Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

YOUR TRAP (Oneshot)

$
0
0

karena-ulah-sasaeng-chanyeol-exo-nyaris-celaka

YOUR TRAP

Title                        : Your Trap
Author                   : @Amalia_nuraini

Genre                   : Romance comedy (maybe)
Rating                    : PG-15
Type                       : Oneshot

Main Cast             :   ~ Park Chanyeol (EXO)

~  Moon Hyo Min(OC)

 
Other Casts          : ~ Min Shin Ji (OC)

~ Minzy (2NE1)

~ Kai (EXO)

 

Apa yang dilakukan pemilik kamar ini semalam? Hmmm bau sekali!. Hyo Min membersihkan kamar hotel yang seperti kapal pecah sambil mengoceh. Beragam pakaian mahal ada di mana-mana.  Bahkan semuanya penuh dengan tumpukan kain. Sudah hampir setahun Hyo Min bekerja sebagai  room maid di hotel ini, gajinya yang lumayan membuat Hyo Min betah bekerja disini. Dia juga bisa mengirim uang untuk orang tua dan adiknya yang masih sekolah di kampung.  Hyo Min memasukkan semua pakaian yang berserakan itu kedalam mesin cuci sambil menyeka keringatnya dengan punggung tangannya.

Hyo Min membawa bungkusan tteobokki dan kimbab di tangannya dan membawanya masuk kedalam apartmennya. Dia tidak sabar menunggu besok karena besok dia gajian. Huuh benar-benar lelah.

Kepala apartmen tiba-tiba memanggil Hyo Min ke ruangannya. Hyo Min terkejut karena bos nya itu baru saja memberikannya gaji padanya.

“jangan-jangan kau mendapatkan uang tambahan? Kan kerjamu bagus.” Mata Hyo Min berbinar-binar mendengar perkataan Shin Ji. Dia melangkah masuk kedalam ruangan bosnya.

“duduk” teriak bosnya. Mendengar cara bicara ahjussi tua itu, sepertinya Hyo Min tidak mendapatkan uang tambahan.

“apa semalam kau yang membersihkan kamar tuan Kim Jo kamar nomor 230?” tanya bosnya dengan tatapan serius.

“de, Hong sangnim”

“apa hanya kau yang membersihkan semua pakaian dan barang-barangnya?” aahh si tua ini banyak tanya sekali.

Hyo Min mengangguk.

“Kau dipecat! Angkat kakimu sekarang juga dari hotel ini!.” bosnya berteriak dengan keras sambil memberi tatapan ‘aku tidak mau melihat mukamu lagi’.

“mworagu? memangnya ada apa? apa aku melakukan kesalahan?.” Hyo Min langsung shock mendengar teriakan bosnya.

“pakaian mahal milik Kim Jo hilang. Kalau bukan kau siapa lagi?”

“mworaguyo? Aku tidak melakukannya. Jinjja jeongmal.”

“tidak usah mengelak, sudah jelaskan hanya kau yang masuk ke kamarnya semalam. Apa hidupmu begitu sulit bahkan sampai mencuri segala? Sebenarnya aku sangat kecewa karena sudah mempercayaimu. Sudahlah aku tidak mau mendengar alasan apapun. Cepat angkat kakimu sekarang”

Setelah berkata bergitu ahjussi tua itu pergi keluar ruangannya sambil memijit-mijit kepalanya. Apa katanya? Dia kira aku sejahat itu? ahh jinjja. Hyo Min hampir melemparkan barang-barang yang  ada di depannya.

Hyo Min termenung di coffee shop sambil menunggu temannya.

“kau benar-benar dipecat?” tiba-tiba orang yang ditunggunya itu langsung berkata begitu, begitu duduk di depannya. Hyo Min menatap dengan tatapan ‘kau mau semua orang tau?’.

“heheh Mian. Kau pasti benar-benar stress sekarang” kata Minzy sambil menatap teman susah senangnya itu.

“hwaaaaaa….. aku benar-benar tidak tau harus berbuat apa? aku mati saja.” Hyo Min merengek sekeras-kerasnya sambil memperagakan mencekik lehernya. Terikannya membuat  seisi coffee shop menatap kearahnya.

“hei kecilkan suaramu? Aisshh kau ini”.

“hwaaaaa” Hyo Min membenamkan kepalanya.

“sudah-sudah, tidak usah sedih begitu. Sekarang yang kau lakukan adalah mencari pekerjaan baru. Bereskan”.

“kau kira semudah itu?” Hyo Min menimbulkan kepalanya sampai membuat Min Jung kaget melihat wajah temannya yang sudah seperti anjing jalanan.

“de…de… aku paham maksudmu. Kau harus bersabar.”

“aah cham, aku ingat. Aku pernah dengar salah satu perusahaan besar membutuhkan seorang — pengurus pakaian artis atau hm…. Apa yaa.” Minzy berpikir sambil menatap keatas. Dia niat tidak sih mencarikan pekerjaan untuk Hyo Min?.

“nanti akan aku kabari lagi jika sudah pasti. Tapi itu memang sudah lumayan lama sih. Pasti aku langsung mengabarimu nanti”

Hyo Min mengangguk pelan dengan mata yang sendu. Apapun pekerjaannya yang penting sekarang dia harus bisa bertahan hidup di Seoul.

Sudah hampir 2 bulan Minzy tidak mengabarinya. Dia kemana sih? Tiap hari hanphonenya tidak aktif. Apa dia sedang pergi ke kutub utara untuk mewawancarai beruang kutub sampai handphonenya tidak pernah aktif? Ahhh dia itu.

Hyo Min menggigit kaki gurita kering sambil mencari rekrutmen kerja di Koran. Sudah ntah kesekian kali dia menelepon perusahaan yang membuka loker tetapi tidak kunjung membuahkan hasil. Bahkan ia sekarang tinggal di one room yang benar-benar kecil.  Tempat tinggal untuk semut saja sudah tidak cukup lagi. Begitulah kira-kira.

Haah dingin sekali…. Hyo Min menaikkan selimut tebalnya sambil ke kepalanya. Sudah seminggu dia tidak menghidupkan pemanas ruangannya, demi menghemat biaya. Kini uang tabungannya pun sudah hampir habis untuk membiayai sekolah adiknya. Ibu dan ayahnya sudah pensiun dan sekarang hanya mengurus sawah mereka yang tidak begitu luas. Demi menghidupkan keluarganya sebagai anak yang paling tua Hyo Min sampai ke Seoul.  Bahkan sebagai pengangguran dia sudah tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan. Hanya stok mie instan dan beberapa tanaman sayur di pinggiran jendelanya yang membuat dia bertahan hidup. Mungkin takkan lama lagi dia akan mati terkena kanker karena makan mie instan terus.

Sambil memasak air rebusan untuk makan malamnya dia menghangatkan kedua tangannya di atas panci itu. ahhh hangat. Untuk mandi saja dia hanya 3 hari sekali menceburkan seluruh badannya. Biasanya dia hanya membersihkan wajah dan menggosok gigi dan memakai pelembab kulit agar kulitnya tidak kering.

Drrrt ddrrtt handphone bergetar di meja bersamaan dengan tumpukan koran yang sudah dicoret stabilo merah beberapa.  Tertera nama Minzy dengan foto kontak Minzy mengembangkan kedua hidungnya di depan kamera. Tak lama handphonenya mati.

Hyo Min membawa panci mie instannya ke mejanya dan mulai membuka tutup pancinya. Asap putih mengepul  tebal keluar dari pancinya berkeliaran mengisi seluruh ruangan dan perlahan mulai menghilang. Ia mulai menghembus mienya da menyeruputnya dengan cepat. Sambil mengunyah Hyo Min menarik hanphone di sebelahnya. Ahh sial sudah mati lagi. Sepertinya handphone ini sudah mulai rusak.  Tiba-tib air matanya menetes. Dia jadi takut kalau dia berakhir dengan hal yang sama dengan handphone itu. jarang terpakai dan tiba-tiba mati. Sama sepertinya yang tidak pernah digunakan tenaganya oleh orang lain dan takutnya dia perlahan-lahan akan mati. Hyo Min mencharger hanphone.

Pagi ini dia hanya sarapan dengan telur dadar dan daun selada. Setelah kemarin dia sering sakit perut karena sarapan mie instan. Hyo Min hampir tersedak begitu melihat panggilan tak terjawab dari Minzy. Cepat-cepat dia menekan tombol call, akhirnya terdengar bunyi tuuuuttt…..

“eotte? Masih ada pekerjaan untukku?” katanya begitu ketika teleponnya diangkat oleh Minzy. Dia pun sudah lupa memarahi Minzy karena teleponnya tidak pernah aktif.

“de, aku sudah bilang tentangmu pada atasannya. Kau harus datang sekarang juga. Kalau tidak kau tidak punya harapan lagi.”

“arasseo. Aku akan segera kesana. Segera kirim alamanya oke. Oh iya jeongmal gumawo chingu. Mmuaah… sarangee” Hyo Min langsung menutup teleponnya dan segera melompat ke kamarnya, ah tidak , tidak ada sekat yang menunjukkan itu ruangan kamar.

Hyo Min sudah sampai di depan gedung SM Entertainment. Setibanya disana dia langsung menemui Park Boom eonni sebagai ketua staff set Costumer. Setelah mendapatkan pengarahan dan dipercaya bertanggung jawab dalam melengkapi kebutuhan artis yang akan dipakai, tugasnya yang pertama adalah mengambil 9 set pakaian ke salah satu butik di Seoul. Sebanyak itu? Seharusnya aku bilang saja belum mahir membawa mobil. Bagaimana cara keluar dari parkiran ini?

Hyo Min pernah belajar membawa mobil Minzy yang baru ia beli tahun kemarin. Minzy menyanjungnya karena ia cepat sekali pintar membawa mobil. Karena perkataan Minzy lah dia berani mengatakan kalau ia sudah mahir membawa mobil. Perlahan-lahan mobil Park Bom eonni yang dibawanya keluar dari tempat parkir.

Setelah mendapatkan 9 set pakaian dengan warna seragam namun berbeda model, ia meletakkan pakaian itu di bagian kursi belakang. Ia mengira pasti baju ini untuk boy band. Kira-kira siapa ya? Ahh dia tidak begitu hapal jumlah member para boyband di korea. Tapi dia berharap mereka terkenal.

Masalah kembali menghadang begitu sampai di parkiran mobil. Ntah sudah keberapa kali ia memundurkan mobilnya agar masuk kedalam bagian parkir yang jaraknya benar-benar sangat sempit. Akhirnya dia berhasil menempatkan mobilnya dengan selamat. Namun ketika turun tali sepatu ketsnya terlepas. Aishh… sudah susah payah membawa tumpukan baju ini, kau malah mengganggu saja. Hyo Min memarahi sepatunya yang tidak tahu apa-apa. dia meletakkan tumpukan 9 set baju itu di sebelah mobil sebelahnya. “krek” terdengar suara lembut namun pasti. Hyo Min kaget bukan kepalang. Dia baru saja membuat sedikit goresan, ah tidak lumayan banyak yang membentuk retakan kaca pecah tepat ditengah kaca depan mobil van. “OMO! Pasti ini milik seorang artis. Aigooo. Eottokhe? “ Hyo Min menggigit bibir nya. Hanpdhonenya yang sedari tadi berdering membuat dia harus melarikan diri secepat mungkin agar tidak diketahui orang lain. Dia tidak melihat bahwa didalam mobil itu ada sinar merah yang berkedap kedip merekamnya.

“Jeongmal Mianhe, aku terlambat. Mianhe” Hyo Min membungkukkan badan kepada semua staf  dan langsung membawa barangnya kedalam ruang rias. Disana ia melihat namja yang tampan-tampan yang baru saja dipermak wajahnya dengan sangat indah. salah seorang dari mereka melipat kedua tangannya sambil memasang wajah kesal kea rah Hyo Min. “jeongmal mianhe, mian. Dimana aku harus meletakkan ini?”

Hyo Min dari tadi kelihatan tidak tenang. Setelah selesai membereskan pakaian artis yang baru dipakai dan membawanya kebagian belakang kini ia duduk termenung di dalam sebuah ruangan pakaian para artis. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh di luar. Hyo Min segera keluar dan tiba-tiba Park Bom eonni juga datang menghampirinya.

“ayo cepat ikuti aku” Hyo min langsung ketakutan mendengar suara Park Bom eonni yang terdengar ketakutan.

“YA NEO! Cepat carikan aku baju yang baru dan buang ini ke tempat sampah. Aku kira aku mau memakai baju kotor bekas tapak sepatumu?” Hyo Min langsung kaget mendengar teriakan keras dari salah satu namja tampan yang tadinya memberikan tatapan kesal padanya.

Hyo Min langsung pergi ke ruang pakaian dan mencarikan baju yang pas untuknya. Dia melihat 1 set pakaian putih yang lumayan keren. Apa semua artis sekasar itu? aku kan tidak sengaja menginjaknya, lagian di usap dengan tangan juga bersih kok. Dasar.

Hyo Min mendapatkan teguran dan nasihat dari Park Bom eonni. Untungnya dia tidak langsung memecatnya karena dia kenal dekat dengan Minzy. Minzy juga berkata hati Park Bom eonni  seperti malaikat. Dia pun merasa bersalah dan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Hyo Min sudah menunggu hampir tiga jam di depan van itu. Tapi pemiliknya tak juga kelihatan. Hari sudah hampir malam. Ia menuliskan nomor telepon dan meletakkannya di van itu. Bagaimana pun caranya dia harus bertanggung jawab, walaupun entah dengan apa dia membayarnya nanti. Dia harap pemilik mobil ini mempunyai hati  yang sama persis seperti Park Bom eonni.

Baru sampai diruangannya, Hyo Min sudah dipanggil ke ruang artis yang ntah siapa namanya itu, dia lupa nama grup mereka. Apa dia meminta pertanggungjawaban tentang masalah yan kemarin? Itu kan hanya baju, kalau memang iya, dia benar-benar tidak punya hati.

Sesampainya diruangan Hyo Min sudah ditunggu oleh salah satu personil yang berteriak kepadanya. Hyo Min membungkuk sekali padanya. Dia langsung melempar kertas selembar berisi pertanggungjawaban mengganti kaca mobil yang pecah seharga 25 juta won secara cash. Apa?

Lagi-lagi kenapa berurusan dengan namja yang satu ini sih. Bagaimana dia bisa tau?

“kapan kau akan bayar?”

“hmm….aaa… lebih baik kita bicara baik-baik dulu, tapi bagaimana kau bisa tau?”

“yang perlu kau lakukan sekarang adalah membayarnya, mana?” namja itu menengadahkan tangannya dan menyodorkan tangannya pada Hyo Min.

Dasar keterlaluan.

“sebelumnya aku benar-benar mint-“

“tidak perlu minta maaf, kau hanya perlu ganti rugi, mana cepat? Waktuku tidak banyak”.

hissh sinis sekali sih.

“aku pasti akan bayar tapi tidak sekarang, beri aku waktu. Kau tahu kan aku tidak menerima gaji banyak”.

“aku kasi waktu satu bulan, dan kau harus bayar sampai lunas. Lihat apa yang terjadi padamu nanti.” Namja itu langsung pergi meninggalkannya tanpa memberinya kesempatan berkata.

Apa katanya? Satu bulan? Dia tidak waras? Kalau aku menjadi seperti dia baru bisa langsung lunas, bahkan seminggu saja sudah terkumpul banyak. Ahh tidak-tidak aku harus cari cara supaya kejadian di hotel itu tidak terjadi lagi padaku.

Untungnya pekerjaan sebagai staff set costumer tidak full time, sehingga dia mencari pekerjaan lain yaitu bekerja di salah satu coffee shop yang pernah ia datangi bersama Minzy waktu itu.

Gaji dua pekerjaan ini pun hanya bisa mencapai sepertiganya saja. Batin Hyo Min begitu ia hitung-hitung.

Hyo Min mencoba mencari tahu email atau social media dari namja yang kelewat kasar di mata Hyo Min itu di internet. Ternyata nama namja itu adalah Chanyeol, salah satu personil EXO.

Sambil mencari, Hyo Min mendapatkan keteranga suatu blog yang menceritakan masing-masing personil EXO. Dan Hyo Min hampir mau muntah ketika membaca bagian Chanyeol, dikatakan disitu ‘ia adalah personil yang baik hati dan sangat pemaaf, walau kadang-kadang omongannya tedengar ketus’.  Siapa yang membuat blog ini? kalau kau tahu yang sebenarnya matamu akan mencuat dan tak bisa berkata apa-apa seperti aku ini.

Hyo Min tak kunjung mendapat balasan dari Chanyeol. Tidak heran public figure yang sedang naik daun itu pasti tidak punya waktu banyak. atau mungkin dia mengira aku adalah salah satu fannya sampai ia masa bodoh dengan pesanku itu.

Untungnya hari ini dia bertemu dengannya.

“mian, mengenai uang itu aku tidak bisa memberikannya tepat waktu. Setidaknya beri aku waktu selama tiga bulan.”

“tidak ada tawar menawar. Kalau kau tidak sanggup membayarnya aku akan membuatmu menderita seumur hidupmu. Kau kira biayanya murah.”

“aku tahu, tapi kau harus tau juga bagaimana kondisi orang lain.” sifatnya makin lama makin keterlaluan.

“kalau kau tidak mau bertanggungjawab tidak usah memecahkan kaca mobil orang”

“Aku kan tidak sengaja”.

Setelah berdebat cukup lama, akhirnya dia diberi waktu selama dua bulan. Ahh aku harus meminjam uang di bank. Bertahan Hyo Min dua bulan tidaklah lama.

Hyo Min terpaksa tidak dapat merasakan kenikmatan uang hasil keringatnya itu selama dua bulan. Untuk keluarga dikampungnya pun terpaksa dia hentikan sementara.

Sambil melamun memikirkan kesialannya yang tak kunjung habis, tiba-tiba hanphonenya berdering.

“yeoboseyo?”

“eh kau perusak kaca, selamat kau sudah tidak bekerja lagi di manajemen kami.”

Apa katanya barusan? dia dengan mudahnya mengatakan itu tanpa memikirkan perasaan orang lain?

“mworaguyo? YA! Kau tidak punya hati ya?” Hyo Min berkata dengan gemetar menahan amarah, air matanya mulai menetes.

“hiisshh berisik, suaramu itu bisa melukai telingaku tau. Aku kan belum selesai bicara. besok kau harus datang ke dorm kami dan membersihkan semua barang-barang yang ada disana. tapi jangan sekali-sekali memfoto kami, atau berbuat hal yang macam-macam. Besok datang pukul  7 pagi, karena saat itu kami tidak ada disana. dan segera selesaikan pekerjaanmu dengan baik, awas saja kalau kau mengulangi kecerobohanmu lagi. Kau harus segera pergi begitu kami ada sampai dirumah. Jangan sampai ada yang tahu kalau kau bekerja disana, SIAPAPUN. Kau hanya melakukannya selama 3 bulan, itu pun kau sudah mendapatkan tambahannya, lumayankan, sudah aku tidak punya waktu banyak. sampai jumpa besok pagi.”

Telinga Hyo Mi terasa panas mendengarkan penjelasan Chanyeol panjang lebar. Tapi semua perkataannya tercerna dengan baik di otaknya. Apalagi ketika dia mengatakan mendapatkan uang tambahan. dia sangat tergiur dengan ajakannya.

Hyo Min sampai tepat pukul 7 pagi dan masuk ke salah satu perumahan elit di Seoul. Dia memencet kode pintu dan masuk kedalam.

Bola matanya hampir keluar dari tempatnya. Ini bukan lagi kapal pecah yang pernah ia lihat di kamar hotelnya waktu itu, tapi ini 10x lipat dari itu. kaleng minuman tergeletak dimana-mana. Makanan siap saji juga masih tersisa di meja, ada dua buku tergeletak di sofa, dan beberapa handuk tersangkut dimana-mana. Itu masih ruang tamunya saja. Begitu ia memasuki dapur. Wastafel yang diisi tumpukan piring terlihat begitu sedih. Jika ada lalat menghinggap diatasnya mungkin semua tumpukan itu akan pecah. Belum lagi di meja makan, kimbab yang masih tersisa dan 2 mangkuk mie instan tergeletak begitu saja. Belum lagi lantainya yang berdebu dan licin. Ini sih namanya bedah rumah.

Sarung tangan, masker, celemek, sudah ia kenakan. Tak lupa dia menggumpal rambut panjangnya. Mulai memilah-milah sampah dari ruang tamu hingga dapur, kemudian memasukkan semua kain yang berserakan dimana-mana itu kedalam mesin cuci. Sambil sedikit terbatuk-batuk menahan debu. Kini gilirannya mencuci piring. Tumpukan piring itu benar-benar menyita waktunya. Kakinya pun sampai pegal berdiri terus di wastafel. Dia mengecek jamnya. Pukul dua siang. Kini dia perlu istirahat sebentar di sofa empuk dan bersih. Aroma mint mulai tercium. Kalau saja ini rumahnya, pasti ia tidak akan pernah memberikan kesempatan kepada debu untuk menetap dimanapun.

‘kami akan segera pulang’. Hyo Min langsung cepat-cepat keluar dari rumah itu begitu mendapat pesan dari Chanyeol.

Hyo Min tertidur pulas begitu sampai dirumah. Dia benar-benar lelah. Sudah hampir 2 bulan dia tidak merasakan lelah yang seperti ini.

Hyo Min Mulai terbiasa keluar masuk rumah itu. anehnya rumah itu selalu berantakan luar biasa setiap harinya. Apa semua dorm artis seperti ini ya? Untungnya  sampai sekarang pun tidak ada masalah yang terjadi. Semuanya berjalan dengan lancar. Dia bahkan sudah menganggap hal biasa mengenai rumah itu. Bahkan dia hampir lupa kalau dia bekerja dengan seorang artis terkenal.

Suatu ketika Hyo Min membersihkan lantai, ia mendengar suara pintu terbuka.

“oh mian, aku tidak tau kalau masih ada orang. Aku akan pergi sekarang” Hyo Min langsung menyambar tasnya yang tergelak di sofa begitu melihat Kai keluar dari kamarnya.

“tidak apa-apa, teruskan saja. Aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu” setelah berkata begitu Kai melangkah menuju dapur.Kelihatannya dia sakit.

Hyo Min mencuci piring di dapur dengan agak canggung. Pasalnya Kai masih tetap duduk di kursi makan sambil memainka gadgetnya.

“kau cukup tangguh ya.” Kai mengeluarkan suaranya tanpa membuang pandangan kearah gadgetnya.

“mwo?”

“aku bilang kau cukup tangguh untuk seorang  yeoja. Yeoja-yeoja yang aku kenal kebanyakan tidak sanggup mengerjakan ini semua.uhukk” tiba-tiba Kai terbatuk.

“de ghamsahamnida.”

Kemudian mereka diam lagi.

“hmm… boleh saya bertanya?” tanya Hyo Min.

“tentang apa?” manik matanya tetap terfokus pada gadgetnya.

“kamu sakit ya?”

“tidak perlu seformal itu. bicara biasa saja. suaraku agak serak dan flu. Sepertinya aku perlu istirahat. kau pandai membuat bubur?.”

Hyo Min menghidangkan bubur nasi di atas meja.

“sepertinya baunya enak, aku makan yaa.”  Kai  memasukkan satu sendok penuh bubur itu kedalam mulutnya.

“uwaahh mashitta. Ternyata kau pandai semuanya ya.”

Hyo Min senang dipuji. Jika dilihat dia berbeda 180 derajat dari Chanyeol. Baru pertama kali berbicara padanya saja dia sudah merasakan kehangatan. Tidak seperti Chanyeol yang mempunyai dua muka. Persis seperti rubah merah.

Hyo Min sudah menyelesaikan pekerjaannya. Dia berpamit pulang pada Kai yang sekarang sedang asik membaca buku.

“boleh temani aku sebentar.” Padahal Hyo Min sudah  memegang knop pintu. Tapi mendengar permintaan Kai dia menurut.

Mereka mengobrol bersama dan membeli beberapa cemilan.

“kau tidak boleh makan gorengan, suaramu akan bertambah serak. kau makan yang ini saja” Hyo Min menyembunyikan ayam goreng di belakang punggungnya dan menyodorkan salad sayur kepada Kai.

“aku mau coba sekali saja”Ho Seok hendak merampas kotak ayam gorengnya.

“eittss tidak boleh, nanti kau akan menyesal”

“tidak akan. Aku pasti baik-baik saja” Kai sukses mendapatkan satu potong paha ayam dan langsung menggigitnya.

Mereka duduk di kursi kayu di halaman samping rumah itu.

“jadi yang kemarin membuat kesal Chanyeol itu kau?”

“de, sebenarnya aku melakukannya tidak sengaja. Tapi reaksi dia itu terlalu berlebihan. Maaf mengejek rekanmu”

“sebenarnya dia memang orang yang mudah kesal. Itu karena dia sering merasa kesepian setelah ditinggal kedua orang tuanya bercerai. Jadi dia menumpahkan segala amarahnya kepada orang lain, salah satunya kau. Tapi begitu kau kenal dekat dengannya dia tidak seperti itu.”

“oh jadi begitu, tapi apa begitu mengerikannya reaksinya sampai aku terbawa sampai kesini.”

“sejujurnya mengenai kejadian kaca mobil kemarin itu memang benar cukup menguras dompet. Hanya saja begitu melihat wajahmu lagi ketika terekam CCTV. Seolah emosinya mencuat lagi. Mungkin kau sudah di judge orang yang menyebalkan di matanya. Hahaha.”

“memang dia saja yang merasa sebal? aku bahkan lebih dari itu. sudah terlalu banyak rintangan hidup yang aku lalui di Seoul ini” Hyo Min menjatuhkan pandangannya ke tanah. Kai menatapnya lekat-lekat.

“maaf, telah membebanimu. Kau pasti sering merasa khawatir memikirkan keluargamu yang jauh disana. aku juga begitu. Dulu aku juga pernah merasakan kepahitan seperti yang kau rasakan sekarang.”

Perkataan Kai membuat Hyo Min menaikkan kepalanya dan menatap kearahnya.

Selagi mereka asik berbincang sebuah mobil van berhenti di rumah itu dan  7 orang namja keluar dari mobil van itu. Chanyeol segera mencari Kai begitu dia tidak ada dikamarnya.

“ketika aku sering merasa terbebani dengan kehidupanku, aku menutup mataku dan memikirkan hal-hal yang indah dan membuang semua masalah yang ada di pikiranku, ketika aku membuka mata aku merasa seperti dilahirkan kembali” Kai memejamkan matanya sambil menarik napas udara sore itu.

“apa benar bisa begitu?” tanya Hyo Min.

Ho Seok mengangguk. Hyo Min pun memejamkan matanya perlahan dan mulai memikirkan hal-hal yang indah. tiba-tiba

“cup”

Hyo Min merasakan kehangatan di pipinya sebentar. Pipinya langsung memerah. Ia langsung menoleh kearah Kai.

“sekarang kau bisa merasakannya dengan nyata kan?”

Jantung Chanyeol tiba-tiba berdetak cepat dan memanas. Ia mengepalkan kedua tangannya begitu melihat Kai mengecup pipi Hyo Min. ntah apa yang membuat dia kesal kali ini. yang pasti tiba-tiba hatinya benar-benar terasa sakit.

~END~



Step (Chapter 1)

$
0
0

Steps

  • Author : Cardova (@zhayrapiverz)
  • Cast             : Oh Sehun and OC
  • Support Cast : Exo Member
  • Length : Series
  • Rating : T, G
  • Genre : Psikologi, Family, Romance, Hurt, (Become Married Life)
  • Disclaimer : FF ini saia post di fb pribadi (Zayy Cardova) dan banyak tempat dengan nama Author yang sama. Semua yang saya posting adalah karya original otak saya (Saya mah Cuma nyalurin aja ke MS. Word bhaks) yaudelah Happy reading *bow

 

Seulbi berjalan dalam langkah cepat-cepat sesaat bel sekolah berbunyi lima menit yang lalu. Ia tidak ingin pulang terlambat lagi seperti kemarin dan membuatnya harus mendapatkan hukuman dari Ayahnya yang cukup mengerikan. Seulbi sangat takut bila bertemu ayahnya dan ia tidak berani sedetikpun menatap pria paruh baya itu sekalipun.

Luka dimasa lalu berusaha Seulbi tutup atau sekedar melupakan dengan susah payah namun ia gagal, berbuah Seulbi yang menjadi gadis pendiam dan sangat takut bila berhadapan dengan pria manapun termasuk Ayahnya sendiri

“SeulBi~ya!!” seorang siswa dari arah berlawanan mencengkeram lengannya membuat langkah Cepat Seulbi terhenti.

SeulBi menunduk begitu mengenali pemilik suara berat Oh Sehun yang menginterupsi pendengaran, membuat Seulbi gemetar ketakutan

“Lepaskan aku!” nada suara SeulBi semakin bergetar dengan pelupuk mata yang mulai berair “Kumohon Oh Sehun! Aku harus segera pulang!”

Sehun berjengit sembari menyentuh dagu SeulBi membuat gadis itu mendongak “Gwenchana?” Ujarnya nampak khawatir.

 

Beberapa waktu lalu sempat berhembus kabar yang entah datangnya dari mana bila Sehun menyukai SeulBi, tetapi hingga saat inipun Sehun tak pernah mengutarakan bagaimana perasaan yang sebenarnya pada siapapun termasuk kepada SeulBi sendiri. Setahu SeulBi, Sehun seorang player yang didekati banyak gadis. SeulBi tidak peduli dan ia tidak ingin berurusan dengan lelaki manapun.

Cepat-cepat SeulBi menepis tangan pria itu begitupun cengkraman pada lengannya, segera berlari secepat yang ia bisa menjauhi kerumunan para siswa siswi yang memenuhi koridor.

SeulBi menaiki taksi dan menyuruh Ahjussi menyetir dengan cepat agar ia tidak terlambat pulang. Sesampainya di rumah yang nampak kosong, ia segera berjalan hati-hati menuju kamar, menguncinya perlahan setelah berhasil menutup pintu dengan aman.

Sepasang kaki SeulBi melemas, ia terduduk di lantai dan bersandar pada pintu sembari menetralkan degupan jantungnya yang beradu cepat sedari tadi

‘Setidaknya aku pulang dengan aman’

 

♬•♬

 

Jokwon melepaskan dasi hitam yang terasa mencekik lehernya lantas melemparkan tas kantor mahalnya disembarang tempat. Terduduk di sofa ruang keluarga seorang diri, mengedarkan pandangan ke segela penjuru rumah yang nampak sepi Seperti biasanya ‘Apa dia sudah pulang?’ Jokwon berinisiatif melihat keadaan putri semata wayangnya na’as pintu telah terkunci rapat, rupanya benar bila SeulBi telah pulang sejak tadi

“Hey cepat  buka pintunya! Kita harus bicara” sentak Jokwon sambil lalu menggedor pintu kamar Seulbi sarkastik. Selalu seperti itu!

 

Jokwon Lama menunggu namun tak ada sahutan sedikitpun dari dalam ‘Apa dia tidur?’

“Hey cepat buka pintunya atau kalau tidak, aku akan membukanya dengan caraku sendiri!” Jo kwon kembali berteriak dengan raut dingin yang begitu menakutkan.

Perlahan knop pintu memutar perlahan, SeulBi menampakkan sedikit bagian kepalanya dan hanya memberi sedikit ruang  untuk berjaga-jaga bila JoKwon ingin memukulnya lagi “I..iya A-ayah?” SeulBi berbicara takut-takut dengan jemari bergetar dibalik pintu

“Mulai besok kau tidak akan tinggal disini lagi. Tinggalah di rumah calon suamimu sebelum kalian menikah dan jangan membantah!”

Deg. Sepasang lensa coklat SeulBi melebar dengan bibirnya yang sedikit terbuka “C-calon S-suami, nuguseyo..T-tapi A-ayah?”

“Tidak ada tapi-tapian. Cepat kemasi barangmu, besok calon suamimu akan segera menjemput kemari!” Jokwon mengakhiri percakapan menyakitkan diantara mereka

 

SeulBi terduduk menyandar pintu memeluk kaki. Perlahan air mata dari sepasang mata sayunya mengalir satu persatu dan semakin deras didetik berikutnya

‘Jadi seperti ini, aku akan berakhir seperti nasip Ibu dimasa lalu?’

Kapan ia mampu meneriakkan isi hatinya di depan orang? Kapan Seulbi berhenti menjadi penakut yang membuat dirinya terpenjara diatas luka?

 

♬•♬

 

SeulBi semakin menunduk tatkala pergelangan tangannya bertautan oleh pria yang akan menjadi suaminya kelak di kemudian hari. SeulBi masih berpikir apa yang baru saja terjadi pagi ini saat Jokwon -Appa SeulBi- tanpa raut berdosa langsung mengizinkan dirinya keluar dari rumah bersama lelaki yang SeulBi tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bagaimana bisa Oh Sehun akan menjadi suaminya? -ralat calon suami di masa depan?- Memikirkannya saja membuat SeulBi sangat pusing dan takut.

“Omo~ uri SeulBi sudah datang rupanya”

Sehun melepaskan genggaman tangannya, mempersilahkan SeulBi mendekati Seorang wanita paruh baya yang masih begitu cantik jumawa, Sehun Eomma

“Ne..Annyeong Haseyo..” seulbi berujar lirih sambil sedikit menunduk

Sehun eomma merangkul SeulBi yang nampak kikuk dengan tawa ringan renyahnya yang mencairkan suasana kaku diantara mereka “Tidak perlu malu-malu SeulBi~ya, anggap saja rumah sendiri, Arrachi? Nah sekarang ikutlah dengan Sehun, kita bertemu di ruang makan ya..”

SeulBi melirik Sehun menaiki tangga, pandangannya lantas beralih pada wanita paruh bayah itu lagi “Ahjumma..”

“Panggil saja eomma, SeulBi~ya!”

SeulBi mengangguk “A..aku tidak akan sekamar dengan Sehun kan?”

“Aigo~” sehun eomma tertawa kecil “Tentu saja tidak anakku, kalian masih SMA. Eomma baru mengizinkan kalian sekamar bila umur kalian sudah cukup dan bila kalian menikah suatu hari nanti..”

SeulBi mengangguk dalam raut sedikit lega “L..lalu pernikahan itu akan dilaksanakan kapan eomma?”

“Sepertinya masih lama, kita harus saling beradaptasi satu sama lain dahulu. Cha! Sekarang lihatlah kamarmu dahulu..” ucapnya mempersilahkan

 

Seulbi termenung di depan kamar barunya yang sedikit terbuka disana Sehun berusaha membantu meletakkan pakaian miliknya. SeulBi segera merampas tas pakaiannya dari Sehun dengan raut tidak suka “Aku bisa sendiri!”

“Oh geurae. Eomma menunggu kita  di ruang makan..”

“Kau sengaja melakukan ini?”

Alis sehun bertaut begitupun dengan dahinya yang berkerut tidak mengerti “Apa maksudmu SeulBi~ya ?”

“Kau merencanakan semua ini, supaya aku bisa tinggal bersamamu, begitu Sehun?”

Sehun menggeleng “Aku tidak tahu menahu. Ini semua rencana kedua orang tuaku dan kedua orang tuamu!”

Seulbi termenung dengan raut kesal “Rencana kedua orang tuaku? Eomma.. kau juga turut merencanakan ini padaku, waeyo?” Lirihnya

Sehun menghela lantas menarik tangan SeulBi “Kita harus sarapan!”

Seulbi menghempaskan tangan sehun yang berani menggenggamnya lagi “Jangan pernah sentuh aku Oh Sehun!” Ujarnya lantas meninggalkan Sehun yang masih terdiam dengan tatapan sulit diartikan

 

♬•♬

 

Dyo dan Chanyeol membawa nampan berisi banyak makanan ringan lantas menumpahkannya diatas meja. Baekhyun, Suho, Kai, Luhan dan Sehun segera mengambil satu persatu sembari berinteraksi satu sama lain

“Omo~ jadi kau dan dia sudah tinggal satu rumah Sehun-ah. Kalian akan segera menikah?” Baekhyun berkata dengan hebohnya

“Yak! Hyung jangan berisik eoh. Nanti terdengar yang lain!” Sehun menyahut dengan sebal

“Setahuku dikelas SeulBi tidak banyak bicara, dia sangat pendiam dan jaga jarak terutama dengan pria-pria disekitarnya. Dulu aku sempat berpikiran kalau dia menyukai sesama jenis?” celetuk jongin yang merupakan teman  sekelas SeulBi  “Tetapi menurutku SeulBi teman yang baik karena banyak yeoja yang dekat dengannya..” tambahnya

“Hey..apakah yeoja-yeoja itu kekasihnya semua?” Kali ini Chanyeol menyahut dengan nada sok serius yang justru terlihat aneh

Dyo segera menjitak Chanyeol yang berkata sembarangan “SeulBi cantik begitu, mana mungkin dia penyuka sesama jenis. Sehun, kurasa benar kata jongin bila SeulBi sedikit menjaga jarak dengan namja, kurasa kau harus mencari latar belakang dia bersikap demikian. Aku yakin sesuatu dimasa lalu sangat berdampak pada kehidupan psikologisnya..”

“Atau bisa jadi uri dongsaeng~ sudah jadi korbannya” luhan berbicara santai setelah sebelumnya hanya menyimak

“Apa maksudmu Hyung?” Sehun nampak tidak mengerti

“Tentu saja SeulBi menghindarimu juga atau mengacuhkanmu atau mungkin tidak menganggap kehadiranmu. Bisa saja kan begitu?”

 

Sehun berusaha menelan salivanya susah payah. Perkataan Luhan benar semua, selama Sebulan SeulBi tinggal bersamanya, gadis itu selalu menghindari Sehun tetapi anehnya ia sangat dekat dengan Ibunya sendiri “Kurasa aku harus menuruti perkataan Dyo Hyung..”

“Ugh kasihan sekali uri dongsaeng~ fighting eoh..” luhan menggoda dongsaengnya yang nampak menekuk wajah tampannya karena terus digodai

 

♬•♬

 

Sehun mencegat langkah Seulbi yang menghindarinya lagi “Kau tidak pulang denganku?”

Seulbi segera menepis tangan sehun dari bahunya “Tidak, Aku ada urusan!”

“Biar aku antar” tawarnya

“Ini bukan urusanmu Sehun, kau bisa pulang sendiri kan?” Seulbi  lalu meninggalkan Sehun yang masih terdiam menatap punggung gadisnya yang makin menjauh.

 

SeulBi menggenggam buket bunga krisan putih yang membawa dirinya di antara deretan pemakaman keluarga di kawasan pemakaman  yang nampak sunyi dan tenang. langkahnya berhenti saat menemukan nisan yang bertuliskan “Lee Sae Ra”  terduduk di atas rerumputan, meletakkan buket itu didepan nisan di atas tanah yang berumput hijau “Eomma…SeulBi datang, rasanya sudah begitu lama ya SeulBi tidak mendatangi rumah baru  eomma. Apa kabar eomma? Seulbi harap eomma baik-baik saja disurga..” SeulBi bermonolog. hembusan dingin angin senja seolah menjawab perkataannya. Ia terdiam sebentar mengusap nisan putih tersebut dalam raut penuh rindu “Eomma sekarang aku tinggal dirumah Oh Sehun, dia calon suamiku kelak. Saat itu dia pernah berkata jika kedua orang tuanya dan orang tuaku yang merencanakan ini. Apakah eomma juga turut dalam hal ini? Jika iya, mengapa demikian eomma? Eomma tahu  kan, aku tidak pernah menyukai namja dan aku tidak menginginkan dekat dengan namja manapun karena Appa. Dulu Appa tidak pernah sekalipun berhenti menyakiti eomma, membuat eomma menangis dan menderita bahkan diakhir hayat eomma..” bahu SeulBi mulai bergetar karena tangis “SeulBi tahu, saat itu eomma selalu bersikap kuat dan tenang di depan SeulBi walau nyatanya eomma sangat menderita kan? Eomma, sampai kapanpun SeulBi akan membenci appa, SeulBi akan terus membenci namja manapun tidak terkecuali Oh Sehun. SeulBi sangat  membenci mereka ..maafkan SeulBi eomma. SeulBi sangat jahat seperti ini..” seulbi menunduk sambil sesekali mengusap wajahnya yang basah dengan punggung tangannya sendiri. Seperti yang selalu terjadi di tempat ini, ia selalu menceritakan apapun yang terjadi pada Sae Ra.

Dari kejauhan seseorang memandangi Seulbi dengan raut sedih bercampur terkejut lantas meninggalkan tempat itu dengan langkah besarnya

 

♬•♬

 

Seoul di Malam hari sedang turun hujan badai yang sesekali terdengar suara gemuruh petir yang nampak menakutkan. Langit hitam kelabu tanpa bintang itu sesekali bercahaya kuning terang lantas kembali kelam karena kedatangan petir yang tiba-tiba.

Seulbi terduduk dilantai diantara nakas kecil dan ranjangnya sambil memeluk lutut, sesekali juga menutup kedua telinga dengan tangan saat petir kembali datang.

 

SeulBi sangat takut dengan petir yang berbunyi menakutkan, lebih menyeramkan dibanding bertemu hantu sekalipun. Tak lama setelah deretan gemuruh datang, lampu kamar padam secara tiba-tiba begitupun dengan lampu-lampu rumah dikejauhan yang ikut padam akibat hujan gemuruh yang cukup mengerikan malam ini.

SeulBi memekik tertahan, merasa mati rasa, membeku ditempatnya semula, ia takut harus meninggalkan tempatnya sekarang, ia takut kegelapan seperti ini jadi SeulBi mencoba menutup mata dengan bibir bergetar menahan tangis. Dalam hati ia terus menyebut “Eomma…tolong aku” agar kepanikannya mereda.

 

Sehun membawa sebuah lilin kecil, mengetuk kamar SeulBi beberapa kali namun tak ada jawaban. Dalam keraguan bercampur khawatir  Sehun memberanikan diri masuk ke dalam kamar itu ” SeulBi Eodiya?” Sehun mencari-cari keberadaan Seulbi dalam kegelapan dibantu setitik cahaya dari lilin hingga ia menemukan gadis itu disudut sana, tengah menekuk wajah diantara lutut “SeulBi-ya?” Sehun berjongkok setelah meletakkan lilin di nakas

 

Seulbi mendongak lantas memeluk sehun dengan sangat erat, hingga sehun membeku ditempatnya, hampir saja terhuyung bila ia tidak menapak dengan kuat.

 

Sehun menyadari jika Seulbi tengah menangis ketakutan dengan Bahu gadis itu nampak bergetar, Sehun menjadi tidak tega melihat SeulBi seperti ini. Gadis itu terlihat begitu rapuh di dalam pelukan “Tidak apa-apa, jangan takut. Aku meletakkan lilin di nakas, kau bisa tidur kembali..” sehun berujar sambil sesekali menepuk punggung Seulbi yang masih bergetar

“Aku takut…” lirihnya tanpa melepaskan pelukan itu

“Baiklah, aku akan menemanimu sampai lampunya hidup kembali. Sekarang kembalilah ke tempat tidur, lantainya sangat dingin Seulbi!”

Perlahan pelukan Seulbi mulai mengendur, tetapi ia mencengkeram lengan sehun dengan kuat masih dengan raut ketakutannya. Sehun tersenyum samar lantas membimbing Seulbi untuk berbaring.

 

Satu hal berat yang harus Sehun lakukan ia juga harus berada disamping gadis itu.

Sehun menarik selimut sampai pada batas leher mereka “Geurae, tidurlah SeulBi~ya..” Sehun mengusap-usap kepala seulbi yang bersandar di dadanya

“Jangan tinggalkan aku…”

“Aku tidak akan meninggalkanmu SeulBi..”

Malam yang dingin itu samar-samar menjemput alam sadar  mereka

 

♬•♬

 

“Aigo~ apa yang kalian berdua lakukan?”

Seulbi mengusap kedua matanya saat mendengar suara Eomma yang begitu keras dalam tidurnya. Begitu Kesadaran SeulBi mulai seratus persen ia terduduk sambil sesekali menguap “Waeyo eomma?”

Eomma hanya tersenyum sambil menggeleng dalam raut menggoda “Sepertinya memang pernikahan kalian harus segera dilaksanakan!” Ujarnya sambil bersandar pada pintu.

SeulBi mengerutkan hening, menoleh kesembarang arah hingga ia menutupi bibir mungilnya dengan telapak tangan ‘Bagaimana bisa Sehun satu ranjang denganku?’

“Ya! Apa yang kau lakukan di kamarku” seulbi menarik-narik tangan sehun, sedangkan pemiliknya nampak tertidur dengan tenang “Sehun bangun!” SeulBi dengan paksa mendudukkan Sehun yang masih  setengah sadar

“Apa yang kau lakukan?” Sehun berkata dengan suara yang masih serak khas orang baru bangun tidur.

“Aigo~ baiklah lanjutkan saja acara kalian. Sarapan sudah siap dibawah!” eomma melenggang pergi meninggalkan SeulBi yang nampak shock sedangkan sehun yang kembali tertidur pulas diatas ranjang  Seulbi

“Sehun cepat kembali ke kamarmu!”

“Astaga ini masih pagi, jangan berteriak SeulBi~ya!” Sehun menarik bahu Seulbi agar kembali tertidur lagi.

“Ya! Kau gila eoh. Bagaimana mungkin kita tidur bersama?”

Sehun membuka satu matanya lantas menguap “Eoh, Tadi malam bukankah kau yang meminta ditemani? Kau sudah lupa ya?”

 

Seulbi menutupi wajahnya sesaat memori semalam kembali berputar dalam pikirannya. Sehun benar, ini semua karena permintaannya

“Aku mau mandi. Kau harus keluar sebelum aku selesai!” SeulBi mengalihkan pembicaraan lantas berlari menuju ruang mandi karena wajahnya yang sukses memerah menahan malu

 

♬•♬

 

Gayoung dan Haera hampir saja menyemburkan jus mereka karena curhatan SeulBi yang sangat mengejutkan di siang terik seperti ini “Ya! Bagaimana bisa gadis terlampau polos sepertimu sudah tidur dengan seorang pria?” Haera memekik dengan keras, SeulBi segera menutup mulut sahabatnya itu.

“Ne aku setuju dengan Haera! rupanya uri SeulBi sudah bisa menyukai pria, Oh Sehun calon suaminya lagi..”

Sedangkan SeulBi menutup wajah dengan kedua tangan karena malu. Ternyata sebuah kesalahan menceritakan hal ini pada sahabatnya sendiri walaupun mereka sudah hampir tiga tahun bersama  “Dengar ya agashi bawel, aku tidak pernah menyukai Sehun dan itu semua kesalahan. Jangan pernah bahas ini lagi, arraseo?”  SeulBi lantas meninggalkan mereka berdua yang cekikikan melihat tingkah polos SeulBi.

 

Dilain sisi sekumpulan pria tampan itu juga sama shocknya dengan cerita Sehun “Omo~ ternyata SeulBi agresif juga ya? Aku tidak sangka gadis pendiam sepertinya bisa seperti itu. Wah dia benar-benar tipeku!” jongin berujar santai sambil memakan poky-nya

Sehun mendelik lantas menjitak kepala pria berkulit tan itu “Cari saja yeoja lain. Kenapa harus SeulBi? Shireo~”

“Hahaha jadi gosip itu memang benar ya Hun, kalau kau memang menyukainya bahkan sebelum kalian tinggal bersama?” Kali ini suho yang berbicara

“Hyung jangan ramai-ramai! Ini rahasia kita!!” sehun mengisyaratkan dengan telunjuknya

Mereka semua mengangguk mengerti “Lalu apa kau sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku, tentang mengapa SeulBi selalu menghindari pria?” Dyo bertanya

Sehun tersenyum lirih “Sepertinya aku sedikit mulai mengerti saat tempo hari mengikutinya ke pemakaman Ibunya SeulBi. Aku tidak tahu jika Ibunya sudah meninggal”

“Kasihan sekali gadis itu, aku ingin memeluknya..” kai berbicara lagi namun kembali mendapat jitakan dari Chanyeol

“Urusi saja Lee Ah Reum model super sexi itu Jongin!” Jongin langsung memberengut sebal

 

“Annyeong oppa, kalian sedang membicarakan apa eoh?” Rien dan dua temannya -Gami dan Sila- mendekati mereka dan turut bergabung.

Rien melingkarkan lengannya pada Sehun namun pria itu segera menepisnya “Jangan ganggu aku Rien!” Sehun berkata dengan raut datar dan dinginnya seperti biasa

“Oppa tidak bisakah kita kembali berpacaran seperti dulu? Terus terang saja aku masih menyukaimu, Kau tahu?”

Sehun menghela “Shireo~ kau sudah memiliki Jongkook dan kau dengan tega berselingkuh dengannya di belakangku. Sekarang urusi hidupmu sendiri!” Sehun beranjak meninggalkan rien dan teman-temannya. Terus terang saja mood Sehun menjadi sangat buruk bila berhadapan dengan gadis itu.

 

♬•♬

 

“Appamu dirawat di rumah sakit!” sehun berujar dengan panik ketika bertemu SeulBi di ujung koridor sepulang sekolah

“Oh lalu kenapa?” SeulBi berjalan ringan sambil menendang kerikil kecil

Sehun berdecak  “Ya! Kau tidak mengkhawatirkan keadaan-”

SeulBi menghentikan langkahnya “Dia tidak pernah mengkhawatirkan keadaanku” sahutnya dengan raut sendu dibalik sikapnya yang menunduk

“Tapi kita harus menjenguknya SeulBi~ya, dia appa kandungmu jangan lupakan itu!” sehun masih saja mengomel seperti ibu-ibu tidak dapat arisan

SeulBi makin menunduk, haruskah ia pergi menemui JoKwon appanya? Luka dihatinya belum sembuh saat JoKwon dengan raut tanpa dosa mendepak SeulBi dari rumah agar tinggal bersama Sehun, ya sejujurnya ada benarnya juga sih sebelum mereka menikah yang sesungguhnya. tapi mengapa harus bersikap demikian?

Sehun menghela lantas menarik tangan SeulBi, menuntunnya menuju mobil dan segera melesat menuju rumah sakit.

 

Sehun menyerahkan parcel buah pada SeulBi yang terdiam sejak tadi “Kenapa harus aku?”

“Karena kau anaknya!” Sehun berujar dengan santai sambil berjalan di koridor rumah sakit

“T..tapi dia tidak pernah menginginkanku ada..” Seulbi menggumam begitu lirih. Sangat lirih seolah ia mengatakan untuk dirinya sendiri. Sayangnya Sehun memiliki pendengaran yang tajam walau ia juga masih terdiam dibalik sikap santainya

“Cha! Masuklah kedalam..”

SeulBi nampak sangat malas melangkahkan sepatunya ke dalam seolah ia harus menceburkan diri kedalam lubang buaya yang begitu menyeramkan “Aku ikut di belakangmu!” Sehun seolah mengerti dengan sikap ogah-ogahan SeulBi.

Di dalam ruangan seorang suster baru saja mengecek keadaan JoKwon yang tengah membaca koran disore hari, kegiatannya lantas terhenti saat mendengar SeulBi  “Appa…”

“Oh kau datang?” Sahut JoKwon dengan raut tegasnya

SeulBi menunduk takut sambil berjalan meletakkan parcel buah tersebut diatas lemari “Bagaimana keadaanmu, Appa?” SeulBi berkata sangat lirih namun dalam jarak yang dekat dengan ranjang JoKwon

“Calon menantuku datang menjengukku juga, gomawo Sehun-ah. Kau sudah repot repot datang kemari” JoKwon tak mengindahkan pertanyaan atau mungkin lirihan SeulBi yang menanyakan keadaannya

“B..baik Ahjussi..” Sehun melirik Seulbi merasa tidak enak hati

“Ya! Panggil saja Appa, JoKwon appa” jokwon tersenyum sumringah

SeulBi termenung. Selama ia berada di sisi JoKwon, baru kali ini ia melihat senyum yang begitu mengembang dibibir Appanya.

 

Sebuah senyum yang menyiratkan kebahagiaan hanya karena kedatangan Sehun, lalu kapan hari itu datang saat JoKwon tersenyum bahkan tertawa karena SeulBi putrinya sendiri?

“Aku permisi dulu..” Merasa kehadirannya tak dianggap, SeulBi berjalan cepat meninggalkan pavilyun JoKwon.

Sehun menatap punggung SeulBi yang menghilang dibalik pintu lantas tersenyum canggung “Apakah appa tidak terlalu keras padanya?”

“Ahahaha dia memang seperti itu Sehun~ah. Tidak perlu perdulikan sikapnya yang manja..”

 

Angin sore bertiup menerbangkan rambut panjang SeulBi yang terduduk dibawah pohon Akasia rumah sakit di depan pavilyun sambil mengayun-ayunkan kaki.

Rasanya ingin sekali menangis dan ingin sekali berteriak bila mengingat kejadian tadi. Sebait memori dimasa lalu entah mengapa berputar di dalam pikiran Seulbi yang membuatnya semakin tampak menyedihkan di dunia ini

‘Sebenernya Appamu begitu menginginkan kelahiran seorang anak pria. Setelah kau lahir, eomma ingin memiliki anak lagi tetapi Appa tidak mau karena takutnya eomma akan memiliki seorang putri lagi..’

Perkataan Eomma kembali terbayang. Selama ini benar saja jika Jokwon bersikap seperti itu karena sesungguhnya ia tidak menginginkan kelahirannya.

Jokwon hanya menginginkan seorang putra yang kelak akan meneruskan perusahaannya bukan seorang putri, bukan SeulBi yang menjadi keinginannya.

Terang saja tiap kali memikirkan hal itu membuat SeulBi sangat sedih, ingin sekali Tuhan mencabut nyawanya dengan cepat walau sebenarnya dihati kecil SeulBi ia begitu menunggu saat-saat Jokwon menyebut namanya, tersenyum untuknya bahkan memeluknya, Hanya itu keinginan sederhana yang ingin sekali dirasakan SeulBi

“Ini..”

SeulBi mendongak, mendapati Sehun yang berdiri di depannya sambil sedikit menunduk lalu menyerahkan sebuah lolipop kecil

“Kau sudah selesai?”

Sehun meletakkan lolipop itu diatas telapak tangan SeulBi lantas menggiringnya pulang “Mengapa kau pergi, kau tidak merindukan Appamu?”

SeulBi sedikit risih karena berdekatan dengan Sehun, ia lantas sedikit berjalan menjauhinya “Ya! Memangnya aku terkena penyakit mematikan?” Sehun berdecak sebal karena SeulBi selalu menghindarinya

“Sangat salah aku pergi kesini!” sahutnya berlari meninggalkan sehun yang terdiam.

Sehun menghela sambil memasukkan tangannya kedalam saku, sepertinya ia mulai mengerti dengan segala sikap SeulBi selama ini, semuanya saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Secara rasional hal ini memang tidak dapat dinalar namun dari yang ia lihat, dengar dan rasakan sendiri ia dapat memberikan konklusi jika SeulBi memiliki masa lalu yang begitu pahit, sikap Appanya yang terlewat dingin dan mengapa SeulBi sampai tidak mau berdekatan dengan pria.

 

Sesuatu dalam diri Sehun mengembang karena perasaan aneh itu semakin membawanya begitu dalam pada rasa cinta karena SeulBi terlampau misterius dibalik sikap dinginnya

“Ya! Mengapa Kau berlari sangat cepat, apa kau pernah berteman dengan kuda?” Sehun berkata saat menjumpai SeulBi yang sudah bersandar di depan pintu mobilnya sambil sesekali memainkan gagang lolipop dalam mulutnya. Sehun senang, setidaknya SeulBi tidak menolak pemberiannya

“Kau tidak peka atau apasih? Ini sudah menjelang malam dan aku lapar”

Sehun terkekeh lantas mengusap kepala SeulBi sesaat mobilnya telah melaju di jalanan “Oh kalau begitu kita makan dulu”

“Ani..” sehun melirik sebentar “Aku tidak mau makan bersamamu, tapi aku mau makan malam dengan eomma dirumah”

“Geurae” sehun mengangguk. Satu hal yang hampir terlupa setelah tanpa sadar pemikiran ini terlintas, SeulBi sangat mendambakan sosok seorang Ibu yang telah begitu lama tidak menghiasi hari-harinya

 

♬•♬

 

“Eomma kenapa cepat sekali sih, apakah Eomma lupa kalau umur kami baru saja 18 tahun? Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi” SeulBi merengek pada Eomma Sehun sesaat menyelesaikan makan malam dan mereka bertiga tengah menonton televisi bersama diruang tengah sedangkan Appa sehun adalah seorang pebisnis yang sangat sibuk meluangkan waktu di rumah, berbeda dengan Sehun eomma yang bekerja di butik sekaligus pemilik butik tersebut yang masih menyempatkan diri berada di rumah.

Sehun menoleh dengan sangat heran. Jarang sekali SeulBi berbicara panjang lebar apalagi dengan nada seperti itu kepada orang lain seolah tengah berbicara dengan eomma kandungnya sendiri. Aneh sekali.

Eomma terkekeh sembari mengusap rambut panjang SeulBi yang selalu tergerai dengan sayang “Appamu yang berbicara demikian setelah tadi menelpon Appanim dan eommanim SeulBi, jadi lusa kau dan Sehun datanglah ke butik eomma untuk vitting pakaian, setelah itu pergilah untuk membeli cincin pernikahan. Untuk konsep tempat pernikahan, eomma sangat yakin jika kalian menyukai rancangan eomma, jadi kau tidak perlu memikirkan hal ini!”

SeulBi mendadak terdiam sambil bersandar di sandaran sofa dengan raut tidak dapat diartikan “Araseo Eomma, kalau begitu SeulBi akan belajar dulu…”tak lama Seulbi meninggalkan Eomma dan Sehun yang saling bertatapan dengan pandangan sama-sama tidak mengerti “Eomma sih..”

“Apa? Eomma kan hanya menyampaikan yang Appanya SeulBi katakan!”

“Iya tapi SeulBi itu sensitif kalau menyangkut appanya!”

Eomma menghela lantas menepuk bahu Sehun “Cobalah hibur dia atau katakan sesuatu Sehun. Yah..apalah yang ada di pikiranmu!” bujuknya

“Kenapa Sehun? acara di televisi sedang bagus-bagusnya eomma. Lebih baik eomma saja yah!” Tolaknya

Sehun eomma memberikan death gleare-nya lalu menjitak kepala Sehun dengan sebal “Tapi kau yang akan menjadi suaminya Oh Sehun bukan eomma! Jadi cepatlah pergi sebelum kupotong uang sakumu!”

“Aish Arraseo Eomma..”

Sehun dengan  malas menaiki tangga, sesekali mengomel tidak jelas lantas mengetuk pintu kamar SeulBi beberapa kali. Mengacak rambut kecoklatannya karena SeulBi tidak kunjung membuka pintu membuatnya berinisiatif langsung masuk kedalam dan benar saja kalau SeulBi tidak kunjung membuka pintu, selain tengah memunggunginya, SeulBi juga mendengarkan Ipod di telinganya. Sehun jadi sebal sendiri  “Ya! Lee Seul Bi” sehun menekan-nekan pipi bersemu SeulBi.

Gadis itu melepas ipodnya, terkejut seraya bergeser kekanan karena jaraknya terlampau dekat dengan Sehun “Apa?”

Sehun terduduk di pinggiran ranjang sambil menyilangkan tangan di atas dada “Kau tidak ingin mencegah pernikahan kita, maksudku kau setuju dengan ini semua?”

SeulBi menutup buku Kalkulusnya masih dengan menunduk “Dan aku akan berhadapan dengan appa lagi karena ini? Apa yang terjadi dengan Appa kalau aku menolak ini -pernikahan- atau aku bisa saja melarikan diri sejauh-jauhnya dari Appa dan keluargamu juga karena ini?”

Dahi sehun berkerut begitupun dengan alis tebalnya yang saling bertautan karena pernyataan SeulBi begitu ambigu  “Maksudnya?”

Gadis itu kembali berujar “Aku akan mati di tangan Appa walau sejujurnya aku menginginkan hal itu. Tapi, aku tidak mau menjadi egois di mata Appa. Setidaknya aku pernah sekali membuat Appa bahagia karena diriku sendiri”

“SeulBi..” Gadis itu lantas mendongak “Jadi kau akan tetap menikah denganku walau sejujurnya kau tidak menginginkan hal itu?” Sehun bertanya dengan hati-hati takut akan menyinggung perasaan gadis itu

SeulBi terdiam beberapa waktu hingga akhirnya mengangguk lirih “Maaf Kalau kau juga tersiksa karena ini, aku berjanji bila sesuatu terjadi dan kita mendapat jalan keluar untuk berpisah, aku pasti akan menempuh jalan itu. Kau mengerti maksudku?”

Sehun mengangguk ‘Benar bila sejak awal SeulBi tidak menyimpan perasaan padaku’

“Baiklah kalau begitu” Sehun meninggalkan kamar SeulBi dengan perasan yang bergejolak aneh. Mengepal jemari hingga buku-bukunya memutih. Oh seharusnya Sehun tidak pernah berharap dan mengubur perasaannya dalam-dalam sejak rencana orang tua mereka yang begitu konyol terealisasikan. Seharusnya Sehun tidak pernah menyukai SeulBi dari pada berakhir terluka seperti saat ini.

 

Bagaimana kelanjutan kisah Seulbi Sehun?

Apa yang sebenarnya terjadi dengan kisah masa lalu SeulBi hingga membuatnya demikian?

Akankah Cinta Sehun hanya bertepuk tangan dan membatalkan pernikahan mereka?

 

Ps: Semoga terhibur dan harap tinggalkan jejak berupa like dan komentar ya readers yang baik:)

Annyeong~

 

 


LOVE KILLER Part 10

$
0
0

12132409_485358354968349_7651521527407126747_o

Title                     :  LOVE KILLER

Cast                     :

  • Kim Joon Myun/Suho ( EXO )
  • Kim Sooyong ( OC )
  • Kim Jisoo ( Actor )
  • Shin HyeRa ( OC )

 

Lenght                 :  Chapter

Rating                  :  T

Genre                   :  School Life, Romance

Author                 :   @helloimterra91 & @beeeestarioka

( Cerita ini juga dipublish di https://www.facebook.com/Dreamland-Fanfiction-EXO-Seventeen-Fanfiction-715754941857348/?fref=ts   )

 

 

 

 

 

***

 

 

 

 

 

“Selamat pagi, Sooyong” sapaan seseorang yang tidak dia duga membuatnya mengernyit heran menatap pria jangkung didepannya. Sementara yang ditatap malah tersenyum kikuk. “Kenapa kau melihatku seperti itu? Eung, aku mau minta maaf”

 

“Park Chanyeol, are u okay?” tanya Sooyong tidak yakin pada kondisi mental pria ini. Dia berjalan memasuki sekolah diikuti Chanyeol dibelakangnya.

 

“Aku serius. Aku ingin minta maaf. Kau tahu kan aku tidak bisa melawan Kyungsoo. Aku terpaksa menganggumu meski sebenarnya aku tidak mau. Jadi tolong, maafkan aku”

 

“Lupakan saja” jawab Sooyong cepat sambil terus berjalan. Dia sedikit risih karena Chanyeol terus mengikutinya.

 

“Jadi aku dimaafkan?” seakan tak menyerah Chanyeol terus berusaha mencecarnya sampai gadis itu berhenti dan memutar tubuhnya hingga keduanya berhadapan.

 

“Untuk apa sih kau minta maaf kalau nantinya kau akan mengangguku” balas Sooyong sebal.

 

“Aniya. Aku tidak akan menganggumu lagi” ucapnya tegas.

 

“Entah kenapa aku sulit mempercayai ucapanmu”

 

“Aku serius. Karena Kyungsoo akan pindah keluar negeri”

 

“Benarkah?”

