baik saja selama di ruang ganti.

Tiga puluhmenit kemudian tirai putih yang menutupi ruang ganti terbuka, menampakkan sosok Jiyeon dalam balutan gaun pengantinnya. Rambut panjang Jiyeon sudah diikat sedemikian rupa ke arah belakang, ia menatap Chanyeol yang seketika beranjak dari sofa yang di duduki pria itu. Senyum lebar bertabur kebahagian menghiasi wajah Jiyeon saat Chanyeol mendekatinya, membisikkan satu kata yang membuat wajah pucat Jiyeon bersemu merah muda.

“Cantik.”Chanyeol mengusap wajah Jiyeon lembut, menatap penuh arti pada wajah Jiyeon yang masih bersemu. “Kau menyukai gaunmu?” tanyaChanyeol dan dibalas anggukan oleh Jiyeon.

“Aku sengaja memilih gaun yang simple agar tidak menyusahkanmu saat di altar nanti.”

“Gaun ini indah, terima kasih.”

Jiyeon masih tersenyum saat pandangan mereka bertemu, menatap lekap mata hitam Chanyeol yang memandanginya. Namun lagi-lagi rasa sedih menjalari hati Jiyeon saat iatak menemukan sosok dirinya di mata Chanyeol, tak menemukan secercah kebahagiaan di balik manik hitam Chanyeol walau pria itu kini tengah tersenyum. Jiyeon menunduk, ia mengusap pelan perutnya yang menegang. Jiyeon memejamkan matanya sesaat, berharap jika dirinya sanggup menahanrasa sesak yang kembali menghimpit dadanya, berharap iatidak menangis setidaknya untuk saat ini.Jiyeon tidak ingin membuat Chanyeol kembali mengkhawatirkan dirinya.

“Setelah ini kau mau makan sesuatu?Di dekat sini ada restaurant yang enak, jika kau mau kita bisa makan siang di sana.” tawar Chanyeol.

Jiyeon menimang sebentar, ia memang lapar, selalu lapar lebih tepatnya. Dan makan dengan ditemani Chanyeol adalah waktu paling membahagiakan untuk Jiyeon, dia bahkan bisa menghabiskan semua makanan di atas meja asalkan Chanyeol menemaninya.

“Baiklah.” jawab Jiyeon sebelum berlalu kembali ke dalam ruang ganti.

Restaurant itu sangat indah dan mahal, bergaya Korea klasik yang sangat eksklusif. Setiap tamu yang datang akan di tempatkan dalam saturuangan tertutup yang dibatasi pintu geser, di masing-masing ruangan terdapat satu meja panjang dengan empat atau enam kursi lesehan sesuai pesanan para tamu. Jiyeon duduk berhadapan dengan Chanyeol, pria itu membantu Jiyeon yang kesusahan untuk duduk karena perutnya yang semakin besar.Jiyeon tersenyum, ujung hidung Chanyeolbaru saja menyentuh keningnya kala pria itu membungkuk, senyum Jiyeon kian lebar saat pada akhirnya Chanyeol mencium keningnya.

“Pesanlah semua makanan yang kau mau.” ucap Chanyeol saat pelayan datang ke ruangan mereka, Jiyeon pun mengangguk dan memesan banyak makanan.

Tak sampai lima belas menit semua makanan yang Jiyeon pesan sudah tersaji di atas meja, dari nasi, sayur, daging, ikan, hingga kimchi. Dan seperti biasa, Jiyeon melahap habis hampir semua makanan di atas meja, membuat Chanyeol tertawa pelan seraya mengusap lembut puncak kepala Jiyeon.

“Kau selalu makan banyak sekali, sebenarnya siapa yang lapar?Kau atau putri kita?”Chanyeol tersenyum, tangannya kali ini mengusap sisa kimchi yang tertinggal di ujung dagu Jiyeon, membuat wajah pucat Jiyeon seketika berubah merah muda.

“Entahlah… mungkin kami berdua.” jawab Jiyeon lalu kembali menyantap sisa Kimchi dari mangkuk yang dipegangnya.

“Setelah ini apa kau mau jalan-jalan?Di beranda samping restaurant ini adaCoffee Shop dantaman bunga gantung yang sangat indah, jika kau mau kita bisa minum kopi di sana.”

“Taman bunga gantung?” tanya Jiyeon, ia menghentikan gerakan tangannya untuk kembali menyantap Kimchi.

Hemm… kau mau melihatnya?” tanyaChanyeol seraya menggenggam jemari Jiyeon, membawanya ke depan mulut hingga Kimchi yang tadinya ingin di makan Jiyeon kini sudah berada di mulutnya.

Jiyeon tersenyum, ia pun kembali menyumpit Kimchi dan menyuapkannya pada Chanyeol. Jiyeon tertawa pelan saat Chanyeol menerima suapannya, seraya mengangguk sebagai jawaban dari ajakan pria itu. Senyum Jiyeon kian lebar, iamerasa jika kini rasa bahagia benar-benar berpihak padanya, dan Jiyeon sangat berharap rasa yang tengah ia sesapi saat ini tidak akan pernah memudar.

Satu jam berlalu, mereka beranjak ke kafé yang Chanyeol tawarkan. Chanyeol duduk di bangku kafe, menikmati kopi hangat yang tersaji di atas meja kayu di depannya.Ia menatap sekilas ke arah pintu kafe, menunggu Jiyeon kembali dari kamar mandi.Chanyeol merogoh sesuatu dari dalam saku jaket putih yang di pakainya, menatap sepasang cincin emas putih yang kini ada di atas telapak tangan. Samar senyum Chanyeol terbentuk, mengingat niat awal saat ia memesan cincin tersebut beberapa bulan lalu, sebelum malam kesalahan bersama Jiyeon mengacaukannya. Cincin itu akan ia sematkan di jari manis seorang gadis yang akan menjadi calon istrinya, di jari gadis yang ia cintai, YangYoojin.

Perih seketika mengepung Chanyeol, menyesap melewati pori sebelum menjalari urat nadi. Bersemayam di dasar hati, menyempitkan paru-paru hingga Chanyeol merasa sulit bernapas.Kini semua hanya tinggal anggan yang menguap sebelum sempat digapai, tak bisa diperbaiki sekuat apapun Chanyeol berusaha.Semua sudah berubah, kini tidak ada lagi Yoojin, yang ada hanyalah sosok Song Jiyeon. Gadis asing yang samar namun pasti telah menjatuhkan rasa cintanya pada Chanyeol, rasa yang semakin membuat Chanyeol tak berdaya dan semakin sulit untuk mengabaikan Jiyeon. Wanita yang tengah mengandung darah dagingnya, wanita yang rela terluka berkali-kali hanya untuk bisa bertahan bersama Chanyeol.

 

Jika sudah begini, masih pantaskah Chanyeol menolak kehadiran Jiyeon di hidupnya? Entahlah… Chanyeol juga tidak tahu jawabannya.

 

“Chanyeol.”

Seketika Chanyeol menegakkan kepalanya, menatap terkejut sosok pria tampan yang berdiri di depannya.

“Sehun?” tegur Chanyeol masih dengan keterkejutannya, ia menyimpan kembali cincin ke dalam saku.

“Aku… sedang menikmati kopi siangku di sini.” jawab Sehun, pria itu tampak kaku, matanya bergerak gelisah.

Eoh, aku juga.” balas Chanyeol tak kalah kaku.

Pada akhirnya Chanyeol mempersilahkan Sehun untuk duduk di depannya, dan setelah itu hanya ada kesenyapan di meja mereka hingga puluhan detik ke depannya. Mereka sudah tidak pernah berkomunikasi lagi sejak tiga bulan lalu, sejak Sehun meminta Jiyeon membuat pernyataan di depan polisi tempo hari. Chanyeol ingin sekali menanyakan keadaan Sehun, biar bagaimanapun Chanyeol tetap menganggap Sehunsebagai orang terpenting di hidupnya setelah kedua orang tuanya.Chanyeol sudah tidak peduli dengan apa yang Sehun lakukan padanya, kebersamaan mereka selama bertahun-tahun mengikis rasa kecewa Chanyeol pada Sehun. Denting waktu terus berputar lambat, kesunyian semakin menyelimuti mereka berdua, hingga pada akhirnya suara Sehun terdengar, melayangkan satu pertanyaan yang membuat rasa sesak kembali menghinggapi hati Chanyeol.

“Aku dengar dari Bibi Park Seo, kau akan menikahi Jiyeon, benar begitu?”Chanyeol  hanya menggangukkan kepalanya.

“Kau yakin?” tanyaSehun sekali lagi. “Kau tidak mencintainya, kau tidak pernah menginginkan gadis itu, lalu untuk apa kau menikahinya?”

“Dia membutuhkanku… bayi kami membutuhkanku, aku tidak bisa membiarkan mereka berdua kembali menderita karena aku, Sehun.”

“Dengan mengorbankan cinta dan perasaanmu?”Sehun menatap Chanyeol lekat.“Yoojin juga membutuhkanmu, Chanyeol.”

“Kau bisa mengantikanku…,” ucapan Chanyeol terputus saat Sehun memotongnya.

“Omong kosong!Aku memang mencintainya, tapi bukan berarti aku ingin menggantikan posisimu di hati Yoojin.”Sehun tersenyum miris. “Sudah terlalu lawas jika aku masih memimpikan cinta Yoojin untukku, dia mencintaimu dan selamanya akan selalu begitu.” tuntasSehun, suaranya samar tertutup rasa putus asa akan keadaan Yoojin yang memprihatinkan.

Sehun mendesah gelisah, rasa sesal kembali datang menghampiri saat Sehun menatap wajah frustasi Chanyeol, ia ingin sekali memutar waktu dan mengembalikan semua yang terjadi pada tempatnya semula. Sungguh Sehunsangat menyesal sudah menyakiti dua hati dari orang yang sangat ia sayangi di dunia ini.

“Yoojin dirawat intensif selama dua bulan terakhir oleh dokter psikiater karena pernyataanmu dan Jiyeon tempo hari, Yoojin benar-benar tidak bisa menerima perpisahan kalian.”Sehun mengepalkan tangannya kuat, semakin tersiksa saat Chanyeol justru hanya tersenyum.

“Kau bisa menjaganya lebih baik dari aku menjaganya Sehun, aku percaya itu.”

“Chanyeol.”

“Aku melepaskannya untukmu, karena sekarang aku punyadua wanita yang harus aku jaga disisa hidupku di dunia ini.”

“ParkChanyeol.”

“Berjanjilah untuk menjaga Yoojin dengan baik, buat dia kembali tersenyum dan kembali bisa menyambut dunianya.” ucap Chanyeol sesaat sebelum beranjak dari bangku yang di dudukinya.

“Yoojin ada di sini.” ucap Sehun, seketika langkah kaki Chanyeol terhenti.“Temui dia dan perbaiki hubungan kalian,” lanjut Sehun seraya berlalu begitu saja dari hadapan Chanyeol, meninggalkan Chanyeol yang memaku, menatap sosok Yoojin dari balik pintu kaca.

Sementara itu Jiyeon baru saja keluar dari pintu kamar mandi, mengelus perutnyaberkali-kali yang tiba-tiba saja menegang.Napas Jiyeon sedikit sesak, bayinya menendang sangat kuat hingga menekan ulu hati.Ia mempercepat langkahnya agar segera bertemu Chanyeol, Jiyeon yakin bayinya akan menjadi lebih tenang jika pria itu mengelus perutnya. Namun langkah kaki Jiyeon terhenti tanpa rencana, senyum yang sempat mengembang kala manik beningnya menangkap sosok Chanyeol sirna tanpa bekas.

Dari tempatnya berpijak, Jiyeon dapat melihat Chanyeol berdiri memaku di depan meja kafe yang tadi mereka tempati bersama, pria itu memandang seorang gadis yang membuat Jiyeon tak bisa bernapas. Jiyeon mengepalkan tangannya kuat hingga bukunya memutih, memaku saat mendapati kaki Chanyeol melangkah keluar dari pintu kaca beranda.Jiyeon mengikutinya, desakan air mata yang melipir di pelupuk mulai mengaburkan pandangan Jiyeon. Langkahnya pun mulai tertatih, menatap sosok gadis di depan sana, melayangkan pandangan dengan isak yang tertahan.

Gadis itu YangYoojin terlihat diam di tempat, memandang Chanyeol yang berdiri beberapa langkah di depannya.Tak ada kata yang terucap kala pandangan mereka bertemu, melebur dalam tetesan air mata pesakitan yang semakin meluncur tak terbendung dari sepasang mata sabit gadis itu.Ia menggenggam ujung dress yang ia kenakan, menahan langkah kaki untuk tidak menghambur memeluk Chanyeol. Yoojin merasa sesak, tak tahan terperangkap dalam rasa terlarang yang tak mungkin untuk hubungannya dengan Chanyeol.Dalam satu gerakan Yoojin membalikkan tubuhnya, meninggalkan kafe tanpa sepatah kata, meninggalkan Chanyeol yang tetap tegak di tempatnya.Meninggalkan Jiyeon yang menangis di tempatnya, berdiri di sisi kanan kafe.

Jiyeon memandang wajah terluka Chanyeol, dadanya sakit serasa di cabik belati.Ia menatap Chanyeol yang pada akhirnya berbalik ke dalam taman gantung, pria itu tak melihat ke arahnya. Jiyeon berjalan tertatih ke arah luar kafe, air matanya semakin berjatuhan saat melihat Yoojin yang menangis di dinding luar kafe. Gadis itu memukul mukul dadanya, melafalkan namaChanyeol berkali-kali. Yoojin tampak sangat rapuh, gadis itu terlihat jauh lebih terluka dari dirinya. Tetap menangis tersedu hingga sosok pria lain mendatanginya, merangkul pundak Yoojin dan membawanya menjauh.

Jiyeon membalikkan tubuhnya, langkahnya terhuyung, ia bahkan harus bertopang pada dinding jika ingin bisa terus berdiri dan tidak beringsut ke lantai. Jiyeon terisak tertahan, butiran air mata jatuh tak tertahan di atas pipinya yang memucat, mengiringi rinai hujan yang tumpah dari langit, membahasi tanah Seoul yang kini ia pijak. Jiyeontahu pasti jika Chanyeol tidak pernah benar-benar menginginkan pernikahan ini, ia tahu sejak awal jika pernikahan ini hanyalah kebahagian semu yang berusaha Chanyeol ciptakan untuk menebus kesalahan pria itu. Ia juga tahu jika Chanyeol tidak pernah menginginkan dirinya untuk bersama pria itu di sisa hidup mereka. Jiyeon tahu kemana hati Chanyeol berlabuh, ia tahu jika sampai kapanpun hati Chanyeol tak akan beranjak dan berlayar ke tempat lain.

~000~

Jiyeon duduk menyendiri di beranda luar kamarnya, menatap langit malam yang masih menyisakan rintik hujan.Berkali-kali Jiyeon mengusap perutnya yang masih saja menegang sejak kepulangannya dari kafe, semakin membuat napasnya sesak dan semakin membuatnya ingin memeluk sosok Chanyeol.Namun Jiyeon mengabaikannya saat menatap wajah frustasi Chanyeol di mobil, pria itu bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun hingga mereka berada di rumah. Jiyeon lebih dari paham apa yang kini tengah Chanyeol rasakan, laki-laki itu terluka karena keegoisannya.

Satu usapan lembut di bahu bersamaan dengan selimut tebal yang kini membungkus tubuhnya, sontak membuat semua lamunan Jiyeon berserakan.Ia berpaling, terkejut mendapati sosok Chanyeol yang sudah duduk merapat di sisi tubuhnya. Pria itu tersenyum, membingkai bahu Jiyeon dengan satu tangan, sedangkan satu tangannya yang lain bergerak ke arah perut Jiyeon.

“Perutmu sakit?” tanyaChanyeol lembut, Jiyeon diam, ia hanya menatap Chanyeol nyaris tanpa kedipan.

Tanpa kata tambahan Chanyeol menarik tubuh Jiyeon hingga wanita itu bersandar nyaman di dadanya, mengusap pelan perut buncit Jiyeon dengan senandung yang biasa ia lantunkan tiap kali ia mengusap perut wanita itu.Mata bening Jiyeon terpejam saat rangkulan Chanyeol mengerat, menikmati dekapan pria itu selama mungkin sebelum waktunya habis untuk itu.

“Sudah merasa lebih baik?”

Chanyeol melepaskan pelukannya saat Jiyeon mengangguk, ia mengeluarkan sepasang cincin dari balik saku kemeja yang dipakainya. Senyum Chanyeol mengembang, ia memasangkan satu cincin ke jari manisnya, lalu meraih jemari Jiyeon yang mendingin, menyematkan satu cincin di jari manis wanita itu.

“Seharusnya aku memakaikan cincin ini saat aku melamarmu tempo hari, maaf aku melupakannya.” ucap Chanyeol dengan senyum bodohnya.

Jiyeon memaku, menatap cincin cantik yang kini nyata melingkar di jari manisnya.Ia menatap Chanyeol yang masih tersenyum lebar, menatap laki-laki yang telah membuatnya tanpa sadar jatuh ke dasar rasa cinta tanpa tahu caranya untuk kembali, menatap laki-laki yang berusaha menutupi semua pesakitan demi sebuah senyum hangat untuk dirinya. Tanpa kata Jiyeon menarik bahu Chanyeol, memeluknya erat, dia terisak, meluapkan semua rasa sakit yang semakin menghujam hulu hati.Jiyeonmerasa tak mampu menemukan oksigen di paru-parunya,dia semakin mengeratkan pelukan di bahu Chanyeol, rasa bersalah pada Chanyeol yang terluka karenanya semakin membayanginya, mengejarnya tanpa henti.Tangisan Jiyeon semakin terdengar saat tangan Chanyeol bergerak memeluk punggungnya, ia semakin tak sanggup menerima semua perlakuan hangat Chanyeol demi menembus kesalahan pria itu.

“Berjanjilah setelah malam ini kau tidak akan menangis lagi, Song Jiyeon.” bisik Chanyeol tepat di telinga Jiyeon, membuat Jiyeon semakin tersedu, membiarkan semua luka hati dikesenyapan malam ini terbawa bersama tangisannya.

~000~

The Wedding Day’s

Ballroom

Di dalam ruang tunggu bagi pengantin wanita, Jiyeon tampak sudah siap dengan gaun pengantinnya.Ia berdiri di depan cermin setinggi badan, menggenggam erat bouket mawar biru di tangannya, ia memandangi wajahnya yang sudah terpoles makeup, rambut panjangnya pun sudah dicepol kebelakang.Jiyeon terlihat sangat cantik.Suara ketukan dari arah pintu membuat Jiyeon berpaling, menatap sosok Im Jinhwan yang sudah berdiri menjulang di ambang pintu. Pria dingin itu menatap Jiyeon sekilas sebelum melangkah memasuki ruangan, jas hitam membalut tubuh tegab Jinhwan, rambut sebahunya di ikat kebelakang sedemikian rupa hingga membuat sosok Jinhwan terlihat lain dari biasanya.

“Apa yang membuatmu memanggilku, Song Jiyeon?” tanya Jinhwan tanpa senyum di wajahnya yang jumawa.

“Aku butuh bantuanmu, hanya kau yang bisa membantuku Jinhwan-ssi.” jawab Jiyeon pelan, ia mengencangkan genggaman pada bouket mawar biru di tangannya.

“Membantumu?”

Jiyeon mengangguk sekilas, ia mendekati Jinhwan, menyerahkan bouket mawar dan sepucuk surat dalam amplob biru yang dipegangnya pada Jinhwan. “Aku ingin pergi, aku ingin mengembalikan semua ke tempat yang seharusnya.” Jiyeon hanya tersenyum samar, menatap keterkejutan di wajah Jinhwan.

“Aku tahu kau sangat menyayanginya, karena itulah kau harus membiarkan aku pergi.Dia pantas bahagia dengan wanita yang ia cintai. Jadi… bisakah aku pergi dari sini Im Jinhwan-ssi?” ucap Jiyeon pelan, menahan desakan air mata yang siap meluncur di pipinya.

Jiyeon kembali tersenyum saat Jinhwan mengangguk setuju, ia pun melangkahkan kakinya, berjalan pelan melewati Jinhwan.Jiyeon terus melangkah menjauh, berharap ia mampu untuk terus melangkah kian jauh tanpa membalikkan tubuhnya. Melupakan semua anggan untuk hidup bersama laki-laki yang dicintainya dan kembali menempatkan pria itu sebagai orang yang menghancurkan dunianya. Jiyeon memilih untuk kembali pada kenyataan yang telah lama ia abaikan, kembali ke dunia yang telah lama ia lupakan. Jiyeon pada akhirnya menyerah untuk bersikap egois dan melepaskan cintanya.

“Park Chanyeol, aku mencintaimu.”

Sementara itudi luar ruangan, Seojung berdiri di tengah Ballroom bersama Chanyeol, senyumnya mengembang, ia tengah menerima ucapan selamat dari para koleganya. Seojung terlihat berbeda dalam balutan hanbok dengan jeogori warna putih dan chima berwarna merah terang.Ia mengusap jemarinya sesaat, menarik napas lega untuk perhelatan pesta pernikahan putra tunggalnya. Seojung menatap Chanyeol yang berdiri di sampingnya, tangannya terulur, merapikan dasi dan tuxedo yang Chanyeol kenakan. Senyum Seojung kian lebar saat menatap kebahagiaan yang berpendar di wajah Chanyeol, walau Seojung tak begitu menyukai pernikahan ini, namun jauh di dasar hati, Seojung tetap merasa sangat bahagia, karena sejak dulu bagi Seojung, kebahagiaanChanyeol adalah alasan utamanya untuk terus bernapas di dunia ini.

Chanyeol tersenyum menatap Jinhwan yang berjalan mendekatinya, ia tampak mengeryitkan dahi kala mendapati bouket bunga mawar biru milik Jiyeon ada dalam genggaman pria itu. Chanyeol merasa gelisah tanpa sebab, ia memandang Jinhwan yang berdiri mematung di depannya. Tanpa kata yang membuat Chanyeolsemakin kalut dalam kecemasan, Jinhwan menyerahkan bouket mawar dan selembar amplob biru pada Chanyeol.

Hyung… kenapa kau membiarkannya pergi?”

Seketika Chanyeol terhenyak, pijakannya limblung, ia menatap Jinhwan dengan tidak percaya, mengerang tertahan, mengeluarkan makian untuk pertama kalinya pada sosok Im Jinhwan seraya berlari keluar dari Ballroom begitu saja. Namun sesampainya di luar Ballroom Chanyeol merasa jika semuanya sia-sia, semuanya sudah terlambat. Dunia tak berpihak padanya, karena Jiyeon memilih pergi meninggalkannya dan tidak akan pernah kembali.

~000~

5 Year’s Later

Restauran’s – Seoul, South Korea

Chanyeol melambaikan tangannya pada sosok Seojung yang baru saja melewati pintu kaca restaurant, siang ini mereka kembali makan siang bersama di restaurant yang menjadi tempat favorit mendiang ayahnya.Hubungan Chanyeol dan Seojung sudah semakin membaik, begitu pula dengan kesehatan Seojung.Wanita konglomerat itu sudah kembali memimpin dan menjadikan Shinhwa Corporation di bawah kendalinya.

“Aku dengar nilai Inves perumahan mewah yang kau bangun di Barcelona semakin meningkat,” ucap Seojung seraya menyantap makanannya, tersenyum saat Chanyeol mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.

Hemm… bahkan lebih tinggi dari yang pernah aku bayangkan, Ibu pasti tidak akan percaya jika aku menyebutkan nominalnya.” saut Chanyeol, dia terkekeh ringan.

“Aku selalu percaya dengan kinerjamu, kau… mewarisinya dari ayahmu.”

“Dan juga darimu, Ibu.”

Seojung tersenyum, meminum segelas air dan menyelesaikan makan siangnya.Seojung menopang tangannya di atas meja, menatap Chanyeol yang masih menghabiskan makan siangnya.Ia tampak menimang satu pertanyaan yang tertahan di kerongkongan sejak lama, meragu untuk terlayang namun hatinya sangat ingin tahu.

“Apa selama di Spanyol kau pernah mengunjungi pedesaan Ribera del Duero?” akhirnya Seojung melontarkan pertanyaannya, ia sedikit menyesal saat raut wajah Chanyeol berubah terkejut, bahkan pria itu menghentikan makan siangnya.

“Tidak.” jawab Chanyeol pelan, ia meletakkan alat makannya di atas piring, meminum segelas air guna melonggarkan tenggorokannya yang seketika tersumbat.

“Sudah lima tahun berlalu, apa kau tidak ingin melihatnya?” Seojung kembali melontarkan pertanyannya, ia semakin tak sanggup melihat Chanyeol yang seperti sekarang ini.

Putra tunggalnya itu kesepian, terlihat sangat hancur saat pesta pernikahanlima tahun silam gagal sebelum kaki Chanyeol sempat menginjak altar. Pria itu berubah menjadi pengusaha yang gila kerja tanpakenal waktu, terlihat dingin dan terkesan baik-baik saja. Namun Seojung sangat tahu tentang rasa kehilangan yang berusaha Chanyeol sembunyikan, ia juga tahu jika Chanyeolselalu menghabiskan waktunya berjam-jam di dalam kamar bayi yang ia siapkan untuk calon anak yang tak sempat Chanyeol lihat.

“Bayi itu perempuan, sangat cantik.Ia mewarisi mata dan juga senyummu.”

“Mereka sudah hidup bahagia, Ibu, aku tidak punya hak untuk kembali mengacaukannya.”

“Ya kau benar, mereka sudah bahagia.Kebun Anggur yang kau jual murah nyaris cuma-cuma pada Coraimo berkembang sangat baik,” Chanyeol menatap Seojung terkejut.“Aku tahu kau memperhatikan mereka dari jauh, aku ibumu, ingat itu.Aku bisa tahu segala hal tentang putraku, tentang setengah bagian dari jiwaku.”

Seojung beranjak dari sofa  yang di dudukinya, mengusap pelan pundak Chanyeol yang menegang sebelum ia berlalu, meninggalkan Chanyeol yang memaku di atas sofa yang di dudukinya. Chanyeol merogoh sesuatu dari dalam saku jas hitamnya, menatap nanar sepucuk surat dalam amblob biru, surat yang menjadi vonis kesepian di dalam hidupnya selama lima tahun berlalu.

ParkChanyeol, maafkan aku.

Aku tidak bisa meneruskan pernikahan ini, aku tidak cukup kuat untuk bertahan bersamamu.

Aku ingin kembali.Aku ingin kembali ke masa dimana aku tidak mengenalmu, kembali ke dunia dimana aku tidak pernah menangis dan tersakiti, kembali pada tempatku yang seharusnya.

Aku tidak menyesal telah mengenalmu, bahkan jika aku bisa mengulang waktu aku bersedia untuk bertemu denganmu lebih awal, agar kehadiranku tidak melukai duniamu dan orang-orang yang kau sayangi.

Aku hanyalah sebuah kesalahan yang tidak kau inginkan, bukan kejahatan yang sengaja kau ciptakan untuk kesenanganmu.Jadi aku rasa sekarang, kau pantas untuk bahagia ParkChanyeol.

Berbahagialah dan kembalilah ke masa dimana kau tidak mengenalku, dimasa kita tidak saling kenal dan anggaplah kita tidak pernah bertemu.

~000~

The Vineyard

Ribera del Duero–South Spanyol

Jiyeon masih asik memandang hamparan biru yang tengah menaungi dataran tinggi di utara Spanyol, duduk di sebuah bangku kayu tepat di bawah bohon besar, menikmati semilir angin musim semi yang dihantarkan oleh gemericik sungai Duero, mengalir di sepanjang daerah berbatu Ribera del Duero, terasa begitu sejuk menerpa wajah putihnya. Sesekali ia menatap ke arah kebun Anggur yang terbentang luas di depannya, menatap Soledad dan Coraimo yang tampak berdebat kecil tentang kapan sebaiknya Anggur mereka dipanen. Jiyeon tersenyum, mengalihkan pandangan pada sosok gadis kecil yang berdiri di ujung kebun Anggur, gadis kecil yang selalu mengingatkannya pada sosok pria yang ia cintai hingga detik ini.

“Ibu…,” gadis kecil itu berlari menghampirinya, mengeluh tentang Soledad dan Coraimo yang terus saja berdebat.

“Biarkan saja Tyra, kakek dan nenekmu memang seperti itu ‘kan?” Jiyeon tersenyum menatap wajah Tyra yang tertekuk, ia merapikan helaian rambut hitam Tyra yang sudah melewati bahu,berserakan oleh hembusan angin musim semi.

“Ibu, kapan Ayah akan datang?”

Jiyeon terdiam sesaat, kembali mencari alasan yang bisa ia lontarkan untuk menjawab pertanyaan putrinya, pertanyaan yang selalu Tyra tanyakan sejak gadis kecilnya itu lancar bicara dan mengerti tentang arti sosok seorang ayah.Selama ini Jiyeon hanya memperlihatkan foto Chanyeol pada Tyra dan berbohong dengan mengatakan jika Chanyeol bekerja di negara yang jauh dan belum bisa kembali.

“Mungkin… sebentar lagi.” Jiyeon tersenyum samar, mengusap gemas pipi Tyra yang putih kemerahan.“Jika kau berjanji untuk menjadi anak baik, ayahmu pasti akan datang.”

“Benarkah?”

Hemm…,”

Jiyeon meraih tubuh kecil Tyra ke dalam dekapannya, memeluknya erat guna meredakan rasa sesak yang selalu saja datang tiap kali Tyra mengingatkannya pada sosok Chanyeol.Jiyeon memejamkan matanya sejenak, menghela napas pajang lalu melepaskan pelukannya.Ia menatap wajah Tyra lekat, memandang putri kecilnya dimana darah Chanyeol mengalir di sana. Gadis kecil yang mewarisi senyum dan sepasang manik hitam Chanyeol, gadis kecil yang selalu membuat hari-harinya penuh warna dengan semua kenakalan yang dia lakukan.Tyra tumbuh menjadi sosok gadis kecil pemberani, sangat peduli dan menyayangi orang-orang di sekitarnya.

Jiyeon mengusap puncak kepala Tyra, ia melayangkan pandangan ke arah depan dan seketika itu juga ia merasa dunianya berhenti berputar.Dari arah pandangnya kini, Jiyeon dapat melihat sosok Chanyeol yang tersenyum ke arahnya.Berjalan kian dekat hingga hanya menyisakan beberapa langkah di antara mereka.Pupil bening Jiyeon melebar, ia berdiri namun kakinya kaku dan tidak bisa digerakkan. Gemuruh dari dalam dadanya mengiringi riuh rendah yang kini menaungi hatinya, Jiyeon benar-benar tak bisa percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.

“Chanyeol…,” gumam Jiyeon lirih nyaris seperti bisikan, mendatangkan genangan cairan bening di sudut matanya.

“Ayah!”

Jiyeon mengerjab saat Tyra berteriak, gadis kecil itu menguncang lengannya sebelum berlalu menghambur ke arah Chanyeol yang terkejut.Pria itu seketika berjongkok, tangannya bergetar, bergerak pelan membingkai wajah Tyra yang menatapnya berbinar. Senyum Chanyeol seketika mengembang kian lebar, matanya pun sudah berembun, menyambut kebahagian yang begitu meluap-luap hingga ia tak mampu menahannya.

“Kau?”

“Ayah.”

Tanpa menunggu lebih lama Chanyeolsegera menarik Tyra ke dalam pelukannya, terisak pelan seraya menciumi kepala Tyra berkali-kali.Chanyeol melonggarkan pelukannya, menciumi wajah Tyra hingga gadis kecil itu tertawa terbahak-bahak lalu kembali memeluk gadis kecilnya erat.Chanyeolbenar-benar tidak menyangka putri kecilnya sudah sebesar ini, ia tidak menyangka jika putrinya mengenali wajahnya padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya.

“Ternyata Ibu tidak berbohong, Ayah benar-benar datang jika aku menjadi anak baik.”

Tyra tertawa senang, ia melepaskan pelukannyadi bahu Chanyeol seraya menghambur memeluk Jiyeon. “Terima kasih Ibu, aku akan memberitahu Kakek dan Nenek jika ayahku sudah datang.” tuntas Tyra lalu berlari menuju taman Anggur.

Chanyeol menegakkan tubuhnya, ia memandang Jiyeon yang menatapnya dalam diam. Samar mereka berdua tersenyum, meluapkan semua rasa yang sempat tertinggal lama di belakang sana. Chanyeol melangkah lebih dekat, menatap lekat wajah Jiyeon yang terlihat masih sama dengan apa yang terekam di dalam memorinya.

“Terima kasih. Terima kasih sudah mengenalkanku padanya, bahkan sebelum kami pernah saling melihat satu sama lain. Dia sangat cantik…,”

“Tyra… namanya Tyra Park.”

Kesunyian tak beranjak dari sisi Chanyeol dan Jiyeon saat mereka sudah duduk berdampingan di kursi kayu, mereka sama-sama menatap putri mereka yang kembali berdebat bersama Soledad dan Coraimo di kebun Anggur. Soledad dan Coraimo sengaja meninggalkan Chanyeol bersama Jiyeon setelah mereka menyapa satu sama lain beberapa saat lalu, Soledad lebih dari paham dengan binar bahagia yang berpendar dari balik mata bening Jiyeon saat ini.

“Apa… selama ini kau hidup dengan baik? Bagaimana dengan pernikahanmu, kau dan dia bahagia ‘kan?” tanya Jiyeon pada akhirnya untuk memecah kekakuan di antara mereka.

“Tidak terlalu baik.” jawab Chanyeol, pria itu masih menatap ke arah kebun Anggur.“Calon istriku meninggalkanku begitu saja di hari pernikahan kami.”

Jiyeon membeku, ia mengenggam ujung dress biru mudanya hingga bukunya memutih, kesunyian pun kembali menyergap mereka berdua.

“Tapi jika yang kau maksud adalah pernikahanku dengan Yoojin, maka tidak ada yang bisa aku ceritakan padamu.”Chanyeol mengambil jeda pada ucapannya, iamenoleh, iris hitamnyamemicing, menatap lekat Jiyeon yang terlihat gelisah.

“Yoojin menolak lamaranku empat tahun silam,”

“Apa?”

“Setelah dia dinyatakan sehat aku melamarnya, tapi dia menolakku. “Chanyeol tertawa pelan. “Yoojin menolakku karena dia merasa aku telah menyerahkan setengah hatiku pada wanita lain, dia… tipikal wanita yang tidak ingin berbagi.” jawab Chanyeol masih dengan tawa pelan di ujung bibir.

“Lalu… apa yang dia lakukan sekarang?”

“Dia sudah menjadi desainer handal di Paris, dia sangat sibuk.”

“Paris?”

Hemm… setelah menolak lamaranku dia terbang ke Paris, mengejar ambisinya untuk menjadi desainer yang dikenal dunia. Dia bilang dia ingin mengencani pengusaha kaya di Paris sana.”

“Apa?”

Chanyeol tertawa seketika melihat wajah terkejut Jiyeon, tanpa sadar tangan Chanyeol bergerak mengusap puncak kepala Jiyeon hingga membuat wanita itu memaku wajahnya bersemu merah jambu. Mengembalikan rasa yang sudah susah payah Jiyeon kubur dalam-dalam agar tidak kembali naik ke permukaan, kini nyata menyembul diam-diam di permukaan hatinya.

“Ada lagi yang ingin kau ketahui, Song Jiyeon?”Jiyeon menggeleng pelan.“Eoh, perlu kau tahu jika aku memarahi JinhwanHyung karena telah membiarkanmu pergi hari itu.”Chanyeol menegakkan tubuhnya, tangannya terulur menyambut Tyra yang berlari kencang ke arahnya, mengabaikan Jiyeon yang terkejut di atas bangku kayu yang didudukinya.

Hohoho… jangan berlari terlalu kencang, Sayang.”Chanyeol mengangkat Tyra ke dalam gendongannya, ia kembali menciumipipimerah jambu Tyra dan memberikan sedikit gelitikan di tubuh putrinya hingga Tyra tertawa.

“Ayah bagaimana jika kita ke kebun? Aku ingin memperlihatkan semua anggur yang sudah masak dan Ayah boleh mencicipinya jika mau.”

“Dengan senang hati, Tyra Sayang.”Chanyeol menurunkan Tyra dari gendongannya, menggenggam jemari kecil Tyra lalu mulai melangkah, namun baru dua langkah Chanyeol terlihat berhenti saat Tyra berbalik.

“Ibu, kau juga harus ikut.”

Jiyeon tersadar dari semua pikirannya, ia tersenyum lalu menggenggam tangan Tyra sebelum mereka melangkah bersama-sama ke kebun Anggur.

“Bulan depan Sehun akan menikah, dia mengundangmu.”

“Sehun?”

Hemm… ibuku mengenalkannya pada salah satu putri dari kolega ibuku.”

Jiyeon hanya diam, iamemilih memandang kebun Anggur di depannya.Namun di menit selanjutnya Jiyeon sudah mengalihkan pandangan saat mendengar Tyra dan Chanyeol bercerita panjang lebar, menceritakan apa saja yang Tyra lakukan selama ini sebelum kedatangan Chanyeolyang terasa begitu mengejutkan. Tanpa sadar senyum bahagia terlukis di wajah Jiyeon, ia memandang Tyra dan Chanyeol bergantian. Menatap pria yang dulu selalu ia maki dan ia pernah bersumpah tidak akan memaafkan pria itu sampai kapanpun, Jiyeon pun beralih menatap Tyra, gadis kecil yang dulu tidak pernah ia inginkan sedikitpun, kini telah menjadi setengah bagian dari nyawa hidupnya.