 

Chanyeol mengangguk. Dia melayangkan tatapannya kesebrang membuat Sooyong ikut mengalihkan pandangannya kepintu masuk dimana Kyungsoo dan Ayahnya baru saja keluar dari kantor kepala sekolah.

 

Wajah Kyungsoo terlihat begitu muram dan tak bersemangat. Dia ingin menemui Kyungsoo dan menanyakan keadaannya tapi Sooyong tidak mau melakukannya. Dia takut berdekatan dengan Kyungsoo. Bayangan dimana Kyungsoo mencelakainya membekas dalam pikirannya. Sorot mata yang dulu arogan dan penuh intimidasi kini digantikan oleh kesedihan dan rasa sesal.

 

Sebuah mobil sedan berhenti tepat didepan keduanya. Sebelum Kyungsoo masuk, dia sempat melihat Sooyong dengan perasaan campur aduk. Gadis itu membuang mukanya. Dia ingin mengakhiri semua hal buruknya bersama Kyungsoo dan menjalani hidupnya yang baru. Selamat tinggal Kyungsoo, semoga kau mendapatkan yang terbaik disana. Lalu Kyungsoo masuk kedalam mobilnya dan pergi.

 

“Kau tidak apa-apa ?”

 

“Ya, tentu saja” jawabnya tanpa ekspresi. Dia kembali melangkahkan kakinya ke kelas. Dalam hati dia bersyukur karena seterusnya dia akan menjalani hidup dengan baik tanpa ada seorang pun yang menjadi penghalang untuk mencapai semua kebahagiaannya.

 

 

 

………………………………………………….

 

 

 

Pintu kelas terbuka dari luar membuat pandangan siswa yang tadinya fokus dengan materi yang tengah diajarkan terinterupsi oleh sosok Jisoo dengan tubuh tingginya.

 

Semua murid kini menoleh padanya, khususnya Sooyong. Saat mata mereka bertemu, keduanya saling melempar senyum.

 

“Aku terlambat. Maafkan aku, Sam” Jisoo membungkuk.

 

“Jangan diulangi lagi, Jisoo-haksaeng”

 

Jisoo mengangguk lalu duduk dibangkunya yang berada di pojok belakang dan pelajaran pun kembali dilanjutkan.

 

“Sam akan membagi kalian menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari pria dan wanita. Kalian ambil kertas yang tersedia didepan. Setelah itu berkumpul bersama teman dengan nomor yang sama” Shindong menyuruh masing-masing murid mengambil kertas yang telah dibubuhi nomor. Suho sangat berharap bisa satu kelompok dengan HyeRa. Namun dewi fortuna tidak berada dipihaknya.

 

 

 

………………………………………………………..

 

 

 

Sepulangnya dari sekolah Suho terus memasang wajah ditekuk tidak mempedulikan Sooyong yang sedari tadi mengoceh tentang pembagian tugas diantara mereka.

 

“Ya! Sebenarnya kau mendengarkan aku atau tidak?”

 

“Ck! Aku kesal”

 

“Kenapa?”

 

“Kenapa harus pacarmu itu yang satu kelompok dengan HyeRa, bukannya aku!”

 

“Hhhh. Astaga. Hanya karena itu. Ya! Kau pikir aku senang satu kelompok denganmu”

 

Suho diam. Dia terus menekuk muka seperti anak kecil yang tidak diberi uang jajan.

 

“Hahhh. Terserah. Aku tidak peduli. Suka tidak suka pokoknya kau harus berpartisipasi dalam tugas ini, araseo? Kalau tidak, aku akan mengeluarkanmu” ancaman Sooyong membuat Suho pasrah. Dia pun mengerjakan bagiannya dengan setengah hati. Pikirannya terus terpacu pada HyeRa yang kini sedang mengerjakan tugas bersama Jisoo. Suho cemburu.

 

“Menyebalkan” selanya lagi membuat Sooyong yang sibuk dengan tugasnya kini menoleh. “Harusnya aku yang bersama HyeRa sekarang. Dia bahkan tidak membalas pesanku. Apa dia tidak penasaran atau khawatir dengan apa yang pacarnya lakukan bersama gadis lain. Oh, atau jangan-jangan dia bersenang-senang dengan kekasihmu”

 

“Ya! Memangnya apa yang kita lakukan? Kita hanya belajar kelompok. Kau berlebihan. Makanya cepat kerjakan tugasmu kalau kau ingin cepat-cepat menemui kekasih tersayangmu itu” Sooyong menarik nafas. Suho benar-benar merepotkan. “Lagipula Jisoo tidak mungkin menggodanya”

 

“Tapi dia menggodamu dari Kyungsoo” balas Suho tak mau kalah.

 

“Itu berbeda”

 

“Lalu apa? Jangan bilang kalau selama ini kau menyukainya diam-diam. Heol!”

 

“Ehm, bagaimana ya? Sulit untuk tidak menyukai Jisoo”

 

“Apa?”

 

“Kau mungkin tidak tahu tapi Jisoo benar-benar style-ku” Sooyong tersenyum malu membuat Suho bergidik melihat tingkahnya. “Pokoknya kau harus mengerjakan tugasmu sampai selesai. Kalau tidak, jangan harap kau bisa pulang dan menemui pacarmu!”

 

“Bagaimana kalau Jisoo dan HyeRa-“

 

“Tidak akan karena ada Hongbin-oppa yang mengawasi mereka!”

 

Suho ingin bicara lagi sebelum Sooyong menyumpal mulutnya dengan sepotong roti. “Kau harus banyak makan roti dan minum susu kalau kau ingin bertumbuh tinggi seperti Jisoo” ejeknya setengah bercanda.

 

Suho pasrah. Dia kembali mengerjakan tugasnya dengan enggan. Meski pikirannya tidak bisa tenang tapi sebisa mungkin Suho fokus pada tugasnya.

 

Sementara itu, tanpa sepengetahuan Suho, Sooyong membuat sebuah rencana. Dia tersenyum jahil. Dia ambil ponselnya lalu mengirim KaTalk pada HyeRa.

 

“Mari bertemu 30 menit lagi”

 

Setelah itu Sooyong mengerjakan tugas dalam diam.

 

Dua puluh menit kemudian, Sooyong menyudahi kegiatan mereka. “Kau bisa pergi sekarang”

 

“Hah? Tapi tugasku belum-”

 

“Cepat pergi sebelum aku berubah pikiran”

 

“Mmm~ Sepertinya kau ada janji dengan seseorang? Siapa dia?”

 

“Kau tidak perlu tahu”

 

“Baiklah” Suho pun bergegas memasukkan bukunya kedalam tas, kemudian dia pergi menuju pintu keluar dan berpapasan dengan dua lelaki berpakaian seragam. Suho berhenti sebentar. Dia perhatikan kedua lelaki itu yang kini telah duduk ditempat duduknya tadi. Sontak dia tersenyum jahil.

 

“Sepertinya seru kalau aku laporkan ini pada Jisoo. Ck” gumamnya senang sambil berlalu pergi menuju rumah HyeRa.

 

 

 

…………………………………………………

 

 

 

HyeRa melihat jam tangannya. 10 menit lagi dia harus bertemu dengan Sooyong. Dia melirik Jisoo. Laki-laki itu menempelkan kepalanya di meja. Dia nampak frustasi dengan tugas yang diberi Shindong.

 

“Hei, kau masih hidup?” HyeRa yang duduk didepan Jisoo menggoyang pundaknya.

 

Wajahnya terangkat, dia nampak suntuk dan matanya berbentuk garis. “Ahhh, aku baru sembuh tapi kepalaku sakit sekali” dia menyerah dengan tugasnya.

 

“Kita sudahi saja untuk hari ini. Kalau kubiarkan, lima menit lagi bisa-bisa kau kembali ke rumah sakit”

 

Jisoo memijat dua sisi kepalanya.

 

HyeRa menghela nafas. Dugaannya dan Sooyong ternyata benar. Mereka tidak bisa mengandalkan Suho dan Jisoo untuk menyelesaikan tugas.

 

“Kau bisa bawa motor? Perlu kuantar?” tanya HyeRa begitu mereka merapikan semuanya.

 

“Setelah tutup buku sakitku langsung hilang”

 

“Ck. Kau berlebihan. Kita hanya menyalin materi yang harus kita kembangkan”

 

“Yah apapun itu, membuat kepalaku sakit”

 

“Bagaimana kau menyelesaikan tugas-tugasmu sebelum ini? Aku tidak yakin kau mengerjakannya sendiri”

 

Jisoo menatap dingin, “Semua ini mungkin karena aku satu kelompok denganmu. Tubuhku merasakan radar berbahaya yang dikirim Suho. Laki-laki itu pasti mengomel sepanjang waktu karena tidak satu kelompok denganmu. Kulihat dia terus mengirim pesan tapi kau tidak membalasnya”

 

HyeRa tertawa lebar. Sedetik kemudian dia diam lalu memukul lengan Jisoo, “Ha ha lucu sekali”

 

Tebakan Jisoo memang benar. Dia menangkap kekesalan Suho begitu tahu dia tidak sekelompok dengannya. Saat HyeRa pergi bersama Jisoo pun, tatapan dinginnya mengiringi kepergian mereka. Dia terus mengirim pesan, bertanya mereka dimana? Apa dia tidak merindukannya? Dia frustasi karena terus memikirkannya.

 

Justru Suho yang membuat HyeRa frustasi dengan keprotektifannya.

 

Hongbin membuka pintu mobil untuk HyeRa. “Benar tidak mau kuantar?” tanyanya sekali lagi.

 

“Sekarang kau yang berlebihan. Cepat masuk sana”

 

“Baiklah, hati-hati, Jisoo. Aku duluan ya” pamitnya sebelum memasuki mobil.

 

Hongbin membungkuk sopan tanda pamit sebelum memutar untuk masuk. Jisoo membalas Hongbin dengan sopan dan menunggu sampai mobil HyeRa jalan.

 

HyeRa mengintip melalui kaca spion, dia melihat bayangan Jisoo yang perlahan mengecil. “Maafkan aku teman” sesalnya dalam hati. Setelah itu dia mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Sooyong, “Aku dalam perjalanan ketempatmu sekarang”

 

Ketika kaki Jisoo siap melangkah, dering ponsel menahannya. Dia melihat id pemanggil sebelum menerima panggilan, “Ada apa?”

 

“Kau pasti tidak percaya dengan apa yang kulihat”

 

 

 

…………………………………………………….

 

 

 

HyeRa sampai didepan cafe dimana Sooyong menunggunya. “Oppa pulang saja. Aku akan pulang bersama Sooyong” perintahnya sebelum keluar dari mobil.

 

Begitu memasuki cafe, HyeRa mengedarkan pandangannya. Beruntung Sooyong duduk tidak jauh dari pintu jadi dia langsung menemukan gadis yang rambutnya dikuncir itu. Dia menghampiri Sooyong yang dihadapannya telah duduk dua siswa yang mengenakan seragam berbeda dengan mereka.

 

“Maaf, Soo. Aku terlambat” dia menarik kursi kemudian duduk disebelahnya.

 

Sooyong menggeleng dan tersenyum. “Tidak, HyeRa. Kami juga belum melakukan apa-apa”

 

HyeRa melihat dua laki-laki didepannya lalu tersenyum dan mengangguk seadanya.

 

“Hai, namaku Junhoe. Dan ini Jaehyun”

 

Laki-laki didepan HyeRa yang bernama Jaehyun tersenyum hingga mata sipitnya menghilang. Dia terlihat seperti Suho. Apa ketua kelasnya punya saudara kembar? Atau dia sedang mengawasinya sekarang? Kepala HyeRa menoleh kebelakang.

 

“Wae?” tanya Sooyong.

 

“Ah, tidak ada” HyeRa memberi cengiran.

 

“Kalau begitu kita langsung saja” Sooyong mengangkat pena, “Junhoe, bisa kau jelaskan tentang klub seni yang ada d Kirin?”

 

Mendengar itu HyeRa membuka bukunya. Dia juga siap dengan penanya untuk mencatat penjelasan Junhoe dan Jaehyun. Mereka adalah siswa Kirin Art High School. Mereka datang untuk membantu dua gadis ini menyelesaikan tugas dari Shindong. Mereka tidak bisa berharap kepada Suho dan Jisoo makanya Sooyong dan HyeRa bertemu untuk bekerja sama.

 

 

 

……………………………………………………

 

 

 

Jisoo melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Dia menyalip satu mobil dan mobil lainnya. Fokusnya adalah Sooyong. Dia harus segera membuktikan ucapan Suho yang menelponnya beberapa menit yang lalu. Suho bilang Sooyong bertemu dua laki-laki mencurigakan setelah mereka kerja kelompok. Dan Suho menakutinya dengan mengatakan Sooyong mungkin berselingkuh. Jisoo semakin menggas motornya.

 

Sooyong tidak mungkin mengkhianatinya. Dia tidak sepenuhnya percaya tapi ucapan Suho terus mengganggunya. Dia harus membuktikan dengan mata kepalanya sendiri.

 

Butuh waktu sepuluh menit bagi Jisoo untuk sampai ke cafe. Dia berlari memasuki bagian dalam. Dia berhenti didepan pintu dan tidak butuh waktu lama untuk menemukan gadisnya. Dia tercengang dengan apa yang dia lihat. Suho benar. Sooyong bersama dua laki-laki tidak dikenal. Tapi Jisoo juga melihat satu gadis yang dia kenal duduk disebelah Sooyong. Apa-apaan ini! Dia mengeluarkan ponselnya dari saku.

 

Dia menghubungi Suho untuk membuktikan kebenaran penglihatannya. Pada deringan kedua, panggilan diterima diujung sana. “Ya! Kau bilang Sooyong bertemu dengan lelaki mencurigakan?”

 

“Benar. Kau sudah sampai? Kau bisa langsung menemukannya begitu memasuki cafe”

 

“Hh, tapi aku juga melihat HyeRa bersama Sooyong”

 

“MWO?!”

 

“Ini pemikiranku atau hubungan Sooyong dan HyeRa yang terlalu dekat hingga berselingkuhpun mereka rencanakan bersama?”

 

“Sial!” panggilan itu langsung dimatikan secara sepihak. Jisoo menurunkan ponselnya. Matanya terus tertuju pada Sooyong dan HyeRa. Matanya menyipit untuk meneliti. Dia akan menunggu Suho sebelum menghampiri keduanya. Tapi jika laki-laki itu macam-macam, dia akan langsung menyerang mereka.

 

Disisi lain, Suho memutar mobilnya. Dia yang dalam perjalanan menuju rumah HyeRa harus memutar kembali. Gadis yang seharusnya dia temui dirumahnya justru kencan buta dengan Sooyong yang baru saja dia tinggalkan. Bagaimana mungkin dia bisa kecolongan! Ini tidak boleh dibiarkan. Dia injak pedal gasnya hingga sedan merahnya melesat menembus jalanan kota Seoul.

 

 

 

…………………………………………………..

 

 

 

Sambil menunggu kedatangan Suho, Jisoo mencoba untuk menghubungi Sooyong namun gadis itu mengabaikan panggilannya membuat kecurigaannya semakin bertambah. Matanya terus memperhatikan gerak gerik Sooyong dan dua laki-laki didepannya.

 

Sementara itu Sooyong dan HyeRa sibuk menulis sembari mendengarkan penjelasan. Tanpa Sooyong sadari, selama memberikan penjelasan Junhoe terus memperhatikannya. Begitu pula dengan Jaehyun sampai kedua gadis itu menengadahkan kepala.

 

“Apa ada yang salah dengan wajah kami?” Sooyong bertanya dengan polosnya membuat Junhoe tersenyum.

 

“Ah maaf, dari tadi aku tidak bisa melepaskan tatapanku karena kau begitu cantik, seperti yang dikatakan teman-temanku di sekolah” Junhoe tersenyum dengan tatapan menggoda membuat Sooyong salah tingkah. Dia selalu seperti itu ketika seseorang memperhatikannya dengan detail.

 

“Ohya, sebelumnya aku tidak tahu tentangmu” Jaehyun menunjuk HyeRa dengan senyum malaikatnya membuat HyeRa berpikir mungkin laki-laki ini mempunyai hubungan darah dengan Suho.

 

“Aku baru pindah ke Genie satu bulan yang lalu” jawabnya cepat. Dia tidak berminat melanjutkan pembicaraan yang tidak penting. “Bisa kalian lanjutkan penjelasan kalian-“

 

“Bagaimana kalau kita lanjutkan wawancaranya besok? Kita bisa melanjutkan wawancaranya sambil menonton atau-“

 

“Apa?” suara khas seorang laki-laki membuat HyeRa dan Sooyong memalingkan wajah. Begitu keduanya menoleh, mereka terkejut mendapati Jisoo bahkan Suho menatap dua lelaki didepannya dengan tatapan membunuh.

 

“Kita ketahuan, Soo” sesal HyeRa dengan suara pelan.

 

Junhoe dan Jaehyun yang merinding ditatap seperti itu langsung bangkit dari tempat duduknya.

 

“Kalau begitu kita sudahi saja wawancaranya sampai disini. Kalian bisa menghubungi kami bila-”

 

“Bila apa hah? Ya! Jangan pernah mencoba untuk menghubungi kedua gadis ini. Kalian tidak lihat, kami berdua ini suaminya tahu. Suaminya!” kali ini Suho yang angkat bicara. Dadanya kembang kempis menahan emosi. Dia kesal karena HyeRa menemui pria lain tanpa sepengetahuannya.

 

“Sekarang kalian berdua cepat pergi” suruh Jisoo dengan tatapan dinginnya membuat dua lelaki tersebut segera pergi keluar cafe.

 

Sooyong dan HyeRa mengusap kepalanya. Wawancara mereka telah gagal dan tugas mereka tidak bisa selesai dalam waktu dekat.

 

Kini Suho dan Jisoo duduk menghadap kekasih mereka masing-masing.

 

“Ish! Kalian berdua benar-benar. Aku yakin, kau pasti dalang dibalik semua ini” HyeRa meremas rambutnya. Dia menyerah dengan sikap Suho yang terlalu protektif.

 

“Itu salahmu karena kau mengabaikan semua panggilanku. Aku mengkhawatirkanmu”

 

“Sayangnya alasanmu sangat gagal. Dan kau Jisoo, kau tidak berpikiran aku selingkuh kan?”

 

Jisoo tidak menjawab. Dia menoleh kearah Suho yang duduk disampingnya seakan ikut menyalahkan Suho atas semua kesalahpahaman ini.

 

“Semua karena Kim Joon Myun. Ya! Sekarang bagaimana dengan tugas kita? Kalau saja Suho tidak mengacaukan semuanya mungkin tugas kita sudah selesai hari ini”

 

“Hei, kenapa menyalahkan semuanya pada Suho? Mungkin apa yang dikatakan Suho bisa terjadi” HyeRa membelanya. Dia kasihan karena sepertinya lelaki itu begitu terpojok. Sementara yang dibela diam-diam tersenyum bangga. Dia semakin yakin kalau cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

 

“Kau membela dia huh?” Sooyong tidak terima.

 

“Aku tidak membelanya. Aku hanya curiga karena Go Junhoe itu terus memperhatikanmu. Wajahmu bahkan memerah begitu dia memujimu.  Ah, dan tadi dia juga memberimu nomor pon-mphhh”

 

“Yak. Hentikan, Shin HyeRa!” Sooyong membungkam mulut gadis cantik itu. Dia tidak ingin Jisoo salah paham dan emosi. Meski sebenarnya Sooyong ingin melihat reaksi Jisoo tapi dia sedikit kecewa karena pemuda itu hanya diam sambil memasang tampang dinginnya seperti biasa.

 

“Aku ke toilet sebentar” Jisoo bangkit lalu pergi meninggalkan keheningan diantara ketiganya.

 

Sooyong yang tidak enak dengan situasi canggung seperti ini mencoba untuk bersikap biasa. “Eiy, kau tidak sadar kalau sedari tadi Jaehyun juga memperhatikanmu. Kau terkejut kan melihat wajahnya yang mirip dengan Suho”

 

“Apa? Ya! Ra-yaa!” kedua pasangan itu pun kembali beradu mulut dan Sooyong memperhatikannya sambil menikmati roti dan minuman yang dia pesan layaknya sebuah tontonan. Entahlah Sooyong merasa kalau hubungan mereka nampak begitu manis. Tak lama Jisoo kembali dari toilet. Masih dengan ekspresi yang sama tapi kali ini dia terlihat menghindari tatapan Sooyong. Mereka pun melanjutkan tugasnya hingga malam hari.

 

Setelah selesai Suho dan Jisoo berpisah untuk mengantar kekasih mereka kerumah masing-masing.

 

 

 

…………………………………………………..

 

 

 

Suho terus tersenyum mengingat pembelaan yang HyeRa lontarkan untuknya. Dia senang. Kapalnya telah diijinkan berlabuh. Dia mengantar HyeRa pulang.

 

“Hahhhhh”

 

Suho mendapati HyeRa semakin merebahkan tubuhnya. Dia nampak lelah. Suho ulurkan tangan kanannya ke pundak HyeRa. Dia pijit dengan sesekali menoleh ke jalan dan HyeRa. Mobilnya tetap stabil meski dia mengemudi dengan satu tangan.

 

“Baru kali ini mengerjakan tugas itu sangat melelahkan” HyeRa tepuk pundaknya bergantian.

 

“Jika kalian tidak merencanakan hal bodoh, tugas kita bisa selesai lebih awal”

 

“Kau dan Jisoo tidak bisa diharapkan”

 

“Kami juga berusaha, nona”

 

“Ahhhh, aku lelah” HyeRa memejamkan mata.

 

Suho tersenyum kecil. Dia menepikan mobil.

 

“Kenapa berhenti?” HyeRa bangun lalu menatap Suho.

 

“Kemari. Kau lelah kan” Suho melepaskan sitbelt miliknya dan HyeRa. Dia tarik tubuh HyeRa agar mendekat. Dia sandarkan HyeRa dipundaknya. Dia elus punggungnya dengan sayang. “Aku merasa bersalah karena telah membuatmu sangat lelah. Sebagai penebusan rasa bersalahku. Kubiarkan kau bersandar sebentar”

 

Ketua kelasnya semakin gila! pikirnya. HyeRa dorong tubuh Suho, tapi sulit. “Ck ck ck. Kau sudah mendapat ijinku, Ra~yaa. Jangan berontak”

 

HyeRa geli mendengar panggilan aneh dari Suho. Dia merinding. “Lebih baik antar aku pulang. Aku ingin beristirahat dikamarku”

 

Suho menatap HyeRa tidak percaya. “Kau… mengajakku kekamarmu? Apa ini tidak terlalu cepat” matanya berbinar dengan mulut terbuka senang.

 

“Iiihhhhh” HyeRa mendorong kepala Suho, “Terlalu cepat 100 tahun untukmu tahu!” Akhirnya tubuh mereka terlepas. Dia cemberut namun Suho tertawa lepas. Setelah tawanya reda dia duduk menghadap setir.

 

HyeRa menunggu. Tidak ada pergerakan dari Suho setelah itu. “Kenapa kau diam saja?”

 

“Hm?” Suho menoleh.

 

“Cepat jalankan mobilnya”

 

Senyum miring Suho tertarik. Dia menyodorkan pipi lalu menunjuknya berulang-ulang. Dia minta cium.

 

“Suho! Jangan memulai pertengkaran. Aku sangat lelah”

 

 “Yahhh~ kalau kau masih ingin disini, aku tidak masalah” gayanya sungguh menyebalkan dimata HyeRa. “Tidak perlu malu, Ra~yaa. Akui saja kalau kau juga menyukaiku” dia senggol lenggannya.

 

HyeRa diam menekuk wajah.

 

“Kau membelaku tadi. Bukankah itu artinya kau peduli padaku. Sebenarnya kau han-” ucapan Suho terhenti. Sebuah kecupan mendarat dipipinya. Wajahnya terasa panas setelah HyeRa memenuhi keinginannya. Gadis itu mencium pipinya!

 

Dia menoleh sementara HyeRa memalingkan wajah. Dia merasa malu.

 

Apakah kapalnya sudah diijinkan berlabuh?

 

Apa HyeRa menyambut uluran tangannya?

 

Boleh dia mengambil kesimpulannya sendiri?

 

Perasaannya terbalaskan. Dia mendekat.

 

HyeRa menoleh ketika dia merasakan tubuh Suho mengapitnya. “Y-y-y-yaa” dia terpojok sekarang. Jarak mereka hanya beberapa senti. Dia dapat melihat bola mata Suho yang menatapnya dengan lembut.

 

“Aku siap jika setelah ini kau akan memukulku. Tapi, bolehkan aku?” mereka saling menatap sebentar sebelum Suho mencium HyeRa. Dia pertemukan bibir mereka. Sudah sejak lama dia ingin mencicipi bibir ranum gadis ini. HyeRa selalu menggodanya.

 

Dia ulum bibir HyeRa. Tampak gairah dalam gerakannya tapi bibirnya tidak menuntut ciuman mereka. Dia tidak mau melukainya. Dia juga takut HyeRa langsung mendorongnya sedetik kemudian.

 

Tapi HyeRa tidak memberi penolakan. Justru dia menutup mata dan merasakan sentuhan bibir mereka. Dia nampak terbuai. Suho mendapat ijinnya.

 

Suho angkat dagu HyeRa untuk memperdalam ciuman mereka. Tangan HyeRa berada didada Suho. Dia merasakan detak jatung pria ini. Debarannya begitu cepat. Jantungnya juga berimana dengan kencang sekarang. Jantung mereka seperti saling berlomba.

 

Gerakan Suho melambat. Dia hisap satu persatu bibir HyeRa sebelum melepaskan tautan mereka. Keduanya membuka mata bersamaan. Suho tersenyum, sementara HyeRa merona dalam diam. Suho kecup bibir HyeRa lalu berkata, “Terima kasih, Ra~yaa. Aku sangat mencintaimu”

 

 

 

……………………………………………….

 

 

 

“Kau tidak mau masuk dulu?” Sooyong menawari Jisoo untuk mampir kerumahnya.

 

Jisoo menggeleng cepat, “Eung, ini sudah terlalu malam. Lagipula ada PR yang harus aku kerjakan”

 

“Baiklah, selamat malam, Jisoo” Sooyong melambaikan tangannya sambil tersenyum kecil. Begitu ia ingin berbalik, Jisoo menahannya.

 

“Beritahu aku saat kau pergi ke Jepang”

 

“Sepertinya kau ingin sekali aku per-“

 

“Bukan begitu”

 

“Hm?”

 

“Aku hanya ingin mengantarmu dengan senyum, jadi kau tidak perlu merasa terbebani karena aku”

 

“Aku tidak pernah menganggapmu sebagai beban”

 

“Iya aku tahu. Tapi kalau aku boleh memilih, aku tidak ingin kau pergi. Aku egois kan?”

 

“Kenapa?”

 

Jisoo menghela nafasnya membuang rasa sesak dihati. Haruskah dia mengatakan yang sesungguhnya pada Sooyong?

 

Dia menatap Sooyong yang juga menatap kearahnya menunggu jawaban atas pertanyaan tadi.

 

“Lupakan saja omonganku tadi” jawaban Jisoo membuat gadis itu sedikit tercengang.

 

Semburat kekecewaan tersirat dari raut wajahnya. Entah apa yang membuat Jisoo memilih menahan kata-katanya. Saat di cafe, Jisoo akui dia cemburu saat Sooyong tersenyum malu begitu Junhoe memujinya. Tapi dia tidak bisa mengungkapkannya. Mungkin karena dia tidak ingin gadis itu merasa terkekang dengan sikapnya. Atau memang Jisoo tidaklah sepandai Suho yang sangat aktif mengungkapkan perasaannya pada HyeRa.

 

Sooyong tidak bicara apa-apa lagi. Dia langsung masuk dengan perasaan tak menentu. Tadi itu dia berharap Jisoo akan menahan kepergiannya, tapi ternyata tidak. Jisoo bahkan tidak berekspresi apa-apa saat HyeRa bilang Junhoe memberikan nomor ponselnya pada Sooyong.

 

Ketika kakinya sudah masuk kedalam rumah, Nyonya Choi menyambutnya dengan wajah serius. “Sooyong, kita bicara sebentar”

 

 

 

…………………………………………………

 

 

 

Dalam ruang kerja, Nyonya Choi menatap Sooyong dengan amarah yang ditahan. Gadis yang berdiri didepannya telah membuatnya kecewa.

 

“Pengacara Jung menghubungi Ibu. Dia bilang hak asuhmu sekarang berada ditangan Ayahmu”

 

Sooyong tidak berani menatap Ibunya. Dia merasakan aura Nyonya Choi yang tidak mengenakan.

 

“Setelah membatalkan pernikahan, kau mau meninggalkan Ibu? Kenapa kau tega melakukan itu kepada Ibu yang sudah mengurusmu selama ini. Mana balas budimu pada Ibu!” cecarnya sengit.

 

Sooyong menahan sesak dalam dada atas ucapan Nyonya Choi. Sampai kapan Ibu akan melukaiku? Apa Ibu pernah memikirkan perasaanku?

 

Sooyong angkat kepalanya. Matanya berair. “Aku ingin bebas, Bu. Aku lelah terus dimanfaatkan untuk bisnis Ibu”

 

“Itu demi kebahagiaanmu”

 

“Itu demi kebahagiaan Ibu!” balas Sooyong cepat. Intonasinya naik satu oktaf. Nyonya Choi tersentak atas sikap Sooyong. Air mata Sooyong mulai jatuh, “Aku tidak pernah merasakan kebahagiaan yang Ibu maksud. Semua tekanan yang Ibu berikan padaku hanya demi diri Ibu sendiri. Apa Ibu pernah bertanya tentang perasaanku? Apa Ibu peduli pada pendapatku? Tidak! Ibu sama sekali tidak mendengarkan aku” dia hapus air matanya, “Aku akan tinggal bersama Ayah. Aku tidak mau jadi robot Ibu lagi. Selamat malam, Bu” dia membungkuk sopan. Dia masih punya etika untuk pamit kepada Ibunya. Setelah itu dia berbalik pergi.

 

Begitu dia menutup pintu ruang kerja. Air matanya kembali jatuh. Dia tidak bisa membendungnya lagi. Biarkan dia menangis kali ini. Dia butuh ruang untuk bersedih.

 

 

 

 

 

tbc ~


(Don’t) Call Me Baby (Ficlet)

$
0
0

Title : (Don’t) Call Me ‘Baby’!

Main Cast : Park Chanyeol (EXO) – Min Ga Young (OC)

Genre : Romance

Rating : PG-16

Length : Ficlet

WordPress: http://chomeli0304.wordpress.com

Wattpad: chomeli0304

PS : Annyeong! Author bawa ficlet gaje pertama sekaligus ff EXO pertama nih yang terinspirasi dari lagu Call Me Baby dari EXO :3 Nikmati saja ya~ ^^

Warning: Anda mungkin akan menemukan typo dan beberapa kalimat yang kurang menarik, maafkan saya :)

 

No Bash, No Plagiat! Don’t forget to RCL~

 

Happy Reading! ^^

 

***

 

Author’s POV

 

“Chanyeol oppa, bukankah aku sudah mengatakan kepadamu berulang kali untuk tidak memanggilku dengan sebutan ‘baby’?” Gadis yang telah menyandang status sebagai kekasih dari Park Chanyeol selama empat tahun terakhir ini mulai merajuk dengan nada manja andalannya.

Seperti yang dikatakan oleh kekasihnya, Park Chanyeol memang selalu memanggil kekasihnya itu dengan sebutan ‘baby’. Untuk sebagian besar perempuan di dunia ini, sebutan seperti itu merupakan sebutan manis yang dapat membuat siapa saja meleleh ketika dipanggil seperti itu. Namun, tidak bagi Min Ga Young. Awalnya ia sangat senang dipanggil seperti itu, tetapi sekarang ia sangat membencinya. Menurutnya, panggilan seperti itu terdengar menggelikan di telinganya dan ada satu hal yang membuatnya kesal ketika dipanggil ‘baby’.

Chanyeol yang saat itu sedang sibuk memperhatikan wajah Ga Young, memasang ekspresi merengut seperti ekspresi gadis itu saat ini.

“Waeyo? Aku suka memanggilmu seperti itu, baby. Memang apa yang salah?” tanya Chanyeol dengan nada merajuk. Ga Young adalah gadis yang paling beruntung karena dapat menyaksikan langsung ekspresi lucu dari pria paling cool dan penuh kharisma seperti Chanyeol.

Ga Young menangkup wajah kekasihnya dengan kedua tangannya, kemudian menatap dalam-dalam mata pria itu. “Pokoknya aku tidak suka mendengarnya. Aku selalu kesal saat kau memanggilku seperti itu! Arraseo?!”

Chanyeol menggerakan tangannya dan mengikuti apa yang dilakukan kekasihnya sekarang, menangkup wajah Ga Young dan mengikis jarak hingga menyisakan lima sentimeter antara wajahnya dan gadisnya.

“Jelaskan kepadaku, baby. Bukankah ini terdengar romantis? Dulu kau tak pernah marah kalau kupanggil ‘baby‘.” Pertahanan Ga Young mulai runtuh. Gadis itu selalu tak tahan jika dipandang lekat-lekat seperti saat ini oleh Chanyeol. Matanya yang bercahaya itu selalu dapat membuat gadis dihadapannya bungkam.

Ga Young melepaskan tangannya dari wajah Chanyeol dan mulai melirik ke kiri dan kanan dengan gelisah — menatap benda apapun di sekitarnya, yang jelas bukan mata seorang bintang dunia sekelas kekasihnya ini.

Siapa yang tidak kenal EXO? Ayolah, group ini sudah mendunia dan menghebohkan banyak kaum di seluruh penjuru bumi — terutama kaum hawa. Ga Young memang beruntung karena bisa menjadi kekasih Park Chanyeol dengan segala kekurangannya. Tetapi bukankah wajar kalau terkadang gadis itu merasa cemburu karena kekasihnya diidolakan bahkan dicintai banyak orang? Ia merasa punya banyak saingan yang melebihi dirinya. Bagaimana pun mereka telah menjalin hubungan cukup lama. Bukankah tidak sulit bagi Chanyeol untuk mengencani gadis terkenal di dunia hiburan bahkan gadis di agensi yang sama dengannya? Ga Young bukan gadis cantik yang memiliki segudang prestasi. Ia hanyalah seorang gadis biasa yang mendapat cinta tulus dari Park Chanyeol. Bahkan sejak dulu, ia seperti menggantungkan hidupnya kepada Chanyeol. Memang tidak baik, tetapi ia memang butuh seseorang untuk selalu berada di sampingnya dan menemaninya menjalani kehidupan yang terasa sulit.

Meskipun Chanyeol memiliki segudang jadwal dan harus pulang-pergi ke luar negeri untuk melakukan tur konser ke banyak tempat, pria itu senantiasa meluangkan waktu istirahatnya yang tipis untuk menanyakan keadaan Ga Young dan mendengarkan segala keluh kesah gadis itu. Entah saat berada di belakang panggung, shooting, pengambilan gambar, rekaman, bahkan saat sebelum ia tidur, Chanyeol menyempatkan diri untuk mengirim pesan kecil seperti mengucapkan selamat malam dan sebagainya.

Chanyeol tersenyum geli. Pria itu senang melihat kekasihnya gugup seperti ini. Semakin terlihat menggemaskan menurutnya. Lalu, ia bergerak cepat mengecup hidung Ga Young. Sesuai dugaan, gadis itu langsung menatap lagi kepadanya.

“Yak! Apa yang kau lakukan?!” Meski Ga Young cukup lama menjadi kekasih Chanyeol, gadis itu masih saja terkejut dengan sentuhan-sentuhan dari kekasihnya itu.

Chanyeol terkekeh lalu mengecup hidung Ga Young lagi, disambung dengan kalimat penjelas. “Aku sedang membuatmu memperhatikanku, baby.”

Ga Young memutar bola matanya malas. Lagi-lagi dipanggil ‘baby‘. Sepertinya Chanyeol belum juga paham dengan alasan yang sebenarnya.

“Aku semakin malas melihatmu.” Bohong. Ga Young sangat merindukan Chanyeol. Ini adalah pertemuan mereka setelah dua bulan dipaksa berkomunikasi melalui ponsel saja. Album yang baru diluncurkan EXO membuat kekasihnya berkali lipat lebih sibuk dibanding biasanya.

Chanyeol terus menatap wajah kekasihnya. Ia sungguh merindukan gadis yang berhasil mengikat hatinya beberapa tahun silam. Melihat dalam jangkauan sedekat ini saja masih membuat jantungnya berdetak cepat. Harusnya empat tahun cukup untuk membuat jantungnya berdetak normal saat melihat wajah gadis itu. Ini menandakan bahwa Chanyeol selalu jatuh hati ketika berada di dekat Ga Young.

“Oke, kalau kau malas melihatku. Aku akan memaksamu untuk menatapku saja, baby~” Tepat saat Chanyeol mengakhiri ucapannya, Ga Young merasa sebuah material lembut dan kenyal menyentuh bibirnya. Gadis itu tersentak dan menatap wajah tampan yang saat ini juga memejamkan matanya. Tangan Chanyeol yang besar masih menangkup wajahnya seolah tidak menginginkan jarak sekecil apapun memisahkan mereka.

Meski terkejut, akhirnya Ga Young ikut memejamkan matanya dan mengalungkan tangannya pada leher jenjang Chanyeol.

Ga Young sudah lama tak merasa sedamai hari ini. Bertemu kembali dengan kekasih superstar-nya dan merasakan kembali segala sentuhan yang selalu membuat sensasi tersendiri bagi tubuhnya. Getaran-getaran aneh yang tercipta saat kulitnya bersentuhan dengan milik Chanyeol.

Pria itu juga merindukan saat-saat seperti ini. Jadwal padat yang menguras banyak tenaganya. Namun, entah mengapa semua itu terasa tak penting lagi ketika Min Ga Young berada dalam jangkauannya. Terlebih saat ini. Setiap bertemu, meski hanya saat makan siang atau makan malam, saat hendak berpisah mereka pasti berciuman sebentar. Tetapi kali ini berbeda. Keduanya seperti sedang meluapkan rasa rindu yang membuncah dalam dada masing-masing. Detak jantung yang seirama, sentuhan hangat di malam yang dingin, dengan beratapkan langit ditemani oleh sang rembulan dan Sungai Han diseberang merupakan saksi bisu mereka malam ini. Saksi bagi kedua insan yang merindukan satu sama lain dan sedang menyalurkan perasaan yang tak terungkap dengan kata-kata sebelumnya.

Chanyeol mengecup setiap inci bagian pada bibir Ga Young dengan lembut namun sedikit menuntut, mungkin terbawa suasana. Gadis itu juga menyalurkan kerinduannya dengan membalas setiap kecupan-kecupan dari kekasihnya sehingga menimbulkan decakan-decakan di tengah suasana yang sunyi. Perlahan Chanyeol menarik wajah gadisnya mendekat dan membuat ciuman mereka semakin intens.

Keduanya terengah-engah, namun tidak berniat untuk melapaskan tautan pada bibir mereka. Chanyeol cukup bijaksana dengan menghentikan kegiatan mereka dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Ga Young masih memejamkan matanya dan tersenyum. Ia sendiri tak menyangka malam ini mereka bercumbu sampai sedalam ini.

Dengan posisi yang tetap seperti tadi, Chanyeol menyatukan keningnya dengan milik kekasihnya, lalu menatap penuh cinta kepada Ga Young yang terpejam sibuk mengatur perasaannya. “I miss you so badly, baby. Do you know that I always think about you every day, every night, ever hour, every minute, and every second in my life? Even kiss can’t explain how much I love you. So, please don’t leave me. No matter what, I will always love you although you have no more love for me someday, baby..

Kata-kata yang diucapkan oleh Chanyeol begitu manis dan tulus dari hati. Ga Young memberanikan diri untuk membuka matanya dan menatap balik seseorang yang setia dan selalu berada di sampingnya. Gadis itu terharu, ternyata kekasihnya begitu dalam mencintai dirinya. “Chan, I love you more than you loved me. Please, don’t talk about that because I will never let you go.” Chanyeol senang mendengar balasan dari Ga Young. Setidaknya perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Meski masih menyandang status sebagai pasangan kekasih, namun confession seperti ini memang harus sering dilakukan untuk memastikan bahwa perasaan keduanya tak ada yang berubah.

Thank you, I’m glad to hear that. Gomawoyo, baby.” Chanyeol mengakhiri ucapannya dengan mendaratkan sebuah kecupan pada kening gadisnya. Forehead kiss.

Pria itu segera menarik seluruh tubuh Ga Young ke dalam dekapannya. Memeluk gadis itu lebih dari sekedar vitamin baginya. Ia merasa tubuhnya berkali lipat lebih sehat ketika memeluk Ga Young dibanding mengkonsumsi berbagai vitamin untuk kekebalan tubuhnya.

Sambil memeluk satu sama lain, Chanyeol berusaha mencari jawaban atas rasa penasarannya. “Hmm.. Kenapa kau tidak senang ketika aku memanggilmu ‘baby‘?”

Mengingat alasannya, wajah Ga Young merengut kembali namun pria itu tak mengetahuinya. “Karena lagu baru EXO..,” lirih gadis itu sembari memainkan rambut coklat Chanyeol.

“Mwo? Lagu baruku? Apa hubungannya? Baby, aku sedang tidak bercanda,” kekeh pria itu seraya mengeratkan dekapannya.

“Tentu saja ada. Lagu itu membuatku cemburu,” keluh Ga Young dengan nada kesal terselip didalamnya.

Chanyeol mengerutkan keningnya. Lagu barunya yang dimaksud Ga Young adalah..

“Omo, jangan bilang kau cemburu karena lagu EXO yang berjudul Call Me Baby?” Tebakan Chanyeol yang begitu tepat sasaran membuat gadis itu kesal dan melepaskan pelukan mereka saat itu juga.

“Huh, akhirnya kau paham juga!” Ga Young merajuk.

“Jelaskan kepadaku, baby~” goda Chanyeol lebih lagi melihat kekasihnya yang lucu itu cemburu.

“Yak! Jangan panggil aku seperti itu lagi! Itu sama saja kau menyamakanku dengan jutaan penggemarmu di luar sana, Chanyeol! Astaga, atau bahkan kau mengobral dirimu kepada jutaan gadis dengan menawari panggilan semacam itu. Aku tidak sudi, huh!” protes Ga Young yang malah dibalas dengan tawa keras oleh Park Chanyeol.

“Astaga, baby! Kau marah karena hal seperti itu? Jinjja! Bahkan itu hanyalah sebuah lagu, hanya sebatas lirik. Omo, sepertinya aku semakin yakin dengan ucapanmu yang takkan melepaskan aku sampai kapan pun,” kekeh Chanyeol yang tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya sekarang.

“Hajima! Aku tak suka dengan sebutan itu, Channie-aaaaahh~” rajuk Ga Young seraya menyembunyikan wajahnya dengan telapan tangannya.

Chanyeol memutuskan untuk berhenti menggoda gadisnya karena merasa bahwa Ga Young memang tidak suka dipanggil ‘baby‘ lagi olehnya. Meski alasannya sangat konyol menurutnya, namun terkadang cinta bisa membuat kita bodoh dan konyol.

“Arra, arra. Kalau begitu aku akan mengganti sebutan itu. Hmm, bagaimana dengan ‘chagi’? Hanya kau yang kupanggil seperti itu,” ujar Chanyeol dengan wajah berseri-seri.

Ga Young menurunkan tangannya dan melihat wajah kekasihnya begitu manis. “Ya, ya, ya! Lebih baik seperti itu! Aku tak mau disamakan dengan para gadis di luar sana.” Terdengar nada tegas yang posesif ketika gadis itu berbicara, membuat Chanyeol semakin senang.

“Ne, chagi-ya~ Aku akan memanggilmu seperti ini. Oke, bab.. Maksudku, chagi?” Chanyeol memamerkan deretan giginya yang rapih dan putih, membuat gadis itu semakin gemas dengan wajah kekasihnya yang tampan.

Ga Young mendengus karena sepertinya kekasihnya itu akan salah menyebut panggilan selama beberapa hari ini hingga lidahnya terbiasa menyebut ‘chagi’. Gadis itu gemas dan mendaratnya kecupan cukup lama pada bibir merah Chanyeol. Jelas saja pria itu terkejut karena ini pertama kalinya Ga Young memulai terlebih dahulu.

“Mmmmmpphhuah..” Bahkan gadis itu menyertakan bunyi yang dibuat dari suaranya sendiri ketika melepaskan ciumannya.

“Don’t call me ‘baby‘, okay?” Lalu keduanya tertawa bersama-sama dengan perasaan bahagia tak tertahankan.

 

 

END

***

PS: Sorry for typo(s) :D Gomawo!

Mian kalo gaje yaa >< ini karena efek nonton EXO terutama Chanyeol pas MAMA 2015 :3

Lagi kesemsem sama EXO nih >< meskipun album barunya Sing For You, tapi tolong dimengerti karena ini dibuat sebelum album baru itu meluncur alias ff ini sudah mendekam lama di laptop :D

Hehehe, ditunggu komentarnya! :* Gomawoyooooo~~


Library (Oneshot)

$
0
0

Title                       : Library

Author                  :  Putri Dini

Length                  : Oneshot

Genre                   : Romance

Rating                  : PG-12

Main Cast           : – Krystal of f(x) as Jung Soo Jung
– Sehun of EXO as Oh Sehun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–Library–

 

Soo Jung berlari setelah ia turun dari bus. Ia berlari kearah gedung yang cukup besar yaitu sebuah perpustakaan umum.

 

“Kenapa aku harus telat?” ucapnya sembari berlari menaiki tangga menuju pintu masuk.

 

Soo Jung langsung mendorong pintu dan masuk dengan nafas tersengal. Beberapa orang yang sedang membaca pun sempat melirik kearah Soo Jung. Tak terkecuali sang penjaga. Sang penjaga pun langsung meletakkan telunjuknya di bibir mengisyaratkan kepada Soo Jung agar tidak ribut. Soo Jung langsung memohon maaf dan kembali berlari kecil memasuki rak-rak buku.

 

Soo Jung langsung menuju ke daerah eksklopedia dunia. Ia kemudian langsung mengambil sebuah buku dengan acak dan asal. Ia kemudian berjalan kearah meja-meja yang disediakan untuk para pembaca.

 

Soo Jung kemudian tersenyum melihat seorang lelaki ber-sweater abu-abu dengan kerah kemeja berwarna merah yang duduk di dekat jendela, membuat sinar matahari sore sedikit menyinari tubuhnya. Soo Jung lalu duduk berselang dua bangku disebelah kanan lelaki tersebut.

 

Dan bukannya membaca buku, ia malah sibuk melihat lelaki tersebut dari kejauhan. Sesekali ia tersenyum bahagia memandangi lelaki tersebut.

 

“Bagaimana bisa ia begitu tampan saat sedang membaca buku? Sehun memang mempesona..” gumamnya tersenyum.

 

Ya, kira sudah hampir dua minggu Soo Jung melakukan misi gilanya ini. Menjadi seorang stalker. Namun, apa boleh buat cintanya yang membuatnya menjadi gila. Awalnya, ia bukan melihat lelaki tersebut atau yang belakangan diketahui bernama Sehun itu di perpustakaan melainkan sedang menaiki sepeda. Sungguh beruntung, pikirnya ketika pertemuan pertama mereka. Atau yang lebih tepat pandangan pertamanya terhadap Sehun.

 

Saat ia sedang menunggu bus di halte tiba-tiba ia melihat sesosok pangeran bersepeda melewatinya. Dan ia pun mengikutinya.

 

Dan berubahlah jadwal Soo Jung mulai hari itu. Pukul 3 sore sampai 4 sore ialah berada di perpustakaan memandangi lelaki ber-sweater itu. Kenapa buku eksklopedia dunia? Karena Sehun hanya membaca buku eksklopedia dunia saat pertama kali ia melihatnya hingga sekarang.

 

“4..3..2..1..” Soo Jung menghitung mundur sembari melihat jam tangannya.

 

Soo Jung pun langsung menolehkan pandangannya kepada Sehun. Sehun pun langsung menutup bukunya, memakai ransel yang berwarna merah itu ke punggungnya dan langsung bangkit. Pukul menunjukkan 4 sore dan saatnya ia pulang.

 

***

 

Diluar, Sehun sedang mengambil sepedanya yang terparkir dan hendak pulang. Soo Jung masih mengamatinya dari pintu masuk perpustakaan. Sehun pun langsung melajukan sepedanya ketika ia sudah siap. Soo Jung hanya bisa mengamatinya dari jauh.

 

***

Keesokan harinya, Soo Jung sedang bercermin. Ia sedang bersiap-siap menuju perpustakaan. Ia merapikan rambutnya dan tak lupa mengenakan bando yang merupakan jati dirinya. Kali ini ia memakai serba merah. Bando merah, mini dress motif bunga berwarna merah, sneakers merah dengan tali berwarna putih. Dan setelah mengambil tas jinjingnya, ia pun bersiap memulai misinya hari ini.

 

***

 

Hari ini, Soo Jung lebih dulu datang daripada Sehun. Ia duduk di tempat kemarin. Atau lebih tepatnya tempat biasa.

 

“Hari ini aku harus berbicara padanya..” Soo Jung mencoba meyakinkan dirinya.

 

Tak lama Sehun pun datang. Sembari membawa buku yang sudah ia ambil dari rak ia langsung duduk di tempat biasa yang ia duduki. Berselang dua bangku dari Soo Jung. Soo Jung mulai memandanginya.

Semakin ia melihat Sehun, semakin takut Soo Jung untuk mengajaknya berbicara.

 

Soo Jung ingin tahu lebih banyak tentangnya. Ia ingin lebih mengenalnya. Sampai sekarang yang ia ketahui hanya 3 tentang Sehun, yaitu namanya, buku favoritnya, dan pakaiannya yang selalu memakai sweater.

 

Tapp.. Tiba-tiba Sehun memandang kearahnya. Dan Soo Jung pun tak bisa berkutik. Ia sudah tertangkap basah sedang mengamatinya diam-diam. Tidak sempat berbalik, atau melihat kearah lain. Itu akan membuatnya lebih curiga. Mata Soo Jung menatap dengan penuh rasa takut.

 

Soo Jung menelan ludahnya. Inikah yang dinamakan serangan mendadak? Pikirnya yang tak bisa berbuat apa-apa. Namun, tiba-tiba Sehun tersenyum. Soo Jung langsung memasang ekspresi bingung. Sehun tertawa pelan sebelum ia kembali membaca bukunya.

 

“Dia tersenyum.. Dia tersenyum padaku..” Soo Jung langsung kegirangan.

 

Namun, ia terdiam ketika melihat buku yang ia baca terbalik.

 

“Apa ini? Dia tidak tersenyum padaku tapi menertawakanku? Ah.. Memalukan..” Soo Jung langsung menutupi wajahnya dengan buku yang terbalik itu.

 

Sehun kembali melirik kearah Soo Jung dan tersenyum.

 

***

 

Besoknya, Soo Jung tak berani langsung duduk di tempat biasanya. Ia terlanjur malu akibat perbuatan konyolnya itu. Ia hanya memandangi Sehun dari rak-rak buku.

 

Kemudian, Sehun terlihat melirik kearah bangku yang biasa di duduki Soo Jung. Ia seakan mencari keberadaan Soo Jung.

 

“Apa yang ia lakukan? Dia mencari apa?” Soo Jung yang bisa menyadari gerak-gerik Sehun.

 

“Dia mencariku?!” pekik Soo Jung terkejut.

Orang yang sedang berdiri di sebelah Soo Jung pun sontak terkejut dan langsung melayangkan tatapan dingin kepada Soo Jung. Menyadari itu, Soo Jung langsung menunduk malu sembari meminta maaf dan langsung pergi menjauh. Soo Jung ternyata keluar dari perpustakaan.

 

“Mana mungkin ia mencariku, iya sadarlah Soo Jung. Itu hanya khayalanmu saja..” Soo Jung yang sudah meyakinkan dirinya pun berbalik dan berniat masuk.

 

Dan betapa kagetnya ia saat melihat Sehun ingin keluar. Ia langsung menutup pintu kembali dan berlari keluar. Ia berlari menuruni tangga dan menuju ke halte yang tak jauh dari situ. Soo Jung kemudian melihat jam tangannya.

 

“Sudah jam 4, aku sama sekali tidak sadar..” Soo Jung mencoba menenangkan nafasnya yang sedikit tersengal akibat berlari.

 

Dan tak lama, Sehun lewat di depan halte dengan mengendarai sepedanya. Soo Jung hanya bisa memandangi punggung Sehun yang semakin jauh.

 

***

 

Hari ini Soo Jung datang lebih cepat. Ia duluan datang dibandingkan dengan Sehun. Sembari menghilangkan bosan ia pun membaca buku. Dan tanpa sadar waktu terus berlalu. Jam 4 pun tiba.

 

“Ada apa ini? Kenapa ia tidak datang? Apa terjadi sesuatu?” gumam Soo Jung yang melihat jam

tangannya.

 

Soo Jung sangat bingung karena Sehun tak datang hari ini. Ini pertama kali Sehun tak datang ke perpustakaan.

 

***

 

Sudah seminggu lebih Sehun tak datang lagi ke perpustakaan. Soo Jung bingung, sebenarnya ada apa dengan Sehun. Apa ia pindah? Atau ke luar negeri? Entah pikiran apa saja yang dipikirkan oleh Soo Jung karena tidak datangnya Sehun.

 

Soo Jung berfikir, bahwa hari ini adalah hari terakhirnya ia ke perpustakaan jika Sehun tak juga datang hari ini. Karena, Sehun-lah alasannya untuk berada di perpustakaan.

 

Soo Jung terlihat memilih buku yang akan ia baca. Seperti biasa ia mencari buku di jejeran buku tentang eksklopedia dunia. Saat Soo Jung mencari bukunya ada seorang pengurus perpustakaan yang sedang menyusun buku. Tiba-tiba, sepucuk surat jatuh saat petugas tersebut memeriksa bukunya. Soo Jung pun mengambil surat itu yang jatuh mengenai kakinya. Lalu diberikannya kepada sang petugas.

 

“Untuk gadis berbando, siapa yang berkencan disini?..” gumam sang petugas sedikit kesal karena adanya para pembaca nakal seperti ini.

 

“Gadis berbando?” Soo Jung yang sedikit bingung apa iya yang dimaksud surat itu adalah dirinya.

 

“Permisi, bolehkah aku melihat surat itu?”

 

Petugas itu pun langsung memberikannya kepada Soo Jung.

 

***

 

Soo Jung duduk di bangku dimana ia biasa duduk. Ia kemudian langsung membuka surat yang beramplop biru tersebut.

 

‘Untuk gadis berbando yang tak kuketahui namanya..

Aku adalah seorang lelaki pengecut yang hanya berani melihatmu dari jauh. Dari pertama kali aku melihatmu memasuki perpustakaan, duduk berselang dua bangku dariku, membaca buku dengan tema yang sama dengan buku yang kusukai, kau sudah berhasil menarik perhatianku. Mungkin kalau kau baca surat ini aku sudah tak datang lagi ke perpustakaan dan tak akan pernah datang lagi. Kalau kau bersedia, maukah kau menemuiku besok setelah kau membaca surat ini? Pukul 3 sore di coffee shop yang berselang dua toko dari perpustakaan’

 

Soo Jung tak percaya dengan apa yang dibacanya.

 

“Apa ini? Apa ini kamera tersembunyi?” Soo Jung yang saking tak percayanya bahwa cinta dibalas oleh Sehun sang lelaki ber-sweater idamannya itu.

 

Soo Jung langsung tersenyum ria. Kalau saja ia bukan di perpustakaan ia pasti sudan lompat serta teriak kegirangan.

 

***

 

Keesokan harinya, Soo Jung datang ke sebuah kafe yang tertulis di surat itu. Ia masuk dan langsung duduk disebuah sudut kafe. Ia kemudian melihat ke arah jam tangannya dan menunjukkan pukul 2.50 sore. Ia datang 10 menit lebih awal. Lebih baik cepat daripada terlambat pikirnya.

 

Tak lama, seseorang lelaki masuk. Soo Jung sedikit menoleh kearah pintu masuk. Dan ternyata bukan lelaki yang ia tunggu. Ia kembali menatap layar ponselnya. Namun, ternyata pria tersebut menghampirinya.

 

“Apakah ini kau?” tanya lelaki itu sembari menyodorkam sebuah foto.

 

Soo Jung yang bingung pun menerima foto tersebut dan melihatnya. Dan betapa terkejutnya ia melihat foto dirinya yang sedang membaca buku di perpustakaan itu.

 

“In..ini kenapa ada padamu?” Soo Jung yang sangat terkejut dan bingung.

 

Lelaki itu lalu duduk dihadapan Soo Jung.

 

“Siapa kau?” tanya Soo Jung.

 

“Baekhyun, kakak lelaki Sehun..”

 

Soo Jung semakin terkejut dibuatnya. Mulutnya terbuka, matanya terbelalak. Apa ini mimipi? Apa yang sedang terjadi disini? Aku dimana? Kira-kira seperti itulah pertanyaan yang muncul di otak Soo Jung.

 

“Kau pasti sedikit terkejut..” ucap Baekhyun tersenyum ramah.

 

“Iya, bukan sedikit tapi cukup banyak. Tapi, apa yang sedang terjadi? Sehun tidak bisa datang?” tanya Soo Jung langsung.

 

“Iya, dia tidak bisa datang. Jadi, aku yang menghampirimu..” Baekhyun kembali tersenyum.

 

“Ahh..”

 

“Setiap hari aku menunggumu disini dan ternyata kau baru datang hari ini..” ucap Baekhyun lagi.

 

“Kau datang setiap hari? Sejak kapan?” Soo Jung yang tampak sangat terkejut.

 

“Sejak Sehun tak pernah ke perpustakaan lagi, berarti sekitar seminggu”

 

“Kenapa? Maksudku, kenapa kau yang datang? Bukan Sehun..” Soo Jung yang bingung.

 

“Karena Sehun tak bisa datang menemuimu, jadi ia ingin kau yang menemuinya..”

 

“Apa?” Soo Jung yang tidak mengerti.

 

“Kalau begitu, maukah kau ikut bersamaku menemui Sehun?” tanya Baekhyun.

 

“Kemana?”

 

***

 

Soo Jung mengikuti langkah kaki Baekhyun. Dan ternyata mereka memasuki sebuah tempat pemakaman. Soo Jung langsung membelalakkan matanya. Kenapa kesini? Kenapa Sehun disini? Apa yang dilakukannya disini? Seperti itulah pertanyaan yang berkeliaran di otak Soo Jung.

 

Baekhyun lalu menghentikan langkahnya dan membuat Soo Jung pun berhenti. Soo Jung kemudian melihat kearah sebuah makam disebelah kanannya dimana tatapan Baekhyun menatap kearah tersebut.

 

“Oh Sehun..? Sia…” belum selesai Soo Jung berbicara ia langsung memebelalakkan matanya karena teringat akan Sehun.

 

“Mustahil.. Ini bukan Sehun yang ingin kita temuikan?” tanya Soo Jung pada Baekhyun.

 

“Duduklah..” ucap Baekhyun nyang mulai duduk di tepi makam tersebut.

 

“Tidak, ini bukan Sehun. Sepertinya kau salah orang..” ucap Soo Jung yang masih tak ingin percaya.

 

“.. Sehun yang ku kenal tidak akan meninggal secepat ini.. Ia terlihat sangat kuat dan.. Dan…” Soo Jung yang sudah merasakan sesak di dadanya sampai ia kesulitan berbicara.

 

Baekhyun lalu mengambil sebuah kotak berbahan kayu yang terletak di sebelah nisan Sehun tersebut. Ia lalu membukanya. Dan terdapat foto Sehun yang berbingkai di dalamnya.

 

Soo Jung yang melihat itu pun langsung terduduk lemas. Ia tidak menyangka bahwa ini benar-benar Sehun yang ia kagumi selama ini. Air matanya yang sedari tadi tertahan kini jatuh bagaikan air terjun yang tak bisa dihalangi.

“Sehun… Ia memiliki kelainan jantung. Akibat penyakitnya itu, ia harus mengubur mimpinya untuk menjadi seorang pilot yang berkeliling dunia. Oleh karena itu, ia hanya bisa membaca buku eksklopedia dunia di perpustakaan. Dan tak disangka ia menemui pemandangan terindahnya disana, yaitu kau..” jelas Baekhyun.

 

Soo Jung hanya bisa menghembuskan nafas panjangnya sembari meneteskan air matanya.

 

“Ini adalah hadiah pertama dan terakhir dari Sehun. Ia tahu kau suka memakai bando. Setiap ia pulang dari perpustakaan ia membeli bando satu untukmu dan ia hanya menyimpannya sampai sebanyak ini..” Baekhyunmemberikan kotak yang ia pegang tadi kepada Soo Jung.

 

Soo Jung kemudian melihat kedalam kotak tersebut. Terlihat sangat banyak bando berwarna-warni dan berbagai bentuk. Soo Jung kembali meneteskan air matanya. Ia tak sanggup melihat ini semua.

 

“Dan di dalam itu juga ada diari Sehun yang diberikan kepadamu saat terakhirnya..” ucap Baekhyun .

 

Soo Jung pun mengambil buku bersampul coklat tersebut dan ia membukanya lembar demi lembar. Saat membukanya, Soo Jung kembali terisak ketika melihat wajahnya yang terlukis di halaman pertama buku tersebut.

 

Ia pun membuka kembali tiap lembarnya, dan di setiap lembar hanya ada lukisan dirinya dan dirinya. Tak ada kata-kata layaknya sebuah diari, hanya ada lukisan Soo Jung yang dibuat oleh Sehun sendiri. Dan tiba di halaman akhirnya. Bukan sebuah lukisan dirinya lagi, melainkah sebuah kata-kata.

 

“Itu adalah kata-kata terakhirnya untukmu. Ia menulis surat itu saat ia sedang dalam keadaan sekarat..” jelas Baekhyun .

 

Soo Jung pun terlihat mempersiapkan hatinya untuk membacanya. Terlihat memang dari tulisannya yang sangat tidak teratur dan sedikit bergetar menandakan saat itu Sehun dalam keadaan lemah namun tetap berusaha menulisnya.

 

“Maafkan aku.. Maaf.. Maaf telah membuatmu membaca ini.. Tapi, aku tidak tahu harus apa. Aku menyukaimu, aku mencintaimu.. Tapi.. Itu membuatku menjadi seorang pendosa.. Aku berdosa telah mencintai gadis sepertimu.. Aku seakan merusak cinta yang suci.. Namun, selama ini hidupku terasa suram, dibayang-bayangi penyakit mematikan yang setiap harinya membuatku terus berfikir ‘apakah ini hari terakhirku?’. Tak ingin aku memikirkannya, namun tak ada hal lain yang bisa kufikirkan selain itu. Tetapi, sejak ku melihatmu pertama kali, kau membuatku hanya memikirkanmu. Bagai pelangi, kau gantikan hariku yang dulunya suram menjadi cerah, dulunya dingin bagaikan es kini mencair akibat senyuman hangatmu. Inginku mengenalmu lebih jauh, menjadikanmu wanitaku, ingin ku tuk memilikimu. Namun, untuk apa itu semua jika aku tahu akhirnya tak akan indah. Memandangimu dari jauh, hanya itu yang bisa kulakukan agar akhirnya berakhir dengan indah. Terima kasih, kau telah membuatku bahagia dalam beberapa minggu terakhir. Harapanku hanya satu, semoga di kehidupan selanjutnya aku bisa melakukan apa yang tidak bisa ku lakukan di kehidupan ini… Denganmu..Aku Mencintaimu…”

 

Soo Jung membaca surat itu dengan berlinang air mata. Sesekali ia membekap mulutnya sendiri menahan tangis yang hebat itu. Lembaran yang ia baca pun menjadi basah akibat air matanya yang jatuh tepat mengenai buku tersebut.