“Park Chanyeol.”

“Yah?”

Jiyeon menarik sudut bibirnya, matanya memandang Chanyeol hangat.

“Aku…aku memaafkanmu.”

Tanpa rencana Chanyeol menghentikan langkahnya, menatap tidak percaya pada sosok Jiyeon yang tersenyum ke arahnya. Senyum tulus yang mengiringi kalimat paling membahagiakan yang pernah Chanyeol dengar dan sudah ia nantikan sejak lima tahun silam. Kalimat yang membuat Chanyeol merasakan kelegaan luar biasa, kalimat yang meringankan langkah kakinya, kalimat yang akan menghapus mimpi buruk selama hampir lima tahun hingga ia selalu menghabiskan malamnya dengan terjaga.

Chanyeol mengalihkan pandangan pada sosok Tyra yang memintanya untuk kembali melangkah, senyum lebar Chanyeol pamerkan pada putri kecilnya yang kini sudah kembali bercerita panjang tentang kebun Anggur yang akan dia pamerkan sebentar lagi. Genggaman tangan Chanyeol pun mengerat, ia menatap Jiyeon yang tertawa pelan di sepanjang kaki mereka melangkah, langkah pertama mereka dalam iringan senandung hangat musim semi yang kini nyata menyambut dunia mereka.

-THE END-

 

FF ini gak adasequel, ini udah final dan cerita ini benar-benar sudah tamat,Saiiya membebaskan kepada kalian untuk berpikir sendiri, dengan imajinasi kalian masing-masing tentang hasil akhir untuk FF ini.

See u Manusia KECE… and Enjoy MyStory’s

Regard,

Ririn Setyo


Another Me (Chapter 1)

$
0
0

IMG-20160130-WA0000

Title                 : Another Me

Author             : Jojjomi

Length             : chapters

Genre              : Fantasy, romance, family

Rating             : T

Cast                 : Kwon Alice, Oh Sehun (EXO), and many more.

A/N                 : this story belong to me. Info tentang makhluk – makhluk fiksi dalam cerita           ini dapat dari beberapa FF fantasy lain dan google tentunya.

 

Chapter 1

Look at the mirror! You’ll find another reflection of yours…

            “tahun ini kabarnya si kembar bungsu keluarga Kwon akan memulai tahun mereka di Cove Crown?”

“hmm… aku penasaran dengan mereka, apa sama angkuhnya dengan ketiga kakak – kakak mereka? selalu sok kuat dan berkuasa di sekolah? Hahaha!”

“kalau aku rasa sih pasti tidak akan jauh beda. Sama persis malah. Karna kau tau sendiri kan, itulah ciri khas keluarga Kwon! Hahahaha!”

Suara tawa mereka menguar di sepanjang lorong asrama, mungkin saja dapat terdengar di setiap kamar yang berjejer disepanjang lorong yang mereka lalui jika saja tembok – tembok disana tidak dibuat dengan bahan yang kedap suara. Dan lagi – lagi pembicaraan yang dibawakan oleh para siswa di minggu terakhir ini mengarah pada tahun ajaran baru yang akan dimulai minggu depan dan masuknya anak kembar, bungsu dari keluarga Kwon. Mungkin tembok di seluruh sekolah dan asrama akan benar – benar merasa jengah dengan topik pembicaraan para murid belakangan ini. sehebat dan sebagus apa keluarga Kwon sampai satu sekolahan membicarakan mereka?

Alice POV-

Datang juga akhirnya hari penyambutan murid baru di Cove Crown. Entah mengapa tahun ini rasanya sangat dinantikan oleh murid – murid di sekolah, sudah sejak akhir semester kemarin sebelum liburan musim panas mereka semua sudah ribut dengan tahun ajaran baru kali ini. dan sejak seminggu lalu aku kembali ke sekolah mereka semakin semangat saja berbisik – bisik, berdesas desus menguar gosip, memekikkan ketidak sabaran mereka atas hari penerimaan murid baru, dan pastinya selalu seperti biasanya… membicarakan kelurgaku!. Oh shit! Tidakkah cukup bagi mereka selama dua tahun ini membicarakan kami? Ah ralat, dua tahun untukku, untuk kedua kakakku sudah tiga dan empat tahun mungkin mereka mengalami hal ini. dibicarakan oleh seluruh penjuru sekolah. Dan kali ini?! belum juga kedua adikku melangkahkan kakinya di depan gerbang Cove Crown saja sudah jadi topik hangat diantara murid murid. Ya terserahlah! Seperti biasanya juga aku akan berlagak tidak peduli dan menganggap kalau mereka semua tidak pernah membicarakan apapun tentangku dan tentang keluargaku.

Pagi ini aku segera menuju aula utama setelah sarapan, berkumpul disana bersama murid-murid tahun kedua sampai tahun kelima yang lainnya. biasanya aku bersama dengan sahabatku, Yinghan. Tapi karena dia adalah salah satu panitia penyambutan murid baru jadilah dia menghilang pagi-pagi buta bahkan sebelum aku terbangun. Oh ya biarkan sajalah, dia memang hobi sekali mengikuti kegiatan semacam itu di sekolah, berbeda denganku yang sama sekali tidak mau repot membantu dan mengurusi kegiatan apapun yang diadakan oleh sekolah.

Ngomong – ngomong soal sekolah, ya disinilah aku belajar dan tinggal selama dua tahun ini. Cove Crown High School. sekolah sekaligus asrama khusus untuk makhluk – makhluk iblis atau non manusia atau setengah manusia. Vampir, elf, malaikat, dan werewolf, berbaur menjadi satu untuk menerima pendidikan di Cove Crown. Kami akan belajar selama lima tahun disini, diajarkan berbagai mantra sihir, sejarah tentang ras kami, cara bertahan dan melawan musuh, mengembangkan kekuatan kami yang sudah kami bawa dari darah keturunan keluarga kami masing – masing, dan banyak lainnya yang diajarkan di Cove Crown. Yah, yang membuat sekolah ini berbeda dengan sekolah lainnya hanya itu, untuk hal lainnya aku rasa sama saja, adanya asrama, beberapa kegiatan ektrakurikuler normal seperti sepak bola dan basket, peraturan peraturan yang diterapkan termasuk tidak boleh saling menyerang dan melukai sesama murid atau adu pamer kekuatan antar ras diluar jam pelajaran ya aku rasa sama saja seperti sekolah pada umumnya.

Cove Crown terletak begitu jauh dari pusat kota, malah menurutku tempat ini begitu terpencil, benar benar didalam hutan. Kalau Bobby bilang, sekolah ini terletak dibelakang hutan yang mana didalam hutan itu ada hutan lagi ada hutan lagi ada hutan lagi dan ada hutan lagi, jadi harus melalui hutan sepanjang perjalanan sampai kau sendiri akan mabuk selama perjalanan karna yang bisa kau lihat hanya pepohonan lebat sepanjang perjalanan menuju sekolah kami. Hahahaha walaupun sedikit konyol tapi aku terkadang membenarkan juga apa yang kakak pertamaku itu katakan.

Cove Crown memiliki dua castil besar, satu castil sekolah, satu lagi castil asrama, letak castil saling berdampingan, walau castil asrama agak sedikit menjorok kedalam daripada castil sekolah. Bangunan ini benar-benar dikelilingi oleh hutan lebat diluar pagarnya, untuk halaman sendiri ya bayangkan saja halaman istana super besar dengan rerumputan hijau yang setiap paginya selalu menguarkan aroma khas yang menyegarkan. Yang menjadi menarik adalah terdapatnya sungai besar yang mengalir di belakang gedung Cove Crown, sejarah mengatakan kalau daerah Cove Crown ini dulunya adalah teluk kecil dan sungai itu adalah sisa dari bekas teluk kecil yang berada di daerah ini dahulu, itu mengapa sekolah ini diberi nama Cove Crown. Cove sendiri berarti teluk kecil. dan Crown sendiri berarti mahkota. Mahkota raja adalah lambang sekolah kami, yang setiap harinya akan kalian lihat jika memasuki castil sekolah karena lambang itu terukir jelas dan berukuran amat sangat besar bahkan hampir memenuhi dinding di depan kalian setelah kalian melewati pintu utama castil.

Cukup cerita soal Cove Crown, sekarang aku sedang duduk manis di bangku deretan khusus untuk angkatanku, angkatan kedua. Bangku-bangku didalam aula memang sudah disusun sesuai angkatan. Tadi saat memasuki aula aku bisa melihat Hanbin yang duduk di bangku khusus untuk angkatan keempat letaknya disebelah kiri dari pintu masuk aula, dia duduk dideretan bangku paling belakang, kebiasaan sekali! Aku yakin pasti dia akan tidur sepanjang acara!. aku memilih untuk duduk disebelah Yue, temanku yang lainnya, gadis werewolf yang cukup disegani juga di angkatanku. Yah karena dia galak dan lebih sering berapi api sih yang menyebabkan anak anak lain begitu segan atau lebih kearah takut padanya. walaupun tidak terlalu akrab dengan Yue seperti aku akrab dengan Yinghan, setidaknya dia salah satu murid yang tidak akan pernah ikut bergosip tentangku dan keluargaku seperti yang lainnya, itu mengapa aku suka berteman dengan Yue.

“mana si kembar?” Yue menyikut lenganku, matanya menyapu seluruh murid baru yang sedang berbaris di tengah aula.

“pastinya ada di barisan belakang karena mereka berdua cukup tinggi untuk anak seusia mereka dan kau tidak akan bisa menemukan mereka berdiri bersampingan karena kau bisa lihat sendiri kan barisan laki-laki dan perempuan dipisahkan” jawabku sambil menggerakkan tanganku berlawanan arah seperti membelah udara diikuti suara kikikkan Yue sambil menatapku geli.

“tidakkah mereka mirip salah satu diantara kalian bertiga?” ucap Yue lagi kembali dia mengedarkan pandangannya pada murid murid baru. Aku memutar kedua bola mataku kesal, gadis disebelahku ini memang gadis yang selalu ingin tau akan sesuatu hal, tidak akan pernah menyerah jika belum mendapatkannya.

“selamat pagi anak-anakku yang sangat aku cintai”

Oh, itu suara Mr. Song, kepala sekolah Cove Crown. Malaikat paruh baya yang sudah menghabiskan separuh hidupnya menjadi kepala sekolah Cove Crown, Malaikat paruh baya yang selalu terlihat gagah dan bijaksana. setiap sore aku selalu melihatnya berkeliling lingkungan Cove Crown seorang diri, dan dia selalu menyunggingkan senyum ramahnya pada setiap murid atau guru yang ia temui di jalanan. Dan selama dua tahun aku berada di Cove Crown belum pernah sekalipun aku melihatnya memperlihatkan sayapnya. Ah sial sampai saat ini aku begitu penasaran dengan sayap yang ia miliki, kedua kakakku bilang kalau sayap kepala sekolah begitu indah.

Sekarang ia tengah berdiri di sebuah podium kecil dekat dengan patung phoenix yang dimana kepala burung phoenix itu terdapat sebuah mahkota raja yang sama persis dengan lambang sekolah kami. Beliau memulai pidato panjangnya, mengucapkan selamat datang pada murid – murid baru yang sedang berbaris di depannya, memberikan petuah semangat untuk kami semua, memperingati murid murid nakal yang sangat ia hapal pada semester lalu membuat onar agar tidak mengulangi kesalahannya lagi pada semester ini dan kedepannya, dan lain sebagainya yang sudah mulai malas untuk aku dengarkan. Aku sendiri mulai mengedarkan pandanganku pada seluruh murid baru yang berbaris di tengah aula, bisa kulihat wajah mereka sudah benar-benar bosan mendengarkan pidato panjang kepala sekolah hahaha, dan dari ratusan murid baru didepan sana, akhirnya aku temukan juga kedua adik kembarku! Junhoe dan Jennie!

“jadi, aku harap kalian bisa berbaur dengan teman kalian yang lainnya. meskipun ras kalian berbeda, kekuatan kalian berbeda, kalian harus bisa saling menghormati dan menyayangi teman kalian. Sekali lagi aku ucapkan… welcome to Cove Crown kids!” akhir dari pidato panjang kepala sekolah sebelum ia turun dari podium dan pergi meninggalkan aula bersama para guru. Barisan murid – murid baru mulai berantakan, mereka meninggalkan tengah aula dan berlarian menuju pintu keluar setelah mereka yakin kalau kepala sekolah dan para guru sudah berada jauh dari aula.

Aku menghela nafas lega dan meregangkan otot ototku yang terasa pegal hampir satu jam duduk. Tempat duduk yang tadinya penuh sudah mulai kosong, anak-anak sudah pergi keluar aula, hanya ada beberapa yang berada di dalam dan termasuk para panitia acara ini. bisa aku lihat Yinghan kewalahan mengatur anak anak tahun pertama yang dengan seenaknya berhamburan keluar aula seperti kelereng yang tumpah dari dalam kaleng. Aku tertawa geli bersama Yue sambil berjalan meninggalkan tempat duduk kami.

“ Alice nuna!”

“ Alice eonni!”

Ya ya! Aku mendengar dua suara yang memanggilku tadi. Segera saja aku menolehkan kepalaku ke sumber suara dan benar saja, mataku menangkap seorang anak perempuan dan seorang anak laki laki tengah berlari kecil menghampiriku.

“Jun! Jennie!” pekikku senang ketika melihat adik kembarku. Sontak saja murid-murid yang masih tersisa di dalam aula memandangi kami bertiga. Ah sial! Aku lupa kalau masih ada yang lainnya di sini. Mereka menatap kami dengan mata yang sudah sangat bisa aku artikan. Tatapan yang ‘oh ini dia si kembar keluarga Kwon yang jadi perbincangan belakangan ini’ dan aku yakin setelah ini nanti pasti mereka akan menyebarkan ke seluruh penjuru Cove Crown! Errghh!

“aahh ini dia Kwon Twin? Benarkan?” Yue menyeruak diantara kami bertiga, ia berdiri di depan kedua adikku, memandangi mereka sambil sesekali mendengus. Bisa kulihat dari sini kalau kedua adikku berusaha mati matian menahan aroma khas serigala yang muncul dari tubuh Yue. “aku pikir Jennie akan sangat mirip denganmu, El. Nyatanya tidak begitu mirip seperti bayanganku, dan hei!” kali ini dia menatap Jun “ahh, ya mungkin wajahmu dia terlihat konyol seperti Bobby atau menjengkelkan seperti Hanbin” Yue mengusak rambut si kembar dan langsung saja mereka tepis kemudian memberikan tatapan tidak suka pada Yue. Kalau saja ini bukan di sekolah aku sudah sangat yakin mereka akan menyerang Yue habis habisan karena dengan seenak ekornya Yue menyentuh kepala si kembar. Sebuah perlakuan yang sangat mereka benci. Ya bukan hanya mereka saja, nyatanya aku dan kedua kakakku juga sangat tidak suka jika ada orang yang menyentuh bahkan mengusak rambut kami. Bahkan jika orang itu adalah orang tua kami sendiri.

“hei hei tenang kids! Dia temanku, jangan berfikir untuk menyerangnya oke?” aku memperingati mereka berdua sebelum mereka benar-benar akan menyerang Yue nantinya. Kemudian mereka mengangguk dan kembali ke barisan setelah Kyungsoo, salah satu dari panitia penyambutan murid baru memanggil mereka berdua.

“nah yang itu baru benar-benar mirip denganmu. Sangat! Ahahaha dan juga ekspresi wajah mereka yang act like really don’t care with everything. Really Kwon!” kembali Yue tertawa terbahak bahak sambil berjalan mendahuluiku keluar aula. Aku hanya diam tidak peduli dengan celotehannya tadi dan lanjut berjalan mengikutinya.

“huh!! Baru kali ini aku merasakan yang namanya lelah! Sungguh lebih baik latihan bertarung dengan Mr. Kim seharian penuh daripada harus mengurusi acara ini dan mengawasi ratusan murid baru!”

Gadis cantik dengan rambut coklat disebelahku langsung saja mengomel sesaat setelah membanting bokongnya ke bangku disebelahku untuk duduk. Rambutnya sedikit acak acakan, wajahnya lusuh meskipun tidak mengurangi kecantikannya.

“salahmu sendiri mau maunya bergabung dalam anggota kedisiplinan sekolah” gadis werewolf yang duduk didepanku mencibir tanpa mengalihkan pandangannya dari nampan berisi makanan miliknya.

“biasanya tidak semelelahkan ini! sungguh!”

“oh astaga Yinghan! Kau terlihat seperti baby sitter amatir di hari pertamanya kerja. Jadi anak anak mana yang membuatmu kewalahan nona malaikat?”

“semua! Semuanya membuatku gila!” Yinghan benar-benar frustasi kali ini, ia menenggak habis air mineral dalam botol yang ia bawa tadi dan menghempaskan nafasnya kasar. Aku dan Yue hanya saling pandang kemudian tertawa terbahak bahak melihat tingkah gadis berdarah malaikat disampingku. ini dia yang membuatku tidak suka dengan kepengurusan macam begini.

Aku membasuh kedua wajahku dengan air dingin, membersihkan wajah sebelum pergi tidur sudah menjadi rutinitasku. Ugh! Benar-benar sangat manusia! Aku memang tinggal di pusat keramaian kota Seoul sejak lahir, kedua orang tuaku memilih tinggal disana, membaur bersama manusia, bekerja dan membangun usaha di dunia manusia. Itu juga yang menyebabkan beberapa kebiasaanku sangat manusia.

Lama aku menatap pantulan diriku di cermin. Bisa aku lihat sesosok gadis dengan rambut hitam legam sedikit berombak terurai sampai pinggang. hidungnya yang bangir. matanya yang bulat berbeda dengan mata orang Korea kebanyakan, mata yang selalu mengintimidasi orang yang ia lihat, mata yang memancarkan tatapan merendahkan siapa saja yang ia lihat melalui lensa mata itu. wajah yang orang – orang bilang wajah itu cantik, namun selalu memperlihatkan keangkuhan, dan kulitnya yang begitu pucat bahkan lebih pucat dari kertas. Benar-benar penampilan yang membuat orang sudah mengetahui siapa dirinya tanpa ia mengenalkan dirinya terlebih dahulu. Sangat tipikal keluarga Kwon.

Aku mendesah kasar ketika mengingat apa yang aku dapatkan dari takdir yang terlahir sebagai seorang Kwon Alice. Membuat aku begitu tidak disukai kebanyakan teman teman perempua sejak dulu, karena mereka menganggapku sebagai penggoda para lelaki. Oh! Asal mereka tau saja kalau tidak ada niatan sedikitpun dari dasar hatiku untuk menggoda para lelaki. Demi apapun! Salahkan wajah cantik yang aku miliki dan tubuhnya yang sempurna khas gadis keturunan vampir pada umumnya. Dan takdir juga membuatku mendapat tatapan kebencian karena sifat diriku yang terkadang begitu arogan.

“cih! Siapa mereka berani mengomentari hidukpu!” aku mendecih sebal sambil menyunggingkan senyuman miring. Menatap lekat wajahku yang masih basah karena air.

Tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan kehadiran sesosok gadis yang amat sangat mirip denganku secara fisik! Demi apapun makhluk iblis yang berada di langit maupun di bumi! Dia benar-benar mirip denganku! Aku membelalakkan mataku kaget, gadis itu berdiri disampingku.

‘dia lagi’ batinku. Setelah berbulan bulan dia tidak menampakkan dirinya kini ia kembali. Masih seperti pertama kali aku melihatnya, ia tersenyum sedih menatapku melalui kaca, mulutnya selalu berusaha terbuka untuk mengucapkan sesuatu tapi lagi-lagi ia gagal.

“kau lagi huh? Ckk! Aku sudah tidak takut lagi padamu seperti dulu dulu” segera aku mengambil handuk dan membasuh wajahku kasar, kemudian berjalan santai keluar kamar mandi dengan sedikit membanting pintu kamar mandi.

Dia yang dulu pertama kali aku lihat ketika aku duduk di kelas 1 junior high school. Aku masih sekolah di sekolah biasa bersama para manusia.

Saat itu aku sedang membasuh kedua tanganku di wastafel toilet setelah buang air kecil. Seperti sudah kebiasaanku jika melihat cermin aku selalu berlama lama menatap pantulan diriku pada benda itu. Tapi siang itu berbeda, siang itu awal dari ketakutanku. Rasa takut yg tidak pernah muncul selama hidupku.

Aku melihat sosok gadis yg begitu mirip denganku. Mata, hidung, bibir, dagu, rambut, bahkan tinggi kami juga sama! Hanya bedanya dia tidak mengenakan seragam sepertiku sekarang, ia mengenakan dress berwarna putih gading yang sudah lusuh. Matanya menatapku sedih, bibirnya terbuka seperti berusaha untuk mengucapkan sesuatu. aku membelalakkan mataku kaget, segera aku menolehkan kepalaku ke kanan, tapi gadis itu menghilang! Ia tidak ada! Aku berputar melihat sekeliling toilet mungkin saja dia sudah berpindah tetapi nihil, aku tidak menemukan siapapun disini. Karena memang aku juga tidak merasakan adanya aura manusia atau makhluk lain di dalam toilet sejak aku masuk tadi. aku benar benar bingung. Jelas sekali tadi dia berdiri di sampingku. Apa aku berhalusinasi?

Kembali aku menatap cermin dan… ada lagi! Gadis itu kembali lagi! Oh sial apa apaan ini?! Lagi dengan cepat aku mengedarkan pandanganku ke samping sebelum ia berhasil pergi menghilang seperti tadi tapi apa yangg aku dapat? Lagi-lagi ia tidak ada! Aku mulai pening dan panik dengan keadaan yang aku alami ketika aku menatap cermin kembali dan gadis itu bisa aku lihat lagi. Menatap cermin, menoleh ke samping, begitu terus yg aku lakukan berusaha meyakinkan diri bahwa ini bukan halusinasi. Bahwa ia memang tidak pernah berada di sampingku tapi ia terlihat didalam cermin seperti berada di sampingku. Oh sungguh, mungkin aku satu satunya vampir yang takut pada hantu.

“Siapa kau?!” Teriakku kasar padanya tapi bukan jawaban yang aku dapat hanya hening yg aku rasakan, ia mulai menangis, tak pernah lepas menatapku dengan bibirnya yang terus berusaha mengatakan sesuatu tp tidak pernah bisa keluar.

Aku semakin frustasi melihatnya, segera saja aku berlari keluar toilet sebelum aku benar-benar jadi gila dan menghancurkan gedung sekolah dengan seluruh kekuatanku.

Sejak saat itu, aku lagi-lagi selalu melihatnya, ia terus muncul tak hanya dari dalam cermin, tapi dari jendela, pantulan diriku di genangan air, dan benda benda lainnya yang bisa memunculkan refleksi atau pantulan. Aku rasa aku hampir gila seperti dihantui sesuatu. Hingga akhirnya aku mengadu pada mommyku. Ia begitu kaget dan terlihat ada ketakutan dimatanya. Baru kali ini aku melihat ketakutan dalam dirinya. Aku tau mommy wanita kuat, pemberani dan hebat, dia bisa mengalahkan sekawanan vampir liar sendirian. Tapi kali ini, aku melihat ia ketakutan walau ia berusaha menutupi ketakutan itu.

Dan membawaku pada daddy yang kemudian daddy memperingatiku untuk tidak usah takut padanya, segera pergi jika aku melihatnya muncul lagi, dan jangan mengajaknya berbicara. Aku mengangguk menuruti apa kata daddy. Mati matian aku menahan rasa takut tiap kali aku bercermin atau kedapatan tidak sengaja melihat kearah jendela dan kemudian gadis yg mirip denganku itu muncul lagi dan lagi. Sampai akhirnya saat aku masuk cove crown aku sudah jarang melihatnya menampakkan dirinya lagi. Hingga benar-benar tidak menampakkan dirinya setelah natal tahun lalu.

Dan semalam? Ia kembali. Kembali menemuiku di cermin. Kembali dengan keadaannya yang masih sama ketika aku pertama kali melihatnya. Hanya saja kali ini aku tidak menatapnya dengan penuh rasa takut. Aku sudah memupuk keberanian bertahun tahun sejak ia muncul di cermin toilet sekolah waktu itu. Bobby bilang padaku untuk melepaskan energiku saja ketika ia muncul agar ia segera pergi tapi semalam tidak aku lakukan. Memang tidak pernah aku lakukan karena entah kenapa dari dalam diriku seperti tidak tega membuatnya terluka dengan lecutan energi yg aku keluarkan.

“kau tahu kabarnya tahun ini Mr. Shim sudah tidak mengajar di Cove Crown lagi kan?” ucap laki laki bertubuh jangkung yang duduk tepat di belakangku.

“iya aku dengar itu dari Kyungsoo dua hari yang lalu. Sangat disayangkan saja Cove Crown kehilangan pengajar sehebat dia. aku selalu suka setiap kali berada di kelas pertahanan karena dia selalu membuat suasana kelas menjadi nyaman dan tidak membosankan sama sekali” laki-laki yang duduk di sebelahnya menanggapi ucapan teman jangkungnya tadi

“yang membuatku penasaran adalah siapa penggantinya…”

Aku mendengar obrolan mereka soal salah satu guru yang dulu pernah mengajar di sekolah ini. saat aku memulai tahun pertamaku di Cove Crown dia menjadi guru di kelas pertahanan. Kelas bertarung semacam itulah. Dan memang sudah sejak angkatan sebelum Bobby juga dia menjabat sebagai guru untuk kelas pertahanan.

Kali ini kami sedang berada di tanah lapang belakang kastil sekolah. Sebuah lapangan arena untuk latihan bertarung. Lapangan luas dimana ada bangku-bangku bertingkat di pinggir lapangan, untuk tempat duduk para murid selama mendengarkan penjelasan dari guru dan menonton teman mereka yang sedang berduel. Lapangan arena lebih sering digunakan untuk kelas pertahanan, karena kelas ini membutuhkan tempat terbuka agar para murid bisa leluasa mengeluarkan kekuatan mereka ketika kelas berlangsung. Terlalu berbahaya jika kelas pertahanan berada di sebuah ruangan tertutup seperti kelas-kelas lainnya. akan sering dilakukan renovasi pasti nanti.

Obrolan dua laki-laki di belakangku tadi terhenti ketika dengan tiba-tiba sesuatu terlihat melesat dari langit, menghantam tanah lapang yang berada di depan kami semua dengan keras.

BUGGH!!

Otomatis semua perhatian menuju pada asal suara tersebut, yang tadinya suasana begitu ramai dan bising kini menjadi diam, yang aku dengar hanya suara gesekan daun pepohonan yang terkena angin akibat jatuhnya sesuatu tadi.

“oh ayolah! Ini tidak lucu Mr. Kim!” seru Yue dari belakang sana, yang entah aku tidak tau kapan dia sudah ada disini, padahal sejak tadi aku sama sekali belum melihatnya.

Bekas debu yang menguak akibat dentuman tadi pada tanah mulai menghilang, bisa aku lihat dari sini sosok laki-laki muda dengan tubuh tegap tinggi sedang berdiri menghadap kami, terenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang begitu rapi dan bersih. Uh sial. Aku akui dia tampan dengan senyumannya yang seperti itu. Sekilas aku bisa mendengar pekikan yang lebih terdengar seperti tercekat dari beberapa gadis elf dan malaikat di sebelah kiriku. Dan… aku baru sadar terdapat sayap dengan bulu-bulu putih bersih dipunggungnya sedang terbentang dengan indahnya. Malaikat rupanya.

“Hehe… maaf anak-anak! Dan halo? Selamat pagi kalian semua! Aku Kim Jongsuk, guru kelas pertahanan kalian yang baru” ucapnya lantang. Suaranya menyeru keseluruh lapangan.

Sial! Guru baru rupanya. Tapi oh sungguh melihat bagaimana dia datang ke tempat ini memang sangat berlebihan, kalau saja dia tidak tampan aku tidak akan pernah mau menatap hormat padanya lagi.

“jadi kita mulai saja ya. Tidak ada perkenalan terlebih dahulu seperti para murid tahun pertama karena aku yakin kalian sudah sangat mengenal semua anak yang berada disini sekarang” dia menepuk celana hitamnya dari beberapa debu yang tertinggal, kemudian berjalan mendekati kami. “bagaimana kalau kita pemanasan saja dulu? Mungkin saja selama liburan kalian sama sekali tidak pernah latihan? Malah tidur-tiduran didepan tv sambil memakan snack?” ia tersenyum geli, matanya menyapu kami satu persatu, berusaha mengenali wajah kami dan mungkin menelisik tentang kami dengan kemampuan malaikatnya. Pastinya setelah ini ia akan tahu siapa nama kami tanpa perlu bertanya terlebih dahulu.

“benar begitu bukan Park Chanyeol? Sekarang cepat pergi ke tengah arena dan tunjukkan pada teman-temanmu sampai sejauh mana kekuatan yang kau dapat setelah melalui tahun pertama kemarin?” mata Mr. Kim menatap lurus kearah belakangku. Laki-laki jangkung yang duduk dibelakangku, laki-laki jangkung yang tadi bersamanya temannya membiacarakan soal Mr. Shim. Park Chanyeol, tanpa ragu dia berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan menuju tengah arena.

“kau tahu saja Mr. Kim, kalau kerjaanku selama liburan hanya menonton film dan makan snack” Chanyeol tersenyum lebar seperti biasanya sambil membungkukkan badannya pada Mr. Kim dan kembali berjalan ke tengah arena.

Laki-laki jangkung dengan rambut abu-abu dan senyum lebar yang kini tengah berdiri di tengah sana adalah Park Chanyeol. Vampir paling gila yang pernah aku temui setelah kakakku sendiri, Bobby. Siapa yang tidak mengenal Park Chanyeol? Aku berani taruhan kalau seluruh tumbuhan dan serangga paling kecil yang ada di lingkungan Cove Crown pasti tau siapa Park Chanyeol. Dia idola di Cove Crown. Bisa membuat gadis gadis dari berbagai ras yang berada di Cove Crown rela berduel sampai mati demi Chanyeol. Tapi dimataku tak ada yang spesial darinya, kecuali kenyataan kalau aku terkadang juga ikut tertawa geli jika mendengar celotehannya dan aku memuja kekuatannya.

Whuuss~

Seketika aku bisa merasakan udara disekitar terasa sangat panas, bahkan lebih panas dari udara saat musim panas sekalipun. Detik berikutnya aku mendengar suara burung memekik semakin lama semakin mendekat diikuti dengan suhu yang teasa semakin meningkat.

“halo Pho!” ditengah sana Chanyeol merentangkan tangannya lebar seperti sedang menyambut teman lama yang sudah bertahun tahun tidak bertemu, dan itu dia… api besar berukuran setengah dari lapangan arena ini terbang mendekati Chanyeol. Kalau aku perhatikan api itu terlihat membentuk seperti seekor burung, ah bukan! Memang benar-benar burung!itu burung phoenix sama seperti patung yang ada disamping podium tempat kepala sekolah berpidato biasanya. tubuh burung itu seluruhnya adalah api. Entahlah aku tidak tau itu burung yang terbuat dari api atau hanya api biasa tetapi membentuk seekor burung.

Ini tadi mengapa aku mengatakan kalau aku mengagumi kekuatan Chanyeol. Dia vampir yang dapat mengendalikan api, mengeluarkan api dari tubuhnya, vampir yang tidak akan mati biarpun tubuhnya terbakar api. Tapi tunggu dulu… apa tadi? Dia memanggil burung apinya tadi dengan sebutan apa? Pho?! Yang benar saja Park Chanyeol bodoh! Apa tidak ada panggilan lebih keren lagi dari itu untuk seekor burung api?!

Mataku tidak bisa lepas dari burung cantik yang terbuat dari api itu, burung itu terus terbang mengelilingi chanyeol, membuat udara di sekitar kami menjadi sangat-sangat panas dari yang sudah sudah. Kemudian Chanyeol mengangkat tangannya keatas, burung itu terbang tinggi keatas kemudian berhenti tepat diatas kepalanya dan detik berikutnya burung api tersebut menukik tajam terbang kebawah menuju Chanyeol, menghempaskan tubuh apinya ke kepala Chanyeol dan membuat api itu hancur melebur membakar tubuhnya.

Seketika riuh terdengar dari teman-teman sekelasku, aku hanya bisa membelalakkan mata melihat Chanyeol bermandikan api. Tidak lama setelahnya, api api disekujur tubuh Chanyeol mulai melepaskan dirinya dari tubuh Chanyeol, menguar keudara kembali membentuk sosok lain. Kali ini bukan burung ataupun binatang lainnya. tapi itu Chanyeol! Ya api itu membentuk seperti Chanyeol, seolah sedang berdiri disampingnya. Mereka terlihat seperti anak kembar.

Mr. Kim bertepuk tangan bangga padanya diikuti sorakan kagum dari anak-anak lain, walaupun sayup aku dengar ada beberapa yang mencibirnya dengan mengatainya sebagai vampir idiot yang sombong. Bisa aku tebak itu pasti para werewolf jantan. Yah tau sendiri bagaimana kaum kami, vampir dulunya begitu bermusuhan dengan para werewolf. Kami saling membenci, mungkin perasaan itu masih ada sampai saat ini meskipun nyatanya berratus-ratus tahun yang lalu sudah ada perjanjian dari dua kaum itu untuk tidak saling membenci dan menyerang lagi.

“luar biasa Park! Aku fikir kau akan memecah api tadi kearah teman-temanmu karena itu pasti akan jadi hal yang lebih menarik pastinya hahahaha!” mr. Kim tertawa aneh dan kembali diam seketika. Seenaknya saja dia! mau melihat kami bermandikan api hah?!

Ia memutar badannya kembali menghadap kearah kami, matanya menguar mencari satu murid lagi yang akan ia minta untuk melakukan pemanasan. “ahh… aku tau nagamu bisa mengeluarkan api juga kan Kwon Alice?” guru tampan itu tersenyum ketika matanya bertemu dengan mataku, entah kenapa senyumnya reda digantikan tatapan kaget, bingung entahlah seolah dia menemukan sesuatu yang mengerikan setelah melihatku. Aku belum beranjak dari tempatku hingga Yinghan menyikut pinggulku memperingatiku untuk segera ke tengah arena bergabung bersama Chanyeol.

“berduel dengan Chanyeol begitu?” bertanya maksud dari ucapan Mr. Kim sambil berjalan mendekatinya. Guru itu masih saja memperhatikan aku begitu lekat, dan aku yakin kedua matanya belum berkedip sama sekali sejak tadi. “sorry, Mr. Kim?” panggilanku kemudian menyadarkannya lalu dia mengangguk pelan.

“ya, pemanasan. Terserah kau mau berduel dengan Chanyeol atau buat pertunjukkan yang lebih hebat darinya”

Tanpa menjawab aku hanya menganggukan kepalaku singkat dan segera berjalan mendekati Chanyeol sambil merentangkan tangan kananku. Seekor naga besar berwarna merah darah dengan dua tanduk cantik di kepalanya, matanya orange menyala keluar dari telapak tangan kananku. Meliukkan tubuhnya, meregangkan ototnya sebelum naga itu menguar terbang menjauh, mengelilingi Cove Crown, mengaum menyuarakan kebebasannya.

Bisa aku lihat Chanyeol membulatkan kedua bola matanya mengawasi gerak gerik nagaku. Aku dengar dalam pikirannya penuh pertanyaan bagaimana bisa naga itu keluar dari telapak tanganku hahaha.

Setelah berdiri lumayan jauh di samping api yang membentuk diri Chanyeol, aku mengibaskan tangan kananku lalu mendapati naga merah kesayanganku kembali mendekat, terbang rendah hinggi berhenti didepanku, ia menundukkan kepalanya rendah memberi salam padaku.

“siapa nama burung apimu tadi? Pho? Cih! Kasian sekali hewan sebagus itu mendapatkan nama yang amat menyedihkan” aku melirik Chanyeol, menatap jijik pada kobaran api yang sudah berkumpul lagi di tangan kirinya.

“memang nagamu bisa apa hah?! Mengeluarkan api? Aku bisa mengeluarkan api sendiri tanpa harus buang waktu memanggil makhluk bertanduk itu dulu!”

Tanpa menghiraukan ucapannya seger saja aku menjentikkan jariku membuat naga merah itu mengepakkan sayapnya mengangkat kepalanya keatas menatap langit kemudian tubuhnya meledak, hancur menjadi ribuan naga kecil seukuran buah apel, terbang berpencar seperti sekelompok burung yang menyebar saat sarangnya terganggu. Mereka terbang berpencar, sebagian terbang menuju barisan teman –teman sekelasku, membuat ricuh keadaan, para elf sudah terbang menjauh sebelum bayi-bayi nagaku menyentuh mereka, para malaikat memunculkan sayapnya dan membuat sayap super besar mereka membungkus tubuh mereka melindungi diri mereka dari kepakan sayap bayi-bayi nagaku yang nakal. Dan lainnya? aku bisa lihat para werewolf mulai menggeram kesal dan teman teman dari ras yang sama denganku, para vampir mengibaskan tangan mereka begitu cepat untuk mengusir bayi-bayi naga itu.

Perutku geli meliha betapa ribut dan kacaunya mereka, dan kau tau apa yang dilakukan Mr. Kim? Dia hanya terkekeh geli diam di tempatnya.