 

***

 

Soo Jung kembali mendatangi perpustakaan yang biasa ia datangi. Soo Jung tak mengambil buku untuk dibaca, melainkan ia langsung duduk di tempat dimana biasa ia duduk. Soo Jung lalu menolehkan pandangannya kearah kirinya.

 

Tiba-tiba Soo Jung seperti melihat sosok Sehun yang sedang membaca buku disana. Terlihat sangat nyata, Soo Jung hanya memandanginya. Perlahan setetes air mata mengalir di pipi lembutnya. Terbesit sebuah penyesalan pada Soo Jung.

 

“Seharusnya, ku panggil kau saat melihatmu seperti ini..” gumamnya sedikit terisak karena menangis.

 

Bayangan Sehun itu kemudian menoleh kearah Soo Jung dan tersenyum. Soo Jung pun tersenyum dibuatnya. Dan tak lama, bayangan itu hilang digantikan oleh matahari sore yang menyinari bangku tersebut.

 

Soo Jung kemudian menidurkan kepalanya diatas meja. Air matanya masih tetap mengalir lembut dalam tidur Soo Jung.

 

“kau pergi tanpa meninggalkan sebuah kenangan, hanya tempat ini yang bisa kujadikan sebuah kenangan bagi kita..” lirih Soo Jung dengan tetap menutup matanya.

 

–The End–

 

 

 

 


Maybe (Chapter 3)

$
0
0

4 copy

Tittle : Maybe?

Author : Wulan fitriani

Cast : Byun Baekhyun, Lee Rai, EXO member

Leigth : chaptered

Rate : Teeneger

Genre : Married life, Romance comedy

 

 

..Berapa gelas yang kau ingin kan?

 

 

-0-

 

“hah??!!” hampir belasan mata tertuju pada meja dipojok kiri dekat jendela, dimana pusat keributan terjadi.

 

“kau jangan bercanda hyung..” Jongin memukul pundak Baekhyun sambil tertawa mengejek. Baekhyun sedikit terhuyung saat Jongin memukulnya.

 

“dia? Istrimu?” Sehun menyipitkan matanya untuk melihat Rai yang terduduk didekat kasir meja.

 

“ssstt.. pelankan suaramu” Baekhyun menaruh telunjuknya di depan bibirnya. Teman-temannya ini memang harus diajari etika.

 

“kau pikir kita akan percaya?” Jongin menyenderkan tubuhnya lalu menyeruput cappuccino milik Sehun. Saat Sehun ingin merebutnya, cangkir itu sudah mendarat dibibir tebal Jongin dan Sehun terlalu jijik untuk merebutnya.

“dia terlalu lebih untukmu..” tambahnya saat selesai menghabiskan cappuccino sisa Sehun.

 

“hei!” Baekhyun beringsut. Ingin rasanya Baekhyun menyumpal mulut setan temannya itu.

“apa perlu aku tunjukan surat nikahku?” Baekhyun berusaha menunjukkan wajah seriusnya. Dia hanya ingin temannya tahu dan tidak membahas hal ini terlalu lama, karna bisa saja Rai mendengar pembicaraan mereka.

 

“bawa kemari saja hyung..” tantang Sehun yang kembali menyuap pancakenya.

 

“ah sudahlah.. percuma juga..” Baekhyun menghela dan menyeder  pada kursi. Teman-temannya itu memiliki kepala yang keras. Tangannya memijit pelan pelipisnya. Sehun dan Jongin terdiam. Mereka memajukan tubuhnya merapat pada Baekhyun.

 

“jadi benar?” tanya sehun berbisik. Baekhyun sedikit mengintip dari celah jarinya.

 

“tapi…” Jongin memiringkan kepalanya.

“kau direktur, dan istrimu..” Jongin dan Sehun mengalihkan pandangannya pada sesosok yang mereka bicarakan.

 

“hmph.. kau tidak bisa membodohi kami hyung. Atau kau bilang seperti itu karna kau tak ingin bersaing denganku? Eoh?” Jongin menahan tawa mengejeknya. Dengarkan Jongin, seorang istri direktur tidak mungkin berkerja ditempat biasa seperti ini. Dan lagi, Jongin sangat hafal kalau Ibu Baekhyun memiliki cabang butik dimana-mana. Lalu mengapa istrinya harus repot-repot kerja ditempat seperti ini.

 

“untuk apa aku bersaing? Rai tidak akan berpaling dariku” Baekhyun menyombongkan diri. Dia menurunkan tanganya lalu melipat kedua tangannya diatas dada. Dia sempat melirik Rai yang terlihat mengobrol dengan pria tadi menyambutnya.

 

“benarkah? Lalu sikap acuh tadi?” Jongin semakin gencar memojoki Baekhyun. Sedangkan Sehun hanya mengangguk-angguk setuju dengan mulut yang berlumuran madu. Baekhyun menatap bawahannya dengan tatapan datar.

 

“aish!!! Sudahlah aku muak!!” Baekhyun menggebrak meja dan berdiri lalu mengancingkan salah satu kancing jasnya. Jongin dan Sehun hanya melongo melihat reaksi Baekhyun. Terlihat sekali kalau Baekhyun hanya membuat dirinya terlihat marah.

“kalian bayar tagihannya” setelahnya, Baekhyun berjalan cepat meninggalkan mereka. Saat sampai didekat kasir Baekhyun tidak sengaja beradu pandang dengan Rai yang berada beberapa meter darinya.

 

“selamat datang kembali tuan..” Rai membungkuk sambil sedikit berteriak.

 

“eoh..” Baekhyun mengangguk kikuk, dia seperti melihat Rai yang biasanya. Tapi mungkin saja itu profesionalitas kerja. Baekhyun tidak mau ambil pusing dan kembali mengambil langkah panjang.

 

“hyung!!!” Jongin dan Sehun berteriak tak terima saat Baekhyun mengucapkan mantra tadi.

 

“hyung.. kau yang bayar yah.. aku lupa bawa dompet..” Sehun tersenyum garing sebelum akhirnya ikut berlari menyusul Baekhyun.

 

“oy! Bocah tengik!!” Jongin bangkit lalu menunjuk Sehun yang melambaikan tangannya dari luar jendela.

“aish..” Jongin menyisir rambutnya kebelakang dengan jari. Lalu berjalan santai kearah kasir.

 

 

-0-

 

 

“hai sayang, cepat bangun ini sudah siang.. kau kan berjanji akan membawaku kekebun binatang..” suara yang tidak asing menyeruak dalam keheningan. Seorang wanita tersenyum manis memperhatikan prianya bergelutak dengan selimut.

“sayang..” panggilnya lagi. Prianya mulai terusik dan bergerak gelisah dalam balutan selimut yang mengubur dirinya. Wanita itu masih setia didepan ranjang, tersenyum bahagia sambil mengelus perutnya yang buncit.

 

“eung..” prianya itu mencoba mendudukkan dirinya dengan mata yang masih tertutup. Mengusap matanya dengan telunjuknya. Matanya terbuka perlahan, samar-samar terlihat seorang dengan surai panjang berada tepat didepan ranjangnya.

 

“Rai?!” mata pria itu membulat sempurna saat melihat Rai berdiri terseyum dihadapannya.

 

“Rai! apa yang kau lakukan? Apa-apaan perut itu?!” pria itu menjerit histeris. Dia menunjuk-nunjuk Rai tak percaya.

 

“hei nak lihatlah ayahmu..” Rai terkekeh sambil mengelusi perut buncitnya.

 

“nak?”

“anak siapa yang ada dalam perutmu?” pria itu mendekat pada Rai memperhatikannya tak percaya. Menekan-nekan perut Rai mencoba mastikan jika perut Rai bukanlah bantal ataupun balon yang disembunyikan.

“kemarin bukankah kau bilang kau tidak hamil..” pria itu sedikit berteriak. Dia seperti orang kurang waras sekarang. Dia menjambak rambutnya frustasi.

 

“kau percaya pada ucapanku?” Rai masih saja tersenyum bahagia. Dia menyikut pria itu dengan sikutnya.

 

“tidak mungkin..” pria itu menggeleng dan berjalan mundur sedikit.

 

Kring..

 

“aku angkat telpon dulu.. cepat mandi dan bersiap..” lagi Rai tersenyum lalu berlalu dari hadapan prianya.

 

 

 

“tidak..”

 

 

 

 

“tidak..”

 

 

“TIDAK!!” Baekhyun spontan terduduk dari tidurnya dengan rambut yang sudah tidak berbentuk dan banyak jiplakan kain diwajahnya. Nafasnya terengah dan jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya. Kepalanya menoleh ke segala arah.

 

“hah.. hah.. mimpi.. tadi Cuma mimpi..” Baekhyun mengusap kasar wajah halusnya. Diliriknya weker yang sedari tadi berbunyi

 

Kring..

Kring..

 

“hah sukurlah aku tepat waktu..” Baekhyun kembali menaruh jamnya dan berniat untuk membersihkan diri. Namun niatnya terhenti saat melihat gorden kamarnya yang tertiup angin, dia langsung berlari keluar kamar. Dan saat dia sudah berada diluar kamar, dia mendengar suara pintu yang tertutup.

 

“jadi jam segini dia pergi..” ini sudah hari kelima Rai tidak membangunkannya. Baekhyun selalu berusaha menyamakan waktu berangkatnya dengan Rai namun tetap saja Rai lebih dulu meninggalkan rumah, hanya sticky note dan kadang menu sarapan pagi yang Rai tinggalkan.

 

“mandi!!” Baekhyun baru teringat akan rencana awalnya.

 

Selesai mandi Baekhyun berjalan santai kearah dapur, berhenti diujung tangga untuk melihat ‘pesan harian’ yang Rai tinggalkan.

 

 

..Aku tidak buatkan sarapan, maafkan aku..

 

 

“aish! Disaat ada banyak waktu aku malah tidak sarapan” Baekhyun memasukan note itu kedalam kantung jasnya.

 

..Hei nak lihatlah ayahmu..

 

“mwoya?!!” suara itu tiba-tiba terngiang ditelinganya.

“sudahlah baekhyun, tidak usah difikirkan. Lagi pula hanya mimpi..” Baekhyun menggeleng lalu menepuk pipinya dua kali. Pagi ini tidak sarapan lagi.

 

-0-

 

 

13:01. Jam digital di atas meja kerja Baekhyun terus berkedip. Sudah lewat satu menit dari jam istirahat, namun Baekhyun masih saja berkutat dengan perkerjaannya. Padahal hari ini perkerjaannya tidak terlalu banyak, tapi entah kenapa terasa berat dan melelahkan.

 

Pintu ruangannya terbuka.

“hyung-”

 

“ayo ke café dekat kantor..” Baekhyun menyelesaikan berkas terakhirnya. Dia menoleh sebentar melihat Jongin yang membatu didepan pintu ruangannya.

 

“aku baru saja ingin mengajakmu kesana..” Jongin berjalan kearah Baekhyun lalu duduk dimeja kerja Baekhyun.

“ada apa? Merindukan istrimu? hm?” Jongin mendekatkan wajahnya sambil menaik turunkan alisnya. Baekhyun memutar bola matanya.

 

“hyung!! Ayo kita makan.. ada restoran babi yang enak dekat sini.” Sehun tiba-tiba muncul dari pintu kayu tersebut.

 

“baiklah. Ayo! aku ingin meyakinkan sesuatu..” mata Baekhyun menatap lurus sticky note kosong diatas mejanya.

 

“heh?” Jongin membuka mulutnya dengan mata yang melihat keatas.

 

“bukan apa-apa.. ayo!” Baekhyun merangkul Jongin kemudian Sehun dan membawa keduanya keluar dari tempat kerjanya.

 

“kita mau kemana hyung..”

 

“diam dan ikuti saja aku!”

 

 

-0-

 

 

“dari semua café kenapa café ini yang kau pilih?” baru sampai, Baekhyun sudah mendapat sambutan yang kurang sedap. Wanita yang menyambutnya menatap Baekhyun sinis.

 

“hei Rai..” Minseok menyikut Rai keras.

 

“kau ini..” Baekhyun menggigit bibirnya kesal.

 

“hmmph” terdengar seperti tawa yang tertahan. Baekhyun menoleh kebelakang. “bukan apa-apa” Sehun melambaikan tangannya didepan wajahnya. Baekhyun menatap temannya itu dengan mata yang menyipit.

 

“kau pelayan disini, jadi layani aku dengan baik..” Baekhyun kembali beralih pada Rai, dia memajukan wajahnya untuk memperjelas kedudukannya. Rai menghela nafas seperti yang sering Baekhyun lakukan.

 

“kau pergilah, cari café lain.. aku-” Rai tiba-tiba membungkuk sambil menutupi mulutnya.

 

“kau baik-baik saja?” Minseok yang dari tadi hanya memperhatikan, spontan memegangi Rai yang terhuyung menghawatirkan.

 

“ini pasti kualat, makanya berbuat baiklah pada pelanggan..” Minseok memijat kecil leher bagian belakang Rai. Rai kembali menegakkan kepalanya. Menatap Baekhyun dengan tatapan datar.

 

“lama-lama melihatmu aku jadi mual..” sebelum pergi Rai menyempatkan diri mengeluarkan kata-kata pedas itu.

 

“hei!!” Minseok meneriaki Rai yang pergi dengan sopannya.

“Rai itu, mengapa jadi seperti ini” Minseok memiringkan kepalanya. Sedikit berpikir tentang perubahan sikap Rai yang aneh. Belum lama berpikir, bahkan belum menemukan jawabannya, Minseok mengangkat bahu dan kembali pada pelanggannya.

“mari tuan saya antarkan..” Minseok dengan Ramah menuntun pelanggannya menuju meja.

 

 

 

..mual?

Ra-rai mual?

Ah tidak!

 

 

 

Baekhyun menggeleng kuat, dia berjalan pelan sambil menghitung ubin. Tatapan kosong penuh pikiran. Sekelebat muncul banyangan mimpinya tadi pagi. Baekhyun langsung menjatuhkan diri dengan kencang hingga bangkunya berdeckit keras. Dia langsung melemas dan menjatuhkan kepalanya keatas meja, menutupi wajahnya yang memanas. Jongin dan Sehun saling beradu pandang seolah bertanya ada apa dengan atasannya itu.

 

“hyung..” Sehun yang berada tepat didepannya menggoyangkan lengan Baekhyun hingga Baekhyun mengangkat wajahnya.

 

“menurut kalian…” Baekhyun memajukan wajahnya yang diikuti oleh Jongin dan Sehun. Dia agak ragu mengatakannya, terlebih pada temannya ini.

“apa… ra-i haaa.. mil?” tambah Baekhyun pada akhirnya. Dia langsung menaruh telunjuknya dibibir saat melihat Jongin dan Sehun membuka lebar mulut mereka.

 

“hamil?” mereka berbisik. Baekhyun mengangkat bahu tak yakin lalu kembali membawa pundaknya menyender pada kursi.

 

“kau sudah melakukannya hyung?” Jongin memperdekat wajahnya.

“bagaimana rasanya..” Jongin bertanya dengan wajah mesumnya, menaik turunkan alisnya seperti om-om.

 

“aku menikmatinya..” Baekhyun menatap kosong dinding dibelakang tubuh Sehun.

“HEI!!!!” Baekhyun berteriak seketika saat sadar akan kata-katanya.

 

“woaaaaa…. Daebak.. aku tidak menyangka pria seperti dirimu akan melakukannya.” Sehun bertepuk tangan dengan wajah takjubnya.

 

“seperti apa maksudmu.” Baekhyun merapatkan rahangnya.

 

“aku kira kau suka pria hyung. Bahkan aku belum percaya kau sudah menikah.” Sedetik kemudian tangan mulus Baekhyun sudah mendarat pada kepala Sehun. Sehun meringis sambil mengusap kepalanya.

 

“hyung, sudah berapa kali kau melakukannya?” Jongin terlalu antusias hingga ia membuat topik pembicaraannya sendiri.

 

“sekali, itu juga bukan kemauanku..” Baekhyun menghela kasar saat mengingat kembali dimana dia dengan buas ‘mengauli’ istrinya itu.

 

“bukan kemauanmu tapi kau menikmatinya, bagaimana bisa?” Jongin lagi bertanya.

 

“aku dalam pengaruh obat..” Baekhyun membulatkan matanya setelah menyadari kata-katanya. Dia mengutuk dirinya karna telah menjawab pertanyaan Jongin. Akan terdengar konyol kalau dirinya melakukan ‘ini-itu’ karna pengaruh obat. Dan pasti teman-temannya itu akan bersorak mengejeknya.

 

“mabuk?” tanya Jongin lagi. Baekhyun memilih diam untuk menjaga citranya.
“pesanan kalian, silahkan..” pelayan wanita datang dengan nampan penuh. Baekhyun mendongak saat mendegar suara yang terdengar familiar ditelinganya.

 

“kau harusnya lebih sopan..” nasihat Baekhyun pada sikap kurang sopan Rai pada pelanggan. Sepertinya hanya pada dirinya Rai bersikap seperti itu. Rai menaruh nampannya dan menaruh pesanan mereka satu per satu.

 

“belakangan ini kau sering kesini, mengapa?” tanya Rai tak menghiraukan kata-kata Baekhyun tadi. Baekhyun menelan udara menyadari sikap Rai.

 

“dia merindukanmu noona..” Jongin tersenyum penuh arti menjawabnya.

 

“hei! Aish..” Baekhyun menyikut Jongin kesal.

 

“ini istirahat makan siang kan? Seharusnya kau cari restoran makanan berat, perutmu itu juga butuh makanan yang bergizi. Jangan hanya minum susu dan makan cheesecake. Kau terlihat lebih kurus. Besok pergilah ke restoran nasi dekat kantormu..” ujar Rai sebelum akhirnya meninggalkan mereka tanpa permisi.

 

“eoh?” Sehun yang tadi sudah melahap pancakenya terhenti dan melihat Rai yang menjauh dan Baekhyun secara bergantian.

“jadi dia benar istrimu..” Sehun mengangguk paham.

 

“Oh Sehun…” Baekhyun mengeram kesal. Dia sudah pusing mendengar kata-kata itu.

 

“karna baru kali ini aku melihatnya seperti itu padamu. Biasanyakan dia selalu dingin padamu. Bahkan dia tidak pernah mengantarkan makanan kita..” Sehun mengingatkan sikap-sikap Rai sebelumnya.

 

“kau benar, apa dia sudah tidak marah..” Baekhyun mengangguk setuju. Ujung bibirnya terangkat sedikit karna kata-katanya.

 

“hyung…” Jongin dan Sehun memanggil Baekhyun dengan nada yang terdengar aneh.

 

“apa ini? Kau bilang pernakahanmu itu bukan keinginanmu. Tapi kurasa kau mencintainya.” Jongin menekan-nekan lengan Baekhyun dengan manja.

 

“mwoya? Dia sama sekali tidak termasuk dalam tipeku” Baekhyun mengibas-ngibas tangannya tak tertarik sambil membuang muka.

 

“kalau kau tidak mau berikan saja padaku..” Jongin tertawa kecil lalu menyedot lemon tea-nya.

 

“eoh, coba saja..” Baekhyun mengambil garpu untuk memulai makan siang manisnya.

..Kalau berani..

 

 

-0-

 

 

Langit jingga memudar, mempakkan cahaya gemerlap dilangit yang mulai menghitam. Seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut yang berantakan terlihat membenturkan kepalanya berulang-ulang dengan lemari baju. Membenturnya dengan tempo yang stabil.

 

“ibu….” Panggilnya tanpa menghentikan kegiatannya.

 

 

“ibu….” Panggilnya lagi, suaranya lebih lirih dari sebelumnya.

 

 

“besok oppa ulang tahun.. dan aku masih belum bicara padanya..” wanita berjongkok lalu terduduk didepan lemari bajunya.

 

“aku harus bagaimana…” Rai merengek seperti bocah yang kelaparan. Kakinya menendang-nendang lemari baju yang ada dihapadannya. Rai sedikit frustasi dengan apa yang sudah dia lakukan sampai saat ini.

 

Rai bangkit lalu memperhatikan 2 sweater diatas ranjang.

“apakah akan menjadi sia-sia?” Rai menjambak rambutnya karna terlalu pusing. Di tidak mengira kalau hubungannya dengan Baekhyung akan sejauh ini. Dia pikir Baekhyun akan berpikir jika melihat perubahan sikapnya, tapi ternyata Baekhyun sama sekali tidak menegurnya tetang itu. Rai menghela kasar. Tubuhnya terlukai lemas diatas ranjang.

 

Rai spontan melihat jendela saat mendengar suara mobil masuk pekarangan rumanhnya.

 

“oppa datang! Aku bahkan belum masak apapun!” biasanya Rai akan langsung masak saat pulang berkerja. Lalu dia akan menyisipkan note untuk Baekhyun yang menyuruhnya untuk memanaskan makanannya. Tapi sekarang? Dia bahkan belum minum karna terlalu memikirkan masalahnya.

 

Rai bangkit dan berlari keluar dari kamarnya. Menuruni tangga dengan cepat lalu melengos kedapur tanpa memperhatikan sekitar. Bahkan dia tidak sadar kalau Baekhyun sudah berada didalam rumah. Baekhyun menaikkan ujung bibirnya sedikit.

 

“aku pulang..” ucapnya pada akhirnya.

 

Rai yang tengah mencari apron sempat terhenti namun kembali melanjutkan kegiatannya.

 

“sudah lama sekali aku tidak melihatmu didapur..” Baekhyun datang dengan setelan yang masih lengkap. Biasanya saat Baekhyun pulang, Rai akan membantu Baekhyun melepas jas dan membawakan tas.

 

“Rai air..” pinta Baekhyun yang sudah terduduk dikusri pantry. Rai dengan langkah dan sikap yang tenang menuangkan segelas air meniral untuk Baekhyun. Dia mulai memasang apronya.

 

“terima kasih” ucap Baekhyun saat Rai menyerahkan segelas yang berisikan air mineral padanya. Dia mulai meneguk minumnya dengan mata yang tak hentinya memperhatikan Rai yang hanya sibuk dengan kegiatannya. Bahkan tak satu pun kata terucap dari mulutnya.

 

“mandilah..”

 

“uhuk!!” Baekhyun tersedak saat mendengar Rai berucap. Baekhyun memukul-mukul dadanya untuk meredakan batuknya.

 

“ekhem! Baiklah..” Baekhyun mengangguk kikuk, dia turun dari kursi lalu berjalan menuju tangga. Belum sampai tangga Baekhyun berhenti dan berbalik.

“kuharap hari ini aku akan makan malam denganmu..” Baekhyun mengucapkannya tanpa melihat Rai, dia langsung berbalik dan kembali melanjutkan langkahnya. Langkahnya tersara lebih cepat dari sebelumnya.

 

“ibu…” Rai berjongkok lalu menutup wajahnya. Dia terlalu gampang luluh dengan Baekhyun. Rai memukuli kepalanya kesal. Kalau sudah begini, dia harus bagaimana? Kan tidak mungking ujuk-ujuk dia berubah seperti biasanya.

“mengapa dia selalu bisa membuatku berdebar.. padahal kita kan sudah menikah..” Rai memegangi wajahnya yang memerah.

“yosh! Baiklah.. aku harus bisa bersikap biasa.. buat oppa menyadarinya, lalu bermaaf-an dan aku bisa memberikan hadiah ulang tahunnya..” Rai mengangkat kepalan tanganya tinggi-tinggi. Senyum semangat menghiasi wajahnya. Dia sangat yakin dengan kata-katanya. Dengan semangat Rai memulai kegiatan masaknya.

 

..kumohon ..

 

 

-0-

 

Rai menyender di balik pintu kamarnya. Tanganya terlukai lemas diantara tubuhnya. Tatapannya kosong, bahkan lebih terlihat seperti orang idiot.

 

“haha..” tawa hambar keluar dari mulutnya.

 

“hahahha.. ibu” tawanya berubah jadi rengekan. Rai berjalan gontai kearah ranjangnya. Rengekannya menjadi-jadi saat melihat dua sweater yang tergeletak diranjangnya.

 

“seharusnya sudah ku pikirkan kemungkinan ini..” Rai menghempaskan tubuhnya diranjang mungil miliknya.

 

Saat makan malam tadi. Baekhyun tidak mengucapkan kata apapun selain ‘terima kasih atas makanannya’. Dan itu membuat Rai frustasi mendengarnya.

 

“mengapa aku jadi sefrustasi ini? Ini semua kan salahku..” Rai menutupi wajahnya dengan bantal.

 

 

“selamat tidur..”

 

 

“eoh?” Rai bangkit dari tidurnya. Bantal yang menutupi wajahnya terjatuh bersamaan dengan terduduknya dia. Matanya berkeliaran mengitari kamar tidurnya. Tadi sayup-sayup Rai mendengar seseorang mengucapkan selamat tidur untuknya. Tapi tidak ada wujud apapun disekitarnya selain dirinya. Jantungnya menjadi berkerja dua kali lipat. Spontan dia berbalik menatap jendela.

 

“apa penyusup?” dengan menggigiti kuku jarinyanya dia berjalan was-was kearah jendela kamarnya.

 

“ah tidak mungkin.. mungkin saja aku berhalusinasi..” Rai langsung berbalik arah dan berjalan cepat menjauhi jendela kamarnya. Terlalu mudah mengubah pikirannya.

 

“bagaimana dengan ini?” Rai kembai beralih pada sweaternya. menggigit kuku jempolnya sembari berfikir. Matanya berkedip berkali kali.

 

“eoh!” seperti ada lampu yang menerangi kepala suram Rai, dia tersenyum lebar dengan mata yang berdekip berulang-ulang. Rai memukul dadanya bangga, ini kali pertama dia merasa otaknya sangat berguna.

“hahaa…”

 

 

-0-

 

 

 

Sebuah pintu terbuka tanpa suara. Seseorang dengan surai panjang menyembulkan kepalanya dibalik pintu. Rai menyipitkan matanya mencoba menyesuaikannya dengan cahaya remang dalam ruangan itu. Rai tersenyum lega saat menemukan sesosok pria tertidur pulas diatas ranjangnya. Rai menutup pintu kamar Baekhyun dengan perlahan. Jantungnya berdegup kencang, padahal dia hanya masuk kedalam kamar suaminya bukannya kandang buaya ataupun harimau. Dia sudah membuat keputusan yang bulat, dia akan melakukan rencananya hari ini. Tepat tengah malam.

 

Rai berniat memberikan sweater buatannya sendiri yang sudah terbungkus dengan kertas kado berwana coklat tua dengan pita pink diatasnya. Sebenarnya bisa saja dia memberikannya saat pagi hari sebelum Baekhyun bangun. Tapi, belakangan ini Baekhyun mulai bangun lebih pagi dari biasanya.

 

Rai melangkah masuk dengan perlahan, mengendap-ngendap persis seperti maling. Samar-samar terlihat Baekhyun yang tertidur pulas dikasurnya. Rai tersenyum sumbringah melihatnya. Sudah lama sekali tidak melihat wajah tertidur Baekhyun. Poni rambut Baekhyun yang mulai terlihat panjang membuat wajahnya tidak seutuhnya terlihat. Rai memegangi pipinya yang memerah. ..mengapa saat tidur pun tetap bisa membuatku berdebar.. Rai menggeleng keras, dia tidak boleh terlalu jauh menghayati wajah Baekhyun. Dia harus cepat menaruh kado itu dan sesegera mungkin keluar dari kamar Baekhyun.

 

Rai melempar pandanganya dengan mata menyipit kepenjuru ruangan, mencari tempat strategis untuk menaruh bawaannya. Berharap saat Baekhyun bangun yang pertama kali dilihat adalah kado darinya.  Rai tersenyum sendiri membayangkannya. Rai berjalan keujung ruangan saat melihat sofa santai didekat gorden, dia berniat meletakkan disana.

 

 

“hei!”

 

 

 

Degh!

 

 

Rai menhentikan kegiatannya. Rai kebali memeluk kado yang belum sempat dia letakan. Rai dapat mendengar suara langkah dibelakangnya. Suara langkah yang mendekatinya.

 

 

..penyusup!!

 

 

“IBU!!” teriakan Rai spontan pecah saat merasa sesuatu menyentuh pundaknya.

“menyingkir kau menyingkir! Aku sudah menikah, jangan dekati aku..” Rai berbalik lalu menepisnya dan dengan mata terpejam kuat, Rai mengayunkan kado yang dia bawa kesegala arah.

 

“Rai..” ayunan tangannya terhenti. Dengan perlahan dia membuka matanya. Mata yang belum sepenuhnya terbuka kembali tertutup karna cahaya yang tiba-tiba benderang. Saat Rai kembali membuka matanya, dia melihat Baekhyun berdiri dihadapannya dengan tanganya yang masih menempel pada saklar lampu.

 

“eoh? Oppa?” mata Rai membulat sempurna dengan mulut yang terbuka. Dia melongokkan kepalanya kebelakang tubuh Baekhyun mencari sesuatu.

“kemana larinya penyusup tadi?” Rai menengokkan kepalanya kesegala arah. Baekhyun menautkan alisnya lalu menghembuskan nafasnya. Rai itu benar-benar membuat kepalanya serasa pecah. Kemarin-kemarin wanita itu membuat otaknya lelah karna terus memikirkan perubahan sikap wanita itu. Dan sekarang saat otaknya beristirahat, dia kembali membuatnya berkerja dengan sikap yang sudah kembali seperti semula. Bodoh dan idiot.

 

“aish! rai apa-hoam..” Baekhyun berhenti karna menguap, dia masih belum sepenuhnya sadar.

 

“ah! Oppa, oppa.. jangan marahi aku oppa.. aku tidak berniat jahat padamu, sungguh!” Rai menutupi wajahnya dengan bingkisan yang ada ditangannya. Lalu mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya didepan bingkisan yang menutupi wajahnya. Baekhyun terdiam, ujung bibirnya terangkat sedikit.

 

“hoam.. apa yang kau lakukan tengah malam dikamarku?” tanyanya dengan satu tangan yang mengusap kelopak matanya, tangan lainnya menurunkan bingkisan yang menutupi wajah Rai.

 

“eoh? Hehe..” Rai tersenyum konyol, menampilkan deretan giginya yang kurang rapih.

“ini..” Tangan Baekhyun terulur saat Rai menyerahkan bingkisan itu. Seyum Rai benar-benar mengembang saat ini. Ini sangat jauh dengan apa yang dia rencanakan. Dan dia sangat senang dengan perubahan rencana ini.

“selamat ulang tahun!!” ucapnya sambil merentangkan tangan.

 

“ulang tahun?” Baekhyun mengerutkan dahi. Kerutan dahi Baekhyun membuat rentangan tangan Rai jatuh. Secara otomatis tubuh Rai terjatuh ke sofa karna terlalu lemas.

“tanggal berapa sekarang?” Baekhyun memiringkan kepalanya.

 

“ya ampun.. sesibuk itukah dirimu sampai lupa kalau kau ulang tahun?” Rai menggeleng prihatin. Baekhyun yang tadi hendak pergi mencari kalender mengurungkan niatnya dan ikut terduduk bersama Rai.

 

“aku sibuk memikirkan dirimu…” ujarnya pelan saat bokong sudah merasakan sofa empuk miliknya.

 

“eoh? Kau bilang sesuatu..” Rai menoleh. Matanya mengerjap berulang-ulang.

 

“eh apa ini?” Baekhyun beralih pada apa yang dia bawa. Dia memutar kado yang Rai bawa tadi kesegala arah.

 

“buka saja..” suruh Rai berseri-seri. Dia mengubah posisinya hingga berhadapan dengan Baekhyun. Rai memperhatikan Baekhyun dengan teliti, dia ingin tau bagaimana reaksi Baekhyun dengan hadiahnya.

 

“handuk?” Baekhyun merentangkan sweater yang Baekhyun kira handuk didepan wajahnya. Rai menatap Baekhyun datar, tatapan tanpa harapan. Apa suaminya itu punya masalah dengan matanya. Baekhyun mengangguk menahan tawa saat tahu kesalahannya.

 

“apa kau suka? Aku juga punya satu.. aku merajutnya sendiri. Bagus tidak?” Rai melayangkan banyak pertanyaan pada Baekhyun. Bahkan dia sampai memajukan wajahnya karna terlalu antusias. Dalam sekejap Rai bisa langsung melupakan kekesalannya hanya karna melihat ujung bibir Baekhyun yang terangkat.

 

“sweater couple..?” Baekhyun menoleh medapati wajah berseri Rai didekat wajahnya.

 

“tidak juga sih..” Rai menelan ludahnya pahit lalu menjauhkan wajahnya. Dia tertunduk sambil memegangi punggung lehernya.

 

Baekhyun menjentikkan jarinya.

“ah iya benar! aku mengerti sekarang.. selama seminggu ini kau bersikap dingin padaku hanya karna kau ingin mengerjaiku ya? Eoh?” Baekhyun menodong Rai dengan jari telunjuknya.

 

“emm.. anggap saja seperti-..” tiba-tiba Rai menutup mulutnya dengan satu tangan. Tangan lainnya mencengkram perutnya.

 

“kau tertawa?” Baekhyun menyeringit saat melihat Rai terlihat seperti menahan tawa. Sepertinya pertanyaannya bukanlah sesuatu yang bisa digolongkan kedalam lelucon. Rai menggeleng dengan dahi yang mengkerut.

 

“belakangan ini aku sering mual..” Rai beralih mengelusi punggung lehernya. Rai memejamkan matanya erat lalu membukanya cepat. Baekhyun terdiam, matanya langsung tertuju pada perut Rai.

 

“mu-mual?” Baekhyun berubah gagap.

 

“aku rasa aku terlalu banyak makan..” Rai sangat ingat dua hari belakangan ini porsi makannya sangat banyak dari hari sebelumnya. Dari pagi, menjelang siang, istirahat makan siang, sore, malam, dan tengah malam. Rai sudah seperti monster kalau berhadapan dengan makanan. Tadi saja saat makan malam, dia masih makan saat Baekhyun sudah selesai.

 

“rai” panggil Baekhyun. Matanya menatap lurus mata Rai.

 

“ya?” Rai menoleh dan mendapati Baekhyun yang menatapnya dengan tatapan menelisik. Rai bahkan sampai memundurkan diri dengan perlahan.

 

.. apa dia dalam pengaruh obat? lagi?

 

“mungkinn kah kau…” Baekhyun menggantung kata-katanya.

“ah tidak! Lupakan” Baekhyun menggeleng kuat, dia seperti tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.

“apa ada hal yang ingin kau lakukan selain ini?” Baekhyun mencoba mengalihkan topik. Dia melirik jam kecil di nakas. Lumayan jauh dari tempatnya duduk, bahkan bisa dijamin Baekhyun tidak dapat melihat jarum jamnya.

 

“tidak, hanya itu yang ingin ku lakukan. Kau tidurlah lagi.. sudah malam besok masih harus berkerja kan?” Rai menghembuskan nafasnya lega, dia menyimpulkan seyumnya dan beranjak dari duduknya. Berjalan hendak keluar dari kamar Baekhyun. Namun belum genap empat langkah, Rai berhenti dan berbalik.

“mau aku buatkan susu?” tawar Rai, dia menaikan kedua alisnya. Wajahnya benar-benar menyebalkan. bahkan Baekhyun merasa akan menelan istrinya kalau wajahnya tidak juga berubah dalam jangka singkat.

 

“kau mengejekku?” Baekhyun ikut bangkit dan mendekatkan dirinya dengan Rai.

 

“hahah, aku hanya bercanda..” Rai memundurkan wajahnya.

“selamat tidur..” dia berjalan mundur dari tempatnya. Lalu berbalik dan berjalan normal.

 

“Rai.. apa kau masih ingin tidur denganku?”

 

“mau!” Rai spontan berbalik.

“eh? Bukan! Ma-maksudku-” Rai mengibaskan tanganya dengan mata yang membulat. Mulutnya terus terbuka mencoba menyanggah dengan apa yang dia katakan sendiri. Dia lumayan kaget dengan spontanitasnya sendiri. Sungguh membuatnya malu.

 

“kemarilah.. ini sebagai balasan karna sudah memperhatikan diriku..” Baekhyun mematikan lampu kamarnya lalu berjalan sedikit mendekati Rai. Menarik lengan Rai menyuruh Rai untuk mengikutinya.

 

“baiklah jika kau memaksa..” Rai menghela nafas, dia membuat dirinya terlihat terpaksa.

 

“iya iya.. terserah kau..” Baekhyun memutar bola matanya bosan. Dia berani taruhan kalau didalam hati Rai saat ini sedang melompat kegirangan.

 

“ayo! Tidurlah suamiku..” Rai mengamit lengan Baekhyun dan menuntunnya kesisi ranjang lalu dia berlari kesisi lainya. Rai menjatuhkan dirinya terlebih dulu sebelum Baekhyun. Dia memejamkan mata sambil mengingat-ngingat betapa nyamannya sprai milik suaminya itu. ‘Bahkan dia memiliki sprai yang dingin. Mungkin ini alasannya mengapa dia memiliki sifat yang begitu dingin’. Hah.. hiraukan saja pikiran ngawur Rai.

 

“lihatlah dirimu, tadi kau berlagak tidak mau..” ucap Baekhyun sinis, dan hanya mendapatkan cengiran konyol sebagai balasan. Baekhyun membaringkan tubuhnya diatas ranjang dingin miliknya.

 

“selamat tidur..” ujar Baekhyun sebelum dia memejamkan mata.

 

“selamat tidur juga suamiku..” balas Rai tepat didekat telinganya. Baekhyun sedikit mengerutkan jawahnya saat Rai membalas ucapannya.

 

Rai tersenyum lagi. Malam ini mungkin memang malam yang paling bahagia dari malam-malam sebelumnya. Rai memandangi suaminya yang mungkin sedang mencoba untuk tertidur. Dia sangat suka moment seperti ini. Dia bisa dengan leluasa memperhatikan Baekhyun tanpa mengganggu Baekhyun. Lagi dan lagi Rai terseyum, menatapi wajah suaminya yang mulai tertutup dengan rambut yang mulai memanjang. Rai bahkan tidak menyadarinya, selama itukah dirinya tak melihat Baekhyun.

 

 

“Ra-I” Rai membulatkan matanya kaget saat mendengar suara yang keluar dari bibir Baekhyun. Rai menatap Baekhyun dengan mata penuh, penglihatannya berkurang saat gelap. Dia mengelus dada saat melihat mata Baekhyun yang masih terpejam.

 

“ya?” jawab Rai setelah dia menetralkan suaranya.

 

“besok aku bisa pulang lebih awal, kau mau pergi kesuatu tempat?” Baekhyun membuka matanya lalu menoleh kesisi kirinya. Dia hampir memukul Rai saat melihat Rai yang menatapnya dengan mata yang membulat sempurna.

 

“benarkah?” Rai sampai terduduk karna terkejut.

“Oppa, Kau tidak dalam pengaruh alcohol ataupun obat kan?” rai mendekatkan wajahnya untuk memastikan. Dilihatnya mata Baekhyun yang masih terlihat bersih namun sudah tidak segar.

 

“aish! tidak, aku sadar sepenuhnya.” Seperti teringat sesuatu Baekhyun memerah sendiri. Dia membuang wajahnya dengan tangan yang terlipat didada.

 

“emm kemana yah..” Rai menaruh telunjuknya didagu untuk berpikir. Bukankah seharusnya berpikir menggunakan otak? Baekhyun meliriknya dari ekor matanya.

“taman bermain! Aku ingin ke taman bermain. Iya taman bermain.” Rai kembali mendekatkan wajah berserinya pada Baekhyun.

 

“aku tahu dengan kau mengucapnya sekali” Baekhyun menoleh bosan, dia menjauhkan wajah Rai dengan telunjuknya.

 

“hehe.. maaf..” Rai tersenyum konyol dengan jari telunjuk dan tengah berada diatas kepalanya. Baekhyun menghela nafasnya. Bagaimana bisa dia tahan dengan wanita seperti Rai.

“baiklah! Ayo tidur aku tidak mau telat bangun..” Rai kembali membaringkan tubuhnya lalu merarik selimut hingga menutupi wajahnya.

 

 

“selamat tidur..”

 

“eoh..”

 

-0-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Brengsek kau, Byun Baekhyun..”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

To be continued…

 

 

 

 

 

Aloha.. ekhem-ekhem!

Assalamualaikum… wr.wb.

Ini pertama kalinya sih cuap cuap.. sebernya cuma mau kasih inpo buat yang baca ini cerita. Ini cerita bakalan kelar di 5 chapter. Dan saya #weesss berniat bikin side story dari Maybe. Entah itu tentang Kai, Sehun, manager atau pegawai café tempat Rai kerja, adeknya Baekhyun, atau mungkin aja emaknya Baekhyun. Yang pasti masih ada hubungannya sama ff ini.

Segitu dulu kali yak, besok lagi aja ngomongnya takut ayan/?..

Wabillahi taufik walhidayah, wassalamualaikum wr.wb. :D

 

 

 

 

 

 

 

 

JENG JENG JENG!!!!

  • Tempat favorit Baekhyun dan Rai ^3^

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  • Anggep aja kamarnya tuan Byun :v

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  • Ini kamarnya Rai

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  • Ruang keluarga Byun ^^

 

 


Six Hours (One Shot)

$
0
0

kai.png

Title   : Six Hours

Author : Fioppiall

Main Cast : Lumi, Kai

Genre : Friendship

Lenght : One Shot

 

Cerita murni milik saya, dan poster murni comot dari internet (maaf ya karena saya memang ga bisa buat poster hehe).

Sudah dipost diblog pribadi saya https://fioppiallblog.wordpress.com/2016/02/13/six-hours/

Oke happy reading ^^

“Selamat datang, bisa lihat tiketnya?”

Aku memberikan tiket pesawatku pada seorang pramugari yang tengah tersenyum ramah kepadaku.

Pramugari itu pun segera mengambil tiketku dan memeriksanya sesaat, sebelum akhirnya ia mengembalikan tiketku dan menyuruhku untuk segera masuk.

Aku berjalan menyusuri lorong di kelas bisnis. Menengok ke kanan dan ke kiri mencari letak tempat dudukku. Suasana nyaman dan mewah yang terasa di kabin ini membuatku sedikit tak fokus. Maklum, ini pertama kalinya aku berada di kelas bisnis sehingga membuatku sedikit terperangah dengan fasilitas dan kemewahan yang berbanding terbalik dengan kelas ekonomi yang biasa kutempati.

Tak berselang lama aku menemukan tempat dudukku. Tepat di sebelah jendela. Aku pun segera duduk dan mulai mengedarkan pandanganku keluar jendela pesawat.

Langit kota Seoul sangat cerah pagi ini. Matahari bersinar cukup terang, meski angin bertiup kencang dan membuat udara terasa agak dingin. Ini selalu menjadi suasana pagi favoritku selama berada di Korea. Aku pasti akan sangat merindukan suasana pagi ini saat di Indonesia nanti.

Ya, beberapa menit lagi aku akan segera meninggalkan Korea. Negara yang telah menjadi bagian hidupku untuk waktu yang lumayan lama, dua setengah tahun. Dan kini telah tiba saatnya untukku kembali ke negara asalku, Indonesia.

Aku masih menikmati detik-detik terakhirku di Korea ketika kurasakan kehadiran seseorang disampingku.  Aku menoleh, dan menemukan seorang pria dengan kulit putih kecokelatan duduk tepat disampingku. Wajahnya terlihat dingin, dengan rahang tegas dan tulang pipi tinggi. Dia terlihat tampan tapi juga menakutkan.

Aku melihatnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia terlihat stylish mengenakan sweatshirt abu-abu, celana ripped jeans, dan sepatu kats hitam. Penampilannya juga terlihat semakin keren karena kacamata hitam yang dikenakannya.

Kembali kuarahkan pandanganku keluar jendela saat kurasakan pesawat ini mulai berjalan perlahan di sepanjang landasan pacu. Serentetan kata dalam bahasa Korea terlontar dari alat pengeras suara, diikuti terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Pesawat pun mulai take off, dan tak berapa lama lampu indikator sabuk pengaman dimatikan. Aku segera melepas sabuk pengamanku dan langsung mengambil telepon genggamku setelahnya. Aku tak ingin melewati pemandangan langit kota Seoul begitu saja.

Aku juga mencoba mengambil fotoku sendiri dengan berbagai gaya. Aku mengabadikannya dari berbagai sudut. Setelah puas aku langsung mengecek hasilnya sembari mengalihkan pandangaku dari jendela.

Saat melihat foto-foto tersebut aku tersenyum puas. Hasilnya bagus, sesuai dengan harapanku. Aku terus melihat satu per satu foto hasil jepretanku, hingga aku menemukan satu foto diriku yang turut menunjukkan wajah pria yang duduk disampingku. Sontak aku menolehkan pandanganku ke pria disampingku ini.

Dia masih mengenakan kacamata hitamnya, dengan earphone yang terpasang ditelinganya. Posisi kepalanya sedikit mengarah menghadapku. Nafasnya terdengar teratur. Sepertinya dia sedang tidur.

Melihatnya seperti ini, entah mengapa muncul sebuah dorongan dalam diriku untuk melihatnya lebih lama. Sesaat aku mempelajari wajahnya. Dia sangat pucat dan pipinya sedikit tirus. Alisnya lebat dan bibirnya juga tebal. Wajahnya ini terkesan angkuh dan dingin.

Aku kembali mengarahkan pandanganku pada telepon genggamku yang tengah menampilkan fotoku dengan pria disampingku ini. Dan melihat foto ini membuatku sekali lagi ingin memandangi wajah pria disampingku.

Entah apa yang ada dalam pikiranku ketika tiba-tiba aku dengan nekatnya memajukan tubuhku ke arah pria ini, sehingga wajahku hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahnya. Dari posisiku ini aku bisa mencium bau tubuhnya, dan merasakan hangat nafasnya yang berhembus disekitar wajahku.

Aku melihat ke arah kacamatanya, mencoba untuk memastikan sesuatu. Namun yang kutemukan justru hanya pantulan diriku saja disana. “Apa kau sungguh sedang tidur?” ucapku tanpa sadar.

“Tidak,” pria ini langsung membuka kacamatanya dan meletakkannya di atas kepalanya sesaat setelah dia mengucapkan kata itu.

Sontak aku membulatkan mataku dan membuka sedikit mulutku. Aku sangat terkejut sampai tidak bisa bergerak dari posisiku saat ini. Pria ini sukses membuatku malu dengan sikapku sendiri.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya masih dengan posisinya yang menatapku intens.

Aku segera menarik tubuhku menjauh darinya, “Ya, aku baik-baik saja,” jawabku kemudian setelah mampu menguasai diriku kembali. “Maaf, aku tadi…,”

“Tidak apa-apa,” ucapnya memotong perkataanku.

Aku menundukkan kepalaku menahan malu. Sikapku tadi sungguh sangat tidak sopan. Dan kini aku merasa seperti seorang pencuri yang ketangkap basah oleh korbannya.

Aku meremas kuat kedua tanganku mencoba menyalurkan rasa gugup yang kini mendominasi diriku. Mataku masih setia menatap sepasang sepatu lusuh yang membungkus kedua kakiku. Hingga aku tersadar aku tak lagi memegang telepon genggamku sejak tadi.

Segera aku memeriksa tempat dudukku untuk mencari telepon genggamku. Tapi aku tak menemukannya. Rasa panik pun mulai menyerang diriku dan tatapanku mulai mengarah kemana-mana.

“Kau cari ini?” suara itu sontak membuatku menghentikan aktifitasku mencari telepon genggamku.

Aku menoleh dan menemukan pria yang membuatku malu setengah mati beberapa detik yang lalu itu, tengah menatapku sembari menyodorkan sebuah telepon genggam kepadaku. Aku menatap telepon genggam itu dan tersenyum kikuk saat menyadari jika telepon genggam itu adalah milikku, “Ya, terima kasih.” Segera kuambil telepon genggamku dan langsung menyimpannya di dalam tasku.

“Apa kau tadi diam-diam sedang berusaha mengambil fotoku?” ucap pria itu tiba-tiba. Dia menatapku dengan tatapan menuduh sembari menyilangkan kedua tangannya. Kacamata sudah tak berada di kepalanya lagi.

“Tidak,” jawabku cepat. Aku bahkan mengibas-ngibaskan kedua tanganku dihadapannya.

Seulas senyum menghiasi wajahnya, “Benarkah?”

Aku menganggukkan kepalaku.

Pria ini nampak sedikit mengerutkan keningnya sesaat setelah aku menganggukkan kepalaku. Tatapannya masih mengunci mataku. Dan lagi-lagi sebuah senyum tipis kembali ditunjukkannya. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa jika pria ini sedang memikirkan sesuatu.

“Ada apa?” aku mulai merasa tak nyaman.

Dia menatap lurus ke depan sebelum akhirnya kembali melihatku sembari meletakkan sebelah tangannya dibantalan lengan kursi dan menjadikannya sebagai penopang dagunya. “Apa kau tahu siapa aku?”

Aku mengerutkan dahiku, bingung. Apa maksud pria ini? “Tidak,” jawabku.

“Kau yakin?”

“Tentu saja.”

“Apa kau tak pernah melihatku sebelumnya?”

“Tidak.”

“Kau yakin?”

“Iya, aku yakin.”

Dan tawa kecil keluar dari mulut pria ini yang secara tak langsung memperlihatkan gigi-gigi putihnya yang tertata rapi.

Namun tawa pria ini justru semakin membuatku bingung. Sikapnya sangat aneh. Tadi ia menuduhku ingin mengambil fotonya, sekarang ia mencoba memaksaku untuk mengingatnya? Hei, ada apa dengan pria ini? Kenapa dia bersikap seperti itu? “Kenapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?” tanyaku akhirnya.

“Tidak, lupakan saja. Ngomong-ngomong tolong turunkan tirai jendelanya, cahaya dari luar akan mengganggu tidurku!” perintahnya. Dia memperbaiki posisi duduknya, menarik selimut hingga sedadanya, memasang earphone ditelinganya dan mulai menutup matanya.

Aku pun menurunkan tirai jendela pesawat tanpa melepaskan tatapanku darinya. Dan tanpa kusadari aku kembali mengerutkan dahiku. Pria ini sungguh sangat aneh.

Seiring dengan itu seorang pramugari yang sedang mendorong troli makanan menghampiri kursi kami. Sontak aku membuka meja lipatku. Dan pramugari itu segera meletakkan makanan di meja lipatku.

Aku hendak membuka makananku yang masih terbungkus rapi ketika suara pramugari itu memaksaku untuk kembali melihatnya.

“Tolong,” ucapnya melihat meja lipat pria disampingku yang masih tertutup.

Aku tersenyum sembari menggerakkan tanganku untuk membuka meja lipat yang berada dihadapan pria ini.

“Terima kasih,” ucap pramugari itu sembari memindahkan makanan dari troli ke meja lipat pria disampingku ini, dan segera berjalan menjauh dari kursi kami setelahnya.

Aku segera membuka pembungkus makananku dan mulai memakannya. Ya, makanan Indonesia di pesawat ini sangat enak, dan ini sudah pasti akan membantuku untuk mengatasi rasa laparku.

“Apa kau selapar itu?” suara itu sontak menghentikan aktifitasku yang tengah berusaha memindahkan makanan dari tangan ke dalam mulutku.

Aku menoleh ke asal suara tersebut dan menemukan pria yang duduk disampingku ini tengah menatapku geli.

“Ya,” jawabku sedikit malu. Namun, sesaat kemudian aku kembali menikmati makananku dan tak memperdulikan pria disampingku ini. Ya, rasa lapar yang kurasakan ini ternyata telah mengalahkan rasa maluku terhadap pria disampingku ini.

Aku makan sangat lahap hingga tak sadar jika makanan ini sudah hampir habis. Segera kuraih botol minum yang berada di antara mangkok makananku dan meneguk isinya hingga habis. Aku mengelap mulutku dengan tisu dan langsung menghempaskan tubuhku disandaran kursi setelahnya. Aku merasa sangat kenyang. Dan ini membuatku mengantuk.

Rasanya baru saja aku menutup mataku ketika telingaku mendengar suara cekikikan yang sedikit tertahan. Refleks mataku membuka sempurna.

Aku menoleh ke samping dan lagi-lagi melihat pria yang duduk disampingku ini tengah menatapku dengan sebuah senyuman yang sedikit ditahan diwajahnya.

“Kenapa?” tanyaku bingung.

Pria itu mengeser posisi tubuhnya mengarah padaku, “Apa perutmu tak sakit makan secepat itu?”

Aku mengerutkan keningku, bingung.

“Kau tahu, semua makanan ini kau habisi hanya dalam waktu kurang dari 10 menit.”

Aku membulatkan mataku tak percaya, “Benarkah? Secepat itu?”

Dia tersenyum tipis sembari menganggukkan kepalanya, “Ya. Kau makan dengan sangat lahap.”

“Bagaimana kau tahu? Apa sejak tadi kau memperhatikanku makan?” tanyaku penasaran.

Dia sedikit terkejut saat mendengar pertanyaanku, “Ya, cara makanmu membuatku tertarik untuk melihatnya. Dan sepertinya kau sangat menikmati makananmu hingga tak menyadari jika dari tadi aku memperhatikanmu.”

“Oh hahaha, kau benar aku memang tidak menyadarinya karena tadi aku sangat lapar,” kataku menahan malu.

“Benarkah? Lalu, apa sekarang kau masih lapar? Jika iya kau bisa makan makananku. Aku dengan senang hati akan memberikannya untukmu.” ucapnya memandangku.

“Tidak terima kasih. Aku sudah kenyang,” kataku pelan. Aku tak yakin apakah pria ini memang sungguh berniat untuk memberikan makanannya kepadaku atau justru hal itu dilakukan hanya untuk meledekku. Tapi, terlepas dari semua itu sebuah pertanyaan muncul dibenakku, pria ini kenapa tiba-tiba bersikap baik padaku?

“Oh,” ucapnya sembari menggeser posisi duduknya kembali mengarah ke depan. Ekspresinya kini berubah datar. Dan dia kembali menutup matanya.

Aku memperhatikan pria ini. Bayangan akan sikapnya yang berubah-ubah terhadapku tiba-tiba berkelebat dibenakku. Hanya kurang dari 1 jam dia sudah menunjukkan beberapa reaksi yang beragam. Awalnya dia bersikap dingin. Lalu berubah waspada dan hati-hati. Kemudian dia bersikap asik seolah kita adalah teman lama. Dan sekarang dia bersikap acuh terhadapku! Ada apa sebenarnya dengan diri pria ini?

“Apa aku sebegitu tampannya hingga kau terus melihatku seperti itu?” dia membuka matanya dan menatapku lama.

“Apa?” kataku kaget.

Dia melepaskan earphone ditelinganya dan kembali mengarahkan tubuhnya menghadapku. Sebuah senyum mengejek menghiasi wajahnya, “Kau menatapku sejak tadi karena aku tampan kan?”

Perkataannya membuatku terbengong. Selain aneh ternyata pria ini juga terlalu pede! “Kau salah,” ucapku malas.

“Kau tak perlu bohong. Akui saja,” ucapnya yakin.

“Aku tak bohong. Apa yang aku katakan itu memang benar. Aku melihatmu bukan karena kau tampan!” kataku kesal.

“Jadi?” dia menarik sebelah alisnya keatas.

“Aku melihatmu karena kau terlihat seperti vampire!” jawabku asal.

“Apa? Vampire? Hahaha…” dia tertawa sembari memegang perutnya. “Kau konyol sekali.” katanya disela-sela tawanya.

Aku menatapnya tak tertarik, “Ya, aku memang konyol. Orang dengan tawa seperti itu tak mungkin mirip vampire.”

“Jadi memang benarkan kau melihatku karena aku tampan?” dia berhenti tertawa dan mulai menyunggingkan sebuah senyuman yang harus kuakui sangat manis itu.

“Terserah kau saja,” aku pun segera mengeser sedikit badanku membelakangi pria disampingku ini. Rasa kesal yang muncul karena sikap pria ini membuatku memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu perjalanan menuju Indonesia ini dengan tidur saja.

Namun, baru beberapa menit aku memejamkan mataku tiba-tiba terdengar suara yang menunjukkan jika lampu indikator sabuk pengaman kembali dinyalakan, yang disusul dengan pemberitahuan dari pilot yang mengabarkan jika pesawat di terpa cuaca buruk, sehingga meminta para penumpang untuk bersiap menghadapi turbulensi.

Aku segera menegakkan posisi dudukku dan dengan cepat kembali memasang sabuk pengamanku. Rasa takut seketika memenuhi diriku.

Tak berapa lama goncangan pun terjadi. Aku meremas bantalan lengan kursiku dengan sangat kuat dan langsung menutup mataku, berusaha untuk menyalurkan rasa takutku. Ya, turbulensi selalu membuatku merasa ketakutan dan ingin berteriak.

Goncangan terjadi selama beberapa menit. Namun perlahan goncangan di pesawat ini mulai memudar dan kemudian menghilang.

Meski begitu aku masih memejamkan mataku kuat. Aku tak berani untuk membukanya karena rasa takut masih menguasai diriku.

Disaat aku masih terfokus dengan rasa takut yang memenuhi pikiranku, tiba-tiba aku merasakan sesuatu menyentuh tanganku begitu hangat. Kubuka mataku lalu kulirik tanganku yang kini terasa hangat itu. Aku melihat tanganku yang tengah digenggam oleh seseorang. Pandanganku kini beralih pada seseorang pemilik tangan itu, yang tak lain adalah pria yang duduk disampingku. Dia menatapku kemudian tersenyum.

“Hei, kau tak apa-apa?” ia melepaskan genggamannya dari tanganku dengan hati-hati.

Aku memandangnya sekilas sebelum akhirnya mengedarkan seluruh pandanganku pada para penumpang yang berada di depanku. Mereka terlihat biasa saja. Bahkan raut ketegangan yang tadi mereka tunjukkan kini sudah tak nampak lagi. Semua sudah kembali normal. Meski para penumpang dan beberapa pramugari kini disibukkan untuk memungut mangkok makanan yang berjatuhan.

Pandanganku kembali mengarah padanya. Entah kenapa aku merasa ada raut khawatir tersemat di wajahnya, “Aku tidak apa-apa,” jawabku.

Aku melepas sabuk pengamananku dan mulai membungkuk untuk mengambil botol air minum yang terjatuh disekitar kakiku. Namun, saat aku akan mengambil botol itu tiba-tiba tanganku ditarik olehnya.

“Jangan!” dia membuka tasnya dan mengeluarkan sebotol air minum dari sana. “Minum ini saja,” ujarnya sembari menyodorkan botol air minum itu padaku.

Aku menatapnya ragu.

“Tidak apa-apa. Minumlah,”

Aku pun mengambil botol air minum itu dan segera meneguk separuh isinya. “Terima kasih,” ucapku setelahnya.

“Sama-sama,” ujarnya tersenyum ramah padaku. “Apa ini pengalaman pertamamu naik pesawat?” lanjutnya sembari mengumpulkan mangkok makanan kami yang berjatuhan. Kini aku merasa sikapnya berubah menjadi hangat.

Aku pun ikut membungkuk bersamanya untuk mengumpulkan mangkok makanan kami, “Tidak, ini sudah yang kesekian kalinya.”

“Kalau begitu ini pasti pengalaman pertamamu merasakan turbulensi.”

“Tidak juga,” jawabku sedikit tersenyum.

Dia menatapku bingung, “Lalu kenapa kau terlihat sangat ketakutan tadi?” tanyanya sembari menyodorkan mangkok makanan kami kepada seorang pramugari yang berdiri tepat disampingnya.

Aku mengalihkan pandanganku pada pramugari itu, yang kini tengah membungkukkan sedikit badannya untuk meminta maaf atas peristiwa yang menyebabkan seluruh makanan kami berhamburan dilantai, sebelum akhirnya mengambil mangkok yang disodorkan oleh pria disampingku ini.

“Aku memang selalu takut saat merasakan turbulensi,” jawabku saat melihatnya.

“Apa sebelumnya kau punya pengalaman yang buruk soal itu?”

“Tidak. Aku tak punya pengalaman buruk dengan peristiwa turbulensi. Aku hanya selalu merasa ketakutan saat turbulensi terjadi,” aku melihatnya sekilas. “Ya, mungkin ini dampak karena aku terlalu sering menonton berita soal kecelakaan pesawat,” aku tertawa kecil.

Dia ikut tersenyum menanggapi perkataanku. “Ngomong-ngomong, apa kau ke Indonesia untuk pergi liburan?” nada suaranya berubah menjadi lebih akrab.

“Tidak, aku justru akan pulang.”

“Pulang?” dia mengerutkan sedikit dahinya. “Oh, kau orang Indonesia?”

Aku tersenyum, “Ya, aku orang Indonesia.”

“Lalu, apa yang kau lakukan di Korea? Apa kau habis liburan?”

“Aku baru saja menyelesaikan pendidikan S1-ku di Korea.”

“Kau kuliah di Korea? Universitas mana?” dia kembali menopang dagunya dengan sebelah tangannya, nampak tertarik.

“Di Seoul National University.”

Dia melebarkan sedikit matanya merasa takjub, “SNU? Wow, kau pasti sangat pintar.”

“Tidak juga.”

“Tak mungkin. Semua juga tahu jika SNU itu tempat orang-orang pintar. Kau terlalu merendah,” dia menyipitkan sedikit matanya.

“Dan kau terlalu berlebihan,” ucapku. Dan kami pun tertawa bersama setelahnya.

Saat ini rasa kesal dihatiku yang disebabkan oleh sikap pria ini sebelumnya, hilang dengan sendirinya. Sikapnya yang berubah menjadi baik membuatku lupa jika aku sempat merasa sangat kesal terhadapnya.

“Kau sendiri ada tujuan apa ke Indonesia?” tanyaku.

“Ada sebuah pekerjaan yang harus aku selesaikan di Indonesia.”

“Ooh…” responku singkat.

“Apa kau tinggal di Jakarta?” lanjutnya.

“Tidak. Aku tinggal di daerah lain.”

“Bali?” ujarnya cepatnya.

Aku tertawa melihat antusiasnya, “Bukan. Tapi Borneo.”

“Borneo? Kau tinggal di hutan?” tanyanya terkejut.

“Hahaa, tidak begitu,” aku tak dapat menahan tawaku melihat keterkejutannya. “Borneo tidak hanya berisi hutan. Disana juga banyak gedung-gedung perkantoran, universitas, hotel, taman bermain, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Ya, kurang lebih mirip dengan kota-kota besar lainnya seperti Jakarta dan Bali. Walau masih sangat jauh sih,” jelasku panjang lebar.

“Ooh begitu,” dia mengangguk-anggukan kepalanya pelan. “Aku pikir disana hanya ada hutan yang berisi hewan-hewan buas.”

Aku kembali tertawa mendengar perkataannya, “Benarkah? Kalau begitu kapan-kapan kau harus mengunjungi Borneo saat berada di Indonesia, jangan Jakarta dan Bali saja yang kau datangi. Kau tahu, Indonesia punya banyak sekali tempat indah dan tempat itu tidak hanya di Jakarta dan Bali saja.”

“Ya, aku juga sering mendengar hal itu dari orang-orang. Media Korea juga sering membahasnya, meski yang paling disorot adalah Bali. Tapi, apa kau tahu sampai saat ini pun aku belum pernah ke Bali,” ujarnya. Ada nada sedih tersemat disana.

“Sungguh?”

Dia menganggukan kepalanya, “Setiap ke Indonesia aku hanya di Jakarta saja.”

“Kenapa begitu?”

“Karena pekerjaanku di Indonesia lokasinya selalu berada di Jakarta.”

Aku mengangguk-anggukan kepalaku mengerti. “Jadi, perjalananmu ke Indonesia ini juga hanya akan terfokus di Jakarta saja?”

Dia mengedikkan bahunya ringan sembari tertawa pelan, “Begitulah kira-kira.”

“Kalau begitu lain kali kau harus meluangkan waktumu untuk mengunjungi Bali.”