“cukup Alice, cukup. Kelasku bisa berantakan jika kau teruskan” ucapnya kemudian sambil berjengit kecil kaget melihat satu bayi naga menghampirinya tiba-tiba hampir menabrak lengannya.

Lagi-lagi aku hanya mengangguk singkat diikuti kembalinya bayi-bayi naga. Mereka terbang mendekat padaku sambil menyemburkan api besar dari dalam mulut mereka. api-api yang dimuntahkan oleh mereka berkumpul menjadi satu, semakin besar hingga membakar diri mereka sendiri, membuat mereka lenyap termakan api yang mereka hasilkan. Tak lama naga merah kesayanganku tadi kembali muncul keluar dari kobaran api. Terbang dan mendarat tepat didepanku. Senyum puas terkembang diwajahku ketika mendengar tepukan tangan begitu keras dari Mr. Kim.

“kalian berdua bisa mendinginkan diri kalian di tempat duduk kalian lagi”

Setelah kembali ke tempat duduk, Yinghan langsung saja berceloteh tentang apa yang barusan aku lakukan. Kelas kembali berjalann hingga semua mendapat giliran satu persatu. Aku lihat mereka semua sudah lebih kuat daripada di tahun pertama. Lebih menunjukkan siapa diri mereka yang sebenarnya, kekuatan mereka bertambah begitu cepat. Yi nghan juga berkembang begitu pesat dari terakhir kali aku melihatnya saat ujian akhir sebelum liburan musim panas. Saat itu warna sayapnya masih putih bersih, tapi aku tidak tau kenapa kali ini sayapnya mulai memperlihatkan garis garis warna ungu muda pada ujung bulu – bulu sayapnya. Cantik. Yinghan selalu terlihat sangat cantik ketika ia memperlihatkan sayapnya.

Hingga akhir kelas Mr. Kim mengatakan bahwa kami sudah bisa dijadikan sebagai pasukan perang.

Cih! Asal guru baru itu tau, kami sesungguhnya bukan hanya pasukan perang, tapi sekumpulan algojo!

 

-TBC-

 

Sehun belum muncul di chapter ini, tunggu chapter selanjutnya ya! ^_^



Love Story of Nappeun Namja (Chapter 3)

$
0
0

love story of nappeun namja(1)

Judul                          :           Love Story of Nappeun Namja (chapter 2)

Author                        :           Hanhan

Genre                         :           School life, Romance, Etc.

Length                        :           Multi chapter

Rating                         :           Teen

Main cast                    :           Oh Hye Ra, Kim Jong In / Kai

Additional cast          :           EXO member

Disclaimer                  :           STORYLINE IS MINE.

Ruang latihan dance benar-benar penuh oleh murid kelas 3. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di sana untuk latihan. Tentu saja, ini disuruh oleh guru-guru mereka untuk mempersiapkan ujian praktek menari. Para guru memberi waktu dua jam untuk latihan di ruang dance.

Beberapa siswa terlihat tidak antusias akan ujian ini, lagi-lagi penyebab utamanya ya karena mendapat partner yang tidak cocok.

Tiba-tiba suasana hiruk pikuk ruang latihan dance berubah menjadi sedikit tenang karena kehadiran WOLF. Ya, mereka memang selalu jadi perhatian murid satu sekolah. Mereka rajanya dalam persoalan menari. Kesembilan lelaki itu punya nilai plus masing-masing dalam bidang kesenian. Eh tunggu dulu, kelihatannya hanya delapan orang saja yang terlihat. Kai? Benar! Dia tidak ikut serta dengan teman-temannya. Kemana dia? Entahlah, semua murid tidak bisa mencampuri atau bahkan ingin tahu tentang urusan pribadi Kai dan anggota WOLF lainnya.

Mereka langsung berpisah, mencari partner mereka di ruang latihan dance. Bagusnya, semua anggota WOLF mendapat pasangan gadis yang tidak agresif menggilai mereka.

Semua sibuk. Beberapa dari mereka sibuk latihan, sebagiannya lagi sibuk mencaci partner anggota WOLF. Mereka pasti akan memojokkan atau bahkan membully partner WOLF. Berlebihan? Kenyataannya begitulah mereka. WOLF belum debut menjadi artis saja, penggemarnya sudah segila itu, bagaimana nanti saat mereka debut? Entahlah.

Jarak Sehun dan Kyungsoo paling berdekatan dari pada anggota WOLF lainnya yang bahkan sudah tak terlihat, tertutup oleh keramaian ruang latihan. Memang, ruang latihan SOPA sangat-sangat luas hingga mampu menampung semua murid kelas 3.

“Kyungsoo, mengapa Kai belum terlihat?” Sehun merapikan kaosnya. Kyungsoo sedari tadi asyik latihan dengan partner-nya yang bernama Shinmin, seorang gadis yang cukup terkenal pintar namun tidak banyak bicara.

“Nanti dia juga akan datang. Kan dia bilang, akan menyusul,” Sehun termanggut-manggut.

“Sehun-ssi, aku ke kantin dulu ya.” Ujar seorang gadis bernama Jinri, partner dance-nya. Jinri merupakan ketua ekskul singing club.

“Ne…” Jinri pun pergi meninggalkan Sehun di ruang latihan.

Kai POV

Aku berniat menemui Hyera di ruang kelasnya untuk pergi ke ruang latihan bersama. Sebelumnya, WOLF mengajakku bareng namun aku menolak karena aku ingin bertemu dengan Hyera.

Di tengah lorong kelas, aku dibuat kesal oleh Minhyuk. Kalian tahu apa? Dia menggandeng tangan Hyera! Entah mengapa aku kesal melihat tingkahnya itu. Mungkin aku merasa bahwa kini Hyera menjadi mangsaku dan Minhyuk merebutnya. Aneh, tapi itulah yang kurasakan sekarang.

Dengan cepat kuhampiri mereka. Aku langsung menarik pergelangan tangan Hyera yang satunya lagi, berusaha merebut Hyera agar mendekat denganku.

“Igeo mwoya??? Kai lepaskan! Sakit!” Hyera mencoba melepaskan pergelangan tangannya dari genggamanku.

“Kai! Dia kesakitan!!!” Cih, berani sekali Minhyuk membentakku.

Aku mendengus. “Ayo! Kita ke ruang latihan bersama…” Aku langsung merebut Hyera dan berhasil membawanya pergi.

Beruntung Minhyuk tidak melawanku. Kalau dia berani melawanku, akan kubuat wajahnya babak belur.

“Kai, lepaskan dulu tanganku… aku bisa jalan sendiri,” Hyera mengeluh di tengah lorong kelas.

“Ne, chagi…” godaku. Ia menatapku sinis, tapi demi apa pun dia terlihat sangat manis jika seperti itu.

Aku melepaskan peegelangan tangannya. Ruang latihan dance sudah dekat dengan kami. Perlahan kita berdua sampai. Dan aku sudah bisa menebaknya, bahwa murid-murid itu akan ramai melihat kehadiranku bersama Hyera.

Kai POV end!

“Sehun-ah! Itu dia Kai…” Kyungsoo memanggil Sehun.

Tanpa menyahuti Kyungsoo, Sehun langsung menoleh ke arah Kai dan Hyera yang berada jauh dari mereka.

“Aigoo.. Kai oppa! Apa itu partner-nya?”

“Wajah gadis itu benar-benar ingin kuhajar,”

“Hyera, dia teman sekelasku. Tapi dia tidak terkenal…”

Yeoja-yeoja itu memberikan respon negatif pada Hyera. Terlihat jelas, mereka sangat tak suka atau cenderung membenci gadis itu. Hyera yang dulu tak dikenal, kini menjadi terkenal karena seorang Kai.

“Kita ambil tempat di sebelah sana saja…” Ucap Kai pada Hyera, menunjuk bagian paling pojok yang tidak seramai bagian lainnya.

Hyera hanya menurut. Gadis itu mengekori Kai dari belakang.

Mereka sampai di tempat yang mereka tuju. Kai mulai mengeluarkan ponsel canggihnya dan memberikan langsung pada Hyera.

Hyera keheranan. “Untuk apa?”

“Lihat video itu, dan pelajari sebentar. Nanti akan kita praktekkan!” Tukasnya.

Jujur saja, Hyera sangat benci dengan gerakan yang ada pada tiap video tersebut. Apalagi harus melakukannya dengan Kai. Benar-benar kesal.

Hyera terlihat mengulang-ulang video itu, memperhatikan dengan serius. Tapi lagi-lagi Kai menghilangkan konsentrasinya.

“Apa kau sudah siap? Ayo kita latihan!”

“Aku belum begitu hafal gerakannya. Jadi biarkan aku melihatnya lebih lama lagi…” Jawabnya.

“Kau hanya membuang waktu dengan mengulang-ulang video itu! Cepat berdiri! Akan kuajarkan…” perintah Kai.

Hyera masih tidak mau berdiri. “Ayo!” Seru Kai.

Gadis itu terdiam memandangi sebagian murid sekelilingnya yang sedang menatap sinis dirinya. Ia benar-benar tak menyukai suasana ini. Hyera menatap Kai ragu. Ia takut, takut melihat tatapan sinis dari para murid yeoja. Kai mengerti maksud dari raut wajah Hyera, ya, gadis itu sedang tak nyaman sekarang.

“Hei! Apa kalian tidak punya kesibukan lain selain memperhatikan kami?!! Uruslah kesibukan kalian masing-masing!!!” Bentak Kai pada semua murid yang sedang menatap sinis Hyera. Sontak semuanya terkejut dan langsung melanjutkan latihannya masing-masing.

Tenang. Suasana ruang latihan dance lebih tenang dari sebelumnya, dimana Kai belun membentak mereka seperti tadi.

Kai melipkan jarinya ke jari Hyera, mereka akan memulai gerakan awal. Kemudian Kai memegang pipi Hyera dengan kedua tangannya, wajahnya sedikit semakin dekat dengan Hyera.

DEG.

Gadis itu bahkan merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Kai menatapnya dengan tajam dan membuat wajah Hyera memerah seketika. Kemudian lelaki itu menarik kembali wajahnya menjauh dari Hyera, mengikuti irama musik dari ponselnya.

Hyera memutar balik tubuhnya dan menjatuhkan diri, Kai menangkap dan menahan tubuh Hyera dengan lengannya, seperti gerakan di video.

Kringggg… kringggg….

Sial, mengapa sudah bel saja?! Batin Kai.

“Kurasa, latihannya sudah cukup.” Hyera mengembalikan posisi tubuhnya dengan cepat seperti semula. Kai melihat wajah gadis itu memerah.

Tanpa mempedulikan Kai, Hyera dengan langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruang latihan dance.

“Omo! Wajahku mengapa panas sekali… ah pabo! Pasti Kai melihat wajahku yang merah ini,” Hyera menggerutu di tengah lorong kelas.

Ia masih menggunakan kaos latihan dan kini dirinya berada di loker untuk mengambil seragam sekolah.

Tiba-tiba saja, ada tiga orang gadis yang menghampirinya. Mereka bertiga adalah penggemar Kai, diantara salah satunya ada yang sampai mengaku bahwa ia berpacaran dengan Kai, Sojin.

Menurut kabar yang beredar, Kai sudah pernah meniduri Sojin. Tapi bukan Kai, jika tidak membuang gadis begitu saja. Ya, Sojin merupakan salah satu dari banyaknya yeoja yang pernah Kai tiduri dan dibuang begitu saja. Sampai saat ini, Sojin beranggapan bahwa Kai adalah miliknya.

Sojin, dan kedua temannya, eh tidak, mereka berdua lebih tepatnya pembantu Sojin, merupakan penggemar WOLF. Tapi hanya Sojin yang sampai tergila-gila dengan Kai. Bahkan saat pertama kali tidur dengan Kai, gadis itu merasa sangat bangga. Padahal Kai hanya menganggapnya sebagai permen karet yang habis manis dibuang begitu saja.

“Oh-Hye-Ra,” Sojin mengeja nama Hyera.

“Maaf?” Hyera sempat terkejut karena kedatangan Sojin.

“Kau jangan kegirangan dulu karena Kai menjadi partner-mu. Cuma memberitahu saja, Kai itu milikku…” Jawabnya dengan raut wajah sinis.

“Oh,” ujar Hyera, singkat. Ia mulai mengambil langkah sambil membawa seragamnya yang baru ia ambil dari loker.

“Berani-beraninya kau menjawab dengan remeh seperti itu!” Sojin langsung menarik rambut panjangnya hingga gadis itu meringis kesakitan.

“Hei!! Lepas!” Hyera balas menjambak Sojin.

“Minah, yoora! Cepat bawa dia!” Dengan segera, kedua temannya itu menyeret tangan Hyera dan membawanya ke suatu tempat. Yang pastinya, jauh dari keramaian.

Sementara itu Sojin memimpin di depan. Mereka bertiga sampai di suatu ruangan yang tak lain adalah gudang sekolah. Tempat yang begitu sepi dan gelap. Murid normal mana pun, tak mungkin ada yang berani masuk ke dalamnya.

Sojin membuka pintu gudang dengan kunci replika yang dibuatnya. Ia mendorong tubuh Hyera. Namun Hyera menahan tubuhnya agar tidak masuk ke dalam gudang tersebut.

“YA! Aku tidak mau masuk!” Teriak Hyera mulai menangis.

“Kau yang memulainya,” sahut Sojin.

“Aku tidak menyukai Kai, lagi pula dia-”

Minah dan Yoora langsung mendorong tubuh Hyera hingga terbentur meja di dalam gudang. Gadis itu meringis kesakitan. Lengannya memar. Liciknya, mereka bertiga langsung menutup pintu gudang dan menguncinya. Dari dalam terdengar teriakan Hyera yang menangis histeris. Namun mereka bertiga tidak menghiraukannya dan malah tertawa-tawa.

“Come on girls! Kita tinggalkan dia,” Sojin melempar kunci gudang entah ke arah mana.

Ketiganya meninggalkan Hyera yang menangis di gudang.

Gelap, sangat gelap di dalamnya. Gadis itu menangis ketakutan dalam gudang. Ia berteriak meminta tolong dan berharap agar seseorang bisa mendengar suaranya. Tapi kenyataannya, ruangan ini sangat jauh dari keramaian.

“Tolong aku…. kumohon….” Tangisannya pecah.
Siapa saja, ia harap bisa mengeluarkannya dari sini.

Tubuhnya lemas akibat menangis dan berteriak. Belum lagi luka memarnya akibat terbentur meja. Ia menekuk kakinya dan memeluk lututnya seraya menangis minta tolong.

Seketika ia ingat untuk menelpon Minhyuk, namun sialnya ia sedang tidak memegang ponsel. Ia meninggalkannya di tas.

Minhyuk sibuk mencari Hyera saat bel pulang sudah berbunyi. Ia tidak melihat Hyera sejak pagi tadi latihan dance. Bagaimana mungkin Hyera meninggalkan empat mata pelajaran di kelas. Apa ini ulah Kai? Dengan segera, Minhyuk menemui Kai di kelas 3-2.

Minhyuk melihat Kai dan teman-temannya keluar dari kelas. Ia langsung menghampiri Kai “Kai, dimana Hyera?!” Nada bicara Minhyuk meninggi.

“Mengapa menanyakanku? Bukankah kalian satu kelas?” Kai malah balik bertanya. Setidaknya Minhyuk tahu satu hal, Hyera menghilang bukan bersama Kai.

“Memangnya ada apa dengan Hyera?!” Kai mulai panik.

“Hyera menghilang. Sudah empat pelajaran tidak dia ikuti sejak latihan dance pagi tadi,” jelas Minhyuk.

“Benarkah?” Suho tak percaya.

Kai langsung mengambil langkah keluar dari kelasnya.

“Kau mau kemana?” Teriak Sehun dan membuat Kai berhenti.

“Mencarinya. Kau pikir, aku akan diam saja?” Kai melanjutkan langkahnya.

Teman-teman Kai juga berpencar, ikut mencari Hyera.

Semua kelas, ruangan, sudah Kai cari. Bahkan teman-temannya mengecek ulang tempat yang Kai cari. Tapi mereka tetap tidak menemukan Hyera di sana. Batin Kai tidak tenang. Ia yakin pasti sesuatu sedang terjadi pada diri Hyera.

Kai duduk beristirahat seorang diri di taman sekolah. Tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Hanya ada satu tempat yang belum ia kunjungi, namun apa mungkin Hyera ada di sana?

Hyera POV

Kumohon, seseorang tolonglah aku, siapa pun itu. Tubuhku sudah sangat lemas. Aku benar-benar takut berada di tempat ini.

Berkali-kali aku mencoba mendobraknya tapi tidak bisa. Apa yang bisa aku lakukan selain menangis dan berharap agar seseorang menemukanku.

Aku rindu Minhyuk. Kuharap dia bisa menemukanku. Tidak, bukan Minhyuk saja, siapa saja semoga bisa menemukanku. Bahkan lelaki yang kubenci, Kai, kuharap dia bisa menemukanku.

“Hyera!”

Mengapa benakku langsung terbayang-bayang wajah Kai, dan tiba-tiba saja suara Kai merasuki pikiranku.

“Hyera! Berteriaklah!” Tunggu! Ini memang suara Kai.

Dengan cepat, aku berteriak. “Kai…”

Hyera POV end!

Kai POV

Dengan penuh keyakinan, aku mencari Hyera di halaman belakang sekolah. Di sana terdapat gudang, satu-satunya tempat yang belum aku cek.

Aku berteriak memanggil namanya, namun tak ada sahutan. Kedua kalinya, aku berteriak lebih keras dan terdengar suara seorang gadis yang membuat hatiku tersayat.

“Kai…” tidak salah lagi, Hyera berada di dalam gudang itu. Tapi siapa yang berani menguncinya di sana. Orang gila mana yang meninggalkan dia di ruang menakutkan seperti itu.

Aku langsung mendobrak pintu gudang.

Kai POV end!

Tubuh Kai langsung lemas saat menemukan Hyera yang terduduk memeluk lututnya sambil menangis. Lelaki itu merasa hatinya hancur berkeping-keping melihat Hyera seperti itu.

“Kai…” lirih Hyera sambil menangis.

Kai langsung menghampiri Hyera dan memeluk gadis itu seerat mungkin. Kai juga memegang wajah Hyera dengan salah satu tangannya.

Hyera menangis di dada Kai. Tangannya meremas seragam yang menempel di punggung Kai dengan erat.

Gadis itu merasa nyaman memeluk Kai.
Hangat, hingga ia lupa siapa sebenarnya Kai itu.
Yang ia ingat, Kai menyelamatkan dirinya dari ketakutan. Gadis itu bahkan tidak mau melepas pelukannya dari Kai. Ia sudah terlalu nyaman seperti ini.

“Gwaenchanha… aku sudah datang dan ada di sini,” Kai menenangkan Hyera.

Hyera tetap menangis, menghiraukan Kai.

Untuk pertama kalinya Kai merasa ingin melindungi seorang gadis.