Dia menundukkan sedikit kepalanya, “Ya, semoga saja aku bisa memiliki waktu luang itu.”

Aku menatapnya lekat. Nampak raut kesedihan memenuhi wajahnya. Namun itu hanya berlangsung selama beberapa detik, sebelum akhirnya senyum kembali menggantung di wajahnya. Dia melihatku dan mulai membuka percakapan kami kembali.

Kami terus mengobrol dan tertawa bersama, dan melupakan fakta jika kami baru saja bertemu. Kami bercakap tentang apa saja seolah kami adalah sepasang teman lama yang baru bertemu kembali. Hingga kami tak sadar tiga jam telah kami lewati dengan hanya mengobrol dan tertawa.

“Kau tahu, ini pertama kalinya aku mengobrol begitu lama dengan seseorang yang baru aku kenal,” senyum masih menghiasi wajahnya.

“Aku juga. Bahkan tak tahu kenapa mengobrol denganmu tiba-tiba menjadi sangat mengasyikan. Padahal sebelumnya aku sangat kesal padamu,” gerutuku  pura-pura kesal.

“Kenapa kau bisa kesal padaku?”

“Habis tadi kau sangat kepedean dan terkesan sombong.”

“Hei, itu hanya perasaanmu saja. Aku tak seperti itu.”

Aku mengerucutkan sedikit bibirku, “Ya, terserah kau saja.”

Dia tertawa pelan, “Kenapa? Kau tak terima?”

“Tidak.”

Dia mendekatkan tubuhnya ke arahku, “Akui saja,” ujarnya setengah berbisik.

“Kau memang sangat kepedean,” kataku memutar bola mataku. Dan dia pun tertawa mendengar perkataanku.

“Ngomong-ngomong apa kau punya artis idola di Korea?” dia menatapku penasaran.

Aku melirik ke atas mencoba mengingat, “Sepertinya tidak ada,” jawabku melihatnya. “Memang kenapa?”

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu saja.” dia menggaruk lehernya pelan. “Tapi, apa kau sering mengikuti berita dari dunia entertainment selama di Korea?”

“Emm, sebenarnya aku tidak terlalu mengikutinya karena jadwal kuliahku saja sudah sangat padat. Tapi, bukan berarti aku tidak tahu sama sekali soal dunia entertainment Korea. Ya, adalah beberapa artis yang aku tahu.”

“Oh ya? Memang siapa saja artis yang kau tahu?”

Aku mengerutkan dahiku mencoba mengingat nama-nama artis Korea yang aku tahu, “Jo In Sung, So Ji Sub, Lee Min Ho, Song Hye Kyo, Super Junior, Big Bang, 2NE1, EXO…,” aku melirik ke atas. “Ya, masih banyak yang lain. Tak mungkinkan aku menyebutkannya satu-satu?” kataku malas.

Dia tersenyum malu, “Kau tahu EXO juga?” lanjutnya kemudian.

“Tentu saja. Mereka kan boyband yang lagi naik daun. Hampir semua media selalu memberitakan mereka.”

“Apa kau tahu nama-nama mereka?” dia menatapku menyelidik.

“Tahu tapi tidak semua. Aku juga tak tahu orangnya yang mana saja,” aku tersenyum malu.

Dia terbengong memandangku.

“Habis wajah mereka terlihat sama semua. Aku sampai tak bisa membedakannya.”

“Kau pernah bertemu mereka?”

“Tidak.”

“Sekalipun?”

Aku menganggukan kepalaku.

Dia memperbaiki posisi duduknya dan mulai memandang sekelilingnya, sebelum akhirnya kembali mengarahkan pandangannya padaku. “Apa kau mau bertemu mereka?”

Aku mengerutkan dahi, “Untuk apa?”

Dia melihatku heran, “Ya untuk melihat mereka secara langsunglah. Kau juga bisa berfoto bersama mereka kalau kau mau,” ujarnya kesal.

Aku menggaruk kepalaku pelan, “Tidak perlu. Lagian itu tak mungkin terjadi. Yang fansnya saja sulit untuk bisa bertemu mereka apalagi aku yang bukan siapa-siapa. Kau ini aneh-aneh saja,” kataku tersenyum.

“Apa kau yakin?”

“Iya, aku yakin.”

Dia kembali mengedikkan bahunya, “Baiklah.”

Seiring dengan itu sebuah pengumuman keluar dari alat pengeras suara yang mengabarkan jika petugas imigrasi dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta akan melakukan pemeriksaan keimigrasian.

Tak lama berselang nampak dua orang petugas imigrasi menghampiri satu per satu kursi para penumpang.

Aku pun segera mengambil pasporku. Dan memberikannya pada seorang petugas imigrasi yang menghampiri kursiku dan pria disampingku ini.

Tak lama petugas imigrasi itu pun meninggalkan kursi kami setelah mengembalikan paspor kami yang telah distempel dan memberikan kami kartu imigrasi. Aku pun segera meraih tasku hendak menyimpan kembali paspor dan kartu imigrasiku. Namun saat akan kusimpan, pasporku justru terlepas dari tanganku dan jatuh tepat di bawah kaki pria di sampingku ini.

Aku baru saja akan membungkuk untuk mengambil pasporku saat dia terlebih dahulu membungkuk dan meraih pasporku yang jatuh dengan posisi terbuka.

“Lumi Sanjaya,” ucapnya membaca namaku. Dia menatapku sembari menyodorkan pasporku.

“Ya, itu namaku.”

“Nama yang unik. Lumi,” dia kembali menyebut namaku sembari tersenyum. “Tak terasa sebentar lagi kita akan sampai. Waktu berjalan dengan sangat cepat ya,” lanjutnya melihatku.

“Iya. Aku sudah tak sabar ingin segera sampai di Indonesia,” kataku antusias.

Dia menatapku sesaat, “Apa kau akan langsung meneruskan perjalananmu saat sampai nanti?”

“Tidak. Aku akan tinggal di Jakarta dulu beberapa hari untuk mengurus beberapa berkas.”

“Benarkah? Lalu kau akan menginap dimana?”

Aku mengedikkan bahuku, “Entahlah, aku belum tahu. Mungkin aku akan mencari sebuah hotel. Kau sendiri?”

“Aku akan menginap di hotel tapi aku tak tahu apa nama hotelnya. Semua keperluanku di Indonesia sudah diurus oleh perusahaanku,” dia menatapku lembut. “Semoga saja kita menginap di hotel yang sama ya,” lanjutnya. Senyum mengembang di wajahnya saat mengatakan itu.

Aku hanya tersenyum menanggapinya. Sedetik kemudian aku melihatnya meraih tasnya dan mengeluarkan sebuah telepon genggam dari sana.

“Sebelum landing bagaimana kalau kita berfoto bersama?” dia melihatku bersemangat. Matanya bahkan memancarkan keceriaan.

Aku menganggukkan kepalaku, “Boleh.”

Kami pun berfoto bersama. Dia bahkan mengambilnya beberapa kali. Dia juga turut mengambil fotoku seorang diri. Katanya itu sebagai kenang-kenangan untuknya.

Dan setelah menunggu beberapa menit akhirnya kami pun sampai di Bandara International Soekarno-Hatta. Aku segera memakai tasku dan langsung berjalan menuju pintu keluar setelahnya. Sementara pria disampingku ini telah terlebih dahulu keluar bersama dengan beberapa pria Korea lainnya.

Saat aku turun dari pesawat aku dibuat heran dengan sikap beberapa gadis yang berteriak-teriak histeris. Bahkan salah satu dari mereka terlihat menangis.

Aku pun bertanya pada seorang petugas bandara yang berdiri tak jauh dariku, “Ini ada apa, Pak?”

“Ada artis Korea, mba,” katanya.

“Ooh,” aku membulatkan mulutku sempurna. Ya, artis Korea memang selalu mampu membuat para penggemarnya histeris.

Aku pun segera naik ke shuttel bus yang berada dihadapanku setelah mengucapkan terima kasih pada petugas bandara itu.

Saat tiba di bus aku melihat pria yang tadi duduk disampingku tengah duduk dengan beberapa pria Korea lainnya. Dia memakai kacamatanya dengan earphone yang terpasang di telinganya. Aku pun segera duduk di sebuah kursi kosong yang jaraknya cukup jauh dari tempat duduk pria itu. Kemudian aku mengedarkan pandanganku pada beberapa pria Korea yang duduk disekitar pria itu. Entah mengapa aku merasa familiar dengan wajah-wajah itu.

Bus ini pun akhirnya tiba di terminal kedatangan internasional dan aku segera menyeret langkahku cepat untuk keluar.

Setelah melewati beberapa pemeriksaan dan mengambil barang-barangku dibagasi, aku pun segera melangkahkan kakiku menuju pintu keluar terminal kedatangan internasional. Namun alangkah terkejutnya aku saat melihat ribuan orang memadati pintu keluar terminal. Mereka yang mayoritas adalah perempuan berteriak tak karuan. Aku bahkan tak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka teriakan karena teriakan mereka saling bersahutan.

Mereka membawa spanduk dan poster dengan berbagai macam ukuran. Hingga mataku menangkap tulisan yang tertera pada salah satu spanduk yang berisi ucapan selamat datang untuk boyband Korea terkenal yakni EXO.

Refleks aku menutup mulutku dengan salah satu tanganku tak percaya. EXO menggelar konser di Indonesia dan aku terbang dengan pesawat yang sama?

Aku pun memelankan langkahku dan mulai mengamati satu per satu poster-poster yang menampilkan wajah para personil EXO beserta dengan nama mereka.

Sontak langkahku terhenti dan badanku mendadak kaku saat aku melihat salah satu poster yang menampilkan wajah personil EXO yang sangat familiar untukku.

Ya, wajah personil EXO itu sangat mirip dengan wajah pria yang duduk disampingku saat di pesawat tadi. Astaga, apakah dia juga bagian dari EXO?

Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri saat segerombolan pria dengan wajah Korea melintas dihadapanku, yang diiringi dengan jeritan histeris para gadis-gadis yang menutupi jalan keluar terminal kedatangan itu. Sontak aku memalingkan wajahku menatap segerombolan pria Korea itu. Hingga tanpa kusadari mataku bertemu dengan mata pria itu. Dia tak lagi memakai kacamatanya. Dan senyum mengembang di wajahnya.

“Kai…,” desisku nyaris tanpa suara.

Dia tertawa menatapku sembari mengedipkan sebelah matanya padaku,  tepat saat dia melintas dihadapanku.

Oh Tuhan, jadi selama enam jam perjalanan tadi aku menghabiskannya bersama dengan Kai EXO??

THE END

 


Unlogical Time? #6

$
0
0

PhotoGrid_1453032335183

Unlogical Time? #6

Author : Blue Sky

Rating : PG-15

Length : Multichapter

Cast : Oh Sehun & Song Daera (and Other cast)

Genre : Fantasy, Married Life

Unlogical Time?

~*~

Sehun tersenyum bahagia, lelaki itu berjalan memasuki restoran di mana para Direktur sedang menikmati sarapan pagi mereka.

“Sehun-ssi? Kau dari mana saja?” tanya Minri yang tiba-tiba telah berada di samping Sehun

“Aku harus kembali ke seoul sekarang”

Minri terbelalak “Apa? Seoul? Tapi rapat terakhir belum di laksanakan”

“Aku serahkan padamu untuk mengurusnya” jawab Sehun singkat

Belum sempat lelaki bertubuh tegap itu melangkahkan kaki, Minri meraih pergelangan tangan Sehun “Kenapa kau mau kembali ke Seoul secepat ini? Dan meninggalkan pekerjaan?”

Sehun mendengus kasar “Istriku Daera.. Dia sedang hamil”

Nafas Minri nyaris tercekat, Ia melepaskan genggamannya pada lengannya. “Aku harus pergi, dan memberitahukan pada Direktur Sang” Lelaki itu berbalik dan meninggalkan Minri.

Tangan Minri bergetar, Ia masih saja mematung. Sedetik kemudian bulir kristal keluar dari sudut matanya.

“kurasa kau bahagia, tapi aku tidak” gumam Minri

Flashbcak

“siapa asistenku?” tanya Sehun pada Ayahnya. Lelaki paruh baya itu hanya tersenyum

Seorang gadis terlihat di ambang pintu ruangan, Sehun terkejut melihatnya dan ia tersenyum bahagia “Minri-ah”

Ia segera mendatangi Minri “Apa kau asistenku?”

Gadis itu tersenyum tipis dan menyilangkan tangannya “Tentu saja, tidak ku sangka anak ingusan Oh Sehun telah menjadi direktur”

“jangan bodoh, aku bukan anak ingusan” tepisnya

“Ingatlah, umurmu masih 21 tahun. Bekerjalah dengan baik, Arraseo?”

eo, Arra”

“oh iya? Lagi pula aku noona, kenapa kau memanggilku seperti tadi?”

Sehun tersenyum “karena kau sahabatku, bukan noona bagiku”

Mereka berdua pun tertawa, memulai awal baru dalam dunia pekerjaan.

~*~

“Apa nyonya merasa baikkan?” Tanya Ahjumma, wajah Daera masih terlihat pucat pasih “Ne, lebih baik sekarang”

“saya akan membawakan anda sarapan nyonya”

Daera hanya bisa mengangguk, Ia terduduk lemas di atas ranjang.

Belum sempat Ahjumma melangkahkan kakinya, suara dering telepon berbunyi. Daera segera berbalik, mendapati nama Sehun yang tertera di layar ponselnya.

Ahjumma, itu dari Sehun. Bisakah kau yang mengangkatnya?” pinta Daera.

Ahjumma segera mengangguk, meraih ponselnya dan menekan tombol hijau pada layar ponsel

Yeoboseyo”

“Apa Daera baik-baik saja?” terdengar suara Sehun dari ujung sana

“Ya Tuan, dia sudah baikkan”

“Berikan apapun yang dia mau, aku sedang di perjalanan menuju seoul”

“Ya Tuan” tutupnya

Ahjumma menaruh kembali ponsel tersebut di atas meja nakas

“Apa yang dia katakan?” Tanya Daera

“Tuan sedang dalam perjalanan kembali”

 

“Ibuu” Daehun terlihat berlari memasuki kamar dan segera menaikki ranjang mendekati Daera

“Ibu kenapa? Apa ibu sakit?”

Daera menggeleng “tidak, ibu hanya sedikit pusing saja” jawabnya

Daehun memeluk Daera, pelukan dari tangan mungilnya membuat Daera merasa nyaman. Perutnya yang sedari tadi terasa keram mulai berkurang. Ia mengusap puncak kepala Daehun “Daehun belum sarapan kan? Mau sarapan bersama Ibu?”

Daehun mendongakkan kepalanya, Mata beningnya membulat kemudian ia tersenyum “Aku mau”

“baiklah, ayo kita sarapan” seru Daera dengan semangat, wajahnya yang sedari tadi pucat kini tak terlihat sama sekali. Ia memggenggam erat tangan mungil Daehun yang tidak lain adalah anaknya di masa depan.

~*~

Sehun melihat sekelilingnya di mana terdapat Mobil yang berlalu lalang, pohon-pohon, gedung yang menjulang serta langit biru cerah membuat suasan hatinya kian gembira. Ia tengah dalam perjalanan menuju seoul, lelaki itu terlihat seperti orang bodoh bahkan mungkin lebih tepat layaknya orang gila yang tersenyum sendiri.

Ia meraih ponselnya, mendapati foto Daera yang di jadikan sebagai walpaper pada ponselnya. Daera yang terlihat memakai Gaun berwarna putih

“Aku sangat menyayangimu” gumam Sehun

…..

 

“wwoo, lihatlah. Dia dari Jeguk high school” terlihat 3 orang anak lelaki memakai seragam putih namun seorang anak lelaki memakai seragam sekolah berwarna biru tua yang menandakan dia dari sekolah menengah jeguk

“jadi namamu Oh Sehun?”

Lelaki yang berumur 15 tahun itu menatap tajam “Apa yang kalian inginkan?”

Seseorang menarik kerak baju Sehun “YA! Rupanya kau konglomerat?”

“cepat ambil tasnya”

Salah satu Temannya pun menarik tas sehun dengan paksa dan membuka seluruh isi dalam tas tersebut “kembalikan tasku brengsek!!” Sehun melayangkan pukulannya tepat di wajah lelaki yang menarik kerak bajunya.

Terjadi pertengkaran sengit di antara Mereka berdua, hingga 2 orang lainnya membantu untuk memukuli Sehun dengan membabi buta

YA!! ANAK INGUSAN” teriak seorang gadis yang memakai seragam olahraga membuat 3 orang tersebut menghentikan aksinya “Dia lagi”

Gadis itu tersenyum “3 lawan 1? Cih!! DASAR PENGECUT”

“Jangan ikut campur kau dasar!!” teriak lainnya

Gadis itu melirik Sehun, Darah segar telah keluar dari sudut bibirnya dan juga matanya yang mulai lebam

“Apa yang orangtua berikan pada kalian? Apa kalian belajar menjadi preman?”

Salah satu dari 3 anak lelaki tersebut memajuki Gadis itu “MAJU KAU DASAR BRENGSEK”

Stik baseball melayang di tengah terangnya cahaya, Mata Sehun buram dan tak bisa melihat dengan jelas

6 Menit kemudian…

“Angkat tangan kalian!! CEPAT!!”

3 anak lelaki itu pun menjawab serentak “Ne” dan mengangkat kedua tangan mereka, wajah mereka pun tak kalah lebam dari wajah Sehun.

“Ingatlah!! Jika aku melihat kalian untuk ke tiga kalinya di sini, nyawa kalian akan melayang. MENGERTI?!”

“Ne” jawabnya serentak layaknya latihan militer internasional.

“oke pergilah”

3 anak lelaki itu pun segera berlari meninggalkan Sehun dan juga gadis itu.

“Apa kau tidak apa-apa?”Tanyanya

Sehun berbalik “Ne? Lumayan”

Gadis itu meraih sesuatu dalam tasnya dan memberikan pada Sehun “Ini, ambillah”

Kening Sehun berkerut samar “plester luka?”

eo, lukamu tidak terlalu parah. Tapi ku ingatkan kau untuk berhati-hati. Oke?” Gadis itu tersenyum membuat Sehun yang melihatnya seketika membeku

Ya! Dae, apa yang kau lakukan di situ? Cepatlah”

Gadis itu berbalik mendapati kawannya yang telah memanggilnya “aku harus pergi, jaga dirimu baik-baik. Annyeong” Gadis itu meninggalkan Sehun yang sedari tadi hanya tersenyum “Dae?” gumamnya, Ia menatapi plester luka bermotif bintang tersebut dan kemudian tersenyum.

….

 

Sehun memasuki VIP room di sebuah restoran milik bibinya Jung. Makan malam telah disiapkan untuk mereka para direktur, sebenarnya lelaki itu tidak bersemangat dan ingin segera beristirahat. Ia menduduki kursi dan melihat sekelilingnya berharap ia bisa menemukan sosok bibi Jung namun nihil, wanita paruh baya itu tak ada. Seketika Sehun menatap seseorang, Gadis dengan rambut pendek sebahu yang memakai seragam pelayan pada restoran itu.

Ia merasa mengenalinya bahkan sangat mengenali gadis itu, dia adalah seseorang yang selama ini Sehun cari dan ingin bertemu dengannya walaupun hanya satu kali. Lelaki itu sama sekali tak percaya, Ia memalingkan wajahnya ketika sepasang mata gadis itu menatapnya. Membuat Sehun salah tingkah dan segera menyantap makanannya dengan perlahan, Ia lebih dulu menghabiskan wine pada gelasnya berharap gadis itu yang mendatanginya untuk menuangkan kembali Wine. Dan yang benar saja, harapan Sehun seketika terkabul

Gadis itu mendatanginya

“Maaf, apa tuan Ingin dituangkan wine?”

Sehun berusaha untuk bersikap tenang, ia hanya menggeleng “sudah cukup”

Gadis itu mengangguk mengerti dan hendak pergi

“Tunggu!”

Sehun melirik papan nama gadis itu

“Apa kau pelayan baru di sini?” lanjutnya

Ne?”

“Aku tidak pernah melihatmu”

Gadis itu mengangguk dan tersenyum “Ya

tuan, saya pelayan baru di sini”

Sehun mencoba bersikap dingin dan hanya mengangguk, gadis itu pun berlalu. Namun perasaan Sehun betul-betul serasa ingin tertawa puas, ia telah mengantongi nama gadis itu “Song Daera” gumamnya

…..

“Kenapa kau datang ke sini Sehun? Tumben sekali kau ingin bertemu denganku” ucap bibi jung yang merupakan salah satu pemilik restoran terkenal di korea

“Aku ada perlu dengan bibi” Sehun melayangkan senyumannya “kenalkan aku padanya”

Kening wanita paruh baya itu berkerut samar “siapa?”

“Song Daera, dia pelayan yang bekerja di restoran bibi kan? Aku ingin mencaritahu tentangnya”

~*~

Daera kembali mondar mandir di kamarnya, seketika Ia terhenti dan mengelus perutnya yang datar “apa aku hamil sungguhan?” Ia mengacak rambutnya “sejak kapan diaa..! Aisshh!!” dan kembali mondar mandir, ia melirik jam yang menunjukkan pukul 2 siang. “ahh, aku lapar”

Seketika pemikiran Daera di penuhi oleh makanan di mulai dari pizza, puding, cheese cake dan sebagainya. Membayangkannya membuat Daera tergiur sendiri, namun gadis itu segera menepisnya “tidak!! Jangan makan itu”

“nyonya?” terlihat Ahjumma yang berdiri di ambang pintu, wanita paruh baya itu terlihat melongo dengan sikap Daera “oh? Ahjumma”

“Apa anda menginginkan sesuatu? Tuan berpesan jika ada yang anda inginkan kami akan segera melaksanakannya nyonya”

Daera tertunduk dan mengelus perutnya “Aku tidak tahu, tapi aku lapar”

….

Tak berselang lama, di hadapannya kini telah berjejer pizza, cheese cake, dan puding seperti yang gadis itu inginkan, dalam sekali sambaran ia melahap segalanya membuat Ahjumma meneguk saliva memperhatikan sikap Daera yang layaknya benteng kelaparan “oh iya, di mana Daehun?”

“dia sedang tidur nyonya” Ahjumma segera membungkuk “Maaf, nyonya saya akan ke bawah”

Daera mengangguk “eo, kamsahamnida Ahjumma” dan kemudian Ahjumma berlalu pergi.

Daera masih sibuk melahap makanannya “Kurasa masa depan menyenangkan” ia tersenyum bahagia, namun sedetik kemudian ia terdiam dan menepis pemikirannya “Tidak!! Ku tarik kataku tadi, aku harus kembali”

Ia melihat sekelilingnya “Tapi.. Bagaimana caranya?”

Terdengar suara samar hentakan sepatu, Daera sangat mengenal suara hentakan tersebut. Ia segera meraih garpu “itu pasti dia”

Suara knop pintu kamarnya pun terbuka, Daera mendapati Sehun yang tersenyum kepadanya. Namun bukannya di balas senyuman Daera malah memasang mata pembunuh layaknya elang yang akan memangsa tikus. Sehun melangkah masuk “berhenti di situ!!” Langkah lelaki tersebut terhenti.

Daera turun dari ranjangnya, mulutnya masih berlumurkan saus pizza. Ia mengacungkan garpu pada Sehun “Sejak kapan kau lakukan itu?”

Kening Sehun berkerut samar “lakukan apa?”

Daera menyipitkan matanya “jangan berpura-pura bodoh” gadis berambut pendek itu menunjuk ke arah perutnya, membuat Sehun mengangguk mengerti “Entahlah, sepertinya bulan lalu. Apa kau lupa? Padahal kau sendiri yang menginginkannya”

“APA??” Matanya terbelalak, lidahnya seketika kelu dan tubuhnya yang terasa kaku. Mendengar perkataan Sehun membuat Gadis itu skak mat dalam sekali sentakan.

“Apa kau tidak apa-apa?” Sehun melirik makanan yang berjejeran di sofa “sepertinya kau makan banyak” lelaki itu tersenyum dan mengecup kening istrinya.

“Aku akan mandi dan mengganti pakaianku. Lanjutkanlah makanmu” sebelum Sehun berlalu, ia mengacak rambut istrinya “kau tahu? Aku sangat bahagia” kemudian ia tertawa lepas dan segera berlalu dari hadapan Daera.

Gadis itu masih saja mematung dan tidak pernah beranjak sedikit pun dari posisi sebelumnya “Dia.. Diaa.. Dan aku, aku yang memintanya?” Ia mengacak rambut pendeknya, frustasi dengan apa yang terjadi di masa aneh ini.

….

Daera menyilangkan tangan di atas dada, pipimya mengembung membuat sehun terkekeh melihat tingkah istrinya. Mereka berdua tengah duduk di kursi taman bercat putih tersebut. “Apa kau ingin pergi? Ke paris? Jepang? Atau inggris?” tanya Sehun dengan menunjukkan senyum terbaiknya

Daera melirik tajam “Jangan mengajakku bicara” Gadis itu kembali mengalihkan pandangannya.

Aigoo, kau semakin susah di ajak bicara. Apa ini karena kau mengidam?” Goda Sehun. Telinga Daera semakin memanas, Ia tidak bisa menerima situasi yang mendadak ia hadapi di mana dirinya kini tengah mengandung.

“Aku bilang jangan mengajakku bicara!!” Tepisnya sedangkan Sehun hanya tersenyum “eo, baiklah”

Seketika Gadis mungil itu merasakan perutnya yang keram, membuat ia merintih merasakan sakit “Ah, Se.. Sehun”

Sehun terlihat panik “kenapa?”

“perutku serasa keram” Daera berusaha berdiri, namun ia terhuyung dan sontak membuat Sehun menahan tubuh gadis itu. Secara refleks pun Daera terkejut dan tatapan mereka saling bertemu “Kau tidak apa-apa?” bukannya membalas pertanyaan Sehun, Gadis utu hanya terdiam dan memaku menatap wajah Sehun yang bisa di bilang terpahat sempurna. Matanya yang tajam dan berkharisma itu membuat jantung Daera serasa akan berhenti.

“Apa karena ini aku yang di masa depan menyukaimu?” Gumam Daera dengan nada yang pelan.

“Apa?”

Daera segera menepis, ia bangkit dan melepaskan lingkaran tangan Sehun yang memegangi punggunya “Aku…” belum sempat mengeluarkan satu kata pun, perut Daera kembali terasa sakit. Ia hanya menggigiti bawah bibirnya

“Aissh..” rintihnya sambil mengusapi perutnya. Sehun segera menarik tubuh mungil gadis itu di dalam dekapannya. Ia memeluk hangat Daera, membuat Gadis itu seketika terkejut. “kau ingatkan dulu? Saat kau mengandung Daehun kau mengatakan jika aku memelukmu maka perutmu tak akan merasa sakit”

Daera hanya terdiam, dan betul saja perutnya seketika berhenti memberontak. Hanyalah rasa nyaman yang ia rasakan. Entah mengapa tapi pelukan Lelaki itu terasa sangat hangat baginya membuat Ia refleks membalas pelukan Sehun kemudian tersenyum malu. Pipinya pun merona tipis dan merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya..

“ibuu.. Ayahh” teriak Daehun. Sontak Sehun dan Daera berbalik, mereka pun melepas pelukan satu sama lain. Daera terlihat sangat malu, Ia menutupi sebagian wajahnya dengan rambut pendeknya. Daehun berlari ke arah mereka membuat Sehun seketika berjongkok dan meraih tubuh mungil Daehun ke dalam dekapannya “Apa yang ayah dan ibu lakukan di sini?”

Sehun mengangkat tubuh mungil Daehun ke dalam gendongannya “tidak ada”

“oh iya, Daehun-ah. Sebentar lagi kau akan mempunyai adik”

Mata bulat Dehun terbelalak”benarkah Ayah?” Sehun tersenyum “eo, cobalah tanya ibumu”

Daehun berbalik tersenyum riang “benarkah ibu?” ia menunjukkan wajah polosnya yang ingin segera mendengar jawaban dari Daera.

Daera masih saja mematung. Dengan perasaan yang canggung dia pun menjawab “Iya Daehun-ah” dan tersenyum tipis

Daehun berteriak riang, pipinya yang tembem membuat Sehun gemes dan menciumi pipi anaknya itu

“Aku lapar. Apa kita bisa makan sekarang?”

“Aku juga!!” sahut Daehun. “Baiklah, Ayo kita masuk” Sehun berbalik sambil menggendong Daehun. Tangan satunya meraih pergelangan tangan Daera “Apa kau baikkan sekarang?” Daera awalnya hanya terdiam namun sedetik kemudian ia tersenyum “eo” mereka pun berlalu memasuki rumah sambil bergandengan dengan seulas senyum bahagia di wajah Sehun dan juga Daehun. Perasaan Daera pun juga sangat bahagia, ia tak pernah menyangka bahwa akan sebahagia ini di masa depan. Dulu ia senpat berpikir bahwa mungkin hidupnya tak akan pernah bahagia bahkan tak ada yang mencintai dan menyayanginya sepenuh hati, namun pemikirannya itu terpatahkan dan jujur ia sangat bahagia dan berterima kasih untuk Sehun yang bagaikan sebuah hadiah dan telah hadir  dalam kehidupannya.

~*~

Minri baru saja keluar dari ruangan rapat, beberapa menit yang lalu rapat di laksanakan tanpa adanya Sehun. Para Direktur berhamburan keluar meninggalkan ruangan

“Ahn Minri-ssi” tegur seorang wanita paruh baya

Minri berbalik dan kemudian tersenyum pada wanita paruh baya tersebut yang tidak lain adalah Istri dari Direktur Sang.

Ia membungkuk “Ya, Nyonya Sang?”

“di mana perginya Direktur Oh?”

“Direktur Oh telah kembali ke seoul”

Istri Direktur Sang sedikit terkejut “Ada keperluan apa dia kembali ke seoul?”

Minri sempat terdiam, Ia menarik nafas dan membuangnya kemudian tersenyum “Istrinya sedang hamil, nyonya Sang”

Nyonya sang terkejut dan kemudian tersenyum, memberitahukan pada Minri untuk menyampaikan salamnya pada Oh Sehun dan juga istrinya. Wanita paruh baya tersebut kemudian meninggalkannya.

…..

FLASHBACK

Sehun memberikan sebuah ice cream pada Minri, lelaki itu pun menduduki kursi taman yang bercat putih tepat di samping Minri “Apa kau lelah?” Sehun mengangguk “Lumayan”

“Udaranya sejuk” Minri berbalik memperhatikan wajah Sehun yang membuat hatinya teduh, wajah tenangnya yang selalu membuatnya tersenyum di sepanjang harinya jika bertemu dengan lelaki itu.

“Minri, Apa kau masih mengingat gadis yang ku ceritakan padamu?”

Minri tersadar dari lamunannya “Ah, iya aku masih mengingatnya. Kenapa?”

Sehun tersenyum sekilas “Aku sudah menemukannya, dia tidak berubah tetap cantik”

Seketika Minri terasa sesak namun ia mencoba tenang dan tersenyum lembut “Kau menemukannya? Aku kira kau sudah melupakannya”

Sehun menggeleng “tentu saja aku tidak akan melupakannya”

“Diaa.. Bernama Song Daera”

Minri hanya terdiam.

….

Sehun menghadap pada cermin besar, memperhatikan dirinya yang telah berbalut setelan jas yang membuatnya terlihat semakin tampan. Ia tersenyum dan sekaligus gugup “Jas ini sangat cocok untuk anda Tuan” ucap Mr. Hwang seorang desainer yang mengurus pakaian Sehun dan juga Daera di hari pernikahan mereka. Sehun tersenyum namun Ia juga semakin gugup “kamsahamnida Hwang”

Pintu ruangan luas tersebut terbuka, terlihat minri yang telah berbalut gaun berwarna biru dan rambutnya yang dibiarkan terurai

“Minri-ah” Sehun tersenyum begitu pula Minri

“Uwaa.. Kau terlihat tampan” puji Minri.

“Benarkan?” Sehun berbalik kembali menghadap pada cermin,  Ia tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya.

“Apa kau bahagia?” Tanya Minri

Tanpa berbalik Sehun hanya mengangguk “Tentu sa..” belum sempat menyelesaikan pembicaraannya, Sehun tercekat dengan tangan Minri yang telah memeluk pinggangnya dari belakang “Minri?”

“Aku tidak bahagia, Oh Sehun. Aku mencintaimu”

Mata lelaki itu terbelalak, ia terkejut mendengar pernyataan Minri. Ia seketika membeku “Ku mohon, tinggalkan dia” Lanjut Minri. “Minri-ah..”

“Aku mohon, Tinggalkan dia. Bisakah kau menikah denganku saja?”

Sehun melepas tangan Minri yang memeluk pinggangnya “Maafkan aku, tapi hari ini adalah hari pernikahanku dengan orang yang sangat ku cintai”

Pipi pucat gadis itu telah basah akibat air mata yang bercucuran “Sehun-ah, apa kau tidak bisa mencintaiku saja? Akan ku lakukan apapun untukmu”

Sehun mendengus kasar “noona, apa kau tahu? Kau sudah kuanggap Sahabatku sejak kecil? Dan bahkan kau sudah ku anggap kakakku sendiri”

“Aku tidak perduli dengan sahabat atau apapun, aku hanya ingin memilikimu” Ucap Minri dengan tegas, Ia sama sekali tidak menginginkan seseorang yang ia cintai di miliki oleh orang lain. Hatinya telah tertutupi oleh ego nya sendiri.

“Min..” Minri menciumi bibir Sehun dengan paksa, membuat Sehun terkejut sekaligus geram. Ia segera mendorong tubuh Minri agar melepaskan ciumannya

Noona, hentikan!! Kenapa kau menjadi seperti ini, eoh?”

Sikap Minri sudah seperti kesetanan “Aku tidak perduli!!”

Terdengar suara teriakan dari ruangan sebelah, Sehun mengenali suara tersebut yang merupakan suara Daera “Apa yang kau lakukan pada Daera??”

Minri hanya terdiam, Sehun merasa panik. Lelaki itu segera menuju pintu ruangan tersebut namun nihil, pintu tersebut terkunci

“Aku tidak akan membiarkanmu pergi”

Sehun menatap tajam Minri, terlihat amarah yang keluar dari sepasang matanya “Aku tidak akan membiarkan kau menyakiti Daera”

Sehun berusaha mendobrak pintu tersebut dengan sekuat tenaganya “percuma kau…” seketika mata Minri terbelalak melihat pintu yang telah terbuka, Wajah Sehun terlihat sangat marah. Lelaki itu segera berlari menuju ruangan pengantin wanita. Ia terkejut mendapati tidak adanya pengawal di depan pintu, Ia berusaha membuka pintu tersebut namun terkunci. Amarahnya semakin menjadi ketika tak mendengar suara apapun dari dalam ruangan tersebut “Daera-ah” teriaknya

Brakk!!

Pintu terbuka dengan cepatnya, ruangan di dalam sangat kacau. Sehun meluruskan pandangannya, mendapati Daera yang memegang sepatu high heels nya dengan wajah terkejutnya “kenapa kau mendobrak pintu itu?”

“kau tidak apa-apa?” Sehun melirik seorang lelaki yang berpakaian jas hitam dengan wajah yang lebam atau bisa di bilang babak belur “kau apakan dia?” Tanyanya

“Dia menyerangku, jadi kupukuli saja” jawab Daera enteng

“Dengan itu?” Sehun menunjuk pada sepatu high heels yang entah berapa senti tingginya pada genggaman Daera “tentu saja. Ternyata sepatu ini berguna juga”

Sehun mengusap jidatnya kasar “kau membuatku khawatir” sedetik kemudian semua orang berkerumun, “Ada apa ini?” teriak ibu Sehun karena terkejutnya melihat ruangan yang kacau balau serta Gaun Daera yang terlihat sedikit sobek.

Para pengawal memasuki ruangan tersebut, “Apa yang kalian lakukan? Bukannya sudah ku bilang untuk menjaga Daera!! Eoh?!” Amarah Sehun begitu saja meluap, “cepat gantilah Gaun Daera” perintah Sehun

Terlihat Minri yang berada di tengah kerumunan tamu, Ia menyaksikan amarah dari wajah Sehun. Tangannya mengepal dengan erat “Aku gagal kali ini” ia segera mundur dan melangkahkan kaki jauh dari tempatnya berpijak tadi “Lihatlah nanti. Aku tidak akan berhenti sampai di sini Song Daera”

~*~

 

Suara dering telepon tiba-tiba terdengar, Minri meraih ponselnya dan segera menekan tombol hijau pada layar ponsel

“Yeoboseyo?”

“…”

“Ya, ingatlah tugasmu”

“jangan pernah gagal kali ini”

 

 

TO BE CONTINUED..

 

Haiii.. Lanjut lagi dengan part 6. Gimana menurut kalian? Apa ceritanya semakin bagus? Atau kebanyakan typo? -_- mianneee, author hanya bisa menulis ampe kek gini. Pemikiran author lagi error para readers. Oh iya thank you yang udah comment. Aku ngebaca semua comment kalian lohh, senang banget authorr and Thank you very much untuk para pembaca setia ff Unlogical time. See you next chapter ^^)/



Hello Ma Baby – (Chapter 1)

$
0
0

Author    :-Demonichild

Title        : Hello Ma Baby

Genre    :Romance,Hurt,Brother Complex

Lenght  : Chapter

Ratting: PG 17

Cast       : -Oh Sehun

-Ahn Jihyun

-Xi Luhan

 

Kali ini author gaje bin aneh bawain ff abang sehun yang tampan seantareo korea selatan belok kanan dikit/lah/. Maaf aja kalo ceritanya agak boring atau apalah-apalah,maklum saya cuma author amatir yang gak sengaja menumpahkan hasil pemikiran yang nista ini kedalam fanfic soooooo Selamat bacaaaa readerssssssss~

 

 

 

 

 

 

 

Ketahuilah bahwa aku tulus menyayangimu,aku tulus mengkhawatirkanmu. Sekarang aku menyesal tidak mengungkapkan perasaan ini,sungguh. Semua yang kau lihat dari luar tidak sama apa yang kau pikirkan,tidak! Itu semua adalah topeng. Yang sesungguhnya ketika topeng itu dibuka adalah sosok diriku yang kau bisa lihat bahwa aku sangat mencintaimu’sehun’

Bagaimana aku bisa bertahan disini lebih lama lagi,aku benar-benar tidak sanggup lagi. Sungguh aku tidak kuat,kau membuatku mati secara perlahan,itu terasa sangat sakit. Aku tau,sejak awal aku memang tidak pernah diharapkan olehmu.’jihyun’

Gadis itu,jihyun mengendap-endap membawa koper yang berisi seluruh pakaianya. Dia berjalan dengan sangat hati-hati untuk pergi dari rumah ini,dia tidak ingin sehun,kakak tirinya memergokinya. Perlahan ia hampir sampai di depan pintu,tapi tiba-tiba suara sehun membuat langkah jihyun terhenti.

“Kau mau kemana?”tanya sehun ketus

sialll

Yaa sehun memang bersikap seperti itu pada adik tirinya,sedari awal sehun selalu menunjukan bahwa ia tidak pernah suka dengan keberadaan jihyun hingga sekarang pun dia seperti itu. Tapi tetap,bagi jihyun, sehun adalah kakaknya,karna baginya,diterima oleh keluarga oh sebagai bagian dari keluarganya adalah mimpi indah jihyun. Walaupun dia tau,ada satu orang yang tidak menyukai kehadirannya. Dan orang itu oh sehun,dia tidak berani membantah apapun yang dikatakan sehun. Karna setiap perkataan yang sehun ucapkan benar-benar terkesan tajam,mengintimidasi. Nyali seorang jihyun selalu menciut jika ia ingin mengeluarkan suara ketika berdebat dengan oppanya itu.

“Mengapa kau tidak menjawab,hah?!”sambung sehun

Jihyun sangat bingung ingin menjawab apa,tidak mungkin kalau bicara yang sebenarnya pada oppanya.

“Mian..”

“Mengapa minta maaf?kau sudah berumur 21tahun tapi tidak tau cara menjawab pertanyaan hah?!,jawab pertanyaanku!!”bentak sehun

Sontak saja jihyun sangat terkejut,dia hanya bisa memejamkan matanya pasrah.

“Terserah”sambung sehun lalu pergi meninggalkan jihyun yang masih mematung

Jihyun hanya menghela nafas,ia tidak bisa meninggalkan rumah ini begitu saja,ia harus memikirkannya matang-matang. Dan akhirnya rencana kabur dari rumah gagal,jihyun pergi kembali kekamarnya dan membereskan pakaianya.

TokTokTok..

“Masuk”

“Makan malam sudah siap nona”ujar seorang maid itu

“Eumm aku akan segera kebawah”

jihyun bergegas ke bawah untuk makan malam,ia tidak pernah terlambat. Karena kalau terlambat oppanya akan sangat marah padanya,tidak,sudah cukup tiap hari ia terkena amarah sehun yang tidak jelas itu. Jihyun bergegas menuju ruang makan

Seperti ini keadaanya, hanya sehun dan jihyun yang hanya ada di ruang makan semenjak meninggalnya orangtua mereka akibat kecelakaan pesawat 5tahun yang lalu. Sunyi,sepi, hanya ada suara garpu dan sendok yang beradu.

“Oppa…”

“Eum”

“aku ingin meminta tabunganku yang kau tahan waktu itu”

“Untuk apa?!”

“studytour ke tongyeong”

Mendengar hal itu sehun menghentikan aktifitas makanya dan menatap tajam jihyun

“Apa kau tak bisa belajar mandiri?apa kau tak bisa menyisihkan uang jajanmu?,apa uang jajanmu tidak cukup hah?!”

Aku selalu salah ketika menanyakan sesuatu,dia benar-benar tidak mengerti apa pun tentangku.. .

“Tidak bukan seperti itu,hanya saja uang yang aku kumpulkan dari uang jajanku sudah aku sumbangkan ke panti asuhan tempat tinggalku dulu”

“Itu bukan urusanku?!”jawab sehun lalu pergi meninggalkan jihyun di meja makan

Air matanya keluar,air mata yang selama ini ditahanya. Ia tidak mungkin membantahnya atau menjawab kembali dengan ketus pada sehun karna itu akan hanya memperburuk keadaan.

Esok paginya jihyun tidak pergi kuliah,dia bekerja part time di sebuah restaurant untuk mengumpulkan uang. Karna tidak mungkin ia meminta uang pada oppanya untuk studytour,bukan uang yang diadapat tapi amarah sehun yang selalu memojokanya yang akan ia dapat,oleh karena itu ia berinisiatif melakukan pekerjaan seperti ini. Saat akan mengantarkan makanan ke meja makan,betapa terkejutnya jihyun melihat oppanya dan rekan kerjanya sedang berada direstaurant ini.

Sial mengapa harus tempat ini,apakah ini akhir dari semuanya?sepertinya dia akan mengusirku

Sehun  menatap tajam jihyun yang sedang membawakan pesanan ke meja sehun.

“jihyun mengapa kau bekerja disini?”tanya salah satu rekan kerja sehun

“Kau adik dari direktur,tapi mengapa bekerja seperti ini”tanya lagi salah satu rekanya

jihyun mencoba mencari alasan. Rekan-rekan kerja oppanya memang mengenal jihyun sebagai adik tiri sehun semenjak upacara penyambutan sehun sebagai direktur baru di perusahaan appanya 4tahun yang lalu.

“Eunggh itu..,aku sedang mencoba menjalaninya untuk bahan skripsi ku”balas jihyun dengan gugup

Jihyun buru-buru kebelakang dan mengganti pakaianya. Setelah itu ia bergegas pergi kerumah.

Tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil. Ya,itu suara mobil sehun.

Jihyun benar-benar takut akan kedatangan oppanya. Pasti oppanya akan marah besar pada jihyun. Sehun  berjalan dengan penuh emosi,dan membanting pintu kamar jihyun. Jelas saja jihyun terkejut dan ketakutan.

“Mengapa kau melakukan itu,ha?!,kau! Hampir saja mempermalukan ku!”bentak sehun

Oh tuhan… aku harus jawab apa padanya?tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya,bagaimana ini?

“Mianhae”ucap jihyun tanpa menatap sehun

“mengapa kau selalu menyulitkanku?!”

Jihyun tidak bisa menjawab lagi,ia hanya bisa menangis. Tidak?!badanya kehilangan keseimbangan,dan seketika tubuh jihyun jatuh. Dengan sigap sehun langsung menahan tubuh jihyun,dan membawanya kerumah sakit.

Beberapa jam kemudian jihyun mulai sadar dan membuka matanya perlahan.

“oppaa…”

“Aku disini”jawab sehun yang tepat berada disampingnya.

Sedari tadi,sehun lah yang menemani jihyun,terlihat diwajahnya bahwa ia sangat mengkhawatirkanya,tapi jihyun tidak mengetahui hal itu.

“Kita dimana?”

“Kita dirumah sakit,kau terlalu bodoh sampai kau bisa berada disini”ucapnya dengan datar

“Aku minta maaf sudah merepotkanmu”

“Cepat pulih,banyak pekerjaan yang harus aku tangani”ucap sehun lalu pergi ke sofa yang berada dipojok kanan dan membuka laptopnya.

“Aku sudah pulih kau bisa bekerja kembali oppa”ucap jihyun tiba-tiba

Sehun hanya menatapnya heran

“Kau tidak bisa lihat?bibirmu masih pucat,beristirahatlah cepat!”

“Baiklah”jawab jihyun pasrah

Oppa,sungguh aku tidak ingin merepotkanmu. Aku tau kau pasti khawatir padaku,sayangnya aku tidak melihat jelas diwajahmu itu.

“oppa”ucap pelan jihyun

“Ada apa?”balas sehun tanpa menatap jihyun dan fokus pada laptopnya

“Aku lapar..”cicit jihyun namu masih terdengar oleh sehun

Sehun menghentikan aktifitasnya dan menatap jihyun dengan ekspresi datarnya.

Oh tidak?! Apakah ia akan memarahiku lagi dengan keadaanku yang seperti ini?mengertilah oppa,jangan lakukan ituu..

“Tunggu disini sebentar,jangan kemana-mana”ucap sehun lalu pergi meninggalkan jihyun                         “ufttt untunglah,kukira dia akan marah-marah padaku”batin jihyun

Setelah menunggu beberapa lama,sehun datang dengan membawa beberapa jinjingan ditanganya.

“Cepat makan,bubur ini masih hangat lalu minum obatnya”

“Gomawo oppa”ucap jihyun tulus

“Kau tidak makan oppa?”sambung gadis itu

“Tidak”balas sehun dan fokus terhadap laptopnya

Sehun bernafas gusar,oppanya memang sangat keras kepala. Apalgi kalau sudah berhubungan dengan pekerjaan,dia akan menjadi gila.

Jihyun,apa selama ini aku terlalu menyakitimu?kejadian tadi benar-benar membuatku merasa sangat bersalah,ingin sekali kuucapkan kata maaf dari bibirku ini. Tapi entah mengapa sangat sulit untuk mengucapkanya,bahkan hanya sekedar membuka mulutku itu sangat sulit.

Setelah selesai Jihyun berbicara pada oppanya

“oppa,kurasa aku sudah baikan,aku tidak suka dengan rumah sakit,bisakah kita pulang?”

“Geurae”balas sehun tanpa menolak sedikitpun

Sehun membawa jihyun pulang kerumah dan mengantarkanya kekamar

“Kau tidak boleh keluar rumah,aku harus ke kantor menyelesaikan pekerjaanku,jika kau membutuhkan sesuatu panggil ahjumma shin”

“Eumm”Balas jihyun disertai anggukanya

Jujur saja aku tidak ingin meninggalkanmu jihyun,aku ingin sekali disini menjagamu. Namun egoku lebih besar dari keinginanku ini,aku minta maaf jihyun. Beristirahatlah,semoga kau baik-baik saja.

Jihyun merasa bosan dirumah sendirian,walaupun ia sudah sering mengalaminya. Bunyi dering telpon membuyarkan lamunan jihyun sedari tadi.

“Yeoboseo?”

“…………….”

“Hah?dosen kim ingin skripsi bab 2 segera dikumpulkan sekarang?! Mengapa mendadak sekali”

“……………”

“Yya!,berapa jam lagi dia menunggu?”

“……………”

“Apa?! 20 menit lagi? Ini gila!!! Gomawo, aku akan segera kesana”

Jihyun bergegas mengganti pakaian dan pergi kekampus. Jihyun menghentikan langkahnya,ia lupa sehun berpesan kalu ia tidak boleh keluar rumah.

Apa aku harus meminta izin padanya?bagaimana kalau ia tidak memberi izin?aishhhh aku harus bagaimana………

Dengan mantap jihyun melangkahkan kakinya untuk segera pergi kekampus,ia hanya punya waktu 15 menit dari sekarang.

Sesampainya disana ia langsung bergegas menuju ruang dosen kim dan mengumpulkan skripsinya,tepat waktu! Akhirnya ia tepat waktu mengumpulkanya.

Setelah selesai jihyun bergegas pulang kerumah,karna ia tidak mau oppanya tau ia pergi tanpa izin.

Jihyun berjalan cepat menuju rumahnya,begitu sepi keadaan didaerahnya ketika malam hari. Sesekali jihyun menatap ke belakang karna merasa ada yang mengikutinya. Tepat di belakangnya seorang pria dengan wajah tertutup masker tengah mengikuti jihyun

Jihyun sangat takut,jarak untuk sampai kerumahnya dibilang masih lumayan jauh. Dengan reflek menelpon menelpon.

Oppa tolong aku,seseorang mengikutiku”ucap jihyun ketika tersambung dengan sehun,jihyun sengaja berbisik karna ia takut pria yang mengikutinya langsung menangkapnya.

kau dimana?”tanya sehun dengan khawatir namun terdengar tajam

“aku di jalan menuju rumah,oppa tolong”ujar jihyun dengan takut

“tunggu,sebentar lagi aku sampai”

Jihyun mempercepat langkahnya,tubuhnya gemetar karna takut. Pria itu semakin dekat dengannya semakin dekat. Dan pria misterius itu langsung memegang pundak jihyun dan membalikan tubuhnya

“Apa kau ahn jihyun?adik dari oh sehun?”tanya pria bermasker itu mengerikan

“I..yaa,w-wae?”ucap jihyun dengan terbata-bata

“Ikutlah denganku!!!!!”balas pria itu mencengkram keras pergelangan tangan jihyun

“Ada apa?aku tidak pernah melakukan kesalahan padamu atau menyakitimu”cicit jihyun

“Memang kau tidak melakukanya,tapi kakakmu lah oh sehun yang melakukannya,aku akan balas dendam karna perbuatanya”ucap pria itu dengan tajam

“Me..mang apa yang oppaku lakukan???”tanya jihyun dengan gemetar

“Dia sudah…………”

BUGHHHHH

Belum sempat pria itu melanjutkan kata-katanya,ia sudahterjatuh karna pukulan seseorang,yaa itu sehun yang memukul pria itu.

Tapi pria itu begitu kuat,ia bangkit kembali dan meluncurkan pukulanya pada sehun. Naas pukulan itu meleset dan pria itu sudah dihabisi oleh sehun. Dan pria itu bergegas pergi meninggalkan mereka.

“Kajja!!”

Sehun menarik tangan jihyun dengan paksa,dan gadis itu meringis kesakitan karnanya. Sesampainya dirumah sehun memarahi jihyun.

“Apa kau begitu keras kepala hah?!! Sudah kubilang jangan keluar rumah!”bentak sehun dengan emosinya

“Jeongmal mianhae,aku harus mengumpulkan skripsiku oppa,mianhae..”ucap jihyun menangis tersedu-sedu

“Kau bisa meminta tolong pada asisten dirumah ini,mengapa tidak kau lakukan hah!?kau tau aku hampir saja menabrak karna mu?! Mengapa kau selalu menyulitkanku hah?!”

“Mian oppa,jeongmal.. bukan maksudku untuk menyulitkanmu,aku hanya bingung kepada siapa aku meminta bantuan”

“Kenapa kau tidak menghubungi temanmu saja?! Kau tau aku orang yang sangat sibuk!!”

“Ta..tapi aku tidak mempunyai seorang pun yang berteman denganku” jawabnya dengan wajah yang tertuntuk takut.

“Cih.. sudah kuduga, kau bahkan tidak pernah berusaha untuk mencarinya. Karena kau selalu dan hanya bergantung kepadaku”

“Kau bahkan tidak pernah memberiku kesempatan untuk itu” Karena kekesalannya, tanpa sadar gadis itu sudah berani mengucapkan ‘kau’ kepada oppa-nya

“Apa yang kau katakan? Kenapa sekarang kau menyalahkanku?”

“Memang begitu adanya. Kau tidak pernah mengijinkanku untuk sekedar berbincang dengan orang lain, bahkan dalam kegiatan belajar pun kau selalu melarangku untuk bergabung dalam suatu kelompok”

“Wah…Kau sudah berani membantahku rupanya” ujar sehun tersenyum miring dan berjlan mendekati jihyun

“Dan apa yang kau maksud dengan ‘Kau’. Apa pantas seorang Yoedongsaeng mengucapkan itu kepada Oppanya? Huh?” lanjut namja itu dengan mata yang menghunus tajam pada netra bening yang mulai berlingan krystal bening.

“Cukup! Jika keberadaanku disini hanya menyulitkanmu aku akan pergi dari sini, aku sudah cukup lama bertahan disini,aku benar-benar tidak sanggup lagi. Kau bebas ,hidup mu tidak akan sulit lagi jika aku sudah pergi,kau bebas,terima kasih untuk semuanya ,aku pergi oppa. Anyeong”

Kata kata itu akhirnya keluar dari gadis yang terlihat sedang menahan amarahnya, dan itu sukses membuat sehun terbelalak,tanpa pikir panjang jihyun pergi tanpa membawa barang-barang miliknya. jihyun menangis tidak percaya bahwa ia benar-benar akan pergi,sebenarnya ia tidak ingin pergi dan tetap tinggal bersama oppanya. Tapi ia benar-benar tidak sanggup lagi.

Jihyun kumohon jangan pergi,kumohonn,cukup appa dan eomma yang pergi,tapi tidak dengan kau. Aku ingin sekali menahanmu dan meminta mu jangan pergi. Tapi aku tidak bisa,bahkan kaki ini sulit sekali melangkah untuk mengerjamu jihyun-yya. Kau salah,aku sangat mengkhawatirkanmu jihyun,sungguh. Ini yang kutakutkan,kau akan pergi meninggalkanku,karna sifatku ini. Tidak,kau tidak mengerti,aku seperti ini karna aku sangat mencintaimu,kumohon jangan pergi jihyun

Sehun dengan gontai menuju sofa ruang tengah,dilihatnya jam dinding di ruang tengah menunjukan pukul 10PM,sudah 1 jam semenjak kepergian jihyun,ia tak bisa berbuat apa-apa. Karna ia sangat tau,gadis itu sudah membencinya,gadis itu sudah meninggalkannya,ia sudah terlalu banyak menorehkan luka yang begitu banyak pada gadis itu. Percuma saja menahannya untuk tidak pergi,karna ia akan tau jawabannya dari gadis itu jika ia menahannya. Tidak ada kegiatan yang ia lakukan,merasa bosan,sehun menyalakan tv.

“Breaking News, sebuah kecelakaan tunggal terjadi di dekat perumahan elite guardian malam ini. Diketahui dari identitas  korban dari kecelakaan ini bernama Ahn Jihyun berusia 21tahun mahasiswi dari universitas dongguk, saat ini korban telah dibawa kerumah sakit terdekat.”

Sehun tercekat,ia mencoba menyimak kembali berita yang ia dengar di tv tadi dengan pandangan kosong

Tidak mungkin,aku salah dengar itu pasti jihyun yang lain,tidak mungkin,jihyun kumohon beri kabar padaku..

Sehun bergegas pergi kerumah sakit dan memastikan bahwa itu bukan jihyun. Sehun lalu mencari jihyun dengan keadaan panik,ia seperti orang gila mencari kesana kemari disetiap ruangan,tapi ia tidak menemukanya. Sehun akhirnya bertanya pada suster yang sedang berlalu lalang.

“Dimana pasien yang bernama jihyun mahasiswa dongguk yang kecelakan tadi?,dia dikamar rawat mana,apa dia terluka parah?”tanya sehun bertubi-tubi

“Ah,Pasien itu sudah dibawa walinya untuk pengobatan dirumah sakit lain”

“Bagaimana ciri-ciri pasien sus?”tanya sehun menanti-nanti untuk memastikan,bahwa itu bukan jihyunnya

“Dia memakai hoodie yang bertuliskan JY,kira-kira tingginya 168”

DEG

Tidak salah lagi,itu jihyun,ia sangat tau hoodie yang dipakai oleh jihyun adalah hoodie khusus yang dibuatkan oleh eommanya ketika jihyun duduk dibangku 2SMA dan itu adalah hoodie yang dipakai sebelum jihyun meninggalkan rumah. Seketika tubuh sehun ambruk,dia benar-benar tidak percaya. Jika saja,jika saja ia menahan jihyun untuk tetap tinggal,mungkin saja hal ini tidak akan terjadi. Tapi dimana jihyun saat ini?siapa seseorang yang mengaku walinya dan membawa jihyun pergi?

Aku terlalu bodoh untuk melepaskanya,aku benar-benar bodoh. Jihyun kau dimana?siapa yang membawamu jihyun?aku ingin sekali bertemu denganmu dan meminta maaf atas semuanya. Jihyun,jika ada kesempatan kedua untuk bertemu denganmu lagi,aku janji akan memperlakukanmu dengan baik. Dan aku janji,akan mengungkapkan perasaan ini padamu,maafkan aku yang terlalu bodoh dan selalu menyakitimu jihyun.


Idiotical – Monster #16 {Suffer} 『Baekhyuncupcakes』

$
0
0

idiotical3

Idiotical

 

 

Baekhyuncupcakes

 

 

Sehun x OC // Hurt

Idiotical – Monster #1 {Evil} |  Idiotical – Monster #2 {Trouble} | Idiotical – Monster #3 {Fear} | Idiotical – Monster #4 {Dangerous} | Idiotical – Monster #5 {Force-NC} | Idiotical – Monster #6 {Truth} | Idiotical – Monster #7 {Concern} | Idiotical – Monster #8 {Surprise-Teaser} | Idiotical – Monster #8 {Surprise} | Idiotical – Monster #9 {Mean} | Idiotical – Monster #10 {Confess} | Idiotical – Monster #11 {Mine} | Idiotical – Monster #12 {Feelings} | Idiotical – Monster #13 {Romance} | Idiotical – Monster #14 {Mistake} | Idiotical – Monster #15 {Disaster}

Summary:

Jika saja Hyemi tidak pernah di lahirkan menjadi terbelakang 

 

“Because i’m nothing special. Not beautiful, not talented, not funny, not smart 

 

and that scares me

 

 

 

 

A lot” 

.

.

.

.

.

.

YOUTUBE VIDEO TRAILER IDIOTICAL – MONSTER

VERSION 1

VERSION 2

==

Lari dari kenyataan.

 

Terkadang seseorang lebih memilih lari dari kenyataan dibanding berhadapan dengan realita yg menyakitkan. Nyatanya mereka salah. Rasa sakit itu akan segera terobati tepat disaat mereka mulai mencerna dan menerima kenyataan pahit itu. Setidaknya, kenyataan adalah salah satu pelajaran hidup yang akan sangat berguna untuk waktu mendatang.

 

Sehun tahu benar jika lari dari kenyataan tidak menyelesaikan masalah barang sedikitpun. Tetapi apa daya, ia belum menampung cukup banyak kekuatan untuk menempuh jalan itu. Tidak, bahkan Sehun merasa tidak akan pernah bisa mendapat kekuatan untuk menghadapi realita yang menurutnya cukup keji.

 

Hukum karma sangat jelas berlaku bagi semua orang. Sialnya, karma tidak memandang bulu, tidak peduli apakah Sehun keturunan bangsawan sekalipun, karma tetaplah terterap bagi siapapun yang pernah melakukan kesalahan fatal.

 

Siapa yang harus Sehun salahkan atas penderitaannya? Apakah gadis yang tidak ia sangka dapat memporakporandakan hidupnya sekarang? Jongin yang berulang kali mencoba merenggut kebahagiannya? Atau bahkan orang tua yang dengab tanpa ragu menjodohkan dirinya dengan Hyemi?

 

Tiga kandidat itu kerap kali berputar di otak Sehun. Bagaikan batu besar yang menghantam kepalanya saat ia sadar, ia adalah pusat dari seluruh kesalahan yang ada, permasalahan yang terjadi antara Hyemi, Jongin beserta keluarganya sendiri.

 

Dari semenjak Sehun berstatus terikat dengan Hyemi secara hukum, Hyemi dianggapnya sebagai sebuah lubang. Sehun terlalu menikmati bermain di sekitar lubang besar, menghentakkan kakinya serta melempar apapun yang dapat ia temukan ke dalam sana, suatu saat tanpa Sehun sadari, ia sudah jatuh terlalu jauh dan terlalu dalam di tempat yang gelap itu. Karena kecerobohannya sendiri, ia tak lagi dapat melihat indahnya cahaya matahari.

 

Pria itu sadar, kecerobohannya tak hanya berdampak buruk untuk dirinya sendiri saja tetapi juga pada orang lain.

 

Apakah di awal pernikahan mereka Sehun pernah memikirkan bagaimana perasaan Hyemi? Mungkin tidak, Sehun hanya mengerti bagaimana cara membuat gadis itu hancur secara fisik maupun mental, jika saja lelaki itu mengetahui lebih awal jika di saat yang sama ia juga menghancurkan dirinya sendiri.

 

***

 

Detakkan jam dinding menjadi satu-satunya alunan yang terdengar di ruangan berukuran medium ini. Sesekali salah satu diantara pria itu menghentakkan jarinya bosan.

 

“Sehun, kau sadar bukan jika pada akhirnya kita berdua akan membicarakan sesuatu yang selalu kita hindari?” Sehun tertegun, ia lebih dari mengerti kemana arah pembicaraan lelaki di depannya sekarang.

 

Pandangannya menatap Kim Jongin dengan tajam. “Aku tidak dalam kondisi yang baik untuk mendengar apapun,” tukas Sehun dingin.

 

“Pembicaraan ini bukanlah pilihan, kau harus mendengarkannya setuju ataupun tidak,” Lelaki yang lebih muda itu mencibir saat mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Jongin.

 

“Aku yakin kau cukup pintar untuk mengetahui jika Hyemi tidak dapat berpikir dengan jernih, bukan? Dengan kata lain gadis yang berstatus istrimu itu bermental terbelakang.”

 

Jongin berucap kembali, “Semua ahli jiwa memiliki jawaban yang selalu sama, seseorang berkebelakangan mental sangat sulit untuk mendapatkan pemikiran stabil. Mereka tidak dapat dipaksa. Terutama untuk hal mengandung sebuah nyawa. Kemungkinan berhasil yang dapat dicapai dari seorang dengan cacat pemikiran hanya 15%, hampir sebagian besar dari mereka menyerah karena tidak dapat menahan rasa sakit yang luar biasa saat persalinan berlangsung-”

 

Penjelasan yang Jongin bicarakan terputus saat suara lain memaksa masuk, “Lebih baik kau pergi sekarang,” ungkap Sehun yang mulai tak tahan kala mendengar penjelasan Jongin.

 

Alih-alih menurut, sebaliknya Jongin mengacuhkan perintah Sehun. “Inti pembicaraanku adalah kau masih memiliki pilihan, Sehun. Kau dapat menceraikan Hyemi dan mendapat kehidupan bebas yang sejak dulu selalu kau impikan atau kau tetap mempertahankan statusmu sebagai seorang suami dari Kim Hyemi tanpa memiliki keturunan. Aku memberikan pilihan ini untuk kepentingan hidupmu.” Lanjut Jongin menjelaskan kata demi kata dengan panjang lebar.