 

-to be continued…

 


Just

$
0
0

Untitled

Tittle                :’JUST ?? ‘

AUTHOR       : MELKIM 07

CAST              : – BOOM CHOI LEE
– XI LU HAN

RATE              : T

GENRE          : ROMANCE, HURT, SCHOOLLIFE

NOTE                         : TIDAK ADA UNSUR UNTUK MENJELEKKAN SESEORANG YANG        ADA DI FF ATAU PUN PEMBACA pacman emotikon

============

Aku gadis kelas 12 di SM Senior High School, nama ku Boom Choi Lee, gadis introvert yang selalu di kepang 2 dengan memakai kacamata. Aku selalu sibuk dengan buku ku sendiri bahkan aku juga selalu sibuk dengan tugas-tugas ku ataupun tugas teman-teman ku.

Orang bilangan aku pintar jadi semua teman-temanku bahkan menyuruhku mengerjakan tugasnya, hingga suatu hari saat aku selesai mengerjakan tugas di perpustakan aku mulai kembali ke kelas dengan membawa beberapa buku.

BUUUKKK…

” ehhh,,, mianhae ” ucap namja yang menabrak (?) ku sampai-sampai bukuku terjatuh di pangkuanku.
” gwaenchana,, ” ucapku

Omona o.o XI LUHAN , namja terpopuler di sekolah ini yang menabrakku sekaligus membantuku membereskan buku yang jatuh tadi dan dia adalah namja yang selama ini aku taksir (?).

”gomawo,,” ucapku saat menerima buku yang jatuh dari Luhan
” hmm,, ” hanya ber ‘hmm’ saja itu sudah membuatku senang.

Dia pun pergi berlari entah kemana dengan teman tiang listrik bin albinonya itu,, ya siapa lagi jika bukan Oh Sehun squint emotikon

Sepanjang jalan menuju kelas banyak murid yang membicarakan kejadian tadi dan aku hanya bisa menunduk dengan wajahku yang sepertinya memerah

Sesampainya dikelasku, ku taruh semua buku di masing masing tempat duduk pemilik buku. Setelah itu aku duduk dikursiku dengan terus menunduk melihat tanganku yang ku taruh diatas pahaku.

Omona o.o tangan ini,tangan ini,, arrrrrgghhhh,, tangan ini tadi di sentuh oleh Luhan, namja yang ku taksir, ralat, namja yang ku suka,ralat, namja yang ku cintai. Omona o.o pipiku pasti memerah.

¤¤¤

Kriiiiing,,,, (bel pulang berbunyi)
akupun membereskan barang barang ku dan mulai keluar dari kelas menuju gerbang sekolah.

” wae,,?” ucapku pada seseorang di sebrang telephone
”…”
”ne eomma, annyeong”

PIMM..Ku akhiri sambungannya.
Ya eomma tak bisa menjemputku seperti biasanya, akupun terpaksa menunggu di halte bus dekat sekolah ku.

” hufftt. Lama sekali ” gumam ku.

Aku pun duduk di halte dengan memeluk bukuku sambil sesekali membenarkan kacamataku.

” mau pulang bareng ? ” tanya seseorang yg tiba tiba berada di hadapan ku.

Omona. Mimpi apa aku semalam heum,,? Bisa bisanya namja ini menawarkan diri untuk pulang bersama ku ? Mengapa hari ini aku merasa sebagai hari spesial ?.

” hmm.. Tak tak usah ” ucapku ragu
” sudahlah ayo, hari mulai gelap, apa salahnya terima ajakanku ?”
” oh, baiklah”.

Aku pun menerima kesempatan emas ini . Kapan lagi coba aku bisa pulang bareng dengan Xi Luhan (smile emotikon)

¤¤¤
Saat Aku sampai di depan gerbang rumah ku, aku pun turun dari motor sport merah Luhan.

” gomawo Luhan-ssi ”
”jangan seformal itu ”
” hmm. Gomawo ”.

Setelah itu Luhan pun pergi dengan motornya, aku meperhatikannya sampai benar benar hilang dihadapan ku. Selanjutnya akupun masuk rumah dengan senyum yg mengembang di bibir ku.

” wae? ” tanya eomma saat aku melewati dapur.
” aniyo..” jawab ku masih tetap ceria
” tak seperti biasanya ”
” anakmu ini sedang__ arggghhhh (upset emotikon) , aku sangat senang eomma (smile emotikon) ” ucapku berbelit sambil menaiki tangga menuju kamar.

=======
Aku sangat terburu buru saat akan pergi ke sekolah.

” hei kau takkan sarapan,? ”
” nanti saja lah eomma, annyeong ”
” eh..eh..eh.. Kau tak kan diantar ? ”
” tak usah, aku bisa naik bus ”

Aku pun keluar rumah dan berlari kearah halte yg tak jauh dari rumah ku. Aku duduk di halte bus sambil menunggu bus datang.

Mungkin aku bisa di bilang gadis bodoh. Bagaimana tidak ? Aku malah berfikir jika kemarin Luhan mengantarkanku pulang berarti sekarang pasti Luhan akan menjemputku.

Aku memang bodoh, sangat bodoh. Mengharapkan sesuatu yg jelas tidak akan aku dapatkan.

Aku tersenyum miris saat memikirkan pikiran konyol ku itu.

Dan sekarang mungkin Tuhan sedang berkehendak. Dia mewujudkan pikiran bodoh bin konyol ku itu. Ya, Tuhan mewujudkan itu. Aku pikir ini hanya mimpi, tapi nyatanya ini SUNGGUHAN, sulit untuk dipercaya.

Luhan menjemputku. Luhan berhenti di halte tepat dihadapanku dengan motor sportnya itu serta senyumnya itu yg mengguncang isi hatiku.

Dengan ragu akupun naik ke motornya. Dan kami pun meninggalkan halte menuju sekolah.

¤¤¤

Saat masuk gerbang sekolah, banyak siswa-siswi yg membicarakan kami berdua.

Sepertinya hari ini aku dapat hadiah special dari Tuhan karena apa ? Karena Luhan mengantarkan aku sampai pintu kelas. Aish… Betapa senang nya aku ini.

” gomawo ”
” oh, ne. Boom-Choi-Lee (smile emotikon) ”

Dia menyebut namaku … Bahkan dia mengejanya gasp emotikon . Sepertinya pipiku ini memerah.

 

Selama aku belajar di sekolah ini, baru kali ini aku merasa bosan akan pelajaran. Otakku terus memutar kejadian saat aku dan Luhan bersama.

=======

Di mulai hari dimana aku di tabrak tak sengaja oleh Luhan saat membawa buku. Disitulah ceritaku dan ceritanya di mulai. Sejak saat itu aku selalu diantar jemput olehnya, tak lupa saat istirahat pun kami selalu bersama. Aku tidak tahu statusku saat ini, tapi ku dengar dari teman teman ku bahwa di SM Senior High School ini ada isu bahwa aku sedang berpacaran dengan namja populer itu. Banyak orang yg bertanya tentang itu padaku namun aku tak bisa menjawabnya. Banyak yg mendukungku dan lebih banyak yg iri padaku. (squint emotikon) .

Hingga suatu hari, dimana Luhan menghampiriku, berdiri di pintu kelasku, memanggilku. Keadaan kelas masih ramai. Aku merasa deg-degan saat berhadapan dengan Luhan saat ini. Ya jarak wajahku dengan wajahnya sangatlah dekat. Hanya tinggal beberapa cm lagi dan__

CHUU~

Ya, Luhan tiba-tiba mencium bibirku.
Teman sekelasku menjadi patung saat melihat kejadian live tadi. Sepertinya aku mendapat jackpot saat ini.

Saat Luhan mencium ku. Aku merasa antara kaget dan senang. Pasti pipiku saat ini memerah.

Oh Tuhan bagaimana ini ?

Patung patung kelas masih diam di tempatnya dengan pakaian yg super duper ketat serta sepaha. Dengan penampilan itu apakah mereka bisa bernafas ? Kasihan sekali orang tuanya yg kurang beruntung, tidak bisa membeli pakaian yg layak pada umumnya.

Setelah itu Luhan berlari cepat ke kelasnya, dan aku pun kembali ke tempat duduk ku. Aku masih mendapatkan tatapan -tatapan yg sulit diartikan yg diberi oleh patung patung tadi. Setidaknya aku bisa menghias kelas bosan ini dengan patung- patung itu (unsure emotikon) .

¤¤¤

Aku terus terbaring di kasur ku dengan memutar memori memori tentang kejadian tadi.

Aku senyum senyum tidak jelas malam ini, saat mengingat kejadian itu.

Apakah Luhan mencintaiku ?

Bagaimana mungkin Luhan mencintaiku ? Tapi mungkin juga kan, toh dia selalu mengantar jemputku serta istirahat bersama dan tadi, dia juga mencium ku ?
ENTAHLAH,,

=======
Mengapa hari ini dia tak menjemputku ?

Bus sudah datang, aku pun berniat naik bus saja.

” aku harap dia suka nasi goreng buatan ku ”

Saat aku memasuki koridor sekolah, aku mendengar isu bahwa Luhan tengah berpacaran dengan Kim Shin Young. Ya , dia adalah gadis cheerleader itu.

Lalu, aku kau anggap apa Luhan ?

Tak terasa air mata ku pun menetes, semua orang yg melihatku malah menertawakan ku.

” huh, gadis bodoh ”

” gadis tak tau malu ”

” apakah dia pantas menjadi seorang wanita jalang ? ”

”wanita jalang, habis dipakai lalu dibuang. Kasihan sekali dia ”

Apakah kata kata bejad itu untukku ?
Sebodoh itu kah aku ?

Saat memasuki kelas, banyak ocehan teman teman tentang ku. CUKUP TAHU. Tak perlu di dengar.

¤¤¤

Saat bel pulang, ocehan itu masih terdengar meskipun aku tak mau mendengarnya.

Aku harap isu itu hanya settingan orang yg iri pada ku saja.. Ya..

Dengan percaya diri akupun menghampiri Luhan ke kelasnya sebelum pulang. Berniat menanyakan sesuatu, entah apa itu.

” Luhan,,,mmmm,, mianhae aku mengganggu ”

Saat memasuki kelas aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Luhan sedang memojokkan Kim Shin Young ke dinding kelas dan mereka sedang berciuman mesra dihadapan ku bahkan di hadapan teman teman Luhan.

Hatiku sakit sangat sakit. Tapi, siapa aku ? Aku bahkan bukan siapa-siapanya.

Aku pun membalikkan badan dan berlari pulang ke rumah ku.

¤¤¤

Aku menghempaskan tubuh ku ke atas tempat tidurku, posisiku sekarang sedang tengkurap sambil memeluk bantal.

” apa aku tak salah dengar ?” gumamku terisak.

Sebelum aku benar benar meninggalkan kelas Luhan . Aku mendengar kata-kata yg membuat aku lebih sakit.

” Luhan itu Choi Gin Lie ” Entah kata siapa itu

” biar saja, aku tak ada hubungan apapun dengan nya. Dare, selesai kan ” ketus Luhan.

” dare mendekati selama 1 minggu dariku selesai ” ucap mm mungkin itu Kai

” dare menciumnya selesai ” mungkin itu kata Chanyeol

” karena dare dari mu, kekasih ku ini jadi marah chan ” jawab Luhan

” tapi dare dari ku, sepertinya belum ” ku yakin itu suara Sehun.

Saat itu aku menajamkan telingaku.

” buat dia mencintaimu, itu belum selesai ” lanjut Sehun

JEDAAAAAAAARRRRRR,,,,

Saat itu aku merasa seperti tersambar petir dengan tegangan yg sangat tinggi, rasanya sangat sakit. Sakitnya pun sampai sekarang masih terasa.

Jadi ini HANYA sebuah tantangan dari teman temannya. JUST IT ?

Sakit ? Ya itu yg kurasa sampai sekarang.

Seharusnya aku tidak mencintai Luhan, seharusnya aku tak memperlihatkan sifat bodoh ku pada orang lain, karena cinta palsu ini. Aku bodoh, bodoh karena mencintai namja populer yg kurang ajar itu.

Aku rasa aku wanita terbodoh di dunia karena pernah mencintai seorang namja brengsek seperti XI LUHAN.

Hanya dare, ya JUST dare.

Aku tertawa miris sambil mengeluarkan air mataku yg tiba tiba saja terjatuh..

END ~

FYIUHHH,, selesai juga nih ff absurd nya pacman emotikon
mianhae kalau cerita sama judulnya ga pas.
mianhae kalau ga suka sama karakternya, INGAT di sini author bikinnya ga ada maksud untuk ngejelekin siapapun..

DAN… Gomawo udah baca wink emotikon
*tebar kiss*

 


Get Jealous and Get Miss

$
0
0

Chanyeol 4B

Tittle           : Get Jealous and Get Miss

Author         : Riska Diana

Cast              : -Park Chanyeol

: -Yoo Mikyung

Genre           : Romance

Ratting         : G

Lenght           : Ficlet

 

 

Happy Reading ^,^

 

Suasana sunyi di malam hari menyelimuti Seoul. Dan juga menyelimuti kamar seorang gadis. Yoo Mikyung. Ahh,sebenarnya tidak terlalu sepi karena suara yang keluar dari laptop gadis itu

“sepertinya dia malu”

“ ahh tunggu tunggu”

“ oke kita mulai lagi. 1,2,3 action”

Entah mengapa melihat video itu membuat Mikyung ingin tertawa tapi hati nya terasa sakit. Pria itu benar-benar membuat hati Mikyung porak poranda. Mikyung hanya tersenyum melihat nya.

“ sepertinya dia sekarang benar-benar sibuk” gumam Mikyung

“ ternyata menjadi kekasih seorang Park Chanyeol itu sangat sulit” lanjut nya. Ya,sudah hampir 1 tahun Yoo Mikyung berpacaran dengan idol dunia,Park Chanyeol. Betapa beruntungnya Mikyung menjadi kekasih Rapper EXO itu.

Drtt Drtt

Mikyung pun mengambil ponsel nya yang bergetar tanda pesan masuk

From : Park Chanyeol-ku

Kyungie,aku merindukan mu. Rasanya aku ingin cepat cepat membereskan semuanya agar aku bisa bertemu dengan mu T_T

Mikyung pun hanya tersenyum lembut. Dia pun membalas pesan nya

To : Park Chanyeol-ku

Kalau begitu cepatlah selesaikan pekerjaan mu,aku juga ingin bertemu dengan mu ^.^

Dan setelah itu,tidak ada balasan lagi dari Chanyeol. Mikyung pun mencoba menelfon kekasihnya itu,namun Chanyeol tidak mengangkat nya. Mikyung pun menghela nafas nya berat. Dia pun menatap ponsel nya lalu menulis pesan singkat lagi pada Chanyeol

To : Park Chanyeol-ku

Aku juga merindukan mu,Cepatlah pulang. Aku bisa gila jika tidak bertemu dengan mu T_T

Ahh,sepertinya aku sudah mulai gila

Setelah mengirim pesan singkat itu,Mikyung tersenyum geli

“ gila karena merindukan nya? Lucu sekali” gumam Mikyung sambil menyimpan ponsel nya dan kembali ke kegiatan nya. Melihat proses syuting variety show China ‘Grade One’ yang akan di lakoni oleh Park Chanyeol . Ugh,Mikyung rasanya ingin mencubit Chanyeol karena tingkah nya di video itu. Mencubit karena gemas sekaligus sebal. Namun bagaimana pun juga Mikyung mengerti profesi kekasihnya itu dan ia hanya menganggap video itu sebagai pekerjaan Chanyeol

.

.

.

.

 

Hari ini Mikyung harus pergi ke universitas nya. Tahun ini adalah tahun terakhirnya berada di dunia perkuliahan. Jadi dia harus berusaha dengan sungguh-sungguh agar bisa menjadi orang sukses yang selalu ia impikan

Mikyung pun pergi menggunakan bus. Ia pun mengatur nafasnya yang tidak teratur karena tadi ia sedikit berlari. Mikyung pun duduk di kursi belakang. Ia pun mengeluarkan novel yang Chanyeol berikan sebagai oleh-oleh dari Ghuangzhou.

“ hey,apa kau sudah melihat video Chanyeol oppa di ‘Grade one’?” oke perbincangan keduan siswi Senior High School ini menarik perhatian Mikyung

“ ah itu. Aku sudah melihat nya. Daebak,Chanyeol oppa benar-benar lucu di video itu. Benar benar menggemaskan” baru saja Mikyung mulai membaca,tapi ia sudah tidak fokus karena kedua siswi itu

“ ahh,iya benar. Dan juga,wanita yang bersama dengan nya begitu cantik dan kufikir wajah mereka sedikit mirip” Mikyung langsung dibuat kaget oleh perkataan salah seorang siswi itu. Mata nya membulat sempurna

“ ahh iya,kurasa mereka cocok” cukup sudah. Mikyung menarik nafas nya meredam amarahnya. Ia pun mengeluarkan ponsel dan headsheet nya dan mulai menyalakan lagu dengan volume yang lumayan keras. Sementara itu kedua siswi itu menatap Mikyung aneh

.

.

.

.

 

Hari ini benar-benar membuat mood Mikyung jelek. Oke,salahkan video Chanyeol bersama wanita China itu. Benar-benar membuat Mikyung jengkel. Mikyung pun menjatuhkan tubuhnya di kasur dengan posisi tengkurap dan menutup kepala nya dengan bantal

“ HYAAAA… AKU MEMBENCIMU PARK CHANYEOL. AKU SANGAT MEMBENCIMU” setelah mengatakan itu,terdengar isakan yang keluar dari Mikyung.

“ Aku membencimu Park Chanyeol,aku membencimu” lirih Mikyung. “Aku….me…rindukanmu” gumam Mikyung kemudian. Dan setelah itu Mikyung pun tertidur. Ya,mungkin kelelahan karena sejak pagi sampai sore ia mengerjakan tugasnya sendirian. Terlebih Chanyeol tidak menghubungi nya sama sekali hari ini. Oh,bahkan pria itu tidak membalas pesan terakhir Mikyung

.

.

.

.

 

Hari sudah mulai gelap dan Mikyung masih pada posisi nya. Namun tidur nya terusik karena sesuatu yang menusuk-nusuk pipi nya

“ eungh…hentikan” gumam Mikyung lalu memalingkan wajah nya ke arah lain. Sementara si pelaku hanya tersenyum geli

“ hey,bangunlah tukang tidur” gumam orang itu. Mikyung tidak merespon nya karena ia mengantuk

“ Mikyung-ah”

“ Kyungie” namun tetap tidak ada respon dari Mikyung. Mikyung hanya menggaruk kepala nya

“ Yoo Mikyung?”