 

“Aku rasa kau melakukan hal ini untuk dirimu, Jongin. Kau akan merebut Hyemi disaat aku melepasnya. Keparat,”

 

Jongin menggeleng yakin. “Aku cukup yakin hal yang baru saja ku-sampaikan tidak berkaitan apapun denganku. Aku sudah menyerah, pilihan yang istrimu tempuh pada akhirnya selalu sama, kembali untukmu. Tidak banyak yang dapat kuperbuat.”

 

Sehun terdiam. Mungkinkah Jongin benar-benar menyerah?

 

“Aku akan kembali lagi sore nanti. Aku harap di saat aku kembali, kau sudah memantapkan pilihan dan pikiranmu,” tanpa banyak berbasa-basi lagi, pintu utama rumah Sehun sudah terbuka dan Jongin terlihat berjalan keluar dari gedung ber-design minimalist itu.

 

***

 

Seorang perempuan yang terlihat letih duduk termenung di kursi kayu taman yang rapuh. Sesekali bibirnya terangkat kecil saat pikirannya kembali mengingat kenangan yang di alaminya beberapa bulan belakangan ini, semuanya terasa berlalu begitu cepat dan begitu manis. Ia merasa seolah dirinya adalah perempuan ter-beruntung di dunia. Perempuan itu memiliki segalanya yang selalu ia inginkan.

 

Sebuah tangan terulur dan berakhir di bahu perempuan itu, membuatnya tersadar dari bayang-bayang masa lalu.

 

“Kau sudah kembali?” Senyuman lembut gadis itu tunjukkan saat mendapati siapa pemilik tangan itu,

 

Figur yang baru saja diajukkan pertanyaan itu mengangguk dan membalas senyumannya.

 

“Sohyun menangis,”

 

“Benarkah? Aku harus melihatnya sekarang,” aura panik segera terpancar dari perempuan yang akan beranjak itu. Pergerakannya terhenti saat tubuhnya dengan sengaja di tahan.

 

“Aku sudah mengatasinya, Sora. Kau tidak perlu khawatir. Sohyun sudah dalam keadaan tertidur sekarang,” mendengar hal itu, Sora kembali duduk walaupun dengan setengah hati.

 

“Terima kasih, Jongin. Aku selalu bisa mengandalkanmu,” Ungkapnya tulus

 

“Well, tinggal dengan seorang perempuan yang memiliki bayi memang mengajarkanku banyak hal.” Balas Jongin disertai tawa kecil.

 

Tawa kecil Jongin terhenti saat menyadari jika Sora tidak ikut tertawa bersamanya, pikiran perempuan itu seolah berada di tempat lain.

 

“Apa terjadi sesuatu?” Mendengar suara Jongin, akal sehat Sora segera kembali.

 

Sora tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “Tidak ada sesuatu yang terjadi,”

 

“Kau yakin? Kau selalu bisa menceritakannya padaku jika terjadi sesuatu,” Ungkap Jongin.

 

Tidak ada suara yang muncul setelah itu, beberapa menit berlalu tetapi keadaan tidak banyak berubah, hanya berupa keheningan yang menghiasi kedua insan disana.

 

Jongin tidak bodoh untuk menyadari jika sesuatu memang mengganggu pikiran Sora saat ini. Tinggal bersama perempuan itu dalam beberapa waktu terakhir membuat Jongin dengan cepat menyadari jika Sora adalah seseorang yang cukup tertutup dan tidak selalu mengeluarkan apa yang ada di dalam pikirannya.

 

“Aku harus kembali.” Sora akhirnya menyuarakan gundah yang menganggunya beberapa hari belakangan ini.

 

Jongin nampak terkejut dengan pernyataan Sora tetapi ia mencoba menahan keterkejutannya itu.

 

“Mengapa? Bukankah kau selalu mengatakan jika kau tidak perlu kembali?” Tanya Jongin penasaran.

 

“Aku tidak bisa terus bersembunyi disini, Jongin. Cepat atau lambat seseorang akan menemukanku dan membawaku pulang. Setidaknya aku mempunyai pilihan jika aku kembali,” jelas Sora.

 

“Akankah kau kembali kesini jika kau melakukannya?” Kekhawatiran memenuhi hati Jongin, lelaki bermarga ‘Kim‘ itu takut jika ia takkan dapat bertemu dengan Sora dan Sohyun lagi.

 

“Aku tidak yakin,” Balas Sora. “Jangan khawatir, aku akan berusaha untuk kembali dengan cara apapun yang harus ditempuh,”

 

Tampaknya, perkataan Sora barusan tidak membuat kekhawatiran Jongin berkurang, saat ini Jongin masih hanyut dalam kecemasan.

 

“Lakukan apa yang menurutmu terbaik, Sora. Kau tahu apapun pilihanmu aku selalu mendukungmu.” Jongin memeluk tubuh mungil Sora.

 

“Terima kasih.” Ucap Sora seraya membalas pelukan Jongin. “Bagaimana keadaan Hyemi dan Sehun?” Tanya Sora setelah pelukan hangat itu akhirnya terlepas

 

“Mereka berada di ambang kehancuran. Sehun adalah orang yang keras kepala sedangkan Hyemi sebaliknya, aku tidak dapat memastikan pilihan apa yang akan di pilih. Tetapi, aku yakin jika Sehun tahu keputusan yang terbaik baginya dan Hyemi,” Jongin menjelaskan.

 

Sora menghela nafas, “Aku benar-benar tidak ingin mereka berpisah,”

 

“Aku tahu. Sehun adalah orang yang tepat bagi Hyemi, tetapi keadaan dapat berbalik kapan saja, kita tidak pernah tahu, bukan?” Sora mengangguk menyetujui pernyataan yang baru saja Jongin katakan.

 

“Tetapi bagaimana dengan perasaanmu terhadap Hyemi? Jangan bodohi aku dengan jawaban kau sudah tidak memiliki rasa apapun kepadanya, aku memang tidak pintar tetapi aku tahu mana hal yang benar dan mana hal yang salah, Kim Jongin.” Sora memberikan protes kecil yang Jongin anggap menggemaskan.

 

“Aku tidak mengatakan jika aku sudah tidak memiliki rasa terhadap Hyemi, tetapi mungkin aku sudah menemukan siapa seseorang yang pantas untuk menjadi pengganti Hye-”

 

Jongin baru saja akan berbicara saat suara nyaring tangisan terdengar di pendengaran kedua figur yang sedang berada di taman itu.

 

“Sohyun berulah lagi. Maafkan aku, aku harus pergi,” Ucap Sora

 

Jongin tersenyum sebelum membalas perkataan Sora. “Pergilah, Sohyun eomma.” Canda Jongin.

 

Sora tidak lagi bersama Jongin sesaat setelah Jongin menyuarakan kalimatnya. Melihat kepergian Sora, senyuman lembut Jongin segera luntur begitu saja.

 

Mengapa gadis yang ia cintai pada akhirnya selalu pergi?

 

**

 

“Sehun oppa?” Untaian kata lembut yang keluar dari mulut gadis itu selalu berhasil melumpuhkan pikiran Sehun

 

“Ya?” Balas Sehun. “Apa kau membutuhkan sesuatu, Hyemi?” Anggukan kecil Hyemi tunjukkan sebagai balasan atas pertanyaan Sehun

 

“Bolehkah aku meminta sesuatu?” Kedua alis Sehun tampak sedikit berkerut, sesuatu tampak tidak benar.

 

Sehun mengangguk sebelum menjawab Hyemi. “Tentu,”

 

“Apakah kau mengijinkanku untuk pergi?” Sial, sekarang Sehun cukup yakin jika sesuatu benar-benar tidak beres.

 

“Kemana kau akan pergi, Hyemi?” Berbagai macam pertanyaan lain muncul di benak Sehun, tetapi lelaki bermarga ‘Oh‘ tersebut lebih memilih untuk menyimpannya sendiri.

 

“Entahlah. Ke suatu tempat?” Sirat keraguan terlihat jelas pada perkataan Hyemi.

 

“Apa maksudmu dengan ‘entahlah’?”

 

“Aku mempunyai keinginan. Memulai suatu awal yang baru mungkin?” Sehun dibuat makin tidak mengerti.

 

“Seperti?”

 

Hyemi tampak menghela nafas panjang. “Aku ingin hidup tanpa terkait oleh sebuah ikatan. Aku ingin hidup bebas. Tanpa seorangpun disampingku, termasuk dirimu,”

 

Apa Sehun terlalu banyak melewatkan sesuatu? Sejak kapan Hyemi menjadi se-dewasa ini? Apakah beberapa hal sudah berubah?

 

Haruskah Sehun senang?

 

 

 

Atau kecewa.

 

“Aku sudah cukup kehilangan banyak hal saat aku hidup denganmu. Aku tidak ingin lagi kehilangan hal lain yang sangat berharga dalam hidupku. Aku mohon dengan sangat, Sehun oppa. Lepaskan aku,” tetes air mata Hyemi terjatuh tanpa sengaja. Bahkan Hyemi tidak sadar jika ia sudah dalam keadaan menangis sekarang, ia tidak ingin menangis. Sangat tidak menginginkannya.

 

Hati Sehun mencelos.

 

Tidak!

 

Memang benar ia ingin memperbaiki segalanya, tetapi bukan dengan cara seperti ini. Kaca yang sudah pecah mungkin sangat sulit untuk disatukan kembali, terlalu banyak bagian yang tersebar dan berhamburan, benar-benar usaha yang hampir mustahil. Tetapi dengan keyakinan dan kemauan yang kuat, tentu saja selalu ada kemungkinan kau akan berhasil, dan Sehun belum mencapai keberhasilan itu, tidakkah Hyemi setidaknya memberinya kesempatan untuk mencoba?

 

“Akankah kau bahagia jika aku melakukannya?” Ucap Sehun seraya mengusap lembut air mata gadis itu dengan ibu-jarinya.

 

Hyemi turut serta menghapus air matanya dan menampilkan senyum terpaksa. “Lebih dari apapun,”

 

“Pergilah, aku harap kau mendapatkan kebahagiaanmu yang sesungguhnya,” Sehun tidak dapat menghadapi semua ini lebih lama lagi, ia segera berbalik memunggungi Hyemi dan meninggalkan gadis itu sendirian.

 

Sehun mengunci dirinya di dalam kamar, siapa yang menyangka jika pria yang kerap dijuluki hati sedingin es itu akan luluh dengan seorang gadis yang terbelakang dan dengan tanpa pengetahuan siapapun, saat ini pria itu mendudukan dirinya di atas kasur dengan kedua kaki di lantai, kaki panjang itu melebar, siku nya bertumpu di atas paha kanannya seraya jemarinya memijat pelipis. Terisak. Sehun terisak perih.

 

Hal yang baru saja berlangsung terasa begitu menyakitkan dan menyayat hati Sehun yang rapuh. Semuanya benar-benar diluar gambaran dan ekspetasi yang selama ini selalu ia idam-idamkan. Bagi Hyemi, mulai detik ini hidupnya memulai lembaran dan awal yang baru, tetapi bagi Sehun, hidupnya sudah berakhir dan mendekati kata tamat.

 

Mungkin benar, tidak semua kisah berakhir happy-ending. Kisahnya justru berakhir cukup tragis dan naas.

 

***

 

Peluh membajiri sekujur tubuh ringkih Sehun, nafas yang tak beraturan adalah satu-satunya suara yang terdapat di dalam ruangan kamar tidurnya.

 

Mimpi buruk.

 

Dari semua hal yang pernah Sehun mimpikan, mimpi ini adalah yang paling mengerikan.

 

Tetapi, apakah semua gambaran itu hanya sekedar mimpi? Atau tanda jika sekarang adalah saatnya bagi Sehun untuk berhenti mempertahankan Hyemi?

 

Sehun mengacak rambutnya kasar lalu meraih ponselnya yang terletak di sisi kanan ranjang. Beberapa kali meng-klik beberapa tombol di alat canggih itu.

 

To: Jongin

 

Aku menyerah,

Jaga Hyemi untukku.

 

From: Sehun

 

Dengan amat sangat berat hati, Sehun menekan tombol ‘send’.

 

Ia tersenyum pahit sebelum mengemasi seluruh pakaiannya. Sehun sadar, sekarang adalah waktunya untuk berhenti dan belajar dari segala kesalahan yang telah ia perbuat.

 

Tertatih-tatih, lelaki itu menyeret koper kecilnya keluar.

 

“Sehun oppa!” Selangkah lagi sebelum ia benar-benar keluar, suara lembut yang entah sejak kapan Sehun favorit-kan menginterupsi.

 

Sehun menoleh, menyaksikan gadis di depannya yang dibalut dengan piyama kebesaran. Mungkin sekarang adalah terakhir kalinya ia melihat Hyemi, ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

 

“Jangan pergi..” Hyemi bersuara lemah.

 

Hening. Sehun tidak mengeluarkan sepatah katapun. Pria itu justru memberikan Hyemi senyum lembutnya sebelum melangkah keluar. Meninggalkan Hyemi dan kehidupannya yang sekarang hanya akan menjadi masa lalu kelamnya.

 

==

 

Bentar lagi UN. Harap maklumi dan doakan aku yang terbaik. Thank you.

 


The Gray Autumn (Chapter 1)

$
0
0

The Gray Autumn – Part.1

By : Ririn Setyo

Song Jiyeon || Oh Sehun

Genre : Romance ( PG – 16)

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya dengan cast yang berbeda  http://www.ririnsetyo.wordpress.com

Memiliki postur tubuh tinggi yang sempurna, berwajah rupawan yang terpahat tanpa cela dengan kekayaan berlimpah yang melekat pada dirinya sejak lahir, membuat sosok laki-laki yang baru saja memasuki ballroom mewah untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya itu, mendapat tatapan memuja dari para wanita dan tatapan iri dari para laki-laki yang memenuhi ballroom.

Dialah Oh Sehun pemilik perusahaan property dan pipa baja Hemelsky Enterprise yang mendunia, perusahaan warisan orangtua yang dia kelola sejak berumur 20 tahun. Tahun ini Hemelsky Enterprise kembali menikmati kenaikan kekayaan sebesar US$ 1,8 menjadikan Sehun sebagai seorang pengusaha muda tersibuk yang ada di Korea Selatan. Keluarga Sehun pun masuk dalam daftar 10 orang terkaya di Dunia versi majalah Forbes. Sebuah majalah bisnis dan financial terbitan Amerika Serikat, yang terkenal akan daftar perusahaan dan orang-orang terkaya di dunia.

Dengan semua kekayaan dunia yang berada dalam genggaman tak salah jika Sehun menjadi incaran para wanita yang menginginkan kejayaan dengan cara pintas, menghalalkan segala cara untuk sekedar mendapat balasan senyum dari Sehun, atau jika mereka beruntung bisa mendapatkan kartu nama yang mencantumkan nomor telepone pribadi pria itu. Laki-laki yang terkenal dingin dan tak berperasaan dalam menghalau laju rekan bisnis yang mengancam kelangsungan perusahaannya, laki-laki otoriter yang kejam dibalik senyum memabukkannya.

Namun Sehun punya cara paling ampuh untuk menghalau semua wanita licik yang ingin memilikinya, laki-laki itu hanya perlu menaikkan tangan kanannya seraya menunjukkan sebuah benda berkilau yang melingkar di jari manisnya. Benda berkilau yang membuatnya terikat dengan seorang wanita cantik sejak dua tahun yang lalu, wanita yang memiliki mata sebening Kristal, anak dari pemilik merek mobil CarDIA and MIACar, wanita yang melengkapi hidup sempurna Oh Sehun.

“Oh Jiyeon!”

Senyum Sehun terlukis, mendapati sosok wanita yang menjadi alasan utama Sehun datang di pesta pernikahan ini. Wanita yang memilih untuk datang lebih dulu ke pesta, meninggalkan Sehun yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya di kantor. Wanita itu berdiri di undakan tangga paling atas yang meliuk indah di tengah ballroom, gaun panjang tanpa lengan warna biru muda, rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai. Dia menolehkan, menatap Sehun yang tersenyum lalu perlahan mulai menaiki anak tangga,  dia diam di tempat, membiarkan Sehun mendekatinya, memeluknya sekilas seraya memberikan sebuah kecupan lembut di pipi kanannya.

“Aku mencarimu sejak tadi,”

Sehun membisikkan kalimat itu dengan suara berat yang dibuat serendah mungkin, mengecup sekilas leher putih wanita itu, menghirup aroma semanis vanilla yang menguar dari tubuh wanitanya. Jiyeon tersenyum seraya mendorong Sehun menjauh, wanita itu mengusap wajah Sehun, lalu meraih jemari Sehun. Dia mulai menuntun Sehun untuk menuruni anak tangga.

“Kita belum mengucapkan kata selamat untuk sahabatmu, Oh Sehun.”

Jiyeon mengeratkan genggamannya di jemari Sehun saat melewati para wanita yang melirik iri padanya, tersenyum anggun, tatapannya elegan, orang-orang berbisik membicarakan keromantisan Sehun sesaat setelah pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Jiyeon. Menjelaskan jika wanita cantik itu adalah miliknya.

“Sebenarnya aku sudah mulai bosan di pesta ini,” Sehun bergumam di telinga Jiyeon yang malam ini terlihat lebih tinggi hingga melewati bahunya, karena high heel 12 centi meter yang di kenakannya.

“Kau baru saja datang Sehun—“ Jiyeon mendelikkan matanya. “Ini pesta sahabatmu,” Jiyeon mengingatkan.

“Ya aku tahu itu,”

Sehun memutar bola matanya malas, kembali menarik Jiyeon merapat ke arahnya saat mereka sudah berdiri di depan Park Chanyeol, pria itu terlihat sangat bahagia dengan pernikahannya. Chanyeol sabahat Sehun sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku High School, seorang pengusaha restaurant dengan cabang yang tersebar dihampir semua negara di belahan benua Asia.

“Selamat untuk pernikahanmu, Chanyeol.” Jiyeon memeluk Chanyeol sekilas lalu memeluk gadis cantik yang berdiri di sebelah Chanyeol. “Park Yoojin, Chukae,

“Jiyeon sepertinya suamimu yang tidak tampan ini, terlihat kurang bersemangat.” kata Chanyeol. “Apa kau belum memberikan jatah malam pada pria sibuk ini?” satu kedipan mata Chanyeol sudah cukup menjelaskan apa yang dimaksud laki-laki itu, membuat Chanyeol mendapatkan pukulan kecil di bagian lengan dari Jiyeon.

“Yah, kau benar,” Sehun menarik dan merangkul bahu Jiyeon sangat protektif, menatap Jiyeon seduktifnya dan memabukkan. “Karena itu aku terpaksa pulang cepat dari pesta meriahmu ini, sabahatku.” Sehun terkekeh saat Jiyeon memukul pelan perutnya.

“Oh Sehun,” Jiyeon menggeleng, membiarkan Sehun mengecup pipinya sekali lagi.

“Baiklah kami pulang dulu Chanyeol karena kau tahu pasti jika….” kata Jiyeon seraya menahan Sehun yang kembali ingin mengecup pipinya. “…. dia akan tetap seperti ini jika tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.”

Jiyeon menekan kata-kata terakhirnya hingga Sehun mengurungkan niat untuk mencium pipi merah jambu Jiyeon dan memilih untuk tertawa bersama Chanyeol. Terhanyut dalam hiforia pesta yang terasa hangat malam ini. Mereka pun pada akhirnya berpamitan, Sehun memeluk Chanyeol lalu mengucapkan sebaris kalimat yang membuat Sehun tertawa setelahnya, menarik bahu Jiyeon untuk mengikuti langkahnya meninggalkan ballroom dan Chanyeol yang sudah melambaikan tangannya di belakang sana.

“Bersiaplah! Malam ini tidak akan kau lewati dengan mudah, karena wanita suka sekali mempersulit pengalaman menajubkan pertama mereka.”

~000~

Sehun masih merangkul pundak Jiyeon lembut, mereka terlihat berhenti di depan lobi VVIP yang dijaga ketat oleh lima petugas, besar, tinggi,berdiri di balik pintu kaca depan mereka. Perlahan Sehun melepaskan rangkulannya di bahu Jiyeon, wajah ramah dan senyum hangat Sehun sudah hilang tanpa bekas, berganti tatapan tajam dan seringai dingin yang membingkai wajahnya. Sehun kembali ke wujud aslinya, dingin dan tak tersentuh.

“Aktingmu semakin memukau, Oh Sehun.”

Sehun melirik Jiyeon yang menatap lurus ke depan, menatap sosok sempurna yang terlihat selalu begitu Sehun inginkan jika mereka berada di tengah keramaian public. Wanita anggun itu menolehkan wajahnya, tak ada lagi ekspresi malu-malu di wajah Jiyeon saat ini, tak ada lagi senyum lembut di wajah rupawannya, yang ada hanyalah tatapan benci bersama segudang rahasia sesal di dalamnya.

“Bahkan kau bisa sangat meyakinkan di depan sahabat yang selalu berdalih sangat mengenalmu luar dalam,” Jiyeon menarik sudut bibirnya, tertawa pelan untuk semua yang dilakukan Sehun di dalam ballroom.”Pantas saja jika dua tahun belakang ini, tidak ada yang tahu tentang semua kebusukan yang sudah kau lakukan padaku.”

Sehun mengusap rambut hitamnya yang tertata rapi, menatap Jiyeon tidak peduli, tatapan yang selama ini selalu pria itu tunjukan untuk wanita itu. Wanita yang mengikat janji suci pernikahan dengannya dua tahun silam, dalam tawa bahagia yang merangkul mereka kala itu.

“Ya aku memang hebat, Jiyeon Sayang,” Sehun tertawa pelan dengan semua alasan yang terlalu malas Sehun jabarkan, alasan yang sudah wanita itu ketahui di malam pertama mereka.

“Dan sayangnya kau pun harus berakting untuk menunjang penampilan palsuku, benar begitu?” tatapan tajam Sehun menghujam Jiyeon, menyisakan tatapan kebencian yang kian terpedar dari mata bening wanita itu. “Kau dan aku sama saja, kita berdua sama-sama bertahan dalam kepalsuan demi tujuan kita masing-masing, jadi— aku rasa tidak ada pihak yang dirugikan di sini.”

Jiyeon memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Sehun, menatap marah dari balik mata beningnya yang memukau. Hingga dunia pun tidak tahu jika wanita itu menyimpan sejuta penyesalan yang tak kan pernah terbiaskan.

“Kau tahu apa yang sangat aku sesalkan di dunia ini, Oh Sehun?” Jiyeon menggepalkan tangannya kuat, menahan semua sesal dalam kemarahan yang belum mampu dia campakkan dari dasar hatinya yang mulai membeku.

“Aku sangat menyesal, karena sudah menjatuhkan hatiku pada laki-laki brengsek sepertimu,”

Seorang pria pendek, senyum ramah, membuka pintu kaca, membungkuk hormat lalu memberi sapaan yang membuat Jiyeon menghentikan kata-katanya di udara. Menatap seorang valet parking yang sudah berdiri di hadapan mereka.

“Mobil anda sudah siap, Tuan Oh.”

Sehun mengangguk seraya tersenyum samar, menatap Jiyeon sekilas sebelum berlalu dari hadapan wanita itu begitu saja. Meninggalkan Jiyeon bersama semua penyesalan kelam wanita itu di belakang sana, penyesalan karena sudah jatuh cinta dan menikah dengan laki-laki yang salah, laki-laki yang hanya memanfaatkan semua saham yang dimiliki gadis itu untuk menolong perusahaan Sehun yang mengalami kerugian dan berada di ambang kebangkrutan tiga tahun silam. Penyesalan yang menjerat Jiyeon hingga terkurung dalam kehidupan neraka, penuh kepalsuan bersama Oh Sehun tanpa pernah bisa kembali sampai kapan pun.

~ TBC ~

 

 


Chanyeol Appa! (Chapter 10)

$
0
0

part 10

 

Tittle    : Chanyeol Appa!

Part  10 : “Love” 

Lenght : Chapter

Rating                                    : PG 13+

Genre : Comedy, Romance and Family

Author : deeFA (Dedek Faradilla)

Twitter : @deeFA_JiRa

Main Cast : ChanYeol EXO-K (Park Chan Yeol)

                     Hwayoung (Ryu Hwayoung)

                     Baek Hyun EXO-K (Byun Baek Hyun)

                     Ara Hello Venus (Yoo Ara)

                     Suho EXO (Kim Joon Myun)

                   Krystal f(x) (Kim Soo Jung)

                     Aleyna Yilmaz Ulzzang Baby (Park Shin Hye)

Annyeonghaseyo~ Finally, balik lagi dengan chapter 10 setelah lama hiatus.

Aku nulis part ini sambil dengerin lagunya Seo Ye Ahn-Permeate. Dan inilah hasilnya.

Mudah-mudahan para readers suka dengan part ini. Author amatiran ini ingin berterima kasih bagi yang sudah baca di part sebelumnya. Tinggalin jejak setelah baca ya ^^, baik itu berupa kritik maupun saran, atau yang lainnya. Supaya ceritanya bisa jadi makin baik. Don’t be Silent Reader. Thank you. *deep bow*

Read and Comment.

====================================================================

Perasaan Hwayoung campur aduk, yang tadinya tidak sabar untuk berjumpa dengan Chanyeol, kini malah menyesali dirinya. Di dalam hati kecilnya ia berharap agar Chanyeol sedikit saja bersikap manis padanya.

Chanyeol bingung pada Hwayoung yang tiba-tiba ngambek. Ia menarik tangannya, berusaha menghentikannya.

Waeyo?” tanya Chanyeol dengan suara aegyonya.

“Kau merasa kesal? Keurom, mianhae. Mengapa buru-buru pergi? Kau kan baru saja tiba”

Bulu kuduk Hwayoung berdiri, ia merasa seram mendengar Chanyeol berkata ‘mianhae’.

Heol! Ada apa ini?” batinnya.

Dag…dig…dug…, jantung Hwayoung berdegup kencang saat menatap wajah Chanyeol yang memelas. Pipinya kini merona merah.

Waeyo? Gwaenchanayo?” tanya Chanyeol sambil memegang pipinya yang panas.

Gwaenchana!” ia menampis tangannya.

Kaja!” Chanyeol mengajak Hwayoung ke suatu tempat.

***

@Eden Park

Lampu kelap-kelip bermacam warna, bunga-bunga bermekaran dan kincir angin menghiasi taman. Chanyeol dan Hwayoung berjalan mengitari taman. Ini  pertama kalinya Chanyeol berjalan berdua dengan Hwayoung. Mereka saling canggung satu sama lain. Sama sekali tidak ada pembicaraan.

Kaki Hwayoung mulai terasa sakit. Seharian memakai high heels sangat melelahkan. Ia duduk di sebuah bangku dan membuka sepatunya. Terlihat kakinya sedikit lecet. Chanyeol yang baru sadar kalau Hwayoung telah dudukpun ikut duduk di sampingnya. Ia melihatnya tengah memijit kakinya. Tanpa ragu, ia berlutut di depannya dan memijit kakinya.

“Seperti ini, bagaimana? Merasa baikan?” tanya Chanyeol.

“Oh…n-ne!” jawab Hwayoung terbata-bata.

Senyuman hangat terlukis di wajah Hwayoung sambil menatap Chanyeol.

“Kau masih ingat saat pertama kali Shin Hye lahir? Kau menangis sangat kencang, membuat dokter dan suster tertawa. Wajahmu jelek sekali!” Hwayoung kembali mengingat wajah Chanyeol saat berada di ruang bersalin.

Keurae?”

“Ne!”

Hwayoung tertawa terbahak-bahak mengingat kembali wajahnya. Chanyeolpun ikutan tertawa. Ia lalu duduk di sampingnya.

“Persaanku bahagia, tetapi sekaligus takut. Takut karena apakah aku pantas menjadi ayahnya? Apa dia tidak akan menyesal punya seorang ayah sepertiku? Apa aku bisa bahagia?. Tapi entah mengapa saat pertama kali aku menggendong Shin Hye, ia menggenggam tanganku erat sekali, seakan dia berkata ‘Appa, gwaenchana’ ” Jelas Chanyeol.

Perkataan Chanyeol membuat hati Hwayoung bergetar, kata-kata yang sama sekali tidak dibayangkan akan keluar dari mulut seorang Chanyeol. Apalagi melihatnya yang sedang memijat kakinya, tak dapat dipungkiri membuatnya tersipu.

“Sudah mulai baikan?” tanya Chanyeol.

“N-ne…” jawab Hwayoung yang buru-buru memakai kembali sepatunya.

Chanyeol duduk di sebelahnya sambil menatap ke depan.

“Aku minta maaf!” suara Chanyeol agak sedikit serak.

Waeyo?” tanya Hwayoung yang bingung menatap suaminya.

“Meninggalkanmu dan Shin Hye dalam waktu yang sangat lama”

Kalimat Chanyeol membuatnya kembali mengingat saat-saat terberat dalam hidupnya. Selama tiga tahun delapan bulan, ia meninggalkannya tanpa menghubunginya dan menjenguknya sekalipun.

 

Flashback

            Diluar sedang hujan deras dan anginpun bertiup sangat kencang. Suasana malam yang mengerikan membuat Hwayoung menelpon Chanyeol yang dari pagi berangkat ke Seoul untuk melihat pengumuman tes seleksi masuk perguruan tinggi. Ia kembali mengulang kuliahnya dari pertama karena ia mengundurkan diri dari universitas sebelumnya sejak ia menikah dengan Hwayoung.

            Berkali-kali dihubungi, nomornya sibuk. Malam semakin larut, Shin Hye yang berumur 17 bulan tidur di atas kasurnya, ia mengeluarkan keringat, tubuhnya panas, sehingga membuat Hwayoung khawatir.

Yeoboseyo?” jawab Chanyeol di seberang.

Hwayoung sangat senang telponnya akhirnya dijawab.

Odiga? Cepat pulang! Disini hujan lebat, anginnya juga kencang, aku takut sendirian. Shin Hye badannya panas, nafasnya juga terengah-engah”

“Ya ampun, kau ini ibunya bukan? Di kulkas ada obat demam, berikan padanya dan kompres badannya. Aku sedang merayakan kelulusan bersama teman. Sudah dulu ya. Jangan menelpon kalau bukan hal yang darurat. Araseo?”

Saat Hwayoung ingin berbicara lagi ternyata Chanyeol telah memutuskan teleponnya. Ia mencoba untuk mengkompres Shin Hye agar demamnya turun dan juga memberinya obat. Namun, demamnya tak kunjung turun dan Shin Hye mulai menangis. Keadaan Hwayoung sekarang adalah panik. Ia berusaha menenangkan Shin Hye dengan menggendong dan menyanyikannya lagu, tetapi putri kecilnya tak berhenti menangis sedetikpun. Ia kembali menghubungi Chanyeol, kali ini ia bukan tidak menjawab tetapi tidak dapat dihubungi.

“Kau sengaja mematikannya ya?” gerutunya.

“Shin Hye-ya, eomma ottokhe?, eomma tidak tahu harus apa. Uljimauljima…”

Hampir satu jam Shin Hye menangis, suaranya sudah mulai hilang dan panasnya makin tinggi dan ia kejang-kejang.

“Rumah sakit…rumah sakit…” gumamnya dengan berderai air mata sambil mengambil dompet dan payung.

Hwayoung langsung menggendong Shin Hye dalam dekapannya dan membawanya ke rumah sakit. Waktu sudah menunjukkan tengah malam, hujanpun tak kunjung reda, sangat susah mencari taksi, jika ia berjalan terlalu jauh ia takut payung yang digunakannya tidak dapat melindungi Shin Hye dari dingin. Wajah Hwayoung semakin pucat lantaran Shin Hye tak bersuara sedikitpun, ia berlari sekencang mungkin untuk sampai di rumah sakit terdekat.

Tibalah ia di rumah sakit, dokter dan suster yang berjaga di IGD langsung mengambil Shin Hye untuk diperiksa. Hwayoung tersungkur di lantai, tangannya gemetaran. Dua orang suster membantunya berdiri dan mendudukkannya di sebuah kursi serta menyelimutinya. Dari keberadaannya yang tidak terlalu jauh, ia melihat dokter menaruh selang dan infus pada putri kecilnya. Tak kuasa melihatnya, ia menangis tersedu-sedu.

“Anda ibunya?” seorang dokter wanita menghampirinya.

“I-iya…”

“Saya sangat bersyukur, kondisi anak anda sudah dalam keadaan stabil. Dia harus beristirahat beberapa hari disini, sampai kondisinya membaik. Lain kali saya harap jangan ibu jangan meremehkan demam pada anak. Jika terlambat sedikit saja, akan fatal akibatnya. Namun sekarang ibu tenang saja, ada suster yang berjaga”

Hwayoung bangun untuk menuju tempat Shin Hye berbaring. Ia duduk di sebelahnya sambil memegang tangan putrinya. Tak henti-hentinya ia memanjatkan doa untuk kesembuhannya.

Mianhae, mianhae, eomma tidak bisa menjagamu” batinnya.

Ia terus mengeluarkan air mata sambil mengusap-ngusap kepala Shin Hye yang terbaring lemah, hingga ia ikut tertidur.

***

Waktu menunjukkan pukul tiga pagi, Chanyeol berpamitan dengan teman-temannya untuk pulang.

“Ya! Kau pulang nanti saja apa tidak boleh?” kata salah satu temannya.

“Kau ini bagaimana. Dia sudah kangen dengan istri tercinta” tambah temannya yang lain.

Yeobo…cepat pulang…”

Mereka meledek Chanyeol lantaran statusnya yang sudah menikah.

“Aish!. Ya!. Aku pulang karena busnya sebentar lagi datang, bukan karena dia. Yasudah, aku pulang. Jalisseo!

“Yosh!. Jalga!”

Chanyeol menuju halte bus sambil memegang handphonenya.

“Aih!, mati ternyata” gumamnya saat mendapati handphonenya yang kehabisan batre.

Tak lama duduk, bus datang. Matanya sangat mengantuk, ia mencoba tidur di dalam bus. Tetapi pikirannya kembali mengingat perkataan Hwayoung saat ditelpon ketika melihat seorang ibu yang menggendong bayi duduk di sebelahnya.

Pukul 4 pagi akhirnya bus berhenti, ia berlari menuju rumahnya. Ia mengambil kunci rumah dalam tasnya. Saat masuk, ia mendapati semuanya kosong. Ia langsung mengambil charger untuk mengecharge hpnya agar ia dapat menelpon Hwayoung. Ternyata ada beberapa pesan masuk saat handphonenya aktif.

Shin Hye demam tinggi, aku harus bagaimana?’ pesan yang dikirim Hwayoung.

Ia lalu menelpon Hwayoung untuk mengetahui keberadaannya. Namun, ia seperti mendengar suara handphone dari dalam kamar. Setelah dicek ternyata benar, handphone Hwayoung tertinggal.

“Apa jangan-jangan…”

Batin Chanyeol merasakan bahwa ada sesuatu pada Shin Hye. Ia mencarinya ke rumah sakit yang terdekat dari rumahnya.

Tibalah ia di rumah sakit yang jaraknya sekitar 2 km dari rumahnya. Ia menuju bagian informasi.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya petugas resesionis.

“Saya ingin mencari seorang pasien. Bayi berumur 17 bulan, namanya Park Shin Hye. Apa dia dirawat di sini?”

“Mohon tunggu sebentar saya cek dulu”

“Ada, pasien yang bernama Park Shin Hye baru saja dipindahkan ke bagian anak, di kamar tulip. Dari sini lurus saja nanti belok ke kanan naik lift lantai ke lima, lihat ada tulisan pediatric, kamarnya selang tiga ruangan dari ruangan dokter Jang Hyeon So”

Gamsahamnida

***

@Tulip’s Room

Suara pintu yang terbuka membuat Hwayoung terjaga. Wajahnya langsung berubah saat melihat ternyata Chanyeol yang datang.

“Bagaimana keadannya?” tanya Chanyeol yang mengusap kepala Shin Hye.

“Apa dia bisa pulang hari ini? Mengapa kau meninggalkan handphonemu. Aku kan jadi susah menghubungimu” sambungnya.

Hwayoung serasa dijatuhi batu yang besar ke atas tubuhnya. Mengapa Chanyeol sama sekali tidak merasa bersalah? Mengapa ia malah menyalahkan dirinya yang meninggalkan handphone? Mengapa ia tidak bertanya apakah dirinya baik-baik saja? Mengapa ia tidak meminta maaf pada dirinya? Begitu banyak pertanyaan berkecamuk dalam batinnya. Ia menghampiri Chanyeol dan mendaratkan tamparan di pipi kirinya.

“Kau sama sekali tidak berguna! Kau lulus? Bagus kalau begitu. Cepat pergi dari sini! Aku tidak membutuhkanmu!”

“Kau marah hanya karena hal ini?”

“Shin Hye hampir mati!” Hwayoung meninggikan suaranya.

Chanyeol tersentak saat mendengarnya.

“Aku tidak ingin berdebat dengamu di hadapan Shin Hye. Aku minta kau pergi. Jika aku dan Shin Hye pulang dan kau masih ada, maka aku dan Shin Hye yang pergi. PERGI SEKARANG!!”

Chanyeol merasa sakit hati diusir oleh Hwayoung. Ia pulang ke rumah dan mengepak semua barangnya dan pergi menuju Seoul.

Flashback End

“Aku baru mengetahui cerita tersebut dari Ara. Bodoh sekali aku!” ujar Chanyeol.

Ada rasa penyesalan yang sangat mendalam di wajahnya. Tetapi tak bisa terungkapkan dengan kata-kata. Hwayoung menatap wajah Chanyeol dalam, ia pun memeluknya.

“Bukankah banyak hal bahagia juga terjadi? Tidak bisakah kau mengingat hal itu saja?” pintanya.

Mendengar pernyataannya, Chanyeol membalas pelukan Hwayoung.

Mianhae. Mianhae” bisiknya di telinga Hwayoung.

***

@Ara’s Room

Mata Ara tak bisa terpejam, pikirannya terus mengingat perkataan Baek Hyun.

“Kalau begitu bagaimana kalau kau menjadi kekasihku?”

Perasaannya bagai bunga yang bermekaran saat mendengarnya, yang membuatnya menjadi ragu adalah karena kalimat tersebut keluar dari mulut seorang Baek Hyun, playboy kelas atas dengan rupa dan senyum menawan. Perkataannya membuat ia harus berpikir seribu kali sebelum membuat keputusan.

Tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya terbuka, sosok Shin Hye terlihat dengan bantuan cahaya bulan.

Waeyo?” tanya Ara yang bangkit dari tidurnya.

Eomma bogoshippoyo” rengek Shin Hye.

“Bagaimana kalau kita menelpon eomma?”

Shin  Hye lalu mengangguk senang.

***

Hwayoung sangat senang saat mendengar suara putrinya. Ia begitu merindukan putri sematawayangnya.

Eomma, tidak bisakah malam ini kita tidur bertiga dengan appa?” pinta Shin Hye.

Belum sempat Hwayoung menjawab, Chanyeol langsung memotong pembicaraan mereka dan berkata bahwa ia akan menjemputnya sekarang. Kebetulan besok adalah hari minggu, ia juga mengajaknya untuk jalan-jalan ke taman bermain Neverland, tempat yang selalu dibicarakan putrinya.

“Kaja!” kata Chanyeol sambil menjulurkan tangannya dihadapan Hwayoung.

Tanpa ragu ia mengenggam tangannya dan tersenyum melihat tangannya dan tangan Chanyeol saling bergenggaman.

***

Siluet cahaya matahari pagi memasuki fentilasi yang ada di apartemen milik Chanyeol. Shin Hye telah duduk di depan meja makan menunggu Hwayoung, ibunya yang sedang menyiapkan sarapan. Hanya ada beberapa potong roti, telur dan beberapa makanan ringan lainnya di dalam kulkas. Hwayoung menjadi kasihan pada Chanyeol yang tak terurus seperti ini.

“Mungkin sebaiknya aku menambahkan beberapa won untuk biaya hidunya…” batinnya.

Chanyeol keluar dari kamar sambil mengucek matanya. Ia sangat senang melihat Hwayoung dan Shin Hye sedang menikmati toast.

Annyeonghi jumusyeoseoyo…” sapanya yang dibalas senyuman oleh keduanya.

“Appa, hari kita jadikan ke Neverland?” tanya Shin Hye pada Chanyeol yang duduk di sampingnya.

Chanyeol menganggukkan kepalanya. Lalu, Hwayoung mendekatinya dan berbisik.

“Kau tau tempat itu mahal!”

“Aku tau. Kau tenang saja, tidak pakai uangmu. Dasar pelit!”

Setelah selesai membereskan putrinya, Hwayoung tersadar kalau dirinya tidak punya baju selain yang dipakainya kemarin dan bajunya sudah bau. Ia memutuskan untuk menelpon Ara dan meminjam bajunya.

“Benarkah? Kalian akan jalan bertiga?” suara Ara kegirangan di seberang.

“Ne…”

“Chukkae, aku akan pergi ke sana sekarang!”

Lebih dari 15 menit Hwayoung menunggu dan Shin Hye sudah menggerutu ingin segera pergi. Saat bel berbunyi Hwayoung bergegas membukanya, sosok Ara dengan wajah berbinar-binar telah datang dengan satu plastik yang berisikan baju.

“Hwaiting!” kata Ara yang lalu pulang. Hwayoung hanya menggaruk-garuk kepala tak mengerti.

Ia memasuki kamar Chanyeol dan melihat isi plastiknya. Rasanya saat itu ia ingin sekali mengumpat. Bagaimana bisa Ara membawakannya baju atasan potrait neck berbahan katun berbalut dengan tile berwarna putih dan ada taburan bunga-bunga sakura kecil berwarna krem  dan bawahan rok trumpet berwarna hitam selutut, serta sepatu chunky berwarna hitam. Apa Ara mengira dia akan pergi berkencan? Ini terlalu berlebihan. Dengan terpaksa Hwayoung memakainya.

“Ayo kita pergi…” kata Hwayoung yang keluar dari kamar.

Chanyeol yang duduk di sofa sedang menonton TV bersama Shin Hye berdiri sangking terkejutnya. Jantungnya secara tiba-tiba berdetak dengan sangat cepat. Seperti ada kereta api dengan kecepatan tinggi yang gesekan rodanya dengan rel memercikkan api.

Eomma yeppoda…” puji Shin Hye.

Hwayoung jadi salah tingkah, bukan karena pujian Shin Hye melainkan karena Chanyeol menatapnya.

***

Soo Jung memutar lagu milik San E ft Yerin 15& yang berjudul Me You di mobilnya. Ia menikmati alunan musiknya, sesekali ia bernyanyi mengikuti musiknya. Rambutnya yang digerai, make up soft-light dan bibir yang diberi lipstik warna pink membuatnya sangat cantik, apalagi dress hitam selutut berkerah halter membuat tubuhnya semakin kelihatan ramping. Ia menatap tiket pameran design arsitektur yang berada di tempat duduk sebelahnya.

Kurang lebih 20 menit mengendarai mobil, ia berhenti di depan sebuah apartemen. Ia memarkirkan mobilnya, lalu turun sambil membuka handphonennya untuk mencari kontak Park Chanyeol. Soo Jung berdiri di samping mobilnya, handphonenya melekat di telinga sebelah kanannya. Tak sengaja ia melihat sosok yang dikenalnya yaitu Chanyeol, saat ia melambaikan tangannya ia baru tersadar, ternyata Chanyeol tidak sendiri, ia bersama seorang anak kecil dan perempuan terlebih ia tidak menuju ke arahnya, malah sebaliknya.

Yeobseyo…” jawab Chanyeol di seberang telpon yang membuat Soo Jung terkejut.

“Kau di mana?” tanya Soo Jung yang padahal tak jauh dari tempat Chanyeol berdiri. Ia bisa melihat raut wajah Chanyeol yang sedang mengangkat telponnya.

“Saya sedang berada di luar kota, di Ilsan” bohongnya.

“Ah, benarkah?” jawab Soo Jung yang jelas tahu lawan bicaranya berbohong. Tak dapat digambarkan raut wajah Soo Jung. Ia sangat kesal,

“Kau lupa? Aku mengajakmu ke pameran design arsitektur” sambungnya.

“Maaf sekali, saya lupa. Maafkan saya, (*(&&*^^%$##$$%^&” tiba-tiba Chanyeol membuat seolah-olah sinyalnya tidak bagus.

“Maafkan sa-..”

Soo Jung langsung memutuskan telponnya tanpa sempat Chanyeol menyelesaikan kalimatnya.

Ia menatap Chanyeol yang lalu menggendong putrinya dan menggenggam tangan Hwayoung dan lalu masuk ke dalam sebuah mobil. Hatinya sangat panas, ia sangat kesal, ia berdandan sangat cantik demi menemui Chanyeol, tapi akhirnya seperti ini.

Ada seorang perempuan yang keluar dari apartemen tersebut, kira-kira umurnya 30an. Soo Jung menghampirinya.

“Permisi, apa anda tinggal disini?” tanyanya.

“Ia nona, ada apa?”

“Emmm, anda mengenal Park Chanyeol?”

“Tentu saja. Apartemennya selang satu dari apartemenku. Anda mau ke apartemennya? Tapi, tadi dia sudah keluar dengan anak dan istrinya”

Soo Jung tersentak mendengar perkatannya.

“Dia sudah menikah?” tanya Soo Jung.

“Ia dia sudah menikah, dengar-dengar saat umurnya 19 tahun. Anda tidak tahu ya? Wajarlah, soalnya istrinya tinggal di Ilsan dan berkerja di kantor Safe IT Company. Banyak yang tidak tahu memang kalau dia sudah menikah, karena banyak yang mengira anaknya itu adalah adiknya”

Batin Soo Jun tersentak saat wanita tersebut menyebut Safe IT Company. Perusahaan tempat kakak kandungnya bekerja.

“Kalau boleh tahu, nama istrinya siapa?”

“Maaf, saya lupa nama lengkapnya, mmm…kalau tidak salah Hwayoung”

Soo Jung merespon dengan anggukan sembari tersenyum. Kemudian ia membungkuk hormat pada wanita itu dan berterima kasih.

“Hwayoung?” batinnya.

***

Laki-laki tampan memakai jas hitam memasuki sebuah café, ia melambaikan tangan pada seorang gadis yang telah menunggunya.

“Tumben mau menemui oppa. Ada apa?” Joon Myun menyapa adik perempuannya dengan pertanyaan.

“Memangnya tidak boleh?” Soo Jung merengut.

“Semenjak kau di sini baru kali ini kau menemui oppamu. Benarkah kau adik kandungku? Dasar bocah kecil!” sindir Joon Myun yang disambut dengan Soo Jung yang memelas.

“Bagaimana café mu? Berjalan lancar? Ada yang bisa oppa bantu?” tanya Joo Myun. Soo Jung menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka oppanya yang dulu suka mengerjai dan membullynya kini sangat perhatian padanya.

“Kau benar tidak berniat masuk ke perusahaan yang oppa katakan dulu? Mereka pasti menerima gadis berbakat sepertimu. Jangan sia-siakan kemampuanmu dalam arsitektur. Kau sudah menghabiskan waktu untuk sekolah di luar negeri di universitas terbaik, sekarang waktunya kau menunjukkan bakatmu”

Oh my gosh, belum sempat aku bicara, oppa sudah menasehatiku. Sekarang aku bukan anak kecil lagi. Kalau begitu kabar oppa seperti apa? Apa sudah menemukan seorang tambatan hati? Wajah oppa mengapa? Eh…ada ya?. Ayo, ngaku…”

“Kau ini, berani sekali meledek oppamu”

“Oppa kalau ngambek, mukanya mirip Choi Siwon Super Junior”

“Apa aku setampan itu?”

Ani, tentu saja lebih tampan Choi Siwon. Oh ya, by the way, di perusahaan oppa ada tidak yang bernama Hwayoung?”

Sebenarnya tujuannya utamanya bertemu dengan oppanya bukan karena ingin melepas rindu dengan oppa yang sudah lama tidak ditemuinya tetapi ia ingin menanyakan perihal Hwayoung. Tidak tahu mengapa, ia merasa ada yang janggal di antara Chanyeol dan Hwayoung.

Sebelum bertemu dengan Joon Myun, saat masih berada di depan apartemen Chanyeol, Soo Jung duduk di dalam mobilnya dan mencari nama Hwayoung di internet dengan ipadnya. Setelah mengecek hasil search yang keluar, ia melihat sebuah blog dan di situ ada foto Hwayoung. Dan ada kalimat, My Princess, My Everything, My Life is just for you my lovely daughter. Hadiah terbesar dalam hidupku. Park Shin Hye Saranghae…

Kemudian dia terus menggeser scroll ke bawah untuk membaca seluruh isi blognya. Ada kata-kata yang membuatnya terkejut, F*** Sh*** PCY. Dan ada beberapa kalimat curse lainnya yang selalu ada hastag PCY. Dan akun instagram milik Hwayoung semuanya berisikan foto putrinya dan dirinya. Dari 315 foto yang telah dipost, satupun tidak ada foto milik Chanyeol. Apalagi bio di akun instagramnya yang ditulis dengan bahasa inggris yang berarti sendiri mengajarkanmu banyak hal, sendiri menjadikanmu kuat.

“Siapa katamu?” tanya Joon Myun yang takut salah mendengar nama yang disebutkan adiknya.

“Hwayoung, Ryu Hwayoung. Apa ada?”

“Ada, dia anak buahku. Wae? Kau mengenalnya?”

“Ya, tau saja”

Joon Myun mendelik saat Soo Jung menjawab. Ia merasa ada sesuatu antara Hwayoung dan adiknya.

“Ada apa dengan Hwayoung? Kenapa raut wajahmu seperti itu?”

Soo Jung menghela napas dan akhirnya bicara.

“Sebenarnya, baru kali ini, setelah sekian lama, jantungku kembali berdetak saat melihat seorang pria. Pria itu bekerja di Cofee Shop ku. Dia menutupi identitasnya yang ternyata sudah menikah dan punya anak. Aku baru mengetahuinya hari ini, saat melihat mereka bertiga. Dan sa-…” belum sempat Soo Jung menghabiskan kalimatnya Joon Myun langsung angkat bicara.

“Dan ternyata istri pria itu adalah Hwayoung. Suaminya bernama Park Chanyeol”

Soo Jung sangat terkejut saat oppanya menyebut nama Park Chanyeol.

“Jangan pernah jatuh cinta dengan laki-laki brengsek sepertinya. Pecat dia!” perintah Joon Myun yang langsung berdiri meninggalkan Soo Jung.

Soo Jung mengejarnya dibelakang dan mencegatnya memasuki mobil.

“Apa maksud oppa Park Chanyeol brengsek?”

Ia terus menarik tangan oppanya agar tidak bisa masuk ke dalam mobil dan memaksanya untuk menjelaskan maksudnya, hingga akhirnya Joon Myun terpaksa berbicara.

“Mereka menikah karena kesalahan laki-laki ingusan dan brengsek bernama Park Chanyeol, yang meniduri Hwayoung hingga ia mengandung anaknya. Kau mengerti sekarang? Park Chanyeol laki-laki brengsek!”

Tak tergambar lagi raut wajah Soo Jung saat mendengarnya. Tidak percaya, shock, dan sakit hati, semuanya berkacamuk di hatinya.

“Mungkin saja Hwayoung itu perempuan yang tidak benar, makanya semuanya terjadi. Apakah oppa mendengar ceritanya secara jelas atau sepotong-sepoong?” dengus Soo Jung.

“Jangan pernah mengatakan apapun tentang Hwayoung. Kau tidak tahu apapun tentangnya. Dan oppa tidak akan segan-segan jika kau mengatainya. Dia perempuan baik-baik yang menanggung bebannya sendiri. Kau tidak tahu betapa menderita hidupnya memiliki suami yang kenak-kanakan dan terus dalam ikatan pernikahan walau tanpa cinta”

“Dari mana oppa tahu? Dari mana oppa bisa yakin? Kalau dia gadis baik-baik?”

Joon Myun melepaskan tangan adiknya yang memegang lengan kirinya.

“Aku tidak pernah salah dalam mencintai orang. Aku selalu mencintai yang tepat”

Joon Myun memasuki mobilnya yang menguncinya agar Soo Jung tak bisa membukanya. Berkali-kali Soo Jung mengetuk kacanya, namun ia langsung menekan gas dan meninggalkannya.

Shit!” umpat Soo Jung.

“Oppa menyukainya?” batinnya.

***

@Neverland

Jika dilihat sekilas, keluarga kecil milik Chanyeol terlihat sangat harmonis. Dibalik semua permasalahan yang ada di kehidupan mereka, hari ini tampaknya hal tersebut tak ada. Senyum lebar terus terpancar di wajah mereka. Entah mengapa Chanyeol terlihat seperti seorang ayah yang sesungguhnya saat ini, seorang ayah yang sangat mencintai dan menyayangi keluarganya. Tak dilepasnya tangan Shin Hye dan Hwayoung sedetikpun, seakan-akan takut kehilangan mereka. Matanyapun tak selepas dari mereka, ia terus menatap Hwayoung yang menjelaskan tentang kota Seoul yang tampak saat menaiki biang lala. Sesekali Hwayoung menyelipkan rambutnya ke belakang kupingnya, hatinya berdebar saat itu dan kembali mengingat kejadian dua hari yang lalu.

Flashback

Tiga orang suruhan Joon Myun telah membawa Chanyeol ke sebuah hotel. Mereka menyeretnya dengan paksa, berkali-kali ia mencoba melawan, tetapi sia-sia, tubuh mereka bak binaraga susah untuk dikalahkan.

            “Lepaskan!” perintah Joon Myun yang duduk di sebuah kursi di depan meja yang bertuliskan CEO.

            “Apa tujuanmu membawaku ke tempat ini? Ingin memamerkan bahwa ini hotel milikmu?” Ejek Chanyeol yang membenarkan pakaiannya.

            Joon Myun bangkit dari duduknya, ia lalu berdiri dan menuju jendela yang sangat besar di ruangan tersebut. Ia melipat kedua tangannya lalu menatap kota Seoul yang dipancari sinar senja.

            “Ada dunia yang tidak kau sadari di sekelilingmu. Dunia yang penuh dengan kebahagiaan. Dia berada di atas telapak tanganmu, tetapi kau tidak dapat menggenggamnya, sehingga saat kau membalikkan tanganmu, dunia itu jatuh. Untuk itu aku akan menangkapnya dengan kedua tangannya, lalu menggenggamnya dengat erat agar tak terjatuh” kata Joon Myun.

            Chanyeol yang berdiri agak berjauhan tersenyum sinis.

            “Kau menyuruh orang untuk membawaku ke sini hanya untuk mendengar potongan-potongan puisi omong kosongmu?” ejeknya. 

            Joo Myun lalu berbalik dan bersandar di jendela serta melipat kedua tangannya di dada sambil tersenyum dengan sebelah bibirnya.

            “Bersiaplah, ah, sepertinya kau tidak perlu bersiap. Sepertinya hal ini yang sangat kau inginkan dari dulu. Aku mencitai Hwayoung dan juga menyayangi Shin Hye. Tugasku adalah membahagiakan mereka dan aku akan membawa mereka pergi jauh dari kehidupanmu sehingga kau tidak perlu merasa ada beban dan tanggung jawab atas mereka” ucap Joon Myun sambil berjalan ke arah Chanyeol.

            “Aku akan me-re-but-nya!” tegas Joon Myun tepat di hadapan Chanyeol.

Flashback End

***

Sebuah Maybach terparkir mulus di sebuah café bintang tiga. Seorang supir berjas hitam keluar untuk membuka pintunya. Turunlah seorang laki-laki tamapan yang berpostur tinggi dan kaki yang jenjang. Ia memakai kemeja yang dilipat lengannya dan kacamata berwarna hitam. Supir tersebut membungkuk hormat padanya. Laki-laki itu melangkahkan kakinya ke dalam. Ia memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela.

Seorang pelayan wanita mendekatinya, laki-laki itu membuka kacamatanya yang membuat pelayan wanita terkejut dengan ketampanan wajahnya.

“Sse-sse-lamat datang…” sapanya terbata-bata.

“Panggilkan bos kalian” perintahnya.

Tak berapa lama, bos pemilik ini turun dari ruangannya di lantai tiga.

“Ada yang bisa bantu?”  tanya laki-laki bernama Choi Seung Wan yang merupakan pemilik café.

Laki-laki itu mengeluarkan kartu namanya dari dalam dompet dan menyerahkan pada Seung Wan. Seung Wan membelalakkan matanya, ia terkejut dengan anak seorang konglomerat Kim Woo Bin sekaligus pengusaha muda di Korsel tiba-tiba datang ke cafénya.

“Anda yang bisa saya bantu tuan?”

“Bawa gadis yang bernama Yoo Ara kehadapan saya sekarang” perintahnya. Seung Wan menyuruh karyawan yang lain untuk memanggil Ara yang tengah mengantarkan makanan di lantai tiga. Berselang beberapa menit, salah satu karyawannya telah membawa Ara.

“Ada apa pak?” tanya Ara setelah membungkuk hormat pada Woo Bin dan Seung Wan.

“Kau layanin tuan ini” kata Seung Wan yang lalu berbisik pada Ara, “Dia tamu VVIP. Very Very Very Very Important Person. Ingat itu!”

Ara menjawab dengan mengangguk.

Annyeonghasimnika. Selamat datang. Nama saya Yoo Ara.”

Woo Bin terus menatap Ara yang memakai seragam pelayan yang berwarna coklat dan sepatu kets berwarna putih serta rambut yang di kuncir kuda.

“Baek Hyun menyukai gadis seperti ini? Heh!” batinnya yang mengejek selera Ara.

“Anda ingin pesan apa?” tanya Ara dengan senyumannya yang lebar demi tamu VVIP.

“Silahkan duduk!” pinta Woo Bin.

“Maaf, saya sedang bekerja. Jadi tidak diperbolehkan”

“Perlu aku panggilkan bosmu, supaya kau mau duduk?”

“Silahkan duduk!” pinta Woo Bin dengan nada suara lembut dan senyumannya.

Dengan terpaksa Ara duduk. Dia bisa melihat teman-teman rekan kerjanya terkejut melihatnya. Ia merasa tidak nyaman.

“Jadi kau yang bernama Ara” kata Woo Bin yang membuat Ara di hadapannya yang duduk tegak bingung, dari mana laki-laki tersebut mengetahui namanya.

“Sekarang saatnya menggunakan jurusku” batin Woo Bin.

“Seperti namamu kau sangat cantik” ungkapnya.

“Terima kasih” sahut Ara dengan raut  canggung.

Woo Bin terus menatap Ara dengan senyuman terbaiknya. Ia sengaja melakukannya, untuk membuat Ara malu. Ia sangat puas ketika seorang gadis tersipu malu dan merona saat melihatnya.

“Apa ada yang aneh dengan saya?” tanya Ara yang bingung ditatap terus.

“mmm….mmmm” Woo Bin menggelengkan kepalanya.

“Baru pertama kali aku melihat gadis imut sepertimu. Tentu saja aku tidak akan mengalihkan pandanganku” sambungnya.

“Cowok ganjen” batin Ara.

“Kalau begitu, anda ingin pesan apa?”

“Pesan semua yang diinginkan nona cantik di hadapanku sekarang, aku akan membayarnya”

Ara serasa akan muntah saat mendengarnya. Di dalam hatinya ia terus menggerutu karena benci dengan laki-laki yang memerkan kekayaan. Ia lalu memanggil temannya yang juga pelayan untuk memesan makanan.

Suasana semakin aneh bagi Ara, ia tidak nyama terus ditatap Woo Bin, laki-laki yang baru saja dikenalnya lebih dari satu jam lalu. Ia memutar-mutarkan kepalanya agar tak melihat Woo Bin.

Woo Bin lalu mengeluarkan handphonenya. Ia lalu menelpon seseorang.

Grrrt….grrrt….hp Ara di dalam saku celananya berbunyi. Ia lalu melihat layarnya, ada sebuah nomor tidak dikenal. Ia menolaknya. Tiba-tiba handphonenya bergeta dan yang muncul nomor yang sama. Lagi-lagi ia menolaknya. Hinggal berkali-kali mungkin hampir 20 kali ia terus mereject nomor tersebut.

Nuguseyo?” Ara menjawab telpon dengan nada kasar serta raut wajahnya yang cemberut.

Wae geurae? Kenapa mukamu masam seperti itu?”

Micheoso? Nuguya?” lagi-lagi Ara mengeluarkan suaranya yang nyaring.

“Dibibir sebelah kananmu ada kotoran” kata suara laki-laki diseberang.

Ara berdiri melihat sekelilingnya, sepertinya yang menelpon berada di dekatnya. Lalu ia menoleh ke Woo Bin yang memegang handphone di tangan kanannya di kupingnya.

Micheoso?” kata Woo Bin membalikkan perkataan Ara tadi tapi dengan nada yang hampir tertawa.

Ara sangat terkejut, ia bahkan tidak bisa duduk saat Woo Bin menyuruhnya. Yang ada di kepalanya sekarang adalah bagaimana Woo Bin bisa mengetahui nomor telponnya.

“Duduk” pinta Woo Bin sambil memegang tangan kiri Ara dengan lembut.

“Kau stalker?” tanya Ara dengan mata melotot dan menghempaskan tangan Woo Bin.

Woo Bin tertawa terbahak-bahak saat Ara mengatakan dirinya stalker.

Ps-Ps-Psycho?” tanyanya lagi dan membuat Woo Bin makin tertawa keras hingga seluruh isi café melihatnya.

“Mungkinkah…mungkin kah…” Ara lalu mendekatkan dirinya ke hadapan Woo Bin, hingga jarak wajah mereka hanya beberapa centi saja. Woo Bin melihat dengan jelas wajah Ara saat itu.

“Mungkinkah…kau orang yang ingin membeli lahan pear kakekku?” ucap Ara berbisik.

Aniyo…” jawab Woo Bin dengan nada yang sama dengannya.

Ara lalu tersenyum lebar dan duduk dengan lega.

“Ah, untung saja. Kalau benar sudah ku tendang selangkanganmu. Kalau begitu dari mana kau mengetahui namaku dan nomor handphoneku? Hmmm, apa aku seterkenal itu? Benarkah?” wajah Ara berbinar-binar.

“Sayangnya tinggiku hanya 163 cm. Coba saja tubuhku tinggi dan sebagus Uee. Pasti aku akan terkenal. Yah, tapi untungnya aku imut. Iyakan?”

Makanan yang telah dipesan Ara tadi telah tiba. Meja hampir tidak muat menampung seluruh pesanannya.

“Kau menyuruhku makankan?” tanya Ara.

“Hmmm” jawab Woo Bin.

Ara lalu mengambil sumpit untuk memakannya. Ara juga menaruh makanan untuk Woo Bin.

“Ayo dimakan…”

“Kau sudah bersikap tidak hormat padaku” kata Woo Bin.

“Benarkah? Haruskah aku melaporkanmu ke polisi dengan tuduhan mengambil data pribadi dan menjadi seorang stalker? Tidakkan? Umurmu juga sepertinya tidak jauh dariku. Apa karena kau kaya lalu aku harus takut? Karena aku duduk, maka sekarang posisiku sama denganmu yaitu tamu. Saat aku berdiri baru posisiku berubah. Ayolah! Come on! Kau tidak seperti Goo Jun Pyo kan?” jelas Ara sambil terus makan.

“Ayo makan” sambungnya.

Karena kesal melihat Woo Bin yang hanya diam saja, akhirnya Ara menyuapinya.

“Kau tidak boleh seperti itu, ada makanan di hadapanmu tapi tidak kau makan. Kau tahu betapa banyak orang yang kelaparan di luar sana. Betapa banyak orang yang mati kelaparan. Untuk itu, berterima kasih pada Tuhan dan makanlah…”

Mendengar perkataan Ara, Woo Bin mengambil sumpitnya dan mulai memakannya.