“ Park Mikyung?” sontak kata-kata itu membuat Mikyung bangun dengan posisi terduduk dengan mata yang masih dipejamkan

“ Pergilah Park Chanyeol,aku sedang mengantuk!” bentak nya,namun Chanyeol – orang yang berani mengganggu tidur Mikyung – hanya tersenyum geli. Mikyung pun kembali membaringkan tubuhnya. Namun kali ini menghadap Chanyeol. Chanyeol pun menatap gadis nya itu dengan senyuman geli. Ia pun menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik gadinya itu

“ Pergilah Park Chanyeol. Pulanglah,aku sedang tidak ingin bertemu dengan mu” gumam Mikyung. Chanyeol pun menautkan alisnya

“ kenapa? Apa kau tidak merindukan ku?” goda Chanyeol

“ aku sedang tidak ingin bertemu denganmu” ucap Mikyung sembari merapatkan tubuhnya pada Chanyeol lalu memeluknya. Melihat tingkah gadinya ini,membuat Chanyeol ngeri. Bukankah ia menyuruhnya pulang? Tapi kenapa dia malah menahannya

“ aku bilang pergilah” gumam Mikyung sambil mempererat pelukannya. Chanyeol pun terkekeh geli melihat kelakuan ambigu gadis nya ini. Chanyeol pun membalas pelukan Mikyung

 

Untuk beberapa saat keheningan menyelimuti mereka berdua hingga Chanyeol bersuara

“ apa kau habis menangis?” tanya Chanyeol.

“ tidak,aku tidak menangis” bohong Mikyung

“ ck,kau tidak bisa membohongi ku. Lihatlah bantal itu membekas dan matamu membengkak”

“ arra arra. Aku habis menangis,kau puas?”

“ kenapa?” oh,sebenarnya Chanyeol sudah tau alasan nya -_-

“ aku merindukan mu” gumam Mikyung

“ benarkah?”

“em”

“ tapi aku tidak merindukan mu. Bagaimana ini?” tanya Chanyeol sok polos. Dan hal itu berhasil membuat Mikyung melayangkan cubitan nya

“ bahkan kau mengatakan ‘aku merindukan mu’ kemarin”

“ itu kan kemarin” bela Chanyeol. Sebenarnya ia tidak serius,hanya bercanda. Dan sebenarnya ia juga merindukan Mikyung,sangaaaat merindukan nya

“tentu saja kau tidak merindukan ku. Kau kan asik bersama siapa itu man man, Wan wan,San san,”

“ Xuan Xuan “

“ ah itu” oke sepertinya pembicaraan mereka mulai serius

“ Kyungie,kau tau Xuan Xuan sangat manis,lucu, dan cantik” curhat Chanyeol. Namun Mikyung mencoba mengendalikan emosi nya dan mencoba mendengarkan apa yang dikatakan Chanyeol. Ya walaupun sebenarnya Mikyung ingin menjambak rambut Chanyeol sekarang juga

“ lalu?”

“ dia menggemaskan” ucap Chanyeol sambil menatap keluar jendela

“ em,lalu?”

“ hatiku rasanya ingin meledak ketika proses syuting berlangsung” seketika Mikyung membuka matanya lalu beranjak dari tidurnya

“ baiklah,kalau begitu kembalilah sana ke China. Dan kencanilah Xuan Xuan mu itu” ketika Mikyung hendak beranjak,Chanyeol menarik nya kembali. Lalu memeluknya

“ kalau aku bisa aku pasti akan melakukan nya” canda Chanyeol

“ kalau begitu lakukanlah” ucap Mikyung sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Chanyeol

“ aku tidak bisa,karena hatiku sudah diikat oleh mu. Sehingga aku tidak bisa kemana mana lagi” Chanyeol pun malah mengeratkan pelukannya

“ lepaskan bodoh”

“ hey kau mengataiku bodoh?”

“ kau memang bodoh. Artis yang bodoh”

“ yak! Kau!”

 

 

“ Chanyeol.hentikan! Hahahaha,geli..yak hentikan bodoh”

“ tidak sebelum kau bilang kau mencintaiku,pria paling tampan sedunia”

“ Shireo! Jangan harap! Hahahahaha,hentikan”

“ tidak akan”

“ baiklah baiklah,aku mencintai Park Chanyeol sang Pria tampan sedunia” Chanyeol pun menghentikan kegiatan nya itu. Dan menatap Mikyung lalu mengecup bibir Mikyung cepat. Mikyung pun tersenyum manis begitupun dengan Chanyeol

“ tapi aku menyukai Xuan Xuan” Chanyeol pun langsung pergi berlari menghindari Mikyung yang pasti akan mengamuk. Dan benar saja,setelah Chanyeol mengatakan kata-kata itu,senyuman yang tadinya terpatri di wajahnya seketika menghilang

“ Chanyeol…. YAK! PARK CHANYEOL! AWAS KAU” Mikyung pun berlari mengejar Chanyeol

 

 

 

 

 

 

 

 

 

-Menurutmu seorang yang bagaimanakah Pasangan mu itu?

“ Park Chanyeol? Dia adalah idol yang menyebalkan dan bodoh yang pernah ku kenal. Ingin rasanya aku menendang nya keluar dari bumi ini karena kelakuannya yang menyebalkan itu. Tapi,jika aku melakukan nya aku bisa gila nantinya. Hufft, Tapi bagaimana pun juga,dia adalah Chanyeol-ku. Pria berpostur tinggi,Rapper EXO,dan bertelinga besar. Dia,kekasihku dan aku mencintainya”

“ Gadis manis ku ini gadis yang sangat kuat. Aku sangat berterima kasih karena dia masih bisa bertahan berpacaran dengan seorang idol besar sepertiku. Aku tau pasti sangat berat baginya apalagi saat mendengar berita-berita tentang ku. Aku tau itu pasti sulit,terlebih ketika mendengar berita buruk tentangku. Berita buruk menurutnya atau berita buruk sungguhan. Oh tuhan,aku harap kau memberi kekuatan pada gadis ku ini”

-Hal apakah yang kau sukai dari pasangan mu?

“ hal yang kusuka dari Chanyeol,dia sangat baik,perhatian,rendah hati. Dan memperlakukan para fans nya dengan baik. Dia juga pintar bermain gitar dan alat musik lainnya. Dia juga…emm tampan mungkin?”

“ Mikyung ku itu gadis manis,cantik,lucu,baik,menggemaskan. Tapi aku suka Xuan Xuan”

“ Yak!”

 

END

 

 

Makasih udh baca :D

 


Diproteksi: Cinta Dua Keyakinan (Chapter 6)

$
0
0

Pos ini terlindungi oleh kata sandi. Anda harus mengunjungi situs tersebut dan memasukkan kata sandinya untuk melanjutkan membaca.


Another Me (Chapter 2)

$
0
0

IMG-20160130-WA0000

Title                 : Another Me

Author             : Jojjomi

Length             : chapters

Genre              : Fantasy, romance, family

Rating             : T

Cast                 : Kwon Alice, Oh Sehun (EXO), and many more.

A/N                 : this story belong to me. Info tentang makhluk – makhluk fiksi dalam cerita           ini dapat dari beberapa FF fantasy lain dan google tentunya.

 

Chapter 2

Look at the mirror! You’ll find another reflection of yours…

 

“kenapa El? Kau seperti baru saja melihat hantu? Aku merasakan energimu tadi, sungguh! Kamu melepasnya begitu saja membuatku kaget. Ada sesuatu di dalam sana?” tanya Yinghan begitu khawatir setelah melihatku terburu-buru keluar dari dalam kamar mandi.

Aku baru selesai mandi dan sosok itu muncul lagi ketika aku bercermin untuk merapikan diriku. Kemarin aku sudah tidak ketakutan lagi ketika melihatnya tapi kalau saja dia akhirnya berhasil bersuara memanggil namaku berulang kali sambil mengulurkan tangan seolah ingin meraihku. Teringat pesan dari Bobby aku langsung saja melepas energi kekuatanku, berharap dengan sengatan listrik dari energi yang aku lepaskan hantu sialan itu bisa segera menghilang.

Tapi hasilnya nihil.

Dia tetap disitu. Didalam cermin berdiri disebelahku, masih berusaha meraihku dan terus memanggil namaku hingga aku langsung melesak keluar kamar mandi.

“tak apa Yi, hanya-“ aku diam sesaat. Berpikir apakah sebaiknya aku menceritakan soal ini pada Yinghan atau tidak.

“Alice? “ tepukan tangan Yinghan dipundakku membuat aku kembali terfokus padanya.

“kau tau selain hantu, incubus, dan scubus apalagi makhluk selain manusia yang bisa membentuk atau meniru diri kita begitu mirip. Begitu sama. Seolah itu memang kita?” aku beranikan bertanya padanya. Aku tau dia salah satu murid paling pintar di angkatanku. Dan aku juga tau kalau pengetahuan malaikat tentang segala jenis iblis yang ada di jagat raya ini sangat tinggi dibandingkan vampir seperti diriku.

“pengetahuanku belum sejauh itu untuk mengetahui makhluk apalagi yang bisa merubah wujudnya meyerupai kita dengan sangat mirip, El” wajah Yinghan berubah lemas, merasa menyesal karena tidak bisa menjawab pertanyaanku. “ada apa memangnya? Kau melihat sesuatu di dalam kamar mandi? Mungkin Lu ge tau soal itu. Mau aku tanyakan padanya? Aku bisa langsung bertelepati dengannya sekarang juga” lanjutnya antusias.

“tak perlu Yi!” cegahku langsung, menangkup pipinya berusaha membuyarkan konsentrasinya untuk mulai bertelepati dengan kakak laki-lakinya. Yinghan hanya menatapku bingung.

“mungkin aku hanya berhalusinasi saja tadi karena terlalu lelah hari ini. jangan mengganggu Luhan, dia pasti sudah tidur sekarang” berusaha tersenyum manis pada Yinghan untuk meyakinkannya bahwa masalah ini tidak terlalu penting. Untung saja gadis itu percaya padaku, dia mengangguk kecil kemudian ikut tersenyum.

“kau bisa cari tahu di perpustakaan kalau kau memang sangat penasaran dengan itu, El” pesan Yinghan sebelum beranjak menuju ranjangnya.

Hening. Setelah Yinghan membaringkan tubuhnya dan mungkin saja sudah terlelap sekarang, aku masih duduk di ranjangku sendiri. Memikirkan ucapan Yinghan barusan, tidak ada salahnya juga mencari tahu dari buku-buku di Perpustakaan.

Setelah selesai dari kelas sihir aku langsung berlari menuju perpustakaan. Tidak peduli dengan kegiatan makan siang karena sesungguhnya kaum vampir tidak membutuhkan makan makanan seperti lainnya, menyesap darah satu orang atau seekor harimau saja sudah bisa menghilangkan rasa lapar seharian.

Perpustakaan Cove Crown. Ruangan besar seukuran dengan aula dimana seluruh lantai berdiri rak-rak buku besar dan tinggi yang berjajar memenuhi ruangan. Langsung saja aku menelisik setiap tulisan yang tertulis di sisi rak buku menunjukkan jenis buku apa saja yang berjajar rapi didalam rak itu. Errh… aku sendiri tidak tau harus mencarinya di kelompok buku apa. Sejarah? Buku tentang scubus dan incubus? Buku tentang hantu?

Setelah mengelilingi seluruh perpustakaan akhirnya aku memutuskan untuk mengambil semua buku yang berhubungan dengan apa saja dengan tiga makhluk itu, buku sejarah iblis, dan buku tentang sihir merubah wujud. Banyak? Ya memang. Jangan pikir aku membawa sendiri tumpukkan buku – buku super tebal itu ya, tentu saja aku menggunakan kemampuan telekinetisku untuk membuat buku-buku itu terbang dibelakangku, mengikutiku menuju tempat membaca di pojok ruangan. Tempatnya sangat di belakang memang, sengaja aku mencari tempat yang tidak terlalu banyak dilewati anak-anak lainnya. biarpun hanya ada satu murid yang berada disana. Aku bisa merasakan dari auranya kalau ia vampir. Laki-laki dengan rambut coklatnya yang aku tau bernama Oh Sehun. Tapi ia sedang tidur jadi kupikir dia tidak akan mengganggu.

Akupun mulai membaca satu persatu buku – buku itu. Membolak balik setiap kertas dalam buku tebal ini, membaca dengan jelas mencari tahu informasi mengenai sesuatu yang dapat merubah wujud seperti diri kita atau sesuatu yang memang sudah mirp dengan diri kita selain saudara kembar sendiri.

“bisakah kau lebih lembut ketika membalik kertas kertas itu? Suaranya sungguh mengganggu tidurku”

Aku segera menoleh pada anak lelaki yang sejak tadi tertidur disampingku. Ia terbangun dan tiba-tiba bersuara, memprotes apa yang sudah aku lakukan pada kertas tua malang di tanganku.

“maaf” sautku singkat dan kembali pada kegiatan awalku. Membaca.

“perubahan wujud? Peniru wujud? Kenapa kau tidak mencari buku tentang doppleganger juga?” Sehun kembali bersuara. Aku rasa dia sudah memperhatikan buku-buku yang aku baca sejak ia terbangun tadi.

“doppleganger?” tanyaku antusias. Menatapnya penuh selidik, berusaha menemukan kemungkinan kalau dia tidak sedang melontarkan lelucon padaku dengan menyebut sesuatu yang teras asing padaku.

“hmm. Kau tau soal presiden Amerika, John F. Kennedy. Dia melihat doppleganger dirinya didalam kamarnya. Doppleganger sesuatu yang sangat mirip dengan kita secara fisik, katanya kalu kita sendiri melihat doppleganger kita itu tandanya kita akan segera mati” ekspresi wajahnya masih begitu datar ketika menjelaskan soal doppleganger padaku.

“mati kau bilang? Apa presiden Amerika itu kemudian mati setelah melihat dopplegangernya?”

“ya. Dihari berikutnya dia mati karena tertembak.”

Tenggorokanku tercekat. Tak tau harus menanggapi apalagi dari cerita Sehun. Mati? Akan mati nantinya setelah melihat doppleganger diri kita sendiri? Tapi aku sudah bertahun tahun melihat itu dan aku masih hidup sampai sekarang. Benarkah aku akan segera mati? Tidak. Aku belum merasakan bagaimana rasanya bertarung sesungguhnya. Bukan di lapangan arena atau saat kelas pertahanan atau saat latihan dengan saudara-saudaraku maupun daddy.

“apa doppleganger muncul bisa dimana saja? Tidak hanya selalu di cermin? Atau jendela atau bayangan di genangan air? Atau apapun seperti sendok dan benda lainnya yang bisa memantulkan diri kita?” tanyaku lagi, masih penasaran tentang bagaimana doppleganger muncul.

“cermin? Pantulan diri? Apa kau melihat dopplegangermu huh?” Sehun mulai memasang tampang curiga, ia mencondongkan badannya mendekat padaku, matanya mengamati wajahku. Mencari sendiri jawaban dari pertanyaannya barusan.

“tidak! Mendengar istilah itu saja baru ini apalagi melihat diriku yang lain” sanggahku cepat.

“ya kau benar. Aku juga tidak bisa membayangkan bagaimana jika ada satu lagi atau lebih dari dua Kwon Alice di dunia ini. satu seperti ini saja sudah menjengkelkan” bibirnya menyunggingkan senyuman miring, mengejekku.

Terserahlah. Aku tidak pernah berminat menanggapi ucapan orang-orang soal sifatku yang menjengkelkan di mata mereka. Tapi Oh Sehun sendiri, dia kasus khusus karena selama ini tidak pernah ikut campur dengan apa yang aku lakukan. Baru ini dia berani meledekku. Sudahlah. Suka – suka dia mau berkata apa, lebih baik aku kembali membaca buku yang lainnya yang masih menumpuk menunggu untuk aku baca.

Beberapa menit berlalu tapi tak ada suara apapun yang ditimbulkan dari Sehun. Aku meliriknya sedikit, memastikan apa anak itu masih ada disana atau tidak. Mendapati sehun kembali melipat tangannya dimeja untuk dijadikan kepalanya bertumpu kembali tidur. Tidur lagi saja sana. Tidur yang nyenyak.

Sesaat aku berpikir apa jadinya kalau gadis-gadis Cove Crown berada di posisiku saat ini? duduk dekat disamping Oh Sehun yang sedang tertidur pulas. Mungkin mereka akan berteriak histeris karena bahagia, atau malah langsung memeluk Sehun sampai anak itu sesak? Hahaha aku geli membayangkannya.

Siapa yang tidak akan senang jika berada di posisiku sekarang ini? berada begitu dekat dengan Oh Sehun. Vampir idola selain Chanyeol. Dia juga teman Chanyeol sih, sahabat lebih tepatnya karena sejak tahun pertama mereka berdua selalu kemana mana bersama dengan satu vampir lelaki lagi, Kim Jongin. Sehun termasuk yang paling digilai juga dari mereka bertiga. Vampir pendiam yang akan langsung menghilang jika sudah dikerumuni gadis-gadis Cove Crown. Tidak seperti dua temannya yang lain yang akan begitu suka dan betah jadi pusat perhatian maupun duduk dikelilingi para gadis, Sehun tidak pernah bisa menampakkan dirinya begitu lama di muka umum kecuali saat di kelas.

“ahaa… pemilihan tempat yang bagus untuk pacaran, El” suara berat milik seseorang yang sudah sangat aku kenal terdengar dari ujung rak buku tak jauh dengan tempatku membaca. Dengan malas aku menoleh padanya dan memutar kedua bola mataku kesal ketika mendapatinya berjalan mendekatiku dengan memasang tampang gelinya.

“shut up, Bobby! Siapa yang berpacaran memangnya hah? Kau tidak lihat aku sedang membaca?” sahutku kesal sambil menatap tajam padanya.

“sopanlah sedikit pada kakakmu, El! Lagipula tak masalah kalau kau mau berpacaran disini juga dengan siapapun aku tidak masalah. Aku tidak akan mengadu pada daddy” Bobby mengerlingkan matanya kemudian mengusak rambutku.

“don’t touch my head!” bentakku pada Bobby, detik berikutnya aku melecutkan listrik dari energi yang aku lepaskan. Reflek saja Bobby menjauhkan tangan sekaligus badannya dariku dibarengi suara kursi terbanting dari sebelah kiriku. Oh yaampun aku lupa. Ada Sehun di dekatku, pastinya dia juga akan merasakan efek dari lecutan listrik yang aku keluarkan tadi.

“tidak bisakah kau membiarkanku untuk tidur dengan tenang?!” sembur Sehun langsung. Dia sudah berdiri waspada, matanya mendelik tidak suka padaku, wajah pucatnya terlihat begitu kesal karena lagi-lagi kegiatan tidurnya aku ganggu.

“sorry, aku tidak bermaksud. Aku yang membuatnya reflek melepaskan energinya, lanjutkan saja tidurmu” itu Bobby. Dia meminta maaf pada Sehun atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Sebenarnya itu termasuk salahnya juga kalau saja Bobby tidak memegang kepalaku dan mengusak rambutku aku tidak akan reflek melepas kekuatanku sembarangan. Dia pasti juga sudah tau kalau aku benci ada orang yang menyentuh kepalaku.

“tidak perlu. Aku sudah tidak mengantuk lagi, mataku sudah sangat segar karena aliran listrik dari adikmu” ucap Sehun sambil berlalu pergi meninggalkan aku dan Bobby.

 

Normal POV-

Bobby menatap Sehun hingga vampir bermarga Oh itu menghilang dibalik rak buku. Bagus saja, tak ada yang berani berbicara seperti itu padanya selama ini, baik teman seangkatannya apalagi anak – anak angkatan dibawahnya. Oh Sehun memang tidak pernah punya takut, dia bisa melakukan hal itu pada kepala sekolah sekalipun.

Tidak peduli dengan kejadian barusan, Alice hanya mengendikkan bahunya dan melanjutkan membaca buku yang masih belum ia sentuh sejak tadi. Kakaknya masih berdiri disampingnya, ia memperhatikan Alice yang kini sudah serius membaca. Anak itu selalu tidak pernah peduli dengan apa yang ada di sekelilingnya, batin Bobby.

“hei, apa yang kau… El?!” tubuh Bobby menegang ketika membaca judul-judul buku yang berserakan di meja Alice. “katakan padaku kalau bacaanmu ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan sosok itu?” lanjut bobby setelah mendudukkan dirinya di kursi sebelah kanan adikknya.

“memang iya. Dia muncul lagi. Dan kali ini dia muncul sambil terus memanggil namaku” desis Alice. Suaranya terdengar seperti sudah sangat frustasi dengan semua yang ia alami ini.

“bukankah sudah lama sekali dia tidak muncul? Kenapa sekarang lagi? Kupikir dia tidak akan pernah datang lagi”

“Aku juga berpikir seperti itu. Dan kau tahu? Lecutan listrik dari energi yang aku keluarkan sama sekali tidak berpengaruh padanya.”’ gadis vampir itu memerosotkan bahunya, bersandar lemah pada kursinya. “jangan beritahu mommy dan daddy soal ini, please” lanjut Alice dengan nada memelas. Dia tidak mau orang tuanya khawatir, juga tidak mau daddynya yang ia kenal begitu berlebihan akan datang ke Cove Crown dan menjemput paksa putrinya atau melakukan berbagai inspeksi dadakan di Cove Crown, menyingkirkan benda apapun yang bisa menimbulkan refleksi atau bayangan.

“tenanglah, jangan takut. Ada aku dan Hanbin, kau bisa langsung memanggil kami jika sosok itu muncul lagi dan melakukan hal aneh padamu. Kami selalu membuka jalur telepati kami padamu, Jun dan Jennie.” Anak pertama keluarga Kwon memeluk erat gadis disampingnya. Mengusap punggung adiknya penuh sayang. Bobby sendiri juga sedikit takut setelah mendengar cerita Alice bahwa sosok itu kembali muncul, apalagi kali ini sosok itu sudah bisa berbicara walau hanya memanggil nama adiknya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama sosok itu tidak menyerang adiknya, tapi kalau sampai sosok itu berhasil mengucap kalimat lain atau melukai adiknya itu yang sangat ia takutkan.

Sudah jam dua lebih tapi Alice tidak bisa tidur juga. Vampir pengendali naga itu hanya berguling-guling cemas diatas ranjangnya. Sesekali melirik pada gadis malaikat yang sedang tertidur pulas diseberang ranjangnya, takut kalau-kalau suara decitan ranjangnya mengganggu tidur sahabatnya.

Tidur pulas? Ah omong kosong. Semua makhluk yang bukan manusia mana pernah benar-benar tertidur. Mereka hanya membaringkan tubuh mereka dan memejamkan mata mereka untuk beristirahat, menghilangkan lelah karena seharian telah mengeluarkan cukup banyak energi.

mata Alice menatap langit-langit kamarnya. ia merasa tenggorokannya begitu kering, tubuhnya mulai melemah sejak siang tadi. Darahnya berdesir, mendorong tubuhnya untuk segera pergi melompati jendela kamarnya, melompat keatap kastil Cove Crown, melayang keluar gerbang menuju hutan untuk mencari binatang liar atau makhluk berdarah apapun yang bisa ia temui nantinya untuk memenuhi rasa lapar yang sedang ia alami saat ini. tapi mati-matian ia menahan hasrat itu, bukan hanya hukuman membersihkan ruang penyimpanan yang super besar tanpa menggunakan kekuatannya atau sihir sedikitpun, ia bisa mendapat hukuman yang lebih dari itu.

Sebenarnya di ruang makan Cove Crown juga sudah tersedia tumpukan kantong darah untuk murid-murid vampir yang ada disana. Tapi keluar kamar pada jam segini juga sama saja dengan melompat keluar lingkungan sekolah.

“peduli apa dengan hukuman! Aku butuh makan!” bisik Alice. Dengan kecepatan vampir yang luar biasa ia sudah berhasil keluar dari kamarnya tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Gadis yang kini memakai piyama tidur begitu berhati-hati menyusuri koridor asrama. Ia bisa saja melesat langsung ke ruang makan tapi selalu ada salah satu guru yang berpatroli di asrama. Kecepatannya melakukan perpindahan pasti akan diketahui oleh gurunya nanti, maka itu ia harus ekstra hati-hati kali ini, menahan gejolak tubuhnya setiap kali menghirup aroma darah dari para were setiap melewati pintu-pintu kamar lain.

Alice berhenti sebentar setelah berhasil menuruni tangga, mengawasi koridor, memastikan kalau tidak ada penjaga atau salah satu guru di sana.

Setelah dipastikan aman, ia kembali berjalan. Berbelok menuju koridor yang akan menghubungkan jalan menuju ruang makan. Tapi belum sempat ia melangkah, sekelebat cahaya berwarna keemasan melintas didepannya, mengitarinya beberapa kali sebelum akhirnya berhenti tepat didepan Alice dan menunjukkan sosok dari cahaya keemasan tadi.

“well… kau pasti tidak punya kebiasaan tidur sambil berjalan bukan Kwon Alice? Karena aku yakin makhluk seperti kita tidak mungkin bisa tertidur apalagi bisa mengidap penyakit sleeping walker” sesosok elf wanita berdiri dihadapan Alice. Sayapnya yang berwarna keemasan sedikit transparan berkepak begitu cantik dan mengagumkan. “jadi jelaskan padaku apa yang membuatmu berkeliaran di koridor saat lewat tengah malam begini, dear?” lanjut elf cantik itu.

“maaf, Miss Song. Aku tidak bermaksud untuk berkeliaran aku hanya lapar. Aku butuh makan” jawab Alice setengah berbisik. Tenaganya sudah diambang batas akhir sekarang. Untuk vampir seumurannya memang masih membutuhkan banyak darah untuk kekuatannya.

“astaga. Aku rasa aku harus mengusulkan satu peraturan baru pada kepala sekolah untuk memberikan setidaknya dua kantung darah di kamar para murid vampir” elf cantik yang dipanggil Miss Song oleh Alice itu menatap kasihan pada gadis vampir didepannya. “kalau begitu ayo ke ruang makan denganku, dear” Miss Song menarik tangan Alice mengajaknya terbang menuju ruang makan.

Victoria Song. Elf cantik itu adalah salah satu guru di Cove Crown, guru kelas sihir lebih tepatnya. Salah satu guru wanita yang paling cantik di Cove Crown, dan tentunya kecantikan guru itu tidak hanya dikagumi oleh para laki-laki sesama guru tapi oleh para murid juga. Memang dia selalu mengumbar senyum dan tatapan teduhnya kepada para murid baik didalam maupun diluar kelas, tapi dia tidak akan segan untuk memberikan hukuman berat pada anak-anak. Alice selalu suka melihat sayap guru elf itu yang berwarna keemasan dan lebih terlihat transparan.

Inilah perbedaan antara elf dan malaikat. Mereka sama-sama makhluk bersayap, selalu betah melayang dan berlama-lama berada di udara. Hanya saja, para malaikat tinggal di langit, ada sebuah kerajaan atau permukiman dibalik awan-awan putih diatas sana adalah tempat tinggal para malaikat, sedangkan para elf tinggal di sebuah pulau yang terletak begitu jauh dari jangkauan manusia. Pulau hijau seperti greenland katanya, penuh bunga-bunga berbagai warna dan pepohonan super besar yang rindang sebagai tempat tinggal mereka. malaikat bisa membaca pikiran makhluk lain, sedangkan elf tidak. Dan perbedaan lainnya terletak pada sayap-sayap mereka. malaikat memiliki sayap super besar yang berbulu, sedangkan sayap elf lebih kecil daripada sayap malaikat, tidak memiliki bulu namun terlihat trasnparan walau kadang memunculkan warna warna indah seperti milik Victoria.

Dua wanita berbeda ras itu akhirnya mendarat mulus di tengah ruang makan. Mereka berjalan menuju pintu diujung kiri ruang makan, pintu itu menghubungkan ruang makan dengan dapur dan ruang penyimpanan kantung-kantung darah untuk para vampir.

“well, dear. Sepertinya ada vampir lain juga yang sedang menyantap makan malamnya yang terlalu terlambat” bisik Victoria pada Alice. Sejak memasuki ruang makan memang mereka berdua merasakan adanya makhluk lain didalam sana. Benar saja, ketika mereka membuka pintu coklat gelap yang terbuat dari pohon ek, mereka melihat ada laki-laki yang seumuran dengan Alice dan satu laki-laki paruh baya sedang duduk berhadapan didepan lemari tempat penyimpanan kantung darah.

Alice terbelalak melihat laki-laki muda yang duduk disana bersama salah satu koki sekolahnya. Baru tadi siang vampir pemilik manik biru itu bertemu dengan sosok laki-laki yang kini juga menatap Alice sama kagetnya.

“kelaparan pada tengah malam juga nona?” tanya koki paruh baya yang kini sedang membungkuk memberi hormat pada Victoria dan Alice. Alice hanya mengangguk singkat, tak butuh waktu lama koki itu meninggalkan tempat duduknya untuk menuju lemari penyimpanan dan dia benar-benar menghilang dibalik pintu lemari itu untuk mengambil kantung darah di ruang bawah tanah. Kantung-kantung darah memang disimpan di ruang bawah tanah dan pintu itu adalah pintu menuju ruang bawah tanah.

Guru elf yang datang bersama Alice sedikit mendorong Alice untuk duduk disebelah Sehun, duduk di kursi tempat koki tadi. Alice hanya menurut, matanya terus menatap gelas di ganggaman Sehun, masih ada sedikit darah yang belum diteguk Sehun di gelas itu.

“sabar, dear. Jangan berpikir untuk merebut makanan temanmu, milikmu sedang diambilkan oleh Seok” Victoria mengelus pundak Alice.

Tak lama koki bernama Seok itu muncul dari dalam ruang penyimpanan kantung darah, ditangannya sudah ada empat kantung darah.

“sebenarnya porsiku tidak sebanyak itu juga, Seok” sergah Alice ketika melihat jumlah kantung darah yang dibawa oleh Seok.

“hahaha. Satu dari empat kantung ini untuk tuan muda yang duduk disampingmu itu, nona. Aku juga sudah hafal sebanyak apa porsimu ketika makan” kekeh Seok geli melihat ekspresi kaget Alice. “eat well kids!” seru Seok setelah memberikan kantung darah pada Sehun dan Alice. Langsung saja Alice meraih gelas kosong yang terletak tak jauh darinya kemudian membuka kantung darah ditangannya dan menuangkan semua isinya kedalam gelas dan meneguknya secepat yang ia bisa.

Rasanya seperti dilahirkan kembali ketika darah dalam gelas itu menyentuh tenggorokannya dan mengalir terus menuju perutnya. Rasa laparnya sudah teratasi, lapar yang sudah ia tahan sejak tadi yang mengakibatkan ia tidak bisa beristirahat dengan tenang. Disebelahnya, Sehun hanya menatapnya tak percaya. Gadis yang selama ini ia tau begitu menjaga sikapnya setiap saat, selalu ‘act like a princess’ kapanpun dan dimanapun ia berada, gadis yang selalu menatap jijik para were yang suka berlarian kesana kemari. Sekarang menikmati makanannya dengan begitu bar-bar, tidak sabaran seperti vampir baru.

Setelah selesai dengan satu gelas penuh tadi, Alice kembali menyambar kantung darah kedua miliknya, ia begitu tidak sabaran ketika membuka kantungnya, dahinya berkerut, bibirnya mendecih sebal, taringnya sudah memanjang begitu runcing. Sehun kembali membelalakkan matanya ketika Alice merobek kantung itu dengan giginya dan langsung menyesap darah dari kantung di genggamannya. Satu-satunya vampir laki-laki di ruangan itu menyunggingkan senyumnya melihat tingkah Alice pada kantung-kantung darah itu. Wajar saja kalau dipikir lagi, Sehun juga akan menjadi sangat bar-bar bahkan lebih dari ini kalau sudah sangat kelaparan.

“apa kau sering mengendap keluar dari kamarmu untuk menuju kesini, Oh Sehun?” suara lembut Victoria menginterupsi Sehun, mengalihkan pandangannya dari Alice. Anak itu hanya mengangguk dan meneguk habis darah dalam gelasnya. “ohh, aku memang harus mengusulkan hal itu pada kepala sekolah. Kasian sekali vampir muda kalau harus kelaparan tengah malam” lanjut Victoria yang kini sudah kembali melayang diudara. Sayapnya mengepak begitu cepat membuat cahaya keemasan berpenjar keluar dari sayapnya. Guru itu terbang pelan berkeliling melihat-lihat seisi dapur.

Menyesap darah dikantong ketiga sambil sesekali melirik Sehun yang kembali memperhatikan Alice setelah menghabiskan santapannya. Alice sudah merasa diperhatikan vampir disampingnya sejak tadi, karena rasa laparnya jadi dia biarkan saja apa yang dilakukan Sehun, tapi laki-laki itu tidak memindahkan matanya untuk menatap Alice membuat Alice akhirnya risih juga.

“aku bisa mencolok kedua matamu dengan cakar naga milikku kalau kau masih terus memandangku dengan pandangan seperti itu, Oh Sehun!” bentak Alice pada Sehun, otomatis Sehun berjengit kecil, kaget dengan suara dan gerakan badan Alice yang tiba-tiba membentaknya dengan mencondongkan badannya mendekat kearah Sehun.

“silahkan saja, kalau kau mau membantu Frank membersihkan kandang kuda dan berpatroli di hutan selama akhir pekan sebagai hukumanmu karena berani melakukan hal itu padaku” sahut Sehun tenang masih menatap Alice.

“sshh! Jangan membuat keributan, kids! Cepat selesaikan makan kalian lalu aku akan mengantar kalian kembali ke kamar kalian masing-masing. Go go!” sela Victoria menghentikan pertengkaran kecil mereka.

“tidakkah seharusnya kita mengatakan hal ini pada daddy?”

“sudah kukatakan padamu, Hanbin. Jangan ya jangan. Alice sudah memintaku untuk merahasiakan ini. aku tau dia tidak mau berurusan dengan daddy di sekolah”

“yah, aku juga tidak mau. Sesungguhnya aku juga akan malu kalau daddy sampai datang kemari dan melakukan hal-hal aneh untuk melindungi putrinya”

Dua vampir tampan yang kini sedang duduk di tangga puncak kastil kembali meributkan masalah yang dialami adik mereka berdua. Lagi-lagi berdebat harus atau tidak mereka melaporkan masalah ini pada ayah mereka. Hanbin, anak kedua keluarga Kwon, sesungguhnya dia punya firasat buruk setelah mendengar cerita Bobby kalau adiknya kembali melihat sosok yang selalu adiknya temui pada benda apapun yang memunculkan refleksi diri adiknya. Entahlah, firasatnya hanya mengatakan kalau Alice kali ini tidak akan baik-baik saja dari yang sebelumnya, dan biasanya firasat buruk yang Hanbin rasakan selalu terjadi. Dia tidak mau adiknya terluka. Tidak akan, fikirnya.

“kau tau kita tidak bisa selalu mengawasinya selama 24 jam. Saat ia berada di asrama kita pastinya tidak akan bisa mengawasinya, kecuali kau mau menyusup kesana hanya untuk mengawasi Alice” ucap Hanbin lagi memecah keheningan.

“yah aku akan sangat senang melakukan itu, menyusup ke asrama putri…” mata Bobby menerawang ke atas, membayangkan kemungkinan menyenangkan yang bisa ia dapat kalau ia menyusup masuk ke area asrama para gadis. Vampir yang lebih muda dari Bobby, yang kini duduk di belakang Bobby memberi tinju di punggungnya. Adiknya tau pikiran kotor yang melintas dipikiran Bobby, lagipula Hanbin juga tau kelakuan kakaknya jika menyangkut wanita. Bobby termasuk woman criminal juga. “tidak Alice, tidak juga kau! Apa kalian tidak bisa lebih sopan pada aku hah?! Aku juga tidak akan melakukan hal bodoh seperti menyusup begitu, aku tidak mau mendapat hukuman tahun ini. cukup tahun kedua dan ketigaku buruk penuh hukuman” ucap Bobby membantah tuduhan dalam pikiran Hanbin. Jangan lupakan kalau vampir adalah makhluk yang bisa membaca pikiran, jadi tanpa Hanbin mengatakan apa yang ia pikirkan pada Bobby-pun, vampir yang akan mewarisi kepemimpinan keluarga Kwon itu tau apa isi pikiran adiknya.

“kalau kita memberitahu Yinghan soal ini bagaimana? Yinghan selalu bersama Alice jadi kita bisa meminta bantuannya untuk mengawasi Alice” Hanbin memberi usul, tidak menghiraukan umpatan-umpatan Bobby dalam pikirannya. “gadis malaikat itu adik Xi Luhan, dia salah satu murid paling hebat di angkatannya. Tidak ada salahnya mempercayakan keselamatan Alice padanya” lanjut Hanbin.

“ya! Adik kita juga tidak kalah hebat dari malaikat itu!” sanggah Bobby tidak terima Hanbin memuji anak lain, makhluk dari ras yang berbeda dari mereka pula.

“i know. Aku tau bagaimana Alice dan kekuatannya. Tapi kita tidak akan tau apa sosok itu lebih lemah atau lebih kuat dari Alice”

“sudahlah. Sementara kita saja yang mengawasinya. Alice masih baik-baik saja, aku berkali-kali mengingatkannya untuk segera menghubungi kita kalau terjadi sesuatu” setelah mengatakan hal tersebut, Bobby langsung melesat menuruni anak tangga untuk kembali ke kelasnya. Meninggalkan Hanbin yang masih terduduk diam disana. Sungguh, perasaannya masih saja tidak enak. Mengingat kejadian bertahun-tahun lalu, kegilaan yang pernah dilakukan daddynya.

 

-TBC-


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live