Setelah selesai makan, ternyata masih banyak makanan yang belum tersentuh, Ara tidak sanggup untuk menghabiskannya lagi. Untuk itu dia ke belakang untuk mengambil beberapa tempat untuk menaruh makanan tersebut.

“Untuk apa?” tanya Woo Bin yang memasukkan kartu atmnya ke dalam dompet.

“Sayang dibuang”

“Kalau begitu sampai jumpa lagi nona cantik Yoo Ara” kata Woo Bin sambil memukul pundak Ara dengan lembut. Tiba-tiba Ara menarik lengannya.

“Ini, jalan sedikit lurus dari sini, kemudian belok kiri, di seberang jalan sebelah kanan ada panti asuhan namanya Sarang Bit, tolong antarkan ke sana”

“Aku?” tanya Woo Bin menunjuk dirinya.

“Iya, soalnya aku sedang bekerja, tidak boleh keluar. Dan baru selesai nanti malam. Bisa basi makannya”

“Ini…” Ara menyodorkan  dua buah kantung.

Woo Bin tersenyum, “OK!”

Woo Bin menuju mobilnya dan memasukinya saat supirnya membuka pintu. Ia lalu memerintahkannya untuk berhenti di sebuah panti asuhan. Ia menatap dua kantung yang diberikan Ara tadi dengan tersenyum.

***

@Ara’s House

Ibu Hwayoung dan ketiga adiknya, serta neneknya menggeser sedikit pintu dengan pelan agar tidak ketahuan mereka sedang menguping. Mereka penasaran, lantaran sekitar pukul 5 sore, Baek Hyun datang dengan pakaian yang sangat rapi, membuat seluruh isi rumah Ara terkejut. Apalagi neneknya, Baek Hyun datang dan meminta untuk bertemu dengan kakeknya Ara.

“Saya benar-benar mencintainya, Harabeoji…” kata Baek Hyun yang duduk degan melipat kedua kakinya dan membungkuk.

“Kapan dan mengapa?” tanya Harabeoji dengan nada komandan, maklum saja beliau mantan tentara.

“Sejak pertama kali saya jumpa dengannya di pernikahan Hwayoung-ssi. Dia berbeda dengan gadis lainnya. Susah untuk dijelaskan. Tapi, saya benar-benar mencintainya”

“Kalau begitu kau harus membuktikannya. Apakah kau bersedia?”

“Bersedia” jawab Baek Hyun tanpa berpikir sedetikpun.

“Hari minggu ini, ikut saya ke Gyeongju. Apa kau siap untuk tinggal disana selama 10 hari? Kau bisa mundur sekarang juga”

Animnida. Saya siap” ucap Baek Hyun sangat serius.

***

Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Seluruh keluarga besar Ara sudah berkumpul di meja makan.

“Aku pulang…” terdengar suara Ara di depan pintu. Ia cepat-cepat masuk karena mencium aroma kimchi jigae.

Imo…se-..” Ara berhenti berbicara sejenak saat mendapati Baek Hyun yang sedang makan malam bersama keluarganya.

“Sedang apa kau di sini?” bentak Ara pada Baek Hyun.

“Kenapa seperti itu cara bicaramu pada calon suamimu?” kata bibinya.

Mwo? Calon suami?”

“Dia akan melakukan tes selama 10 hari, agar Harabeoji tahu, dia layak atau tidak bersamamu” sahut Harabeoji.

Ara menatap Baek Hyun dengan tajam, tapi yang ditatap malah senyam-senyum sendiri.

“Ayo dimakan Byun seobang…” kata paman Ara sambil menaruh beberapa potongan daging dalam mangkuk nasi Baek Hyun.

Ara hanya bisa pasrah, kehabisan kata-kata dan terduduk lemas melihatnya.

***

Woo Bin merebahkan badannya sejenak di atas kasur dan menatap jam digital yang menunjukkan 21.45. Satu per satu ingatannya mengenai Ara datang. Ia seakan mendengar Ara berbicara di dekatnya dan tersenyum padanya. Tubuhnya yang tinggi memenuhi kasur. Ia mencoba menutup matanya, namun tidak bisa. Dilepaskannya kemeja yang dikenakan hingga terlihatlah badannya yang six-pack. Mengambil piyama dan menaruhnya di bahu lalu menuju veranda.

Pertemanan Woo Bin dan Baek Hyun banyak menjadi pertanyaan banyak orang. Mereka terkadang terlihat dekat, terkadang juga terlihat seperti musuhan. Sebenarnya, mereka berteman hanya karena perusahaan Byun Resident milik ibunya Baek Hyun bekerjasama dengan perusahaan Pallace Resident milik ibunya Woo Bin. Sehingga mereka harus berpura-pura berteman dihadapan mereka.

Persaingan-persaingan mulai terjadi sejak SMP. Mulai dari persaingan ketampanan, fashion, pelajaran, bahkan soal wanitapun menjadi persaingan bagi mereka. Tidak bisa ditentukan siapa pemenangnya. Mereka sama-sama tampan dan ulzzang dan memengkan hati wanita manapun tanpa mengenal usia.

Alasan yang mudah ditebak, mengapa ia mendekati Ara, semata-mata hanya karena persaingannya dan Baek Hyun.

Woo Bin tersenyum saat mengingat semua yang terjadi diluar dugaannya. Jurus mautnya adalah memuji seorang wanita dengan killer smile, maka wanita manapun pasti akan tersipu malu dan mulai terlihat salah tingkat. Kemudian berkata sesuatu yang cheesy dan romantic sambil terus menatap wajahnya, tanpa mengalihkan pandangan sedetikpun, terus menatap tepat di matanya. Selanjutnya kembali memuji sang wanita, saat-saat inilah yang sangat penting, dengan mata dan senyumnya ia akan menunjukkan bahwa ia telah jatuh cinta. Langkah selanjutnya, meminta handphone sang wanita dengan alasan untuk mengirim pesan, sebenarnya ia menuliskan nomornya. Terakhir tinggal menunggu saja, wanita tersebut pasti akan mengirim pesan padanya. Tahap lanjut, berkencan, setelah puas selama seminggu, maka akan diputuskannya.

Semua hal tadi selalu berhasil dilakukannya, tapi tidak dengan Ara. Ia malah telihat seperti stalker atau psycho di hadapan Ara. Baru kali ini ia menemui seorang gadis sepertinya. Seorang gadis yang tidak mempedulikan rayuannya, seorang gadis yang tidak melihat ketampanannya, seorang gadis yang tidak jatuh dalam perangkapnya, seorang gadis yang memperlakukannya seperti orang biasa. Dan dua hal yang bisa dirasakannya dari sosok Ara yaitu kehangatan dan membuat jatungnya berdebar.

“Seperti inikah fall in love at fist sight?” batinnya.

***

Menikmati hari bersama Hwayoung dan Shin Hye, membuat Chanyeol sangat bahagia. Setelah mengantarkan Shin Hye ke rumah orang tua Hwayoung, karena besok ibunya Hwayoung akan mengajak Shin Hye ke Jeonju bersama dengan Halmeoni karena ada acara pernikahan teman ibu Hwayoung di sana, sekalian mengajak Shin Hye berjalan-jalan, walaupun ia harus libur sekolah selama dua hari.

Chanyeol mengantar Hwayoung ke subway station. Hwayoung harus kembali ke Ilsan karena harus bekerja. Udara malam yang dingin menusuk ke tulang, Hwayoung sesekali mengusap tangannya yang kedinginan.

“Ini…” Chanyeol menaruh jaket yang dipakainya di pundak Hwayoung.

“Nomor berapa?” tanyanya yang melihat Hwayoung melihat tiketnya.

“23…”

Mereka duduk bersebelahan, tetapi tanpa sepatah katapun. Hwayoung terdiam memikirkan sesuatu, begitu juga dengan Chanyeol.

“Kereta tujuan Ilsan…” pengumuman tentang kereta tujuan Ilsan telah tiba terdengar oleh Hwayoung yang telah berdiri menunggu datangnya kereta.

“Keretanya sudah datang. Aku pulang dulu” kata Hwayoung sambil mengembalikan jaket milik Chanyeol.

“Hati-hati…” ucap Chanyeol yang langsung pergi meninggalkan Hwayoung yang masuk ke dalam kereta.

Pintu kereta telah tertutup, Hwayoung dapat melihat punggung Chanyeol yang berjalan menjauhinya tanpa membalikkan badannya.

Annyeong, nae sarang (selamat tinggal cintaku)…” bisiknya.

 

To Be Continue…

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


“A WAY” : TO FORGET (TRILOGY)

$
0
0

“A WAY”

—TO FORGET—

img_2347

Title : “A WAY” : TO FORGET (TRILOGY)

Author : Freelance/Zircon FD

Lenght : Oneshot +5200words (including author chit chat)

Genre : angst, romance

Rating : PG 13, teen

Main Cast : Wu Yi Fan (Kris Wu)

Kim Hee Jin (OC)

Park Chan Yeol (Chan Yeol EXO-K)

Support Cast : Song Min Jung (OC)

Disclaimer       : Plot original dari pemikiran saya. Mungkin cerita ini terkesan gaje yah. Jadi  harap dimaklumin. Jika ada kesamaan cerita dan nama yang pernah kalian temuin, itu secara gak sengaja. Namanya juga manusia, pasti pemkirannya gak jauh-jauh banget bedanya.

Warning          : Penggunaan diksi dan istilah yang gak beraturan, typo juga bertebaran   dimana-mana.

 

Pertama-tama makasih buat admindeul yang mau ngepost FF aku. Jeongmal kamsadeurigoyo!

Ini FF trilogy pertama aku, so keep read it till the 3rd, Ok!

Oh ya FF ini udah pernah di post di personal blog aku.

Zircongalaxy.wordpress.com.

Leave your review, please.

 

 

ӁӁӁӁӁӁӁ

 

“A WAY”

—TO FORGET—

 

 

 

Stiletto 8cm berwarna mocca itu menghentikan lajunya, tepat di depan sebuah cafe dengan handle pintu berbentuk huruf D besar itu. Tentu saja bukan hanya sepasang sepatu saja yangberada di sana. Tapi turut hadir pula sang pemakai high heels tersebut. Seorang gadis dengan tampilan simple, skirt5cm di atas lutut berwarna senada dengan stilettonya, dengan atasan berwarna putih tulang melekat pada badan gadis itu membentuk sebuah lekuk yang semestinya. Menampilkan gaya sederhana tapi tak mengurangi kecantikan alami dari gadis bernama Kim Hee Jin ini.

 

Mata beriris coklat milik gadis  itu memandang gamang ke arah pintu masuk caffe tersebut. Hati dan pikirannya mulai ragu untuk sekadar mendorong pintu kaca itu terbuka.

 

‘Hari ini semua harus berakhir’ batin gadis itu mengikis kegamangannya.

 

 

Triiing…..

 

 

Tepat setelah sang gadis mendorong pintu kaca itu, sebuah lonceng kecil yang tergantung di atas pintu berbunyi menyambut kedatangan sang gadis. Iris matanya mulai berkeliling ke seluruh sudut caffe, mencari sosok yang sekitar sejam lalu menginstruksinya untuk datang ke caffe ini melalui pesan singkat yang ia kirimkan. Bola matanya tak lagi sibuk mencari sosok seseorang itu tatkala mata lebar gadis ini menemukan seorang pria dengan kemeja kotak-kotak hitam mengangkat tangannya, menandakan lelaki bersurau coklat madu itu telah menunggunya.

 

Tak…tak…tak

 

Suara stiletto dan lantai yang beradu menjadi backsound saat gadis itu memperpendek jaraknya dengan meja yang di tempati lelaki berparas Chinese itu. Tepat di hadapan lelaki itu Hee Jin menempatkan diri. Menyamankan posisi duduknya dengan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Menyilangkan kaki dengan tangan dilipat di depan dada adalah posisinya saat ini.

 

“Kau terlambat 10 menit Jin.” tutur lelaki yang akrab dipanggil Kris ini tanpa melepas pandangannya pada ice coffee yang terhidang di mejanya.

 

“Hanya 10 menit dan kau sudah menggerutu. Lalu bagaimana denganku yang menunggumu selama 2 jam? Bahkan menunggumu meski kau tak datang.” ucap sang gadis membalik keadaan. Kris hanya tersipu sembari memamerkan deretan gigi putih nan ratanya. Lalu bagaimana dengan Hee Jin? Hal sebaliknya terjadi pada Hee Jin, tak sedikitpun senyum terkembang di wajah cantiknya itu.

 

 

Seoul, 23 2013

Ddrrttt… drrrrttt…ddrrrttt… dddrtttt….

 

Getaran di saku gadis berkuncir satu itu cukup mengganggu aktivitasnya yang kala itu tengah menyelesaikan tugas matematika yang harus ia kumpulkan esok hari, pagi-pagi sekali. Dengan perasaan sedikit kesal ia menatap layar ponselnya itu. Perubahan ekspresi kentara sekali terlihat di wajahgadis itu. Seulas senyum mewarnai parasnya.

 

Temui aku di taman seperti biasa. Jam 9pm. Okay!

Aku menunggumu.

 

Kira-kira seperti itulah pesan yang dikirim seseorang dengan nama kontak우리크리스 itu. Hee Jin—gadis itu— melirik jam dinding yang tertempel di kamarnya itu. 08.42 pm.

 

“Haaa… sebentar lagi jam 9. Bagaimana ini?” ujar Hee Jin kelabakan karena waktu tengah memburunya.

 

Dengan sepatu sneaker berwarna merah darah, dipadukan dengan jeans panjang menutupi seluruh kaki jenjangnya ditambah lagi hoodie putih yang menempel sebagai atasannya membuat gadis ini menampilkan kesan casual dari dalam dirinya. Gadis itu berjalan menyusuri jalanan di antara pepohonan yang bergoyang tertiup angin malam di taman itu. Sesekali Hee Jin harus menggosok-gosok pangkal lengannya sekedar mengusir rasa dingin di awal musim semi ini.Matanya tak hanya diam, tapi sibuk mencari sosok lelaki bernama Kris itu di sekeliling taman.

 

“Huufftt… kemana perginya tiang listrik itu. Dia bilang dia menungguku. Apa kau yakin dengan ucapanmu Kris Wu?” gerutu gadis itu dengan nafas yang mengepul dari celah-celah bibirnya.

 

“Hey, ayolah. Apa dia tidak tahu kalau ini dingin.” gerutunya lagi bertambah sebal. Pasalnya sudah hampir 1 jam ia menunggu, tapi bahkan ujung rambutnyapun tak nampak di sini. Entah sudah keberapa kalinya Hee Jin melirik jam tangan bermotif menara eiffel di pergelangan tangan kirinya.

 

Waktu menunjukkan pukul 11.08 pm, dan baru saat inilah Kris muncul. Rambutnya berantakan, nafasnya tersengal. Kemungkinan terbesar saat ini adalah Kris baru saja berlari untuk mencapai tempat ini. Mata Hee Jin terlalu lelah untuk membuka lebar, rasa kantuk yang menyerangnya beberapa waktu lalu membuat matanya sembab.

 

“Oh, Hee Jin mianhae. Aku membuatmu menunggu terlalu lama. Apa kau baik-baik saja?” tanya Kris khawatir.Bukannya marah, Hee Jin malah menanggapinya dengan senyum tulus dari bibir tipisnya.

 

“Gwaenchanha… di sini menyenangkan.” timpal Hee Jin berdusta. Kris memegang tangan Hee Jin, ia begitu terkejut ketika mendapati tangan Hee Jin sudah sedingin es.

 

“Apanya yang kau bilang tidak apa-apa? Sebentar lagi bahkan kau akan menjadi balok es.” kata Kris sembari menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya pada tangan Hee Jin.

 

.

 

.

 

Saat ini Hee Jin tengah berada di punggung Kris. Menikmati kehangatan dan kenyamanan yang dibuat oleh punggung Kris. Setidaknya Kris masih merupakan lelaki yang bertanggung jawab, ia tidak membiarkan seorang gadis yang menunggunya lebih dari dua jam berjalan dengan kaki mungilnya itu.

 

“Apa kau tidak ingin tahu kenapa aku terlambat?” tanya Kris membuka pembicaraan setelah beberapa saat tadi tercipta keheningan di antara keduanya.

 

“Aniyo.”

 

“Aku menemani Min Jung berbelanja.” ujar Kris tanpa diminta Hee Jin.

 

Hati Hee Jin terasa mencelos mendengarnya. Min Jung, alasan utama Kris terlambat menemuinya. Padahal Kris sendiri yang berjanji. Dan ini juga sebabnnya Hee Jin tidak Ingin mendengar alasan Kris terlambat. Tapi ia tak berhak marah, ia menyadari betul posisinya.“Aku kan  sudah bilang tidak mau tahu alasanmu.” tutur Hee Jin masih mengalungkan tangannya di leher Kris.

 

 

Seoul, 04 2013

 

Jin… temui aku di taman. Jam 09.00 pm. Aku menunggumu! ^.^

 

 Lagi, pesan seperti ini lagi-lagi muncul di layar smartphone Hee Jin. Pengirimnya? Siapa lagi kalau bukan lelaki bernama lengkap Wu Yi Fan itu. Dan lagi-lagi Hee Jin menampilkan senyum menawannya saat membaca pesan yang terkirim sekitar 3menit yang lalu itu. Seperti biasa tanpa harus diperintah dua kali lagi Hee Jin akan dengan senang hati menuruti instruksi lelaki jangkung itu.

 

09.00 pm

 

Dan seperti biasa pula tak nampak batang hidung Kris , bahkan tak nampak sedikitpun tanda-tanda ada orang yang mendatangi taman ini malam-malam —kecuali Hee Jin tentunya. Dengan sabar Hee Jin menunggu, tak mempedulikan sudah berapa lama waktu yang ia lewati hanya untuk menunggu seseorang bernama Kris.

 

 

BRESSS…

 

 

Tiba-tiba saja hujan turun tanpa di duga, tapi hal itu tak membuat Hee Jin beralih dari posisi duduknya, bahkan sekedar untuk berteduh di bawah pohonpun tidak.

 

 

Keesokan harinya, Kris mendatangi kelas Hee Jin. Tapi ia tak melihat sosok Hee Jin di antara teman-teman kuliahnya.“Young Ran-ah! Apa kau melihat Hee Jin?” panggil Kris sekaligus langsung menanyai teman sejurusan Hee Jin.

 

“Ani. Sejak kelas dimulai Hee Jin memang tidak ada. Mungkin dia tidak masuk. Kenapa kau tidak hubungi saja dia.”

 

“Emmh.. baiklah kalau begitu. Gomawo.”

 

 

Kris mengotak atik smartphonenya mencari kontak Hee Jin di dalam sana.

 

“Jin-ah, neo eodiseo?” tanya Kris to the point setelah sambungan telepon yang dibuatnya mendapat jawaban.

 

“Keokjeongma… aku sedang tidur di rumah.”  jawab Hee Jin dari balik line telepon. Suaranya serak, parau. Khas suara orang sakit.

 

“Kenapa dengan suaramu? Apa kau sakit?” tanya Kris lagi intensive.

 

“Sudah jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja.” tuturnya masih dengan suara parau.

 

Setelah sambungan telepon terputus Kris langsung melesat menuju rumah Hee Jin. Rumah yang terletak tepat di sebelah kanan rumah Kris. Dan, yaah, hal yang didapati Kris adalah Hee Jin yang tengah tergolek tak berdaya di tempat tidurnya. Wajahnya seperti bulan kesiangan, keringat mengalir dari pelipisnya.

 

 

“Jin-ah…..” panggil Kris lirih takut mengganggu Hee Jin. Sedikit terkejut dengan kedatangan Kris, Hee Jin langsung bangun dari tidurnya.

 

“Oh, Kris. Sejak kapan kau di situ?” tanya Hee Jin dengan suara paraunya.

 

“Babo! Seharusnya kau pulang saja. Atau setidaknya cari tempat untuk berteduh. Kenapa menungguku? Kau tahu, aku tidak jadi datang semalam karena Min Jung sakit.” tuturnya.Tanpa Kris sadari alasan yang dilontarkan Kris barusan semakin menambah rasa sakit yang di derita Hee Jin saat ini. Min Jung, Min Jung, dan Min Jung. Selalu saja Min Jung. Sebegitu pentingnyakah Min Jung bagi Kris?

 

 

‘Selalu saja Min Jung. Apa kau tak pernah sekali saja hanya memandangku? Aku berharap kau tidak pernah mengucapkan itu, Kris.’

 

Tapi sekali lagi, Hee Jin tahu betul posisinya.

 

 

 

Keduanya belum mau memecah keheningan yang menyelubungi mereka. Kris, masih sibuk dengan ice coffee miliknya. Lelaki itu masih menggigit-gigit sedotan hijau yang menjadi penghubung bibir pink miliknya dengan cairan dingin berasa pahit manis itu, sesekali ia menyesapnya.

 

 

“Hey, ayolah. Kau memintaku kemari hanya untuk menyaksikanmu meminum minumanmu itu?” akhirnya Hee Jin berucap dengan nada sedikit kesal.

 

“Selama tiga hari ini kau tidak menemuiku, apa kau tidak merindukanku? Setidaknya berpura-puralah kau merindukanku. Aku merindukanmu Kris , benar-benar merindukanmu. Apa kau tak bisa mengucapkan hal seperti itu?” ujar Kris seraya menirukan gadis-gadis yang merengek merindukan kekasihnya.

 

“Jangan konyol.” ketus Hee Jin.

 

Tak ada lagi percakapan setelah itu, kembali hening. Hanya suara yang berasal dari pengunjung lain yang memenuhi ruangan ini. Lamat-lamat Hee Jin mengamati setiap senti—lebih tepatnya tiap mili—komposisi penyusun kesempurnaan wajah Kris yang kurang dari dua jam lagi akan ia tinggalkan. Entah dalam kurun waktu yang lama atau sebentar. Yang jelas ia tidak akan melihat wajah tampan Kris ini untuk sementara waktu, atau bahkan Hee Jin ingin meninggalkannya selamanya. Meningggalkan pula rasa sakit yang Kris beri untuknya beserta seluruh kenangan yang pernah mereka buat bersama.

 

 

Bibir berwarna merah jambu, hidung mancung, mata beriris hitam dengan sedikit warna coklatnya, garis wajahnya yang tegas, alis tebal dengan kesan tegas menambah kesempurnaan parasnya. Oh jangan lupakan tentang kulitnya yang seputih susu, tanpa cela. Membuat setiap orang yang melihatnya akan berpikir ‘betapa beruntungnya lelaki itu’. Kerap kali Hee Jin berpikir saat melihat body piercing di telinga kanan dan kiri Kris ‘Apakah ia tidak merasa sakit saat sebuah alat menusuk dan melubangi telinganya?’  setidaknya pemikiran-pemikiran sederhana seperti itulah yang sering hinggap di otak Hee Jin. Pikiran sederhana yang cukup untuk mengingat keberadaan Kris. Hey—ayolah, Kris bahkan tak memikirkan Hee Jin, lalu kenapa ia harus memikirkan Kris setiap waktu?

 

 

Untuk saat ini dengan mati-matian Hee Jin harus menahan agar air matanya tak meluncur melewati pipi mulusnya. Ia tak mau itu terjadi. Yaah meski terlalu sakit untuk ia tahan. Selama ini tiap harinya ia habiskan dengan Kris. Tak seharipun ia lewatkan tanpa bertemu Kris. Baginya Kris sudah seperti oksigen yang memenuhi paru-parunya. Jadi bagaimana bisa ia akan meninggalkan Kris?

 

“Kau kemana selama tiga hari ini? Kau tidak masuk kuliah, tidak menjawab telepon, bahkan tidak membalas pesanku.” kali ini giliran Kris yang memecah keheningan.

 

“Aku sibuk.” balas Hee Jin singkat, tersirat nada ketus di dalamnya.

 

“Kau berbeda hari ini Jin. Kau… terlihat lebih dingin. Ahh.. entahlah itu hanya perasaanku saja.” ujar Kris kembali menyesap ice coffe yang tersisa. Hee Jin sedikit terkejut dengan penuturan Kris. Ini berarti Kris telah menangkap perubahan sikap yang ditunjukkan Hee Jin.

 

“Tidak. Aku tidak berubah. Aku Hee Jin. Hanya kau saja yang tidak menyadarinya.” balas Hee Jin masih dengan nada ketusnya.

 

“Tidak. Kau berubah Jin. Kau mengacuhkanku, kata-katamu terdengar ketus. Is there something bothering you?” tanya Kris menatap lekat Hee Jin.

 

“Tidak.”

 

‘Iya. Sesuatu menggangguku Kris. Kau, yang menggangguku.’

 

“Apa ada yang salah denganmu Jin?”

 

“Tidak.”

 

‘Iya. Banyak hal yang salah Kris. Dari awal hubungan kita sudah salah. Ditambah lagi perasaan ini. Perasaan ini…terlalu salah. Ya, ini salahku, karena aku mencintaimu.’

 

“Apa kau sakit?”

 

“Tidak.”

 

‘Iya, aku sakit. Bukan hanya fisikku yang sakit. Tapi hatiku, hatiku sudah terlalu sakit hingga aku hampir tak sanggup menahannya. Tubuhku, hatiku, otakku semuanya sakit.’

 

“Kau berubah, jelas sekali terlihat. Hee Jin yang ku kenal tidak seperti ini. Tak pernah ada nada ketus dalam ucapannya. Ia tak pernah membiarkan wajahnya terlihat tanpa senyum, kau bukan Hee Jin yang ku kenal.” ungkap Kris masih menatap lekat Hee Jin.

 

Yah, memang benar yang diutarakan Kris. Hee Jin tak kan pernah melepas senyuman saat bersama dengannya. Apapun yang Kris lakukan Hee Jin hanya akan menguntai seberkas senyum tulus. Tapi kini entah hilang kemana.

 

“Oh, ayolah. Jangan membahas tentang ini. Kau menyuruhku datang ke sini, menyita waktuku, dan semua hanya untuk ini. Oh, come on Kris, kau tahu? Aku sedang sibuk.”  tukas Hee Jin masih dengan nada yang sama. Tak terdengar keramahan yang mengoar dari ucapan Hee Jin.

 

“Sibuk? Sibuk dengan Park Chanyeol maksudmu?” Kris menerka dengan menyisipkan nada sinis pada perkataannya.

 

“Ini tidak ada hubungannya dengan Park Chanyeol.”

 

“Tidak. Ini pasti ada hubungannya dengan Park Chanyeol. Semenjak kau dekat dengannya kau―”

 

“Sudah ku bilang ini bukan karena Park Chanyeol.”

 

“Ini karena Park Chanyeol.” Kris masih keukeuh dengan pendapatnya itu.

 

“Wu Yi Fan! Sudah kubilang ini bukan karena Park Chanyeol!” kata Hee Jin sedikit berteriak. Cukup untuk membuat pengunjung caffe menoleh ke arah mereka.

 

“Ch, Wu Yi Fan?? Bahkan kau tidak memanggilku Kris. Dan kau membentakku, di depan banyak orang?” Kris memicing, tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi.

 

Ini pertama kalinya Hee Jinmembentak Kris, selama hampir empat tahun bersama ini pertama kalinya. Biasanya Hee Jin tidak akan pernah marah dengan segala perbuatan Kris. Misalnya, saat kelas 3 SMA Kris pernah mematahkan tugas kerajinan seni yang Hee Jin buat dengan mengorbankan waktu tidurnya selama seminggu, tapi Hee Jin tidak marah. Ia hanya menganggap itu hanya sebuah kecelakaan. Pernah ia merelakan tugas matematika yang semalaman Hee Jin buat hanya untuk menyelamatkan Kris dari hukuman Park ssaem, meski pada akhirnya Hee Jin sendirilah yang harus dihukum. Tapi ia tak juga marah. Kris pernah menyobekkan tiket konser Big Bang yang ia beli dengan mengumpulkan uang sakunya selama satu setengah bulan. Lagi-lagi Hee Jin tidak marah. Dan Kris juga pernah menghilangkan formulir pendaftaran beasiswanya ke Jerman yang mati-matian ia dapat, dan sekali lagi Hee Jin tak pernah marah. Perlu di tegaskan sekali lagi, selama ini Hee Jin tak pernah marah pada Kris. Bukankah ia termasuk gadis yang sabar?

 

Oh, bukan.

Ia bahkan gadis yang terlalu sabar.

 

Tapi saat ini berbeda, Hee Jin menganggap Kris keterlaluan. Ia bahkan menyalahkan Chanyeol. Hey, jika kalian tahu Park Chanyeol itu orang yang terlampau baik. Mana mungkin ia yang menyebabkan Hee Jin berubah. Jika memang iya,Hee Jin pasti akan berubah menjadi sosok yang lebih baik. Ini semua kehendak Hee Jin. Tak ada yang mempengaruhinya. Ini semua murni keinginan Hee Jin agar bisa meninggalkan Kris tanpa penyesalan yang berarti. Dan ini juga cara Hee Jin agar Kris bisa membencinya, dengan begitu Hee Jin tidak akan mengharap apapun dari Kris karena Kris membencinya.

 

“Astaga Kris, dari mana pikiran bodohmu itu bisa muncul. Kita bertiga sudah bersama sejak SMA dan tak terjadi apa-apa kan? Lalu kenapa kau sekarang  malah melempar kesalahan pada Chanyeol?” Hee Jin mencoba kembali tenang.

 

“Ya kita memang bersama sejak SMA tapi baru-baru ini kau menjalin hubungan yang lebih dekat dengannya, dan kau mulai berubah.”

 

Oh My God, Kris. Harus berapa kali kubilang ini tidak ada hubungannya dengan Chanyeol. Ini semua karena aku….”

 

‘…mencintaimu…’

 

Sungguh, sesulit itukah mengatakan hal ini pada Kris? Atau memang sulit untuk mengungkapkan cinta pada orang lain. Ah, persetan dengan semua perasaan ini.

 

See. Kau tidak bisa memberikan alasan lain, kan? Itu berartimemang Chanyeollah penyebabnya.” Kris sampai saat ini masih kokoh dengan pendiriannya bahwa Chanyeol adalah penyebab semua ini.

 

“Hhhhhhh….” Hee Jin menghela nafasnya berat. Menutup matanya sekilas, lalu membukanya kembali.

 

“Hentikan Kris, aku tidak ingin berdebat denganmu.” tutur Hee Jin sembari membuang muka ke arah jalanan yang tampak dari kaca caffe.

 

“Aku juga tidak menginginkannya, tapi kau… yang memulainya.” Kris masih terus ngotot. Ikut membuang pandang ke view di luar cafe.

 

“Kris aku lelah. Mari hentikan semuanya di sini, saat ini.” pinta Hee Jin seraya menyugar rambut berwarna wine red miliknya.

 

Kris menautkan kedua alisnya, tanda tak mengerti dengan maksud ucapan Hee Jin. Tatapannya seakan berkata —apa-maksudmu?—

 

“Mari kita tidak saling berkegantungan, mari kita jalani hidup kita masing-masing. Jangan memintaku untuk menemanimu membeli hadiah yang bukan untukku. Jangan mengajakku bertemu di taman lagi. Aku sudah tak lagi merasa nyaman dengan itu. Mari kita akhiri semuanya.” jelas Hee Jin yang hanya disambut oleh tatapan tak percaya dari Kris. Sejurus kemudian pandangan mengejek menggantikan ekspresi yang dikeluarkan kris.

 

“Munafik! Akhirnya dirimu yang sebenarnya keluar, Kim Hee Jin. Ch, seharusnya sejak dulu aku percaya bahwa kau menjalin hubungan yang kita sebut sebagai ‘persahabatan’ ini hanya untuk bisa lebih dekat dengan Chanyeol. Karena kau tahu Chanyeol dekat denganku, karena kau tahu bahwa dengan dekat denganku kau akan lebih bisa mengorek informasi lebih dalam tentang Chanyeol. Ah, bodohnya aku selama ini telah tertipu oleh dirimu, Kim Hee Jin.” cela Kris.

 

Mworago? Siapa yang memberitahumu hal itu?” tanya Hee Jin tak percaya dengan tuduhan yang di alamatkan padanya.

 

“Min Jung. Kenapa? Kau kaget karena kedokmu terbongkar Jin?” tanya Kris mengeluarkan sebuah smirk di wajahnya.

 

‘Oh, lagi-lagi wanita itu’

 

Whatever she say, whatever you say. I don’t care it’s all up to you Kris. Seberapa keraspun aku menyangkal kau tidak akan percaya.”

 

“Memang tidak ada yang perlu disangkal.”gadis berbulu mata lentik ini menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit yang tak kunjung berkurang meskipun ia telah mati-matian menahannya.

 

‘Tidak, aku tidak boleh menangis. Kim Hee Jin, bukankah ini yang kau mau? Bukankah kau berharap Kris  membencimu? Setidaknya kau berhasil karena wanita bernama Min Jung itu. Oh, shit. Aku benci kebenaran ini.’ batin Hee Jin terus bergaung.

 

Okay, what do you want now, Kris?” tanya Hee Jin mencoba menetralisir suasana.

 

Just leave me alone.

 

Oh,

Gosh

 

Satu kalimat pendek yang mampu menohok ulu hati Hee Jin, mengiris urat-urat syaraf yang terbentang di sekujur tubuh gadis ini.

 

Hee Jin bangkit dari duduknya, pandangannnya mulai tak terfokus. Ia berjalan, berbalik meninggalkan Kris yang masih mempertahankan posisi duduknya.Hee Jin bahkan tak lagi menoleh ke arah Kris, sekalipun tidak.

 

Tepat setelah Hee Jin keluar dari caffe pertahanannya runtuh. Oh bagus, air matanya mulai tak bisa diajak kompromi. Dengan tidak tahu malunya air matanya menyeruak keluar dengan derasnya, dengan bebas meluncur melewati pipi mulusnya.

 

‘Bukankah ini yang kau harapkan Hee Jin? Kenapa harus menangis saat tujuanku berhasil. Mulai saat ini aku akan mencoba melupakanmu, Kris. Melupakan segala hal yang pernah kita lakukan bersama, melupakan segala rasa sakit yang tanpa sadar kau membuatnya. Maaf jika kali ini aku harus membuatmu kecewa. Maaf aku telah merusak persahabatan kita. Dan terima kasih atas seluruh pelajaran yang kau berikan.’

 

Hee Jin, gadis ini meneruskan langkah gontainya. Menghapus sisa-sisa lelehan air matanya. Terlalu sulit untuk merelakan Kris. Tapi ia telah mencoba. Mungkin awalnyaia merasa merelakan orang yang ia cintai sama halnya dengan merelakan tiket konser Big Bang yang kita miliki hilang, tapi nyatanya ia sadar bahwa merelakan orang yang kita cintai ratusan bahkan ribuan kali lebih sakit dari pada kehilangan puluhan tiket konser Big Bang.

 

Seharusnya ia telah menyadarinya, sejak awal persahabatannya salah. Sejak awal seharusnya ia tahu bahwa pria dan wanita tak akan mungkin bisa bersama dalam hubungan konyol yang disebut persahabatan. Salah satu atau bahkan keduanya pasti akan menyembunyikan perasaan mereka dibalik hubungan yang mengatas namakan sahabat ini. Seharusnya Hee Jin tahu semua hal ini, sejak awal.

 

Hari ini terasa begitu melelahkan bagi Hee Jin. Tapi memang inilah yang Hee Jin mau. Membuat kesan buruk sebelum berpisah. Cara klasik untuk melupakan seseorang. Persis seperti yang ada dalam serial drama yang sering Ibu Hee Jin tonton tiap akhir pekan di TV.

 

Hee Jin menghapus sisa lelehan air matanya(lagi). Kaki jenjangnya melangkah begitu saja tanpa tujuan. Hanya mengikuti arah trotoar jalan. Ia berhenti, merasakan sakit pada tumitnya yang mulai menjalar ke betisnya akibat terlalu lama memakai stiletto berhak tinggi itu. Ia melepasnya, menjinjingnya menggunakan tangan kirinya. Kini ia tak peduli lagi akan tatapan orang di sekitarnya. Toh, tanpa stiletto pun ia tampak percaya diri karena tinggi badannya yang di atas 170cm itu.

 

Kakinya berhenti melangkah ketika dirinya mulai memasuki area taman yang sering Kris dan dirinya kunjungi. Ia bahkan duduk di tempat yang sama seperti yang biasa ia duduki bersama Kris. Terlalu banyak kenangan yang ia buat di sini.

 

Oh, bukan.

Tapi mereka.

 

Ia memejamkan matanya, menikmati hembusan angin yang membawa aroma khas musim gugur. Dedaunan kering yang baru saja gugur dari tangkainya mulai berserakan menimpa helaian rambut halus Hee Jin. Tidak jarang pula terjatuh di atas roknya atau di kanan kiri tempat ia duduk. Tapi Hee Jin membiarkannya. Ia terlalu lelah untuk sekedar mengibaskan dedaunan kering itu.

 

BUUGH

 

Konsentrasinya terpecah saat sebuah bola terlempar teppat mengenai bahu kiri Hee Jin. Sontak ia membuka mata. Memungut benda bulat berwarna putih hitam itu.

 

‘Bola’

 

 

Gadis berkuncir kuda dengan kacamata berbingkai warna hitam itu tengah asik menikmati kesendiriannya. Matanya terfokus pada buku bacaan yang ia pegang di tangan kirinya. Sedang tangan kanannya sesekali ia masukkan ke dalam toples berisi keripik kentang kesukaannya. Menyomotnya lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.

 

Krrkkss..kkkrrkkks….

 

Dengan tempo yang sama ia mengulang kegiatannya. Tidak. Sampai sebuah bola dengan sukses mendarat tepat di kepalanya.

 

 

BUUGH

 

 

“Ahkk..!!” pekiknya ketika wajahnya terantuk pada buku yang kemarin baru saja ia beli.

 

“Oh, God! How could it happen?” gerutunya memandang sebal ke arah bola itu.Setahunya di komplek rumahnya tidak ada anak laki-laki yang seumuran dengannya suka dengan bola. Tidak mungkin kan kakek-kakek yang sudah bau tanah bisa bermain bola? Oh, ayolah, berdiripun mereka harus meminta pertolongan tongkat. Atau tidak mungkin juga seorang ibu hamil dengan balita yang baru belajar berjalan bisa menendang bola melewati tembok rumahnya yang terbilang tinggi ini. Sekalipun ada anak-anak yang suka bermain bola, mereka lebih memilih untuk main di lapangan yang jaraknya sekitar 1 blok dari rumah Hee Jin. Jadi, dari mana munculnya bola ini?

 

 

Samar-samar Hee Jin mendengar percakapan ibunya dengan seorang lelaki yang suaranya terdengar asing di telinga Hee Jin. Sampai akhirnya sosok sang ibu muncul dari balik pintu penghubung ruangan dalam rumah dengan taman belakang. Disusul oleh sesosok pemuda jangkung dengan rambut berwarna mahogany dengan wajah yang….eeerrr tampan.

 

Hee Jin bahkan sempat berpikir jika ia adalah sosok angel yang sering ia baca di buku-buku fantasy yang menumpuk di kamarnya. Tapi ia menepis khayalan itu. Bagaimana mungkin ibunya bisa membawa sesosok malaikat?

 

“Hee Jin-ah!” panggil wanita paruh baya yang memiliki wajah Hee Jin versi tua.

 

“Ne.” sahut Hee Jin seraya meletakkan buku dan kacamatanya di atas meja.

 

“Kenalkan dia Yi Fan, tetangga baru kita. Keluarganya baru pindah dari Kanada dan menempati rumah paman Ahn.” jelas sang ibu.

 

Hanya ada bentuk bulatan huruf ‘O’ yang tercetak di bibir tipis milik Hee Jin.

 

“Baiklah, berbincang-bincanglah. Ibu masuk dulu.” pamitnya yang ditanggapi oleh sebuah anggukan dari putrinya.

 

“Annyeonghaseyo. Wu Yi Fan imnida. But You can call me Kris. Nice to meet you.” ujar lelaki itu membuka percakapan. Logat inggrisnya masih kentara sekali ketika ia berucap.

 

“Hee Jin. Kim Hee Jin.” balas Hee Jin memberi salam.

 

“Jaeseonghamnida. I didn’t mean to bothering or hurt you. I just playing football but…” ucapan lelaki itu terhenti ketika mendapati Hee Jin yang tengah terkikik geli.

 

“Hey, what’s wrong?” tegur Kris penasaran.

 

“Can you speak Korean well?”

 

“Just a little bit.”

 

“I tell you. Your pronunciation was wrong, not jaeseonghamnida but joeseonghamnida.” ujar Hee Jin mengoreksi pengucapan Kris.

 

“Oh,I’m sorry. Joe…seonghamnida? Right?” Hee Jin mengangguk membenarkan.

 

Dari situ semua berawal. Insiden ‘bola’.

 

 

 

 

 

 

Noona!” panggil sebuah suara kecil membuyarkan lamunan Hee Jin.

 

Noona, bisakah aku mendapatkan bolaku kembali.” ujar bocah lelaki berumur sekitar 5 tahunan itu.

 

“Ini bolamu?” tanya Hee Jin seraya menunjuk bola di tangannya.

 

Bocah itu mengangguk menggemaskan.

 

“Ambillah. Lain kali kau harus menjaga bolamu baik-baik, jangan sampai kau kehilangan bolamu lagi, arachi?”

 

Ne, noona. Kamsahamnida.” ujar bocah itu seraya membungkuk sebelum akhirnya berlalu menuju orang tuanya.

 

Gadis ini mulai berkutat dengan pikirannya kembali. Sebenarnya ia ingin menggugurkan segala memori tentang Kris, sama seperti dedaunan yang jatuh meninggalkan tangkainya. Tapi saat ini Tuhan belum mengijinkannya,mungkin. Angin musim gugur hari ini kembali membawa serpihan-serpihan cerita cinta yang sedikit demi sedikit pernah Hee Jin lupakan. Tapi saat ini semua kembali utuh, terangkai menjadi kisah cinta tragis milik Hee Jin.

 

 

 

 

Kris dan Hee Jin, dua insan ini berjalan beriringan menyusuri pertokoan di kawasan Dongdaemun. Keduanya memegang permen kapas berwarna pink yang mereka beli tadi.

 

“Jin…” panggil Kris.

 

“Eungh…” Jin hanya menjawab ringan, masih sibuk dengan aktivitas awalnya. Memakan permen kapas.

 

“Aku…ingin bicara…” ragu, begitulah ucapan Kris untuk Hee Jin barusan.

 

“Bicaralah. Aku mendengarkan.” Hee Jin masih belum menanggapi dengan serius.

 

“Ini penting, Jin.”

 

“Hhhh..” Hee Jin mendengus pelan. Mnghentikan pergerakan tangannya yang hendak memnjimpit serat-serat permen kapas di tangan kirinya. Menatap Kris setengah malas hingga akhirnya Hee Jin merelakan kegiatannya terhenti untuk mendengarkan ucapan lelaki yang selama lebih dari tiga tahun ini mewarnai hidupnya.“Memangnya masalah apa?” kali ini Hee Jin mulai menanggapi Kris.

 

“Ini… berkaitan dengan hati dan perasaanku. Sebenarnya aku sudah lama ingin mengatakannya, tapi aku takut kau marah.” tutur Kris membuat gadis ini sedikit terkejut.

 

‘Hati? Perasaan? Takut aku marah? Jangan-jangan….pengakuan cinta?’ terka Hee Jin di dalam hati.

 

“Baiklah aku janji tidak akan marah, memangnya apa?” Hee Jin memancing respon Kris.

 

“Kurang nyaman mengatakannya di sini, bagaimana kalau ke caffe biasa saja?” tawar Kris yang mendapat persetujuan dari Hee Jin.

 

“Ah, wait. Aku harus menjawab panggilan sebentar, tunggu di sini dulu.” pamit Kris sembari menggoyang-goyangkan handphonenya di hadapan Hee jin, kemudian melenggang pergi.

 

.

 

.

 

.

 

“Noona!” perhatian Hee Jin teralihkan ketika mendapati seorang anak kecil menari-narik ujung kemejanya yang berbahan sifon itu.

 

“Eemmh? Ada apa? Kau kehilangan orang tuamu?” Hee Jin menyamakan posisinya dengan bocah tersebut dengan berjongkok. Melontarkan pertanyaan yang acap kali keluar ketika mendapati seorang anak kecil berkeliaran sendirian tanpa pengawasan orang tua.

 

“Ani. Ini untuk noona.” ujar bocah itu menggeleng kemudian menyerahkan sebuket bunga pada Hee Jin.

 

“Noona wihae?” gadis itu menautkan kedua alis heran.

 

“Eungh, noona wihae. Hyung yang di sana itu yang memberinya. Dia tinggi dan tampan.” jawab sang bocah mengangguk mantap saat menceritakan siapa pengirim bunga itu.

 

Hee Jin melirik ke arah yang ditunjuk bocah kecil itu. Dan, yang ia temukan adalah sosok Kris yang berjalan dari kejauhan ke arahnya. Senyum tak henti-hentinya terpasang di rupa cantik Hee Jin. Wajahnya terlihat berseri senang.

 

 

 

 

“Kris, terima kasih bunganya.” ucap Hee Jin terus menerus menciumi wangi bunga di tangannya itu.

 

“Bunga? Bunga apa?” Kris terlihat bingung dan menunjukkan wajah innocentnya.

 

‘Kau bahkan masih mengelak memberiku bunga Kris. Tak ku sangka kau bisa bertingkah romantis juga.’ pikir Hee Jin.

 

ΩΩΩΩΩ

 

Hee Jin menyesap Ristretto Bianco di hadapannya, membasahi kerongkongannya dengan varian minuman kopi ini. Sedangkan Kris masih tak menyentuh Caramel Macchiato yang sejak 5 menit lalusudah terhidang di hadapannya. Wajahnya terlihat gusar menanti momen yang tepat untuk mengutarakan maksudnya.

 

“Aku…ingin mengatakan hal yang tadi…” ujar Kris ragu.Membuat Hee Jin menghentikan aktivitasnya dan beralih menatap Kris.

 

“Sebenarnya aku ingin mengatakannya sejak lama. Tapi… aku takut kau marah, aku takut kau berpikir bahwa aku akan merusak hubungan persahabatan kita ini.” tak ada respon dari Hee Jin. Gadis itu membiarkan Kris melanjutkan kalimatnya.

 

“Aku… menyukai seorang gadis. Dia selalu berada di sisiku. Setiap hari.” lanjut Kris lagi.

 

‘Menyukai seorang gadis? Selalu bersamanya? Setiap hari? Ia bilang ia takut aku menganggapnya merusak persahabatan?’ gadis itu berkutat dalam pikirannya, menerka apa kira-kira yang akan di utarakan lelaki di depannya ini.

 

Hingga suatu pemikiran gila menghinggapi gadis bermarga Kim ini.

 

‘Bukankah ini cukup untuk mendeskripsikanku?’ pikirnya.

 

Setahunya gadis yang selalu di sisinya setiap hari hanya dirinya, bahkan Kris berpikir jika ia mengucapkannya maka Hee Jin akan marah dan menganggap Kris merusak persahabatan mereka. Jadi….

 

‘Apa dia akan menyatakan perasaannya padaku? Apa cintaku tak bertepuk sebelah tangan?’ pikir gadis itu semakin tidak karuan. Senyum dengan sendirinya menghias di raut sang gadis.

 

“Aku… menyukai….” Kris menggantungkan kalimatnya.

 

‘Katakan Kris, jebal. Katakan jika itu aku.’

 

“Aku menyukai….”

 

‘…Ku??’

 

Hee Jin semakin antusias mendengar kelanjutan ucapan Kris, ia tak sabar namanya akan tersebut dalam ucapan Kris selanjutnya. Ia sudah merasa seperti terbang ke awan ketika menyimpulkan fakta-fakta yang ia susun dari ucapan Kris.

 

“….Song Min Jung”

 

 

 

 

Dan detik berikutnya Hee Jin merasakan hatinya teriris oleh puluhan sembilu tajam. Ngilu. Itu hal yang pertama Hee Jin rasakan. Setelah ia diterbangkan, atau lebih tepatnya menerbangkan dirinya sendiri jauh tinggi ke atas sana, lelaki bersurai light blonde itu menghempaskannya begitu saja. Hingga membuatnya hancur menjadi kepingan-kepingan halus yang berserak tak karuan. Ribuan sembilu seakan menyayat hati Hee Jin yang telah hancur sejak awal, hingga kini hati itu tak lagi berbentuk.Berulang kali Hee Jin harus bersusah payah menelan salivanya. Entah mengapa ludahnya menjadi terasa sangat pahit saat ini.

 

“Kau tahu kan Min Jung? Dia seangkatan kita dan satu jurusan denganku…………….” dan bla bla bla entah apalagi yang Kris bicarakan.

 

Hee Jin tak lagi bisa mendengar dengan baik, ia tak bisa mencerna perkataan Kris dengan benar. saat ini semua kata-kata yang tengah dilontarkan Kris hanya terdengar seperti dengungan memilukan tanpa akhir. Semua kata-katanya berubah menjadi racun yang lama kelamaan akan membunuh Hee Jin secara perlahan.

 

“Jin, kau tidak apa-apa? Hahh, aku sudah mengira kau akan marah.” ujar Kris dengan raut sedih di wajahnya.

 

Hee Jin harus tetap bertahan. Egonya tak mengizinkan air matanya keluar barang setitik air hujan sekalipun. Dan bersikap wajar, layaknya tak pernah terjadi hal besar yang mampu menggetarkan hati dan lututnya. Seperti tak pernah ada peristiwa yang mengoyak kisah cintanya. Diam-diam Hee Jin menghela nafas. Mencoba menetralkan hatinya yang mulai tak terkendali. Hee Jin menaikkan segelas Ristretto Bianco yang tersisa menuju mulutnya. Mencoba bersikap senormal yang dia bisa. Perlahan ia menarik kedua sudut bibirnya, memberikan senyum termanis yang bisa ia tunjukkan pada Kris.

 

“Ya! Kau pikir aku teman macam apa, hah?” bentak Hee Jin sembari memukul kepala Kris dengan kepalan tangannya.

 

“Teman macam apa aku yang tidak membiarkan temannya memiliki seorang kekasih. Apa kau pikir aku sejahat itu? Hah, dasar.”

 

Gadis itu benar-benar meredam semua gejolak dalam dirinya. Ia memilih mengatakan hal lain yang benar-benar bertolak belakang dengan kata hatinya, kata-kata yang sama sekali tidak pernah dia inginkan.

 

“Kau tidak marah?”

 

Hee Jin menggeleng.

 

“Kau serius?”

 

Kali ini hanya disambut oleh sebuah senyuman.A bitter smile.

 

 

 

 

Hee Jin kembali memejamkan matanya, air matanya hampir menyeruak untuk ke sekian kalinya. Bahkan saat ia telah bertekad untuk melupakan lelaki itu, ia tak bisa. Terlalu dalam kah cinta Hee Jin untuk Kris?

 

“Haahh… benar kan kau di sini. Aku tahu itu.” ujar sebuah suara berat yang telah mengisi tempat kosong di samping Hee Jin.

 

Gadis itu menoleh, sebuah senyum ia lontarkan pada lelaki dengan rambut berwarna tanah itu.

 

“Kau selalu tahu tentangku, Yeol.” balas gadis itu.Dengan senang hati ia menunjukkan rentetan gigi putihnya pada Hee Jin, membentuk sebuah bulan sabit kecil di bibir tipisnya. Lelaki itu menarik tangan Hee Jin, memeriksa benda bulat putih di pergelangan tangannya.

 

“Masih ada waktu sekitar satu jam lagi sebelum penerbangan kita ke Jerman.” ujar sang lelaki bernama Park Chan Yeol itu mengingatkan.

 

Ya, sekitar satu jam lagi Hee Jin dan pria di sampingnya ini akan melanjutkan studinya ke Jerman. Surat pengajuan beasiswa mereka telah disetujui sejak sebulan yang lalu. Seharusnya mereka telah berangkat sejak seminggu yang lalu, tapi keadaan Hee Jin memburuk. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk menunda penerbangan mereka pada hari ini.

 

“Eoh…” jawab Hee Jin singkat.

 

“Kau yakin tidak akan menyesali keputusanmu?” Chan Yeol menuntut jawaban.

 

“Aku sudah memutuskan. Life must go on.

 

Ya, Hee Jin telah memutuskan. Ia tak boleh terjebak kembali dalam cerita cintanya yang terlalu rumit. Hatinya yang penuh berisi oleh hal-hal tentang Kris ingin ia reset. Mencoba merefreshnya menjadi hati yang baru, memasukkan nama-nama baru yang dapat membuatnya terus bertahan hidup. Chan Yeol misalnya. Sedikit banyak ia telah menyusun nama Chan Yeol di hatinya. Jauh di bagian ruang terkecil hatinya ia menyelipkan nama Chan Yeol di sana. Bukan tidak mungkin nama yang terukir kecil itu lama kelamaan akan membesar dan merajai hati Hee Jin seiring berjalannya waktu.

 

 

END

 

Wha ha ha…. endingnya gantung gitu yaaa…

Maap maap…..

Kan masih ada second&third story jadi jangan terlalu khawatir tentang gantungisasinya ya.

Hehehe

Give your review please!

 

Find me on

Twt        :@dini_febri00

 

See you on the next story!! Bubbay!!! 안녕….!!!


Skizofrenia

$
0
0

 

Title     : Skizofrenia

Author : rindaapus

Main cast: Oh Sehun, Park Saerin and others

Genre  : angst, hurt, romance

PG       : 15 PG

Length : Oneshoot

Disclaimer: FF ini karya resmi milik author, maafkan bila banyak typo dan kesalahan~ warning!! Baca genre.

Karena cinta tak pernah memandang kekurangan~ Skizofrenia~

 

Semilir angin berhembus menerpa beberapa helaian rambut gelombang gadis cantik yang tak lain adalah Park Saerin, udara pagi ini sangat menyejukkan suasana hatinya. Begitu damai dan tentram. Perlahan, kaki putihnya mulai memasuki sebuah gedung berlantai lima yang terlihat seperti sebuah gedung sekolah. Gadis itu tersenyum kecil, ia terus memandangi sebuah kelas yang kini berada dihadapannya. Jemari tangannya memegang slot pintu, dengan perlahan pintu kelas itu terbuka.

“Anyeonghasaeyo, songsae-nim” ucapnya sambil menunduk. Seluruh isi kelas terkejut dengan kedatangan Park Saerin, puluhan pasang mata menatapnya dengan aneh.

“Park Saerin-ssi? Waeyo kau kembali ke kelas, apa kau sudah merasa lebih baik?” tanya Kim Songsaenim menghampiri gadis itu.

“Ne. aku tidak menyukai UKS” jawabnya masih dengan kepala tertunduk. Ia terlalu takut melihat sekelilingnya.

“Oh begitukah? Baiklah duduklah dengan tenang di tempatmu”

Saerin melangkahkan kakinya menuju tempat duduknya yang berada di pojok ruang kelas, semua mata tertuju padanya. Tatapan layaknya pisau yang siap untuk mengiris-iris tubuhnya. Ia berjalan dengan kepala tertunduk.

“Kenapa dia kembali ke kelas ini? menyebalkan sekali!” ucap Jung Hani tepat ketika Saerin berjalan.

“Benar. Tidak sadarkah dia, kedatangannya di kelas ini sangat mengganggu kita?!”

“Oh lihatlah, dia bahkan terlihat sangat menakutkan dimataku” ucap Hani dengan mata yang terus menatap Saerin.

Gadis putih itu menghela nafasnya yang mulai tak beraturan, bahkan seluruh isi kelassedang membicarakannya saat ini! Tiba-tiba dadanya terasa sesak, rasa sesak yang dialaminya semakin membuncah ketika suara teman-temannya terdengar menggema di kedua telinganya.

Dasar yeoja gila!

Aku tidak menyukainya!!

Jika dia mati, hidup kita akan tenang.

Psikopat!

Manusia tak berguna!

Saerin sudah tidak tahan lagi! Gadis itu, menutup telinga dengan kedua telapak tangannya, bisik-bisik ejekan tentangnya semakin menggema, saat ini seperti ratusan anak panah menusuk-nusuk kepalanya bertubi-tubi tanpa ampun.

“AAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!”

Saerin berteriak keras sambil tangannya masih menutupi kedua telinganya, ia semakin histeris tak terkontrol, dadanya semakin sesak dan kepalanya sangat sakit, suara-suara itu terdengar sangat memekakkan gendang telinganya. Kim songsaenim yang mengetahui hal itu dengan segera membawa Saerin kembali ke UKS. Semua isi kelas memandangi gadis itu dengan ekspresi takut meskipun kejadian seperti ini memang sudah biasa terjadi. Benar-benar mengganggu ketentraman kelas!

“Ck! Dasar psikopat!!” maki seorang siswa laki-laki dan di barengi tawa seluruh isi kelas, terkecuali dengan dua orang yang terlihat serius dengan buku yang mereka baca.

***

“Kita jadi belajar bersama dirumahku kan?” tanya seorang siswi, Lee Nayoung.

Namanya termasuk jejeran murid populer disekolah itu, selain wajah yang cantik nan rupawan bak model, ia juga dikaruniai otak yang cerdas, sikapnya yang santun dan pembawaannya yang ramah membuatnya disukai oleh semua murid, khususnya siswa laki-laki. Terlahir sebagai anak tunggal dari pemegang saham di salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan, membuatnya tak menginginkan apapun lagi, terkecuali lelaki dihadapannya. Oh Sehun.

“Tentu. Kau pulang bersamaku saja” ucap Sehun berjalan melewati Nayoung menuju tempat parkir, gadis itu tersenyum senang melihat Sehun, walaupun sikap cueknya masih lelaki itu tunjukkan padanya. Nayoung mengikuti langkah Sehun dari belakang sambil terus tersenyum kagum melihat betapa sempurnanya sosok dihadapannya itu.

Sementara itu, Park Saerin melihat mereka berdua dari kejauhan. Gadis berkuncir kuda itu terus mengamati gerak-gerik Sehun dan Nayoung. Tiba-tiba rasa sesak di dadanya muncul kembali, ia melihatnya! Gadis itu, gadis jahat! Saerin segera berlari ke arah mereka berduaIa benar-benar melihatnya! Gadis jahat itu tengah membuntuti Sehun dari belakang dan membawa sebuah pisau tajam yang siap untuk di tusukkan ke tubuh Sehun. Ia harus segera menghentikan hal itu sebelum gadis jahat itu melukai Sehun!

“Aaaa” teriak Nayoung kesakitan saat merasakan seseorang dari belakang tengah menjambak rambutnya.

Sehun yang mendengar hal itu buru-buru menolehkan kepalanya kebelakang, Park Saerin!

“Gadis jahat! Kau tidak bisa melakukan hal itu pada Sehun!” Tarikan kedua tangan Saerin semakin kuat, membuat Lee Nayoung tak henti-hentinya meringis kesakitan.

“Park Saerin! Apa yang kau lakukan huh?!” Sehun menarik tangan Saerin, menghentikan kelakuan aneh gadis itu. Nayoung memegangi kepalanya yang terasa pusing akibat tarikan tangan Saerin.

“Nayoung-ssi, gwenchana?” tanya Sehun khawatir. Nayoung lagi-lagi hanya mampu tersenyum mengabaikan rasa sakitnya melihat sikap Sehun yang belakangan ini terlihat sering memperdulikannya.

“Gwenchana” Nayoung mencoba meyakinkan lelaki itu bahwa dirinya baik-baik saja.

Kini pandangan mata Sehun tertuju pada Saerin, ia masih mencengkram erat lengan gadis itu yang terus mencoba memberontak. Mata hitam Sehun menatap tajam Saerin.

“Lepaskan aku! Aku akan menghentikan kejahatan gadis itu!” Saerin terus meronta-ronta meminta Sehun untuk melepaskan cengkraman di lengannya.

“Ani, sebelum kau menghentikan sikap anehmu!”

“Dia akan membunuhmu Oh Sehun! Gadis jahat itu akan menikammu dengan pisau dari belakang. Aku melihatnya! Aku melihat dengan mata kepalaku!” Saerin mencoba meyakinkan lelaki itu dengan apa yang baru saja dilihatnya, sementara itu Nayoung terlihat bingung dengan perkataan Saerin. Membunuh? Menikam? Pisau? Sebenarnya apa yang sedang Saerin bicarakan?

Sehun tersenyum tak percaya dengan ucapan Saerin, gadis itu selalu berkhayal yang aneh-aneh. Saerin tidak bisa membedakan antara realita dan khayalannya, ia tidak bisa!

“Aku tidak percaya” ucap Sehun namun dengan cepat Saerin menggigit tangan Sehun dengan kencang membuat pria itu dengan reflek melepaskan cengkramannya.

Saerin segera mendekati Nayoung. Bukk. Sebuah pukulan mendarat tepat diwajah Nayoung, tangan Saerin mulai menjambak rambut gadis itu. Nayoung tak mampu menghindar karena serangan bertubi-tubi dari Saerin. Sehun yang melihat hal itu, dengan cepat menarik tubuh Saerin yang semakin histeris. Namun  tenaga Saerin rupanya tak main-main, ia begitu sulit menjauhkannya dari Nayoung. Mau tak mau, Sehun menarik tubuh Saerin dan mendorong tubuhnya dengan kasar. Lelaki itu melihat yeoja dihadapannya dengan penampilan yang acak-acakan, darah segar keluar dari hidung yeoja cantik itu.

“Gwenchana? Akan ku antar kau pulang”

Sehun segera membawa Nayoung pergi dari tempat itu, meninggalkan Saerin yang terjatuh tanpa meninggalkan sepatah katapun. Gadis yang dijuluki psikopat itu meringis kesakitan, merasakan lututnya yang sedikit nyeri. Luka!

Saerin merasakan sakit itu lagi, sesak yang memenuhi dadanya ketika melihat luka di lututnya. Ia menggigit tangannya yang mulai bergemetar hebat. Sehun menyakitinya, pria itu melukainya!

***

Glup glup glup glup. Gelembung udara keluar dari hidung gadis yang saat ini tengah merendam kepalanya kedalam bath up kamar mandi. Glup glup glup glup. Sedari tadi ia terus melakukan hal itu sampai perutnya terasa panas karena terlalu lama berada didalam air. Saerin mengangkat kepalanya, merasakan udara bebas yang masuk kehidungnya.

“Aku akan melakukannya sendiri..” kalimat itupula yang terus keluar dari mulutnya, ia terus meracau mengucapkan kalimat itu dan kembali menenggelamkan kepalanya. Glup glup glup glup glup glup…. Saerin mengangkat kepalanya yang ia rasa sudah tak mampu untuk bernafas. Gadis itu selalu melakukan hal itu, percobaan bunuh diri.

“Aku akan melakukannya sendiri..” ucapnya yang kesekian kali, Saerin berjalan ke dapur.srekkkk. Sebuah pisau tajam merobek lengan kirinya, bau anyir darah segar tak henti mengalir dan tak sedikit yang berceceran dilantai.

Pintu apartemen gadis itu terbuka, dengan cemas Sehun mencari Saerin berada. Darah?Darah segar berceceran dilantai. Lelaki itu sudah menduga! Saerin pasti akan mencoba bunuh diri lagi, Sehun segera mengikuti arah bercak darah itu sebelum semuanya terlambat!

Gadis yang dijuluki psikopat itu melangkahkan kakinya masuk kedalam air dalam bath up yang digunakannya tadi. Perlahan, ia merendam tubuh mungilnya. Seketika air dalam bath up berubah menjadi kemerahan dari darah yang mengalir dari lengannya, luka itu bertambah perih saat terkena air. Tangan kirinya masih membawa pisau tajam, Saerin menyandarkan kepalanya, mata hitam miliknya menatap kosong pisau tajam dihadapannya.

“PARK SAERIN!!” teriak Sehun tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Lelaki itu segera mendekati Saerin.

“Saerin-a. kumohon jauhkan pisau itu…” ucap Sehun cemas, ia takut Saerin melakukan hal yang ceroboh. Saerin seperti tak merespon perkataan Sehun, pandangan matanya kosong.

“Saerin-a. kau bisa mendengarku?”

“Kumohon letakkan pisau itu” Sehun memelas, memohon gadis itu untuk meletakkan pisau tajam itu.

“Jika kau mendekat, aku akan membunuhmu!” ancam Saerin sambil menodong Sehun dengan pisau yang dipegangnya. Ekspresi wajahnya sangat menyeramkan.

“Kumohon letakkan benda itu..” ia harus menyingkirkan pisau itu dari Saerin!

Sehun mendekati Saerin perlahan, “Selangkah lagi kau mendekatiku, aku akan membunuhmu!” lelaki itu tak memperdulikan ucapan Saerin. Srekkkk. Gadis itu tak pernah main-main dengan ucapannya.

“Kau orang jahat! Kau melukaiku! Aku bisa melakukannya sendiri.. apa kau tidak lihat? Aku bisa melakukan itu sendiri!” suara Saerin terdengar sangat payau, sedetik kemudian air mata itu menetes dari sudut mata indanya. Ia benar-benar memiliki masa lalu yang buruk.

Sehun meringis merasakan nyeri ditelapak tangannya, bau anyir darah tercium menusuk indra penciumannya. “Miannhae…” ringis Sehun kesakitan namun masih mencoba mengambil alih pisau itu dari tangan Saerin, tak diduga gadis itu membiarkan Sehun mengambilnya. Perlahan, Sehun mulai memahami Saerin. Lelaki itu tersenyum singkat penuh kelegaan, ia menarik Saerin  keluar dari bath up yang penuh darah.

***

Sehun membawa sepiring buah apel merah ditangan kanannya, sedangkan di tangan kiri lelaki tampan itu tengah menggendong seekor anak kucing Persia berbulu putih tebal dengan penuh sayang.

Cklekk. Pintu apartemen Saerin terbuka, Sehun dan Saerin memang bertetangga. Apartemen keduanya hanya berjarak tiga ruangan saja. Sehun merupakan siswa pindahan dari Jepang dua tahun yang lalu. Semenjak kepindahannya, ia terus memperhatikkan gerak-gerik Saerin yang dianggapnya sangat aneh, gadis itu sangat cepat merubah ekspresinya dari sedih menjadi bahagia, begitu juga sebaliknya. Tak jarang ia mendengar gadis itu berbicara sendiri.                        Sehun baru mengerti setelah mendengar cerita dari para tetangganya jika Saerin memang menderita penyakit Skizofrenia –sebuah penyakit kejiwaan serius yang menyebabkan ia kesulitan membedakan antara realita dan khayalan-karena masa lalunya yang buruk. Lelaki itu merasa iba dan mencoba berteman dengan gadis itu. dan sejauh ini hanya dirinya yang mau berteman dengan Saerin dan hanya dirinya yang dianggap teman oleh Saerin.

Sehun juga mengerti kode apartemen Saerin karena dirinya sering datang untuk memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja,  membawakan makanan, atau hanya sekedar berkunjung jika ia bosan. Entah kenapa, Sehun menyukai itu. Semua orang tahu bahwa Saerin adalah seorang penderita Sikrozofenia berjiwa psikopat, tak terkecuali dirinya. Namun ketika melihat Saerin tertawa bahagia dalam dunianya, ia lega. Karena tak ada yang terluka sejauh itu. Baik Saerin maupun orang lain yang berada didekatnya.

“Kau merasa lebih baik?” tanya Sehun menghampiri Saerin yang duduk di atas sofa, lengan kiri gadis itu masih berbalut kain putih karena goresan pisau kemarin, Saerin terlihat asyik mendandani sebuah boneka hello kitty berukuran besar dihadapannya sambil bersenandung kecil. Sehun tak kuasa menahan senyumnya melihat Saerin yang tenang. Lelaki itu menaruh sepiring apel merah itu di meja.

“Aww..” ringis Sehun ketika kucing persianya mencakar telapak tangannya yang masih terluka. Saerin menghentikan aktivitasnya, ia memandangi Sehun yang sedang kesakitan.

“Kucing nakal..” ucap Sehun memeluk erat kucing itu dalam dekapannya.

“Ah aku melupakan sesuatu. Saerin-a, aku akan kembali” Sehun meletakkan anak kucing itu ke atas meja dekat sepiring apel merah, kemudian berlalu pergi menuju apartemennya.

Saerin menatap kucing itu dengan pandangan kosong, “Kau sudah menyakiti Sehun” Saerin segera mengambil pisau buah didalam piring itu.

“Aku kembali~” Brukkkk.. sekotak makan siang untuk anak kucing barunya terjatuh ketika ia melihat Saerin dengan baju penuh bercak darah sambil menggenggam pisau di tangan kanannya. Mata hitamnya turun melihat keatas meja, kucing barunya.

“Dia menyakitimu! Kau tenang saja. Aku akan melenyapkannya” Saerin bersiap untuk menancapkan kembali pisau itu ketubuh anak kucing yang sudah tak berbentuk itu, namun dengan cepat Sehun mencegahnya.

“Hentikan! Kau tidak perlu melakukan itu” Sehun menggenggam erat tangan Saerin, matanya menatap sedih sekaligus ingin mual melihat pemandangan di atas meja itu.Kucing yang malang. Sehun melihat bercak-bercak darah yang juga mengalir dilantai, ia menarik tubuh Saerin keluar dan berjalan menuju apartemennya, Saerin hanya diam dan menurut.

“Mandilah dan ganti pakaianmu dengan ini, setelah itu beristirahatlah disini. Aku akan memanggil petugas layanan kebersihan untuk membereskan semuanya” Saerin menurut apa yang diperintahkan oleh lelaki itu.

“Baru dua hari yang lalu aku memiliknya~” lirih Sehun tertunduk lemas.

***

“Apa kau tidak berniat untuk kembali ke Jepang?” tanya seorang siswa laki-laki, Kai.

“Ani. Aku lebih senang berada disini. Meskipun jauh dari orang tua”

“Tapi bukankah memang benar, berada di satu atap dengan orang tua seperti terpenjara hahaha” keduanya tertawa di hari yang membahagiakan sekaligus mengharukan itu. Hari dimana mereka melepaskan statusnya sebagai murid SMA dan melanjutkan cita-cita yang selama ini mereka impikan. Masa depan telah menanti mereka dengan senyuman ceria –wisuda.

“Anyeonghaseo Oppa-deul” sapa seseorang yang tak lain adalah Lee Nayoung, yeoja terkenal yang banyak dikagumi oleh para pria. Sehun dan Kai reflek menolehkan kepalanya. Kai menatap  Nayoung dengan tatapan kagum, matanya tak sedetikpun ia lewatkan dari wajah cantik yeoja itu.

“Oh. Anyeonghaseo, Nayoung-ssi” jawab Sehun, lelaki itu menyikut pelan bahu Kai yang terlihat sedang tak berkonsentrasi.

“Oh.. Hehe. Mianhae. Anyeonghaseo, Lee Nayoung-ssi” Kai membungkuk pelan kearah gadis itu, ia kemudian berpamitan karena teman-temannya yang lain sedang menunggunya.

“Dia memang seperti itu” ucap Sehun di barengi dengan senyum yang membuat Nayoung semakin gila di buatnya.

“Em.. Saerin oddiseo? Aku tak melihatnya. Apa dia tak datang?” tanya Nayoung, Sehun baru menyadari bahwa ia juga tak melihat gadis itu sama sekali. Apa dia sakit?

“Aku bertaruh dia akan mati didalam sana hahaha” tawa Hani dibarengi tawa kedua teman-temannya melewati Oh Sehun dan Nayoung begitu saja. Sehun mulai curiga dengan geng pembuat masalah itu.

“Gadis psikopat itu tak ada gunanya untuk hidup. Bukankah begitu?” tanya Hani kepada teman-temannya.

“Siapa gadis psikopat yang kau maksud?” Sehun berjalan mendekati Hani dan teman-temannya, sementara Nayoung mengikutinya dari belakang.

“Siapa lagi kalau bukan Park Saerin, gadis berpenyakit jiwa itu” jawab Hani enteng, Sehun mengepalkan tangannya erat. Selama ini ia sudah diam tak menghiraukan perlakuan teman-temannya pada Saerin karena semakin ia peduli, semakin banyak yang membenci Saerin. Tapi sekarang, persetan dengan semuanya!

“Apa yang kalian lakukan padanya!?” gertak Sehun mencengkram kuat bahu Hani, gadis itu meringis kesakitan. Semua murid terkejut dengan sikap lelaki itu, selama ini yang mereka tahu Sehun tidak pernah peduli pada Saerin.

“Sehun Oppa, waeyo kau bertingkah seperti ini?” tanya salah seorang teman Hani. Kim Yejin.

“Dimana Park Saerin?” Sehun tak menggubris pertanyaan Yejin, lelaki itu malah semakin mempererat cengkramannya di bahu Hani. Yeoja itu hanya mampu meringis kesakitan

“Kau seperti bukan dirimu, kenapa kau bertingkah seperti ini?” tambah Kim Yejin.

Sehun sudah merasa muak dengan semua ini, dari awal seharusnya ia menjaga Saerin. Ia berfikir jika dirinya melindungi gadis itu, pasti para siswi semakin membenci Saerin karena ia termasuk golongan siswa populer disekolahnya. Namun sekarang semua sudah selesai, toh masa SMA sudah berakhir hari ini juga.

“Aku kau tanya sekali lagi dimana Park Saerin?!!!!!!”

***

Sementara itu, Saerin duduk dengan memeluk lututnya erat. Tubuh Saerin bergemetar hebat, kondisinya sangat buruk saat ini. Seragam wisudanya basah kuyup, rambut acak-acakan, hidungnya mengeluarkan darah dan juga beberapa luka di tubuhnya. Dada Saerin kembali sesak, selalu seperti itu ketika ia melihat luka. Ribuan jarum terasa menusuk-nusuk kepalanya saat ini. Pandangannya mengabur namun sedetik kemudian matanya melihat pemandangan yang begitu menyakitkan.

“Kau tahu kenapa aku sangat membencimu gadis buruk rupa? Huh!?” tanya bibi Park, tangan kirinyanya menarik kuat rambut seorang anak berusia 7 tahun. Dijambaknya rambut itu dengan kuat kebelakang. Sementara itu, Saerin kecil hanya mampu meringis kesakitan.

“Jawab aku anak dungu?!!” teriaknya memukul kepala Saerin berulang-ulang dengan tangan kanannya.

“Mo.. molla.. Bi…bi Park..” jawab Saerin kecil menahan rasa sakitnya. Brakkkk. Mendengar jawaban itu,  didorongnya tubuh kecil Saerin dengan kasar.

“Wajahmu!! Wajahmu sangat mirip dengan ibumu! Dan aku membencinyaaa!!!” kedua tangan Bibi Park mencekik leher Saerin. Gadis kecil itu menendang-nendang kakinya, ia tidak bisa bernafas.

“Ayahmu menikahi Ibumu yang jelas-jelas adalah seorang psikopat! Ibumu sudah mencemarkan nama baik keluarga ini!!!” teriaknya mendorong tubuh Saerin, gadis kecil itu langsung terbatuk-batuk, setidaknya ia lega sudah bisa bernafas.

“Kau pantas untuk mati! jika kau hidup untuk waktu yang lama. Kau akan mewarisi sifat Ibumu yang psikopat itu! Kehormatan keluarga ini akan semakin tercemar!”

Byuuuuur. Ember yang berisi air es itu mengguyur seluruh tubuh mungilnya. Saerin menggigil kedinginan, wajahnya sangat pucat. Bibinya selalu melakukan hal itu padanya semenjak 3 bulan terakhir, sejak Ayah dan Ibunya meninggal. Bibi Park melemparkan rotan ke arah Saerin.

“Pukul dirimu sendiri” kata Bibi Park dengan wajahnya yang sangat menakutkan dimata Saerin kecil.

“Mw.. mwo? Apa yang bibi katakan?” jawabnya menggigil.

“Pukul dirimu sendiri dengan rotan itu!!” teriak Bibi Park tepat dihadapan wajah Saerin.

Saerin kecil hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan bibinya, ia terlalu takut untuk melawan. Wajahnya sangat pucat, bibirnya membiru. Perlahan tangannya mengambil rotan itu. Plaakk..plakkk.. Saerin kecil memukulkan rotan itu ke lengannya, ia sangat lemas merasakan penyiksaan yang dilakukan setiap saat oleh Bibinya.

“Lebih keras lagi!!!” gertaknya membuat Saerin semakin takut, plakkk…plakkkk..plaak.. Saerin kecil mengeraskan pukulan itu di lengan kirinya, air matanya tak henti mengalir. Ia sudah tidak tahan, tenaganya sudah terkuras habis.

***

Byuuuurr.. Ember berisi air es seperti biasa mengguyur wajahnya di pagi hari.

“Bangunnnnn!! Apa kau sudah mati hah?” bentak Bibi Park. Saerin kecil buru-buru terbangun dari tidurnya. Ia tak berpindah tempat sejak tadi malam, gadis itu pingsan dan tertidur di tempat itu hingga pagi.

“Setelah ini kau harus mengerjakan semua tugas rumah, mencuci baju, mencuci piring, memasak, menyapu, mengepel, menyetrika, dan semuanya harus kau lakukan dengan benar! Araaaa!!” bentaknya lagi-lagi. Bibi Park memang tak menyukainya sejak dulu saat Ayah dan Ibunya masih hidup, beliau tak pernah berkata yang halus padanya. Gadis kecil itu hanya mampu mengangguk lemah, semua bagian tubuhnya terasa nyeri. Bibi Park mengambil rotan disamping tubuh Saerin.

“Untuk sapaan pagi” ucapnya dengan senyum bak iblis bersiap untuk memukulkannya ke tubuh Saerin.

“Aku akan melakukannya sendiri..” kata Saerin meraih rotan itu, ia lebih lega melakukan hal itu sendiri. Setidaknya, yang membuatnya terluka adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Jadi, tidak ada yang bisa disalahkan disini. Plakk… plaakk..

“Kemarikan rotan itu jika kau tidak memukuli dirimu sendiri dengan keras, aku yang akan memukulimu!” ancamnya.

“Aku akan melakukannya sendiri..” ucap gadis kecil itu kesekian kalinya.

“Kau tahu kenapa Ibumu bisa meninggal?” Gadis kecil itu menggeleng pelan.

“Karena aku membunuhnya!” Saerin tercengang mendengar ucapan yang keluar dari mulut bibinya, tubuhnya gemetar. Bibi Park benar-benar kejam!

“Aku juga membunuh Ayahmu agar aku lebih leluasa untuk selanjutnya membunuhmu” Saerin semakin mengepalkan kedua tangannya erat, ia tidak percaya sebuah ikatan darah bisa terputus dengan mudahnya. Mata gadis kecil itu menyilatkan kemarahan.

“Apa bibi tidak ingin meminta maaf?” tanya gadis itu polos.

“Hahahaha minta maaf? Aku tidak akan pernah melakukannya!” teriaknya.

“Kumohon minta maaflah pada Ayah dan Ibu”

“Mwo? Apa saat ini kau sedang menyuruhku? Lalu setelah aku meminta maaf pada mereka, selanjutnya kau akan menyuruhku untuk meminta maaf padamu, begitu?!! Beraninya kau memerintahku!!!!” tendangan bertubi-tubi dari Bibi Park Saerin kecil dapatkan, ia hanya mampu diam, menangis, berharap semua ini akan segera berakhir.

 Sehari setelah kejadian itu, sebuah kejaian mengejutkan tejadi. Bibi Park meninggal karena sebuah peluru menembus dada sebelah kirinya oleh seorang polisi. Ya.. sepandai apapun tupai melompat, pasti ia akan terjatuh juga. Begitu pula dengan kejahatan yang dilakukan Bibi Park semuanya terbongkar. Ia telah membunuh Ibu dan Ayah Saerin, ia juga telah menyiksa gadis itu setiap hari. Mati! adalah kata yang pantas untuk wanita iblis itu.

Namun semenjak kematian Bibi Park yang dilihat dengan langsung oleh Saerin, gadis itu menjadi sedikit berubah. Kondisi kejiwaan dan mentalnya terganggu. Hal itu karena tekanan yang selalu dialaminya dan juga factor genetic yang diwariskan oleh Ibunya. Dalam hidupnya, ia beranggapan Bibi Park belum mati. Dia masih hidup dan terus mengajak Saerin ke tempat dimana bibinya berada, Bibi Park selalu muncul dihadapannya ketika Saerin berniat untuk mengakhiri hidupnya.

“Aku akan melakukannya sendiri…” ucap Saerin tak tenang, ia mencari-cari sesuatu diruangan itu yang dianggap bisa melukai tubuhnya. Tak beberapa lama, sebuah tongkat kayu berukuran 1 m berhasil ia temukan. Gadis itu bersiap memukul tubuhnya sendiri.

“Aku akan melakuka….” Kegiatannya terhenti ketika ponsel putih miliknya bergetar. Dadanya bergemuruh hebat, Bibi Park pasti sedang mengintainya, mengajaknya bermain ketempatnya. Bibi Park orang jahat! Tubuh Saerin bergemetar hebat, tangannya mengeluarkan keringat dingin. Ponselnya tak berhenti berdering, ia mengambil ponsel disakunya dan melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Oh Sehun calling.. bahkan Bibi Park sudah merencanakan hal ini! ia sengaja merubah namanya menjadi Oh Sehun untuk mengintainya setiap saat, Orang jahat itu pasti ada disekitar sini. Bibi Park pasti akan menemuinya dan membunuhnya. Tidak! Ia harus selangkah lebih dulu membunuh iblis itu.

Khayalan Saerin semakin tak terkontrol, ia tidak bisa membedakan antara realita dan ilusinya. Saerin memegang tongkat itu erat-erat, gadis itu harus membunuh iblis yang selama ini mengganggunya. Braaakkk.. Pintu ruangan itu terbuka dengan reflek Saerin melemparkan tongkat itu kearah kepala Sehun. Sayang sekali, lemparannya tak meleset sedikitpun membuat Sehun memegangi dahinya yang mengeluarkan darah, Nayoung yang melihat hal itu langsung berteriak meminta tolong agar Saerin dan Sehun cepat bawa ke rumah sakit.

***

“Sehun Oppa, kau harus mengobati luka dikepalamu” ucap Nayoung menghampiri Sehun yang sedang duduk didepan ruangan Saerin, menunggu gadis itu diperiksa oleh dokter.

“Ani-ya.. Gwencahana. Hanya sedikit goresan” ucap Sehun mengeluarkan senyuman yang membuat Nayoung semakin menggilainya.

“Andwae! Ayo ikut aku” Nayoung menarik tangan Sehun, membawanya ke taman belakang rumah sakit. Gadis cantik itu mengeluarkan kotak P3k didalam tasnya. Dan mulai merawat luka Sehun.

“Gomawo.. Tapi kenapa kau membawa benda-benda seperti ini?” tanya Sehun.

“Ne.. karena aku sangat ingin menjadi dokter” jawab Nayoung sambil tersenyum, senyum yang membuat semua pria berdesir.

“Benarkah? Kupikir kau akan bekerja di perusahaan Ayahmu”

“Aku akan menyerahkannya pada suamiku kelak” ucap Nayoung memberi kode kepada Sehun, ia ingin pria itu yang akan menggantikan posisi Appanya.

“Oh seperti itu” jawab Sehun sambil memangut-mangutkan kepalanya, Nayoung mengerucutkan bibirnya kesal. Rupanya, pria itu tak juga menyadari bahwa ia sangat menyukai Sehun. mungkinkah ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya? Toh, ia pernah berjanji akan menyampaikan perasaannya pada Sehun saat acara wisuda sekolah. Benar, ia tak boleh mengulur waktu lagi.

“Sehun Oppa?”

“Ne”

“Aku tahu ini bukanlah waktu yang tepat karena kau dan Saerin dalam kondisi yang tidak baik. Tapi kupikir aku harus mengatakan ini padamu. Sejujurnya, aku sangat menyukaimu. Aku sudah lama memendam perasaanku, aku tidak membutuhkan apapun lagi selain kau. Aku berharap kau juga memiliki perasaan yang sama denganku” kata Nayoung sambil menundukkan kepalanya, sejujurnya saja ia sangat malu mengatakan ini. ia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, biasanya para pria yang selalu mengejarnya.

“Mianhae Nayoung-ssi. Tapi kupikir lebih baik kita berteman saja” ucap Sehun menggenggam tangan Nayoung, Sehun tidak tega melihat ekspresi wajah Nayoung yang seperti itu.

“Wae?” tanya Nayoung mengangkat kepalanya. Sehun bangkit dan berbalik membelakangi Nayoung.

“Aku berfikir jika ada seseorang yang lebih membutuhkanku” jawab Sehun sambil melangkahkan kakinya pergi.

“Kau menyukai Serin? Bukankah dia sakit?” tanya Nayoung, ia masih berharap Sehun akan membalikkan badannya dan mengatakan bahwa lelaki itu mencintainya.

“Bukankah cinta memang tak pernah memandang kekurangan?” tanya Sehun melirik Nayoung sekilas kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan Nayoung yang berlinang air mata karena mendapat penolakan dari Sehun.

***

Sehun melangkahkan kakinya menuju ruangan dimana Saerin berada. Greepp. Lelaki itu mendekap dari belakang tubuh mungil Saerin yang terkejut atas perlakuan Sehun, ia meletakkan dagunya dipundak gadis itu.

“Melamun lagi?” tanya Sehun tanpa melepaskan dekapannya.

“Aku hanya mengingat masa-masa SMA kita” ucap Saerin sambil tersenyum rindu, tangannya menggenggam lembut lengan Sehun yang mendekap tubuhnya.

“Jadwal penerbangan dua jam lagi, kita harus segera kembali ke Amerika untuk pengobatan terakhirmu”

“Arraseo”

“Kau harus melakukannya dengan cepat dan sungguh-sungguh agar kita cepat menikah” kata Sehun dengan entengnya.

“Mwo? menikah?” tanya Saerin melepaskan dekapan Sehun, ia terlalu terkejut.

“Tentu saja, apa kau tidak mau menikah denganku?” tanya Sehun.

-end-

 

Hai, untuk sequel kalian bisa langsung kunjungi wp author karena mungkin author bakal disibukkin sama ujian, gomawo^^

http://www.rindaapus.wordpress.com


Rainbow cafe (chapter 1)

$
0
0

pizap

Nama Author    :    sonyeo kim (L.P.U)

 

Genre    : romantic,sad,comedy,school life,marrige,friendship.

 

Main Cast    :    Oh Seehun (exo)

 

Kai (exo)

 

Chrystal (oc)

 

Laurent (oc)

 

Chrystina ( oc)

 

Kris (exo)

 

ryeowook (super junior)

 

Chapter 1

“aku mencintaimu laurent”kris sambil

tersenyum simpul.”

“aku juga mencintaimu,tapi……sampai kapan kita akan menyembunyikan ini?aku tidak ingin terus berpura pura!”laurent dengan wajah cemberut.

 

“sabarlah,sayang.sebentar lagi saja!aku masih membutuhkan sahabatmu itu untuk nilai nilaiku.mengertilah !”

 

-flashback end-

 

air bening itu kembali menetes,seberapapun usaha chrystal untuk menahannya tetap saja gadis berhidung mancung ini tidak sanggup.ia begitu mempercayai laurent,yang dulu di ajudul ff    :    Rainbow Cafe

 

nggapnya sahabat namun,kini ternyata justru menghianatinya demi seseorang laki laki yang bahkan belum pasti akan bersamannya.

chrystal keluar dari pesawat dengan tatapan kosong.luka di hatinya bahkan masih terbuka lebar,memang tidak berdarah tapi,rasa sangat perih.bahkan,setelah ia sampai di tempat yang dulu sangat ia impikan,tak ada setitik senyumpun di wajahnya.tersenyum baginya masilah sangat pedih,bahkan untuk sedetik saja.mungkin ia takkan sanggup.

 

“chrystal-ssh…..!!!!”panggil seseorang.

 

chrystal berusaha mencari sumber suara itu.suara yang sepertinya tidak terlalu asing di telinganya,namaun sangat jelas kali ini terdengar.ya suara ini!jung hye mi,sahabat penanya.entah karna apa mereka mulai dekat,chrystal sendiripun sudah tidak mengingatnya.yang jelas mereka sekarang amat dekat,bahkan bertukar nomor handphone dan juga pin bb.dari jung hyemilah chrystal belajar memperfasih bahasa koreanya,apalagi kalau bukan memperaktikannya secara langsung,mengingat bahwa jung hyemi adalah orang korea asli.hyemi melambaikan tangan tangannya ke arah chrystal,dan chrystal membalasnya dengan perlakuan yang sama dengan sedikit menunggingkan senyum.menghampiri hye mi sambil menyeret koper kopernya.

chrystal menghirup aroma hot coklat yang kini tengah di pengangnya,aromanya sungguh harum sekali.mengantarkannya kembali lagi pada salah satu kenangannya,bersama sahabatnya.oh,bukan!mungkin kini lebih tepatnya di panggil teman.bahkan sampai sahabat menghianatimu,ia tak akan bisa di panggil mantan sahabat,cacat itu!karna di dunia ini tidak akan pernah ada yang namanya mantan sahabat!tidak akan pernah!

 

-Flash back-

 

Tiga gadis dengan seragam putih abu bau berjalan menyusuri taman kota.rasanya sangat menyenangkan,itu tergambar jelas dari ekspresi wajah mereka.

 

“rasanya aku ingin menyicipi hot coklat di ujung sana”laurent,menunjuk toko yang menjual hot coklatsepertinya lezat itu terlihat jelas dari banyaknya pengunjung yang mengantri.

 

“ya….,benar.ku dengar hot coklat di sana sangat lezat tapi sayangnya harganya sangat mahal”seketika ekspresi wajah christina berubah,menggambarkan kekecewaan.

 

“gimana kalau kita patungan?kau ada berapa chrystal?kau berapa christina?setegukpun tidak papa bukan?”saran laurent.

 

chrystal menyodohkan sisa uang jajannya yang tidak seberapa itu,begitupun chritina.lalu laurentpun beranjak pergi ke toko hot coklat di ujung jalan,dengan senyum simpulnya15 menit,yap waktu yang lama untuk segelas hot coklat.entah,apa yang membuatnya begitu lama,ataukah karna antriannya yang sepanjang kereta api jurusan cikarang itu?dan pada laurent kembali dengan segelas hot coklat,yang bahkan aromanya bisa tercium oleh chrystal dari jarak yang cukup dekat.

 

“aku mendapatkannya!!”seru laurent.

 

“seteguk…aku seteguk,kau dan kau juga seteguk,begitu seterusnya”ucap laurent lagi.

 

laurent membuka kemasan tutup hot coklat itu,”wusshhhhhh………..”aromanya seketika bahkan sampai di hidung mereka.

 

“coklat…..!!”seru mereka bersamaan.

 

mereka bertiga lalu tertawa bersama.akh….,rasanya indah sekali!saat yang sulit di lupakan.

 

-flash back end-

 

tanpa sadar air bening itu kembali menetes kembali menetes dari pelupuk mata chrytal.untuk kali ini ia tak ingin menghapusnya.ia ingin merasakan semua terlebih mendalam.bukan kris yang yang di harapkannya,sungguh bukan orang itu!.justru ia sangat merindukan persahabatannya,meski chrystal sendiri masih ragu akan perasaanya.akankah harus tetap menganggap laurent sahabatnya atau tidak.karna pada kenyataannya melupakan tak semudah membalikan telapak tangan.

 

******

 

sinar matahari mulai menyinari kota seoul,untuk kesekian kalinya menjadi pertanda kota ini akan memulai pagi.kelas pertama chrystal akan di mulai sekitar satu jam lagi.waktu yang cukup lama untuk membasmi kantung matanya yang kini sebesar batu kerikil.bahkan kini ia masih sibuk dengan bantal dan kasurnya.

 

“chrystal aku pergi!lebih baik kau bangun atau kau akan terlambat”peringat hye mi membuka pintu dan memakai tas sampingnya.

 

“diamlah!apa kau tau kantung mataku bahkan telah sebesar dorayaki!biarkanlah aku tidur sejenak!5 menit saja!”chrystal menutup dua telinganya dengan sebuah bantal.

 

selalu seperti ini,suatu kebiasaan buruk chrystal yang telah membudaya dalam dirinya bahkan.bahkan,jika dia mendapatkan untuk meberhentikan waktu pasti ia kan mengunakannya untuk memberhentikan waktu berhari hari.hanya untuk tidur.ya hanya untuk itu.tak ayal bahwa chrystina salah satu sahabatnya selain laurent kerap memanggilnya dengan putri tidur,atau lebih kejam dari itu ya,kebo metropolitan.menyedihkan!.

 

“hoaammmm…….jam berapa ini?”chrystal mencari jam weker yang berada di meja samping kasurnya.dengan mata yang masih tertutup tentunya.

 

“kya…..!!!!!oh tuhan!30 menit lagi kelas pertamaku akan di mulai!”teriak chrystal.

 

kini ia layaknya seorang orang gila yang tanpa tujuan.kini yang terpenting baginya adalah sampai di sana tepat waktu.chrystal menggandeng tas sampingnya lari menuju jalan raya.yang cukup jauh dari tempatnya kini berada.

 

“taksi….!!!”panggil chrystal mendekati taksi bercat biru itu.

 

“maaf nona,tapi aku duluan yang mendapatkannya”ucap seseorang.

 

chrystal memperbesar kedua bola matanya yang layaknya jengkol muda itu.tak percaya akan sosok di depannya.oh benarkan ini?Oh Seehun!yap,benar itu maknae berkulit seputih susu ini berdiri tetap di hadapannya.bahkan chrstal kehabisan kata kata kali ini.

 

“hey…..,nona!permisi aku hampir terlambat”seehun dengan wajah polos.

 

“a…oh…..tapi a-aku juga terlambat”chrystal terbata bata.

 

“KREEPPPP…..!!”pria berkulit putih itu masuk dan menutup pintu taksinya.

 

“jalan”perintah sehun tanpa wajah bersalah.

 

~Tbc~

 



Carmine (Chapter 1)

$
0
0

jongin14

Carmine – Part.1

By : Ririn Setyo

Kwon Eunji || Kim Jongin || Song Jiyeon

Genre : Romance ( PG – 15)

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya http://www.ririnsetyo.wordpress.com

“Kenapa aku harus menyukainya?”

“Karena dia tampan.”

“Iya, aku tahu dia tampan, malahan kelewat tampan. Lantas?”

Jiyeon menghembuskan napasnya, dia melirik Eunji sepintas, lalu kembali sibuk memandangi salah satu pria tinggi yang tengah bermain basket dengan teman-temannya di lapangan terbuka, di belakang sekolah dekat taman. Jam istirahat sebentar lagi usai, tapi tidak ada satu siswi pun yang mau beranjak dari pinggir lapangan, ataupun dari bangku taman yang menghadap lapangan. Semua orang masih terlalu asik melihat pria-pria tinggi, tampan, berebut bola oranye besar. Meski berkeringat, terengah-engah, dan tidak peduli sama sekali dengan kehadiran mereka, tapi mereka, termasuk Jiyeon dan Eunji, tetap saja meneriakkan kata-kata penyemangat untuk pria-pria itu.

“Sebentar lagi kau delapan belas tahun, Eunji.”

“Iya, lalu?”

Jiyeon menarik napas panjang berulang-ulang, lalu duduk merapat di sisi Kwon Eunji, sahabatnya, mereka sudah saling kenal semenjak masih berusia tiga tahun.

“Memangnya kau tidak ingin punya pacar?”

Mata kanan Jiyeon berkedip, menunggu reaksi Eunji yang justru hanya memandangnya bingung.

“Ingin, tapi apa hubungannya dengan Jongin?”

“Ayolah, Eunji.”

“Apanya?”

“Aku akan menjodohkanmu dengan Jongin, bagaimana? kau mau ‘kan?”

Seketika Eunji tertawa, bahkan sampai terbahak-bahak. Dia menekan kening putih Jiyeon dengan telunjuknya, Jiyeon cemberut, dia kesal bukan kepalang.

“Apanya yang lucu?” tanya Jiyeon.

“Kau.”

“Aku?”

“Iya, kau. Kenapa dari sederet pria di sekolah kita, harus Kim Jongin?”

“Karena dia tampan dan baik hati.”

“Aku pasti ditolak, Jiyeon. Aku ini bukan tipenya, aku tahu itu.”

“Dari mana kau tahu?”

“Lebih masuk akal jika Jongin menyukaimu. Kau sangat cantik sedangkan aku,”

“Kwon Eunji.”

“Itu kenyataannya. Sudahlah, berhenti bercanda. Lebih baik kau sebutkan nama pria selanjutnya yang akan kau jadikan pacar, siapa? Chanyeol, Zitao, Yixing, siapa, eoh?”

“Aku sedang tidak berminat punya pacar, mereka semua payah.”

“Wuah, benarkah? Apa Kris benar-benar sulit dilupakan? Kau bilang dia laki-laki brengsek.”

“Memang dia brengsek.”

Eunji tertawa, kentara sekali jika dia sedang mengejek Song Jiyeon.

Jiyeon cantik, ramping, tidak terlalu pendek, dan berlekuk dalam posisi pas di beberapa bagian yang seharusnya. Iris hitamnya tampak bening, kulit putih susu, rambut panjang berkilau seperti mutiara hitam, ketika sedang marah pipi putih Jiyeon akan bersemu merah jambu. Banyak sekali pria di sekolah mereka yang suka pada Jiyeon, tapi Jiyeon bukan gadis yang mudah ditaklukkan, terhitung dia hanya punya dua mantan kekasih sejak mereka sekolah di GreenHigh Internasional School.

Sangat berbeda jauh dengan Kwon Eunji. Dia pendek hanya 161 centimeter, matanya sipit nyaris tanpa lipatan, wajah bulat, tidak terlalu mancung, pucat, kurus. Kwon Eunji jauh dari standar cantik yang ada di negerinya, meski Jiyeon selalu mengatakan jika Eunji sangat menarik dan punya daya tarik tersendiri yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Eunji juga tidak sekuat Jiyeon, dia tidak suka olah raga, dia selalu saja demam jika mencoba berolah raga. Eunji juga bukan siswi pintar, prestasinya hanya sebatas peringkat lima belas di kelasnya. Dengan semua keterbatasannya, Eunji selalu enggan punya pacar, dia terlalu tak punya nyali jika pria yang disukainya menolak, karena alasan klasik yang menyakitkan. Dia bukan gadis cantik.

“Sudahlah, ayo kita kembali. Sebentar lagi kelas Science Mr. Bang dimulai, dia akan membunuh kita berdua jika terlambat.”

Eunji bangkit, dia menarik Jiyeon, tidak peduli ketika Jiyeon menolak, gadis itu masih ingin melihat aksi Jongin melempar bola ke dalam keranjang. Kim Jongin, kapten basket sekolah mereka itu, sangat ahli dalam menciptakan tembakan tiga angka.

~000~

Meyakinkan Eunji untuk punya pacar sama saja seperti meminta gadis itu untuk olah raga. Susahnya minta ampun, Eunji selalu berkilah ini itu, memiliki segudang alasan untuk menolak sederet pria yang Jiyeon tawarkan pada gadis itu.

“Baiklah, kalau begitu pilihan yang tersisa hanya Kim Jongin.”

“Ah, dia lagi, dia lagi. Kenapa harus ada nama Jongin sih?”

“Karena dia adalah pria terbaik dari pria-pria yang ada di sekolah kita, aku sangat yakin kau akan bahagia jika bersamanya.”

“Cih, kau seperti Cenayang. Tahu dari mana aku akan bahagia dengannya? Diterima sebagai kekasihnya saja sulit, mustahil, Song Jiyeon.”

Eunji cemberut, Jiyeon tidak peduli. Di atas meja kaca di depan mereka tersaji black forest bikinan ibunda Jiyeon, cake favorit Jiyeon dan Eunji sejak kecil. Semilir angin senja menyapa keduanya, beranda kamar Jiyeon terasa lebih dingin di awal musim semi. Jiyeon menyuapkan sepotong black forest ke dalam mulutnya, dia mengamati Eunji sebentar, lalu berkata :

“Kau cantik dan menyenangkan, Jongin pasti menyukaimu.”

“Jangan bercanda, cantik dari mananya? Samantha vs Eunji, eoh pasti akan terlihat seperti Beauty and the Beast.”

Eunji mengukir namanya dan Samantha dengan ujung garpu yang digenggamnya, lalu menaikkan bahu, kembali menyantap cake banyak-banyak ke dalam mulutnya.

“Semua wanita di dunia ini cantik, Nona Kwon.”

“Tapi tetap saja, mata tidak bisa dibohongi.”

Jiyeon menyeringai, dia mulai muak dengan Eunji yang selalu saja menjelekkan dirinya sendiri.

“Aku berani bertaruh, Kim Jongin pasti menyukaimu, jika saja kau mau menampakkan dirimu di depannya.”

“Aku tidak suka berhayal.”

“Ah, bagaimana jika selama ini, ternyata Jongin menyukaimu diam-diam?”

“Mustahil.”

“Mungkin saja, kalian kan sering bertemu. Ayolah Eun, kalian sangat cocok. Mau ya, aku jodohkan dengan Jongin?”

“Jawabanku tetap tidak, tidak dan tidak, titik.”

“Eunji?”

“TIDAK!”

“Terserah.”

Jiyeon kesal, dia memilih menikmati cake dan menghentikan perdebatan konyolnya bersama Eunji.

~000~

Siapa yang tidak kenal sosok Kim Jongin di GreenHigh Internasional School, dia sangat ramah, pintar, kapten basket, penerus tahta dari salah satu perusahaan besar di Korea Selatan. Jongin jauh dari predikat playboy tengik, meski dia bisa melakukan itu dengan wajah tampannya. Dulu Jongin punya kekasih, Samantha Kim, gadis paling cantik di sekolah mereka, tapi hubungan mereka kandas setelah satu tahun terjalin. Sejak saat itu Jongin belum pernah memproklamirkan gadis lain sebagai kekasihnya.

Terlalu banyak gadis yang menyukai Jongin, tapi belum ada satu pun yang menarik perhatiannya. Dia sudah melupakan Samantha, tapi belum yakin untuk menjalin hubungan baru. Tapi itu dulu, sebelum dia menyadari keberadaan Kwon Eunji. Gadis yang selama ini tidak pernah terlihat di jangkauan matanya, gadis yang selalu hanya bersembunyi di balik bahu Jiyeon dan tidak pernah menyapanya. Jongin mengenal Jiyeon sejak gadis itu berpacaran dengan Kris, sahabatnya. Dia kerap bertemu Jiyeon tiap kali Kris membawa gadis itu untuk berkumpul bersama, dan sejujurnya tiap itu juga dia bertemu Eunji.

“Aku benar-benar tidak bisa meyakinkan Eunji untuk menyukaimu, Jong. Dia sangat pesimis dan menganggapku hanya membual.”

Kata-kata Jiyeon kemarin kembali terngiang di dalam benak, menari-nari di pikiran, hingga membuat suasana hati Jongin menjadi agak kelabu. Jongin meminta bantuan Jiyeon untuk menjadi comblang antara dirinya dan Eunji, gadis yang berhasil mengusik detak jantungnya. Jongin masih sangat ingat dengan senyum gugup Eunji beberapa minggu lalu, ketika mereka tidak sengaja hampir bertabrakan di depan pintu lapangan basket in door.

“Eoh, Jongin, maafkan aku.”

Hanya kata itu yang terucap ketika tangan kecil Eunji menyentuh dadanya, sentuhan singkat yang berhasil membuat jantung Jongin berdetak kencang, kelu, wajahnya bersemu merah jambu. Dia hanya memandangi Eunji yang gugup, lalu tetap diam, ketika gadis itu tergesa-gesa berlalu dari hadapannya.

Jongin mengusap dadanya yang masih bergemuruh, sudut-sudut bibirnya tertarik tanpa pernah dia menyadarinya. Ada ribuan kupu-kupu cantik terbang rendah di sekitarnya, mengelitik perutnya. Jongin salah tingkah, dia tersenyum seperti orang gila. Dan setelah itu yang Jongin tahu, dia ingin selalu melihat Kwon Eunji, tanpa pernah peduli apa alasannya.

~000~

“Ya Tuhan, Jiyeon. Bisakah kita bertukar tugas? Aku janji akan menyelesaikan tugasmu dalam satu hari.”

Eunji lagi-lagi memohon, mereka tarik ulur di depan pintu lapangan basket in door yang terbuka, dari sana mereka bisa melihat ada tiga anggota tim basket tengah berlatih. Jiyeon menyeringai, dia melepaskan rangkulan Eunji, senyum tipis penuh kemenangan terulas di bibir Jiyeon, dia senang sekali hari ini.

“Tidak. Kau harus melakukannya sendiri.”

“Jiyeon,” Eunji kembali memohon, Jiyeon tidak peduli.

“Kau sudah kenal Jongin sejak aku masih bersama Kris, lalu kenapa kau harus segugup ini? Atau— jangan-jangan selama ini, kau menyukainya ya?”

Jiyeon terkekeh, Eunji terbelalak.

“Bu—bukan, bukan seperti itu.” Eunji gelagapan.

“Ayo mengaku.” Jiyeon semakin semangat menggoda Eunji.

“Aku tidak menyukainya, sungguh.”

“Lalu kenapa kau gugup sekali, eoh?”

“Itu—- itu karena…,”

Candaan Jiyeon yang ingin menjodohkan dirinya dengan Jongin adalah penyebabnya. Sejak perdebatan mereka yang terakhir, Eunji seperti punya ketakutan tersendiri terhadap sosok Jongin, padahal sejatinya dia sudah mengenal pria itu hampir selama dua tahun (Jiyeon yang mengenalkannya waktu itu, Eunji bahkan pernah ke rumah Jongin bersama Kris dan Jiyeon, meski selama ini nyaris tidak pernah ada interaksi apapun di antara mereka)

“Kalau begitu, ayo.”

Jiyeon menarik Eunji, tapi Eunji kukuh menahan, dia berpegangan di pinggiran pintu.

“Ditunda, jangan sekarang Jiyeon, aku harus mengumpulkan—-“

“Jong!”

Eunji menunduk, Jiyeon memang sulit sekali dibantah. Dia melepaskan rangkulan Jiyeon, Jongin menatap mereka berdua. Pria itu tersenyum, melambaikan tangan, lalu mendekat.

“Hai, Ji.”

Jongin menyapa, dia tersenyum pada Jiyeon dan Eunji. Jiyeon balas menyapa, Eunji diam saja, seperti biasa, dia berdiri di belakang Jiyeon, tak mau terlihat.

“Ada waktu tidak?”

“Sekarang?”

“Iya, Eunji ingin bicara padamu.”

Eunji kaku, dia memukul bahu Jiyeon.

“Eunji?”

Jongin memiringkan kepalanya, Eunji semakin kaku, ragu-ragu dia berbalik, tersenyum lebar yang terlihat aneh, Jongin mati-matian menahan tawa.

“Ayo, Eunji, katakan apa keperluanmu.” Jiyeon semakin mendesak.

“A—aku…,” Eunji mati kutu.

“Apa yang ingin kau bicarakan padaku, Kwon Eunji?”

Jongin tersenyum, Eunji lemas seketika, dia kehilangan semua kata-katanya.

“Hey, ayo bicara. Eunji ingin mewawancaraimu, Jong. Tugas kelas bahasa minggu ini.”

Jiyeon mengambil alih, Eunji diam saja, dia masih terpesona. Jongin lagi-lagi tersenyum, membuat Eunji serasa mau mati.

“Eoh, begitu ya. Sepertinya tidak bisa sekarang, bagaimana kalau di jam istirahat kedua, atau pulang sekolah nanti saja?” Jongin menatap Eunji.

“Eunji, Jongin bertanya padamu.”

“Eoh, yah, baik— baiklah.” Eunji tertawa sumbang. “Tidak masalah kok, kapan kau ada waktu saja.” Eunji tersenyum, lebar dan jelas sangat berlebihan. Dia tidak peduli, berada dekat dengan Jongin membuat otak Eunji yang pas-pasan semakin tersumbat.

“Aku duluan ya, aku lupa, aku ada janji dengan Yoojin. Ah, dia pasti marah sekali, aku terlambat.” Ucap Eunji lebih pada dirinya sendiri, lalu tanpa aba-aba dia sudah terbirit-birit meninggalkan lapangan basket.

“Sepertinya kau harus berusaha lebih giat, Eunji sangat keras kepala.” Ucap Jiyeon, dia memandang Eunji yang baru saja menghilang di balik pintu.

“Sama sepertimu.”

“YAK!”

“Serahkan saja padaku. Aku pasti akan berusaha sekuat jiwa untuk mendapatkan gadis yang aku sukai, terima kasih, Ji.”

“Untuk apa? Aku bahkan gagal meyakinkannya.”

“Terima kasih karena selama ini sudah mengenalkan Eunji padaku, meski aku terlambat menyadarinya.”

“Lebih baik terlambat, dari pada tidak sama sekali. Dia gadis yang istimewa percayalah padaku.”

Jongin mengangguk. “Yah, dia istimewa.”

~000~

Eunji mengerutu, dia menghentakkan kakinya di lantai perpustakaan sekolah yang hitam mengkilap. Sebenarnya perpustakaan bukanlah tempat favorit Eunji, jika bukan karena alasan terpaksa, dia tidak akan pernah sudi untuk datang ke tempat yang sebagian orang bilang, adalah gudang ilmu. Eunji selalu merasa mengantuk jika berada di perpustakaan. Tapi berbeda dengan hari ini, Eunji terpaksa ke perpustakaan, Jiyeon yang memintanya.

“Bantu aku mencari buku literatul tentang sejarah Napoleon.” Pinta Jiyeon penuh harap.

“Kenapa tidak cari sendiri saja?”

“Aku harus menemui Zitao di taman, ada yang harus aku luruskan dengannya. Tolong aku Eunji, aku mohon, eoh?”

Eunji menggeleng, tapi Jiyeon tidak peduli. Gadis itu berlalu begitu saja, setelah mendorong Eunji ke arah perpustakaan. Jiyeon hanya terdengar tertawa ketika Eunji memakinya, gadis itu berbalik sebentar, melambaikan tangan, Eunji ingin sekali melempar bola basket ke wajah Jiyeon yang mengejeknya.

Eunji hampir mati bersama tumpukan buku tebal yang di peluknya di depan dada, buku-buku tentang sejarah Napoleon yang mendunia ternyata banyak sekali. Dia terhuyung-huyung, meraba-raba langkahnya, tumpukan buku menghalangi penglihatannya. Dalam hati Eunji bersyukur, dia yang tidak pintar, hanya mendapat tugas untuk mewawancari kapten basket sekolah mereka.

Tadinya Eunji sangat senang dengan kenyataan itu, dia bahkan menertawakan Jiyeon habis-habisan. Lalu semua berubah ketika Eunji sadar siapakah yang menjadi Kapten Basket sekolah mereka.

Kim Jongin.

Ya Tuhan, Eunji baru menyadarinya. Terlalu asik menertawakan kesialan Song Jiyeon, dia sampai lupa jika Kapten Basket yang dimaksud adalah Kim Jongin, pria yang akhir-akhir ini selalu menjadi bahan perdebatan Eunji dan Jiyeon. Dalam hati Eunji meralat doanya, dia sangat berharap jika dia saja yang mendapat tugas mengumpulkan sejarah Napoleon.

“Permisi.”

“Eoh, maaf.”

Eunji menggeser tubuhnya ke kanan, masih terhuyung-huyung, sepertinya ada seorang siswa yang terhalang olehnya. Eunji merapat pada rak buku, dia kembali ingin melangkah, tapi lagi-lagi suara berat laki-laki di depannya membuatnya bergeser, kali ini ke sisi kiri. Eunji benar-benar bingung, apa mau siswa di depannya ini, dia sudah memberi jalan, tapi kenapa siswa yang tidak dia ketahui wajahnya itu, masih saja menghalangi langkahnya.

“Yak! Apa maumu? Ini berat tahu. Jika kau ada masalah denganku, nanti saja. Setidaknya biarkan aku meletakkan buku-buku ini dulu di meja.”

Pria itu geming, masih berdiri di depan Eunji.

“Ya Tuhan.”

Eunji mendorong dirinya sendiri ke arah depan, tidak peduli lagi dengan sosok keras kepala yang membuatnya kesal. Eunji terkejut ketika siswa di depannya mengambil alih setengah buku yang dipegangnya, dia semakin terkejut ketika sadar siapa sosok yang menghalangi langkahnya sejak tadi.

“Jongin? Cari Jiyeon ya? Ah, dia ada di taman, kembalikan bukuku.” Eunji menunjuk buku yang dipegang Jongin dengan dagunya.

“Aku mencarimu.”

Eunji mengerjab, dia tersenyum sekilas.

“Eoh, ada yang bisa aku bantu? Tapi sebelumnya bantu aku membawa buku-buku ini, bagaimana?”

“Baiklah.”

Jongin memindahkan semua buku yang dibawa Eunji ke tangannya.

“Hey, tidak harus semua juga sih, aku bisa membawa sebagian.”

Jongin diam saja, dia membawa buku Eunji ke meja di ujung perpustakaan. Eunji hanya bisa mengikuti pria itu, dalam hati Eunji berharap, tidak ada satu siswi pun yang salah pengertian melihat Jongin membantunya. Jongin meletakkan buku-buku tebal itu di atas meja, manik cokelatnya melirik Eunji yang sudah duduk manis di depan tumpukan buku, sambil membolak balik lembaran buku, Eunji berkata :

“Oiya, apa yang ingin kau bicarakan, kenapa kau mencariku? Mau cari info tentang Song Jiyeon ya?”

Eunji berpaling sebentar, gadis itu tersenyum penuh arti.

“Tenanglah, Jiyeon belum memutuskan untuk berpacaran dengan siapa, jadi, aku rasa kau masih punya kesempatan.”

Jongin diam saja, rahangnya agak mengeras, tapi Eunji tidak menyadarinya. Sejak tadi gadis itu hanya melihat Jongin sesekali, tidak pernah benar-benar menatap ke arah Jongin. Eunji merasa gugup jika berlama-lama memandang pria tinggi itu. Jongin terlalu tampan, tinggi 185 centimeter, alis tebal, bangir, bibir seksi, manik cokelatnya yang tajam berefek melumpuhkan, senyum pria itu memabukkan, seringainya membuat Eunji lupa untuk sekedar menarik napas. Eunji sadar betul dengan pesona pria itu, jadi sebelum dirinya jatuh dan terluka, Eunji memilih untuk menghindar dan tidak pernah membiarkan matanya, terbiasa dengan bayangan sosok Kim Jongin yang nyaris sempurna itu.

“Berhentilah bersikap sok tahu, Kwon Eunji. Aku kesini bukan untuk mencari tahu tentang Jiyeon, aku tahu dia di taman bersama Zitao.”

Jongin duduk di samping Eunji, dua siswi cantik yang duduk di seberang mereka melirik, menatap tertarik pada Jongin yang sama sekali tidak melihat mereka. Eunji agak salah tingkah, dia benar-benar takut jika ada yang salah paham, dia tidak ingin mencari masalah.

“Bukankah tadi aku sudah bilang, aku mencarimu.”

“Ap— apa? Untuk apa? Sepertinya kita tidak pernah ada urusan sebelumnya.”

Kening Eunji berkerut halus, dia memberanikan diri menoleh pada Jongin. Sial manik cokelat itu menatap Eunji sangat lekat, Eunji sampai tidak bisa menemukan detak jantungnya sendiri.

“Kau harus mewawancaraiku ‘kan?”

“Ah, ya, wawancara ya.” Eunji terkekeh kaku, dia bingung, Jongin masih saja menatapnya. “Iya, wawancara, aku lupa.”

Eunji berpaling, dia menghembuskan napas panjang berulang-ulang. Dalam hati dia memaki Jiyeon, jika bukan karena candaan Jiyeon tentang Jongin tempo hari, dia pasti tidak akan segugup ini. Eh, kalau dipikir-pikir kenapa juga Eunji harus gugup, toh, Jongin tidak menyukainya dan dia juga tidak suka Jongin, lalu kenapa dia harus terlihat buruk di depan pria yang selama ini bahkan tidak pernah sadar dengan kehadirannya.

Eunji berani bertaruh jika Jongin tidak akan pernah ingat jika dulu dia sering menyapanya, pernah menawarkan diri membantu pria itu menyelesaikan tugas bahasa, menemani Jongin naik bus ketika mobilnya mogok di tengah jalan. Beberapa kali Eunji bahkan pernah ke rumah Jongin, dia yang merasa tersisih dan tidak punya pasangan, justru sering menghabiskan waktu dengan orangtua Jongin. Dia tahu pria itu memelihara Piranha, ibunya suka Lily putih dan ayahnya suka bermain catur bersamanya. Dulu, Kim Jongin terlalu sibuk bersama Samantha.

Eunji tersenyum, dia menggeleng sebentar, menertawakan dirinya sendiri yang sudah bersikap berlebihan. Jongin bukan siapa-siapa, dia hanya teman dari sahabatnya, tidak lebih.

“Aku belum menyiapkan pertanyaannya, Jong. Mungkin— besok atau lusa saja ya, wawancaranya, tidak masalah ‘kan? Atau kau sibuk hari itu?”

Eunji bersyukur karena dia sudah lebih tenang, dia menatap Jongin sesekali, tangannya masih sibuk membolak balik lembaran buku di depannya.

“Kenapa kau tidak pernah mau menatapku?”

“Apa? Aku— apa maksudmu?“ Eunji menunjuk dirinya sendiri, lalu terkekeh hambar.

“Apa karena selama ini aku tidak pernah melihatmu? Jadi kau juga tidak mau melihatku?”

“Eh?”

“Kita sudah saling kenal sejak dua tahun lalu, kita selalu bertemu tiap kali tim basket mengadakan acara, atau saat Kris datang ke rumahku bersama Jiyeon. Benar ‘kan?”

“Ah, yah, benar. Apa ayahmu masih suka bermain catur? Sejak Jiyeon putus dengan Kris aku jadi tidak pernah mengunjungi ayahmu, taman bunga ibumu bagaimana? Terakhir ke sana, aku dan Bibi Kim sedang menanam Lili.”

Eunji tersenyum, dia sama sekali tidak sadar dengan celotehannya. Jujur Eunji sangat merindukan orangtua Jongin yang baik dan hangat. Jongin diam saja, dia hanya memandangi Eunji, dalam hati dia semakin menyesali diri. Kenapa tidak dari dulu saja dia melihat gadis itu, kenapa dulu dia begitu buta hingga tidak pernah sadar dengan Eunji, kenapa dia tidak menemukan Eunji lebih dulu ketimbang Samantha yang mencampakkannya demi pria lain.

“Semua baik-baik saja. Ibuku pernah menanyakanmu.”

“Benarkah?” Eunji berbinar.

“Nanti kita pulang bersamanya ya, aku tunggu di parkiran, kau mau ‘kan?”

“Ap—apa?”

Eunji beku, mata sipitnya membesar, dia diam macam orang kena tenun.

“Kita ke rumahku, memangnya kau tidak ingin melihat taman bunga ibuku? Lily yang kalian tanam sudah tumbuh sangat cantik.”

Eo—Eoh, iya, Lily ya, aku—-“

“Jangan lupa. Aku tidak akan pulang sampai kau datang.”

Jongin tersenyum, Eunji lunglai. Pria itu mengacak rambutnya sebelum beranjak. Eunji memaku, wajahnya panas, dia bahkan tidak berkedip, terlalu terkejut dengan apa yang dia dengar. Belum lagi sentuhan Jongin barusan, seperti sengatan listrik, Eunji lumpuh, jantungnya bergemuruh, dia bahkan tidak peduli dengan bisik-bisik para siswi yang melihat kejadian barusan.

 

~TBC~


What if (Chapter 1)

$
0
0

What If…

Author : Dia Park

Link twitter/IG : @pslpsl2731 / @flowerlight.psl

Cast       : – Park Chanyeol

-Nam Sooyeon as you

OC          -Oh Sehun

-Jung Seulrin

-Min Seyi

Lenght : chapter

Rating : G

Genre   : school life, romance, supranatural, family, sad.

Diclaimer : ini fanfiction murni dari pikiran author. Cast semua disini adalah milik Tuhan YME.

 

Annyeong^-^ aku author newbie disini. Semoga kalian suka ya sama ff bikinan aku^^ komentar kalian sangat membantu kebaikan ff ini, so don’t forget to review. Selamat membaca^-^

Sooyeon pov

Hari ini adalah hari pertama aku masuk ke sekolah. Tidak terasa sekarang aku sudah kelas 1 Senior High School. Huh,, pasti waktu ku lebih tersita banyak di sekolah. Akan tetapi, aku senang sekali. Karena aku bisa bersekolah di School Of Perfoming Arts, yaitu sekolah di Seoul yang berisi para artis.

Aku pun mencari-cari nama ku di mading yang sudah terpampang nama-nama siswa. Saat itu juga pun aku berkenalan dengan salah satu siswa di sekolah ini. Yeoja yang sangat menarik menurutku.

“Aku masuk ke kelas 1-2. Kenapa tidak masuk ke kelas 1-1 saja. Berarti otakku masih kurang yaa?” Rutukku dalam hati. Karena setahu ku, biasanya yang masuk ke kelas yang urutannya lebih awal itu berisi anak-anak yang jenius.

“Annyeong. Jung Seul Rin imnida. Apa kau masuk ke kelas 1-2?” Tanyanya ramah. Sepertinya dia tidak berasal dari Korea Selatan. Terlihat dari wajahnya yang sangat berbeda dari karakteristik wajah orang Korea.

“Annyeong. Nam Soo Yeon imnida. Ne, aku masuk di kelas 1-2. Apa kau juga?” Balas ku padanya, dan juga menanyakan hal yang sama.

“Hmm ne. Sekarang kita berteman ya. Kajja, kita masuk ke kelas bersama-sama” ajaknya dan tersenyum padaku.

Saat di kelas pun kami duduk bersebelahan. Kami bercakap-cakap sudah seperti layaknya sahabat. Kami bercerita tentang keluarga kami, keseharian kami selama liburan sekolah, dan bagaimana cinta pertama kami. Yaa walaupun sebenarnya aku tidak pernah mempunyai namjachingu.

“Hmm, tadikan aku sudah bercerita tentang cinta pertama ku. Sekarang Seulrin-ah yang bercerita. Jebal” ucapku memohon, dia pun yang mendengarnya hanya tersenyum malu.

“Aku belum pernah mempunyai pasangan kekasih. Bahkan menyukai seorang namja pun tidak pernah” jawabnya dengan seyuman yang terlihat malu.

‘Mana mungkin wajah secantiknya tidak pernah mempunyai seorang namjachingu’ aku membatin tidak percaya atas ucapannya.

“Tapi, kali-kali ini aku sering memikirkan seseorang” ucapnya dan wajahnya memerah seperti kepiting rebus.

“Nugu? Pasti wajahnya sangat tampan?” Tanyaku penasaran.

Yaa yang pastikan yeoja seperti Jung Seul Rin sebenarnya banyak yang menyukainya. Sangat tidak mungkin jika dia tidak ada yang menyukainya sama sekali.

Bahkan jika aku seorang namja, pasti aku sudah sangat mencintainya. Bagaimana tidak? Mempunyai wajah cantik, senyuman yang sangat manis, mempunyai eyes smile, dan dia juga terlihat seperti yeoja yang jenius.

“Hmm, dia juga berada di kelas ini” ucapnya malu-malu.

“Mwo!!. Nuguya? Tunjukan padaku ne” jawabku penasaran.

Akan tetapi ketika aku menatap mata nya mengapa perasaan ku jadi tidak enak.

“Namja itu duduk tepat di depan mu Sooyeon-ah” jawabnya sambil berbisik-bisik.

Aku pun langsung menengok ke arah di depan ku.

‘Mwo! Dia kan namja yang menyebalkan itu’ batinku sambil melongo karena terkejut.

‘Mengapa aku bertemunya lagi’

*flashback on

“Aish, minggir kau! aku mau melihat namaku” teriak seorang namja dari belakang yang mendorongku dengan tatapan yang tidak peduli ketika aku terjatuh.

Yaa jujur sih wajahnya memang menawan. Lahh? Tapi kelakuannya? Bikin orang naik darah-_-

Dia pun mendorongku hingga terjatuh. Tapi dia tidak peduli akan apa yang telah dilakukannya.

‘Aish awas kau namja pabo! Jika kau sampai sekelas denganku, habis kau!’ Batin ku kesal. Lalu aku pun bangun meninggalkan tempat itu.

*flashbask off

“O-oh” jawabku singkat yang masih tidak percaya akan hal ini.

‘Kenapa aku harus sekelas dengannya?’

“Sooyeon-ah! Wae? Ada apa denganmu? Mengapa wajahmu seperti itu?” Tanyanya kebingungan.

“Aniya, aku hanya terkejut. Iya wajahnya sangat tampan” jawabku dengan senyuman yang terlihat sedang berbohong. Aish sebenarnya aku sudah muak sekali dengan namja ini.

“Tapi ingat ya Sooyeon-ah, aku itu sudah menganggapmu sebagai sahabat ku. Kau pasti mengerti kan apa maksudku?” Tanyanya dengan senyuman yang ramah. Yaa tapi aku tahu pasti di dalam hatinya dia merasa sakit.

Tapi, apakah aku salah? Aku hanya bilang namja itu tampan. Bukan berarti aku menyukainya kan?

“Sebenarnya aku dan dia  saat di Junior High School satu sekolahan. Aku sekelas dengannya saat kelas 3 saja. Tapi kami tidak pernah mengobrol sama sekali” ucapnya sambil mengeluh.

“Seulrin-ah, kau tidak boleh putus asa. Jika kau benar-benar menyukainya, maka buatlah dia jatuh hati padamu” ucapku yaa seperti orang bijak yang sedang menasehati.

“Tapi aku takut akan ada seseoang yang menghancurkan semua ini” lirihnya sambil menundukkan kepalanya.

‘Apa yang dia maksud itu aku? Berarti secara tidak langsung, dia menuduhku sebagai yeoja perusak hubungan orang? Aishh, baru saja kenal, sudah berani-beraninya menuduhku seperti itu! Huh!’

Aku pun membatin kesal atas dirinya yang secara tidak langsung menuduh ku seperti itu.

‘Lagipula, mereka berdua kan belum menjadi sepasang kekasih berarti kalau aku menyukainya yaa menurutku wajar saja’

Lalu pun ada  seongsaenim datang, seorang yeoja yang bername-tag kan ‘Kim Hae Ra’

“Annyeong haseyo yeoreobeun” sapa songsaenim yang cantik itu. Lalu dia pun memperkenalkan dirinya.

“Annyeong haseyo. Kim Hae Ra imnida. Saya akan menjadi wali kelas kalian dalam kurun waktu setahun ini. Semoga kalian suka dengan cara belajar saya. Saya mengajar di bagian Ilmu Pengetahuan”

“Karena saya sudah memperkenalkan diri saya. Sekarang kalian yang memperkenalkan diri kalian” lanjutnya.

Teman-teman sekelas ku pun memperkenalkan dirinya masing-masing dan dengan introduce style yang sangat unik menurutku. Karena ada yang memperkenalkan diri sambil bernyanyi, rapp bahkan stand-up comedy.

Yaa Haera-saem terlihat sangat ramah. Aku kira dia songsaenim yang galak, karena biasanya songsaenim yang menjabat sebagai wali kelas terkenal galak.

Sekarang giliran aku yang memperkenalkan diri. Huh hatiku benar-benar gugup. Tapi, aku harus bisa mengontrol keadaan ku sekarang. Jangan sampai hari ini menjadi hari terburuk dihidupku. Tidak mungkin jika hari pertamaku masuk sekolah penuh dengan kesialan. Karena tadi pagi aku bertemu dengan namja menyebalkan itu. Aish sudahlah lupakan saja.

Lalu aku pun berjalan menuju ke depan untuk memperkenalkan diri.

“Annyeong haseyo. Nam Soo Yeon imnida. Manapta Bangapseumnida”

Teman-teman ku pun berdecak kagum ketika aku memperkenalkan diri. Entah mungkin karena kecantikan ku ini.

‘Yakk!! Nam Soo Yeon kau tidak boleh sombong seperti itu’

Huh akhirnya aku selesai juga memperkenalkan diri. Aku pun menuju tempat duduk ku. Tapi entah mengapa si namja menyebalkan itu menatap mata ku dengan serius. Aku yang merasa risih pun hanya menunduk takut.

“Hmm, kita akhiri belajar kita kali ini. Kalian bisa melihat jadwal pelajaran yang sudah saya kirim di masing-masing email kalian. Oke annyeong”

Ucap Haera-saem lalu pergi meninggalkan kelas dengan anggunnya. Aku ingin menjadi yeoja sepertinya. Pintar yaa pastinya karena dia kan seorang songsaenim, cantik, ramah. Aishh sudahlah.

“Lebih baik kau menjadi dirimu sendiri. Kau selalu saja bilang para yeoja disini cantik. Tapi, kapan kau bilang jika dirimu cantik? Jika kau terus seperti itu. Kapan kau menjadi yeoja yang percaya diri. Bahkan saat mau memperkenalkan diri saja kau merasa malu. Huh dasar yeoja pabo!”

Aku pun hanya melongo mendengar perkataannya tadi. Kenapa dia bisa tahu apa yang sedang aku pikirkan? Aishh benar-benar aneh namja ini.

“Dan ingat! Aku itu bukan namja aneh”

Aku makin tercengang dengan ucapannya. Apa dia bisa membaca pikiran orang? Tapi kenapa harus aku yang menjadi sasarannya? Aishh aku tidak mau dekat-dekat dengannya lagi.

“Soyeon-ah! Sooyeon-ah!”

“Oh ne. Mianhae aku tidak mendengarnya” ucapku cengengesan. Kejadian kali ini sangat memalukan sekali.

“Kau pasti terkejut. Kenapa dia bisa membaca pikiranmu” ucap Seulrin. Aku pun menjadi semakin bingung atas ucapannya. Kepala ku bisa keluar asap jika seperti ini.

“Huh seulrin-ah aku bingung sekali” jawabku dengan suara yang lemas.

Yaa sekarang hanya ada aku berdua dengan Seulrin di kelas ini. Karena murid-murid yang lain sudah meninggalkan sekolah.  Jadi kami bebas berbicara tanpa ada yang mengetahuinya.

“Dia itu memang seperti itu dari dulu. Sebenarnya sih aku juga bingung kenapa aku bisa menyukainya. Padahal dia itu sangatlah playboy” ucapnya sambil menghembuskan nafas.

Aku yang mendengar penuturannya hanya mendengarkannya dengan malas.

“Yasudah Sooyeon-ah aku pulang duluan ya. Annyeong”

Seulrin pun meninggalkan ku seorang diri di kelas.

‘Huh setidaknya dia seharusnya mengajakku untuk keluar sekolah bersama’

Aishh aku benar-benar bingung dengan kejadian hari ini. Sudahlah lebih baik aku pulang saja. Pasti eomma sudah mengetahui jika sebenarnya aku sudah pulang.

Huh sebenarnya aku masih mau pergi ke sesuatu tempat. Tapi dengan siapa ya? Lalu aku pun mengambil tas ku dan keluar kelas.

Tiba-tiba ada yang menarik tangan kanan ku. Aku pun terkejut saat melihat seseorang yang menarik tanganku.

“Yakk! Kau …!”

 

Follow yaa instagram dan twitter aku :v biar lebih deket aja gitu. Don’t forget to review. Paipai~


Did You See (Chapter 1)

$
0
0

DYS POSTER

Author : Bitebyeol – Main Cast : Park Chanyeol & Ahn Alessa – Other cast will find by yourself – Genre : Romance, Family – Length :  Chaptered – Rating : Teen

I own the plot

https://hanajinani97.wordpress.com/

Sorry for Typos!

.

.

.

.

.

Seusai menghadiri rapat, Chanyeol kembali bergelut di ruang pribadinya dengan setumpuk laporan berkas dan evaluasi perusahaan. Menyandang kepercayaan sebagai wakil direktur, membuat posisi Chanyeol cukup disegani. Pemuda 23 tahun berparas rupawan dan juga bertubuh proposional itu sanggup menduduki posisi penting perusahaan dengan kredibilitas terbaik di Korea berkat kualitas dan kinerja profesionalnya .

Pada usia yang terbilang muda, Chanyeol meraih gelar master terbaik dari angkatannya di University of California, perguruan tinggi terkemuka yang sama dengan Ahn Jaehyun, sang direktur utama perusahaannya bernaung. Tak sulit bagi Chanyeol untuk mendapatkan posisi dengan jabatan penting, bukan hanya karena kredibilitasnya saja, namun Jaehyun telah mengenal Chanyeol dengan baik.

Chanyeol membuka tablet pribadinya, mengamati literatur grafik profit perusahaan yang mengalami peningkatan. Ahn Jaehyun terus menerus memberi pujian kepada Chanyeol ketika rapat mengenai kemenangan proyek tender kerjasama Korea-Amerika berlangsung. Bechtel, Vinci, dan Hoctief merupakan tiga jejeran perusahaan konstruksi terbaik di dunia. Terkait pada jaringan global yang terhubung dengan semua pasar utama berprofitabilitas tinggi .Chanyeol sendiri tidak menyangka bahwa presentasi dan lobi yang telah ia usahakan akan membawa perusahaan ini meraih proyek bernilai investasi menjanjikan.

The power charming of Chanyeol? Kata-kata Jaehyun itu yang membuat Chanyeol tergelak namun juga bangga.

Ahn Jaehyun mempercayakan perusahaannya kepada Chanyeol selama tiga bulan ke depan. Sebagai wakil direktur, Chanyeol telah terbiasa mendapat amanat serupa ketika Ahn Jaehyun berhalangan ke luar negeri. Presiden direktur itu mengatakan bahwa proyek global ini memerlukan keseriusan.

Chanyeol akhirnya meletakkan tablet dan merapikan berkas-berkasnya, lalu otaknya memerintah untuk membuka laci pertama meja kerja. Disana terdapat sebuah map dengan selembar kertas bermaterai. Kertas berisi kontrak mengenai putri tunggal Ahn Jaehyun. Materialnya tidak terlalu memberatkan, seperti yang dikatakan direktur utama itu bahwa ia hanya perlu menjaga dan mengawasi putri semata wayangnya. Yah , sebuah dilema para orang tua yang memiliki kesibukan luar biasa seperti pasangan Ahn Jaehyun dan Camila Clayton. Satu hal yang cukup menegaskan Chanyeol bahwa sampai kapanpun ia tak pernah bisa menolak permintaan Jaehyun. Pemuda itu mengingat kembali masa-masa dirinya ketika mengenyam pendidikan di Amerika.

Menurut pandangan orang lain, Chanyeol sangat beruntung seluruh pembiayaan kehidupan dan pendidikannya ditanggung penuh. Masa lalu Chanyeol tak begitu bagus. Di saat ekonomi keluarganya terpuruk, kepedulian seakan turut menyingkir menyisihkan diri. Kehidupannya sebagai seorang remaja sempat mengalami masa berat nan kelam. Keterpurukan kedua orang tua dan kakaknya yang juga membuat Chanyeol merasakan beban. Saat itulah uluran tangan Ahn Jaehyun membawa secercah harapan, dengan Chanyeol sebagai pemeran utama sebuah penawaran . Terkadang kehidupan dapat berjalan diantara kejam dan tulus bersamaan, Chanyeol tersenyum miris mengenang memori itu. Dengan segala pencapaian Chanyeol sekarang, tak ada yang tahu terdapat segumpal tuba pahit yang tetap bersemayam di hatinya.

Chanyeol kembali membaca isi kontrak dihadapannya, hatinya miris mengingat saat Jaehyun menatapnya dengan penuh harap dan mengatakan bahwa ini mungkin akan menjadi kontrak terakhirnya. Hanya mereka berdua yang memahami ‘kontrak terakhir’ yang di maksud Jaehyun. Obsidian kelam Chanyeol beradu mengerjap sesaat dengan helaan nafas panjang sebelum tangannya meraih bolpoin dan membubuhkan tanda tangan persetujuan kontrak.

.

.

.

.

.

.

“Alessa!” Seorang pemuda berjalan dengan tergesa menyapa pemilik nama yang di serukan. Gadis itu baru saja mengambil makanan yang ia pesan pada deretan antri cafetaria. Namun perlahan-lahan wajah terkejutnya berganti mengukir seulas senyum saat mengetahui siapa pemuda itu. Pagi ini Luhan terlihat segar seperti biasa dengan pakaian dan gaya rambut simple. Namun jangan salah, semua yang melekat di tubuhnya adalah balutan brand terkenal. Ia merupakan anak dari salah satu konglomerat pebisnis Korea-China.

“Luhan Oppa, aigoo mengagetkan saja.” Alessa memegang dadanya dengan ekspresi terkejut. Ia segera menyingkir dari deretan antri dan menunggu Luhan mengambil nampan makanannya. Kemudian mereka berjalan beriring menuju sisi cefetaria dimana Harin dan Kai telah menikmati makanan terlebih dahulu. Kebetulan tersedia empat kursi dan Luhan duduk pada bangku di samping Alessa.

“Oppa tadi menyusul ke kelasmu dan ternyata sudah berakhir. Tidak biasanya.” Luhan berkata pada Alessa seraya mengaduk makanannya. Mata gadis itu sedikit melebar mengetahui Luhan tak menemukannya di kelas.

“Tidak biasanya, kan Oppa. Semuanya merasa beruntung kelas berlangsung lebih cepat, Kris Saem begitu baik hari ini.” Alessa menyebutkan Kris, dosen yang mengajar di kelasnya. Gadis itu melempar senyum ramah pada beberapa teman yang melintas dengan menyapa.

Luhan mendengarkan dengan pandangan antusias. Asal tahu saja Kris terkenal sebagai dosen yang kelewat disiplin, memulai kelas tepat waktu namun jangan harap berakhir pada waktu yang tepat pula. Kris itu kerap kali memberi ‘bonus’ waktu dengan memperpanjang durasi pemberian materinya. Astaga dan penilaian orang-orang cenderung sama, benar-benar membosankan. Tetapi hari ini sebuah keajaiban telah terjadi.

“Woah, berarti kali ini Alessa akan mentraktir tambahan makanan kita.” Luhan langsung berceletuk. Kedua mata Alessa membulat dan malah ditanggapi anggukan kuat seorang gadis yang sedari tadi berada di antara mereka, Lee Harin. Sahabat Alessa itu langsung meringis kaku mendapat hadiah death glare mematikan.

“Ah memangnya kalian akan makan sampai berapa banyak?” Kelopak mata Alessa mengerjap pelan. Aturannya mereka boleh mengambil dua porsi dan itu saja sudah terasa cukup. Apalagi jika sampai membayar kelebihannya? Wah, mungkin ia akan melakukannya dalam keadaan sangat lapar.

“Haha, Oppa hanya bercanda hoobae-ku sayang.” Luhan mencubit gemas pipi Alessa tanpa menyadari efek perbuatannya. Kehangatan  bersemu pada pipi gadis bersurai panjang itu selama beberapa saat.

“Aigoo, kalian ini manis sekali.” Kai yang  menggigit ujung bibir, kemudian merangkul Harin kekasihnya.

“Aish, Kai aku belum selesai dengan makananku. Kau ini mengganggu.” Harin mengomel-ngomel heboh dengan perlakuan Kai. Pemuda itu mendengus kasar sambil menegakkan tubuh. Ia mengangguk paham saja, itu artinya Kai boleh berbuat seperti itu lagi setelah Harin selesai makan.

.“Jadi, Ayahmu mempercayakan seorang privat bodyguard? Wah, kerenKedua bola mata Lee Harin berbinar menggebu. Poin bodyguard membuat atensi Harin beralih penuh mendengar cerita pembuka dari Alessa. Mereka semua telah selesai dengan menu hidangan utama. Cafetaria Universitas Yonsei yang tergolong tidak terlalu ramai pagi ini membuat suara Harin menggema di ruangan. Lee Harin adalah anak bungsu dari seorang desainer Korea, Ibunya merupakan relasi bisnis Camila Clayton-ibu Alessa. Penampilannya tak jauh seperti Alessa, Lee Harin juga memiliki paras cantik dan gaya berkelas. Namun, untuk catatan, Alessa berpenampilan anggun sedangkan Harin sedikit lebih seksi. Cara bicara Harin memang terkesan terang-terangan, namun tetap saja membuat Kim Kai, kekasih Lee Harin semakin menyukainya. Bahkan sedari tadi Kai terus saja merangkul Harin membuat gadis itu risih. Mungkin otak Kai sudah di invasi oleh virus gadis-gadis Jepang, sekembalinya ia dari negeri sakura itu kemarin.

“Bagaimana menurut kalian, apa itu tidak berlebihan?” Alessa meminta pendapat. Seperti biasa Harin selalu menjadi yang pertama menanggapi.

“Apa kau yakin berbicara seperti itu?”

“Maksudmu?”

Harin menghela nafas, mengambil tisu makan. “Ah, Ayahmu pasti tak ingin kau kenapa-napa.” Ujarnya.

“Aish entahlah terkadang aku tak mengerti jalan pikiran Ayahku” Alessa mengaduk bubble tea lantas menyedot minuman itu dan melewati tenggorokannya. Ekspresinya mengernyit seakan merasakan sensasi pahit kopi tumbuk. Entahlah, mungkin akibat ia membicarakan ayahnya. Ups.

“Kupikir itu tidak terlalu buruk, bukankah Ayahmu bertujuan baik?” Luhan mengutarakan pendapatnya. Diantara mereka, mungkin Alessa-lah yang masih mendapatkan pengawasan dari orang tuanya. Meskipun sibuk, Jaehyun tak pernah berfikir untuk membiarkan putri mereka terseret kebebasan dalam artian negatif. Tidak dipungkiri baik Luhan, Harin dan Kai, ketiganya diberikan kebebasan penuh dari orang tua mereka.

“Ahh tunggu, bukankah dia itu namja? Bagaimana rupanya? Apakah dia tampan? Atau lebih tampan dari Kai?” Harin menanggapi dengan pertanyaan bertubi-tubi seolah Kai tidak berada disampingnya. Rangkulan posesif Kai yang sedari tadi menyiksa langsung terlepas disertai raut wajah melengos dan decakan sebal. Ia memilih mengadu bibir tipisnya dengan sesapan halus pada pinggiran cangkir berisi coffee latte panas. Dan Luhan hampir tersedak dengan bubble teanya melihat tingkah laku Harin-Kai yang menurutnya konyol.

Alessa tampak berpikir dan mengingat. Saat Ayahnya menunjukkan foto Park Chanyeol, Alessa menilai bahwa pria itu tak sekedar tampan tetapi juga berkharisma. Tetapi sayang menurut Alessa, kharisma Park Chanyeol adalah jenis kharisma yang tidak mencerminkan kesan bersahabat.

Hello Alessa, mungkin itu poin utama Jaehyun memilih Chanyeol sebagai bodyguard. Lalu bagaimana seorang bodyguard akan berperan jika bertampang lemah lembut?

“Hell.. tampan saja yang ada dipikiranmu. Aish sudahlah aku tidak mau membicarakannya. Lagipula aku belum bertemu langsung dengannya.” Alessa malas menjawab pertanyaan mengenai penampilan Chanyeol yang dilontarkan Harin, namun nada bicara diujung kalimatnya terdengar pelan. Gadis itu kembali berpikir, sejak tadi pagi ia mengantar ayahnya ke bandara lalu ke kampus dan sekarang kelas pada jam pertama sudah berakhir. Namun, belum ada tanda-tanda kehadiran Park Chanyeol. Apa dia mengamati dari kejauhan? Sejauh mana? Ahh Alessa sekarang sudah bisa mengeja namanya dengan benar.

PARK-CHAN-YEOL. Ia bergumam lalu mengangguk kecil.

“Biasanya bodyguard itu berada disekitar orang yang dijaganya kan?” Harin berujar diikuti anggukan Luhan yang tampak menikmati kunyahan snack dimulutnya. Gadis itu memandang ke sekeliling cafe sok menelisik. Diam-diam Alessa yang tampak cuek melirik sekilas mata berharap nalurinya menemukan sosok Park Chanyeol. Namun nihil, sejauh yang di perhatikan, ia hanya mendapati para mahasiswa kampus yang sebagian besar adalah teman-teman yang ia kenal. Gadis itu kembali sibuk dengan bubble teanya dan tersenyum samar. Baguslah, mungkin Park Chanyeol menolak permintaan Ayahnya.

“Ah , Oppa membawakan buku yang ingin aku pinjam, kan?” Alessa berseru pada Luhan seakan otaknya baru teringat. Pemuda itu tersenyum hangat mengeluarkan sebuah buku edisi terbatas yang Alessa maksud.

“Pakailah terlebih dahulu, jika ada kesulitan mengenai tugas itu, tanyakan saja pada Oppa. Arra?”

 

Chanyeol melonggarkan dasi pada kerah kemejanya yang terasa mencekik leher menimbulkan rasa gerah. Fokusnya tengah tertuju memeriksa sebuah dokumen di meja kemudian keningnya berkerut saat mendapati jadwal yang tertulis. Ia tetap memperhitungkan pergerakan jarum jam dipergelangan tangan kirinya yang mulai terarah menuju jam makan siang.

Selama ini Chanyeol tak pernah mempermasalahkan kepadatan urusan perusahaan. Namun ini pertama kalinya ia sedikit kewalahan karena mengabaikan memo alarm yang sengaja tersetel dua hari berselang rencana keberangkatan presdir Ahn. Ada sedikit perubahan pada jadwal yang sebelumnya tersusun, karena ia mengutamakan pertemuan dewan direksi yang baru usai 15 menit lalu.

“Minseok Hyung, bisa kan menangani jadwal wawancaraku untuk dua jam ke depan?“ Chanyeol mengatakan satu pesan yang tertuju pada seorang pria di hadapannya.

“Ye, tentu saja Pujangnim.” Disusul kesanggupan sekretaris bernama Kim Minseok itu, ia kemudian bangkit dari ruang kerja pribadinya yang bernuansa abu putih dengan membawa ponsel. Langkah Chanyeol memasuki lift menekan tombol menuju lantai dasar. Kemudian tergesa menapaki area basement.

“Yonsei University, baiklah.” Chanyeol begegas menuju mobilnya. Kuda besi merah pabrikan Ferrari melesat menembus lalu lintas Seoul menuju lokasi putri Ahn Jaehyun berkuliah. Pemuda tampan itu meletakkan ponselnya pada stand phone case di dasbor. Sesekali ia mengamati putri Jaehyun, Ahn Alessa yang terdapat pada ponsel berlogo apel tergigit itu. Gadis dengan rambut tergerai sepunggung yang tengah berpose tersenyum dengan tangan kiri memegang gelas bubble tea pada fotonya. Sekilas ia memiliki kemiripan dengan Ahn Jaehyun, mata cokelat gelap yang bersinar cerah dengan garis wajah perpaduan Korea-Amerika genetik orangtuanya.

Tiba lebih cepat dari waktu yang diperkirakan membuat Chanyeol mengakui bahwa kemampuan menyetir dan juga aksi mengebutnya semakin terasah dengan baik. Sebenarnya Chanyeol bukan pria seperti itu jika tidak dihadapkan pada situasi yang menurutnya membutuhkan hal-hal diluar kebiasaannya. Lagipula tidak teramat buruk, akhir-akhir ini Chanyeol menikmati waktu berkendara yang membuatnya lebih tertantang. Selama para penegak hukum jalanan mengenali posisi ah dalam artian yang lebih jelas adalah jabatan, kewenangan, kekuasaan dan materi. Rahasia umum yang telah dimengerti masyarakat Korea dan juga tidak ditampik oleh Chanyeol secara pribadi.

Menarik tuas rem parkir mobil pada tempat strategis ialah hal yang segera Chanyeol lakukan. Pemuda itu meraih ponselnya dari stand case dan tak lupa membuka laci dasbor untuk menemukan kaca mata hitam. Namun, rupanya niat untuk menyamarkan diri yang dilakukan Chanyeol meleset dari yang ia harapkan. Nyatanya, ketika kedua kaki jenjangnya menyentuh halaman universitas, tidak sedikit gadis yang menatapnya dengan pandangan tertarik. Mengacuhkan penampilannya yang menjadi pusat perhatian, Chanyeol tetap santai melangkahkan kaki memasuki area gedung. Pria itu memeriksa smartphone-nya yang telah terpasang aplikasi pendeteksi untuk mengetahui keberadaan putri Ahn Jaehyun. Tidak sulit sebab cafetaria terletak pada sisi terdekat, hanya perlu melewati hall memanjang disebelah kiri.

Pandangan Chanyeol menyapu seisi cafetaria, fokusnya terpasang tepat pada satu titik. Terdapat dua pemuda dengan dua gadis seumuran disana. Seorang gadis yang tampak bercengkrama dengan pemuda bertampang mesum disebelahnya. Sementara salah satu pemuda yang memiliki sepasang mata bak rusa tersebut terlihat menyadari kehadiran Chanyeol.

Pemuda bernama Luhan yang tengah memperhatikan gerak-gerik Chanyeol, meneliti penampilan pemuda jangkung itu lalu berbisik rendah pada gadis yang tengah menikmati suapan terakhir dessertnya.

“.. Al..apa kau mengenal pria itu? Sepertinya ia sedang berjalan ke arah sini.”

“What?” Alessa menegakkan kepala mengikuti pandangan Luhan. Langkah panjang pemuda tersebut terlalu mudah memupus jarak sekian meter menuju meja mereka seolah menjawab dugaan Luhan. Ia menegakkan tubuh 185 cm-yang benar-benar tegap dihadapan Alessa. Saat melepas kacamata hitamnya secara perlahan, barulah Alessa mulai menyadari identitas pemuda itu . Ia mengawalinya dengan deheman kecil sebelum memulai bicara .

Annyeonghasimika, Nona Ahn Alessa?” Ia menyebutkan nama sekaligus marga Alessa, menyapa sekaligus memastikan pengucapannya benar. Alessa menanggapi dengan raut wajah tak mengerti bercampur ragu. Seakan tahu kebingungannya, pemuda  itu kembali berbicara.

“Jeoneun Park Chanyeol imnida. Mulai hari ini resmi bertugas menjadi bodyguard pribadi, yang siap menjaga , melindungi dan mengawasi Anda, Nona Ahn Alessa. Semua ketentuannya telah tertulis di sini.” Pemuda bersuara berat itu-Chanyeol menjelaskan dengan detail seraya menunjukkan HD screen perjanjian kontrak melalui layar ponselnya.

Yah, seperti dugaan Alessa, pria itu ialah bodyguard yang telah ayahnya katakan. Pesona Park Chanyeol mengundang kesan takjub Harin, bahkan tidak dipungkiri juga oleh Kai dan Luhan. Berbeda dengan Alessa yang menyandarkan tubuh dengan lemas. Harapannya ternyata berbanding terbalik So, mari kita lihat bagaimana semuanya berjalan. Namun sepertinya Alessa harus berterimakasih pada Chanyeol yang telah berbaik hati menunjukkan secara jelas perjanjian kontrak selama tiga bulan itu. Karena tentunya tak perlu membuat Alessa bertanya terbawa emosi. Chanyeol menurunkan ponsel dan mengangkat sedikit senyum dari sudut bibirnya. Harin tak lepas memandang sisi wajah Chanyeol seolah tersihir, membuat Kai kembali cemburu oleh perilaku Harin.

“Saya rasa Anda juga telah mengenal saya, Nona Alessa” Percaya diri, Alessa mencibir didalam hati. Selama beberapa saat Chanyeol memaku pandangan pada Alessa yang berlagak sibuk menghindari tatapannya. Kemudian Chanyeol  melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan waktu makan siang.

“Ah, ya. Anda tidak berminat pulang? Bukankah kegiatan kampus Anda telah berakhir? Hanya terdapat tiga kelas hari ini. Pertama adalah kelas Dosen Kris yang telah berakhir 45 menit lalu. Kemudian dua kelas lainnya, Dosen Jung dan Dosen Kang yang berhalangan hadir lalu meninggalkan tugas untuk kelas Anda.”

Kedua alis Alessa terlihat bertaut mendengar serangkaian penjelasan Chanyeol. Bagus sekali, sepertinya Chanyeol telah mengetahui jadwalnya terlebih dahulu. Cara berbicara Chanyeol seakan penuh dengan aturan.

“Terima kasih telah mengingatkan jadwal kelasku, Park Chanyeol-ssi .Namun, sayang sekali, agendaku hari ini belum selesai. Ayo, Harin-ah. Bukankah kau kemarin berkata akan menunjukkanku cabang butik terbaru milik ibumu ?” Gadis itu menarik tubuhnya dari kursi seraya menatap Harin yang mengalihkan pandangannya dari Chanyeol dengan tergagap. Seingatnya ia tak pernah mengatakan hal itu? Kalaupun ada, Harin merasa ia sudah menunjukkannya beberapa bulan lalu.

“Luhan Oppa, Kai? Tak masalah jika kalian ingin ikut, bagaimana?” Alessa menawari dengan tulus.

“Ah terimakasih Al, Oppa ada sedikit urusan setelah ini.” Luhan tersenyum lembut memandang Alessa dan Chanyeol yang sedang menatapnya datar. Kai juga balas menatap Alessa.

“Aku akan ikut dengan Luhan Hyung.” Jawab Kai , pria itu tampak memberi kode berkedip pada Harin. Namun, gadisnya tak peduli sebab ia masih memikirkan perkataan Alessa.

“Eh- tunggu dulu Al. Butik yang -mana?”

“Tck, ayolah Harin kita mulai berjalan. Kau akan ingat ketika sampai di mobil. Luhan Oppa terimakasih untuk hari ini, sampai bertemu besok.” Ketika langkah Alessa mulai terhentak, Harin segera bangkit menyetujui. Ia tak akan pernah membuang waktu untuk bersenang-senang. Well, meski ini bisa saja salah satu ide Alessa untuk menguji bodyguard tampannya yang bernama Park Chanyeol tersebut. Berjalan dengan jarak dibelakang kedua gadis cantik itu, tubuh tegap Chanyeol terasa melingkupi keadaan sekitar. Entahlah bahkan Alessa sendiri bersikap acuh mengalihkan pemikirannya.

Park Chanyeol yang mulai hari ini resmi menjadi bodyguard Alessa. Hah kata-kata macam apa itu? Dalam hati Alessa bertekad, memastikan bahwa segalanya akan berjalan dengan cepat hingga saatnya tiba. Yah, tiga bulan tidak akan terasa seiring waktu. Astaga bahkan baru beberapa jam berlalu, gadis beriris cokelat gelap itu sudah merindukan Ayahnya.

Park Chanyeol dan Ahn Alessa.

Sebuah takdir diantara mereka masih tertoreh halus, akankah ini menjadi menyenangkan atau sebaliknya?

Tbc….

 


The Gray Autumn (Chapter 2)

$
0
0

IMG_20160103_094350

The GrayAutumn – Part.2

By : Ririn Setyo

Song Jiyeon || Oh Sehun

Genre : Romance ( PG – 16)

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya dengan cast yang berbeda  http://www.ririnsetyo.wordpress.com

“Aku benar-benar tidak mengerti kenapa Chanyeol harus membuat pesta pernikahan semeriah itu.”

Sehun melepaskan jas hitam yang membalut tubuh tingginya sesaat setelah dia memasuki kamar tidur, membuangnya sembarang di atas karpet abu-abu motif abstark berbulu halus, membentang luas hampir menutupi seluruh permukaan lantai dingin kamarnya. Jiyeon berjalan beberapa langkah di belakangnya, wanita itu tampak tidak peduli pada semua celotehan Sehun, dia tetap berjalan memasuki kamar tanpa kata. Jiyeon menuju meja rias seraya meletakkan tas tangannya di sana, melepaskan anting batu sapir lalu berjalan ke kamar mandi. Namun langkah wanita itu terhenti, saat Sehun kembali mengeluarkan suaranya.

“Pesta penikahan? Benar-benar lelucon yang menurutku sangat membosankan dan tidak penting.”

Jiyeon membalikkan tubuh langsingnya yang sempurna, menatap datar Sehun yang kini hanya menyisakan celana pendek dan singlet putih di tubuh tingginya. Jiyeon mendengus seraya tertawa sumbang, Sehun menghentikan niatnya untuk berjalan menuju walk in closet miliknya. Menatap Jiyeon yang menatapnya benci, selalu seperti itu sejak—- entahlah Sehun tidak begitu ingat sejak kapan wanita itu jadi begitu membencinya.Mungkin sejak Sehun mengambil alih perusahaan kosmetik milik ibu Jiyeon dan membawa sekretaris pribadinya menginap di rumah mereka. Ya mungkin sejak itu.

“Tentu saja terlihat tidak penting di mata laki-laki brengsek sepertimu, OhSehun. Kauyang tak punya hati tentu saja tidak akan pernah mengerti makna pernikahan, yang kau tahu hanya bagaimana mendapatkan lembaran kertas saham berharga jutaan dolar, benar begitu?”

Sehun tertawa lantang, dia berjalan hingga berdiri di depan Jiyeon, tangan laki-laki itu terulur menyentuh ujung dagu Jiyeon dengan ibu jarinya. Iris hitam sepekat malan miliknya, menatap tak peduli pada Jiyeon yang menajamkan tatapannya.

“Terima kasih untuk pujiannya, Oh Jiyeon! Kau benar-benar mengerti tentang diriku yang sebenarnya.”

Jiyeon membalikkan tubuhnya, berjalan menuju kamar mandi. Dia menghentikan langkahnya, tanpa berbalik wanita cantik itu mengucapkan sebaris kalimat, dingin, datar, yang hanya membuat Sehun menggangkat kedua tangannya tidak peduli di belakang sana.

“Berhenti memanggilku dengan margamu Sehun, karena aku tidak akan pernah sudi merubah namaku menjadi Oh Jiyeon, sampai kapan pun!” ucap Jiyeon sebelum pada akhirnya menghilang di balik pintu kamar mandi.

~000~

Jiyeon melepaskan pakaiannya, berjalan menuju bathtub yang sudah terisi air dingin, merebahkan tubuhnya perlahan,seraya menikmati lembutnya air dengan tetesan minyak beraroma vanilla yang disukai Jiyeon sejak dulu. Jiyeon menyandarkan kepalanya di ujung bathtub, menerawang saat kilasan kenangan manis bersama Sehun di awal pertemuan mereka berputar pelan di memorinya. Kenangan yang justru membuat Jiyeon tersenyum getir, bersamagulungan rasa sesal yang membelitnya hingga sekarang.

Kenangan manis yang ingin sekali Jiyeon hapus dari memori hatinya, kenangan yang ingin sekali Jiyeon kubur di dasar hati terdalam hingga dia tak mampu untuk membawanya kembali ke permukaan. Kenangan yang jika Jiyeon bisa memutar ulang waktu, tak pernah diharapkannya sedikitpun. Kenangan yang mengikat hatinya begitu kuat, pada sosok brengsek yang justru telah memenangkan seluruh hati dan cintanya.

Jiyeon memejamkan matanya, menenggelamkan seluruh tubuh dan wajahnya ke dalam air dingin, membiarkan napasnya terhenti untuk beberapa detik, membiarkan jantungnya berdenyut lemah saat tak ada oksigen yang mampu di pompa jantung dan berharap jika semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Ya Jiyeon sangat berharap dia segera terbangun dan menemukan semuanya kembali baik-baik saja.

3 Years Ago

Song’s Ballroom – Anniversary Jiyeon’s Parent

First Time in Love

Dengan ragu Jiyeon keluar dari dalam mobil mewah berwarna hitam saat seorang valet parking  membuka pintu mobilnya, tepat di depan pintu ballroom milik keluarganya. Ballroom bergaya Victoria, sangat mewah danelegant, dari ukiran berkelas di tiap sudut ballroom serta perabotan yang terdalam di dalamnya.Ballroom yang sudah di penuhi oleh para kerabat dan kolega dari kedua orangtuanya yang malam ini, merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke 25 tahun.

Hembusan napas berat kembali keluar dari kerongkongan Jiyeon yang terasa kering, kering karena sejak tadi gadis itu terus mengomel tidak jelas pada bibi Jung yang malam ini, bertugas memastikan gadis itu mau datang ke pesta. Seorang bibi paruh baya yang sudah mengasuh Jiyeon sejak hari pertama gadis itu lahir ke dunia, bibi paruh baya yang hanya mampu tersenyum dengan gelengan pelan di kepala, tiap kali Jiyeon memaki sang ayah yang memaksanya datang malam ini.

Berbalut gaun panjang dari perancang ternama yang sudah mendunia hingga menutupi mata kaki, sewarna tulang dengan model kemben berhias belt dari bebatuan mulia yang berkilau. Rambut panjang Jiyeon yang kali ini sewarna hazelnut dibiarkan tergerai, mengenggam tas tangan dari bebatuan swarovski yang membuat penampilan Jiyeon terlihat sempurna. Dan semakin sempurna saat kaki jenjang gadis itu, terbalut high heellimited editionberwarna gold dengan tinggi sepuluh centi meter.

Jiyeon mengerjab seraya memajukan sedikit wajahnya ke arah pintu ballroom yang terbuka, pintu  yang akan membuat Jiyeon bergabung bersama para tamu undangan orang tuanya. Wangi Wine mahal dari puluhan tahun lalu berkualitas terbaik yang pernah ada, menguar di segala penjuru ballroom. Bau yang sayangnya tidak pernah disukai Jiyeonkarena selalu membuat hidungnya tidak nyaman, Jiyeon selalumengosok ujung hidungnya dengan jari telunjuk berulang-ulang, jari yang kini kuku-kukunya berhias nail polish sewarna coklat marun.

Jiyeon mulai melangkah pelan memasuki ballroom, mengibaskan sedikit gaun panjang yang di kenakannya seraya mengedarkan pandangan guna menemukan sosok kedua orang tuanya.Semua mata kini mengalihkan pandangannya pada Jiyeon, pada sosok dengan pahatan wajah yang nyaris sempurna hingga para kaum hawa yang ada di dalam ballroom merasa iri. Sesekali gadis itu tampak tersenyum tipis pada orang-orang yang menatapnya, senyum yang membuat orang-orang percaya bahwa Tuhan baru saja menurunkan malaikat-Nya ke dunia.

“Ayah!”

Song Jongki laki-laki yang telah membuat Jiyeon menyandang marga Song di depan namanya itu menoleh, tersenyum hangat pada Jiyeon yang berkacak pinggang, lalu berjalan mendekat. Meninggalkan sejenak para tamu undangan bahkan sang istri di belakang sana, demi sang malaikat kecilnya yang terlihat tak bersahabat malam ini.Jongki tahu betul apa gerangan yang terjadi, gadis itu sedang kesal karena Jongki telah membatalkan acara jalan-jalan Jiyeon ke Milan demi acara perayaan ulang tahun pernikahannya malam ini, memblokir pesawat Jet gadis itu untuk tidak bisa lepas landas tadi siang. Jiyeon mengamuk karena Jongki baru saja membuang kesempatan gadis itu untuk menyaksikan Milan Fashion Week yang sudah ditunggu gadis itu dari tahun lalu.

“Hai Sayang, terima kasih sudah mau datang,” ucap Jongki diamengecup kening Jiyeon.

“Terpaksa datang ayah, ingat itu!” Jiyeon mengingatkan, mengeraskan wajahnya, bibirnya mengerucut, namun sayangnya ekspresi Jiyeon tetap saja terlihat terlalu manis di mata Jongki.

“Maafkan ayah, setelah ini ayah janji akan mengantinya dengan makan siang bersama di negara manapun yang kau mau, bagaimana?” Jongki mengedipkan satu matanya penuh arti, mengapit bahu Jiyeon seraya membawanya mendekati tamu yang masih berbincang bersama istrinya— Song Jieun.

“Bagaimana jika kita menyelam di taman laut yang ada di Bunaken?” Jiyeon mulai terlihat bersemangat, rasa kesal gadis itu tiba-tiba sudah hilang dan menguap begitu saja saat Jongki berkali kali mengusap kepalanya.

“Bunaken?”

“Eoh! Pulau menakjubkan yang ada di negara Indonesia, aku jamin Ayah pasti tidak akan menyesal dan akan ketagihan, taman lautnyasangat indah.” Jongki tertawa kecil menatap wajah antusias Jiyeon, wajah penguat hati yang begitu disayanginya melebihi dia menyayangi dirinya sendiri.

“Baiklah Sweet Heart, kita berangkat besok pagi,” ucap Jongki sesaat sebelum melepaskan rangkulannya, kembali menyapa para tamu bersama Jieun dan Jiyeon yang berada di samping kiri dan kanannya. Laki-laki itu terlihat menoleh seraya kembali merangkul Jiyeon, saat gadis itu mengecup pipinya seraya berbisik.

“Aku sangat menyayangimu, Ayah.”

Sementara itu di pintu depan Sehunbarusaja memasuki Ballroom yang terlihat sudah penuh, orang-orang dalam balutan gaun malam dan jas-jas mewah berharga jutaan dolar, dia terlihat mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ballroom demi menemukan sosok sang tuan rumah. Sosok yang sudah dikenal Sehun sejak laki-laki itu masih remaja, sosok yang sudah menjadi sahabat orangtuanya sejak dulu.Sehun tersenyum seraya berjalan mendekat saat mata hitam pekatnya, menemukan Jongki dan sang istri berdiri di ujung sana. Dia menyambar segelas wine dari nampan pramusaji yang berlalu lalang seraya kembali melanjutkan langkahnya, namun langkah laki-laki itu terhenti karena seseorang baru saja menabrak punggungnya.

Wine dalam genggaman tumpah dan membahasi tangannya, sedikit mengotori ujung jas yang di kenakannya saat ini. Sehun mendengus kesal seraya berbalik, bermaksud mencaci seseorang yang telah mengacaukan penampilannya malam ini. Namun semua cacian Sehun tertahan di ujung kerongkongannya, mata laki-laki itu terpana, terjerat pada sosok gadis cantik yang berdiri dengan wajah sangat menyesal di depannya.

“Maafkan aku.” ucap gadis cantik di depan Sehun, gadis anggun dengan semua kesempurnaan ragawi yang tak terbantahkan. Gadis itu sibuk memerintahkan pelayan untuk membereskan kekacauan ini

“Aku benar-benar tidak sengaja, apa kau mau menganti pakaianmu? Aku bisa meminta,—“

“Jiyeon?”

Kali ini gadis itu yang terdiam, menatap Sehun, matanya mengerjab, terkejut. Gadis itu terlihat berpikir tentang sosok yang baru dilihatnya yang ternyata sudah mengenalnya, gadis yang kembali mengerjab, lalu tersenyum kaku seraya mengigit ujung bibir semerah cherry miliknya.Ekspresi yang sungguh terlihat manis di mata Sehun, hingga membuat pria itu tertawa pelan.

“Siapa ya?”

“Kau tidak ingat denganku?” tanya Sehun, dia membersihkan tangannya dengan tissue yang disodorkan seorang pelayan padanya.

Jiyeon menggeleng pelan, dia sedikit sungkan hinggawajahnya terlihat bodoh. Sungguh Jiyeon merasa tidak enak ketika memorinya benar-benar tak mampu mengingat sosok yang kini sudah tersenyum, senyum yang terasa begitu memikat dan hangat.

“Baiklah,aku rasa aku perlu bantuan ayahmu, agar kau bisa mengingatku, Song Jiyeon.”

“OhSehun!”

Jiyeon dan Sehun sama-sama menoleh saat suara Jongki menguar di telinga mereka, tangan pria itu terentang lalu emeluk Sehun hangat. Jiyeon mengerutkan dahinya, dia merasa semakin binggung, sang ayah terlihat sangat akrab dengan laki-laki itu.

Oh Sehun? Memangnya dia siapa?

“Sepertinya putri Paman melupakanku,” ucap Sehun, dia melirik Jiyeon, membuat gadis itu menatapnya dantersenyum kaku.

“Benarkah?” Jongki menatap Sehun sekilas sebelum akhirnya menatap Jiyeon. “Jiyeon, ini OhSehun anak teman ayah yang dulu menetap di China, kau tidak ingat?” Jiyeon kembali berusaha untuk mengingat, namun nihil gadis itu tetap tidak ingat walaupun dia merasa pernah melihat Sehun sebelumnya.

“Sehun, dia yang pernah mengantarmu ke sekolah saat ayah tak bisa mengantarmu saat kau masih berusia sepuluh tahun, waktu kita masih tinggal di Chinatiga belas tahun lalu.”

Jiyeon menghembuskan napasnya saat pada akhirnya gadis itu dapat menemukan sosok Sehun di memorinya, bisa mengingat tentang sosok laki-laki yang pernah beberapa kali dia temui saat gadis itu masih menetap di China bersama keluarganya. Laki-laki yang pernah mengendongnya saat Jiyeon terjatuh di taman belakang rumah, saat sedang berlatih mengendarai sepeda.

Eoh!SehunOppa, maaf aku benar-benar lupa, kau terlihat berbeda.” Ucap Jiyeon pada akhirnya, tersenyum malu dengan menyentuh ujung rambutnya yang bergulung di bagian bawah.

“Benarkah?Apa aku terlihat sangat tampan hingga kau tidak ingat padaku,” goda Sehun, Jongki tertawa, mereka tidak sadar saat Jiyeon menunduk,rona merah jambu tiba-tiba sudah menghiasi wajah gadis itu.

~000~

Jiyeon menarik dirinya dari dalam bathtub, napasnya tersengal,dia mendengar suara ketukan keras dari arah pintu dan suara teriakkan kencang di belakangnya. Teriakkan yang melafalkan namanya, suara yang bahkan tidak ingin Jiyeon dengarlagi. Jiyeon melipat kakinya, dia menutup telinganya, mengerang, butiran bening tanpa perintah mengalir dari dua sudut mata beningnya yang terpejam.Jiyeon bahkan membanting gelas kecil berisi lilin aromatherapydi ujung bathtub, saat suara itu kembali memanggil namanya.

Jiyeon menyembunyikan wajah basahnya di antara sela lutut kaki, dia terisak, entahlah Jiyeon merasa jika beban hatinya begitu berat, merasa jika dia sudah tidak kuat dengan apa yang di pikulnya saat ini. Jiyeon sudah tak mampu berpijak dengan benar saat menemukan sosok yang menghancurkan hatinya begitu dalam, justru selalu bercokol di pikirannya, mengikat begitu kuat hingga Jiyeon tak mampu mengabaikannya sampai detik ini.

“Aku membenci mu, OhSehun!”

~000~

Suara tepuk tangan membahana di dalam ballroom saat Jongki turun dari podium,dia bru saja memberi kata sambutan dan ucapan terima kasih untuk semua yang hadir dan memberikan doa untuk pernikahannya. Dia merangkul bahu Jiyeon, memberikan kecupan sayang di kening Jieun sang istri.

“Selamat malam,”

Seketika Jongki menoleh diikuti oleh semua orang yang memenuhi ballroom, seorangpria tampan sudah berdiri di atas podium. Tersenyum hangat pada semua orang hingga wajah tampannya terlihat semakin sempurna, laki-laki itu berdehem sebelum akhirnya bersuara.

“Paman Song selamat untuk usia pernikahanya, 25 tahun tentu bukanlah waktu yang singkat, benar begitu? Ayahku benar-benar minta maaf karena tidak bisa datang langsung karena masih tertahan diMiami, aku juga ingin mengatakan jika malam ini terasa begitu istimewa untukku, karena….“ Sehun mengantungkan kalimatnya, menoleh pada sosok Jiyeon yang berdiri di depan sana.

“… aku kembali bertemu dengan seseorang yang dulu pernah ada di hidupku, seseorang yang selalu aku anggap sebagai malaikat Tuhan yang akan menemani sisa hidupku di dunia ini.”

Jiyeon mengangkat kepalanya menatap kearah Sehun yang ternyata sudah menatapnya, pria itu tersenyum hangat, tanpa sadar Jiyeon tersenyum, debaran jantungnya tak terkendali, tatapan memabukkan Sehun menelusup hingga ke dalam relung hati.Tatapan yang menjadi awal terbentuknya kembali hubungan Sehun dan Jiyeon di kemudian hari, hubungan yang terasa begitu manis hingga tanpa sadar membuat Jiyeon menyerahkan seluruh hidupnya pada Oh Sehun.

~000~

Jiyeon mendongak saat sepasang tangan menarik paksa tubuhnya dari dalam bathtub, membalut tubuh polosnya dengan handuk seraya menarik gadis itu keluar dari kamar mandi. Jiyeon menatap sosok kejam di depannya, napasnya memburu, bibirnya sudah membiru, dia kedinginnan nyaris beku. Jiyeon memaki dirinya saat linangan airmata sialan yang membuatnya terlihat lemah di depan pria itu,justru begitu lancang kembali mengaliri pipi pucatnya.

Pria itu menatap tajam sosok mengigil Jiyeon seraya menghempaskan cengkraman tangannya di lengan wanita itu, dia berbalik tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Berjalan melewati puluhan pelayan yang sudah memenuhi ruang tidur mereka, para pelayan terlihat khawatir, mereka segera membungkuk dengan anggukan mengerti saat laki-laki itu mengeluarkan perintahnya, sesaat sebelum keluar dari kamar dan membanting pintu hinggameninggalkan bunyi dentuman yang cukup keras dibelakangnya.

“Hangatkan Jiyeon, segera!”

~000~

Satu pelayan muda menarik bangku berukir saat Jiyeon baru saja tiba di depan meja makan, sang pelayan terlihat cekatan mensajikan potongan buah segar ke dalam mangkuk biru, siraman yougortlalumembungkuk hormat saat Jiyeon berterima kasih untuk sarapannya paginya. Wanita cantik itu menikmati sarapannya santai, tak peduli dengan sosok Sehun yang sejak tadi sudah duduk di meja makan, memperhatikan Jiyeon yang sesekali terlihat mengusap ujung hidungnya yang berair dengan lembaran tissue di atas meja.Sehun duduk di ujung meja tepat di samping Jiyeon, dia terus menatap wajah pucat Jiyeon seraya menyunggingkan seringai tajam yang sayangnya tidak dipedulikan oleh Jiyeon. Wanita itu terlalu malas berdebat dengan Sehun sepagi ini, namun harapanya kandas saat Sehun meletakkan alat makannya lalu mulai mengeluarkan suara beratnya.

“Berhenti merendam tubuhmu di dalam bathtub, jika kau ingin mengakhiri hidupmu Jiyeon,karenausahamu itu tidak akan pernah berhasil,.” Jiyeon melirik Sehun yang kini telah menopang dagunya di atas kedua tangan, bertumpu di atas meja. “Kau cukup berdiam diri di bawah hujan ataukau bisa berlari mengelilingi rumah ini dan bisa kupastikan napasmu akan berhenti dengan sendirinya.”

Eoh! Ide bagus, aku benar-benar lupa jika aku alergi air hujan dan tidak boleh lari lebih dari sepuluh menit.” Jiyeon memasukkan satu sendok yougort buah ke dalam mulutnya, mengunyahnya santai. “Aku akan mencobanya lain waktu, akuakan mencoba segala cara untuk dapat melepaskan diri dari hidupmu,OhSehun.” Jiyeon tersenyum seraya kembali menikmati sarapannya.

Sunyi. Tak ada yang mengeluarkan suara untuk beberapa detik ke depannya. Mereka sama-sama tengelam dalam pikiran masing-masing, pikiran yang tidak akan bisa dimengerti oleh siapapun selain mereka sendiri.

Hey! Kau mau coba ini,” Jiyeon menyodorkan satu sendok sarapannya pada Sehun, pria itu mengeleng cepat. Buah dan Yougort? Yang benar saja,Sehun sangat tidak suka buah yang di sajikan dengan susu basi itu.

“Jiyeon!”

Sehun mendelikkan matanya, menatap Jiyeon yang sudah tertawa, dia masih menyodorkan sarapannya pada Sehun. Namun tiba-tiba tanpa sadar Sehun membuka mulutnya, menerima suapan Jiyeon dan membiarkan wanita itu membersihkan bibirnya dari sisa yougort dengan ujung jari,ketika tanpa sadar Jiyeon memanggilnya dengan sapaan diawal perkenalan mereka puluhan tahun yang lalu.

“Ayolah Oppa!

Jiyeon tertawa saat melihat Sehun menguyah buah dengan mata setengah terpejam, menikmati kebersamaan mereka yang terkadang bisa terjalin begitu hangat. Hubungan hangat tanpa rencana yang sering kali tercipta secara tiba-tiba di antara mereka, walaupun di detik sebelumnya mereka baru saja beradu argument yang menaikkan emosi jiwa.Jiyeon tidak mengerti dengan itu, begitu pula Sehun, mereka berdua hanya menikmatinya tanpa repot-repot mencari alasannya.

Namun tawa Jiyeon berhenti seketika saat suara langkah seseorang memecahkan kehangatan mereka, langkah seorang wanita cantik, mengenakan stiletto hitam sepuluh centi meter hingga membuat tubuh gadis itu menjulang bagai model di atas panggung runway. Berbalut jas pink, dress berpotongan dada rendah sewarna senada sebagai dalaman, rambut panjang bergelombang, lekukan tubuhnya terlihat sempurna di tempat yang seharusnya.

“Selamat pagi!”

Wanita itu mengambil tempat di samping Sehun tepat di seberang Jiyeon, tersenyum, menuang susu ke dalam gelas dengan tidak peduli. Menyentuh tangan Sehun seraya mengenggemnya erat saat Sehun menatapnya, mengusap kepala wanita itu lembut.

“Aku memutuskan untuk kembali bekerja mulai hari ini,” Jiyeon bersuara seraya beranjak dari bangku yang di dudukinya, Sehun menatapnya.

“Apa? Bekerja? Dimana?” Sehunbenar-benar terkejut

Bekerja? Bukankah gadis itu sudah dilarang bekerja oleh Jongki, karenaSehun beralasan bahwa Jiyeon tidak boleh kelelahan. Pendapat yang mendapat persetujuan langsung dari Jongki yang begitu percaya pada Sehun, pada sosok yang di yakini Jongki akan menjaga putri tunggalnya dengan sangat baik.

“Tentu saja di perusahaan ayahku,” Jiyeon memerintahkan beberapa pelayan untuk membawakan tas kerjanya yang masih berada di dalam kamar. “Kau tentu tidak akan lupa jika aku sudah menyerahkan semua hakku, di perusahaan ibuku padamu suamiku sayang.”

Jiyeon menatap muak wanita yang masih mengenggam tangan Sehun, membalikkan tubuhnya seraya berlalu dari hadapan pria itu. Namun baru tiga langkah Jiyeon yang pagi ini mengenakan dress biru dan luaran semi formal berwarna kuning pucat itu, membalikkan tubuhnya, menatap Sehun sekilas.

“Aku sangat muak melihat wanita murahanmu itu Sehun, jadiaku tidak ingin lagi melihat wajah rendahannya berada di hadapanku, saat aku sedang menyantap makananku. Jika terulang bisa kupastikan aku akan mematahkan hidung palsunya, hingga dia tidak bisa lagi bernapas! Kalian mengerti?”

Wanita itu— Kim Minra — wanita yang berpredikat sebagai sekretaris pribadi Sehun, langsung meraba hidungnya, dia terlihat marah. Minra adalah wanita yang Jiyeon temukan di salah satu kamar yang ada di rumahnya, sedang merangkak di atas tubuh Sehunnyaris tanpa busana. Wanita yang membuat Jiyeon depresi hingga harus mengkonsumsi obat tidur di malam-malam setelahnya, wanita yang membuat Jiyeon semakin membenci seorang OhSehun.

~000~

“Selamat pagi, Sayang,” Jongki memeluk Jiyeon erat, putri cantiknya baru saja memasuki ruang kerjanya. “Ayah sangat terkejut dengan keputusanmu semalam, kaubenar-benar sudah membicarakan ini dengan Sehun?” tanya Jongki.

Eoh! Dan dia sangat setuju ayah, lagi pula dia sering meninggalkanku sendirian di rumah untuk bekerja dalam waktu yang lama. Aku bosan!” Jiyeon memajukan bibirnya, membujuk sang ayah untuk mengabulkan keinginannya kali ini.

Sungguh Jiyeon ingin sekali berada di luar rumah, berada jauh dari tempat yang selalu membuatnya merasa diikuti oleh bayang-bayang Sehun, laki-laki yang selalu saja menyakitinya.

“Baiklah jika Sehun setuju, berarti tidak akan ada masalah. Tapikenapa kau ingin di perusahaan ayah? Kenapa tidak membantu ibumu saja, Jiyeon?”

Jiyeon menghembuskan napasnya lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa hitam yang ada di belakangnya, menata penampilan rambut panjangnya yang sedikit kusut karena Jongki mengajaknya tadi.

“Sehun Oppa sudah membantu ibu disana, jadi aku membantu Ayah di sini.” Ucap Jiyeon, dia menyembunyikan semua yang terjadi dari sang ayah.

Menyembunyikan semua kebusukan Sehun agar sang ayah tidak melukai pria itu, meski Sehun selalu menyakitinya, Jiyeon tetap saja tidakakan pernah bisa melihat Sehun terluka, tidakakan pernah bisa melihat Sehun terpuruk dan kembali ke ambang kebangkrutan seperti dulu.Jiyeon tidak pernah sanggup menghancurkan Sehun dan itu adalah satu-satunya fakta yang sangat Jiyeon benci hingga saat ini.

~000~

Jongki merangkul bahu Jiyeon saat mereka berjalan keluar dari dalam ruang kerjanya, berjalan menuju ruang meeting yang akan dimulai sebentar lagi. Meeting pertama Jiyeon dengan klien sang ayah di hari pertama dia bekerja, Jiyeon antusias sekaligus gugup, sejak dia menikah dengan Sehun Jiyeon memutuskan berhenti bekerja sebagai CEO di perusahaan ibunya.Jongki tersenyum ke arah seorang laki-laki tinggi yang baru saja tiba di depan ruang meeting, dia tampan, senyumnya memabukkan tapi terasa hangat dan bersahabat. Pria itu mengulurkan tangannya pada Jongki, sikap hormatnya semakin menambah wibanya, dia sedikit melirik ke arah Jiyeon yang berdiri di samping Jongki.

“Perkenalkan dia putriku, Song Jiyeon. Ah! Maksudku Oh Jiyeon, putri ku sudah menikah,” ralat Jongki, lalu tertawa kecil. “Dia yang akan membantumu mendesain mobil, sesuai dengan harapanmu.”

Laki-laki itu mengangguk seraya tersenyum,tangannya terulur, menjabat jemari Jiyeon hangat.

“Kim Jongin! Senang berkenalan denganmu, Oh Jiyeon.”

TBC

 

 

 


Bubble tea

$
0
0

Bubble Tea

Bubble Tea (Shireo!) [Drabble] #Sehun

by podyororo

Oh Se Hun || Jung Ah Rin

 

Jung Cheon Sa

 

Fluff | Romance | School-Life

 

Drabble

 

PG-15

 

This story comes from my mind!!

“I don’t like bubble tea!”

-Enjoy it!-

 

Sepasang manik coklat muda menatap seseorang yang sedang sibuk dengan minumannya. Menelaah setiap gerakan mulut sahabatnya. Melihat bagaimana seorang Jung Cheonsa menghisap bubble tea dengan sedotan. Serta meneliti bagaimana Cheonsa menguyah bubblebubble di dalam mulutnya.

 

“Cheonsa, itu bubble tea ‘kan?” dengan penggaris di tangannya, Ahrin menunjuk gelas plastik yang berada dalam genggaman Cheonsa, “Tidakkah itu menjijikkan?”

 

Yes! Dibelikan Luhan. Kau mau?” gelas plastik dalam genggaman beralih ke atas meja. Dan, sedikit mendorongnya mendekati Ahrin. “Cobalah dan kuyakin kau akan menyukainya. Sama sekali tidak menjijikkan,” seburuk mungkin wajah yang dipasang oleh seorang Jung Ahrin. Mencoba bubble tea? Tidak mungkin dan tidak akan pernah!

 

Iris cokelat tua Cheonsa menatap serius sahabatnya, memohon padanya agar mencoba bubble tea meskipun hanya sedikit. “Bagaimana bisa kau meminumnya jika ada bulat-bulat di dalamnya? Aih, astaga!” bulu kuduknya seketika meremang, Ahrin menghentakkan kedua kakinya, menyalurkan rasa jijiknya.

 

“Kau hanya perlu menguyah lalu menelan. So easy, right?” Cheonsa lantas memutar sebal manik cokelat tuanya. “Sehun sunbae menyukai bubble tea, ups!” berpura-pura menutup mulut seakan telah membocorkan rahasia yang sangat besar dan dirahasiakan, secara tidak sengaja.

 

“Aku sudah tahu. Dan, astaga! Bagaimana ini? Aku bisa gagal saat seleksi menjadi kekasihnya,” paniknya. Ahrin melangkah mengelilingi meja Cheonsa, membuat pusing sang pemilik meja.

 

Jung Ahrin sangat sangat sangat tidak menyukai bubble tea. Mengkhayalkan jika banyak bubble yang masuk ke dalam mulutnya, membuat dirinya ingin muntah di semangkuk bubble. Tetapi Oh Sehun sangat menyukai bahkan mencintai bubble tea.

 

“Bagaimana ini bisa terjadi? Aku tidak pernah melakukan kesalahan besar, tetapi kenapa? Wae?” Ahrin mengguncang kasar pundak sahabatnya, lalu beralih mengacak brunette hairnya. “Apa kau sangat yakin jika Sehun sunbae mencintaimu?” mendengar pertanyaan menusuk yang diucapkan oleh Cheonsa dengan lembut, bagai ada petir yang menyambar tubuh Ahrin.

 

Ahrin memanyunkan bibirnya, “Tidak yakin,” Cheonsa tertawa pelan, kemudian meminum bubble tea lagi, menyebabkan perut Ahrin serasa diguncang. Manik cokelat mudanya tertutup kelopak mata, menidurkan dirinya sesaat untuk melupakan kejadian tadi. Walaupun hanya sementara.

 

Pintu kelas terbuka, awalnya Cheonsa tidak peduli, namun setelah melihat Si Pembuka Pintu menunjuk seseorang di sebelahnya, dia lantas membangunkan Ahrin yang setengah tertidur. Gerak gerik matanya tidak lepas dari sosok di depan pintu. “Ahrin-ah, ada yang mencarimu. Ketua kesiswaan,”

 

Mwo? Ketua kesiswaan?” Ahrin mengangkat kepalanya dari atas meja, menatap Sehun yang bersender di dinding kelasnya sembari melihat jam di pergelangan tangannya. Kedua kaki Ahrin melangkah lambat mendekati Sehun, “Sunbae mencariku? Ada apa?” mati-matian Ahrin menetralisir jantungnya yang berdegup kencang.

 

“Ya, ada tugas dari Kim saem. Membeli perlengkapan dan peralatan untuk event sekolah,” bibir Sehun sedikit terangkat, menampilkan senyuman tipisnya.

 

Oh Sehun adalah ketua kesiswaan di Seoul High School, dia dipilih karena sikap tegas dan kewibawaannya. Sedangkan sang wakil, Jung Ahrin, diangkat menjadi wakil karena saudaranya adalah ketua kesiswaan setahun yang lalu. Saudaranya tersebut meminta seisi sekolah untuk memilih Ahrin.

 

Ahrin merasa bahwa pemilihan dirinya dikarenakan adanya kecurangan namun, hal itu membawa keberuntungan baginya. Berbagai rapat dan event yang dilalui, membuat Sehun dan Ahrin semakin dekat.

 

“E-eoh. Tunggu sebentar.”

 

 

°•°•°•°•°•°

 

 

Sunbae, apa saja yang akan dibeli?” tanya Ahrin pelan, takut mengganggu Sehun yang sibuk dengan smartphonenya. Entah apa yang dilakukannya, tetapi menurut Ahrin berhubungan dengan event di sekolahnya.

 

Sehun meliriknya sekilas, tangan kanannya merogoh kantung jasnya, lalu mengeluarkan secarik kertas dan membawanya menuju tangan Ahrin. “Lumayan banyak,” gumamnya terus membaca tulisan-tulisan kecil di atas kertas.

 

“Aku haus,” Ahrin mendongakkan kepalanya, melihat Sehun mengusap peluh di pelipisnya, blonde hairnya tampak basah karena keringat. Ekor mata Sehun tidak sengaja melirik kedai yang mengunggah seleranya. “Kita beristirahat sebentar, aku ingin beli bubble tea,” Ahrin mengatupkan bibirnya, terkesiap. Mengapa Sehun harus mengajaknya ke kedai bubble tea?

 

“Hyung, taro bubble tea satu. Kau ingin rasa apa, Rin?”

 

“Aku tidak haus, sunbae,”

 

Sehun mengangguk. Mereka berdiri di depan kasir, menunggu pesanan Sehun datang, sekaligus melihat pembuatan bubble tea. Senyum Ahrin memudar saat matanya dengan tidak sengaja menangkap tempat penyimpanan bubble. Oh tidak, dia ingin mengeluarkan isi perutnya sekarang juga.

 

Setelah membayar dan mendapatkan bubble tea, Sehun menarik Ahrin untuk duduk di bawah pohon taman yang cukup sepi. Cuaca yang sangat panas menyebabkan banyak orang tidak ingin berlama-lama di luar ruangan. Sehun membuka mulutnya, “Biasanya aku membeli choco bubble tea,” Ahrin menatap lekat-lekat gelas plastik berisi bubble tea Sehun dengan perasaan jijik.

 

“Jadi kenapa kau membelinya?” Sehun menyedot bubble teanya, menggigit sesuatu berbentuk bulat dan hitam dalam mulutnya. Pemuda itu terkekeh pelan saat melihat Ahrin sedang menatapnya takjub. “Kau tidak suka bubble tea?” anggukanlah sebagai jawabannya, mulutnya seakan terkunci rapat.

 

Merasakan sedikit angin sepoi-sepoi yang berhembus ke arah mereka, membuat Ahrin seketika menguap. Dengan cekatan, Si Pencinta Bubble Tea menaruh sedotan di dalam mulut Ahrin. “Cobalah,” Sehun mengangguk, menyakini bahwa tidak akan ada masalah jika meminum bubble tea. Perasaan takut menghinggapi Ahrin, bagaimana jika bulat-bulat hitam itu masuk ke dalam mulutku?

 

Kelopak mata Ahrin tertutup begitu menghisap minuman tersebut dengan sedotan. Ingin berteriak kencang saat banyak bubble memenuhi rongga mulutnya. “Kunyah, jangan langsung telan,” gadis bermarga Jung itu mengangguk mengikuti perintah Sehun.

 

“Ini first kiss kita secara tidak langsung,” mata Ahrin membelalak begitu mendengar pernyataan Sehun yang cukup ambigu.

 

What do you mean?”

 

“Sekarang, kau menjadi milikku! Tidak ada yang boleh mematenkanmu selain aku!” ucap Sehun santai, sesekali meminum bubble tea kesukaannya.

 

Ahrin hanya bisa mengedipkan matanya bingung dengan bibir sedikit terbuka.

 

 

-End!-

 

Uwahh, kepikiran buat ff ini pas ngeliat pic sehun minum choco bbt.. kayaknya fresh banget liat wajah cute sehun minum bbt. Aku tau kalau ini kurang fluff plus kurang romance #lengkap

 

 

Mind to review?

 

©podyororo 2016


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live